• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Impact of Ecotourism Development to Ecology and Social-Economic of the Fishermen. (Case in Village of Karimunjawa, Jepara Regency, Central Java )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Impact of Ecotourism Development to Ecology and Social-Economic of the Fishermen. (Case in Village of Karimunjawa, Jepara Regency, Central Java )"

Copied!
280
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI

TERHADAP EKOLOGI DAN SOSIAL-EKONOMI NELAYAN

(Kasus Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah)

Oleh

HELLEN CHRISTIEN BANGUN

I34080011

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

HELLEN CHRISTIEN BANGUN. The Impact of Ecotourism Development to Ecology and Social-Economic of the Fishermen. (Case in Village of Karimunjawa, Jepara Regency, Central Java ). Supervised byHERU PURWANDARI.

Karimunjawa is one of tourism assets which developed by the Central Java’s Government. The ecotourism’s development has impact on ecological changes and fishermen’s social-economics life. As the result, volume of fish harvesting decrease in terms of the decreasing of income. However, there is no changing in the trip. People who interact to the tourist directly also affect their social life. Besides, both the rapid effect of migration numbers due to the tourism jobs and the educational awareness are increasing. Ecological and economical changing trigger the fishermen in building adaptation strategies in terms of diversification jobs and catching tools. However, there is limited people who involved in tourism sector.

Keywords: tourism, ecological changes, the economy and the social fishermen,

(3)

RINGKASAN

HELLEN CHRISTIEN BANGUN. Dampak Pengembangan Ekowisata Bahari terhadap Ekologi dan Sosial-Ekonomi Nelayan (Kasus Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah). Dibawah bimbingan Heru Purwandari.

Penelitian ini dilakukan di Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara yang bertujuan untuk: (1) Mengetahui dampak ekowisata bahari terhadap ekosistem masyarakat setempat; (2) Mengetahui dampak perubahan ekosistem tersebut terhadap struktur ekonomi dan sosial nelayan akibat adanya pengembangan wisata; dan (3) Mengetahui pola adaptasi ekonomi yang dilakukan oleh komunitas nelayan terhadap perubahan ekologi dan pengembangan pariwisata tersebut. Penelitian ini menggunakan data kuantitatif dengan kuesioner yang didukung oleh data kualitatif melalui observasi, wawancara mendalam dan penelusuran dokumen terkait dengan pembahasan dalam penelitian ini. Responden dari penelitian adalah 50 orang nelayan yang diperoleh melalui teknik penarikan sampel aksidental. Responden ini terbagi menjadi dua, yaitu 25 orang responden non pariwisata dan 25 orang nelayan pariwisata.

(4)

ekologi. Pembangunan homestay dan hotel serta akomodasi lainnya terus bertambah. Wisatawan yang melakukan tour ke laut juga sering menginjak karang sehingga karang menjadi patah. Wisatawan yang berkunjung ke pulau-pulau juga sering meninggalkan banyak sampah dan membuat lingkungan menjadi kotor. Perubahan ekologi mengakibatkan perekonomian dan sosial nelayan juga ikut berubah. Dalam penelitiaan ini akan dilihat perubahan perekonomian sebelum adanya wisata dan setelah adanya wisata. Perubahan yang terjadi dapat dilihat dari perubahan jumlah hari melaut. Sebelum adanya wisata, jumlah hari melaut pada kedua kelompok hampir sama yaitu pada kategori tinggi. Setelah adanya wisata, nelayan non wisata tetap pada kategori tinggi sedangkan nelayan wisata mengurangi hari melautnya. Jumlah hasil tangkapan masing-masing kelompok nelayan yang menggunakan alat tangkap pancing masih rendah, baik sebelum maupun sesudah adanya pariwisata. Perubahan jumlah tangkapan nelayan non wisata dan nelayan pariwisata juga mengalami penurunan yang signifikan. Sedangkan nelayan yang menggunakan kompressor memiliki hasil tangkapan yang lebih besar (1-2 kuintal).

Pengembangan kegiatan pariwisata juga mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat. Meningkatnya jumlah kunjungan wisata membuat masyarakat sering berinteraksi dengan wisatawan. Namun masyarakat tidak terpengaruh dengan budaya wisatawan karena masyarakat sudah punya prinsip agama yang kuat. Berbagai perhimpunan dan paguyuban juga muncul untuk mendukung pengembangan pembangunan sarana dan prasarana pariwisata. Tingkat migrasi masuk dan migrasi keluar juga terus meningkat. Migrasi masuk yang meningkat terjadi karena banyaknya lapangan pekerjaan yang tersedia di bidang wisata. Migrasi keluar dipicu oleh peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan sehingga banyak yang melanjutkan pendidikannya di luar Pulau Karimunjawa.

(5)

diversifikasi pekerjaan. Nelayan non pariwisata yang melakukan diversifikasi umumnya sebagai pedagang, petani serta menjadi tukang. Sedangkan tingkat partisipasi nelayan pariwisata dalam bidang pariwisata temasuk dalam kategori sedang. Pekerjaan di bidang wisata yang dilakoni nelayan pariwisata antara lain sebagai tour leader, guide, penyewa penginapan, penyewa kapal serta menjual souvenir. Namun pendapatan yang dihasilkan dari sektor pariwisata masih rendah. Pendapatan terendah terdapat pada nelayan penyewa kapal.

(6)

DAMPAK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI

TERHADAP EKOLOGI DAN SOSIAL-EKONOMI NELAYAN

(Kasus Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah)

Oleh:

HELLEN CHRISTIEN BANGUN

I34080011

Skripsi

Sebagai Prasyarat untuk Mendapatkan Gelar

Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “DAMPAK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI TERHADAP EKOLOGI DAN SOSIAL-EKONOMI NELAYAN (Kasus Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI IN BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, 17 Desember 2012

(8)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Hellen Christien Bangun

NIM : I34080011

Judul Skripsi :

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui

Dosen Pembimbing Skripsi

Heru Purwandari, S.P., M.Si. NIP. 19790524 200701 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo. MS. NIP. 19550630 198103 1 003

Tanggal kelulusan:__________________________________

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Hellen Christien Bangun adalah anak kedua dari tiga bersaudara, putri dari Bapak Ramli Bangun, SP. dan Pinter Malem Ginting. Penulis dilahirkan di Limang, Sumatera Utara pada tanggal 10 Oktober 1990. Penulis menamatkan sekolah di SD Inpres Payanderket Kecamatan Kuta Buluh pada tahun 1996-2002, SMP Negeri I Kabanjahe pada tahun 2002-2005 dan SMA Negeri I Kabanjahe pada tahun 2005-2008. Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Angkatan 45 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih, rahmat dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Dampak Pengembangan Ekowisata Bahari terhadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi Nelayan (Kasus Ekowisata Bahari Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah)” dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat pelaksanaan penelitian pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan moral dan material dari berbagai pihak yang mendukung penulis dalam menyelesaikan studi pustaka ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Heru Purwandari, S.P., M.Si. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran serta kritik yang membangun sehingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Rilus A. Kinseng, MA dan Ir. Hadyanto, M.Si sebagai dosen penguji dalam skripsi penulis pada tanggal 11 Desember 2012.

3. Bapak dan Ibu (Bpk. Ramli Bangun dan Ibu Pinter Malem Ginting) serta saudara penulis (Gloria Florentina Bangun dan Eben Ezer Bangun) yang telah memberikan dukungan baik secara moral, material serta spiritual.

4. Fevrina Leny Tampubolon dan Bryan Fahmi yang sudah bersedia menemani selama penelitian di Karimunjawa. Terima kasih atas masukan dan kritikannya dalam penulisan skripsi saya

(11)

6. Rekan satu bimbingan skripsi, yaitu Anatola Essya dan Selvi Rabia Zahra yang saling memberikan semangat dan dukungan selama proses penyelesaian skripsi.

7. Bapak dan Ibu Rachel yang telah memberi bantuan di Semarang, Bapak dan Ibu Uti di Jepara, staf BTNKJ dan warga Karimunjawa serta semua pihak yang telah memberikan semangat dan motivasi.

Bogor, November 2012

(12)

DAFTAR ISI

BAB II PENDEKATAN TEORITIS……… 5

2.1 Tinjauan Pustaka………...……… 5

BAB III PENDEKATAN LAPANGAN……….. 29

3.1 Metode Penelitian……….. 29

3.1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian………. 30

3.1.2 Teknik Pengumpulan Data……… 30

3.2 Teknik Pengolahan dan Analisis Data……….. 32

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN………... 33

4.1 Sejarah Lokasi………... 33

4.2 Keadaan Umum Karimunjawa……….. 33

4.2.1 Letak Geografis……… 33

4.2.2 Kondisi Topografi ……… 34

4.2.3 Hidrologi………... 34

4.2.4 Keanekaragaman Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya….. 35

4.3 Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya………... 37

4.3.1 Kependudukan……….. 37

4.3.2 Tingkat Pendidikan………... 39

(13)

