ANALISIS KORELASI RUANG TERBUW HIJAU DAN
TEMPERATUR PERMUKAAN DENGAN APLIKASI SIG DAN
PENGINDERAAN JAUH (STUD1 KASUS:
DKI JAKARTA)
Lia Fracillia
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT FERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Korelasi Rualg Terbuka Hijau dan Temperatur Permukaan dengan Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh (Studi Kasus: DKI Jakarta) adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebntkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhi tesis ini.
Bogor, Mei 2007
Liu
FrucilliuABSTRAK
LIA FRACILLIA.
Analisis Korelasi Ruang Terbuka Hijau dan TemperaturPermukazn dengan Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh (Studi Kasus: DKI Jakarta). Dibimbing oleh BAMBANG SULISTYANTARA, dan ALINDP* F.M
ZAIN.
Pertumbuhan kota yang pesat akibat pertambahan jumlah penduduk temtama urbanisasi, membutuhkan pembangunan sarana dan prasarana kota. Hal ini mengakibatkan bertambahnya peralihan lahan pada m g terbuka menjadi ruang terbangun sehingga lahan yang seharusnya dianfaatkan sebagai RTH terus menyempit. Impliasi dari berkurangnya jumlah RTH terhadap kualitas lingkungan seperti polusi udara dan air serta peningkatan temperatur kawasan membuituhkan perhatian dan kajian serius. Berkembangnya teknik SIG (Sistem Informasi Geografi) dan Penginderaan Jauh merupakan pendukung bagi pendalaman studi mengenai korelasi ruang terbuka hijau dengan temperatur permukaan. Beberapa kajian tentang topik pemanasan di kawasan urban antara lain disampaikan oleh Myung-Hee et al. (2000), dan Weng et al. (2004), menjadi referensi kajian ini khususnya berkaitan dengan metode analisisnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa korelasi antara RTH dan temperatur berdasarkan sebaran RTH di wilayah DKI Jakarta dengan menggunakan SIG dan Penginderaan Jauh.
Metode yang digunakan adalah metode analisis spasial dengan menggunakan teknik SIG dan Penginderaan Jauh. Terdapat empat tahapan utarna yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu: (1) Tahap Persiapan
,
(2) Analisis Citra, (3) Pengamatan Lapangan, (4) Analisis Statistika.Melalui metode analisis spasial dapat diketahui bahwa penurunan luas RTH dapat menaikkan temperatur permukaan di wilayah perkotaan. Luas RTH di wilayah DKI Jakarta tahun 1997 sebesar 20.512,80 ha (31,91% dari luas wilayah DKI Jakartaj. Dan pada t a b 2003 mengalami p~nman 1-us RTI-I sebcsar 8,79%, yaitu menjadi 14.855,76 ha (23,12% dari luas wilayah DKI Jakarta). Temperatur permukaan di wilayah DKI Jakarta tahun 1997 adalah 26,2 OC dan tahun 2004 mengalami kenaikan sebesar 0,4 OC, yaitu menjadi 26,6 OC.
Persamaan regresi berdasarkan grid tahun 1997 yaitu y = 27,027 - 0,039~
@
Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor tahun 2007 Hak cipta dilindungiDilarang mengutip dun memperbanyak tanpa ijin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya
ANALISIS KORELASI RUANG TERBUKA HIJAU DAN
TEMPERATUR PERMUKAAN DENGAN APLEASI SIG D M
'
PENGINDERAAN JAUH (STUD1 KASUS: DKI JAKARTA)
Lia Fracillia
Tesis
Sebagai salah salu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Arsitektur Lanskap
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Analisis Korelasi Ruang Terbuka Hijau dan Temperatur Permukaan dengan Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh (Studi kasus: DKI Jakarta)
Nama : Lia Fracillia
NRP : A352020091
..
Program Studi : Arsitektur Lanskap
Disetujui Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Arsitektur Lanskap
JP
Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M. Agr
PRAKATA
Aihamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Tcpik yang dipilih mengenai Ruang Terbuka Hijau, dengan judul Analisis Korelasi Ruang Terbuka Hijau dan Temperatur Permukaan dengan Aplikasi SIG dan Penginderaan
Jauh (Studi Kasus: DKI Jakarta), yang mempak8.n salah satu syarat untuk
memperoleh geIar Magister Sains pada Program Studi Arsitektur Lans-kap, Sekolah Pascasa jana IPB.
Penelitian tentang korelasi antax m n g terbulca hijau dan temperatur bukan penelitian yang baru bagi bidang penginderaan jauh. Sudah ada penelitian yang dilakukan negara maju seperti Eropa dan Amerika. Oleh karena itu literatur merupakan sumber utama dari upaya memahami metode ini. Penelitian dilakukan di wilayah DKI Jakarta yang mempakan kawasan metropolitan terbesar dan paling diiamis di Indonesia. Bersamaan dengan meningkatnya jumlah penduduk secara cepat, sementara lahan yang tersedia terbatas mengakibatkan bertambahnya peralihan lahan dari ruang terbuka menjadi ruang terbangun sehingga lahan yang seharusnya dimanfaatkan sebagai RTH terus menyempit. Berkurangnya luas RTH menyebabkan.ternperatur permukaan menjadi nak. Penelitian ini menganalisis besarnya pengaruh RTH dalam nmnuunkan temperatur permukaan.
Pada kesenlpatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada: Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M. Agr selaku dosen pembimbing utama, Dr. Ir. Alinda F.M Zain M. Si selaku dosen pembimbing, Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M. Agr selaku Ketua PS Arsitektur SPs IPB dan seluruh staf pengajar, Yudi Setiawan, SP atas pelatihan GIS & RS yang telah diberikan, orang tua dan adik atas doa dan bantuamya, suami dan putri tercinta atas doa dan kasih sayangnya, serta rekan- rekan PS Arsitektur Lanskap SPs P B angkatan 2002.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi, Jawa Barat pada tanggal 22 April 1978 dari pasangan Bapak
H.
Jaja Suteja Salim dan Ibu Hj. Betty Sumiati. Penulis m e ~ p & a n putri pertama dari dua bersaudara. Pernikahan penulis dengan Mohamad Kurniawan, ST dikarunia seorang putri Fathiya Aida Rofa.DAFTAR
IS1
Halaman
DAFTAR TABEL
...
ixDAFTAR GAMBAR
...
x
...
DAFTAR LAMPIRAN xii PENDAHULUAN Latar Belakang...
1Tujuan Penelitian
...
2Manfaat Penelitian
...
3Kerangka Pemikiran
...
3TINJAUAN PUSTAKA
..
Rbang Terbuka Hijau...
5Fungsi Ruang Terbuka Hijau
...
6Kenyamanan
...
8Sistem Informasi Geografi
...
9...
Sistem Pengideraan Jauh 10 Pengolahan Data Penginderaan Jauh mtuk hlengetahui Pekembangan Temperatur Permukaan...
11METODOLOGI
...
Lokasi dan Waktu Penelitian 15...
Alat dan Bahan 15...
Metode clan Tahapan Penelitian 17...
Tahapan Persiapan 17...
Analisis Citra 17 Pengamatan Sapangan.
.
.
...
21. ...
Analtsis Statistlka 21 HASIL DAN PEMBAHASAN...
Distribusi RTH di Wilayah Administrasi DKI Jalcarta 24 Distibusi Temperatur Permukaan di Wilayah Administrasi DKI Jakarta...
33 Korelasi RTH dan Temperatur Permukaan Berdasarkan Wilayah...
Administrasi Kecamatan DKI Jakarta 40
...
'IMPULAN DAN SARAN
Simpulan
...
47 Saran...
47...
f)AFTAR PUSTAKA 48
DAFTAR TABEL
Halaman
1
.
Standar Luas Ruang Terbuka Umurn...
82
.
Karakteristik dan Kegunaan Tujuh Kanal dalam Landsat TM...
123
.
Persentase Jenis Penutupan Lahan di Wilayah DKI Jakarta...
224
.
Distribusi RTH Wilayah Administrasi Kecamatan di DKI Jakarta...
285
.
Distribusi Temperatur Permukaan berdasarkan Wilayah Administratif di DKI Jakarta...
386
.
Analisis Regresi Linear RTH dan Temperatur Permukaan Berdasarkan...
Wilayah Kecamatan 41...
7.
Variabel dalam Persamaan Tahun 1997 42...
8.
Variabel dalam Persamaan Tahun 2004 43 9.
Analisis Regresi Linear RTH dan Temperatur Permukaan Berdasarkan Grid...
43DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
.
Kerangka Berfikir Penelitian...
4...
2.
Lokasi Wilayah Penelitian DKI Jakarta 16...
3.
Proses Analisis Penginderaan Jauh 20 4.
Proses Analisis Sistem Informasi Geografi...
215
.
Chid yang diletakkan di Pusat Wilayah DKI Jakarta...
226
.
Tiga Jenis Bentuk Penuiupan Lahan di Wilayah DKI Jakarta: Badan Air 19 (A), Kawasan Vegetasi (B). dan Kawasan Terbangun (C)...
247
.
Peta Penutupan Lahan di DKI Jakarta Tahun 1997...
268
.
Kebun Campuran yang Terdapat di Kelurahan Jagakarsa...
279
.
Areal Persawahan yang terdapat di sekitar Bandara Soekarno-Hatta...
2710
.
Peta Penutupan Lahan di DKI Jakarta Tahun 2004...
:...
281 1
.
Pemukiman Padat di Kecamatan Penjaringan...
2912
.
Kawasan Hijau Lmdung Hutan Bakau di Cagar Alam Muara Angke...
2913
.
Kawasan Hijau Binaan Hutan Kota Monas...
3014
.
Kawasan Hijau Binaan Jalur Hijau di Jalan Merdeka...
