• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan Dalam Program Pengembangan Masyarakat Nelayan (Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan Dalam Program Pengembangan Masyarakat Nelayan (Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau)"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA PENINGKATAN PARTISIPASI PEREMPUAN

DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT NELAYAN

(Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau)

T. NAZLAH KHAIRATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

T. NAZLAH KHAIRATI. Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan Dalam Program Pengembangan Masyarakat Nelayan (Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau). Dibimbing oleh TITIK SUMARTI dan DJUARA P. LUBIS.

Rencana Aksi Pembangunan Berkelanjutan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia (1998) dinyatakan bahwa perempuan memainkan peranan penting dalam pembangunan pesisir dan lautan. Kegiatan-kegiatan mereka meliputi urusan yang berkaitan dengan sandang dan pangan keluarga, serta menambah pendapatan keluarga melalui kegiatan-kegiatan antara lain (1) penangkapan di daerah intertidal dan perairan dangkal; (2) pembuatan dan perbaikan jaring penangkapan ikan; (3) budidaya ikan; (4) pengolahan ikan; (5) penjualan dan (6) kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pemasaran hasil tangkapan. Di daerah pedesaan Indonesia, perempuan pada keluarga miskin, terbiasa melakukan kerja produktif dan tetap bertanggungjawab pada kerja reproduktif serta kegiatan sosial (antara lain PKK dan Posyandu), sedangkan pria bergerak dikegiatan atau bidang ekonomi (KUD dan Kelompok Nelayan). Hal ini mengesankan bahwa intervensi instansi sektoral yang bermuatan ekonomi tampaknya lebih memilih pria sebagai golongan sasaran, sementara perempuan hanya akses terhadap lembaga-lembaga ekonomi informal seperti kegiatan arisan. Hal ini terlihat dari banyaknya aktivitas perempuan yang melakukan kegiatan-kegiatan sosial yang tidak berorientasi ekonomi.

Masalah utama dalam kajian ini adalah bagaimanakah partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat nelayan di Desa Meskom Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengkalis, Riau yang merupakan salah satu desa pantai potensial dengan keberagaman etnik dan pola penguasaan asset dengan tingkat ketergantungan yang tinggi pada tauke serta pola pemukiman yang erat kaitannya dengan faktor ekologi,sosial, budaya maupun ekonomi.

Tujuan spesifik dari kajian ini adalah : a) Untuk memberi gambaran komprehensif situasi sosial Desa Meskom Kabupaten Bengkalis (peta sosial Desa Meskom); b) Untuk dapat memberikan gambaran yang bersifat evaluatif terhadap berbagai kegiatan dalam program pengembangan masyarakat yang sudah pernah diintrodusir di Desa Meskom; c) Untuk dapat mengetahui bagaimana partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom, Bengkalis Riau; d) Untuk menyusun program partisipasi perempuan dalam pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom.

(3)

kepentingan. Bagi golongan perempuan muda dan remaja memiliki norma-norma maupun nilai-nilai yang mengutamakan kepentingan aspek ekonomi dari aspek-aspek lainnya sehingga melahirkan rasa solidaritas yang memperhitungkan untung atau rugi.

Secara umum, perempuan dalam masyarakat nelayan memiliki karakteristik yang secara eksplisit menunjukkan suatu ketimpangan gender. Hal ini tampak dari beberapa aspek meliputi pekerjaan, tingkat pendidikan, akses kelembagaan dan kepemilikan aset produksi dan kegiatan pemasaran hasil. Kondisi tersebut terkait dengan kultu sosial budaya setempat dimana kultur Budaya Melayu menempatkan posisi laki-laki diatas perempuan, sehingga golongan laki-laki tampak mendominasi berbagai pengambilan keputusan baik dalam sektor domestik maupun publik.

Pada dasarnya, program pengembangan masyarakat di Desa Meskom yang telah dilaksanakan tidak berperspektif gender, sama sekali tidak secara spesifik ditujukan untuk mengembangkan potensi golongan perempuan di Desa Meskom. Peserta program secara dominan adalah para laki-laki nelayan dalam posisi mereka sebagai kepala rumah tangga (sebagai suami), sehingga istri-istri mereka tidak dilibatkan secara aktif dalam program. Golongan perempuan cukup diharapkan dalam membantu suaminya dalam melaksanakan program. Hal ini dikarenakan program pengembangan masyarakat nelayan di Desa Meskom secara dominan ditujukan untuk para laki-laki sebagai pencari nafkah utama yang bekerja melaut.

Untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau harus dilakukan pola pendekatan dari arus bawah bottom-up atau inisiatif yang berasal dari masyarakat sendiri ditambah dengan input dari pemerintah atau swasta melalui bantuan teknis. Perbaikan terhadap pola pengembangan masyarakat nelayan juga dapat dilakukan melalui partisipasi Perempuan dengan melakukan perbaikan melalui peningkatan peran stakeholder baik di sektor publik maupun privat serta sektor komunitas.

(4)

© Hak cipta milik T.Nazlah Khairati, tahun 2005 Hak cipta dilindungi

(5)

UPAYA PENINGKATAN PARTISIPASI PEREMPUAN

DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT NELAYAN

(Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau)

T. NAZLAH KHAIRATI

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Profesional

pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tugas Akhir : Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan Dalam Program Pengembangan Masyarakat Nelayan

(Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau)

Nama : T. Nazlah Khairati

NIM : A 015010305

Program Studi : Pengembangan Masyarakat

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Titik Sumarti, MC, MS Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Prof. Dr. I r. Syafrida Manuwoto, M.Sc

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Selatpanjang, salah satu kota kecamatan yang terdapat di

Kabupaten Bengkalis, Propinsi Riau, pada tanggal 5 Mei 1964. Merupakan anak

keempat dari lima bersaudara. Ebah bernama T. A. Rahman (almarhum) dan

Emak bernama T. Fakhriah yang juga telah berpulang kerahmatullah.

Pendidikan dasar diselesaikan di SDN 002 Selatpanjang tahun 1977.

Begitu juga dengan pendidikan menengah pertama ditamatkan pada tahun 1980 di

MTsN Selatpanjang. Sedangkan untuk pendidikan menengah atas, penulis

memasuki Lembaga Formal Pendidikan Islam (MAN Selatpanjang) tahun 1980

hingga berakhir tahun 1983.

Dari tahun 1983 sampai dengan tahun 1988, penulis kuliah di Universitas

Riau, pada jurusan Ilmu Administrasi Pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan (FKIP UNRI) Pekanbaru Riau tersebut. Setelah tamat, alhamdulillah,

pada tahun 1988-1989 penulis diterima sebagai tenaga guru honor di SMEA

Negeri Selatpanjang, kemudian mengabdi di tanah kelahiran sendiri sebagai guru

Aliyah Selatpanjang (1990-1997), Wakil Kepala Aliyah Selatpanjang (1997-1998)

hingga dapat menduduki jabatan Kepala Sekolah Aliyah Selatpanjang dari tahun

1998 sampai dengan tahun 1999.

Sedangkan pengalaman dalam berorganisasi berturut-turut menduduki

jabatan sebagai : Wakil Ketua Aisyah Selatpanjang tahun 1980-1985, Ketua

Nasyiatul Aisyah Selatpanjang (1988-1990), Wakil Ketua IMM Riau

(1985-1988), Wakil Bendahara DPW PPP Riau (1985-1990), Wakil Ketua WPP Riau

(1990-1995), Bendahara DPC PPP Bengkalis (1995-1998), Wakil Ketua DPC

PPP Bengkalis (1999-2003), Ketua IKBD DPRD Bengkalis (1999-2003), Ketua

PD Parmusi Kabupaten Bengkalis (2003-sekarang) dan terakhir sebagai Ketua

DPC PPP Kabupaten Bengkalis mulai tahun 2003 hingga tahun 2006.

Pada hari Sabtu, tanggal 10 Syawal 1411 H, bertepatan dengan tanggal 5

Mei 1990 M, penulis menikah dengan H. T. Effendi, BA bin T. Syarif (Mak

Mertua bernama T. Thalha-almarhum) di Selatpanjang. Baru pada tanggal 13

Februari 1991 di Selatpanjang, penulis dianugerahi oleh Allah SWT seorang putri

(8)

dengan T. Fariqul Haq. Sekarang penulis berdomisili Jalan Gatot Subroto Gang

Budiman Kelurahan Rimba Sekampung, Bengkalis, Riau. Demikian riwayat

(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

memberikan kekuatan, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan kajian

pengembangan masyarakat dengan judul : Upaya Peningkatan Perempuan dalam

Pengembangan Masyarakat Nelayan (Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan

Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau) dapat dirampungkan dengan

sebaik-baiknya.

Kajian pengembangan masyarakat ini merupakan kelanjutan dan sari dari

Praktek Lapang I (Peta Sosial Desa Meskom) dan Praktek Lapang II (dua) yang

lebih memfokuskan kegiatan ilmiah ke arah interpretasi, analisis dan evaluasi

program pengembangan masyarakat di Desa Meskom tersebut, yang dilakukan

pada tanggal 14 September sampai dengan 29 Oktober 2002 yang lalu.

