I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agroforestri adalah suatu nama kolektif untuk sistem-sistem penggunaan
lahan teknologi, dimana tanaman keras berkayu (tanaman-tanaman, perdu,
jenis-jenis palm, bambu, dsb) ditanam bersamaan dengan tanaman pertanian, dan/atau
hewan, dengan suatu tujuan tertentu dalam suatu bentuk pengaturan spasial atau
urutan temporal, dan di dalamnya terdapat interaksi-interaksi ekologi dan
ekonomi di antara berbagai komponen yang bersangkutan (Nair 1989). Pada
dasarnya, agroforestri mempunyai dua komponen penyusun utama, yaitu tanaman
kehutanan dan tanaman pertanian. Kombinasi tanaman kehutanan dan tanaman
pertanian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat yaitu bersifat
multifungsi serta memiliki nilai komersial tinggi.
Salah satu jenis tanaman kehutanan yang potensial dikembangkan di lahan
agroforestri adalah sentang. Sentang merupakan jenis tanaman yang cepat tumbuh
, memiliki kayu yang indah serta mudah dikerjakan. Kayunya biasa digunakan
untuk bahan bangunan, mebel, kayu lapis, lantai dan piano. Di Malaysia pucuk
daun dan bunga dimakan sebagai sayuran. Daun dan bunga mengandung zat
azadirachtin yang dapat digunakan sebagai insektisida, selain itu ranting, daun
dan buah hijau dapat digunakan penyubur tanah (Pramono 2001).
Sentang merupakan jenis tanaman unggulan di Malaysia tetapi belum
banyak dikembangkan di Indonesia. Pertumbuhan sentang baik dikembangkan di
lahan agroforestri karena bentuk tajuknya yang kerucut, sehingga memungkinkan
sentang dan tanaman pertaniannya dapat memperoleh sinar matahari dengan baik.
Pengaturan sifat-sifat perakaran sangat perlu untuk menghindari persaingan antara
tanaman kehutanan dan tanaman pertanian. Sistem perakaran yang dalam
ditumpang sarikan dengan tanaman yang berakar dangkal. Berdasarkan uraian di
atas, maka penelitian tentang dimensi dan sistem perakaran tanaman sentang di
1.2 Perumusan Permasalahan
Permasalahan yang mendasari penelitian ini antara lain adalah semakin
sempitnya penggunaan lahan untuk pertanian dan kehutanan sehingga diperlukan
adanya sistem agroforestri untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan
mencampurkan tanaman pertanian dan tanaman kehutanan. Selain pengelolaan
yang baik, sistem agroforestri harus memperhatikan atau mengetahui faktor-faktor
pendukung salah satunya adalah sistem perakaran tanaman pokoknya.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh agroforestri terhadap
dimensi dan sistem perakaran tanaman sentang.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan informasi
karakteristik dimensi dan sistem perakaran tanaman sentang di lahan agroforestri,
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agroforestri
Menurut Winarto (2006), agroforestri (wanatani) merupakan manajemen
pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari dengan cara mengkombinasikan
kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit pengelolaan lahan yang sama, dengan
memperhatikan kondisi lingkungan, sosial ekonomi, dan budaya masyarakat yang
berperan serta. Selain itu juga agroforestri merupakan suatu sistem penanaman
tanaman hutan dengan tanaman tumpang sari tanaman pangan/ perkebunan yang
ditanam.
Andayani (2005) menyatakan bahwa agroforestri dapat diartikan sebagai
suatu bentuk kolektif (collective name) dari sebuah sistem nilai masyarakat yang
berkaitan dengan model-model penggunaan lahan lestari. Oleh karena itu,
agroforestri dalam bentuk implementasinya dapat berbentuk seperti :
1. Agrisilvikultur, yaitu penggunaan lahan secara sadar dan dengan
pertimbangan yang masak untuk memproduksi sekaligus hasil-hasil pertanian
dari hutan.
2. Sylvopastural, yaitu sistem pengelolaan hutan dimana hutan dikelola untuk
menghasilkan kayu sekaligus juga untuk memelihara ternak.
3. Agrosylvo-pastoral, yaitu sistem dimana lahan dikelola untuk memproduksi
hasil pertanian dan hasil kehutanan secara bersamaan dan sekaligus
memelihara hewan ternak.
4. Multipurpose forest tree production system, yaitu sistem dimana berbagai
jenis kayu ditanam dan dikelola, tidak saja untuk menghasilkan kayu tetapi
juga dedaunan dan buah-buahan yang dapat digunakan sebagai bahan
makanan manusia maupun dijadikan makanan ternak.
Dalam bahasa Indonesia, kata agroforestri dikenal dengan istilah wanatani
atau agroforestri yang arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan
pertanian. Agroforestri dapat dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu sistem
agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks (De Forestra dan Michon
1997).
Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian dimana
semusim. Sistem agroforestri kompleks adalah suatu sistem pertanian menetap
yang melibatkan banyak jenis tanaman pohon (berbasis pohon) baik sengaja
ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola
petani mengikuti pola tanam dan ekosistemnya menyerupai hutan, contoh dari
bentuk agroforestri kompleks adalah kebun dan agroforest.
2.2. Sentang (Melia excelsa Jack.)
2.2.1. Taksonomi
Tanaman sentang merupakan tanaman dari suku Meliaceae yang dikenali
sebagai Melia excelsa Jack. Tanaman ini juga dikenali dengan nama „morenggo‟
di Filipina, sentang di Semenanjung Malaysia, „ranggu‟ di Sarawak dan „thiem‟
atau „elephant neem‟ di Thailand. Sentang adalah jenis tanaman yang tumbuh di
hutan tropika selatan Thailand, Malaysia, Burma, India, Pakistan, Borneo, Filipina
dan Indonesia. Joker (2000) mengemukakan taksonomi dari tanaman sentang
sebagai berikut:
Nama lain : Azadirachta integrifolia Merr., Azedarach excelsa (Jack)
Kuntze, M. excelsa Jack, Trichilia excelsa (Jack) Spreng.
Nama umum : Sentang (nama dagang), kayu bawang (Indonesia)
2.2.2. Penyebaran dan habitat
Sentang merupakan jenis hutan lembab dataran rendah di Asia Tenggara-
Pasifik. Sentang tumbuh di hutan sekunder tua atau hutan yang telah ditebang
lama, juga ditemukan di hutan dipterokarpa primer. Sentang merupakan jenis asli
Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Filipina kepulauan Aru
dan Papua New Guinea. Sentang dapat dijumpai di Jawa Barat, yaitu di Kebun
Percobaan Dramaga, Carita, Pasirhantap, dan Pasirawi. Sentang ditemukan
tahunan lebih 2.000 mm, suhu rata-rata tahunan 22–27°C, dan musim kering tidak
lebih 2–3 bulan. Selain itu, sentang membutuhkan tanah subur, menyukai tanah
geluh berpasir, drainase dan aerasi baik serta merupakan spesies dataran rendah
dengan pH tanah 5,0–6,5 (Joker 2002).
2.2.3. Deskripsi botani
Pohon merangas dan tidak berbanir. Tinggi pohon mencapai 50 m dengan
diameter sampai 125 cm (Joker 2002). Kulitnya sedikit beralur dangkal dan
mengelupas kecil-kecil tipis. Kulitnya berbau bawang (Prawira dan Oetja 1978).
Pohon sentang memiliki daun majemuk tunggal dengan anak daun tanpa tangkai
daun atau tangkai daun sangat pendek. Anak daun berbentuk bulat telur
memanjang dengan pangkal membulat, tidak simetris dan ujungnya lancip.
Ukuran anak daun dapat mencapai lebar 5 cm dan panjang 11 cm. Poros utama
tempat kedudukan anak-anak daun dapat mencapai panjang 40 cm (Prawira dan
Oetja 1978). Tulang daun berjumlah 6−11 pasang pada setiap sisinya.
Waktu pembungaan dan pembuahan bervariasi. Di Thailand Utara, daun
gugur bulan Januari−Februari, dan daun baru muncul segera sesudahnya,
pembungaan terjadi Februari−Maret. Di Thailand, buah masak antara Juni−Juli
pada lintang rendah berbatasan dengan Malaysia, sedangkan pada lintang yang
lebih tinggi, buah akan masak lebih awal, yaitu pada bulan Mei dan Juni. Produksi
benih melimpah setiap tahun (Joker 2002).
