• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak pengembangan perkebunan kelapa rakyat terhadap kemiskinan dan perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak pengembangan perkebunan kelapa rakyat terhadap kemiskinan dan perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir"

Copied!
571
0
0

Teks penuh

(1)

DAM PAK PENGEM BANGAN

PERKEBUNAN KELAPA RAKYAT

T ERHADAP KEM ISKINAN DAN PEREKONOM IAN

KABUPAT EN INDRAGIRI HILIR

AHM AD ARIS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

i

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam disertasi yang berjudul:

DAMPAK PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KELAPA RAKYAT TERHADAP KEMISKINAN DAN PEREKONOMIAN

KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Juni 2011

Ahmad Aris

(3)

ii

ABSTRACT

AHMAD ARIS. Impact of People’s Coconut Plantation Development on

Poverty and Economy of Indragiri Hilir Regency, Supervising Commission:

BAMBANG JUANDA as Chairman, AKHMAD FAUZI and DEDI BUDIMAN HAKIM as Members.

Indragiri Hilir Regency is a center of coconut production in Indonesia and most of its people do business in the coconut sector as the main livelihood. However, this region has got the highest percentage of poverty among the regencies / cities in Riau Province in recent years. This study was aimed to analyze: (i) the impact of the coconut sector development on the economy of Indragiri Hilir Regency, (ii) the indications of and potential regional leakage in the development of coconut sector and its impact on the economy of Indragiri Hilir Regency, and (iii) the policy options which can increase revenue and reduce poverty in the Regency of Indragiri Hilir. The data used in this research was of secondary type and processed with the following analyses: (i) Input-Output analysis, (ii) analysis of Social Accounting Matrix (SAM), (iii) analysis of Poverty Index Foster-Greer-Thorbecke, (iv) analysis of Ordinary Least Square (OLS), (v) analysis of Gini Ratio, (vi) analysis of Incremental Capital Output Ratio (ICOR) and (vii) descriptive analysis. The research showed the following results: (i) the coconut sector and coconut processing industries contribute significantly to the formation of output, gross added-value, and the labor absorption in the Regency of Indragiri Hilir, (ii) the coconut sector still has a weak forward linkage and the coconut industrial sector at the household level still has a weak backward linkage, (iii) the simulated investment in the industrial sector at the household level gave the highest increase of average income in the group of households of Indragiri Hilir Regency and the lowest was in the simulated investment in oil palm sector, (iv) the simulated investment in the coconut industrial sector on the household scale and road infrastructure can reduce the value of Gini Ratio index or the income gap among the households in the Regency of Indragiri Hilir, (v) every simulation could only reduce the poverty in the group of farmer households having land of 0.00 to 1.00 Ha and those with land of > 1:00 Ha., (vi) the highest reduction of poverty depth and severity could be obtained from the simulated investment in the coconut industrial sector of the household scale, and the lowest was in the simulated investment in the oil palm sector, (vii) the parameter of the variable of development budget allocation in each district, the number of production institutions in each district, the number of marketing institutions in each district, the percentage of agricultural households in each district and the real location of coconut processing industry on factors affecting poverty in the Regency of Indragiri Hilir.

(4)

iii

RINGKASAN

AHMAD ARIS. Dampak Pengembangan Perkebunan Kelapa Rakyat

Terhadap Kemiskinan dan Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir, Komisi

Pembimbing BAMBANG JUANDA sebagai Ketua, AKHMAD FAUZI dan

DEDI BUDIMAN HAKIM sebagai Anggota.

Kabupaten Indragiri Hilir merupakan salah satu sentra produksi kelapa di Indonesia dan sebagian besar peduduknya berusaha di sektor kelapa sebagai mata pencaharian utamanya. Disisi lain, kabupaten ini memiliki persentase penduduk miskin yang tertinggi diantara kabupaten/kota yang ada di Provinsi Riau pada beberapa tahun terakhir. Penelitian ini bertujuan untuk : (i) menganalisis dampak pengembangan sektor kelapa terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir ditinjau dari aspek output, PDRB, tenaga kerja, dibandingkan sektor pertanian lainnya dan sektor industri pengolahan kelapa, serta menganalisis keterkaitan sektor kelapa dan multiplier effect terhadap output, nilai tambah bruto, pendapatan dan tenaga kerja, (ii) menganalisis indikasi dan potensi kebocoran wilayah sektor kelapa serta dampaknya terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir, dan (iii) menganalisis opsi kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan dan menurunkan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dianalisis dengan menggunakan Analisis Input-Output, Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi, Analisis Indeks Kemiskinan Foster-Greer-Thorbecke, Analisis Regresi Model Ekonometrika, Analisis Gini Ratio, Analisis Incremental Capital Output Ratio (ICOR) dan Analisis Deskriptif.

(5)

iv 4.81 persen, kemudian disusul simulasi investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga dan infrastruktur jalan raya (I-IKLPRT+JLN) sebesar 4.59 persen dan simulasi investasi di sektor kelapa dan industri kelapa skala rumah tangga (I-KLP+IKLPRT) sebesar 4.48 persen. Simulasi investasi di sektor kelapa sawit (I-KLS) memberikan peningkatan pendapatan rata-rata yang terendah pada kelompok rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir yaitu hanya 3.73 persen, kemudian disusul simulasi investasi di sektor industi kelapa skala besar (I-IKLPBS) yaitu sebesar 3.77 persen; (vii) Investasi di sektor kelapa (simulasi investasi di sektor kelapa (I-KLP), investasi di sektor industri kelapa skala besar (I-IKLPBS)dan investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga (I-IKLPRT) memberikan peningkatan pendapatan rata-rata rumah tangga secara berturut-turut adalah 4.15 persen, 3.77 persen dan 4.81 dan lebih tinggi bila dibandingkan dengan simulasi investasi di sektor kelapa sawit (I-KLS) yang hanya memberikan peningkatan pendapatan sebesar 3.73 persen; (viii) simulasi investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga (I-IKLPRT) dan simulasi investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga dan infrastruktur jalan (I-IKLPRT+JLN) dapat menurunkan nilai indeks Gini Ratio atau kesenjangan pendapatan antara rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir. (ix) Setiap simulasi hanya mampu menurunkan kemiskinan pada kelompok rumah tangga petani memiliki lahan 0.00 – 1.00 Ha sebesar 2.78 persen dan pada kelompok rumah tangga petani memiliki lahan > 1.00 Ha sebesar 5.66 persen. Sedangkan pada kelompok rumah tangga lainnya tidak mengalami penurunan kemiskinan; (x) Penurunan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir pada masing-masing simulasi kebijakan sebesar 2.36 persen; (xi) Penurunan kedalaman kemiskinan dan keparahan kemiskinan tertinggi dapat diperoleh dari simulasi investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga (I-IKLPRT), kemudian disusul simulasi investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga dan infrastruktur jalan (I-IKLPRT+JLN), simulasi

investasi di sektor kelapa dan industri kelapa skala rumah tangga (I-KLP+IKLPRT), simulasi investasi di sektor kelapa dan infrastruktur jalan

(I-KLP+JLN), simulasi investasi di sektor kelapa (I-KLP), simulasi investasi di sektor industri kelapa skala besar (I-IKLPBS

Implikasi

) dan simulasi investasi di sektor kelapa sawit (I-KLS), dan (xii) parameter peubah alokasi anggaran pembanguan disetiap kecamatan, jumlah kelembagaan produksi disetiap kecamatan, jumlah kelembagaan pemasaran hasil disetiap kecamatan, persentase rumah tangga pertanian disetiap kecamatan dan lokasi industri pengolahan kelapa yang nyata terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir.

(6)

v pengolahannya sebesar Rp. 520 milyar. Oleh karena itu perlu adanya pengalokasian anggaran yang lebih banyak disektor kelapa seperti untuk replanting dan pengembangan industri pengolahan kelapa skala rumah tangga. (ii) Kebocoran wilayah disektor kelapa dapat diatasi melalui peningkatan industri pengolahan kelapa di dalam wilayah Kabupaten Indragiri Hilir terutama industri kelapa skala rumah tangga dan menengah. (iii) Pemberian kewenangan yang besar oleh Pemerintah terhadap industri pengolahan kelapa yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir untuk membuka perkebunan kelapa hybrida yang mencapai 73 758 Ha telah memberikan dampak sosial yaitu pemasaran kelapa rakyat menjadi sangat sempit, oleh karena itu perlu ada kebijakan pengembangan kapasitas industri kelapa yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir dengan meningkatkan kerjasama pemasaran yang dilakukan dengan pola pengembangan badan usaha milik petani dan investor. (iii) Untuk meningkatkan pengembangan wilayah perlu: (a) optimalisasi kebijakan komoditas kelapa sebagai komoditi unggulan melalui alokasi APBD dan akses kredit (ii) memperkuat struktur pasar yang kompetitif (iii) memperkuat posisi tawar menawar petani kelapa (iv) pengembangan industri pengolahan.

