• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Daya Saing Hasil Olahan Rumput Laut Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Daya Saing Hasil Olahan Rumput Laut Indonesia"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI DAYA SAING

HASIL OLAHAN RUMPUT LAUT INDONESIA

NANDA NUR RAFIANA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Daya Saing Hasil Olahan Rumput Laut Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Nanda Nur Rafiana

(4)

ABSTRAK

NANDA NUR RAFIANA. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Daya Saing Hasil Olahan Rumput Laut Indonesia. Dibimbing oleh IDQAN FAHMI.

Indonesia adalah produsen terbesar dan eksportir rumput laut mentah di dunia. Indonesia memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan nilai tambah rumput laut mentah menjadi hasil olahan rumput laut. Di sisi lain, tren impor Indonesia terhadap hasil olahan rumput laut meningkat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis keunggulan komparatif hasil olahan rumput laut Indonesia di Denmark, Jepang, Amerika Serikat, Italia, Jerman dan United

Kingdom dengan menggunakan Revealed Comparative Advantage (RCA) dan

faktor-faktor yang memengaruhinya dengan menggunakan panel data statis. Hasil analisis menunjukkan bahwa Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada hasil olahan rumput laut di Denmark, Italia, Jerman dan United Kingdom. Hasil olahan rumput laut memiliki daya saing juga di Jepang dan Amerika Serikat, meskipun menghasilkan nilai RCA di bawah satu pada tahun 2001 hingga 2004. Hasil penelitian dengan menggunakan panel data statis menunjukkan produksi rumput laut dan produktivitas industri pengolahan positif memengaruhi daya saing hasil olahan rumput laut, sedangkan harga ekspor hasil olahan rumput laut, nilai ekspor negara pesaing dan dummy krisis berpengaruh negatif.

Kata kunci: Hasil Olahan Rumput Laut, Panel Data Statis, RCA

ABSTRACT

NANDA NUR RAFIANA. Factors Affecting Competitiveness of Indonesian Seaweed Downstream Product. Supervised by IDQAN FAHMI.

Indonesia is the world biggest producer and exporter of raw seaweed. Indonesia has a big potency to increase the added value of raw seaweed by making it into seaweed downstream product. Besides, Indonesia’s import trend of seaweed downstream product si rising. The purposes of this research are to analyze the comparative advantage of Indonesian seaweed downstream product in Denmark, Japan, the United States of America (USA), Italy, Germany and the United Kingdom (UK) by using the Revealed Comparative Advantage (RCA) and the factors affecting it by using static panel data. The results of analysis show that Indonesia has a comparative advantage on seaweed downstream product in Denmark, Italy, Germany and the UK. Seaweed downstream product also has competitiveness in Japan and the USA although the RCA values were down below one from 2001 to 2004. The results of analysis using a static panel data show that seaweed production and productivity of seaweed manufacturing positively affect the competitiveness of seaweed downstream product, while the export price of seaweed downstream product, the export value of competitor country, and the crisis dummy affect negatively.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI DAYA SAING

HASIL OLAHAN RUMPUT LAUT INDONESIA

NANDA NUR RAFIANA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Yang

εemengaruhi Daya Saing Hasil Olahan Rumput δaut Indonesia”, ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia dan faktor-faktor lain yang memengaruhinya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua tercinta, yaitu Bapak Soldy Salawangi dan Ibu Beni Purwatina serta saudari saya Maya Wulan Arini dan Nur Amalia yang telah memberikan dukungan baik moral, motivasi, pengorbanan, dan doa hingga akhir penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini menjadi persembahan yang membanggakan untuk kalian. Tidak lupa juga penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Idqan Fahmi, M.Ec. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, saran, motivasi dan membimbing penulis dengan sabar dalam proses penyusunan skripsi ini hingga selesai. Ibu Widyastutik, S.E., M.Si dan Bapak Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku dosen penguji dan dosen komisi pendidikan yang telah memberikan ilmu, saran, motivasi kepada penulis agar penyusunan skripsi ini menjadi lebih baik lagi. Para dosen, staf dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis. Teman-teman satu bimbingan yaitu Fida, Yosep, Dodo, Kautsar, Sarrah Raisa dan Rizky Eka atas kritik, saran dan motivasi yang membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Sahabat-sahabat yang saya sayangi yakni Egi, Shinta, Annisa Ramadanti, Elli F., Novia, Siti Syefira Salsabila, Febri Tesa, Ratna Melya, Mega, Mila, Mbak Lili, Mbak Laswi, Uni Yona, yang selalu membuat penulis bahagia, tersenyum dan termotivasi. Sahabat dan seluruh keluarga Ilmu Ekonomi 47 atas kerja sama, kritik, saran, bantuan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. Serta kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TAEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 6

Konsep Perdagangan Internasional 6

Definisi Daya Saing 8

Teori Keunggulan Komparatif 8

Teori Keunggulan Kompetitif 8

Pengertian Rumput Laut dan Hasil Olahan Rumput Laut 10

Penelitian Terdahulu 11

Hipotesis 13

METODE PENELITIAN 14

Jenis dan Sumber Data 14

Metode Analisis Data 15

HASIL DAN PEMBAHASAN 21

Posisi Daya Saing Hasil Olahan Rumput Laut Indonesia 21 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Hasil Olahan Rumput Laut

Indonesia 23

Strategi Peningkatan Daya Saing Hasil Olahan Rumput Laut Indonesia 27

SIMPULAN DAN SARAN 29

Simpulan 29

Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 32

(10)

DAFTAR TABEL

1 Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku tahun 200 1 2 Volume produksi perikanan budidaya menurut komoditas utama 2

3 Volume produksi rumput laut kering, produksi, konsumsi dan impor hasil

olahan rumput laut Indonesia 3

4 Volume dan nilai ekspor hasil olahan rumput laut ke enam besar negara tujuan

ekspor di dunia 4

5 Jenis dan sumber data 14

6 Tabel RCA hasil olahan rumput laut Indonesia ke Denmark, Jepang, USA,

Italia, Jerman dan United Kingdom 22

7 Share ekspor hasil olahan rumput laut Indonesia terhadap total ekspor seluruh

produk Indonesia ke Jepang dan USA 23

8 Hasil estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Hasil Olahan Rumput Laut Indonesia dengan metode fixed effect 25

DAFTAR GAMBAR

1 Negara pengekspor rumput laut kering dunia 4

2 Kontribusi impor hasil olahan rumput laut terhadap produksi domestik hasil olahan rumput laut Error! Bookmark not defined.5

3 Kurva perdagangan internasional 7

4 Alur kerangka pemikiran 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia menggunakan

metode RCA 30 2 Variabel-variabel dalam model daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia

2001-2011 35

3 Hasil estimasi model FEM (Fixed Effect Method) data panel 38

4 Hasil uji chow 38

5 Korelasi antar variabel 39

6 Hasil uji normalitas 39

7 Hasil uji heteroskedastisitas 39

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perikanan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang unggul di Indonesia. Keunggulan ini dapat dilihat dari posisi Indonesia sebagai negara kepulauan yang dikelilingi perairan berupa lautan seluas 5 800 000 km2 dengan panjang garis pantai 81 000 km, sehingga hasil perikanan dan kelautan menjadi penyokong pertumbuhan terbesar kedua Produk Domestik Bruto Indonesia setelah tanaman bahan makanan pada kelompok pertanian.

Tabel 1 Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan 2000 tahun 2008-2012 (Milyar Rupiah)

Lapangan Usaha 2008 2009 2010 2011 2012

Pertanian 284 619 295 883 304 777 315 036 328 279 a. Tanaman Bahan

Makanan

142 000 149 057 151 500 154 153 158 910 b. Perkebunan 44 783 45 558 47 150 49 260 52 325 c. Peternakan 35 425 36 648 38 214 40 040 41 918 d. Kehutanan 16 543 16 843 17 249 17 395 17 423 e. Perikanan 45 866 47 775 50 661 54 186 57 702 Sumber : BPS 2012

Produk Domestik Bruto sektor perikanan mengalami tren peningkatan setiap tahunnya, pada tahun 2008 sebesar 45 866 milyar meningkat menjadi 57 702 milyar pada tahun 2012. Jika dilihat berdasarkan kontribusi Produk Domestik Bruto sektor perikanan terhadap Produk Domestik Bruto total, pada tahun 2008 sektor perikanan hanya memberikan kontribusi sebesar 2.20 persen, kemudian tahun 2012 menjadi 2.20 persen. Hal yang sama juga terjadi jika dilihat berdasarkan Produk Domestik Bruto tanpa migas sektor perikanan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tahun 2008 sektor perikanan memberikan kontribusi sebesar 2.36 persen, kemudian tahun 2012 menjadi 2.32 persen. Nilai kontribusi terbilang belum optimal terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto namun tren peningkatan ini mengindikasikan bahwa sektor perikanan berpotensi besar untuk dikembangkan agar menjadi suatu sektor yang unggul serta menjadi kekuatan perekonomian nasional di kancah dunia mengingat kekayaan bahari yang dimiliki Indonesia.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan keunggulan dan memperkuat sektor perikanan pada perekonomian Indonesia dengan menerapkan program revitalisasi perikanan. Program revitalisasi perikanan ini dilakukan melalui program minapolitan Kementrian Kelautan dan Perikanan dengan menetapkan rumput laut sebagai komoditas unggul yang dapat meningkatkan daya saing di sektor industrialisasi perikanan. Melalui program ini rumput laut menjadi fokus utama program revitalisasi yang berpeluang besar membangun sinergisitas antara sektor hulu berupa pembudidayaan di tingkat petani dan sektor hilir berupa pengolahan rumput laut di tingkat industri.