BAB V KONDISI PARIWISATA DAN

PERIKANAN DI KARIMUNJAWA………. 44

5.1 Zonasi Taman Nasional Karimunjawa……….. 44

5.1.1 Zonasi Taman Nasional Karimunjawa Tahun 2005……….. 45

5.1.2 Ancaman Kerusakan Ekologi dan Perubahan Zonasi TNKJ………. 47

5.1.3 Zonasi Taman Nasional Karimunjawa 2012………. 50

BAB VI BAB VI DAMPAK WISATA BAHARI TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL DAN EKONOMI……….… 70

6.1 Karakteristik Nelayan Non Pariwisata dan Nelayan Pariwisata…... 70

6.1.1 Umur……….. 70

6.1.2 Pendidikan……….…… 72

6.1.3 Jumlah Anggota Keluarga………. 73

6.1.4 Pendapatan……… 74

6.1.5 Pengalaman Melaut………... 76

6.2 Dampak Pariwisata terhadap Kegiatan Perekonomian Neleyan…... 76

6.2.1 Jam Hari Melaut Menangkap Ikan di Laut……… 76

6.2.2 Jumlah Ikan yang Diperoleh Setiap Kali Melaut………….. 78

6.2.3 Tingkat Pendapatan Nelayan dari Hasil Tangkapan Ikan…. 80 6.2.4 Ketersediaan Lapangan Pekerjaan di Sektor Pariwisata…... 82

6.3 Perubahan Sosial Nelayan………. 83

6.3.1 Pranata Sosial, Norma, Adat Istiadat dan Lembaga-Lembaga yang ada di Karimunjawa……….. 83

6.3.2 Tingkat Migrasi Masuk dan Migrasi Keluar………. 87

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN……….. 89

7.1 Diversifikasi Pekerjaan………. 89

7.1.1 Diversifikasi Pekerjaan Nelayan Non Pariwisata………….. 90

7.1.2 Pola Adaptasi Nelayan Pariwisata………. 92

7.2 Alat Tangkap Nelayan Karimunjawa……… 100

BAB VIII HUBUNGAN PERUBAHAN PEREKONOMIAN DENGAN POLA ADAPTASI NELAYAN ……….. 102

(14)

8.2 Tingkat Adaptasi Nelayan………. 103

8.3 Hubungan Perubahan Ekonomi dengan Adaptasi Nelayan………... 104

8.3.1 Hubungan antara Lamanya Nelayan Menangkap Ikan di Laut dengan Difersivikasi Pekerjaan Nelayan………….. 106

8.3.2 Hubungan antara Lamanya Nelayan Menangkap Ikan di Laut dengan Perubahan Alat Tangkap………. 107

8.3.3 Hubungan Jumlah Hasil Tangkapan Ikan dengan Diversifikasi Pekerjaan ……… 108

8.3.4 Hubungan Jumlah Hasil Tangkapan ikan dengan Perubahan Alat Tangkap Nelayan Karimunjawa………….. 109

8.3.5 Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Diversifikasi Pekerjaan……… 111

8.3.6 Hubungan Perubahan Tingkat Pendapatan dengan Perubahan Alat Tangkap Nelayan ……….. 112

BAB IX PENUTUP……… 114

9.1 Kesimpulan……… 114

9.2 Saran……….. 116

DAFTAR PUSTAKA………... 117

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 1. Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Karimunjawa

Tahun 2008-2011……… 37

Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

di Desa Karimunjawa Tahun 2011 ……… 38 Tabel 3. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Karimunjawa tahun 2011…… 39 Tabel 4. Kelembagaan Perekonomian di Desa Karimunjawa Tahun 2011…. 41 Tabel 5. Jumlah Fasilitas Pendidikan di Desa Karimunjawa Tahun 2011….. 42 Tabel 6. Zonasi TNKJ 2005………. 45 Tabel 7. Zonasi TNKJ 2012………. 50 Tabel 8. Tingkat Kunjungan Wisata di Karimunjawa Tahun 2007-2012…… 55 Tabel 9. Jumlah Penginapan dan Toko Souvenir di Krimunjawa

Tahun 2007-2012……….... 59

Tabel 10. Estimasi Daya Dukung Wisatawan Berdasarkan Panjang

Pantai Berpasir………... 64

Tabel 11. Ketersediaan Penginapan di Desa Karimunjawa Tahun 2012……... 65 Tabel 12. Produksi Ikan yang Keluar dari Karimunjawa (Melalui

Rakyat dan Dermaga Perisntis) Tahun 2006-2010 ……... 67 Tabel 13. Alat Tangkap Ikan di Karimunjawa Tahun 2010………... 68 Tabel 14. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Umur,

Desa Karimunjawa, 2012 ………... 71 Tabel 15. Responden Menurut Tingkat Pendidikan, Desa Karimunjawa,

2012……….. 72

Tabel 16 Responden Menurut Jumlah Tanggungan,

Desa Karimunjawa, 2012……… 74

Tabel 17. Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan,

Desa Karimunjawa, 2012……… 75

Tabel 18. Responden Berdasarkan Pengalaman Melaut,

Desa Karimunjawa, 2012……… 76

Tabel 19. Responden Berdasarkan Perubahan Jumlah Trip Melaut,

Desa Karimunjawa, 2012……… 78 Tabel 20. Responden Berdasarkan Jumlah Tangkapan Ikan,

Desa Karimunjawa, 2012 ……….. 79 Tabel 21. Responden Berdasarkan Nilai Hasi Tangkapan,

Desa Karimunjawa, 2012……… 80 Tabel 22. Data Jumlah Penduduk yang Bekerja di Bidang Pariwisata……….. 83 Tabel 23. Tingkat Diversifikasi Pekerjaan Responden,

Desa Karimunjawa, 2012……… 89

Tabel 24. Tingkat Diversifikasi Pekerjaan Responden

(16)

Tabel 25. Alasan Nelayan Ikut dalam Kegiatan Wisata di

Desa Karimunjawa, 2012……… 93

Tabel 26. Tingkat Diversifikasi Pekerjaan Responden Nelayan Pariwisata,

Desa Karimunjawa, 2012……… 94

Tabel 27. Diversifikasi Pekerjaan Nelayan Pariwisata di

Desa Karimunjawa, 2012……… 95

Tabel 28. Responden Nelayan Pariwisata Menurut Lamanya

Bekerja di Bidang Wisata, Desa Karimunjawa, Tahun 2012………. 97 Tabel 29. Responden Menurut Tingkat Pendapatan Nelayan di Bidang

Wisata, Desa Karimunjawa, Tahun 2012……….. 98 Tabel 30. Responden berdasarkan Teknologi Alat Tangkap Ikan,

Desa Karimunjawa, 2012……… 101 Tabel 31. Tingkat Perekonomian Nelayan Karimunjawa Setelah

Adanya Pengembangan Pariwisata di Desa Karimunjawa,

Tahun 2012……… 103

Tabel 32 Tingkat Adaptasi yang Dikembangkan Oleh Nelayan Karimunjawa,

Tahun 2012……… 104

Tabel 33 Persentase Tingkat Diversifikasi Pekerjaan yang

Dikembangkan Nelayan Berdasarkan Tingkat Ekonomi

Nelayan di Desa Karimunjawa, Tahun 2012……….. 105 Tabel 34 Persentase Tingkat Diversifikasi Pekerjaan yang

Dikembangkan Nelayan Berdasarkan Jumlah Trip Melaut

Nelayan di Desa Karimunjawa, Tahun 2012………. 106 Tabel 35 Persentase Perubahan Alat Tangkap yang Dikembangkan

Nelayan Non Pariwisata Berdasarkan Jumlah Trip

Melaut Nelayan di Desa Karimunjawa, Tahun 2012………. 107 Tabel 36 Persentase Perubahan Alat Tangkap yang Dikembangkan

Nelayan Pariwisata Berdasarkan Jumlah Trip Melaut Nelayan

di Desa Karimunjawa, Tahun 2012……… 108 Tabel 37 Persentase Tingkat Diversifikasi Pekerjaan yang

Dikembangkan Nelayan Berdasarkan Jumlah Hasil

Tangkapan Nelayan di Desa Karimunjawa, Tahun 2012…...……… 109 Tabel 38 Persentase Perubahan Alat Tangkap yang Dikembangkan

Nelayan Non Pariwisata Berdasarkan Jumlah Hasil

Tangkapan Nelayan di Desa Karimunjawa, Tahun 2012……… 110 Tabel 39 Persentase Perubahan Alat Tangkap yang Dikembangkan

Nelayan Pariwisata Berdasarkan Jumlah Hasil Tangkapan

Nelayan di Desa Karimunjawa, Tahun 2012……….. 110 Tabel 40 Persentase Tingkat Diversifikasi Pekerjaan

Sesudah Adanya Pariwisata yang Dikembangkan Nelayan Berdasarkan Tingkat Pendapatan Nelayan

di Desa Karimunjawa, Tahun 2012……… 112 Tabel 41 Persentase Perubahan Alat Tangkap yang Dikembangkan

Nelayan Non Pariwisata Berdasarkan Tingkat Pendapatan

(17)

Tabel 42 Persentase Perubahan Alat Tangkap yang

Dikembangkan Nelayan Pariwisata Berdasarkan Tingkat

(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar 1. Kerangka Berpikir………... 24 Gambar 2. Dinamika Ekologi dan Sosial Ekonomi Masyarakat

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Nama Responden……… 122 Lampiran 2. Peta Taman Nasional Karimunjawa,

Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara,

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012……… 123 Lampiran 3. Daftar Toko Souvenir di Desa Karimunjawa……… 124 Lampiran 4. Data Kepemilikan Lahan di Pulau-Pulau

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kepulauan Karimunjawa memiliki ekosistem yang masih asli dan keanekaragaman hayati yang tinggi sehingga harus dipertahankan sebagai aset nasional dan daerah. Kawasan Karimunjawa memiliki luas 111.625 ha yang meliputi 110.117,30 ha kawasan perairan dan 1.507,70 ha kawasan darat. Pada tahun 1999, kawasan ini dijadikan sebagai taman nasional yang bernama Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) dengan menggunakan sistem zonasi sebagai dasar pengelolaannya (Zonasi TNKJ 2012).

