• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Fisik Tanah, Infiltrasi, dan Aliran Permukaan DAS Cisadane Hulu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Fisik Tanah, Infiltrasi, dan Aliran Permukaan DAS Cisadane Hulu"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBER DAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

HADIANTI DELIANA

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Fisik Tanah, Infiltrasi, dan Aliran Permukaan DAS Cisadane Hulu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

(4)

ABSTRAK

HADIANTI DELIANA. Karakterisitik Fisik Tanah, Infiltrasi, dan Aliran Permukaan DAS Cisadane Hulu. Dibimbing oleh YAYAT HIDAYAT dan ENNI DWI WAHJUNIE

Laju infiltrasi dipengaruhi oleh bobot isi, tekstur, dan porositas tanah. Penurunan kualitas fisik tanah dapat menurunkan laju infiltrasi tanah dan meningkatkan aliran permukaan. Penelitian bertujuan mengidentifikasi karakteristik fisik tanah, laju infiltrasi, dan aliran permukaan di DAS Cisadane Hulu. Laju infiltrasi diukur menggunakan double ring infiltrometer pada penggunaan lahan hutan pinus, semak, kebun campuran, dan permukiman. Hasil penelitian menunjukkan bobot isi tertinggi dengan porositas terendah terdapat pada penggunaan lahan permukiman dan bobot isi terendah dengan porositas tertinggi terdapat pada kebun campuran. Kebun campuran memiliki laju infiltrasi tertinggi yaitu 285 mm/jam (sangat cepat). Laju infiltrasi terendah terdapat pada hutan pinus yaitu 110 mm/jam (sedang-cepat). Debit aliran Sungai Cisadane Hulu selama tiga tahun pengamatan berfluktuasi dengan debit maksimum sebesar 8.62 m3/detik dan minimum sebesar 0.13 m3/detik. Koefisien rezim sungai sebesar 66.31 dan Koefisien aliran permukaan sebesar 0.22 menunjukkan bahwa DAS Cisadane Hulu termasuk ke dalam DAS berkualitas sedang-baik.

Kata kunci: aliran permukaan, infiltrasi, karakteristik fisik tanah, penggunaan lahan

ABSTRACT

HADIANTI DELIANA. Characteristics of Soil Physic, Soil Infiltration, and Surface Runoff of Upper Cisadane Watershed. Supervised by YAYAT HIDAYAT and ENNI DWI WAHJUNIE

Soil infiltration rate is influenced by soil bulk density, texture, and soil porosity. Degradation of soil physic characteristics will decrease soil infiltration rate, therefore will be increases surface runoff. The aim of the research was to identify soil physic characteristics, soil infiltration rate, and surface runoff in Upper Cisadane Watershed. Soil infiltration rate was measured using double ring infiltrometer on pine forest, shrubs and bush, mixed garden, and settlement areas. The result shows that a highest soil bulk density (lowest of soil porosity) were found on settlement areas where as the lowest soil bulk density (highest of soil porosity) were on mixed garden. Mixed garden has a highest of soil infiltration rate i.e 285 mm/h (very fast), where as the lowest soil infiltration rate was found on pine forest of 110 mm/h (medium to fast). Stream discharge of Upper Cisadane River was fluctuated with maximum and minimum discharges were 8.63 m3/s and 0.13 m3/s respectively. The value of coefficient of stream regime was 66.31 and runoff coefficient was 0.22. Based on those value, hydrology function of Upper Cisadane Watershed was classified in medium to good qualities.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan

HADIANTI DELIANA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBER DAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Karakteristik Fisik Tanah, Infiltrasi, dan Aliran Permukaan DAS Cisadane Hulu

Nama : Hadianti Deliana

NIM : A14080037

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

Dr Ir Yayat Hidayat, MSi Pembimbing I

(9)

PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahim.

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2012 hingga November 2012 ini berjudul Karakteristik Fisik Tanah, Infiltrasi, dan Aliran Permukaan DAS Cisadane Hulu.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Yayat Hidayat, MSi dan Ibu Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, MSi atas bimbingan yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir Wahyu Purwakusuma, MSc sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran pada penulisan skipsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Solah selaku Petugas Pencacat SPAS Lengkong Desa Pasir Buncir, Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung, Bapak Syaiful dan seluruh staff Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, serta Kakakku Zulkifli, yang telah membantu selama pengumpulan data dan pengolahan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah dan ibu atas kesabarannya dalam mendidik dan menasehati serta kasih sayang yang telah diberikan, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada sahabat-sahabat terbaikku yang selalu memberi semangat di saat ku terjatuh. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(10)

DAFTAR ISI

Waktu dan Tempat Penelitian ... 2

Alat dan Bahan ... 2

Metode Penelitian ... 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 5

Sifat Fisik Tanah pada Berbagai Penggunaan Lahan ... 9

Laju Infiltrasi ... 12 1. Metode analisis sifat fisik tanah ... 3

2. Kelas lereng DAS Cisadane Hulu ... 5

3. Data curah hujan DAS Cisadane Hulu ... 6

4. Penggunaan lahan DAS Cisadane Hulu ... 6

5. Kelas tekstur tanah pada penggunaan lahan kebun campuran, permukiman, semak, dan hutan pinus ... 11

6. Pengaruh tekstur tanah terhadap porositas tanah ... 11

7. Distribusi pori pada penggunaan lahan kebun campuran, permukiman, semak, dan hutan pinus ... 12

8. Rata-rata laju infiltrasi konstan pada berbagai penggunaan lahan ... 12

9. Nilai Koefisien Rezim Sungai (KRS) tahun 2008-2010 ... 15

10. Nilai koefisien aliran permukaan Sungai Cisadane ... 15

(11)

