• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Usaha Pengolahan Ikan Skala Menengah di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi Usaha Pengolahan Ikan Skala Menengah di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI USAHA PENGOLAHAN IKAN SKALA

MENENGAH DI KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT

DOHARMAT PURBA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN

SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Optimasi Usaha Pengolahan Ikan Skala Menengah di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2010

(3)

ABSTRACT

DOHARMAT PURBA, 2010. Optimization enterprises of fish processing Medium Scale in Sukabumi District, West Java (BUDY WIRYAWAN, as supervisor, WAWAN OKTARIZA, as co-supervisor)

Fish product processing can make the fish become durable and enable for distribution from production centers to consumption centers. However, during the last 20 years, the production of processed fish is only 23-47% from total production, mostly by the traditional processing. This condition indicate that the traditional processing still has a prospect to be developed. The role of micro, small and medium enterprises in creating value added is increasing from 54.51% in 2000 to 56.72% in 2003. Instead the role of big scale enterprises decreased from 45.49% in 2000 to 43.28% in 2003. The amount of fish product processing enterprises until 2008, which are the UPI of small and medium scale enterprises were 37 units, whereas in 2007 were 26 units. Types of fish products are salted fish, pindang, abon, fish ball, fish crackers, fish jerky and fish jelly, which have total production around 11,720 tons. The UPI medium scale enterprises are feasible to be developed in Sukabumi based on the results of feasibility analysis of enterprises and financial performance. Feasibility analysis shown that profit could be between 9.52 million to 403.92 million rupiahs per year, the R/C on average > 1, while the payback period between 0.08 to 2.63 years. UPI's financial performance was also feasible refering to the ability of UPI in his obligations to pay off with that relatively low risk for banking institutions to provide enterprises loans. They have the ability to gain profit greater than the interest rate. In the framework of the development of fish product processing enterprises in Sukabumi, allocation of raw material needs to be distinguished according to UPI scale. The requirement of raw material are assumed for small and medium scale enterprises approximately 35% and 30% respectively. In order to, increase fish product quality, application of HACCP principles need to be conducted in small and medium scale enterprises. Moreover, the maximum benefit level and the optimization effort can be achieved by UPI in Sukabumi, if the number of medium UPI developed as follows; salted fish as many as 8 units, Pindang of large fish 4 units, Pindang of small fish 2 units, fish ball 3 units, fish abon 22 units and cracker of fish skin 2 units.

(4)

RINGKASAN

DOHARMAT PURBA, 2010. Optimasi Usaha Pengolahan Ikan Skala Menengah di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat (BUDY WIRYAWAN, sebagai ketua, WAWAN OKTARIZA, sebagai anggota komisi pembimbing)

Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan terbukti menjadi katup pengaman perekonomian nasional dalam masa krisis ekonomi, serta menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi pasca krisis ekonomi. Perekonomian Indonesia masih didominasi oleh sektor dengan produktivitas yang rendah, seperti: sektor perikanan, pertanian, perdagangan dan industri rumah tangga. Pada sektor dengan produktivitas yang rendah inilah jumlah usaha mikro dan kecil terkonsentrasi (84,7%) yang memperebutkan porsi PDB sebesar 30,4% pada tahun 2003. Namun produktivitas dan daya saing usaha mikro dan kecil masih rendah

Pengolahan hasil perikanan dapat membuat ikan menjadi awet dan memungkinkan untuk didistribusikan dari pusat produksi ke pusat konsumsi. Namun, selama 20 tahun terakhir, produksi ikan yang diolah baru sekitar 23-47%, dan dari jumlah tersebut, sebagian besar merupakan pengolahan tradisional. Kondisi ini menggambarkan bahwa pengolahan tradisional masih mempunyai prospek untuk dikembangkan. Peranan usaha mikro, kecil dan menengah dalam penciptaan nilai tambah terus meningkat dari 54,51% pada tahun 2000 menjadi 56,72% pada tahun 2003. Sebaliknya peranan usaha besar semakin berkurang dari 45,49% pada tahun 2000 menjadi 43,28% pada tahun 2003.

Salah satu program pengembangan perikanan dan kelautan di kabupaten Sukabumi adalah pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan yang hingga tahun 2008 UPI skala kecil dan menengah (UKM) berjumlah 37 unit (tahun 2007 sebanyak 26 unit). Jenis produk olahan UPI UKM seperti ikan asin, ikan pindang, abon ikan, bakso ikan, kerupuk ikan/kulit, dendeng ikan, ikan teri, dan fish jelly dengan total produksi sebesar 11.720 ton.

Usaha UPI skala menengah sangat layak untuk dikembangkan di kabupaten Sukabumi berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha dan kinerja keuangannya. Kriteria kelayakan usaha UPI skala menengah adalah layak ditunjukkan dari tingkat keuntungan usaha antara Rp. 9,52 juta hingga Rp. 403,92 juta per tahun, tingkat R/C rata-rata > 1, waktu pengembalian modal usaha antara 0,08 – 2,63 tahun. Kinerja keuangan UPI adalah baik ditunjukkan dari kemampuan UPI dalam melunasi kewajiban-kewajibannya dengan tingkat resiko yang relatif rendah bagi lembaga perbankan untuk memberikan pinjaman usaha dan memiliki kemampuan untuk mencetak laba yang jauh lebih besar dibandingkan dengan tingkat suku bunga yang berlaku.

(5)

baku, penyiangan, pengadonan, perebusan, dan pengemasan. Selain itu, tingkat keuntungan maksimum dan optimasi usaha UPI dapat tercapai di kabupaten Sukabumi jika jumlah UPI skala menengah yang dikembangkan masing-masing UPI ikan asin sebanyak 8 unit, UPI pindang ikan besar 4 unit, UPI pindang ikan kecil 2 unit, UPI bakso ikan 3 unit, UPI abon ikan 22 unit, dan UPI kerupuk kulit ikan 2 unit.

(6)

©

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2010

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

OPTIMASI USAHA PENGOLAHAN IKAN SKALA

MENENGAH DI KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT

Oleh :

DOHARMAT PURBA

TESIS

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Kelautan

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN

SEKOLAH PASCASARJANA

(8)

Judul Tesis : Optimasi Usaha Pengolahan Ikan Skala Menengah di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat

Nama : Doharmat Purba

NRP : C551054154

Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui : Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc

Ketua

Ir. Wawan Oktariza, M.Si

Anggota

Diketahui :

Ketua Program Studi Teknologi Kelautan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan Rahmat, Berkat, dan Karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik yang berjudul “Optimasi Usaha Pengolahan Ikan Skala Menengah di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat”

Selesainya penulisan tugas akhir ini merupakan suatu kebahagiaan tersendiri bagi penulis, karena tesis merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Kelautan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan memberi dukungan selama penelitian ini, diantaranya:

(1) Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc dan Ir. Wawan Oktariza, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dengan penuh kesabaran.

(2) Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si sebagai dosen penguji yang telah memberikan arahan dan evaluasi dan kepada Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc sebagai ketua program studi yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis. (3) Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan dan Direktur

Usaha dan Investasi yang telah berkenan memberikan izin belajar dan bantuan pendidikan.

(4) Istri tercinta Betty Suryani Manurung yang telah mendukung penulis, terima kasih atas kasih sayang dan kesabarannya.

(5) Bapak dan Mama tercinta yang telah memberikan doa, semangat, kasih sayang, dukungan, dan motivasi serta perhatian kepada penulis.

(6) Saudaraku John, Mama Indah, Dosmaria atas perhatian dan doanya.

(7) Keluarga besar Inang Tialam boru Silalahi, Marsaulina, Rismawati, Benny Hasiolan, Dewi Mariana dan Rosanna Hermawati, terimakasih atas perhatian, dukungan, dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.

(10)

(9) Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan tesis, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

(10) Semua pihak yang telah membaca dan menggunakan karya ilmiah ini sebagai bahan acuan ataupun untuk kegunaan lainnya.