Tahun 2005 sampai 2009 terjadi perubahan dinamika ekologi, dinamika sosial ekonomi masyarakat di sekitar TNKJ serta dinamika pengelolaan kawasan TNKJ. Biomassa ikan karang dan kelimpahan ikan karang mengalami penurunan di semua zona yang ada di TNKJ. Selama periode tahun 2007-2009 terjadi penurunan signifikan (25,5% yaitu 480,25 kg/ha pada tahun 2005 menjadi 200,30 kg/ha pada tahun 2009) biomassa ikan karang di kawasan ini. Pada periode yang sama kelimpahan ikan karang mengalami penurunan sebesar 13,4% yaitu dari 6000 individu per ha menjadi 4000 individu per ha. Ini berarti ikan yang ada di kawasan tersebut semakin banyak jumlahnya semakin sedikit dan ukurannya semakin kecil. Biomassa ikan penting seperti kerapu, baronang, ekor kuning dan kakap juga mengalami penurunan. Hal ini diduga disebabkan oleh penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan berupa cantrang, muroami, kompressor dan panah (Zonasi TNKJ 2012).

(21)

Selain kegiatan perikanan, kawasan TNKJ juga telah banyak dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata, pendidikan, penelitian dan pelatihan. Potensi wisata bahari di desa ini juga sangat besar. Keindahan alam dan keaslian ekosistem yang ada di TNKJ membuat kawasan ini ditetapkan sebagai salah satu daerah tujuan wisata unggulan di Jawa Tengah. Bahkan secara nasional kawasan ini ditunjuk sebagai daerah tujuan wisata sekunder di Indonesia. Sebagai wilayah kepulauan, Karimunjawa mengandalkan terumbu karang, rumput laut dan padang lamun dengan biota laut yang beraneka ragam, hutan mangrove, gunung dan sisa hutan tropis dataran rendah. Kekayaan flora dan faunanya menjadikan daerah ini menjadi tujuan wisata khususnya wisata bahari dan sebagai Taman Nasional Laut pada tahun 1988. Potensi ini didukung oleh tersedianya berbagai sarana penginapan (resort, homestay, hotel, wisma dan cottage) dengan jumlah yang cukup memadai serta sarana transportasi angkutan laut dan darat milik penduduk setempat.

Besar dan beragamnya potensi sumberdaya yang dimiliki Kepulauan Karimunjawa dapat menimbulkan berbagai masalah akibat kepentingan pemanfaatan. Potensi tersebut memiliki fungsi, antara lain fungsi sosial seperti keindahan alam untuk pariwisata, fungsi ekonomi yakni penangkapan ikan bagi nelayan dan fungsi ekologis seperti tempat pemijahan dan pembesaran bagi ikan dan biota lautnya. Apabila pemanfaatan sumberdaya ini tidak memperhatikan lingkungan maka dapat menimbulkan degradasi lingkungan. Banyak kegiatan di kepulauan ini yang menjurus pada timbulnya masalah, antara lain konflik kawasan akibat berbagai macam kepentingan sektor pembangunan, pemakaian bom ikan, penebangan mangrove atau pengambilan terumbu karang dan pencemaran (Aryono 2003).

(22)

Kehadiran wisatawan ke daerah tersebut tentu memberikan dampak positif dan negatif terhadap nelayan lokal.

1.2 Masalah Penelitian

Karimunjawa merupakan salah satu aset pariwisata bagi pemerintah Kabupaten Jepara. Kawasan ini telah menjadi Taman Nasional sejak tanggal 22 Februari 1999. Kepulauan yang memiliki potensi sumberdaya laut dan pesisir yang masih alami sangat berpeluang bagi pengembangan ekowisata bahari. Aktifitas wisata bahari yang sering dilakukan adalah pengamatan terumbu karang dari permukaan laut (snorkeling), menyelam dan mengunjungi perkampungan nelayan. Kegiatan ini tentu saja menimbulkan dampak bagi ekosistem pesisir dan laut. Oleh sebab itu, masalah yang diteliti adalah bagaimana dampak pengembangan ekowisata bahari terhadap ekosistem setempat? Umumnya pemanfaatan itu akan menimbulkan perubahan yang sangat mempengaruhi nelayan karena kehidupan mereka langsung berhubungan dengan laut dan pesisir. Penetapan suatu daerah menjadi objek wisata bahari akan mempengaruhi perekonomian nelayan. Kehadiran wisatawan serta interaksinya dengan nelayan juga berdampak bagi perubahan kehidupan sosial nelayan tersebut. Oleh sebab itu, masalah lain yang akan diteliti adalah bagaimana dampak perubahan ekowisata bahari terhadap sosial dan perekonomian nelayan?

(23)

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan dari penulisan proposal ini ditetapkan sebagai berikut.

1. Mengetahui dampak pengembangan ekowisata bahari terhadap ekosistem setempat.

2. Mengetahui dampak perubahan ekosistem terhadap struktur ekonomi dan struktur sosial nelayan.

3. Mengetahui pola adaptasi ekonomi yang dikembangkan komunitas nelayan terhadap perubahan ekologi dan pengembangan pariwisata.

1.4 Kegunaan Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengantar atau sebagai pengenalan lebih lanjut mengenai pengembangan ekowisata bahari dan dampaknya bagi ekologi dan sosial-ekonomi nelayan serta pola adaptasi yang dikembangkan nelayan dengan adanya perubahan tersebut. Melalui penelitian ini juga terdapat beberapa hal yang ingin penulis sumbangkan pada berbagai pihak, yaitu:

1. Akademisi, di mana penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti yang ingin mengkaji permasalahan ekologi, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan ekowisata bahari, dampaknya bagi ekosistem dan struktur ekonomi serta struktur sosial nelayan serta pola adaptasi yang dikembangkan nelayan dalam menghadapi perubahan tersebut.

2. Masyarakat, di mana penelitian ini diharapkan dapat berdampak positif bagi masyarakat, khususnya masyarakat pesisir dan nelayan, untuk menambah pengetahuan tentang kajian pengembangan ekowisata bahari yang berada di tempat tinggal mereka.

(24)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut serta Pemanfaatannya

Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coastline), suatu wilayah pesisir (pantai) memiliki dua batas, yaitu batas yang sejajar garis pantai (long share) dan batas yang tegak lurus dari pantai (cross-share). Penetapan batas-batas wilayah pesisir yang sejajar garis pantai relatif lebih mudah untuk keperluan pengelolaan. Potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu (1) sumberdaya yang dapat pulih seperti hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun dan rumput laut serta sumberdaya perikanan laut; (2) sumberdaya yang tidak dapat pulih meliputi seluruh mineral dan geologi (3) jasa-jasa lingkungan seperti fungsi kawasan pesisir dan lautan sebagai tempat rekreasi dan pariwisata, media transportasi dan komunikasi, sumber energi, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, penampungan limbah, pengatur iklim, kawasan perlindungan (konservasi dan preservasi) dan sistem penunjang kehidupan serta fungsi ekologis lainnya (Dahuri 2001 dalam Subri 2005).

(25)

Menurut Tuwo (2011) ekosistem pesisir dan laut terdiri dari:

a. Terumbu karang merupakan bangunan kapur besar yang dibentuk dan dihasilkan oleh binatang karang organisme berkapur lainnya sehingga membentuk suatu ekosistem yang kompak sebagai habitat bagi biota-biota laut. Ekosistem karang berfungsi sebagai tempat penangkapan ikan-ikan hias yang sangat digemari oleh para penyelam. Secara ekonomis, berperan sebagai tempat penangkapan ikan, penghasil bahan konstruksi bangunan dan kapur, penghasil obat dan bahan kosmetik serta laboratorium untuk penelitian. Secara ekologis sebagai produser pertama, pelindung pantai dan habitat bagi berbagai biota laut.

b. Ekosistem lamun yaitu satu-satunya angiospermae atau tumbuhan berbunga berdaun, batang dan akar sejati yang telah beradaptasi untuk hidup sepenuhnya di dalam air laut yang seringkali membentuk hamparan tumbuhan lamun yang menutupi suatu area pesisir atau laut dangkal menjadi padang lamun. Berbagai jenis ikan yang bernilai ekonomi tinggi memanfaatkan padang lamun sebagai tempat berlindung, memijah dan menghasilkan anak.

c. Ekosistem mangrove adalah hutan pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Manfaat ekonomi yang diperoleh dari mangrove adalah kayu untuk bahan bangunan, kayu bakar, bahan arang, dan bahan pulp. Secara ekologis berfungsi sebagai pelindung pantai dari bahaya tsunami, penahan erosi, perangkap sedimen dan lain-lain.

d. Ekosistem estuaria adalah wilayah pesisir semi tertutup yang berhubungan dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan melalui sungai sehingga air laut yang berkadar garam tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Daerah ini menjadi tempat bertemunya arus sungai dengan arus pasang surut dan berfungsi sebagai perangkap zat hara, habitat bagi ikan dan udang sehingga dijadikan sebagai tempat penangkapan ikan dan udang, jalur transportasi, pemukiman dan pelabuhan

(26)

bebas (free for all) (Satria 2009). Sumberdaya alam pesisir dan laut semakin disadari banyak orang sebagai potensi yang cukup menjanjikan dalam mendukung tingkat perekonomian masyarakat terutama bagi nelayan. Secara umum, wilayah pesisir dimanfaatkan oleh tiga aktor, yaitu oleh pemerintah, swasta dan juga nelayan. Biasanya pantai dan pesisir dimanfaatkan oleh nelayan untuk menangkap ikan dan pihak swasta untuk pertambangan, pengilangan minyak, industri, pariwisata, perkapalan dan transportasi. Laut dalam dikuasai negara untuk keperluan konservasi, pertahanan dan keamanan serta kehutanan.

