• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Peran Ekonomi Usahatani Cabai Di Petani Kabupaten Bogor, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Peran Ekonomi Usahatani Cabai Di Petani Kabupaten Bogor, Jawa Barat"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERAN EKONOMI USAHATANI CABAI DI

PETANI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

ZELLA AULIA ANGGRIANI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Peran Ekonomi Usahatani Cabai di Petani Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

(4)
(5)

ABSTRAK

ZELLA AULIA ANGGRIANI. Analisis Peran Ekonomi Usahatani Cabai di Petani Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI.

Harga bulanan cabai di Indonesia cenderung berfluktuasi secara tajam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pendapatan usahatani cabai dan kontribusinya pada pendapatan rumahtangga petani. Data dikumpulkan dari

30 petani berdasarkan pemilihan sampel secara purposive. Data yang diperoleh

dianalisis dengan metode statistik deskriptif. Berdasarkan hasil analisis pada harga rata-rata cabai, pendapatan yang bersumber dari kegiatan usahatani cabai memberikan kontribusi lebih dari 50 persen dari total pendapatan rumahtangga petani. Namun pada harga terendah, pendapatan usahatani cabai hanya menyumbang sebesar 30.55 persen terhadap total pendapatan rumahtangga petani. Implikasi dari temuan ini adalah bahwa fluktuasi harga cabai sangat menentukan pendapatan rumahtangga petani.

Kata Kunci : cabai, kontribusi, struktur biaya

ABSTRACT

ZELLA AULIA ANGGRIANI. The Chili Farming Role Analysis of Farmers in Bogor Regency. Supervised by NUNUNG KUSNADI.

Monthly price of chili in Indonesia tend to fluctuate sharply. This study aimed to analyze the income and its contribution to farmer household income. Data collected from 30 farmers conducted on the basis of a purposively selected sample. The data were analyzed using descriptive statistic methods. The results showed that the average price of chili, income of chili accounts for more than 50 percent of farmers household income. However at the lowest prices, earnings accounted for only 30.55 percent of farmers household income. The implication of these finding is that the fluctuations in the prices of chili largely determine household income of farmers.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

ANALISIS PERAN EKONOMI USAHATANI CABAI DI

PETANI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

ZELLA AULIA ANGGRIANI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini ialah usahatani, dengan judul Analisis Peran Ekonomi Usahatani Cabai di Petani Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Nunung Kusnadi, MS selaku pembimbing, serta Yanti Nuraeni Muflikh, Sp. M. Agribus selaku Dosen Pembimbing Akademik. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Harianto, MS selaku dosen penguji utama sidang skripsi dan Siti Jahroh, PhD selaku dosen penguji perwakilan Komisi Pendidikan Departemen Agribisnis. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada petani cabai di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan informasi terkait pertanyaan penelitian, Pihak Kecamatan Ciawi dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor atas bantuannya untuk mendapatkan data sekunder. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Ayah Yusri Effendi, Ibu Rita Yulianingsih, Adik Dhea Almaydha, Adik Muhammad Taufiq Aldhean, dan seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan moril dan doa yang tak pernah henti.Terimakasih kepada Agil Setyawan yang senantiasa memberikan semangat dan menemani selama penelitian. Terimakasih kepada sahabat, Ika Yuliani Fatmahadi, Raudhotul Jannah, Siska Wulansari, Tika Cahyanti yang telah memberikan semangat moril dan doa. Terimakasih kepada teman-teman agribisnis 48 yang telah memberikan dukungan. Terimakasih kepada teman-teman se-pembimbing yang telah memberikan semangat dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xiv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 4

Tujuan 5

Manfaat 5

Ruang Lingkup 6

TINJAUAN PUSTAKA 6

Gambaran Umum Cabai 6

Peran Usaha Agribisnis Cabai 7

Permasalahan dalam Usahatani Cabai 8

Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Cabai 9

Jenis Biaya pada Usahatani Cabai 9

R/C Usahatani Cabai 10

Kontribusi Pendapatan Usahatani terhadap Total Pendapatan

Rumahtangga Petani 11

KERANGKA PEMIKIRAN 12

Kerangka Pemikiran Teoritis 12

Konsep Usahatani 12

Biaya Usahatani 13

Pendapatan Usahatani 14

Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio) 14

Kontribusi Pendapatan Usahatani terhadap Total Pendapatan

Rumahtangga Petani 14

Kerangka Pemikiran Operasional 15

METODE PENELITIAN 17

Lokasi dan Waktu Penelitian 17

Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel 17

Metode Penarikan Contoh 17

Metode Pengolahan dan Analisis Data 18

Analisis Keragaan Usahatani 18

Analisis Pendapatan Usahatani 18

Analisis Perbandingan Penerimaan dan Biaya (R/C-ratio) 19

Analisis Kontribusi Pendapatan 20

Indeks Diversifikasi 20

(14)

Karakteristik Wilayah 21

Kondisi Geografi 21

Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian 22

Karakteristik Petani Responden 23

Jenis Kelamin 24

Usia 24

Tingkat pendidikan 24

Pengalaman Budidaya 25

Jumlah Tanggungan Keluarga 26

Penguasaan Lahan 26

Status Kepemilikan Lahan 26

Lama Budidaya 27

Pekerjaan di Luar Usahatani 27

ANALISIS USAHATANI CABAI MERAH KERITING 27

Gambaran Umum Usahatani Cabai Merah Keriting di Kecamatan Ciawi 27

Persiapan Lahan 28

Persemaian 28

Penanaman 29

Pemeliharaan 29

Panen 30

Hama dan Penyakit 30

Biaya Usahatani Cabai Merah Keriting 31

Bibit 32

Pupuk, Kapur dan Pestisida 33

Tali Rapia 33

Mulsa Plastik 34

Karung 34

Tenaga Kerja 34

Sewa Lahan 35

Penyusutan Peralatan 35

Penerimaan Usahatani Cabai Merah Keriting di Kecamatan Ciawi 36

Kontribusi Pendapatan Usahatani Cabai pada Pendapatan 38

Rumahtangga Petani 38

Dampak Harga Cabai Terhadap Pendapatan Rumahtangga Petani 40

SIMPULAN DAN SARAN 41

Simpulan 41

Saran 42

DAFTAR PUSTAKA 42

LAMPIRAN 44

(15)

DAFTAR TABEL

1 Luas panen, produksi, dan produktivitas cabai di Indonesia tahun 2003

-2013a 2

2 Luas penggunaan lahan dan persentasenya di Kecamatan Ciawi tahun

2014 21

3 Jumlah penduduk Kecamatan Ciawi menurut umur dan jenis kelamin

tahun 2014 22

4 Jenis pekerjaan masyarakat di Kecamatan Ciawi tahun 2014 22

5 Jumlah kepala keluarga berdasarkan jenis usahatani tahun 2014 di

Kecamatan Ciawi 23

6 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di

Kecamatam Ciawi 23

7 Jenis kelamin petani responden di Kecamatan Ciawi tahun 2015 24

8 Jumlah petani responden berdasarkan kriteria usia di Kecamatan Ciawi

tahun 2015 24

9 Jumlah petani responden berdasarkan tingkat pendidikan formal di

Kecamatan Ciawi tahun 2015 25

10 Jumlah petani responden berdasarkan pengalaman budidaya di

Kecamatan Ciawi tahun 2015 25

11 Jumlah petani responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga di

Kecamatan Ciawi tahun 2015 26

12 Jumlah petani responden berdasarkan luas penguasaan lahan cabai di

Kecamatan Ciawi tahun 2015 26

13 Jumlah petani responden berdasarkan status kepemilikan lahan di

Kecamatan Ciawi tahun 2015 27

14 Jumlah petani responden berdasarkan jenis pekerjaan di luar usahatani

cabai di Kecamatan Ciawi tahun 2014 27

15 Komponen biaya usahatani cabai merah keriting per musim tanam per

satu hektar di Kecamatan Ciawi 32

16 Rata-rata penggunaan tenaga kerja per hektar per musim tanam

usahatani cabai merah keriting di Kecamatan Ciawi tahun 2015 35

17 Penyusutan alat-alat pertanian per musim tanam usahatani cabai merah

keriting di Kecamatan Ciawi tahun 2015 36

18 Penerimaan kotor usahatani cabai merah keriting per musim tanam per

hektar di Kecamatan Ciawi tahun 2015 (000) 36

19 Pendapatan usahatani cabai merah keriting per musim tanam per hektar

di Kecamatan Ciawi tahun 2015 37

20 Nilai R/C rasio usahatani cabai merah keriting di Kecamatan Ciawi

(16)