(7)

vi Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

vii

DAMPAK PENGEMBANGAN

PERKEBUNAN KELAPA RAKYAT

TERHADAP KEMISKINAN DAN PEREKONOMIAN

KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

AHMAD ARIS

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor

Pada Program Studi

Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

ix

Judul Disertasi : Dampak Pengembangan Perkebunan Kelapa Rakyat Terhadap Kemiskinan dan Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir

Nama : Ahmad Aris

Nomor Pokok : A165040011

Program Studi : Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc

Anggota Anggota

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec

Mengetahui :

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan

Wilayah dan Perdesaan

Prof. Dr.Ir. Bambang Juanda, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(11)

x

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup

Tanggal 7 Maret 2011

1. Dr. Ir. Sumaryanto, MS.

Ketua Kelompok Peneliti Ekonomi Pertanian dan Manajemen Agribisnis Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (Kementerian Pertanian-RI)

2. Dr. Ir. Setia Hadi, MS. (Dosen PS-PWD-IPB)

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Terbuka Tanggal 7 April 2011

1. Dr. Sudirman Saad, SH. M.Hum.

Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan-RI

2. Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Sc

(12)

xi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan disertasi dengan judul

Dampak Pengembangan Perkebunan Kelapa Rakyat Terhadap Kemiskinan

dan Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir” dapat diselesaikan.

Sejak dari proses penelitian hingga penyelesaian disertasi, penulis

mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu atas segala dukungan yang diberikan berbagai pihak, penulis ucapkan terima kasih, terutama ucapan terima kasih yang setinggi tingginya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S. selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim. M.Ec, sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala curahan pemikiran serta perhatian dalam bimbingan, hingga penyelesaian disertasi dan studi penulis.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana beserta jajarannya dan staf administrasi yang telah memberikan pelayanan yang baik selama penulis mengikuti pendidikan di IPB. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Ketua Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PS-PWD) beserta para dosen dan staf administrasi, atas segala perhatian, dukungan, dan fasilitas yang diberikan kepada penulis selama menempuh studi pada Program Doktor Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Institut Pertanian Bogor.

Kemudian ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Sumaryanto, MS (Ketua Kelompok Peneliti Ekonomi Pertanian dan

Manajemen Agribisnis PSEKP Kementerian Pertanian-RI) dan Bapak Dr. Ir. Setia Hadi, MS (Dosen PS-PWD IPB) selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup, serta ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Sudirman Saad, SH. M. Hum (Dirjen

(13)

xii Pada kesempatan ini ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Gubernur Riau, atas segala bantuan dan dukungan, baik moril maupun materil yang diberikan kepada penulis selama mengikuti tugas belajar program doktor pada Institut Pertanian Bogor (IPB). Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman Program Studi PWD dan Civitas Akademika IPB, serta semua pihak yang telah mendukung kelancaran studi penulis di Institut Pertanian Bogor umumnya.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada ayahanda Abdurahman dan Ibunda Riona (Almarhumah), Bapak dan Ibu mertua, adik dan segenap keluarga, atas segala dukungan, doa dan pengorbanannya serta teristimewa untuk istriku tercinta Rima Apriani, S.S. dan putriku tercinta Nayra Kirana Ahmad, terima kasih atas segala dukungan, pengorbanannya dan do’anya selama penulis

menempuh pendidikan S-3 pada Institut Pertanian Bogor.

Sebagai penutup, penulis berharap semoga disertasi ini dapat bermanfaat

bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama bagi pribadi penulis dan juga bagi konsep pengembangan perkebunan kelapa rakyat, kemiskinan serta pengembangan ekonomi wilayah umumnya, amin!

Bogor, Juni 2011

(14)

xiii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau, pada tanggal 01 Agustus 1972, anak pertama dari delapan bersaudara, dari pasangan Abdurahman dan Riona (Almarhumah). Penulis menyelesaikan pendidikan dasar

dan pendidikan menengah pertama di Kabupaten Indragiri Hilir dan pendidikan menengah atas di Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau.

Pada tahun 1997, penulis menyelesaikan pendidikan Sarjana (S-1) Jurusan Budidaya Pertanian (Agronomi) pada Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung. Kemudian pada tahun 2001-2003 penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan (S-2) Magister Ilmu Perencanaan Wilayah dan Perdesaan (PWD) di Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2004 penulis kembali diberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan (S-3) pada Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan di Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan Program Doktor, penulis berstatus sebagai pegawai izin belajar pada Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Ditjen Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.

(15)

xv

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xxiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 4

Tujuan Penelitian ... 10

Manfaat Penelitian ... 11

Kebaruan Penelitian (Novelty) ... 11

Keterbatasan Penelitian……….. . 12

TINJAUAN PUSTAKA ... 13

Konsep Pengembangan Ekonomi ... 13

Keterkaitan antar Sektor dan Multiplier Terhadap Ekonomi Wilayah ... 21

Konsep Kebocoran Wilayah ... 31

Perkembangan Definisi Kebocoran Wilayah ... 31

Isu-Isu Kebocoran Wilayah ... 32

Pengukuran Kebocoran Wilayah ... 36

Kemiskinan dan Pembangunan Ekonomi ... 37

Pengertian dan Penyebab Kemiskinan ... 38

Ukuran Kemiskinan ... 44

Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 50

METODOLOGI PENELITIAN ... 57

Kerangka Pemikiran ... 57

Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ... 63

Hipotesis Penelitian ... 64

Lokasi Penelitian ... 65

Jenis dan Sumber Data ... 65

Metode Analisis Data ... 66

Analisis Kebutuhan Investasi dengan Pendekatan ICOR ... 67

Analisis Indeks Daya Penyebaran dan Analisis Derajat Kepekaan . 70

Analisis Pengganda ... 71

Analisis Pengganda Kebijakan ... 73

Analisis Gini Ratio ... 77

Analisis Kemiskinan ... 79

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir ... 83

Analisis Kebocoran Wilayah ... 84

Simulasi Kebijakan ... 85

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR ... 87

(16)

xvi

Neraca Faktor Produksi ... 88

Neraca Institusi ... 89

Neraca Sektor Produksi ... 91

Hasil SNSE Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ... 92

Kinerja Ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir ... 97

Struktur dan Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 97

Nilai Tambah Faktor Produksi ... 99

Kinerja Sosial Kabupaten Indragiri Hilir ... 101

Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga ... 101

Distribusi Upah dan Gaji Menurut Sektor Dan Produktivitas Tenaga Kerja Sektoral ... 103

Distribusi Pendapatan TK Menurut Rumah Tangga ... 104

Distribusi Pendapatan Rumah Tangga (disposible income) ... 105

Transfer Antar Institusi ... 106

Neraca Daerah Terintegrasi ... 107

Neraca Produksi ... 108

Neraca Pendapatan dan Pengeluaran Institusi ... 109

Neraca Kapital ... 109

Neraca Luar Negeri ... 110

PERAN SEKTOR KELAPA TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN INDRAGIRI HILIR ... 113

Gambaran Umum Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir ... 113

Produk Domestik Regional Bruto ... 113

Produk Domestik Regional Bruto Perkapita ... 120

Tenaga Kerja Menurut Tenaga Usaha ... 122

Struktur Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir ... 124

Output Perekonomian ... 124

Peran Sektor Kelapa Terhadap Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir ... 129

Peran Kelapa Terhadap Sektor Pertanian ... 129

Peran Kelapa Terhadap Subsektor Perkebunan ... 132

Peran Sektor Kelapa Terhadap Pembentukan Struktur Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir ... 135

Keterkaitan Sektor Kelapa terhadap Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir ... 138

Multiplier Effect Sektor Kelapa terhadap Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir ... 148

Gambaran Umum Kelapa Rakyat di Kabupaten Indragiri Hilir ... 156

Rangkuman Hasil Analisis ... 157

KEBOCORAN WILAYAH SEKTOR KELAPA DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR ... 161

Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa ... 161

Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Berdasarkan forward leakages dan backward leakage ... 161

(17)

xvii Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Berdasarkan Rasio

Ekspor Terhadap Permintaan Antara ... 164

Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Berdasarkan Rasio Import Terhadap Total Input Antara ... 165

Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Berdasarkan Rasio Pendapatan Tenaga Kerja yang Keluar Wilayah... 165

Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Berdasarkan Rasio Pendapatan Modal yang Keluar Wilayah ... 167

Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Versus Sektor Lainnya ... 168

Dampak Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa terhadap Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir ... 171

Rangkuman Hasil Analisis ... 173

DAMPAK PENGEMBANGAN SEKTOR KELAPA TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR ... 175

Dampak Investasi di Sektor Kelapa Terhadap Distribusi Pendapatan ... 175

Dampak Investasi di Sektor Kelapa Terhadap Kemiskinan ... 181

Karakteristik Pendapatan Rumah Tangga ... 181

Dampak Investasi Sektor Kelapa Terhadap Penurunan Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir ... 182

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir ... 189

Rangkuman Analisis ... 195

DAMPAK PENGEMBANGAN SEKTOR KELAPA TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN INDRAGIRI HILIR ... 199

Dampak investasi sektor kelapa dan sektor industri pengolahan kelapa .... 199

Dampak Investasi Disektor Kelapa ... 199

Dampak Investasi Sektor Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) ... 200