DAFTAR GAMBAR

1. Penggunaan lahan hutan pinus ... 7

2. Penggunaan lahan semak ... 7

3. Penggunaan lahan kebun campuran ... 8

4. Penggunaan lahan permukiman ... 8

5. Bobot isi dan porositas tanah di kedalaman 0-20 cm pada berbagai penggunaan lahan ... 9

6. Bobot isi dan porositas tanah di kedalaman 20-40 cm pada berbagai penggunaan lahan ... 10

7. Laju infiltrasi pada penggunaan lahan kebun campuran, permukiman, semak dan hutan pinus ... 13

8. Debit aliran Sungai Cisadane dan curah hujan DAS Cisadane Hulu tahun 2008-2010 ... 14

9. Intensitas hujan dan aliran permukaan Sungai Cisadane Hulu ... 16

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kadar air awal, Bobot Isi, Bobot Jenis Partikel (BJP), dan Porositas total pada berbagai penggunaan lahan di dua kedalaman tanah ... 20

2. Klasifikasi infiltrasi tanah konstan menurut Kohnke (1968) ... 20

3. Hasil pengukuran lapang laju infilrasi hutan pinus ... 21

4. Hasil pengukuran lapang laju infiltrasi permukiman ... 22

5. Hasil pengukuran lapang laju infiltrasi kebun campuran ... 23

6. Hasil pengukuran lapang laju infiltrasi lahan semak ... 24

7. Kadar air berbagai penggunaan lahan pada pF 1, pF 2, pF 2.54 dan pF 4.2 di dua kedalaman tanah ... 25

8. Kriteria dan indikator kinerja DAS berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 52/Kpts-II/2001 ... 25

9. Koefisien aliran permukaan (C) DAS Cisadane Hulu ... 26

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk selalu diikuti oleh peningkatan kebutuhan hidup manusia seperti sandang, pangan, dan papan. Peningkatan kebutuhan hidup manusia menuntut pemanfaatan sumber daya alam secara lebih optimal, sehingga dalam pencapaiannya sering menyebabkan perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi dapat mempengaruhi karakter fisik tanah dan fungsi hidrologi wilayah.

Sifat fisik tanah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan produktivitas lahan. Kondisi fisik tanah menentukan penetrasi akar, aerasi, dan berpengaruh pada sifat kimia dan biologi tanah. Sifat fisik tanah juga penting dalam proses distribusi air seperti infiltrasi. Laju infiltrasi yang dipengaruhi oleh bobot isi, tekstur, dan porositas tanah akan berbeda pada setiap penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan dapat menyebabkan perubahan sifat fisik tanah yang berdampak pada perubahan laju infiltrasi.

Penurunan kualitas fisik tanah akibat perubahan penggunaan lahan diantaranya adalah penurunan laju infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air. Berkurangnya laju infiltrasi tanah menyebabkan peningkatan aliran permukaan. Peningkatan aliran permukaan mengakibatkan banjir akan semakin sering terjadi. Selain itu, berkurangnya infiltrasi tanah dapat menyebabkan cadangan air bawah tanah berkurang yang mengakibatkan terjadinya kekeringan di musim kemarau.

Sungai Cisadane yang melintasi Kota dan Kabupaten Bogor serta Kota dan Kabupaten Tangerang memiliki fungsi penting dalam memenuhi ketersediaan air dan menjaga keseimbangan ekosistem wilayah. Perubahan penggunaan lahan terutama bagian hulu dapat mempengaruhi sifat fisik tanah, laju infiltrasi tanah, dan aliran permukaan yang terjadi di DAS Cisadane. Sifat fisik tanah yang buruk pada daerah hulu membuat berkurangnya laju infiltrasi tanah yang menyebabkan aliran permukaan semakin besar pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau di daerah hilir. Sebagai daerah penyangga daerah hilir, DAS Cisadane Hulu memiliki peranan penting dalam menjaga kualitas ekosistem daerah hilir. Oleh karena itu, penelitian mengenai karakteristik fisik tanah, laju infiltrasi, dan aliran permukaan di wilayah DAS Cisadane tentu perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian

(13)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juli hingga November 2012, di DAS Cisadane Hulu yang secara administrasi terletak di Desa Pasir Buncir Kecamatan Caringin dan Desa Wates Jaya Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Analisis sifat fisik tanah dan pengolahan data dilakukan di Laboratorium Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah double ring infiltrometer, ring sampler, cutter, ember, gayung, stopwatch, penggaris, palu, cangkul, membrane plate apparatus, oven, timbangan digital, Software ArcGis, dan Google Earth.

Bahan yang digunakan untuk penetapan lokasi pengamatan dan pengolahan data hidrologi yaitu peta penggunaan lahan DAS Cisadane hulu tahun 2009, peta tanah, peta batas DAS Cisadane hulu, data curah hujan harian DAS Cisadane tahun 2008-2010, dan data debit aliran Sungai Cisadane Hulu tahun 2008-2010. Data-data tersebut diperoleh dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum-Ciliwung. Untuk melihat perubahan lahan antara tahun 2008, 2009, dan 2010 digunakan citra Landsat TM 7 tahun 2008-2010 yang di peroleh dari USGS (United State Geology Survey).

Metode Penelitian

Penetapan Lokasi dan Pengambilan Sampel Tanah

Lokasi pengambilan sampel tanah ditentukan berdasarkan peta penggunaan lahan, peta tanah, dan peta batas Sub DAS Cisadane Hulu. Untuk mendapatkan data yang representatif seharusnya pengambilan sampel tanah dilakukan secara menyebar agar mewakili seluruh daerah penelitian. Karena akses yang sulit untuk mencapai lokasi, maka titik lokasi pengamatan ditentukan berdasarkan jarak terdekat antara penggunaan lahan dengan aliran utama Sungai Cisadane.

Pengambilan sampel tanah dilakukan pada penggunaan lahan hutan pinus, permukiman, kebun campuran dan semak, pada dua kedalaman yaitu 0-20 cm dan 20-40 cm. Sampel tanah yang diambil adalah sampel tanah utuh dan terganggu. Sampel tanah utuh digunakan untuk pengamatan bobot isi dan distribusi pori, sedangkan sampel tanah terganggu digunakan untuk pengukuran tekstur dan bobot jenis partikel tanah.

Pengukuran dan Analisis Laju Infiltrasi

(14)

penggunaan lahan. Data laju infiltrasi yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan Microsoft Office Excel dan dibandingkan antar penggunaan lahan.