Penulis menyadari bahwa didalam tesis ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Februari 2010

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pematang Siantar, Sumatera Utara pada tanggal 5 Maret 1964, merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari ayah Garaben Hasan Purba dan Ibu Lentina Saragih. Pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama diselesaikan di Simalungun pada tahun 1977 dan 1981, dan Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Bogor diselesaikan pada tahun 1984. Pada tahun 1984 setelah menyelesaikan pendidikan pada SUPM Bogor, penulis ditugaskan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian pada Dinas Perikanan Daerah Tingkat (Dati) I Provinsi Maluku. Sepuluh tahun mengabdi pada Dinas Perikanan Dati I Provinsi Maluku, pada tahun 1994 penulis melanjutkan pendidikan program Sarjana (S1) pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan di Universitas Pattimura Ambon, Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan dan menyelesaikan pendidikan S1 pada tahun 1998.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

DAFTAR ISTILAH ... xvi

1. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 5

1.4. Kerangka Pemikiran ... 6

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Pengolahan Hasil Perikanan ... 9

2.1.1. Metode penanganan (handling) untuk memperlambat proses kemunduran mutu ... 10

2.1.2. Titik-titik kritis (critical control point = CCP) pada penanganan, pendinginan dan pembekuan ikan ... 13

2.1.3. Pengolahan tradisional hasil perikanan... ... 15

2.1.4. Pengolahan produk bernilai tambah (added value products) berbasis surimi ... 16

2.2. Unit Pengolahan Ikan... ... 18

2.3. Analisis Kelayakan Finansial ... 21

2.4. Analisis Kinerja Keuangan ... 23

2.5. Optimalisasi ... 28

2.5.1. Program linier ... 29

2.5.2. Analisis primal dual ... 34

2.5.3. Analisis post optimal ... 35

2.6. Cara Berproduksi yang Baik ... 36

2.7. Prosedur Standar Operasi Sanitasi (Sanitation Standard Operating Procedure) ... 37

3. METODOLOGI ... 41

(13)

3.2. Metode Penelitian ... 41

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 42

3.4. Metode Pengambilan Sampel ... 44

3.5. Metode Pengolahan Data ... 44

3.5.1. Analisis kelayakan usaha ... 44

3.5.2. Penetapan critical control point ... 50

3.5.3. Optimasi unit pengolahan ikan ... 52

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH ... 55

4.1. Letak Geografis ... 55

4.2. Karakteristik Masyarakat Pesisir (Rumah Tangga Perikanan) ... 55

4.3. Potensi dan Produksi Perikanan ... 55

4.4. Gambaran Unit Pengolahan Ikan ... 60

4.4.1. Bahan baku produksi ... 60

4.4.2. Jenis produk olahan ... 61

4.4.3. Kapasitas produksi produk olahan hasil perikanan ... 62

5. HASIL ... 63

5.1. Keragaan Unit Pengolahan Ikan (UPI)... ... 63

5.1.1. Profil pengolah hasil perikanan ... 63

5.1.2. Profil usaha UPI skala menengah ... 63

5.2. Usaha Pengolahan Ikan ... 64

5.2.1. Kelayakan finansial ... 64

5.2.2. Kinerja keuangan ... 74

5.3. Critical Control Point Pengolahan Ikan ... 79

5.3.1. Pengolahan ikan asin ... 79

5.3.2. Pengolahan pindang ikan ... 82

5.3.3. Pengolahan abon ikan ... 85

5.3.4. Pengolahan bakso ikan... 88

5.3.5. Pengolahan kerupuk kulit ikan ... 90

5.4. Optimasi Unit Pengolahan Ikan... ... 92

5.4.1. Perumusan model optimasi ... 92

5.4.2. Optimalisasi jumlah UPI ... 97

6. PEMBAHASAN ... 98

6.1. Kelayakan Usaha Pengolahan Ikan ... 98

6.1.1. Kelayakan finansial ... 98

6.1.2. Kinerja keuangan ... 101

(14)

6.2.1. CCP pengolahan ikan asin ... 104

6.2.2. CCP pengolahan pindang ikan ... 106

6.2.3. CCP pengolahan bakso ikan... 107

6.2.4. CCP pengolahan abon ikan ... 108

6.2.5. CCP pengolahan kerupuk kulit ikan ... 109

6.3. Optimasi Unit Pengolahan Ikan... ... 110

6.4. Penggunaan Sumberdaya (Analisis Dual)... ... 111

6.4.1. Perubahan keuntungan dan ketersediaan sumberdaya... 114

6.4.2. Perubahan tingkat keuntungan ... 115

6.4.3. Perubahan ketersediaan sumberdaya ... 117

7. KESIMPULAN DAN SARAN ... 120

7.1. Kesimpulan ... 120

7.2. Saran ... 120

8. DAFTAR PUSTAKA ... 122

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Rata-rata struktur PDB menurut skala usaha tahun 2000 – 2003 ... 2

2. Hubungan antara suhu, kegiatan bakteri dan laju penurunan mutu ... ikan ... 11

3. Titik-titik kritis yang harus dikontrol, bahaya (hazard) yang ditimbulkan dan cara pencegahannya ... 14

4. Potensi perikanan kabupaten Sukabumi ... 56

5. Produksi dan nilai ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu, tahun 1998-2007 ... 57

6. Data jumlah armada penangkapan ikan yang beroperasi di PPN Palabuhanratu menurut klasifikasi jenisnya tahun 1998-2007 ... 58

7. Produksi ikan menurut jenis alat tangkap utama yang didaratkan di PPN Palabuhanratu (dalam ton) ... 59

8. Potensi keragaan unit pengolahan ikan kabupaten Sukabumi tahun 2008 60 9. Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan sebagai bahan baku UPI di kabupaten Sukabumi secara optimal ... 61

10. Kapasitas produksi UPI skala menengah di kabupaten Sukabumi ... 62

11. Jenis-jenis ikan sebagai bahan baku usaha pengolahan ikan UPI skala menengah di kabupaten Sukabumi ... 64

12. Struktur biaya dan pendapatan usaha pengolahan ikan asin ... 65

13. Kriteria kelayakan usaha pengolahan ikan asin... 65

14. Struktur biaya dan pendapatan usaha pengolahan pindang ikan ukuran besar ... 67

15. Kriteria kelayakan usaha pengolahan pindang ikan ukuran besar ... 67

16. Struktur biaya dan pendapatan usaha pengolahan pindang ikan ukuran kecil ... 68

17. Kriteria kelayakan usaha pengolahan pindang ikan ukuran kecil... 69

18. Struktur biaya dan pendapatan usaha pengolahan bakso ikan ... 70

19. Kriteria kelayakan usaha pengolahan bakso ikan ... 70

(16)

21 Kriteria kelayakan usaha pengolahan abon ikan ... 72

22. Struktur biaya dan pendapatan usaha pengolahan kerupuk kulit ikan.... 73

23. Kriteria kelayakan usaha pengolahan kerupuk kulit ikan... 73

24. Matriks CCP pada proses pengolahan ikan asin ... 82

25. Matriks CCP pada proses pengolahan ikan pindang ... 85

26. Matriks CCP pada proses pengolahan abon ikan ... 87

27. Matriks CCP pada proses pengolahan bakso ikan ... 89

28. Matriks CCP pada proses pengolahan kerupuk kulit ikan ... 91

29. Tingkat keuntungan masing-masing UPI sebagai variabel keputusan model optimasi ... 92

30. Rata-rata kebutuhan bahan baku ikan UPI skala menengah menurut volume dan jenis ikan di kabupaten Sukabumi selama satu tahun ... 94

31. Jumlah tenaga kerja berdasarkan jenis UPI skala menengah di kabupaten Sukabumi ... 95

32. Nilai investasi yang dibutuhkan pada masing-masing UPI skala menengah di kabupaten Sukabumi ... 96

33. Jumlah UPI optimal di kabupaten Sukabumi ... 97

34. Struktur biaya dan pendapatan usaha menurut jenis UPI di kabupaten Sukabumi ... 98

35. Kriteria kelayakan usaha menurut jenis UPI di kabupaten Sukabumi ... 100

36. Hasil analisis kinerja keuangan UPI Pindang Bintang ... 102

37. Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan sebagai bahan baku UPI di kabupaten Sukabumi secara optimal ... 112

38. Selang kepekaan perubahan keuntungan tiap UPI di kabupaten Sukabumi pada kondisi optimal ... 115

39. Analisis sensitivitas perubahan harga ouput rata-rata menurut jenis UPI optimal di kabupaten Sukabumi ... 116

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bagan kerangka pemikiran ... 8

2. Proses pengolahan surimi (Okada, 1992) ... 17

3. Diagram alir proses pembuatan bakso ikan ... 18

4. Praktek sanitasi dalam Good Manufacturing Practices (Taheer, 2005) .... 38

5. Peta lokasi penelitian di kabupaten Sukabumi ... 41

6. Bagan tahapan penelitian ... 42

7. Alur analisis data... 43

8. Diagram pohon keputusan (CCP Decision Tree) ... 51

9. Pengolahan dan penjemuran ikan asin di Palabuhanratu ... 80

10. Ikan asin produksi UPI kabupaten Sukabumi... 80

11. Alur proses pengolahan ikan asin ... 81

12. Proses pengolahan pindang ikan besar ... 83

13. Proses pengolahan pindang ikan kecil ... 84

14. Proses pemindangan ikan di Sukabumi ... 85

15. Alur proses pengolahan abon ikan ... 86

16. Proses pengolahan dan produk abon ikan ... 87

17. Alur proses pengolahan bakso ikan ... 88

18. Bakso ikan produk UPI Sukabumi ... 90

19. Alur proses pengolahan kerupuk kulit ikan ... 90

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Analisis usaha pengolahan ikan asin ... 126