Dampak Investasi Sektor Industri Kelapa Skala Rumah Tangga ... 202

Dampak Investasi Disektor Kelapa Sawit ... 204

Dampak investasi disektor kelapa dan industri kelapa ... 205

Dampak Investasi Disektor Kelapa dan Infrastruktur Jalan ... 206

Dampak Investasi Disektor Industri Kelapa Skala Rumah Tangga dan Infrastruktur Jalan ... 208

Rangkuman Hasil Analisis ... 209

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 213

Simpulan ... 213

Implikasi Kebijakan dan Rekomendasi ... 214

Saran Penelitian Lanjutan ... 215

DAFTAR PUSTAKA ... 217

(18)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Luas Areal dan Produksi Kelapa (Kelapa Dalam dan Kelapa Hybrida) pada Masing-masing Kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2007 ... 3 2. Luas Areal dan Produksi Komoditas Perkebunan di Kabupaten Indragiri

Hilir Tahun 2007 ... 3 3. Pertumbuhan Rata-rata PDRB Masing-masing Sektor Perekonomian di

Kabupaten Indragiri Hilir dari Tahun 2000-2006 ... 5 4. Tujuan, Analisis, Jenis Data dan Sumber Data Penelitian Dampak

Pengembangan Perkebunan Kelapa Rakyat Terhadap Kemiskinan dan Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir ... 66 5. Klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ... 87 6. Klasifikasi Sektor Produksi pada SNSE Kabupaten Inhil Tahun 2005

SNSE Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005 Ukuran 9 x 9 Sektor ... 88 7. Sistem Neraca Sosial Ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir, tahun 2005

(9x9) (Rp Juta) ... 94 8. Arti Kerangka SNSE Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005 (9 x 9) ... 95 9. Pertumbuhan PDRB Harga Berlaku Kabupaten Indragiri Hilir,

Berdasarkan Klasifikasi 11 Sektor, Tahun 2003 – 2005 ... 98 10. Nilai Tambah Faktor Produksi Berdasarkan Klasifikasi 11 Sektor,

Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005 ... 100 11. Perkembangan Jumlah Rumah Tangga, Penduduk Desa/Kelurahan

Perkecamatan Pada Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ... 102 12. Distribusi Upah dan Gaji Tenaga Kerja Menurut Sektor Usaha

Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ... 103 13. Distribusi Pendapatan Tenaga Kerja Menurut Kelompok Rumah

Tangga 2005 ... 104 14. Distribusi Pendapatan Menurut Kelompok Rumah Tangga di Kabupaten

Indragiri Hilir Tahun 2005 ... 105 15. Sumber Transfer Institusi di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ... 107 16. Neraca Produksi Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ... 108 17. Neraca Pendapatan dan Pengeluaran Institusi Kabupaten Indragiri Hilir

Tahun 2005 ... 109 18. Neraca Kapital Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005... 110 19. Neraca Produksi Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ... 111 20. Perkembangan PDRB Sembilan Sektor Kabupaten Indragiri Hilir Atas

(19)

xix 21. Perkembangan PDRB Sembilan Sektor Kabupaten Indragiri Hilir Atas

Dasar Harga Konstan 2000 (Milyar Rupiah) Periode Tahun 2002-2006 .... 115 22. PDRB Empat Puluh Dua Sektor Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar

Harga Berlaku (Juta Rupiah) Tahun 2005 ... 116 23. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir Berdasarkan

Harga Konstan 2000 (Persen) Periode 2002-2006 ... 117 24. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir Berdasarkan

Harga Berlaku (Persen) Periode 2002-2006 ... 117 25. Perkembangan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Indragiri Hilir Atas

Harga Berlaku (Milyar Rupiah) Periode Tahun 2002-2006 ... 119 26. Perkembangan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Indragiri Hilir Atas

Harga Konstan 2000 (Milyar Rupiah) Periode Tahun 2002-2006 ... 120 27. Perkembangan PDRB Perkapita Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar

Harga Berlaku Periode 2002-2006 ... 121 28. Perkembangan PDRB Perkapita Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar

Harga Konstan 2000 Periode 2002-2006 ... 121 29. Distribusi Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten

Indragiri Hilir Tahun 2006... 122 30. Distribusi Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha Dalam Sektor

Pertanian Kabupaten Indragiri Hilir (jiwa)Tahun 2007... 123 31. Komposisi Sektor Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 .. 125 32. Kontribusi Nilai Tambah Bruto Sektor Perekonomian Kabupaten

Indragiri Hilir Berdasarkan Harga Produsen Tahun 2005 ... 126 33. Distribusi Nilai Tambah Bruto Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir

Menurut Komponennya Tahun 2005 ... 127 34. Struktur Permintaan Akhir Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri

Hilir Menurut Komponennya Tahun 2005 ... 128 35. Output Sektor Pertanian di Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005 ... 129 36. Nilai Tambah Bruto Sektor Pertanian Kabupaten Indragiri Hilir Tahun

2005 ... 130 37. Distribusi Output Subsektor Perkebunan di Kabupaten Indragiri Hili

Tahun 2005 ... 132 38. Distribusi Nilai Tambah Bruto Subsektor Perkebunan di Kabupaten

Indragiri Hilir, Tahun 2005... 133 39. Distribusi Pembentukan Nilai Tambah Bruto Sektor Kelapa Menurut

Komponennya Tahun 2005... 135 40. Kontribusi PDRB Perkapita Sektor Kelapa Versus Sektor Perkebunan

(20)

xx 41. Kontribusi Sektor Kelapa terhadap Pembentukan Struktur

Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005... 136 42. Produktivitas Sektor Kelapa Versus Sektor Padi, Kelapa Sawit, Industri

Kelapa serta Sektor Perdagangan, Tahun 2005... 137 43. Koefisien Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan Sektor

Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005... 139 44. Daya Penyebaran (DP) dan Indeks Daya Penyebaran (IDP) Sektor

Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir, Berdasarkan Tahun 2005... 142 45. Koefisien Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang

Sektor Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005 ... 144 46. Indeks Derajat Kepekaan Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri

Hilir, Tahun 2005 ... 147

47. Multiplier Effect Output Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri

Hilir Tahun 2005 ... 149

48. Multiplier Effect Nilai Tambah Bruto Perekonomian Wilayah

Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005 ... 151

49. Multiplier Effect Pendapatan terhadap Perekonomian Kabupaten

Wilayah Indragiri Hilir Tahun 2005 ... 153

50. Multiplier Effect Tenaga Kerja di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 155

51.

52.

Nilai Koefisien Keterkaitan Kedepan dan Kebelakang Sektor Kelapa dan Sektor Industri Pengolahan Kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ... 162

53.

Nilai Rasio Ekspor Terhadap Output Sektor Kelapa dan Sektor Industri Pengolahan Kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ... 163

54.

Nilai Rasio Ekspor Terhadap Permintaan Antara Sektor Kelapa dan Sektor Industri Pengolahan Kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ... ... 164

55.

Nilai Rasio Input Antara dari Komponen Impor Sektor Kelapa dan Industri Pengolahan Kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ... 165

56.

Nilai Rasio Pendapatan Tenaga Kerja Sektor Kelapa dan Sektor Industri Pengolahan Kelapa yang Keluar Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ... 166

57.

Nilai Rasio Pendapatan Modal Sektor Kelapa dan Sektor Industri Pengolahan Kelapa yang Keluar Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ... 167

58.

(21)

xxi 59.

60.

Nilai Rasio Ekspor Terhadap Permintaan Antara Sektor Kelapa, Sektor Industri Pengolahan Kelapa Dan Sektor Kelapa Sawit di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005... 170

61.

Nilai Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa dan Sektor Industri Pengolahan Kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ... 171

62.

Distribusi Pendapatan dan Nilai Gini Ratio Sebelum dan Setelah Dilakukannya Investasi di Sektor Kelapa Sebesar 100 Milyar ... 175

63.

Distribusi Pendapatan dan Nilai Gini Ratio Sebelum dan Setelah Dilakukannya Investasi di Sektor Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) Sebesar 100 Milyar ... 176

64.

Distribusi Pendapatan dan Nilai Gini Ratio Sebelum dan Setelah dilakukannya Investasi di Sektor Industri Kelapa Skala Rumah tangga Sebesar 100 Milyar ... 177

65.

Distribusi Pendapatan dan Nilai Gini Ratio Sebelum dan Setelah Dilakukannya investasi disektor kelapa sawit 100 milyar ... 178

66.

Distribusi Pendapatan dan Nilai Gini Ratio Sebelum dan Setelah dilakukannya Investasi Disektor Kelapa sebesar 50 Milyar dan Industri Kelapa Skala Rumah Tangga sebesar 50 Milyar ... 179

67.