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan

Analisis perubahanan penggunaan lahan dilakukan secara spasial berdasarkan citra Landsat TM 7 tahun 2008, 2009, dan 2010, diolah menggunakan Software ArcGis. Citra Landsat tahun 2008, 2009, dan 2010 yang sudah terkoreksi, kemudian didigitasi menggunakan software ArcGis dengan memberikan informasi mengenai penggunaan lahan sesuai, yang divalidasi dengan menggunakan Google Earth untuk melihat penggunaan lahan secara nyata di lapangan. Setelah itu dilakukan penghitungan luas masing-masing penggunaan lahan pada setiap tahun. Kemudian luas masing-masing penggunaan lahan dibandingkan untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan setiap tahun.

Analisis Sifat Fisik Tanah

Analisis sifat fisik tanah yang dilakukan antara lain adalah tekstur tanah, bobot isi, berat jenis partikel, porositas total, dan distribusi ukuran pori. Metode analisis yang dilakukan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Metode analisis sifat fisiktanah Sifat Fisik Tanah Metode Analisis

Tekstur tanah Pipet

Bobot isi Gravimetri

Berat jenis partikel Piknometer

Porositas total Perhitungan

Distribusi ukuran pori Pressure/ Membrane plate apparatus

Setelah dilakukan analisis, data hasil pengukuran diolah menggunakan Microsoft Office Excel dan dibandingkan antar penggunaan lahan.

Curah Hujan

Analisis curah hujan dilakukan untuk mengetahui banyaknya curah hujan yang jatuh dalam satu tahun serta untuk melihat karakteristik hujan yang digunakan untuk penetapan koefisien aliran permukaan. Parameter curah hujan yang dianalisis adalah curah hujan maksimum dan minimum serta intensitas curah hujan harian yang terjadi di DAS Cisadane Hulu pada tahun 2008-2010. Data curah hujan harian diperoleh dari penakar hujan yang tercatat di stasiun Satuan Pengamat Arus Sungai (SPAS) Lengkong.

Koefisien Rezim Sungai (KRS) dan Koefisien Aliran Permukaan (C)

Nilai Koefisien Rezim Sungai (KRS) ditentukan dengan membandingkan nilai debit harian maksimum (Qmax) dan debit harian minimum (Qmin) pada suatu DAS atau Sub DAS selama satu tahun. Nilai ini ditulis dalam persamaan sebagai berikut :

(15)

Nilai koefisien aliran permukaan dihitung dengan membandingkan aliran permukaan dengan curah hujan dengan persamaan sebagai berikut :

otal urah ujan mm mm

Total aliran permukaan (RO) dihitung dengan persamaan :

mm debit m jam hari detik jam uas A m mm m

(16)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Tanah dan Topografi

Berdasarkan klasifikasi Pusat Penelitian Tanah tahun 1983 jenis tanah di DAS Cisadane Hulu adalah Latosol. Di Indonesia Latosol umumnya berasal dari bahan induk vulkanik baik berupa tufa atau batuan beku (Rachim 2009). Latosol mempunyai ciri-ciri bersolum tebal antara 1.5 sampai 10 meter di atas bahan induk, berada pada ketinggian 5-900 m dpl. Tanah ini memiliki reaksi tanah masam hingga agak masam (pH 4.5-6.5), bahan organik rendah hingga agak sedang (3-10%), memiliki tekstur lempung berliat, struktur remah hingga gumpal, konsistensi gembur, stabilitas agregat tinggi, drainase baik, dan memiliki permeabilitas cepat (Rachim 2009; Sihombing 1999).

Tanah ini mengalami proses latosolisasi yang menyebabkan tanah menjadi masam, kejenuhan Al sedang, dan kejenuhan basa sangat rendah. Proses ini terjadi pada daerah bercurah hujan tinggi dan bertemperatur tinggi yang umum terjadi di daerah tropik. Suhu yang tinggi diperlukan untuk mempercepat mineralisasi bahan organik. Pada proses latosolisasi terjadi pemindahan aluminium, besi, dan kation-kation basa. Akibat suhu dan curah hujan yang tinggi menyebabkan terjadinya pencucian silika dan bahan organik, sehingga mineral silika, bahan organik serta unsur hara lainnya berkurang dan meningkatkan konsentrasi Fe dan Al dalam tanah (Rachim dan Suwardi 2000).

. Lokasi penelitian didominasi oleh lahan dengan kemiringan sangat curam (kemiringan > 40 %), yang meliputi lebih dari 72.11 % dari total luasan DAS Cisadane Hulu (Tabel 2). Kondisi lahan seperti ini sangat berpotensi rusak akibat laju erosi yang tinggi, terutama pada lahan-lahan yang digunakan untuk pertanian intensif.

Tabel 2. Kelas lereng DAS Cisadane Hulu

Kelas lereng Kemiringan (%) Luas

Hektar Persen

Sumber: BPDAS 2006 (data diolah)

Curah Hujan dan Iklim

(17)

Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, kondisi iklim di DAS Cisadane Hulu termasuk tipe iklim A, yaitu daerah dengan iklim sangat basah dengan vegetasi hutan hujan tropis. Iklim ini ditandai dengan nilai Q lebih kecil dari 14.3% yang merupakan nilai perbandingan antara bulan kering dengan bulan basah rata-rata sepanjang tahun pengamatan. Bulan basah wilayah DAS Cisadane hulu terjadi antara bulan September hingga Juni (bulan dengan curah hujan ≥ 100 mm). Bulan kering (bulan dengan curah hujan < 60 mm) terjadi dalam dua bulan yaitu antara bulan Juli dan Agustus.