3015
.
Distribusi RTH di Wilayah DKI Jakarta...
3316
.
Peta Distribusi Temperatur Permukaan Wilayah DKI Jakarta Tahun 1997...
3517
.
Peta Distibusi Temperatur Permukaan Wilayah DKI Jakarta Tahun 2004...
3618
.
Jalan To1 Laks.
Yos Sudarso Jakarta Utara...
3719
.
Kawasan Industri di Tanjung Priuk...
3720
.
Grafik Distribusi Temperatur Permukaan di DKI Jakaiia...
3922. Grafik Regresi RTH dan Temperatur Permukaan Citra Landsat ETM+ Tanggal 9 September 2004 Berdasarkan Wilayah Kecamatan di
Di DKI Jakarta
...
42 23. Grafk Regresi RTH dan Temperatur Permukaan Citra Landsat ETM+Tanggal 12 Juii 1997 Berdasarkan Grid
...
44 24. Grafik Regresi RTH dan Temperatur Permukaan Citra Landsat ETM+DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Jenis Penutupan Lahan Berdasarkan Grid di Wilayah DKI Jakarta
Tahun 1997
...
51 2. Jenis Penutupan Lahan Berdasarkan Grid di Wilayah DKI JakartaTahun 2004
...
64 3. Model Konversi Data Citra Landsat TM dan ETM+ Band 6 ke...
Temperatur Celcius 77
4. Model Untuk menghitung Rata-rata Temperatur di masing-masing
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Wilayah perkotaan atau yang disebut juga sebagai kawasan urban mempakan sdah satu kawasan yang mempunyai masalah lingkungan yang cukup serius. Pertumbuhan kota yang pesat khususnya akibat pertambahan jumlah penduduk terutama urbanisasi, membutuhkan pembangunan sarana dan prasarana kota. Sebagai konsekuensi logis dari pesatnya pembangunan fisik kota adalah meningkatnya kebutuhan lahan untuk pembangunan. Wilayah DKI Jakarta dengan jumlah penduduk 7.467.472 jiwa (BPS Propinsi DKI Jakarta, 2002) juga mengalami fenomena di atas. DKI Jakarta mempakan kawasan metropolitan terbesar dan paling dinamis di Indonesia. Sejak tahun 1980-an DKI Jakarta mengalami pertumbuhan yang cepat, baik penduduk maupun ekonomi. Bersamaan dengan meningkatnya jumlah penduciuk secara cepat, sementara lahan yang tersedia terbatas mengakibatkan bertambahnya p e r a l i i lahan dari mang terbuka menjadi mang terbangun.
Aktivitas pembangunan ini ternyata sering menimbulkan dampak seperti berkurangnya jumlah ruang terbuka hijau di daerah perkotaan. Implikasi dari berk-mangnya jumlah RTH terhadap kualitas lingkungan seperti polusi udara dan air serta peningkatan temperatur kawasan membutuhkan perhatian dan kajian serius. Fenomena yang sangat dikenal yaitu tingginya temperatur rata-rata dl suatu kota, yang biasa disebut heat island.
Banyak f&tor yang mempengaruhi perubahan temperatur di wilayah perkotaan seperti Jakarta, misalnya gedung-gedung dan jalan aspal. Temperatur yang terlalu tinggi akan mengganggu kegiatan manusia, sehiigga diperlukan tindakan nyata untuk mempertahankan dan meningkatkan keberadaan RTH di wilayah DKI Jakarta. Dalam ha1 ini Indonesia melalui Inmendagri No.14 Tahun 1988 dan Direktorat Tata Kota dan Daerah telah menetapkan standar RTH yang didasarkan atas persen luas area dan jumlah penduduk suatu wilayah. Inmendagri No.14 Tahun 1988 menyebutkan 40% sampai 60% dari total wilayah hams dihijaukan. Hal ini diiaksudkan untuk tetap menjaga kualitas lingkungan kota agar retap sejuk.
Berkembangnya teknik SIG (Sistem Informasi Geografi) dan Penginderaan Jauh dalam teknologi informasi, merupakan pendukung bagi pendalaman studi mengenai korelasi antara ruang terbuka hijau dengan temperatur. Teknologi ini sangat berguna dan dibutuhkan untuk:
1. Pemetaan, invectarisasi, pemw.tauan, evaluasi dan pembuatan model pengelolaan suatu wilayah secara cepat, akurat dan efektif
2. Mengantisipasi kecepatan pembahan yang terjadi yang dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungm.
Beberapa keuntungan menggunakan teknik SIG dan pengideraan jauh dalarn ha1 ini adalah:
1. Lebih luasnya mang lingkup yang bisa dipelajari 2. Lebih seringnya sesuatu fenomena bisa diamati
3. Dimungkmkannya penelitian di tempat-tempat yang sulit atau berbahaya untuk dijangkau manusia, seperti kebakaran hutan dan lain-lain
Tujuan Penelitian
1. Membuktikan secara ilmiah bahwa peningkatan %RTH dapat menurunkan temperatur permukaan dengan menggunakan data citra Landsat.
Manfaat Penelitian
I. Mengetahui besamya pengaruh RTH di kawasan perkotaan khususnya DKI Jakarta dalam menurunkan temperatur permukaan.
2. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan wilayah maupun dalam penataan tata ruang kota dan pengembangan wilayah. Rencana Tata Ruang Kota dan pengembangan wilayah sangat diperlukan agar tercipta suatu tatanan perkotaan yang baik, nyaman, dan ramah terhadap lingkungan.
Kerangka Pemikiran
DKI Jakarta mempakan kawasan metropolitan terbesat dan paling dinamis di Indonesia. Sejak tahun 1980-an DKI Jakarta mengalami pertumbuhan yang cepat, baik penduduk maupun ekonomi. Bersamaan dengan meningkatnya jumiah penduduk secara cepat, sementara lahan yang tersedia terbatas mengakibatkan bertambzfinya peralihan lahan dari ruang terbuka menjadi ruang terbangun.
Secara mum ruang terbuka di wilayah DKI Jakarta terdiri dari mailg terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau. Ruang terbuka hijau adalah bagian dari mang-maag terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi guna mendukung manfaat ekologis, sosial budaya dan arsitektural. Sementara itu ruang terbuka non hijau dapat bempa mang terbuka yang diperkeras.
Analisis Citra digunakan mi& melihat keberadaan ruang terbuka hijau di DKI Jakarta dengan menggunakan data citra Landsat TM dan ETM+. Hasil dari analisis citra adalah distribusi RTH dan distribusi temperatur permukaan di DKI Jakarta. Distribusi RTH dan temperatur permukaan dikorelasikan untuk melihat seberapa besar p e n g a d RTH dalam menurunkan temperatur permukaan.
Kerangka Berfikir Penelitian
Wilayah DKI Jakarta
Ruang Terbangun
Ruang Terbuka Non Ruang Terbuka Hijau
+
Analisis Citra
Distribusi Ruang Terbuka Hijau
Distribusi
Korelasi RTH & Temperatur Permukaan
Rekomendasi
Pengembangan RTH dalam rangka menurunkan temperatur permukaan di
[image:18.550.82.457.71.624.2]wilayah permukaan
TINJAUAN PUSTAKA
Ruang Terbuka Hijau
Dalam Inmendagri No. 14 tahun 1988, kota adalah pusat pemukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batasan wilayah administratif yang diatur dalam peraturan pemndangan serta pemukiman yang telah inemperlihatkan watak dan ciri perkotaan. Tata mang kota dapat dipisahkan menjadi mang terbuka dan mang terbangun.
Ruang terbuka adalah mang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area memanjang atau jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka dan pada dasamya tanpa bangunan. Dalam Instmksi Mendagri No. 14 Tahun 1988 yang dimaksud ruang terbuk? adalah mang-mang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dala~n bentuk arealkawasan maupun dalam bentuk area memanjangJjalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasamya tanpa bangunan. Dalam ha1 ini Ruang Terbuka dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
I . Ruang terbuka semi mum meliputi tempat olahraga lnilik sekolah, taman di dalam tempat ibadah, fasilitas-fasilitas kota.
2. Ruang terbuka perorangan meliputi taman mmah, tempat olahraga swasta, pacuan kuda, tanah pertanian, hutan rakyat.
Ruang terbuka m e n m t Dinas Pertamanan DKI (1992) adalah lahan yang tidak dibangun dan digunakan dengan tujuan:
1. Taman dan daerah rekreasi.
2. Konservasi lahan dan sumber daya alam. 5. Makna nilai sejarah atau kualitas tertentu.
Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan salah satu mang terbuka di suatu wilayah perkotaan yang memiliki manfaat dan fungsi yang terkait erat dengan kelestarian dan keindahan lingkungan d m juga terkait dengan tingkat kesehatan, kenyamanan dan kesejahteraan manusia.
(jalan bebas hambatan, jalan di taman, koridor transportasi, jalan setapak, jdan sepeda, dan tempat lari, taman-taman kota dan areal rekreasi).
RTH merupakan ruang fungsional bagi suatu wilhyah perkotaan, terutama karena fungsi serta manfaatnya yang tinggi dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas lingkungan suatu wilayah. RTH adalah kawasan atau areal permukaan
tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dadatau daratan kotallingkungan, dadatau pengamanan jaringan prasarana, dadatau budidaya pertanian (Perda No. 6 Tahun 1999, DKI Jakarta).
RTH merupakan suatu lahan atau kawasan yang mengandung unsur dan struktur alami. Unsur alami inilah yang menjadi ciri RTH di wilayah perkotaan, baik unsur alami berupa turnbuh-iumbuhan atau vegetasi, badan-badan air maupun unsur-unsur alami lainnya.
