• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Karakteristik Penderita Karsinoma Nasofaring Tipe Tak Berdiferensiasi di RSUP HAM Medan Tahun 2008-2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Karakteristik Penderita Karsinoma Nasofaring Tipe Tak Berdiferensiasi di RSUP HAM Medan Tahun 2008-2012"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL PENELITIAN

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA KARSINOMA NASOFARING TIPE TAK BERDIFERENSIASI DI RSUP H. ADAM

MALIK MEDAN TAHUN 2008-2012

Oleh: Novianti Nst

100100346

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA KARSINOMA NASOFARING TIPE TAK BERDIFERENSIASI DI RSUP H. ADAM

MALIK MEDAN TAHUN 2008-2012

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh: Novianti Nst

100100346

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas terbanyak di Departemen Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. Terdapat tiga jenis klasifikasi histopatologis KNF menurut WHO: WHO 1 (karsinoma sel skuamosa berkeratin), WHO 2 (karsinoma sel skuamosa non keratin), WHO 3 (karsinoma tak berdiferensiasi). WHO 3 merupakan jenis histopatologis yang paling banyak.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran karakteristik penderita karsinoma nasofaring tipe tak berdiferensiasi di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2008-2012.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan studi cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh rekam medis pasien KNF tipe tak berdiferensiasi di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2008-2012. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Agustus-November 2013 di bagian rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan.

Pada penelitian ini didapatkan bahwa KNF tak berdiferensiasi paling banyak ditemukan pada laki-laki (82.5%), kelompok usia 40-49 tahun (35.7%), dan suku Batak (54.6%). Keluhan utama yang tertinggi yaitu benjolan di leher (73.4%) dan stadium yang paling banyak adalah stadium III-IV (83.2%). Kemudian sebagian besar pasien diberikan pengobatan kemoterapi yaitu sebanyak 54,5%.

Karakteristik yang ditemukan pada penderita KNF tak berdiferensiasi ini disebabkan oleh gejala dini yang tidak khas dan belum memadainya pelayanan kesehatan untuk deteksi dini.

(5)

ABSTRACT

Nasopharyngeal Carcinoma is the most common malignancy in Otorhinolaryngolgy Head and Neck Surgery Department. There are three histopathological classification of NPC based on WHO: WHO 1 (keratinizing squamous cell carcinoma), WHO 2 (non-keratinizing squamous cell carcinoma), WHO 3 (undifferentiated carcinoma). WHO 3 is the most common type of NPC.

The objective of this study is to recognize the characteristic of undifferentiated type of NPC patient in RSUP H. Adam Malik Medan in 2008-2012 period.

This study is a descriptive study using a cross sectional approach. Sampel in this study were medical records of undifferentiated NPC patients in RSUP H. Adam Malik Medan in 2008-2012 period. All of data were collected during Agustus until September 2013 in Department of Medical Record of RSUP H.Adam Malik Medan.

In this study was found that undifferentiated type of nasopharyngeal carcinoma more common in male patient (82,5%), 40-49 age group (35,7%), and Bataknesse (54,6%). Most undifferentiated NPC patients (73,4%) find a protruding tumor in their neck and about 83,2% at stadium III-IV. Then almost half of them (54,5%) is given chemotherapy.

The characteristic found in undifferentiated type of NPC is caused by he unrecognized early symptoms and unsufficiently health service to detect this disease.

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Gambaran Karakteristik Penderita Karsinoma Nasofaring Tipe Tak Berdiferensiasi di RSUP HAM Medan Tahun 2008-2012”. Hasil penelitian ini disusun dalam suatu karya tulis ilmiah (skripsi) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini, saya banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu saya ingin menyampaikan ucapan rasa terima kasih dan penghargaan yang besar kepada: Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dr. Harry A. Asroel, M.Ked, Sp.THT-KL selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya dan memberikan bimbingan kepada saya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, dr. Rosmayanti S. Siregar, Sp.A selaku dosen penguji I dan dr. Surya Husada Sp.KJ selaku dosen penguji II yang telah bersedia menguji, memberikan masukan dan saran, dr. Irma Sepala Sari Siregar selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Kepala Bagian Rekam Medis RSUP H. Adam Malik Medan dan seluruh pegawai yang telah membantu dan memberikan izin dalam pengumpulan data. Kepada kedua orangtua saya H. Effendi Nst dan Rumiatik yang selalu mendoakan serta memberikan semangat dalam menyelesaikan penelitian, serta Sofina Lusia Harahap yang selalu membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata, saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penuyusunan penelitian ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, 09 Desember 2013 Peneliti

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR SINGKATAN ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Anatomi Nasofaring ... 5

2.2 Histologi Nasofaring ... 6

2.3 Karsinoma Nasofaring ... 7

2.3.1 Etiologi ... 7

2.3.2 Klasifikasi ... 9

2.3.2.1Histopatologi ... 9

(8)

2.3.2.1.2 Non-Keratinizing Squamous Cell

Carcinoma ... 10

2.3.2.1.3 Undifferentiated Carcinoma ... 10

2.3.2.1.4 Basalloid Squamous Cell Carcinoma ... 12

2.3.3 Stadium ... 13

2.3.4 Gejala Klinis ... 14

2.3.4.1Gejala Hidung ... 14

2.3.4.2Gejala Telinga ... 15

2.3.4.3Gejala Neurologis ... 15

2.3.4.4Limfadenofati Servikal ... 16

2.3.4.5Gejala Metastasis Jauh ... 16

2.3.5 Diagnosis ... 16

2.3.5.1Anamnesis ... 16

2.3.5.2Pemeriksaan ... 16

2.3.5.3Pemeriksaan Penunjang ... 17

2.3.6 Penatalaksanaan ... 18

2.3.7 Komplikasi ... 20

2.3.8 Prognosis ... 20

2.3.9 Pencegahan ... 21

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL . 22 3.1 Kerangka Konsep ... 22

3.2 Variabel Penelitian ... 22

3.2.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 22

3.3 Cara Ukur ... 24

3.4 Alat Ukur ... 24

3.5 Hasil Ukur ... 24

(9)

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 25

4.1 Jenis Penelitian ... 25

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 25

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 25

4.3.1 Populasi ... 25

4.3.2 Sampel ... 25

4.4 Metode Pengumpulan Data ... 26

4.5 Metode Analisis Data ... 26

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

5.1 Hasil Penelitian ... 27

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 27

5.1.2 Karakteristik Individu ... 27

5.2 Pembahasan ... 31

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

6.1 Kesimpulan ... 34

6.2 Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1 Anatomi Nasofaring ... 6

Gambar 2.2 Histologi Nasofaring ... 7

Gambar 2.3 Keratinizing Squamous Cell Carcinoma ... 9

Gambar 2.4 Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma ... 10

Gambar 2.5 Undifferentiated Carcinoma ... 11

Gambar 2.6 Undifferentiated Carcinoma ... 11

Gambar 2.7 Undifferentiated Carcinoma ... 12

Gambar 2.8 Basaloid Squamous Cell Carcinoma ... 12

Gambar 2.9 Penatalaksanaan KNF menurut NCCN 2010 ... 20

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

Tabel 2.1 Stadium Karsinoma Nasofaring ... 14

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi berdasarkan usia ... 28

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin ... 29

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi berdasarkan suku ... 29

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi berdasarkan keluhan utama ... 30

Tabel 5.5 Distribusi berdasarkan stadium ... 30

(12)

DAFTAR SINGKATAN

AJCC American Joint Comitte on Cancer

EBV Epstein Barr Virus

HLA Human Leucocyte Antigen

KGB Kelenjar Getah Bening

KNF Karsinoma Nasofaring

MRI Magnetic Resonance Imaging

PET Positron Emission Tomography

RSUD Rumah Sakit Umum Daerah

RSUP Rumah Sakit Umum Pusat

THT Telinga Hidung Tenggorok

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Riwayat Hidup Peneliti Lampiran 2 Master Data Penelitian Lampiran 3 Hasil Output Data SPSS Lampiran 4 Surat Ethical Clearance

(14)

ABSTRAK

Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas terbanyak di Departemen Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. Terdapat tiga jenis klasifikasi histopatologis KNF menurut WHO: WHO 1 (karsinoma sel skuamosa berkeratin), WHO 2 (karsinoma sel skuamosa non keratin), WHO 3 (karsinoma tak berdiferensiasi). WHO 3 merupakan jenis histopatologis yang paling banyak.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran karakteristik penderita karsinoma nasofaring tipe tak berdiferensiasi di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2008-2012.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan studi cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh rekam medis pasien KNF tipe tak berdiferensiasi di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2008-2012. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Agustus-November 2013 di bagian rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan.