Tabel 3. Data curah hujan DAS Cisadane Hulu

Bulan Tahun Rata-rata

2008 2009 2010

Januari 324.10 291.34 257.56 291.00

Februari 321.82 485.65 360.17 389.21

Maret 767.08 278.89 642.87 562.95

April 523.24 391.16 169.67 361.36

Mei 167.13 428.50 383.29 326.31

Juni 140.21 353.82 461.77 318.60

Juli 24.64 124.46 331.22 160.10

Agustus 35.81 72.14 470.41 192.79

September 165.61 198.63 631.70 331.98

Oktober 311.40 435.86 584.45 443.91

Nopember 432.82 664.46 * 365.76

Desember 321.31 393.45 * 238.25

Jumlah (mm) 3535.17 4118.36 4293.11 3982.21

Max (mm) 767.08 664.46 642.87 691.47

Min (mm) 24.64 72.14 169.67 88.82

Sumber : BPDAS Citarum-Ciliwung *Data tidak lengkap

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan DAS Cisadane Hulu terdiri atas : hutan pinus, permukiman, sawah irigasi, kebun campuran, semak, dan tegalan. (Tabel 4).

Tabel 4. Penggunaan lahan DAS Cisadane Hulu

(18)

1. Hutan Pinus

Hutan pinus merupakan penggunaan lahan dominan di DAS Cisadane Hulu, yaitu sekitar 1029.4 ha (58.16 %) (BPDAS 2006). Selain pohon pinus (Pinus merkusii), di kawasan ini juga terdapat beberapa tanaman kayu lainnya seperti Pohon Afrika (Maesopsis eminii) dan Sengon (Albizia chinensis). Lokasi hutan yang dijadikan lokasi penelitian merupakan hutan sekunder yaitu hutan hasil penanaman kembali akibat penebangan, perkebunan, dan perusakan hutan. Sebagian besar hutan pinus berada pada lahan dengan kemiringan di atas 25%.

2. Semak

Berdasarkan Klasifikasi Penutup Lahan Standar Nasional Indonesia (BSN 2010), lahan semak adalah lahan kering yang ditumbuhi berbagai vegetasi alami heterogen dan homogen yang tingkat kerapatannya jarang hingga rapat dan kawasan tersebut didominasi vegetasi rendah. Lahan semak yang diamati didominasi oleh alang-alang (Imperata cylindrica) dan pernah digunakan sebagai kebun kapulaga (Amomum cardamomum). Selain itu di sekitarnya terdapat tanaman tahunan seperti Pohon Afrika (Maesopsis eminii), Pohon Durian (Durio zibethinus), dan Nangka (Artocarpus heterophyllus).

3. Kebun Campuran

Penggunaan lahan ini merupakan penggunaan lahan yang dominan setelah hutan pinus dan sawah. Sebagian besar masyarakat di lokasi pengamatan menanam tanaman singkong (Manihot esculenta) sebagai komoditas utama.

Kawasan lereng-lereng yang agak curam bahkan hingga sangat curam ditanami singkong dan sebagian besar ditumpangsarikan dengan tanaman tahunan seperti

Gambar 1. Penggunaan lahan hutan pinus

(19)

Pohon Afrika (Maesopsis eminii). Pada lahan ini pengolahan tanah dilakukan secara konvensional sehingga menyebabkan tanah mudah tererosi.

4. Permukiman

Permukiman merupakan lahan yang digunakan sebagai tempat tinggal dan tempat melakukan kegiatan yang mendukung kehidupan keseharian. Permukiman di daerah ini menyebar, tidak berkumpul pada satu sisi bukit. Daerah DAS Cisadane termasuk daerah permukiman yang tidak terlalu padat, namun jarak antara rumah yang satu dengan yang lainnya saling berdekatan. Pekarangan rumah yang ada sebagian besar digunakan untuk jalan umum, tempat menjemur pakaian, menjemur padi, dan untuk tempat parkir kendaraan terutama motor. Sehingga tanah pada daerah permukiman mengalami pemadatan akibat berbagai aktivitas manusia.

(20)

Sifat Fisik Tanah pada Berbagai Penggunaan Lahan

Bobot Isi dan Porositas Tanah

Bobot isi tanah tertinggi dan porositas terendah pada kedalaman 0-20 cm terdapat pada lahan permukiman dengan nilai masing-masing 1.04 g/cm3 dan 60.85%. Pada kedalaman yang sama bobot isi tanah terendah dengan porositas tertinggi terdapat pada kebun campuran (Gambar 5). Pada kedalaman 20-40 cm bobot isi terendah dan porositas tertinggi terdapat pada lahan semak dengan nilai masing-masing 0.79 g/cm3 dan 69.41%. Pada kedalaman yang sama lahan permukiman memiliki bobot isi tertinggi dengan porositas terendah dengan nilai masing-masing 0.97 g/cm3 dan 62.18% (Gambar 6).

Kebun campuran memiliki bobot isi terendah diantara penggunaan lahan lainnya, disebabkan adanya pengaruh pengolahan tanah dan penambahan bahan organik di lahan tersebut. Adanya pengaruh pengolahan tanah menyebabkan terjadinya pemecahan agregat sehingga butir tanah menjadi lebih halus. Pengolahan tanah dapat mencampurkan bahan organik dengan agregat-agregat tanah secara lebih merata sehingga struktur tanah menjadi lebih baik. Struktur yang remah membuat tanah menjadi lebih porous sehingga porositas kebun campuran mencapai 65.50% pada kedalaman 0-20 cm dan 67.01% pada kedalaman 20-40 cm.

Bobot isi yang tinggi dan porositas yang rendah pada permukiman disebabkan adanya pemadatan tanah (soil compaction). Tekanan terhadap tanah secara terus-menerus yang diakibatkan oleh aktivitas manusia menyebabkan tanah mengalami pemadatan. Tingginya bobot isi pada kedalaman 0-20 cm ini juga disebabkan oleh kandungan pasir yang tinggi pada kedalaman ini (Tabel 5). Selain itu, karena lahan relatif terbuka menyebabkan butiran hujan langsung menumbuk permukaan tanah akibatnya pori-pori yang besar terisi oleh partikel-partikel yang lebih kecil sehingga porositas tanah menjadi rendah (Sosrodarsono 2003).