21 Sumber penerimaan rumahtangga petani per luasan lahan per tahun di

Kecamatan Ciawi tahun 2015 39

22 Indeks Diversifikasi Usahatani petani di Kecamatan Ciawi Januari 2014

– Februari 2015 40

23 Dampak harga pada pendapatan rumahtangga petani di Kecamatan

Ciawi tahun 2015 41

DAFTAR GAMBAR

1 Produksi cabai di Jawa Barat tahun 2014 2

2 Jumlah rumahtangga usaha hortikultura menurut jenis tanaman

hortikultura semusim pada tahun 2013 3

3 Rata-rata harga bulanan cabai Bulan September 2010 – Maret 2015 4

4 Kerangka pemikiran operasional 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perkembangan konsumsi cabai di Indonesia tahun 2002-2013 44

2 Produksi cabai di Kabupaten Bogor tahun 2014 45

3 Biaya usahatani cabai merah keriting di Kecamatan Ciawi 46

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang penting untuk dikembangkan. Berdasarkan data Badan Pusat Stasistik Indonesia (2015), Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku pada subsektor hortikultura mengalami peningkatan dengan angka rata-rata sebesar 9.82 persen dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014. Hal tersebut menunjukkan bahwa subsektor hortikultura memiliki potensi untuk dikembangkan. Pengembangan subsektor hortikultura merupakan upaya dalam penciptaan lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan dan pengendalian inflasi serta stabilisasi harga komoditas strategis. Pekerjaan pada subsektor ini merupakan sumber pendapatan bagi petani baik petani berskala kecil, menengah maupun besar.

Komoditas hortikultura terbagi dalam beberapa kelompok, diantaranya

kelompok tanaman sayuran (vegetable), buah (fruits), tanaman berkhasiat obat

(medicinal plants) dan tanaman hias (ornamental plants) (Direktorat Jenderal Hortikultura 2013). Cabai merupakan salah satu komoditas kelompok tanaman sayuran yangsering mendapat perhatian dari masyarakat dan pemerintah. Hal ini disebabkan harga cabai yang mengalami penurunan dan kenaikan secara tajam (Badan Pusat Statistik 2011). Terjadinya fluktuasi harga pada cabai karena

kekuatan supply dan demand di pasar. Kekuatan supply ditentukan oleh tanaman

cabai yang ditanam secara musiman, sedangkan kekuatan demand ditentukan oleh

konsumsi cabai rumahtangga yang harus selalu tersedia walaupun jumlahnya sedikit. Selain itu, konsumsi cabai akan meningkat pada hari-hari besar seperti hari raya.

Perkembangan konsumsi cabai rumahtangga di Indonesia menunjukkan pola yang terus meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan dan atau jumlah

penduduk1. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan

peningkatan konsumsi cabai dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2014 relatif berfluktuasi namun cenderung mengalami peningkatan sebesar 0.77 persen per tahun (Lampiran 1). Peningkatan konsumsi cabai sejalan dengan peningkatan produksi cabai segar di Indonesia. Perkembangan produksi cabai segar di Indonesia dari tahun 2003 hingga 2013 menunjukkan pola yang cenderung meningkat dengan rata-rata peningkatan sebesar 5.22 persen per tahun. Peningkatan produksi cabai ini dipengaruhi oleh luas panen cabai yang juga meningkat setiap tahunnya. Empat provinsi utama yang menjadi penyumbang hasil cabai di Indonesia diantaranya ialah Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Namun daerah penghasil cabai terbesar di Indonesia yang menjadi sentra penghasil cabai adalah Jawa Barat karena letaknya yang merupakan dataran tinggi. Berikut ini merupakan data luas panen, produksi dan produktivitas cabai di Indonesia dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2013.

1

Kementerian Pertanian. 2014. Buletin Konsumsi Pangan Volume 5 Nomor 2 Tahun 2014 [Internet]. [diunduh pada 19 Desember 2014]. Tersedia pada:

(18)

2

Tabel 1 Luas panen, produksi, dan produktivitas cabai di Indonesia tahun 2003

-2013a

Tahun Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha)

2003 176 264 1 066 722 6.05

Gabungan cabai rawit dan cabai besar Sumber: Badan Pusat Statistik (2014)

Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Pusat Statistik (2014), Jawa Barat memberikan sumbangan produksi cabai yang terbesar dibandingkan provinsi lainnya pada tahun 2009 sampai 2013. Walaupun terjadi penurunan produksi yang terjadi pada tahun 2012, namun pada tahun 2013 produksi mengalami peningkatan lagi. Hal ini membuktikan bahwa Provinsi Jawa Barat memiliki komoditas potensial yang harus selalu ditingkatkan produksinya.

Sumber: Badan Pusat Statistik (2014)

Gambar 1 Produksi cabai di Jawa Barat tahun 2014 0%

29 provinsi 32.19 35.99 34.34 33.81 34.36

Jawa Timur 17.67 16.08 17.23 20.75 19.07

Sumatera Utara 11.23 14.78 15.73 14.84 11.52

Jawa Tengah 16.02 14.67 12.43 12.99 13.35

Jawa Barat 22.89 18.48 20.27 17.62 21.70

29 provinsi

Jawa Timur

Sumatera Utara

Jawa Tengah

(19)

3

Produksi cabai segar nasional mayoritas dihasilkan oleh rumahtangga petani di Indonesia. Rumahtangga pertanian adalah rumahtangga dimana satu atau lebih anggota rumahtangga tersebut melakukan kegiatan yang menghasilkan produk pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual/ditukar untuk memperoleh pendapatan/keuntungan atas risiko sendiri. Usaha pertanian tersebut dapat merupakan usaha milik sendiri, bagi hasil, maupun milik orang lain dengan menerima upah, dalam hal ini termasuk jasa di bidang pertanian (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2014). Berdasarkan hasil sensus pertanian yang dilakukan pada tahun 2013, sebanyak 1 116 476 rumahtangga mengusahakan jenis cabai rawit atau sebesar dua puluh persen dari total jumlah rumahtangga yang

melakukan usahatani hortikultura semusim.2 Kemudian cabai besar dihasilkan

oleh 574 872 rumahtangga dan menempati urutan kedua rumahtangga usahatani terbesar setelah cabai rawit. Tanaman hortikultura semusim lainnya hanya diusahakan olehrumahtangga dibawah enam persen. Hal ini menunjukkan bahwa banyak petani yang menggantungkan kehidupannya pada usahatani cabai. Data jumlah rumahtangga yang mengusahakan cabai berdasarkan hasil dari sensus pertanian dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber: Badan Pusat Statistik (2015)

Gambar 2 Jumlah rumahtangga usaha hortikultura menurut jenis tanaman hortikultura semusim pada tahun 2013

Usahatani cabai menjadi salah satu kegiatan pertanian yang memiliki peran bagi perekonomian rumahtangga petani. Usahatani cabai yang diusahakan oleh mayoritas produsen rumahtangga menunjukkan bahwa kegiatan usahatani tersebut berperan penting sebagai sumber pendapatan petani. Terjadinya penurunan dan peningkatan harga cabai secara tajam dapat menyebabkan ketidakpastian pada hasil pendapatan kegiatan usahatani cabai, sedangkan pendapatan merupakan salah satu variabel penting dalam mengukur kesejahteraan petani. Oleh karena itu penting untuk menganalisis peran ekonomi usahatani cabai terhadap pendapatan rumahtangga petani.

2

(20)

http://st2013.bps.go.id/dev2/index.php/site/topik?kid=3&kategori=Tanaman-4

Rumusan Masalah

Perkembangan harga cabai apabila dilihat secara rata-rata per tahun tidak menunjukkan perubahan yang sangat besar. Namun apabila dilihat secara bulanan, harga cabai cenderung berfluktuasi. Harga cabai biasanya lebih rendah pada

bulan-bulan on-season (Januari-Agustus). Hal ini disebabkan karena pada

bulan-bulan tersebut merupakan saat dimana petani melakukan panen serentak sehingga jumlah pasokan sangat melimpah. Kemudian, harga cabai mulai melambung

tinggi pada bulan-bulan off-seasons (Oktober-Desember). Pada saat off-season

petani sudah tidak memanen cabai lagi pada bulan tersebut. Selain itu, peningkatan harga cabai juga disebabkan oleh permintaan cabai dalam jumlah besar pada hari-hari besar seperti hari raya keagamaan dan tahun baru. Akibat ketidakseimbangan antara permintaan dengan penawaran menyebabkan harga yang berfluktuasi setiap bulannya (BPS 2014).