2. Analisis usaha pengolahan pindang ikan besar ... 127

3. Analisis usaha pengolahan pindang ikan kecil ... 128

4. Analisis usaha pengolahan bakso ikan ... 129

5. Analisis usaha pengolahan abon ikan ... 130

6. Analisis usaha pengolahan kerupuk kulit ikan ... 131

7. Input model optimasi UPI skala menengah di kabupaten Sukabumi ... 132

8. Output model optimasi UPI skala menengah di kabupaten Sukabumi ... 133

9. Laporan neraca UPI Pindang Bintang per November 2009 ... 134

10. Laporan laba rugi UPI Pindang Bintang per November 2009 ... 135

11. Perhitungan kinerja keuangan usaha pengolahan pindang UPI skala menengah ... 136

(19)

DAFTAR ISTILAH

Analisis usaha adalah analisis terhadap kegiatan usaha UPI dengan memperhitungkan biaya dan manfaat dalam suatu usaha dengan menggunakan alat ukur antara lain: Keuntungan, Ratio Revenue Cost (R/C), Payback Period (PP), dan Break Event Point (BEP)

Analisis kinerja keuangan adalah analisis terhadap keuangan UPI dengan menggunakan analisis rasio keuangan meliputi: rasio likuiditas, leverage, coverage, aktivitas dan rentabilitas.

Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan UPI pada saat usaha belum berjalan

Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh naik turunnya produksi yang dihasilkan dalam satu tahun dinyatakan dalam satuan rupiah

Biaya variabel adalah biaya yang besarnya tergantung dari output yang akan dihasilkan dalam satu tahun dinyatakan dalam satuan rupiah

Biaya total adalah Semua biaya yang digunakan untuk menghasilkan produk, dalam satu tahun dinyatakan dalam satuan rupiah

Good Manufacturing Practicess (GMP) adalah pedoman persyaratan dan tata cara berproduksi yang baik bagi UPI.

Input produksi adalah bahan–bahan dan tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses produksi secara langsung.

Kendala merupakan faktor pembatas dalam pengambilan keputusan yang meliputi sumberdaya yang tersedia dan dimiliki oleh UPI yang terdiri dari: ketersediaan bahan baku, tenaga kerja dan investasi.

Keuntungan adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total selama periode tertentu yang dinyatakan dalam satuan rupiah

(20)

Otoritas Kompeten (Competent Authority) adalah pihak pemerintah yang mempunyai otoritas (kewenangan) untuk melakukan pengendalian mutu mencakup verifikasi dan hal-hal yang berkaitan dengan kewenangannya.

Penerimaan adalah hasil perkalian jumlah produksi total dengan harga satuan yang dinyatakan dalam satuan rupiah

Pengeluaran adalah nilai penggunaan sarana produksi yang diperlukan atau yang dibebankan pada proses produksi yang dinyatakan dalam satuan rupiah

Pengembangan adalah usaha perubahan dari suatu nilai yang kurang kepada sesuatu yang lebih baik; proses yang menuju pada suatu kemajuan

Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam satu sistem bisnis perikanan.

Produktivitas adalah suatu alat untuk melihat efisiensi teknik dan suatu proses produksi yang merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan input sumberdaya yang dipergunakan

Resources adalah sumberdaya biologi mencakup sumberdaya genetik,

organisme atau berbagai bagiannya, populasi atau setiap komponen biotik dari ekosistem dengan potensi atau penggunaan aktual bagi kemanusiaan

Sistem adalah elemen-elemen yang bersifat kompleks dan saling berhubungan, saling bekerja sama membentuk satu kesatuan dalam rangka pencapaian suatu tujuan tertentu

Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP) adalah pedoman persyaratan standar sanitasi Unit Pengolahan Ikan (UPI).

Sumberdaya ikan adalah potensi semua jenis ikan

Tenaga kerja adalah tenaga kerja langsung yang bertugas melakukan kegiatan pengolahan hasil perikanan dengan satuannya adalah hari orang kerja (HOK)

Unit Pengolahan Ikan (UPI) adalah tempat usaha yang digunakan untuk menangani dan mengolah ikan.

(21)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan terbukti menjadi katup pengaman perekonomian nasional dalam masa krisis ekonomi, serta menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi pasca krisis ekonomi. Perekonomian Indonesia masih didominasi oleh sektor dengan produktivitas yang rendah, seperti: sektor perikanan, pertanian, perdagangan dan industri rumah tangga. Pada sektor dengan produktivitas yang rendah inilah jumlah usaha mikro dan kecil terkonsentrasi (84,7%) yang memperebutkan porsi PDB sebesar 30,4% pada tahun 2003. Namun produktivitas dan daya saing usaha mikro dan kecil masih rendah

Selama tahun 2000 – 2003 peranan usaha mikro, kecil dan menengah dalam penciptaan nilai tambah (value added) terus meningkat dari 54,51% pada tahun 2000 menjadi 56,72% pada tahun 2003. Sebaliknya peranan usaha besar semakin berkurang dari 45,49% pada tahun 2000 menjadi 43,28% pada tahun 2003. Usaha mikro, kecil dan menengah menyediakan 43,8% kebutuhan barang dan jasa nasional, sementara usaha besar 42,1% dan impor 14,1%.

(22)

Tabel 1. Rata-rata struktur PDB menurut skala usaha tahun 2000 – 2003

LAPANGAN USAHA Rata-rata 2000-2003

UK UM UB Struktur

1. Pertanian, perikanan/kelautan, peternakan

dan kehutanan 85,74 9,09 5,17 16,89

2. Pertambangan dan penggalian 6,73 2,96 90,30 12,20

3. Industri pengolahan 15,14 12,98 71,89 25,10

4. Listrik, gas dan air bersih 0,52 6,80 92,68 1,73

5. Bangunan 43,88 22,57 33,55 5,93

6. Perdagangan, hotel dan restoran 75,60 20,81 3,59 16,15 7. Pengangkutan dan komunikasi 36,69 26,64 36,67 5,50 8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 16,80 46,47 36,73 6,64

9. Jasa-jasa 35,59 7,16 57,25 9,86

PDB 40,55 15,22 44,24 100,00

PDB non migas 46,22 17,19 36,60 87,74

Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM (diolah)

Industri pengolahan pangan merupakan instrumen pemberi nilai tambah bagi komoditas pertanian dan perikanan. Peran industri pengolahan sangat penting bagi peningkatan nilai tambah komoditi perikanan. Kelemahan industri di Indonesia bukan hanya pada basis industrinya, akan tetapi struktur industri yang dibangunnya juga. Indonesia membangun industrinya dengan berorientasi pada industri berteknologi rendah dan tidak pernah bergerak menuju teknologi yang menengah apalagi tinggi. Produk industri berteknologi rendah pada kurun waktu 1995–1998 terus meningkat dari 44% menjadi 48%; sementara produk berteknologi menengah cenderung turun dari 38% menjadi 34%; produk berteknologi tinggi tetap 17%.

(23)

pembinaan dan penguatan industri pengolahan yang berbasis pada produk agrolokal.

Subsektor perikanan mempunyai peranan penting sebagai penyumbang protein bagi masyarakat Indonesia. Akan tetapi tidak semua wilayah Indonesia dapat tercukupi kebutuhannya akan protein karena ketersediaan ikan perkapita belum terdistribusi secara merata. Pengolahan dapat membuat ikan menjadi awet dan memungkinkan untuk didistribusikan dari pusat produksi ke pusat konsumsi. Namun, selama 20 tahun terakhir, produksi ikan yang diolah baru sekitar 23-47%, dan dari jumlah tersebut, sebagian besar merupakan pengolahan tradisional. Kondisi ini menggambarkan bahwa pengolahan tradisional masih mempunyai prospek untuk dikembangkan. Prospek ini didukung oleh masih tersedianya sumber daya ikan di pusat produksi, tingginya permintaan di pusat konsumsi, sederhananya teknologi, serta banyaknya industri (Heruwati, 2002).