Gambar 5. Bobot isi dan porositas tanah di kedalaman 0-20 cm pada berbagai

Kebun Campuran Permukiman Semak Hutan Pinus

(21)

Lahan semak memiliki bobot isi yang rendah dengan porositas yang tinggi. Bahan organik yang mudah melapuk menjadi penyebab bobot isi pada lahan ini menjadi rendah. Vegetasi terutama alang-alang (Imperata cylindrica) yang memiliki akar cukup dalam akan membantu terbentuknya pori-pori tanah. Selain itu adanya fauna tanah yang lebih banyak dibandingkan penggunaan lahan lainnya semakin membantu pembentukan pori-pori tanah, dengan aktivitas yang mereka lakukan dalam tanah.

Tanah pada hutan pinus memiliki bobot isi tinggi dengan porositas yang rendah. Bobot isi yang tinggi dan porositas yang rendah ini disebabkan oleh kurangnya kandungan bahan organik tanah pada hutan pinus. Bahan organik pada hutan pinus yang berasal dari serasah pohon pinus sulit terdekomposisi akibat kandungan lignin yang terdapat di dalamnya. Lignin adalah suatu produk alami yang dihasilkan oleh semua tumbuhan berkayu. Lignin sangat sulit terdegradasi secara alami, dikarenakan lignin mempunyai ikatan kimia yang kuat, akibat banyaknya ikatan hidrogen yang dimilikinya (McCrady 1991). Lignin memiliki struktur kimia yang bercabang-cabang, bersifat amorf, dan berbentuk polimer tiga dimensi. Molekul dasar lignin adalah Fenil propana yang berikatan satu sama lain dengan ikatan karbon dengan karbon (C-C), ikatan dengan oksigen (C-O) dan ikatan eter (C-O-C). Akibatnya serasah sulit terdekomposisi dan kandungan bahan organik dalam tanah di hutan pinus rendah.

Aktivitas manusia untuk mengambil getah pinus dan mencari kayu bakar di lokasi ini juga mempengaruhi pemadatan tanah yang menyebabkan bobot isi tanah meningkat. Kondisi tanah yang cukup padat dengan serasah pinus di atasnya dan sedikitnya vegetasi penutup tanah pada titik pengambilan sampel, diduga titik lokasi tersebut pernah digunakan sebagai jalan setapak. Lokasi pengambilan sampel yang terdapat pada lereng curam memungkinkan telah terjadinya penutupan pori-pori tanah oleh partikel yang lebih kecil, akibat erosi dari atas sehingga bobot isi menjadi lebih tinggi.

Gambar 6. Bobot isi dan porositas tanah di kedalaman 20-40 cm pada berbagai

Kebun Campuran Permukiman Semak Hutan Pinus

(22)

Rendahnya porositas juga dipengaruhi oleh kandungan klei dalam tanah. Berdasarkan uji tekstur tanah, hutan pinus didominasi oleh klei. Kandungan klei pada hutan pinus adalah 74.25% pada kedalaman 0-20 cm dan 74.54% pada kedalaman 20-40 cm (Tabel 5). Kandungan ini masih lebih rendah dibandingkan penggunaan lahan lainnya sehingga pori mikro yang terbentuk lebih sedikit dibandingkan penggunaan lahan lainnya, akibatnya porositas total menjadi rendah. Coyne dan Thompson (2006) menyatakan bahwa porositas tanah berpasir lebih rendah dibandingkan tanah yang bertekstur lempung atau klei, hal ini ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 5. Kelas tekstur tanah pada penggunaan lahan kebun campuran, permukiman, semak, dan hutan pinus

Penggunaan

Tabel 6. Pengaruh tekstur tanah terhadap porositas tanah

Kelas Tekstur Porositas

Pasir 32-42%

Debu 43-49%

Klei 51-55%

Sumber :Coyne and Thompson 2006

Distribusi Pori

Total pori drainase (TPD) tertinggi pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm terdapat pada lahan semak, sedangkan total pori drainase terendah pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm terdapat pada hutan pinus (Tabel 7). Pori drainase ini penting untuk pergerakan udara dan air dalam tanah sehingga banyaknya pori ini penting untuk pertumbuhan tanaman.

Pori kapiler tertinggi terdapat pada kebun campuran di kedalaman 0-20 cm dan terendah terdapat pada permukiman di kedalaman 0-20 cm. Untuk pori higroskopis tertinggi terdapat pada lahan semak di kedalaman 20-40 cm dan terendah terdapat pada kebun campuran di kedalaman 20-40 cm. Jumlah pori kapiler dan pori higroskopis berkorelasi positif dengan kandungan klei yang terdapat dalam tanah. Hal ini terlihat pada lahan permukiman di kedalaman 0-20 cm, dengan kandungan klei sebesar 48.28% berasosiasi dengan nilai pori kapiler sebesar 4.88%. Dengan demikian semakin tinggi kandungan klei dalam tanah akan berpengaruh terhadap tingginya kandungan pori kapiler atau pori higroskopis dalam tanah.

(23)

Tabel 7. Distribusi pori pada penggunaan lahan kebun campuran, permukiman,

0-20 65.50 4.87 0.83 16.17 21.87 20.49 23.13

20-40 67.01 1.77 11.04 11.81 24.61 19.91 22.49

Pemukiman 0-20 60.85 8.10 7.11 11.09 26.31 4.88 29.66

20-40 62.18 4.20 4.62 10.14 18.96 12.65 30.57

Semak 0-20 64.45 16.83 13.37 6.56 31.84 19.37 33.12

20-40 69.41 7.99 17.89 6.13 32.01 15.11 45.10

Hutan Pinus 0-20 63.14 5.30 10.47 1.51 17.27 16.75 29.12

20-40 65.63 3.99 6.92 3.40 20.71 15.95 28.97

Keterangan :

RPT = Ruang pori total TPD = Total pori drainase PDSC = Pori drainase sangat cepat PK = Pori kapiler PDC = Pori drainase cepat PH = Pori higroskopis PDL = Pori drainase lambat

Laju Infiltrasi

Kebun campuran memiliki laju infiltrasi konstan tertinggi dibandingkan penggunaan lahan permukiman, hutan pinus, dan semak, yaitu 285 mm/jam (sangat cepat) sedangkan laju infiltrasi terendah terdapat pada hutan pinus dengan laju infiltrasi 110 mm/jam (sedang-cepat) (Tabel 8). Laju infiltrasi yang cepat pada kebun campuran dipengaruhi oleh bobot isi yang rendah dan tingginya porositas tanah pada lahan ini. Hal ini sesuai dengan pendapat Lee (1988) yang

menyatakan bahwa “laju dan kapasitas infiltrasi berkorelasi positif dengan sifat

fisik tanah seperti porositas dan kandungan bahan organik”. elain itu tingginya

jumlah pori drainase di kebun campuran juga mempengaruhi cepatnya laju infiltrasi di lahan ini.