Nelayan memanfaatkan laut dengan menangkap ikan karang, ikan plagis dan ikan demersal. Biasanya mereka tergabung dalam armada kapal dan menggunakan kapal motor untuk memudahkan mereka menjangkau laut yang luas. Teknologi alat tangkap yang digunakan mempengaruhi pendapatan mereka. Nelayan yang menggunakan kapal motor biasanya memiliki pendapatan yang lebih tinggi dari pada nelayan yang menggunakan perahu (Patanda 2006). Masyarakat pesisir mengelola laut memang masih dengan cara tradisional. Mereka menganggap sumberdaya laut disekitarnya adalah milik mereka dan dimanfaatkan untuk kebutuhan ekonomi (Ginting 1998).

(27)

pemerintah juga berperan dalam menetapkan suatu kawasan konservasi di suatu daerah perairan karena telah terjadi kerusakan lingkungan dan terjadinya overfishing

di kawasan tersebut (Masyhudzhulhak 2006).

2.1.2 Pengembangan Ekowisata Bahari

Pengertian pariwisata dalam arti luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Pariwisata telah menjadi bagian penting dari kebutuhan dasar masyarakat maju dan sebagian kecil Negara berkembang. Pariwisata kemudian menjadi kanal yang tepat untuk membebaskan masyarakat dari tekanan fisik dan psikis serta semakin berkembang sejalan perubahan-perubahan sosial, budaya, ekonomi, teknologi dan politik (Damanik dan Weber, 2006).

Secara ekonomi, Damanik dan Weber (2006) membagi keberadaan pariwisata muncul dari empat unsur pelaku yang terkait erat, yaitu:

a) Permintaan atau kebutuhan. Unsur penting dalam permintaan wisata adalah wisatawan dan penduduk lokal yang menggunakan sumberdaya wisata. Waktu luang, uang, sarana dan prasarana merupakan permintaan potensial yang harus ditransformasikan menjadi permintaan riil, yakni pengambilan keputusan wisata. b) Penawaran atau kebutuhan berwisata itu sendiri; yaitu produk dan jasa. Melalui

pasar, produk dijual kepada wisatawan seperti hotel, restoran, objek wisata dan lain-lain. Jasa adalah layanan yang diterima wisatawan ketika mereka memanfaatkan produk tersebut, seperti pembersihan kamar, cara penyajian makanan sampai penyediaan informasi.

c) Pasar dan kelembagaan yang berperan untuk memfasilitasi keduanya. Pasar wisata yang faktual adalah unsur-unsur industri, sering juga disebut para pelaku pariwisata yang mempertemukan permintaan dan penawaran produk dan jasa wisata.

(28)

Objek atau atraksi wisata adalah segala sesuatu yang menarik dan bernilai untuk dikunjungi dan dilihat, yaitu panorama keindahan alam yang menakjubkan seperti gunung, lembah air terjun, danau, pantai, matahari terbit dan terbenam, cuaca dan hal-hal lain yang berkaitan dengan keadaan alam sekitarnya. Objek wisata hasil manusia juga sering digunakan sebagai objek wisata seperti monumen, candi, bangunan klasik, peninggalan purbakala, museum, seni tari, seni musik, agama, adat-istiadat dan lain-lain. Secara singkat, objek atau atraksi wisata adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan alam, kebudayaan, perkembangan ekonomi, politik dan sebagainya. Saat ini, salah satu jenis objek wisata yang sangat digemari adalah keindahan alam seperti laut, gunung, hutan, keanekaragaman flora dan fauna.

Ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata khusus yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian sumberdaya alam. Ekowisata juga diartikan sebagai perjalanan wisata alam yang bertanggung jawab dengan cara mengonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal (TIES dalam Fandeli 2000). Ada tiga perspektif pandangan terhadap ekowisata yaitu:

a) Ekowisata sebagai produk yang merupakan semua atraksi yang berbasis pada sumberdaya alam.

b) Ekowisata sebagai pasar yag merupakan perjalanan yang diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan.

c) Ekowisata sebagai pendekatan pengembangan yang merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata secara ramah lingkungan.

(29)

kualitas hidup seperti estetika, nilai-nilai, pendidikan, pemahaman antar budaya dan mendorong masyarakat lokal untuk menghargai lingkungannya.

Ekowisata bahari merupakan jenis kegiatan pariwisata yang berhubungan dengan sasaran antara lain melihat atau mengamati terumbu karang, berbagai jenis ikan, hewan-hewan kecil di laut yang dilakukan dengan cara antara lain “diving”, “snorkeling”, dan “swimming”. Kegiatan pariwisata ini harus didukung dengan penyediaan jasa transportasi, kapal pesiar, pengelola pulau kecil, pengelola taman laut, hotel, restaurant terapung, kawasan lepas, pantai, rekreasi pantai, konvensi di pantai dan di laut, pemandu wisata alam dan sebagainya. Kegiatan pariwisata ini juga membutuhkan fasilitas pendukung seperti jasa foto dan video, pakaian, peralatan olahraga, jasa kesehatan dan lain-lain. Konsep wisata pesisir dan bahari didasarkan pada view, keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karakteristik masyarakat yang berbeda di setiap daerah (Garrod dan Wilson 2004 dikutip Tafalas 2010).

Potensi ekosistem kawasan Karimunjawa sangat beragam dan unik baik di darat maupun di laut sehingga sangat menarik bagi wisatawan untuk berkunjung. Aryono (2003) menyatakan bahwa konsep pariwisata yang dikembangkan biasanya mengacu pada jenis pariwisata bahari, seperti yang terdapat di Karimunjawa, yaitu: 1. Kegiatan ekowisata bahari yang dikembangkan yaitu kegiatan berenang dengan

menikmati perairan yang jernih dengan panorama pantai berpasir putih.

a. Scuba Diving yaitu kegiatan di perairan yang dapat menikmati prasarana dan keindahan dalam laut, karang, ikan hias, dan lain-lain.

b. Snorkelling yaitu kegiatan di perairan laut dengan menikmati keindahan panorama di bawah permukaan laut.

c. Becak air yaitu kegiatan yang bersifat rekreasi yang tidak membutuhkan keahlian khusus seperti berenang.

d. Ski air, yaitu kegiatan olah raga yang harus diimbangi dengan keterampilan sambil menikmati kegiatan rekreasi.

(30)

2. Kegiatan wisata pantai merupakan wisata pesisir dengan memanfaatkan pantai sebagai objek dan daya tarik wisata, seperti menikmati keindahan alam pantai, olah raga pantai dan sebagainya. Kegiatan yang bisa dikembangkan adalah sebagai berikut.

a. Camping adalah kegiatan wisata yang bersifat menikmati keindahan alam langsung dan dapat mendirikan perkemahan.

b. Jogging adalah kegiatan wisata yang bersifat olah raga seperti lari-lari kecil di pasir putih atau daerah dataran yang sejuk.

c. Berjemur merupakan kegiatan santai di sepanjang pantai sambil menikmati panorama laut.

d. Sand play adalah kegiatan wisata yang menggunakan sarana pasir.

e. Photo hunting merupakan kegiatan yang bersifat atraktif dalam pengambilan dokumentasi dengan latar belakang panorama yang indah.

Perencanaan pariwisata saat ini menjadi agenda yang sangat penting. Persaingan dalam penawaran produk wisata semakin meningkat. Perilaku wisatawan juga cenderung berubah sesuai dengan perubahan zaman. Hal ini berkaitan juga dengan minat, selera dan kebutuhan wisatawan. Oleh sebab itu perlu ditingkatkan lagi pengembangan perencanaan wisata agar mampu bersaing dengan pihak lain dan tetap memperhatikan kebutuhan konsumen wisata.

(31)

tetap menjaga semua produk dan jasa wisata berkembang dan lestari dengan sangat baik.

Syarat untuk mencapai pariwisata yang berkelanjutan adalah sebagai berikut. 1. Wisatawan mempunyai kemauan mengonsumsi produk dan jasa pariwisata secara

efektif, dalam arti bahwa produk tersebut tidak diperoleh dengan mengeksploitasi secara eksesif sumberdaya pariwisata setempat.

2. Produk wisata didorong ke produk berbasis lingkungan.

3. Kegiatan wisata diarahkan untuk melestarikan lingkungan dan peka terhadap budaya lokal.

4. Masyarakat harus dilibatkan dalam perencanaan, implementasi dan monitoring pengembangan pariwisata.

5. Masyarakat juga harus memperoleh keuntungan secara adil dari kegiatan wisata. 6. Posisi tawar masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya semakin

meningkat.

Setiap kegiatan yang dilakukan pasti akan menimbulkan dampak, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Kegiatan ekowisata juga ikut mengakibatkan perubahan ekosistem sebagai basis dari kegiatan tersebut. Hal ini bisa terwujud dalam pencemaran, lingkungan yang tidak bersih, terjadinya penurunan kualitas air dan ikan dan lain-lain.

2.1.3 Perubahan Ekosistem

(32)

wisata juga semakin banyak dilakukan yang mengakibatkan lahan pesisir semakin banyak kehilangan dukungan bagi keanekaragaman hayati alamiahnya dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat pesisir (Purba 2002).