(12)

2

volume produksi yang mengalami peningkatan setiap tahunnya dibandingkan komoditas utama lainnya. Pada tahun 2007 produksi rumput laut kering Indonesia sebesar 1 728 475 ton meningkat menjadi 5 170 201 ton pada tahun 2011. Jenis rumput laut Eucheuma cottoni dan Gracilaria sp merupakan dua jenis algae unggul yang sebagian besar diekspor Indonesia ke beberapa negara tujuan. Menurut Concon (2012) pada tahun 2010 peluang kebutuhan rumput laut Eucheuma cottonii

dunia mencapai 274 100 ton, dimana Indonesia mempunyai peluang memberikan kontribusi ekspor sebesar 80 000 ton atau sekitar 29.19 persen. Peluang kebutuhan dunia akan rumput laut jenis Gracilaria sp mencapai 116 000 ton, dimana Indonesia mempunyai peluang kontribusi sebesar 57 500 ton atau sekitar 49.57 persen. Sebesar 78.76 persen peluang Indonesia untuk berkontribusi mencukupi kebutuhan rumput laut dunia dan menguasai pasar internasional. Kedua jenis algae merah unggulan tersebut akan memiliki daya jual yang tinggi serta dapat bersaing di pasar internasional jika sudah diekstrasi menjadi hasil olahan rumput laut berupa karaginan dan agar-agar sebagai permintaan bahan baku industri makanan, farmasi dan kosmetik seiring dengan pertumbuhan jumlah industri yang pesat.

(13)

3 menjadi US$ 21 714 pada tahun 2011. Pertumbuhan volume impor hasil olahan rumput laut tersebut mengalami tren peningkatan setiap tahunnya, dengan rata-rata pertumbuhan volume impor 13 persen dan nilai impor 43 persen dalam kurun waktu tiga tahun (BPS 2012). Jumlah industri pengolahan rumput laut di Indonesia yang diharapkan dapat menyuplai kebutuhan domestik hasil olahan rumput laut terbilang masih minim. Indonesia sejauh ini telah mengembangkan 22 pabrik pengolahan rumput laut, yaitu terdiri dari 12 pabrik pengolah agar, 8 pabrik karaginan, satu pabrik alginat dan satu pabrik pengolah sun chlorella (Purnomo 2004).

Tabel 3 Produksi, ekspor dan impor hasil olahan rumput laut Indonesia tahun 2001-2011 (Ribu US$)

Tahun Produksi Ekspor Impor

2001 198 364 8 841 5 404

2002 171 077 9 541 5 793

2003 152 424 9 706 6 166

2004 166 521 9 228 5 938

2005 187 268 14 939 4 067

2006 185 365 16 568 5 775

2007 181 711 18 929 6 374

2008 211 526 24 536 12 521

2009 211 815 17 148 9 465

2010 192 946 19 680 17 502

2011 209 658 25 262 21 714

Sumber: BPS, UNComtrade 2012

(14)

4

Tabel 4 Volume dan nilai ekspor hasil olahan rumput laut ke enam besar negara tujuan ekspor di dunia tahun 2009-2011

Negara

2009 2010 2011

Volume (KG)

Nilai (US$)

Volume (KG)

Nilai (US$)

Volume (KG)

Nilai (US$)

Denmark 407 993 2 956 154 395 496 3 688 265 540 693 5 121 442

Jepang 265 996 3 745 565 213 887 2 815 946 498 166 5 621 694

USA 233 710 1 889 767 314 435 3 031 919 437 776 4 114 357

Italia 85 900 863 077 91 299 1 065 123 168 757 2 460 297

Jerman 167 002 1 055 452 85 000 552 117 336 600 1 855 475

United Kingdom 151 510 871 119 199 105 1 197 028 127 840 670 831

Sumber : UNComtrade 2012

Ditinjau dari prospek pasar, Indonesia berpeluang besar untuk menguasai pasar internasional hasil olahan rumput laut karena sebagian negara pengimpor merupakan negara maju. Hal ini merupakan sebuah tantangan bagi Indonesia agar dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri seiring dengan peningkatan jumlah industri di negara pengimpor serta memperluas pasar internasional. Upaya peningkatan daya saing hasil olahan rumput laut karaginan dan agar-agar membutuhkan strategi yang tepat sehingga perluasan pasar internasional dapat meningkat tajam serta mampu meningkatkan devisa negara. Oleh karena itu menarik untuk dikaji Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Daya Saing Hasil Olahan Rumput Laut Indonesia.

Perumusan Masalah

Indonesia merupakan produsen rumput laut kering terbesar kedua di dunia setelah Filipina, namun pada tahun 2011 Indonesia mampu mengungguli posisi Filipina sebagai produsen utama rumput laut kering dunia yang ditunjukkan pada Gambar 1 (Kemenperin 2011).

Sumber : Kemenperin 2011

Gambar 1 Negara pengekspor rumput laut kering dunia

(15)

5 wilayah di Indonesia yang merupakan sentra budidaya rumput laut seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, NTT, NTB, Maluku, Bali, Gorontalo dan Banten. Namun Indonesia belum mampu meningkatkan keunggulan di produk hilir hasil olahan rumput laut karena produksi rumput laut kering tersebut yang merupakan bahan baku dari hasil olahan rumput laut sebesar 80 persen diekspor dalam bentuk rumput laut kering (Pujiastuti 2013). Gambar 2 menunjukkan bahwa kontribusi impor hasil olahan rumput laut terhadap produksi domestik mengalami tren peningkatan pada tahun 2001 hingga tahun 2011.

Sumber : UNComtrade 2012 (diolah)

Gambar 2 Kontribusi impor hasil olahan rumput laut terhadap produksi domestik hasil olahan rumput laut tahun 2001-2011 (%)

Kontribusi impor hasil olahan rumput laut Indonesia terhadap produksi hasil olahan rumput laut seharusnya dapat dikurangi karena Indonesia berpeluang untuk berspesialisasi pada produk hasil olahan rumput laut dengan produksi rumput laut kering yang melimpah di Indonesia dan kegunaannya sebagai bahan baku hasil olahan rumput laut. Di sisi lain Indonesia berpotensi mengekspor lebih banyak karaginan dan agar-agar ke enam besar negara tujuan ekspor seperti: Denmark, Jepang, USA, Italia, Jerman dan United Kingdom karena kekontinyuan Indonesia dalam mengekspor karaginan dan agar-agar ke negara tersebut. Adapun permasalahan yang akan dikaji pada penelitian kali ini adalah :

1. Bagaimana posisi daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia ?

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(16)

6

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah dirumuskan, penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengukur posisi daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia di enam negara tujuan ekspor.

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia.

3. Merumuskan strategi yang dapat mendukung peningkatan daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia.

Manfaat Penelitian

1. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kinerja industri pengolahan rumput laut.

2. Memberikan informasi kepada para pelaku usaha yang berbasis industri pengolahan rumput laut untuk meningkatkan kinerjanya.

3. Menambah khasanah literatur mengenai studi industri pengolahan rumput laut di Indonesia sehingga dapat menambah wawasan baru bagi masyarakat.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis posisi daya saing hasil olahan rumput laut berupa karaginan dan agar-agar di enam besar negara tujuan utama ekspor yaitu Denmark, Jepang, USA, Italia, Jerman dan United Kingdom serta faktor-faktor yang memengaruhi daya saingnya. Periode waktu yang dianalisis dalam penelitian ini dari tahun 2001 hingga tahun 2011. Komoditi hasil olahan rumput laut yang diteliti berdasarkan Harmony System (HS) 1996 dengan kode

Harmony System 130231 (Agar-agar) untuk agar-agar dan 130239 (Mucilages and thickeners).

