KASUS PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA
ENENG NURHALIMAH
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kajian Awal
Pengelolaan Sanitasi Tempat Pelelangan Ikan Berstandar Internasional: Kasus
PPS Nizam Zachman Jakarta adalah benar merupakan hasil karya saya dengan ide
dan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
ilmiah yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2011
ENENG NURHALIMAH, C44070042. Kajian Awal Pengelolaan Sanitasi Tempat Pelelangan Ikan Berstandar Internasional: Kasus PPS Nizam Zachman Jakarta. Dibimbing oleh ERNANI LUBIS dan ANWAR BEY PANE.
Pandangan terhadap pelabuhan perikanan di Indonesia selama ini secara umum masih kurang baik, karena kekumuhan dan kekotoran yang diperlihatkannya. Fasilitas pelabuhan perikanan yang menjadi sorotan utama adalah Tempat Pelelangan Ikan (TPI), seperti diketahui bahwa TPI digunakan sebagai pusat pemasaran hasil tangkapan melalui pelelangan di suatu pelabuhan perikanan, seharusnya kondisinya bersih agar mutu ikan tetap terjaga. Sanitasi dan higienitas tempat pelelangan ikan merupakan suatu hal yang sangat penting pengaruhnya terhadap mutu ikan yang didaratkan, sehingga perlu ada standarisasi pengelolaan sanitasi TPI seperti di negara-negara lain. Penelitian dilakukan di PPS Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) pada bulan Maret 2011, bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan sanitasi dan dampak tidak baiknya sanitasi TPI PPSNZJ saat ini; mendapatkan bentuk pengelolaan sanitasi TPI PPSNZJ; dan mendapatkan bentuk pengelolaan sanitasi TPI berstandar internasional bagi PPSNZJ. Penelitian menggunakan metode kasus dengan meneliti aspek pengelolaan sanitasi TPI PPSNZJ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan sanitasi TPI di PPSNZJ jika dibandingkan dengan standar Internasional dinilai masih kurang layak. Kurang layaknya sanitasi di TPI PPSNZJ disebabkan kurang baiknya beberapa aktivitas kepelabuhanan, seperti pengangkutan ikan dari dermaga ke TPI; penanganan ikan di TPI; pengangkutan ikan dari TPI ke perusahaan, pengolah dan pedagang ikan; pencucian keranjang; dan pembersihan lantai TPI setelah dan sebelum proses pemasaran ikan. Dampak dari kurang baiknya kondisi sanitasi dan kebersihan akibat aktivitas yang berlangsung di TPI, berpengaruh terhadap lingkungan, kesehatan, mutu dan harga ikan.
©Hak cipta IPB, Tahun 2011
Hak cipta dilindungi Undang-Undang1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
KASUS PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA
ENENG NURHALIMAH
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama Mahasiswa : Eneng Nurhalimah
NRP : C44070042
Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui :
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA
NIP. 19561123 1988203 2 002 NIP. 19541014 198003 1 003
Diketahui :
Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc
NIP. 19621223 19870301001
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Awal
Pengelolaan Sanitasi Tempat Pelelangan Ikan Berstandar Internasional: Kasus
PPS Nizam Zachman Jakarta. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang
dilakukan pada bulan Maret 2011. Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat
mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan informasi yang dibutuhkan
bagi semua pihak yang memerlukan.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:
1. Komisi pembimbing Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA dan Dr. Ir. Anwar Bey Pane,
DEA atas ide, arahan, bimbingan, kritikan, dan saran yang membangun demi
kelancaran proses skripsi ini;
2. Dosen penguji tamu Retno Muninggar, S.Pi, ME dan Komisi Pendidikan
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Vita Rumanti, S.Pi, MT;
3. Kedua orang tua tercinta, yang selalu mengirimkan doa dan memberikan
kasih sayang yang tiada hentinya kepada penulis;
4. Kakakku tersayang Sanudin atas perhatian, doa, kasih sayang dan
motivasinya kepada penulis;
5. Kakak-kakakku Enung, Saikah, Bahrul, serta adik-adikku Lilis, Asep, dan
Yupita atas perhatian, doa, kasih sayang dan motivasinya kepada penulis;
6. Bapak Hasan Samsudin, Ibu Ati, Kak Suni, Kak Debby dan Kak Alim atas
bantuannya selama penulis melakukan penelitian;
7. Para sahabat: Vera, Fanny, Lili, Via, Nela dan Ris atas perhatian dan
keceriaannya selama ini;
8. Keluarga Besar SMA Bina Putera Kopo;
Serta semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang
tidak bisa disebutkan satu persatu.
Bogor, Februari 2011
Penulis dilahirkan di Serang pada tanggal 10 Juli 1988
dari pasangan Bapak Juhro (Alm) dan Ibu Jamsanah. Penulis
merupakan anak kelima dari delapan bersaudara.
Penulis lulus dari SMA Bina Putera Kopo Serang pada
tahun 2007 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk
IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Penulis memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap,
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Selama menjalani perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten dosen mata
kuliah Pelabuhan Perikanan tahun 2010/2011. Penulis juga aktif dalam organisasi
kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
(Himafarin) sebagai staf Departemen Kewirausahaan pada periode 2008/2009 dan
periode 2009/2010.
Penulis dinyatakan lulus dalam ujian skripsi yang diselenggarakan pada
tanggal 9 Desember 2011 oleh Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, dengan judul
Halaman
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vi
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 3
1.3 Manfaat Penelitian ... 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan ... 4
2.1.1 Pengertian pelabuhan perikanan ... 4
2.1.2 Pelabuhan perikanan samudera ... 5
2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan ... 7
2.3 Tempat Pelelangan Ikan ... 9
2.4 Sanitasi Pelabuhan Perikanan ... 13
2.4.1 Pengertian sanitasi ... 13
2.4.2 Faktor-faktor penyebab kekotoran di tempat pelelangan ikan ... 14
2.4.3 Pengelolaan sanitasi pelabuhan perikanan ... 16
2.5 Pengelolaan Sanitasi Pelabuhan Perikanan di Negara Lain ... 16
2.5.1 Pelabuhan perikanan di Prancis ... 19
2.5.2 Pasar pelelangan ikan Tsukiji di Tokyo ... 22
2.5.3 Pelabuhan perikanan Bremerhaven di Jerman... 26
2.5.4 Peraturan sanitasi menurut Codex Alimentarius 2009... 27
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 29
3.2 Metode Penelitian ... 29
3.3 Analisis Data ... 31
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kota Jakarta Utara ... 34
4.1.1 Letak dan keadaan geografis Jakarta Utara ... 34
4.2 Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta ... 37
4.2.1 Sejarah dan latar belakang berdirinya PPS Nizam Zachman Jakarta... 37
4.2.2 Kondisi unit penangkapan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta ... 41
4.2.3 Produksi dan fasilitas di PPS Nizam Zachman Jakarta ... 47
4.2.4 Pengelolaan PPS Nizam Zachman Jakarta... 50
5 PENGELOLAAN SANITASI TEMPAT PELELANGAN IKAN PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA 5.1 Faktor-faktor Berpotensi Mempengaruhi Sanitasi Tempat Pelelangan Ikan di PPS Nizam Zachman Jakarta... 59
5.2 Kondisi Fisik dan Pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan PPS Nizam Zachman Jakarta... 64
5.2.1 Kondisi fisik tempat pelelangan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta... 65
5.2.2 Pengelolaan tempat pelelangan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta... 74
6 UPAYA PENGELOLAAN SANITASI TEMPAT PELELANGAN IKAN PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA 6.1 Dampak Sanitasi dari Aktivitas di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta . 80
6.2 Pengelolaan Sanitasi Tempat Pelelangan Ikan di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta Berdasarkan Standar Uni Eropa ... 85
6.3 Upaya Pengelolaan Sanitasi yang Dilakukan Pihak TPI PPS Nizam Zachman Jakarta ... 94
7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ... 99
7.2 Saran ... 100