Tabel 8. Rata-rata laju infiltrasi konstan pada berbagai penggunaan lahan Penggunaan

Lahan

Laju Infiltrasi (mm/jam) Klasifikasi Laju Infiltrasi Kohnke (1968)

Kebun Campuran 285 Sangat cepat

Semak 225 Cepat

Hutan Pinus 110 Sedang-cepat

Permukiman 110 Sedang-cepat

(24)

Kandungan klei yang tinggi dalam tanah berimplikasi pada tingginya pori kapiler dan pori higroskopis dibandingkan dengan pori drainase dalam tanah, sehingga tanah cenderung menahan air di dalam tanah daripada melalukannya.

Pada Gambar 7 terlihat pada awal infiltrasi hingga menit ke-20 laju infiltrasi hutan pinus lebih tinggi dibandingkan laju infiltrasi permukiman. Ketika menit ke-40 laju infiltrasi hutan pinus mulai melambat hingga kurva berada di bawah kurva laju infiltrasi permukiman. Hal ini terjadi karena pori drainase pada lahan permukiman lebih banyak dibandingkan hutan pinus, terutama pada kedalaman tanah 0-20 cm (Tabel 7) sehingga laju infiltrasi lahan permukiman lebih cepat dibandingkan hutan pinus. Selain itu kadar air yang tinggi pada hutan pinus mempengaruhi lambatnya laju infiltrasi di lahan ini (Tabel lampiran 7). Dengan demikian laju infiltrasi suatu permukaan tanah berbeda tergantung pada kondisi fisik tanah tersebut, sehingga pada jenis tanah yang sama pun laju infiltrasi akan berbeda. Kondisi ini dipengaruhi oleh struktur tanah, vegetasi, dan suhu (Sosrodarsono 2003)

Pada awal laju infiltrasi terlihat bahwa keempat penggunaan lahan memiliki laju infiltrasi awal yang hampir sama (Gambar 7), namun seiring dengan pertambahan waktu terlihat laju infiltrasi masing-masing penggunaan lahan semakin menurun. Pada awal infiltrasi pergerakan air ke lapisan tanah yang lebih dalam dipengaruhi oleh sedotan matriks dan gaya gravitasi. Jika infiltrasi terus berlangsung, air yang masuk ke dalam tanah semakin banyak dan lebih dalam profil tanah yang basah, sehingga sedotan matriks berkurang. Berkurangnya sedotan matriks disebabkan semakin tingginya kelembaban tanah akibat pembasahan dalam tanah sehingga jarak antara bagian tanah yang kering dan basah semakin menjauh. Semakin lama laju infiltrasi berlangsung maka kadar air tanah akan meningkat dan pada saat mulai jenuh pergerakan air ke bawah profil tanah hanya dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi (Haridjaja et.al 1990; Arsyad 2010). Potensial matriks merupakan hasil dari dua gaya yaitu jerapan (tarikan padatan dan ion-ion yang dapat ditukar dengan air) dan gaya kapiler (Soepardi 1983). Gaya kapiler yang bekerja pada setiap pengggunaan lahan pada awal Gambar 7. Laju infiltrasi pada penggunaan lahan kebun campuran, permukiman,

(25)

infiltrasi tidak jauh berbeda, karena tanah pada saat pengukuran dalam kondisi kering.

Debit Aliran Sungai

Debit aliran Sungai Cisadane tahun 2008-2010 berfluktuasi. Debit maksimum terjadi pada tanggal 19 Maret 2008 sebesar 8.62 m3/detik sedangkan debit minimum terjadi pada pada tanggal 3 Mei 2009 sebesar 0.13 m3/detik. Terlihat dalam grafik (Gambar 8) puncak-puncak debit tertinggi terjadi di tahun 2008 dibandingkan tahun 2009 dan 2010. Rata-rata debit tertinggi antara tahun 2008-2010 terjadi pada bulan Februari, Maret, April, Juni, November, dan Desember.

Grafik di bawah menunjukkan adanya penurunan debit aliran sungai pada tahun 2010 dibandingkan tahun 2008 dan 2009. Debit maksimum pada tahun

2008, 2009, dan 2010 berturut-turut 8.62 m3/detik, 5.89 m3/detik, dan 4.69 m3/detik sedangkan debit minimum berturut- turut adalah 0.29 m3/detik,

0.13 m3/detik, dan 0.38 m3/detik.

Pada tahun 2008-2009 curah hujan yang jatuh ke DAS berpengaruh terhadap peningkatan debit aliran sungai Cisadane. Namun pada tahun 2010 terlihat tingginya curah hujan yang jatuh di DAS tidak diikuti oleh peningkatan debit aliran sungai, bahkan mengalami penurunan seperti yang telah di sebutkan di atas. Penurunan debit aliran sungai ini disebabkan oleh peningkatan luasan hutan akibat program Rehabilitasi Hutan dan Lahan dari Kementerian Kehutanan (Tabel 11).

(26)

Koefisien Rezim Sungai

Koefisien Rezim Sungai (KRS) adalah rasio debit maksimum (Qmax) dengan debit minimum (Qmin) pada tahun tertentu. Nilai KRS pada tahun 2008 adalah 29.72, meningkat menjadi 45.31 pada tahun 2009 dan menurun kembali pada tahun 2010 menjadi 12.34. Berdasarkan SK Menhut 52/Kpts-II/2001 (Tabel Lampiran 8) nilai-nilai tersebut menunjukkan fungsi hidrologi di DAS Cisadane Hulu masih dalam kondisi sedang sampai baik, untuk itu perlu dipertahankan agar tidak berkurang kualitasnya.

