• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Pengasuhan Orang Tua Tunggal Terhadap Pencapaian Pendidikan Anak Pada Area Perkebunan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Pengasuhan Orang Tua Tunggal Terhadap Pencapaian Pendidikan Anak Pada Area Perkebunan"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PENGASUHAN ORANG TUA TUNGGAL

TERHADAP PENCAPAIAN PENDIDIKAN ANAK PADA

AREA PERKEBUNAN

SITI NADHIRA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Dampak Pengasuhan Orang tua Tunggal Terhadap Pencapaian Pendidikan Anak Pada Area Perkebunan” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis ini kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

Siti Nadhira

(4)
(5)

ABSTRAK

SITI NADHIRA. Dampak Pengasuhan Orang tua Tunggal Terhadap Pencapaian Pendidikan Anak Pada Area Perkebunan. Dibimbing oleh EKAWATI SRI WAHYUNI.

Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan kehidupan pendidikan anak dengan orang tua tunggal serta menganalisis faktor yang memiliki hubungan dengan pencapaian pendidikan anak dengan orang tua tunggal di area perkebunan khususnya Nagori Silau Manik dan Nagori Silau Malaha. Faktor tersebut ialah faktor dukungan ekonomi (perbandingan penghasilan responden serta kemampuan membiayai pendidikan anak), faktor pola asuh (intensitas memberikan perhatian serta motivasi pendidikan kepada anak), dan faktor keterlibatan keluarga besar (kecenderungan keluarga besar terlibat dalam pendidikan anak). Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif, yaitu menggunakan kuesioner dan didukung data kualitatif dengan metode wawancara mendalam dan observasi lapang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keadaan ekonomi, pola pengasuhan dan keluarga luas mempengaruhi motivasi dan pencapaian pendidikan anak pada keluarga tunggal.

Kata Kunci: Keluarga tunggal, Pendidikan anak, Perkebunan

ABSTRACT

SITI NADHIRA. Effect of Single Parenting Toward Children‟s Education Attainment in Plantation Area. Supervised by EKAWATI SRI WAHYUNI.

This study aims to children education attainment in single-parent family and to analyze the factors influences in Nagori Silau Manik and Nagori Silau Malaha. These factors are economic (ratio of the respondent's income and ability to pay for children's education), parenting factors (intensity of attention and motivation to the child's education), and the involvement of an extended family (extended family predisposition involvement in children‟s education). This research was conducted by applying quantitative approach supported by qualitatite data, and using questionnaire, in-depth interview and field observation as data collection methods. The research results show that economic condition, parenting patterns and extended family involvement related to children;s education attainment in single-parent family.

(6)
(7)

DAMPAK PENGASUHAN ORANG TUA TUNGGAL

TERHADAP PENCAPAIAN PENDIDIKAN ANAK PADA

AREA PERKEBUNAN

SITI NADHIRA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(8)
(9)

Disetujui oleh

Dr Ir Ekawati Sri Wahyuni, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, Msc Ketua Departemen

Tanggal Lulus:__________________

Judul Skripsi : Dampak Pengasuhan Orang tua Tunggal Terhadap Pencapaian Pendidikan Anak Pada Area Perkebunan Nama Mahasiswa : Siti Nadhira

(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam, yang masih memberikan nikmat jasmani dan rohani serta waktu yang bermanfaat bagi penulis sehingga skripsi dengan judul “Dampak Pengasuhan Orang tua Tunggal Terhadap Pencapaian Pendidikan Anak Pada Area Perkebunan” dapat diselesaikan dengan baik, untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Ekawati S Wahyuni, MS selaku pembimbing yang banyak memberikan saran dan masukan yang berarti bagi kelancaran penulisan skripsi ini. Kepada kedua orang tua saya, Ibu Sahira Dewi atas semangat, masukan, bantuan, dan doa yang tiada hentinya, kepada Bapak Hasril Hasan Siregar yang selalu memberikan doa dan semangat, kepada Kakak Ihsan Pratama yang selalu memberikan semangat. Yustia Tafarani, Mutiara Irfarinda dan Novia Annisa P yang telah banyak memberi saran, masukan dan bantuan dalam melakukan penelitian dan menyusun karya ilmiah ini, kepada teman seperjuangan SKPM 48, teman dalam suka maupun duka yang selalu memberi semangat dan bantuan (SINGIT). Penulis juga menyampaikan penghargaan yang tertinggi kepada Uda Ramlan, Kakak Rayo, dan Alief Ya Hutomo yang telah mendampingi penulis selama masa penelitian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

PENCAPAIAN PENDIDIKAN ANAK PADA KELUARGA TUNGGAL Kondisi Pencapaian Pendidikan Anak Dalam Keluarga Tunggal

Proses Pendidikan Anak

Peran Dukungan Ekonomi Dalam Pencapaian Pendidikan Anak Peran Pola Asuh Pada Pencapaian Pendidikan

(14)
(15)

DAFTAR TABEL

1 Definisi Operasional Pencapaian Pendidikan Anak 10 2 Definisi Operasional Faktor Pendukung Pendidikan 11

3 Panduan Pengambilan Data 14

4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Golongan Profesi dan Jenis Kelamin di Nagori Silau Malaha

19 5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Daerah Dusun dan Jenis Kelamin di

Nagori Silau Manik

19

6 Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 21

7 Jumlah Responden Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin 21 8 Penghasilan Responden Berdasarkan Mata Pencaharian 22 9 Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 22

10 Jumlah Responden Berdasarkan Etnis 23

11 Jumlah dan Presentase Tingkat Pencapaian Pendidikan Anak pada Keluarga Tunggal Berdasarkan Rencana Pendidikan dan Prestasi Pendidikan

25

12 Jumlah dan Presentase Responden Menurut Pencapaian Pendidikan dan Pola Asuh di Nagori Silau Malaha dan Nagori Silau Manik

31 13 Jumlah dan Presentase Responden Menurut Prestasi Pendidikan dan

Pola Asuh di Nagori Silau Malaha dan Nagori Silau Manik

31 14 Jumlah dan Presentase Responden Menurut Pencapaian Pendidikan

dan Keterlibatan Keluarga di Nagori Silau Malaha dan Nagori Silau Manik

(16)
(17)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sketsa Peta Nagori Silau Manik dan Peta Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.

44

2 Daftar Responden 45

3 Hasil reduksi data kualitatif berdasarkan topik terkait faktor-faktor pendukung di Nagori Silau Manik dan Nagori Silau Malaha

46

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keluarga merupakan suatu pranata sosial yang sangat penting fungsinya dalam setiap masyarakat. Keluarga dengan perpisahan orang tua baik secara hukum, agama maupun secara teritorial memiliki dampak negatif untuk keberlanjutan fungsi keluarga tersebut baik di dalam internal keluarga maupun secara sosial masyarakat. Tingginya angka perceraian di Indonesia pada tahun 2010 yang mencapai 285 184 pasangan bercerai dari dua juta pasangan menikah menjadikan Indonesia sebagai negara dengan angka perceraian tertinggi di Asia-Pasifik (BKKBN 2013). Berdasarkan data BKKBN tahun 2014 terdapat 7,9 juta kepala keluarga perempuan (mayoritas telah bercerai) di Indonesia dan kebanyakan dari perempuan kepala keluarga hidup dengan keadaan ekonomi yang tidak mencukupi karena harus bertanggung jawab atas kesejahteraan anak (KOMPAS 2015). Indonesia bukan satu-satunya negara yang mengalami peningkatan angka perceraian, Park (2008) menyebutkan bahwa sejak tahun 2003 perceraian menjadi trend di Korea Selatan dengan rata-rata perceraian meningkat 3,5% dari 1000 penduduk di Korea Selatan. Data tersebut menjadi sebuah realita bahwa betapa banyak anak yang harus mengalami dampak negatif dari berpisahnya orang tua. Terputusnya salah satu sistem peranan dalam keluarga berdampak buruk bagi anak terutama bagi kebutuhan dasarnya dan yang paling utama terhambat adalah masalah pendidikan.

Pendidikan merupakan sebagian masa depan yang harus dihadapi oleh anak dan kebutuhan dasar demi mewujudkan kesejahteraan keluarga. Pengambilan keputusan atas kelangsungan pendidikan anak dengan orang tua yang memiliki status telah berpisah akan mengalami proses yang berbeda dengan anak dengan orang tua yang masih bersama dan terikat perkawinan. Peranan yang pincang akibat gangguan keluarga seringkali membuat anak tidak mendapatkan pendidikan yang layak dan semestinya dijalani. Demikian fenomena orang tua tunggal yang terjadi pada masyarakat sangat mempengaruhi proses dan juga kelangsungan pencapaian pendidikan anak.

