• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelesaian Masalah Crew Pairing Maskapai Penerbangan dengan 0-1 Integer Programming

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyelesaian Masalah Crew Pairing Maskapai Penerbangan dengan 0-1 Integer Programming"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

PENYELESAIAN MASALAH

CREW PAIRING

MASKAPAI

PENERBANGAN DENGAN 0-1

INTEGER PROGRAMMING

ANNE YULIANA UTAMI DEWI

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penyelesaian Masalah Crew Pairing Maskapai Penerbangan dengan 0-1 Integer Programming adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ANNE YULIANA UTAMI DEWI. Penyelesaian Masalah Crew Pairing Maskapai Penerbangan dengan 0-1 Integer Programming. Dibimbing oleh PRAPTO TRI SUPRIYO dan BIB PARUHUM SILALAHI.

Crew pairing adalah urutan penerbangan yang berawal dari suatu pangkalan kru dan berakhir di pangkalan kru yang sama yang akan dilayani oleh anggota kru. Penentuan crew pairing merupakan salah satu bagian dari upaya efisiensi biaya operasional pesawat komersil. Tujuannya adalah meminimumkan jumlah crew pairing dan waktu tunggu total di antara dua penerbangan (sit time). Masalah ini dimodelkan sebagai 0-1 Integer Programming. Implementasi pada maskapai Air Asia dengan 25 jadwal penerbangan dalam periode satu hari memberikan 9 crew pairing dengan total sit time 2075 menit.

Kata kunci: crew scheduling, crew pairing, kru pesawat, maskapai penerbangan

ABSTRACT

ANNE YULIANA UTAMI DEWI. The Solution of Airline Crew Pairing Problem Using 0-1 Integer Programming. Supervised by PRAPTO TRI SUPRIYO and BIB PARUHUM SILALAHI.

Crew pairing is a sequence of flights that begins from a crew base and ends at the same crew base that will be served by a member of crew. Determination of crew pairing is one part of the operational cost efficiency efforts on commercial airline. The purpose of this study is to minimize the number of crew pairing and the total waiting time between two flights (i.e., sit time). This problem is formulated as 0-1 Integer Programming. Implementation on the airline of Air Asia with 25 flights schedule within a period of one day provides 9 crew pairing with the total sit time 2075 minutes.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Matematika

PENYELESAIAN MASALAH

CREW PAIRING

MASKAPAI

PENERBANGAN DENGAN 0-1

INTEGER PROGRAMMING

ANNE YULIANA UTAMI DEWI

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Penyelesaian Masalah Crew Pairing Maskapai Penerbangan dengan 0-1 Integer Programming

Nama : Anne Yuliana Utami Dewi

NIM : G54090033

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Dr Toni Bakhtiar, MSc Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Drs Prapto Tri Supriyo, MKom Pembimbing I

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul karya ilmiah yang dikerjakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah Penyelesaian Masalah Crew Pairing Maskapai Penerbangan dengan 0-1 Integer Programming.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs Prapto Tri Supriyo, MKom dan Bapak Dr Ir Bib Paruhum Silalahi, MKom selaku pembimbing serta Bapak Drs Siswandi, MSi sebagai penguji yang telah memberikan saran, bimbingan dan motivasi dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga saya sampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta teman-teman, atas segala dukungan, doa dan kasih sayang yang telah diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

DESKRIPSI DAN FORMULASI MASALAH 3

Deskripsi 3

Formulasi Masalah 4

STUDI KASUS 7

Hasil Studi Kasus 10

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 16

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jadwal penerbangan Air Asia dalam periode satu hari 7