Aktivitas perekonomian utama yang menimbulkan permasalahan pengelolaan sumberdaya dan lingkungan wilayah pesisir dan lautan, yaitu (1) perkapalan dan transportasi (tumpahan minyak, limbah padat dan kecelakaan); (2) pengilangan minyak dan gas (tumpahan minyak, pembongkaran bahan pencemar, konservasi kawasan pesisir); (3) perikanan (overfishing, pencemaran pesisir, pemasaran dan distribusi, modal dan tenaga keahlian); (4) budidaya perairan (ekstensifikasi dan konservasi hutan); (5) pertambangan (penambangan pasir dan terumbu karang); (6) kehutanan (penambangan dan konservasi hutan); (7) industri (reklamasi dan pengerukan); dan (8) pariwisata (pembangunan infrastruktur dan pencemaran air). Pekerjaan nelayan dalam memanfaatkan laut dan pesisir dengan memburu ikan juga ikut berkontribusi dalam krisis ekologi pesisir. Hasil tangkapan mereka tidak dapat ditentukan kepastiannya karena semuanya hampir bersifat spekulatif. Masalah resiko dan ketidakpastian (risk and uncertainty) terjadi karena laut adalah wilayah yang dianggap bebas untuk dieksploitasi (open access) (Subri 2005).

Pemanfaatan SDK oleh berbagai aktor membuat ekosistem kawasan pesisir menjadi berubah. Kepemilikan SDK yang bersifat open access memicu terjadinya

tragedy of the commons, kerusakan sumberdaya, konflik antar pelaku dan kesenjangan ekonomi (Satria 2009). Konsekuensi logis dari sumberdaya pesisir dan laut sebagai sumberdaya milik bersama (common property) dan terbuka untuk umum (open access) menjadikan pemanfaatan sumberdaya alam pesisir dan laut semakin meningkat di hampir semua wilayah. Pemanfaatan yang demikian cenderung melebihi daya dukung sumberdaya (over exploitation) (Stefanus et al. 2007).

(33)

peningkatan taraf hidup masyarakat ternyata diiringi oleh kemunduruan kemampuan sumberdaya alam sebagai penyangga kehidupan.

Pengembangan ekowisata juga dapat mendatangkan dampak positif berupa meningkatnya upaya reservasi sumberdaya alam, pembangunan taman nasional, perlindungan pantai dan taman laut serta mempertahankan hutan mangrove. Namun di lain pihak, pengelolaan kegiatan ekowisata yang kurang tepat dapat menimbulkan dampak negatif berupa polusi, kerusakan lingkungan fisik, pemanfaatan berlebihan, pembangunan fasilitas tanpa memperhatikan lingkungan dan kerusakan hutan mangrove. Pelaksanaan pembangunan yang semakin beragam sering menghasilkan produk sampingan berupa limbah sampah dan buangan lainnya. Peningkatan pembangunan telah mengakibatkan pergeseran pola pemanfaatan lahan dan tidak sesuai dengan kaidah penataan ruangan sesuai dengan daya dukungnya serta kesesuaian lahan.

Sjafi’i (2001) menyatakan bahwa perubahan-perubahan ekosistem yang terjadi dengan adanya kegiatan wisata dapat dilihat melalui:

1. Perubahan tata ruang dalam pemanfaatan sumberdaya dalam pembangunan pariwisata juga terkait dengan pembangunan wilayah dan pembangunan sektor ekonomi. Kawasan pariwisata di wilayah pesisir telah banyak menghadirkan bangunan-banguan hotel-hotel berbintang bahkan di sepanjang jalan telah berdiri pelabuhan-pelabuhan, restoran-restoran, kios-kios tempat penjualan souvenir ataupun tempat hiburan lainnya.

(34)

Tuwo (2011) juga menyatakan bahwa pengenalan potensi ancaman yang berpeluang ditimbulkan oleh berbagai kegiatan pembangunan merupakan hal penting dalam penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. Ancaman dapat berupa penurunan kualitas sumberdaya alam dan jasa lingkungan. Ancaman terhadap perubahan ekosistem antara lain:

1. Sedimentasi yang disebabkan oleh kegiatan pemanfaatan lahan dan pesisir untuk kegiatan pertanian, pertambangan pemukiman dan pembangunan sarana dan prasarana pariwisata serta pengusahaan hutan. Sedimen yang mengendap di daerah muara dapat menyebabkan pendangkalan yang serius di muara sungai. 2. Pencemaran daerah pesisir dapat disebabkan oleh bahan pencemar yang datang

dari daerah pertanian, pemukiman, industri dan pertambangan. Limbah padat dan cair dari rumah tangga dan industri seperti industri pariwisata, merupakan bahan pencemar pesisir dan laut yang sulit dikontrol.

Hal ini sesuai dengan pendapat Amelia (2009) yang menyatakan bahwa dampak kegiatan wisata yang sering terjadi adalah menurunnya kualitas air laut (warna perairan yang berubah, menimbulkan bau tak sedap, terdapat bakteri E. Coli, tercemar logam berat), abrasi pasir, serta penumpukan sampah dari kegiatan wisatawan yang menumpuk dan menyebar akan menurunkan kualitas lingkungan. 3. Degradasi habitat merupakan salah satu masalah serius bagi daerah pesisir yang

merupakan dampak negatif dari aktivitas manusia seperti erosi. Erosi pantai dapat disebabkan oleh pembukaan pantai dan pembangunan infrastruktur sehingga mengurangi fungsi perlindungan terhadap pantai. Kegiatan penambangan batu karang untuk mendirikan bangunan dan jalan dapat memberikan kontribusi penting terhadap erosi pantai.

4. Degradasi sumberdaya dan keanekaragaman hayati yang sangat menonjol di daerah pesisir dan laut adalah kerusakan hutan mangrove dan terumbu karang. Kerusakan hutan mangrove sejalan dengan aktivitas pembangunan seperti pemukiman dan industri.

(35)

sekitar 70% karang telah mengalami kerusakan yang parah. Salah satu penyebabnya adalah adanya wisatawan yang sering mengoleksi keindahan dan keunikan karang sebagai hiasan. Padang lamun juga mengalami ancaman dari aktifitas manusia seperti alih fungsi pantai untuk pelabuhan dan limbah industri rumah tangga dan pertanian yang dibuang ke laut. Kekayaan flora dan fauna seringkali menjadi terancam dengan kehadiran wisatawan yang mengusik habitat mereka.

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi krisis ekologi laut dan pesisir akibat pemanfaatannya. Dampak negatif juga timbul dari pemanfaatan yang kurang memperhatikan aspek kelestarian seperti penangkapan ikan yang berlebihan, penangkapan ikan dengan bahan peledak serta pembuangan sampah kelaut. Jika laut tercemar maka kehidupan biota yang ada di dalamnya menjadi terancam. Bagi nelayan, keadaan ini sangat berbahaya dan akan berdampak bagi kehidupan perekonomian mereka karena nelayan menggantungkan hidupnya dari hasil penangkapan ikan di laut. Apabila kerusakan ini terjadi, maka daerah tersebut akan dikonservasi oleh pemerintah.

2.1.4 Perubahan Sosial dan Perekonomian Nelayan

Satria (2009) mendefinisikan masyarakat pesisir yaitu masyarakat yang sama-sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan khas yang terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumberdaya pesisir. Mereka adalah nelayan, pembudidaya ikan, pengolah ikan bahkan penjual ikan. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Subri (2005) yang mendefinisikan nelayan sebagai suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya.

(36)

hidup dalam kemiskinan. Kekurangberdayaan masyarakat pesisir disebabkan oleh tingkat pendidikan yang masih rendah, keterbatasan dalam menguasai teknologi, modal dan kelembagaan usaha. Hal ini tidak terlepas dari faktor kerentanan dan kepemilikan aset yang berpengaruh terhadap kehidupan nelayan. Kedua faktor inilah yang akan mempengaruhi aksesibilitas nelayan dalam mempertahankan hidupnya.

Sahri et al. (2006) membagi aksesibilitas sosial ekonomi nelayan kecil kedalam lima modal, yaitu modal sumberdaya manusia, modal sumberdaya alam, modal ekonomi, modal fisik dan modal sosial. Aksesibilitas paling tinggi adalah modal sosial, artinya masyarakat nelayan memiliki integritas sosial yang tinggi. Sikap sosial ini terlihat dalam konteks ekonomi (arisan) dan keagamaan. Modal fisik, yaitu keberadaan pangkalan pendaratan ikan yang berfungsi untuk tempat pendaratan kapal ikan, tempat memperbaiki jaring, tempat pelelangan dan penjemuran ikan dan berbagai hal lainnya yang bertujuan memudahkan nelayan dalam bekerja. Modal SDM, yaitu pengetahuan nelayan tentang penangkapan ikan, misalnya menggunakan alat tangkap yang sederhana dan ada juga yang dilarang. Modal finansial, yaitu kemampuan nelayan mendapatkan modal untuk mengembangkan usaha. Hal ini mengindikasikan kemudahan nelayan untuk mendapatkan modal berusaha. Modal paling rendah adalah modal alam (stok ikan), artinya stok ikan sebagai salah satu aset nelayan kecil pada saat ini dalam kondisi yang sangat kritis (Sahri dkk. 2006).

Keberadaan kegiatan ekowisata bahari sering menimbulkan pencemaran pesisir dan laut dari hasil sampah-sampah wisatawan serta pembangunan sarana dan prasarana wisata yang kurang memperhatikan daya dukung lingkungan. Hal ini bisa mengancam kehidupan biota laut dan berdampak pada penurunan modal alam (ketersediaan ikan). Apabila laut tercemar, maka kehidupan yang ada di dalamnya akan mengalami kerusakan biologis dan degradasi laut yang berkepanjangan sehingga produktivitas nelayan akan menurun. Jumlah ikan yang tersedia di laut menjadi berkurang dan kualitas air menjadi menurun. Hal ini tentu saja langsung berdampak pada penurunan jumlah pendapatan nelayan.