Distribusi Pendapatan dan Nilai Gini Ratio Sebelum dan Setelah Dilakukannya Investasi Disektor Kelapa Sebesar 50 Milyar dan Infrastruktur Jalan raya sebesar 50 Milyar ... 179

68. Karakteristik Pendapatan Rumah Tangga di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ... 181 Distribusi Pendapatan dan Nilai Gini Ratio Sebelum dan Setelah Dilakukannya Investasi Disektor Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Sebesar 50 Milyar dan Infrastruktur Jalan raya sebesar 50 Milyar ... 180

69. Perkembangan Kemiskinan di Kabupaten Indragiri

Hilir... ... 182 70. Persentase Penurunan Kemiskinan Masing-Masing Simulasi Kebijakan ... 184 71. Pertumbuhan Ekonomi, Kebutuhan Investasi dan Nilai ICOR

Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 -2008 ... 186 72. Persentase Penurunan Kedalaman Kemiskinan Masing-Masing Simulasi

Kebijakan ... 186 73. Persentase Penurunan Keparahan Kemiskinan ... 188 74. Hasil Pendugaan Paramenter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir ... 194 75. Persentase Pertumbuhan Pendapatan Masing-masing Simulasi

Kebijakan ... 196 76. Nilai Indeks Gini Ratio Sebelum dan Setelah dilakukannya Simulasi

(22)

xxii 77.

78.

Dampak Investasi di Sektor Kelapa Sebesar 50 Milyar Terhadap Peningkatan Pendapatan, Tahun 2005 ... 199

79.

Dampak Investasi di Sektor Industri Pengolahan Kelapa Skala Besar (Swasta) Sebesar 100 Milyar Terhadap Peningkatan Pendapatan, Tahun

2005 ... 201

80.

Dampak Investasi di Sektor Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Sebesar 100 Milyar Terhadap Peningkatan Pendapatan, Tahun 2005 ... 202

81.

Dampak Investasi di Sektor Kelapa Sawit Sebesar 100 Milyar Terhadap Peningkatan Pendapatan, Tahun 2005 ... 204

82.

Dampak Investasi di Sektor Kelapa 50 Milyar dan Industri Kelapa Skala Rumah tangga 50 Milyar Terhadap Peningkatan Pendapatan, Tahun 2005 ... 205

83.

Dampak Investasi di Sektor Kelapa 50 Milyar dan Infrastruktur Jalan 50 Milyar Terhadap Peningkatan Pendapatan, Tahun 2005 ... 206

84.

(23)

xxiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Masing-masing Kabupaten Kota di

Provinsi Riau Tahun 2000-2006 ... 5 2. Persentase Penduduk Miskin pada Masing-masing Kabupaten Kota di

Provinsi Riau Tahun 2006 ... 6 3. Perspektif Pembangunan Wilayah Berkelanjutan ... 21 4. Rasio Gini dan Kurva Lorenz ... 49 5. Poverty Gaps dan FGT Indeks ... 50 6. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 60

7. Kerangka dan Alur Penelitian……… .. 63

8. Struktur PDRB Kabupaten Indragiri Hilir Berdasarkan Klasifikasi 9 Sektor, Tahun 2005 ... 97 9. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Indragiri Hilir Berdasarkan Harga

Berlaku Periode 2002-2006 ... 118 10. Laju Pertumbuhan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Indragiri Hilir

Atas Dasar Harga Berlaku Periode 2003-2006 ... 119 11. Distribusi Serapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian di Kabupaten

Indragiri Hilir Tahun 2007... 123 12. Posisi Keterkaitan ke Depan Sektor Perekonomian Kabupaten Indragiri

Hilir Tahun 2005... 140 13. Posisi Keterkaitan ke Belakang Sektor Perekonomian Kabupaten

Indragiri Hilir Tahun 2005... 145 14. Distribusi Peran Sektor Kelapa terhadap Pembentukan Komponen

Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir ... 158 15. Distribusi Peran Sektor Industri Pengolahan Kelapa terhadap

Pembentukan Komponen Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir ... 159 16. Indikasi kebocoran wilayah sektor kelapa versus sektor kelapa sawit di

(24)

xxiv

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN Halaman

1. Klasifikasi Sektor Tabel I-O Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Produsen Tahun 2005 (42x42) ... 225 2. Tabel I-O Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Produsen

Tahun 2005 (42x42 dalam jutaan rupiah)... 227 3. Klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ... 236 4. Tabel SNSE Kabupaten Indragiri Hilir 2005 (56 x 56 Dalam Juta

Rupiah) ... 237 5. Pengganda Neraca di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ... 246 6. Dampak Investasi Sebesar 100 Milyar di Sektor Kelapa Terhadap

Dekomposisi Nilai Pengganda (Dalam Juta Rupiah) ... 254 7. Dampak Investasi Sebesar 100 Milyar di Sektor Industri Kelapa Skala

Besar (Swasta) Terhadap Dekomposisi Nilai Pengganda (Dalam Juta Rupiah) ... 255 8. Dampak Investasi Sebesar 100 Milyar di Sektor Industri Kelapa Skala

Rumah Tangga Terhadap Dekomposisi Nilai Pengganda (Dalam Juta Rupiah) ... 256 9. Dampak Investasi Sebesar 100 Milyar di Sektor Kelapa Sawit

Terhadap Dekomposisi Nilai Pengganda (Dalam Juta Rupiah) ... 257 10. Dampak Investasi Sebesar 50 Milyar di Sektor Kelapa dan 50 Milyar

di Sektor Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Terhadap Dekomposisi Nilai Pengganda (Dalam Juta Rupiah) ... 258 11. Dampak Investasi Sebesar 50 Milyar di Sektor Kelapa dan 50 Milyar

di Sektor Infrastruktur Jalan Terhadap Dekomposisi Nilai Pengganda (Dalam Juta Rupiah) ... 259 12. Dampak Investasi Sebesar 50 Milyar di Sektor Industri Kelapa Skala

Rumah Tangga dan 50 Milyar di Sektor Infrastruktur Jalan Terhadap Dekomposisi Nilai Pengganda (Dalam Juta Rupiah) ... 260 13. Dampak Investasi Sebesar 100 Milyar Terhadap Kemiskinan di

Kabupaten Indragiri Hilir ... 261 14. Dampak Investasi Sebesar 100 Milyar di Sektor Industri Kelapa Skala

Besar (Swasta) Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir ... 262 15. Dampak Investasi Sebesar 100 Milyar di Sektor Industri Kelapa Skala

Rumah Tangga Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir ... 263 16. Dampak Investasi Sebesar 100 Milyar di Sektor Kelapa Sawit

(25)

xxv 17. Dampak Investasi Sebesar 50 Milyar di Sektor Kelapa dan 50 Milyar

di Sektor Industri Kelapa Skala Rumah Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir ... 265 18. Dampak Investasi Sebesar 50 Milyar di Sektor Kelapa dan 50 Milyar

di Sektor Infrastruktur Jalan Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir ... 266 19. Dampak Investasi Sebesar 50 Milyar di Sektor Industri Kelapa Skala

Rumah Tangga dan 50 Milyar di Sektor Infrastruktur Jalan Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir ... 267 20. Data untuk Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir ... 268 21. Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

(26)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam konteks pengembangan ekonomi wilayah kasus Kabupaten Indragiri Hilir terlihat bahwa peran sektor pertanian masih merupakan sektor dominan terhadap pembentukan PDRB, yaitu sebesar 44.86 persen (BPS, 2007). Sedangkan komoditas unggulan daerah yang paling dominan dikembangkan di daerah serta yang paling dominan berkontribusi terhadap pembentukan ekspor daerah adalah komoditas kelapa. Komoditas tersebut selain menempatkan Kabupaten Indragiri Hilir sebagai penghasil kelapa terbesar di Indonesia, juga berkontribusi dominan menempatkan Indonesia sebagai negara pengekspor kelapa terbesar dunia (nomor

satu) dewasa ini (Idroes, 2007). Dengan rata-rata pangsa ekspor Indonesia pada tahun 2002-2006 yaitu 26.87 persen terhadap total ekspor dunia, dengan jumlah

ekspor pada tahun 2006 yaitu sebesar 939 873 metrik ton (MT) atau dengan nilai US$ 526.29 juta (Idroes, 2007).

Pada hakekatnya pembangunan merupakan proses perubahan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kearah yang lebih baik dan lebih merata serta dalam jangka panjang agar dapat berlangsung secara berkelanjutan. Dalam proses pembangunan, ketersedian sumber daya merupakan prasyarat yang sangat diperlukan, seperti sumber daya alam (natural resource

endowment), sumber daya manusia (human resource), sumber daya sosial dan

sumber daya buatan. Ketersediaannya perlu diarahkan untuk pencapaian pertumbuhan (growth), efisiensi (efficiency) dan pemerataan (equity) serta keberlanjutan (sustainability), baik pada tingkatan nasional maupun regional (Anwar, 2005; Rustiadi et al., 2005).

(27)

2 bagi kelangsungan hidup masyarakat petani kelapa yang mencapai 7 017 100 Kepala Keluarga, belum termasuk industri pengolahannya.

Provinsi Riau merupakan provinsi yang mempunyai areal pertanaman kelapa yang paling luas diantara provinsi yang ada di Indonesia, yaitu seluas 545 488 Ha dengan produksi sebanyak 488 698 ton kopra/tahun. Dengan demikian maka luas areal perkebunan kelapa Provinsi Riau mencapai 15.36 persen dari luasan areal perkebuan kelapa nasional atau 15.50 persen dari produksi kelapa nasional (Ditjen Perkebunan, 2007).