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Perdagangan Internasional

(17)

7 berdagang karena pada dasarnya mereka berbeda satu sama lain. Setiap negara dapat memperoleh keuntungan dengan melakukan sesuatu yang relatif lebih baik. Kedua, negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economies of scale) dalam produksi. Maksudnya, jika setiap negara hanya memproduksi sejumlah barang tertentu, mereka dapat menghasilkan barang-barang tersebut dengan skala yang lebih besar dan karenanya lebih efisien jika dibandingkan kalau negara tersebut memproduksi segala jenis barang. Pola-pola perdagangan dunia yang terjadi mencerminkan perpaduan dari kedua motif ini (Basri dan Munandar 2010).

Perdagangan antar dua negara yang terjadi karena adanya perbedaan penawaran dan permintaan pada masing-masing negara ditunjukkan pada Gambar 3. Harga relatif komoditi dalam kondisi ekuilibrium ketika perdagangan internasional telah berlangsung akan tercipta melalui proses yang berlangsung cukup lama. Artinya harga itu tidak tercipta begitu saja melainkan baru tercipta setelah hubungan dagang antara kedua negara tadi berlangsung dalam kurun waktu yang cukup panjang sehingga tersedia cukup waktu bagi kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan untuk saling bertemu dan menentukan harga tersebut.

P P P

DA SA ES DB SB

A PB

X

P* PA M

ED B

0 QA Q 0 Q* Q 0 QB Q Pasar di Negara A Hubungan Perdagangan Pasar di Negara B (Eksportir) Internasional (Importir) Sumber : Salvatore 1997

Gambar 3 Kurva perdagangan internasional

(18)

8

dialami negara B kemudian akan diisi oleh negara lain yang dapat memenuhi besar kekurangan untuk menjaga keseimbangan semula. Pemenuhan kebutuhan komoditi pada negara B merupakan impor sebesar M.

Kuantitas impor komoditi X yang diminta oleh negara B (yakni sebesar M pada gambar B) sama dengan kuantitas ekspor komoditi yang ditawarkan oleh negara A (yaitu sebesar X dalam gambar di pasar A). Hal tersebut diperlihatkan oleh perpotongan antara kurva ED dan kurva ES setelah komoditi X diperdagangkan di antara kedua negara (gambar hubungan perdagangan internasional). Dengan demikian, P* merupakan harga relatif ekuilibrium untuk komoditi setelah perdagangan internasional berlangsung. Dengan penjelasan kurva ini dapat diketahui bahwa perdagangan antar dua negara akan meningkatkan tingkat konsumsi, sehingga dapat memperoleh tingkat kesejahteraan dan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi ketika perdagangan belum berlangsung karena adanya pertukaran komoditas dan keuntungan dari spesialisasi (Salvatore 1997).

Definisi Daya Saing

Teori perdagangan menunjukkan bahwa daya saing suatu negara didasarkan pada konsep keunggulan komparatif. Konsep teori oleh Ricardo dan oleh model Heckscher-Ohlin (dalam dua negara, kasus dua input), keunggulan komparatif mendalilkan bahwa arus perdagangan adalah hasil dari perbedaan dalam biaya produksi antar negara dan bahwa suatu negara akan mengkhususkan diri dalam produksi baik dimana negara tersebut memiliki keunggulan biaya (Latruffe 2010). Daya saing menurut Porter (1995) ditentukan oleh keunggulan bersaing suatu perusahaan, sangat tergantung pada tingkat sumber daya relatif yang dimilikinya. Penelitian Porter tentang keunggulan bersaing negara-negara mencakup tersedianya peranan sumber daya dan melihat lebih jauh kepada keadaan negara yang memengaruhi daya saing perusahaan-perusahaan internasional pada industri yang berbeda.

Teori Keunggulan Komparatif

Perdagangan didasarkan pada kegiatan ekspor yang dispesialisasikan untuk komoditi tertentu karena adanya biaya produksi yang lebih efisien. Teori keunggulan komparatif merupakan dasar pemikiran David Ricardo (1823) menyatakan bahwa meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (ini merupakan komoditi dengan keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut yang lebih besar (Salvatore 1997).

Produksi Rumput Laut Kering

(19)

9 perbedaan tarif faktor pemberian alam (endowment) dan harga faktor-faktor produksi antar negara sebagai determinan perdagangan yang paling penting. Teori H-O beranggapan bahwa tiap negara akan mengekspor komoditi yang secara relatif mempunyai faktor produksi yang berlimpah dan murah, serta mengimpor komoditi yang faktor produksinya relatif langka dan mahal (Salvatore 1997).

Indonesia dan negara sedang berkembang lainnya memiliki keunggulan komparatif dalam produksi barang-barang yang faktor-faktor produksi utamanya berlimpah di dalam negeri, seperti tenaga kerja, tanah dan berbagai macam bahan baku. Faktor endowment pada penelitian ini diproksikan dengan produksi rumput laut kering Indonesia yang melimpah sebagai bahan baku dari hasil olahan rumput laut.

Produktivitas Industri

Porter (1995), daya saing suatu industri nasional identik dengan produktivitas. Produktivitas industri pengolahan rumput laut merupakan tingkat perbandingan output suatu perusahaan dengan biaya yang dikeluarkan (Porter 1997). Menurut Latruffe (2010) produktivitas adalah kemampuan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output.

Harga Ekspor

Harga suatu barang ekspor dan impor merupakan variabel penting dalam merencanakan suatu perdagangan internasional. Harga barang ekspor berhadapan dengan persaingan, berapa besarnya harga barang di luar negeri. Harga ditentukan dengan kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya 2003).

Perbedaan relatif harga-harga atas berbagai komoditi antara dua negara pada dasarnya mencerminkan keunggulan komparatif bagi masing-masing yang menjadi pijakan setiap negara dalam melangsungkan hubungan dagang yang saling menguntungkan. Negara yang harga relatifnya atas suatu komoditi lebih rendah bisa dikatakan memiliki keunggulan komparatif (Salvatore 1997).

Nilai Ekspor

Perdagangan internasional mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi perekonomian nasional. Jika pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran (expenditure approach) adalah : GNP = C + I + G + (X-M), dimana X adalah nilai ekspor dan M adalah nilai impor, maka jika nilai ekspor > nilai impor berarti negara tersebut merupakan net export positif, dapat dikatakan negara dengan posisi neraca pembayaran luar negeri surplus. Jika nilai ekspor < nilai impor, berarti negara tersebut merupakan net export negatif, dikatakan negara dengan posisi neraca pembayaran luar negeri defisit.

(20)

10

negara pesaing Filipina menunjukkan bahwa permintaan ekspor pasar internasional terhadap hasil olahan rumput laut dari negara Filipina cenderung tinggi dibandingkan Indonesia.

Nilai Tukar Riil

Nilai tukar atau kurs (exchange rate) adalah harga satuan mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri (Salvatore 1997). Nilai tukar antara dua negara adalah harga dimana penduduk kedua negara saling melakukan perdagangan (Mankiw 2003). Kurs efektif yang menguntungkan, dimana depresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dapat meningkatkan daya saing suatu negara atau industri.Menurut Darvas (2012) variabel nilai tukar riil merupakan hasil kali dari nilai tukar nominal Indonesia terhadap negara tujuan ekspor atau nilai tukar bilateral nominal antara negara yang diteliti dan mitra dagangnya (diukur sebagai harga mata uang asing dari satu unit mata uang domestik) dengan hasil pembagian CPI Indonesia atau indeks harga konsumen negara yang diteliti dengan CPI negara tujuan ekspor atau indeks harga konsumen dari mitra dagang.

Nilai Tukar Riil = Nilai Tukar Nominalt x CPIt

CPIt r i

Dummy Krisis

Kestabilan kondisi suatu negara dapat memengaruhi tingkat daya saing suatu industri. Ketika terjadi krisis di suatu negara yang berarti tingginya tingkat resiko, tingginya biaya input produksi yang akan menurunkan tingkat daya saing industri. Salah satu faktor yang memengaruhi daya saing komoditi suatu industri di Indonesia adalah variabel dummy krisis merupakan kondisi yang mengguncangkan kestabilan kondisi suatu negara serta akan memengaruhi tingkat daya saing suatu industri .

