• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penilaian Kondisi Kesehatan Tegakan di Areal Pasca Tambang PT Antam Tbk UBPE Pongkor, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penilaian Kondisi Kesehatan Tegakan di Areal Pasca Tambang PT Antam Tbk UBPE Pongkor, Jawa Barat"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PENILAIAN KONDISI KESEHATAN TEGAKAN DI AREAL

PASCA TAMBANG PT ANTAM Tbk UBPE PONGKOR, JAWA

BARAT

R. ARYA DARMANSYAH

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penilaian Kondisi Kesehatan Tegakan di Areal Pasca Tambang PT Antam Tbk UBPE Pongkor, Jawa Baratadalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

R. ARYA DARMANSYAH. Penilaian Kondisi Kesehatan Tegakan di Areal Pasca Tambang PT Antam Tbk UBPE Pongkor, Jawa Barat. Dibimbing oleh ERIANTO INDRA PUTRA.

Permasalahan yang terjadi saat ini terhadap kondisi hutan di Indonesia adalah semakin menurunnya kualitas hutan yang diakibatkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor pembukaan lahan yang digunakan untuk kegiatan pertambangan. PT Antam Tbk UBPE Pongkor, Jawa Barat merupakan perusahaan pertambangan yang arealnya terdapat dalam kawasan hutan sehingga perusahaan ini wajib untuk melakukan kegiatan revegetasi/reklamasi lahan bekas tambang emas. Untuk mengetahui keberhasilan hasil reklamasi/revegetasi PT Antam Tbk UBPE Pongkor maka perlu dilakukannya kegiatan evaluasi. Kegiatan evaluasi kondisi kesehatan dilaksanakan di tiga lokasi yaitu, revegetasi tahun 2001, tahun 2003, dan tahun 2006 serta hutan alam sebagai kontrol dengan menggunakan metode FHM (Forest Health Monitoring). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kesehatan hutan pada areal reklamasi tahun 2003 dan tahun 2006 berada dalam klasifikasi kesehatan hutan yang rendah dibandingkan dengan kondisi reklamasi tahun 2001 dan hutan alam yang berada dalam kondisi sehat. Hal ini menunjukkan masih diperlukannya perawatan dan pemeliharaan intensif dari pihak PT Antam Tbk UBPE Pongkor terhadap areal reklamasi tahun 2003 dan tahun 2006 sehingga akan dapat meningkatkan nilai kesehatan hutannya di masa yang akan datang.

Kata kunci: kondisi hutan, kegiatan evaluasi, metode FHM, PT Antam Tbk UBPE Pongkor

ABSTRACT

R. ARYA DARMANSYAH. Evaluation of Stand Healthy Condition in Use Mining Field PT Antam Tbk UBPE Pongkor, West Java. Guided by ERIANTO INDRA PUTRA.

Problems on recent forest condition in Indonesia are the decreasing of forest quality land clearing for mining industry. PT. Antam Tbk UBPE Pongkor, West Java is a gold mining company located in forest area. Therefore this company should revegetation/reclamation on ex-mining area. To assess the effectiveness on the result of revegation/ reclamation by PT. Antam Tbk UBPE Pongkor, evaluation effectiveness. Evaluation on the health condition is done by using Forest Health Monitoring method in 3 location, e.g revegetation area in 2001, 2003 and 2006. Natural forest is used as control. The result showed that the health of forest at revegetation area in years 2003 and 2006 categorized in unhealthy condition compared with reclamation condition in 2001 and natural forest which on good condition. It is indicated that intensive handling and nursing from PT Antam Tbk UBPE Pongkor is needed in manager reclamation area in years 2003 and 2006 to increase their health in the future.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

PENILAIAN KONDISI KESEHATAN TEGAKAN DI

AREAL PASCA TAMBANG PT ANTAM Tbk UBPE

PONGKOR, JAWA BARAT

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

(6)
(7)

Judul Skripsi : Penilaian Kondisi Kesehatan Tegakan di Areal Pasca Tambang PT Antam Tbk UBPE Pongkor, Jawa Barat

Nama : R. Arya Darmansyah NIM : E44100045

Disetujui oleh

Dr Erianto Indra Putra, SHut, MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala, Rabb yang Maha Kuasa yang telah menganugerahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada teladan umat Nabi Muhammad SAW.

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 sampai Juli 2014 berjudul Penilaian Kondisi Kesehatan Tegakan di Areal Pasca Tambang PT Antam Tbk UBPE Pongkor, Jawa Barat

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Erianto Indra Putra, SHut, MSi selaku dosen pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pimpinan PT Antam Tbk UBPE Pongkor yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga tercinta Ayah Alm Harsono Hamid, Ibu Nurhayati Sundari, Arief, Anita atas segala doa dan kasih sayangnya. Kemudian ungkapan terima kasih tidak lupa diucapkan kepada Wahyu, Jaka, Aji, Taufik beserta teman-teman FAHUTAN angkatan 47 lainnya yang selalu memberikan doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Bogor, September 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Tempat dan Waktu Penelitian 2

Bahan dan Alat 2

Metode Kerja 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Hasil 8

Pembahasan 10

SIMPULAN DAN SARAN 16

Simpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 16

(10)

DAFTAR TABEL

1 Kriteria kondisi tajuk (USDA-FS 1999) 4

2 Penentuan VCR (Visual Crown Rating) (USDA-FS 1999) 4

3 Deskripsi kode kerusakan (USDA-FS 1999) 5

4 Deskripsi kode jenis kerusakan dan nilai ambang keparahan (USDA-FS

1999) 6

5 Nilai pembobotan untuk setiap kode keparahan, kerusakan, dan lokasi 6 6 Kerusakan pohon berdasarkan nilai TDLI (Putra 2004) 7 7 Skoring kesuburan tanah berdasarkan nilai KTK (Hardjowigeno 2010) 7