Harga cabai merah keriting dan cabai merah biasa mengalami fluktuasi harga selama lima tahun terakhir. Pada komoditas cabai merah keriting, harga tertinggi tejadi pada Desember 2014 yaitu Rp70 237 sedangkan harga terendah terjadi pada September 2011 yaitu Rp14 206 per kilogram. Sementara untuk cabai merah biasa, harga terendah dalam lima tahun terakhir terjadi pada Juli 2011 yaitu Rp14 896, sedangkan harga tertinggi terjadi pada Desember 2014 yaitu Rp70 755. Harga cabai merah keriting dan cabai merah biasa cenderung akan mengalami peningkatan pada September sampai dengan Desember dan mengalami penurunan pada Januari sampai dengan April setiap tahunnya. Perubahan harga cabai dapat terjadi dalam waktu dekat, sedangkan kegiatan usahatani membutuhkan waktu yang cukup lama dalam proses penanaman hingga panen. Sehingga petani tidak dapat mengantisipasi perubahan harga yang terjadi. Berikut merupakan data rata-rata harga cabai merah keriting dari September 2010 sampai dengan Maret 2015.

Sumber: Kementerian Perdagangan (2015)

Gambar 3 Rata-rata harga bulanan cabai Bulan September 2010 – Maret 2015

0.00

Rata-rata harga bulanan Cabai Sep 2010 - Mar 2015

cabe merah biasa

(21)

5

Fluktuasi harga yang terjadi pada komoditi cabai sangat merugikan petani karena dapat mempengaruhi pendapatan yang dihasilkan. Salah satu alasan penting untuk terus melakukan kegiatan usahatani cabai adalah kontribusi pendapatan usahatani pada rumahtangga petani. Apabila kontribusi pendapatan usahatani cabai terhadap total pendapatan rumahtangga petani besar, maka fluktuasi harga dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup petani. Oleh karena itu dalam rangka memperhatikan kesejahteraan petani, maka perlu dilakukan penelitian bagaimana peran usahatani cabai dalam memberikan kontribusi pendapatan rumahtangga dan menganalisis dampak fluktuasi harga terhadap pendapatan usahatani cabai.

Salah satu pemasok yang membudidayakan cabai di Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor menyimpan berbagai potensi alam yang berlimpah diantaranya yaitu potensi pertaniannya. Pertanian di Kota Bogor terdiri dari pertanian tanaman pangan, sayuran dan hortikultura serta perkebunan. Daerah pertanian hortikultura seperti sayuran yaitu cabai tersebar di hampir semua wilayah, tetapi komoditas tersebut hanya terkonsentrasi tersebar pada wilayah tertentu. Pada tahun 2013 produksi cabai besar di Kabupaten Bogor mencapai 22 323 kuintal dengan luas panen sebesar 312 Ha. Sementara produksi cabai rawit mencapai 9 634 kuintal dengan luas panen sebesar 188 Ha.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana struktur biaya dan tingkat pendapatan usahatani cabai di

Kabupaten Bogor, Jawa Barat?

2. Bagaimana struktur penerimaan rumahtangga petani yang

mengusahakan cabai di Kabupaten Bogor, Jawa Barat?

3. Bagaimana kontribusi pendapatan usahatani cabai pada pendapatan

rumahtangga petani di Kabupaten Bogor, Jawa Barat?

4. Bagaimana dampak fluktuasi harga terhadap pendapatan usahatani

cabai di Kabupaten Bogor, Jawa Barat?

Tujuan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis struktur biaya usahatani cabai dan tingkat pendapatan

usahatani cabai di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

2. Menganalisis struktur penerimaan rumahtangga petani yang

mengusahakan cabai di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

3. Menganalisis kontribusi pendapatan usahatani cabai pada pendapatan

rumahtangga petani di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

5. Menganalisis dampak fluktuasi harga cabai terhadap pendapatan

usahatani cabai di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Manfaat

(22)

6

1. Petani Cabai merah keriting sebagai masukan dan tambahan informasi

dalam upaya peningkatan produksi serta pendapatan usahatani yang lebih tinggi.

2. Pemerintah daerah sebagai tambahan informasi dan masukan dalam

upaya penyusunan strategi dan kebijakan pertanian yang lebih baik dan peningkatan kasejahteraan para petani cabai Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor.

3. Sebagai informasi bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian

lebih lanjut pada bidang yang sama.

Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan dalam lingkup regional yaitu Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Komoditas yang akan diteliti adalah cabai merah keriting sesuai dengan jenis cabai yang dibudidayakan oleh petani. Penelitian ini dilakukan pada satu kali musim panen terakhir yang dilakukan oleh petani. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis statistik deskriptif mengenai keragaan usahatani, analisis pendapatan usahatani berdasarkan pendekatan penerimaan dan biaya usahatani, analisis efisiensi usahatani dilihat dari R/C rasio. Selain itu juga dianalisis kontribusi pendapatan usahatani cabai pada pendapatan rumahtangga petani dan analisis dampak fluktuasi harga. Pendapatan rumahtangga yang dimaksudkan merupakan penerimaan atau pendapatan kotor dari berbagai usahatani yang dilakukan petani serta yang bersumber dari luar usahatani selama satu tahun. Selain itu, untuk dapat menganalisis dampak fluktuasi harga pada pendapatan, maka dianalisis menggunakan data riil dari lokasi penelitian. Analisis yang dilakukan menggunakan beberapa asumsi agar dapat memudahkan dalam proses analisis yang dilakukan.

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Cabai

Cabai termasuk ke dalam jenis tanaman hortikultura sayuran semusim. Tanaman jenis ini dapat berbentuk perdu, semak, rumput, atau pohon akar tunggang dengan akar samping yang dangkal serta memiliki banyak cabang pada bagian batangnya. Daunnya panjang, berwarna hijau tua dengan ujung yang

runcing (oblongus acutus). Cabai memiliki bunga sempurna dengan benang sari

yang saling lepas. Bentuknya seperti terompet kecil dan umumnya berwarna putih, walau ada juga yang berwarna ungu. Bentuk pertumbuhannya tegak pendek, menjulang, atau menjalar dengan hasil berupa umbi, bunga, buah atau biji (Fazlurrahman 2012).

Buah cabai yang masih muda berwarna hijau, tetapi ada pula yang putih kekuningan. Buah tua umumnya berwarna merah atau kuning. Di dalam ruangan buah terdapat banyak biji dan daging buahnya berupa keping-keping tidak berair.

(23)

7

juga terdapat minyak atheris yang memberi rasa pedas dan panas. Selain itu, buah cabai banyak mengandung vitamin A dan vitamin C yang baik bagi kesehatan.

Pada umumnya tanaman cabai jenis cabai merah keriting dapat ditanam di

daerah dataran tinggi maupun di dataran rendah, yaitu 500 – 1200 m di atas

permukaan laut, yang terdapat di seluruh Indonesia terutama di Pulau Jawa. Pengembangan tanaman cabai merah, lebih diarahkan ke areal pengembangan dengan ketinggian sedikit di bawah 800 m di atas permukaan laut. Terutama lokasi yang air irigasinya mengalir sepanjang tahun (Siregar 2011).

Pada musim penghujan umumnya tanaman cabai rentan akan berbagai macam penyakit. Diantaranya ialah tanaman cabai akan mudah layu akibat tanah yang becek atau kebanyakan air akibat hujan. Bunga tanaman cabai akan mudah gugur ketika sedang terkena hujan. Oleh karena itu tanaman cabai biasa ditanam pada awal kemarau atau pada akhir musim penghujan (Fazlurrahman 2012).

Peran Usaha Agribisnis Cabai

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki daratan yang sangat luas dimana mata pencaharian penduduknya sebagian besar adalah pada sektor pertanian. Pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan sektor tersebut adalah salah satu sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap total PDB nasional. Peranan sektor pertanian terhadap PDB Indonesia mengalami pertumbuhan dari 14.5 persen pada tahun 2008 menjadi 15.3 persen pada tahun 2009, sehingga sektor pertanian berada pada ranking kedua yang memiliki kontribusi terhadap PDB setelah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 26.4 persen (Siregar 2011).

Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memiliki peran penting dan strategis. Salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat ialah cabai. Cabai banyak digunakan sebagai bahan bumbu masakan sehari-hari oleh masyarakat Indonesia. Beragamnya jenis masakan nusantara yang menggunakan cabai sebagai bahan baku membuat kebutuhan akan cabai semakin besar (Fazlurrahman 2012).

Cabai merupakan produk hortikultura sayuran yang digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu cabai besar, cabai kecil dan cabai hias. Menurut Siregar (2011), diantara ketiga jenis cabai tersebut, cabai merah merupakan jenis yang paling banyak diperdagangkan dalam masyarakat. Cabai merah terdiri dari cabai merah besar dan cabai merah keriting. Sedangkan menurut Fazzlurrahman (2012), cabai rawit merupakan salah satu jenis cabai yang banyak dikonsumsi karena dapat meningkatkan selera makan.