2 Crew pairing hasil Tahap 1 11

3 Crew pairing hasil Tahap 2 12

DAFTAR GAMBAR

1 Network yang merepresentasikan model masalah crew pairing 4

2 Time windows setiap crew pairing 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Syntax dan hasil komputasi program LINGO 11.0 untuk masalah

penentuan crew pairing pada Tahap 1 16

2 Syntax dan hasil komputasi program LINGO 11.0 untuk masalah

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Maskapai penerbangan sebagai salah satu industri jasa transportasi udara memiliki permasalahan yang kompleks dipandang dari segi operasional. Permasalahan itu di antaranya adalah permasalahan operasi perawatan, kru, pelayanan dan pelanggan, pesawat, inventory, pengadaan, serta pembelian bahan bakar dan suku cadang (Bazargan 2010). Di antara permasalahan-permasalahan tersebut, biaya pengeluaran untuk penugasan kru (pilot dan awak kabin) merupakan pengeluaran terbesar setelah pengeluaran bahan bakar, sehingga diperlukan perencanaan biaya kru yang lebih efisien. Salah satu yang dapat membuat biaya kru lebih efisien adalah perencanaan penjadwalan kru yang optimal.

Penjadwalan kru (crew scheduling) dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap penentuan crew pairing dan tahap penugasan kru (crew rostering). Penentuan crew pairing merupakan penentuan aktivitas penerbangan tanpa memperhatikan nama-nama kru (anonim). Daftar jam penerbangan dibuat sebagai input untuk membentuk urutan penerbangan yang disebut crew pairing. Tujuan utama pada tahap ini adalah penggunaan jumlah sumber daya kru yang minimum pada suatu perjalanan dengan semua daftar jam penerbangan dapat terpenuhi. Tahap selanjutnya yaitu penentuan pasangan kru yang ditugaskan pada setiap crew pairing untuk menjalankan berbagai aktivitas seperti tugas dasar, tugas pelayanan, dan lain-lain yang disebut crew rostering. Tujuannya agar mendapatkan penugasan yang layak dengan meminimumkan biaya kru.

Kedua masalah tersebut dapat didekatkan dengan dua metode yaitu metode matematis dan artificial intelligent. Pada metode matematis, masalah ini dapat diformulasikan sebagai Integer Programming. Penelitian ini akan fokus pada tahap penentuan kelompok kru (crew pairing) dengan menggunakan 0-1 Integer Programming.

Tujuan Penelitian

(12)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan operasional maskapai penerbangan dapat dibagi menjadi empat tahapan dimana hasil dari suatu tahapan akan menjadi input bagi tahapan lain. Tahapan-tahapan tersebut adalah schedule planning, fleet assignment, aircraft routing, dan crew scheduling. Pertama, tahap schedule planning. Tahap ini bersumber pada perkiraan permintaan penumpang (pengguna jasa maskapai penerbangan). Output dari tahap ini menghasilkan flight schedule hari dan frekuensi penerbangan.

Tahap 2 adalah fleet assignment. Tahapan ini memasangkan setiap jadwal penerbangan dengan spesifik jenis dari armada yang mempertimbangkan kapasitas armada dan karakteristik penerbangan (domestik dan internasional). Pada Tahap 3 yaitu aircraft routing menguraikan penjadwalan armada yang diatur agar penerbangan dilakukan armada pada kondisi kerja terbaik dan memenuhi regulasi yang ada serta waktu penerbangan memungkinkan untuk memenuhi permintaan pelanggan.

Crew scheduling adalah tahapan terakhir dari perencanaan operasional maskapai penerbangan. Pada tahap ini, jadwal penerbangan dan penugasan digunakan untuk menentukan alokasi tugas untuk masing-masing anggota kru sehingga semua penerbangan dilayani dengan memenuhi standar tenaga kerja, operasional, dan regulasi pemerintah. Tahap crew scheduling memiliki dua sub masalah yang saling berhubungan. Kedua masalah tersebut adalah Airline Crew Pairing Problem (ACPP) dan Airline Crew Rostering Problem (ACRP). ACPP menentukan jumlah minimum dari anonim kru yang harus melayani semua penerbangan yang sudah direncanakan dengan mempertimbangkan tenaga kerja, operasional, dan regulasi pemerintah. Hasil dari ACPP diperlukan pada masalah ACRP. Pada ACRP, masing-masing anggota kru ditugaskan pada kru anonim (Barnhart 2003).