Mengacu pada Rancang Bangun Industri 2005 dan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, kelompok pengembangan industri prioritas yang akan menjadi fokus pengembangan jangka menengah dan panjang adalah pengembangan 10 klaster industri inti, pengembangan industri terkait dan penunjang dari kesepuluh industri inti, pembangunan industri andalan masa depan serta beberapa cabang industri kecil dan menengah tertentu. Diantara kesepuluh klaster inti adalah industri pengolahan hasil laut. Pengembangan klaster industri inti diantaranya diarahkan untuk meningkatkan peran Unit Pengolahan Ikan (UPI) skala kecil dan menengah serta meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi pengolahan.

(24)

Unit Pengolahan Ikan skala menengah di kabupaten Sukabumi adalah UPI yang sedang berkembang dan mampu bersaing di pasar domestik (Jakarta dan Bandung) sejak tahun 2000 sampai dengan sekarang, sehingga menarik untuk diketahui keoptimalan dan kinerja keuangan (finance performance) usahanya dengan segala kendala yang dihadapinya. Oleh karena itu, penelitian mengenai optimasi usaha pengolahan ikan UPI skala menengah di kabupaten Sukabumi ini diperlukan dengan tujuan untuk mencapai suatu usaha pengolahan hasil perikanan yang optimal, berdaya saing, feasible dan dapat menghasilkan keuntungan yang maksimum.

1.2 Perumusan Masalah

UPI skala menengah merupakan salah satu pola/skala usaha pengolahan yang berkembang di kabupaten Sukabumi dengan wilayah pemasaran kurang lebih 90% ke Jakarta dan sekitarnya dan sisanya kota di daerah lain seperti Bandung, Cianjur dan Bogor. Meningkatnya permintaan produk olahan perikanan oleh konsumen/masyarakat akan menciptakan persaingan dan semakin berkembangnya usaha dibidang pengolahan hasil perikanan, sehingga menyebabkan UPI harus semakin memperbaiki kinerjanya, baik dibidang produksi maupun pemasarannya.

Dalam melakukan kegiatan produksinya, sebagian besar UPI belum menerapkan teknologi produksi dengan menggunakan mesin. UPI yang menggunakan mesin dalam proses produksi biasanya mengusahakan lebih dari satu jenis produk olahan, sehingga dalam perencanaan pengusahaannya perlu dikaji terlebih dahulu agar kombinasi yang dipilih dapat meningkatkan produksi dan keuntungan bagi produsen.

(25)

jumlah permintaan dan produksi produk olahan yang dihasilkan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keuntungan yang diperoleh UPI. Selain kendala–kendala input produksi dan perubahan permintaan yang dapat menjadi masalah untuk UPI, kendala lain dalam mencapai keuntungan yang maksimum adalah adanya ketidakpastian dalam dunia perdagangan/pemasaran seperti: perubahan harga produk olahan, harga barang substitusi, biaya transportasi dan sebagainya. Fluktuasi harga produk olahan tersebut biasanya berkisar antara 10 persen per tahunnya, yaitu adanya kenaikan atau penurunan harga sebesar kurang lebih 10%. Ketidakpastian tersebut dapat diminimalkan dengan mengadakan perkiraan dan penghitungan secara kuantitatif yang dapat dilakukan dengan menggunakan analisis optimalisasi terhadap produksi produk olahan yang dihasilkan oleh UPI.

Kegunaan dari penelitian ini antara lain adalah:

(1) Sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan operasional dalam pengembangan UPI khususnya UPI Skala Menengah di Kabupaten Sukabumi.

(2) Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi UPI skala Skala Menengah dalam merencanakan dan mengelola serta meningkatkan kinerja keuangan UPI di tingkat produksi dalam mencapai produksi yang optimum dan yang memaksimumkan keuntungan.

(3) Sebagai bahan informasi, pustaka dan pengetahuan mengenai optimasi UPI khususnya UPI Skala Menengah bagi peneliti selanjutnya.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah untuk:

(1) Mengkaji keragaan dan kelayakan usaha UPI Skala Menengah di kabupaten Sukabumi;

(2) Mengevaluasi kinerja UPI Skala Menengah dari hasil kinerja keuangan (laporan keuangan UPI Skala Menengah).

(26)

(4) Menganalisis pengaruh perubahan harga input dan output, ketersediaan input terhadap penggunaan sumberdaya yang optimum dan keuntungan yang maksimum

Kegunaan dari penelitian ini antara lain adalah:

(1) Sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan operasional dalam pengembangan UPI khususnya UPI Skala Menengah di Kabupaten Sukabumi.

(2) Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi UPI skala Skala Menengah dalam merencanakan dan mengelola serta meningkatkan kinerja keuangan UPI di tingkat produksi dalam mencapai produksi yang optimum dan yang memaksimumkan keuntungan.

(3) Sebagai bahan informasi, pustaka dan pengetahuan mengenai optimasi UPI khususnya UPI Skala Menengah bagi peneliti selanjutnya.

1.4 Kerangka Pemikiran

Pada umumnya suatu Unit Pengolahan Ikan (UPI) atau suatu usaha mempunyai tujuan untuk memaksimalkan keuntungan. Demikian juga halnya dengan usaha produksi pengolahan ikan skala menengah. Namun seperti UPI pada umumnya, usaha tersebut tentu saja tidak berjalan dengan mudah karena adanya kendala–kendala yang dapat menghambat proses pencapaian tujuan. Kendala– kendala tersebut antara lain adalah adanya keterbatasan atau kelebihan sumberdaya, kemampuan UPI dalam membayar kewajiban-kewajiban jangka panjang dan jangka pendek serta kelayakan keuangan usaha UPI.

(27)

ada enam alternatif, yaitu jenis produk olahan yang diproduksi di production house pada saat data penelitian diambil yang terdiri dari ikan asin, pindang ikan ukuran besar, pindang ikan ukuran kecil, abon ikan, bakso ikan dan.kerupuk kulit ikan.

Beberapa hal yang dapat menjadi dan merupakan kendala produksi yang ada di UPI antara lain adalah input produksi yang terdiri dari: bahan baku, investasi dan tenaga kerja. Setelah dilakukan identifikasi awal terhadap permasalahan produksi, langkah selanjutnya adalah memformulasikannya ke dalam suatu model matematika, yaitu berbentuk persamaan linier dan dimasukkan ke program linier untuk selanjutnya diolah dengan bantuan program komputer LINDO (Linear Interactive of Discrete Optimizer), Regresi Linier Berganda dan Analisis Kinerja Keuangan.

Analisis yang digunakan pada permasalahan optimalisasi UPI adalah program linier adalah analisis primal–dual yang digunakan untuk mengetahui kombinasi UPI dalam hubungannya dengan penggunaan sumberdaya. Keoptimalan UPI dapat diketahui dengan membandingkan hasil analisis primal– dual yang didapat dari olahan komputer dengan data produksi aktual UPI. Jika UPI belum berproduksi secara optimal, maka dicari alternatif pemecahan masalah yang terbaik sehingga didapatkan jumlah UPI yang optimal dan memaksimumkan keuntungan usaha dalam hubungannya dengan penggunaan sumberdaya.

(28)

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran.

UPI SKALA MENENGAH

TEKNIS PENGOLAHAN

INPUT PRODUKSI

Bahan Baku

Tenaga Kerja

Investasi GMP

(29)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengolahan Hasil Perikanan

Sebagai sumber bahan pangan, ikan mempunyai beberapa keunggulan komparatif dari sudut pandang ilmu gizi dan kesehatan dibandingkan dengan pangan yang berasal dari darat. Keunggulan tersebut adalah (Poernomo et al. 2004) :

(1) Kandungan protein yang tinggi dengan susunan asam amino essensial (lisin, leusin, fenilalanin, triptopan, dan lain-lain) yang lengkap, sangat diperlukan untuk pertumbuhan, pemeliharaan tubuh dan kecerdasan khsususnya bagi bayi dan anak-anak.

(2) Kandungan asam-asam amino tertentu seperti taurine, glutathione, protamine, yang mempunyai fungsi khusus dalam metabolisme tubuh.

(3) Lemak ikan kaya kandungan asam lemak tak jenuh jamak berantai panjang (Polyunsaturated Fatty Acids = PUFA) konfigurasi ω-3 seperti EPA (Eicosapentaenoic Acid) dan DHA (Docosahexaenoic Acid) yang sangat diperlukan pada proses pembentukan jaringan otak (kecerdasan).

(4) Kandungan mineral makro maupun mikro yang tinggi, yang sangat dibutuhkan untuk metabolisme tubuh sebagai kofaktor enzim (misal: Ca, Na, Mg, Zn, Fe, I).