(37)

pesisir dapat menyebabkan wilayah penangkapan nelayan menjadi semakin sempit akibat adanya penetapan zona wisata dikawasan tempat dimana nelayan biasanya menangkap ikan. Nelayan juga tidak diperkenankan melakukan fishing ground yang lebih jauh lagi. Keterbatasan modal yang dimiliki nelayan membuat nelayan hanya bisa melakukan penangkapan di sekitar pantai dengan alat yang sederhana. Keterbatasan ini mereka atasi dengan memanfaatkan secara maksimal daerah-daerah pesisir dan terumbu karang untuk mengeksploitasi ikan secara besar-besaran.

Munculnya kegiatan wisata ternyata tidak hanya mengakibatkan perubahan pada ekosistem, tetapi juga membuka peluang kerja bagi masyarakat setempat. Sekalipun kegiatan ekonomi wisata ini belum mampu mengubah struktur mata pencaharian namun telah memberikan dampak positif berupa perluasan lapangan pekerjaan seperti mengembangkan usaha transportasi, akomodasi, rumah makan dan usaha cindera mata untuk menunjang kegiatan wisata. Pengembangan kegiatan ekowisata bahari di Raja Ampat misalnya memberikan dampak yang positif kepada masyarakat dan lingkungannya. Perilaku masyarakat untuk melindungi kawasannya dari kerusakan semakin positif karena masyarakat menyadari bahwa terumbu karang dan keindahan alam mereka dapat menjadi atraksi wisata yang mengagumkan sehingga dapat menambah pendapatan (Tafalas 2010).

Kedatangan wisatawan yang melakukan kontak dengan penduduk memberikan peluang transfer budaya baik dalam bentuk sikap maupun perbuatan dan tingkah laku. Fenomena perubahan ekosistem juga mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat pesisir khususnya nelayan. Berkurangnya ketersediaan ikan di laut membuat nelayan banyak yang beralih profesi menjadi pekerja di bidang yang lain seperti ikut serta dalam kegiatan ekowisata. Apabila musim atau cuaca sedang tidak bagus untuk melaut maka nelayan melakukan kegiatan ekowisata untuk menambah pendapatan. Hal ini membuat struktur masyarakat yaitu jumlah penduduk yang profesi utamanya sebagai nelayan menjadi berkurang.

(38)

diharapkan dapat memberikan manfaat bagi segenap pengguna sumberdaya dan pihak-pihak yang terkait dalam upaya pengelolaan wilayah pesisir dalam rangka memanfaatkan sumberdaya pesisir secara lestari dan memperbaiki kerusakan akibat degradasi lingkungan. Pengelolaan berbasis masyarakat menekankan pada pengetahuan dan kesadaran masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaan karena masyarakat lokal merupakan salah satu kunci keberhasilan pengelolaan sumberdaya alam. Program-program yang dikembangkan harus mencerminkan preferensi, ketersediaan sumberdaya lokal, dukungan aturan dan kelembagaan yang memungkinkan lahirnya partisipasi aktif serta inovasi kreatif dari masyarakat.

Penyusunan aturan-aturan lokal dan lembaga-lembaga yang bersifat formal dan nonformal merupakan salah satu bentuk alternatif pengelolaan SDK yang berkelanjutan dan memberi peluang partisipasi semua stakeholder. Solihin dan Satria (2007) menyatakan bahwa pengelolaan perikanan yang berbasiskan kearifan lokal telah mampu menciptakan pembangunan yang berkelanjutan, terjaganya sumberdaya ikan dari kegiatan penangkapan yang merusak dan menjamin kelangsungan hidup masyarakat pesisir khususnya nelayan kecil. Penegakan hukum yang tegas bagi para pelanggar serta adanya kekuatan hukum yang mengikat bagi seluruh masyarakat membuat peraturan ini dapat dijalankan dengan baik sehingga tercipta ketertiban dan keamanan masyarakat. Hukum ini berisi larangan dan sanksi dimana yang menjadi kekuatannya adalah kesadaran kolektif dari masyarakat untuk melindungi hasil laut di wilayahnya. Lembaga-lembaga lain juga ikut dibentuk untuk menjaga kelestarian laut seperti AMPHIBI dan KPP. Kedua lembaga ini adalah lembaga keamanan swadaya masyarakat yang bersifat formal dan turut meningkatkan peran masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya pesisir yang mempercepat pelaksanaan pengelolaan terpadu berbasis masyarakat.

(39)

pendorong pertumbuhan kawasan tersebut. Raharto (1999) mengatakan bahwa perkembangan perekonomian suatu daerah menjadi daya tarik bagi penduduk yang berada diluar daerah tersebut untuk melakukan migrasi dan mencari kehidupan yang lebih baik disana. Para migran tertarik untuk mengisi kesempatan-kesempatan ekonomi yang terbuka, terutama disektor industri dan jasa.

Rusli (2010) mendefinisikan migrasi sebagai dimensi gerak penduduk geografis, spasial atau teritorial antara unit-unit geografis yang melibatkan perubahan tempat tinggal yaitu dari tempat tinggal asal kepada tempat tinggal tujuan. Seseorang dikatakan melakukan migrasi jika ia melakukan pindah tempat tinggal secara permanen atau relative permanen dengan menempuh jarak minimal tertentu. Banyak faktor yang melatarbelakangi migrasi, salah satunya untuk memperoleh pekerjaan.

Adanya pariwisata menurut Muriatmo (1992) dalam Marisa (2007) mendatangkan pendapatan devisa negara dan terciptanya lapangan pekerjaan yang berabrti mengurangi jumlah pengangguran serta adanya kemungkinann bagi masyarakat daerah wisata dan masyarakat di luar daerah wisata untuk meningkatkan pendapatan dan standar hidup mereka. Munculnya hotel-hotel, toko-toko, dan restoran di daerah wisata memberikan kesempatan kerja sehingga banyak penduduk di luar daerah wisata bermigrasi ke daerah wisata tersebut .

2.1.5 Pola Adaptasi Nelayan

(40)

pencaharian mereka dan pembatasan akses pemanfaatan akibat aktivitas swasta dan keberadaan zonasi oleh pemerintah.

Pekerjaan sebagai nelayan merupakan pekerjaan yang dilakukan secara turun temurun dengan alat tangkap yang masih sederhana dan tradisional serta operasionalnya terbatas. Kehidupan nelayan yang memiliki ketergantungan pada lingkungan alam (musim) ini mengakibatkan nelayan tidak bisa melaut sepanjang tahun sehingga pendapatan mereka juga tidak pasti. Salah satu cara mempertahankan kelangsungan ekonomi rumah tangga nelayan yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan diversifikasi pekerjaan yang tergantung pada sumberdaya-sumberdaya yang tersedia di desa-desa nelayan tersebut. Upaya untuk melakukan diversifikasi pekerjaan amat ditentukan oleh kemampuan nelayan yang bersangkutan untuk menghadapi berbagai tekanan dalam kehidupannya. Selain suami dan isteri, anak-anak juga dilibatkan dalam berbagai kegiatan mencari nafkah. Hal tersebut tidak lepas dari kondisi keterbatasan ekonomi rumah tangga mereka. Diversifikasi pekerjaan bagi keluarga nelayan memiliki makna yang sangat berarti bagi kelangsungan ekonomi rumah tangganya. Hal ini terkait dengan ketidakteraturan dan ketidakstabilan penghasilan mereka dari hasil melaut (Haryono 2005).

(41)

dengan mengusahakan alat transportasi, penginapan, pembuatan dan penjualan cinderamata.

Masyarakat kapitalisme harus dibentuk jika ingin keluar dari keterbelakangan. Keterbelakangan ini disebabkan karena tidak adanya formasi kapital dan kesadaran atau mentalitas yang menawarkan perkembangan. Kemajuan terjadi bila orang-orang telah mengadopsi pikiran rasional, nilai-nilai yang berorientasi masa depan dan sistem etik. Aliran modernisasi dapat disejajarkan dengan teori-teori liberal, yaitu untuk mengejar ketertinggalan maka diperlukan strategi pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan perdagangan bebas. Keadaan inilah yang sedang terjadi di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan memanfaatkan SDK secara maksimal, seperti penangkapan ikan secara besar-besaran, pertambangan, wisata bahari dan konservasi. Modernisasi yang dimaksud adalah kapitalisasi berupa perluasan teknologi yang lebih tinggi dalam meningkatkan hasil kerja (Sanderson 1993 dikutip Satria 2002).

Nelayan yang mampu bertahan adalah nelayan yang bisa mengikuti modernisasi dengan perluasan teknologi yang lebih tinggi padahal tidak semua nelayan mampu memiliki modal yang cukup untuk memiliki teknologi tersebut. Berbagai alternatif telah dilakukan nelayan untuk bisa bertahan hidup, seperti perubahan alat tangkap, diversifikasi pekerjaan dan peningkatan keterampilan untuk meningkatkan nilai jual ikan. Adaptasi ini disesuaikan dengan kondisi daerah mereka masing-masing.

(42)

2.2. Kerangka Pemikiran

Pesisir dan laut sangat bermanfaat bagi negara dan masyarakat lokal karena kekayaan sumberdaya alam yang terdapat di dalamnya. Potensi laut dimanfaatkan untuk mengembangkan kegiatan perikanan oleh nelayan lokal. Kekayaan alam yang dimiliki juga sangat berpotensi untuk pengembangan kegiatan wisata bahari. Pembangunan kawasan pariwisata akan membawa perubahan bagi ekosistem akibat perubahan pemanfaatan lingkungan, daya dukung lingkungan dan ketersediaan ikan di laut.