Bunga sentang berwarna putih kehijauan dan berbau, mempunyai 5
kelopak yang berwarna putih berukuran panjang 5−5,6 mm dan lebar 1,5−2,5 mm.
Panjang putik 4 mm. Bagian dalam bunga ditutupi bulu-bulu halus. Ovari terdiri
dari 3 karpel dengan 2 lokus dan 1 kepala putik (Zuhaidi dan Noor 2000).
Bunga-bunga tersusun dalam kedudukan malai. Poros utama serta cabang-cabangnya
ditutupi bulu-bulu halus (Prawira dan Oetja 1978). Panjang malai dapat mencapai
70 cm (Joker 2002).
Buah masak pada bulan Mei sampai Juni. Buah mengandung satu benih,
berbentuk lonjong dengan panjang 2,4−3,2 cm dan lebar 1,3−1,6 cm (Zuhaidi dan
Noor 2000). Buah memiliki kulit buah berdaging. Buah muda berwarna hijau,
berubah kuning jika masak. Panjang benih 20−25 mm, lebar 10−12 mm. Dalam 1
2.2.4. Teknik silvikultur
Permudaan alam sentang banyak terdapat di hutan primer, terutama di
dekat tanaman induk secara berkelompok atau menyebar (Prawira dan Oetja
1978). Penyebaran buah sentang dibantu oleh burung atau kelelawar. Buah yang
disebarkan oleh agen penyebar dapat mencapai jarak 500−800 m dari tanaman
induk (Zuhaidi dan Noor 2000).
Permudaan buatan sentang dengan biji dapat dilakukan dengan
menaburkan benih di bedeng atau langsung ditanam ke kantong plastik. Jarak
tabur di bedeng adalah 20 cm antar larikan dan 5 cm dalam larikan benih. Setelah
perkecambahan, semai memerlukan 50 % naungan dan kemudian secara bertahap
mulai dikurangi sampai akhirnya tanpa naungan pada saat semai mencapai tinggi
30 cm (Joker 2002).
Permudaan buatan sentang tidak hanya dengan biji, tetapi dapat pula
menggunakan teknik pembiakan vegetatif. Pembiakan vegetatif tersebut yaitu
stek, cangkok, sambungan dan kultur jaringan.
2.2.5. Pemanfaatan
Kayu sentang mempunyai berat jenis 0,60 dan tergolong dalam kelas awet
III-IV. Kayu sentang banyak dipergunakan untuk bangunan rumah dan perahu.
Kayu sentang tergolong kuat, awet dan mudah dikerjakan (Prawira dan Oetja
1978).
Kayu sentang sangat berguna untuk konstruksi ringan, mebel, panel dan
vinir. Tunas muda dan bunganya dikonsumsi sebagai sayuran. Biasanya ditanam
di sepanjang jalan, batas peternakan atau batas kebun karet. Seperti neem, bijinya
mengandung azadirachtin, digunakan sebagai insektisida. Pada agroforestri,
pertanaman M. excelsa muda ditanam tumpangsari dengan padi, kacang tanah,
buncis, kedelai dan sayuran (Joker 2002). Daun sentang dapat digunakan sebagai
obat sakit perut dan gangguan pada suara.
Florido dan Mesa (2001) mengelompokkan kegunaan tanaman sentang
berdasarkan bagian tanaman. Hampir semua bagian tanaman sentang mempunyai
Tabel 1 Kegunaan tanaman sentang
Bagian tanaman Kegunaan
Kayu Konstruksi, langit-langit, jendela, pintu, meubel dan
ukir-ukiran
Biji Ekstraksi minyak neem, sabun, produk, obat-obatan,
kosmetik dan dipakai pada industri pasta gigi
Daun Insektisida/anti serangga, ekstrak daunnya dapat dipakai
sebagai kontrasepsi laki-laki
Bunga Dapat dimakan, sebagai obat bagi penyakit yang berkaitan
dengan perut dan hidung
Kayu gubal Obat untuk penyakit kantong empedu
Kayu teras Pencegah gangguan penyakit pencernaan
Tanaman Pemecah angin, tanaman pinggir jalan, tanaman pagar dan
III.
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012.
Lokasi penelitian di lahan agroforestri di Desa Cibadak, Kecamatan Ciampea,
Kabupaten Bogor. Secara geografis Desa Cibadak terletak pada ketinggian antara
300–900 mdpl. Curah hujan rata-rata 3000 mm pertahun dan rata-rata berkisar
antara 20−30º C. Curah hujan tertinggi terjadi pada Oktober sedangkan curah
hujan terendah pada Agustus.
3.2 Alat Dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman sentang dan
tanaman sorgum. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah parang,
cangkul, kaliper, mistar, galah, kantong plastik, densiometer, kompas, pita ukur,
camera digital, dan alat tulis.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder. Proses
pengumpulan data primer yaitu melalui pengukuran langsung di lapangan seperti
pengukuran dimensi tanaman, pengukuran panjang akar horisontal dan kedalaman
akar, persen penutupan tajuk serta pengambilan contoh tanah.
Data sekunder yang dibutuhkan adalah topografi dan kondisi iklim Desa
Cibadak. Data ini diperoleh dari kantor Kecamatan Ciampea dan wawancara
bebas dengan petugas lapangan. Untuk data-data lain yang terkait dengan
penelitian ini, diperoleh dari studi pustaka serta laporan dan arsip dinas terkait
maupun yang bersumber dari media elektronik.
3.4 Metode Kerja
3.4.1 Pengukuran dimensi tanaman
Pengukuran dimensi tanaman meliputi diameter, tinggi, tajuk dan persen
penutupan tajuk. Diameter, tinggi dan tajuk diukur di plot sedangkan persen
penutupan tajuk diukur di blok. Diameter diukur menggunakan kaliper di dua
permanen 5 cm di atas permukaan tanah serta titik yang ke dua pada dbh
(diameter setinggi dada 1,3 m).
Pengukuran tinggi tanaman diukur dengan menggunakan galah berskala
metrik dan pita ukur. Pengukuran tinggi sentang dilakukan dari pangkal batang
sampai pucuk atau titik paling ujung.
Tajuk tanaman diukur dengan menggunakan kompas, galah dan pita ukur.
Panjang tajuk merupakan tajuk terpanjang dari sentang yang diukur pada garis
proyeksinya yang tegak lurus ke tanah. Lebar tajuk diukur pada tajuk terlebar
sentang yang garis proyeksinya tegak lurus dengan garis imajiner dari proyeksi
tajuk terpanjang yang sudah diukur.
Tata letak sentang dan sorgum di lahan agroforestri, pola penanaman
sentang dan sorgum serta tata letak arah perakaran dalam satu plot disajikan pada
Gambar 1, 2 dan 3.
Gambar 1 Tata letak sentang dan sorgum di lahan agroforestri ( =tanaman sentang yang tidak ditumpangsarikan, =ditumpangsarikan dengan sweet sorghum, =ditumpangsarikan dengan grain sorghum)
Pendugaan penutupan tajuk dilakukan dengan menggunakan alat spiracle
densiometer yang dikembangkan oleh Supriyanto dan Irawan (2001). Pengukuran
persen penutupan tajuk dilakukan di tengah blok dan pada empat arah mata angin
yaitu Utara, Timur, Selatan dan Barat. Cara menggunakannya dengan meletakkan
spiracle densiometer pada jarak 30−45 cm dari badan dengan ketinggian sejajar
lengan. Masing-masing kotak dihitung persen bayangan langit yang dapat
tertangkap pada cermin dengan pembobotan, yaitu terbuka penuh memiliki bobot
2,5 x 5 m U
S
2,5 x 2,5 m
Gambar 2 Pola penanaman sentang dan sorgum ( =tanaman sentang, = ruang yang ditanam sorgum, =batas plot, =batas blok)
Gambar 3 Tata letak arah perakaran dalam satu plot ( =tegak lurus larikan, =searah larikan)
3.4.2 Pengukuran panjang akar horisontal dan kedalaman akar
Pengukuran panjang akar horisontal dan kedalamannya pada tanaman
sentang menggunakan alat cangkul, mistar dan pita ukur. Setiap plot diambil 6
tanaman sentang yang saling berdekatan untuk diukur panjang akar dan
kedalamannya. Setiap tanaman sentang diukur dari dua arah, yaitu pengukuran
searah larikan sorgum serta pengukuran tegak lurus larikan sorgum.