Sebenarnya amat berat bagi penulis dalam menyelesaikan kajian ilmiah

ini, karena berhubungan dengan waktu, keadaan dan pekerjaan penulis sebagai

Wakil Ketua DPRD Bengkalis yang sangat menyita waktu panjang dan harus

rutinitas melakukan pekerjaan. Akan tetapi berkat dorongan, bantuan dan

bimbingan yang luar biasa yang diberikan oleh ketua dan anggota komisi

pembimbing yang memang telah ditunjuk untuk itu, partisipasi keluarga dan

teman-teman pada penulis, maka kajian ini dapat terealisasi sebagaimana

mestinya.

Untuk itu penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan

terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. Titik Sumarti, MC, MS selaku ketua komisi pembimbing.

2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis MS selaku anggota komisi pembimbing.

Ucapan terimakasih juga penulis ukirkan setulus-tulusnya dan rasa

hormat setinggi-tingginya, pada kesempatan yang paling bergengsi dan penuh

bersejarah ini, kepada :

1. Ibunda tercinta T. Fakhriah (almarhumah) dan Ayahanda tersayang T. A.

Rahman (almarhum) yang telah rela, ikhlas dan bersusah payah

membesarkan anakmu ini. Bersama ini juga iringan do’a penulis

(10)

kepangkuan Allah SWT, semoga Allah menerima mereka berdua

disisi-Nya, amin.

2. Suamiku H. T. Effendi, BA, anakku T. Natasya Ilma dan T. Fariqul Haq,

Ayah dan Mak Mertuaku T. Syarif dan T. Thalha (almarhumah) yang tak

dapat ku lupakan kebaikan dan perhatiannya. Semuanya sebagai motivasi

dan memberi inpirasi kuat pada penulis dalam menyelesaikan kajian agung

ini.

3. Teramat khusus penulis sampaikan buat sahabat/teman seperjuangan dan

para dosen yang telah sudi menitip, menanam dan menstransferkan ilmu

pengetahuannya kepada penulis, yang tak dapat penulis sebutkan namanya

satu persatu pada kesempatan ini, semoga kebajikan ilmiah ini berbuah,

berguna dan dapat penulis terapkan untuk pengembangan dan

kemasylahatan masyarakat.

Akhirnya, penulis sangat menyadari bahwa meskipun diupayakan

semaksimal mungkin, kajian ilmiah ini masih jauh dari harapan banyak orang dan

kalangan. Disana-sini masih kelihatan kelemahan dan kekurangannya, olehkarena

itu, kritik dan saran sangat diharapkan.

Bengkalis, Desember 2005

(11)

UPAYA PENINGKATAN PARTISIPASI PEREMPUAN

DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT NELAYAN

(Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau)

T. NAZLAH KHAIRATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRAK

T. NAZLAH KHAIRATI. Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan Dalam Program Pengembangan Masyarakat Nelayan (Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau). Dibimbing oleh TITIK SUMARTI dan DJUARA P. LUBIS.

Rencana Aksi Pembangunan Berkelanjutan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia (1998) dinyatakan bahwa perempuan memainkan peranan penting dalam pembangunan pesisir dan lautan. Kegiatan-kegiatan mereka meliputi urusan yang berkaitan dengan sandang dan pangan keluarga, serta menambah pendapatan keluarga melalui kegiatan-kegiatan antara lain (1) penangkapan di daerah intertidal dan perairan dangkal; (2) pembuatan dan perbaikan jaring penangkapan ikan; (3) budidaya ikan; (4) pengolahan ikan; (5) penjualan dan (6) kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pemasaran hasil tangkapan. Di daerah pedesaan Indonesia, perempuan pada keluarga miskin, terbiasa melakukan kerja produktif dan tetap bertanggungjawab pada kerja reproduktif serta kegiatan sosial (antara lain PKK dan Posyandu), sedangkan pria bergerak dikegiatan atau bidang ekonomi (KUD dan Kelompok Nelayan). Hal ini mengesankan bahwa intervensi instansi sektoral yang bermuatan ekonomi tampaknya lebih memilih pria sebagai golongan sasaran, sementara perempuan hanya akses terhadap lembaga-lembaga ekonomi informal seperti kegiatan arisan. Hal ini terlihat dari banyaknya aktivitas perempuan yang melakukan kegiatan-kegiatan sosial yang tidak berorientasi ekonomi.

Masalah utama dalam kajian ini adalah bagaimanakah partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat nelayan di Desa Meskom Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengkalis, Riau yang merupakan salah satu desa pantai potensial dengan keberagaman etnik dan pola penguasaan asset dengan tingkat ketergantungan yang tinggi pada tauke serta pola pemukiman yang erat kaitannya dengan faktor ekologi,sosial, budaya maupun ekonomi.

Tujuan spesifik dari kajian ini adalah : a) Untuk memberi gambaran komprehensif situasi sosial Desa Meskom Kabupaten Bengkalis (peta sosial Desa Meskom); b) Untuk dapat memberikan gambaran yang bersifat evaluatif terhadap berbagai kegiatan dalam program pengembangan masyarakat yang sudah pernah diintrodusir di Desa Meskom; c) Untuk dapat mengetahui bagaimana partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom, Bengkalis Riau; d) Untuk menyusun program partisipasi perempuan dalam pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom.

(13)

kepentingan. Bagi golongan perempuan muda dan remaja memiliki norma-norma maupun nilai-nilai yang mengutamakan kepentingan aspek ekonomi dari aspek-aspek lainnya sehingga melahirkan rasa solidaritas yang memperhitungkan untung atau rugi.

Secara umum, perempuan dalam masyarakat nelayan memiliki karakteristik yang secara eksplisit menunjukkan suatu ketimpangan gender. Hal ini tampak dari beberapa aspek meliputi pekerjaan, tingkat pendidikan, akses kelembagaan dan kepemilikan aset produksi dan kegiatan pemasaran hasil. Kondisi tersebut terkait dengan kultu sosial budaya setempat dimana kultur Budaya Melayu menempatkan posisi laki-laki diatas perempuan, sehingga golongan laki-laki tampak mendominasi berbagai pengambilan keputusan baik dalam sektor domestik maupun publik.

Pada dasarnya, program pengembangan masyarakat di Desa Meskom yang telah dilaksanakan tidak berperspektif gender, sama sekali tidak secara spesifik ditujukan untuk mengembangkan potensi golongan perempuan di Desa Meskom. Peserta program secara dominan adalah para laki-laki nelayan dalam posisi mereka sebagai kepala rumah tangga (sebagai suami), sehingga istri-istri mereka tidak dilibatkan secara aktif dalam program. Golongan perempuan cukup diharapkan dalam membantu suaminya dalam melaksanakan program. Hal ini dikarenakan program pengembangan masyarakat nelayan di Desa Meskom secara dominan ditujukan untuk para laki-laki sebagai pencari nafkah utama yang bekerja melaut.

Untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau harus dilakukan pola pendekatan dari arus bawah bottom-up atau inisiatif yang berasal dari masyarakat sendiri ditambah dengan input dari pemerintah atau swasta melalui bantuan teknis. Perbaikan terhadap pola pengembangan masyarakat nelayan juga dapat dilakukan melalui partisipasi Perempuan dengan melakukan perbaikan melalui peningkatan peran stakeholder baik di sektor publik maupun privat serta sektor komunitas.

(14)

© Hak cipta milik T.Nazlah Khairati, tahun 2005 Hak cipta dilindungi

(15)

UPAYA PENINGKATAN PARTISIPASI PEREMPUAN

DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT NELAYAN

(Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau)

T. NAZLAH KHAIRATI

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Profesional

pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(16)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tugas Akhir : Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan Dalam Program Pengembangan Masyarakat Nelayan

(Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau)

Nama : T. Nazlah Khairati

NIM : A 015010305

Program Studi : Pengembangan Masyarakat

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Titik Sumarti, MC, MS Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Prof. Dr. I r. Syafrida Manuwoto, M.Sc

(17)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Selatpanjang, salah satu kota kecamatan yang terdapat di

Kabupaten Bengkalis, Propinsi Riau, pada tanggal 5 Mei 1964. Merupakan anak

keempat dari lima bersaudara. Ebah bernama T. A. Rahman (almarhum) dan

Emak bernama T. Fakhriah yang juga telah berpulang kerahmatullah.

Pendidikan dasar diselesaikan di SDN 002 Selatpanjang tahun 1977.

Begitu juga dengan pendidikan menengah pertama ditamatkan pada tahun 1980 di

MTsN Selatpanjang. Sedangkan untuk pendidikan menengah atas, penulis

memasuki Lembaga Formal Pendidikan Islam (MAN Selatpanjang) tahun 1980

hingga berakhir tahun 1983.

Dari tahun 1983 sampai dengan tahun 1988, penulis kuliah di Universitas

Riau, pada jurusan Ilmu Administrasi Pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan (FKIP UNRI) Pekanbaru Riau tersebut. Setelah tamat, alhamdulillah,

pada tahun 1988-1989 penulis diterima sebagai tenaga guru honor di SMEA

Negeri Selatpanjang, kemudian mengabdi di tanah kelahiran sendiri sebagai guru

Aliyah Selatpanjang (1990-1997), Wakil Kepala Aliyah Selatpanjang (1997-1998)

hingga dapat menduduki jabatan Kepala Sekolah Aliyah Selatpanjang dari tahun

1998 sampai dengan tahun 1999.