8 Penilaian pH tanah (Brady 1974) 7

9 Nilai tertimbang untuk setiap indikator (Putra 2004) 8

10 Nilai batas ambang kesehatan (Putra 2004) 8

11 Nilai LBDS tiap klaster 8

12 Rata-rata rasio tajuk hidup (LCR), kerapatan tajuk (Cds), transparansi tajuk (Ftr), dieback (CDb), diameter tajuk (Cdia) dan rasio penampakan

tajuk (VCR) pada klaster plot 9

13 Nilai KTK dan pH tiap klaster plot (Saufina et al. 2012) 9

14 Nilai PLI kerusakan pohon tiap klaster plot 9

15 Nilai keragaman tiap klaster plot 10

16 Nilai kemerataan tiap klaster plot 10

17 Koordinat letak pengambilan data 11

18 Nilai kesehatan hutan 16

DAFTAR GAMBAR

1 Klaster plot FHM 3

2 Kode lokasi untuk indikasi kerusakan (USDA-FS 1999) 5

3 Peta lokasi PT Antam Tbk UBPE Pongkor 11

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertambangan merupakan salah satu kegiatan dan pemanfaatan sumberdaya alam sebagai upaya pemenuhan kebutuhan manusia dan termasuk ke dalam penyumbang terbesar untuk devisa negara. Kegiatan pertambangan pada kawasan hutan dilakukan melalui pemberian ijin pinjam pakai kawasan hutan dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.

Kegiatan usaha pertambangan dalam kawasan hutan yang digunakan untuk menunjang pembangunan telah mengakibatkan kerusakan lingkungan dan harus segera dilakukan reklamasi lahan bekas tambang. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memulihkan kondisi kawasan hutan yang rusak sebagai akibat usaha pertambangan sehingga kawasan hutan dapat berfungsi kembali sesuai dengan peruntukannya.

Kegiatan evaluasi perlu dilakukan untuk mengetahui status keberhasilan pelaksanaan reklamasi yang telah dilakukan oleh pengelola pertambangan. Kriteria keberhasilan reklamasi hutan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 60 Tahun 2009, antara lain penataan lahan, pengendalian erosi dan sedimentasi serta revegetasi atau penanaman pohon. Reklamasi merupakan usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang rusak melalui kegiatan penanaman dan pemeliharaan pada lahan bekas penggunaan kawasan hutan (Kemenhut 2009).

PT Aneka Tambang (Persero) Tbk Unit Bisnis Penambangan Emas (UBPE) Pongkor atau biasa di singkat dengan PT Antam Tbk UBPE Pongkor merupakan perusahaan terbuka yang bergerak di bidang penambangan emas yang telah melakukan kegiatan reklamasi dan revegetasi lahan bekas tambang. Kegiatan reklamasi dan revegetasi lahan bekas tambang yang dilakukan oleh PT Antam Tbk UBPE Pongkor dilakukan pada area-area yang terganggu (disturbed land) akibat pekerjaan kontruksi, pembuatan sarana dan prasarana, serta akibat dari kegiatan penambangan tanpa izin (PETI).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui status keberhasilan reklamasi yang telah dilakukan oleh PT Antam Tbk UBPE Pongkor. Penelitian ini menitik beratkan pada penilaian kesehatan hutan pada tanaman hasil reklamasi tahun 2001, 2002, 2006, dan hutan alam sebagai kontrol dengan studi lokasi di daerah Ciurug dan Tailing Dam. Cara penilaian kesehatan hutan dilakukan dengan metode Forest Health Monitoring (FHM).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi status kesehatan hutan hasil dari reklamasi yang telah dilakukan pada tahun 2001, 2003, dan 2006 yang kemudian akan dibandingkan dengan hutan alam di sekitar lokasi.

(12)

2

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pihak pengelola PT Antam Tbk UBPE Pongkor, Jawa Barat sebagai bahan evaluasi terhadap kegiatan pemeliharaan hutan serta dapat dijadikan bahan pengambilan keputusan manajemen untuk pengelolaan hutan lestari.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di lahan reklamasi PT Antam Tbk UBPE Pongkor yang berlokasi di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor. Pelaksanaan penelitian selama kurang lebih 1 bulan mulai dari bulan Juni-Juli 2014. Petak tahun tanam yang akan dijadikan subjek penelitian adalah petak tanam tahun 2001, 2003, 2006, dan hutan alam disekitar lokasi perusahaan sebagai indikator kesehatan hutan.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu tegakan pohon hasil reklamasi tahun 2001, 2002, 2006, hutan alam dan sampel tanah yang berada pada lahan reklamasi PT Antam Tbk UBPE Pongkor di kabupaten Bogor. Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah haga hypsometer, binokular, kompas, pita ukur, meteran, golok, kamera digital, mistar, busur, kalkulator, kertas tabel, plastik, tally sheet, alat tulis, GPS, buku panduan Forest Health Monitoring (USDA-FS 1999) dan peta lahan reklamasi PT Antam Tbk UBPE Pongkor.

Metode Kerja Pembuatan plot pengamatan

(13)

3

Gambar 1 Klaster plot FHM

Titik pusat pada plot 1 merupakan titik pusat bagi keseluruhan plot. Titik pusat plot 2 terletak pada arah 360o dari titik pusat plot 1 dengan jarak 36.6 m. Titik pusat plot 3 terletak pada arah 120o dari titik pusat plot 1 dengan jarak 36.6m. Titik subplot 4 terletak pada arah 240o dari titik pusat plot 1 dengan jarak 36.6 m. Titik sampel tanah diambil dari tiga buah titik berbentuk lingkaran berdiameter 16 cm yang terletak diantara plot 1–plot 2, plot 1–plot 3, plot 1–plot 4. Jumlah klaster plot yang dibangun adalah 4 klaster, yang terdapat pada petak tahun tanam 2001, 2003, 2006, dan hutan alam.