Perubahan ekologi tersebut akan berdampak pada kondisi perekonomian dan kehidupan sosial masyarakat. Laut dan pesisir yang dijadikan sebagai objek tujuan wisata adalah tempat dimana nelayan melakukan kegiatan ekonominya, yaitu menangkap ikan. Keberadaan aktivitas ekowisata dan sarana maupun prasarana penunjangnya membatasi akses nelayan untuk menangkap ikan di tempat dimana mereka biasaya menangkap ikan. Pengaruh terhadap perekonomian nelayan akan dilihat dari jumlah hari melaut nelayan, jumlah hasil tangkapan ikan, tingkat pendapatan dari sektor perikanan serta peluang kerja di bidang sektor pariwisata. Struktur sosial masyarakat juga ikut berubah akibat perubahan ekologi seperti aturan-aturan sosial dan tingkat migrasi.

Dampak yang timbul akibat penyelenggaraan wisata bahari dapat bersifat negatif dan dapat juga bersifat positif. Aktivitas nelayan yang menjadikan laut sebagai sumber mata pencaharian serta kehadiran kegiatan pariwisata juga menyebabkan perubahan ekologi. Apabila menimbulkan dampak negatif, maka pengembangan ekowisata tersebut harus ditinjau kembali dan apabila menimbulkan dampak positif maka pengembangan tersebut ditingkatkan dan dipertahankan. Untuk tetap bertahan, maka nelayan harus melakukan strategi adaptasi berupa diversifikasi pekerjaan dan perubahan alat tangkap.

(43)

Keterangan:

mempengaruhi

dianalisis secara deskriptif

Gambar 1. Kerangka Berpikir

2.3 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang disoroti adalah:

1. Semakin rendah tingkat ekonomi nelayan maka semakin tinggi tingkat pola adaptasi yang dikembangkannya.

2. Semakin rendah jumlah trip melaut maka semakin tinggi diversifikasi pekerjaan. 3. Semakin rendah jumlah hasil tangkapan, maka semakin tinggi diversifikasi.

Pemanfaatan kekayaan hayati dan keindahan fisik laut dan darat oleh sektor ekowisata bahari

Perubahan ekologi: - Pemanfaatan ruang - Daya dukung lingkungan

Ekonomi:

- jumlah trip melaut

- jumlah hasil tangkapan ikan -tingkat Pendapatan

-peluang kerja

Sosial:

- aturan-aturan sosial - tingkat migrasi

Pola adaptasi:

(44)

4. Semakin rendah jumlah hasil tangkapan maka semakin tinggi perubahan alat tangkap.

5. Semakin rendah pendapatan, maka semakin tinggi diversifikasi pekerjaan. 6. Semakin rendah pendapatan maka semakin tinggi perubahan alat tangkap.

2.4 Definisi Operasional

1. Karakteristik respondenadalah faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu seperti umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, jumlah pendapatan dan pengalaman melaut menangkap ikan.

1.1 Umur, adalah selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada saat penelitian dilaksanakan. Havighurst dan Acherman dalam Sugiah (2008) membagi usia menjadi tiga kategori:

a. 18-30 tahun kategori muda diberi skor 1 b. 31-50 tahun kategori sedang diberi skor 2 c. > 50 tahun kategori tua diberi skor 3 1.2 Tingkat pendidikan yang dilihat saat penelitian dilakukan, dikelompokkan

menjadi:

a. Tidak sekolah- tidak tamat SD kategori rendah diberi skor 1 b. Tamat SD-tamat SMP kategori sedang diberi skor 2 c. Tamat SMA-perguruan tinggi kategori tinggi diberi skor 3 1.3 Jumlah anggota keluarga yang tinggal dan yang ditanggung oleh keluarga

pada saat penelitian dilakukan (berdasarkan data BPS Karimunjawa 2011):

a. ≥ 2 kategori kecil diberi skor 1

b. 3-4 kategori menengah diberi skor 2 c. > 4 kategori besar diberi skor 3 1.4 Jumlah pendapatan nelayan yang diperoleh dari usaha penangkapan ikan dan

dari pekerjaan sampingan lainnya. Berdasarkan Survei Base Line

(45)

c. > Rp1.666.000,- kategori tinggi diberi skor 3

1.5 Pengalaman melaut merupakan lama waktu dalam satuan tahun yang dihabiskan oleh responden dalam aktivitas penangkapan ikan secara reguler: a. 7≤ x ≤18 tahun kategori rendah diberi skor 1 b. 18< x ≤ 29 tahun kategori sedang diberi skor 2 c. >29 tahun kategori tinggi diberi skor 3 2. Pemanfaatan ruang kawasan pesisir adalah upaya untuk mewujudkan struktur

ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang. Dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana penataan ruang kawasan pesisir untuk kegiatan wisata dan perikanan.

3. Tingkat daya dukung pesisir adalah kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya serta keseimbangan antara keduanya.

4. Peluang kerja adalah ketersediaan lapangan kerja yang siap diisi oleh para pencari kerja. Dalam penelitian ini adalah lapangan kerja yang bisa menambah pendapatan bagi para nelayan.

5. Aturan-aturan sosial adalah aturan-aturan yang menjadi patokan dalam suatu kelompok masyarakat dengan batasan wilayah tertentu dan merupakan hasil dari kesepakatan-kesepakatan masyarakat sekitar.

6. Jumlah hari untuk melaut yaitu rata-rata aktifitas melaut selama 1 bulan, berdasarkan hari libur nelayan yaitu hari Jumat dan setiap terang bulan, dikelompokkan menjadi:

a. < 20 hari kategori rendah diberi skor 1 b. 20-24 hari kategori sedang diberi skor 2 c. ≥ 25 hari kategori tinggi diberi skor 3 7. Jumlah hasil tangkapan ikan yaitu jumlah berat ikan dalam satuan kg yang bisa di

dapatkan oleh nelayan dalam satu kali melaut.

(46)

8. Tingkat pendapatan dari hasil tangkapan setiap kali melaut adalah nilai jual yang diterima nelayan dari hasil tangkapan ikan.

a. < Rp50.000,- kategori rendah diberi skor 1 b. Rp50.000-Rp100.000,- kategori sedang diberi skor 2 c. >Rp100.000,- kategori tinggi diberi skor 3 9. Tingkat perekonomian dalam sektor perikanan adalah kondisi perekonomian

nelayan yang dilihat dari tiga variabel perekonomian yang diukur secara kuantitatif yaitu jumlah trip melaut, jumlah tangkapan dan tingkat pendapatan dari hasil jual ikan. Parameter pengukurannya dikategorikan menjadi rendah-sedang-tinggi.

Skor minimum : 1 Skor maksimum : 9 Selang

a. Interval 1 < x ≤ 3 kategori rendah skor 1 b. Interval 4 < x ≤ 6 kategori sedang skor 2 c. Interval 7 < x ≤ 9 kategori tinggi skor 3 10. Tingkat adaptasi adalah kegiatan yang dilakukan nelayan dalam menyiasati

perubahan ekonomi yang dibagi menjadi diversifikasi pekerjaan dan perubahan alat tangkap nelayan. Parameter pengukurannya dibedakan menjadi tinggi-rendah-sedang.

Skor minimum : 1 Skor maksimum : 6 Selang

a. Interval 1 < x ≤ 2 kategori rendah diberi skor 1 b. Interval 3 < x ≤ 4 kategori sedang diberi skor 2 c. Interval 5< x ≤ 6 kategori tinggi diberi skor 3 11. Diversifikasi pekerjaan adalah penerapan pola nafkah yang beragam dengan cara

(47)

c. Memiliki ≥ 2 pekerjaan sampingan (tinggi) diberi skor 3 12. Tingkat partisipasi dalam kegiatan ekowisata adalah tingkat keikutsertaan

nelayan dalam memanfaatkan peluang bekerja di bidang pariwisata. a. Memiliki 1 pekerjaan di wisata (rendah) diberi skor 1 b. Memiliki 2 pekerjaan di wisata (sedang) diberi skor 2 c. Memiliki ≥ 3 pekerjaan di wisata (tinggi) diberi skor 3 13. Tingkat perubahan alat tangkap adalah kegiatan mengubah alat menangkap ikan

yang biasanya digunkan untuk menangkap ikan sebelum adanya kegiatan pariwisata.

(48)

BAB III

PENDEKATAN LAPANGAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dengan menggunakan survei melalui instrumen kuesioner digunakan untuk mengetahui bagaimana tingkat perubahan ekonomi dan adaptasi nelayan. Kuisioner yang telah disusun sebelumnya, diisi oleh responden, yaitu nelayan yang terlibat dalam pariwisata dan nelayan yang tidak terlibat dalam pariwisata. Kedua kelompok nelayan yang menjadi responden akan didata menyangkut kehidupan sosial dan ekonominya sebelum dan sesudah adanya kegiatan pengembangan ekowisata bahari. Data primer juga diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam, yaitu percakapan tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih yang duduk berhadapan secara fisik dan diarahkan pada suatu masalah tertentu. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi dari informan kunci, lembaga swadaya masyarakat dan pemerintah daerah serta diskusi dengan pakar dan praktisi lapangan. Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik nelayan lokal, aspek sosial dan aspek ekonomi.