Tabel 9. Nilai Koefisien Rezim Sungai (KRS) tahun 2008-2010

Tahun Debit

Selama kurun waktu tiga tahun (2008-2010) aliran permukaan mengalami penurunan terlihat dari nilai koefisien aliran permukaan (C) (Tabel 10). Pada tahun 2008 nilai koefisien aliran permukaan (runoff) adalah 0.38. Hal ini menunjukkan bahwa dari curah hujan yang jatuh ke DAS sebesar 38% menjadi aliran permukaan. Nilai koefisien aliran permukaan tahun 2009 dan 2010 menurun dibandingkan tahun 2008, dari curah hujan yang jatuh hanya 22% yang menjadi aliran permukaan. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan luasan hutan, dengan demikian DAS Cisadane hulu masih baik dalam menyimpan cadangan air. Semakin tinggi nilai koefisien perbandingan aliran permukaan dengan curah hujan, semakin buruk fungsi DAS dalam mengkonservasi air. Penilaian koefisien aliran permukaan ini berdasarkan SK Menhut 52/Kpts-II/2001 (Tabel Lampiran 8).

Tabel 10. Nilai koefisien aliran permukaan Sungai Cisadane Tahun Total curah hujan

(mm)

2008-2010 11814.05 3194.55 0.27

(27)

dari peningkatan luasan hutan sebesar 2% pada tahun 2010 dari tahun 2008 (Tabel 11). Menurut Schwab et al. (1981), aliran permukaan akan berkurang dengan adanya vegetasi. Sistem kanopi tanaman melindungi tanah terhadap pukulan butir hujan, sehingga dapat menghindarkan tanah dari pemadatan. Peningkatan vegetasi ini diikuti oleh kemampuan tanah dalam menyerap air, terbukti dengan laju infiltrasi yang sedang-cepat sampai sangat cepat pada penggunaan lahan hutan pinus, permukiman, kebun campuran, dan semak. Oleh karena itu, aliran permukaan yang terjadi tetap rendah meskipun hujan yang turun di daerah tersebut tinggi.

Tabel 11. Penggunaan lahan tahun 2008-2010 DAS Cisadane Hulu Penggunaan

Selain hutan, peningkatan penggunaan lahan yang cukup signifikan adalah lahan semak. Peningkatan lahan semak dari tahun 2008 ke 2009 disebabkan adanya lahan tegalan yang sudah tidak digunakan lagi sehingga lama-kelamaan berubah menjadi lahan semak, yang ditunjukkan dengan penurunan lahan tegalan di tahun 2009. Pada tahun 2010 lahan semak mengalami penurunan dibandingkan tahun 2009, hal ini mungkin terjadi karena lahan semak berubah menjadi hutan, terlihat dengan peningkatan lahan hutan di tahun 2010.

Gambar 9. Intensitas hujan dan aliran permukaan Sungai Cisadane Hulu 0

(28)
(29)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Karakteristik fisik tanah dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Bobot isi tertinggi terdapat pada lahan permukiman sedangkan terendah terdapat pada kebun campuran. Porositas tertinggi dimiliki oleh lahan kebun campuran dan terendah dimiliki oleh lahan permukiman.

2. Laju infiltrasi konstan tertinggi terdapat pada lahan kebun campuran sebesar 285 mm/jam (sangat cepat), diikuti oleh lahan semak, permukiman, dan hutan pinus berturut-turut adalah 225 mm/jam (cepat), 110 mm/jam (sedang-cepat), dan 110 mm/jam (sedang-cepat).

3. Debit aliran sungai Cisadane Hulu berfluktuasi dengan debit aliran maksimum sebesar 8.62 m3/detik dan debit aliran minimum 0.13 m3/detik. 4. Berdasarkan nilai Koefisien Rezim Sungai (KRS) dan koefisien aliran

permukaan fungsi hidrologi DAS Cisadane Hulu tergolong dalam kondisi sedang-baik.

Saran

Daerah aliran sungai Cisadane Hulu memiliki wilayah yang cukup luas. Untuk itu agar data yang diperoleh dapat mewakili seluruh wilayah, maka pengambilan sampel harus lebih terdistribusi atau menyebar. Titik lokasi pengambilan sampel harus lebih mewakili terhadap objek yang diteliti agar data yang diperoleh merupakan data yang representatif. Perlu dilakukan analisis lebih lanjut mengenai kondisi tingkat kekritisan DAS dan aliran permukaan DAS Cisadane dengan rentang waktu yang lebih panjang misal 10 tahun.

(30)

DAFTAR PUSTAKA

[BPDAS] Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung Departemen Kehutanan. 2006. Perencanaan Penanganan Konservasi Tanah dan Air di Sub DAS Cisadane Hulu. Bogor (ID): Departemen Kehutanan Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2010. SNI 764 : 2010 tentang Klasifikasi Penutup Lahan. Jakarta (ID): BSN.

[Kemenhut]. 2001. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 52/Kpts-II/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Jakarta (ID): Kemenhut.

Ardiyanto A. 2004. Analisis Kapasitas Infiltrasi dan Hantaran Hidrolik Berbagai Jenis Tanah dengan Vegetasi Penutup Teh dan Karet pada PTPN VIII Perkebunan Panglejar, Kabupaten Bandung [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Ed ke-2. Bogor (ID): IPB Press. Coyne M dan Thompson J. 2006. Fundamental Soil Science. New York (US):

Delmar Learning.

Haridjaja O, Murtilaksono K, Sudarmo, Rahman LM. 1990. Hidrologi Pertanian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Lee R, Prawirohatmodjo, editor. 1988. Hidrologi Hutan. Subagio S, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari : Forest Hydrology.