Pada Airline Crew Pairing Problem, crew pairing yang fisibel adalah dimana kota tujuan dari suatu leg sama dengan kota asal dari leg berikutnya. Selain itu crew pairing harus berawal dan berakhir pada pangkalan kru (crew base) yang sama. Tujuan dari masalah ini adalah untuk mendapatkan crew pairing yang dapat memenuhi semua legs dengan biaya yang minimum (Vargas et al 2009).

Crew pairing yang akan dicari harus memperhatikan sejumlah tenaga kerja, operasional dan regulasi yang ada di perusahaan maupun negara di mana maskapai tersebut beroperasi. Pada peraturan maskapai penerbangan dan pemerintah, crew pairing harus memenuhi kondisi sebagai berikut: (1) crew pairing dimulai dan berakhir tugasnya pada pangkalan kru yang sama, (2) tidak ada crew pairing yang melebihi flying time, service time, maksimum landing, dan maksimum duties (Diana et al 2009).

(13)

3

DESKRIPSI DAN FORMULASI MASALAH

Deskripsi

Crew pairing adalah urutan penerbangan yang berawal dari suatu pangkalan kru (crew base) dan berakhir di pangkalan kru yang sama yang akan dilayani oleh sejumlah kru tanpa memperhatikan nama-nama kru (anonim). Tujuan dari masalah ini adalah untuk menemukan crew pairing yang melayani semua jadwal penerbangan dalam rangkaian perjalanan dengan biaya minimum. Jadwal satu penerbangan yang memuat informasi kota asal, kota tujuan, waktu keberangkatan dan waktu kedatangan disebut leg. Crew pairing terdiri dari leg-leg yang tersusun berurut. Dalam masalah ini tidak diperhatikan perbedaan antar personel kru yang terdiri atas awak kokpit (pilot dan co-pilot) dan awak kabin (flight attendant). Selain itu semua kru dianggap dapat melayani semua tipe/jenis pesawat.

Dalam suatu crew pairing didefinisikan beberapa istilah berikut: flying time : lamanya pelayanan oleh kru di udara pada setiap leg

briefing time : lamanya persiapan kru di bandara sebelum penerbangan pertama dari crew pairing

debriefing time : lamanya kru menetap di bandara setelah penerbangan terakhir dari crew pairing

ground time :waktu yang dibutuhkan pesawat untuk mendarat ditambah dengan waktu yang dibutuhkan kru untuk meninggalkan pesawat

sit time : lamanya kru menunggu di bandara untuk melakukan penerbangan selanjutnya

service time : durasi total kru melakukan tugas yang berhubungan dengan pelayanan penerbangan. Service time terdiri

atas flying time, briefing dan debriefing time, ground time serta sit time

Crew pairing yang dibuat harus berdasarkan peraturan maskapai penerbangan dan pemerintah tempat maskapai penerbangan tersebut beroperasi. Aturan-aturan tersebut antara lain:

1 total flying time dalam setiap crew pairing tidak melebihi maksimum total flying time

(14)

4

Sebagai ilustrasi, perhatikan network pada gambar berikut

Pada network ini, simpul (nodes) {2,3,4…n} adalah simpul yang merepresentasikan legs sedangkan simpul {1} merepresentasikan pangkalan kru (crew base) dimana crew pairing dimulai dan berakhir. Panah (arc) merepresentasikan alur atau urutan leg. Contohnya, arc (1,2) menyatakan leg 2 berawal dari pangkalan, arc (2,5) menyatakan leg 5 dilakukan setelah leg 2, dan arc (5,1) menyatakan leg 5 berakhir di pangkalan kru. Contoh satu crew pairing, berawal dari arc (1,2), dilanjutkan arc (2,5) terakhir arc (5,1).

Formulasi Masalah

Masalah crew pairing dapat diformulasikan sebagai suatu ILP. Sebelum model dikaji secara terperinci, maka perlu ditentukan parameter dan variabel keputusannya.