Status kepemilikan RTH diklasifikasikan menjadi:
1. RTH publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan p ~ b l i k atau lahan yang dimiliki oleh pemerintah.
2. RTH privat atau non publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik pnvat.
Fungsi Ruang Terbuka Hijau
RTH, baik publik maupun non publii memiliki fungsi utama yaitu fungsi ekoiogis dan h g s i arsitektural, sosial d m ekonomi. Ijalam suatu wilayah fimgsi ini dapat dipadukan sesuai dengan kebutuhan dan keberlanjutan kota.
Manusia yang tinggal di lingkungan perkotaan mernbutuhkan suatu lingkungan yang sehat dan bebas polusi untuk hidup dengan nyaman. Peran RTH untuk memenui kebutuhan
ini
adalah sebagai penyumbang ruang yang bemafas segar, keindahan visual, sebagai pm-paru kota, sumber air dalam tanah, mencegah erosi, keindahan dan kehidupan satwa, menciptakan iklim dan sebagai unsur pendidikan (Simonds, 1983).Menurut Carpenter et a1 (1975), RTH berfungsi sebagai pelernbut suasana
kesatuan ruang. Menurut Grey dan Deneke (1978), tanaman memiliki empat fungsi utama, yaitu:
1. Fungsi memperbaiki iklim yaitu berperan dalam memodifikasi s&u dan kelembaban udara sebagai pelindung dari pengaruh udara.
2. Fungsi teknik yaitu tanaman berperan dalam mencegah erosi, melindungi batas air, meredam suara, mengurangi polusi udara, mengurangi silau pantulan cahaya matahari dan mengontrol lalu lintas.
3. Fungsi arsitektur. 4. Fungsi keindahan.
Di dalam Inrnendagri No. 14 Tahun 1988 dijelaskan bahwa tujuan pembentukan RTH di wilayah perkotaan adalah:
1. Meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan nyaman, segar, indah, bersih dan sebagai sarana lingkungan perkotaan.
2. Menciptakan keserasian lingkungan alami dan lingkulgan binaan ymg berguna .mtuk kepentingan masyarakat.
Ruang Terbuka Hijau tidak saja memberikan h g s i fisik dan arsitektural saja, tetapi juga fungsi ekologis dan ekonomis. Arnold (1980) menyatakan bahwa kehadiran pohon tepi jalan berfungsi sebagai pengatur iklim lingkungan, penyuplai oksigen dan penjaga keseimbangan ekologi.
Fungsi RTH di wilayah perkotaan adalah:
1. Sebagai areal periindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga kehidupan.
2. Sebagai sarana menciptakan kebesihan, kesehatan, keserasian dan keindahan lingkungan.
3. Sebagai sarana rekreasi dan wisata.
4. Sebagai penganan lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai mecam pencemaran baik di darat, perairan maupun udara.
5. Sebagai sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran terhadap lingkungan.
6. Sebagai tempat perlindungan plasma nutfah.
Sinioncis (1983) mengemukakan standar ruang terbuka minimum yang mempertimbangkan kebutuhan ruang untuk setiap hirarki wilayah yang ada di kota (Tabel 1).
Tabel 1. Standar Luas Ruang Terbuka Umum
Jumlah Jumlah Ruang
Wilayah
KKI Jiwal Terbuka
Hirarki
(mZ/
FungsiWilayah Wilayah 1000 .iwa
Ketetanggaan 1200 4320 12.000 Lap. bennain, areal rekreasi, taman rumah/ pekarangan Komuniti 10.000 36.000 20.000 Lap. bermain, taman,
koridor lingkungan
Kota !00.000 40.000 Ruang terbuka
umum, taman, areal bennain
Wilayah 1.000.000 80.000 Ruang terbuka
m u m , taman, areal rekreasi, hctan kota, jalur lingkar kota,
sawah/kebun Sumber: Simonds, 1983
Kenyamanrn
Menurut Brooks (1988), suhu udara, kelembaban dan penyinaran adalah elemen iklim yang mempengzuhi kenyamanan manusia. Vegetasi dapat menyerap panas dari pancaran sinar nlatahari dan niemantulkannya sehingga dapat menurunkan suhu mikroklimat (Carpenter e t al., 1975). Tanaman pohon, semak dan rumput memperbaiki suhu udara kota dengan mengontrol radiasi matahari. Daun, menahan, memantulkan, menyerap dan meneruskan radiasi matahari. Selama matahari bersinar, daun menahan radiasi matahari dan menurunkan suhu. Tanaman juga memperbaiki suhu udara panas dengan evapotranspirasi.
radiasi matahari yang tinggi yaitu kira-kira 50%, juga karena pantulan dari perkerasan jalan, bangunan maupun pantulan perkerasan lainnya. Menurut Geiger (1959), i k l i i rnikrq adaiah iklim di dekat permukaan tanah, yaitu iklim di mana sebagian makhluk hidup berada, jika atmosfer dianggap berlapis-lapis, maka iklim mikro adalah iklim di lapisan terbawah.
Sistern Informasi Geografi
SIG dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari perangkat keras (komputer), perangkat lunak (software), dan prosedur yang dirancang untuk mendukung pemasukan, pengelolaan, manipulasi, analisis, pemodelan, dan peragaan data-data spasial dalam rangka memecahkan masalah-masalah manajemen dan perencanaan komplek (Cowen, 1991). Menurut Malczewski (1999) definisi SIG berfokus pada dua aspek sistem yaitu teknologi danproblem solvi~g. SIG merupakan teknologi untuk penanganan data spasial, terdii dari hardware d m sofhvare komputer yang mampu menangkap, menyimpan dan rnemproses informasi spasial berupa data kualitatif dan kuantitatif, menyatukan dan menginterprestasikan peta (Farina, 1998).
Burrough (1986) menyatakan sumber data untuk SIG dapat diperoleh dari beberapa sumber data antara lain peta, foto udara, tabel, hasil obsemasi lapangan, citra satelit, dan instrumen pencatat digital. Input data dalam sistem SIG dilakukan dengan cera:
1. CAD system
2. Digitasi dan scanning
3. Sistem penginderaan jauh baik satelit maupun foto udara
4. Data Base Management Systems (DBMS)
Foote dan Lynch (1996) membuat tiga hal penting yang dimiliki oleh SIG, yaitu:
1. SIG berhubungan dengan berbagai aplikasi database lainnya dengan menggunakan geo-reference sebagai dasar utama dalam proses penyimpanan dan akses informasi.
2. SIG merupakan sebuah integrated technology, karena dapat menyatukan berbagai teknologi geografi yang ada seperti remote sensing, Global Positioning System (GPS), Computer Aided Design (CAD) dan lainnya.
3. SIG dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan, bukan hanya dilihat sebagai sistem sofware/hardware.
Sistem Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah ilmu seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan slat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990). Informasi penginderaan jauh yang diiasilkan dari satelit image untuk analisis lebih lanjutnya menggunakan SIG. Secara umum data dari penginderaan jauh agar dapat digunakan di SIG hams dinterprestasi dan digeoreference terlebih dahulu (Farina, 1998).
Secara garis besar sistem penginderaan jauh terbagi dua, yaitu sistem dengan benntuic data fotografik dan sistem data numerik. Pengenaian objek di
permukaan bumi didasarkan pada nilai reflektan energi eletromagnetik yang dipancadcan oleh suatu obyek yang direkam oleh sensor. Menurut Lillesand dan Kiefer (1990) di permukaan bumi terdapat tiga obyeic utama yaitu vegetasi, tanah, dan air di mana tiap-tiap obyek ini memancarkan energi eletromagnetik dengan panjang gelombang tertentu. Sifat-sifat inilah akhimya digunakan sistem penginderaan jauh untuk mengenali obyek-obyek atau tipe-tipe penutup lahan yang ada di permukaan bumi.
Beberapa alasan penginderaan jauh sangat bermanfaat yaitu:
1. Sangat membantu untuk mengumpulkan data dan informasi dari daerah yang tidak mungkin dikunjungi.
3. Memungkinkan melakukan ulangan pengamatan dengan ce~mat.
Menurut De Bruin
dan
Molenaar (1999) paling sedikit ada tiga alasan menggabungkan penggunaan SIG dari penginderaan jauh, yaitu:1. Analisis image dalam penginderaan jauh lebih menguntungkan dari GIs-store data.
2. Penginderaan jauh dapat menjadi dasar untuk memperbaharui
geoinformation.
3. Penggabungan dari informasi yang diperoleh dari proses-proses dalam SIG dapat membantu
untuk
menjaga dari kesalahan dan uncertainty dalam menangkap dan memanipulasi data.Pengolahan Data Penginderaan Jauh Untuk Mengetahui Perkembangan Temperatur Permukaan
Perubahan temperatur udara, pada dssamya merupakan resultante dari berbagai proses yang te jadi dalam suatu kawasan. Banyak aspek yang terlibat di dalamnya, termasuk diantaranya adalah perubahan penggunaan lahan yang sering dianggap sebagai penyebab peningkatnya temperatur kawasan. Dampak dari perubahan penggunaan lahan itu adalah perubahan temperatur yang meningkat dari waktu ke waktu.