Pengukuran panjang akar horisontal dan kedalamannya pertama kali
dilakukan tepat di tengah-tengah di antara tanaman sentang. Selanjutnya apabila
pengukuran dihentikan. Namun jika tidak ditemukan adanya akar tanaman
sentang, maka pengukuran berikutnya dilakukan pada setiap jarak 50 cm ke arah
kanan dan kiri dari penggalian sebelumnya, sampai ditemukan adanya akar
tanaman sentang.
3.4.3 Pengambilan contoh tanah dan analisis tanah
Contoh tanah diambil dari lapangan dengan menggunakan cangkul dan
kantong plastik. Contoh tanah diambil menggunakan cangkul lalu dimasukkan ke
dalam kantong plastik. Setiap blok diambil masing-masing contoh tanahnya yaitu
contoh tanah terusik. Contoh tanah yang ada dianalisis sifat fisik dan kimianya di
Balai Penelitian Tanah Bogor.
3.5 Analisis Data
Dimensi tanaman dan sistem perakaran menggunakan metode statistik
Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan dua faktor. Persen
penutupan tajuk dan analisis tanah menggunakan analisis deskriptif.
Perlakuan pada percobaan ini ada enam yaitu:
aSS. Sweet sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m.
bSS. Sweet sorghum pada jarak tanam 2,5 x 5 m
aGS. Grain sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m.
bGS. Grain sorghum pada jarak tanam 2,5 x 5 m.
aNS. No sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m.
bNS. No sorghum pada jarak tanam 2,5 x 5 m.
Masing-masing taraf perlakuan diletakkan di dalam tiga blok. Blok tersebut
adalah blok 1, 2 dan 3. Dengan demikian, unit yang dilibatkan sebanyak 18 unit.
Pengacakan perlakuan dilakukan pada masing-masing blok penelitian.
Hipotesis yang diuji dalam rancangan acak kelompok lengkap (RAKL)
dengan dua faktor (Mattjik & Sumertajaya 2006) :
I. Pengaruh utama jarak tanam:
Ho : (jarak tanam tidak berpengaruh)
II. Pengaruh utama jenis sorgum:
Ho : (jenis sorgum tidak berpengaruh)
H1 : Paling sedikit ada satu j dimana
III.Pengaruh sederhana (interaksi) jarak tanam dengan jenis sorgum:
Ho : ( ( ( (Interaksi jarak tanam dengan
jenis sorgum tidak berpengaruh)
H1 : Paling sedikit ada sepasang (i,j) dimana (
Model persamaan linier dari rancangan acak kelompok lengkap (RAKL)
dengan dua faktor (Mattjik & Sumertajaya 2006) :
Yijk= µ + αi+ βj+ (αβ)ij+ εijk
Keterangan:
Yijk = Nilai pengamatan pada faktor jarak tanam taraf ke-i faktor jenis sorgum
taraf ke-j dan kelompok (blok) ke-k
µ = Rataan umum
αi = Pengaruh jarak tanam taraf ke-i βj = Pengaruh jenis sorgum taraf ke-j
(αβ)ij = Komponen interaksi antara faktor jarak tanam taraf ke-I dan faktor jenis sorgum taraf ke-j
εijk = Merupakan pengaruh acak (galat) yang menyebar normal pada faktor jarak tanam taraf ke-I dan faktor jenis sorgum taraf ke-j dan kelompok
ke-k
Data hasil pengukuran dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan bila
terdapat pengaruh yang signifikan pada variabel penelitian, maka analisis
dilanjutkan dengan uji Duncan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
Microsoft Office Excel dan software SAS (Statistical Analysis System) 9.1.3
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah diameter pangkal,
diameter setinggi dada (dbh), tinggi total, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk,
panjang tajuk (U-S), lebar tajuk (B-T), panjang akar horisontal searah larikan,
kedalaman akar searah larikan, panjang akar horisontal tegak lurus larikan,
kedalaman akar tegak lurus larikan. Hasil pengolahan data pengaruh perlakuan
terhadap variabel dimensi tanaman dan sistem perakaran dapat dilihat pada
Lampiran 1. Rekapitulasi hasil sidik ragamnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap variabel dimensi
Panjang akar horisontal searah larikan tn ** tn
Kedalaman akar searah larikan tn tn tn
Panjang akar horisontal tegak lurus larikan
tn ** *
Kedalaman akar tegak lurus larikan tn ** tn
*: berpengaruh nyata pada taraf 5%, **: berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%, tn : tidak nyata
Dari Tabel 2 diperoleh hasil bahwa perlakuan menyebabkan respon yang
berbeda-beda terhadap diameter pangkal, diameter setinggi dada (dbh), tinggi
total, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk, panjang tajuk (U-S), lebar tajuk (B-T)
serta panjang akar horisontal tegak lurus larikan.
4.1.1 Dimensi tanaman
Dimensi tanaman yang diamati pada penelitian ini meliputi: diameter
pangkal, diameter setinggi dada, tinggi total, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk,
Diameter pangkal
Pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap diameter pangkal
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap diameter pangkal
Jarak tanam (m) Jenis sorgum Rata-rata diameter pangkal sentang (mm)
Huruf sama di belakang angka menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 %
Berdasarkan hasil uji Duncan, diameter pangkal sentang tertinggi
ditemukan pada perlakuan sweet sorghum dan grain sorghum pada ke dua jarak
tanam.
Diamater setinggi dada (dbh)
Pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap diameter setinggi dada
(dbh) disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap diameter setinggi dada (dbh)
Jarak tanam (m) Jenis sorgum Rata-rata diameter sentang (mm)
Huruf sama di belakang angka menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 %
Berdasarkan hasil uji Duncan, diameter setinggi dada (dbh) sentang
tertinggi ditemukan pada perlakuan sweet sorghum dan grain sorghum pada ke
dua jarak tanam.
Tinggi total
Pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap tinggi total tanaman
Tabel 5 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap tinggi total
Jarak tanam (m) Jenis sorgum Rata-rata tinggi total sentang (cm)
Huruf sama di belakang angka menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 %
Berdasarkan hasil uji Duncan, tinggi total sentang tertinggi ditemukan
pada perlakuan sweet sorghum dan grain sorghum pada ke dua jarak tanam.
Tinggi bebas cabang
Pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap tinggi bebas cabang
disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap tinggi bebas cabang
Jarak tanam (m) Jenis sorgum Rata-rata tinggi bebas cabang sentang (cm) Huruf sama di belakang angka menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 %
Berdasarkan hasil uji Duncan, tinggi bebas cabang sentang tertinggi
ditemukan pada perlakuan grain sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m dan sweet
sorghum pada jarak tanam 2,5 x 5 m.
Tinggi tajuk
Pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap tinggi tajuk disajikan
Tabel 7 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap tinggi tajuk
Jarak tanam (m) Jenis sorgum Rata-rata tinggi tajuk sentang (cm) Huruf sama di belakang angka menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 %
Berdasarkan hasil uji Duncan, tinggi tajuk sentang tertinggi ditemukan
pada perlakuan sweet sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m dan grain sorghum
pada jarak tanam 2,5 x 5 m.
Panjang tajuk
Pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap panjang tajuk disajikan
pada Tabel 8.
Tabel 8 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap panjang tajuk
Jarak tanam (m) Jenis sorgum Rata-rata panjang tajuk sentang (cm)
Huruf sama di belakang angka menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 %
Berdasarkan hasil uji Duncan, panjang tajuk sentang tertinggi ditemukan
pada perlakuan sweet sorghum dan grain sorghum pada ke dua jarak tanam.
Lebar tajuk
Pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap lebar tajuk disajikan pada
Tabel 9 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap lebar tajuk
Jarak tanam (m) Jenis sorgum Rata-rata lebar tajuk sentang (cm) Huruf sama di belakang angka menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 %
Berdasarkan hasil uji Duncan, lebar tajuk sentang tertinggi ditemukan
pada perlakuan sweet sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m.
Persen penutupan tajuk
Tabel rekapitulasi persen penutupan tajuk disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Tabel rekapitulasi persen penutupan tajuk
A. Blok 1
Sistem perakaran yang diamati pada penelitian ini meliputi panjang akar
horisontal searah larikan, kedalaman akar searah larikan, panjang akar horisontal
Panjang akar horisontal searah larikan
Adapun rata-rata panjang akar horisontal searah larikan disajikan pada
Tabel 11.