Kabupaten Indragiri Hilir merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Riau yang memiliki areal pertanaman kelapa terluas di Provinsi Riau, di mana Kabupaten Indragiri Hilir memiliki areal pertanaman kelapa dalam seluas 387 552 hektar dengan produksi sebanyak 395 006 ton kopra/tahun. Di samping

itu juga terdapat pertanaman kelapa hybrida yang umumnya diusahakan oleh PT. Perkebunan Swasta Nasional (PT. Pulau Sambu Group) seluas 73 758 hektar

dengan produksi 124 805 ton kopra/tahun yang melalui pola perkebunan inti dan plasma. Jadi secara keseluruhan luas pertanaman kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir 461 310 hektar dan melibatkan120 188 kepala keluarga petani kelapa (Dinas Perkebunan Kabupaten Indragiri Hilir, 2007). Luasan areal perkebunan kelapa pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir dapat dilihat pada Tabel 1.

Secara umum masyarakat Kabupaten Indragiri Hilir berusaha di sektor pertanian yaitu sektor perkebunan. Sektor perkebunan yang paling banyak diusahakan oleh petani di Kabupaten Indragiri Hilir adalah perkebunan kelapa. Adapun luasan areal dan produksi masing-masing jenis komoditas perkebunan di Kabupaten Indragiri Hilir dapat dilihat pada Tabel 2.

(28)

3 Tabel 1. Luas Areal dan Produksi Kelapa (Kelapa Dalam dan Kelapa Hybrida)

pada Masing-masing Kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2007

No Kecamatan Luas Areal Kelapa (ha) Produksi Kopra (ton) Dalam Hybrida Total Dalam Hybrida Total 1 Tempuling 24 502 4 983 29 458 43 889 30 525 74 414 2 Tembilahan Hulu 5 127 663 5 790 6 471 1 221 7 692 3 Tembilahan Kota 8 852 335 9 187 10 028 843 10 871 4 Kuala Indragiri 38 502 1 029 39 531 39 408 858 40 266 5 Batang Tuaka 25 168 488 25 656 22 525 354 22 879 6 Gaung Anak Serka 18 347 3 18 350 18 732 9 18 741

7 Gaung 26 346 - 26 346 18 773 - 18 773

8 Mandah 36 676 - 36 676 31 904 - 31 904

9 Pelangiran 20 530 9 744 30 274 19 782 13 401 33 183

10 Kateman 31 963 - 31 963 38 108 - 38 108

11 Pulau Burung 11 019 24 857 35 876 7 382 54 348 61 730 12 TL Belengkong 19 532 27 692 47 224 14 180 18 925 18 925

13 Enok 36 065 271 36 336 47 834 206 48 040

14 Tanah Merah 25 767 1 411 27 178 14 527 930 15 457 15 Reteh 41 958 1 516 43 474 31 919 1 260 33 179 16 Keritang 17 262 766 18 028 29 544 1 925 31 469

17 Kemuning 6 - 6 3 - 3

Jumlah 387 552 73 758 461 310 395 006 124 805 591 811 Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Indragiri Hilir (2008).

Tabel 2. Luas Areal dan Produksi Komoditas Perkebunan di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2007

No Komoditi Luas Areal (ha) Produksi (ton) Petani (KK)

1 Kelapa Dalam 387 552 395 006 100 034

2 Kelapa Hybrida 73 758 124 805 20 154

3 Kelapa Sawit 137 510 985 129 20 600

4 Karet 3 128 4 600 2 173

5 Kopi 4 220 629 8 297

6 Kakao 1 466 215 2 153

7 Pinang 5 746 6 055 17 330

8 Sagu 7 422 11 110 3 329

9 Nilam 517 787 1 770

10 Mengkudu 724 - 1 065

11 Lain-lain 4 554 - -

Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Indragiri Hilir (2008).

(29)

4 Disatu sisi komoditas pertanian lainnya yang dominan ke dua dikembangkan setelah komoditas kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir adalah komoditas kelapa sawit. Pada komoditas ini terjadi peningkatan luas areal yang sangat luas dimana pada tahun 2002 seluas 63 037 Ha, meningkat menjadi 137 510 Ha pada tahun 2007 dan melibatkan sebanyak 20 600 kepala keluarga petani yang bekerja di sektor kelapa sawit. Namun komoditas kelapa sawit ini secara umum dikembangkan oleh perkebunan swasta (perusahan), sedangkan masyarakat tempatan secara umum hanya sebagai tenaga kerja harian pada perkebunan kelapa sawit tersebut. Selanjutnya komoditas kelapa sawit ini memberikan share sebesar 3.79 persen terhadap PDRB total Kabupaten Indragiri Hilir.

Perumusan Masalah

(30)
[image:30.595.113.513.75.299.2]

5 Sumber : BPS Provinsi Riau, 2007

Gambar 1. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Masing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Periode Tahun 2000 -2006

Sektor perekonomian di Kabupaten Indragiri Hilir yang memiliki rata-rata

pertumbuhan paling tinggi pada kurun waktu tahun 2000-2006 adalah sektor pertambangan dan penggalian, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan dengan tingkat pertumbuhan masing-masing sebesar 10.22 persen, kemudian

disusul sektor pengangkutan dan komunikasi dengan tingkat pertumbuhan sebesar 8.89 persen, sektor industri pengolahan dengan tingkat pertumbuhan sebesar 8.19 persen. Sedangkan sektor pertanian hanya memiliki pertumbuhan sebanyak 6.72 persen dan menempati peringkat kedua terrendah setelah sektor listrik, gas dan air bersih dengan tingkat pertumbuhan sebesar 4.47 persen. Pada tabel berikut ini dapat dilihat pertumbuhan sektor perekonomian di Kabupaten Indragiri Hilir.

Tabel 3. Pertumbuhan Rata-rata PDRB Masing-masing Sektor Perekonomian di Kabupaten Indragiri Hilir dari tahun 2000 - 2006.

No Sektor Perekonomian Pertumbuhan PDRB Tahun 2000 – 2006 (%)

1 Pertanian 6.70

2 Pertambangan & Penggalian 10.22

3 Industri Pengolahan 8.19

4 Listrik, Gas & Air Bersih 4.47

5 Bangunan 6.98

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 7.51

7 Pengangkutan & Komunikasi 8.89

8 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

10.22

9 Jasa-Jasa 7.52

(31)

6 Walaupun pertumbuhan ekonomi sektor pertanian relatif lambat dibandingkan sektor-sektor perekonomian lainnya, namun komoditas kelapa memiliki peranan yang penting dalam perekonomian wilayah dan perekonomian masyarakat Kabupaten Indragiri Hilir. Hal ini tercermin dari besarnya kontribusi sektor perkebunan kelapa dan industri pengolahanya terhadap perekonomian

wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, dimana pada tahun 2006 memberikan kontribusi sebesar 33.61 persen terhadap PDRB total Kabupaten Indragiri Hilir.

Begitu juga kontribusinya terhadap perekonomian masyarakat sangat besar yaitu melibatkan sebanyak 120 188 KK atau sekitar 83.29 persen dari jumlah KK yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir mengantungkan hidupnya pada kegiatan perekonomian kelapa.

Peranan komoditas kelapa dalam perekonomian regional dan perekonomian masyarakat cukup besar, namun yang menjadi pertanyaan besar adalah Kabupaten Indragiri Hilir merupakan kabupaten yang memiliki jumlah penduduk miskin paling tinggi di antara kabupaten yang ada di Provinsi Riau yaitu mencapai 197 414 jiwa atau setara dengan 31.45 persen dari jumlah penduduk total Kabupaten Indragiri Hilir yaitu 627 699 jiwa (Balitbang Provinsi Riau, 2007). Untuk lebih jelasnya jumlah penduduk miskin masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Riau dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.

[image:31.595.70.490.0.806.2]

Sumber : Balitbang dan BPS Provinsi Riau, 2007

(32)

7 Masyarakat yang dikategorikan sebagai masyarakat miskin di Kabupaten Indragiri Hilir secara umum berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama adalah sebagai petani kelapa. Upaya yang telah dilakukan oleh petani kelapa untuk memperbaiki tingkat perekonomiannya adalah dengan melakukan konversi kebun kelapanya yang sudah kurang produktif ke pertanaman kelapa sawit yang diharapkan akan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraanya di kemudian hari. Namun kenyataannya tidak seperti yang diharapkan karena usaha tani kelapa sawit yang dilakukan justru tetap menyengsarakan petani karena bibit sawit yang mereka gunakan umumnya merupakan bibit-bibit palsu yang dibeli dari pedagang-pedagang bibit liar. Hal ini terjadi karena para petani tidak memiliki akses untuk membeli bibit sawit unggul (hybrida) ke pusat penelitian kelapa sawit di Medan, sehingga setelah tanaman kelapa sawitnya berproduksi,

produksinya sangat rendah, bahkan hanya mencapai 1/5 dari produksi sawit yang menggunakan bibit unggul. Kondisi ini menyebabkan biaya pemeliharaan kebun

sawitnya tidak dapat menutupi produksi yang diperolehnya.