Peningkatan temperatur dipelajari
untuk
memahami dampak perubahan lingkungan ternadap iklim mikro. Fenomerla ini aka1 mempengaruhi permin- energi, kesehatan masyarakat dan kondisi lingkungan (Chen et al., 2001).c k u p bagus, juga mempunyai saluran spektral yang Iengkap dari saluran nampak mata sampai saluran i&a merah thermal (Lillesand dan Kiefer, 1990). Resolusi spasialnya menjadi lebih detail, yaitu 30 x 30 m dan resolusi spektral menjadi 7 band. Satelit TM Landsat 7 mempunyai 7 kanal (band), yaitu kanal 1 pada gelombang bim (0,45 - 0,52 ym), kanal 2 pada gelombang hijau (0,52 - U,60
[image:26.556.72.486.403.755.2]pm), kana1 3 pada gelombang merah (0,63 - 0,69 pm), kanal4 pada gelombang infra merah dekat (0,76
-
0,90 pm), kanal 5 pada gelombang infra merah tengah (1,55 - 1,75 pm), kanal 6 pada gelombang thermal (l0,4 - 12,5 pm), dan kanal 7 pada gelombang infia merah tengah (2,08 - 2,35 pm) (Tabel 2). Setiap benda mempunyai ciri khas tertentu dalam memancarkan gelombang elektromagnelik (Lillesand dan Kiefer, 1990). Citra ETM+ memiliki jumlah band lebih banyak, yaitu 8. Resolusi spasial untuk band 8 adalah 15 meter. Dalam penelitian ini menggunakan kanal 4 (infia merah dekat), kanal 3 (merah), dan kanal 2 (hijau) untuk membedakan antara air, vegetasi d m bangunan. Sedangkan kanal 6 (ids merah thermal) digunakan untuk mengetahui distribusi temperatur permukaan.Tabel 2. Karakteristik dan Kegunaan Tujuh Kanal dalam Landsat TM
Panjang
Kanal Gelombang Spektral
t~tm)
Kegunaan
1 G,45 - C,52 Biru TemSus tcrhadap tub& air, dapat untuk pemetaan air pantai, tanah, tumbuhan, kehutanan dan mengidentifikasi budidaya manusia
2 G,52 - 0,60 Hijau Untuk pengukuran nilai pantul pucuk
tumbuhan dan penafsiran aktifitasnya, juga pengamatan kenampakan budidaya
manusia
3 0,63 - 0,69 Merah Dibuat untuk melihat daerah yang
menyerap klorofil, yang dapat digunakan untuk membantu dalam pemisahan spesies tanaman, juga untuk pengamatan
4 0,76 - 0,90 Infra Merah Untuk membedakan jenis tumbuhan, Dekat aktifitas clan kandungan biomas untuk
membatasi tubuh air dan pemisahan kelembaban tanah
5 1,55 - 1,75 lnfra Merah Menunjukkan kandungan kelembaban Pendek tumbuhan dan kelembaban tanah juga
untuk membedakan salju dan awan 6 10,4 - 12,s Infra Merah Untuk menghasilkan tegakan tumbuhaq,
Thermal pemisahan kelembaban tanah dan pefiietaan panas
7 2,08 - 2,35 Infra Merah Untuk pengenalan terhadap mineral dan Pendek jenis batuan, juga sensitif terhadap
kelembaban tumbuhan Sumber: Jensen, 2300
Sistem pengideraan jauh yang paling dikenal adala!! satelit pemantauan cuaca di bumi. Dalarn ha1 ini adalah permukaan bumi, yang melepaskan energi dalem bentuk radiasi inzared (atau energi panas). Energi merambat melalui atmosfir dan ruang angkasa untuk mencapai sensor. Beberapa level energi kemudian dicatat, dikirimkan ke stasiun penerima di bumi, dan diubah menjadi citra yang menunjukkan perbedaan suhu pada permukaan bumi.
Data citra satelit dikirim ke stasiun penerima dalarn bentuk format digital mentah merupakan sekumpulan data numerik. Angka numerik dari pixel (elemen kecil pada citra satelit) diseb-ut Digital Number (DN). Data citra Landsat TM dan ETM+ band 6 memiliki DN dengan range 0
-
255. Untuk mendapatkan data temperatur permukaan maka DN ini dapat diubah ke "K dengan menggunakan dua proses (Landsat Project Science Office, 2002):1. Mengubah DN ke nilai Radiance dengan menggunakan nilai bias dan nilai
gain.
cv,
= G ( c Y , ) + BDimana:
CVR adalah nilai radian dalam watts/(meter squared*ster*pm)
C V D , ~ ~ adalah nilai digital number
2. Mengubah data radiance ke OK.
Dimana:
T adalah derajat Kelvin
CV, adalah nilai radian dalam Watt
-2 -1 -2 -1
Kl = 666,09 mW cm sr pm-' (ETM+) dan 607,76 mW cm sr pm-' (TM)
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah DKI Jakarta dengan luas wilayah 64.270 ha (Gambar 2). Letak 10692'42" BT - 106"58'18" BT dan 5'19'12" LS - 6'23'54" LS. Penelitian dilaksanakan selama sebelas bulan, d i u l a i Bulan Januari sampai Bulan Nopember 2005.
Mat dan Bahan
Alat yang digunakan antara lain: GPS (Global Positioning System), kamera digital, seperangkat komputer yang dile~igkapi fasilitas sofhvare EP3AS 8.5, ARCVIEW 3.3, SPSS, Windows 2000 sertaprinfer.
7000 0 7000 14000 21000 Meters
PETA WILAYAH DKI
JAKARTA
1
~Metode dan Tabapau Denditian
Metode yang digunakan adalah metode analisis spasial dengan menggunakan teknik penginderaan jauh.
Terdapat empat tahapan utama yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu: 1. Tahap Persiapan
2. Analisis Citra
3. Pengamatan Lapangan
4.
Analisis StatistikaTahap persiapan
Tahap persiapan mempakan tahap awal yang dilakukan pada penelitian ini. Kegiatan yang dilakukan terdiri dari: pengumpulan data, pengkajian dan studi pustaka, konsultasi awal, penulisan usulan penelitian dan perbaikan usul penelitian ser'a pengurusan izin penelitian.
Analisis Citra
Analisis citra mempakan tahapan utama dalam penelitian ini. Secara umurn terdapat dua proses utama dalam analisis citra, yaitu proses analisis penginderaan jauh (Gambar 3) dan proses analisis SIG (Gambar 4).
Ada empat proses utama dalam penginderaan jauh, yaitu:
1. Koreksi geometri. Greksi geometri dilakukan untuk rnendapatkan citra dengan letak geometri yang sesuai dengan letak di bumi. Peta acuan yang digunakan untuk mengkoreksi geometrik adalah peta digitasi daxi peta mpa buini tahun 2001 Bakosurtanal. Koordinat geometri yang digunakan adalah koordinat
UTM (Universal Transverse idercutor). Kemudian melakukan pemotongan
terhadap citra untuk pemilihan lokasi penelitian yaitu DKI Jakarta
2. Perhitungan persentase sebaran mang terbuka hijau didapat dari proses klasifikasi dengan menggunakan metode klasifikasi citra terbimbing (Supervised
Classification). Sebelum klasifikasi dilakukan, band-band yang dipilih
dikompositkan untuk pengambilan training set dalam proses klasifikasi. Citra komposit yang dipergunakan adalah citra komposit band 5, band 4, dan band 3.
serangkaian tugas yang mengelompokkan sekurnpulan data digital (nilai pixel) yang sama ke dalam kelas tertentu yang khas dan dapat memberikan informasi. Hasil klasifikasi akan diuji, apabila akurasi hasil klasifikasi rendah, maka klasifikasinya akan diulang lagi dengan memperbaiki training set yang lama. Dari hasil klasifikasi ini akan diperoleh citra 9 kelas penuixpan lahan yaitu air, rumput, semak, sawah, kebun campuran, hutan kota, aspal, industri dan pemukiman. Kemudian diklasifikasikan lagi menjadi 3 kelas, yaitu badan air, kawasan vegetasi (rumput, semak, sawah, kebun campuran, dan hutan kota), dan kawasan terbangun (aspal, industri dan pemukiman).
3. Penurunan parameter biofisik yaitu temperatur permukaan. Penurunan temperatur permukaan melibatkan analisis konversi data citra menjadi data temperatur permukaan. Untuk mengetahui nilai temperatur permukaan, data citra landsat yang digunakan addah band 6 yang memilii panjang gelombang 10,4
-
12,5 pm (thermal infrared) Data yang digunakan adalah data citra Landsat TM 12 Juli 1997 dan citra Landsat ETM+ 9 September 2004 pukul 10.00 wih. Konversi data citra menjadi data temperatur pemukaan melibatkan tiga tahapan (Myung-Hee, 2000; LanJsnt Project Science Ofice, 2002; Weng et al., 2003), Yaitu:1. Konversi Digital Number (DN) menjadi Spectral radiance, yaitu:
C V , = G(cv,,)+ B
Diclana:
CVR adalah nilai radian dalam watts/(meter squared*ster*pm)
CVc,~ adaiah nilai digital number
G (Gain) = 0,005518
B (Bias) = 1,2378
2. Konversi Radian Spektral pada band 6 ke Kelvin
T = K2
In[ C v , Kl +1
]
Dimana:
T adalah derajat Kelvin
K1 = 666,09 mW cmS sf' pm-' (ETM+) dan 607,76 mW cm-2 sr-' pm-' (TM)
K2
= 1282,71 K (ETM+) dan 1260,56 K (TM) ' 3. Konversi nilai derajat Kelvin ke CelciusC = T - 2 7 3
Dimana:
C adalah derajat Celcius T adalah derajat Kelvin
4. Setelah proses tersebut data temperatur permukaan di-overlay dengan peta administrasi kecamatan dan grid 500 x 500 m2 untuk mendapatkan rata-rata temperatur permukaan masing-masing kecamatan dan masing-masing grid. Nilai rata-rata temperatur permukaan setiap grid dapat dihitmg dengan rumus:
Dimana:
Tx adalah Temperam permukaan rata-rata dalam satu grid (OC)
(
Penginderaan Jauh1
Citra Landsat TM Citra Landsat ETM+
I
Pemilihan Wilayah PenelitianI
+
I+
Temperatur Permukaan Klasifikasi Penutupan Lahan
Band 6 Band 5,4,3
I I
Data Temperatur 9 Jenis Penutupan Lahan
1
.
Kecamatan 500 x 500 m- Penutupan Lahan
[image:34.559.74.481.66.547.2]Distribusi RTH
Gambar 3. Proses Analisis Penginderaan Jauh
Kemudian proses yang kedua adalah proses analisis SIG. Ada dua tahapan dalam proses analisis SIG, yaitu:
1. Meng-overlay-kan peta distribusi RTH tahun 1997 dan 2004 dengan peta administrasi kecamatan. Hasil keluaran dari proses ini adalah luas RTH masing-masing kecamatan yang ada di DKI Jakarta.
mendapdihn kenyamanan. Penentuan lokasi memiliki s e b m mang terbuka hijau yang cukup bewariasi, maka lokasi yang c h p sesuai untuk penelitian ini adalah di pusat wilayah DKI Jakarta (Gambar 5).
Sistem Informasi Geografi
L
Peta Distribusi Peta Distribusi
RTH 97 & 04 Kecamatan 500 x 500 m2
[image:35.556.78.477.128.371.2]%RTH per Kecarnatan %RTH per Grid
Gambar 4. Proses Analisis Sistem Informasi Geografi
Pengamatan Lapangan
Pada tahap hi yang dilakukan adalah penyesuaian dan pengecekan antara hasil klasifikasi citra Landsat dengan kondisi yang ada di lapang.
Analisis Statistika
Tahapan analisis statistik merupakan tahapan penting dalam penelitian. Pada tahap ini terdapat dua pendekatan wtuk mengetahti besarnya pengaruh RTH terhadap temperatur permukaan, yaitu:
1. Distribusi RTH dan temperatur permukaan dianalisis berdasarkan 40 wilayah administratif kecamatan y~ulg terdapat di DKI Jakarta.
70 21000 Meters
Keterangan:
Grid
Batas Wilayah Kecamatan
PETA WEAYAH
DKI
JAKARTADAN GRID
L--
iDalam penelitian ini dianalisa seberapa besar pengaruh KTH terhadap temperatw permukaan. Dengan demikian dugaan yang muncul adalah semakin besar persentase RTH di suatu wilayah maka temperatur penthaan di 'wilayah tersebut akan turun. Untuk melihat hubungan keduanya maka dalam penelitian ini diterapkan suatu metode regresi linear sedcrhana. Persamaan regresi dengan nilai beta yang lebih besar berarti menunjukkan pengaruh yang lebih besar atau perubahan y yang lebih besar untuk kenaikan x yang sama yaitu sebesar 1 unit (Supranto, 2004).
y = A + B x
Dimana:
y = Temperatur Permukaan (OC) x = %RTH
A = Nilai Konstanta
B = Koefisien Arah Regresi
Menwut Supranto (2004), jika Ho ditolak, persamaan y = A
+
Bx boleh untuk meramalkan, akan tetapi kalau Ho diterima, talc boleh untuk meramalkan y, sebab kenaikanx
tak akan mempengaruhi y.Pengujian hipctesis tentang koefisien regresi (= B) 1. H, : B = 0 (x tak mempengaruhi y)
H, : B .f: 0 (x mempengaruhi y, pengaruhnya positif atau negatif) 2. t, = b/Sb, dimana Sb = stundcrd error b
3. Tentukan nilai alpha (a) cari ta/2 dari tabel t dengan df = n - 2
4. Kesimpu!an:
HASIL
DAN
PEMBAHASAN
Distribusi RTH di Wilayah Administrasi DKI Jakarta
Dari hasil analisis citra Landsat TM 1997 dan ETM+ 2004 diperoleh 9 jenis penutupan lahan yang di klasifikasi ulang menjadi 3 jenis penutupan lahan, yaitu badan air, kawasan bervegetasi (Ruang Terbuka Hijau), dan kawasan terbangun (Gambar 6). Dari hasil analisis citra tahun 1997, kawasan vegetasi di wilayah
DKI
Jakarta sebesar 20.512,80 ha (31,91%) dari luas wilayah DKI Jakarta. Pada tahun 2004 mengalami penurunan sebesar 8,79%, yaitu menjadi sebesar 14.855,76 ha (23,12%) (Tabel 3). Penurunan tersebut diakibatkan oleh perubahan penggunaan d m penutupan lahan yang pada umurnnya lebih didasarkan pada pemenuhan akan peningkatan akselerasi pertumbuhan ekonomi di kawasan ini. [image:38.562.72.474.349.690.2]C
Tabel 3. Persentase Jenis Penutupan Lahan di Wilayah DKI Jakarta
Tahun 1997 Tahun 2004
NO Jenis Penutupan Lahan
Luas (ha) % Luas (ha) %
1. Badan Air 3.590,64 5,59 1.690,92 2,63
2. Kawasan Vegetasi 20.512,80 31,91 14.855,76 23,12 3. Kawasan Terbangun 40.167,44 62,50 47.724,12 74,25
Total 64.270,80 100,OO 64.270,80 1OO:OO
Keterangan
Badan Air
@Jfj Kawasan Vegetasi
Kawasan Terbangun
PETA KLASIFIKASI PENUTUPAN LAHAN DI WILAYAH DKI JAKARTA
TAHUN 1997
Sumber:
Klasifikasi Citra Landsat TM
[image:40.550.73.486.41.699.2]12 Juli 1997, pukul 10.00 wib
Gambar 8. Kebun Campuran yang Terdapat di Kelurahan Jagakarsa
7000 o 7000 T W O 21000 Meters
Keterangan
Badan Air
Kawasan Vegetasi Kawasan Terbangun
PETA KLASIFIKASI PENUTUPAN LAHAN DI WILAYAH DKI JAKARTA
TAHUN 2004
Sumber:
Klasifikasi Citra Landsnt ETM+
[image:42.550.73.485.40.676.2]9 September 2004, pukul10.00 wib
Gambar 11. Pemukiman Padat di Kecamatan Penjaringan
Gambar 13. Kawasan Hijau Binaan Hutan Kota Monas
Gambar 14. Kawasan Hijau Binaan Jalur Hijau
Tabel 4. Distribusi RTH Wilayah Adminismi Kecamatan di DKI Jakarta
RTH
No. Wifayah Luas Wil. 1997 2004 +/-
Luas
( 1 3 Luas (ha) % (ha) O h
1. Jakarta Utara
Kec.Pademangan 1.237,29 186,84 15,lO 218,16 17,63 +2,53 Kec.Penjaringan 3.646,13 543.60 14,91 734,40 20,14 +5,23 Kec.Cilincing 4.385,08 1.142,64 26,06 1.098,72 25,06 -1,OO Kec.Kelapa Gading - 2.497.62 588.60 23.57 497.16 19.91 -3.66 Kec.Tanjung Priok 2.322,62 219,60 9,45 172,80 744 -2,0! 12.851,50 2.681,28 20,86 2.721,24 21,17 +0,31
2. Jakarta Barat
Kec.Kalideres 2.941,07 1.071,OO 36,42 917,28 31,19 -5,23 Kec.Cengkareng 2.398,09 776,52 32,38 478,08 19,94 -12,44
Kec.Taman Sari 449,95 9,36 2,08 9,OO 2,OO -0,08
Kec.Tambora 520,24 4,32 0,83 8,28 1,59 +0,76
Kec.Grogo1 1.060,87 66,24 6,24 65,16 6,14 -0,lO
Kec.Kembangan 2.637,22 1.305,36 49,50 780,84 29,61 -19,89 Kec.Kebun Jeruk 1.689,33 318,96 18,88 141,12 8,35 -10,53
Kec.Palmerah 742,15 45,36 6,11 39,24 5,29 -032
12.438,90 3.597,12 28.92 2.439,OO 19,61 -9,31
3. Jakarta Pusat
Kec.Sawah Besar 637,14 35,28 5 3 4 36,OO 5,65 +O,I I
Kec.Kemayoran 727,43 27,36 3,76 23,04 3,17 -0,59
Kec.Gambir 769,27 67,68 8,80 79,20 10,30 +1,50
Kec.Cernpaka Putih 71 !,I2 47,88 6,73 28,80 4,05 -2,68
Kec.Senen 429,66 17,64 4,11 10,40 2,42 -1,69
Kec.Tanah Abang 983,37 174,24 17,72 147,60 15,Ol -2,71 Kec.Menteng . 650,03 - 86,04 13,24 -- - - - 56,52 -- 8,69 - -4,54
-
4.908,OO 456,12 9,29 381,56 7,77 -1,52 4. Jakarta Timur
Kec.Cakung 3.984,89 1.290,96 32,40 1.213,92 30,46 -1,93 Kec.Pulogadung 1.487,14 183,96 12,37 161,28 10,84 -1,53
Kec.Matraman 477,77 11,16 2,34 3,96 0,83 -1,51
KecJatinegara 1.004,17 91,08 9,07 42,12 4,19 -4,88 Kec.Durensawit 2.178,93 71 1,36 32,65 394,56 18,ll -14,54 Kec.Makassar 2.178,24 1.126,44 51,71 843.48 38,72 -12,99 Kec.Kramat Jati 1.331,18 474,48 35,64 190,44 14,31 -21,34 Kec.Cipayung 2.879,77 2.332,08 80,98 1.652,76 57,39 -23,59 Kec.Ciracas 1.617,47 936,36 57,89 513,OO 31,72 -26,17 Kec.Pasar Rebo 1.265,62 672,84 53,16 383,76 30,32 -22,84 18.405,20 7.830,72 42,55 5.3?9,28 29,34 -13,21
5. Jakarta Selatan
Kec.Setiabudi 900,66 149,76 16,63 121,68 13,51 -3,12 Kec.Kebayoran Lrn 2.384,51 797,40 33,44 533,88 22,39 -11,05
Kec.Tebet 936,62 60,84 6,50 59,04 6,30 -0,19
[image:45.559.69.491.100.739.2]Kec.Mampang 79 1,67 162,36 20,5! 97,92 12,37 -&I4 Kec.Pancoran 824,37 174,60 21,18 107,28 13,Ol -2,li Kec.Pasar Minggu 2.19677 1.101,96 50,16 688,32 31,33 -18,83 Kec.Cilandak t 1.297,79 598,68 46,13 403,ZO 31,07 -15,06
KecJagakarsa 2.495,27 2.004,12 80,32 1.416,24 56,76 -23,56 14.429,OO 5.947,56 41,22 3.914,64 27,13 -14,09
Dilihat dari sebaran RTH di wilayah Kecamatan DKI Jakarta (Tabel 4), sebagian besar mengalami p e n m a n luas RTH namun ada beberapa wilayah kecamatan yang mengalami peningkatan luas RTH yaitu Kecamatan Pademangan naik 2,53% dari luas wilayah Kecamatan Pademangan, Kecamatan Penjaringan naik 5,23% dari luas wililyah Kecamatan Penjaringan, Kecamatan Tambora naik 0,76% dari luas wilayah Kecamatan Tambora, Kecamatan Sawah Besar naik O,11% dari luas wilayah Kecamatan Sawah Besar, dan Kecamatan Gambir naik 1,50% dari luas wilayah Kecamatan Gambir. Pada tahun 1997 kecamatan yang memiliki luas RTH paling besar adalah Kecamatan Cipayung sebesar 2.332,08 ha (80,98% dari luas wilayah Kecamatan Cipayung) dan paling rendah adalah Kecamatan Tambora sebesar 4,32 ha (0,83% dari luas Kecamatan Tambora).
.A
Pada tahun 2004 kecanlatan yang memiliki luas RTH paling besar adalah Kecamatan Cipayung sebesar 1.652,76 ha (57,39% dari luas wilayah Kecamatan Cipayung) dan paling rendah adalah Kecamatan Matrarnan sebesar 3,96 ha (0,83% dari luas wilayah Kecamatan Matraman).
J a k ~ r h Uara Jakarta Bsrat JrkartaPurat JnkartaTimur JaksrtaSelstan Wilayah
[image:46.556.114.482.63.141.2]-. -
Ee~daarkan distribusi RTH per Kotamadya (Gambar 15) Jakarta Utara mengalami kenaikan luas RTH sebesar 0,3 1% dari !uas wilayah Jakarta Utara. Jakarta Barat mengalami penunman luas RTH sebesar 9,31% dari luas wilayah Jakarta Barat. Jakarta Pusat mengalami penurunan luas RTH sebesar 1,52% dari luas wilayah Jakarta Pusat. Jakarta Timur mengalami penurunan luas RTH sebesar 13,21% dari luas wilayah Jakarta Timur. Dan Jakarta Selatan mengalami penurunan luas RTH sebesar 14,09% dari luas wilayah Jakarta Selatan.
Sebagian besar wilayah di DKI Jakarta mengalami penurunan luas RTH disebabkan bembalmya ruang terbuka hijau menjadi ruang terbangun seperti pemukiman kawasan industri. Wilayah Jakarta Utara mengalami peningkatan luas RTH disebabkan adanya usaha dari pemerintah DKI Jakarta dalam meningkatkan luasan KTH di wilayahnya.
Distribusi Temperatur Permukaan di Wilayah Administrasi DKI Jakarta
Ekstraksi data Landsat TM dan ETM+ lebih digunzkan untuk kepentingan jangka panjang. Sebagaimana diketahui cakupan data citra yang salah satunya adalah Landsat jauh lebih luas dibandingkan dengan pengamatan via survai. Ekstraksi informasi yang dihasilkan pun relatif lebib banyak, tidak hanya temperatw, tetapi penggunaan lahan dan berbagai indikator lingkungan lainnya. Dengan menggunakan metode sebagaimana disampaikan dalam metode penelitian dihasilkm citra untuk ekstraksi data temperatur.
Temperatur yang tinggi ditunjukkan oleh tingkat kecerahan yang tinggi atau benvama terang. Sebaliknya temperam yang lebih rendah (urnumnya pada lokasi yang bemegetasi pohon) direpreseutasikan oleh kenampakan citra yang lebih geiap.
Dari hasil analisis temperatur permukaan tahun 1997 (Gambar 16) diketahui temperatw terendall terdapat di daerah-daerah tampungan air, yakni 19- 22 OC. Wilayah sekitar tampungan air memiliki temperatur yang tidak berbeda jauh, yakni 22-25 OC. Hal ini dikarenakan adanya vegetasi atau permukaa~ air yang inenyebabkan terjadinya pengkondisian iklim mikro pada areal di dalam dan sekitar kawasan tersebut. Wilayah terluas memiliki temperatur permukaan 25-23
0
temperatur tinggi di pusat kota d m di bagian Utara Jakarta, yakni 28-31 "C dan adanya lokasi yang memiliki temperatur tertinggi, yakni 31-34 OC di daerah industri. Hal ini dikarenakan miskinnya vegetasi dalarn wilayah ini.
Hasil analisis temperatur pennukaan tahun 2004 (Gambar 17) menunjukkan temperatur tereriah terdapat di daerah-daerah tampungan air, yakni 19-22 OC. Wilayah sekitar tampungan air memiliki temperatur yang tidak bcrbeda jauh, yakni 22-25 OC. Wilayah terluas memiliki temperatur perrnukaan 25-28 'C.
Pada wilayah terluas ini terdapat beberapa lokasi yang menunjukkan temperatur tinggi di bagian Selatan, Timur, dan Utara Jakarta, yakni 28-31 "C dan adanya lokasi yang memiliki temperatui tertinggi, yakni 31-34 "C. Lokasi ini berada daerah industri.
A d a n p beberapa lokasi yang menunjukkar, temperatur yang lebih tinggi disebabkan oleh miskinnya vegetasi dalam wilayah ini clan adanya aspal jalan turut mempengaruhi temperatur tinggi (Gambar 18). Keberadaan vegetasi atau permukaan air dapat menurunkan temperatur karena sebagim energi radiasi matahari yang diserap permukaan akan dimanfaatkan untuk menguapkan air dari jaringan tumbuhan (transpirasi) atau langsung dari permukaan air atau permukaan padat yang mengandung air (evaporasi). Perubahan lahan menjadi wilayah pemukiian juga akan menyebabkan temperatur pennukaan yang tinggi.
21000 Meters
Keterangan (Derajat Celcius):
19-22 - 2 2 - 2 5 0 2 5 - 2 8
2 8 - 3 1 m 3 1 - 3 4
PETA DISTRIBUSI TEMPERATUR PERMUKAAN DI DKI JAKARTA
TAHUN 1997
Sumber:
Klasifikasi Citra Landsat TM
[image:49.550.73.483.43.696.2]12 luli 1997, pukul 10.00 wib
21000 Meters
Keterangan (Derajat Celcius): 19-22
m 2 2 - 2 5 25-28 m 2 8 - 3 1
31 -34
PETA DISTRIBUSI TEMPERATUR PERMUKAAN DI DKI JAKARTA
TAHUN 2004
Sumber:
Klasifikasi Citrn Landsat ETM+
[image:50.550.73.484.44.685.2]9 September 2004, pukul 10.00 wib
Gambar 18. Jalan To1 Laks. Yos Sudarso Jakarta Utara
Gambar 19. Kawasan Industri di Tanjung Priuk
Tabel 5. Distribusi Temperatur Permukaan berdasarkan Wilayah Administratif di DKI Jakarta
- --
No.
Wilayah Temperatur ('Celcius) +/-1997 2004
1. Jakarta Utara
Kec.Pademangan 27,2 26,O -1,2
Kec.Penjaringan 24,3 25,O +0,7
Kec.Cilincing 25,4 26,l +0,7
Kec.Kelapa Gading 26,7 27,O +0,3
Kec.Tanjung Priok 25,3 26,7 +1,4
[image:51.562.153.421.294.469.2]2. Jakarta Barat Kec.Kalideres Kec.Cengkareng Kec.Taman Sari Kec.Tambora Kec.Grogo1 Petamburan Kec.Kembangan Kec.Kebun Jemk Kec.Pa1mera.h Rata-rata
3. Jakarta Pusat
Kec.Sawah Besar 26,9 26,6 -0,3
Kec.Kemayoran 27,O 27,l +0,1
Kec.Gambir 26,4 26,O -0,4
Kec.Cempaka Putih 27,4 27,l -0,3
Kec.Senen 27,3 26,8 -0,5
Kec.Tanah Abang 26,5 26,5 0 8
Kec.Menteng 26,6 26,2 -0,4
Rata-rata 26,9 26,6 -0,3
4. Jakarta Timur
Kec.Cakung 26,l 26,s +0,4
Kec.Pulogadung 27,2 27,O -0,2
Kec.Matraman 27,9 27,2 -0,7
Kec.Jatinegara 27,3 27,O -0,3
:<ec.Durenszwrit 26,l 27,O +0,9
Kec.Makassar 25,5 26,5 +1,0
Kec.Kramat Jati 26,5 27,l +0,6
Kec.Cipayung 23,7 26,4 +2,7
Kec.Ciracas 25,l 27,; +2,2
Kec.Pasar Rebo 24,6 26,8 +2,2
Rata-rata 26,O 26,9 +0,9
5. Jakarta Selatan
KecSetiabudi 26,6 26,5 -0,l
Kec.Kebayoran Lama 25,s 26,s +1,0
Kec.Tebet 27,5 26,9 -0,6
Kec.Kebayoran Baru 26,8 27,O +0,2
Kec.Pesanggrahan 25,l 26,7 +1,6
Kec.Mampang Prapatan 26,7 27,O +0,3
Kec.Pasar Minggu 25,6 26,6 +I,O
Kec.Cilandak 25,s 26,6 +O,8
Kec.Jagakarsa 23,6 26,O +2,4
Rata-rata 26,O 26,7 +0,7
Pada tahun 1997 wilayah yang memiliki temperatur permukaan terendah adalah Kecamatan Jagakarsa, yakni 23,6 "C (Tabel 5). Karena di wilayah ini sebagian besar lahannya adalah kebun campuran dan badan air seperti situ atau danau. Dan yang memiliki temperatur tertinggi adalah Kecamatan Matraman, yakni 27,9 OC (Tabel 5). Pad- tahun 2004 wilayah yang memiliki ternperatur permukaan terendah adalah Kecamatan Penjaringan, yakni 25,O 'C (Tabel 5). Dan yang memiliki temperatur permukaan tertinggi adalah Kecamatan Ciracas, yakni 27,3 OC (Tabel 5), disebabkan wilayah ini terdapat kawasan industri dan pemukirnan yang padat.