(49)

3.1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) sesuai dengan kebutuhan penelitian. Lokasi ini dipilih karena merupakan salah satu daerah yang sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai nelayan. Desa ini memiliki luas 4.302, 50 ha dengan luas kawasan daratan sekitar 60 persen. Jumlah penduduknya adalah 4.137 dan 1.483 (45.44) berprofesi sebagai nelayan1. Saat ini Karimunjawa juga dijadikan sebagai salah satu daerah tujuan wisata utama di Jawa Tengah dan jumlah wisatawan yang berkunjung semakin bertambah sejak tahun 2007. Kawasan ini memiliki keindahan dan kekayaan alam yang ada untuk dikembangkan dalam sektor perikanan maupun pariwisata. Desa Karimunjawa juga dijadikan sebagai salah satu kawasan Taman Nasional Karimunjawa pada tahun 1999. Pertimbangan lainnya adalah tersedianya data pendukung yang dapat membantu peneliti dalam melakukan penelitian. Oleh karena itu dengan mengambil wilayah Desa Karimunjawa sebagai tempat penelitian, diharapkan dapat memberikan manfaat dan solusi dari permasalahan yang diteliti terhadap masyarakat Desa Karimunjawa. Studi lapangan dilakukan pada bulan April-Mei 2012.

3.1.2 Teknik Pengumpulan Data

Populasi penelitian ini adalah nelayan lokal yang ada di Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah. Unit analisis penelitian ini adalah individu nelayan yang berada di daerah tersebut baik yang memanfaatkan ataupun yang tidak memanfaatkan pariwisata sebagai mata pencaharian sampingannya. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode pengambilan sampel aksidental yang didasarkan pada kemudahan untuk menemui responden. Metode aksidental adalah metode penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja (nelayan) yang secara aksidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, apabila nelayan yang ditemui cocok sebagai sumber

1

(50)

data atau responden. Sampel yang terpilih karena berada pada waktu, situasi dan tempat yang tepat (Prasetyo dan Jannah 2006). Metode ini dipilih karena kerangka sampel yang digunakan untuk dasar pemilihan sampel tidak tersedia. Nelayan memiliki waktu kerja yang tidak dapat diperkirakan oleh karena itu apabila menggunakan kerangka sampling akan sulit mendapatkan data dari sampel yang sudah ditentukan. Nelayan Karimunjawa ada yang mulai melaut pada pagi hari sampai sore hari dan ada juga yang melaut dari sore hingga pagi hari.

Sebagian besar penduduk desa Karimunjawa berprofesi sebagai nelayan yang menggantungkan hidup pada hasil penangkapan ikan di laut. Sejak meningkatnya sektor pariwisata di Karimunjawa, sebagian besar nelayan memanfaatkan potensi ekowisata di daerah tersebut dengan menjadi tour leader, guide, penyewa alat selam, penginapan, warung makan, transportasi, membuat souvenir dan lain-lain. Sedangkan ada juga kelompok nelayan yang tetap bertahan hanya dengan memanfaatkan perikanan. Hal ini membuat nelayan terbagi menjadi dua, yaitu nelayan yang memanfaatkan kegiatan ekowisata dan nelayan yang hanya memanfaatkan usaha perikanan. Nelayan pariwisata adalah nelayan yang sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan hidupnya selain menggantungkan pada hasil penangkapan ikan di laut juga terlibat secara langsung dalam kegiatan pariwisata. Sedangkan nelayan non pariwisata adalah nelayan yang kegiatan sehari-harinya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya hanya menggantungkan hasil penangkapan ikan di laut. Dengan mengetahui ciri-ciri dua kelompok nelayan (dilihat dari umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga dan pengalaman melaut) tersebut akan memperlihatkan dengan jelas perbedaan ukuran tingkat pemanfaatannya dari para nelayan yang aktif di kegiatan pariwisata dengan yang tidak aktif.

(51)

daerah tersebut maka data yang akan dikumpulkan adalah panjang pantai berpasir, jumlah hasil tangkapan nelayan dan ketersediaan air bersih.

3.2 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data kuantitatif yang diperoleh melalui kuesioner kemudian diolah dengan cara mengkode data, lalu dianalisis dengan menggunakan komputer. Selain pertanyaan yang bersifat kuantitatif, pada kuesioner juga terdapat pertanyaan kualitatif yang disajikan dalam bentuk pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup. Pertanyaan terbuka ditujukan untuk memperoleh data kualitatif dan pertanyaan tertutup untuk memperoleh data kuantitatif..

(52)

BAB IV

GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Lokasi

Pulau Karimunjawa adalah pulau terbesar yang ada di kepulauan Karimunjawa. Nama Karimunjawa digunakan untuk nama Desa Karimunjawa yang juga sebagai nama kecamatan Karimunjawa. Menurut cerita masyarakat setempat dan informasi yang diperoleh dari Pusat Informasi Wisata Karimunjawa, nama Karimunjawa berasal dari kata “kremun-kremun” yang artinya “samar-samar”. Nama ini diberi oleh Sunan Nyamplungan yang mempunyai nama asli Amir Hasan, putra Sunan Muria, yang diperintahkan untuk pergi ke salah satu pulau yang kelihatannya kremun-kremun dari puncak Gunung Muria dengan disertai dua orang abdi untuk menemani dan diberi bekal dua buah biji nyamplungan untuk ditanam. Perjalanan Amir Hasan yang memakan waktu yang lama dengan menyeberang laut akhirnya sampai ditempat yang dituju yaitu di sebuah pulau yang terlihat kremun-kremun. Amir Hasan kemudian menetap di sana. Kawasan ini masih termasuk kepulauan Jawa, maka pulau ini diberi nama “Karimunjawa” dan karena terdapat beberapa pohon nyamplung di sana, maka sampai sekarang masyarakat menyebut Amir Hasan dengan nama “Sunan Nyamplungan”.

4.2 Keadaan Umum Karimunjawa 4.2.1 Letak Geografis

(53)

kota Kecamatan Karimunjawa. Desa Karimunjawa meliputi Pulau Karimunjawa dan Pulau Genting yang terdiri dari 8 dukuh yaitu Dukuh Karimunjawa, Dukuh Kapuran, Dukuh Legon Lele, Dukuh Jatikerep, Dukuh Alang-Alang, Dukuh Cikmas, Dukuh Kemloko dan Dukuh Genting ( Laporan Baseline Data Perekonomian Masyarakat di SPTN II Karimunjawa, 2011).

Jarak antara kawasan Karimunjawa dengan Kota Jepara adalah 45 mil (± 83 km). Perjalanan menuju Karimunjawa dapat dilakukan dengan menggunakan KM Muria dan Ekspres Bahari dari Jepara serta KM Kartini I dari Semarang. Perjalanan dapat ditempuh selama 6 jam dengan menggunakan KM Muria dan 2 jam dengan Ekspres Bahari atau 3,5 jam dengan KM Kartini I. Penyeberangan dapat juga dilakukan dengan kapal nelayan, namun membutuhkan waktu yang relatif sangat lama. Adanya berbagai alternatif perjalanan ini serta tersedianya kapal ferry dengan jadwal keberangkatan setiap hari, kecuali hari Jumat, membuat kunjungan wisatawan semakin bertambah setiap tahunnya.

4.2.2 Kondisi Topografi

Topografi kawasan Pulau Karimunjawa secara umum berupa dataran rendah yang bergelombang atau berbukit-bukit dengan ketinggian antara 0-506 m dpl dan kawasan pantai yang datar. Daerah perbukitan terdapat di bagian tengah mulai dari bagian timur ke barat sampai ke selatan, khususnya daerah timur untuk perbukitan tinggi. Terdapat dua buah bukit yaitu Bukit Gajah dan Bukit Bendera yang merupakan puncak tertinggi dengan ketinggian ± 506 m dpl (Zonasi TNKJ 2012). Lahan yang berbukit tidak cocok untuk pemukiman karena kemiringan lerengnya yang terjal. Sebagian besar daerahnya terdiri dari batu pasir sehingga kegiatan pertanian dan peternakan tidak terlalu berkembang di desa ini.

4.2.3 Hidrologi

Gambar

Gambar 1. Kerangka Berpikir
Tabel 2. Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian di Desa Karimunjawa Tahun 2011
Tabel 3. Jumlah Penduduk Desa Karimunjawa menurut Tingkat Pendidikan,  Tahun
Tabel 6. Zonasi TNKJ Tahun 2005
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil eksperimen yang telah dilakukan, setelah dilakukan analisis data hasil belajar mahasiswa pada kegiatan perkuliahan Matematika Diskrit yang

memiliki nilai, sikap pengetahuan serta keterampilan yang diperlukan bagi profesi guru administrator pendidikan, mampu menangkap makna dari situasi keguruan yang

Kajian seroprevalensi virus Avian influenza H5N1 telah dibuktikan oleh Kurniawan dan Dwiyanto (2008) bahwa 33,33% kucing dari beberapa pasar di wilayah Semarang

Dari grafik diatas dapat terlihat bahwa semakin besar angka iodin maka torsi yang dihasilkan bisa semakin besar, Namun pengaruh dari angka iodin terhadap daya engine

Obesitas mempunyai dampak terhadap tumbuh kembang anak terutama konsekuensinya pada aspek psikososial pada anak karena merasa dirinya berbeda dari orang pada

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 Sebelum pembelajaran semua siswa mengalami miskonsepsi, pemahaman yang kurang lengkap dan beberapa konsep yang tidak dipahami tentang

Zat Flavonoid : mengurangi kadar risiko penyakit jantung koroner, mengandung antiinflamasi (antiradang), berfungsi sebagai anti-oksidan, membantu mengurangi rasa

Berdasarkan penarikan garis batas, serta penentuan titik simpul pertigaan batas pada wilayah Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah,