UPAYA PENINGKATAN PARTISIPASI PEREMPUAN
DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT NELAYAN
(Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau)T. NAZLAH KHAIRATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
T. NAZLAH KHAIRATI. Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan Dalam Program Pengembangan Masyarakat Nelayan (Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau). Dibimbing oleh TITIK SUMARTI dan DJUARA P. LUBIS.
Rencana Aksi Pembangunan Berkelanjutan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia (1998) dinyatakan bahwa perempuan memainkan peranan penting dalam pembangunan pesisir dan lautan. Kegiatan-kegiatan mereka meliputi urusan yang berkaitan dengan sandang dan pangan keluarga, serta menambah pendapatan keluarga melalui kegiatan-kegiatan antara lain (1) penangkapan di daerah intertidal dan perairan dangkal; (2) pembuatan dan perbaikan jaring penangkapan ikan; (3) budidaya ikan; (4) pengolahan ikan; (5) penjualan dan (6) kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pemasaran hasil tangkapan. Di daerah pedesaan Indonesia, perempuan pada keluarga miskin, terbiasa melakukan kerja produktif dan tetap bertanggungjawab pada kerja reproduktif serta kegiatan sosial (antara lain PKK dan Posyandu), sedangkan pria bergerak dikegiatan atau bidang ekonomi (KUD dan Kelompok Nelayan). Hal ini mengesankan bahwa intervensi instansi sektoral yang bermuatan ekonomi tampaknya lebih memilih pria sebagai golongan sasaran, sementara perempuan hanya akses terhadap lembaga-lembaga ekonomi informal seperti kegiatan arisan. Hal ini terlihat dari banyaknya aktivitas perempuan yang melakukan kegiatan-kegiatan sosial yang tidak berorientasi ekonomi.
Masalah utama dalam kajian ini adalah bagaimanakah partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat nelayan di Desa Meskom Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengkalis, Riau yang merupakan salah satu desa pantai potensial dengan keberagaman etnik dan pola penguasaan asset dengan tingkat ketergantungan yang tinggi pada tauke serta pola pemukiman yang erat kaitannya dengan faktor ekologi,sosial, budaya maupun ekonomi.
Tujuan spesifik dari kajian ini adalah : a) Untuk memberi gambaran komprehensif situasi sosial Desa Meskom Kabupaten Bengkalis (peta sosial Desa Meskom); b) Untuk dapat memberikan gambaran yang bersifat evaluatif terhadap berbagai kegiatan dalam program pengembangan masyarakat yang sudah pernah diintrodusir di Desa Meskom; c) Untuk dapat mengetahui bagaimana partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom, Bengkalis Riau; d) Untuk menyusun program partisipasi perempuan dalam pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom.
kepentingan. Bagi golongan perempuan muda dan remaja memiliki norma-norma maupun nilai-nilai yang mengutamakan kepentingan aspek ekonomi dari aspek-aspek lainnya sehingga melahirkan rasa solidaritas yang memperhitungkan untung atau rugi.
Secara umum, perempuan dalam masyarakat nelayan memiliki karakteristik yang secara eksplisit menunjukkan suatu ketimpangan gender. Hal ini tampak dari beberapa aspek meliputi pekerjaan, tingkat pendidikan, akses kelembagaan dan kepemilikan aset produksi dan kegiatan pemasaran hasil. Kondisi tersebut terkait dengan kultu sosial budaya setempat dimana kultur Budaya Melayu menempatkan posisi laki-laki diatas perempuan, sehingga golongan laki-laki tampak mendominasi berbagai pengambilan keputusan baik dalam sektor domestik maupun publik.
Pada dasarnya, program pengembangan masyarakat di Desa Meskom yang telah dilaksanakan tidak berperspektif gender, sama sekali tidak secara spesifik ditujukan untuk mengembangkan potensi golongan perempuan di Desa Meskom. Peserta program secara dominan adalah para laki-laki nelayan dalam posisi mereka sebagai kepala rumah tangga (sebagai suami), sehingga istri-istri mereka tidak dilibatkan secara aktif dalam program. Golongan perempuan cukup diharapkan dalam membantu suaminya dalam melaksanakan program. Hal ini dikarenakan program pengembangan masyarakat nelayan di Desa Meskom secara dominan ditujukan untuk para laki-laki sebagai pencari nafkah utama yang bekerja melaut.
Untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau harus dilakukan pola pendekatan dari arus bawah bottom-up atau inisiatif yang berasal dari masyarakat sendiri ditambah dengan input dari pemerintah atau swasta melalui bantuan teknis. Perbaikan terhadap pola pengembangan masyarakat nelayan juga dapat dilakukan melalui partisipasi Perempuan dengan melakukan perbaikan melalui peningkatan peran stakeholder baik di sektor publik maupun privat serta sektor komunitas.
© Hak cipta milik T.Nazlah Khairati, tahun 2005 Hak cipta dilindungi
UPAYA PENINGKATAN PARTISIPASI PEREMPUAN
DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT NELAYAN
(Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau)
T. NAZLAH KHAIRATI
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional
pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tugas Akhir : Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan Dalam Program Pengembangan Masyarakat Nelayan
(Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau)
Nama : T. Nazlah Khairati
NIM : A 015010305
Program Studi : Pengembangan Masyarakat
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Titik Sumarti, MC, MS Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Ketua Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Prof. Dr. I r. Syafrida Manuwoto, M.Sc
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Selatpanjang, salah satu kota kecamatan yang terdapat di
Kabupaten Bengkalis, Propinsi Riau, pada tanggal 5 Mei 1964. Merupakan anak
keempat dari lima bersaudara. Ebah bernama T. A. Rahman (almarhum) dan
Emak bernama T. Fakhriah yang juga telah berpulang kerahmatullah.