Petani kelapa sawit juga memiliki kesulitan untuk memasarkan hasil panennya karena lokasi industri kelapa sawit yang jauh dan tranportasi yang digunakan adalah teransportasi air yang sangat tergantung dengan konsidi pasang surut air laut. Kondisi ini menyebabkan mutu hasil panennya kelapa sawit petani menjadi menurun karena terjadinya peningkatan asam lemak bebas, sebagai akibat lokasi industri tempat penjualan tandan buah segar kelapa sawit tidak dapat ditempuh oleh petani kelapa sawit dalam jangka watu kurang dari 24 jam setelah tandan buah segar kelapa sawit dipanen.

Dari segi produktivitas, pertanaman kelapa rakyat di Kabupaten Indragiri Hilir masih cukup rendah yaitu hanya mencapai 1.21 ton kopra/Ha/tahun (Disbun Kab. Indragiri Hilir, 2007). Rendahnya produktivitas pertanaman kelapa tersebut antara lain disebabkan keterbatasan penguasaan teknologi produksi, keterbatasan infrastruktur berupa kanal (saluran air), keterbatasan modal usaha tani, manajemen budidaya yang belum efisien.

(33)

8 pengelolaan gulma yaitu berupa pengendalian secara mekanis dengan membabat atau secara kimia dengan herbisida pada saat akan dilakukan panen yaitu dengan rotasi tiga bulan sekali, sedangkan kegiatan pemeliharaan lainnya seperti pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit tidak dilakukan, begitu pula dengan teknologi pascapanen yang dilakukan masih tradisional dengan produk masih sekitar kopra atau kelapa butiran. Hanya sebagian kecil petani yang melakukan diversifikasi produk berupa gula kelapa dan belum memanfaatkan produk samping seperti serabut dan tempurung.

Dari segi tataniaga, para petani kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir memasarkan produknya dalam bentuk kelapa butiran dan kopra ke pedagang pengumpul dan hanya sebagian kecil masyarakat yang dapat memasarkan kelapanya ke pabrik pengolahan kopra. Kelembagaan tataniaga kopra yang

berkembang dikalangan petani adalah kelembagan informal berupa sistem kontrak tradisional melalui sistem kekerabatan dan kepercayaan antara petani dengan

tengkulak. Tengkulak ini merupakan perpanjangan tangan dari perusahaan pengolahan kopra atau minyak kelapa yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir.

Dilihat dari sisi industri pengolahan kelapa yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir, maka secara spatial tidak tersebar merata di setiap kecamatan yang ada, dimana dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir, 14 kecamatan merupakan sentra kelapa. Namun bila dilihat dari sisi industri pengolahannya, maka hanya terdapat 4 kecamatan yang merupakan lokasi industri pengolahan kelapa yaitu : Kecamatan Kateman, Kecamatan Tanah Merah, Kecamatan Tempuling dan Kecamatan Reteh. Kondisi ini memberikan implikasi terhadap sulitnya aksebilitas petani kelapa yang bermukim pada kecamatan-kecamatan yang jauh dari industri pengolahan kelapa untuk memasarkan produksinya ke pabrik pengolahan kelapa, sehingga petani kelapa tersebut cenderung memasarkan kelapanya kepada pedagang pengumpul (tauke) yang ada disekitar wilayah tempat tinggalnya.

(34)

9 pendapatan sebagian besar masyarakat/petani di Kabupaten Indragiri Hilir. Secara nasional Indragiri Hilir tercatat sebagai wilayah terluas, sekaligus sebagai pemasok kebutuhan kelapa terbesar nasional serta sebagai pengekspor kelapa terbesar dari Indonesia. Namun dibalik kegembiraan tersebut, terlihat berbagai persoalan menghadang Kabupaten Indragiri Hilir. Seperti sejak krisis moneter tahun 1997 masyarakat berhadapan dengan peningkatan kebutuhan/ biaya hidup, namun dari sisi pendapatan petani, terlihat kurang berkembangnya substitusi sumber pendapatan. Sementara sumber pendapatan utama sebagian masyarakat yaitu berasal dari sektor perkebunan kelapa. Sehingga rendahnya pendapatan yang diperoleh bersamaan dengan tingginya kebutuhan biaya hidup telah mendorong semakin tingginya angka kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir.

Sementara belajar dari pengalaman masa krisis tahun 1997, terlihat bahwa

kerentanan ekonomi dalam menghadapi masa krisis mengalami goncangan yang hebat, namun demikian sektor petanian terbukti ketangguhanya sebagai sektor

ekonomi yang mampu bertahan dan tumbuh ketika saat krisis mendera bangsa ini. Sehingga menyadarkan kita bahwa ke depan pentingnya perubahan paradigma pembangunan dengan memperhatikan pemberdayaan dan membangun keterkaitan serta perlunya dukungan dan konsistensi kebijakan pemerintah pada sektor-sektor ekonomi yang berbasis sumberdaya dan komunitas lokal, terutama dalam pengembangan sektor pertanian dan perkebunan serta pengembangan usaha kecil dan menengah.

(35)

10 pertumbuhan ekonomi wilayah dan mengurangi kesenjangan distribusi pendapatan antar pelaku ekonomi.

Berangkat dari latar belakang dan rumusan masalah di atas maka dapat dirumuskan batasan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1.

2. Bagaimana Indikasi dan potensi kebocoran wilayah sektor kelapa serta dampaknya terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir?

Bagaimanakah peran sektor kelapa terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir ditinjau dari aspek Output, PDRB dan tenaga kerja, dibandingkan dengan sektor pertanian lainnya dan sektor industri pengolahan kelapa? Bagaimanakah posisi keterkaitan sektor kelapa dan multiplier effect terhadap output, nilai tambah bruto, pendapatan, dan tenaga kerja.

3. Opsi kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan dan mengurangi angka kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan tujuan penelitian yaitu sebagai berikut :

1. Menganalisis

2. Menganalisis Indikasi dan potensi kebocoran wilayah sektor kelapa serta dampaknya terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir.

peran sektor kelapa terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir ditinjau dari aspek Output, PDRB dan tenaga kerja, dibandingkan dengan sektor pertanian lainnya dan sektor industri pengolahan kelapa, serta menganalisis keterkaitan sektor kelapa dan multiplier effect terhadap output, nilai tambah bruto, pendapatan, dan tenaga kerja.

(36)

11

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan bahan pertimbangan bagi perencana dan pengambil kebijakan dalam pengembangan komoditas kelapa di Indonosia secara umum dan Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hilir secara khusus di masa yang akan datang, serta dapat menjadi sumber informasi

bagi stakeholders yang membutuhkan informasi tentang dampak pengembangan kelapa terhadap kemiskinan dan perekonomian wilayah khususnya Kabupaten

Indragiri Hilir. Selain itu hasil penelitian ini juga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dan pemerintah daerah dalam upaya mendorong pembangunan ekonomi wilayah untuk kepentingan keberlanjutan pembangunan pada masa yang akan datang. Disamping itu penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi perbandingan serta simultan bagi penelitian selanjutnya.

Kebaruan Penelitian (Novelty)

Penelitian dampak pengembangan perkebunan kelapa rakyat terhadap kemiskinan dan perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir merupakan suatu penelitian baru yang belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan baku yang dikemas dalam suatu rangkaian baru yang berkontribusi untuk melihat dampak pengembangan sektor kelapa terhadap kemiskinan dan perekonomian Kabupaten Indagiri Hilir.

Dalam menganalisis peranan sektor kelapa terhadap kemiskinan dan perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir digunakan pendekatan analisis model

Input-Output (I-O) dan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE), yang

menempatkan komoditas kelapa, industri pengolahan kelapa skala besar dan industri pengolahan kelapa skala rumah tangga sebagai sektor tersendiri dalam struktur perekonomian wilayah, yang belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dalam menganalisis struktur perekonomian wilayah di Kabupaten

(37)

12 di Kabupaten Indragiri Hilir serta melihat dampak pengembangan sektor kelapa dan industri pengolahan kelapa terhadap peningkatan pendapatan dan penurunan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir.

Keterbatasan Penelitian

[image:37.595.45.492.34.802.2]
(38)

13

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Pembangunan Ekonomi

Secara filosofis proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik (Rustiadi et al,. 2005). Selanjutnya Todaro (2000) pembangunan paling tidak harus memenuhi tiga komponen dasar yang dijadikan sebagai basis konseptual dan pedoman praktis dalam memahaminya. Komponen yang paling hakiki tersebut yaitu kecukupan makanan (sustenance), memenuhi kebutuhan pokok, meningkatkan rasa harga diri atau jati diri (self-esteem), serta

kebebasan (freedom) untuk memilih. Todaro (1998), juga mendefinisikan pembangunan merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dari struktur sosial sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga-lembaga nasional sebagai akselerator pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan, dan kemiskinan absolut.