Himpunan

N = himpunan dari node = {1,2,…,n} dengan node 1 merepresentasikan pangkalan kru

= himpunan node yang merepresentasikan leg penerbangan = N-{1} A = himpunan arcs yang merepresentasikan pasangan leg yang mungkin Indeks

= indeks untuk menyatakan leg

= indeks untuk menyatakan crew pairing Parameter

= maksimum banyaknya crew pairing = maksimum service time

= maksimum total flying time

= flying time pada leg i

= ground time di bandara kota tujuan pada leg i, dengan adalah briefing time

= waktu keberangkatan pada leg i

(15)

5 = waktu kedatangan pada leg i

= debriefing time

= sit time antara leg i dan leg j

M = konstanta positif yang nilainya relatif besar Variabel keputusan

1. Setiap penerbangan (leg) hanya dapat dilayani oleh satu crew pairing.

∑ ∑

3. Setiap penerbangan yang berawal dari pangkalan dilayani paling banyak sekali dalam setiap crew pairing.

(16)

6

5. Selisih waktu kedatangan pada leg i dengan waktu mulainya briefing pada setiap crew pairing tidak boleh melebihi maksimum service time.

8. Semua variabel keputusan bernilai nol atau satu.

,

Tahap 2

Fungsi Objektif

Fungsi objektif pada Tahap 2 adalah untuk meminimumkan jumlah waktu kru menunggu di bandara untuk melakukan penerbangan selanjutnya (sit time). Minimumkan

1. Jumlah crew pairing optimal adalah sebanyak .

(17)

7

STUDI KASUS

Dalam permasalahan ini misalkan diberikan jadwal penerbangan suatu maskapai penerbangan. Maskapai penerbangan ini ingin meminimumkan jumlah crew pairing agar biaya untuk kru dapat diminimalkan. Perusahaan perlu membuat jadwal kru agar jumlah crew pairing minimum dan waktu tunggu diantara dua leg (sit time) juga minimum dengan memenuhi aturan pembatasan flying time dan service time pada setiap crew pairing. Menurut FAA (The Federal Aviation Administration), maksimum total flying time untuk kru (terutama pilot) melayani setiap penerbangan dalam satu hari adalah 8 jam dan maksimum service time dalam sehari adalah 14 jam. Dengan model 0-1 Integer Programming, akan ditentukan jumlah minimum crew pairing yang akan melayani semua penerbangan tersebut. Asumsi yang digunakan dalam karya ilmiah ini ialah sebagai berikut:

1. Bandara yang menjadi pangkalan kru awal dan pangkalan kru akhir sama. Dalam kasus ini diasumsikan Cengkareng, Jakarta (CGK) sebagai pangkalan kru.

2. Satu periode sama dengan 1 hari. Artinya setiap crew pairing berawal dan berakhir di pangkalan kru dalam hari yang sama.

3. Semua kru dianggap dapat melayani semua jenis pesawat. 4. Semua bandara berada pada wilayah waktu yang sama.

5. Keterlambatan penerbangan pada keberangkatan ataupun kedatangan tidak dipertimbangkan.

Data jadwal penerbangan yang diberikan merupakan data maskapai penerbangan Air Asia yang sudah disesuaikan. Data dapat dilihat pada Tabel 1.

(18)

8

Berdasarkan permasalahan yang ada, formulasi matematik dari masalah tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

Himpunan

N = himpunan dari node = {1,2,3,…,26} dengan node 1 merepresentasikan pangkalan kru

= himpunan node yang merepresentasikan leg penerbangan = {2,3,…,26} A = himpunan arcs yang merepresentasikan pasangan leg yang mungkin Indeks

= indeks untuk menyatakan leg

= indeks untuk menyatakan crew pairing Parameter

= maksimum banyaknya crew pairing = 10 = maksimum service time = 14 jam

= maksimum total flying time = 8 jam

= flying time pada leg i

= ground time di bandara kota tujuan pada leg i = 25 menit, dan adalah briefing time = 25 menit

= waktu keberangkatan pada leg i = waktu kedatangan pada leg i

= debriefing time = 20 menit = sit time antara leg i dan leg j

M = konstanta positif yang nilainya relatif besar Variabel keputusan

{ l berada pada c w a n

Tahap 1

Fungsi Objektif

Fungsi objektif dari Tahap 1 pada masalah ini adalah meminimumkan jumlah crew pairing untuk memenuhi semua penerbangan.