Pendidikan dasar diselesaikan di SDN 002 Selatpanjang tahun 1977.
Begitu juga dengan pendidikan menengah pertama ditamatkan pada tahun 1980 di
MTsN Selatpanjang. Sedangkan untuk pendidikan menengah atas, penulis
memasuki Lembaga Formal Pendidikan Islam (MAN Selatpanjang) tahun 1980
hingga berakhir tahun 1983.
Dari tahun 1983 sampai dengan tahun 1988, penulis kuliah di Universitas
Riau, pada jurusan Ilmu Administrasi Pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP UNRI) Pekanbaru Riau tersebut. Setelah tamat, alhamdulillah,
pada tahun 1988-1989 penulis diterima sebagai tenaga guru honor di SMEA
Negeri Selatpanjang, kemudian mengabdi di tanah kelahiran sendiri sebagai guru
Aliyah Selatpanjang (1990-1997), Wakil Kepala Aliyah Selatpanjang (1997-1998)
hingga dapat menduduki jabatan Kepala Sekolah Aliyah Selatpanjang dari tahun
1998 sampai dengan tahun 1999.
Sedangkan pengalaman dalam berorganisasi berturut-turut menduduki
jabatan sebagai : Wakil Ketua Aisyah Selatpanjang tahun 1980-1985, Ketua
Nasyiatul Aisyah Selatpanjang (1988-1990), Wakil Ketua IMM Riau
(1985-1988), Wakil Bendahara DPW PPP Riau (1985-1990), Wakil Ketua WPP Riau
(1990-1995), Bendahara DPC PPP Bengkalis (1995-1998), Wakil Ketua DPC
PPP Bengkalis (1999-2003), Ketua IKBD DPRD Bengkalis (1999-2003), Ketua
PD Parmusi Kabupaten Bengkalis (2003-sekarang) dan terakhir sebagai Ketua
DPC PPP Kabupaten Bengkalis mulai tahun 2003 hingga tahun 2006.
Pada hari Sabtu, tanggal 10 Syawal 1411 H, bertepatan dengan tanggal 5
Mei 1990 M, penulis menikah dengan H. T. Effendi, BA bin T. Syarif (Mak
Mertua bernama T. Thalha-almarhum) di Selatpanjang. Baru pada tanggal 13
Februari 1991 di Selatpanjang, penulis dianugerahi oleh Allah SWT seorang putri
dengan T. Fariqul Haq. Sekarang penulis berdomisili Jalan Gatot Subroto Gang
Budiman Kelurahan Rimba Sekampung, Bengkalis, Riau. Demikian riwayat
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan kekuatan, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan kajian
pengembangan masyarakat dengan judul : Upaya Peningkatan Perempuan dalam
Pengembangan Masyarakat Nelayan (Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan
Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau) dapat dirampungkan dengan
sebaik-baiknya.
Kajian pengembangan masyarakat ini merupakan kelanjutan dan sari dari
Praktek Lapang I (Peta Sosial Desa Meskom) dan Praktek Lapang II (dua) yang
lebih memfokuskan kegiatan ilmiah ke arah interpretasi, analisis dan evaluasi
program pengembangan masyarakat di Desa Meskom tersebut, yang dilakukan
pada tanggal 14 September sampai dengan 29 Oktober 2002 yang lalu.
Sebenarnya amat berat bagi penulis dalam menyelesaikan kajian ilmiah
ini, karena berhubungan dengan waktu, keadaan dan pekerjaan penulis sebagai
Wakil Ketua DPRD Bengkalis yang sangat menyita waktu panjang dan harus
rutinitas melakukan pekerjaan. Akan tetapi berkat dorongan, bantuan dan
bimbingan yang luar biasa yang diberikan oleh ketua dan anggota komisi
pembimbing yang memang telah ditunjuk untuk itu, partisipasi keluarga dan
teman-teman pada penulis, maka kajian ini dapat terealisasi sebagaimana
mestinya.
Untuk itu penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan
terimakasih kepada :
1. Dr. Ir. Titik Sumarti, MC, MS selaku ketua komisi pembimbing.
2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis MS selaku anggota komisi pembimbing.
Ucapan terimakasih juga penulis ukirkan setulus-tulusnya dan rasa
hormat setinggi-tingginya, pada kesempatan yang paling bergengsi dan penuh
bersejarah ini, kepada :
1. Ibunda tercinta T. Fakhriah (almarhumah) dan Ayahanda tersayang T. A.
Rahman (almarhum) yang telah rela, ikhlas dan bersusah payah
membesarkan anakmu ini. Bersama ini juga iringan do’a penulis
kepangkuan Allah SWT, semoga Allah menerima mereka berdua
disisi-Nya, amin.
2. Suamiku H. T. Effendi, BA, anakku T. Natasya Ilma dan T. Fariqul Haq,
Ayah dan Mak Mertuaku T. Syarif dan T. Thalha (almarhumah) yang tak
dapat ku lupakan kebaikan dan perhatiannya. Semuanya sebagai motivasi
dan memberi inpirasi kuat pada penulis dalam menyelesaikan kajian agung
ini.
3. Teramat khusus penulis sampaikan buat sahabat/teman seperjuangan dan
para dosen yang telah sudi menitip, menanam dan menstransferkan ilmu
pengetahuannya kepada penulis, yang tak dapat penulis sebutkan namanya
satu persatu pada kesempatan ini, semoga kebajikan ilmiah ini berbuah,
berguna dan dapat penulis terapkan untuk pengembangan dan
kemasylahatan masyarakat.
Akhirnya, penulis sangat menyadari bahwa meskipun diupayakan
semaksimal mungkin, kajian ilmiah ini masih jauh dari harapan banyak orang dan
kalangan. Disana-sini masih kelihatan kelemahan dan kekurangannya, olehkarena
itu, kritik dan saran sangat diharapkan.
Bengkalis, Desember 2005
UPAYA PENINGKATAN PARTISIPASI PEREMPUAN
DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT NELAYAN
(Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau)T. NAZLAH KHAIRATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
T. NAZLAH KHAIRATI. Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan Dalam Program Pengembangan Masyarakat Nelayan (Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau). Dibimbing oleh TITIK SUMARTI dan DJUARA P. LUBIS.
Rencana Aksi Pembangunan Berkelanjutan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia (1998) dinyatakan bahwa perempuan memainkan peranan penting dalam pembangunan pesisir dan lautan. Kegiatan-kegiatan mereka meliputi urusan yang berkaitan dengan sandang dan pangan keluarga, serta menambah pendapatan keluarga melalui kegiatan-kegiatan antara lain (1) penangkapan di daerah intertidal dan perairan dangkal; (2) pembuatan dan perbaikan jaring penangkapan ikan; (3) budidaya ikan; (4) pengolahan ikan; (5) penjualan dan (6) kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pemasaran hasil tangkapan. Di daerah pedesaan Indonesia, perempuan pada keluarga miskin, terbiasa melakukan kerja produktif dan tetap bertanggungjawab pada kerja reproduktif serta kegiatan sosial (antara lain PKK dan Posyandu), sedangkan pria bergerak dikegiatan atau bidang ekonomi (KUD dan Kelompok Nelayan). Hal ini mengesankan bahwa intervensi instansi sektoral yang bermuatan ekonomi tampaknya lebih memilih pria sebagai golongan sasaran, sementara perempuan hanya akses terhadap lembaga-lembaga ekonomi informal seperti kegiatan arisan. Hal ini terlihat dari banyaknya aktivitas perempuan yang melakukan kegiatan-kegiatan sosial yang tidak berorientasi ekonomi.
Masalah utama dalam kajian ini adalah bagaimanakah partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat nelayan di Desa Meskom Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengkalis, Riau yang merupakan salah satu desa pantai potensial dengan keberagaman etnik dan pola penguasaan asset dengan tingkat ketergantungan yang tinggi pada tauke serta pola pemukiman yang erat kaitannya dengan faktor ekologi,sosial, budaya maupun ekonomi.
Tujuan spesifik dari kajian ini adalah : a) Untuk memberi gambaran komprehensif situasi sosial Desa Meskom Kabupaten Bengkalis (peta sosial Desa Meskom); b) Untuk dapat memberikan gambaran yang bersifat evaluatif terhadap berbagai kegiatan dalam program pengembangan masyarakat yang sudah pernah diintrodusir di Desa Meskom; c) Untuk dapat mengetahui bagaimana partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom, Bengkalis Riau; d) Untuk menyusun program partisipasi perempuan dalam pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom.
kepentingan. Bagi golongan perempuan muda dan remaja memiliki norma-norma maupun nilai-nilai yang mengutamakan kepentingan aspek ekonomi dari aspek-aspek lainnya sehingga melahirkan rasa solidaritas yang memperhitungkan untung atau rugi.
Secara umum, perempuan dalam masyarakat nelayan memiliki karakteristik yang secara eksplisit menunjukkan suatu ketimpangan gender. Hal ini tampak dari beberapa aspek meliputi pekerjaan, tingkat pendidikan, akses kelembagaan dan kepemilikan aset produksi dan kegiatan pemasaran hasil. Kondisi tersebut terkait dengan kultu sosial budaya setempat dimana kultur Budaya Melayu menempatkan posisi laki-laki diatas perempuan, sehingga golongan laki-laki tampak mendominasi berbagai pengambilan keputusan baik dalam sektor domestik maupun publik.
Pada dasarnya, program pengembangan masyarakat di Desa Meskom yang telah dilaksanakan tidak berperspektif gender, sama sekali tidak secara spesifik ditujukan untuk mengembangkan potensi golongan perempuan di Desa Meskom. Peserta program secara dominan adalah para laki-laki nelayan dalam posisi mereka sebagai kepala rumah tangga (sebagai suami), sehingga istri-istri mereka tidak dilibatkan secara aktif dalam program. Golongan perempuan cukup diharapkan dalam membantu suaminya dalam melaksanakan program. Hal ini dikarenakan program pengembangan masyarakat nelayan di Desa Meskom secara dominan ditujukan untuk para laki-laki sebagai pencari nafkah utama yang bekerja melaut.
Untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau harus dilakukan pola pendekatan dari arus bawah bottom-up atau inisiatif yang berasal dari masyarakat sendiri ditambah dengan input dari pemerintah atau swasta melalui bantuan teknis. Perbaikan terhadap pola pengembangan masyarakat nelayan juga dapat dilakukan melalui partisipasi Perempuan dengan melakukan perbaikan melalui peningkatan peran stakeholder baik di sektor publik maupun privat serta sektor komunitas.
© Hak cipta milik T.Nazlah Khairati, tahun 2005 Hak cipta dilindungi
UPAYA PENINGKATAN PARTISIPASI PEREMPUAN
DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT NELAYAN
(Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau)
T. NAZLAH KHAIRATI
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional
pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tugas Akhir : Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan Dalam Program Pengembangan Masyarakat Nelayan
(Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau)
Nama : T. Nazlah Khairati
NIM : A 015010305
Program Studi : Pengembangan Masyarakat
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Titik Sumarti, MC, MS Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Ketua Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Prof. Dr. I r. Syafrida Manuwoto, M.Sc
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Selatpanjang, salah satu kota kecamatan yang terdapat di
Kabupaten Bengkalis, Propinsi Riau, pada tanggal 5 Mei 1964. Merupakan anak
keempat dari lima bersaudara. Ebah bernama T. A. Rahman (almarhum) dan
Emak bernama T. Fakhriah yang juga telah berpulang kerahmatullah.
Pendidikan dasar diselesaikan di SDN 002 Selatpanjang tahun 1977.
Begitu juga dengan pendidikan menengah pertama ditamatkan pada tahun 1980 di
MTsN Selatpanjang. Sedangkan untuk pendidikan menengah atas, penulis
memasuki Lembaga Formal Pendidikan Islam (MAN Selatpanjang) tahun 1980
hingga berakhir tahun 1983.
Dari tahun 1983 sampai dengan tahun 1988, penulis kuliah di Universitas
Riau, pada jurusan Ilmu Administrasi Pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP UNRI) Pekanbaru Riau tersebut. Setelah tamat, alhamdulillah,
pada tahun 1988-1989 penulis diterima sebagai tenaga guru honor di SMEA
Negeri Selatpanjang, kemudian mengabdi di tanah kelahiran sendiri sebagai guru
Aliyah Selatpanjang (1990-1997), Wakil Kepala Aliyah Selatpanjang (1997-1998)
hingga dapat menduduki jabatan Kepala Sekolah Aliyah Selatpanjang dari tahun
1998 sampai dengan tahun 1999.
Sedangkan pengalaman dalam berorganisasi berturut-turut menduduki
jabatan sebagai : Wakil Ketua Aisyah Selatpanjang tahun 1980-1985, Ketua
Nasyiatul Aisyah Selatpanjang (1988-1990), Wakil Ketua IMM Riau
(1985-1988), Wakil Bendahara DPW PPP Riau (1985-1990), Wakil Ketua WPP Riau
(1990-1995), Bendahara DPC PPP Bengkalis (1995-1998), Wakil Ketua DPC
PPP Bengkalis (1999-2003), Ketua IKBD DPRD Bengkalis (1999-2003), Ketua
PD Parmusi Kabupaten Bengkalis (2003-sekarang) dan terakhir sebagai Ketua
DPC PPP Kabupaten Bengkalis mulai tahun 2003 hingga tahun 2006.
Pada hari Sabtu, tanggal 10 Syawal 1411 H, bertepatan dengan tanggal 5
Mei 1990 M, penulis menikah dengan H. T. Effendi, BA bin T. Syarif (Mak
Mertua bernama T. Thalha-almarhum) di Selatpanjang. Baru pada tanggal 13
Februari 1991 di Selatpanjang, penulis dianugerahi oleh Allah SWT seorang putri
dengan T. Fariqul Haq. Sekarang penulis berdomisili Jalan Gatot Subroto Gang
Budiman Kelurahan Rimba Sekampung, Bengkalis, Riau. Demikian riwayat
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan kekuatan, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan kajian
pengembangan masyarakat dengan judul : Upaya Peningkatan Perempuan dalam
Pengembangan Masyarakat Nelayan (Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan
Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau) dapat dirampungkan dengan
sebaik-baiknya.
Kajian pengembangan masyarakat ini merupakan kelanjutan dan sari dari
Praktek Lapang I (Peta Sosial Desa Meskom) dan Praktek Lapang II (dua) yang
lebih memfokuskan kegiatan ilmiah ke arah interpretasi, analisis dan evaluasi
program pengembangan masyarakat di Desa Meskom tersebut, yang dilakukan
pada tanggal 14 September sampai dengan 29 Oktober 2002 yang lalu.
Sebenarnya amat berat bagi penulis dalam menyelesaikan kajian ilmiah
ini, karena berhubungan dengan waktu, keadaan dan pekerjaan penulis sebagai
Wakil Ketua DPRD Bengkalis yang sangat menyita waktu panjang dan harus
rutinitas melakukan pekerjaan. Akan tetapi berkat dorongan, bantuan dan
bimbingan yang luar biasa yang diberikan oleh ketua dan anggota komisi
pembimbing yang memang telah ditunjuk untuk itu, partisipasi keluarga dan
teman-teman pada penulis, maka kajian ini dapat terealisasi sebagaimana
mestinya.
Untuk itu penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan
terimakasih kepada :
1. Dr. Ir. Titik Sumarti, MC, MS selaku ketua komisi pembimbing.
2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis MS selaku anggota komisi pembimbing.
Ucapan terimakasih juga penulis ukirkan setulus-tulusnya dan rasa
hormat setinggi-tingginya, pada kesempatan yang paling bergengsi dan penuh
bersejarah ini, kepada :
1. Ibunda tercinta T. Fakhriah (almarhumah) dan Ayahanda tersayang T. A.
Rahman (almarhum) yang telah rela, ikhlas dan bersusah payah
membesarkan anakmu ini. Bersama ini juga iringan do’a penulis
kepangkuan Allah SWT, semoga Allah menerima mereka berdua
disisi-Nya, amin.
2. Suamiku H. T. Effendi, BA, anakku T. Natasya Ilma dan T. Fariqul Haq,
Ayah dan Mak Mertuaku T. Syarif dan T. Thalha (almarhumah) yang tak
dapat ku lupakan kebaikan dan perhatiannya. Semuanya sebagai motivasi
dan memberi inpirasi kuat pada penulis dalam menyelesaikan kajian agung
ini.
3. Teramat khusus penulis sampaikan buat sahabat/teman seperjuangan dan
para dosen yang telah sudi menitip, menanam dan menstransferkan ilmu
pengetahuannya kepada penulis, yang tak dapat penulis sebutkan namanya
satu persatu pada kesempatan ini, semoga kebajikan ilmiah ini berbuah,
berguna dan dapat penulis terapkan untuk pengembangan dan
kemasylahatan masyarakat.
Akhirnya, penulis sangat menyadari bahwa meskipun diupayakan
semaksimal mungkin, kajian ilmiah ini masih jauh dari harapan banyak orang dan
kalangan. Disana-sini masih kelihatan kelemahan dan kekurangannya, olehkarena
itu, kritik dan saran sangat diharapkan.
Bengkalis, Desember 2005
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Kajian ... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Konsep Partisipasi ... 6
2.2 Konsep Partisipasi Perempuan dalam Pembangunan Pedesaan ... 7
2.3 Konsep Masyarakat Nelayan ... 11
2.4 Stratifikasi Masyarakat Nelayan ... 12
2.5 Program Pengembangan Masyarakat ... 15
2.6 Kerangka Pemikiran ... 28
BAB III. METODOLOGI KAJIAN ... 30
3.1 Waktu dan Lokasi ... 30
3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 31
3.3 Pengolahan Data ... 32
3.4 Penyusunan Program ... 32
BAB IV. PETA SOSIAL DESA MESKOM ... 35
4.1 Lokasi ... 35
4.2 Pendidikan ... 35
4.3 Kependudukan ... 37
4.5 Struktur Komunitas ... 47
4.6 Organisasi dan Kelembagaan ... 48
4.7 Pengelolaan Sumber Daya Lokal ... 50
4.8 Kedudukan Perempuan di Desa Meskom ... 52
4.9 Ikhtisar ... 53
BAB V. TINJAUAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DESA MESKOM ... 55
5.1 Program Bantuan Jaring ... 55
5.2 Bantuan Peningkatan dan Pengembangan Tambak Udang ... 60
5.3 Ikhtisar ... 65
BAB VI. ANALISIS PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM
PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT ... 67
Karakteristik Perempuan dalam Masyarakat Nelayan
Desa Meskom ... 68
Potensi Partisipasi Komunitas Perempuan dalam Pengembangan
Masyarakat ... 70
Partisipasi dalam Kelembagaan Sosial Informal... 72
6.4 Penyesuaian Diri Perempuan Nelayan ... 73
6.5 Keikutsertaan dalam Perkumpulan Sukarela ... 74
6.6 Kontak Informal dan Pertemuan ... 77
6.7 Solidaritas Komunitas ... 78
6.8 Kepuasan Komunitas ... 79
6.9 Ikhtisar ... 80
BAB VII. PROGRAM PENINGKATAN PARTISIPASI PEREMPUAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT NELAYAN ... 82
7.1 Identifikasi Potensi, Permasalahan dan Kebutuhan Pengembangan
Partisipasi Perempuan ... 83
7.3 Program Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam Pengembangan
Masyarakat Nelayan Desa Meskom ... 88
7.4 Ikhtisar ... 90
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1 Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Desa Meskom Tahun 2002... 36
2 Jumlah Penduduk Desa Meskom menurut kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2002. ... 37
3 Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Ke atas menurut jenis
Kelamin Tahun 2002. ... 39
4 Jumlah Penduduk Desa Meskom menurut Mata Pencaharian
Kelamin Tahun 2002. ... 39
5 Luas Areal Perkebunan dan Jumlah Petani serta Produksi
Desa Meskom Tahun 2002... 41
6 Jumlah Rumahtangga Menurut Status Pekerjaan Nelayan
di Desa Meskom Kelamin Tahun 2002. ... 41
7 Jenis dan Alat Tangkap Yang Dimiliki oleh Nelayan Desa
Meskom Tahun 2002. ... 42
8 Jumlah Dan Jenis Armada Penangkap Ikan Desa Meskom
Menurut Perahu ... 43
9 Produksi Perikanan Kecamatan Bengkalis Tahun 1998-2004 ... 43
10 Jumlah Pendapatan Rumah Tangga Nelayan Desa Meskom
per Tingkat Pendapatan ... 46
11 Organisasi dan Kelembagaan yang ada di Desa Meskom ... 49
12 Sistem Pembagian Kerja Pada Aktivitas Masyarakat
Nelayan Desa Meskom ... 52
13 Identifikasi Masalah Kaum Perempuan di Desa Meskom ... 85
14 Penyusunan Program Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam Program Pengembangan Masyarakat Nelayan ... 91
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1 Alur Kerja Analisis Gender (Gender Analysis Pathway) ... 10
2 Kerangka Pemikiran Kajian Mengenai Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam Program Pengembangan
Masyarakat Nelayan ... 29
3 Alur Kerja Analisis Gender (Gender Analysis Pathway) dalam Kajian Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam
BAB I
P E N D A H U L U A N
1.1 Latar Belakang
Crawford (1998) mengemukakan bahwa program perencanaan,
pengelolaan dan pengembangan masyarakat pesisir (nelayan) secara sistematis
dan terpadu masih merupakan hal baru dalam pembangunan di Indonesia,
mengingat program pengembangan masyarakat nelayan ini baru tercantum dalam
GBHN 1993. Seiring dengan program pengembangan masyarakat nelayan,
dirasakan perlu adanya desentralisasi dan partisipasi masyarakat. Diharapkan
program perencanaan lebih dititikberatkan pada bottom up planning atau proses
dari bawah yang dikombinasikan dengan top down planning atau program
perencanaan dari atas kebawah, dan disesuaikan kepentingan masyarakat
khususnya perempuan.
Dalam Rencana Aksi Pembangunan Berkelanjutan Sumberdaya Pesisir
dan Kelautan Indonesia (1998), dinyatakan bahwa perempuan memainkan
peranan penting dalam sektor pesisir dan lautan. Kegiatan-kegiatan mereka
meliputi urusan yang berkaitan dengan sandang dan pangan keluarga dan
menambah pendapatan keluarga melalui kegiatan-kegiatan antara lain :
pengolahan ikan, penjualan, budidaya ikan, penangkapan di daerah intertidal
dan perairan dangkal, pembuatan dan perbaikan jaring penangkapan ikan dan
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pemasaran hasil tangkapan.
Di daerah pedesaan Indonesia, perempuan pada keluarga miskin, terbiasa
melakukan kerja produktif dan tetap bertanggungjawab pada kerja reproduktif
dikegiatan atau bidang ekonomi (KUD dan Kelompok Nelayan). Hal ini
mengesankan bahwa intervensi instansi sektoral yang bermuatan ekonomi
tampaknya lebih memilih pria sebagai golongan sasaran, sementara perempuan
hanya akses terhadap lembaga-lembaga ekonomi informal seperti kegiatan arisan.
Hal ini terlihat dari banyaknya aktivitas perempuan yang melakukan
kegiatan-kegiatan sosial yang tidak berorientasi ekonomi. Dari berbagai analisis dan
penelitian yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan peranan dan partisipasi
perempuan pada program pengembangan masyarakat nelayan dan pertanian lahan
kering sangat mendominasi. Sondakh (1985), yang mempelajari peranan dan
partisipasi perempuan dari beragam lapisan masyarakat dengan menggunakan
analisis struktural fungsional, juga menunjukkan data yang mendukung peran
strategis perempuan dalam meningkatkan taraf ekonomi keluarga.
Wohongan-Kosakoy (1986) dalam penelitian di beberapa kawasan
pesisir menelaah peranan perempuan dalam pembangunan masyarakat nelayan
pada beragam lapisan sosial dengan menggunakan analisis keikutsertaan
perempuan dalam kelembagaan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa peranan
perempuan pada lembaga lokal sosial ekonomi pesisir cukup berarti.
Penelitian yang dilakukan pada masyarakat nelayan oleh Manginsela
(1990) di Pulau Tagulandang Kabupaten, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara
mempelajari bagaimana gejala matriofokal mempengaruhi status sosial
perempuan nelayan dengan menggunakan analisis struktural fungsional. Hasil
penelitiannya menunjukkan peran perempuan dalam membantu pekerjaan suami
sebelum melaut seperti menjahit jaring dan mengatur administrasi lembaga
Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang
responden, Sayogjo (1985) dalam “Women and industrialization Examming the
Female Marginalitation Thesis” terdapat variabel ketidakadilan jender, baik
dalam hal konsep pembagian kerja, proses produktif dan reproduktif, akses dan
kontrol terhadap berbagai macam keputusan serta partisipasi perempuan terhadap
berbagai macam kelembagaan.
Dari beberapa hasil studi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
keberhasilan program pengembangan masyarakat nelayan sebenarnya tidak dapat
lepas dari adanya nilai-nilai jender dan partisipasi perempuan yang terkandung di
dalamnya. Hanya saja terdapat kendala yang dihadapi bagi perempuan nelayan
yaitu alat bantu dalam mengolah bahan mentah (ikan, udang, dst). Selama ini
perempuan nelayan menggunakan tangan (manual) dalam mengolah hasil
tangkapan, sehingga hasil yang diharapkan kurang memuaskan dan menghabiskan
waktu yang lama.
Desa Meskom merupakan desa nelayan yang potensial dan terpenting di
Kabupaten Bengkalis serta telah pernah diintrodusir program-program
pengembangan masyarakat nelayan di sana. Kenyataan tersebut penulis dapatkan
setelah melakukan Praktek Lapangan I dan II pada tahun 2002 yang lalu. Di desa
tersebut ditemukan kerjasama yang menguntungkan antara pihak suami nelayan
dan istri nelayan dalam usaha perikanan. Jenis usaha perikanan yang dilakukan
ialah perikanan tangkap yang telah dilakukan turun temurun dari generasi ke
generasi. Sifat usahanya berskala kecil, dengan alat tangkap yang sederhana. Oleh
karena itu, peran perempuan dalam membantu menaikkan skala usaha sangat
sebelum melaut, kemudian turut mengolah ikan hasil tangkapan suami nelayan
baik untuk pengasinan udang, dan pengolahan lainnya.
Introduksi program pengembangan masyarakat dalam usaha nelayan di
Desa Meskom bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat nelayan
secara keseluruhan. Langkah penyusunan program dimulai dari menginventarisasi
kebutuhan-kebutuhan masyarakat nelayan, mendata jenis sarana angkut untuk
melaut dan selanjutnya menyediakan sarana dan prasarana tersebut. Merujuk pada
hasil inventarisasi tersebut lebih lanjut para stakeholder yang terkait dalam
program pengembangan masyarakat nelayan duduk bersama untuk merumuskan
langkah-langkah strategis perumusan pelaksanaan dan evaluasi program yang
akan diselenggarakan.
1.2 Perumusan Masalah
Dengan berdasarkan pada latarbelakang masalah di atas, praktek
lapangan I dan II yang telah dilakukan beberapa bulan yang lalu yang
terkonsentrasi pada program pengembangan masyarakat, maka permasalahan
utama yang menjadi sentral pertanyaan dalam kajian ini adalah sejauhmana
program-program pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom melibatkan
partisipasi perempuan dalam penerapannya, dan bagaimana langkah strategis
peningkatan partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat.
Kedua pertanyaan tersebut lebih lanjut diuraikan dalam beberapa poin sebagai
1. Bagaimana peta sosial Desa Meskom ?
2. Bagaimana partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat
nelayan Desa Meskom, Kabupaten Bengkalis, Riau ?
3. Bagaimana penyusunan program peningkatan partisipasi perempuan dalam
program pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom ?
1.3Tujuan Kajian
Tujuan kajian pengembangan masyarakat, yang merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), ini adalah :
1. Untuk memberi gambaran komprehensif situasi sosial Desa Meskom,
Kabupaten Bengkalis (peta sosial Desa Meskom).
2. Untuk dapat memberikan gambaran evaluatif terhadap berbagai kegiatan
dalam program pengembangan masyarakat yang sudah pernah diintrodusir di
Desa Meskom.
3. Untuk dapat mengetahui bagaimana partisipasi perempuan dalam program
pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom, Bengkalis, Riau.
4. Untuk menyusun program partisipasi perempuan dalam pengembangan
masyarakat nelayan Desa Meskom, Bengkalis, Riau.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Partisipasi
Partisipasi mempunyai pengertian yang luas yang dapat dipandang sebagai
suatu proses yang dinamis dan berdimensi jamak. Partisipasi berarti peranserta
seorang atau kelompok masyarakat dalam suatu kegiatan dalam bentuk pernyataan
maupun kegiatan dengan memberikan masukan berupa fikiran, tenaga, waktu,
keahlian, modal atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmatinya (Anwar,
1986; Sastropoetro, 1988; Slamet, 1992 dan Wardoyo, 1992).
Menurut Oppenheim (1973), partisipasi merupakan bentuk perilaku yang
didukung oleh dua hal : 1) ada unsur yang mendukung untuk berperilaku tertentu
pada diri seseorang (person inner determinant), dan 2) terdapat iklim atau
lingkungan (environmental factors) yang memungkinkan terjadinya perilaku
tertentu.
Menurut Bertrand (1958), tipe-tipe partisipasi sosial dalam masyarakat
pedesan adalah : 1) partisipasi sosial formal, yaitu partisipasi sebagai anggota
dalam institusi formal; 2) partisipasi semi formal, yaitu partisipasi dalam institusi
sosial yang tidak terorganisir seperti mendatangi perlombaan yang diadakan di
desa, saat pemasaran hasil tangkapan dan lain-lain, dan 3) partisipasi sosial
informal, yaitu partisipasi dalam hubungan sosial informal atau kelompok yang
tidak terorganisir.
Dalam proses partisipasi dikenal pula tahapan-tahapan, dimana tidak
Chen dan Uphoff (1977) membedakan tahapan partisipasi atas : 1) partisipasi pada
tahap perencanaan, 2) partisipasi pada tahap pelaksanaan, 3) partisipasi pada tahap
pemanfaatan, dan 4) partisipasi pada tahap penilaian.