Sedangkan pengalaman dalam berorganisasi berturut-turut menduduki

jabatan sebagai : Wakil Ketua Aisyah Selatpanjang tahun 1980-1985, Ketua

Nasyiatul Aisyah Selatpanjang (1988-1990), Wakil Ketua IMM Riau

(1985-1988), Wakil Bendahara DPW PPP Riau (1985-1990), Wakil Ketua WPP Riau

(1990-1995), Bendahara DPC PPP Bengkalis (1995-1998), Wakil Ketua DPC

PPP Bengkalis (1999-2003), Ketua IKBD DPRD Bengkalis (1999-2003), Ketua

PD Parmusi Kabupaten Bengkalis (2003-sekarang) dan terakhir sebagai Ketua

DPC PPP Kabupaten Bengkalis mulai tahun 2003 hingga tahun 2006.

Pada hari Sabtu, tanggal 10 Syawal 1411 H, bertepatan dengan tanggal 5

Mei 1990 M, penulis menikah dengan H. T. Effendi, BA bin T. Syarif (Mak

Mertua bernama T. Thalha-almarhum) di Selatpanjang. Baru pada tanggal 13

Februari 1991 di Selatpanjang, penulis dianugerahi oleh Allah SWT seorang putri

(18)

dengan T. Fariqul Haq. Sekarang penulis berdomisili Jalan Gatot Subroto Gang

Budiman Kelurahan Rimba Sekampung, Bengkalis, Riau. Demikian riwayat

(19)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

memberikan kekuatan, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan kajian

pengembangan masyarakat dengan judul : Upaya Peningkatan Perempuan dalam

Pengembangan Masyarakat Nelayan (Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan

Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau) dapat dirampungkan dengan

sebaik-baiknya.

Kajian pengembangan masyarakat ini merupakan kelanjutan dan sari dari

Praktek Lapang I (Peta Sosial Desa Meskom) dan Praktek Lapang II (dua) yang

lebih memfokuskan kegiatan ilmiah ke arah interpretasi, analisis dan evaluasi

program pengembangan masyarakat di Desa Meskom tersebut, yang dilakukan

pada tanggal 14 September sampai dengan 29 Oktober 2002 yang lalu.

Sebenarnya amat berat bagi penulis dalam menyelesaikan kajian ilmiah

ini, karena berhubungan dengan waktu, keadaan dan pekerjaan penulis sebagai

Wakil Ketua DPRD Bengkalis yang sangat menyita waktu panjang dan harus

rutinitas melakukan pekerjaan. Akan tetapi berkat dorongan, bantuan dan

bimbingan yang luar biasa yang diberikan oleh ketua dan anggota komisi

pembimbing yang memang telah ditunjuk untuk itu, partisipasi keluarga dan

teman-teman pada penulis, maka kajian ini dapat terealisasi sebagaimana

mestinya.

Untuk itu penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan

terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. Titik Sumarti, MC, MS selaku ketua komisi pembimbing.

2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis MS selaku anggota komisi pembimbing.

Ucapan terimakasih juga penulis ukirkan setulus-tulusnya dan rasa

hormat setinggi-tingginya, pada kesempatan yang paling bergengsi dan penuh

bersejarah ini, kepada :

1. Ibunda tercinta T. Fakhriah (almarhumah) dan Ayahanda tersayang T. A.

Rahman (almarhum) yang telah rela, ikhlas dan bersusah payah

membesarkan anakmu ini. Bersama ini juga iringan do’a penulis

(20)

kepangkuan Allah SWT, semoga Allah menerima mereka berdua

disisi-Nya, amin.

2. Suamiku H. T. Effendi, BA, anakku T. Natasya Ilma dan T. Fariqul Haq,

Ayah dan Mak Mertuaku T. Syarif dan T. Thalha (almarhumah) yang tak

dapat ku lupakan kebaikan dan perhatiannya. Semuanya sebagai motivasi

dan memberi inpirasi kuat pada penulis dalam menyelesaikan kajian agung

ini.

3. Teramat khusus penulis sampaikan buat sahabat/teman seperjuangan dan

para dosen yang telah sudi menitip, menanam dan menstransferkan ilmu

pengetahuannya kepada penulis, yang tak dapat penulis sebutkan namanya

satu persatu pada kesempatan ini, semoga kebajikan ilmiah ini berbuah,

berguna dan dapat penulis terapkan untuk pengembangan dan

kemasylahatan masyarakat.

Akhirnya, penulis sangat menyadari bahwa meskipun diupayakan

semaksimal mungkin, kajian ilmiah ini masih jauh dari harapan banyak orang dan

kalangan. Disana-sini masih kelihatan kelemahan dan kekurangannya, olehkarena

itu, kritik dan saran sangat diharapkan.

Bengkalis, Desember 2005

(21)

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Kajian ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Konsep Partisipasi ... 6

2.2 Konsep Partisipasi Perempuan dalam Pembangunan Pedesaan ... 7

2.3 Konsep Masyarakat Nelayan ... 11

2.4 Stratifikasi Masyarakat Nelayan ... 12

2.5 Program Pengembangan Masyarakat ... 15

2.6 Kerangka Pemikiran ... 28

BAB III. METODOLOGI KAJIAN ... 30

3.1 Waktu dan Lokasi ... 30

3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 31

3.3 Pengolahan Data ... 32

3.4 Penyusunan Program ... 32

BAB IV. PETA SOSIAL DESA MESKOM ... 35

4.1 Lokasi ... 35

4.2 Pendidikan ... 35

4.3 Kependudukan ... 37

(22)

4.5 Struktur Komunitas ... 47

4.6 Organisasi dan Kelembagaan ... 48

4.7 Pengelolaan Sumber Daya Lokal ... 50

4.8 Kedudukan Perempuan di Desa Meskom ... 52

4.9 Ikhtisar ... 53

BAB V. TINJAUAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DESA MESKOM ... 55

5.1 Program Bantuan Jaring ... 55

5.2 Bantuan Peningkatan dan Pengembangan Tambak Udang ... 60

5.3 Ikhtisar ... 65

BAB VI. ANALISIS PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM

PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT ... 67

Karakteristik Perempuan dalam Masyarakat Nelayan

Desa Meskom ... 68

Potensi Partisipasi Komunitas Perempuan dalam Pengembangan

Masyarakat ... 70

Partisipasi dalam Kelembagaan Sosial Informal... 72

6.4 Penyesuaian Diri Perempuan Nelayan ... 73

6.5 Keikutsertaan dalam Perkumpulan Sukarela ... 74

6.6 Kontak Informal dan Pertemuan ... 77

6.7 Solidaritas Komunitas ... 78

6.8 Kepuasan Komunitas ... 79

6.9 Ikhtisar ... 80

BAB VII. PROGRAM PENINGKATAN PARTISIPASI PEREMPUAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT NELAYAN ... 82

7.1 Identifikasi Potensi, Permasalahan dan Kebutuhan Pengembangan

Partisipasi Perempuan ... 83

(23)

7.3 Program Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam Pengembangan

Masyarakat Nelayan Desa Meskom ... 88

7.4 Ikhtisar ... 90

(24)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1 Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Desa Meskom Tahun 2002... 36

2 Jumlah Penduduk Desa Meskom menurut kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2002. ... 37

3 Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Ke atas menurut jenis

Kelamin Tahun 2002. ... 39

4 Jumlah Penduduk Desa Meskom menurut Mata Pencaharian

Kelamin Tahun 2002. ... 39

5 Luas Areal Perkebunan dan Jumlah Petani serta Produksi

Desa Meskom Tahun 2002... 41

6 Jumlah Rumahtangga Menurut Status Pekerjaan Nelayan

di Desa Meskom Kelamin Tahun 2002. ... 41

7 Jenis dan Alat Tangkap Yang Dimiliki oleh Nelayan Desa

Meskom Tahun 2002. ... 42

8 Jumlah Dan Jenis Armada Penangkap Ikan Desa Meskom

Menurut Perahu ... 43

9 Produksi Perikanan Kecamatan Bengkalis Tahun 1998-2004 ... 43

10 Jumlah Pendapatan Rumah Tangga Nelayan Desa Meskom

per Tingkat Pendapatan ... 46

11 Organisasi dan Kelembagaan yang ada di Desa Meskom ... 49

12 Sistem Pembagian Kerja Pada Aktivitas Masyarakat

Nelayan Desa Meskom ... 52

13 Identifikasi Masalah Kaum Perempuan di Desa Meskom ... 85

14 Penyusunan Program Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam Program Pengembangan Masyarakat Nelayan ... 91

(25)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1 Alur Kerja Analisis Gender (Gender Analysis Pathway) ... 10

2 Kerangka Pemikiran Kajian Mengenai Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam Program Pengembangan

Masyarakat Nelayan ... 29

3 Alur Kerja Analisis Gender (Gender Analysis Pathway) dalam Kajian Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam

(26)

BAB I

P E N D A H U L U A N

1.1 Latar Belakang

Crawford (1998) mengemukakan bahwa program perencanaan,

pengelolaan dan pengembangan masyarakat pesisir (nelayan) secara sistematis

dan terpadu masih merupakan hal baru dalam pembangunan di Indonesia,

mengingat program pengembangan masyarakat nelayan ini baru tercantum dalam

GBHN 1993. Seiring dengan program pengembangan masyarakat nelayan,

dirasakan perlu adanya desentralisasi dan partisipasi masyarakat. Diharapkan

program perencanaan lebih dititikberatkan pada bottom up planning atau proses

dari bawah yang dikombinasikan dengan top down planning atau program

perencanaan dari atas kebawah, dan disesuaikan kepentingan masyarakat

khususnya perempuan.