(5) Kandungan vitamin A yang tinggi dan “squalen” (dari hati ikan cucut), yang masing-masing sangat diperlukan untuk kesehatan mata dan vitalitas tubuh.

(30)

tersebut. Oleh karena itu teknik penanganan yang tepat dan cepat sangat mutlak diperlukan.

2.1.1 Metode penanganan (handling) untuk memperlambat proses kemunduran mutu

Pada produk pangan yang cepat membusuk seperti ikan basah, mutu ikan selalu identik dengan kesegaran. Dalam istilah ”segar” tercakup dua pengertian yaitu (i) baru saja ditangkap, tidak disimpan atau diawetkan, dan (ii) mutunya masih original, belum mengalami kemunduran (Ilyas, 1983). Cara penanganan ikan yang benar segera setelah ditangkap akan menentukan mutunya. Pembuangan sumber-sumber bakteri pembusuk dalam tubuh ikan seperti insang, bagian dalam perut (jeroan) dan lendir adalah langkah awal guna mempertahankan mutu ikan sesegar mungkin. Dua metode penanganan dalam mempertahankan kesegaran ikan atau memperlambat proses kemunduran mutu, yaitu pendinginan dan pembekuan.

(1) Pendinginan (chilling)

Tujuan penyimpanan atau pengawetan ikan dengan suhu chilling (-1 - 5 oC) adalah untuk menghambat kegiatan mikroorganisme dan proses-proses kimia serta fisis lainnya yang dapat mempengaruhi atau menurunkan kesegaran (mutu) ikan. Dalam pendinginan diperlukan refrigrant (bahan pendingin), yang merupakan sejenis medium atau alat untuk memindahkan panas. Bahan pendingin tersebut berfungsi untuk memindahkan panas dari sebuah ruangan tertutup yang berisi bahan makanan yang didinginkan. Sifat-sifat bahan pendingin yang ideal adalah; mempunyai titik didih dan titik cair yang rendah, tidak menyebabkan karat pada logam, tidak bisa terbakar atau meledak, tidak menyebabkan luka-luka, tidak berbau busuk, murah dan dalam jumlah sedikit mudah diketahui.

Cara pendinginan dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu: 1) Pengesan (icing)

Fungsi dari es adalah: (a) mempertahankan suhu ikan tetap dingin; (b) menyediakan air es untuk mencuci lendir, sisa-sisa darah dan bekteri dari permukaan badan ikan; (c) mempertahankan keadaan berudara (aerob) pada ikan, selama disimpan dalam palka.

(31)

Ikan yang didinginkan dengan brine + es atau air laut + es pada suhu -1,7 oC (memakai air laut yang bersih atau brine 3%), lebih tahan lama bila dibandingkan dengan yang hanya di-es dengan suhu 2 – 3 oC. Kekurangannya adalah bila tidak ada sirkulasi brine dingin, suhu dalam wadah tidak merata sehingga mutu ikan tidak seragam.

3) Penyimpanan di dalam air laut yang didinginkan secara mekanis (storage of fish in refrigerated sea water = RSW). Dalam pendinginan ini dibutuhkan air laut yang bersih atau larutan garam berkadar garam sampai 8% untuk menghasilkan suhu air -1 oC sampai -2 oC. Keuntungannya adalah: (a) penanganan lebih mudah dan praktis; (b) dapat menghindari kehilangan berat dan kemungkinan tergencetnya ikan oleh tumpukan es; (c) mengurangi kemungkinan kontaminasi bakteri karena adanya garam.

4) Pengesan dengan air garam (brine)

Brine merupakan salah satu cara untuk mendinginkan ikan pada suhu mendekati titik beku ikan. Dengan pemakaian es air garam (terbuat dari larutan NaCl 3%) akan dihasilkan suhu sekitar -1,1 oC pada ikan. Kelemahannya, es air garam lebih cepat mencair, sehingga keperluan es sangat banyak. Hubungan antara suhu, kegiatan bakteri dan laju penurunan mutu ikan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hubungan antara suhu, kegiatan bakteri dan laju penurunan mutu ikan

Suhu (oC) Kegiatan bakteri Mutu ikan

25 – 10 Luar biasa cepat Cepat turun, daya awet 3 – 10 jam 10 – 2 Pertumbuhan kurang cepat Mutu menurun kurang cepat, daya

awet 2 – 5 hari

2 - (-1) Pertumbuhanlebih berkurang Penurunan mutu agak lambat, daya awet 3 – 10 hari

-1 Kegiatan dapat ditekan Sebagai ikan basah penurunan mutu minimum, daya awet 5 – 20 hari -2 - (-10) Ditekan tidak aktif Penurunan mutu minimum, tekstur

tidak kenyal dan rasa tidak segar, daya awet 7 – 30 hari

< -18 Ditekan minimum, bakteri tersisa tidak aktif

Mutu ikan belut lebih baik, daya awet setahun

(32)

(2) Pembekuan (freezing)

Pembekuan dimaksudkan untuk mengawetkan sifat-sifat alami ikan. Pembekuan menggunakan suhu yang lebih rendah, yaitu jauh di bawah titik beku. Keadaan beku menyebabkan bakteri dan enzim terhambat kegiatannya sehingga daya awetnya lebih besar dibandingkan dengan yang hanya didinginkan. Pada suhu -12 oC, kegiatan bakteri telah dapat dihentikan akan tetapi proses-proses kimia-enzimatis masih terus berjalan (Murniyati, 2000). Pembekuan berarti mengubah kandungan cairan pada ikan menjadi es. Pada tubuh ikan sebagian besar (60 – 80%) terdiri atas cairan yang terdapat di dalam sel, jaringan dan ruangan antar sel. Ikan mulai membeku pada suhu antara -0,6 sampai -2 oC, atau rata-rata -1 oC. Mula-mula yang membeku adalah air bebas (± 67%), kemudian disusul air terikat (± 5%). Pembekuan dimulai dari bagian luar dan bagian tengah membeku paling akhir.

Pada pembekuan komersial dikenal dua penggolongan, yaitu pembekuan lambat (slow freezing) dan pembekuan cepat (quick freezing). Kristal-kristal es yang terbentuk selama pembekuan dapat berbeda-beda ukurannya, tergantung pada kecepatan pembekuan. Pembekuan cepat menghasilkan kristal yang kecil-kecil di dalam jaringan daging. Jika dicairkan kembali, kristal-kristal es yang mencair diserap kembali oleh daging dan hanya sejumlah kecil yang lolos keluar sebagai drip (Moeljanto, 1992). Sedangkan pada pembekuan lambat menghasilkan kristal es berukuran besar. Kristal es ini mendesak dan merusak susunan jaringan daging. Tekstur daging ketika ikan dicairkan menjadi kurang baik, daging menjadi berongga-rongga (keropos, honey combed). Beberapa metode pembekuan yang digunakan untuk membekukan produk perikanan (Moeljanto, 1992) adalah:

(33)

2) Blast freezing merupakan sebuah ruangan atau kamar atau terowongan (tunnel). Udara dingin di dalamnya disirkulasikan ke sekitar produk yang dibekukan dengan bantuan kipas. Alat yang digunakan digolongkan kedalam air blast freezer.

3) Contact plate freezing merupakan teknik pembekuan dengan cara menjepit produk diantara dua plat atau lempengan logam yang didalamnya dialiri bahan pendingin. Pembekuan dengan contact plate freezer berjalan cepat (1,5 – 3 jam) dan efisien, khususnya untuk produk-produk yang dikemas.

4) Immersion freezing merupakan jenis freezer yang digunakan untuk pembekuan ikan-ikan utuh seperti tuna. Cara pembekuannya yaitu dengan mencelupkan ikan kedalam larutan garam (NaCl) bersuhu -17

o

C atau dengan menyemprot ikan memakai brine.

5) Cryogenic freezing merupakan jenis freezer yang menggunakan CO2 dan N2

cair. Konsepnya berbeda dengan jenis freezer lainnya karena tidak dihubungkan dengan mesin refrigerasi. Produk dibekukan dengan cara menyemprotkan CO2 dan N2 cair ke atas produk dan bergerak kedepan keluar

dari freezer.

2.1.2 Titik-titik kritis (crtitical control point = CCP) pada penanganan, pendinginan dan pembekuan ikan

Pembuangan sumber-sumber bakteri pembusuk dalam tubuh ikan seperti insang, jeroan dan lendir adalah langkah awal guna mempertahankan mutu ikan sesegar mungkin. Selain itu penerapan penanganan dengan sistem rantai dingin (cold chain system) merupakan salah satu solusi. Guna mendapatkan meningkatkan nilai tambah (added value), teknologi pengolahan baik pengolahan secara tradisional maupun modern termasuk diversifikasi produk juga memegang peranan yang sangat penting.