Sedangkan dari sudut pandang yang lebih sempit, Glasson (1977) mendefinisikan pembangunan wilayah yaitu kemampuan wilayah yang bersangkutan untuk menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan. Sehubungan dengan itu, Anwar dan Rustiadi (2000) mengemukakan tujuan pembangunan wilayah secara umum, yakni (1) pertumbuhan ekonomi (growth), (2) pemerataan (equity), (3) dan keberlanjutan (sustainability). Selanjutnya Anwar dan Rustiadi juga mengemukakan bahwa pembangunan berbasis pengembangan wilayah dan lokal memandang penting keterpaduan antar sektoral, antar spatial (keruangan), serta antar pelaku pembangunan di dalam dan antar daerah, sehingga program-program pembangunan sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah.

Teori pembangunan ekonomi, pasca-perang dunia kedua, awalnya di dominasi oleh pemikiran neoklasik dimana akumulasi kapital merupakan engine

(39)

1940-14 an, Harrod (1948) dan Domar (1946) secara terpisah membangun suatu model makro dinamis melalui pengembangan teori Keynes. Dimana pada tahun 1950-an dan 1960-an, model ini diaplikasikan untuk perencanaan ekonomi di negara berkembang. Teori ini memang berhasil membangun ekonomi Jerman dan Israel, tetapi useless untuk diterapkan di negara berkembang karena faktanya investasi saja tidak cukup.

Secara implisit teori ini mengasumsikan adanya sikap-sikap yang sama antara negara berkembang dengan negara maju. Akan tetapi asumsi ini tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di negara-negara berkembang. Di negara berkembang, Indonesia misalnya, sangat kekurangan faktor-faktor komplementer yang paling penting seperti halnya kecakapan manajerial, tenaga kerja yang terlatih, kemampuan perencanaan dan pengelolaan berbagai proyek pembangunan,

kelembagaan dan faktor budaya yang kondusif bagi pembangunan (Todaro, 2000).

Dalam perspektif demikian, oleh Hayami (2001) model Harrod-Domar

yang diterapkan di negara berkembang berakhir pada jebakan keseimbangan ekonomi yang rendah (low equilibrium trap). Oleh karena itu model ini juga disebut sebagai model of low equilibrium trap. Dimana untuk melepaskan diri dari perangkap keseimbangan rendah menuju ekonomi berkelanjutan, perlu melalui mobilisasi tingkat tabungan yang tinggi, dimana tidak ada tabungan yang dihasilkan jika dibiarkan tergantung pada mekanisme pasar. Lompatan yang luar biasa dalam memobilisasikan tabungan dan investasi adalah “critical minimum

effort” bagi ekonomi berpendapatan rendah. Model ini berimplikasi bahwa jika

impor modal skala besar seperti yang dialami selama masa kolonial dipandang tidak berharga bagi ekonomi berkembang yang baru merdeka, maka tidak ada alternatif pembangunan lainnya kecuali memaksa masyarakatnya mengencangkan ikat pinggangnya (Hayami, 2001).

(40)

15 ekonomi. Perbedaannya terletak pada asumsi fungsi produksi yang digunakan. Pada model Harrod-Domar diasumsikan bahwa rasio kapital dan output bersifat tetap. Asumsi ini berimplikasi bahwa fungsi produksi agregat memiliki bentuk Y=AK, dimana A=1/c dan bersifat konstan; dan c=K/Y. Sementara Solow-Swan model menggunakan bentuk fungsi produksi Neoclassical yakni Y= f (L,K;T); dimana Y adalah output dan L adalah Tenaga Kerja yang berada dalam tingkat teknologi T.

Kontribusi penting dari model Solow-Swan yaitu terlihat dari kemampuannya dalam menjelaskan peranan perubahan teknologi dalam pertumbuhan ekonomi. Menurut Solow-Swan model pertumbuhan pendapatan per kapita tidak bisa berkelanjutan tanpa disertai kemajuan teknologi. Namun demikian model ini masih sangat terbatas, karena mengasumsikan teknologi

sebagai faktor eksogen. Determinan kemajuan teknologi belum bisa dijelaskan oleh model Solow-Swan.

Oleh karena itu keterbatasan model Solow-Swan tersebut dilengkapi oleh

endogenous growth model yang dipelopori oleh Romer (1986) dan Lucas (1988).

Pada model pertumbuhan endogenus, berusaha untuk menjelaskan mekanisme bagaimana pengetahuan baru tercipta melalui aktivitas ekonomi, sehingga meningkatkan skala ekonomi. Asumsi dasar yang digunakan adalah bahwa pengetahuan baru untuk memperbaiki ekonomi produksi terakumulasi sedikit demi sedikit melalui upaya-upaya individual perusahaan untuk mendesain dan mengkonstruksi mesin dan pabrik lebih efisien dalam aktivitas investasinya dan pengetahuan sebagai barang publik. Sehingga dalam jangka panjang, keseluruhan desain yang ditemukan oleh semua perusahaan dalam suatu ekonomi akan menjadi stok pengetahuan yang dapat digunakan oleh perusahaan lainnya. Dan pada gilirannya, efisiensi produktif dari suatu perusahaan akan meningkat secara paralel dengan peningkatan pada total modal dan pengetahuan dalam ekonomi.

(41)

16 pertumbuhan ekonomi (Hayami, 2001). Selanjutnya Hayami (2001) menjelaskan bahwa dalam konteks pembangunan sistem sosial perlu memperhatikan keterkaitan institutions (Rule), budaya (culture) faktor produksi dan teknologi. Dengan lain perkataan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi perlu dukungan keterkaitan komponen tesebut.

Kemudian pada teori pembangunan ekonomi wilayah, dalam perkembangannya mencoba memasukkan faktor institusi/kelembagaan sebagai determinan pembangunan ekonomi wilayah yang dikenal dengan teori Growth

Machine Theory (GMT) dan The New Institutional Economics (NIE) Theory. Pada

dua teori ini terlihat sudah memperhatikan peranan politik dan political institution dalam pembangunan ekonomi. Karena pemikiran local politicians dan perencana lokal akan secara langsung mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan penentuan

kebijakan pembangunan. Keterlibatan politik seperti langsung dalam penentuan kebijakan, peraturan-peraturan, pajak, penyediaan infrastruktur publik. Oleh

karena itu dimensi politik dijadikan sebagai komponen penting yang perlu diperhatikan.

The New Institutional Economics (NIE) berusaha memasukkan faktor

kelembagaan (institusi) dan perubahan institusi dalam teori pembangunan ekonomi. Proposisi yang dikembangkan oleh NIE adalah bahwa perkembangan perekonomian suatu wilayah dapat didekati melalui perubahan kelembagaan

(institutional change) dan penataan kelembagaan sebagai infrastruktur

pengembangan wilayah. Pendekatan ini adalah turunan (derivat) dari mazhab institusionalisme yang mengembangkan keyakinan bahwa kelembagaan menjadi kata-kunci penting suatu perubahan sosio-ekonomi regional. Gagasan ini dikembangkan dari ide dasar Coase (1937) yang mengajukan proposisi bahwa kelembagaan memastikan bekerjanya sistem organisasi lebih kokoh sekaligus menghindarkan beban biaya tinggi yang diperlukan untuk memonitor ketidakpastian dalam proses-proses transaksi yang harus ditanggung oleh para pihak yang berinteraksi.

North (1990) mengukuhkan proposisi Coase dengan menyodorkan satu teori

(42)

17 kelembagaan politik dan ekonomi memang menjadi kebutuhan untuk disesuaikan dan dikembangkan guna menekan transaction cost dilemma yang selalu hadir pada suatu sistem sosial-ekonomi yang berkembang semakin kompleks sebagai akibat pertukaran-pertukaran ekonomi yang bekerja di bawah kelembagaan kapitalistik. Dalam pandangan North (1990) perkembangan perekonomian dan pertukaran (transaksi ekonomi) di suatu wilayah yang terus meningkat perlu di imbangi dengan pengembangan sistem tata-pengaturan kelembagaan yang kompatibel, jika tidak, maka akan muncul informal forms of governance yang hadir untuk memfasilitasi kebutuhan dan pemanfaatan kesempatan untuk

short-term profits.

Sementara Menurut GMT pertumbuhan ekonomi suatu kawasan (negara, daerah) dapat terbentuk sebagai akibat langsung dari aktivitas tata pengaturan

administrasi-politik yang secara operasional mampu men-generate keputusan-keputusan dan aturan-aturan yang decisive bagi berkembangnya aktivitas ekonomi

kawasan tersebut. Artinya, “kekuatan pengaturan politik lokal” dapat berfungsi sebagai mesin penggerak perkembangan wilayah lokal.

Dalam melihat pertumbuhan regional pada dasarnya menggunakan konsep-konsep pertumbuhan ekonomi secara agregat. Hanya saja pada pertumbuhan regional titik penekanan analisisnya lebih diletakkan pada akumulasi faktor produksi. Akumulasi faktor produksi tenaga kerja dan modal dalam suatu daerah dari satu tahun ke tahun berikutnya. Selain itu bila dikaitkan dengan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE), maka dapat dilihat pertumbuhan neraca sektor produksi, dan neraca rumah tangga. Dalam sistem dinamik, tingkat pertumbuhan suatu daerah dapat ditemukan lebih tinggi/lebih rendah dari pada tingkat normal yang dicapai oleh perekonomian nasional. Dalam kaitannya dengan pertumbuhan regional maka pada sistem neraca sosial ekonomi dapat dijadikan instrumen untuk melihat pertumbuhan akumulasi dari faktor produksi, sektor produksi dan rumah tangga di daerah.