Permintaan terhadap cabai semakin meningkat hal ini karena terdapat kecenderungan minat masyarakat terhadap sayuran yang terus meningkat. Hal tersebut merupakan salah satu perubahan dari pola hidup sehat yang telah menjadi salah satu gaya hidup masyarakat (Siregar 2011). Berbeda dengan Septianita (2010) yang melihat daya tarik agribisnis cabai merah selain nilai keuntungan yang berlipat apabila saat panen yang tepat, sarana produksi yang mudah didapat serta prospek penjualan bisa dijual secara eceran maupun dalam jumlah besar.

Aufa et al. (2011) menjelaskan bahwa pembangunan hortikultura diharapkan

(24)

8

keseimbangan gizi dalam pola makanan. Berdasarkan penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa tanaman cabai merupakan sebuah usaha yang sangat menguntungkan dilihat dari permintaan yang semakin meningkat dan nilai jual yang tinggi.

Permasalahan dalam Usahatani Cabai

Kegiatan usahatani cabai pada umumnya memiliki risiko yang sering dihadapi oleh petani. Fazlurrahman (2012) dalam penelitiannya yang berjudul

Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah (Capsicum Frutescens) Petani Mitra

PT. Indofood Fritolay Makmur dan Petani Nonmitra Di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut juga menjelaskan beberapa permasalahan/kendala yang dihadapi petani. Permasalahan utama antara lain risiko gagal panen, tidak adanya kepastian jual, harga yang berfluktuasi, kemungkinan rendahnya margin usaha, dan lemahnya akses pasar. Musim penghujan merupakan salah satu faktor pada budidaya yang menyebabkan penurunan jumlah produksi cabai rawit.

Fluktuasi harga merupakan sebuah kondisi tidak stabil, bervariasi dan sulit diperkirakan sedangkan harga merupakan nilai yang terbentuk akibat adanya permintaan dan penawaran dalam jumlah tertentu dalam sebuah mekanisme pasar. Fluktuasi harga pertanian merupakan sebuah kondisi harga pada komoditi pertanian dimana terjadi ketidakstabilan dengan selisih yang besar pada waktu yang berdekatan. Terjadinya fluktuasi ini sulit di perkirakan oleh berbagai pihak baik petani, pedagang, maupun pemerintah. Dampak negatif dari adanya kenaikan harga produk pertanian dirasakan oleh petani maupun pedagang. Namun seringkali petani merasakan kerugian terbesar sebab lemahnya posisi tawar para petani untuk ikut serta dalam mekanisme penentuan harga pasar.

Berbeda dengan Fazlurrahman, risiko lain yang dihadapi petani dijelaskan oleh Taufik (2010) dalam hukum permintaan dan penawaran, jika banyak barang yang ditawarkan maka harga akan turun. Sama hal nya dengan komoditas cabai merah, pada saat panen raya harganya turun drastis sehingga petani terpaksa menjual hasil panennya dengan harga yang rendah. Pada saat penawaran tinggi, maka dapat menyebabkan harga cabai melambung tinggi.

Siregar (2011) dalam penelitian yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Cabai Merah Keriting di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor menjelaskan bahwa permasalahan lain yang dihadapi pada cabang usahatani cabai merah keriting dapat didekati dari produktivitas tanaman, dimana peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan meningkatkan produksinya. Selain itu penggunaan input-input juga dapat mempengaruhi produksi. Apabila produktivitas belum optimal maka diduga dapat mempengaruhi kondisi pendapatan petani cabai merah keriting.

(25)

9

Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Cabai

Sebagai pelaku usahatani, petani mengharapkan keuntungan dari usaha yang dilakukannya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Septianita (2010) bagi petani dan pemilik faktor produksi, analisis pendapatan mempunyai arti penting karena akan memberikan bantuan dalam mengukur kegiatan usahataninya pada saat ini berhasil atau tidak.Oleh karena itu maka menarik untuk dilakukan penelitian besar pendapatan yang didapat dalam usahatani cabai merah dan bagaimana hubungan tingkat pendapatan usahatani cabai merah terhadap kelayakan hidup minimum petani (Septianita 2010).

Untuk melihat dampak dari adanya ketidakpastian yang dihadapi petani maka perlu dilakukan suatu analisis terhadap pendapatan petani cabai untuk melihat sejauh mana kegiatan usahatani cabai tersebut memberikan keuntungan pada petani. Disamping mempengaruhi pendapatan, produktivitas yang tidak optimal juga sangat erat kaitannya dengan penggunaan faktor produksi. Penggunaan faktor produksi perlu diperhatikan agar tidak terjadi penggunaan yang berlebihan yang dapat merugikan petani (Siregar 2011).

Menurut Taufik (2010) pendapatan usahatani cabai dipengaruhi oleh besarnya biaya yang dikeluarkan petani serta kemampuan pada penanganan pasca panen. Kegiatan pasca panen dilakukan untuk meningkatkan nilai jual, daya simpan, menyediakan bahan baku industry dan meningkatkan pendapatan petani.

Berbeda dengan Taufik, Aufa et al. (2011) melihat bahwa pendapatan usahatani

cabai dapat dibedakan dari cara bertanamnya. Budidaya tanaman secara organik dan nonorganik ternyata menimbulkan tingkat pendapatan yang berbeda. Selain itu, pola kemitraan juga menjadi faktor yang menentukan tingkat pendapatan yang didapat oleh petani. Pada penelitian milik Fazlurrahman (2012) dijelaskan bahwa kemitraan merupakan salah satu alternative bagi petani agar mendapat tingkat keuntungan yang diinginkan karena mendapat kepastian harga pada hasil produksinya.

Jenis Biaya pada Usahatani Cabai

Fazlurrahman (2012) dengan judul Pendapatan Usahatani Cabai Rawit

Merah (Capsicum freutescens) membedakan analisis pendapatan antara petani

mitra PT. Indofood Fritolay Makmur dan petani non mitra di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut. Biaya yang dikeluarkan oleh petani berbeda diantara petani yang bermitra maupun petani nonmitra. Hal ini bergantung pada jumlah penggunaan faktor-faktor input seperti pupuk dan obat-obatan. Selain jumlah yang mempengaruhi, jenis dari input tersebut juga turut mempengaruhi. Selain itu perbedaan biaya yang dikeluarkan juga untuk penggunaan tenaga kerja, perawatan dan proses pemanenan yang dilakukan. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga baik petani mitra maupun non mitra secara berturut-turut paling banyak digunakan pada kegiatan pemanenan, pemeliharaan, pengolahan lahan dan pemupukan tambahan. Dari hasil analisis diketahui bahwa pendapatan usahatani petani mitra lebih besar dari pada petani non mitra. Hal ini disebabkan pada tingkat efisiensi petani dalam menanam cabai.

(26)

10

dilakukan untuk mengetahui kegiatan usahatani dan penanganan pascapanen cabai merah untuk meningkatan nilai jual dan daya simpan dalam upaya menunjang penyediaan bahan baku industri dan meningkatkan pendapatan petani. Analisis menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa komoditas cabai merah berciri komersial dan memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Dalam analisisnya diketahui bahwa penggunaan faktor produksi seperti mulsa plastik, jerami dan sekam mempengaruhi tingkat pendapatan usahatani yang didapatkan. Penanganan pascapanen cabai yang masih sederhana menyebabkan tingkat kerusakan yang cukup tinggi, mencapai 40%. Oleh karena itu, penanganan pascapanen cabai merah perlu diperbaiki mulai dari panen, pengemasan, pengangkutan hingga penyimpanan untuk meningkatkan daya simpan, nilai jual produk, dan pendapatan petani.

Penelitian selanjutnya yaitu dilakukan oleh Nining Mayanti Siregar (2011) yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Cabai Merah Keriting di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa upaya peningkatan pendapatan usahatani cabai merah keriting dapat dilakukan dengan memperhatikan penggunaan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting. Faktor yang dapat meningkatkan produksi diantaranya ialah pupuk, benih dan penggunaan tenaga kerja. Sementara untuk faktor produksi seperti pestisida dan nutrisi apabila dilakukan penambahan maka akan menyebabkan penurunan jumlah produksi dan peningkatan jumlah produksi.