DAFTAR PUSTAKA ... 101
Halaman
1 Kriteria pelabuhan perikanan samudera ... 6
2 Data yang dikumpulkan pada saat penelitian ... 30
3 Jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin ... 36
4 Jumlah kapal masuk berdasarkan ukuran kapal di PPSNZJ ... 42
5 Jumlah alat tangkap di PPSNZJ tahun 2006-2010 ... 44
6 Jumlah nelayan di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006-2010 ... 46
7 Produksi ikan yang masuk ke PPS Nizam Zachman Jakarta ... 48
8 Fasilitas pokok di PPS Nizam Zachman Jakarta ... 49
9 Fasilitas fungsional di PPS Nizam Zachman Jakarta ... 50
10 Fasilitas penunjang di PPS Nizam Zachman Jakarta ... 51
11 Faktor-faktor yang mempengaruhi sanitasi di TPI... 59
12 Aktivitas yang dapat menimbulkan dampak sanitasi di TPI dan upaya pengelolaannya……… 81
Halaman
1 Kurva perkembangan frekuensi jumlah kapal masuk di PPS Nizam Zachman Jakarta, untuk kapal berukuran 20-30 GT, 100-200 GT dan
seluruh kapal tahun 2006-2010... 43
2 Kurva frekuensi jumlah kapal masuk berdasarkan jenis alat tangkap di PPS Nizam Zachman Jakarta Tahun 2006-2010... 45
3 Kurva frekuensi jumlah nelayan di PPS Nizam Zachman Jakarta Tahun 2006-2010... 46
4 Kurva volume produksi hasil tangkapan di PPS Nizam Zachman Jakarta Tahun 2006-2010... 49
5 Susunan organisasi UPT PPS Nizam Zachman Jakarta. ... 54
6 Bagan struktur organisasi Perum Prasarana PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2010 ... 58
7 Penarikan keranjang yang berisi ikan dengan cara diseret di lantai TPI tahun 2011. ... 60
8 Peserta lelang berdiri di atas keranjang yang berisi ikan ... 61
9 Pengangkutan ikan tanpa menggunakan es dan penutup. ... 63
10 Para pelaku lelang duduk dan meletakkan kaki diatas keranjang/trays. .... 64
11 Kondisi Lantai TPI yang licin (a) dan berlubang (b)………... 66
12 Kondisi atap TPI yang rusak (a) dan berkarat (b). ... 67
13 Dinding TPI yang rusak, kotor dan berlumut……….... 67
14 Kondisi tempat sampah di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta ... 68
15 Kondisi saluran pembuangan air/limbah dari proses pelelangan ikan ... 69
16 Kondisi kran air di TPI (a) dan selang air (b) yang tergeletak di lantai (tanpa gantungan) ... 70
17 Kondisi bak pencucian keranjang (trays) yang sudah tidak digunakan. ... 70
18 Kondisi keranjang/trays yang kotor dan rusak... 71
19 Kondisi blong di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta. ... 72
20 Kondisi timbangan yang berkarat. ... 72
22 Bagan distribusi dan pemasaran ikan di Pelabuhan Perikanan Samudera
1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Keberadaan pelabuhan perikanan sebagai prasarana perikanan tangkap
terkait penanganan hasil tangkapan adalah sangat diperlukan antara lain dalam
upaya mempertahankan kualitas hasil tangkapan agar tidak menurun sehingga
menurunkan harganya. Menurut Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang
Perikanan pasal 41 A ayat 1 pelabuhan perikanan mempunyai fungsi
pemerintahan dan pengusahaan guna mendukung kegiatan yang berhubungan
dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai
dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran. Fungsi
tersebut antara lain berupa pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil
perikanan; pemasaran dan distribusi ikan; tempat pelaksanaan pengawasan dan
pengendalian sumberdaya ikan dan pengendalian lingkungan.
Pada zaman dahulu, di beberapa wilayah di Indonesia yang tidak memiliki
pelabuhan perikanan, nelayan menjual hasil tangkapannya kepada konsumen
dengan cara barter. Kegiatan ini dinilai tidak terorganisir dengan baik dan kurang
efisien, bahkan dinilai tidak produktif karena mutu ikan kurang terjaga sehingga
harga ikan cenderung menurun. Melihat kondisi seperti ini tempat pelelangan ikan
(TPI) memegang peranan penting di suatu pelabuhan perikanan. Tempat
pelelangan ikan perlu dikelola dengan sebaik-baiknya agar terdapat manfaat
secara optimal, sehingga membantu nelayan mendapatkan harga yang layak
(Pramitasari et al., 2006).
Menurut Lubis (2009b), pandangan terhadap pelabuhan perikanan di
Indonesia selama ini secara umum masih di pandang kurang baik, karena
kekumuhan dan kekotoran yang diperlihatkannya. Fasilitas yang menjadi sorotan
utama di pelabuhan perikanan adalah TPI, seperti diketahui bahwa TPI digunakan
sebagai pusat penanganan dan pemasaran hasil tangkapan yang didaratkan di
suatu pelabuhan perikanan, seharusnya kondisinya bersih agar mutu ikan tetap
terjaga.
Demikian halnya untuk kebersihan fasilitas-fasilitasnya. Seperti yang
seringkali masalah sanitasi menjadi terlupakan. Buruknya penanganan sanitasi
dan kurangnya kebersihan fasilitas memungkinkan terjadinya kerugian dalam
perdagangan ikan. Selain itu, buruknya sanitasi dapat berpengaruh terhadap
kesehatan masyarakat disekitarnya.
Berdasarkan hasil penelitian kerja sama IPB-Prancis pada rentang waktu
2000 hingga 2005, terdapat 40% pelabuhan perikanan di Pulau Jawa yang telah
melaksanakan pelelangan ikan juga kebersihan atau sanitasi tempat pelelangan
ikan (TPI) sangat minim (Lubis et al, 2005). Selanjutnya dikatakan bahwa berbagai fasilitas tidak lagi mampu menampung hasil tangkapan serta terbatasnya
sarana penanganan ikan. Hal itu menjadi contoh ketertinggalan pelabuhan
perikanan Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan suatu standardisasi sanitasi
pelabuhan perikanan terutama di tempat pelelangan ikan (TPI) sebagai pusat
pendaratan dan pemasaran ikan, agar pelabuhan perikanan di Indonesia tidak
kalah saing dengan pelabuhan perikanan di negara lain.
Indonesia sebaiknya menerapkan standardisasi khususnya dalam hal
pengelolaan sanitasi di pelabuhan perikanan terutama pelabuhan perikanan tipe A
dan tipe B agar tidak kalah bersaing dengan negara lain. Hal ini sesuai dengan visi
pembangunan kalautan dan perikanan yang akan menjadikan Indonesia sebagai
negara penghasil produk kelautan terbesar tahun 2015, serta misi dari
pembangunan kalautan dan perikanan yaitu mensejahterakan masyarakat kelautan
dan perikanan.
Kebersihan di pelabuhan perikanan terutama di tempat pelelangan ikan
merupakan salah satu persyaratan mendasar, bahkan telah menjadi persyaratan
internasional dalam menghadapi globalisasi dan perdagangan bebas, seperti
halnya pelabuhan di negara-negara lain yang telah mengatur sanitasi dan
hygienitas (Lubis, 2009b). Mengingat pentingnya penanganan sanitasi dan
kebersihan di pelabuhan perikanan terutama di tempat pelelangan ikan maka
sudah selayaknya perlu diterapkan standardisasi sanitasi dan higienitas sesuai
dengan peraturan standardisasi yang diterapkan oleh negara lain.
Pemilihan PPS Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) sebagai lokasi penelitian
karena merupakan salah satu pelabuhan perikanan samudera yang mempunyai
2007. Wilayah distribusi dari pelabuhan ini juga cukup luas, mulai lokal Pulau
Jawa, nasional sampai ekspor, baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk
olahan (Lubis et al., 2009). Selain itu, kepala pelabuhan PPS Nizam Zachman Jakarta, Ir. Suardoyo, M.S. dalam pidatonya pada saat melakukan praktikum
lapang mata kuliah pelabuhan perikanan (2010) mengatakan bahwa PPSNZJ
memiliki tujuan untuk menjadi pelabuhan perikanan terbesar di Asia.
Berdasarkan hasil pengamatan awal peneliti, sanitasi di tempat pelelangan
ikan (TPI) PPSNZJ kurang baik, yaitu masih banyaknya ikan dan
potongan-potongan ikan yang berjatuhan di lantai TPI. Selain itu, di lantai TPI juga dapat
dilihat adanya genangan air dan darah ikan yang berceceran, para pengguna
pelabuhan yang meludah sembarangan dan mencuci ikan dengan air kolam yang
kotor. Hal ini mengakibatkan sanitasi di tempat pelelangan ikan kurang terjaga
dengan baik, sehingga dapat menurunkan mutu dan harga ikan. Mengingat
pentingnya sanitasi di suatu pelabuhan perikanan terutama di tempat pelelangan
ikan, maka penelitian mengenai kajian awal pengelolaan sanitasi tempat
pelelangan ikan (TPI) berstandar Internasional di PPS Nizam Zachman Jakarta
penting untuk segera dilakukan.