(43)

18 dan (2) investasi membesarkan kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal. Yang pertama disebut sebagai dampak permintaan, dan kedua disebut sebagai dampak penawaran investasi (Kasliwal, 1995).

Arsyad (1999) menjelaskan yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi daerah adalah apabila terjadi peningkatan pendapatan masyarakat di suatu wilayah, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi di wilayah tertentu. Pertambahan pendapatan tersebut di ukur dalam nilai rill atau di nyatakan dalam harga konstan. Djojohadikusuma (1994) menjelaskan pertumbuhan ekonomi pada dasarnya terkait dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam satu daerah. Pertumbuhan menyangkut perkembangan berdemensi tunggal dan di ukur dengan meningkatnya hasil produksi (output) dan pendapatan. Identifikasi pertumbuhan menurut Kuznet dalam Djojohadikusumo,

(1985) memiliki beberapa ciri, yaitu (1) laju pertumbuhan pendapatan perkapita dalam arti nyata (2) distribusi angkatan kerja menurut sektor kegiatan produksi

yang menjadi sumber nafkah, dan (3) pola persebaran penduduk.

Selanjutnya Sukirno (1985) melihat ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, yaitu (1) tanah dan kekayaan alam (2) jumlah dan kualitas penduduk dan tenaga kerja (3) barang modal dan tingkat teknologi, (4) sistem sosial dan sikap masyarakat (5) luas pasar sebagai sumber pertumbuhan. Sedangkan menurut Todaro (2000) komponen-komponen pertumbuhan ekonomi yang penting dalam masyarakat, yaitu : (1) akumulasi modal termasuk semua investasi baru dalam bentuk tanah, peralatan fisik dan sumber daya alam (2) perkembangan penduduk, khususnya yang menyangkut pertumbuhan angkatan kerja, dan (3) kemajuan teknologi.

Pembangunan yang dilaksanakan disuatu daerah pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah (region) tersebut tanpa melupakan tujuan pembangunan nasional. Kegagalan dalam melaksanakan kegiatan pembangunan akan terlihat apabila laju pertumbuhan ekonomi meningkat, namun tingkat pendapatan masyarakat masih rendah. Implikasinya bahwa kegiatan pembangunan belum mampu menciptakan spread effect maupun

(44)

19 Menurut Anwar (1992), kegiatan pembangunan seringkali bersifat eksploitasi dengan menggunakan teknologi yang padat modal dan kurang memanfaatkan tenaga kerja setempat, sehingga manfaatnya bocor keluar wilayah. Lebih lanjut dikatakan, multiplier yang ditimbulkan kurang dapat ditangkap secara lokal dan regional, sehingga penduduk setempat seolah-olah (as if) menjadi penonton. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya disparitas terhadap pembangunan atau tingkat pertumbuhan suatu wilayah, sehingga kemampuan wilayah dalam mengelola barang dan jasa, baik dalam bentuk barang jadi maupun setengah jadi akan berbeda.

Tingkat kebocoran suatu wilayah dapat ditandai dengan tingginya keterkaitan kebelakang (backward linkage) sedang keterkaitan kedepannya

(forward linkage) cenderung rendah dan juga berkaitan dengan rendahnya dampak

pengganda (multiplier effect), karena nilai tambah (value added) yang semestinya dapat ditangkap wilayah tersebut justru manfaatnya diambil wilayah lain. Menurut

Anwar (1995) beberapa hal yang dapat mengakibatkan tingginya tingkat kebocoran wilayah antara lain :

(1). Sifat Komoditas

Komoditas yang bersifat eksploitasi umumnya yang natural resources mempunyai kecenderungan mengalami kebocoran wilayah yang tinggi apabila dalam sistem produksinya membutuhkan persyaratan-persyaratan tertentu, baik kualitas sumberdaya manusia, teknologi yang dipakai, kedekatan dengan pasar maupun persyaratan lainnya yang mengakibatkan aktifitas ekonomi suatu komoditas yang berasal dari suatu wilayah dilaksanakan di wilayah lain, sehingga nilai tambahnya sebagian besar ditangkap wilayah lain.

(2). Sifat Kelembagaan

Salah satu sifat kelembagaan yang utama adalah menyangkut kepemilikan

(owners), karena berkaitan dengan tingkat kebocoran wilayah yang terjadi. Faktor

(45)

20 dibandingkan dengan yang berasal daerah setempat. Pada umumnya yang berasal dari luar daerah lebih mementingkan profit sedangkan yang berasal dari daerah setempat selain profit, juga memperhatikan sosial budaya dan lingkungan.

Selain itu tingkat kebocoran suatu wilayah dapat dilihat dari komposisi impornya, baik impor sebagai input antara maupun sebagai input dari komponen permintaan akhir. Biasanya untuk mengukur tingkat kebocoran wilayah digunakan rasio input antara yang berasal dari impor dengan total input.

Konsep pembangunan berkelanjutan sudah mulai diadopsi dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi dimana tujuan sosial, ekonomi dan ekologi dipertimbangkan dalam kerangka pembangunan. Menurut Laporan Komisi Lingkungan dan Pembangunan (The Burdtland Comission) yang berjudul Our

Common Future dalam Gonarsyah, (2005) pembangunan berkelanjutan artinya

memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang. Lebih jauh Serageldin (1996) menguraikan tujuan-tujuan

pembangunan berkelanjutan dalam tiga tujuan pokok yang saling berkaitan, yakni : (1) tujuan ekonomi, yaitu pertumbuhan berkelanjutan dan efisiensi kapital, (2) tujuan sosial, yaitu pengentasan kemiskinan dan pemerataan, serta (3) tujuan ekosistem, yaitu pengelolaan sumberdaya yang menjamin keberlanjutan.

Uraian yang dikemukakan terdahulu menunjukkan bahwa tujuan ganda efisiensi dan keberlanjutan dapat dicapai dengan memperlakukan keberlanjutan sebagai kendala. Artinya, masyarakat yang berpegang pada kedua tujuan tersebut akan membatasi diri untuk hanya mempertimbangkan jalur-jalur efisiensi yang juga berkelanjutan (sustainable). Sejauhmana kendala keberlanjutan mengikat

(binding) atau tidak tergantung sekali kepada kemajuan sosial dan peningkatan

(augmenting) sumberdaya. Lepas dari polemik antara kubu optimis dan kubu

pesimis mengenai keberlanjutan ekonomi, yang penting bagi kita adalah mempertimbangkan kebijakan yang dapat meningkatkan kemungkinan tercapainya jalur yang efisien dan keberlanjutan (Gonarsyah, 2005).

(46)
[image:46.595.93.498.59.635.2]

21 ruang serta lingkungan. Dengan lain perkataan bahwa untuk mencapai pembangunan wilayah yang berkelanjutan maka sejak dini diperlukan pemahaman masyarakat dan pemerintah daerah, serta semua komponen pembangunan bahwa antar aspek seperti Gambar 3. memiliki peran yang tidak dapat diabaikan satu sama lain begitu saja.

Gambar 3. Perspektif Pembangunan Wilayah Berkelanjutan

Pendekatan makro yang hingga saat ini dipandang relevan untuk menelaah dampak atau keterkaitan antara sektor perekonomian wilayah adalah analisis

Input-Output yang sekaligus merupakan pengembangan teori

Gambar

Gambar 1.  Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Masing-masing Kabupaten/Kota di
Gambar 2. Persentase Penduduk Miskin pada Masing-masing Kabupaten Kota di
Tabel Input-Output (I-O) dan Tabel Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE)
Gambar 3. Perspektif Pembangunan Wilayah Berkelanjutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembayaran Termyn II (20,503%) Proyek Pembangunan Gedung Perwakilan Malinau di Jakarta. No Kontrak : 600/71/190.b/KONTRAK-PGPMJ/DPU-MAL/VIII/2013 Tanggal : 12

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi jenis kegiatan, bahan kimia dan alat pelindung diri yang dipakai, mengidentifikasi perubahan warna rambut pekerja serta menganalisis

Pada kesempatan berikutnya, pembelajaran al-Qur’an Hadits kelas 5 dilakukan demonstrasi seperti tugas yang sudah disampaikan, masing-masing siswa maju satu persatu

Sedangkan rumusan Kompetensi Sikap Sosial, yaitu “Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli (toleran, gotong royong, kerja sama),

Proses belajar PAKEM berpangkal dari suatu idea tau konsep bahwa proses belajar ter- center pada anak didik dan harus joinfull/menyenangkan, agar anak selalu mendapatak

demokratisasi menjadi sangat berpengaruh mengingat masyarakat dunia menjadi masyarakat tanpa sekat yang harus saling berpengaruh dan saling membutuhkan. Kedua, Kemajuan

Pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti

Wanita menopause harus memakan makanan yang beraneka ragam dan menggunakan semua macam bahan makanan dari semua golongan serta bahan makanan dalam jumlah dan