Pengertian Rumput Laut dan Hasil Olahan Rumput Laut

Rumput laut merupakan bagian terbesar dari tumbuhan laut. Rumput laut terdiri atas tiga kelas yaitu Chlorophyceae (ganggang hijau), Phaeophyceae

(21)

11 Terdapat banyak jenis rumput laut yang tersebar di wilayah perairan namun hanya beberapa saja yang dibudidayakan dan perkembangannya cukup baik ketika dibudidayakan. Beberapa jenis rumput laut yang dibudidayakan mempunyai nilai ekonomis adalah sebagai berikut :

1. Eucheuma cottonii

Eucheuma cottonii dapat dikonsumsi sebagai minuman es rumput laut dan

karaginan. Karaginan banyak digunakan pada sediaan makanan, sediaan farmasi dan kosmetik sebagai bahan pembuat gel, pengental dan penstabil.

2. Gracilaria sp.

Gracilaria sp. merupakan penghasil agar (agrofit) yang merupakan senyawa hidrokoloid dari rumput laut yang mempunyai kekuatan gel yang besar. Selama ini,

Gracilaria sp. merupakan bahan baku utama industri makanan untuk pembuatan agar-agar serta bahan kosmetik. Agar-agar diperoleh dengan melakukan ekstasi rumput laut pada suasana asam setelah diberi perlakuan basa serta diproduksi dan dipasarkan dalam berbagai bentuk, yaitu: agar-agar tepung, agar-agar kertas dan agar-agar batangan. Setelah menjadi agar-agar, kemudian agar-agar ini diolah menjadi berbagai bentuk pangan (kue), seperti puding dan jeli atau dijadikan bahan tambahan dalam industri farmasi. Melalui proses tertentu agar-agar diproduksi pula untuk kegunaan di laboratorium sebagai media kultur bakteri atau kultur jaringan (Kemendag 2013).

Penelitian Terdahulu

Rajagukguk (2009) menganalisis daya saing rumput laut Indonesia menggunakan pangsa pasar ekspor sebagai proksi dari daya saing di pasar internasional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi data panel, dengan metode Pooled OLS, metode Fixed effect, dan metode Random effect. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua variabel yang dinyatakan berpengaruh nyata secara statistik terhadap pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia. Variabel yang dinyatakan berpengaruh nyata secara statistik terhadap pangsa pasar adalah volume ekspor ke negara tujuan, nilai tukar, dan GDP per kapita. Sedangkan variabel harga ekspor dan produksi rumput laut nasional adalah variabel yang tidak berpengaruh nyata secara statistik. Posisi daya saing ekspor rumput laut di negara tujuan ekspor menunjukkan bahwa Indonesia memiliki daya saing di negara Hongkong, Filipina, Spanyol dan Denmark. Pada negara China, Indonesia baru berdaya saing setelah tahun 2004, sedangkan untuk negara USA, Indonesia baru mempunyai daya saing pada tahun 2006, demikian juga dengan di Korea Selatan baru pada tahun 2005. Sedangkan di negara Jepang, United Kingdom, dan France, Indonesia sama sekali tidak memiliki daya saing. Hal ini terjadi karena beberapa permasalahan seperti mutu dan kualitas produk Indonesia yang masih rendah.

(22)

12

per kapita negara importir memiliki nilai probabilitas yang kesemuanya bernilai kurang dari taraf nyata lima persen yang berarti mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia ke China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat. Sedangkan variabel populasi penduduk negara importir memiliki nilai probabilitas lebih besar dari taraf nyata lima persen yang berarti tidak memengaruhi ekspor rumput laut Indonesia secara signifikan.

Risman (2007) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Ordinary Least Square (OLS) dan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan

faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap ekspor rumput laut ke Hongkong adalah harga ekspor rumput laut sedangkan variabel produksi, nilai tukar dan lak ekspor tidak berpengaruh nyata. Pada model faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor ke negara Jepang, variabel peubah bebas (produksi, harga ekspor, nilai tukar, lak ekspor) tidak ada yang berpengaruh nyata. Sedangkan variabel peubah bebas yang mempengaruhi ekspor rumput laut ke negara Denmark hanya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, variabel produksi, harga ekspor rumput laut dan lag ekspor tidak berpengaruh nyata.

Pujiastuti (2013) menganalisis daya saing produk hilir rumput laut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah RCA (Revealed Comparative Advantage), Porter’s Diamond dan Importance Performance Analysis (IPA). Hasil penelitian menunjukkan produk hilir rumput laut agar-agar memiliki daya saing komparatif di pasar internasional pada tahun 2007 hingga tahun 2011 dengan nilai RCA lebih dari satu dan menempati urutan kelima terbesar di dunia. Untuk komoditas karaginan Indonesia di pasar internasional pada periode yang sama juga memiliki daya saing, namun nilainya sempat turun dibawah satu pada tahun 2009 dan kembali meningkat di tahun 2010 dan 2011. Melalui metode Porter’s Diamond diperoleh hasil evaluasi bahwa penentu daya saing kompetitif produk hilir Indonesia berada pada kondisi berdaya saing pada faktor sumber daya, kondisi permintaan, strategi perusahaan, struktur, dan persaingan serta cukup berdaya saing pada faktor industri terkait dan pendukung dan peran pemerintah. Melalui metode IPA, ditunjukkan bahwa sub determinan daya saing yang harus mendapatkan prioritas pengembangan yaitu kesinergisan antara sektor hulu dan sektor hilir agribisnis rumput laut serta dapat mempertahankan iklim dan kondisi geografis yang mendukung budidaya rumput laut.

Rahmanu (2009) menganalisis daya saing industri pengolahan dan hasil olahan kakao Indonesia. Hasil penelitian dengan metode RCA menunjukkan bahwa kakao olahan Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada tahun 1996 sampai

dengan tahun 2006 dengan nilai RCA diatas satu. Sedangkan menurut hasil Porter’s

(23)

13

Kerangka Pemikiran

Indonesia merupakan negara yang memiliki peluang besar dalam mengembangkan industri pengolahan rumput laut. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu : (1) posisi Indonesia sebagai produsen rumput laut kering utama di dunia. Kekayaan bahari Indonesia karena dua per tiga wilayah Indonesia di kelilingi lautan. Sebagian besar wilayah timur Indonesia merupakan penghasil rumput laut terbesar serta beberapa produk turunannya merupakan hasil budidaya rumput laut pada usaha kecil dan menengah. (2) Permintaan hasil olahan rumput laut berupa agar-agar dan karaginan meningkat, seiring pertumbuhan industri makanan, minuman, farmasi, dan kosmetik yang menggunakan karaginan dan agar-agar sebagai bahan baku utamanya terbilang pesat. Analisis secara kuantitatif posisi daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia akan digunakan metode panel data statis untuk menganalisis apa saja faktor-faktor yang berpengaruh nyata secara kuantitatif terhadap daya saing (nilai RCA) hasil olahan rumput laut. Berdasarkan hasil analisis dengan metode regresi panel data statis dapat dikembangkan strategi peningkatan daya saing industri pengolahan dan hasil olahan rumput laut. Diagram alir kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4 Alur kerangka pemikiran

Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Produksi rumput laut berhubungan positif terhadap daya saing hasil olahan rumput laut, semakin tinggi produksi rumput laut maka daya saing hasil olahan rumput laut semakin tinggi.

Indonesia produsen utama rumput laut dunia

Peluang peningkatan ekspor dan daya saing hasil olahan rumput laut

Peningkatan permintaan hasil olahan rumput laut

Industri pengolahan rumput laut masih minim, serta impor hasil olahan rumput laut mengalami tren peningkatan

Posisi daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia

Faktor-faktor yang memengaruhi daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia

(24)

14

b. Produktivitas industri pengolahan berhubungan positif terhadap daya saing industri pengolahan rumput laut, semakin tinggi tingkat produktivitas industri pengolahan rumput laut, maka daya saing hasil olahan rumput laut semakin tinggi.

c. Harga ekspor rumput laut olahan berhubungan negatif terhadap daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia, semakin tinggi harga ekspor hasil olahan rumput laut maka daya saing hasil olahan rumput laut semakin rendah.

d. Nilai ekspor hasil olahan rumput laut negara pesaing Filipina berhubungan negatif terhadap daya saing hasil olahan rumput Indonesia, semakin tinggi nilai ekspor hasil olahan rumput laut negara pesaing maka daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia semakin rendah.

e. Nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara importir berpengaruh negatif. Artinya, apabila nilai tukar riil rupiah terdepresiasi, maka daya saing hasil olahan rumput laut akan meningkat.

f. Dummy krisis global tahun 2008 diduga memengaruhi daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang digunakan berasal dari beberapa instansi yang terkait dengan objek penelitian seperti Badan Pusat Statistik, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, UNCTAD, UNComtrade, jurnal dan internet, penelitian-penelitian terdahulu serta literatur dari berbagai instansi yang berkaitan dengan penelitian.