1.2Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1) Mendapatkan informasi mengenai aktivitas-aktivitas yang berhubungan
dengan sanitasi dan dampak tidak baiknya sanitasi tempat pelelangan ikan
di PPS Nizam Zachman Jakarta;
2) Mendapatkan informasi tentang bentuk pengelolaan sanitasi tempat
pelelangan ikan di PPS Nizam Zachman Jakarta; dan
3) Mendapatkan alternatif solusi bentuk pengelolaan sanitasi tempat
pelelangan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta berstandar Internasional.
1.3Manfaat Penelitian
Memberikan informasi kepada pemerintah daerah maupun instansi terkait
dalam upaya menerapkan sistem pengelolaan sanitasi tempat pelelangan ikan
2.1Pelabuhan Perikanan
2.1.1 Pengertian Pelabuhan Perikanan
Pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah
daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan
ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas mulai ikan didaratkan sampai ikan
didistribusikan (Lubis, 2009a). Menurut Undang-Undang No. 45 Tahun 2009
(DKP, 2009a) disebutkan bahwa pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri
dari daratan dan perairan disekitarnya sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan
kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal
perikanan bersandar, berlabuh, dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 16 tahun 2006,
pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di
sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan
kegiatan sistem bisnis perikanan. Pelabuhan perikanan dipergunakan sebagai
tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang
dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang
perikanan.
Berdasarkan ketiga definisi diatas, dapat dikatakan bahwa kegiatan
perikanan khususnya perikanan tangkap tidak bisa berjalan secara optimal tanpa
adanya pelabuhan perikanan. Keberadaan pelabuhan perikanan dapat
mempermudah nelayan dalam mengorganisisr hasil tangkapan yang diperoleh dari
laut yang akan didaratkan untuk selanjutnya didistribusikan, mulai dari
bersandarnya kapal-kapal, berlabuh, sampai kegiatan bongkar muat hasil
tangkapan. Tentu saja kegiatan yang berlangsung di pelabuhan perikanan harus
didukung oleh fasilitas-fasilitas yang menunjang kegiatan perikanan tersebut.
Aspek-aspek pelabuhan perikanan secara terperinci menurut Direktorat
Jenderal Perikanan 1994 adalah (Lubis, 2009a) :
Pelabuhan perikanan sebagai tempat para nelayan untuk melakukan
kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan
untuk menangkap ikan di laut sampai membongkar hasil tangkapan yang
diperoleh.
2) Pengolahan
Pelabuhan perikanan menyediakan sarana-sarana yang dibutuhkan untuk
mengolah hasil tangkapan yang didaratkan.
3) Pemasaran
Pelabuhan perikanan merupakan pusat pengumpulan dan tempat awal
pemasaran hasil tangkapan yang didaratkan.
Keberadaan pelabuhan perikanan dalam kegiatan perikanan tidak hanya
digunakan sebagai tempat untuk mendaratkan hasil tangkapan, tempat bersandar
dan berlabuhnya kapal, atau sebagai tempat untuk bongkar muat kapal. Pelabuhan
perikanan juga digunakan sebagai tempat untuk melakukan kegiatan produksi,
pengolahan dan pemasaran hasil tangkapan. Kegiatan produksi, pengolahan dan
pemasaran hasil tangkapan merupakan kegiatan yang dianggap cukup penting
dalam industri perikanan, dimana ketiga aspek tersebut memiliki saling
keterkaitan satu sama lain. Setelah hasil tangkapan didaratkan oleh nelayan, perlu
adanya pengolahan terhadap hasil tangkapan tersebut agar hasil tangkapan
memiliki nilai jual. Melalui proses pemasaran akan diperoleh suatu nilai atau
harga yang layak yang dapat memberikan keuntungan kepada para penjual
maupun pembeli.
2.1.2 Pelabuhan Perikanan Samudera
Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor:
PER.16/MEN/2006 tentang pelabuhan perikanan dinyatakan bahwa pelabuhan
perikanan di Indonesia diklasifikasikan kedalam empat kelas yaitu, Pelabuhan
Perikanan Samudera (Tipe A), Pelabuhan Perikanan Nusantara (Tipe B),
Pelabuhan Perikanan Pantai (Tipe C) dan Pangkalan Pendaratan Ikan (Tipe D)
(DKP, 2009b).
Selanjutnya dinyatakan bahwa klasifikasi pelabuhan perikanan samudera
Tabel 1 Kriteria pelabuhan perikanan samudera
Kriteria Pelabuhan Perikanan Samudera (Tipe A) 1. Daerah Penangkapan Melayani kapal perikanan yang melakukan
kegiatan penangkapan ikan di wilayah laut territorial, ZEEI, dan perairan internasional 2. Fasilitas Tambat Labuh Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal
perikanan berukuran sekurang-kurangnya 60 Gross Tonnage (GT)
3. Dermaga Panjang dermaga sekurang-kurangnya 300m 4. Kolam Pelabuhan Mampu menampung sekurang-kurangnya 100
kapal perikanan atau jumlah keseluruhan
sekurang-kurangnya 6.000 Gross Tonnage (GT) kapal perikanan sekaligus dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m
5. Produksi Jumlah ikan yan didaratkan rata-rata 60 ton/hari 6. Pemasaran Ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan
ekspor
7. Luas Lahan Memiliki lahan sekurang-kurangnya seluas 30 ha 8. Laboratorium Memiliki laboratorium pengujian mutu hasil
perikanan
9. Industri Perikanan Terdapat industri perikanan
Sumber: Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: PER.16/MEN/2006
Pembangunan pelabuhan perikanan di suatu wilayah harus disesuaikan
dengan potensi sumber daya ikan yang tersedia di wilayah tersebut, potensi
perikanan dan sumber daya manusia yang tersedia, serta letak geografis dan
kondisi perairan daerah tersebut. Hal inilah yang selanjutnya membedakan
pelabuhan perikanan antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya, sehingga
pelabuhan perikanan di Indonesia diklasifikasikan ke dalam empat kelas seperti
yang telah disebutkan diatas yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera (Tipe A),
Pelabuhan Perikanan Nusantara (Tipe B), Pelabuhan Perikanan Pantai (Tipe C)
dan Pangkalan Pendaratan Ikan (Tipe D). Perbedaan pengklasifikasian pelabuhan
perikanan tersebut bertujuan untuk mempermudah dalam pengelolaannya.
Pelabuhan perikanan dibangun sesuai dengan karakteristik perikanan di suatu
wilayah. Kemungkinan pemerintah beranggapan jika pelabuhan perikanan tidak
diklasifikasikan, maka keberadaan pelabuhan tersebut akan dinilai tidak efisien
dalam pengelolaannya. Misalnya, suatu daerah yang memiliki potensi untuk
dibangun pelabuhan perikanan dengan tipe A. Hal ini akan mengakibatkan
banyaknya fasilitas pelabuhan yang tidak termanfaatkan secara optimal sehingga
biaya pengadaan dan perawatan fasilitas tersebut tidak sesuai dengan pendapatan
yang diperoleh.
2.2Fungsi Pelabuhan Perikanan
Pelabuhan perikanan mempunyai fungsi mendukung kegiatan yang
berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan atau
lingkungannya. Kegiatan ini mencakup praproduksi, produksi, pengolahan sampai
dengan pemasarannya (Lubis, 2009a).
Menurut penjelasan pasal 41A UU No. 45 Tahun 2009, pelabuhan
perikanan mempunyai fungsi pemerintahan dan pengusahaan guna mendukung
kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai
dengan pemasaran. Selanjutnya disebutkan bahwa fungsi pelabuhan perikanan
dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya tersebut dapat berupa:
1) Pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan;
2) Pelayanan bongkar muat;
3) Pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan;
4) Pemasaran dan distribusi ikan;
5) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan;
6) Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan;
7) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan;
8) Tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan;
9) Pelaksanaan kesyahbandaran;
10)Tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan;
11)Publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal
pengawas kapal perikanan;
12)Tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan;
13)Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari; dan/atau
Fungsi pelabuhan perikanan berdasarkan pendekatan kepentingan adalah
sebagai berikut (Lubis, 2009a):
1) Fungsi Maritim
Pelabuhan perikanan mempunyai aktivitas-aktivitas yang bersifat
kemaritiman yaitu merupakan suatu tempat bagi nelayan untuk mendaratkan hasil
tangkapannya. Fasilitas-fasilitas yang mendukung fungsi tersebut adanya dermaga
dan kolam pelabuhan.