Pada penelitian ini didapatkan bahwa KNF tak berdiferensiasi paling banyak ditemukan pada laki-laki (82.5%), kelompok usia 40-49 tahun (35.7%), dan suku Batak (54.6%). Keluhan utama yang tertinggi yaitu benjolan di leher (73.4%) dan stadium yang paling banyak adalah stadium III-IV (83.2%). Kemudian sebagian besar pasien diberikan pengobatan kemoterapi yaitu sebanyak 54,5%.

Karakteristik yang ditemukan pada penderita KNF tak berdiferensiasi ini disebabkan oleh gejala dini yang tidak khas dan belum memadainya pelayanan kesehatan untuk deteksi dini.

(15)

ABSTRACT

Nasopharyngeal Carcinoma is the most common malignancy in Otorhinolaryngolgy Head and Neck Surgery Department. There are three histopathological classification of NPC based on WHO: WHO 1 (keratinizing squamous cell carcinoma), WHO 2 (non-keratinizing squamous cell carcinoma), WHO 3 (undifferentiated carcinoma). WHO 3 is the most common type of NPC.

The objective of this study is to recognize the characteristic of undifferentiated type of NPC patient in RSUP H. Adam Malik Medan in 2008-2012 period.

This study is a descriptive study using a cross sectional approach. Sampel in this study were medical records of undifferentiated NPC patients in RSUP H. Adam Malik Medan in 2008-2012 period. All of data were collected during Agustus until September 2013 in Department of Medical Record of RSUP H.Adam Malik Medan.

In this study was found that undifferentiated type of nasopharyngeal carcinoma more common in male patient (82,5%), 40-49 age group (35,7%), and Bataknesse (54,6%). Most undifferentiated NPC patients (73,4%) find a protruding tumor in their neck and about 83,2% at stadium III-IV. Then almost half of them (54,5%) is given chemotherapy.

The characteristic found in undifferentiated type of NPC is caused by he unrecognized early symptoms and unsufficiently health service to detect this disease.

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Karsinoma Nasofaring adalah kanker kepala dan leher yang berasal dari nasofaring terletak dibagian atas tenggorokkan dibelakang hidung menuju dasar tengkorak (Gao et al, 2011).

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor yang unik karena etiologi dan distribusi endemiknya. Pada tahun 2000 ada sekitar 65.000 kasus baru dan 38.000 kasus terjadi kematian di seluruh dunia. Karsinoma nasofaring sering terjadi dibeberapa negara bagian dunia, misalnya di Cina, Asia Tenggara, Timur Tengah, Afrika Utara dan Amerika Utara. Insiden yang terjadi di Hong Kong menyatakan dimana sekitar 1 dari 40 laki-laki mengalami KNF sebelum usia 75 tahun (Fles et al, 2010). Di Cina Selatan khususnya suku Kanton di propinsi Guangdong dan Asia bagian utara dimana telah dilakukan penelitian yang mengatakan angka kejadian KNF berkisar antara 15-50 kasus per 100.000 orang sedangkan di Alaska dan di Mediterranean (Afrika Utara,Italia,Yunani,dan Turki) berkisar antara 15 sampai 20 kasus per 100.000 orang (Zhou et al, 2007).

Di Indonesia, penyakit KNF memiliki insiden yang relatif tinggi sekitar 5,7 diantara pria dan 1,9 pada wanita per 100.000 orang dibandingkan dengan kejadian di seluruh dunia 1,9 di antara pria dan 0,8 pada wanita. Penyebab KNF di Indonesia tidak diketahui dikarenakan tidak terdaftarnya penderita kanker dengan status ekonomi kebawah (Fles et al, 2010). Di RSUD Dr.Sutomo pada tahun 2000-2001 poliklinik onkologi melaporkan terdapat penderita baru KNF berjumlah 623 orang dengan proporsi laki-laki dua kali lebih banyak dibandingkan perempuan, sedangkan menurut (Hidayat dalam Nasir, 2009 ) insidensi di Adam Malik Medan pada tahun 2002-2007 ditemukan 684 penderita KNF.

(17)

serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening, dan tumor kulit sedangkan didaerah kepala dan leher menduduki tempat pertama dengan persentasi hampir 60% di ikuti tumor ganas hidung paranasal 18%,laring 16% dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentasi rendah (Roezin dan Adham, 2008). Insiden KNF yang tinggi di hubungkan dengan kebiasaan makan, lingkungan, dan virus Epstein-Barr. Selain itu faktor geografis, ras, jenis kelamin, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit, genetik juga sangat mempengaruhi timbulnya tumor karsinoma nasofaring (Ruan et al, 2013).

Berdasarkan klasifikasi histologi WHO tahun 1978, KNF dibagi menjadi tiga subtipe yaitu; squamous cell carcinoma (WHO-1), nonkeratinizing carcinoma (WHO-2) dan undifferentiated carcinoma (WHO-3) (Tabuchi et al, 2011). Tipe Undifferentiated carcinoma (WHO-3) merupakan subtipe histologi yang utama di daerah endemik, sementara WHO-1 jarang (<5%) (Chan j.k.c et al, 2005). Di Amerika Utara terdapat sekitar 60% kasus merupakan keratinizing squamous cell carcinoma, sementara lebih 95% merupakan WHO tipe 2-3. Insidensi WHO tipe 3 juga tinggi di Eskimo,Alaska dan juga terdapat peningkatan di Malaysia, Afrika Utara, dan Eropa Selatan (Zhou et al, 2007). Di Cina Selatan insiden tertinggi juga terdapat pada tipe WHO 3 (95%), WHO tipe 2 (2%), WHO tipe 1 (3%) (Wei (2006) dalam Harahap (2008).

Selama periode tahun 2006-2008, dari data Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, RSUP Dr. M.Djamil Padang dan RSUD Achmad Muchtar Bukit Tinggi, didapatkan 45 kasus KNF di wilayah propinsi Sumatera Barat. Dari keseluruhan KNF tersebut, proporsi KNF subtipe

(18)

(2009) dijumpai jenis histopatologi yang paling banyak adalah WHO tipe 3 (55%), WHO tipe 1 (29%), WHO tipe 2 (16%). Berdasarkan hasil penelitian pada pasien etnis batak di Medan terdapat distribusi penderita karsinoma nasofaring yang terbanyak adalah karsinoma yang undifferentiated (57,7%) kasus (Rusdiana,2006).

Karena belum ada data pasti mengenai karsinoma nasofaring tipe tak berdiferensiasi di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2008-2012, Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini.

1.2.Rumusan Masalah

Bagaimana secara umum Gambaran Karakteristik Penderita Karsinoma Nasofaring Tipe Tak Berdiferensiasi di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008-2012.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran karakteristik penderita KNF tipe tak berdiferensiasi di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2008-2012.

1.3.2. Tujuan Khusus

a) Mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan usia pada KNF tipe tak berdiferensiasi di RSUP H. Adam Malik Medan.

b) Mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin pada KNF tipe tak berdiferensiasi di RSUP H. Adam Malik Medan.

c) Mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan suku bangsa pada KNF tipe tak berdiferensiasi di RSUP H. Adam Malik Medan.

d) Mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan stadium pada KNF tipe tak berdiferensiasi di RSUP H. Adam Malik Medan.

e) Mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan keluhan utama pada KNF tipe tak berdiferensiasi di RSUP H. Adam Malik Medan.

(19)

1.4. Manfaat Penelitian

a) Sebagai data dasar gambaran karakteristik penderita karsinoma nasofaring tipe tak berdiferensiasi di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2008-2012.

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Anatomi Nasofaring

Nasofaring merupakan suatu ruangan yang berbentuk mirip kubus, terletak dibelakang rongga hidung. Dasar nasofaring dibentuk oleh permukaan atas pallatum molle. Dinding depan dibentuk oleh koana dan septum nasi dibagian belakang. Bagian belakang berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia prevertebralis dan otot dinding faring. Pada dinding lateral terdapat orifisium yang berbentuk segitiga. Orifisium dari tuba eustachius berada pada dinding samping dan bagian depan dan belakang terdapat ruangan berbentuk koma yang disebut torus tubarius. Bagian dan depan dari torus tubarius merupakan reses dari nasofaring yang disebut dengan fossa rosenmuller. Diatas tepi bebas pallatum molle yang berhubungan dengan rongga hidung dan ruang telinga melalui koana dan tuba eustachius. Atap nasofaring dibentuk oleh dasar tengkorak, tempat keluar dan masuknya saraf otak dan pembuluh darah.

Nasofaring diperdarahi oleh cabang arteri karotis eksterna, yaitu faringeal asenden dan desenden serta cabang faringeal arteri sfenopalatina. Daerah nasofaring dipersarafi oleh saraf sensoris yang terdiri dari nervus glossofaringeus (N.IX) dan cabang maksila dari saraf trigeminus (N.V) yang menuju ke anterior nasofaring.

(21)

Gambar 2.1. Anatomi Nasofaring (Dikutip dari: Asroel, 2002)

2.2. Histologi Nasofaring

Nasofaring dilapisi oleh epitel pseudostratified columnar tipe pernafasan dan epitel nonkeratinizing squamous. Mukosa dari nasofaring tersebut akan membentuk kripta. Dapat dijumpai banyak jaringan limfoit yang terkadang reaktif pada stroma nasofaring. Kripta dan epitel permukaan sering diinfiltrasi dengan sel radang limfosit dan dapat merusak reticulated pattern. Pada nasofaring dapat juga dijumpai kelenjar seromucinous.

(22)

Gambar 2.2 Sel epitel transisional, pelapis nasofaring (Dikutip dari : Respiratory system pre lab [cited 2010 Jan 5]. Available from

mhttp://anatomy.iupui.edu/courses/histo_D502 2.3. Karsinoma Nasofaring

2.3.1. Etiologi

Insiden terjadinya KNF sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun terdapat berbagai multifaktor penyebab KNF antara lain, faktor lingkungan, genetik, dan infeksi Virus Epstein-Barr.

• Infeksi Virus EBV

(23)

(1978), terdapat 3 subtipe yaitu, squamous cell carcinoma (WHO-1),

nonkeratinizing carcinoma (WHO-2), dan undiffrentiated carcinoma

(WHO-3). Undiffrentiated carcinoma (WHO-3) merupakan subtipe histologi yang utama didaerah endemik dan berkaitan erat dengan infeksi Epstein-Barr Virus dan sebagian juga pada tipe WHO-2, namun tidak dengan subtipe WHO-1 (Munir,2009).

• Faktor Genetik

Terdapat perbedaan frekuensi yang nyata diantara beberapa kelompok etnik, adanya peningkatan risiko pada keluarga penderita KNF dan masih tingginya risiko KNF emigran cina di daerah dengan insiden KNF nya sangat rendah. Terdapat penelitian pada etnik Cina tentang

Human Leucocyte Antigen (HLA) yang dihubungkan dengan insiden terjadinya KNF yaitu, ditemukannya HLA tipe 1 dan BW46 (Munir, 2009).

• Faktor Lingkungan

(24)

2.3.2. Klasifikasi

Klasifikasi WHO (1978) untuk karsinoma nasofaring (1) Keratinizing squamous cell carcinoma ditandai dengan adanya keratin atau intercelluler bridge atau keduanya. (2) Non Keratinizing squamous cell carcinoma yang ditandai dengan batas sel yang jelas. (3) Undiffrentiated carcinoma ditandai oleh pola pertumbuhan syncitial, sel-sel poligonal berukuran besar atau sel dengan bentuk spindel, anak inti yang menonjol dan stroma dengan infiltrasi sel-sel radang limfosit. Sedangkan klasifikasi WHO tahun 1991 membagi karsinoma nasofaring menjadi keratinizing squamous cell carcinoma, non keratinizing squamous cell carcinoma terdiri atas diffrentiated dan undiffrentiated dan basalloid carcinoma

(Tabuchi et al, 2011).

2.3.2.1. Histopatologi

2.3.2.1.1. Keratinizing Squamous Cell Carcinoma

Dijumpai adanya diferensiasi dari sel squamous dengan intercellular bridge atau keratinisasi. Sel-sel tumor berbentuk poligonal dan stratified. Tumor tumbuh dalam bentuk pulau-pulau yang dihubungkan dengan stroma yang desmoplastik dengan infiltrasi sel-sel radang limfosit, sel plasma, neutrofil dan eosinofil yang bervariasi. Dijumpai adanya keratin pearls (Piasiska,Herza,2010).

Gambar 2.3. Keratinizing Squamous Cell Carcinoma(Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition,

(25)

2.3.2.1.2. Non-Keratinizing Squamous Cell Carcinoma

Terdapat gambaran stratified dan membentuk pulau-pulau. Ukuran sel pada non-keratinizing squamous cell carcinoma lebih kecil, rasio inti sitoplasma lebih kecil, inti lebih hiperkromatik dan anak inti tidak menonjol. Sel-sel menunjukkan batas antar sel yang jelas dan dijumpai adanya intercellular bridge

(Piasiska,Herza,2010).

Gambar 2.4 Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth

2.3.2.1.3. Undifferentiated Carcinoma

(26)

Gambar 2.5. Undifferentiated Carcinoma. (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition,

Philadelphia: Mosby, 2004).

Gambar 2.6 Undifferentiated Carcinomaterdiri dari sel-selyang membentuk sarang-sarang padat( “Regaud type”). (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and

(27)

Gambar 2.7 Undifferentiated Carcinomaterdiri sel-sel yang tumbuh membentuk gambaran syncytial yang difus (Schmincke type). (Dikutip dari: Rosai J. Rosai

and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004).

2.3.2.1.4. Basalloid Squamous Cell Carcinoma

Sel-sel basaloid berukuran kecil dengan inti hiperkromatin dan tidak dijumpai anak inti dan sitoplasma sedikit. Komponen sel-sel squamous dapat in situ atau invasif. Batas antara komponen basaloid dan squamous jelas (Piasiska,Herza,2010).

Gambar 2.8 Basalloid Squamous Cell Carcinomapada nasofaring.Sel-sel basaloid menunjukkan festoonin growth pattern, sel-sel basaloid berselang-seling dengan squamous differentiaton. (Dikutip dari: Barnes L. Eveson JW. Reichart P. Sidrasky D. Pathology and Genetic Head and Neck Tumours. Lyon: IARC Press,

(28)

2.3.3. Stadium

Klasifikasi untuk KNF, yang paling sering digunakan adalah menurut AJCC 2010 :

• Tumor Primer (T)

o TX : Tumor primer tidak dapat ditentukan o T0 : Tidak ditemukan adanya tumor primer o Tis : Karsinoma in situ

o T1 : Tumor terbatas pada daerah nasofaring (lateral/poster

osuperior/atap)

o T2 : Tumor meluas sampai pada jaringan lunak

 T2a : Tumor meluas sampai daerah orofaring dan /atau rongga nasal tanpa penyebaran ke daerah parafaringeal  T2b : Tumor dengan perluasan ke daerah parafaringeal

o T3 : Tumor melibatkan struktur tulang dasar tengkorak dan /atau

sinus paranasal

o T4 : Tumor dengan perluasan intrakranial dan /atau terlibatnya

saraf kranial ,hipofaring, orbita atau dengan perluasan ke fossa infratemporal/ ruang mastikator.

• Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) regional: N

o Nx : KGB regional tidak dapat ditentukan o No : Tidak ada pembesaran KGB regional

o N1 : Metastasis unilateral KGB dengan ukuran terbesar < 6

cm, terletak di atas fossa supraklavikular

o N2 : Metastasis bilateral KGB dengan ukuran terbesar < 6 cm

di atas fossa supraklavikular

o N3 : Metastasis pada KGB

 N3a : Ukuran KGB > 6 cm

 N3b : Meluas ke fossa supraklavikular • Metastasis jauh (M)

(29)

Stadium T N M

I T1 N0 M0

II T1 N1 M0

T2 N0-1 M0

III T1-2 N2 M0

T3 N0-2 M0

IV A T4 N0-2 M0

IV B Semua T N3 M0

IV C Semua T Semua N M1

Tabel 2.1 Stadium Karsinoma Nasofaring

2.3.4. Gejala Klinis

Penderita KNF sering mengalami satu atau lebih dari 4 kelompok gejala yaitu gejala hidung, telinga, pembesaran kelenjar limfe, dan keterlibatan saraf kranial . Tanda dan gejala KNF tidak spesifik dan tidak khas, dan nasofaring merupakan area yang sulit diperiksa, sehingga KNF sering didiagnosis saat stadium lanjut (Ferrari et al, 2012).

2.3.4.1. Gejala Hidung 1. Epistaksis

Keadaan dinding tumor yang rapuh sehingga dengan rangsangan dan sentuhan dapat terjadi perdarahan. Keluarnya darah biasanya bercampur dengan ingus, jumlahnya sedikit, dan berulang-ulang (H,Benny, 2009).

2. Sumbatan Hidung

(30)

2.3.4.2. Gejala Telinga

1. Sumbatan tuba eutachius, gejala ini disebabkan perluasan tumor posterolateral sampai ruang paranasofaringeal. Pasien mengeluh rasa berdengung, rasa penuh ditelinga kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran.

2. Radang telinga tengah sampai perforasi membran timfani

Merupakan kelainan lanjutan yang terjadi akibat penyumbatan muara tuba, dimana rongga telinga tengah akan terisi cairan. Cairan diproduksi makin banyak, sehingga akhirnya terjadi kebocoran gendang telinga dengan akibat gangguan pendengaran (H,Benny, 2009).

2.3.4.3. Gejala Neurologis

1. Sindroma Petrosfenoidal

Akibat penjalaran tumor primer ke atas melalui foramen laserum dan ovale sepanjang fosa kranii medial sehingga mengenai saraf kranial anterior yaitu saraf VI,III,IV, sedangkan saraf II akhir mengalami gangguan. Dapat juga menyebabkan parese saraf V. Parese saraf II menimbulkan gangguan visus, parese saraf III menyebabkan gangguan ptosis, dan parese saraf III,IV,dan VI menyebabkan keluhan diplopia, dan saraf V dengan keluhan rasa kebas di pipi dan wajah yang biasanya unilateral. Apabila semua grup anterior terkena, maka akan timbul gejala : neuralgia trigeminal unilateral, oftalmoplegi serta gejala nyeri kepala hebat (H,Benny, 2009).

2. Sindroma Parafaring

(31)

esofagus. Gangguan sensorik berupa nyeri daerah laring dan faring,dan sesak. Nervus XI terdapat kelumpuhan m.trapezius, sternokleidomastoideus serta hemiparese palatum molle, nervus XII terjadi hemiparese dan atrofi sebelah lidah, nervus VII dan nervus VIII letaknya agak tinggi jadi jarang terkena KNF (H,Benny, 2009).

2.3.4.4. Limfadenopati Servikal

Sebagian besar penderita datang dengan pembesaran kelenjar baik unilateral atau bilateral. Pembesaran kelenjar leher merupakan penyebaran terdekat secara limfogen dari KNF. Pembesaran yang agak khas akibat metastasis adalah lokasi pada ujung prosesus mastoideus di belakang angulus mandibula yaitu kelenjar jugulodigastrik dan kelenjar servikal posterior serta kelenjar servikal tengah (H,Benny,2009).

2.3.4.5. Gejala metastasis jauh

Gejala akibat metastasis apabila sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring, yang sering adalah pada tulang,hati dan paru. Jika ini terjadi, menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat buruk (Zhou et al, 2007)

2.3.5. Diagnosis 2.3.5.1. Anamnesis

Anamnesis dilakukan berdasarkan keluhan pasien. Gejala dan keluhan yang ditimbulkan antara satu pasien dengan pasien yang lain sangat bervariasi (Hidayat, 2009).

2.3.5.2. Pemeriksaan

1. Rinoskopi Posterior

(32)

2. Endoskopi

a. Nasofaringoskopi kaku (Rigid nasopharyngoscopy)

Alat yang digunakan terdiri dari teleskop dengan sudut 0, 30, dan 70 derajat. Dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, transnasal dan transoral (Hidayat, 2009).

b. Nasofaringoskopi lentur (Flexible nasopharyngoscopy)

Endoskopi fleksibel memungkinkan pemeriksaan yang lebih menyeluruh terhadap nasofaring, meskipun masuknya melalui satu sisi kavum nasi. Alat endoskopi ini memiliki saluran khusus untuk suction,sehingga tetap dapat dilakukan dengan pandangan langsung (Hidayat, 2009).

2.3.5.3. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan lokasi tumor yang dapat membantu dalam melakukan biopsi yang tepat dan menentukan luas penyebaran tumor ke jaringan sekitar (Hidayat, 2009).

b. Foto polos nasofaring dan dasar tengkorak c. CT scan nasofaring

Pemeriksaan ini dapat juga mengetahui penyebaran tumor ke jaringan sekitar yang belum terlalu luas, dan juga dapat mendeteksi erosi basis krani dan penjalaran ke intrakranial. Selain itu, dapat menilai kekambuhan tumor setelah pengobatan, adanya metastasis, dan juga akibat komplikasi paska radioterapi seperti atrofi kelenjar hipofise dan nekrosis lobus temporal (Hidayat, 2009).

d. Positron Emission Tomography (PET)

Pemeriksaan yang paling sensitif untuk menilai adanya tumor rekuren pada KNF (Hidayat, 2009).

e. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

(33)

lunak. Selain itu, MRI juga lebih sensitif untuk menilai metastase kelenjar retrofaring dan kelenjar leher dalam (Hidayat, 2009).

f. Biopsi Nasofaring

Biopsi nasofaring adalah prosedur tetap terhadap pasien yang dicurigai menderita KNF, apalagi bila dijumpai masa tumor. Agar biopsi tepat sasaran, sebaiknya biopsi dilakukan di bawah kontrol endoskopi dan anastesi lokal dengan posisi duduk atau telentang (Hidayat, 2009).

g. Pemeriksaan Patologi Anatomi  Sitologi

Bahan untuk pemeriksaan sitologi dapat diambil dari permukaan nasofaring dengan menggunakan brush, swab atau spesial aplikator yang mempunyai pengisap (Hidayat, 2009).

 Pemeriksaan Serologi

Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi virus E-B telah menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Tetapi hanya digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan (Hidayat, 2009).

 Imunohistokimia

Merupakan teknik deteksi antigen dalam jaringan yang melibatkan deteksi substansi spesifik dalam jaringan dengan menggunakan derivat antibodi terhadap substans (Hidayat, 2009).

 Histopatologi

Histopatologi tujuannya untuk konfirmasi dalam menentukan sub tipe KNF (Hidayat, 2009).

2.3.6. Penatalaksanaan

(34)
(35)
[image:35.595.179.480.112.318.2]

Gambar 2.9 Penatalaksanaan KNF Menurut NCCN 2010 (Dikutip dari: Piasiska,Herza,2010) 2.3.7. Komplikasi

Toksisitas dari radioterapi dapat mencakup xerostomia, hipotiroidisme, fibrosis dari leher dengan hilangnya lengkap dari jangkauan gerak, trismus, kelainan gigi, dan hipoplasi struktur otot dan tulang. Retardasi pertumbuhan dapat terjadi sekunder akibat radioterapi terhadap kelenjar hipofisis. Panhypopituitarism

dapat terjadi dalam beberapa kasus. Kehilangan pendengaran sensorineural mungkin terjadi dengan penggunaan cisplatin. Mereka yang menerima bleomycin

beresiko untuk menderita fibrosis paru. Osteonekrosis dari mandibula merupakan komplikasi langka radioterapi dan sering dihindari dengan perawatan gigi yang tepat. (Hidayat, 2009)

2.3.8 Prognosis

(36)

2.3.9. Pencegahan

(37)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. KerangkaKonsep

Gambar 3.1. Skema Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Variabel Penelitian

Karsinoma nasofaring tipe tak berdiferensiasi, usia, jenis kelamin, Suku bangsa, keluhan utama , stadium, jenis KNF dan jenis terapi.

3.2.1. Definisi Operasional Variabel.

Kejadian karsinoma nasofaring tipe tak berdiferensiasi berdasarkan diagnosis dokter yang terdapat pada status rekam medis pasien.

1. Usia adalah jumlah tahun hidup sejak lahir sampai didiagnosis menderita karsinoma nasofaring tipe tak berdiferensiasi dinyatakan dalam satuan hidup dan dikategorikan atas :

Karakteristik Pasien: 1. Umur

[image:37.595.115.503.202.493.2]

2. Jenis Kelamin 3. Suku Bangsa 4. Stadium 5. Keluhan utama 6. Jenis Terapi Gambaran

Karakteristik penderita Karsinoma

Nasofaring tipe tak berdiferensiasi

(38)

a. <20 b. 20-29 c. 30-39 d. 40-49 e. 50-59 f. 60-69 g. >70

2. Jenis kelaminnya adalah laki-laki dan perempuan sesuai dengan yang tertulis di rekam medis.

3. Suku adalah suku penderita yang tercatat dalam rekam medis dan dikategorikan atas:

a. Batak b. Melayu c. Jawa d. Aceh e. Tionghoa f. Minang

4. Keluhan utama adalah keluhan yang paling utama yang membuat pasien datang berobat sesuai dengan keluhan utama yang tercatat pada status rekam medis pasien.

5. Stadium tumor : Penentuan stadium penyakit yang tertulis di rekam medis berdasarkan klasifikasi AJCC 2010.

Stadium dini : Stadium I dan II Stadium lanjut : Stadium III dan IV

6. Terapi adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh dokter dalam usaha penyembuhan suatu penyakit berdasarkan jenis terapi yang tercatat pada status rekam medis pasien adalah:

a. Radioterapi b. Kemoterapi

(39)

3.3. Cara Ukur

Pengumpulan dan pengambilan data dari rekam medis (data sekunder) dari bagian rekam medis di RSUP H. Adam Malik.

3.4. Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan adalah rekam medis tahun 2008-2012. Rekam medis adalah keterangan baik yang tertulis maupun terekam tentang identitas, anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, diagnosis segala pelayanan dan tindakan medis yang diberikan pasien dan pengobatan baik yang berobat di RSUP H. Adam Malik.

3.5. Hasil Ukur

Hasil ukur dalam penelitian adalah berbentuk persentase.

3.6. Skala Pengukuran

(40)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah studi cross sectional retrospektif.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data rekam medis departemen THT di RSUP H.Adam Malik Medan. Pemilihan lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa RSUP H.Adam Malik merupakan rumah sakit pendidikan dan juga merupakan rumah sakit rujukan yang memiliki data rekam medis yang baik. Waktu penelitian dimulai dari bulan Agustus - November 2013.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh penderita karsinoma nasofaring tipe tak berdiferensiasi yang berobat di RSUP H.Adam Malik Medan dari 1 Januari 2008 sampai 31 Desember 2012.

4.3.2 Sampel

(41)

4.4 Metode Pengumpulan Data

Untuk penelitian ini, data diambil dari rekam medis penderita karsinoma nasofaring tipe tak berdiferensiasi di Instalasi Rekam Medis RSUP H.Adam Malik dari 1 Januari 2008 - 31 Desember 2012. Kartu status penderita karsinoma nasofaring tipe tak berdiferensiasi yang dipilih sebagai sampel, dikumpul dan dilakukan pencatatan tabulasi sesuai variabel yang diteliti. 4.5 Metode Analisis Data

(42)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di ruang penyimpanan rekam medis Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik (RSUP HAM) kota Medan Provinsi Sumatera Utara yang berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan.

5.1.2. Karakteristik Individu

Data yang diperoleh berdasarkan rekam medis penderita KNF tipe tak berdiferensiasi berjumlah 143 orang. Distribusi frekuensi penderita KNF tipe tak berdiferensiasi meliputi usia, jenis kelamin, suku, keluhan utama, stadium, dan jenis terapi.

(43)
[image:43.595.113.510.133.335.2]

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi Persen (%)

<20 tahun 7 4.9

20-29 tahun 8 5.6

30-39 tahun 19 13.3

40-49 tahun 51 35.7

50-59 tahun 34 23.8

60-69 tahun 22 15.4

>70 tahun 2 1.4

Total 143 100.0

(44)
[image:44.595.115.508.135.228.2]

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persen (%)

Laki-laki 118 82.5

Perempuan 25 17.5

Total 143 100.0

Berdasarkan tabel 5.2. dapat diketahui bahwa dari 143 orang penderita KNF tak berdiferensiasi terdiri atas 118 orang laki-laki (82.5%) dan 25 orang perempuan (17.5%). Selain jenis kelamin, dapat dilihat juga distribusi frekuensi berdasarkan suku penderita KNF tak berdiferensiasi pada tabel 5.3. di bawah ini.

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Suku

Suku Frekuensi Persen (%)

Batak 78 54.6

Jawa 39 27.3

Aceh 17 11.9

Tionghoa 1 0.7

Minang 8 5.6

Melayu 0 0

Total 143 100.0

[image:44.595.115.511.368.541.2]
(45)
[image:45.595.117.509.134.335.2]

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Keluhan Utama

Keluhan Utama Frekuensi Persen (%)

Benjolan di leher 105 73.4

Epistaksis 10 7.0

Tinitus 10 7.0

Hidung tersumbat 8 5.6

Sulit menelan 6 4.2

Sakit kepala 1 0.7

Kesadaran menurun 3 2.1

Total 143 100.0

[image:45.595.114.509.541.631.2]

Berdasarkan tabel 5.4. dapat diketahui persentase keluhan utama penderita KNF tak berdiferensiasi yang paling banyak adalah benjolan dileher sebanyak 105 orang (73.4%), epistaksis dan tinitus sebanyak 10 orang (7.0%), hidung tersumbat sebanyak 8 orang (5.6%), sulit menelan sebanyak 6 orang (4.2%), sakit kepala sebanyak 1 orang (0.7%), dan kesadaran menurun sebanyak 3 orang (2.1%). Untuk distribusi frekuensi berdasarkan stadium KNF dapat dilihat pada tabel 5.5. di bawah ini.

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Stadium

Stadium Frekuensi Persen (%)

Dini (I-II) 24 16.8

Lanjut (III-IV) 119 83.2

Total 143 100.0

(46)

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Terapi

Jenis Terapi Frekuensi Persen (%)

Radioterapi 26 18.2

Kemoterapi 78 54.5

Kemoradioterapi 36 25.2

Pembedahan 3 2.1

Total 143 100.0

Berdasarkan tabel 5.7. dapat dilihat dari 143 penderita KNF tak berdiferensiasi persentase jenis terapi yang paling banyak adalah kemoterapi 78 orang (54.5%), kemoradioterapi 36 orang (25.2%), radioterapi 26 orang (18.2%). Sedangkan, jenis terapi yang paling sedikit adalah pembedahan sebanyak 3 orang (2.1%).

5.2. Pembahasan

(47)

Persentase jenis kelamin pada penderita KNF tipe tak berdiferensiasi adalah laki-laki sebanyak 118 orang (82.5%), sedangkan perempuan sebanyak 25 orang (17.5%). Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak menderita KNF daripada perempuan. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Hidayat di Medan (2009) yang menemukan insidensi tertinggi KNF terjadi pada laki-laki (67.3%) dibandingkan perempuan (32.7%). Hal ini juga ditemukan pada penelitian He, et al (2012) yang menyatakan bahwa insidensi KNF lebih banyak terjadi pada laki-laki (72,2%) daripada perempuan (27.8%). Penyebab insidensi KNF lebih banyak pada laki-laki kemungkinan karena adanya faktor lingkungan yang berhubungan dengan paparan karsinogenik, seperti rokok dan alkohol (Nutr Cancer, 2009). Merokok dapat meningkatkan resiko KNF 2 sampai 6 kali dibanding yang tidak merokok. Resiko KNF lebih tinggi pada orang yang mulai merokok sejak berusia 15 tahun. Faktor lain yang menyebabkan resiko terjadinya KNF yaitu pekerjaan dan pola hidup. Penyebab timbulnya KNF pada penelitian yang dilakukan di Medan oleh Munir (2009), ditemukan perbandingan penderita laki-laki dan perempuan 3:2. Hal tersebut dikarenakan hormon testosteron yang dominan pada laki-laki dicurigai mengakibatkan penurunan respon imun dan surviellance

sehingga laki-laki lebih rentan terhadap infeksi VEB dan kanker.

Persentase suku pada penderita KNF yang paling banyak terdapat pada suku Batak yaitu sebanyak 78 orang (54.5%), dan paling sedikit ditemukan pada suku Tionghoa 1 orang (7%). Penelitian ini sesuai dengan Hidayat (2009) bahwa penderita KNF lebih banyak pada suku Batak (47.3%), Munir (2009) menunjukkan angka 46.7% pada suku Batak. Hal tersebut kemungkinan disebabkan lokasi penelitian yaitu RSUP HAM Medan dengan mayoritas penduduk adalah suku Batak. Pada suku Batak telah ditemukan alel gen yang potensial sebagai penyebab kerentanan timbulnya KNF (Hidayat, 2009).

(48)

pada kelenjar limfatik di leher. Hal ini terjadi karena penyebaran pada kelenjar getah bening setempat dan juga keterlambatan pasien datang berobat ke dokter disebabkan karena tidak adanya gejala dini yang spesifik, serta kesulitan menegakkan diagnosis KNF (Joewarini dan Rahaju, 2009).

Persentase stadium yang paling banyak ditemukan pada penderita KNF yaitu stadium lanjut (III-IV) sebanyak 119 subjek (83.2%), sedangkan stadium dini (I-II) sebanyak 24 subjek (16.8%). Hal ini sama dengan yang ditemukan pada penelitian Nurmasari (2010) di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, bahwa proporsi tertinggi kasus KNF terjadi pada stadium III (63%) dan stadium IV (29.6%). Kemungkinan penyebab stadium lanjut lebih banyak ditemukan pada kasus KNF karena lokasinya yang tersembunyi, KNF sulit didiagnosis secara dini. Selain itu letaknya tidak mudah diperiksa sehingga sering kali ditemukan pada stadium lanjut dengan metastase leher ditemukan sebagai gejala pertama. Hal lain yang menyebabkan KNF stadium lanjut lebih sering ditemukan karena pada stadium dini gejala KNF mirip dengan peradangan pada saluran nafas atas pada umumnya sehingga membutuhkan tenaga ahli untuk dapat mendiagnosa secara dini (Hidayat, 2009).

(49)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Jumlah penderita KNF tipe tak berdiferensiasi di RSUP H. Adam Malik

Medan tahun 2008-2012 sebanyak 143 orang.

2. Distribusi frekuensi berdasarkan usia yang paling banyak adalah kelompok umur 40-49 tahun 51 orang (35.7%).

3. Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak adalah laki- laki 118 orang (82.5%).

4. Distribusi frekuensi berdasarkan suku yang paling banyak adalah suku Batak 78 orang (54.6%).

5. Distribusi frekuensi berdasarkan keluhan utama yang paling banyak adalah benjolan di leher 105 orang (73.4%).

6. Distribusi frekuensi berdasarkan stadium yang paling banyak di temukan adalah stadium lanjut (III-IV) 119 orang (83.2%).

(50)

6.2. Saran

Beberapa hal yang dapat disarankan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan antara lain :

1. Untuk Puskesmas, Rumah Sakit serta institusi kesehatan yang terkait dapat memberikan penyuluhan tentang informasi yang berkaitan dengan KNF sehingga masyarakat dapat mengenal gejala dan tanda KNF. 2. Menyarankan kepada pihak tenaga kesehatan agar pencatatan status

pasien pada rekam medis dilakukan dengan lebih baik untuk mendapatkan database KNF tipe tak berdiferensiasi yang lengkap. 3. Untuk peneliti selanjutnya agar lebih memperhatikan faktor-faktor lain

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Asroel, H. A., 2002. Penatalaksanaan Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring. Bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Chen , L. et al., 2009. Alcohol Consumption and the Risk of Nasopharyngeal Carcinoma – A Systematic Review. NIH Public Access 61(1): 1-15

Ferrari ,et al., 2012. Role of Plasma EBV DNA levels in predicting recurrence of Nasopharyngeal Carcinoma in a western population. British Medical Journal 12(208).

Fibrian, C.K., 2010. Hubungan Antara Klasifikasi Histopatologis dengan Respon Kemoradiasi Berdasarkan Gambaran CT SCAN pada Penderita Karsinoma

Nasofaring. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Fles, R.; Wildeman, M.A.; Sulitiono, B.; Haryana, S.M.; Tan, I.B., 2010.

Knowledge of general practitioners about naopharyngeal cancer at the

Puskesmas in Yogyakarta, Indonesia. BioMed Central.

Gao, W.; Li J.Z.; Ho, W.K.; Chan, J.Y.; Wong, T.S., 2012. Biomarkers for Use in Monitoring Responses of Nasopharyngeal Cells to Ionizing Radiation. Sensors 12.8832-8846.

Harahap, M.P.H., 2008. Ekpresi Vascular Endothelial Growth Factor pada Karsinoma Nasofaring. Bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Henny, F., 2006. Ekspresi Protein Mutan P53 pada Karsinoma Nasofaring. Bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

(52)

Jeyakumar et al., 2006. Review of Nasopharyngeal Carcinoma. ENT-Ear, Nose & Throat Journal.

Jia et al., 2010. Traditional Cantonese diet and nasopharyngeal Carcinoma risk: a large scale case control study in Guangdong. China; British Medical Journal 10(446)

Joewarini, E.; Rahaju.A.S., 2009. Ekspresi Protein C-MYC dan BCL-2 pada Karsinoma Nasofaring Jenis Undiffrentiated. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universita Airlangga.

Junqueira, L.C. & Carneiro, J., 2003. Histologi Dasar. Jakarta: EGC

Melani, W., 2013. Karakteristik Penderita Karsinoma Nasofaring di Rumah Sakit H,Adam Malik Medan Tahun 2011. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Munir, D., 2009. Karsinoma Nasofaring. Medan: USU Press. Hal, 85-93.

Nurmasari, S., 2010. Pengaruh Radioterapi Eksternal Terhadap Fungsi Sel Rambut Luar Koklea Penderita Karsinoma Nasofaring. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.

Piasiska, H., 2010. Profil penderita karsinoma nasofaring di Laboratorium Patologi Anatomi kota Medan 2009. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Roezin, A.; Anida, S., 2008. Karsinoma Nasofaring. Dalam: Soepardi, E.A.; Iskandar,N. ; Bashiruddin, J.; Restuti,R.D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL, Edisi 6. Jakarta: Balai penerbit FK UI. Hal, 146-150.

(53)

Rusdiana ; Munir, D.; Siregar, Y.,2009. Hubungan Antibodi Anti Epstein Barr Virus dengan Karsinoma Nasofaring pada Pasien Etnis Batak di Medan. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Tabuchi, K.; Nakayama, M.; Nishimura, B.; Hayashi, K.; Hara, A., 2011. Early detection of Nasopharyngeal Carcinoma. International Journal of Otolaryngology Yenita & Asri, A., 2009. Studi Retrospektif Karsinoma Nasofaring di Sumatera Barat: reevaluasi subtipe berdasarkan klasifikasi WHO. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

(54)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Novianti Nst

Tempat/Tanggal Lahir : Sidodadi / 13 November 1991

Agama : Islam

Alamat : Jalan Abadi Gg.Dame No.12 D, Tanjung sari, Medan, Sumatera Utara

Riwayat Pendidikan :

1. Sekolah Dasar Negeri No 116253 Sidodadi (1997-2003)

2. Sekolah Menengah Pertama Perguruan Al-Azhar Medan (2003-2006) 3. Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Medan (2006-2009)

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2010 – sekarang)

Riwayat Organisasi :

1. Anggota seksi konsumsi Pekan Olahraga dan Seni FK USU 2012

(55)

Norem Nama Pasien Usia Jenis kelamin Suku Stadium Keluhan Utama Jenis KNF Terapi

42.17.32 F 41 laki-Laki Batak II Tinitus UC Kemoterapi

42.77.58 N 50 Perempuan Batak III Benjolan dileher UC Kemoterapi

39.81.54 S 63 laki-Laki Batak IV Tinitus UC Kemoradioterapi

37.92.66 S 68 Laki-laki Tionghoa IV Benjolan dileher UC Kemoterapi

38.00.63 A 22 Laki-laki Batak IV Benjolan dileher UC Kemoradioterapi

41.19.53 U 41 Perempuan Batak IV Benjolan dileher UC Radioterapi

40.04.52 P 16 laki-Laki Aceh III Benjolan dileher UC Radioterapi

39.12.51 B 57 laki-Laki Batak III Benjolan dileher UC Kemoterapi

41.30.09 K 43 laki-Laki Jawa III Benjolan dileher UC Kemoterapi

39.84.15 I 41 laki-Laki Aceh IV Sulit menelan UC Kemoterapi

39.56.11 H 43 laki-Laki Batak III Epistaksis UC Kemoterapi

40.02.08 E 44 laki-Laki Batak III Benjolan dileher UC Radioterapi

44.57.81 L 43 laki-Laki Batak III Benjolan dileher UC Kemoterapi

45.76.03 T 59 laki-Laki Jawa IV Hidung tersumbat UC Kemoterapi

42.37.70 P 49 laki-Laki Batak III Benjolan dileher UC Kemoterapi

49.64.67 S 36 laki-Laki Jawa III Benjolan dileher UC Kemoterapi

38.54.44 A 44 laki-Laki Batak III Hidung tersumbat UC Kemoterapi

43.31.13 N 41 laki-Laki Jawa II Sulit menelan UC Radioterapi

38.42.75 S 63 laki-Laki Jawa IV Kesadaran menurun UC Kemoradioterapi

48.31.13 R 38 laki-Laki Batak I Epistaksis UC Radioterapi

49.87.95 K 67 laki-Laki Batak IV Benjolan dileher UC Kemoterapi

50.57.74 M 48 laki-Laki Jawa II Benjolan dileher UC Kemoterapi

47.16.39 N 69 Perempuan Jawa IV Benjolan dileher UC Kemoradioterapi

47.36.82 S 46 laki-Laki Batak III Epistaksis UC Kemoterapi

47.73.93 T 69 laki-Laki Batak II Sulit menelan UC Kemoradioterapi

47.26.92 T 58 laki-Laki Batak II Hidung tersumbat UC Kemoterapi

46.24.64 P 46 laki-Laki Batak IV Benjolan dileher UC Kemoradioterapi

46.84.69 M 27 laki-Laki Jawa IV Benjolan dileher UC Kemoradioterapi

[image:55.842.56.790.92.542.2]

Lampiran 2

(56)

44.51.97 M 55 laki-Laki Batak II Benjolan dileher UC Kemoradioterapi

37.34.06 S 62 Perempuan Batak III Benjolan dileher UC Kemoterapi

37.34.19 S 32 laki-Laki Aceh III Benjolan dileher UC Kemoterapi

36.93.52 S 50 laki-Laki Batak Iv Benjolan dileher UC Kemoterapi

37.19.64 J 51 laki-Laki Batak III Tinitus UC Kemoterapi

41.74.33 Y 66 laki-Laki Jawa III Benjolan dileher UC Kemoterapi

41.81.34 M 53 laki-Laki Minang IV Epistaksis UC Kemoterapi

41.83.51 E 44 Perempuan Jawa III Epistaksis UC Radioterapi

43.32.04 K 40 laki-Laki Batak III Benjolan dileher UC Radioterapi

43.20.94 S 45 laki-Laki Batak IV Benjolan dileher UC Kemoterapi

43.58.77 A 58 laki-Laki Aceh II Epistaksis UC Kemoterapi

43.63.63 R 52 laki-Laki Batak II Benjolan dileher UC Radioterapi

43.62.40 I 18 laki-Laki Minang IV Benjolan dileher UC Kemoterapi

42.04.20 S 17 laki-Laki Batak III Benjolan dileher UC Kemoradioterapi

42.26.22 J 49 laki-Laki Batak III Benjolan dileher UC Radioterapi

41.46.20 A 38 laki-Laki Jawa III Benjolan dileher UC Kemoterapi

41.17.32 G 31 laki-Laki Jawa IV Benjolan dileher UC Kemoterapi

41.60.52 S 21 laki-Laki Jawa IV Hidung tersumbat UC Kemoterapi

44.37.39 D 23 laki-Laki Jawa IV Benjolan dileher UC Kemoterapi

41.73.16 M 40 laki-Laki Jawa III Epistaksis UC Radioterapi

41.60.61 A 43 laki-Laki Aceh IV Hidung tersumbat UC Kemoterapi

41.28.67 K 27 laki-Laki Jawa II Tinitus UC Kemoterapi

42.75.86 M 45 laki-Laki Jawa IV Benjolan dileher UC Kemoterapi

40.22.16 S 51 laki-Laki Batak III Benjolan dileher UC Kemoterapi

40.22.15 M 42 laki-Laki Jawa IV Benjolan dileher UC Kemoterapi

43.34.55 A 26 laki-Laki Jawa IV Benjolan dileher UC Kemoterapi

43.72.89 M 31 laki-Laki Batak III Benjolan dileher UC Kemoterapi

42.74.09 F 33 laki-Laki Batak IV Benjolan dileher UC Kemoterapi

42.57.03 A 54 laki-Laki Batak IV Benjolan dileher UC Kemoterapi

(57)

38.39.49 S 41 laki-Laki Jawa IV Benjolan dileher UC Kemoradioterapi

40.56.91 K 68 laki-Laki Jawa III Benjolan dileher UC Kemoradioterapi

39.41.92 T 37 laki-Laki Batak IV Benjolan dileher UC Kemoterapi

38.45.92 D 61 laki-Laki Batak IV Benjolan dileher UC Radioterapi

39.03.14 L 30 laki-Laki Batak IV Benjolan dileher UC Kemoterapi

42.13.23 R 62 laki-Laki Jawa IV Benjolan dileher UC Radioterapi

38.90.31 M 56 laki-Laki Batak IV Benjolan dileher UC Kemoterapi

38.77.18 U 14 Perempuan Aceh IV Benjolan dileher UC kemoterapi

38.25.76 A 39 laki-Laki Minang III Benjolan dileher UC Kemoterapi

52.01.93 Z 53 laki-Laki Aceh IV Benjolan dileher UC kemoterapi

52.44.68 D 36 laki-Laki Batak II Benjolan dileher UC Kemoradioterapi

51.34.38 E 34 Perempuan Batak IV Benjolan dileher UC kemoterapi

51.69.90 M 56 laki-Laki Aceh III Benjolan dileher UC kemoterapi

51.02.01 R 25 Perempuan Jawa IV Benjolan dileher UC Kemoradioterapi

52.65.58 M 59 laki-Laki Minang IV Benjolan dileher UC Kemoradioterapi

51.93.25 K 62 laki-Laki Jawa IV Benjolan dileher UC Kemoterapi

53.48.29 Z 55 laki-Laki Jawa IV Benjolan dileher UC Kemoradioterapi

46.80.51 N 61 Perempuan Batak IV Benjolan dileher UC Radioterapi

50.43.58 R 41 laki-Laki Batak IV Benjolan dileher UC Kemoterapi

50.18.17 S 71 laki-Laki Jawa IV Benjoan dileher UC Radioterapi

50.34.76 R 42 Perempuan Batak IV Benjolan dileher UC Kemoterapi

51.41.17 R 50 laki-Laki Batak IV Benjolan dileher UC Kemoterapi

54.19.33 A 15 laki-Laki Jawa IV Benjolan dileher UC Kemoterapi

49.94.91 M 50 laki-Laki Batak II Benjolan dileher UC Radioterapi

54.15.05 M 30 laki-Laki Batak III Benjolan dileher UC Kemoterapi

52.68.84 S 48 laki-Laki Jawa II Benjolan dileher UC Radioterapi

51.46.76 M 41 Perempuan Aceh III Benjolan dileher UC Kemoterapi

51.42.13 T 40 laki-Laki Batak III Benjolan dileher UC biopsi

46.73.68 L 57 Perempuan Batak III Benjolan dileher UC Radioterapi

(58)