Jenis data yang digunakan adalah data deret waktu (time series) berupa data tahunan dari tahun 2001 hingga 2011. Jenis data meliputi data produksi rumput laut, produktivitas industri pengolahan, harga ekspor hasil olahan rumput laut, nilai ekspor hasil olahan rumput laut negara pesaing, nilai tukar riil, dummy krisis, total ekspor Indonesia dan total ekspor dunia. Adapun operasionalisasi variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Jenis dan Sumber Data

No Data Sumber

1. Daya saing (nilai RCA) UNComtrade

2. Produksi (Kg) KKP

3. Produktivitas Industri (Ribu Rupiah) BPS

4. Harga Ekspor (US$/Kg) UNComtrade

5. Nilai Ekspor negara pesaing (US$) UNComtrade 6.

Nilai Tukar Riil (Rp/mata uang

(25)

15 Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan untuk menjawan tujuan penelitian terdiri dari analisis kuantitatif yang berguna untuk menjelaskan kekuatan daya saing ke masing-masing lima besar negara tujuan ekspor melalui metode RCA (Revealed

Comparative Advantage) serta untuk menganalisis faktor-faktor yang

memengaruhi daya saing karaginan dan agar-agar, digunakan metode regresi panel data statis. Hasil dari analisis digunakan untuk merumuskan strategi yang dapat mendukung peningkatan daya saing hasil olahan rumput laut berupa karaginan dan agar-agar.

Analisis Daya Saing Revealed Comparative Advantage (RCA)

Salah satu indikator yang dapat menunjukkan keunggulan komparatif suatu komoditi atau daya saing industri suatu negara di pasar global adalah Revealed

Comparative Advantage. RCA pertama kali diperkenalkan oleh Bela Balassa pada

tahun 1965 dengan tujuan untuk mengukur keunggulan relatif suatu produk. Konsep dasar RCA adalah perdagangan antar wilayah menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu wilayah.

RCA diukur melalui konsep bahwa kinerja ekspor suatu produk dari suatu negara diukur dengan menghitung pangsa nilai ekspor suatu produk terhadap total ekspor suatu negara dibandingkan dengan pangsa nilai produk tersebut dalam perdagangan dunia.

RCA = Xij / Xit Wj / Wt

dimana: RCA = tingkat daya saing komoditi j dari negara i

Xij = nilai ekspor komoditi j dari negara i pada tahun ke t (US$) Xit = nilai total ekspor seluruh komoditi negara i pada tahun ke t (US$) Wj = nilai ekspor komoditi j dari dunia tahun ke t (US$)

Wt = nilai total ekspor komoditi dari dunia tahun ke t (US$) j = komoditi (agar-agar dan karaginan)

t = tahun ke-t (2001-2011)

i = negara tujuan ekspor (Denmark, Jepang, USA, Italia, Jerman dan United Kingdom)

Jika nilai RCA lebih besar dari satu, berarti suatu negara memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia sehingga komoditi tersebut memiliki daya saing kuat. Sebaliknya, jika nilai RCA kurang dari satu maka suatu negara memiliki keunggulan komparatif di bawah rata-rata dunia sehingga suatu komoditi memiliki daya saing yang lemah.

Analisis Panel Data Statis

(26)

16

mungkin dilakukan jika hanya menggunakan data cross section maupun hanya menggunakan data time series. Jumlah pengamatan pada model ini terbilang sangat banyak dan bersifat kompleks. Metode panel data statis memiliki beberapa kelebihan diantaranya sebagai berikut:

1. Mampu mengontrol heterogenitas individu. Metode ini dalam mengestimasi dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu.

2. Memberikan data yang lebih banyak dan beragam, mengurangi kolinearitas antar peubah, meningkatkan derajat bebas dan lebih efisien.

3. Lebih baik untuk study dynamics of adjusment. Observasi cross section

yang berulang maka data panel lebih baik dalam mempelajari perubahan dinamis.

4. Lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section saja atau data time series saja.

5. Dapat digunakan untuk membangun dan menguji model yang lebih kompleks dibandingkan data cross section atau time series.

6. Data panel mikro yang dikumpulkan terhadap individu, rumah tangga dan perusahaan mungkin mengukur lebih akurat dibandingkan variabel sejenis yang diukur pada tingkat makro. Bias hasil agregasi atas individu atau perusahaan mungkin dikurangi atau dihapuskan.

7. Data panel makro di sisi lain memiliki time series yang lebih panjang dan tidak seperti masalah sejenis distribusi non standar dari unit root test dalam analisis time series.

Selain manfaat yang diperoleh dengan penggunaan panel data, metode ini juga memiliki kelemahan dan keterbatasan dalam penggunaannya, antara lain: 1. Masalah dalam desain survei panel, pengumpulan dan manajemen data.

Masalah yang umum dihadapi diantaranya: cakupan, non-response, kemampuan daya ingat responden, frekuensi dan waktu wawancara. 2. Distorsi kesalahan pengamatan. Umumnya terjadi karena respons yang

tidak sesuai.

3. Masalah selektivitas yang mencakup hal-hal berikut:

a. Self-selectivity: permasalahan yang muncul karena data-data yang dikumpulkan untuk suatu penelitian tidak sepenuhnya dapat menangkap fenomena yang ada.

b. Non respons: permasalahan yang muncul dalam panel data ketika ada ketidaklengkapan jawaban yang diberikan oleh responden.

c. Attrition: jumlah responden yang cenderung berkurang pada survei lanjutan yang biasanya terjadi karena responden pindah, meninggal dunia atau biaya menemukan responden yang terlalu tinggi.

4. Dimensi waktu (time series) yang pendek. Jenis panel mikro biasanya mencakup data tahunan yang relatif pendek untuk setiap individu.

5. Cross-section dependence. Sebagai contoh, apabila makro panel dengan unit analisis negara atau wilayah dengan deret waktu yang panjang mengabaikan cross-countrydependence akan mengakibatkan inferensi yang salah (misleading inference).

(27)

17

1. Metode Pooled OLS (Ordinary Least Square)

Teknik ini tidak ubahnya membuat regresi dengan data cross-section dan data time-series pada umumnya. Akan tetapi, untuk data panel, sebelum membuat regresi harus dilakukan penggabungan data cross-section dan data time-series

(pooled data). Kemudian data gabungan ini yang akan digunakan untuk mengestimasi model dengan metode OLS. Kesulitan terbesar dalam pemodelan jenis ini adalah asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan, baik antar daerah maupun antar waktu, sehingga tidak dapat merepresentasikan keragaman antar individu dalam panel data dengan baik. 2. Metode Efek Tetap (Fixed Effect)

Adanya variabel-variabel yang tidak semuanya masuk dalam persamaan model memungkinkan adanya intercept yang tidak konstan atau dengan kata lain metode fixed effect digunakan ketika antara efek individu dan variabel penjelas memiliki korelasi dengan variabel Xit sehingga memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Hal ini mempertimbangkan bahwa peubah-peubah yang dihilangkan dapat mengakibatkan perubahan intercept untuk setiap individu dan waktu. Pemikiran inilah yang menjadi dasar pemikiran pembentukan model tersebut. Metode ini mampu menangkap keragaman individu dengan sangat baik dibandingkan dengan alternatif pemodelan panel statis lain.

3. Metode Efek Random (Random Effect)

Bila pada Model Efek Tetap, perbedaan antar individu dan atau waktu dicerminkan lewat intercept, maka pada Model Efek Random, perbedaan tersebut diakomodasi dalam error. Teknik ini juga memperhitungkan bahwa error mungkin berkorelasi sepanjang time-series dan cross-section. Pendekatan ini tak mampu menjelaskan keragaman individu dalam model.