Tabel 11 Rata-rata panjang akar horisontal searah larikan pada setiap perlakuan
Jarak tanam (m) Jenis sorgum Panjang akar horisontal searah larikan sentang (cm)
Berdasarkan Tabel 11, panjang akar horisontal searah larikan sentang
terpendek ditemukan pada perlakuan no sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m,
yaitu sebesar 51,00 cm.
Kedalaman akar searah larikan
Adapun rata-rata kedalaman akar searah larikan disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12 Rata-rata kedalaman akar searah larikan pada setiap perlakuan
Jarak tanam (m) Jenis sorgum Kedalaman akar searah larikan sentang (cm)
Berdasarkan Tabel 12, kedalaman akar searah larikan sentang terdalam
ditemukan pada perlakuan sweet sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m, yaitu
sebesar 17,35 cm.
Panjang akar horisontal tegak lurus larikan
Pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap panjang akar horisontal
Tabel 13 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap Huruf sama di belakang angka menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 %
Berdasarkan hasil uji Duncan, panjang akar horisontal tegak lurus larikan
sentang terpendek ditemukan pada perlakuan no sorghum pada jarak tanam 2,5 x
2,5 m.
Kedalaman akar tegak lurus larikan
Adapun rata-rata kedalaman akar tegak lurus larikan disajikan pada Tabel
14.
Tabel 14 Rata-rata kedalaman akar tegak lurus larikan pada setiap perlakuan
Jarak tanam (m) Jenis sorgum Kedalaman akar tegak lurus larikan sentang (cm)
Berdasarkan Tabel 14, kedalaman akar tegak lurus larikan sentang
terdalam ditemukan pada perlakuan grain sorghum pada jarak tanam 2,5 x 5 m
sebesar 16,18 cm.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Dimensi tanaman
Kombinasi antara tanaman berkayu dan tanaman tidak berkayu
menyebabkan adanya interaksi dan kompetisi. Interaksi yang positif pada pola
agroforestri akan menghasilkan peningkatan produksi dari semua komponen
tanaman yang ada pada pola tersebut, akan tetapi apabila bentuk interaksi yang
terjadi adalah negatif maka peningkatan produksi salah satu jenis tanaman akan
menyebabkan penurunan produksi tanaman yang lain (Hairiah et al. 2002). Untuk
pengelolaan lahan agroforestri seperti pengaturan jarak tanam, pengaturan pola
tanam serta pemilihan tanaman semusim.
Jenis tanaman berkayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sentang. Variabel dimensi tanaman yang diamati dalam penelitian ini adalah
diameter pangkal, diameter setinggi dada (dbh), tinggi total, tinggi bebas cabang,
tinggi tajuk, panjang tajuk serta lebar tajuk. Semua variabel dimensi tanaman
dipengaruhi oleh interaksi antara jarak tanam dan jenis sorgum. Hasil uji Duncan
dari perlakuan jarak tanam dan jenis sorgum menunjukkan bahwa perlakuan yang
terbaik untuk dimensi tanaman ditemukan pada perlakuan sweet sorghum dan
grain sorghum pada ke dua jarak tanam. Tanaman sentang yang tidak
ditumpangsarikan dengan sorgum (no sorghum) pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m
memiliki nilai rata-rata dimensi tanaman yang paling rendah dibandingkan dengan
kelima perlakuan lainnya.
Hal yang diduga mempengaruhi pertumbuhan dimensi pada ke dua
perlakuan tersebut karena pada saat awal penanaman, perlakuan sweet sorghum
dan grain sorghum diberikan pupuk sedangkan no sorghum tidak diberi pupuk.
Sentang yang diberikan pupuk pertumbuhannya akan lebih cepat dibandingkan
dengan sentang yang tidak diberi pupuk. Selain itu, plot sentang yang tidak
ditumpangsarikan dengan sorgum (no sorghum) ditumbuhi alang-alang, sehingga
terjadi kompetisi antara sentang dengan alang-alang dalam memperoleh cahaya,
nutrisi maupun hara. Faktor lain yang mempengaruhi adalah topografi yang lebih
curam di plot dengan perlakuan no sorghum yang berlokasi di ujung setiap blok,
sehingga tingkat kerentanan erosinya besar yang mengakibatkan mudahnya hara
tercuci oleh air hujan.
Simorangkir (2000) menyatakan bahwa pengaruh cahaya terhadap
pembesaran sel dan diferensiasi sel berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi,
ukuran daun serta batang. Tinggi tanaman lebih cepat naik di tempat teduh
sementara diameter tanaman lebih cepat naik di tempat tanpa naungan.
Pertumbuhan tanaman pada jarak tanam yang rapat dan tajuknya tidak saling
bersinggungan lebih cepat dibandingkan dengan jarak tanam yang lebar. Hal ini
karena cahaya matahari tidak langsung menyentuh tanah dan penguapan yang
tinggi. Kondisi kadar air yang cukup tinggi ini mendukung tanaman dalam
kegiatan fotosintesis sehingga aktifitas tanaman untuk tumbuh dan bereproduksi
lebih baik.
Berdasarkan hasil uji Duncan, perlakuan yang terbaik untuk variabel
panjang tajuk dan lebar tajuk adalah sweet sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m.
Pertambahan luas tajuk berbanding lurus dengan diameter dan tinggi tanaman.
Bertambahnya luas tajuk akan mengakibatkan cahaya yang jatuh ke permukaan
tanah berkurang. Ukuran tajuk dapat dimanfaatkan untuk menentukan kompetisi
antar tanaman. Kompetisi ruang untuk mendapatkan unsur hara dan cahaya akan
berpengaruh pada bentuk dan luas tajuk. Kekuatan tanaman untuk bersaing
memperebutkan sumberdaya lingkungan diasumsikan sama dengan ukuran pohon
itu sendiri. Tanaman yang mempunyai ukuran yang lebih besar, tajuk yang luas
dan akar yang lebih banyak, diduga lebih mampu memperebutkan faktor
lingkungan seperti cahaya, unsur hara dan air (Raharjo dan Sadono 2008).
Hairiah et al. (2002) mengatakan bahwa persen penutupan tajuk diukur
untuk menduga besarnya jumlah radiasi sinar matahari yang menembus sampai ke
tanah. Pengaruh dari radiasi matahari pada pertumbuhan tanaman dapat dilihat
sangat jelas pada tanaman yang tumbuh di bawah naungan. Pertumbuhan tanaman
di bawah naungan semakin terhambat bila tingkat naungan semakin tinggi. Besar
atau kecilnya ukuran tajuk biasa digunakan untuk menduga besarnya laju
fotosintesis dan respirasi yang terjadi pada tanaman. Hasil fotosintesis ini sangat
berguna bagi pertumbuhan tanaman untuk membuat makanan yang penting untuk
pertumbuhan. Semakin baik proses fotosintesis semakin baik pula pertumbuhan
tanaman (Omon dan Adman 2007).
Berdasarkan hasil dari Tabel 9, blok yang paling besar nilai rata-rata
persen penutupan tajuknya adalah blok 2. Hal ini karena pertumbuhan sentang di
blok 2 yang paling baik daripada di blok 1 dan 3 sehingga penutupan tajuknya
juga yang paling besar. Persen penutupan tajuk sentang diblok 1, 2 dan 3
berturut-turut adalah 15,4%, 26,1% dan 17,3%. Kelas kerapatan tajuk pada ketiga blok
tergolong jarang karena terdapat kurang dari 40% penutupan tajuk. Tanaman sela
yang digunakan pada penelitian ini adalah sorgum, dimana sorgum merupakan
dan membutuhkan cahaya matahari penuh. Kerapatan tajuk yang masih tergolong
jarang tersebut membuat tanaman selanya dapat berkembang dengan baik karena
cahaya yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis dapat diperoleh secara penuh.
4.2.2 Sistem perakaran
Berdasarkan Mahendra (2009) bagi tanaman, akar adalah salah satu faktor
penting bagi pertumbuhan, tanpa akar proses fotosintesis untuk memproduksi
karbohidrat dan energi tidak akan bisa berjalan. Adapun fungsi akar bagi tanaman
yaitu membantu tumbuhan agar dapat berdiri kokoh di dalam tanah, menyerap air
dari tanah serta menyerap unsur hara dari tanah.