2) Fungsi Pemasaran
Fungsi ini timbul karena pelabuhan perikanan merupakan suatu tempat awal
untuk mempersiapkan pemasaran produksi perikanan dengan melakukan transaksi
pelelangan ikan di TPI. Selanjutnya pedagang atau bakul mengambil ikan yang
akan dijual atau dibeli secara cepat dan kemudian diberi es untuk
mempertahankan mutunya. Ikan dipasarkan dengan menggunakan sarana
transportasi seperti truk-truk atau mobil-mobil bak terbuka atau mobil-mobil yang
telah dilapisi dengan styrofoam atau dilengkapi dengan sarana pendingin. 3) Fungsi Jasa
Fungsi ini meliputi jasa-jasa seluruh pelabuhan mulai sejak ikan didaratkan
sampai ikan didistribusikan. Fungsi jasa dapat dikelompokkan menjadi:
a. Jasa-jasa yang melayani pendaratan ikan, antara lain penyediaan alat-alat
pengangkut ikan, keranjang-keranjang atau basket plastik dan buruh untuk
membongkar ikan;
b. Jasa-jasa yang melayani kapal-kapal penangkap ikan antara lain dalam
penyediaan bahan bakar, air bersih dan es;
c. Jasa-jasa yang menangani mutu ikan, antara lain terdapatnya fasilitas cold storage, cool room, pabrik es, dan penyediaan air bersih;
d. Jasa-jasa yang melayani keamanan pelabuhan, antara lain adanya jasa
pemanduan bagi kapal-kapal yang akan masuk dan keluar pelabuhan serta
adanya syahbandar untuk memeriksa surat-surat kapal;
e. Jasa-jasa pemeliharaan kapal, antara lain adanya fasilitas docking, slipways dan bengkel untuk memelihara kondisi kapal agar tetap dalam kondisi baik
Pelabuhan perikanan memiliki berbagai fungsi dalam mendukung kegiatan
perikanan laut. Untuk mendukung fungsi pelabuhan perikanan dalam
operasionalnya diperlukan fasilitas-fasilitas yang dapat memperlancar kegiatan
produksi dan pemasaran hasil tangkapan. Fasilitas-fasilitas yang ada di pelabuhan
perikanan harus memberikan rasa aman bagi nelayan dalam melakukan
aktivitasnya, serta dapat memberikan penanganan yang baik terhadap hasil
tangkapan yang didaratkan.
2.3Tempat Pelelangan Ikan
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) merupakan tempat untuk memasarkan hasil
tangkapan, sebagai salah satu fungsi utama dalam kegiatan perikanan dan juga
merupakan salah satu faktor yang menggerakkan dan meningkatkan usaha dan
kesejahteraan nelayan. Pemasaran ikan dilakukan melalui pelelangan. Menurut
sejarahnya pelelangan ikan telah dikenal sejak tahun 1922, didirikan dan
diselenggarakan oleh Koperasi Perikanan terutama di Pulau Jawa, dengan tujuan
untuk melindungi nelayan dari permainan harga yang dilakukan oleh
tengkulak/pengijon, membantu nelayan mendapatkan harga yang layak
(Pramitasari et al., 2006).
Pelelangan ikan merupakan kegiatan awal dari pemasaran ikan di pelabuhan
perikanan unuk mendapatkan harga yang layak khususnya bagi nelayan (Lubis, et al, 2009). Proses menjual dan membeli hasil tangkapan terjadi dalam kegiatan
pelelangan ikan, dimana harga hasil tangkapan akan terus menerus naik sampai
terdapat kesepakatan harga antara penjual (nelayan) dan pembeli (bakul). Biaya
transaksi yang dimaksudkan dalam pelaksanaan pelelangan ikan adalah biaya
pelayanan yang ditujukan kepada pengguna fasilitas di TPI, biaya ini ditetapkan
oleh suatu lembaga formal. Selain itu, bisa juga terdapat biaya transaksi dari
lembaga informal seperti biaya angkut oleh buruh, pungutan liar dan lain
sebagainya yang sifatnya tidak resmi (Marwan, 2010).
Tempat pelelangan ikan memegang peranan penting dalam suatu pelabuhan
perikanan, oleh sebab itu perlu dikelola dengan sebaik-baiknya agar dapat tercapai
manfaat secara optimal. Fungsi tempat pelelangan ikan adalah untuk melelang
pembeli (pedagang atau agen perusahaan perikanan). Letak dan pembagian ruang
di gedung pelelangan harus direncanakan supaya aliran produk (flow of product) berjalan dengan cepat (Lubis, 2009a).
Selanjutnya dikatakan bahwa ruangan yang ada pada gedung pelelangan
adalah:
(1) Ruang sortir yaitu tempat membersihkan, menyortir, dan memasukkan
ikan kedalam peti atau keranjang;
(2) Ruang pelelangan yaitu tempat menimbang, memperagakkan dan
melelang ikan;
(3) Ruang pengepakan yaitu tempat memindahkan ikan ke dalam peti lain
dengan diberi es, garam, dan lain-lain selanjutnya siap untuk dikirim;
(4) Ruang administrasi pelelangan terdiri dari loket-loket, gudang peralatan
lelang, ruang duduk untuk peserta lelang, toilet dan ruang cuci umum.
Lubis (2009a) juga mengatakan bahwa luas gedung pelelangan ikan
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
(1) Jumlah produksi yang harus ditampung oleh gedung pelelangan;
(2) Jenis ikan yang ditangkap;
(3) Cara penempatan ikan untuk diperagakan.
Menurut keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP.
01/MEN/2007 (DKP, 2007), tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan
Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi, persyaratan
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) adalah:
1) Tempat pelelangan ikan harus memenuhi persyaratan:
a. Terlindung dan mempunyai dinding yang mudah untuk dibersihkan;
b. Mempunyai lantai yang kedap air yang mudah dibersihkan dan disanitasi,
dilengkapi dengan saluran pembuangan air dan mempunyai sistem
pembuangan limbah cair yang higiene;
c. Dilengkapi dengan fasilitas sanitasi seperti tempat cuci tangan dan toilet
dalam jumlah yang mencukupi. Tempat cuci tangan harus dilengkapi
dengan bahan pencuci tangan dan pengering sekali pakai;
d. Mempunyai penerangan yang cukup untuk memudahkan dalam
e. Terhindar atau jauh dari kendaraan yang mengeluarkan asap dan binatang
yang dapat mempengaruhi mutu hasil perikanan;
f. Dibersihkan secara teratur minimal setiap selesai pelelangan; wadah harus
dibersihkan dan dibilas dengan air bersih atau air laut bersih;
g. Dilengkapi dengan tanda peringatan dilarang merokok, meludah, makan
dan minum, dan diletakkan di tempat yang mudah dilihat dengan jelas;
h. Mempunyai fasilitas pasokan air tawar dan atau air laut bersih yang cukup;
i. Mempunyai wadah khusus yang tahan karat dan kedap air untuk
menampung hasil perikanan yang tidak layak untuk dimakan;
2) Tempat pelelangan ikan harus memenuhi persyaratan higiene dan penerapan sistem rantai dingin;
3) Pelaku usaha perikanan yang bertanggungjawab pada pelelangan dan pasar
induk atau pasar lainnya yang memaparkan produk, harus memenuhi
persyaratan berikut:
a. Harus mempunyai ruang pendingin yang dapat dikunci untuk menyimpan
produk perikanan dan mempunyai fasilitas wadah untuk produk yang tidak
layak konsumsi pada tempat yang diberi tanda;
b. Mempunyai tempat khusus untuk unit pengendalian kemanan hasil
perikanan.
4) Pada saat memaparkan atau menyimpan hasil perikanan:
a. Peralatan harus tidak digunakan untuk tujuan lain;
b. Kendaraan yang mengeluarkan asap yang dapat mempengaruhi produk
tidak boleh mengkontaminasi ruangan peralatan tersebut;
c. Personil yang mempunyai akses ke ruang peralatan tidak diperbolehkan
memasukkan binatang lain; dan
d. Peralatan harus memungkinkan dilakukan pengendalian oleh Otoritas
Kompeten.
5) Jika pendinginan tidak memungkinkan dilakukan di atas kapal, ikan segar
harus didinginkan sesegera mungkin dan disimpan dengan suhu mendekati
6) Pelaku usaha perikanan harus bekerjasama dengan otoritas kompeten
sehingga memungkinkan petugas pengawas mutu dapat melakukan
pengawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku;
7) Tempat pelelangan ikan harus:
a. Membuktikan kepada otoritas kompeten atas pemenuhan persyaratan
sebagaimana pada angka 1 hingga 6;
b. Tempat Pelelangan Ikan harus menerapkan dan mendokumentasikan
GHdP (Good Handling Practices);
c. Menjamin bahwa dokumen yang dikembangkan selalu dijaga tetap terkini;
d. Memelihara dokumen lainnya dan rekaman hingga periode waktu tertentu.
Berdasarkan peraturan tersebut di atas, maka setiap pelabuhan perikanan di
Indonesia dalam pengelolaan tempat pelelangan ikan sebaiknya mengacu pada
peraturan tersebut, mengingat ikan merupakan komoditi yang mudah rusak.