Untuk menentukan model pendekatan yang terbaik dalam panel data statis, perlu dilakukan uji ekonometrika tertentu yakni dengan menggunakan Uji Chow, Uji Hausman, dan Uji LM (Breusch – Pagan). Dua dari tiga jenis uji yang digunakan dalam penelitian akan dijelaskan sebagai berikut.

a. Uji Chow

Uji Chow atau uji F-statistic merupakan pengujian statistik untuk dasar pemilihan menggunakan model Pooled Least Square atau model Fixed Effect. Hipotesis dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:

H0: Pooled Least Square Model(PLS) H1: Fixed Effect Model (LSDV)

Dasar penolakan terhadap hipotesis nol (H0) tersebut adalah dengan bahasa pemograman E-views sebagai berikut : Jika hasil dari Chow Test signifikan (probability dari Chow < α) maka H0 ditolak, artinya Fixed Effect digunakan. b. Uji Hausman

Uji Hausman merupakan pengujian statistik untuk dasar pemilihan menggunakan model fixed effect atau model random effect. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis berikut:

H0: Random Effect Model H1: Fixed Effect Model

(28)

18

besar dari tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0, hingga model yang digunakan adalah fixed effect, begitu pula sebaliknya.

Uji Asumsi

Uji asumsi dilakukan untuk mengetahui persyaratan sebuah model yang akan digunakan serta untuk menentukan bahwa model yang telah dihasilkan adalah baik. Setelah mengambil keputusan untuk menggunakan suatu model tertentu, maka dilakukan uji terhadap asumsi yang digunakan dalam model melalui tiga kriteria kesesuaian model sebagai berikut :

1. Kriteria Ekonometrika

Pengujian dengan menggunakan kriteria ekonometrika didasarkan pada pelanggaran asumsi OLS. Hal-hal ini dilihat dalam kriteria ekonometrika antara lain adalah multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas.

a. Uji Multikolinearitas

Salah satu asumsi dari model regresi berganda adalah bahwa tidak ada hubungan linear sempurna antara peubah bebas dalam model tersebut, jika hubungan tersebut ada maka peubah bebasnya dikatakan multikolinearitas sempurna (exact multicolinearity). Apabila hal tersebut terjadi maka akan diperoleh nilai R² yang tinggi serta dugaan parameter koefisien regresi masih mungkin dapat diperoleh, tapi interpretasinya jadi sulit. Multikolinearitas dideteksi dengan uji koefisien korelasi sederhana antar peubah bebas dalam model. Jika korelasinya kurang dari 0.8 (rule of tumbs 0.8) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikoliniearitas. Tetapi jika nilai koefisien korelasinya lebih besar dari 0.8 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat multikolinearitas dalam model tersebut. Selain itu juga dapat dilihat dari statistik uji F dan nilai koefisien determinasi, apabila nilai Rj2 tinggi atau uji F signifikan berarti ada multikolinearitas.

b. Uji Heteroskedasitas

Kondisi heteroskedatisitas merupakan kondisi yang melanggar asumsi dari regresi linear klasik. Asumsi yang harus dipenuhi linear klasik adalah nilai dugaan parameter dalam model regresi diasumsikan bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimate), maka Var(ui) harus sama dengan σ2 (konstan), atau semua residual atau error mempunyai varian yang sama, yang disebut dengan homoskedastisitas. Sedangkan bila nilai varian dari peubah bebas tidak konstan atau berubah-ubah disebut dengan heteroskedastisitas. Pengujian masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji whiteheteroskedasticity test (Gujarati 2004). Pengujian ini dilakukan dengan cara melihat probabilitas obs*R-squarenya.

H0: sama dengan 0 H1: tidak sama dengan 0

Taraf nyata = α

Pengambilan kesimpulan bisa dilakukan dengan melihat apakah nilai probabilitas dari obs*R-squared lebih kecil atau lebih besar daripada taraf nyata α. Jika nilai obs*R-squared lebih besar dari taraf nyata α , maka terima H0, artinya tidak mengalami gejala heteroskedastisitas dalam model regresi yang diperoleh. Jika sebaliknya, maka bisa disimpulkan adanya gejala heteroskedastisitas pada model regresi tersebut.

c. Uji Autokorelasi

(29)

19 dilakukan tergantung pada jenis data dan sifat model yang digunakan. Autokorelasi dapat memengaruhi efisiensi dari penduganya. Untuk mendeteksi adanya korelasi serial adalah dengan melihat nilai Durbin Watson (DW). Uji yang digunakan untuk mendeteksi apakah pada data yang diamati terjadi otokorelasi atau tidak adalah uji

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM. Apabila nilai probability Obs*R-squared

lebih besar dari taraf nyata maka tidak ditemukan gejala otokorelasi pada model, namun bila nilai probability Obs*R-squared lebih kecil dari taraf nyata maka ditemukan gejala autokorelasi pada model.

2. Kriteria Statistika

Secara statistika terdapat beberapa uji yang dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian model yaitu :

a. Uji F

Uji F digunakan untuk menguji bagaimanakah pengaruh seluruh variabel

independent terhadap variabel dependent. Hipotesis :

H0: β1 = β2 = ….= βt = 0 (tidak ada variabel independent yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependent). t=1,2,….n

H1 : minimal ada satu β1 yang tidak sama dengan 0 (paling tidak ada satu variabel independent yang berpengaruh signifikan terhadap variabel

dependent).

Jika probability t-statistic < taraf nyata α , maka tolak H0 dan simpulkan minimal ada satu variabel independent yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Jika probability t-statistic > taraf nyata α , maka terima H0 dan simpulkan tidak ada satu variabel independent yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

b. Uji t

Uji t disebut juga sebagai uji signifikasi variabel secara parsial karena melihat signifikasi masing-masing variabel yang terdapat di dalam model besaran yang digunakan dalam uji ini adalah statistik t. Langkah pertama untuk melaksanakan uji t adalah dengan menuliskan hipotesis pengujian

H0: βtsama dengan 0 t = 1,2,…,n H1: βt tidak sama dengan 0

Selanjutnya dilakukan perhitungan t statistik dengan menggunakan rumus : t = β- βt

(30)

20

yang digunakan diduga akan semakin baik jika semakin banyak variabel bebas yang signifikan atau berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya.

3. Kriteria Ekonomi

Dalam kriteria ekonomi akan diuji tanda dan besaran dari tiap koefisien variabel independent yang diperoleh. Kriteria ekonomi mensyaratkan tanda dan besaran yang terdapat pada tiap koefisien variabel independent sesuai dengan teori ekonomi. Apabila model tersebut sesuai dengan teori ekonomi, maka model tersebut dapat dikatakan baik secara ekonomi.

Model Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Daya Saing Hasil Olahan Rumput Laut Indonesia

Berdasarkan pemilihan variabel faktor-faktor yang memengaruhi daya saing hasil olahan rumput laut, diduga faktor-faktor yang berpengaruh adalah nilai ekspor hasil olahan rumput laut negara pesaing, harga ekspor hasil olahan rumput laut, produktivitas industri pengolahan rumput laut, produksi rumput laut, nilai tukar riil dan dummy krisis, maka secara matematis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia dapat ditulis sebagai berikut :

DSit= α+β1LnPRODUKSIt+β2PROt+β3LnHEit+β4 LnNEPit+β5LnERit

+β6δnDKRISISt+ t

Bentuk logaritma natural menunjukkan persentase perubahan variabel

independent terhadap variabel dependent. Keterangan :

α = konstanta

β = parameter yang diduga, dengan β =1,2,3, dan 4

DSit = tingkat daya saing produk hasil olahan rumput laut

Indonesia pada tahun ke-t dengan nilai RCA sebagai proksi.

PRODUKSIt = produksi rumput laut kering Indonesia periode ke-t

(Kg).

PROt = tingkat produktivitas industri pengolahan rumput laut

pada periode ke-t (ribu rupiah).

HEit = harga ekspor olahan rumput laut Indonesia (US$/Kg).

NEPit = nilai ekspor hasil olahan rumput laut negara pesaing

Filipina periode ke-t (US$).

ERit = nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara

importir periode ke-t (Rp/mata uang negara pengimpor).

DKRISISt = dummy krisis ekonomi global , 0 sebelum krisis 2008,

(31)

21 Definisi Operasional Variabel

1. Daya Saing Hasil Olahan Rumput Laut (nilai RCA)

Variabel nilai RCA hasil olahan rumput laut adalah nilai ekspor agar-agar dan karaginan Indonesia terhadap total nilai ekspor seluruh komoditas Indonesia yang akan dibandingkan dengan nilai ekspor agar-agar dan karaginan di dunia terhadap total nilai ekspor seluruh komoditas di dunia. Satuan nilai RCA dinyatakan dalam bentuk rasio atau indeks dengan nilai yang berkisar antara 0 hingga 1.