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah panjang akar horisontal
searah larikan, kedalaman akar searah larikan, panjang akar horisontal tegak lurus
larikan serta kedalaman akar tegak lurus larikan. Semua variabel sistem perakaran
tidak dipengaruhi oleh interaksi antara jarak tanam dan jenis sorgum, kecuali
panjang akar horisontal tegak lurus larikan. Panjang akar horisontal searah larikan
terpendek ditemukan pada pelakuan no sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m
sedangkan untuk kedalaman akar searah larikan yang terdalam ditemukan pada
perlakuan sweet sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m. Panjang akar horisontal
tegak lurus larikan terpendek ditemukan pada perlakuan no sorghum pada jarak
tanam 2,5 x 5 m sedangkan untuk kedalaman akar tegak lurus larikan terdalam
ditemukan pada perlakuan grain sorghum pada jarak tanam 2,5 x 5 m.
Panjang akar yang paling pendek ditemukan pada perlakuan no sorghum,
dimana perlakuan ini merupakan perlakuan yang memiliki rata-rata nilai paling
kecil untuk semua variabel baik dimensi tanaman maupun sistem perakaran.
Sistem perakaran sweet sorghum dan grain sorghum lebih baik daripada no
sorghum karena pengelolaan tanah diawal, yaitu pemberian pupuk kepada
perlakuan sweet sorghum dan grain sorghum. Unsur-unsur yang terkandung di
dalam pupuk membantu akar dalam mengambil hara dari dalam tanah.
Panjang akar yang pendek memungkinkan akar antara tanaman tidak
saling tumpang tindih sehingga kompetisi antara sentang dan sorgum kecil. Selain
panjang akar, kedalaman juga berpengaruh terhadap pertumbuhan. Kedalaman
akar yang paling dalam ditemukan pada perlakuan sweet sorghum pada jarak
perakaran sangat berpengaruh pada porsi air yang dapat diserap. Makin panjang
dan dalam akar menembus tanah makin banyak air yang dapat diserap bila
dibandingkan dengan perakaran yang pendek dan dangkal dalam waktu yang
sama (Jumin 1989). Pada tanah yang dalam, aerasinya baik, tanaman sorgum
dapat tumbuh sampai kedalaman 2 m dan penyebaran kearah horisontal lebih dari
1 m (Kramer 1977).
Perkembangan perakaran berhubungan erat dengan kesuburan tanah.
Dampak nutrisi terhadap perkembangan akar terlihat dalam perkembangan
optimal perakaran di lapisan atas, lapisan tanah yang paling subur, dan juga dalam
peningkatan perkembangan akar di sekitar penempatan pupuk (Daniel et al.
1987). Tekstur tanah di lokasi penelitian adalah lempung berliat. Salah satu
indikator kesuburan tanah adalah pH, kandungan N dan K serta Kapasitas Tukar
Kation (KTK). pH di di lokasi penelitian termasuk kategori sangat masam,
kandungan N dan K termasuk kategori sangat rendah. KTK di blok 1 dan blok 2
termasuk kategori tinggi sedangkan di blok 3 termasuk kategori rendah. Secara
umum, tanah di lokasi penelitian miskin hara sehingga perlu dilakukan kegiatan
pengelolaan tanah untuk meningkatkan pH dan bahan organik tanah. Salah satu
pengelolaan tanah yaitu dengan pengapuran dan pemupukan secara rutin.
Faktor lain yang mempengaruhi sistem perakaran adalah bentuk tajuk dari
tanaman pokoknya. Sentang yang memiliki tajuk kerucut sesuai dengan
perakarannya yang tidak terlalu dalam. Banyaknya akar mempengaruhi
pertumbuhan tajuk sedangkan sebaran tajuk menentukan kedalaman dan luas
sebaran perakaran tanaman. Pada pola tanam tumpang sari, jarak tanam menjadi
hal yang sangat penting, karena jarak tanam berkaitan dengan ketersediaan cahaya
matahari yang dapat menembus kanopi tanaman utama dan ketersediaan ruang
untuk perakaran (Sukandi et al. 2002).
Pengaturan sifat-sifat perakaran sangat perlu untuk menghindari
persaingan unsur hara, air yang berasal dari dalam tanah. Sistem perakaran yang
dalam ditumpang sarikan dengan tanaman yang berakar dangkal. Tanaman
monokotil yang pada umumnya mempunyai sistem perakaran yang dangkal,
sedangkan tanaman dikotil pada umumnya mempunyai sistem perakaran yang
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Tanaman sentang yang ditumpangsarikan dengan sweet sorghum dan grain
sorghum pada ke dua jarak tanam memiliki dimensi tanaman yang paling baik.
2. Interaksi antara jarak tanam dan jenis sorgum tidak berpengaruh nyata pada
sistem perakaran, kecuali pada variabel panjang akar horisontal tegak lurus
larikan.
3. Sistem agroforestri memberikan pengaruh positif untuk pertumbuhan sentang,
karena sentang yang ditumpangsarikan dengan sorgum memiliki nilai dimensi
tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan sentang yang tidak
ditumpangsarikan dengan sorgum.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pertumbuhan sentang.
2. Perlu dilakukan penelitian mengenai sentang dengan tanaman kombinasi
selain sorgum.
3. Perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh sentang terhadap produktivitas
sorgum.
4. Perlu dilakukan penelitian mengenai arsitektur sistem perakaran sentang dan
DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN
TANAMAN SENTANG (
Melia excelsa
Jack.)
DI LAHAN AGROFORESTRI
DHINDA HIDAYANTHI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DAFTAR PUSTAKA
Andayani W. 2005. Ekonomi Agroforestri. Yogyakarta: Debut Press.
Daniel TW, Helms JA, Baker FS. 1987. Prinsip-Prinsip Silvikultur. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
De Foresta H, Michon G. 1997. The Agroforest alternative to Imperata Grassland: When Smallholder Agriculture and Forestry Reach Sustainability. Agroforestry Systems 36:105−120.
De Foresta H, Kusworo A, Michon G, Djatmiko WA. 2000. Ketika Kebun Berupa Hutan - Agroforest Khas Indonesia - Sebuah Sumbangan Masyarakat. Bogor: ICRAF.
Florido, Mesa. 2001. Marango: Azadirachta excelsa (Jack) Linn. Research Information Series on Ecosystem Vol. 13 No.3.
Hairiah K, Widianto, Utami SR, Lusiana B. 2002. Wanulcas: Model Simulasi untuk Sistem Agroforestri. Bogor: International Centre for Research in Agroforestry.
Jumin HB. 1989. Ekologi Tanaman Suatu Pendekatan Fisiologis. Jakarta: CV. Rajawali.
Joker D. 2000. Azadirachta excelsa (Jack) M. Jacobs. Seed leaflet No. 13 (September 2000). Denmark: Danida Forest seed Centre.
Joker D. 2002. Informasi Singkat Benih No. 18 Azadirachta excelca (Jack) M. Jacobs [seed leaflet]. Bandung: Indonesia Forest Seed Project.
Kramer PJ. 1977. Plant and Social Water Relationship. London: Mc.Graw Hill Book Co.
Mahendra F. 2009. Sistem Agroforestri dan Aplikasinya. Yogyakarta: GrahaIlmu.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor: IPB Press.
Nair PKR, editor.1989. Agroforestry Systems in the Tropics. The Netherlands: Kluwer Academic Publishers/ICRAF.
Pramono AA. 2001. Bertanam sentang (Azadirachta excelsa), jenis lokal yang potensial namun kurang dikenal. Duta Rimba 7:375-376.
Prawira SA, Oetja, editor. 1978. Pengenalan Jenis-jenis Tanaman Ekspor Serie ke VIII. Bogor: Lembaga Penelitian Hutan.
Raharjo JT, Sadono R. 2008. Model tajuk jati (Tectona grandis) dari berbagai famili pada uji keturunan umur 9 tahun. J Ilmu Kehutanan 2(2):89−95.
Simorangkir. 2000. Analisis Riap Dryobalanopslanceolata Burck pada Jalur yang Berbeda di Hutan Koleksi Universitas Mulawarman Lempake. Kalimantan Timur: Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Sukandi T, Sumarhani, Murniati. 2002. Informasi Teknis Pola Wanatani (Agroforestri). Bogor: Pusat Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor.