Sesudah diangkat dari kapal, ikan harus segera ditangani secara tepat untuk
mempertahankan mutu ikan secara maksimum. Hasil tangkapan yang dibongkar
dari kapal ikan perlu mendapatkan pelayanan yangcepat dalam serangkaian proses
seperti sortasi, pencucian,penimbangan, dan penjualan di tempat pelelangan ikan
tersebut. Hal ini bertujuan agar mutu ikan tetap terjaga.
Menurut Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (Setiawan
2006), gedung TPI yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1) Memiliki persediaan air bersih;
2) Memilki wadah atau peti untuk melelang hasil tangkapan;
3) Tidak terdapat genangan air di lantai pelelangan.
Ketersediaan air bersih di tempat pelelangan ikan (TPI) sangat diperlukan
dalam upaya menunjang ketahanan mutu ikan yang akan dijual. Ikan yang tidak
dicuci dengan air yang bersih dapat mengakibatkan mutu ikan menurun karena
kontaminasi bakteri dari air yang tidak bersih tersebut sehingga ikan cepat
mengalami pembusukan. Begitu juga pada wadah hasil tangkapannya, kondisinya
harus bersih. Wadah yang kotor akan mempengaruhi terhadap mutu ikannya. Hal
yang tidak kalah penting dalam upaya mempertahankan mutu ikan juga terletak
setelah proses pelelangan ikan berlangsung dengan menggunakan desinfektan.
Hal ini bertujuan agar lantai TPI tetap bersih sehingga mutu ikan tetap terjaga.
2.4Sanitasi Pelabuhan Perikanan 2.4.1Pengertian sanitasi
Sanitasi adalah suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan
fisik yang berpengaruh kepada manusia, terutama terhadap hal-hal yang
mempunyai efek merusak perkembangan fisik, kesehatan dan kelangsungan
hidup. Sanitasi juga membantu mempertahankan lingkungan biologik sehingga
posisi berkurang dan membantu melestarikan hubungan ekologik yang seimbang
(Liswati, 2000 vide Rusmali, 2004).
Dalam pengembangan industri perikanan, pelabuhan perikanan merupakan
bagian dari rantai produksi yang harus memenuhi persyaratan kelayakan dasar
sanitasi dan hygiene yang meliputi (Departemen Pertanian, 2002 vide Rusmali, 2004):
1) Lokasi dan lingkungan
2) Konstruksi bangunan
3) Dinding, penerangan dan ventilasi
4) Saluran pembuangan
5) Pasokan air dan bahan bakar
6) Es
7) Penanganan limbah
8) Toilet
9) Konstruksi dan pemeliharaan alat
10) Peralatan dalam penanganan awal
11) Pembersihan dan sanitasi
12) Kontrol sanitasi
Selanjutnya dikatakan bahwa hasil yang diharapkan dengan dijalankannya
program sanitasi di pelabuhan perikanan antara lain yaitu terciptanya lingkungan
kerja yang bersih, mutu ikan yang tetap terjaga dan kebersihan para pelaku di
pelabuhan perikanan. Seluruh kelayakan dasar sanitasi di pelabuhan perikanan
apalagi bila pelabuhan tersebut memiliki wilayah distribusi yang luas dan
berkapasitas besar.
2.4.2 Faktor-faktor penyebab kekotoran di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pedoman umum yang digunakan dalam menerapkan Sanitation Standar Operating Procedures (SSOP) di pelabuhan perikanan khususnya tempat pelelangan ikan adalah sebagai berikut (Menai, 2007):
1) Lokasi, konstruksi dan tata ruang
a) Bangunan tidak berada di tempat yang merupakan daerah pembuangan
sampah, pemukiman padat penduduk atau daerah lain yang dapat
menimbulkan pencemaran;
b) Bebas dari timbunan barang bekas yang tidak teratur;
c) Bebas dari timbunan barang sisa atau sampah;
d) Bebas dari tempat persembunyian atau perkembangbiakan serangga,
binatang pengerat dan binatang pengganggu lainnya;
e) Sistem saluran pembuagan air (drainase) dalam keadaan baik;
f) Permukaan lantai rata, kedap air, tahan bahan kimia, tidak licin dan mudah
dibersihkan; dan
g) Pertemuan antara lantai dengan dinding melengkung dan kedap air.
2) Sanitasi dan higienitas
a) Lantai, wadah, peralatan dan sebagainya dibersihkan dan dicuci sebelum
dan sesudah dipakai dengan menggunakan air yang mengandung clhorine; b) Peralatan kebersihan (sikat, sapu, alat semprot dan lain-lain) tersedia setiap
saat bila diperlukan dan jumlahnya mencukupi;
c) Tempat pendaratan dan penyimpanan ikan terpelihara kebersihannya;
d) Tempat sampah terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tahan karat,
tidak bocor, jumlahnya cukup, mempunyai tutup dan ditempatkan pada
tempat yang sesuai;
e) Setiap orang yang memasuki TPI harus mencuci tangan dan kaki (sepatu)
dengan mencelupkannya kedalam bak berisi air yang mengandung
f) Tidak semua orang kecuali yang berkepentingan dapat masuk ke dalam
TPI.
Pedoman SSOP tersebut di atas bertujuan untuk meminimalisir faktor-faktor
yang dapat menimbulkan kekotoran akibat dari aktivitas di tempat pelelangan ikan
sehingga kebersihan dan higienitas tempat pelelangan ikan tetap terjaga.
Faktor-faktor yang menyebabkan kekotoran di TPI pada umumnya berasal
dari aktivitas manusia, seperti aktivitas pelelangan ikan dan pengangkutan ikan
dari TPI ke perusahaan dan pedagang. Aktivitas tersebut bisa menimbulkan
sampah berupa potongan tubuh ikan, genangan lendir dan ceceran darah ikan yang
dapat memberikan dampak terhadap lingkugan sekitar seperti bau, kotor, serta
mengganggu kenyamanan dan keindahan.
Sanitasi di tempat pelelangan ikan juga dipengaruhi oleh penggunaan basket
sebagai wadah hasil tangkapan. Basket hasil tangkapan memegang peranan
penting dalam membantu keberhasilan penanganan ikan basah baik yang
didaratkan di dermaga maupun dipasarkan/dijual di TPI (Pane, 2007). Basket
yang tidak digunakan tersebut dalam kegiatan pendaratan, pemasaran, dan
penyiapan pendistribusian, memberikan pengaruh negatif terhadap kebersihan
atau sanitasi di lantai TPI atau lingkungan sekitarnya. Pengaruh yang terjadi
adalah kotor, bau dan lantai licin akibat adanya jenis-jenis kotoran yang
ditimbulkan akibat tidak digunakannya basket hasil tangkapan yaitu berupa
potongan-potongan ikan, ikan utuh yang rusak, genangan lendir dan darah ikan
serta air pencucian ikan. Selain itu, terjadi penyumbatan pada saluran air (selokan)
di sekeliling gedung TPI. Jenis kotoran dan pengaruh yang ditimbulkan akibat
tidak digunakannya basket di TPI dipengaruhi oleh cara penanganan ikan di TPI.
Penjual ikan tidak jarang mencuci ikan di lantai TPI, membiarkan ikan terjatuh
atau membuang sisa es di lantai TPI, menempatkan ikan yang dijual langsung di
atas lantai TPI dan membuang potongan-potongan ikan di lantai TPI. Begitu juga
bila basket yang digunakan bukanlah basket yang baik atau tidak ramah
lingkungan, maka juga akan memberikan pengaruh negatif terhadap kebersihan
atau sanitasi; berupa dihasilkannya ceceran potongan ikan, ikan utuh yang rusak,
2.4.3 Pengelolaan sanitasi pelabuhan perikanan
Pengelolaan sanitasi di pelabuhan perikanan dipusatkan pada pengontrolan
lingkungan, sanitasi dan higienitas produk perikanan dan pengawasan sanitasi
secara berkala. Pengontrolan dan penanganan pencemaran dibedakan berdasarkan
bentuk dan jenis pencemar (Rusmali, 2004).
Penerapan penanganan kebersihan dan sanitasi di lingkungan pelabuhan
perikanan menurut Departemen Pertanian (2002) vide Rusmali (2004) dibagi dalam dua hal, yaitu:
1)Penerapan kegiatan pembuatan perangkat lunak yang terdiri dari aspek
hukum dan peraturan, aspek pengelolaan kebersihan, sanitasi dan aspek
peran serta masyarakat.
2)Pengadaan sarana dan prasarana air cuci atau penanganan ikan, air
bersih/air tawar, penanganan pengolahan air limbah, drainase, dan
persampahan serta kegiatan lainnya yang dilakukan bersama-sama bidang
perawatan.
Selanjutnya dikatakan bahwa pembuatan peraturan perlu diterapkan untuk
menciptakan lingkungan pelabuhan perikanan yang bersih, indah dan nyaman.
Upaya tersebut antara lain pemberian sangsi hukum yang melanggar ketentuan,
membuat slogan atau spanduk yang mendukung terciptaya kebersihan dan
melakukan kegiatan yang melibatkan masyarakat, seperti gotong royong
membersihkan lingkungan pelabuhan dan pemberian penghargaan bagi
masyarakat yang ikut berjasa menjaga dan menciptakan lingkungan pelabuhan
perikanan yang bersih dan nyaman. Kegiatan rehabilitasi sarana dan prasarana
harus tetap berjalan seiring dan dapat diperbaharui selalu untuk kemajuan
pemeliharaan sanitasi dan kebersihan serta pengembangan pelabuhan perikanan.
2.5 Pengelolaan Sanitasi Pelabuhan Perikanan di Negara Lain
Dalam hal standardisasi pelabuhan perikanan, Uni Eropa sudah mempunyai
suatu persyaratan yang saat ini dijadikan pegangan oleh pemerintah Indonesia.
Basket yang digunakan sebagai wadah ikan harus dikonstruksi dengan bahan yang
mudah dibersihkan. Selama pembongkaran dan pendaratan, harus dihindarkan
bongkar yang menyebabkan rusaknya nilai ikan. Aktivitas pembongkaran dan
pendaratan harus dilakukan secara cepat tanpa mengalami penundaan. Ikan
terlindung dari lingkungan suhu yang tinggi dengan menyimpannya dalam cool room dan selalu menggunakan es selama transportasi (Lubis, 2009b).
Lubis, 2009b menyatakan bahwa tempat pelelangan ikan juga harus
dilengkapi atap dan dinding yang mudah dibersihkan dan lantainya harus tahan air
dan mudah dibersihkan. Fasilitas drainase dan sistem pembuangan air kotor juga
harus memadai. Tentu saja fasilitas dan lingkungan dibuat agar sesuai dengan
persyaratan pelabuhan perikanan hygiene dan sesuai standar sanitasi atau
sanitation standard operating (SSOP).
Selanjutnya juga dikatakan bahwa modernisasi fasilitas di pelabuhan sudah
lama dilakukan di negara-negara maju untuk efisiensi sejak kapal membongkar
hasil tangkapan sampai siap dipasarkan. Basket/keranjang ikan diangkat dari
kapal dengan crane dan langsung diangkut ke TPI dengan forklift/trays atau dari kapal perikanan disalurkan ke TPI dengan conveyor. Pencucian basket ikan telah dilakukan dengan mesin pencuci berkapasitas 600 basket per jam, sehingga setiap
kali basket akan digunakan sudah dalam keadaan bersih. Teknologi fasilitas
penseleksian ikan juga tersedia agar ikan dapat dipilah secara cepat dan cermat.
Penimbangan ikan dilakukan secara otomatis dengan timbangan digital sehingga
lebih akurat, mudah, dan cepat.
Lubis (2009b) menyatakan bahwa di setiap pelabuhan perikanan selalu
dibangun tempat pelelangan ikan (TPI) atau auction hall di Inggris atau salle des criées di Prancis atau fisch-auctionplatz di Jerman. Dengan demikian, jelaslah bahwa TPI mutlak diperlukan untuk memasarkan hasil tangkapan yang didaratkan
di pelabuhan perikanan melalui proses pelelangan. Wujud fisik TPI adalah sebuah
bangunan di dekat dermaga pendaratan ikan, sebagai tempat pertemuan antara
penjual dan pembeli.
Menurut Direktrorat Standardisasi dan Akreditasi DKP (2005) vide (Mahyuddin, 2007) dengan mengacu pada ketentuan Uni Eropa tentang penerapan
(1) Peralatan yang digunakan selama pembongkaran dan pendaratan harus
dikonstruksi dengan bahan yang mudah dibersihkan dengan disinfektan
serta di tempat yang bersih.
(2) Selama pembongkaran dan pendaratan, harus dihindarkan produk
perikanan tersebut dari kontaminasi dan ditangani secara khusus, antara
lain seperti: operasi pembongkaran dan pendaratan dilakukan secara
cepat; produk perikanan harus ditempatkan tanpa mengalami penundaan
dan dilindungi dari lingkungan suhu yang tinggi dan selalu menggunakan
es selama transportasi; kemudian disimpan dalam cold storage; tidak diijinkan menggunakan peralatan dan cara penanganan yang dapat
menyebabkan rusaknya nilai gizi dari produk-produk perikanan.
(3) TPI harus dilengkapi dengan atap dan dindingnya mudah dibersihkan;
lantainya harus tahan air dan mudah dibersihkan; mempunyai fasilitas
drainase dan sistem pembuangan air kotor; peralatan harus dilengkapi
dengan fasilitas sanitasi, antara lain untuk pencucian dan kamar mandi/wc
terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan; pembersihan harus dilakukan
secara teratur baik sebelum maupun sesudah pelelangan, lantai TPI
dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam dengan menggunakan
air laut/air bersih dan harus dengan disinfektan; tidak diperkenankan
merokok, makan dan minum di area penjajakan ikan; mempunyai suplai
air bersih; khusus untuk ikan-ikan harus ditempatkan pada alat yang tidak
berkarat; produk perikanan setelah pendaratan harus aman, selama
transportasi tidak mengalami penundaan; jika produk perikanan tersebut
mengalami penundaan pendistribusian, maka harus disimpan di ruangan
dingin/cool room dalam kondisi yang baik dan pada suhu yang sesuai daripada suhu pelelangan es/mendekati suhu pelelangan es; untuk
pedagang besar produk-produk perikanan harus dijajakan pada kondisi
yang bersih.
(4) Persyaratan pelabuhan perikanan dalam mencapai standar sanitasi dan
higienis: bangunan, fasilitas, dan lingkungan harus sesuai dengan
persyaratan pelabuhan perikanan higienis dan berstandar sanitasi.
pelaksanaan standar sanitasi dan higienitas yang harus dipenuhi oleh
pelabuhan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang
ditangani. Setiap pelabuhan memiliki rencana SSOP yang tertulis dan
spesifik sesuai dengan lokasi, peralatan dan jenis penanganan serta
diterapkan secara konsisten.
(5) Penanganan mutu ikan: pengembangan fasilitas penanganan ikan-ikan
yang didaratkan di pelabuhan perikanan seperti penyediaan laboratorium
mutu hasil perikanan, penyediaan air bersih, penyediaan es dan garam,
kebersihan TPI dan alat angkut ikan, penerangan (instalasi listrik),
penyuluhan mengenai penanganan ikan, penyediaan petugas pengolahan
ikan, penyediaan data statistik penanganan ikan, keranjang ikan, WC
umum, drainase TPI yang baik, pengaturan lalu lintas orang di TPI,
penyadiaan keamanan, ketertiban dan keindahan pelabuhan serta
pengaturan petugas pelayanan penanganan ikan yang dilengkapi dengan
Standard Operational Procedure (SOP) yang jelas serta pengawasan pelaksanaannya dilakukan oleh manajemen pelabuhan. Hal ini dilakukan
dengan maksud agar semua ikan yang akan didistribusikan hingga ke
tangan konsumen telah memperoleh jaminan mutu.
2.5.1 Pelabuhan perikanan di Prancis
Menurut Lubis (2010), pelabuhan perikanan di Prancis dikelola oleh Chambre de Commerce et d’Industri (CCI) semacam Kamar Dagang dan Industri (KADIN) di Indonesia. Berbagai jasa kepelabuhanan yang dikelola atau dilayani
oleh CCI adalah:
Pelayanan kapal/accueil des bateaux;
Pendaratan, pemasaran hasil tangkapan: TPI;
Penyediaan air tawar dan listrik, pembuangan sampah;
Perbaikan mesin kapal;
Pembangunan dan perbaikan kapal;
Pengelolaan pencucian basket ikan untuk melayani transportasi ikan dari
kapal ke TPI;
Persewaan kantor-kantor dan gedung pemasaran.
Penyaluran bahan bakar untuk kapal;
Pengecatan;
Peralatan listrik dan elektronik;
Pembuatan dan penyediaan bahan alat tangkap;
Penyaluran es;
Penyediaan garam;
Instalasi cool room: peralatan dan pemeliharaan;
Pengepakan dalam styrofoam dan pencucian basket ikan;
Penyediaan material lainnya.