50.56.38 M 61 laki-Laki Aceh IV Benjolan dileher UC Kemoterapi

48.37.16 R 40 laki-Laki Batak IV benjolan dileher UC Kemoradioterapi

48.25.06 M 40 Perempuan Batak IV Benjolan dileher UC Radioterapi

50.68.18 S 44 laki-Laki Jawa IV Benjolan dileher UC Kemoterapi

51.67.98 D 48 laki-Laki Batak II Benjolan dileher UC Kemoterapi

49.96.96 H 57 laki-Laki Batak III Sakit Kepala UC Kemoterapi

49..68.87 K 60 laki-Laki Batak IV Benjolan dileher UC Radioterapi

44.36.10 K 38 laki-Laki Batak III Benjolan dileher UC Kemoterapi

44.70.80 S 51 laki-Laki Batak III Benjolan dileher UC Kemoterapi

40.16.02 S 69 laki-Laki Aceh III Sulit menelan UC Kemoradioterapi

39.24.44 N 15 laki-Laki Batak II Benjolan dileher UC Kemoterapi

39.64.60 D 48 laki-Laki Batak I Benjolan dieher UC Kemoterapi

47.87.55 U 19 Laki-laki Jawa IV Benjolan dileher UC Kemoradioterapi

38.41.61 Y 55 Laki-laki Aceh II Benjolan dileher UC Kemoterapi

53.77.54 C 77 laki-Laki Batak III Hidung tersumbat UC Kemoterapi

44.14.09 S 48 laki-Laki Batak III Benjolan dileher UC Kemoterapi

49.37.75 S 37 laki-Laki Jawa III Benjolan dileher UC Kemoradioterapi

43.40.22 H 61 laki-Laki Batak IV Kesadaran menurun UC Kemoradioterapi

43.43.00 R 55 laki-Laki Batak IV Kesadaran menurun UC Kemoradioterapi

46.73.68 R 44 laki-Laki Batak II Tinitus UC Radioterapi

50.77.22 G 48 laki-Laki Batak III Benjolan dileher UC Kemoradioterapi

39.53.50 R 45 Perempuan Batak IV Benjolan dileher UC Kemoradioterapi

44.72.34 S 59 laki-Laki Batak IV Benjolan dileher UC Kemoradioterapi

48.14.54 C 40 laki-Laki Jawa III Benjolan dileher UC Kemoterapi

47.40.06 J 47 laki-Laki Batak III Benjolan dileher UC Kemoterapi

40.06.35 S 51 laki-Laki Batak IV Benjolan dileher UC Kemoradioterapi

44.13.31 M 45 laki-Laki Batak IV Benjolan dileher UC Kemoradioterapi

48.88.36 Z 53 Perempuan Jawa III Benjolan dileher UC Kemoterapi

48.88.66 H 40 laki-Laki Batak III Benjolan dileher UC Kemoterapi

(59)

43.89.25 A 42 laki-Laki Batak II Hidung tersumbat UC Radioterapi

49.91.43 D 40 Perempuan Batak I Tinitus UC Radioterapi

44.96.44 T 54 laki-Laki Batak III Benjolan dileher UC Kemoterapi

43.67.33 I 20 laki-Laki Minang II Epistaksis UC Radioterapi

45.53.22 A 55 laki-Laki Aceh II Hidung tersumbat UC Radioterapi

50.71.16 K 63 laki-Laki Jawa IV Benjolan dileher UC Kemoterapi

50.12.41 U 62 laki-Laki Aceh III Tinitus UC Biopsi

44.59.92 R 44 laki-Laki Minang II Tinitus UC Kemoterapi

46.31.18 A 66 laki-Laki Batak IV Benjolan dileher UC Kemoterapi

47.95.62 S 46 laki-Laki Jawa III Benjolan dileher UC Kemoradioterapi

49.82.34 P 48 Perempuan Batak II Benjolan dileher UC Kemoradioterapi

49.23.71 A 45 laki-Laki Jawa III Tinitus UC kemoterapi

49.07.64 N 50 Perempuan Jawa IV Benjolan dileher UC Biopsi

45.10.29 S 48 laki-Laki Jawa IV Benjolan dileher UC Kemoradioterapi

45.45.75 J 49 laki-Laki Batak III Epistaksis UC Kemoterapi

45.14.88 A 58 Perempuan Aceh IV benjolan dileher UC Kemoradioterapi

37.47.63 T 56 Perempuan Batak IV Benjolan dileher UC Kemoradioterapi

41.06.66 A 62 laki-Laki Aceh IV Benjolan dileher UC Radioterapi

43.92.28 S 60 laki-Laki Aceh III Benjolan dileher UC Kemoterapi

(60)

LAMPIRAN 3

OUTPUT DATA SPSS

1. FREQUENCIES

Statistics

Usia Jk Suku Stadium Kelutama Jenisknf Terapi

Usia Kelompok

N Valid 143 143 143 143 143 143 143 143

Missing 0 0 0 0 0 0 0 0

Mean 46.34 1.17 1.71 1.83 1.73 2.11 4.20

Std. Error of Mean

1.102 .032 .081 .031 .123 .060 .111

Median 47.00 1.00 1.00 2.00 1.00 2.00 4.00

Mode 48 1 1 2 1 2 4

Std. Deviation 13.179 .381 .963 .375 1.473 .713 1.323

Variance 173.675 .145 .927 .141 2.168 .509 1.750

Range 63 1 5 1 6 3 6

Minimum 14 1 1 1 1 1 1

Maximum 77 2 6 2 7 4 7

(61)

2. FREQUENCY TABLE

usia kelompok

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid <20 7 4.9 4.9 4.9

20-29 8 5.6 5.6 10.5

30-39 19 13.3 13.3 23.8

40-49 51 35.7 35.7 59.4

50-59 34 23.8 23.8 83.2

60-69 22 15.4 15.4 98.6

>70 2 1.4 1.4 100.0

Total 143 100.0 100.0

jk

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid laki-laki 118 82.5 82.5 82.5

perempuan 25 17.5 17.5 100.0

Total 143 100.0 100.0

suku

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Batak 79 55.2 55.2 55.2

Jawa 38 26.6 26.6 81.8

Aceh 17 11.9 11.9 93.7

Minang 8 5.6 5.6 99.3

Tionghoa 1 .7 .7 100.0

(62)

Stadium

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid stadium dini (I-II) 24 16.8 16.8 16.8

stadium lanjut (III-IV) 119 83.2 83.2 100.0

Total 143 100.0 100.0

Keluhan utama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid benjolan di leher 106 74.1 74.1 74.1

epistaksis 10 7.0 7.0 81.1

hidung tersumbat 7 4.9 4.9 86.0

sulit menelan 6 4.2 4.2 90.2

tinitus 10 7.0 7.0 97.2

sakit kepala 1 .7 .7 97.9

kesadaran menurun 3 2.1 2.1 100.0

Total 143 100.0 100.0

Terapi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid radioterapi 26 18.2 18.2 18.2

kemoterapi 78 54.5 54.5 72.7

kemoradioterapi 36 25.2 25.2 97.9

pembedahan 3 2.1 2.1 100.0

(63)
(64)

Gambar

Gambar 2.1. Anatomi Nasofaring
Gambar 2.2 Sel epitel transisional, pelapis nasofaring (Dikutip dari : Respiratory system pre lab [cited 2010 Jan 5]
Gambar 2.3. Keratinizing Squamous Cell Carcinoma (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004)
Gambar 2.4 Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bahasa AYU sudah dapat digunakan sebagai bahasa pembelajaran yang cukup baik, karena telah mempunyai struktur yang sangat mendekati bahasa pemrograman sebenarnya Dalam tulisan

[r]

Himpunan Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2016 1... Himpunan Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Tahun

Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tentang Pentingnya Serat untuk Mencegah Konstipasi Tahun 2009.. Nama : Sri Kumala Sari NIM

(1) Biro Pemerintahan mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan, mengoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi, pemantauan dan evaluasi program kegiatan dan

[r]

Karena itu, apabila saja Waḥdat al-Wujūd adalah ajaran yang sesat, maka berarti masyarakat Aceh selama ini telah berbangga dengan ajaran sesat. Setelah dilakukan analisa

Wahid, Abdurrahman, “Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia”, The Wahid Institute,