Supriyanto dan Irawan U.S. 2001. Teknik Pengukuran Penutupan Tajuk dan Pembukaan Tajuk Tegakan dengan Menggunakan Spherical Densiometer. Bogor: Laboratorium Silvikultur SEAMEO-BIOTROP.
Wiersum. 1982. Tree gardening and taungya on Java Examples of agroforestry techniques in the humid tropics. Agroforestry Systems 1:53−70.
Winarto B. 2006. Kamus Rimbawan. Jakarta: Yayasan Bumi Indonesia Hijau.
DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN
TANAMAN SENTANG (
Melia excelsa
Jack.)
DI LAHAN AGROFORESTRI
DHINDA HIDAYANTHI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DIMENSI DAN SISTEM PERAKARAN
TANAMAN SENTANG (
Melia excelsa
Jack.)
DI LAHAN AGROFORESTRI
DHINDA HIDAYANTHI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Departemen Silvikultur
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
DHINDA HIDAYANTHI. Dimensi dan Sistem Perakaran Tanaman Sentang (Melia excelsa Jack.) di Lahan Agroforestri. Dibimbing oleh NURHENI WIJAYANTO.
Agroforestri mempunyai dua komponen penyusun utama, yaitu tanaman kehutanan dan tanaman pertanian. Jenis yang dikembangkan di lahan agroforestri diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat yaitu bersifat multifungsi serta memiliki nilai komersial tinggi. Salah satu jenis tanaman yang potensial dikembangkan di lahan agroforestri adalah sentang. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh agroforestri terhadap dimensi dan sistem perakaran tanaman sentang. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) dua faktor dengan enam perlakuan, yaitu sweet sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m; sweet sorghum pada jarak tanam 2,5 x 5 m; grain sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m; grain sorghum pada jarak tanam 2,5 x 5 m; no sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m; no sorghum pada jarak tanam 2,5 x 5 m. Ke enam perlakuan diletakkan dalam tiga blok/ kelompok, yaitu blok 1, 2 dan 3.
Dimensi tanaman (diameter pangkal, diameter setinggi dada, tinggi total, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk, panjang tajuk, lebar tajuk) memiliki hasil yang hampir sama untuk setiap variabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dimensi tanaman terbaik ditemukan pada perlakuan sweet sorghum dan grain sorghum pada ke dua jarak tanam.
Sistem perakaran memiliki hasil berbeda untuk setiap variabel. Panjang akar horisontal searah larikan terpendek ditemukan pada perlakuan no sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m, sedangkan untuk kedalamannya yang paling dalam ditemukan pada perlakuan sweet sorghum pada jarak tanam 2,5 x 2,5 m. Panjang akar horisontal tegak lurus larikan terpendek ditemukan pada perlakuan no sorghum pada jarak tanam 2,5 x 5 m, sedangkan untuk kedalamannya yang paling dalam ditemukan pada perlakuan grain sorghum yang ditanam pada jarak tanam 2,5 x 5 m.
SUMMARY
DHINDA HIDAYANTHI. Dimensions and Rooting System of Sentang (Melia excelsa Jack.) in Agroforestry Area. Under Supervision of NURHENI WIJAYANTO.
Agroforestry was had two main components, those are forestry plant and agricultural plant. Plant species which developed in agroforestry area was been expected to give benefits to communities, those are multifunction characteristic and commercial value. One of potential plant to be developed in agroforestry area was Sentang. The objective of this research was to know the effect of agroforestry to the dimension and rooting system of Sentang. This research used Randomized Complete Block Design (RCBD) two factorials with six treatments; those are sweet sorghum in planting space 2.5 x 25 m, sweet sorghum in planting space 2.5 x 5 m, grain sorghum in planting space 2.5 x 2.5 m, grain sorghum in planting space 2.5 x 5 m, no sorghum in planting space 2.5 x 25 m and no sorghum in planting space 2.5 x 5 m. Those six treatments were located in three blocks; those are block 1, block 2 and block 3.
Plant dimension (bottom diameter, diameter on breast height, total height, branch-free height, crown height, crown length, crown width) has an approximately same result for each variable. Research results show that best plant dimension was obtained in treatment of sweet sorghum and grain sorghum in both of planting space .
Rooting system was had different result for each variable. The shortest horizontal root length towards planting line was found in treatment of no sorghum in planting space 2.5 x 2.5 m; while the deepest root was found in treatment of sweet sorghum in planting space 2.5 x 2.5 m. The shortest upright root length towards planting line was found in treatment of no sorghum in planting space 2.5 x 5 m; while the deepest root was found in treatment of grain sorghum in planting space 2.5 x 5 m.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Dimensi dan Sistem
Perakaran Tanaman Sentang (Melia excelsa Jack.) di Lahan Agroforestri” adalah
benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan
belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2012
Judul Skipsi : Dimensi dan Sistem Perakaran Tanaman Sentang (Melia excelsa Jack.) di Lahan Agroforestri
Nama Mahasiswa : Dhinda Hidayanthi
NRP : E44070020
Menyetujui : Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS NIP 19601024 198403 1 009
Mengetahui:
Ketua Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB
Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS NIP 19601024 198403 1 009
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Alllah SWT atas segala
curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan
November 2011-Januari 2012 adalah pengaruh agroforestri terhadap tanaman
sentang, dengan judul Dimensi dan Sistem Perakaran Tanaman Sentang (Melia
excelsa Jack.) di Lahan Agroforestri.
Harapan penulis ialah semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan
memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di
bidang kehutanan, khususnya silvikultur.
Bogor, Mei 2012
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.
Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan
terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS sebagai dosen pembimbing yang
telah memberikan bimbingan, arahan, saran dan motivasinya kepada penulis.
2. Ayahanda alm H.M. Yahya Bachri S.E dan ibunda tercinta Hj. Nurhayati
Harahap S.H, M.Hum serta abang, kakak beserta keluarga besar di Medan
yang telah memberikan kasih sayang, semangat serta do‟a kepada penulis.
3. Teman-teman Kos Fricy yang telah memberikan semangat dan dukungan
kepada penulis.
4. Nunung, Anin, Dana dan Pak Juliao teman satu bimbingan yang selalu
memberikan bantuan serta semangat kepada penulis.
5. Azizah, Miftah, Eka, Pita, Fitri, Laswi, Lilis, Indah, Putri, Nifa, Lilik, Rahmat,
Eri, Yuda beserta keluarga Silvikultur 44 yang tidak bisa disebutkan satu
persatu. Terima kasih atas bantuan, dukungan serta semangatnya.
6. Keluarga besar IMMAM Bogor (Rizqi Febrina, Rini Utami Mallynur S.Si,
Mahreni Harahap S.E, Mira Ginting S.Pi) serta teman-teman yang tidak bisa
disebutkan satu persatu. Terima kasih telah menjadi keluarga dan sahabat
terbaik bagi penulis.
7. Fazmi Nawafi S.Si yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada
penulis selama menyusun skripsi serta Andi Rinto Prastiyo Wibowo S.Hut
rekan seperjuangan selama melaksanakan penelitian. Terima kasih atas
bantuan dan bimbingan kepada penulis.
8. Seluruh dosen, staf pengajar dan karyawan maupun karyawati di Departemen
Silvikultur, Fahutan IPB, yang selalu membantu penulis selama masa
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 14 Agustus
1991 sebagai anak kedua dari dua bersaudara pasangan alm H.M. Yahya Bachri
S.E dan Hj. Nurhayati Harahap S.H, M.Hum. Pada tahun 2007 penulis lulus dari
SMA Plus Al-Azhar Medan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis diterima di Departemen
Silvikultur, Fakultas Kehutanan.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi
kemahasiswaan yakni sebagai staf Business Development Tree Grower
Community (TGC) tahun 2009-2010, staf Hubungan Masyarakat (Humas) Ikatan
Mahasiswa Muslim Asal Medan (IMMAM) tahun 2009-2010, Bendahara HMI
Komisariat Fakultas Kehutanan tahun 2010-2011. Selain itu, penulis juga aktif di
kepanitiaan kegiatan kemahasiswaan. Penulis juga pernah melaksanakan Praktek
Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di jalur Kamojang dan Sancang tahun 2009.
Penulis melaksanakan Praktek Pembinaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan
Gunung Walat (HPGW) Kabupaten Sukabumi tahun 2010. Penulis juga telah
melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP) di PT. Amal Nusantara di Mamuju,
Sulawesi Barat pada Bulan Juni-Agustus 2011.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Dimensi dan Sistem Perakaran Tanaman Sentang (Melia
excelsa Jack.) di Lahan Agroforestri di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Nurheni
DAFTAR ISI
3.4.2 Pengukuran panjang akar horisontal dan kedalaman akar 10
3.4.3 Pengambilan contoh tanah dan analisis tanah ... 11
3.5 Analisis Data ... 11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13
4.1 Hasil Penelitian ... 13
4.1.1 Dimensi tanaman ... 13
4.2 Pembahasan ... 19
4.2.1 Dimensi tanaman ... 19
4.2.2 Sistem perakaran ... 22
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 24
5.1 Kesimpulan ... 24
5.2 Saran ... 24
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Kegunaan tanaman sentang ... 7
2 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap variabel dimensi
tanaman dan sistem perakaran ... 13
3 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap
diameter pangkal ... 14
4 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap
diameter setinggi dada ... 14
5 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap
tinggi total ... 15
6 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap
tinggi bebas cabang ... 15
7 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap
tinggi tajuk ... 16
8 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap
panjang tajuk... 16
9 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap
lebar tajuk ... 17
10 Tabel rekapitulasi persen penutupan tajuk ... 17
11 Rata-rata panjang akar horisontal searah larikan pada setiap perlakuan . 18
12 Rata-rata kedalaman akar searah larikan pada setiap perlakuan ... 18
13 Hasil uji Duncan pengaruh jarak tanam dan jenis sorgum terhadap
panjang akar horisontal tegak lurus larikan ... 19
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Tata letak sentang dan sorgum di lahan agroforestri ... 9
2 Pola penanaman sentang dan sorgum ... 10
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Pengolahan data diameter pangkal ... 28
2 Pengolahan data diameter setinggi dada (dbh) ... 28
3 Pengolahan data tinggi total ... 29
4 Pengolahan data tinggi bebas cabang ... 30
5 Pengolahan data tinggi tajuk ... 30
6 Pengolahan data panjang tajuk ... 31
7 Pengolahan data lebar tajuk ... 32
8 Pengolahan data panjang akar horisontal searah larikan... 32
9 Pengolahan data kedalaman akar searah larikan ... 33
10 Pengolahan data panjang akar horisontal tegak lurus larikan ... 34
11 Pengolahan data kedalaman akar tegak lurus larikan ... 34
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agroforestri adalah suatu nama kolektif untuk sistem-sistem penggunaan
lahan teknologi, dimana tanaman keras berkayu (tanaman-tanaman, perdu,
jenis-jenis palm, bambu, dsb) ditanam bersamaan dengan tanaman pertanian, dan/atau
hewan, dengan suatu tujuan tertentu dalam suatu bentuk pengaturan spasial atau
urutan temporal, dan di dalamnya terdapat interaksi-interaksi ekologi dan
ekonomi di antara berbagai komponen yang bersangkutan (Nair 1989). Pada
dasarnya, agroforestri mempunyai dua komponen penyusun utama, yaitu tanaman
kehutanan dan tanaman pertanian. Kombinasi tanaman kehutanan dan tanaman
pertanian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat yaitu bersifat
multifungsi serta memiliki nilai komersial tinggi.
Salah satu jenis tanaman kehutanan yang potensial dikembangkan di lahan
agroforestri adalah sentang. Sentang merupakan jenis tanaman yang cepat tumbuh
, memiliki kayu yang indah serta mudah dikerjakan. Kayunya biasa digunakan
untuk bahan bangunan, mebel, kayu lapis, lantai dan piano. Di Malaysia pucuk
daun dan bunga dimakan sebagai sayuran. Daun dan bunga mengandung zat
azadirachtin yang dapat digunakan sebagai insektisida, selain itu ranting, daun
dan buah hijau dapat digunakan penyubur tanah (Pramono 2001).
Sentang merupakan jenis tanaman unggulan di Malaysia tetapi belum
banyak dikembangkan di Indonesia. Pertumbuhan sentang baik dikembangkan di
lahan agroforestri karena bentuk tajuknya yang kerucut, sehingga memungkinkan
sentang dan tanaman pertaniannya dapat memperoleh sinar matahari dengan baik.
Pengaturan sifat-sifat perakaran sangat perlu untuk menghindari persaingan antara
tanaman kehutanan dan tanaman pertanian. Sistem perakaran yang dalam
ditumpang sarikan dengan tanaman yang berakar dangkal. Berdasarkan uraian di
atas, maka penelitian tentang dimensi dan sistem perakaran tanaman sentang di
1.2 Perumusan Permasalahan
Permasalahan yang mendasari penelitian ini antara lain adalah semakin
sempitnya penggunaan lahan untuk pertanian dan kehutanan sehingga diperlukan
adanya sistem agroforestri untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan
mencampurkan tanaman pertanian dan tanaman kehutanan. Selain pengelolaan
yang baik, sistem agroforestri harus memperhatikan atau mengetahui faktor-faktor
pendukung salah satunya adalah sistem perakaran tanaman pokoknya.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh agroforestri terhadap
dimensi dan sistem perakaran tanaman sentang.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan informasi
karakteristik dimensi dan sistem perakaran tanaman sentang di lahan agroforestri,
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agroforestri
Menurut Winarto (2006), agroforestri (wanatani) merupakan manajemen
pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari dengan cara mengkombinasikan
kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit pengelolaan lahan yang sama, dengan
memperhatikan kondisi lingkungan, sosial ekonomi, dan budaya masyarakat yang
berperan serta. Selain itu juga agroforestri merupakan suatu sistem penanaman
tanaman hutan dengan tanaman tumpang sari tanaman pangan/ perkebunan yang
ditanam.
Andayani (2005) menyatakan bahwa agroforestri dapat diartikan sebagai
suatu bentuk kolektif (collective name) dari sebuah sistem nilai masyarakat yang
berkaitan dengan model-model penggunaan lahan lestari. Oleh karena itu,
agroforestri dalam bentuk implementasinya dapat berbentuk seperti :
1. Agrisilvikultur, yaitu penggunaan lahan secara sadar dan dengan
pertimbangan yang masak untuk memproduksi sekaligus hasil-hasil pertanian
dari hutan.
2. Sylvopastural, yaitu sistem pengelolaan hutan dimana hutan dikelola untuk
menghasilkan kayu sekaligus juga untuk memelihara ternak.
3. Agrosylvo-pastoral, yaitu sistem dimana lahan dikelola untuk memproduksi
hasil pertanian dan hasil kehutanan secara bersamaan dan sekaligus
memelihara hewan ternak.
4. Multipurpose forest tree production system, yaitu sistem dimana berbagai
jenis kayu ditanam dan dikelola, tidak saja untuk menghasilkan kayu tetapi
juga dedaunan dan buah-buahan yang dapat digunakan sebagai bahan
makanan manusia maupun dijadikan makanan ternak.
Dalam bahasa Indonesia, kata agroforestri dikenal dengan istilah wanatani
atau agroforestri yang arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan
pertanian. Agroforestri dapat dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu sistem
agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks (De Forestra dan Michon
1997).
Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian dimana
semusim. Sistem agroforestri kompleks adalah suatu sistem pertanian menetap
yang melibatkan banyak jenis tanaman pohon (berbasis pohon) baik sengaja
ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola
petani mengikuti pola tanam dan ekosistemnya menyerupai hutan, contoh dari
bentuk agroforestri kompleks adalah kebun dan agroforest.
2.2. Sentang (Melia excelsa Jack.)
2.2.1. Taksonomi
Tanaman sentang merupakan tanaman dari suku Meliaceae yang dikenali
sebagai Melia excelsa Jack. Tanaman ini juga dikenali dengan nama „morenggo‟
di Filipina, sentang di Semenanjung Malaysia, „ranggu‟ di Sarawak dan „thiem‟
atau „elephant neem‟ di Thailand. Sentang adalah jenis tanaman yang tumbuh di
hutan tropika selatan Thailand, Malaysia, Burma, India, Pakistan, Borneo, Filipina
dan Indonesia. Joker (2000) mengemukakan taksonomi dari tanaman sentang
sebagai berikut:
Nama lain : Azadirachta integrifolia Merr., Azedarach excelsa (Jack)
Kuntze, M. excelsa Jack, Trichilia excelsa (Jack) Spreng.