Dalam Rencana Aksi Pembangunan Berkelanjutan Sumberdaya Pesisir

dan Kelautan Indonesia (1998), dinyatakan bahwa perempuan memainkan

peranan penting dalam sektor pesisir dan lautan. Kegiatan-kegiatan mereka

meliputi urusan yang berkaitan dengan sandang dan pangan keluarga dan

menambah pendapatan keluarga melalui kegiatan-kegiatan antara lain :

pengolahan ikan, penjualan, budidaya ikan, penangkapan di daerah intertidal

dan perairan dangkal, pembuatan dan perbaikan jaring penangkapan ikan dan

kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pemasaran hasil tangkapan.

Di daerah pedesaan Indonesia, perempuan pada keluarga miskin, terbiasa

melakukan kerja produktif dan tetap bertanggungjawab pada kerja reproduktif

(27)

dikegiatan atau bidang ekonomi (KUD dan Kelompok Nelayan). Hal ini

mengesankan bahwa intervensi instansi sektoral yang bermuatan ekonomi

tampaknya lebih memilih pria sebagai golongan sasaran, sementara perempuan

hanya akses terhadap lembaga-lembaga ekonomi informal seperti kegiatan arisan.

Hal ini terlihat dari banyaknya aktivitas perempuan yang melakukan

kegiatan-kegiatan sosial yang tidak berorientasi ekonomi. Dari berbagai analisis dan

penelitian yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan peranan dan partisipasi

perempuan pada program pengembangan masyarakat nelayan dan pertanian lahan

kering sangat mendominasi. Sondakh (1985), yang mempelajari peranan dan

partisipasi perempuan dari beragam lapisan masyarakat dengan menggunakan

analisis struktural fungsional, juga menunjukkan data yang mendukung peran

strategis perempuan dalam meningkatkan taraf ekonomi keluarga.

Wohongan-Kosakoy (1986) dalam penelitian di beberapa kawasan

pesisir menelaah peranan perempuan dalam pembangunan masyarakat nelayan

pada beragam lapisan sosial dengan menggunakan analisis keikutsertaan

perempuan dalam kelembagaan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa peranan

perempuan pada lembaga lokal sosial ekonomi pesisir cukup berarti.

Penelitian yang dilakukan pada masyarakat nelayan oleh Manginsela

(1990) di Pulau Tagulandang Kabupaten, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara

mempelajari bagaimana gejala matriofokal mempengaruhi status sosial

perempuan nelayan dengan menggunakan analisis struktural fungsional. Hasil

penelitiannya menunjukkan peran perempuan dalam membantu pekerjaan suami

sebelum melaut seperti menjahit jaring dan mengatur administrasi lembaga

(28)

Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang

responden, Sayogjo (1985) dalam “Women and industrialization Examming the

Female Marginalitation Thesis” terdapat variabel ketidakadilan jender, baik

dalam hal konsep pembagian kerja, proses produktif dan reproduktif, akses dan

kontrol terhadap berbagai macam keputusan serta partisipasi perempuan terhadap

berbagai macam kelembagaan.

Dari beberapa hasil studi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa

keberhasilan program pengembangan masyarakat nelayan sebenarnya tidak dapat

lepas dari adanya nilai-nilai jender dan partisipasi perempuan yang terkandung di

dalamnya. Hanya saja terdapat kendala yang dihadapi bagi perempuan nelayan

yaitu alat bantu dalam mengolah bahan mentah (ikan, udang, dst). Selama ini

perempuan nelayan menggunakan tangan (manual) dalam mengolah hasil

tangkapan, sehingga hasil yang diharapkan kurang memuaskan dan menghabiskan

waktu yang lama.

Desa Meskom merupakan desa nelayan yang potensial dan terpenting di

Kabupaten Bengkalis serta telah pernah diintrodusir program-program

pengembangan masyarakat nelayan di sana. Kenyataan tersebut penulis dapatkan

setelah melakukan Praktek Lapangan I dan II pada tahun 2002 yang lalu. Di desa

tersebut ditemukan kerjasama yang menguntungkan antara pihak suami nelayan

dan istri nelayan dalam usaha perikanan. Jenis usaha perikanan yang dilakukan

ialah perikanan tangkap yang telah dilakukan turun temurun dari generasi ke

generasi. Sifat usahanya berskala kecil, dengan alat tangkap yang sederhana. Oleh

karena itu, peran perempuan dalam membantu menaikkan skala usaha sangat

(29)

sebelum melaut, kemudian turut mengolah ikan hasil tangkapan suami nelayan

baik untuk pengasinan udang, dan pengolahan lainnya.

Introduksi program pengembangan masyarakat dalam usaha nelayan di

Desa Meskom bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat nelayan

secara keseluruhan. Langkah penyusunan program dimulai dari menginventarisasi

kebutuhan-kebutuhan masyarakat nelayan, mendata jenis sarana angkut untuk

melaut dan selanjutnya menyediakan sarana dan prasarana tersebut. Merujuk pada

hasil inventarisasi tersebut lebih lanjut para stakeholder yang terkait dalam

program pengembangan masyarakat nelayan duduk bersama untuk merumuskan

langkah-langkah strategis perumusan pelaksanaan dan evaluasi program yang

akan diselenggarakan.

1.2 Perumusan Masalah

Dengan berdasarkan pada latarbelakang masalah di atas, praktek

lapangan I dan II yang telah dilakukan beberapa bulan yang lalu yang

terkonsentrasi pada program pengembangan masyarakat, maka permasalahan

utama yang menjadi sentral pertanyaan dalam kajian ini adalah sejauhmana

program-program pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom melibatkan

partisipasi perempuan dalam penerapannya, dan bagaimana langkah strategis

peningkatan partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat.

Kedua pertanyaan tersebut lebih lanjut diuraikan dalam beberapa poin sebagai

(30)

1. Bagaimana peta sosial Desa Meskom ?

2. Bagaimana partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat

nelayan Desa Meskom, Kabupaten Bengkalis, Riau ?

3. Bagaimana penyusunan program peningkatan partisipasi perempuan dalam

program pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom ?

1.3Tujuan Kajian

Tujuan kajian pengembangan masyarakat, yang merupakan salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), ini adalah :

1. Untuk memberi gambaran komprehensif situasi sosial Desa Meskom,

Kabupaten Bengkalis (peta sosial Desa Meskom).

2. Untuk dapat memberikan gambaran evaluatif terhadap berbagai kegiatan

dalam program pengembangan masyarakat yang sudah pernah diintrodusir di

Desa Meskom.

3. Untuk dapat mengetahui bagaimana partisipasi perempuan dalam program

pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom, Bengkalis, Riau.

4. Untuk menyusun program partisipasi perempuan dalam pengembangan

masyarakat nelayan Desa Meskom, Bengkalis, Riau.

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Partisipasi

Partisipasi mempunyai pengertian yang luas yang dapat dipandang sebagai

suatu proses yang dinamis dan berdimensi jamak. Partisipasi berarti peranserta

seorang atau kelompok masyarakat dalam suatu kegiatan dalam bentuk pernyataan

maupun kegiatan dengan memberikan masukan berupa fikiran, tenaga, waktu,

keahlian, modal atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmatinya (Anwar,

1986; Sastropoetro, 1988; Slamet, 1992 dan Wardoyo, 1992).

Menurut Oppenheim (1973), partisipasi merupakan bentuk perilaku yang

didukung oleh dua hal : 1) ada unsur yang mendukung untuk berperilaku tertentu

pada diri seseorang (person inner determinant), dan 2) terdapat iklim atau

lingkungan (environmental factors) yang memungkinkan terjadinya perilaku

tertentu.

Menurut Bertrand (1958), tipe-tipe partisipasi sosial dalam masyarakat

pedesan adalah : 1) partisipasi sosial formal, yaitu partisipasi sebagai anggota

dalam institusi formal; 2) partisipasi semi formal, yaitu partisipasi dalam institusi

sosial yang tidak terorganisir seperti mendatangi perlombaan yang diadakan di

desa, saat pemasaran hasil tangkapan dan lain-lain, dan 3) partisipasi sosial

informal, yaitu partisipasi dalam hubungan sosial informal atau kelompok yang

tidak terorganisir.

Dalam proses partisipasi dikenal pula tahapan-tahapan, dimana tidak

(32)

Chen dan Uphoff (1977) membedakan tahapan partisipasi atas : 1) partisipasi pada

tahap perencanaan, 2) partisipasi pada tahap pelaksanaan, 3) partisipasi pada tahap

pemanfaatan, dan 4) partisipasi pada tahap penilaian.

Pentingnya partisipasi dalam masyarakat dan perencanaan pengambilan

keputusan, yaitu : 1) sebagai langkah awal mempersiapkan masyarakat untuk

berpartisipasi dan merupakan salah satu cara untuk menumbuhkembangkan rasa

memiliki dan rasa tanggungjawab masyarakat setempat terhadap setiap kegiatan

yang dilakukan, 2) sebagai alat untuk memperoleh informasi mengenai kebutuhan,

kondisi, dan sikap masyarakat setempat dan, 3) masyarakat mempunyai hak untuk

urunrembung dalam menentukan program yang ada di tengah kehidupan mereka

(Suharjo, 1986; Conyers, 1991; Uphoff, 1998).

Menurut Goldsmith dan Blustain dalam jahi (1988), apabila dengan

berpartisipasi memberikan manfaat dan dapat memenuhi keperluan-keperluan

masyarakat setempat, maka hal itu akan menjadi pendorong timbulnya kemauan

masyarakat untuk berpartisipasi. Berkaitan dengan hal ini Mc Clelland (1987),

menyebutkan bahwa motivasi merupakan motor pengerak perilaku manusia dan

olehkarenanya peningkatan motivasi akan mendorong peningkatan partisipasi

masyarakat, dan “n Ach” (need for achievement) merupakan kunci perubahan dari

tradisional menjadi modern.

2.2 Konsep Partisipasi Perempuan dalam Pembangunan Desa

Menurut Ester Bosterup (1970) mengemukakan bahwa seringkali

perempuan dilupakan dalam pembangunan, sejak awal (tahun 1950-an)

(33)

pendekatan kesejahteraan). Pendekatan ini didasarkan atas tiga asumsi, yaitu : 1)

perempuan sebagai penerima pasif pembangunan, (2) peran keibuan yang

merupakan peranan penting bagi perempuan dalam masyarakat, (3) mengasuh

anak yang merupakan peranan perempuan yang paling efektif dalam semua aspek

pembangunan ekonomi.

Sedangkan pendekatan kedua yaitu Pendekatan Kesamaan (Equity

Approach). Pendekatan ini mengakui bahwa perempuan merupakan partisipasi

aktif dalam proses pembangunan yang mempunyai sumbangan terhadap

pertumbuhan ekonomi melalui kerja produktif dan reproduktif mereka walaupun

sumbangan tersebut seringkali tidak diakui.

Melihat dari dua pendekatan teori diatas, perempuan nelayan Desa

Meskom menganut kedua-duanya. Beberapa istri nelayan ada yang diizinkan

membantu suami dalam mengelola usaha perikanan (Equity Approach) tetapi ada

pula kelompok nelayan yang melarang istri turut bekerja di luar rumah. Dari sini

dapat dilihat ketidakadilan jender yang berlaku. Pendekatan tersebut seluruhnya

dititikberatkan pada peran reproduktif perempuan dan menempatkan perempuan

di arena pribadi, sementara lelaki dipandang sebagai kelompok masyarakat yang

aktif dalam arena publik. Keadaan ini menempatkan perempuan nelayan hanya

sebatas mengurusi anak dan urusan rumah tangga, sehingga hak perempuan untuk

mengembangkan bakat dan keahlian yang dimilikinya hilang.

Merujuk pada kedua pendekatan di atas, secara eksplisit tampak bahwa

terdapat adanya suatu ketimpangan gender dimana perempuan dengan peran

keibuannya memainkan peranan utama dalam mewujudkan kesejahteraan

(34)

tidak kalah pentingnya menyokong kesejahteraan keluarga dan masyarakat.

Sehubungan dengan itu, pendekatan kesamaan tampak lebih menempatkan adanya

kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam pembangunan melalui partisipasi aktif

dalam kerja produktif dan reproduktif.

Lebih lanjut, untuk menganalisis masalah gender dapat dipergunakan

alur kerja analisis gender (Gender Analysis Pathway -GAP-). Analisis tersebut

ditujukan untuk melihat komponen faktor kesenjangan yang dianalisis baik secara

kualitatif maupun kuantitatif. Alur kerja analisis gender tersebut diawali dengan :

(1) Merumuskan sasaran umum tujuan analisis yang dilakukan; (2) pengumpulan

data pembuka wawasan diperlukan baik berupa data kualitatif maupun kuantitatif

dengan menguraikan indikator menurut jenis kelamin; (3) menguraikan

faktor-faktor kesenjangan meliputi kewenangan akses, peran serta, penguasaan dan

pemanfaatan. Merujuk pada data dan faktor tersebut maka (4) masalah gender

dapat ditelaah lebih lanjut. Setelah masalah gender tersebut dirumuskan, maka (5)

sasaran kebijakan gender dapat disusun melalui rancangan penyelenggaraan

program-program pengembangan masyarakat setempat. Kebijakan yang

dirumuskan merupakan sasaran terpilih yang menjadi prioritas utama yang harus

mencakup semua faktor kesenjangan yang telah diuraikan.

Adapun untuk mengukur tingkat keberhasilan dari rumusan sasaran

kebijakan gender tersebut maka (7) diperlukan adanya rumusan indikator gender

secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis gender tersebut lebih tepat ditujukan

untuk mengkaji, menggali, memahami dan meningkatkan partisipasi perempuan

dalam pembangunan meliputi akses dan kontrol perempuan dalam berbagai aspek

(35)

Gambar 1. Alur Kerja Analisis Gender (Gender Analysis Pathway (GAP))

Periksa kembali : Apakah semua faktor kesenjangan telah tercakup ?

(36)

2.3 Konsep Masyarakat Nelayan

Dalam ilmu-ilmu sosial, masyarakat nelayan termasuk dalam konsep

peasant. Memang ada juga peneliti yang mengartikan peasant terbatas dalam

mata pencaharian yang khas. Misalnya, Wolf mendefenisikan peasant sebagai

petani yang hidup dari mengolah tanah dan tinggal di pedesaan (Wolf, 1982 ).

Kalau defenisi ini dijadikan acuan maka nelayan, buruh, pengrajin tidak masuk

dalam konsep peasant.

Agar masyarakat nelayan mencakup dalam konsep peasant, konteks

pengertiannya lebih cocok dikaitkan dengan kelompok orang desa dengan ciri-ciri

sosial kultural, ekonomi yang khas. Firth mengartikan peasant mengacu kepada

seluruh masyarakat pedesaan beserta sistem ekonominya. Meskipun mata

pencaharian hidup utama petani peasant menggarap tanah, namun kategori

pekerjaan petani tersebut, hanya dipisahkan secara teoritis.

Di Kampung Perupak Kelantan Malaysia, Firth melihat bahwa penduduk

desa yang bekerja sebagai petani sawah juga bekerja sebagai nelayan. Mereka

semua hidup dalam sebuah desa dimana anggotanya tidak hanya saling terlibat

dalam hubungan kerabat dan keagamaan tapi juga dalam bidang ekonomi.

Kehidupan pedesaan dimana berbagai kegiatan penduduk saling terkait dan khas

disebut peasantry. Seorang penduduk desa apakah petani, perajin, nelayan akan

disebut sebagai peasant (Firth dalam Marjali 1993).

Dari keterangan diatas terlihat perbedaan titik pandang antara Wolf dan

Firth. Berbicara tentang peasant, bagi Firth adalah sistem ekonomi yang khas.

(37)

2.4 Stratifikasi Masyarakat Nelayan

Masyarakat nelayan yang hidup dari hasil menangkap ikan dan bermukim

di sepanjang pantai mempunyai dinamika sosial yang khas sesuai dengan

lingkungannya (local specific). Tidak berbeda dengan masyarakat desa agraris,

masyarakat nelayan juga sudah mengenal sistem pelapisan sosial. Karenanya

program–program pengembangan masyarakat pedesaan akan lebih mencapai

sasaran dengan pemahaman bentuk-bentuk stratifikasi sosial pada masyarakat

nelayan. Dengan demikian, manfaat program dapat merata ke seluruh lapisan

bukan hanya bermanfaat pada lapisan atas tapi dilain pihak lapisan bawah

mengalami pemiskinan.

Istilah stratifikasi berkaitan dengan penilaian-penilaian sosial dalam arti

sepanjang dalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai apakah nilai-nilai,

kekayaan, kekuasaan maka dalam masyarakat terbentuk stratifikasi. Dimana-mana

ada sistem pelapisan sosial dan ukuran yang digunakan juga bermacam-macam

antara lain berupa kekuasaan, kehormatan, kekayaan, ilmu pengetahuan.

Menurut teori surplus, timbulnya stratifikasi dalam masyarakat karena

adanya surplus ekonomi. Orang berlomba-lomba menguasai surplus tersebut

sehingga muncul pemenang. Teori kelangkaan menjelaskan bahwa timbulnya

stratifikasi karena adanya kelangkaan sumberdaya alam dan individu (Lenski dan

Harner dalam Sanderson, 1993).

Individu yang sama kedudukannya menurut penilaian sosial akan berada

dalam suatu lapisan. Masuknya program-program pengembangan masyarakat

nelayan yang membawa nilai-nilai dapat menimbulkan perubahan stratifikasi

(38)

stratifikasi yang ada dalam masyarakat berbeda dengan keadaan sebelumnya,

bahkan tidak jarang program pengembangan masyarakat nelayan mempertajam

jarak antara lapisan atas dan lapisan bawah. Misalnya program motorisasi

membuat posisi lapisan atas ditempati pemilik kekayaan bukan kekuasaan.

Ponsioen (1969) menyebutkan terjadinya perubahan lapisan sosial merupakan

salah satu prime mover terhadap perubahan sosial.

Sebagai suatu community, masyarakat desa membentuk suatu sistem

pelapisan sosial yang kompleksitasnya tergantung kepada taraf perkembangan

kebudayaan apakah tahap gathering, huntering and herdering, masyarakat agraris

atau masyarakat industri. Artinya dalam masyarakat yang masih berada dalam

tahap meramu dan berburu, dasar pelapisan masih sederhana misalnya

berdasarkan usia dan jenis kelamin. Sedangkan masyarakat industri sudah

mengalami stratifikasi yang lebih kompleks.

Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa pola pelapisan dalam

masyarakat nelayan mengalami perubahan dalam arti terjadi perubahan nilai-nilai

yang mendasari siapa yang menjadi lapisan atas. Di Desa Nenasi Malaysia, sistem

pelapisan sosial masyarakat nelayan menempatkan orang berkuasa sebagai lapisan

atas. Lapisan sosial tersusun mulai dari : Penghulu-Ketua Kampung,

Towkay-Guru-Nelayan atau petani berpendapatan di atas 100 dollar-nelayan atau petani

berpendapatan di bawah 100 dollar (Hoch, 1982).

Di Riau, masyarakat nelayan terbagi atas lapisan sosial yakni :

™ Nelayan non tradisionil yang memiliki perahu motor dan modal.

™ Nelayan non tradisionil yang memiliki perahu motor dan modal karena

(39)

™ Nelayan tradisionil yang memiliki perahu tanpa motor dan modal.

™ Nelayan tradisionil yang mempunyai status sebagai buruh nelayan dan

bekerja pada nelayan non tradisional.

Nelayan tradisionil yang mempunyai status sebagai buruh nelayan dan

bekerja pada nelayan tradisionil pemilik perahu (juragan) (P3K UGM-Bapeda

Riau, 1988). Tampaknya sistem pelapisan sosial masyarakat dominan atas dasar

penguasaan faktor produksi. Ada kalanya dasar pelapisan tersebut mengalami

perubahan seiring masuknya program-program pengembangan masyarakat di desa

pantai dan berkembangnya usaha-usaha non perikanan.

Lapisan sosial dapat merefleksikan hak dan kewajiban dalam pola-pola

hubungan sosial. Biasanya, lapisan atas yang terdiri dari rumah tangga yang

memiliki alat produksi dan modal berfungsi sebagai patron dan lapisan bawah

(terdiri dari rumahtangga nelayan buruh dan nelayan pemilik perahu tidak

bermotor sebagai klien). Hubungan yang terjadi seiring berlangsung tidak

seimbang karena pinjaman yang diberikan patron kepada klien baik untuk modal,

biaya turun ke laut atau keperluan rumah tangga harus diimbangi dengan

penjualan hasil tangkap kepada patron dengan harga di bawah pasar.

Terbaginya masyarakat nelayan ke dalam lapisan sosial membuat

program pengembangan masyarakat nelayan tidak merata menjangkau lapisan

sosial yang ada. Perbedaan jangkauan program dapat disebabkan adanya

perbedaan kemampuan antara lapisan atas dan lapisan bawah dalam

memanfaatkan program-program pengambangan masyarakat nelayan tersebut.

Karena lapisan kurang mampu bersaing dengan lapisan atas dalam memanfaatkan

(40)

masyarakat nelayan timbul kesenjangan. Beberapa hasil penelitian

mengungkapkan bahwa kesenjangan ekonomi yang timbul dalam masyarakat

nelayan yang disebabkan program-program pengembangan masyarakat nelayan,

tidak dengan sendirinya menimbulkan kesejahteraan sosial. Keadaan ini terjadi

karena dalam masyarakat masih berfungsi hubungan sosial yang bersifat

ketetanggaan, hubungan kerabat dan hubungan kepercayaan (Amaluddin, 1987)

2.5 Program Pengembangan Masyarakat Nelayan

Konsep pengembangan masyarakat nelayan adalah suatu proses yang

menyatukan pemerintah dan masyarakat, ilmu pengetahuan dan manajemen,

kepentingan sektor dan kepentingan publik dalam menyiapkan dan melaksanakan

suatu rencana terpadu untuk perlindungan dan pembangunan ekosistem dan

sumberdaya pesisir serta potensi sosial ekonomi budaya masyarakat nelayan.

Proses penyatuan antara pemerintah dengan program perberdayaan dan

pengembangannya tidaklah dapat berlangsung dengan mudah. Hal demikian

disebabkan sosialisasi dari pemerintah ke masyarakat bawah (nelayan)

memerlukan penyesuaian dengan situasi dan sosiologi masyarakat tempatan.

Keinginan modernisasi terhadap masyarakat hendaklah dilakukan dengan

pendekatan yang tepat guna, tepat sasaran dan dapat dicerna dengan baik.

Modernisasi pertama kali muncul di Inggris tatkala berlangsung revolusi

industri yang ditandai dengan pergantian cara berproduksi tradisionil ke modern

dan selanjutnya merembes ke seluruh penjuru dunia. Karena itu dalam perspektif

(41)

ekonomi dan politik yang berlangsung di negara pendahulu dan diikuti oleh

Negara pengikut (Belling dan Totten, 1982).

Schoorl (1984) menegaskan bahwa modernisasi sebagai proses

perubahan sosial dapat diamati dari beberapa fenomena perubahan masyarakat

seperti di bidang ekonomi, politik dan struktur sosial. Dalam bidang ekomomi

terlihat berkembangnya industri dengan produk mesin, di bidang politik terlihat

tumbuhnya birokrasi dengan ciri-ciri rasionalisasi organisasi. Sementara dalam

struktur sosial terjadi pergeseran konsentrasi penduduk dari desa ke kota,

pergeseran kelas-kelas sosial dalam arti kelas petani penyewa tanah, buruh tani

miskin berkurang dan muncul kelas buruh industri, kelas intelektual dan

manajer. Dalam konteks modernisasi sebagai suatu bentuk perubahan sosial maka

Ponsioen (1969) menyebutkan suatu masyarakat dikatakan mengalami perubahan

sosial apabila dalam kelompok masyarakat sudah terjadi perubahan nilai-nilai,

sikap dan perilaku.

Program pengembangan masyarakat juga pada dasarnya adalah

perubahan sosial berencana yang menyangkut perubahan pola-pola hubungan

masyarakat. Menurut Siagian (1982), program pengembangan masyarakat adalah

rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan

Negara suatu bangsa menuju modernitas di dalam rangka pembinaan bangsa. Dari

penjelasan di atas pernyataan sulit membedakan pengertian antara konsep

modernisasi dan program pengembangan masyarakat, karena kedua konsep

tersebut berkembang dari ilmu-ilmu perilaku. Perbedaannya hanya sering

ditekankan kepada aspek ruang lingkupnya saja yakni program pengembangan

(42)

Program pengembangan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan

tingkat hidup dan kesejahteraan masyarakat atau menaikkan mutu hidup rakyat

dimana mutu hidup mempunyai arti derajat terpenuhinya kebutuhan dasar yang

menjadi kebutuhan esensial bagi kehidupan manusia. Kebutuhan tersebut meliputi

pangan, air bersih, pendidikan, perumahan (Soermarwoto, 1991).

Dalam melaksanakan program pengembangan masyarakat,

masing-masing Negara mempunyai strategi. Misalnya Philipina mengembangkan konsep

kebutuhan dasar dalam perencanaan program pengembangan masyarakat sehingga

lapisan miskin dapat memperoleh akses terhadap sandang, pangan, perumahan,

kesehatan dan lain-lain. Sedangkan India melaksanakan strategi pengembangan

lapangan kerja dengan asumsi peningkatan pendapatan dengan sendirinya

meningkatkan kemampuan masyarakat memenuhi kebutuhan dasarnya (Mirsa dan

Paratilla, 1980). Indonesia mengembangkan prinsip yang sama dengan India.

Walaupun pemerintah membuat kebijaksanaan selalu berorientasi dengan

pemenuhan kebutuhan dasar, tapi yang ditekankan adalah meningkatkan

kemandirian masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.

Sehubungan dengan modernisasi, di Indonesia sangat popular dengan

istilah program-program pengembangan masyarakat khususnya dalam upaya

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Randabough dalam Frutchei

(1973), program secara sederhana mencakup dua komponen utama yakni

komponen perencanaan program dan komponen pelaksanaan program. Setiap

program bertujuan merubah seperangkat sumberdaya untuk mencapai suatu hasil

(43)

Mengingat sasaran program adalah manusia, maka berkembang konsep

program pengembangan masyarakat yang diartikan sebagai suatu proses dimana

semua usaha swadaya masyarakat digabungkan dengan usaha-usaha pemerintah

atau swasta guna meningkatkan kondisi masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan

kultural dan mengintegrasikan masyarakat yang ada ke dalam kehidupan bangsa.

Program pengembangan masyarakat yang idealnya adalah bersifat bottom up, atau

inisiatif berasal dari masyarakat sendiri, namun diperlukan juga input dari

pemerintah atau swasta. Masukan yang bersifat top down, diupayakan agar

merangsang inisiatif dan usaha lokal melalui bantuan teknis, keuangan dan

bantuan lainnya. Artinya kalaupun input program bersifat top down, namun

dalam pelaksanaannya diupayakan agar tidak menimbulkan ketergantungan

masyarakat sasaran terhadap pihak luar (Bunc, 1991).

Secara sosiologis, respon terhadap program pengembangan masyarakat

dapat diartikan sebagai suatu bentuk perubahan sosial, karena bagaimana anggota

masyarakat menanggapi ide-ide yang terkandung dalam program pengembangan

merupakan suatu proses adaptasi. Dalam masyarakat sendiri terdapat perbedaan

kemampuan menanggapi ide-ide program pengembangan sehingga bermanfaat

untuk perbaikan tingkat kehidupan.

Berbicara tentang respon dalam konteks program pengembangan

masyarakat, maka pembahasannya tidak terlepas dari konsep sikap. Dikatakan

demikian karena dalam program pengembangan masyarakat biasanya terkandung

ide-ide baru, cara-cara baru atau sarana-sarana baru yang disebarkan ke dalam

suatu masyarakat dengan harapan dapat mengubah cara berpikir dan cara

(44)

berlangsung dalam proses dan dapat diamati dalam perubahan sikap yaitu keadaan

mental yang mendahului terjadinya tindakan-tindakan atau tanggapan (respon).

Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang terhadap

obyek-obyek tertentu seperti pesan atau situasi-situasi lain (Gerungan, 1987).

Dengan kata lain, bagaimana respon seseorang terhadap sesuatu dapat

terobservasi dalam sikapnya. Sikap seseorang merujuk pada tingkat partisipasinya

dalam suatu situasi, dalam hal ini yakni program pengembangan masyarakat.

Sikap positif mengarahkan seseorang pada partisipasi aktifnya dalam program

tersebut, sedangkan sikap negatif cenderung mengarahkan seseorang untuk

berpartisipasi pasif atau tidak berkeinginan untuk berpartisipasi dalam program

yang diselenggarakan. Sikap-sikap tersebut mencerminkan perbedaan tingkat

partisipasi seseorang dalam suatu program. Lebih lanjut, diperlukan suatu

pemberdayaan untuk menindaklanjuti adanya tingkat partisipasi yang berbeda dari

seseorang.

Demikian juga bagaimana respon masyarakat nelayan terhadap

program-program pengembangan baik yang datang dari pemerintah maupun swasta akan

terlihat dalam perubahan sikap. Biasanya suatu program yang berorientasi kepada

aspirasi masyarakat akan menghasilkan respon positif yang terwujud dalam

perubahan sikap yakni meninggalkan cara-cara lama dan menggunakan cara-cara

baru. Individu yang memiliki respon positif dapat dikategorikan sebagai individu

yang mampu memanfaatkan program pengembangan sehingga pada gilirannya

berpengaruh terhadap kehidupan.

Sebagian besar masyarakat nelayan di Indonesia masih menggunakan

(45)

mutu kehidupan mereka masih rendah. Karena itu, Sejak Pelita I pemerintah

sudah berusaha mengintrodusir program-program pengembangan masyarakat

nelayan. Secara umum program-program pengembangan terbagi atas program

ekonomi dan program kesejahteraan rakyat (Kesra). Program bidang ekonomi

terkait kepada upaya peningkatan pendapatan masyarakat seperti pemberian

kredit, penyuluhan pengembangan usaha, pengadaan fasilitas pemasaran produksi.

Sedangkan program Kesra antara lain program kependudukan, pendidikan,

kesehatan dan lingkungan. Kedua program diarahkan kepada peningkatan kualitas

masyarakat semua lapisan bukan hanya lapisan atas.

Demikian pula masyarakat nelayan yang relatif masih miskin dan

terbelakang, sudah diperkenalkan program-program dari pemerintah maupun

swasta. Misalnya di bidang ekonomi, antara lain program pemberian kredit usaha

penangkapan ikan (motorisasi), Pembangunan Pusat Pendaratan Ikan (PPI),

Tempat Pelelangan Ikan (TPI), pengembangan organisasi koperasi (KUD Mina).

Di bidang Kesra, pemerintah berusaha meningkatkan mutu kehidupan masyarakat

dengan program perumahan nelayan, fasilitas pendidikan, kesehatan dan KB.

Memang program tersebut bersifat top down, namun potensi dan aspirasi

masyarakat lokal diharapkan dapat berkembang dengan program yang pada

mulanya berasal dari atas. Dalam kenyataan, tidak jarang program-program

tersebut masih hanya meningkatkan pendapatan dan mutu hidup hidup lapisan

atas.

Jangkauan program pembangunan yang belum ke seluruh lapisan

masyarakat antara lain dapat disebabkan karena dalam pelaksanaan modernisasi di

(46)

jarang nilai-nilai baru yang terkandung dalam teknologi kurang sesuai dengan

kondisi sosial budaya masyarakat dan anggapan masyarakat desa adalah

homogen. Demikian juga kebiasaan-kebiasaan dan pola berpikir yang diharapkan

dari masyarakat sebagai faktor pendukung modernisasi, tidak jarang diabaikan

begitu saja. Sajogyo (1974) menyebutkan modernisasi teknologi pertanian dengan

program Bismas ke pedesaan akan berhadapan dengan masalah perkembangan

lembaga-lembaga sosial dan struktur pemilikan lahan yang timpang. Demikian

juga program KB tidak mampu mengurangi rata-rata jumlah anak jika dalam

memasyarakatkan norma-norma keluarga berencana kurang memperhatikan

nilai-nilai sosial budaya masyarakat (Ginting, 1986).

Berlangsungnya modernisasi melalui program pembangunan pedesaan,

tidak terlepas dengan struktur sosial ekonomi masyarakat. Dalam beberapa kasus

di negara berkembang, modernisasi terlalu menekankan aspek fisik, sedangkan

aspek mental masih terabaikan (Dube, 1985) sehingga kalaupun program

modernisasi berhasil meningkatkan pendapatan, namun yang paling menikmati

adalah lapisan atas desa.

Karena terlalu menekankan aspek teknis dalam pelaksanaan modernisasi,

banyak proyek-proyek pembangunan di negara-negara berkembang tidak

mencapai sasaran kepentingan lapisan miskin. Hal ini disebabkan,

program-program yang dilaksanakan kurang memperhitungkan partisipasi masyarakat baik

dalam tingkat perencanaan maupun pelaksanaan (Chambers, 1988). Hal yang

sama terjadi pada pengalaman pelaksanaan program pembangunan di Negara

berkembang dimana kondisi sosial budaya masyarakat miskin luput dari program

(47)

Fakta-fakta di negara berkembang menunjukkan kurangnya pemahaman

terhadap struktur sosial yang mendalam akibat strategi pembangunan yang

mengejar pertumbuhan maka pembangunan desa kurang berhasil menyentuh

kepentingan lapisan miskin pedesaan. Dalam perkembangan selanjutnya,

pengertian pembangunan desa makin diperluas bukan terbatas pada arti sempit

yakni proses penyebaran teknologi pertanian saja atau memodernkan struktur

sosial tradisionil menjadi struktur sosial modern melalui hubungannya dengan

unsur-unsur dari luar sehingga silkap-sikapbaru dan keterampilan-keterampilan

baru dapat disebarkan.

Di samping itu, pengembangan pedesaan harus ditinjau pada cakupan

yang lebih luas bukan hanya aspek teknis, sosial dan kultural, tapi juga aspek

politik dan kebijaksanaan lainnya. Karenanya ia mengartikan dinamika pedesaan

merupakan proses yang membawa peningkatan kemampuan penduduk pedesaan

untuk menguasai lingkungan sosialnya disertai peningkatan taraf hidup sebagai

akibat penguasaan lingkungan sosial tersebut. Dinamika pedesaan dapat dilihat

dari indikator proses pengembangan kemandirian masyarakat dan peningkatan

pendapatan bukan hanya terbatas pada kelompok kuat, tapi merata diantara

penduduk.

Dalam hubungannya dengan program modernisasi alat penangkap ikan

nelayan, dimensi sosial budaya sangat besar peranannya. Artinya masyarakat

sebagai kelompok intervensi harus ditempatkan sebagai sumber informasi

penyusunan rencana program dan pelaksana program. Dengan keterlibatan

masyarakat dari tahap awal perencanaan, akan mendorong partisipasi dan

(48)

Richard B. Polnac dalam Cernea, 1988 melaporkan, pola tempat

tinggal, keterasingan sosial, tingkat pendidikan, pembagian tenaga kerja

merupakan aspek sosial budaya yang harus diperhitungkan dalam merancang

suatu program pada masyarakat nelayan. Dengan demikian rekayasa sosial dan

perubahan-perubahan yang diharapkan dari suatu program, sesuai dengan kondisi

sosial budaya nelayan

Beberapa faktor sosial budaya yang berkaitan erat dengan program

perbaikan sosial ekonomi lapisan miskin antara lain ;

1. Pola budaya yakni bagaimana sistem kekerabatan masyarakat yang menjadi

sasaran program seperti garis keturunan apakah patrilinial, matrilineal atau

bilinial. Pola ini memberikan gambaran siapa yang mengambil keputusan

dalam tingkat rumah tangga dan bagaimana keterlibatan perempuan dalam

ekonomi rumah tangga. Dalam tanggapan terhadap buku Penny, Kemiskinan

dan Sistem Pasar, Mangkuprawira (1986) menyebutkan, kaum Perempuan

paling menderita dalam situasi keluarga yang miskin.

2. Kebutuhan masyarakat berdasarkan prioritas masyarakat itu sendiri karena

suatu program akan lebih berhasil pelaksanaannya jika mampu menangkap

kebutuhan masyarakat yang paling mendesak dan pelaksanaannya

diadaptasikan dengan kebiasaan-kebiasaan lokal. Misalnya, sikap terhadap

terhadap teknologi penangkap ikan yang baru sangat ditentukan pola

hubungan kerja antara awak perahu. Karena teknologi baru menghilangkan

kesempatan kerja kaum kerabat, maka nelayan enggan mengikuti program

motorisasi (Polnac dalam Cernea, 1988). Penyaluran kredit yang hanya

(49)

pedesaan hanya menjangkau rumahtangga pedagang, sedangkan rumah tangga

miskin sulit dijangkau oleh lembaga perkreditan formal, semi formal dan non

formal (Tim Program Kredit Pedesaan Yayasan Indonesia Sejahtera, 1988 dan

Mubiarto (ed), 1990).

3. Pandangan masyarakat tentang kehidupan yakni apakah dalam masyarakat

terdapat sifat fatalistik, kurang kerja keras, sifat hemat dan tradisi-tradisi lain

yang menghambat atau mendukung program yang direncanakan.

4. Organisasi sosial seperti koperasi dikelola dengan kondisi sosial budaya lokal.

Masyarakat nelayan tidak terbiasa menyisihkan pendapatan dalam ukuran

setiap bulan (Polnac dalam Cernea, 1988).

Faktor-faktor tersebut di atas akan mempengaruhi integrasi suatu

program kepada masyarakat nelayan. Suatu program dikatakan telah terintegrasi

ke dalam masyarakat jika perubahan-perubahan yang direncanakan dalam

kenyataan dapat berhasil dan tidak menimbulkan masalah baru (Niehoff, 1976).

Artinya program tersebut dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat yang terkena

program dan bukan menimbulkan proses kemiskinan pada sebagian lapisan

masyarakat.

Dari beberapa hasil penelitian yang diuraikan dalam tinjauan teoritis di

atas, terungkap bahwa masuknya program pembangunan di bidang ekonomi dan

Kesra, ternyata mendapat respon (kemampuan memanfaatkan) yang berbeda

antara rumahtangga nelayan lapisan atas (SEE Tinggi) dan lapisan bahwa (SEE

rendah). Hal ini berhubungan dengan beberapa faktor yakni pelaksanaan program

penyaluran kredit dan motorisasi alat penangkapan ikan belum merata, serta

(50)

mengendalian jumlah anggota keluarga. Berbagai faktor tersebut terkait erat

dengan aspek sosial budaya yang terdapat dalam setiap rumah tangga. Misalnya

kredit dari pemerintah dianggap bantuan cuma-cuma, anak dianggap sebagai

jaminan hari tua, kegiatan seremonial dengan mengkonsumsi barang dan makanan

yang menjurus kepada pola hidup konsumtif.

Faktor sosial budaya tersebut juga mempengaruhui respon terhadap

rumah tangga nelayan terhadap program-program yang ada sehingga pada

gilirannya rumah tangga yang memiliki faktor sosial budaya yang mendukung,

akan mampu meningkatkan pendapatan sehingga tidak tergolong ke dalam rumah

tangga miskin yang diukur secara absolut. Namun ukuran kemiskinan menurut

perspektif lokal juga akan dilakukan sebagai pembandingan ukuran absolut

tersebut.

Kemiskinan absolut maupun relatif dapat disebabkan berbagai macam

faktor, namun dalam penelitian ini dibatasi pada faktor struktur kegiatan produksi

dan pemasaran serta faktor mental atau budaya lokal. Struktur kegiatan produksi

dan pemasaran yang menyebabkan kemiskinan tampak dari munculnya pola

hubungan patron klien yang bersifat eksploitatif. Misalnya pinjaman yang

diberikan tauke kepada nelayan. Hanya sebatas keperluan melaut, sedangkan

proteksi tauke terhadap kebutuhan rumahtangga yang mendesak semakin

berkurang sehingga nelayan terpaksa berhubungan dengan rentenir. Aspek sosial

budaya yang menyebabkan kemiskinan, tampak pada pola-pola hidup rumah

tangga yang konsumtif pada musim ikan, belum menggunakan waktu luang untuk

(51)

Untuk mengoperasionalisasikan faktor-faktor yang ingin dilihat

hubungannya secara kualitatif maka perlu dibuat ukuran operasional sebagai

berikut :

Status Sosial Ekonomi adalah kedudukan yang membedakan nelayan

atas pemilikan alat produksi, sawah, warung, rumah (permanen, semi permanen,

darurat), status isteri (bekerja atau tidak bekerja) kedudukan dalam kegiatan

menangkap ikan (juragan, pelempar jaring). Berdasarkan ukuran itu dapat

ditentukan mana rumah tangga nelayan yang dikategorikan memiliki status sosial

ekonomi (SSE) rendah dan rumahtangga nelayan yang mempunyai SSE tinggi.

Ukuran SSE itu adalah : memiliki perahu motor dengan usaha sendiri,

memiliki perahu motor karena kredit, memiliki perahu dayung, mengoperasikan

perahu milik tauke, tidak memiliki perahu, memiliki sawah di luar dusun,

memiliki warung, tidak memiliki warung, rumah permanen, rumah semi

permanen, rumah darurat, isteri bekerja menambah nafkah keluarga, isteri tidak

bekerja, juragan, pelempar jaring.

Sedangkan Program-Program Pembangunan adalah program di bidang ekonomi dan Kesra yang ada di lokasi penelitian. Program di bidang ekonomi

adalah program yang berupaya meningkatkan pendapatan rumah tangga

masyarakat nelayan. Dalam hal ini, program yang dimaksud adalah : kredit usaha

dari KUD dan BRI . Program di bidang Kesra adalah program pemerintah yang

berhubungan dengan peningkatan mutu kehidupan masyarakat nelayan yakni

pembangunan fasilitas pendidikan, kesehatan dan Keluarga Berencana (KB).

Tingkat respon terhadap program pembangunan bidang ekonomi dan

(52)

manfaat dari program pembangunan. Ukuran yang digunakan untuk mengukur

respon terhadap program pembangunan bidang ekonomi dan Kesra adalah

pemanfaatan Puskesmas (berobat ke Puskesmas, berobat di luar Puskesmas),

pemanfaatan fasilitas Sekolah Dasar yang di bangun pemerintah (menyekolahkan

anak di SD desa, tidak menyekolahkan anak), pengetahuan dan sikap terhadap

program KB (pernah mendengar program KB, setuju dan menggunakan alat

kontrasepsi, pernah mendengar program KB, tidak setuju, frekuensi mendapat

kredit (pernah mendapat kredit dan tidak pernah mendapat kredit). Ukurannya

adalah : berobat ke Puskesmas, berobat di luar Puskesmas, menyekolahkan anak

di SD Desa, tidak menyekolahkan anak, pernah dengar KB, setuju dan

menggunakan alat kontrasepsi, pernah dengar KB, setuju, tidak menggunakan alat

Kontrasepsi, pernah dengar KB, tidak setuju, tidak pernah dengar KB, pernah

mendapat kredit, tidak pernah mendapatkan kredit, pernah mohon kredit dan

berhasil, pernah memohon kredit dan tidak berhasil, tidak pernah memohon

kredit.

Tingkat Kesenjangan Sosial adalah perbedaan sosial antara nelayan

lapisan atas dan nelayan lapisan bawah berdasarkan jarak sosial (sikap

tolong-menolong dan sikap bermusuhan dengan tetangga). Ukuran yang digunakan untuk

menentukan sikap tolong-menolong adalah sikap yang dilakukan pada saat

tetangga mengalami kesusahan (membantu dalam bentuk : uang, tenaga,

kesempatan kerja atau tidak menolong). Ukuran sikap bermusuhan adalah

pengalaman bertengkar dengan tetangga (bertengkar karena pinjaman tidak

Gambar

Gambar 1.  Alur Kerja Analisis Gender (Gender Analysis Pathway (GAP))
Tabel 1.  Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Desa Meskom Tahun 2002
Tabel 2.  Jumlah Penduduk Desa Meskom menurut kelompok Umur dan Jenis Kelamin  Tahun 2002
Tabel 3.  Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Ke atas menurut jenis Kegiatan                 di Desa Meskom Tahun 2002
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan itu, pembangunan perisian pembelajaran berbantukan komputer (PBK) dalam tajuk proses menjahit – kelim berdasarkan sukatan pelajaran Asas Pakaian

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1) Lama reaksi transesterifikasi memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap nilai

kekurangan dana. Anggota kemudian meminta pada BMT agar membiayai pembelian barang tersebut dan bersedia menebusnya pada saat barang diterima. Harga jual pada

(A) Pemanfaatan teknik biologi dan fisika untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi kepentingan manusia dalam bidang kesehatan.. (B) Pemanfaatan organisme atau bahan

Subjective well-being (kesejahteraan subjektif) dan kepuasan kerja pada Staf Pengajar (Dosen) di Lingkungan Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro.. Prosedur penelitian

Kunci dan pembahasan soal ini bisa dilihat di www.zenius.net dengan memasukkan kode 1434 ke

[r]

Skripsi ini saya persembahkan untuk orang- orang yang sangat berarti dalam hidup saya selalu mendukung dan membantu.. saya dalam menyelesaikan skripsi