2. Nilai Ekspor Hasil Olahan Rumput Laut Negara Pesaing

Variabel nilai ekspor hasil olahan rumput laut adalah nilai dari penjualan barang yang dilakukan oleh suatu negara ke negara lain. Pada penelitian ini variabel nilai ekspor yang digunakan adalah nilai ekspor negara pesaing hasil olahan rumput laut Indonesia yaitu Filipina dan dinyatakan dalam satuan US$. Volume ekspor hasil olahan rumput laut negara pesaing tidak digunakan dalam model penelitian ini karena pengaruh volume ekspor jika digunakan menghasilkan model yang kurang baik.

3. Harga Ekspor Hasil Olahan Rumput Laut

Variabel harga ekspor rumput laut merupakan harga FOB hasil olahan rumput laut Indonesia yang merupakan hasil bagi antara total nilai ekspor dengan volume ekspor hasil olahan rumput laut Indonesia ke negara tujuan ekspor dan dinyatakan dalam satuan US$ per kilogram.

4. Produktivitas Industri Pengolahan Rumput Laut

Pada penelitian ini tingkat produktivitas merupakan hasil bagi antara nilai output dengan biaya input dan dinyatakan dalam satuan ribu rupiah.

5. Produksi Rumput Laut

Teori Heckscher-Ohlin mengatakan bahwa factor abundance menjadi dasar

comparative advantage. Factor abundance bagi daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia adalah produksi rumput laut kering yang melimpah. Variabel produksi rumput laut Indonesia merupakan jumlah total produksi domestik rumput laut Indonesia yang dinyatakan dalam satuan kilogram.

6. Nilai Tukar Riil

Nilai tukar riil Indonesia terhadap mata uang negara importir yang digunakan adalah perbandingan nilai rupiah dengan mata uang negara negara importir. 7. Dummy Krisis

Dummy krisis yang digunakan berupa angka 0 pada tahun sebelum terjadinya krisis dan angka 1 pada tahun terjadi krisis serta pada tahun pasca krisis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Posisi Daya Saing Hasil Olahan Rumput Laut Indonesia

(32)

22

(dalam hal ini yang diteliti adalah agar-agar dan karaginan) terhadap total ekspor Indonesia yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai produk dalam perdagangan dunia.

RCA dapat didefinisikan bahwa jika pangsa ekspor hasil olahan rumput laut di dalam total ekspor komoditi dari suatu negara lebih besar dibandingkan pangsa pasar ekspor komoditi hasil olahan rumput laut di dalam total ekspor komoditi dunia, diharapkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif dalam produksi dan ekspor hasil olahan rumput laut. Apabila nilai RCA lebih dari satu berarti negara itu mempunyai keunggulan komparatif (di atas rata-rata dunia) untuk hasil olahan rumput laut dalam hal ini berdaya saing kuat. Sebaliknya jika nilai lebih kecil dari satu berarti keunggulan komparatif untuk komoditas hasil olahan rumput laut berdaya saing lemah (di bawah rata-rata dunia). Berikut adalah hasil perhitungan RCA untuk hasil olahan rumput laut berupa agar-agar dan karaginan ke enam negara tujuan ekspor.

Tabel 6 Tabel RCA hasil olahan rumput laut Indonesia ke Denmark, Jepang, USA, Italia, Jerman dan UK tahun 2001-2011

Sumber : UNComtrade 2012 (diolah)

Berdasarkan hasil perhitungan RCA pada Tabel 6, hasil olahan rumput laut ke enam negara tujuan ekspor utama secara keseluruhan memiliki daya saing yang kuat, terlihat dari nilai RCA yang lebih besar dari satu. Khususnya pada negara Denmark, Italia, Jerman dan United Kingdom. Daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia pada keempat negara tersebut memiliki posisi daya saing yang kuat dengan nilai RCA yang lebih besar dari satu selama sebelas rentang tahun penelitian yang digunakan. Meskipun Indonesia memiliki posisi daya saing yang kuat dengan nilai RCA yang selalu lebih besar dari satu di negara Denmark, Jerman dan United Kingdom, namun nilai RCA yang dihasilkan terbilang cukup berfluktuasi. Berdasarkan data yang terlampir fluktuasi nilai RCA ini disebabkan oleh nilai ekspor yang mengalami tren fluktuatif.

(33)

23 nilai RCA masing-masing 0.36 dan 0.47. Posisi daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia di negara Jepang mulai menguat pada tahun 2005 hingga tahun 2011 dengan nilai RCA masing-masing 1.68 dan 1.95. Posisi daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia di negara USA menempati posisi yang lemah pada tahun 2001 hingga tahun 2004 dengan nilai RCA masing-masing 0.98, dan 0.87. Pada tahun-tahun selanjutnya daya saing hasil olahan rumput laut menempati posisi yang kuat dengan nilai RCA yang lebih besar dari satu. Tabel 8 menunjukkan bahwa daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia di negara Jepang dan USA yang terbilang cukup lemah pada tahun 2001 hingga tahun 2004 disebabkan oleh nilai ekspor hasil olahan rumput laut Indonesia ke kedua negara tersebut yang cukup rendah dibandingkan pada tahun selanjutnya. Selain itu pada rentang tahun tersebut

share ekspor hasil olahan rumput laut Indonesia terhadap total ekspor seluruh produk Indonesia baik ke negara Jepang maupun USA sangat rendah dengan nilai

share ekspor sebesar 0.00464 persen pada tahun 2001 dan 0.00514 persen pada tahun 2004 di negara Jepang. Sementara share ekspor hasil olahan rumput laut Indonesia di negara USA sebesar 0.00568 persen pada tahun 2001 dan 0.00481 persen pada tahun 2004.

Tabel 7 Share ekspor hasil olahan rumput laut Indonesia terhadap total ekspor seluruh produk Indonesia ke Jepang dan USA tahun 2001-2004

Sumber: UNComtrade 2012 (diolah)

Pada saat terjadinya krisis global tahun 2008 daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia mengalami penurunan terutama pada negara USA, Italia, Jerman dan

United Kingdom dengan nilai RCA masing-masing sebesar 2.34, 20.40, 3.57 dan

14.73. Sementara krisis 2008 tidak berpengaruh terhadap daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia di negara Denmark dan Jepang dengan nilai RCA masing-masing sebesar 68.59 dan 1.84 yang meningkat pada tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan permintaan yang tinggi akan hasil olahan rumput laut di negara Denmark dan Jepang.

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Hasil Olahan Rumput Laut Indonesia

Hasil uji Chow pada model faktor-faktor yang memengaruhi daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia diperoleh bahwa nilai probability dari Chow (0.00) <

(34)

24

taraf nyata 5 persen, maka tolak H0 (Lampiran 4). Artinya, model Fixed Effect adalah model yang digunakan.

Salah satu asumsi dari model regresi adalah tidak ada hubungan linear sempurna antar peubah bebas dalam model tersebut. Adanya multikolinearitas dapat disebabkan oleh nilai R- squared yang tinggi tetapi variabel independennya banyak yang tidak signifikan. Uji multikolinearitas dapat dilihat dari probabilitas dan matriks korelasi antar variabel (Lampiran 5). Pada model daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia menghasilkan nilai R-squared yang tinggi yaitu 0.877145 dan ada lima variabel bebas yang signifikan dan satu variabel yang tidak signifikan, menunjukkan bahwa model terbebas dari multikolinearitas. Nilai

R-squared ini menunjukkan bahwa 87.71 persen keragaman variabel dependen yang

terdapat dalam model dapat dijelaskan oleh variabel independen yang terdapat dalam model, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel independen di luar model. Berdasarkan hasil estimasi pada model daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia menunjukkan bahwa gambar plot residual tidak membentuk suatu pola tertentu. Dapat disimpulkan ragam residual telah menyebar homogen (lampiran 7).

Uji autokorelasi dilakukan dengan uji Durbin-Watson. Berdasarkan hasil uji statistik Durbin-Watson (DW) diperoleh nilai DW hitung pada weights statistics

dengan nilai mendekati dua yaitu sebesar 1.770. Hasil ini menandakan tidak ada autokorelasi pada model tersebut. Selain itu model ini telah menggunakan GLS Weights Cross-Section SUR. Metode ini mengoreksi masalah autokorelasi dan masalah heteroskedastisitas, sehingga masalah-masalah tersebut dapat diabaikan. Dengan demikian, model estimasi regresi data panel ini telah terbebas dari masalah autokorelasi.

Pada data panel, normal atau tidaknya error terms dapat dilihat dari nilai probabilitas yang terdapat pada histogram-normality test. Jika nilai probabilitas >

α, maka error terms menyebar normal. Dari pengujian model didapatkan hasil bahwa probabilitas Jarque-Bera lebih besar dari pada α (2.299993 > 0.05) dan nilai probabilitas juga lebih besar dari pada α (0.316638 > 0.05). Dengan demikian, model daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia ini sudah memiliki error terms

yang menyebar normal (Lampiran 6).