[image:53.556.70.487.346.683.2]Berdasarkan grafik distribusi temperatur (Gambar 20) Kotamadya Jakarta Utara mengalami kenaikan temperatur permukaan dari 25,8 OC tahun 1997 menjadi 26,2 OC tahun 2004. Kotamadya Jakarta Barat mengalami kenaikan temperatur permukaan dari 26,4 OC menjadi 26,5 OC. Kotamadya Jakarta Pusat mengalami p e n m a n temperatur permukaan dari 26,9 OC menjadi 26,6 OC. Kotamadya Jakarta Timur mengalami kenaikan temperatur permukaan dari 26,O OC menjadi 26,9 OC. Dan Kotamadya Jakarta Selatan mengalami Kenaikao temperatur permukaan dari 26,C OC menjadi 26,7 OC.
Perubahan pola distribusi temperatur permukaan antara tahun 1997 dan 2004 disebabkan adanya perubahan penggunaan lahan dari ruang terbuka hijau menjadi kawasan pemukiman atau kawasan industri.
Wilayah yang mengalami penurunan luas RTH dan diikuti kenaikan temperatur permukaan adalah wilayah Jakarta Barat, Jakarta Timur dan Jakw-a Selatan. Jakarta Barat mengalami penurunan luas RTH sebesar 0,31% diikuti dengan kenaikan temperatur permukaan sebesar 0,l "C. Jakarta Timur mengalami penurunan luas RTH sebesar 13,21% diikuti dengan kenaikan temperatur permukaan sebesar 0,9 "C. Dan Jakarta Selatan mengalami kenaikan RTH sebesar 14,09% diikuti dengan kenaikan temperatur permukaan sebesar 0,7 "C.
Jakarta Utara mengalami peningkatan RTH sebesar 0,31% yang tidak diikuti oleh penurunan temperatur permukaan, namun sebaliknya mengAami peningkatan temperatur permukaan sebesar 0,4 "C
.
Ha1 ini dapat terjadi karena adanya beberapa faktor nyata yaitu panas yang ditimbulkan manusia seperti limbah rumah tangga, asap pabrik, kendaraan bermotor dan pernbangunan fisik kota. Menurut Pichakum (1994) aspal jalan serta material bangunan mempakan salah satu penyumbang panas yang cukup tinggi di daerah perkotaan. Jakarta Pusat mengalami penurunan luasan RTH sebesar 1,52% yang tidak diikuti oleh peningkatan temperatur permukaan, namun sebaliknya mengalami penurunan temperatur pemukaan sebesar 0,3 O C . Hal ini disebabkan adanya kemungkinanpcngaruh dari kerapsttan 'tajuk timaman yang dapat menwunkan temgeratur. jadi meskipun dari kuantitas luasan RTH menurun tapi kualitas dari tanaman tersebut dapat mempengamhi temperatur per~ukaan.
Korelasi RTH danTemperatur Permukaan Berdasarkan Wilayah Administrasi Kecamatan DKT Jakarta
Hasil analisis korelasi antara RTH dan temperatur permukaan berdasarkan wilayah kecamatan di DKI Jakarta (Tabel 6) pada tahun 1997 menunjukkan korelasi kuat yaitu -0,765 dan pada tahun 2004 menunjukkan adanya korelasi lemah yaitu -0,373.
pada RTH yang berpengaruh terhadap tempeiatur permukaan, sedangkan sisanya sebesar 41,5% dipengaruhi oleh faktor lain. Pada tahun 2004 menunjukkan R Square sebesar 0,139 artinya bahwa 13,9% variasi RTH berpengaruh terhadap temperatur permukaan, sedangkan sisanya sebesar 86,1% dipengambi faktor lain. Diduga ada faktor lain yang ikut berpengaruh selain perubahan luas RTH yang dapat menurunkan atau menaikan temperatur permukaan.
Tabel 6. Analisis Regresi Linear RTH dan Temperatur Permukaan Berdasarkan Wilayah Kecamsltan di DKI Jakarta
Tahun Persamaan Regresi r r2
12 Juli 1997 y = 27,124 - 0,0375~ 0,765 0,585 9 September 2004
y
= 26,852 - 0,0130~ 0,373 0,139 [image:55.556.69.479.269.728.2]Persamaan regresi linear sederhana yang didapatkan dari tahun 1997 menunjukkan nilai 27,124 sebagai nilai konstanta (a), artinya jika tidak ada perubaban luas RTH maka temperatumya 27 OC. Sedangkan nilai -0,0375 m e ~ p & a n koefisien regresi yang menunjukkan bahwa setiap adanya penambahan 1% luas RTH maka akan ada p e n m a n temperatur permukaan sebesat 0,0375 OC (Gambar 21).
0.00 20.00 40.00 60.00 80.M)
Ruang Terbuka Hijau (%)
Gambar 21. Grafik Regresi RTH dan Temperatur Permukaan Citra Landsat ETM+ Tanggal 12 Juli 1997 Berdasarkan Wilayah Kecamatan di DKI Jakarta
menunjukkan bahwa setiap adanya penambahan 1% untuk luas XTH maka akan ada penurunan temperatur permukaan sebesar 0,01 OC (Gambar 22).
[image:56.550.87.480.70.264.2]Ruang Terhuiia Hijau (%)
I
Gambar 22. Grafik Regresi RTH dan Temperatur Permukaan Citra Landsat ETM+ Tanggal 9 September 2004 Berdasarkan Wilayah Kecamatan
di DKI Jakarta
Menurut Supranto (2004), jika Ho ditolak, persamaan y = a
+
bx boleh untuk meramakan, akan tetapi kalau&
diterima, tak boleh untuk meramalkan y, sebab kenaikanx
tak akan rnempengaruhi y. Berdasarkan hasil uji hipotesis koefisien regresi tahun 1997 menunjukkan Ho ditolak. Artiiya terdapat pengaruh antara kenaikan luas RTH dengan penurunan temperatur permukaan. Dan persamaan y = 27,124 - 0,0375~ boleh untuk meramalkan sebab kenaikan luasRTII mempeilgauhi temperatu permukaan (Tabei 7').
Tabel 7. Variabel dalam Persamaan Tahun 1997
Variabel b Sb Beta to Sig
(Komtan) 27,124 0,166 163,673 0,000
x (OhRTH)
-3,75E-02 0,005 -0,765 -7,324 0,000Hasil uji hipotesis koefisien regresi tahun 2004 menunjukkan Ho ditolak. Artinya terdapat pengaruh antara kenaikan luas RTH terhadap penurunan temperatur permukaan. Dan persamaan y = 26,852 - 0 , 0 1 3 ~ boleh untuk
Tabel 8. Variabel dalam Persamaan Tahun 2004
Variabel b Sb Beta
to
Sig(Konstan) 26,851 0,118 228,442 0,000
x (YoRTH) -1,3E-02 0,005 -0,373 -2,474 0,018
Berdasarkan analisis statistik, persamaan regresi dengan nilai beta yang lebih besar berarti menunjukkan pengaruh yang lebih besar atau perubahan y yang lebih besar untuk kenaikan x yang sama yaitu sebesar 1 unit. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa persamaan regresi tahun 1997 dapat dijadiian referensi untuk meramalkan perubahan temperatur permukaan apabila terjadi kenaikan luas RTH. (Tabel 7).
Korelasi RTH danTemperatur Permukaan Berdasarkan Grid
Hasil analisis korelasi antara mang terbuka hijau dan temperatur pennukaan pada t h 1997 menunjukkan korelasi kuat yaitu -0,771 sedangkan pada tahun 2004 menunjukkan korelasi lemah yaitu sebesar -0,400.
Hubungan antara RTH dan temperatur permukaan (Tabel 9), pada tahun 1997 menunjukkan R Square sebesar 0,594 artinya bahwa 59,4% variasi pada RTH berpengaruh terhadap temperatur permukaan, sedangkan sisanya sebesar 40,6% dipengaruhi faktor lain. Pada tahun 2004 menunjukkan R Square sebesar 0,16 artinya bahwa 16% variasi pada RTH berpengaruh terhadap temperatur pe~mukaari, sedangkan sisanya sebesar 84% dipengaruhi faktor iain
Tabel 9. Analisis Regresi Linear RTH dan Temperatur Pemiukaan di Wilayah DKI Jakarta Berdasarkan Grid
Tahun Persamaan Regresi r r
12 Juli 1997 y = 27,027 - 0 , 0 3 9 ~ 0,771 0,594 9 September 2004 y = 26,610 - 0 , 0 2 2 ~ 0,400 0,160
Dari metode linev regresi sederhana tahun 1997 diperoleh persamaan yang men-mj&.ar, nilai 27 merupakan nilai konstanta (a), artinya jika tidak ada perubahan luas RTH maka suhunya 27 O C . Sedangkan nilai -0,039~ m e ~ p d a t I
luas RTH maka akan ada penurunan temperatur permukaan sebesar 0,039 OC (Gambar 23).