(34)

perikanan, maka contoh-contoh yang diberikan adalah produk-produk olahan yang mempunyai nilai jual tinggi, dan bersifat khas daerah sebagai “exotic indogeneous

fisheries products”, khususnya terhadap produk-produk olahan tradisional.

Untuk menjamin terhadap mutu ikan, maka proses penanganan, pendinginan dan pembekuan harus dilakukan secara tepat, cepat dan sistematis. Pada Tabel 3 memaparkan titik-titik kritis yang harus dikontrol, bahaya (hazard) yang ditimbulkan dan cara pencegahannya.

Tabel 3. Titik-titik kritis yang harus dikontrol, bahaya (hazard) yang ditimbulkan dan cara pencegahannya area yang terkontaminasi dan area terdapatnya biotoksin

Penanganan dalam waktu singkat mencegah/menghindari penanganan yang kasar

CCP-1 CCP-2

Pendinginan (Chilling) Pertumbuhan bakteri Suhu rendah CCP-1

Pendaratan Ikan (Landing)

Penerimaan Bahan Baku di UPI (Arrival of Raw Material at Factory) dan daftar pemasok yang disetujui/ garansi supplier, evaluasi sensoris.

Memastikan suhu tetap rendah CCP-1

Pengolahan (Processing) : Pengesan (De-icing)

Pengaturan mesin yang tepat, instruksi dari personil, pastikan intensitas cahaya pada meja candling, sering melakukan pergantian personil. bahan kemasan yang memadai dan metodenya (misalnya metode vakum)

CCP-1 CCP-2

Tahapan Pengolahan (All processing steps)

Pertumbuhan bakteri,

Perubahan warna Pastikan pengecekan suhu tetap

rendah CCP-1

(35)

2.1.3 Pengolahan tradisional hasil perikanan

Prinsip pengolahan hasil perikanan tradisional adalah mengurangi kadar air sampai batas tertentu yang dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme sehingga menyebabkan produk menjadi awet. Untuk mendaptakan cita rasa dan aroma yang enak, penggunaan garam sebagai bahan tinambah atau food additive masih sangat dominan. Akan tetapi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dibidang pangan, maka penggunaan bahan tinambah selain garam sudah banyak dilakukan seperti glisin, protamin, dan asam aspartat. Dengan adanya sentuhan-sentuhan tersebut, maka produk olahan tradisional hasil perikanan mempunyai citarasa, citra yang lebih bagus dan dapat digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan konsumsi rakyat Indonesia terhadap komoditas perikanan (Santoso, 1997).

(1) Ikan asin

Penggaraman merupakan kombinasi dari proses fisika dan kimia, yaitu penetrasi garam kedalam tubuh ikan dan keluarnya air dari jaringan yang menghasilkan perubahan berat. Pada ikan yang mengalami penggaraman, pengurangan berat menunjukkan berhasilnya proses penggaraman karena merupakan hasil reaksi antara garam dengan ikan. Pada prinsipnya teknik penggaraman ikan dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu:

1) Penggaraman kering (dry salting), yaitu proses penggaraman dimana bahan (ikan) yang akan digarami diberi kristal-kristal garam (kristal garam berkontak langsung dengan bahan). Karena konsentrasi garam di permukaan bahan lebih tinggi daripada cairan di dalam bahan, maka terjadi penarikan air bersama dengan masuknya garam kedalam bahan dan proses ini akan terhenti setelah mencapai keseimbangan. Dengan demikian ikan akan terendam dalam larutan garam (brine) pekat.

(36)

3) Penggaraman kombinasi/campuran (mix salting), yaitu kombinasi antara penggaraman kering dan basah. Mula-mula ikan ditaburi kristal garam dan selanjutnya dicelupkan dalam larutan garam.

Salah satu produk olahan yang terkenal adalah ikan asin jambal roti yang merupakan salah satu produk olahan khas daerah Pangandaran-Ciamis Jawa Barat yang dibuat dari ikan manyung (Arius spp.). Hasil akhir disebut ikan asin jambal roti, karena tektsur ikan asin yang dihasilkan menyerupai roti tawar.

(2) Ikan pindang

Pemindangan sebagai salah satu metode pengolahan hasil perikanan tradisional yang merupakan kombinasi antara proses penggaraman dan perebusan. Kombinasi penggaraman dan perebusan menyebabkan penurunan kadar air pada ikan sebagai produk ikan olahan setengah basah. Kelebihan yang dimiliki ikan pindang adalah hasil olahannya dapat langsung dikonsumsi tanpa harus dimasak terlebih dahulu dan rasanya sesuai dengan selera kebanyakan penduduk Indonesia (Poernomo et al, 2004).

Berdasarkan metode pengolahannya, pemindangan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

1) Pemindangan garam (salt boiling); proses pemindangan yang dibuat dengan cara ikan ditaburi garam dengan konsentrasi tertentu (ikan berkontak langsung dengan kristal-kristal garam) dan ditambahkan sejumlah air kemudian direbus sampai ikan masak. Pindang ini juga dikenal dengan pindang paso, pendil atau badeng (berdasarkan wadah yang digunakan untuk merebus).

2) Pemindangan air garam (brine boiling); proses pemindangan yang dibuat dengan cara merebus ikan yang sudah diatur dalam wadah tertentu (dari anyaman bambu) dalam larutan garam yang panas selama waktu tertentu. Berdasarkan wadah yang digunakan, pindang ini juga dikenal dengan pindang naya, besek atau kudung.

2.1.4 Pengolahan produk bernilai tambah (added value products) berbasis surimi

(37)

konsentrat basah (wet concentrate protein) dari daging ikan (Okada, 1992). Bertak dan Kaharadian (1995) mendefinisikan surimi sebagai hancuran daging ikan yang dicuci berkali-kali dan dicampur dengan cryoprotectant untuk mencegah terjadinya denaturasi protein selama penyimpanan beku. Surimi mempunyai tekstur, gel dan sifat pengikat yang baik. Secara teknis semua jenis ikan dapat dibuat surimi. Daging ikan mempunyai kemampuan untuk membentuk gel secara sempurna sehingga dapat menghasilkan tekstur yang elastis, rasa enak dan penampakan putih (Miyake et al., 1985).

Selama proses pembuatan surimi faktor utama yang perlu diperhatikan adalah suhu air pencuci dan penggilingan daging. Jumlah protein larut air yang hilang selama pencucian tergantung pada suhu air pencuci yang akan berpengaruh terhadap kekuatan gel. Kekuatan gel terbaik diperoleh jika hancuran daging ikan dicuci dengan air bersuhu 10-15 oC (Schawrz dan Lee, 1988). Diagram alir proses pembuatan surimi disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Proses pengolahan surimi (Okada, 1992).

Pencucian

Pemfiletan

Pemisahan tulang dan pelumatan Ikan

Meat-bone separator

Daging Lumat

Pertama: air dingin Kedua: air dingin

Ketiga: air dingin + NaCl 0,2 - 0,3 %

Screwpress

Silent cutter

Pencucian

Pengurangan air

Penambahan cryoprotectant

Pengepakan dan pembekuan

(38)

Surimi merupakan produk olahan hasil perikanan yang bersifat setengah jadi (intermediate product) yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan produk-produk olahan yang membutuhkan sifat pembentukan gel yang lebih dikenal dengan ”surimi-based products” seperti bakso, otak-otak dan nugget.

(1) Bakso ikan

Bakso ikan adalah produk olahan daging ikan berbentuk gel homogen yang dibuat dari campuran daging lumat, tepung tapioka/sagu dan bumbu-bumbu seperti: bawang putih, bawah merah, lada, garam, gula dengan proses penggilingan, pengadonan, pencetakan dan perebusan. Fungsi teknologi pembuatan bakso adalah sebagai upaya untuk mendapatkan produk hasil perikanan berbentuk gel dengan rasa yang disukai menurut selera, terutama pada sensasi kekenyalan pada waktu ditekan dan dikunyah (Poernomo et al, 2004). Proses pengolahan bakso dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Diagram alir proses pembuatan bakso ikan.