(19)

9

1. Setiap penerbangan (leg) hanya dapat dilayani oleh satu crew pairing.

∑ ∑

3. Setiap penerbangan yang berawal dari pangkalan dilakukan paling banyak sekali dalam setiap crew pairing. setiap crew pairing tidak boleh melebihi maksimum service time.

(20)

10

8. Semua variabel keputusan bernilai nol atau satu.

,

Tahap 2

Fungsi Objektif

Fungsi objektif pada Tahap 2 adalah untuk meminimumkan jumlah waktu kru menunggu di bandara untuk melakukan penerbangan selanjutnya (sit time). Minimumkan

1. Jumlah crew pairing optimal adalah sebanyak .

∑ ∑

Penyelesaian masalah penentuan crew pairing pada karya ilmiah ini dilakukan dengan bantuan software LINGO 11.0. Syntax program dan hasil komputasi dicantumkan pada Lampiran 1 dan 2. Tahap 1 melakukan proses komputasi selama 13 detik sedangkan tahap 2 selama 32 detik. Tahap 1 memberikan solusi minimum dengan jumlah crew pairing sebanyak 9 dengan rincian diberikan pada Tabel 2. Sebagai contoh, crew pairing 1 melakukan penerbangan dengan urutan leg: 1 - 2 - 12 - 8 - 19 - 1.

(21)

11

Pada tahap 2, model ditujukan untuk mendapatkan crew pairing dengan total sit time minimum yaitu 2075 menit dengan rincian crew pairing terdapat pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan crew pairing yang didapatkan memiliki total sit time sama seperti pada tahap 1 namun crew pairing yang didapatkan berbeda. Crew pairing yang berbeda antara lain crew pairing 3, 5, dan 6. Sebagai contoh, crew pairing 3 pada tahap 2 memenuhi penerbangan dengan urutan leg: 1 - 4 - 14 - 1 sedangkan pada tahap 1, crew pairing 3 memenuhi penerbangan dengan urutan leg: 1 - 4 - 17 - 22 - 1. Waktu 06:00-07:40 08:20-10:00 10:30-11:35 16:05-17:10

(22)

12

Crew pairing yang dihasilkan dari proses komputasi memberikan gambaran waktu pelayanan oleh kru untuk setiap crew pairing. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Crew pairing 1 pada Gambar 2 menunjukkan kru memulai tugasnya dengan mengikuti briefing di pangkalan kru selama 25 menit. Kru mulai melayani leg 2 selama 100 menit saat pesawat di udara. Setelah mendarat kru perlu waktu untuk meninggalkan pesawat (ground time ) yaitu selama 25 menit. Kemudian setelah menunggu selama 15 menit, kru melayani leg 12 selama 100 menit dan 25 menit untuk meninggalkan pesawat. Kru menunggu selama 5 menit sebelum melayani leg 8. Kru melayani leg 8 selama 65 menit ditambah waktu ground 25 menit. Setelah menunggu selama 245 menit, kru melayani leg terakhir yaitu leg 19 selama 65 menit. Di pangkalan kru, kru mengakhiri tugasnya di hari tersebut dengan mengikuti debriefing selama 20 menit. Dengan demikian, service

Tabel 3 Crew pairing hasil tahap 2 Waktu 06:00-07:40 08:20-10:00 10:30-11:35 16:05-17:10

Crew pairing 2 Waktu 05:50-06:55 10:10-11:20 13:15-14:05 17:10-18:25

(23)

13 time crew pairing 1 adalah 715 menit. Gambar 2 juga menunjukkan bahwa service time setiap crew pairing dari hasil komputasi, tidak melebihi maksimum service time yaitu selama 14 jam (840 menit).

(24)

14

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Masalah penentuan crew pairing maskapai penerbangan dapat dimodelkan dengan 0-1 Integer Programming. Masalah ini bertujuan meminimumkan jumlah crew pairing dan meminimumkan waktu tunggu total diantara dua penerbangan (sit time) dengan memenuhi kendala yang ada. Studi kasus pada maskapai penerbangan Air Asia mendapatkan 9 crew pairing yang optimal untuk memenuhi jadwal penerbangan yang ada.

Saran

Pada karya tulis ini, asumsi yang digunakan mengenai periode crew pairing adalah selama satu hari. Agar lebih mendekati kenyataan sebaiknya untuk penelitian selanjutnya digunakan periode selama tujuh hari.

Keterangan:

: flying time pada leg i : sit time

: waktu briefing dan debriefing : waktu ground

(25)

15

DAFTAR PUSTAKA

Barnhart C, Cohn AM, Johnson EL, Klabjan D, Nemhauser GL, Vance PH. 2003. Airline Crew Scheduling. Di dalam R. Hall, editor. Handbook of Transportation Science. Kluwer Academic Publishers, pp.517-560.

Bazargan M. 2010. Airline Operations and Scheduling ed ke-2. Surrey (UK): Ashgate Publishing Limited.

Florez DC, Jose LW, Miguel AV, Andres LM, Nubia V. 2009. A Mathematical Programming Approach to Airline Crew Pairing Optimization. Tersedia pada: http://www.agifors.org/award/submissions2009/DianaFlorez_ paper.pdf

(26)

16

Lampiran 1

Syntax dan hasil komputasi program LINGO 11.0 untuk masalah penentuan

(27)

17

!SETIAP PENERBANGAN (LEG) DAPAT DILAYANI OLEH HANYA SATU CREW PAIRING;

@for(leg(i)|i#NE#1:@sum(pairing(k):@sum(leg(j)|j#NE#i:X(i,j,k)))=1);

!KENDALA 2;

!CREW PAIRING DIMULAI DARI PANGKALAN KRU DILANJUTKAN MELALUI LEG YANG FISIBEL DAN BERAKHIR DI PANGKALAN KRU YANG SAMA;

!CREW PAIRING DIMULAI DARI SUATU PANGKALAN DAN BERAKHIR DI PANGKALAN YANG SAMA;

(28)

18

@for(pairing(k):@for(leg(i)|i#NE#1:Ta(i)+Tdb-Tsd-@sum(leg(n):(Td(n)-Tg(1))*X(1,n,k))+M*X(i,1,k)<=M));

@for(pairing(k):@for(leg(i)|i#NE#1:@for(leg(j)|j#NE#i:Ta(i)+Tdb-Tsd-@sum(leg(n):(Td(n)-Tg(1))*X(1,n,k))+M*X(i,j,k)<=M)));

!KENDALA 6;

!WAKTU KEDATANGAN PADA LEG I LEBIH KECIL DARI WAKTU KEBERANGKATAN PADA LEG J;

@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#NE#1:@for(leg(i)|i#NE#1:Td(i)+Tf(i)+Tg(i)-Td(j)+M*X(i,j,k)<=M)));

!KENDALA 7;

!TOTAL FLYING TIME PADA SETIAP CREW PAIRING LEBIH KECIL DARI MAKSIMUM TOTAL FLYING TIME;

@for(pairing(k):@sum(leg(i):@sum(leg(j):Tf(i)*X(i,j,k)))<=Fmax);

!KENDALA 8;

!SEMUA VARIABEL KEPUTUSAN BERNILAI NOL ATAU SATU;

@for(links1(i,j,k):@bin(X(i,j,k)));

Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:

(Tidak semua hasil ditampilkan, hanya untuk variabel yang tidak bernilai nol yang ditampilkan)

Global optimal solution found.

Objective value: 9.000000 Objective bound: 9.000000 Infeasibilities: 0.000000 Extended solver steps: 0

(29)
(30)
(31)
(32)

22

Syntax dan hasil komputasi program LINGO 11.0 untuk masalah penentuan

(33)
(34)

24

!SETIAP PENERBANGAN (LEG) DAPAT DILAYANI OLEH HANYA SATU CREW PAIRING;

@for(leg(i)|i#NE#1:@sum(pairing(k):@sum(leg(j)|j#NE#i:X(i,j,k)))=1);

!KENDALA 3;

!CREW PAIRING DIMULAI DARI PANGKALAN KRU DILANJUTKAN MELALUI LEG YANG FISIBEL DAN BERAKHIR DI PANGKALAN KRU YANG SAMA;

@for(pairing(k):@for(leg(i):@sum(leg(j)|j#NE#i:X(i,j,k))-@sum(leg(j)|j#NE#i:X(j,i,k))=0));

!KENDALA 4;

!MASING-MASING PENERBANGAN YANG BERAWAL DARI

PANGKALAN DILAKUKAN PALING BANYAK SEKALI DALAM SETIAP CREW PAIRING;

@for(pairing(k):@sum(leg(j)|j#NE#1:X(1,j,k))<=1);

!KENDALA 5;

(35)

25

!WAKTU KEDATANGAN PADA LEG I LEBIH KECIL DARI WAKTU KEBERANGKATAN PADA LEG J;

@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#NE#1:@for(leg(i)|i#NE#1:Td(i)+Tf(i)+Tg(i)-Td(j)+M*X(i,j,k)<=M)));

!KENDALA 8;

!TOTAL FLYING TIME PADA SETIAP CREW PAIRING LEBIH KECIL DARI MAKSIMUM TOTAL FLYING TIME;

@for(pairing(k):@sum(leg(i):@sum(leg(j):Tf(i)*X(i,j,k)))<=Fmax);

!KENDALA 9;

!SEMUA VARIABEL KEPUTUSAN BERNILAI NOL ATAU SATU;

@for(links1(i,j,k):@bin(X(i,j,k)));

Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:

(Tidak semua hasil ditampilkan, hanya untuk variabel yang tidak bernilai nol yang ditampilkan)

Global optimal solution found.

Objective value: 2075.000 Objective bound: 2075.000 Infeasibilities: 0.000000 Extended solver steps: 0

Total solver iterations: 1378

(36)
(37)
(38)
(39)
(40)

30

5 0.000000 0.000000 6 0.000000 0.000000 7 0.000000 0.000000 8 0.000000 0.000000 9 0.000000 0.000000 10 0.000000 0.000000

(41)

31

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tangga 17 Juli 1991 sebagai anak pertama dari pasangan Mumu Bahrul Muhit dan Euis Husniah. Penulis lulus SMA di tahun 2009 dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) program studi Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Gambar

Tabel 1 Jadwal penerbangan Air Asia dalam periode satu hari
Tabel 2 Crew pairing hasil tahap 1
Tabel 3 Crew pairing hasil tahap 2
Gambar 2 Time windows setiap crew pairing

Referensi

Dokumen terkait

Dalam karya ilmiah ini akan dibahas bagaimana memformulasikan Puzzle Flow Colors dengan meminimumkan deviasi panjang semua jalur menggunakan integer linear

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pertama, hubungan hukum antara AP II dengan maskapai penerbangan tertuang di dalam perjanjian sewa-menyewa, sesuai

Dalam penulisan karya ilmiah ini, untuk memperoleh solusi optimum dari masalah IP digunakan software LINGO 8.0 yaitu sebuah program yang didesain untuk aplikasi riset operasi

Mencari cara baru yang lebih mudah dan cepat untuk menyelesaikan masalah pemrograman bilangan bulat (integer programming), khususnya masalah pengambilan keputusan

Dalam penulisan karya ilmiah ini, untuk memperoleh solusi optimum dari masalah IP digunakan software LINGO 8.0 yaitu sebuah program yang didesain untuk aplikasi riset operasi

Berdasarkan karakteristik dari Dynamic Programming pada kasus 0/1 Knapsack diatas terutama dalam masalah optimalitas dan bedasarkan penelitian yang sudah ada, maka penulis