Nama umum : Sentang (nama dagang), kayu bawang (Indonesia)
2.2.2. Penyebaran dan habitat
Sentang merupakan jenis hutan lembab dataran rendah di Asia Tenggara-
Pasifik. Sentang tumbuh di hutan sekunder tua atau hutan yang telah ditebang
lama, juga ditemukan di hutan dipterokarpa primer. Sentang merupakan jenis asli
Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Filipina kepulauan Aru
dan Papua New Guinea. Sentang dapat dijumpai di Jawa Barat, yaitu di Kebun
Percobaan Dramaga, Carita, Pasirhantap, dan Pasirawi. Sentang ditemukan
tahunan lebih 2.000 mm, suhu rata-rata tahunan 22–27°C, dan musim kering tidak
lebih 2–3 bulan. Selain itu, sentang membutuhkan tanah subur, menyukai tanah
geluh berpasir, drainase dan aerasi baik serta merupakan spesies dataran rendah
dengan pH tanah 5,0–6,5 (Joker 2002).
2.2.3. Deskripsi botani
Pohon merangas dan tidak berbanir. Tinggi pohon mencapai 50 m dengan
diameter sampai 125 cm (Joker 2002). Kulitnya sedikit beralur dangkal dan
mengelupas kecil-kecil tipis. Kulitnya berbau bawang (Prawira dan Oetja 1978).
Pohon sentang memiliki daun majemuk tunggal dengan anak daun tanpa tangkai
daun atau tangkai daun sangat pendek. Anak daun berbentuk bulat telur
memanjang dengan pangkal membulat, tidak simetris dan ujungnya lancip.
Ukuran anak daun dapat mencapai lebar 5 cm dan panjang 11 cm. Poros utama
tempat kedudukan anak-anak daun dapat mencapai panjang 40 cm (Prawira dan
Oetja 1978). Tulang daun berjumlah 6−11 pasang pada setiap sisinya.
Waktu pembungaan dan pembuahan bervariasi. Di Thailand Utara, daun
gugur bulan Januari−Februari, dan daun baru muncul segera sesudahnya,
pembungaan terjadi Februari−Maret. Di Thailand, buah masak antara Juni−Juli
pada lintang rendah berbatasan dengan Malaysia, sedangkan pada lintang yang
lebih tinggi, buah akan masak lebih awal, yaitu pada bulan Mei dan Juni. Produksi
benih melimpah setiap tahun (Joker 2002).
Bunga sentang berwarna putih kehijauan dan berbau, mempunyai 5
kelopak yang berwarna putih berukuran panjang 5−5,6 mm dan lebar 1,5−2,5 mm.
Panjang putik 4 mm. Bagian dalam bunga ditutupi bulu-bulu halus. Ovari terdiri
dari 3 karpel dengan 2 lokus dan 1 kepala putik (Zuhaidi dan Noor 2000).
Bunga-bunga tersusun dalam kedudukan malai. Poros utama serta cabang-cabangnya
ditutupi bulu-bulu halus (Prawira dan Oetja 1978). Panjang malai dapat mencapai
70 cm (Joker 2002).
Buah masak pada bulan Mei sampai Juni. Buah mengandung satu benih,
berbentuk lonjong dengan panjang 2,4−3,2 cm dan lebar 1,3−1,6 cm (Zuhaidi dan
Noor 2000). Buah memiliki kulit buah berdaging. Buah muda berwarna hijau,
berubah kuning jika masak. Panjang benih 20−25 mm, lebar 10−12 mm. Dalam 1
2.2.4. Teknik silvikultur
Permudaan alam sentang banyak terdapat di hutan primer, terutama di
dekat tanaman induk secara berkelompok atau menyebar (Prawira dan Oetja
1978). Penyebaran buah sentang dibantu oleh burung atau kelelawar. Buah yang
disebarkan oleh agen penyebar dapat mencapai jarak 500−800 m dari tanaman
induk (Zuhaidi dan Noor 2000).
Permudaan buatan sentang dengan biji dapat dilakukan dengan
menaburkan benih di bedeng atau langsung ditanam ke kantong plastik. Jarak
tabur di bedeng adalah 20 cm antar larikan dan 5 cm dalam larikan benih. Setelah
perkecambahan, semai memerlukan 50 % naungan dan kemudian secara bertahap
mulai dikurangi sampai akhirnya tanpa naungan pada saat semai mencapai tinggi
30 cm (Joker 2002).
Permudaan buatan sentang tidak hanya dengan biji, tetapi dapat pula
menggunakan teknik pembiakan vegetatif. Pembiakan vegetatif tersebut yaitu
stek, cangkok, sambungan dan kultur jaringan.
2.2.5. Pemanfaatan
Kayu sentang mempunyai berat jenis 0,60 dan tergolong dalam kelas awet
III-IV. Kayu sentang banyak dipergunakan untuk bangunan rumah dan perahu.
Kayu sentang tergolong kuat, awet dan mudah dikerjakan (Prawira dan Oetja
1978).
Kayu sentang sangat berguna untuk konstruksi ringan, mebel, panel dan
vinir. Tunas muda dan bunganya dikonsumsi sebagai sayuran. Biasanya ditanam
di sepanjang jalan, batas peternakan atau batas kebun karet. Seperti neem, bijinya
mengandung azadirachtin, digunakan sebagai insektisida. Pada agroforestri,
pertanaman M. excelsa muda ditanam tumpangsari dengan padi, kacang tanah,
buncis, kedelai dan sayuran (Joker 2002). Daun sentang dapat digunakan sebagai
obat sakit perut dan gangguan pada suara.
Florido dan Mesa (2001) mengelompokkan kegunaan tanaman sentang
berdasarkan bagian tanaman. Hampir semua bagian tanaman sentang mempunyai
Tabel 1 Kegunaan tanaman sentang
Bagian tanaman Kegunaan
Kayu Konstruksi, langit-langit, jendela, pintu, meubel dan
ukir-ukiran
Biji Ekstraksi minyak neem, sabun, produk, obat-obatan,
kosmetik dan dipakai pada industri pasta gigi
Daun Insektisida/anti serangga, ekstrak daunnya dapat dipakai
sebagai kontrasepsi laki-laki
Bunga Dapat dimakan, sebagai obat bagi penyakit yang berkaitan
dengan perut dan hidung
Kayu gubal Obat untuk penyakit kantong empedu
Kayu teras Pencegah gangguan penyakit pencernaan
Tanaman Pemecah angin, tanaman pinggir jalan, tanaman pagar dan
III.
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012.
Lokasi penelitian di lahan agroforestri di Desa Cibadak, Kecamatan Ciampea,
Kabupaten Bogor. Secara geografis Desa Cibadak terletak pada ketinggian antara
300–900 mdpl. Curah hujan rata-rata 3000 mm pertahun dan rata-rata berkisar
antara 20−30º C. Curah hujan tertinggi terjadi pada Oktober sedangkan curah
hujan terendah pada Agustus.
3.2 Alat Dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman sentang dan
tanaman sorgum. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah parang,
cangkul, kaliper, mistar, galah, kantong plastik, densiometer, kompas, pita ukur,
camera digital, dan alat tulis.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder. Proses
pengumpulan data primer yaitu melalui pengukuran langsung di lapangan seperti
pengukuran dimensi tanaman, pengukuran panjang akar horisontal dan kedalaman
akar, persen penutupan tajuk serta pengambilan contoh tanah.
Data sekunder yang dibutuhkan adalah topografi dan kondisi iklim Desa
Cibadak. Data ini diperoleh dari kantor Kecamatan Ciampea dan wawancara
bebas dengan petugas lapangan. Untuk data-data lain yang terkait dengan
penelitian ini, diperoleh dari studi pustaka serta laporan dan arsip dinas terkait
maupun yang bersumber dari media elektronik.
3.4 Metode Kerja
3.4.1 Pengukuran dimensi tanaman
Pengukuran dimensi tanaman meliputi diameter, tinggi, tajuk dan persen
penutupan tajuk. Diameter, tinggi dan tajuk diukur di plot sedangkan persen
penutupan tajuk diukur di blok. Diameter diukur menggunakan kaliper di dua