2.2 Unit Pengolahan Ikan

Unit Pengolahan Ikan (UPI) adalah tempat usaha yang digunakan untuk menangani dan mengolah ikan. Unit pengolahan ikan berdasar Peraturan Menteri

Surimi

Penimbangan

Pencampuran/Pengadonan dengan urutan: 1. daging 2. garam

3. tapioka 4. es 5. minyak goreng 6. gula 7. lada 8. MSG

Pencetakan : dengan tangan dalam air hangat

Perebusan ± 80 - 90 oC

(sampai dengan mengapung ± 10 menit)

(39)

Kelautan dan Perikanan Nomor 18 tahun 2006 tentang Skala Usaha Pengolahan Hasil Perikanan dibedakan menjadi; UPI skala mikro, UPI skala kecil, UPI skala menengah, dan UPI skala besar.

Pembedaan skala UPI ditetapkan berdasarkan parameter:

1) Omset, adalah total volume produksi hasil olahan dikali harga satuan dalam satu tahun (dalam rupiah)

2) Aset, adalah kekayaan produktif diluar bangunan dan tanah yang dikonversi dalam rupiah

3) Jumlah tenaga kerja, adalah jumlah karyawan yang terlibat dalam satu UPI selain pemilik, baik tenaga kerja tetap maupun harian/borongan

4) Status hukum dan perijinan, adalah legalitas yang diperoleh UPI baik badan hukum maupun perijinan usaha lain

5) Penerapan teknologi, adalah jenis dan tingkatan peralatan produksi yang digunakan oleh UPI:

[1] Manual yaitu penerapan teknologi proses produksi UPI yang sebagian besar menggunakan tenaga manusia

[2] Semimekanik yaitu penerapan teknologi proses produksi UPI yang sebagian menggunakan mesin

[3] Mekanik yaitu penerapan teknologi proses produksi UPI yang sebagian besar menggunakan mesin

6) Teknis dan manajerial, adalah kemampuan pengelolaan suatu UPI dari aspek produksi pengolahan hasil perikanan untuk memenuhi kriteria sertifikasi: [1] UPI yang belum memiliki SKP adalah UPI yang dalam operasional usaha pengolahannya belum atau sudah menerapkan dan memenuhi persyaratan kelayakan dasar tetapi belum dilakukan penilikan oleh petugas pengawas mutu yang ditunjuk oleh Competent Authority;

[2] SKP adalah surat keterangan yang dikeluarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan cq. Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan yang menerangkan bahwa UPI telah memenuhi persyaratan kelayakan dasar yang ditentukan;

(40)

Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan selaku Otoritas Kompeten (Competent Authority) yang menerangkan bahwa UPI telah memenuhi persyaratan dalam bentuk tanggung jawab, prosedur, proses, dan sumber daya organisasi untuk menerapkan PMMT.

Berdasarkan parameter tersebut ditetapkan nilai kumulatif untuk masing masing skala usaha sebagai berikut; UPI skala mikro memiliki nilai kumulatif parameter skala usaha antara 20 – 44, UPI skala kecil memiliki nilai kumulatif parameter skala usaha antara 45 – 69, UPI skala menengah memiliki nilai kumulatif parameter skala usaha antara 70 – 89, dan UPI skala besar memiliki nilai kumulatif parameter skala usaha antara 90 – 100.

Kriteria usaha menengah sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1999 Tentang Pemberdayaan Usaha Menengah adalah sebagai berikut:

(1) Memiliki kekayaan bersih lebih besar dan Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp l0.000.000.000.00 (sepuluh miliar rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;

(2) Milik warga negara Indonesia;

(3) Berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai dan berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar;

(4) Berbentuk usaha orang perseorangan badan usaha yang tidak berbadan hukum dan atau badan usaha yang berbadan hukum.

Untuk mengembangkan usaha pengolahan hasil perikanan, bidang-bidang pemberdayaan usaha menengah yang mendapat perhatian meliputi:

(1) Pembiayaan

1) melakukan fasilitasi dan mendorong peningkatan pembiayaan modal kerja dan investasi melalui perluasan sumber dan pola pembiayaan, akses terhadap pasar modal dan lembaga pembiayaan lainnya;

2) membentuk dan rnengembangkan lembaga penjamin kredit, serta meningkatkan fungsi lembaga penjamin ekspor;

(41)

(2) Pemasaran

1) mendorong peningkatan pangsa pasar melalui pengembangan sarana promosi, forum bisnis, informasi, penetrasi, jaringan pasar serta kemitraan usaha;

2) membantu pelaksanan penelitian dan pengembangan pemasaran, pemasyarakatan E-commerce serta peningkatan fungsi rumah dagang (trading house).

(3) Teknologi

Mendorong pelaksanaan alih teknologi untuk pengembangan dan peningkatan mutu desain, produk, proses produksi dan pelayanan sehingga memenuhi standar mutu internasional.

(4) Sumber daya manusia

Menggalakkan lembaga-lembaga yang sudah ada dan yang akan dikembangkan untuk melakukan pendidikan, pelatihan, bimbingan dan konsultasi dalam rangka peningkatan kemampuan manajerial, teknik produksi, mutu produk dan pelayanan serta pemasaran.

(5) Perizinan

Menyederhanakan sistem dan prosedur perizinan terutama pendirian, pembiayaan dan pengembangan.

(6) Menyusun skala prioritas dalam pemberdayaan usaha menengah terutama yang berkaitan dengan pengembangan ekspor, penyerapan tenaga kerja serta pemenuhan kebutuhan pokok.

2.3 Analisis Kelayakan Finansial

Analisis finansial dilakukan dengan mengelompokkan biaya-biaya yang terjadi pada usaha pengolahan ikan. Struktur biaya tersebut terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Analisis finansial bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha. Kriteria penilaian kelayakan usaha rugi laba meliputi: analisis pendapatan atau keuntungan usaha, revenue cost ratio, payback period, dan analisis titik impas (Sutojo S., 2002).

(1) Analisis keuntungan usaha

(42)

Total penerimaan merupakan penerimaan langsung dari kegiatan usaha UPI selama 1 (satu) tahun yang digunakan sebagai dasar analisis. Untuk biaya produksi (Total Cost =TC) yang merupakan keseluruhan dari biaya produksi per tahun dapat diuraikan ke dalam komponen biaya tetap (Fixed Cost = FC) dan biaya variabel (Variable Cost = VC), sehingga dapat dituliskan sebagai berikut:

Keuntungan berusaha merupakan hasil pengurangan dari penerimaan selama satu tahun dikurangi biaya produksi selama satu tahun, sehingga dapat dituliskan sebagai berikut:

(2) Revenue cost ratio

Analisis ini digunakan untuk melihat layak tidaknya suatu usaha yang dijalankan, dalam hal ini kegiatan budidaya laut dengan membandingkan penerimaan selama 1 tahun dengan biaya produksi selama 1 tahun.

Kriteria:

R/C Ratio < 1 ; usaha tidak layak R/C Ratio = 1 ; usaha impas R/C Ratio > 1 ; usaha layak (3) Payback period

Analisis ini dilakukan untuk melihat waktu pengembalian investasi dengan membandingkan investasi dengan keuntungan selama satu tahun. Rumus yang digunakan:

Dari metode analisis tersebut akan dihasilkan suatu kombinasi nilai kelayakan terhadap suatu kawasan/lokasi yang potensial untuk dikembangkan baik secara kelayakan fisik maupun kelayakan sosial, ekonomi dan manfaat.

PP = Investasi / R/C Ratio = Revenue/Cost

= TR - TC TC = TFC + TVC

(43)

(4) Analisis titik impas

Analisis titik impas dilakukan untuk melihat produksi susu minimum yang harus dihasilkan. Dengan analisis titik dapat diketahui pada tingkat produksi berapa hasil penjualan sama dengan jumlah biaya, sehingga perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau kerugian. Untuk mengetahui ini semua, maka dilakukan pemisahan biaya tetap dengan biaya variabel secara jelas dan benar. Pendekatan untuk perhitungan titik impas dalam penelitian ini adalah BEP dalam jumlah unit produksi dan harga. Untuk menentukan titik impas dapt dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

2.4 Analisis Kinerja Keuangan (1) Rasio likuiditas

Rasio likuiditas adalah rasio yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan UPI dalam membayar kewajiban jangka pendek. Menurut Darsono (2006) likuiditas secara umum didefinisikan sebagai kemampuan UPI untuk memenuhi semua kewajibannya yang jatuh tempo menyediakan dana lancar setiap saat diperlukan untuk mengantisipasi penarikan simpanan. Jumlah alat-alat pembayaran (alat-alat likuid) yang dimiliki oleh UPI pada suatu saat tertentu merupakan ”kekuatan membayar” dari UPI yang bersangkutan.