Penilaian kesehatan pohon

Penilaian pohon dilakukan dengan menggunakan indikator vitalitas dan kualitas tapak. Indikator vitalitas diamati dengan menggunakan parameter kondisi tajuk dan kerusakan pohon, dan kualitas tapak dilakukan dengan parameter nilai KTK dan pH tanah. Hasil penilaian pohon yang didapat akan dikaitkan dengan data sekunder berupa data produksi benih setiap pohon. Pohon yang berada dalam kondisi sehat dimungkinkan dapat memproduksi benih dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik dibandingkan dengan pohon yang berada dalam kondisi tidak sehat.

1. Pengukuran kondisi tajuk

(14)

4

Nisbah tajuk hidup (LCR) menggambarkan perbandingan panjang batang pohon yang tertutup daun dengan tinggi total pohon. Secara umum LCR berubah perlahan dan berkurang dengan pertambahan umur pohon, walaupun ada juga yang meningkat. Peningkatan kerapatan tegakan dapat mengurangi nilai LCR, sedangkan pembukaan suatu tegakan akan meningkatkan pertumbuhan yang berakibat pada peningkatkan nilai LCR. Pengukuran LCR akan dilakukan kembali jika mengalami perubahan 15% (Cline 1995). Pengukuran tinggi tajuk harus dilakukan dengan hati-hati, terutama pada tegakan rapat, karena sulit membedakan tajuk pohon sasaran dengan yang lainnya. Pengukuran nilai LCR dilakukan dengan menggunakan magic card, dimana dengan menggunakan kartu atau alat ini bisa langsung didapat nilai dari LCR. Kerapatan tajuk menggambarkan besarnya persentase cahaya matahari yang tertahan oleh tajuk sehingga tidak mencapai lantai hutan, sedangkan transparansi tajuk menggambarkan banyaknya persentase cahaya matahari yang dapat melewati tajuk dan mencapai permukaan tanah (Putra 2004). Dalam keadaan normal persentase kerapatan tajuk berbanding terbalik dengan persentase transparansi tajuk. Dieback (CDb) adalah cabang dan ranting yang baru saja mati, dan bagian yang mati dimulai dari bagian ujung kemudian merambat ke bagian pangkal.

Kelima kondisi tajuk tersebut dikumpulkan ke dalam Peringkat Tajuk Visual (VCR-Visual Crown Rating). Nilai VCR diperhitungkan pada tingkat pohon, untuk kemudian dirata-ratakan untuk tiap pohon pada subplot sehingga diperoleh nilai untuk tingkat plot dan tingkat klaster. VCR memiliki nilai 1, 2, 3, dan 4 berdasarkan pengelompokan nilai parameter kondisi tajuk.

Tabel 1 Kriteria kondisi tajuk (USDA-FS 1999)

Parameter Nilai = 3 Nilai = 2 Nilai = 3

Tabel 2 Penentuan VCR (Visual Crown Rating) (USDA-FS 1999) Nilai VCR Kriteria

4 Seluruh parameter bernilai 3, atau hanya 1 parameter memiliki nilai 2, tidak ada parameter bernilai 1.

3 Lebih banyak kombinasi antara nilai 3 dan 2 pada parameter tajuk, atau semua bernilai 2, tetapi tidak ada parameter bernilai 1. 2 Setidaknya 1 parameter bernilai 1, tetapi tidak semua parameter 1 Semua parameter kondisi tajuk bernilai 1

2. Penilaian kerusakan pohon

(15)

5 Tabel 3 Deskripsi kode kerusakan (USDA-FS 1999)

Kode Definisi 0 Tidak ada kerusakan

1 Akar terbuka dan “stump” (12 inch (30 cm) diatas permukaan tanah) 2 Kerusakan pada akar dan anatara akar dan batang bagian bawah 3 Kerusakan pada batang bagian bawah (dibawah pertengahan antara

“stump” dan dasar tajuk

4 Kerusakan pada batang bagian bawah yang terdapat pula pada batang bagian atas

5 Kerusakan batang bagian atas (diatas pertengahan antara “stump” dan dasar tajuk)

6 Kerusakan pada dahan utama yang terdapat pada bagian tajuk, diatas dasar tajuk

7 Kerusakan pada ranting (dahan-dahan kecil dan dahan lain selain dahan utama)

8 Kerusakan pada daun muda dan pucuk daun 9 Kerusakan pada tajuk

(16)

6

Tabel 4 Deskripsi kode jenis kerusakan dan nilai ambang keparahan (USDA-FS 1999)

Kode Definisi Nilai ambang keparahan (pada

kelas 10% - 99%)

01 Kanker, gol (puru) ≥ 20% dari titik pengamatan 02 Konk, tubuh buah dan indikator

lain tentang lapuk lanjut Tidak ada, kecuali ≥ 20% pada akar > 0.91 m dari batang 03 Luka terbuka ≥ 20% dari titik pengamatan 04 Resinosis/gummosis ≥ 20% dari titik pengamatan

05 Batang pecah Tidak ada

06 Sarang Rayap ≥ 20% dari titik pengamatan 11 Batang atau akar patah kurang dari

0.91 m dari batang Tidak ada

22 Cabang patah atau mati ≥ 20% pada ranting atau pucuk 23 Percabangan atau brum yang

berlebihan ≥ 20% pada ranting atau pucuk 24 Daun, kuncup atau tunas rusak ≥ 30% dedaunan penutupan tajuk 25 Daun Berubah warna (tidak hijau) ≥ 30% dedaunan penutup tajuk 31 Lain-lain

Tabel 5 Nilai pembobotan untuk setiap kode keparahan, kerusakan, dan lokasi

Data Indeks kerusakan (IK) akan dihitung pada tingkat pohon dengan menggunakan rumus :

Keruskan tingkat pohon (TDLI) = (Tipe 1*Lokasi1*Keparahan 1) + (Tipe 2 * Lokasi 2* Keparahan 2) + (Tipe 3* Lokasi 3* Keparahan 3)

(17)

7 Indeks Tingkat Plot (PLI) = rata-rata kerusakan pohon [pohon1, pohon2, pohon3,…]

Tabel 6 Kerusakan pohon berdasarkan nilai TDLI (Putra 2004)

Skor TDLI Kelas

Penilaian kualitas tapak (kesuburan tanah) dapat diwakili oleh nilai KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan nilai pH tanah. Nilai KTK dapat menjadi ukuran tingkat kesuburan tanah. Pada satu klaster diambil tiga titik untuk pengambilan contoh tanah. Titik sampel tanah berbentuk lingkaran berdiameter 16 cm dengan kedalaman 10 cm. Sampel tanah yang didapat pada setiap titik dikomposit, sehingga setiap klaster plot mempunyai satu sampel tanah. Kriteria penilian KTK tanah berdasarkan Tabel 7. Selain KTK, pH tanah dapat digunakan sebagai indikator kesuburan tanah karena dapat mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah. Nilai pH berkisar dari 0-14, pada umumnya pH tanah berkisar antara 3.0-9.0. pH tanah menunjukan derajat keasaman tanah atau keseimbangan antara konsentrasi H+ dan OH ֿ◌ dalam larutan tanah. Berdasarkan nilai pH tanah dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori (Tabel 8).

Tabel 7 Skoring kesuburan tanah berdasarkan nilai KTK (Hardjowigeno 2010)

Tabel 8 Penilaian pH tanah (Brady 1974)

Nilai pH Kategori

4. Nilai Tertimbang Indikator Kesehatan Hutan

Setelah dilakukan skoring terhadap indikator-indikator kesehatan hutan yang diukur, kemudian hasil skoring dikalikan dengan nilai tertimbang untuk setiap indikator.

Nilai KTK (me/100 g) Kriteria

> 40 Sangat Tinggi

25 – 40 Tinggi

17 – 24 Sedang

5 – 16 Rendah

(18)

8

Tabel 9 Nilai tertimbang untuk setiap indikator (Putra 2004)

Setelah dilakukan perkalian antara nilai tertimbang dengan hasil skoring, maka diperoleh nilai akhir kesehatan hutan. Hasil ini digunakan untuk membuat rekomendasi pengelolaan lanjut kawasan hutan yang di nilai.

Tabel 10 Nilai batas ambang kesehatan (Putra 2004)

Nilai akhir Nilai tertimbang Tegakan yang berumur lebih tua memiliki jumlah pohon yang ada lebih banyak dari pada tegakan yang lebih muda. Nilai LBDS bertambah seiring dengan pertambahan umur pohon. Semakin tua umur suatu tegakan maka nilai LBDS akan semakin tinggi. Selain itu, nilai LBDS juga dipengaruhi oleh jumlah pohon yang tumbuh di klaster tersebut.

Tabel 11 LBDS tiap klaster

(19)

9 Tabel 12 Rata-rata rasio tajuk hidup (LCR), kerapatan tajuk (Cds), transparansi

tajuk (Ftr), dieback (CDb), diameter tajuk (Cdia) dan rasio penampakan tajuk (VCR) pada klaster plot

Nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) pada areal yang diteliti tergolong pada kriteria rendah dan pH tanah tergolong tanah yang mempunyai tingkat masam. Nilai KTK tertinggi terdapat pada klaster plot tahun 2001 dan yang terendah pada plot tahun 2006, sedangkan nilai pH tanah tertinggi pada klaster tahun 2001 dan yang terendah pada klaster tahun 2006. Hal ini menunjukkan bahwa tanah di pengambilan data penelitian bersifat masam dan mempunyai nilai KTK rendah.

Tabel 13 Nilai KTK dan pH tiap klaster plot (Saufina et al. 2012)

Klaster-Plot pH KTK (Me/100g)

Tahun 2001 4.9 13.75(me/100g)

Tahun 2003 4.8 12.84 (me/100g)

Tahun 2006 4.7 11.46 (me/100g)

Hutan Alam 6.0 20.19 (me/100g)

Kondisi Kerusakan Pohon

Nilai PLI pada klaster plot yang diteliti menunjukkan nilai 1.24–1.77. Nilai PLI terendah ditemukan di klaster plot 2006 dengan nilai 1.24 dan nilai PLI tertinggi ditemukan di klaster plot 2003 dengan nilai 1.77.

Tabel 14 Nilai PLI kerusakan pohon tiap klaster plot

No Klaster-Plot Nilai PLI

1 Tahun 2001 1.60

2 Tahun 2003 1.77

3 Tahun 2006 1.24

4 Hutan Alam 1.66

Biodiversitas

Biodiversitas hutan merupakan indikator kesinambungan dinamika suksesi alami pada areal penanaman. Semakin tinggi tingkat biodiversitas dalam hutan akan meningkatkan tingkat kelenturan hutan tersebut karena tingkat kelenturan hutan ditunjukkan oleh keragaman fungsi ekologi yang dimiliki, sehingga tingkat stabilitas ekosistem akan lebih tinggi.

(20)

10

Tabel 15 Nilai keragaman tiap klaster plot

No Klaster plot Tumbuhan bawah Nilai H’ Pohon Pancang

1 Tahun 2001 1.85 1.23 1.49

2 Tahun 2003 1.78 1.28 1.20

3 Tahun 2006 1.75 1.65 1.06

4 Hutan Alam 1.53 2.35 2.04

Tabel 16 Nilai kemerataan tiap klaster plot

No Klaster plot Tumbuhan bawah Pohon Nilai J’ Pancang

PT Aneka Tambang Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor terletak di salah satu kawasan yang dikenal dengan Gunung Pongkor, Desa Nunggul, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Daerah ini memiliki jarak sekitar 54 Km kearah barat daya dari Kota Bogor. Secara geografis, PT Antam Tbk UBPE Pongkor terletak pada 6o36’37,2”– 6o48’11,0” LS dan 106o30’01,0”–106o35’38,0” BT dengan ketinggian antara 400–1 800 mdpl serta memiliki suhu maksimum 33 oC dan suhu minimum 22 oC dengan curah hujan tahunnya yang mencapai rata-rata 3 000–3 500 mm. Ditinjau dari segi topografi, wilayah PT Antam Tbk UBPE Pongkor berupa daerah pegunungan di sebelah selatan dan dataran rendah di sebelah barat.

Surat keputusan Menteri Kehutanan mengenai perluasan Taman Nasional menyatakan bahwa PT Antam Tbk UBPE Pongkor termasuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Lokasi pertambangan termasuk pada Zona Bogor Barat yang membentang dibagian tengah Jawa Barat. Berdasarkan Surat Kuasa Pertambangan Eksploitasi KW 98 PPO 138, luas Kuasa Pertambangan (KP) PT Antam Tbk UBPE Pongkor adalah 6 047 Ha. Sedangkan menurut Surat Kuasa Pertambangan Eksploitasi KW 96 PP 0127, luas Kuasa Pertambangan Eksploitasi adalah 3 870 Ha.

Penanganan lahan di permukaan dilakukan pada areal-areal yang terganggu (disturbed lands) akibat pekerjaan konstruksi, pembuatan sarana dan prasarana, serta akibat dari kegiatan penambang emas tanpa ijin (PETI). Penanganan berupa pogram reklamasi/revegetasi yang sebagian diantaranya bekerjasama dengan Puslitbanghut Kementerian Kehutanan, Dinas PKT Kab. Bogor, Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan Perum Perhutani.

(21)

11 penimbunan lumpur tailing yang kemudian dimodifikasi sedemikian rupa dengan menambahkan timbunan top soil diatas timbunan lumpur tailing untuk ditanam dengan berbagai tanaman revegetasi. Jenis-jenis yang di tanam rata-rata adalah jenis tanaman lokal, seperti puspa, rasamala, ganitri dan lain-lain.

Plot pengambilan data penelitian di PT Antam Tbk UBPE Pongkor pada tahun reklamasi 2001, 2003, dan 2006 dibangun di areal dekat lokasi Tailing Dam, sedangkan klaster plot yang digunakan sebagai kontrol dibangun di areal Ciurug yang termasuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Kondisi tegakan pada reklamasi tahun 2001 didominasi oleh jenis akasia dan gmelina. Sedangkan pada kondisi reklamasi tahun 2003 di dominasi oleh jenis maglid, korbaril dan nangka, pada areal ini menggunakan sistem agroforestry karena jarak lokasi yang berdekatan dengan lahan masyarakat. Pada lahan reklamasi tahun 2006 PT Antam Tbk UBPE Pongkor mulai menggunakan jenis-jenis lokal seperti puspa, rasamala dan ganitri.

Gambar 3 Peta Lokasi PT Antam Tbk UBPE Pongkor

Tabel 17 Koordinat letak pengambilan data

No Klaster-plot Koordinat

1 Tahun 2001 S 06o 38.631’ E 106o 34.190’ 2 Tahun 2003 S 06o 38.672’ E 106o 34.135’ 3 Tahun 2006 S 06o 38.751’ E 106o 34.157’ 4 Hutan Alam S 06o 40.847’ E 106o 33.661’

Produktivitas Tegakan

(22)

12

pohon. Diameter pohon diukur secara periodik untuk mengetahui perubahan dan untuk mengetahui kecenderungan dari suatu tegakan tersebut. Dari data diameter dapat ditentukan nilai LBDS (Luas Bidang Dasar) yang dapat digunakan untuk menentukan seberapa besar produktivitas suatu tegakan. Hal ini menjadikan pengukuran diameter sangat penting untuk dilakukan dalam pengelolaan suatu hutan. Berdasarkan data yang diperoleh, klaster tahun 2001 mempunyai nilai LBDS yang tertinggi dibandingkan klaster-klaster yang lain dengan nilai 16.48 (m2/ha). Hal ini dipengaruhi karena umur pohon yang sudah tua, jumlah pohon yang lebih banyak dibanding lahan reklamasi lainnya dan berjenis cepat tumbuh sehingga membuat diameternya lebih besar dari klaster yang lainnya.

Kondisi Tajuk

Tajuk merupakan bagian pohon dimana cabang, ranting, daun, bunga, dan buah berada. Tajuk sangat beperan penting bagi tanaman. Proses fotosintesis terjadi di bagian daun. Kondisi tajuk dapat mencerminkan kesehatan suatu pohon.

Ukuran tajuk dapat menggambarkan kesehatan pohon secara umum. Tajuk yang lebar dan lebat menggambarkan laju pertumbuhan yang cepat. Tajuk yang kecil dan jarang menunjukkan kondisi tapak tumbuh yang tidak atau kurang mendukung pertumbuhan seperti kompetisi dengan pohon lain, kelembaban yang kurang atau berlebih, atau pengaruh lainnya seperti defoliasi akibat serangga, penyakit pada dedaunan, atau badai angin. Informasi tajuk pohon dapat menjelaskan beberapa komponen ekosistem hutan seperti biodiversitas, produktivitas, kelestarian hutan, estetika, dan habitat liar (USDA-FS 1999).

Nilai LCR tertinggi terdapat pada klaster tahun 2006 dengan nilai 60.31% karena pada klaster tersebut mayoritas umur tanaman masih dalam fase pancang dan kerapatan pada klaster ini sangat jarang, sehingga beberapa pohon yang berjenis cepat tumbuh dapat tumbuh dengan cepat dan besar. Untuk nilai LCR terendah terdapat pada klaster tahun 2001 dengan nilai 43.47%, karena pada klaster ini umur pohon banyak yang sudah tua dan berjenis cepat tumbuh seperti akasia dan gmelina. Kerapatan tegakan pada klaster tahun 2001 juga sangat tinggi sehingga menyebabkan nilai LCR pada klaster ini rendah.

Nilai kerapatan tajuk terendah berada pada klaster 2003 (53.89%) yang dipengaruhi oleh jenis yang berada pada klaster ini didominasi oleh jenis manglid dan kobaril yang mempunyai kerapatan tajuk kecil. Nilai tertinggi terdapat pada klaster tahun 2006 (56.31%), hal ini dipengaruhi oleh jenis tanaman yang terdapat pada klaster tahun 2006 adalah jenis akasia dan pinus yang merupakan jenis cepat tumbuh dan kerapatannya tinggi. Namun klaster 2006 ini masih kecil jika di bandingkan dengan hutan alam yang sebagai kontrol.

Nilai CDb tertinggi terdapat pada klaster tahun 2003 dengan nilai 24.92% hal ini di karenakan mayoritas jenis yang berada pada klaster ini adalah jenis manglid dengan kerusakan pada bagian pucuk dan ranting. Sedangkan untuk nilai CDb terkecil terdapat pada klaster tahun 2001 dengan nilai 19.07% hal ini dikarenakan jenis yang berada pada klaster ini lebih beragam dan kondisinya juga masih sehat.

(23)

13 sama sehingga satu dengan yang lainnya mengalami persaingan untuk mendapatkan ruang tumbuh tajuk.

Kondisi tajuk pohon dapat dilihat dari nilai VCR (Visual Crown Rating), semakin tinggi nilai VCR maka kondisi tajuk semakin baik. Pada umumnya kondisi tegakan yang ada pada klaster plot berada dalam kisaran nilai yang rendah hingga sedang (dalam kisaran 2–3). Nilai VCR klaster yang sudah mendekati nilai VCR hutan alam adalah klaster tahun 2001 dengan rata-rata nilai VCR-nya 2.83, sedangkan nilai VCR terendah terdapat pada klaster tahun 2003 dengan rata-rata nilai VCR 2.50. Nilai VCR yang rendah menunjukkan kondisi tajuk yang kurang baik. Tajuk yang kurang baik akan memberikan hasil fotosintesis yang sedikit (tidak optimal).

Kualitas Tapak

Tanah merupakan sumber nutrisi dan sebagai media alami bagi akar pohon, mempunyai efek penting dalam pertumbuhan tanaman. Tanah mempunyai kapasitas yang berharga untuk menghambat, menguraikan atau merubah susunan unsur besar. Tanah juga merupakan gudang karbon dan nitrogen dalam ekosistem terrestrial (daratan), oleh karena itu tanah mempunyai peran penting dalam peredaran gas rumah kaca (Nuhamara dan Kasno. 2001).

Penilaian kualitas tapak dilakukan dengan melihat nilai kapasitas tukar kation (KTK) tanah dan nilai pH tanah. KTK adalah suatu variabel kimia tanah yang menunjukkan kemampuan partikel-partikel tanah untuk memegang hara (Tan 1982). Nilai KTK tanah pada ketiga klaster plot pengamatan masuk dalam kategori rendah dan nilai pH pada areal pengamatan tergolong pada kategori masam. Menurut hasil dugaan penyebab dari rendahnya KTK adalah kurangnya pemberian kompos pada tanaman secara berkelanjutan dan kemasaman tanah disebabkan karena tanah yang berada pada klaster plot adalah tanah bekas kegiatan penambangan (tailing) yang kemudian di lapisi oleh top soil. Hal ini sangat berbeda dengan klaster hutan alam yang digunakan sebagai kontrol. Nilai KTK dan pH pada klaster kontrol termasuk dalam kategori sedang dan sedikit masam.

Keragaman nilai KTK tergantung pada sifat tanah dan ciri tanah jumlah liat, jenis mineral liat, bahan organik, pengapuran serta pemupukan. Jerapan dan pertukaran kation memegang peranan yang sangat penting dalam penyerapan hara oleh tanaman, kesuburan tanah, retensi hara dan pemupukan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1991). Nilai KTK yang rendah menggambarkan kemampuan partikel-partikel tanah untuk memegang hara dan menyerahkan hara kepada akar tanaman akan rendah pula. Hal tersebut akan menyebabkan terganggunya pasokan hara dan mineral lainnya kepada tanaman. Pada umumnya, semakin besar nilai KTK, maka tanah tersebut semakin subur. Nilai pH tanah dapat digunakan indikator ketersediaan unsur hara dalam tanah. Setiap tanaman memerlukan jumlah hara dalam komposisi yang berbeda-beda.

Kondisi Kerusakan Pohon

(24)

14

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pohon. Kerusakan yang disebabkan faktor-faktor tersebut dapat mempegaruhi kesehatan hutan. Kerusakan yang terjadi dapat mematikan dan mempengaruhi kelangsungan hidup dalam jangka panjang dari suatu pohon (Supriyanto et al. 2001).

Klaster tahun 2003 mempunyai nilai PLI tertinggi hal ini disebabkan karena mayoritas tegakan pada klaster ini mengalami kerusakan berupa patah cabang dan perubahan warna daun, diduga disebabkan adanya serangan hama berupa ulat yang banyak ditemukan di lokasi. Pada nilai PLI terendah terdapat pada klaster 2006, karena pada klaster ini tegakan pohonnya jarang di temukan kerusakan-kerusakan dan jenis yang di tanam adalah jenis tanaman lokal yang dapat menyesuaikan dengan kondisi di lokasi tersebut. Apabila di bandingkan dengan nilai PLI hutan alam yang digunakan sebagai kontrol sangat berbeda, kerusakan yang terjadi pada hutan alam didominasi oleh liana yang terdapat pada tegakan di hutan alam. Secara garis besar, lokasi kerusakan yang terdapat pada setiap klaster yaitu berada pada lokasi batang dan tajuk.

Gambar 4 kerusakan pada lokasi batang (liana) (a) dan kerusakan pada lokasi tajuk (dieback dan patah ranting) (b)

Seluruh jenis kerusakan akan berdampak pada tingkat pertumbuhan yang menurun, kehilangan biomassa, kondisi tajuk yang rendah dan terutama kematian (Nuhamara el al. 2001). Kematian pohon akan mengurangi potensi tegakan dan menyebabkan pula penurunan pertumbuhan basal area tegakan yang pada akhirnya akan mengurangi tingkat produktivitas hutan secara keseluruhan.

Biodiversitas

Konsep indeks keanekaragaman jenis sering diterapkan oleh pakar ekologi untuk memprediksi perubahan kualitas lingkungan habitat akibat pengaruh luar (eksploitasi, pencemaran dan lain-lain) atau pengaruh antar spesies dalam komunitas (Odum 1971), nilai indeks ini merupakan nilai tunggal yang mengkombinasikan antara indeks keragaman (species diversity) dengan indeks kemerataan (species evenness) diantara spesies. Nilai keanekaragaman spesies yang tinggi dapat digunakan sebagai indikator lingkungan yang baik dan stabil, sebaliknya nilai rendah sebagai petunjuk lingkungan yang labil dan berubah-ubah. Diantara indeks-indeks heterogenitas yang ada, yang sering digunakan para peneliti biologi adalah Shanon-Wiener (Krebs 1989). Jenis yang dianalisis pada

(25)

15 keanekaragaman hayati yang difokuskan pada tipe kelompok keanekaragaman komposisi meliputi indeks keragaman jenis (diversity index), dan indeks kemerataan (evenness index). Pengukuran dilakukan pada tingkat serangga dan pohon.

Klaster plot tahun 2001 pada jenis tumbuhan bawah dan pancang mempunyai nilai keragaman (H’) terbesar hal ini dikarenakan pada klaster ini banyak terjadi pembukaan tajuk yang menyebabkan cahaya matahari banyak menyentuh lantai hutan sehingga tumbuhan bawah dan tumbuhan pada tingkat pancang dapat tumbuh dengan baik. Sedangkan untuk nilai keragaman pada tingkat pohon terbesar berada pada klaster tahun 2006 karena pada klaster ini mayoritas tanaman masih berada pada tingkat pancang. Sedangkan tanaman yang telah mencapai tingkat pohon hanya beberapa jenis tetapi lebih beragam sehingga berpengaruh terhadap perhitungan nilai keragaman.

Pada nilai kemerataan (evenness) tertinggi terdapat pada tingkat tumbuhan bawah terdapat pada klaster tahun 2001 dengan nilai 0.84 dan pada tingkat pohon nilai kemerataan tertinggi terdapat pada klaster tahun 2006 dengan nilai 0.84 dan nilai kemerataan tertinggi pada tingkat pancang terdapat pada klaster 2006 dengan nilai 0.96. Ukuran kemerataan merupakan indikator gejala dominasi antar jenis dalam komunitas. Jika setiap jenis mempunyai nilai maksimum, sedangkan dalam suatu komunitas terdapat spesies dominan atau sub dominan, maka nilai kemerataan mempunyai nilai minimal.

Nilai Akhir Kesehatan Hutan

Hutan yang sehat artinya hutan yang dapat menjalankan fungsinya secara optimal, sekurang-kurangnya sesuai dengan fungsi hutan yang telah diterapkan sebelumnya. Untuk mengetahui tingkat kesehatan hutan perlu diketahui indikator yang dapat menggambarkan kondisi hutan yang sehat. Indikator yang digunakan diantaranya adalah vitalitas dan kualitas tapak. Vitalitas terdiri dari kondisi tajuk dan kerusakan pohon sedangkan kualitas tapak adalah tanah.

(26)

16

Tabel 18 Nilai kesehatan hutan

No Klaster-plot Nilai Klasifikasi

1 Tahun 2001 7.67 Sehat

Dari hasil data yang telah diolah didapat nilai kesehatan hutan pada klaster plot tahun 2003 dan 2006 tergolong dalam klasifikasi rendah sedangkan pada klaster plot tahun 2001 tergolong dalam klasifikasi sehat, sama seperti klasifikasi hutan alam. Hal ini menunjukkan bahwa PT Antam Tbk UBPE Pongkor telah melakukan evaluasi pada areal-areal reklamasinya namun nilai kesehatan hutan yang masih di klasifikasikan rendah pada tahun 2003 dan tahun 2006 menunjukkan bahwa tindakan pemeliharaan dan evaluasi penanaman pada areal tersebut harus lebih di sesuaikan dengan jenis tanaman agar dapat menghasilkan nilai kesehatan hutan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Saran

1. Melakukan kegiatan evaluasi dengan metode yang sama secara berkelanjutan guna mengetahui perkembangan kesehatan hutan

2. Pengamatan kesehatan hutan dilakukan di klaster plot yang sama sehingga dapat mempermudah dalam mengetahui perkembangan kesehatan hutan. 3. Pihak manajemen perlu melakukan kegiatan pemeliharaan terhadap

tanaman reklamasi agar nilai kesehatan terus meningkat, dengan cara melakukan penjarangan terhadap tegakan yang terkena hama dan penyakit serta penanaman dengan menggunakan jenis lokal.

4. Melakukan kegiatan lateral root manipulation untuk tanaman stagnan dibawah 3 tahun, jika tanaman berumur lebih 3 tahun stagnan maka lebih baik diganti tanaman baru.

5. Pemberian kompos secara berkelanjutan, agar tanaman dapat tumbuh dengan sehat.

DAFTAR PUSTAKA

[Kemenhut] Departemen Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P/60/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan. Jakarta: Kemenhut.

(27)

17 [Depdikbud] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kimia Tanah. Jakarta

(ID): Depdikbud.

Anderson RL, Burkman WG, Millers I, Hoffard WH. 1992. Visual Crown Rating Model for Upper Canopy Trees in The Eastern United States.

Brady NC. 1974. The Nature and Properties of Soil, 8th Edition. New York (US): Mac Millan Pub.

Cline, SP. Editor. 1995. Evironmental Monitoring and Assessmen Program: Forest Health Monitoring. Quality Assurance Project Plant for Detection Monitoring. Washington DC: U.S Environmental Protection Agency, Office of Research and Development.

Hardjowigeno S. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.

Krebs, CJ. 1989. Ecological Methodlogy. Harper Collins Publisher. New York Nuhamara ST dan Kasno 2001. Present Status of Crown Indicator. Technical

Report No 6. dalam Forest Health Monitoring To Monitor the Sustainability of Indonesia Tropical Rain Forest Volume I. Japan: ITTO dan Bogor: SEAMEO – BIOTROP.

Odum, EP. 1971. Fundamental of Ecology. W. E Sounder. Philadelphia. 567pp. Putra EI. 2004. Pengembangan Metode Penilaian Kesehatan Hutan Alam Produksi.

[Tesis]. Pogram Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan. Pogram Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Safe’i R. 2005. Penilaian Areal Hutan Bekas Terbakar Berdasarkan Metode Fire Saverity dan Forest Health Monitoring. [Tesis]. Bogor: Pogram Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Supriyanto, Kenneth S, Soekotjo, dan Ngaloket G. 2001. Forest Health Monitoring Plot Establishment. Technical Report No 1. dalam Forest Health Monitoring To Monitor The Sustainability Of Indonesia Tropical Rain Forest, Volume I. ITTO-SEAMEO BIOTROP. Bogor.

Saufina L et al. 2012. Laporan Penghitungan Serapan CO2 di Areal Revegetasi Lahan Bekas Tambang PT Antam Tbk UBPE Pongkor. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

(28)

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis diliahirkan di Pamekasan pada tanggal 10 April 1992 dari ayah Alm R. Harsono Hamid dan ibu R. A Nurhayati Sundari. Penulis merupakan putra kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pamekasan dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis menjadi Pengurus Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fahutan dan Pengurus DKM Ibaadurrahman Fahutan. Penulis juga pernah aktif sebagai anggota divisi Business Development Himpunan Profesi Tree grower community periode 2012/2013. Penulis telah melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Pangandaran dan Suaka Margasatwa Gunung Sawal, Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Pada bulan Maret sampai dengan Mei 2014 penulis melaksanakan Praktik Kerja Profesi di PT ANTAM (Persero) Tbk, Unit Bisnis Pertambangan Emas, Pongkor, Jawa Barat.

Gambar

Gambar 1  Klaster plot FHM
Tabel 3  Deskripsi kode kerusakan (USDA-FS 1999)
Tabel 5  Nilai pembobotan untuk setiap kode keparahan, kerusakan, dan lokasi
Tabel 13  Nilai KTK dan pH tiap klaster plot (Saufina et al. 2012)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari PMK adalah: (a) mem- berikan penugasan kepada PT SMI untuk menyediakan pembiayaan bagi pembangunan infrastruktur daerah dalam bentuk pinjaman daerah sebagai

 CPP dikawal orang tua CPP dan CPW menuju lokasi Akad, rombongan keluarga mengikuti di belakangnya  CPP: Bapak Sunardi  CPW: Bapak Sumarno & Ibu Minar  Ibu Mary/

Pengambilan data primer dilakukan untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai dampak gejolak harga komoditas pangan internasional, tingkat produktivitas, serta penggunaan

Pelaksanaan kegiatan dilakukan melalui pembangunan sarana belajar dalam bentuk pengecoran dan penyemenan lantai yang menjadi ruang terbuka agar anak-anak tetap dapat

seimbang dalam hal jumlah kursi yang diambil dalam setiap kategori. Diakui bahwa beberapa organisasi pemangkukepentingan dapat masuk ke dalam lebih dari satu

Sasaran strategis yang ingin dicapai untuk mewujudkan tata kelola BLU yang efisien dan produktif adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran dan hasil belajar pada ranah kognitif, afektif, psikomotorik dengan

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah (1) penyediaan kedelai varietas Galunggung dan inokulum berupa tepung merek ”RAPRIMA” yang mengandung Rhizopus