Uji statistik dalam penelitian ini dilakukan melalui uji F yang bertujuan untuk melihat pengaruh variabel independen secara keseluruhan terhadap variabel dependennya. Berdasarkan tabel dapat terlihat bahwa probabilitas (f-statistic) atau sering disebut p-value adalah sebesar 0.000000 yang lebih kecil dari taraf nyata ( α = 5 persen). Nilai ini menandakan bahwa persamaan tersebut mendukung keabsahan model atau dapat disimpulkan bahwa pengaruh yang ditimbulkan oleh keseluruhan variabel penjelas terhadap variabel terikat atau dependennya adalah baik.

(35)

25 signifikan, secara keseluruhan pengaruh semua variabel bebasnya memengaruhi daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia.

Dugaan persamaan regresi untuk model daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia yang dihasilkan berdasarkan output E-views dapat dilihat pada tabel, pada persamaan tersebut memiliki nilai �2 sebesar 0.877145 artinya bahwa variasi variabel endogennya (daya saing) dapat dijelaskan secara linear oleh variabel bebasnya di dalam persamaan sebesar 87.71 peren dan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar persamaan.

Tabel 8 Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Hasil Olahan Rumput Laut Indonesia dengan metode fixed effect

Variabel Coefficient Prob

R-square 0.877145 Sum square resid 57.99456

Prob (F-statistic) 0.0000000 Durbin-Watson stat 1.770634 Unweighted Statistics

R-square 0.709283 Durbin-Watson stat 1.146534

Sum square resid 4692.649

Keterangan pada taraf nyata (α = 5 persen)

(36)

26

yang terintegrasi dari sistem agribisnis hulu ke produk hilir. Industri pengolahan rumput laut domestik akan menyerap bahan baku dari pembudidaya rumput laut di tingkat petani yang pada akhirnya akan diolah lebih lanjut menjadi hasil olahan rumput laut berupa agar-agar dan karaginan sehingga produk olahan rumput laut Indonesia dapat bersaing di pasar internasional.

Produktivitas industri pengolahan rumput laut berpengaruh positif terhadap daya saing hasil olahan rumput laut dengan koefisien sebesar 0.195. Artinya, setiap peningkatan produktivitas industri pengolahan sebesar satu persen akan meningkatkan daya saing hasil olahan rumput laut sebesar 0.195 persen, ceteris paribus. Pengaruh variabel produktivitas industri pengolahan rumput laut signifikan pada taraf nyata satu persen, temuan empiris ini sesuai dengan hipotesis bahwa produktivitas industri pengolahan rumput laut berhubungan positif terhadap daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia, semakin tinggi produktivitas industri pengolahan rumput laut maka semakin tinggi daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia. Produktivitas yang meningkat menunjukkan kinerja dari industri pengolahan rumput laut. Dengan meningkatnya kinerja mengartikan bahwa pabrik pengolahan rumput laut baik karaginan maupun agar-agar mampu berproduksi dan meningkatkan ekspor hasil olahan rumput laut secara optimal, sehingga mampu memenuhi permintaan domestik maupun pasar internasional yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing hasil olahan rumput laut.

Harga ekspor berpengaruh negatif terhadap daya saing hasil olahan rumput laut dengan koefisien sebesar 1.993. Artinya, setiap peningkatan harga ekspor sebesar satu persen akan menurunkan daya saing hasil olahan rumput laut sebesar 1.993 persen, ceteris paribus. Pengaruh variabel harga ekspor hasil olahan rumput laut Indonesia signifikan pada taraf nyata lima persen, temuan empiris ini sesuai dengan hipotesis bahwa harga ekspor hasil olahan rumput laut berhubungan negatif terhadap daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia, semakin tinggi harga ekspor hasil olahan rumput laut Indonesia maka akan menurunkan permintaan dunia terhadap hasil olahan rumput laut Indonesia. Negara-negara pengimpor hasil olahan rumput laut akan beralih ke negara-negara pesaing yang mengekspor hasil olahan rumput laut dengan harga yang lebih murah dan efisien.

(37)

27 Berdasarkan hasil estimasi yang terdapat dalam Tabel 8 dapat ditunjukkan bahwa dummy krisis yaitu sebelum tahun 2008 dan sesudah tahun 2008 memiliki pengaruh yang nyata terhadap daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas dummy krisis yaitu sebesar 0.0000 lebih kecil dari taraf nyata 5 persen, sehingga setelah krisis pada tahun 2008 memiliki pengaruh yang signifikan terhadap daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia. Koefisien sebesar 13.27 memiliki arti adanya rata-rata perbedaan daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia antara sebelum dan sesudah krisis lebih rendah 13.27 x rata-rata daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia sebelum krisis, ceteris paribus.

Nilai tukar riil pada hasil estimasi model faktor-faktor yang memengaruhi daya saing hasil olahan rumput laut tidak berpengaruh signifikan terhadap daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia dengan nilai probabilitas lebih besar dari lima persen.

Pada Tabel 8 juga menunjukkan jika tanpa pengaruh dari variabel-variabel independen (produksi rumput laut kering, produktivitas industri pengolahan rumput laut, harga ekspor hasil olahan rumput laut, nilai ekspor negara pesaing Filipina, nilai tukar riil dan dummy krisis global tahun 2008) maka daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia hanya dipengaruhi oleh efek individu. Efek individu pada data cross section dengan nilai paling tinggi adalah Denmark sebesar 24.281, Italia sebesar 3.562 dan United Kingdom sebesar 0.610. Data tersebut menjelaskan bahwa Denmark, Italia dan United Kingdom adalah negara-negara yang paling memengaruhi daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia. Hal tersebut menjelaskan Indonesia akan mengalami penurunan daya saing hasil olahan rumput laut yang besar jika tidak mengekspor ke negara Denmark, Italia dan United Kingdom.

Analisis Strategi Peningkatan Daya Saing Hasil Olahan Rumput Laut Indonesia

Berdasarkan kedua alat analisis yang telah diuraikan yaitu analisis keunggulan komparatif dengan Revealed Comparative Advantage dan analisis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia dengan metode panel data statis maka dapat ditentukan strategi yang dapat digunakan agar daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia mengalami peningkatan. Menurut hasil analisis regresi faktor-faktor yang memengaruhi daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia dapat diketahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap daya saing hasil olahan rumput laut Indonesia adalah produktivitas industri pengolahan rumput laut, produksi rumput laut, harga ekspor hasil olahan rumput laut Indonesia, nilai ekspor hasil olahan rumput laut negara pesaing dan krisis ekonomi. Dengan hasil ini dapat dikembangkan beberapa strategi untuk meningkatkan hasil olahan rumput laut Indonesia, diantaranya :

1. Pengembangan Klaster Industri Pengolahan Rumput Laut

Gambar

Tabel 1  Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan 2000 tahun 2008-
Tabel 2   Volume produksi perikanan budidaya menurut komoditas utama tahun
Tabel 3  Produksi, ekspor dan impor hasil olahan rumput laut Indonesia  tahun 2001-2011 (Ribu US$)
Gambar 1   Negara pengekspor rumput laut kering dunia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suku bunga BI, Jumlah uang yang beredar, berpengaruh terhadap inflasi sedangkan pengeluaran pemerintah dan kurs tidak

Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari menyebarkan kuisioner kepada konsumen yang telah melihat tayangan iklan Yamaha Jupiter MX

Telah dibuat aplikasi augmented reality berbasis sistem operasi android untuk media pembelajaran struktur mikroorganisme unisel yang berisi tentang

yang digunakan sebagai pengujian data user dengan jabatan sebagai admin user. Pada gambar 4.28 menunjukkan capture dari berhasilnya pengecekan hak akses.. Pada capture

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif komparatif yaitu dengan membandingkan kinerja keuangan dua perusahaan.dimana analisis data yang digunakan adalah time

Bebeapa ahli mengemukakan tentang pengertian pembelajaran diantaranya adalah : pembeajaran adalah suatu konsep dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola

114 CIBITUNG SINDANGKERTA 03 AHMAD SAEPUDIN L KP.TAMANSARI.. 115 CIBITUNG SINDANGKERTA 03 OPIK

Peruntukan yang digunakan bagi membuat perolehan peralatan dan bahan menggunakan peruntukan yang diberikan oleh kerajaan. Sijil Pelepasan GST mestilah ditandatangani oleh