I i
0 10 20 30 40 50 60 70 80 XI
[image:58.559.82.471.72.402.2]Ruaug Terbuka Hijau (%)
Gambar 23. Grail& Regresi RTH dan Temperatur Permukaan Citra Ladsat ETM+ Tanggal 12 Juli 1997 Berdasarkan Grid
Dari metode linear regresi sederhana tahun 2004 diperoleh persamaan yang mentlnjukkan nilai 26,61 merupakan nilai konstanta (a), artinya jika tidak ada perubahan luas RTH mzka temperaturnya 26,61 OC. Sedangkan nilai -0,0221~ merupakan koefisien regresi yang menu~jukkan bahwa setiap adanya penambahan 1% untuk luas RTH maka akan ada penurunan temperatur permukaan sebesar 9;02 OC (Gambar 24).
i Ruang Terbuka Hijau (%)
Berdasarkan h ~ i l uji hipotesis koeiisien regresi tahun 1997 menunjukkan Ho ditolak. Artiiya terdapat pengaruh antara kenaikan %RTH dengan penurunan temperatur permukaan. Dan persamaan y = 27,027 - 0,039~ boleh untuk
meramalkan sebab kenaikan %RTH mempengaruhi temperatur permukaan (Tabel 10).
Tabel 10. Variabel dalam Persamaan 1997
Variabel b Sb Beta
to
Sigeonstan) 27,027 0,033 812,922 0,000
Hasil uji hipotesis koefisien regresi tahun 2004 menunjukkan Ho ditolak. Artinya terdapat pengaruh antara kenaikan luas RTH dengan penurunan temperatur permukaan. Dan persamaan y = 26,61 - 0,022~ boleh untuk
meramalkan sebab kenaikan %RTH mempengaruhi temperatur permukaan (Tabel
11).
Tabel 1 1. Variabel dalam Persamaan 2004
Variabel b Sb Beta t o Sig
eonstan) 26,610 0,038 707,690 0,000
Persamaan regresi dengan nilai beta yang lebii bzsar berarti menunjukkan pengaruh yang lebih besar atau perubahan y yang lebih besar untuk kenaikan x yang sama yaitu sebesar 1 unit. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa persamaan regresi tahun 1997 dapat dijadiikan referensi untuk meramalkan perubahan temperatur permukaan apabila terjadi kenaikan luas RTH karena memiliki beta koefisien yang besar.
Terdapat beberapa alasan persamaan regresi berdasarkan grid tahun 1997 dapat digunakan, yaitn:
1. Jumlah sampel yang diamati lebih banyak dibandingkan dengan wilayah kecamatan yaitu sebanyak 400 grid sehingga lebih detail.
2. Wilayah yang diamati lebih kecil dibandingkan dengan wilayah kecz~iatan yaitu seluas 500 x 500 m2 (25 ha) sehiigga hasil regresi linearnya lebih tajam. 3. Beta koefisien grid lebih besar dibandingkan dengan wilayah kecamatan yaitu
sebesar 0,771 artinya persamaan regresi berdasarkan grid tahun 1997 dapat digunakan untuk meramalkan pzrubahan temperatnr permukaan apabila te jadi p e n m a n luas RTH.
Aplikasi persamaan regresi berdasarkan grid y = 27,027 - 0,039~ di
lapangan adalah sebagai berikut: Suatu wilayah perkohan pada tahun 2004 memiliki persentase luas RTH sebesar 30% maka temperatur permukaannya adalah sebesar 25,9 OC. Apabila wilayah tersebut pada tahun 2008 persentase luas
RTH t m m menjadi 10% maka temperatur permukaannya akan naik menjadi 26,6
O C . Dengan catatan waktu temperatur permukaan yang diamati adalah pukul 10.00
SIMPULAN DAN
s m ;
SIMPULAN
1. Melalui metode analisis spasial dapat diietahui bahwa Wilayah DKI Jakarta
dari tahun 1997 ke 2004 mengalami penurunan luas RTH sebesar 8,79% dan mengalami kenaikan temperatur permukaan sebesar 0,4 OC.
2.
Persamaan regresi berdasarkan grid tahun 1997 yaitu y = 27,027 - 0 , 0 3 9 ~ dapat digunakan sebagai acuan bagi pengelolaan wilayah perkotaan dalain pengembangan RTH untuk liienurunkan temperatur permukaan khususnya wilayah yang memiliki karakteristik seperti DKI Jakarta.3. Secara statistik dapat diketahui adanya faktor lain selain RTH yang dapat menurunkan temperatur permukaan.
SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lebii lanjut tentang faktor yang dapat mempengaruhi penurunan ternperatur pennukaan selain RTH. FaMor lain seperti iklim, polusi, dan material fisik kota, perlu dipertimbangkan dan diteliti Iebih Ianjut untuk rnelihat seberapa besar pengaruh f&or tersebut terhadap tempera* suatu kawasan.
2. Kepada pemerintah DKI Jakarta dalam pembanwm tata nlang agar tetap mempeaahankan RTH yang sudab ada dan bagi wilayah yang belum terdapat RTH perlu ditambah luasannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Arnold, H. F. 1980. Trees in Urban Design. Van Nostrand Reinhold Co. Inc, New York. 168p.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Penelitian IPB. 2000. Kajian Ruang Terbuka Hijau (RTH) Propinsi DKI Jakarta. Bappeda DKI Jakarta, Jakarta.
[BPS] Badan Pusat Statistik Propinsi DKI Jakarta 2002. Jakarta Dalam Angka 2002.
Brooks, R. G. 1988 Site Planning: Evaluation, Process, and Development. Prentice Hall, Inc. New Jersey. 322p.
Burrough, P. A. 1986. Principle Geographical Information System for Land Resources Assesment. Clarendon Press. Oxford.
Carpenter, P. L., T. D. Walker dan F. 0. Lanphear. 1975. Plants in The Landscape. W.H. Freeman and Company. San Fransisco. 487p.
Chen, P i g , S. C. Liew, and L. K. Kwoh. 2001. Asian Conference on Remote Sensing, 5-9 Nopember. Singapore.
Cowen, D. 1991. What is SIG, Geographic Information System; Study Material Faculty of Applied Science, University of Canberra. Belconnen. Australia.
De Bruin, S. and Molenaar, M. 1999. Remote Sensing and Geographical Infoimation System dalam Stein, A,, Van der Mzer, F., Gorte, B. (Editor) Spatial Statistic for Remote Sensing. Kluwer Academic. Netherlands. 1:41-54.
Departemen Dalam Negeri. 1988. Instruksi Mentri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988. Pedoman Tentang Penataan RTH di Wilayah Perkotaan. Tidak dipublikasikan.
Dinas Pertamanan DKI Jakarta. 1992. Perencanaan Tata Hijau untuk Penanggulangan Polusi. Pemda DKI Jakarta. Jakarta.
Environmental System Research Institut (ESRI). 1992. Understanding SIG, The ArcIInfo Method. ESRI Inc. Redland. USA.
Foote, K. E., dan M. Lynch. 1996. Geographic Information System as an Integrating Technology: Context, Concepts, and Definition. Dalam The Geographer's craft project. Department of Geography, University of Texas. Austin. http://www.colorado.edu/geography/gcraft. [23 ~ e s e m b e r 20051.
Geiger, R. 1959. The Climate Near The Ground. Harvard Univesity, Press. Cambridge. 61 1p.
Gibson, P. J., and Power, C. H. 2000. Introductory Remote Sensing: Digital Image Processing and Applications. Routledge. New York. 249p.
Grassl, H. 1989. Extraction of Surface Temperature from Satellite Data. In Aplication of remote sensing to agrometeorology. Proceedings of a course held at joint research centre of the commission of the European communities in the framework of the ispra-courses, ispra, varese, italy, 6- 10 april 1987. Kluwer Academic Publisher, Dordrecht, The Netherlands. Grey, G. W. dan F. J. Deneke. 1978. Urban Forestry. John Wiley md Sons Inc.
New York.
Groten, S.
K.
E., 1993. NDVI-Crop Monitoring and Early Yield Assessment of Burkina Faso. International Journal of Remote Sensing. 14(8):1495-1515. [IPB] hstitut Pertanian Bogor. Pedoman Pendisan & Penyajian Karya Ilmiah.Bogor: IPB Press. 2004
Jensen. 2000. Remote Sensing Of Environment: An Earth Resource Perspektif. Prentice-Hall, Inc. USA. 544p.
Kato, A,, S. Tsuyuki, L. B. Prasetyo. 2003. Estimation and Selection of The Appropriate Plantation Management Areas by Satellite Remote Sensing in Cianjur prefecture of West Java, Indonesia. Thesis. Graduate School of Agriculture and Life Sciences, The University of Tokyo. Japan. 116p.
Landsat Project Science Office. 2002. Landsat 7 Science Data User's Handbook. Goddard Space Flight Center. NASA. Washington. DC.
U~:http://ltpwww.gsfc.nasa.gov/IAS/handbooki'nandbookktoc.hbn1. [27 Januari 20061.
Laurie, M. 1990. Pengantar Kepada Arsitektur Pertamanan (terjemahan). Intermata. Bandung. 130 hlm.