Jasa sepeda;
Lubis (2010) juga menyatakan bahwa CCI ini tidak saja mengelola
pelabuhan perikanan (port de péche) tetapi juga mengelola pelabuhan niaga (port de commerce), pelabuhan penumpang (port de transmanche) dan pelabuhan
wisata (port de plaisance). Lokasi keempat jenis pelabuhan tersebut saling berdekatan sehingga lebih mudah dan lebih efisien dalam pengelolaannya.
Apabila pelabuhan akan mengekspor hasil tangkapannya dapat dengan mudah
mengangkutnya menuju pelabuhan niaga untuk tujuan ekspor karena lokasi kedua
pelabuhan tersebut berdampingan sehingga dapat menghemat biaya transportasi
darat. Pelabuhan perikanan juga sering berdampingan dengan pelabuhan wisata
karena kondisi perairan pelabuhan perikanan terjaga sanitasinya sehingga tidak
menimbulkan permasalahan untuk pelabuhan wisata yang selalu menghendaki
kebersihan perairan pantainya.
Menurut (Lubis et al, 2005), pelabuhan perikanan di Prancis juga menjadi pusat pengolahan ikan untuk mendapatkan nilai tambah. Agar perusahaan olahan
ikan selalu beroperasi, maka pelabuhan harus menjamin ketersediaan bahan baku
sehingga apabila produksi pelabuhan tidak mencukupi, perlu mendatangkan dari
tempat lain. Sebagai contoh, pelabuhan Perikanan Boulogne-sur-Mer di Prancis
yang produksinya sekitar 56.000 ton pada tahun 2006, telah mampu memasarkan
ikan sebanyak 380.000 ton. Sekitar 324.000 ton diimpor dari negara lain di Eropa.
Berdasarkan data tahun 2008, di pelabuhan ini terdapat 150 perusahaan yang
melalui pengasapan, pengalengan dan berbagai jenis makanan olahan lainnya
berbasis ikan. Saat ini pelabuhan tersebut menjadi tempat utama di Eropa dalam
pengolahan ikan.
Lubis et al., 2005 juga menyatakan bahwa penanganan sejak ikan berada di atas kapal sampai ke konsumen di hinterland selalu menggunakan rantai dingin (cold chain system). Hal ini dilakukan berdasarkan peraturan yang sedang berjalan sejak 1991, yaitu aturan kebersihan di atas kapal, kondisi pengawetan ikan di atas
kapal, kondisi penanganan ikan ketika didaratkan, dan kondisi pengolahan dan
pengepakan. Ikan dengan kategori rendah tidak diperkenankan didaratkan di
pelabuhan. Jadi, langsung dikirim ke perusahaan tepung ikan atau lainnya.
Dengan demikian, hasil tangkapan yang didaratkan adalah kategori yang layak
konsumsi, sehingga pelabuhan perikanan terlihat bersih dan tidak bau amis.
Demikian pula disebutkan bahwa pengelolaan pelelangan ikan di
negara-negara maju, misalnya di Uni Eropa, teknik pelelangan ikan sudah semakin
berkembang, sehingga nelayan dan konsumen mendapatkan kepuasan dalam
transaksi pelelangan tersebut, baik dalam harga maupun kualitasnya. Di banyak
negara Uni Eropa, lelang ikan saat ini telah dilakukan dengan teknologi
komputerisasi melalui sistem BIP (Borne Interactive de Pesées) atau mesin lelang elektronik yang mendeteksi secara otomatis berat, jenis ikan, dan kategori kualitas
berdasarkan ketentuan yang telah disepekati oleh Uni Eropa dengan menganut
metode QIM (Qualité, Indice et Méthode). Semua informasi ditampilkan di layar lebar dengan akurat dan cepat.
Juga dikatakan bahwa penentuan kualitas didasarkan pada karakteristik
utama ikan, yaitu mata, kulit, insang, darah, dan lendir. Lebih rendah angka yang
tertera, berarti ikan lebih segar. Dengan sistem ini, lelang dapat juga dilakukan
melalui internet dan pembeli dapat mengikuti transaksi pelelangan melalui
website. Standar lelang ini berlaku untuk negara Uni Eropa, seperti Prancis dan
Belgia. Semua aktivitas di pelabuhan berjalan secara cepat dan efisien, sejak ikan
2.5.2 Pasar pelelangan ikan Tsukiji di Tokyo
Ikan yang dipasarkan di Jepang sebagian besar melaui proses pelelangan di
Tokyo, Osaka, Shizuoka, Ichinomaki dan 55 pusat pelelanganyang tersebar di
Jepang. Ikan yang berasal dari luar negeri dilakukan pemeriksaan di pelabuhan
masuk oleh Divisi Sanitasi, Departemen Kesehatan. Harga ikan di pasar lelang
Tsukiji Tokyo menjadi acuan untuk harga ikan di pasar-pasar ikan yang lebih
kecil. Jumlah ikan yang terjual di pasar pelelangan ikan Tsukiji adalah 2.400 ton
per hari, merupakan jumlah yang terbesar di dunia. Jumlahnya 80 kali dari yang
dipasarkan di Muara Baru (30 ton) per hari. Jumlah sebanyak itu disiapkan untuk
12 juta penduduk Tokyo dan 33 juta orang yang bertempat tinggal di sekitar
Tokyo. Pasar pelelangan ikan yang dikelola oleh pemerintah pusat tidak ada,
namun dikelola oleh pemerintah daerah masing-masing. Luas tempat pelelangan
ikan tuna beku 3.000 m2, sedangkan untuk pelelangan tuna segar 900 m2.
Pemerintah daerah tidak berorentasi untuk memperoleh keuntungan. Sewa tempat
pelelangan di pasar ikan 530 yen (pada tahun 2009) atau seharga Rp
5.864.354,6.00 per m2 per bulan. Pengelola pasar memperoleh 0,25% dari omset
per bulan pelelangan ikan oleh toko-toko di dalam pasar ikan (Anonim 2010a).
Selanjutnya dikatakan bahwa pasar pelelangan ikan di Tsukiji merupakan
pusat grosir ikan dan seafood terbesar di dunia. Pasar ini terletak di Tsukiji,
Tokyo. Pasar Tsukiji merupakan tempat yang memiliki daya tarik bagi
pengunjung asing. Pasar ini terletak di dekat stasiun Tsukijishijō di Toei Oedo
Line dan stasiun Tsukiji di Tokyo Metro Hibiya Line. Ada dua bagian yang berbeda dari pasar Tsukiji secara keseluruhan, yaitu “pasar dalam” dan “pasar luar”. "Pasar dalam" (Jonai Shijo) adalah pasar grosir berlisensi, merupakan tempat lelang dan sebagian besar pengolahan ikan berlangsung, serta terdapat
pedagang ikan berlisensi (sekitar 900 dari mereka) mengoperasikan warung kecil.
"Pasar luar" (Jogai Shijo) adalah campuran toko-toko grosir dan eceran yang menjual berbagai kebutuhan dapur di Jepang, persediaan restoran, bahan makanan
dari laut, dan terdapat banyak restoran, terutama restoran sushi.
Pasar pelelangan ikan Tsukiji dibuka paling pagi (kecuali hari Minggu dan
hari libur lainnya) pukul 3:00 waktu setempat (WS) dengan kedatangan produk
paling utama adalah bongkar muat beberapa ton tuna beku. Di tempat pelelangan
(grosir, atau di Jepang dikenal sebagai oroshi gyōsha) dilakukan pengontrolan mutu dan penyiapan produk-produk yang masuk untuk dijual. Pembeli (berlisensi)
yang berpartisipasi dalam lelang juga memeriksa ikan untuk memperkirakan ikan
yang ingin mereka beli dengan harga yang sesuai. Kegiatan lelang biasanya mulai
sekitar pukul 5:20 WS, penawaran hanya dapat dilakukan oleh peserta pembeli
yang berlisensi. Penawar ini termasuk grosir menengah (nakaoroshi gyōsha) yang mengoperasikan kios di pasar dan pembeli berlisensi lain yang merupakan agen
untuk restoran, perusahaan pengolah makanan, dan pengecer besar. Kegiatan
lelang biasanya berakhir sekitar pukul 11:00 WS, setelah itu ikan yang telah dibeli
diangkut dengan menggunakan truk untuk dikirim ke tempat tujuan berikutnya
atau menggunakan gerobak kecil untuk dipindahkan ke berbagai toko di dalam
pasar. Ada pemilik toko yang memotong-motong dan menyiapkan hasil tangkapan
untuk diecer. Biasanya ikan besar, misalnya ikan tuna dan ikan todak,
pemotongan dan persiapannya cukup rumit. Tuna beku dan ikan todak sering
dipotong dengan gergaji besar, dan tuna segar dipotong dengan pisau panjang
(panjangnya lebih dari satu meter) yang disebut hocho oroshi, maguro-bocho, atau hancho hocho. Aktivitas pasar paling padat yaitu sekitar pukul 5:30-8:00 WS, selanjutnya aktivitas menurun secara signifikan sesudahnya. Banyak toko
yang mulai tutup sekitar pukul 11.00 WS, dan pasar ditutup untuk dibersihkan
sekitar pukul 13:00 WS. Inspektur dari Pemerintah Kota Tokyo mengawasi
kegiatan di pasar untuk menegakkan peraturan mengenai Food Hygiene (Anonim 2010b).