Sebagian besar orang tua tunggal setelah bercerai sangat fokus pada mencari nafkah tanpa memerhatikan bagaimana perilaku anak di sekolah, kelancaran pendidikannya serta rencana pendidikan anak di masa depan. Orang tua tunggal tidak memperhatikan perkembangan pendidikan anaknya. Marbun (2012) pada studi kasus etnis batak memaparkan bahwa kurangnya perhatian yang di dapatkan anak setelah perceraian orang tua dapat memicu kurangnya motivasi tentang pentingnya pendidikan. Hal ini dapat memicu terjadinya anak putus sekolah di dalam keluarga dengan orang tuanya bercerai.

(20)

2

Pencapaian pendidikan anak dipengaruhi oleh pola asuh dalam keluarga. Terjadinya perubahan struktur keluarga menjadi keluarga dengan orang tua tunggal beriringan pula dengan perubahan pola asuh yang dialami oleh anak. Perbedaan dalam pola asuh antara keluarga orang tua tunggal ibu dan keluarga dengan orang tua tunggal ayah dapat menjadi salah satu faktor pembeda pencapaian pendidikan anak. Penelitian yang dilakukan oleh permberdayaan perempuan kepala keluarga (pekka) bahwa keluarga dengan perempuan sebagai kepala keluarga relatif lebih miskin dari pada keluarga lainnya (PEKKA dan SMERU 2014). Sementara itu, anak dengan orang tua tunggal seorang ayah tidak mengalami tekanan ekonomi yang berarti karena ayah merupakan pencari nafkah dalam keluarga sebelum bercerai. Namun, anak dengan orang tua tunggal seorang ayah sering sekali tidak memiliki rencana pendidikan yang matang di masa depan.

Pencapaian pendidikan anak tidak hanya dipengaruhi oleh pola asuh, dukungan keluarga, dan tekanan ekonomi tetapi juga dipengaruhi oleh perhatian sebuah keluarga terhadap pendidikan. Menurut Park (2008) perhatian terhadap pendidikan anak pada keluarga single parent akan sangat berbeda berdasarkan negara dan lingkungan tempat keluarga tersebut tinggal dan struktur sosial-budaya tempat keluarga tersebut tumbuh. Pembentukan sebuah keluarga yang tidak terlepas dari budaya dan etnis yang beragam kemudian akan ikut berpengaruh dalam pencapaian pendidikan anak.

Demikian fenomena orang tua tunggal yang terjadi pada masyarakat sangat mempengaruhi kondisi dalam pencapaian pendidikan anak. Banyak faktor yang akan dihadapi oleh orang tua tunggal dalam memenuhi dan mendukung pencapaian anak baik dalam faktor ekonomi maupun psikis anak, faktor perubahan status perkawinan bahkan faktor pembagian pengasuhan anak. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan mengkaji kecenderungan hubungan pencapaian pendidikan anak dan pengasuhan orang tua tunggal pada area perkebunan.

Masalah Penelitian

Keluarga merupakan salah satu pijakan awal anak dalam pembentukan masa depannya. Pendidikan formal yang didapatkan anak pada sekolah merupakan kiat pembentukan masa depan yang sudah seharusnya dimiliki setiap anak sehingga mempunyai fondasi yang kuat pada masa depannya. Pemerintah mengusung wajib belajar 9 tahun yang menjadi standar kelayakan pendidikan anak yang sudah semestinya didapatkan oleh anak. Orang tua merupakan pihak yang sudah seharusnya bertanggung jawab atas pencapaian pendidikan anak. Peranan orang tua yang pincang akibat gangguan keluarga seringkali membuat anak tidak mendapatkan pendidikan yang layak dan semestinya dijalani. Anak dengan orang tua tunggal sering mengalami guncangan dalam berbagai aspek yang kemudian akan berdampak pada pencapaian pendidikannya. Dengan demikian, pertanyaan penelitian yang pertama adalah bagaimana kecenderungan hubungan pengasuhan orang tua tunggal dalam keluarga terhadap pencapaian pendidikan anak?

(21)

ekonomi yang biasa dihadapi oleh keluarga tunggal dapat menyebabkan salah masalah besar yang akan menghambat pencapaian pendidikan anak bahkan karena hal ini tidak jarang menyebabkan anak putus sekolah. Faktor lain yang juga menjadi penting dan menarik adalah faktor psikis atau perhatian emosional yang memotivasi anak dalam pendidikan yang dalam kasus keluarga tunggal akan berkurang seiring dengan hilangnya salah satu sosok orang tua baik karena perceraian ataupun kematian. Peran keluarga besar ikut diperhitungkan dalam pencapaian pendidikan anak, tidak jarang keluarga tunggal memperoleh bantuan baik ekonomi dan psikis dari keluarga besar. Melihat fenomena-fenomena yang terjadi saat ini maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian, bagaimana faktor-faktor pendukung mendorong pencapaian pendidikan anak dengan orang tua tunggal?

Pendidikan anak tidak hanya dipengaruhi oleh pemenuhan fasilitas pendidikan tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh kembang anak khususnya keluarga. Pembentukan sebuah keluarga tidak terlepas dari etnis dan budaya yang dianut. Keberagaman budaya dan etnis pada keluarga menyebabkan perhatian terhadap pendidikan anak yang berbeda, hal ini diperkirakan akan mempengaruhi pencapaian pendidikan anak pada keluarga tunggal. Oleh karena itu, dalam konteks ini dapat diajukan pertanyaan penelitian berikutnya yakni bagaimana kecenderungan hubungan budaya dan etnis dalam pencapaian pendidikan anak pada keluarga tunggal?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji hubungan pengasuhan orang tua tunggal dan pencapaian pendidikan anak kemudian tujuan khususnya ialah menjawab pertanyaan permasalahan, yakni:

1. Menganalisis kecenderungan hubungan pengasuhan orang tua tunggal dalam mendorong pencapaian pendidikan anak di Nagori Silau Malaha dan Nagori Silau Manik.

2. Menganalisis kecenderungan hubungan faktor ekonomi, pola pengasuhan, dan keluarga besar dalam mendorong pencapaian pendidikan anak pada keluarga tunggal di Nagori Silau Malaha dan Nagori Silau Manik.

3. Menganalisis kecenderungan hubungan budaya dan etnis dalam keluarga tunggal terhadap tingkat pencapaian pendidikan anak pada keluarga tunggal di Nagori Silau Malaha dan Nagori Silau Manik.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak, diantaranya ialah:

1. Akademisi

(22)

4

2. Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun dan mengambil kebijakan mengenai perceraian dan keluarga, serta membuat solusi apabila terjadi ketimpangan dalam keluarga yang mengalami perceraian atau keluarga tunggal.

3. Masyarakat

(23)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Konsep dan Teori Keluarga

Dalam Undang-undang No. 10 tahun 1992 pasal 1 ayat 10 keluarga merupakan unit sosial-ekonomi terkecil dalam masyarakat yang merupakan landasan dasar dari semua institusi, merupakan kelompok primer yang terdiri dari dua atau lebih orang mempunyai jaringan interaksi interpersonal, hubungan darah, hubungan perkawinan, dan adopsi.

Soekanto (2004) menjelaskan bahwa keluarga adalah lingkungan dimana beberapa orang yang masih hubungan darah dan bersatu. Keluarga didefinisikan sebagai sekumpulan orang yang tinggal dalam satu rumah yang masih mempunyai hubungan kekerabatan/hubungan darah karena perkawinan, kelahiran, dan adopsi. Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum menikah disebut keluarga batih. Sebagai unit pergaulan terkecil yang hidup dalam masyarakat, keluarga batih mempunyai peranan-peranan tertentu.

Menurut BKKBN sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anaknya yang meliputi agama, psikologi, makan dan minum, dan sebagainya. Adapun tujuan membentuk keluarga adalah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi anggota keluarganya. Keluarga yang sejahtera diartikan sebagai keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan fisik dan mental yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki hubungan yang serasi selaras, dan seimbang antar anggota keluarga, dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya (Puspitawati 2012).

Goode (2007) menyebutkan bahwa rumah tangga (Keluarga) itu dapat diperbesar oleh populasi per generasi maupun secara menyisi (laterally) dengan menambahkan keluarga-keluarga inti lainnya. Sebutan keluarga luas (extended family) secara lepas dipergunakan bagi sistem yang masyarakatnya menginginkan bahwa beberapa generasi itu hidup di bawah satu atap. Biasanya yang dimaksud ialah sistem semacam yang ada para orang Cina, dimana seorang laki-laki dengan istrinya tinggal bersama dengan keluarga anak laki-lakinya yang telah menikah, bersama pula dengan anak-anak laki dan perempuannya yang belum menikah, dan tentu saja juga dengan cucu atau cicitnya dari garis keturunan laki-laki.

Kekuatan-kekuatan keluarga besar terletak pada bentuk keluarga besar dapat memberikan layanan sosial yang biasanya tidak terdapat pada masyarakat yang tidak mempunyai banyak badan dan organisasi khusus. Dengan kata lain orang-orang yang hidup dalam unit keluarga besar dapat meminta bantuan pada banyak orang lain dalam tatanan keluarga besar. Contohnya orang-orang jompo, yang cacat, yang sakit merupakan beban yang tidak terlalu berat bagi keluarga besar daripada bagi suatu kerluarga inti atau suami istri karena biayanya bagi setiap anggota tidak terlalu besar. Keluarga luas dapat lebih mudah menanggung beban dari pada suatu tipe keluarga inti (Goode 2007).

(24)

6

anak sekolah sehingga dapat menghindari kemungkinan terjadi anak putus sekolah karena setelah bercerai bantuan ekonomi yang diperoleh dari pasangan terhitung sangat jarang dan dengan jumlah yang kecil.

Kemudian, dalam kajian yang dilakukan oleh Park (2008) di Korea Selatan mengenai dampak pengasuhan dengan orang tua tunggal pada pencapaian pendidikan anak di ketahui bahwa penting bagi anak dengan single parent untuk hidup bersama dengan kakek atau neneknya karena dapat mengantikan figur orang tua yang pincang. Di Korea 9 persen dari siswa SMP dan SMA tinggal bersama dengan setidaknya 1 kakek atau 1 nenek.

Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga merupakan hal yang penting dipahami oleh seluruh anggota keluarga agar setiap anggota keluarga dapat melaksanakan dan memenuhi fungsinya dalam keluarga dengan baik. Keluarga memiliki berbagai fungsi, baik fungsi internal keluarga maupun fungsi eksternal keluarga. Menurut Sunarti (2013), fungsi internal adalah fungsi agar keluarga bisa menjalankan seluruh kehidupannya; sedangkan fungsi eksternal adalah fungsi keluarga dalam membangun masyarakat dan memelihara alam.

BKKBN dikutip dari Sunarti (2013) membagi fungsi keluarga menjadi 8 fungsi yaitu, fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi melindungi, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi pembinaan. Fungsi keluarga juga dapat dikelompokan menjadi dua yaitu, fungsi ekspresif dimana keluarga memenuhi kebutuhan cinta dan kasih sayang seluruh keluarga, memenuhi tugas perkembangan (intelektual, emosi, sosila, moral) dan karakter seluruh anggota, terutama anak. Fungsi instrumental dimana keluarga mengakses, memperoleh, dan mengelola ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan fisik ekonomi keluarga.

Penelitian Fahlevi (2013) di Saigon, Pontianak Timur menyebutkan salah satu fungsi keluarga yang tidak berjalan sesuai karena perceraian membuat seorang ibu diwajibkan dapat memenuhi dan mengambil alih tugas suami saat dalam keadaan telah bercerai untuk menjaga kehidupan harmonis bagi anak-anak namun tindakan ini juga menyiratkan bahwa istri harus menanggung segala beban karena perceraian. Seorang ibu tunggal diharapkan mencukupi materi untuk kebutuhan anak-anaknya, mendidik anak-anaknya untuk mandiri, dan memberikan perhatian khusus pada upaya membantu pertumbuhan mental, fisik dan emosional anak-anak.

Konsep Keluarga Tunggal

Single parent diartikan sebagai orang yang melakukan tugas sebagai orang tua (ayah dan ibu) seorang diri, karena kehilangan atau berpisah dengan pasangannya (Rika dan Risdayati 2012). Menurut Duval & Miller (1985) single parent adalah orang tua yang memelihara dan membesarkan anak- anaknya tanpa kehadiran dan dukungan dari pasangannya. Park (2008) membedakan single parent menjadi 4 kategori yaitu keluarga dengan ayah sebagai single parent

(25)

Goode (2007) menjelaskan bahwa keluarga dengan orang tua tunggal adalah keluarga yang mengalami kekacauan keluarga yaitu pecahnya suatu unit keluarga, terputus atau retaknya struktur peran sosial apabila salah satu atau beberapa anggota gagal menjalankan kewajiban peran secukupnya. Menurut definisinya ini maka beberapa penyebab kekacauan keluarga atau perceraian adalah sebagai berikut.

1. Ketidaksahan. Ini merupakan unit keluarga yang tak lengkap. Dapat dianggap sama dengan bentuk-bentuk kegagalan peran lainnya dalam keluarga, karena sang “ayah – suami” tidak ada dan karenanya tidak menjalankan tugasnya seperti apa yang ditentukan oleh masyarakat atau oleh sang ibu.

2. Pembatalan, perpisahan, perceraian, dan meninggalkan. Terputusnya keluarga disini disebabkan karena salah satu atau kedua pasangan itu memutuskan untuk saling meninggalkan, dan dengan demikian berhenti melaksanakan kewajiban peranannya.

3. “Keluarga selaput kosong”. Di sini anggota-anggota keluarga tetap tinggal bersama tetapi tidak saling menyapa atau berkerjasama satu dengan yang lain dan terutama gagal memberikan dukungan emosional satu kepada yang lain. 4. Ketiadaan seseorang dari pasangan karena hal yang tidak diinginkan. Beberapa

keluarga terpecah karena sang suami atau istri telah meninggal, dipenjarakan, atau terpisah dari keluarga karena peperangan, depresi, atau malapetaka yang lain.

5. Kegagalan peran penting yang „tak diinginkan‟. Keadaan dimana dalam keluarga mengalami sakit baik penyakit mental, emosional, atau badaniah yang parah. Penyakit parah dan terus-menerus mungkin juga menyebabkan kegagalan dalam menjalankan peran utama.

Menurut Goode (2007) perceraian, perpisahan, kematian seorang ayah atau suami dapat mengakibatkan beberapa hal yang dirasakan oleh orang tua tunggal, yaitu:

1. Penghentian kepuasaan seksual.

2. Hilangnya persahabatan, kasih atau rasa aman.

3. Hilangnya model peran orang dewasa untuk diikuti anak-anak.

4. Penambahan dalam beban rumah tangga bagi pasangan yang ditinggalkan, terutama dalam menangani anak-anak.

5. Penambahan dalam persoalan ekonomi, terutama jika si suami mati atau meninggalkan rumah.

6. Pembagian kembali tugas-tugas rumah tangga dan tanggung jawabnya.

Pada penelitian yang dilakukan oleh PEKKA, Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (2014) menemukan bahwa 49% keluarga yang berada pada tingkat kesejahteraan rendah merupakan keluarga dengan kepala keluarga perempuan. Pada penelitian PEKKA pula dikemukakan bahwa kondisi pendidikan anak pada keluarga dengan kepala keluarga perempuan lebih buruk jika dibandingkan anak pada keluarga dengan kepala keluarga laki-laki.

Anak-anak dan Perpecahan Keluarga

(26)

8

“terpisah” mewakili banyak kemungkinan rumah tangga yang demikian menghasilkan remaja nakal hampir dua kali lebih tinggi dari pada kemungkinan bahwa suatu rumah tangga yang utuh menghasilkan seorang remaja yang nakal.

Pada kajian Amato (2005) di Amerika Serikat mengenai dampak perubahan struktur keluarga terhadap sikap anak menemukan bahwa anak dengan orang tua tunggal mengalami keadaan ekonomi yang sulit. Mereka mengalami kesulitan dalam membeli fasilitas untuk pendidikan bahkan melanjutkan pendidikan, selanjutnya dari penelitian tersebut juga diketahui anak dengan orang tua telah mengalami perpisahan rumah tangga akan mengalami keadaan yang sulit dalam memutuskan sesuatu, mereka akan merasa bahwa mereka dalam keadaan terhimpit diantara kedua orang tua yang telah berpisah.

Kemudian pada penelitian Lange et al. (2013) yang dilakukan pada 25 negara yang tergabung dalam OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) mengenai hubungan sekolah dengan keluarga single parent

dalam pencapaian pendidikan anak menunjukkan bahwa anak dengan single parent memiliki banyak kekurangan dalam mendapatkan pendidikan baik dirumah maupun di sekolah dibandingkan anak dengan orang tua yang lengkap. Pada hasil penelitian Cid dan Stokes (2011) di Uruguay, Amerika Latin mengenai hubungan struktur keluarga dengan pendidikan terbukti bahwa hidup dengan satu orang tua biologis memberikan efek negatif pada pencapaian pendidikan anak.

Kelangsungan pendidikan anak pada keluarga tunggal

Masa depan anak merupakan hal yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab orang tua meskipun telah berpisah. Seiring berjalannya waktu pendidikan anak menjadi hal yang disorot saat sebuah keluarga mengalami perpecahan. Pada penelitian Cid dan Stokes (2011) menemukan bahwa 35% dari kasus bercerai dan telah menjadi keluarga dengan single-parent, keluarga tersebut akan pindah tempat tinggal. Perpindahan tempat tinggal ini akan mempengaruhi hubungan anak dengan teman sebaya, guru dan juga terbukti mengurangi performa dalam pendidikan.

Menurut Lange et al. (2013) lingkungan sekolah tidak berpengaruh banyak bagi perilaku anak dalam menjalani pendidikan tetapi lingkungan tumbuh kembang yang berpendidikan rendah akan mempengaruhi kelangsungan pendidikan anak dan pada umumnya ibu tunggal akan pindah ke daerah sederhana bahkan rendah setelah bercerai karena alasan tekanan ekonomi. Kelangsungan pendidikan anak pada keluarga tunggal tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan tetapi juga di pengaruhi oleh keadaan atau perubahan dalam keluarga yang tidak lagi utuh. Pada penelitiannya Lange et al. (2013) juga memaparkan bahwa anak dengan single parent memiliki banyak kekurangan dalam mendapatkan pendidikan baik dirumah maupun di sekolah dibandingkan anak dengan orang tua yang lengkap di sebabkan oleh hilangnya pengasuhan dari salah satu sosok orang tua dalam keluarga.

(27)

akan mengganggu perkembangan pendidikannya bahkan di umur yang terbilang masih muda. Pada penelitian Park (2008) di Korea banyak anak memilih atau terpaksa tinggal bersama ayahnya untuk mendapatkan dukungan ekonomi yang baik bagi kelanjutan pendidikan mereka meskipun di sisi lain ibu tunggal sangat baik dalam mengarahkan secara emosional dan interaksi dengan anak akan kelanjutan pendidikan dan rencana pendidikan mereka di masa depan.

Budaya dan Etnis dalam Keluarga

Keluarga merupakan salah satu unsur dalam struktur sosial yang memiliki keanekaragaman perilaku yang khas dalam masyarakat. Keanekaragaman perilaku tersebut terbentuk dari lingkungan serta budaya tempat keluarga tersebut tumbuh. Menurut Goode (2007) manusia harus hidup dalam suatu keluarga agar mendapatkan perawatan, perlindungan dan juga pengajaran mengenai kebudayaan dalam lingkungan sosial. Goode (2007) juga memiliki teori bahwa tradisi kebudayaan merupakan salah satu proses adaptasi keluarga terhadap struktur masyarakat dan tradisi kebudayaan ini akan dilestarikan pada generasi penerus agar kebudayaan tersebut tetap hidup.

Keanekaragaman perilaku pada keluarga yang dipengaruhi lingkungan dan budaya tersebut akan mempengaruhi perhatian terhadap pendidikan dalam keluarga. Menurut Park (2008) di Korea Selatan perhatian terhadap pendidikan anak pada keluarga single parent akan sangat berbeda berdasarkan negara dan lingkungan tempat keluarga tersebut tinggal dan struktur sosial-budaya tempat keluarga tersebut tumbuh. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Marbun (2012) di Medan, Sumatera Utara pada etnis Batak Toba bahwa bagi etnis Batak Toba penting menanamkan nilai pendidikan bagi anak-anak mereka, bahkan setiap orang tua berjuang keras mencari nafkah guna membiayai pendidikan anak-anaknya. Pendidikan bagi etnis Batak begitu penting, karena dengan pendidikan yang tinggi dapat menaikkan harkat dan martabat bagi orang etnis Batak Toba.

Kerangka Pemikiran

(28)

10

Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan faktor pendukung pendidikan dengan pencapaian pendidikan pada keluarga tunggal

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis yang didapatkan ialah:

1. Diduga adanya hubungan antara kondisi pengasuhan keluarga tunggal dengan motivasi dalam pencapaian pendidikan anak.

2. Diduga adanya peran faktor pendukung pendidikan pada keluarga tunggal dalam pencapaian pendidikan pada anak pada keluarga tunggal.

3. Diduga adanya peran budaya dan etnis dalam keluarga tunggal dalam pencapaian pendidikan anak pada keluarga tunggal.

Definisi Operasional

Berikut ini adalah definisi operasional dari berbagai variabel yang dianalisis secara kuantitatif:

1. Pencapaian pendidikan anak adalah suatu proses belajar secara formal yang di tempuh melalui sekolah yang memungkinkan anak mengembangkan dirinya. Variabel ini dianalisis secara kuantitatif dengan perubah dan indikator sebagai berikut:

Tabel 1 Definisi operasional pencapaian pendidikan anak

Indikator Definisi Definisi Operasional Skala

Pengukuran

(29)

2. Faktor pendukung pendidikan adalah faktor-faktor yang mendukung proses pendidikan anak baik dari dalam diri anak maupun luar dirinya.

Tabel 2 Definisi operasional faktor pendukung pendidikan

Indikator Definisi Definisi Operasional Skala

Pengukuran Kategori

Dukungan Ekonomi

Dukungan finansial untuk kelangsungan pendidikan

Rendah : skor ≤ 14

Tinggi : skor > 14

Ordinal

Tingkat Pola Asuh

Cara memberikan perhatian, motivasi dan kedekatan secara

emosional terhadap anak untuk pencapaian pendidikan

Rendah : skor ≤ 9

Tinggi : skor > 9

Ordinal

Keterlibatan Keluarga Besar

Kecenderungan keluarga besar (selain keluarga inti) terlibat dalam pencapaian pendidikan anak

Rendah : skor ≤ 7

Tinggi : skor > 7

(30)
(31)

METODE PENELITIAN

Pendekatan Lapang

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan didukung data kualitatif. Penelitian kuantitatif diperoleh dengan menggunakan survei melalui instrumen kuisioner yang di berikan kepada responden untuk mengetahui tingkat ekonomi orang tua tunggal untuk mendukung pencapaian pendidikan anak, kondisi pendidikan anak dan pencapaian pendidikan anak dengan pola asuh yang dilakukan sosok orang tua tunggal (proses pendidikan dan prestasi anak) serta dukungan keluarga besar (keluarga diluar keluarga inti) dalam tingkat pencapaian pendidikan anak. Menurut Singarimbun dan Efendi (1989) penelitian survei merupakan penelitian yang mengambil sampel dari suatun populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam dengan panduan pertanyaan, data dan informasi yang diperoleh dari informasi kunci, pengamatan di lokasi penelitian dan studi dokumen terkait.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di dua desa di Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara yaitu di Nagori Silau Malaha dan Nagori Silau Manik. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive karena beberapa pertimbangan, diantaranya adalah:

1. Nagori Silau Malaha dan Nagori Silau Manik merupakan dua desa pada Kecamatan Siantar dengan jumlah keluarga tunggal yang tinggi jika di bandingkan dengan desa lainnya.

2. Nagori Silau Malaha dan Nagori Silau Manik merupakan salah satu desa yang terhitung memiliki angka perceraian dan keluarga tunggal yang terpisah baik secara sah hukum maupun tidak sah secara hukum.

(32)

14

Teknik Pengambilan Informan dan Responden

Sumber data dalam penelitian ini adalah responden dan informan. Unit analisa dalam penelitian ini adalah rumah tangga dengan orang tua tunggal dan memiliki anak dengan jenjang pendidikan SMP serta berdomisili di Nagori Silau Malaha dan Nagori Silau Manik. Alasan pemilihan unit analisa ini dikarenakan orang tua merupakan pihak yang bertanggung jawab atas pendidikan anak terutama dalam pembiayaan dan pengambilan keputusan atas pendidikan anak. Pemilihan responden diambil dengan metode pengambilan sampel jenuh (cencus sampling). Rianse dan Abdi (2009) menyatakan bahwa pengambilan sampel jenis ini dicirikan oleh pengambilan seluruh populasi sebagai sampel penelitian. Salah satu pertimbangannya ialah jumlah populasi yang kurang dari 50 orang.

Berdasarkan hasil wawancara pada observasi awal dengan salah satu tokoh dan kepala desa di Nagori Silau Manik dan Nagori Silau Malaha, kedua desa memiliki jumlah keluarga tunggal yang besar namun keluarga tunggal yang memiliki anak dengan jenjang pendidikan SMP kurang dari 50 orang, sehingga jumlah sampel sama dengan jumlah populasi. Responden diwawancarai sesuai dengan kuesioner yang telah dibuat karena jawabannya dianggap dapat mewakili kondisi rumah tangganya sebagai keluarga tunggal di Nagori Silau Manik dan Nagori Silau Malaha.

Sementara itu, pemilihan terhadap informan dilakukan secara sengaja (purposive) dan jumlahnya tidak ditentukan. Penetapan informan ini dilakukan dengan menggunakan teknik bola salju (snowball sampling) yang memungkinkan perolehan data dari satu informan ke informan lainnya. Pencarian informasi berhenti apabila tambahan informan tidak lagi menghasilkan pengetahuan baru atau sudah berada pada titik jenuh. Orang-orang yang dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini adalah anak dan anggota keluarga besar yang tinggal bersama dengan keluarga tunggal. Informan diberikan pertanyaan dengan panduan wawancara mendalam yang telah dibuat.

Teknik Pengumpulan Data

(33)

Tabel 3 Panduan pengambilan data

Data yang dikumpulkan Teknik Pengumpulan Data Jenis Data

Data terkait Nagori Silau

Malaha dan Nagori Silau Manik Mengkaji Dokumen Sekunder Data karakteristik responden Wawancara Terstruktur dengan

Kuisioner Primer Data keluarga tunggal

Data budaya dan etnis keluarga tunggal

Wawancara Mendalam dengan Tokoh Masyarakat Wawancara Mendalam dengan

Panduan Kuisioner

Primer

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang diolah dan dianalisis, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berasal dari data primer yang sudah terkumpul, kemudian dimasukkan ke dalam perangkat komputer dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excell 2007. Data yang telah masuk, kemudian diolah menjadi tabel frekuensi untuk masing-masing variabel untuk dapat melihat sebaran data awal responden. Kemudian data diolah menjadi tabulasi silang menggunakan aplikasi SPSS. for windows 17.0 untuk memperjelas ada atau tidaknya pengaruh antar variabel.

(34)
(35)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Geografis dan Kondisi Fisik

Nagori Silau Malaha termasuk dalam wilayah Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun. Nagori Silau Malaha memiliki luas wilayah 860 ha yang 60,1 persen lahan tersebut dimanfaatkan sebagai lahan sawah yaitu 571 ha, Lahan Kering 148 ha, Halaman Pekarangan 113 ha dan lainnya 28 ha. Nagori Silau Malaha terletak 369 m di atas permukaan laut. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai Nagori Silau Malaha dari kabupaten adalah 1 jam sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai Nagori Silau Malaha dari Kota Medan adalah 3.5 jam. Batas wilayah Nagori Silau Malah adalah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Nagori Silau Manik 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Nagori Pantoan Maju 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Nagori Dolok Hataran 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Nagori Marihat Baru

Jarak kantor desa ke ibukota Kecamatan Siantar dan Kabupaten Simalungun sebagai berikut:

1. Ibukota Kecamatan Siantar: 6 km 2. Ibukota Kabupaten Simalungun: 40 km

Dari ibukota Kecamatan Siantar, Nagori Silau Malaha dihubungkan oleh jalan yang sudah beraspal sepanjang 6 km dengan kerusakan aspal yang terjadi disepanjang 4 m jalan tersebut. Fasilitas angkutan umum tidak terdapat pada Nagori Silau Malaha untuk keluar dari desa sampai pada jalan raya, sebagian kecil warga memilki kendaraan bermotor, selebihnya menggunakan kendaraan non-motor dan berjalan kaki. Angkutan umum hanya terdapat dari jalan raya untuk menuju kecamatan. Rumah penduduk terdiri dari bangunan yang berdinding tembok (permanen), semi permanen, rumah kayu dan rumah dengan dinding anyaman bambu. Namun, sebagian besar rumah penduduk adalah rumah kayu.

Nagori Silau Manik memiliki luas wilayah 420 ha dan 60,2 persen lahan dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan yaitu 253 ha, Lahan Sawah 40 ha, Lahan Kering 63 ha, dan Halaman Pekarangan 64 ha. Nagori Silau Manik terletak 369 m di atas permukaan laut dan memiliki total 5 dusun. Nagori Silau Manik di keliling oleh perkebunan kelapa sawit yaitu perkebunan yang di miliki oleh Perkebunan Nusantara 4 (PTPN 4). Batas wilayah Nagori Silau Manik adalah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Nagori Silau Malaha dan Perkebunan PTPN 4 Bah Jambi

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Nagori Parbalogan dan Perkebunan PTPN 4 Bah Jambi

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Nagori Parbalogan dan Perkebunan PTPN 4 Marihat

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Nagori Silampuyang dan Perkebunan PTPN 4 Marihat

Jarak kantor desa ke ibukota Kecamatan Siantar dan Kabupaten Simalungun sebagai berikut:

(36)

18

2. Ibukota Kabupaten Simalungun : 41 km

Dari ibukota Kecamatan Siantar, Nagori Silau Manik dihubungkan oleh jalan yang tidak beraspal karena kondisi sebelah kanan dan sebelah kiri Nagori Silau Manik merupakan perkebunan sehingga tidak diaspal karena sering dilewati oleh truk barang berat. Fasilitas transportasi di Nagori Silau Manik seperti halnya di Nagori Silau Malaha hanya terdapat dari jalan raya menuju kecamatan, sebagian warga memiliki kendaraan bermotor, selebihnya menggunakan kendaraan non-motor dan berjalan kaki. Rumah penduduk terdiri dari bangunan yang berdinding tembok (permanen), semi permanen dan rumah kayu. Sebagian besar rumah penduduk adalah rumah tembok (permanen) karena di Nagori Silau Manik banyak penduduk yang merupakan pensiunan perkebunan.

Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasaran yang terdapat di kedua desa tidak jauh berbeda yaitu sarana pendidikan dan sarana peribadatan perbedaan terdapat pada sarana transportasi yang terdapat di Nagori Silau Malaha dan sarana kesehatan terdapat di Nagori Silau Manik. Sarana pendidikan pada Nagori Silau Malaha adalah 1 taman kanak-kanak (TK) dan 2 sekolah dasar (SD) sedangkan pada Nagori Silau Manik terdapat 1 taman kanak-kanak (TK) dan 1 sekolah dasar (SD). Sarana peribadatan yang terdapat di Nagori Silau Malaha berjumlah 2 buah yaitu 1 gereja dan 1 mesjid dan pada Nagori Silau Manik sarana peribadatan yang terdapat berjumlah 1 mesjid. Nagori Silau Malaha dapat diakses dengan cukup mudah karena jalan aspal yang menjadi jalan masuk ke desa ini. Nagori Silau Manik memiliki 1 gedung sarana kesehatan yang terdiri dari klinik kesehatan dan juga posyandu yang menjadi 1 bangunan di sebelah kantor desa.

Kependudukan

(37)

Dalam Siantar dalam Angka tahun 2010 yang merupakan hasil rangkuman dari profil desa, tercatat 792 KK yang terdapat di Nagori Silau Malaha. Kepala desa menuturkan bahwa 85% dari warga Nagori Silau Malaha berprofesi sebagai petani. Profesi ini merupakan profesi yang relevan dengan kategori desa swasembada yang didapatkan oleh Nagori Silau Malaha.

Hasil sensus penduduk yang dirangkum dalam laporan profil desa untuk tahun 2010 tercatat jumlah penduduk Nagori Silau Manik 2 594 jiwa, laki-laki sejumlah 1 202 jiwa dan perempuan 1 392 jiwa. Adapun pada tabel 5 jumlah penduduk sesuai dengan huta (dusun) disajikan sebagai berikut :

Tabel 5 Jumlah penduduk berdasarkan daerah dusun dan jenis kelamin di Nagori Silau Manik menjadi 8 kategori berdasarkan profesi yaitu 235 KK berprofesi sebagai Petani, 9 KK dengan profesi karyawan swasta, 76 KK pedagang, 23 KK karyawan BUMN, 6 KK sebagai pegawai negeri sipil, 3 KK sebagai TNI, 8 KK sebagai Guru, dan Kategori profesi lain-lain sebanyak 330 KK.

Jumlah penduduk pada kedua desa tersebut bukan hanya jumlah penduduk asli, terdapat pula sejumlah penduduk pendatang yang sudah menetap selama puluhan tahun. Penduduk pendatang yang ditemui pada Nagori Silau Manik dan Nagori Silau Malaha yaitu suku Jawa. Pada data monografi desa tidak tersedia data penduduk berdasarkan etnis namun menurut Pangulu (kepala desa) Nagori Silau Manik pada wawancara menyebutkan bahwa etnis yang dominan di Kecamatan Siantar adalah etnis Batak dan etnis Jawa. Etnis Jawa lebih dominan ditemui pada Nagori Silau Manik namun etnis Jawa yang merupakan etnis pendatang yang sudah lama masuk di Kecamatan Siantar. Saat ini etnis Jawa yang berada di Kecamatan Siantar merupakan keturunan yang sejak dilahirkan sudah berada di Kecamatan Siantar. Hal ini seperti diutarakan Kepala Desa sebagai berikut:

“Orang jawa yang tinggal di sini udah dari lama itu dek, sekarang yang

tinggal di sini udah anak-cucu nya kalo yang memang pindahan dari jawa ya udah meninggal dek, makanya orang jawa disini gak punya banyak

(38)

20

Kondisi Ekonomi

Nagori Silau Malaha memiliki kondisi ekonomi yang dikategorikan di bawah rata-rata karena pada desa tersebut lebih dari setengah penduduk berprofesi sebagai petani, baik memiliki lahan maupun tidak memiliki lahan. Berbeda dengan Nagori Silau Malaha, Nagori Silau Manik memiliki kondisi ekonomi yang lebih tinggi di bandingkan Nagori Silau Malaha. Hal ini disebabkan oleh banyaknya penduduk di Nagori Silau Manik yang merupakan pensiunan perkebunan yang tingkat ekonominya di atas rata-rata dan sebagian kecil dari penduduk Silau manik memiliki lahan perkebunan kelapa sawit yang jika sedang panen akan menghasilkan penghasilan yang tinggi.

Nagori Silau Malaha yang tidak berbatasan langsung dengan perkebunan PTPN 4 Bah Jambi dan Marihat juga menjadikan Nagori Silau Malaha memiliki frekuensi yang lebih kecil dalam mendapatkan program bantuan dibandingkan Nagori Silau Manik. Sarana dan prasarana Nagori Silau Manik juga terjamin dan lengkap karena diperhatikan oleh CSR PTPN 4 Bah Jambi dan Marihat. CSR PTPN 4 memberikan program pembangunan sarana dan prasarana desa seperti pembangunan parit dan juga pengerasan jalan. CSR PTPN 4 Bah Jambi juga mengadakan program kemitraan untuk meningkatkan perekonomian di Nagori Silau Manik yang merupakan salah satu desa yang mendapatkan program CSR PTPN 4. Hal ini membuat kondisi ekonomi di kedua desa berbeda sehingga membuat keluarga tunggal yang tinggal pada kedua desa ini berbeda keadaannya.

(39)

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Karakteristik individu responden merupakan hal-hal yang spesifik dari responden yang memberikan gambaran kondisi responden lebih detail. Karakteristik yang diambil dalam responden penelitian ini terdiri dari suku asli, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan status perceraian. Penelitian ini memiliki responden berjumlah 35 orang yang terdiri dari 28 perempuan berstatus janda dan 7 pria berstatus duda dengan berbagai latar belakang kehidupan. Responden terdiri dari kedua jenis kelamin karena sensus untuk penentuan responden yang dilakukan pada kedua desa dan informasi yang didapatkan melalui kepala desa mendapatkan hasil yang meliputi dua jenis kelamin dengan perbandingan rasio yang tidak seimbang, tidak ada alasan khusus yang melatarbelakangi rasio pemilihan jenis kelamin dalam penelitian ini.

Tabel 6 Jumlah responden berdasarkan jenis kelamin dan status perceraian

Status Perceraian Laki-Laki Perempuan Total Jumlah % Jumlah % Jumlah % Cerai Hidup 5 71.43 10 35.72 15 42.85 Cerai Mati 2 28.57 18 64.28 20 57.15 Total 7 100.00 28 100.00 35 100.00

Usia

Seluruh responden pada penelitian ini termasuk kedalam golongan usia produktif, yaitu 14-64 tahun (Rusli 2012). Pada penelitian ini, usia terendah responden adalah 29 tahun sedangkan usia tertua mencapai 54 tahun. Tidak meratanya sebaran usia responden ini dikarenakan penyesuaian dengan karakteristik responden, yaitu orang tua tunggal dengan tanggungan anak yang berada pada tingkat pendidikan SMP. Penentuan kelompok usia responden pada akhirnya dilakukan secara emic yaitu kelompok usia responden disusun berdasarkan data yang ditemukan di lapang. Menurut Rusli (2012) dasar penentuan kelompok usia penelitian ini terdiri dari empat golongan, yaitu usia 30-34, usia 35-39, usia 40-44 dan usia lebih dari 45.

Tabel 7 Jumlah responden berdasarkan usia dan jenis kelamin

Usia

(40)

22

sebagian alasan utama responden dengan jenis kelamin laki-laki mengalami perceraian.

Perceraian membuat responden perempuan harus bertugas ganda yaitu bertanggungjawab atas kebutuhan finansial keluarga dan juga mengurus keluarga. Pekerjaan responden perempuan setelah bercerai umumnya menjadi buruh tani, pembantu rumah tangga, berdagang di warung kelontong dan penenun ulos. Responden laki-laki masih terus tetap pada profesinya sebelum bercerai karena tidak memiliki keterampilan lain untuk mengubah profesinya.

Tabel 8 Penghasilan responden berdasarkan mata pencaharian

Mata Pencaharian Laki-laki Perempuan Penghasilan Jumlah Jumlah

Tingkat pendidikan responden yang merupakan orang tua tunggal sebagian besar hanya mencapai pendidikan hingga tingkat sekolah dasar yaitu sebanyak 60 persen (21 orang). Responden lain yang berjumlah 14 orang memiliki tingkat pendidikan yang beragam hingga universitas namun tidak menjalani pendidikan di universitas hingga selesai dan tidak memperoleh gelar.

Tabel 9 Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Total Jumlah % Jumlah % Jumlah %

(41)

Etnis

Responden pada penelitian didominasi oleh etnis batak. Dominasi ini disebabkan oleh etnis batak memang lazim ditemui pada daerah sumatera utara. Etnis batak merupakan etnis asli dari sumatera utara. Etnis jawa yang merupakan etnis pendatang dan tinggal didaerah penelitian juga menjadi bagian dari responden pada penelitian ini.

Tabel 10 Jumlah Responden Berdasarkan Etnis

Suku Silau Malaha Silau Manik Total Jumlah % Jumlah % Jumlah % Batak 10 62.50 9 47.36 19 54.93 Jawa 6 37.50 9 47.36 15 42.43 Lainnya 0 0.00 1 5.28 1 2.64 Total 16 100.00 19 54.50 35 100.00

(42)
(43)

PENCAPAIAN PENDIDIKAN ANAK PADA KELUARGA

TUNGGAL

Pada bab ini dipaparkan mengenai tingkat prestasi pendidikan dan rencana pendidikan anak pada keluarga tunggal. Bab ini juga menjelaskan bagaimana proses pendidikan yang saat ini dijalani oleh anak pada keluarga tunggal dan masa depan pendidikan anak yang disusun oleh orangtua. Selain itu bab ini juga menjelaskan kendala-kendala yang dihadapi oleh keluarga tunggal dalam mendorong pencapaian pendidikan anak.

Kondisi pencapaian pendidikan anak dalam keluarga tunggal

Pada penelitian ini, pencapaian pendidikan dianalisis berdasarkan dua indikator, yaitu rencana pendidikan dan prestasi pendidikan. Rencana pendidikan dan prestasi pendidikan diukur dengan skala Rendah (R) dan Tinggi (T). Rencana pendidikan adalah ukuran cita-cita dan kesiapan orang tua tunggal dalam menghadapi masa depan pendidikan anak dengan mempertimbangkan kondisi di dalam keluarga. Sementara itu, prestasi pendidikan adalah ukuran tingkat prestasi anak dalam jenjang pendidikan yang saat ini dijalani oleh anak dibawah pengawasan responden. Pengukuran dilakukan untuk melihat pengetahuan responden mengenai proses pendidikan anak dan juga cita-cita responden bagi pendidikan anak. Dua indikator ini sejalan dengan penelitian Park (2008) yang mengukur pengaruh kondisi keluarga tunggal terhadap pencapaian pendidikan anak dengan indikator yang mengukur perencanaan orang tua terhadap pendidikan anak dan mengukur pengetahuan orang tua pada prestasi anak di sekolah, serta aturan bagi anak untuk menonton TV. Pada tabel 11 disajikan tingkat pencapaian pendidikan anak pada 35 responden dengan keluarga tunggal.

Tabel 11 Tingkat pencapaian pendidikan anak pada keluarga tunggal berdasarkan rencana pendidikan dan prestasi pendidikan

(44)

26

cenderung tidak memiliki hubungan kuat terhadap rencana pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan keluarga yang merupakan keluarga tunggal tidak menjadi masalah bagi responden untuk mendidik dan merencanakan pendidikan anaknya sehingga memiliki prestasi yang cemerlang.

Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Park (2008) bahwa pencapaian pendidikan anak pada keluarga tunggal dibandingkan dengan keluarga yang lengkap akan tidak begitu berbeda jika tidak diteliti secara detail dengan faktor-faktor spesifik yang meliputi kondisi dari keluarga tunggal. Proses Pendidikan Anak

Hilangnya salah seorang figur orang tua dalam menjalankan fungsi keluarga karena perceraian atau kematian menyebabkan proses pendidikan anak pada keluarga tunggal mengalami kendala. Kendala utama yang selalu disebutkan oleh para responden yang merupakan orang tua tunggal adalah biaya pendidikan. Biaya pendidikan untuk melanjutkan sekolah yang tidak sedikit menjadi alasan utama banyak responden tidak mendukung atau memotivasi anak mereka untuk melanjutkan pendidikan sampai kejenjang yang tinggi. Responden yang memiliki profesi sebagai petani ataupun buruh tani setiap bulannya harus meminjam uang dari keluarga dan juga tetangga untuk membiayai pendidikan anak mereka. Seperti yang disampaikan oleh responden sebagai berikut:

“aku bukan gak mau dek anakku sekolah tinggi-tinggi tapi ya cemana, untuk sekolahnya sekarang aja aku sering minjam uang sama tetangga baru kubayar waktu panen. Kalo dianya pingin sekolah sampe kuliah tapi aku

selalu bilang sama anakku „gak ada uang kita nak‟ gitu dek” SP (Perempuan, 46 tahun)

Kendala lain yang juga dihadapi oleh reponden dalam mendukung proses pendidikan anak mereka adalah kendala waktu. Responden yang sebagian besar merupakan perempuan (87.5%) sulit membagi waktu untuk memberi perhatian lebih terhadap anaknya karena hampir sebagian besar waktu responden dialokasikan untuk berkerja agar dapat memenuhi kebutuhan finansial keluarga yang tidak lagi memiliki kepala keluarga sebagai pencari nafkah. Seperti yang disampaikan oleh responden KRT (47 tahun)sebagai berikut:

“memang aku jaranglah bicara sama anakku karena aku kerja di ladang sampe siang, habis itu aku kerja garap tempat orang, sampe rumah sore aku

udah istirahatlah” KRT (Laki-laki, 47 tahun)

Hal ini cukup memengaruhi keadaan pendidikan anak-anak dengan keluarga tunggal karena kurangnya perhatian yang diberikan orang tua. Sebanyak 12 orang responden mengakui bahwa mereka tidak pernah menghadiri undangan ataupun memenuhi surat panggilan dari tempat anaknya bersekolah karena tidak mempunyai waktu untuk datang dan juga tidak mempunyai biaya untuk pergi ke sekolah anaknya yang terletak di luar desa.

(45)

melainkan bantuan dalam bentuk mengasuh dan menasehati anak dalam pendidikan, tak jarang pula bantuan materi seperti uang untuk kebutuhan pendidikan anak juga diberikan oleh keluarga besar pada responden. Beberapa responden menuturkan bahwa seluruh biaya pendidikan anak mereka ditanggung oleh keluarga besar. Hal ini tidak jarang membuat mereka tidak dapat memotivasi anak mereka agar memiliki pendidikan tinggi karena mereka tidak ingin memperbesar hutang budi mereka kepada salah satu anggota keluarga besar yang telah banyak membantu mereka. Keluarga besar yang ikut terlibat merupakan keluarga kandung dari responden sedangkan keluarga dari mantan suami/istri responden sebagian besar tidak menaruh perhatian khusus pada anak responden. Hal ini didukung oleh pernyataan responden sebagai berikut:

“Gak usahlah ditanya bekas suamiku ngasih uang buat sekolah anakku sedangkan buat uang makan aja dia gak ngasih dek. Keluarganya pun menghubungi aku saja gak pernah. Abang sama kakakku ajalah yang sering ngasih jajan sama bantu-bantu uang sekolah anakku.” SP (Perempuan, 46 tahun)

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa anak-anak pada keluarga tunggal tidak memiliki perilaku yang menyimpang dalam menjalani pendidikan di sekolah, bahkan beberapa responden menjelaskan bahwa anak mereka cukup berprestasi di sekolah. Anak-anak dengan keluarga tunggal juga tidak rendah diri dalam cita-cita untuk melanjutkan pendidikan hingga jenjang yang tinggi namun cita-cita ini tidak didukung oleh keadaaan keluarga yang memiliki tingkat ekonomi yang rendah dan sulit untuk membiayai pendidikan yang lebih tinggi. Anak dari salah satu responden bahkan mengikuti lomba matematika untuk tingkat kecamatan dan sangat mengharapkan pada orang tuanya untuk bisa melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi.

Masa Depan Pendidikan Anak

Masa depan pendidikan anak yang direncanakan oleh kepala keluarga pada keluarga tunggal bergantung pada tingkat ekonomi mereka. Perceraian membuat seluruh kepala keluarga pada keluarga tunggal memiliki tugas ganda pada keluarga yaitu pencari nafkah dan pemelihara keluarga sehingga mereka dapat menilai dan mengukur kemampuan mereka dalam membiayai pendidikan anak. Pada kenyataannya, kendala pada tingkat ekonomi yang rendah membuat mereka memikirkan bahwa jika anak mereka ikut mencari nafkah maka akan meringankan beban keluarga. Tingkat ekonomi yang rendah juga mengharuskan mereka memberitahukan kepada anak mereka sedari awal bahwa mereka tidak dapat memberikan pendidikan lebih dari jenjang SMA. Meskipun begitu, seluruh responden tetap berharap dapat memberikan pendidikan untuk anak mereka hingga dapat mengubah nasib mereka dan juga agar anak mereka memiliki kehidupan yang lebih baik dari mereka. Seperti yang disampaikan oleh responden KT (39 tahun) sebagai berikut:

“Anakku udah aku kasih tau dari mau masuk SMA ini, ku bilang gak ada

(46)

28

Para responden juga tidak mampu untuk menyekolahkan anak mereka ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) karena biaya yang lebih tinggi jika dibandingkan biaya pendidikan di SMA. Padahal dengan mendapatkan pendidikan di SMK, anak mendapatkan keterampilan khusus untuk lebih mudah membantu orang tua mereka dalam mencari nafkah. Responden menjelaskan bahwa saat ini pendidikan di SMP dan SMA Negeri mendapatkan bantuan biaya dari program pemerintah yaitu BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan juga BSM (Bantuan Siswa Miskin) sehingga sangat membantu mereka dalam mengurangi biaya pendidikan anak. Hal ini didukung oleh pernyataan kepala desa sebagai berikut:

“Rata-rata sekolah SMP dan SMA negeri di kecamatan siantar di bantu pemerintah tapi tidak banyaklah bantuannya terkadangpun ada yang dapat ada pula yang gak dapat tapi kalau SMK seingat saya gak dapat bantuan dari

pemerintah.” Deliana, Pangulu Nagori Silau Manik.

(47)

ANALISIS HUBUNGAN PENGASUHAN ORANG TUA

TUNGGAL DAN PENCAPAIAN PENDIDIKAN ANAK

Bab ini menjelaskan mengenai hubungan pengasuhan orang tua pada keluarga tunggal. Faktor-faktor yang mendukung pendidikan anak pada keluarga tunggal yang meliputi tingkat ekonomi, pola asuh, dan keterlibatan keluarga besar terhadap pencapaian pendidikan anak yang meliputi rencana masa depan pendidikan dan prestasi pendidikan anak dalam keluarga tunggal.

Peran Dukungan Ekonomi dalam Pencapaian Pendidikan Anak

Dukungan ekonomi dalam penelitian ini diukur melalui pendapat responden mengenai kesanggupan untuk membiayai pendidikan anak dengan penghasilan yang didapatkan oleh responden. Penelitian ini menemukan hasil bahwa seluruh responden merupakan golongan ekonomi rendah. Berdasarkan sebaran jawaban responden, seluruh responden menyatakan tidak mampu untuk membiayai pendidikan anak dengan penghasilan sendiri. Responden mendapatkan dukungan ekonomi dari sumber lain untuk tetap dapat membiayai pendidikan anaknya dengan meminjam uang pada tetangga dan sanak saudara.

Sebanyak 25 responden (71.5%) menunjukkan dukungan ekonomi yang rendah namun memiliki pencapaian pendidikan anak yang tinggi dan 10 responden (28.5%) lainnya dari total 35 responden menunjukkan dukungan ekonomi yang rendah dan juga memiliki pencapaian pendidikan anak yang rendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dukungan ekonomi yang rendah cenderung tidak mempengaruhi pencapaian pendidikan anak

Hal ini disebabkan biaya pendidikan hingga SMP pada lokasi penelitian masih dapat dijangkau oleh penghasilan responden. Menurut responden, untuk saat ini biaya pendidikan (SMP) memang bukan masalah yang besar. Namun begitu, menurut sebagian besar responden, biaya pendidikan selanjutnya (SMA) akan menjadi lebih besar dan khawatir dapat menjadi masalah di masa depan karena jumlah pendapatan yang statis dan kemungkinan untuk meningkat sangat kecil. Seperti yang disampaikan oleh responden YT (42 tahun) sebagai berikut:

“pernah aku tanya-tanya sama anak majikanku yang SMA berapa uang sekolahnya dijawabnya tiga kali dari uang sekolah anakku yang sekarang SMP dek, aku sekarang nyari uang aja udah paling maksimal lah bingung

juga cemana nanti nyari uang buat anakku sekolah SMA” YT (Perempuan,

42 tahun)

(48)

30

menyekolahkan anak mereka hingga SMA bahkan salah seorang responden menyatakan dalam wawancara, mengenai ketidaksiapannya dalam membiayai sekolah anak pada jenjang SMA namun masih berharap anaknya dapat menyelesaikan sekolah hingga SMA. Seperti yang disampaikan oleh responden KRT (47 tahun) sebagai berikut:

“Rezeki gak kemanalah ya tapi gak bisa juga aku memastikan anakku bisa

lanjut sekolah SMA atau cemana, aku petani aja dek yang ku garap pun bukan lahanku ya kalau memang rezeki anakku sekolah pasti adalah

uangnya nanti” KRT (Laki-laki, 47 tahun)

Peran Pola Asuh pada Pencapaian Pendidikan

Pola asuh dalam keluarga utamanya ditugaskan kepada seorang ibu. Perceraian membuat pengasuhan anak menjadi kurang diperhatikan karena tingkat ekonomi dan juga keterampilan pengasuhan yang tidak dimiliki oleh kepala keluarga pada keluarga tunggal. Menurut Goode (2007) salah satu akibat yang timbul setelah perceraian adalah penambahan dalam beban rumah tangga bagi pasangan yang ditinggalkan, terutama dalam menangani anak-anak. Responden laki-laki mengakui tidak banyak yang dapat dilakukan dalam mengasuh anak dan sebagian besar pengasuhan anak setelah bercerai diambil alih oleh orang tua responden (nenek-kakek) dan saudara perempuan responden. Responden juga tidak dapat memperhatikan dengan seksama segala pola asuh yang diterapkan kepada anaknya karena hampir keseluruhan waktunya dihabiskan untuk mencari nafkah bagi keluarga. Seperti yang disampaikan oleh responden UTG (54 tahun) sebagai berikut:

“Bukan gak perhatian sama anakku tapi aku pulang dari supir keliling nyari

sewa sore-sore, dari pagi jam 6 udah pergi aku dari rumah jadi ya anakku sama mamak ku lah di rumah. Kadang adekku yang perempuan juga

ngajar-ngajarin dia kalau ada PR” UTG (Laki-laki, 54 tahun)

Hal yang sama juga terjadi pada responden perempuan yang harus beradaptasi pada keadaannya sebagai kepala keluarga yang juga harus mencari nafkah bagi keluarga. Responden perempuan banyak menghabiskan waktunya untuk berkerja di luar rumah setelah perceraian dan membuat waktu untuk mengasuh dan juga berinteraksi dengan anak menjadi berkurang drastis. Responden yang berkerja sebagai pembantu rumah tangga akan bekerja selama hampir 12 jam. Responden yang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga sulit mencari waktu berinteraksi dengan anaknya karena saat tiba dirumah adalah jam anak tidur. Hal ini seperti didukung dengan pernyataan responden sebagai berikut:

“Rumah majikanku di kota dari sini setengah jam jadi pagi aku udah datang

ke rumah majikanku nanti sore jam 6 aku pulang dari rumah majikkanku sampe rumah anak udah di kamarnya beda lah sama dulu waktu suamiku

masih ada.” YT (Perempuan, 42 tahun)

(49)

bahwa setelah bercerai mereka tinggal satu rumah dengan orang tua mereka dan hal ini membantu mereka dalam mengawasi perilaku anak dan juga pola belajar anak. Responden juga menyatakan bahwa orang tua dari responden memiliki kedekatan emosional yang lebih dengan sang anak.

Pola asuh menjadi dukungan yang paling kuat pada anak dalam menjalani pendidikan. Anak membutuhkan perhatian dan motivasi agar dapat meraih prestasi yang tinggi dalam pendidikan. Pada keluarga yang kehilangan figur salah satu orang tua akan menyebabkan berkurangnya perhatian dan juga motivasi bagi anak dalam menjalani pendidikan. Hal ini sejalan dengan penelitian Lange et al.

(2013) yang juga memaparkan bahwa anak dengan single parent memiliki banyak kekurangan dalam mendapatkan perhatian pendidikan baik dirumah maupun di sekolah dibandingkan anak dengan orang tua yang lengkap disebabkan oleh hilangnya pengasuhan dari salah satu sosok orang tua dalam keluarga. Pola asuh diketahui dari pertanyaan mengenai frekuensi interaksi antara responden dan anak. Penelitian ini menganalisis pola asuh dengan dua skala yaitu rendah (R) dan tinggi (T). Hasil berdasarkan tingkat peran pola asuh dalam pencapaian pendidikan dapat dilihat pada tabel 12 berikut.

Tabel 12 Jumlah dan Presentase Responden Menurut Pencapaian Pendidikan dan Pola Asuh di Nagori Silau Malaha dan Nagori Silau Manik

Pencapaian Malaha dan Nagori Silau Manik pola asuh memiliki peran yang penting bagi anak untuk menjalani pendidikannya. Pada tabel menunjukkan 10 orang responden (28.57%) menyatakan bahwa sang anak memiliki pencapaian pendidikan yang rendah dan pada 5 orang responden (100.00%) memperlihatkan pencapaian pendidikan dan pola asuh yang rendah. Peran pola asuh cenderung memiliki hubungan dengan prestasi pendidikan anak dalam keluarga tunggal. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13 Jumlah dan Presentase Responden Menurut Prestasi Pendidikan dan Pola Asuh di Nagori Silau Malaha dan Nagori Silau Manik

(50)

32

pendidikan anak yang juga menunjukkan tingkat yang rendah. Pada wawancara mendalam salah seorang responden menyatakan bahwa responden jarang berinteraksi dengan sang anak karena pada saat pulang mereka merasa lelah dan tidak lagi memiliki fokus untuk sengaja berinteraksi dengan anaknya sedangkan pada pagi hari mereka sudah harus bekerja dan anak sudah bersekolah sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk berinteraksi dengan anak kecuali di hari libur. Seperti yang disampaikan oleh responden SN (38 tahun) sebagai berikut:

“Kalo ngobrol sama anakku habis pulang kerja gak enak lagi dek, capek akupun udahan karena kerjakan jadi aku kalo hari-hari minggu lah sering

ketemu anakku itupun kalo dia gak pergi sama kawannya.” SN (Perempuan,

38 tahun)

Pada responden dengan kasus keluarga tunggal dengan pasangan yang masih hidup (cerai hidup) menyatakan bahwa mantan pasangan responden tidak memiliki peran yang berarti dalam mengasuh anak karena setelah terjadi perceraian, mantan pasangan responden tidak lagi memiliki frekeunsi yang besar dalam menghubungi anak. Perceraian juga terjadi pada saat anak masih berumur dibawah lima tahun (BALITA) sehingga anak tidak memiliki ikatan emosional yang kuat terhadap mantan pasangan responden dan hal ini menjadi alasan tidak berpengaruhnya pola asuh yang juga menjadi tugas bagi pasangan responden. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh responden RB (42 tahun) sebagai berikut:

“gak kenal anakku sama bapaknya dek, bapaknya ninggalkan dia umur 2

tahun jalanpun anakku belum bisa mana lagi dia ingat sama bapaknya, macam gak ada hubungan dia sama bapaknya jadi pas sekolahpun mana lagi

dia ingat sama bapaknya.” RB (Perempuan, 42 Tahun)

Peran Dukungan Keluarga Besar dalam Pencapaian Pendidikan

Keluarga besar adalah orang-orang yang masih terikat baik secara hubungan darah maupun hubungan keluarga. Keluarga besar merupakan tempat paling dekat dengan keluarga tunggal dan tempat keluarga tunggal meminta bantuan pertama kali. Hal ini sejalan dengan salah satu teori Goode (2007) yang menyebutkan bahwa keluarga luas dapat lebih mudah menanggung beban dari pada suatu tipe keluarga inti. Keluarga inti yang hidup dalam unit keluarga besar dapat meminta bantuan pada orang lain dalam tatanan keluarga besar.

Anggota keluarga besar dari keluarga dengan orang tua tunggal dapat menggantikan peran dan fungsi yang hilang dalam keluarga tunggal sehingga anak tidak merasakan ketidakseimbangan yang besar dalam menjalani pendidikan dan juga kehidupannya. Menurut hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Park (2008) penting bagi anak dengan single parent untuk hidup bersama dengan kakek atau neneknya karena dapat mengantikan figur orang tua yang pincang.

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran hubungan faktor pendukung pendidikan dengan pencapaian pendidikan pada keluarga tunggal
Tabel 2  Definisi operasional faktor pendukung pendidikan
Tabel 3  Panduan pengambilan data
Tabel 4  Jumlah penduduk berdasarkan golongan profesi dan jenis kelamin di Nagori Silau Malaha
+7

Referensi

Dokumen terkait

Di indonesia, konstruk tentang laki-laki dan perempuan sangat berbeda, laki-laki dipahami sebagai pemenuh kebutuhan dalam suatu rumah tangga sehingga pendidikannya harus juga

Pengujian program dengan melakukan 16 percobaan data citra, 9 percobaan data suara, dan 9 percobaan data teks menunjukkan bahwa program cukup baik digunakan untuk

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun rumusan strategi pembangunan hutan rakyat bagian hulu Sub DAS Logawa melalui keterlibatan bersama pemangku kepentingan,

Badan kesehatan dunia (WHO) telah menetapkan bahwa ketidakjelasan aturan kerja merupakan faktor risiko terjadinya stress kerja, Salah satu tupoksi peneliti

Menyatakan bahwa “Tugas Akhir” yang saya buat untuk memenuhi persyaratan kelulusan pada progam studi Diploma Tiga D-III Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri UIN Maulana

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Diah Ambarwati, menyatakan bahwa skripsi dengan judul : PENGARUH BEBAN KERJA TERHADAP STRES KERJA PERAWAT DENGAN DUKUNGAN SOSIAL

Internet of Things(IoT) adalah sebuah konsep/skenario dimana suatu objek yang memiliki kemampuan untuk mentransfer data melalui jaringan tanpa memerlukan interaksi

[r]