(44)

adalah ”illikuid”. Jenis-jenis rasio likuiditas yang biasa digunakan yaitu current ratio, cash ratio dan quick ratio.

1) Current ratio

Current ratio menunjukkan sejauh mana kewajiban lancar (current liabilities) dijamin pembayarannya oleh aktiva lancar (current asset).

kali

Analisis cash ratio sering dilakukan untuk mengukur likuiditas perusahaan berdasarkan komposisi dari pos tunai (cash) dan surat-surat berharga terhadap kewajiban lancar. Rumus perhitungan cash ratio sebagai berikut.

kali

Perhitungan nilai quick ratio didasarkan pada kualitas dan komposisi dari persediaan barang (inventory). Bila persediaan barang memiliki perputaran yang cepat (fast moving item) maka nilai likuiditasnya akan lebih baik dibandingkan dengan barang yang perputarannya lambat (slow moving item). Perhitungan nilai quick ratio sebagai berikut:

kali

Rasio leverage adalah nilai rasio yang menunjukkan sejauh mana perusahaan dibiayai oleh hutang. Jenis rasio leverage meliputi debt to equity ratio (DER), long term leverage dan short term leverage.

1) Debt to equity ratio (DER)

(45)

menunjukkan sejauh mana modal sendiri menjamin seluruh hutang. Perhitungan

Long term leverage digunakan untuk mengetahui kondisi perusahaan terhadap hutang-hutang jangka panjang. Perhitungan nilai long term leverage sebagai berikut:

Short term leverage digunakan untuk mengetahui kondisi perusahaan terhadap hutuang-hutang jangka pendek. Perhituang nilai short tem leverage sebagai berikut:

(3) Ratio coverage

Ratio coverage yaitu rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban kreditnya dengan sumber dana yang diperoleh dari bisnis. Pendekatan yang banyak digunakan dalam analisis coverage yaitu times interes earned ratio atau EBIT coverage ratio. Perhitungan EBIT coverage ratio sebagai berikut:

Rasio aktivitas terdiri dari asset turnover, fixed turnover, perputaran piutang dagang, perputaran persediaan dan perputaran hutang dagang.

1) Asset turnover

(46)

kali

Untuk memperoleh gambaran yang lebih rinci mengenai perputaran aktiva, sering digunakan analisi perputaran aktiva tetap (fixed asset turnover) secara khusus. Rumus perhitungan nilai fixed asset turnover sebagai berikut:

kali

3) Perputaran piutang dagang

Perputaran piutang dagang (account receivable turnover) menunjukkan berapa kali piutang dagang perusahaan berputar dalam satu tahun. Rumus perhitungan analisis perputaran piutang dagang sebagai berikut:

1

Penjualan Kredit

Perputaran Piutang Dagang x kali

Piutang dagang

4) Perputaran persediaan

Perputaran persediaan merupakan indikator keberhasilan manajemen dalam mengelola persediaan barang. Rumus perhitungan mengenai nilai perputaran persediaan barang sebagai berikut:

kali

5) Perputaran hutang dagang

Rasio ini menunjukkan jumlah perputaran hutang dagang dalam satu tahun. Rumus perhitungan perputaran hutang dagang sebagai berikut:

HPP

Perputaran Hutang Dagang x 1 kali

Hutang Dagang

(5) Rasio rentabilitas

(47)

mencetak laba. Return of asset (ROA) atau disebut juga Return of Investment (ROI) merupakan indikator tingkat pengembalian dari usaha yang dilakukan atas seluruh investasi yang telah dilakukan (Yusuf, 1996). Semakin tinggi nilai rasio ROA berarti semakin baik kinerja pengelolaan UPI. Sedangkan nilai Return of Equity (ROE) menunjukkan keberhasilan usaha yang dilakukan oleh UPI untuk meningkatkan kekayaan pemberi modal. Rasio ini sangat tepat untuk digunakan karena UPI memiliki karakter modal bersumber dari banyak pihak. Semakin tinggi nilai ROE menunjukkan kinerja UPI yang semakin baik.

Ukuran rasio rentabilitas yang sering digunakan meliputi gross profit margin, net profit margin, return on investment (ROI), dan retur on equity (ROE).

1) Gross profit margin

Rasio ini mengukur berapa persen keuntungan yang dicapai dengan menjual produk. Rumus perhitungan analisis gross profit margin sebagai berikut:

100%

Laba Kotor

Gross Profit Margin x

Penjualan

2) Net profit margin

Net profit margin mengukur tingkat keuntungan bersih yang diperoleh dari

usaha yang dijalankan. Rumus perhitungan analisis net profit margin sebagai berikut:

100%

Laba Bersih

Net Profit Margin x

Penjualan

3) Return on investment (ROI)

Rasio ini menunjukkan tingkat pengembalian bisnis atas seluruh investasi yang telah dilakukan. Rumus perhitungan ROI sebagai berikut:

% 100

x Aktiva Total

Bersih Laba

(48)

4) Return on equty (ROE)

Return on equity (ROE) mengukur berapa besar pengembalian yang diperoleh pemilik usaha atas modal yang ditanamkan pada usaha tersebut. Rumus perhitungan ROE sebagai berikut:

% 100

x Sendiri Modal

Bersih Laba

ROE

2.5 Optimalisasi

Optimalisasi produksi diperlukan UPI dalam rangka mengoptimalkan sumberdaya yang digunakan agar suatu produksi dapat menghasilkan produk dalam kuantitas dan kualitas yang diharapkan, sehingga dapat mencapai tujuan UPI yang menguntungkan. Secara umum, optimalisasi merupakan suatu usaha pencapaian keadaan terbaik yang merupakan pendekatan normatif dengan mengidentifikasi penyelesaian terbaik dari suatu permasalahan yang diarahkan pada titik maksimal atau minimal fungsi tujuan.

Setiap UPI atau produsen berusaha mencapai keadaan optimal dengan memaksimalkan keuntungan yang dihasilkan atau dengan meminimalkan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. UPI selalu berusaha mencapai hasil terbaik yang mungkin dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Namun demikian solusi permasalahan dalam teknik optimalisasi jarang menghasilkan suatu solusi yang terbaik. Hal ini terjadi karena berbagai kendala yang dihadapi berada di luar jangkauan UPI.

Menurut Soekartawi (1995), optimalisasi produksi adalah penggunaan faktor–faktor produksi yang terbatas seefisien mungkin. Faktor–faktor produksi tersebut adalah modal, mesin, peralatan, bahan (bahan baku dan bahan tambahan pangan) dan tenaga kerja. Berdasarkan langkah–langkah optimalisasi, maka setelah masalah diidentifikasi dan tujuan ditetapkan, langkah selanjutnya adalah formulasi model matematik yang meliputi 3 (tiga) tahap, yaitu (Mulyono, 1991): (1) Menentukan variabel yang tidak diketahui (variabel keputusan) dan

dinyatakan dalam simbol matematik.

Gambar

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran.
Tabel 2.  Hubungan antara suhu, kegiatan bakteri dan laju penurunan mutu ikan
Tabel 3.  Titik-titik kritis yang harus dikontrol, bahaya (hazard) yang ditimbulkan
Gambar 2  Proses pengolahan surimi (Okada,  1992).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil aspek finansial dari skala kecil dan menengah dilihat dari kriteria investasi setelah adanya kenaikan harga kedelai dari 4 kondisi menunjukan usaha pembuatan tempe

: Optimasi Pemanfaatan Swnberdaya Perikanan Tongkol SecaJ1l Berkelaojullm (Kasus lkan yang Didaratkan di PPN Palabubanratu, Kabupaten Sukabumi - Jawa Baral). : Asep

: Optimasi Pemanfaatan Swnberdaya Perikanan Tongkol SecaJ1l Berkelaojullm (Kasus lkan yang Didaratkan di PPN Palabubanratu, Kabupaten Sukabumi - Jawa Baral). : Asep

SEKSI PENGOLAHAN PEMASARAN BIDANG BINA USAHA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN DIY..

Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang (2008), jenis ikan yang dominan dihasilkan adalah ikan tembang. Ikan tembang merupakan jenis ikan pelagis

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi sumberdaya alam basil perikanan penduknng pengembangan usaha pengolahan basil perikanan, menganalisis potensi sumberdaya manusia

Pada skala usaha kecil, usaha pengolahan kerupuk dalam manajemen produksi dipimpin oleh pemilik langsung sebagai manajer umum dengan dibantu bagian produksi (bidang

Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang (2008), jenis ikan yang dominan dihasilkan adalah ikan tembang. Ikan tembang merupakan jenis ikan pelagis