Demikian juga dikatakan bahwa berbagai permasalahan yang timbul
berkaitan dengan peningkatan jumlah pengunjung (termasuk masalah pengelolaan
sanitasi seperti masalah pengendalian suhu yang disebabkan oleh masuk dan
keluarnya sejumlah besar orang yang tidak berwenang, dan permasalahan dengan
pengunjung yang menghambat aktivitas lelang dan aktivitas perdagangan
lainnya), terutama pada kegiatan lelang yang diselenggarakan pagi hari di
kawasan tuna grosir. Berdasarkan alasan ini, pengunjung saat ini tidak diizinkan
untuk memasuki kawasan tuna grosir. Pengunjung akan diminta untuk sangat
ini bertujuan untuk mencegah segala jenis hambatan dalam kegiatan perdagangan
dan untuk menjamin keamanan pangan, daerah ini tertutup bagi pengunjung dan
tidak di perbolehkan masuk pada pagi hari karena pasar sangat sibuk dengan truk,
forklift, dan kendaraan kecil yang bergerak di daerah sekitarnya. Pengunjung diperbolehkan masuk ke pasar sekitar pukul 09:00 WS. Sistem pelelangan ikan di
pasar Tsukiji sudah modern, sistem komputarisasi yang diterapkan akan
memberikan informasi lengkap mengenai berat, jenis ikan, dan kategori kualitas
ikan yang sesuai dengan standar yang berlaku di Tokyo.
Pasar pelelangan ikan Tsukiji memainkan peranan penting dalam distribusi
produk perikanan kepada warga Jepang. Pukul 03:00 WS pasar mulai menerima
pengiriman ikan segar dan produk lainnya yang didatangkan dari berbagai belahan
dunia dengan menggunakan truk, pesawat terbang maupun kapal sampai larut
malam. Pukul 5:00 WS sebelum fajar, petugas melakukan persiapan untuk
memulai kegiatan lelang, pedagang pembeli dengan hati-hati memeriksa kualitas
barang dan estimasi harga. Pukul 05:20 WS ikan-ikan segera dilelang oleh juru
lelang. Para pedagang pembeli membawa ikan-ikan yang mereka beli untuk dijual
di kios-kios mereka sendiri. Pukul 8.00 WS pedagang pengecer memuat ikan-ikan
yang mereka beli di tempat lelang atau dari pembeli ke dalam truk mereka dan
membawanya kembali ke toko masing-masing di kota. Sekitar pukul 8:00 WS
sampai pukul 10:00 WS banyak orang yang datang dan pergi di sekitar pelelangan
pasar ikan yang mengakibatkan pasar tersebut menjadi sangat ramai. Pukul 11:00
WS para pedagang mulai merapikan toko mereka, hal ini menandakan waktu
penutupan pasar sudah dekat. Pada pukul 13:00 WS, pasar dibersihkan.
Tumpukan styrofoam dikumpulkan kemudian dibersihkan oleh truk sprinkler dengan penyemprotan air dan dibawa untuk di daur ulang. Pasar yang sudah
dibersihkan siap dipakai lagi untuk transaksi pelelangan ikan di hari berikutnya
(Anonim 2010c).
Selanjutnya disebutkan bahwa pasar pelelangan ikan Tsukiji merupakan
sebuah tempat yang memiliki usaha yang serius dalam bidang perikanan, oleh
karena itu penting bagi setiap pengunjung untuk tidak melakukan tindakan yang
1) Dilarang memasuki daerah yang tidak diperbolehlan, kecuali petugas yang
berwenang;
2) Dilarang menghalangi lalu lintas;
3) Dilarang membawa tas besar atau koper ke pasar;
4) Dilarang memasuki pasar memakai sepatu atau sandal dengan hak tinggi;
5) Dilarang membawa anak kecil atau binatang peliharaan;
6) Dilarang merokok di pasar;
7) Dilarang menyentuh yang tidak diperbolehkan.
Pasar pelelangan ikan Tsukiji memiliki unit inspeksi sanitasi, unit ini
melakukan pembimbingan, pengawasan, dan pemeriksaan terhadap ikan dan
produk perikanan. Hal ini mengacu pada Undang-Undang Sanitasi Produk
Makanan yang ditetapkan di Tokyo dalam rangka menjaga hygienitas produk
perikanan. Unit sanitasi ini juga memiliki peran yang besar dalam mengelola
kebersihan tempat pelelangan ikan, agar mutu ikan tetap terjaga (Anonim 2010d).
Sebagian besar negara-negara di dunia memiliki sistem untuk menjamin
mutu ikan dan produk perikanan dengan ketentuan-ketentuan standar yang
berlaku di negara masing-masing guna melindungi konsumen. Seperti halnya
peraturan mengenai sanitasi tempat pelelangan ikan yang diterapkan oleh pasar
Tsukiji di Tokyo, hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas ikan, distribusi
dan konsumsi, serta membantu konsumen dalam pemilihan ikan yang layak
konsumsi. Peraturan yang diterapkan di pasar Tsukiji ini disertai dengan
pengawasan yang ketat dari pihak yang berwenang. Hal ini bertujuan agar
peraturan yang sudah dibuat dapat diterapkan oleh seluruh pelaku pemasaran.
Negara Indonesia sebenarnya sudah memiliki peraturan yang cukup bagus
mengenai pengelolaan sanitasi pelabuhan perikanan khususnya di tempat
pelelangan ikan, peraturan tersebut terdapat pada keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan No. KEP. 01/MEN/2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan
Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi,
2.5.3 Pelabuhan perikanan Bremerhaven di Jerman
Pelabuhan Perikanan Bremerhaven didirikan pada tahun 1827 dengan alasan
bahwa Sungai Western yang ada di Jerman dinilai terlalu dangkal untuk
bersandarnya kapal-kapal besar yang ada di kota ini. Saat ini pelabuhan perikanan
Bremerhaven merupakan pelabuhan perikanan terbesar di Jerman, dengan panjang
sekitar 1,5 km dan lebarnya sekitar ¾ mil, mencakup luas total sekitar 720 hektar.
Pada tahun 1967, hampir 200.000 ton ikan mendarat di Pelabuhan Perikananan
Bremerhaven. Hal ini menunjukkan bahwa Pelabuhan Perikanan Bremerhaven
memiliki peranan penting dalam memasok hasil tangkapan ke pasar yang ada di
Eropa Tengah (Dopplinger, 1968).
Kemudian dikatakan bahwa Pelabuhan Perikanan Bremerhaven memiliki
fasilitas galangan kapal dan fasilitas perbaikan jaring yang cukup luas. Area ini
merupakan milik Pemerintah Bremen yang disewakan kepada "Fischereihafen
Betriebsgesellschaft" (perusahaan yang bergerak di bidang pelabuhan perikanan)
dimana operasi dan pemanfaatannya termasuk semua peralatan industri berbasis
lahan dibangun oleh Pemerintah Bremen. Pelabuhan Perikanan Bremerhaven
memiliki syarat dan ketentuan umum dalam melakukan kerjasama dengan setiap
perusahaan swasta yang ingin bergabung dalam melakukan usaha perikanan.
Peraturan tersebut terdiri dari:
a. Administrasi dan pemeliharaan aset fisik pelabuhan perikanan (seperti ruang
lelang dan pengepakan, jalan, sistem kanalisasi, penyewaan bangunan di
area pelabuhan, kebutuhan listrik di pelabuhan, dan pasokan air bersih);
b. Adanya pengawasan terhadap semua kegiatan yang berhubungan dengan
penanganan ikan yang baik, pelelangan ikan, pembagian hasil lelang,
ketersediaan pasokan ikan ekonomis tinggi dan produk laut lainnya;
c. Adanya dukungan untuk langkah-langkah mempromosikan industri
perikanan dan penjualan produk-produk perikanan.
Dopplinger, 1968 juga mengatakan bahwa rutinitas kegiatan pelelangan ikan
di Pelabuhan Perikanan Bremerhaven disesuaikan dengan persyaratan yang
berlaku di negara tersebut. Kegiatan tersebut meliputi kegiatan penangkapan ikan,
pendaratan ikan, penyortiran ikan, penimbangan sampai dengan penempatan ikan