McCrady E. 1991. The Nature of Lignin. Alkalin Paper Advokate [Internet]. [diunduh 2012 Sep 2012] ; (November 1991) Volume 4 no. 4. Tersedia pada: http://cool.conservation-us.org/byorg/abbey/ap/ap04/ap04-4/ap04-402.html

Rachim DA. 2009. Klasifikasi Tanah di Indonesia. Bogor (ID): Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Rachim DA dan Suwardi. 2000. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Bogor (ID): Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Schwab GO, Frevert RK, Edminster TW, Barnes KK. 1981. Soil and Water Conservation Engineering (third edition). New York (US): John Wiley & Sons, Inc.

Sihombing O. 1999. Pengaruh Pemberian Biomass, Decomposer dan Fospat Alam terhadap Perubahan Sifat Kimia Tanah dan Produksi Kedelai (Glycine max L. Merr) pada Typic Dystropepts dan Typic Palehumults [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Sosrodarsono S, Takeda K, editor. 2003. Hidrologi untuk Pengairan. Ed ke-9. Taulu L, penerjemah. Jakarta (ID): PT. Pradnya Paramita. Terjemahan dari : Manual on Hydrology.

(31)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kadar air awal, Bobot Isi, Bobot Jenis Partikel (BJP), dan Porositas total pada berbagai penggunaan lahan di dua kedalaman tanah

Penggunaan

0-20 48.31 41.45 0.86 2.487 65.50

20-40 61.31 51.82 0.85 2.562 67.01

Permukiman 0-20 38.97 40.34 1.04 2.657 60.85

20-40 52.14 50.61 0.97 2.564 62.18

Semak 0-20 43.89 40.05 0.91 2.560 64.45

20-40 64.41 50.99 0.79 2.582 69.41

Hutan pinus 0-20 40.22 38.06 0.95 2.567 63.14

20-40 54.67 48.18 0.88 2.560 65.63

Lampiran 2. Klasifikasi infiltrasi tanah konstan menurut Kohnke (1968)

Kelas Laju Infiltrasi (mm/jam)

Sangat lambat 1

(32)
(33)
(34)
(35)
(36)

Lampiran 7. Kadar air berbagai penggunaan lahan pada pF 1, pF 2, pF 2.54 dan pF 4.2 di dua kedalaman tanah

Penggunaan

0-20 70.66 60.62 69.69 59.79 50.85 43.63 26.96 23.13

20-40 77.20 65.24 64.14 54.20 50.16 42.40 26.61 22.49

Permukiman 0-20 50.96 52.75 44.09 45.64 33.37 34.55 28.65 29.66

20-40 59.74 57.98 54.97 53.35 44.53 43.22 31.49 30.57

Semak 0-20 57.57 52.54 42.92 39.17 35.74 32.61 26.81 24.47

20-40 77.58 61.42 54.99 43.53 47.25 37.40 35.17 27.84

Hutan pinus 0-20 61.14 57.85 50.07 47.38 48.48 45.87 30.78 29.12

20-40 62.69 55.24 54.83 48.32 50.97 44.92 32.87 28.97

Lampiran 8. Kriteria dan indikator kinerja DAS berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 52/Kpts-II/2001

KRITERIA INDIKATOR PARAMETER STANDAR

DEVIASI KETERANGAN

polutan Kadar Biofisik kimia

(37)

Lampiran 9. Koefisien aliran permukaan (C) DAS Cisadane Hulu

Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010

Bulan Curah

hujan Runoff Bulan

Curah

hujan Runoff Bulan

Curah

hujan Runoff

Jan 324.10 108.80 Jan 291.34 55.63 Jan 257.56 84.78

Peb 321.82 105.36 Peb 485.65 96.22 Peb 360.17 113.42

Mar 767.08 390.76 Mar 278.89 84.48 Mar 642.87 140.23

Apr 523.24 270.17 Apr 391.16 39.25 Apr 169.67 95.09

Mei 167.13 80.72 Mei 428.50 78.72 Mei 383.29 74.81

Jun 140.21 61.71 Jun 353.82 124.75 Jun 461.77 86.70

Sep 165.61 50.62 Jul 124.46 63.35 Jul 331.22 79.68

Okt 311.40 54.21 Sep 198.63 53.83 Ags 470.41 96.94

Nop 432.82 120.29 Okt 435.86 59.61 Sep 631.70 83.91

Des 321.31 88.91 Nop 664.46 137.40 Okt 584.45 103.46

Des 393.45 110.75

Jumlah 3474.72 1331.56 Jumlah 4046.22 903.98 Jumlah 4293.11 959.01

Koef.

runoff 0.38

Koef.

runoff 0.22

Koef.

Runoff 0.22

Lampiran 10. Peta Lokasi Penelitian (Sub DAS Cisadane Hulu)

(38)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kota Bogor pada tanggal 12 Februari 1990. Penulis adalah anak pertama dari 3 bersaudara dari pasangan Bapak Hasbun dengan Ibu Sunarti. Pada tahun 2008 penulis lulus ujian masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanain Bogor (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan.

Gambar

Tabel 3. Data curah hujan DAS Cisadane Hulu
Gambar 1. Penggunaan lahan hutan pinus
Gambar 5. Bobot isi dan porositas tanah di kedalaman 0-20 cm pada berbagai
Gambar 6. Bobot isi dan porositas tanah di kedalaman 20-40 cm pada berbagai
+6

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menguji variabel bebas yaitu durasi, frekuensi, Atensi secara serentak ataupun sendiri-sendiri berpengaruh signifikan

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap

Berdasarkan perancangan prototipe pada diagram blok Sistem detektor kebakaran seperti yang terlihat pada Gambar 1 maka prototipe sistem yang dihasilkan berupa integrasi

Dalam skala ini tidak ada penilaian benar atau salah, jawaban yang paling baik adalah yang sesuai dengan diri anda.. Adapun pilihan jawaban yang tersedia yaitu: STS :

Beberapa pendapat terkait pengertian dari belajar yaitu, Surya menyatakan belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan teori dan implementasinya, terutama tentang model pemberdayaan UMKM yang tepat, bermanfaat

Berdasarkan hasil pengujian dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat akuntabilitas yang diukur (opini audit, tingkat Kelemahan SPI, tingkat ketaatan terhadap