R/C Usahatani Cabai

Penelitian usahatani yang dilakukan oleh Fazlurrahman (2012)

memperlihatkan bahwa pendapatan petani mitra lebih tinggi dibandingkan dengan petani non mitra. Nilai R/C rasio atas biaya total petani mitra sebesar 3.69 sedangkan nilai R/C rasio atas biaya total petani nonmitra di Desa Cigedug adalah sebesar 2.43. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kegiatan usahatani pada petani mitra lebih efisien daripada petani nonmitra. Nilai R/C tersebut juga menunjukkan bahwa seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses usahatani cabai dapat tertutupi oleh pendapatan yang dihasilkan. Dengan kemitraan yang dijalankan, membuat petani mendapatkan kepastian terhadap harga cabai. Petani mitra mendapat harga yang tetap, sedangkan petani nonmitra mengikuti perubahan harga cabai yang berfluktuasi. Oleh sebab itu petani nonmitra memiliki nilai R/C yang lebih rendah.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Fazlurrahman, Taufiq (2010) menganalisis cara lain yang dapat meningkatkan pendapatan yaitu dengan penggunaan faktor produksi berupa mulsa, jerami dan sekam. Penggunaan mulsa tersebut dapat meningkatkan pendapatan petani sebesar Rp10.38 juta/ha, jerami padi sebesar Rp7.34/ha juta dan mulsa sekam Rp3.64 juta/ha. Namun hanya mulsa plastic dan sekam yang layak secara ekonomi dengan nilai B/C masing-masing 1.68 dan 1.27. Penanganan pasca panen pada tahap panen, pengemasan dan pengangkutan dapat meningkatkan pendapatan petani.

(27)

11

dan R/C atas biaya total menunjukkan nilai lebih dari satu yaitu sebesar 2.65 dan 2.46. Penerimaan ini berarti dapat menutupi biaya yang dikeluarkan oleh petani. Selain itu faktor yang apat mempengaruhi produksi cabai ialah penggunaan benih, pupuk kandang, pupuk NPK dan tenaga kerja.

Berdasarkan penelitian yang terdahulu dapat disimpulkan bahwa usahatani cabai layak untuk diusahakan dilihat dari nilai R/C yang didapatkan. Namun, untuk mengetahui manfaat tersebut perlu dianalisis bagaimana kontribusinya pada pendapatan rumahtangga petani sehingga diketahui peran serta dari usahatani cabai.

Kontribusi Pendapatan Usahatani terhadap Total Pendapatan Rumahtangga Petani

Penelitian mengenai kontribusi pendapatan usahatani cabai terhadap total pendapatan rumahtangga belum pernah dilakukan sebelumnya. Namun, penelitian yang berkaitan dengan kontribusi pendapatan dilakukan pada komoditas buncis dan kacang panjang oleh Septianita dengan judul Analisis Perbandingan

Kontribusi Pendapatan Usahatani Kacang Panjang (Vigna sinensis) dan Buncis

(Phaseolus vulgaris) Terhadap Pendapatan Petani di Desa Batumarta VII Kec. Madang Suku III Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur.

Pada penelitian milik Septianita (2010) mengenai kontribusi pendapatan kacang panjang dan buncis menunjukkan rata-rata pendapatan keluarga yang diperoleh oleh petani contoh di Desa Batumarta VII terdiri dari petani contoh yang mengusahakan kacang panjang sebesar Rp6 680 556 yang terdiri dari pendapatan usahatani kacang panjang Rp4 047 223 atau 60.58 persen dan luar usahatani Rp2 633 333 atau 39.42 persen. Sedangkan untuk petani contoh yang mengusahakan buncis diketahui pedapatan keseluruhan petani dari usahatani buncis dan luar usahatani sebesar Rp12 020 499 yang terdiri dari pendapatan usahatani kacang panjang Rp5 533 333 atau 53.97 persen dan luar usahatani Rp5 533 333 atau 46.03 persen. Dari penelitian milik Septianita dapat ditarik kesimpulan bahwa sumber utama pendapatan petani masih berada di sektor pertanian dengan besaran kontribusi sektor pertanian melebihi 50,00 persen.

Ruauw et al. (2010) juga melakukan penelitian yang berkaitan dengan

(28)

12

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Usahatani

Ilmu usahatani pada dasarnya merupakan sebuah ilmu untuk memperhatikan cara-cara petani dalam memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja, modal, waktu, pengelolaan) yang terbatas jumlahnya untuk mencapai tujuannya

(Sokertawi et al. 1984). Ilmu usahatani merupakan setiap organisasi dari alam,

kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian.

Soekartawi et al. (1984) menambahkan bahwa tujuan berusahatani adalah

memaksimalkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Konsep

memaksimumkan keuntungan merupakan sebuah cara dimana sumberdaya yang jumlahnya sangat terbatas dialokasikan sebaik mungkin untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum. Sedangkan konsep meminimumkan biaya merupakan sebuah cara untuk menghasilkan produksi suatu barang dengan tingkat biaya seminimum mungkin.

Usahatani di Indonesia memiliki beberapa ciri, diantaranya lahan yang sempit, permodalan terbatas, keterampilan dan manajemen petani rendah, produktivitas dan efisiensi rendah dan pendapatan yang rendah, dll. Ciri tersebut mempengaruhi corak usahatani di Indonesia yaitu lebih kepada subsisten yang merupakan kegiatan usahatani yang tujuan berproduksinya untuk memenuhi kebutuhan keluarga petani. Menurut Hernanto (1988), terdapat empat unsur pokok yang selalu ada dalam sebuah usahatani atau yang sering disebut dengan faktor-faktor produksi. Unsur-unsur tersebut terdiri dari lahan, tenaga kerja, modal dan pengelolaan atau manajemen. Empat faktor produksi penting dalam kegiatan usahatani, yaitu :

1. Lahan

Lahan pada dasarnya merupakan sebuah tempat dimana diselenggarakan kegiatan produksi pertanian seperti bercocok tanam dan pemeliharaan hewan ternak serta ikan. Selain itu lahan juga sebagai pemukiman keluarga petani. Luasan lahan sifatnya sangat terbatas dibandingkan dengan faktor produksi lainnya. Lahan merupakan unsur produksi yang tidak dapat dipindah-pindahkan tempatnya. Pengertian dapat dipindahkan hanya terjadi yaitu seperti diperjualbelikan sehingga terjadi pergantian pemilik.

Klasifikasi lahan dapat digolongkan menjadi lahan sawah/basah, lahan darat/kering, lahan tegal, lahan lebak dan pasang surut. Selain klasifikasi lahan, terdapat juga klasifikasi berdasarkan kepada status. Status penguasaan lahan dapat berupa lahan milik sendiri ataupun lahan milik oranglain. Lahan usahatani dapat diperoleh dengan berbagai cara yaitu membeli lahan, menyewa lahan, bagi hasil atau sakap, menggadai lahan dan meminjam lahan dengan hak pakai dan hak guna usaha (HGU).

2. Tenaga Kerja

(29)

13

usahatani yang sifatnya tidak tetap dan disesuaikan dengan keadaan alam. Hal ini menyebabkan kebutuhan tenaga kerja yang bervariasi dari waktu ke waktu.Di dalam usahatani, tenaga kerja diperlukan untuk menyelesaikan berbagai kegiatan dalam rangka kegiatan usahatani. Jenis tenaga kerja pada usahatani yaitu tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak dan tenaga kerja mesin. Sumber tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Upah tenaga kerja dapat berbentuk uang tunai maupun natura (benda: makan, rokok, produk, dll).

3. Modal

Modal sering diartikan sebagai sumberdaya fisik yang dapat membantuproduktivitas tenaga kerja dan juga menciptakan kekayaan usahatani. Pengelompokan modal usahatani dapat dibedakan menjadi asset tetap dan asset kerja. Asset tetap terdiri dari lahan, bangunan, mesin, tanaman di lapangan dan ternak kerja. Sedangkat asset kerja/variabel terdiri dari uang tunai, sarana produksi seperti bibit, pupuk, pestisida yang tersimpan dalam gudang, stok produksi dan piutang. Cara memperoleh modal dapat bermacam-macam yaitu modal berasal dari milik sendiri dan modal berasal dari luar (sewa, hutang, kredit).

4. Manajemen

Manajemen merupakan sebuah kegiatan pengelolaan yang sangat penting dijalankan dalam usahatani. Manajemen dapat dibagi kedalam empat proses yaitu perencanaan, pengaturan, pelaksanaan dan

pengawasan. Pentingnya manajemen dilakukan karena dapat

mempengaruhi tingkat pendapatan yang dihasilkan apabila dilakukan dengan baik.

Biaya Usahatani

Biaya usahatani merupakan semua pengeluaran baik dalam bentuk uang tunai maupun barang untuk menghasilkan suatu produk dalam satu periode

produksi dalam kegiatan usahatani. Soekartawi et al. (1984) mendefinisikan biaya

usahatani meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan tidak habis terpakai dalam satu kali periode produksi. Biaya tetap relatif tetap jumlahnya dan tidak berpengaruh terhadap besarnya jumlah produksi. Biaya tetap meliputi pajak, penyusutan alat produksi, bunga pinjaman, sewa lahan dan iuran irigasi. Sedangkan biaya variabel didefinisikan sebagai pengeluaran yang jumlahnya berubah tergantung pada jumlah produksi. Biaya variabel meliputi biaya input produksi yang digunakan dan upah tenaga kerja.

(30)

14

dalam keluarga dan bibit dari hasil produksi sebelumnya masuk ke dalam biaya diperhitungkan.

Pendapatan Usahatani

Analisis pendapatan dilakukan untuk mengetahui bagaimana kondisi sekarang dari sebuah kegiatan usahatani dan untuk menggambarkan keadaan yang akan datang sehingga petani dapat mengambil keputusan terbaik. Analisis pendapatan dapat memberikan manfaat bagi petani berupa pengetahuan apakah kegiatan usahatani yang dijalani menguntungkan atau tidak. Menurut Soekartawi et al (1984), keuntungan atau profit adalah pendapatan yang diterima oleh seseorang dari penjualan produk barang maupun produk jasa yang dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam membiayai produk barang maupun

produk jasa tersebut. Pendapatan kotor usahatani (gross farm income)

didefinisikan sebagai nillai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumya selama satu tahun. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran

total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan

bersih usahatani mengukur berapa besar imbalan yang diperoleh oleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Menurut Hernanto (1988), besarnya pendapatan yang akan diperoleh petani dari suatu kegiatan usahatani yang diusahakannya tergantung dari beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti luasan lahan, tingkat produksi, identitas pengusaha, pertanaman dan efisiensi penggunaan tenaga kerja. Harga dan produktivitas merupakan sumber dari faktor ketidakpastian, sehingga bila harga dan produksi berubah maka pendapatan yang diterima petani juga berubah (Soekartawi, 1990).

Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)

Analisis R/C rasio digunakan untuk mengetahui kelayakan usahatani dengan membandingkan antara total penerimaan dengan total biaya. Rasio R/C ini menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk memproduksi tiap satuan produksi. Hasil dari perhitungan ini dapat dijadikan acuan bagi keputusan petani apakah akan melanjutkan usahatani tersebut atau tidak. Usahatani yang dilakukan telah efisien apabila nilai R/C lebih besar dari pada 1 (R/C>1). Hal ini berarti setiap Rp1.00 biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan lebih dari Rp1.00. Sebaliknya jika nilai rasio R/C lebih kecil dari pada satu (R/C<1) maka untuk setiap Rp1.00 biaya yang dikeluarkan oleh petani akan memberikan penerimanaan lebih kecil dari Rp1.00. Sehingga dapat disimpulkan bahwa usahatani tersebut dinilai tidak efisien.

Semakin tinggi nilai R/C, semakin menguntungkan usahatani tersebut (Gray et al

1992). Apabila nilai R/C=1 maka usahatani mengalami impas karena penerimaan yang didapat sama dengan biaya yang dikeluarkan.

Kontribusi Pendapatan Usahatani terhadap Total Pendapatan Rumahtangga Petani

Menurut Soekartawiet al (1984) pendapatan rumahtangga ialah penghasilan

(31)

15

penghasilan bersih usahatani yang dilakukan oleh rumahtangga petani. Sementara pendapatan luar usahatani adalah pendapatan yang diperoleh akibat dari bekerja di luar usahatani seperti berdagang dan mengojek. Petani di pedesaan khususnya petani kecil sangat tergantung dari pendapatan di sektor non pertanian sehingga kaitan keberhasilan sektor pertanian dan non pertanian di pedesaan sangatlah kuat. Umumnya pendapatan petani di desa tidak hanya berasal dari satu sumber namun berasal dari dua atau lebih sumber pendapatan. Kontribusi pendapatan usahatani dapat diartikan sebagai besarnya sumbangan atau bagian pendapatan dari usahatani terhadap keseluruhan pendapatan petani dari usahataninya maupun non

usahatani (Ruauw et al. 2010).

Kerangka Pemikiran Operasional

Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sering mengalami fluktuasi harga secara tajam, sementara usahatani cabai mayoritas dilakukan oleh

petani dibandingkan dengan sayuran hortikultura semusim lainnya.

Permintaannya terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Namun, seringkali jumlah permintaan dan produksi tidak seimbang dan menyebabkan fluktuasi harga apabila dilihat secara bulanan. Harga jual dari cabai merah keriting cenderung rendah pada saat musim panen dan melambung tinggi pada saat hari raya/besar. Penelitian ini dilakukan berdasarkan pada permasalahan yang terjadi pada komoditas cabai yang menyebabkan ketidakpastian pendapatan petani. Pendapatan petani merupakan variabel penting dalam melihat kesejahteraan petani, maka fluktuasi harga akan sangat mempengaruhi pendapatan petani. Selain itu juga dianalisis mengenai peran serta usahatani cabai dengan melihat kontribusinya pada pendapatan rumahtangga petani. Setelah diketahui besaran kontribusinya maka dapat dianalisis bagaimana dampak fluktuasi harga terhadap pendapatan petani.

Kabupaten Bogor merupakan wilayah yang memiliki potensi untuk mengembangkan tanaman hortikultura khususnya cabai merah keriting. Kondisi alam yang sedikit dingin dan disinari matahari menjadikan tempat tersebut strategis untuk menanam cabai merah keriting. Kegiatan usahatani cabai merah keriting harus dilakukan dengan efisien agar dapat menghasilkan keuntungan yang maksimum bagi petani. Alat analisis untuk mengetahui besarnya keuntungan usahatani dilakukan dengan analisis pendapatan usahatani. Identifikasi biaya dan penerimaan diperlukan dalam analisis pendapatan usahatani tersebut. Kemudian penerimaan akan diketahui dengan melihat harga jual dari produk yang dihasilkan. Keuntungan diperoleh dari total penerimaan dikurangi biaya yang dikeluarkan oleh petani. Penerimaan yang diterima untuk setiap satuan unit biaya yang dikeluarkan dapat dihitung dengan pendekatan rasio R/C. Usahatani tersebut dapat dikatakan menguntungkan apabila nilai R/C rasio lebih dari satu. Dengan analisis pendapatan usahatani pada petani cabai yang akan diketahui apakah kegiatan tersebuttelah mengahasilkan keuntungan atau bahkan tidak layak untuk dijalankan. Selain menganalisis tingkat efisiensi usahatani cabai, peneliti juga menganalisis peran usahatani cabai dalam pendapatan rumahtangga dengan

melihat besarnya share pendapatan usahatani cabai terhadap total pendapatan

(32)

16

dapat dijadikan bahan acuan para petani ataupun pemerintah untuk mengembangkan usahatani cabai merah keriting, Bagan alur kerangka pemikiran dari usahatani cabai merah keriting dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 4 Kerangka pemikiran operasional

Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sering mengalami fluktuasi harga secara tajam, sementara usahatani cabai mayoritas dilakukan oleh petani dibandingkan dengan sayuran hortikultura semusim lainnya.

Terjadinya fluktuasi harga cabai apabila dilihat secara bulanan akibat dari

permintaan dan penawaran yang tidak seimbang pada saat on-seasons dan

off-seasons.

Mempengaruhi pendapatan petani yang merupakan variabel utama dalam menilai kesejahteraan petani.

Diperlukannya analisis pendapatan usahatani cabai merah dan kontribusinya pada pendapatan rumahtangga petani untuk melihat bagaimana pengaruh fluktuasi harga yang terjadi.

Analisis Pendapatan Usahatani

1. Penerimaan Usahatani

2. Biaya Usahatani

3. Pendapatan Usahatani

4. Efisiensi Biaya (R/C)

Analisis Kontribusi

1. Persentase Kontribusi

pendapatan usahatani cabai pada pendapatan rumahtangga petani

2. Analisis dampak

fluktuasi harga

1. Menyimpulkan apakah usahatani cabai menguntungkan atau tidak

2. Menganalisis peran usahatani cabai merah keriting dilihat dari besaran

kontribusinya pada pendapatan rumahtangga petani

3. Menganalisis dampak fluktuasi harga pada pendapatan usahatani cabai

(33)

17

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa

Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive. Pemilihan lokasi

didapat dengan pertimbangan Kecamatan Ciawi memiliki tingkat produksi cabai terbesar dibandingkan dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Bogor (Lampiran 3). Selain itu masyarakat kecamatan ciawi telah menjadikan cabai sebagai komoditas unggulan yang ditanam secara rutin. Dimana hal ini didukung oleh kondisi geografis yang cocok untuk pertumbuhan cabai. Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2015.

Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel

Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data primer didapat dengan melakukan observasi langsung di daerah penelitian serta melakukan wawancara menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Metode yang digunakan adalah wawancara langsung kepada petani sebagai responden dengan menggunakan kuisioner sebagai alat bantu. Kegiatan wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi dan kegiatan yang dilakukan oleh para petani baik dari kegiatan budidaya sampai pada tahap pemasaran. Selain itu juga pengamatan langsung dilakukan pada petani yang sedang menanam cabai pada saat penelitian.

Data primer pada penelitian ini mencakup karakteristik responden, struktur biaya yang dikeluarkan, jumlah produksi, serta informasi lain yang dapat berguna bagi penelitian ini. Sedangkan data sekunder di dapat dari instansi-instansi terkait yakni Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Pusat Data dan Informasi Pertanian (Pusdatin), Kementerian Perdagangan serta hasil-hasil penelitian berupa publikasi-publikasi dan jurnal-jurnal pertanian. Selain itu, data sekunder juga didapat dari situs web internet, bulletin, literature-literatur serta sumber-sumber yang terkait dengan topik penelitian.

Metode Penarikan Contoh

Responden dalam penelitian ini adalah petani yang menanam cabai di Kecamatan Ciawi. Jenis cabai yang diteliti berdasarkan jenis cabai yang ditanam oleh petani yaitu cabai merah keriting. Penentuan petani responden dilakukan

menggunakan metode snowball sampling, hal ini dilakukan karena tidak terdapat

(34)

18

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif kemudian dilakukan pengolahan dan analisis data menggunakan metode statistik deskriptif. Analisis statistic deskritptif meliputi analisis pendapatan usahatani yang berdasarkan pada penerimaan dan biaya usahatani, sedangkan R/C rasio digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani tersebut. Untuk analisis kontribusi pendapatan akan dihitung besarannya dibandingkan dengan sumber pendapatan dari sektor lain. Selain itu, untuk mengetahui dampak fluktuasi harga maka dibuat dua skenario dalam penghitungan menggunakan data harga jual cabai yang terjadi pada petani. Skenario pertama yaitu perhitungan pendapatan menggunakan harga terendah dan skenario kedua menghitung pendapatan menggunakan harga tertinggi yang terjadi

di lapangan. Data yang diperoleh diolah dengan bantuan Microsoft office excel

dan kalkulator.

Analisis Keragaan Usahatani

Analisis keragaan usahatani dianalisis secara deskriptif dengan mengamati secara langsung proses usahatani mulai dari persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan hingga pemanenan. Analisis ini juga ditunjang dengan data-data primer yang diperoleh melalui proses wawancara langsung terhadap petani responden. Analisis keragaan usahatani digunakan untuk mengetahui secara detail kegiatan usahatani yang berlangsung mulai dari sarana produksi yang digunakan hingga teknik budidaya yang digunakan oleh masing-masing petani responden. Keragaan usahatani ini dapat memberi penjelasan tentang hasil produksi serta biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani yang dijalankan.

Analisis Pendapatan Usahatani

Pendapatan merupakan balas jasa yang diterima oleh petani atas penggunaan faktor-faktor produksi seperti lahan, modal, dan tenaga kerja. Untuk menghitung pendapatan bersih usahatani maka harus dihitung terlebih dahulu penerimaan total kemudian dikurangkan dengan semua biaya yang telah dikeluarkan, baik biaya tunai maupun tidak tunai (Soekartawi 1984). Penerimaan

total usahatani (total farm revenue) merupakan nilai produk dari usahatani yaitu

harga produk dikalikan dengan total produksi periode tertentu. Total biaya atau pengeluaran adalah semua nilai faktor produksi yang dipergunakan untuk menghasilkan suatu produk dalam periode tertentu. Secara matematis tingkat pendapatan usahatani dapat ditulis sebagai berikut (Soekartawi 1986) :

TR = P x Q

TC = biaya tunai + biaya diperhitungkan

� atas biaya total = TR –TC

Keterangan :

TR : total penerimaan usahatani (Rp)

TC : total biaya usahatani (Rp)

P : harga output (Rp/Kg)

Q : jumlah output (Kg)

(35)

19

Biaya tunai digunakan untuk melihat seberapa besar likuiditas tunai yang dibutuhkan petani untuk menjalankan kegiatan usahataninya. Biaya tunai terdiri dari sarana produksi, tenaga kerja luar keluarga, dan pajak dan sewa lahan. Biaya tidak tunai digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani jika penyusutan, bibit sendiri dan nilai kerja keluarga diperhitungkan. Biaya yang diperhitungkan meliputi, penyusutan alat dan tenaga kerja dalam keluarga serta biaya bibit sendiri.

Biaya penyusutan alat-alat pertanian diperhitungkan dengan membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang ditafsirkan dengan lamanya modal pakai. Metode yang digunakan ini adalah metode garis lurus. Metode ini digunakan karena jumlah penyusutan alat tiap tahunnya dianggap sama dan diasumsikan tidak laku bila tidak dijual. Rumus yang digunakan yaitu (Soekartawi 2006) :

Biaya penyusutan : � −�

Dengan :

Nb = nilai pembelian (Rp)

Ns = tafsiran nilai sisa (Rp)

N = jangka usia ekonomis (Tahun)

Selain menghitung pendapatan bersih, penelitian ini juga menghitung

imbalan atas modal (return to capital) dengan mengurangkan pendapatan bersih

dengan nilai kerja keluarga. Untuk keperluan ini, kerja keluarga dinilai menurut tingkat upah yang berlaku. Biasanya hasilnya dinyatakan dalam bentuk persen

terhadap nilai seluruh modal. Kemudian juga dihitung imbalan atas modal (return

to farm equity capital) dengan cara mengurangkan nilai kerja keluargadari penghasilan bersih usahatani. Ukuran ini pun umumnya dinyatakan dalam persen terhadap nilai modal petani.

= − � 100%

= −

Analisis Perbandingan Penerimaan dan Biaya (R/C-ratio)

Salah satu ukuran efisiensi penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan (revenue cost ratio) adalah analisis R/C. Analisis R/C rasio dalam usahatani menunjukkan perbandingan antara nilai output terhadap nilai inputnya yang bertujuan untuk mengetahui kelayakan dari usahatani yang dilaksanakan. Selain itu R/C rasio juga merupakan perbandingan antara penerimaan dengan pengeluaran usahatani.

(36)

20

imbangan penerimaan dan biaya usahatani adalah sebagai berikut (Soekartawi 1986) :

R/C rasio atas biaya tunai = TR / biaya tunai

R/C rasio atas biaya total = TR / TC

Keterangan :

TR : total penerimaan usahatani (Rp)

TC : total biaya usahatani (Rp)

Secara teoritis R/C menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar nilai R/C. Suatu usaha dapat dikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan apabila nilai R/C rasio lebih besar dari satu (R/C > 1), makin tinggi nilai R/C menunjukkan bahwa penerimaan yang diperoleh semakin lebih besar dari tiap unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Namun apabila nilai R/C lebih kecil dari satu (R/C < 1), usaha ini tidak mendatangkan keuntungan sehingga tidak layak untuk diusahakan karena penerimaan yang diterima lebih kecil dari tiap unit yang dikeluarkan.

Analisis Kontribusi Pendapatan

Analisis kontribusi atau proporsi dilakukan dengan membandingkan pendapatan yang diperoleh dari usahatani cabai merah keriting dengan pendapatan yang diperoleh dari sumber lainnya yaitu pendapatan usahatani selain cabai dan pendapatan dari luar sektor pertanian dan dianalisis secara statistic deskriptif berupa penyajian tabel dan persentasenya (Bahua 2013). Analisis kontribusi ditentukan dengan menggunakan rumus dari Tan (1997), yaitu:

� = � 100%

Dimana: Y = Proporsi Pendapatan

A = Jumlah pendapatan usahatani cabai merah keriting B = Pendapatan rumahtangga petani

Indeks Diversifikasi

Indeks Diversifikasi merupakan indeks untuk mengukur keragaan diversifikasi dalam konteks perusahaan ataupun usahatani. Indeks diversifikasi pertanian dapat diukur dengan menggunakan ru,us Indeks Diversifikasi Simpson. Semakin besar nilai diversifikasi Simpson, maka semakin banyak jenis komoditi pertanian yang ditanam oleh petani. Artinya, kegiatan usahatani yang dilakukan semakin terdiversifikasi. Indeks Diversifikasi pertanian dapat dihitung menggunakan rumus berikut:

� = 1−( =1

(37)

21

Dimana,

Qi = Penerimaan masing-masing komoditi

N = Jenis komoditas

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Karakteristik Wilayah

Kondisi Geografi

Lokasi penelitian yang dilakukan berada di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data yang didapatkan, Kecamatan Ciawi memiliki luas wilayah sebesar 3 726.52 Ha yang terbagi ke dalam 13 desa. Total jumlah penduduk yang terdaftar yaitu 98 853 jiwa dengan kepadatan 3815.9 jiwa/km-2. Kecamatan Ciawi memliki batas-batas wilayah, yaitu:

a. Batas sebelah Utara : Kecamatan Megamendung

b. Batas sebelah Barat : Kota Bogor

c. Batas sebelah Selatan : Kecamatan Caringin

d. Batas sebelah Timur : Kecamatan Cisarua

Luas lahan yang dimiliki Kecamatan Ciawi menurut penggunaannya di Kecamatan Ciawi pada tahun 2014 terbagi menjadi tanah sawah, tanah kering, fasilitas umum, perkebunan dan tanah hak guna usaha. Rincian luas penggunaan lahan dan persentasenya dapat dilihat pada Tabel2.

Tabel 2 Luas penggunaan lahan dan persentasenya di Kecamatan Ciawi tahun 2014

Penggunaan Lahan Luas Lahan (Ha) Persentase (%)

Tanah Sawah 1 970.30 52.87

Tanah Kering 1 376.00 36.92

Fasilitas Umum 10.22 0.27

Perkebunan 125.00 3.35

Tanah Hak Guna Usaha 245.00 6.57

Total 3 726.52 100.00

Sumber: Data Monografi Kecamatan Ciawi (2015)

(38)

22

Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian

Jumlah penduduk di Kecamatan Ciawi pada tahun 2014 mencapai 98 853 jiwa dengan persentase jumlah penduduk laki-laki lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan.Jumlah penduduk Kecamatan Ciawi menurut jenis kelamin secara rinci dapat dilihat pada tabel dibawah.

Tabel 3 Jumlah penduduk Kecamatan Ciawi menurut umur dan jenis kelamin tahun 2014

Golongan umur Laki-Laki (Jiwa) Perempuan (Jiwa) Persentase (%)

Laki-laki Perempuan

0-18 19 273 18 256 37.79 38.15

18-45 22 015 20 801 43.17 43.47

>45 9 712 8 796 19.04 18.38

Jumlah 51 000 47 853 100.00 100.00

Sumber: Data Monografi Kecamatan Ciawi (2015)

Jumlah penduduk laki-laki sebesar 51.59 persen dan penduduk perempuan sebesar 48.41 persen. Sebagian besar penduduk di Kecamatan Ciawi baik laki-laki maupun perempuan berada pada usia produktif yaitu antara usia 18 sampai 45 tahun. Persentase jumlah penduduk laki-laki yang berada pada usia produktif ialah sebesar 43.17 persen dan penduduk perempuan pada usia produktif sebesar 43.47 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Kecamatan Ciawi sangat berpotensi dalam mengembangkan pertanian. Apabila dilihat dari jenis pekerjaannya, penduduk yang bekerja sebagai petani menempati posisi ketiga.

Tabel 4 Jenis pekerjaan masyarakat di Kecamatan Ciawi tahun 2014

Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)

Petani Penggarap tanah 5 481 15.30

Buruh Tani 6 969 19.46

Pengrajin/industri kecil 1 271 3.55

Buruh Industri 10 722 29.94

Sumber: Data Monografi Kecamatan Ciawi (2015)

(39)

23

tidak berasal dari pekerjaan sebagai petani. Namun apabila dilihat dari potensi luasan lahan yang digunakan, maka sektor pertanian sangat berpotensi untuk dikembangkan. Selain itu, berdasarkan data dari BP3K Kecamatan Ciawi, jumlah kepala keluarga yang bekerja pada jenis usahatani tahun 2013 terbagi ke dalam usaha pertanian, usaha peternakan, usaha perikanan dan usaha kehutanan. Secara rinci jumlah kepala keluarga yang bekerja berdasarkan jenis usahataninya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Jumlah kepala keluarga berdasarkan jenis usahatani tahun 2014 di Kecamatan Ciawi

Jenis Pekerjaan Jumlah Kepala Keluarga Persentase (%)

Usaha Pertanian 5 763 69.98

Usaha Peternakan 2 011 24.42

Usaha Perikanan 418 5.08

Usaha Kehutanan 43 0.52

Jumlah 8 235 100.00

Sumber: Data Programa Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan BP3K Wilayah Ciawi (2015)

Berdasarkan data pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa usaha pertanian menempati posisi pertama dalam memberikan pendapatan bagi rumahtangga petani. Hal ini berdasarkan jumlah kepala keluarga yang bekerja pada usaha pertanian dengan persentase terbesar yaitu 69.98 persen. Usaha pertanian merupakan sumber pendapatan yang sangat penting bagi rumahtangga petani dibandingkan dengan usaha peternakan, perikanan dan kehutanan.

Jika dilihat dari tingkat pendidikan, dari 98 853 jiwa hanya 21 541 jiwa yang terdaftar di tingkat pendidikan. Pada tahun 2014, penduduk Kecamatan Ciawi didominasi oleh penduduk yang bersekolah di tingkat Sekolah Dasar sebanyak 53 persen. Tingkat pendidikan dapat dilihat secara rinci pada Tabel 6 dibawah ini.

Tabel 6 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Kecamatam Ciawi

Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

SD 11 331 52.60

SMP 6 294 29.22

SMU 1 566 7.27

SMK 2 350 10.91

Total 21 541 100.00

Sumber: Kecamatan Ciawi dalam angka (2015)

Karakteristik Petani Responden

Petani responden dalam penelitian ini merupakan petani yang menanam cabai merah keriting sebanyak tiga puluh orang yang berada di Kecamatan Ciawi.

(40)

24

terdapat data jumlah petani di Kecamatan Ciawi. Terdapat beberapa karakteristik petani responden dintaranya yaitu usia, pendidikan, pengalaman budidaya, luas lahan, dan status kepemilikan lahan. Karakteristik tersebut dianggap penting dan dapat mempengaruhi dalam struktur biaya, penerimaan, pendapatan dan produktivitas yang didapat oleh petani.

Jenis Kelamin

Petani yang menjadi responden dalam penelitian ini seluruhnya berjenis kelamin laki-laki dan merupakan kepala rumahtangga. Dapat dilihat dari jenis kelamin menunjukkan bahwa pekerjaan pada bidang pertanian membutuhkan tenaga yang kuat sehingga laki-laki lebih banyak bekerja sebagai petani.

Tabel 7 Jenis kelamin petani responden di Kecamatan Ciawi tahun 2015

Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)

Pria 30 100.00

Wanita 0 0.00

Total 30 100.00

Usia

Petani cabai merah keriting di Kecamatan Ciawi menurut usinya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu responden petani dengan usia di

bawah 20 tahun, 21 – 50 tahun, dan usia di atas 51 tahun. berdasarkan pembagian

kelompok umur dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 8 Jumlah petani responden berdasarkan kriteria usia di Kecamatan Ciawi tahun 2015

Kelompok Umur Jumlah (orang) Persentase (%)

< 20 0 0.00

21-50 25 83.33

> 50 5 16.67

Total 30 100.00

Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa petani cabai merah keriting yang menjadi responden sebanyak 83.33 persen berada di usia produktif dalam bekerja yaitu usia 21 sampai dengan 50 tahun. Sisanya 16.67 persen merupakan petani responden dengan umur di atas 50 tahun atau sudah memasuki usia non produktif. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani memiliki kemampuan secara biologis dan psikologis dalam menjalankan usahataninya.

Tingkat pendidikan

Gambar

Tabel 1 Luas panen, produksi, dan produktivitas cabai di Indonesia tahun 2003 -2013a
Gambar 3  Rata-rata harga bulanan cabai Bulan September 2010 – Maret 2015
Gambar 4  Kerangka pemikiran operasional
Tabel 2 Luas penggunaan lahan dan persentasenya di Kecamatan Ciawi tahun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu cara yang ia lakukan adalah memotivasi seluruh karyawan untuk jauh lebih baik dalam bekerja sehingga prestasi yang pernah dicapai akan terus meningkat, dengan kata

Ketua Program Studi Industri Kecil Menengah. __

Untuk itu dibuatlah sebuah aplikasi back office yang fungsinya digunakan untuk mengolah data-data menjadi lebih terotomatisasi dan mengurangi ketergantungan kepada pihak

interpreted to diagnose the problem and solve it.. 3) Research data collection, means information gathered. to get a clear explanation or understanding about

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara konformitas dengan aspek risk-taking behavior yaitu exploratory risk behavior pada remaja awal (r = 0.224, p = 0.031 &lt; 0.05),

Berdasarkan analisis data tentang bentuk, fungsi dan, makna numeralia BMDKH, dapat disimpulkan bahwa bentuk numeralia bahasa Melayu dialek Kapuas Hulu khususnya

Setelah diterapkannya pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah (problem solving) tersebut terjadi peningkatan motivasi dan prestasi belajar matematika siswa

[r]