Pentingnya partisipasi dalam masyarakat dan perencanaan pengambilan
keputusan, yaitu : 1) sebagai langkah awal mempersiapkan masyarakat untuk
berpartisipasi dan merupakan salah satu cara untuk menumbuhkembangkan rasa
memiliki dan rasa tanggungjawab masyarakat setempat terhadap setiap kegiatan
yang dilakukan, 2) sebagai alat untuk memperoleh informasi mengenai kebutuhan,
kondisi, dan sikap masyarakat setempat dan, 3) masyarakat mempunyai hak untuk
urunrembung dalam menentukan program yang ada di tengah kehidupan mereka
(Suharjo, 1986; Conyers, 1991; Uphoff, 1998).
Menurut Goldsmith dan Blustain dalam jahi (1988), apabila dengan
berpartisipasi memberikan manfaat dan dapat memenuhi keperluan-keperluan
masyarakat setempat, maka hal itu akan menjadi pendorong timbulnya kemauan
masyarakat untuk berpartisipasi. Berkaitan dengan hal ini Mc Clelland (1987),
menyebutkan bahwa motivasi merupakan motor pengerak perilaku manusia dan
olehkarenanya peningkatan motivasi akan mendorong peningkatan partisipasi
masyarakat, dan “n Ach” (need for achievement) merupakan kunci perubahan dari
tradisional menjadi modern.
2.2 Konsep Partisipasi Perempuan dalam Pembangunan Desa
Menurut Ester Bosterup (1970) mengemukakan bahwa seringkali
perempuan dilupakan dalam pembangunan, sejak awal (tahun 1950-an)
pendekatan kesejahteraan). Pendekatan ini didasarkan atas tiga asumsi, yaitu : 1)
perempuan sebagai penerima pasif pembangunan, (2) peran keibuan yang
merupakan peranan penting bagi perempuan dalam masyarakat, (3) mengasuh
anak yang merupakan peranan perempuan yang paling efektif dalam semua aspek
pembangunan ekonomi.
Sedangkan pendekatan kedua yaitu Pendekatan Kesamaan (Equity
Approach). Pendekatan ini mengakui bahwa perempuan merupakan partisipasi
aktif dalam proses pembangunan yang mempunyai sumbangan terhadap
pertumbuhan ekonomi melalui kerja produktif dan reproduktif mereka walaupun
sumbangan tersebut seringkali tidak diakui.
Melihat dari dua pendekatan teori diatas, perempuan nelayan Desa
Meskom menganut kedua-duanya. Beberapa istri nelayan ada yang diizinkan
membantu suami dalam mengelola usaha perikanan (Equity Approach) tetapi ada
pula kelompok nelayan yang melarang istri turut bekerja di luar rumah. Dari sini
dapat dilihat ketidakadilan jender yang berlaku. Pendekatan tersebut seluruhnya
dititikberatkan pada peran reproduktif perempuan dan menempatkan perempuan
di arena pribadi, sementara lelaki dipandang sebagai kelompok masyarakat yang
aktif dalam arena publik. Keadaan ini menempatkan perempuan nelayan hanya
sebatas mengurusi anak dan urusan rumah tangga, sehingga hak perempuan untuk
mengembangkan bakat dan keahlian yang dimilikinya hilang.
Merujuk pada kedua pendekatan di atas, secara eksplisit tampak bahwa
terdapat adanya suatu ketimpangan gender dimana perempuan dengan peran
keibuannya memainkan peranan utama dalam mewujudkan kesejahteraan
tidak kalah pentingnya menyokong kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
Sehubungan dengan itu, pendekatan kesamaan tampak lebih menempatkan adanya
kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam pembangunan melalui partisipasi aktif
dalam kerja produktif dan reproduktif.
Lebih lanjut, untuk menganalisis masalah gender dapat dipergunakan
alur kerja analisis gender (Gender Analysis Pathway -GAP-). Analisis tersebut
ditujukan untuk melihat komponen faktor kesenjangan yang dianalisis baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Alur kerja analisis gender tersebut diawali dengan :
(1) Merumuskan sasaran umum tujuan analisis yang dilakukan; (2) pengumpulan
data pembuka wawasan diperlukan baik berupa data kualitatif maupun kuantitatif
dengan menguraikan indikator menurut jenis kelamin; (3) menguraikan
faktor-faktor kesenjangan meliputi kewenangan akses, peran serta, penguasaan dan
pemanfaatan. Merujuk pada data dan faktor tersebut maka (4) masalah gender
dapat ditelaah lebih lanjut. Setelah masalah gender tersebut dirumuskan, maka (5)
sasaran kebijakan gender dapat disusun melalui rancangan penyelenggaraan
program-program pengembangan masyarakat setempat. Kebijakan yang
dirumuskan merupakan sasaran terpilih yang menjadi prioritas utama yang harus
mencakup semua faktor kesenjangan yang telah diuraikan.
Adapun untuk mengukur tingkat keberhasilan dari rumusan sasaran
kebijakan gender tersebut maka (7) diperlukan adanya rumusan indikator gender
secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis gender tersebut lebih tepat ditujukan
untuk mengkaji, menggali, memahami dan meningkatkan partisipasi perempuan
dalam pembangunan meliputi akses dan kontrol perempuan dalam berbagai aspek
Gambar 1. Alur Kerja Analisis Gender (Gender Analysis Pathway (GAP))
Periksa kembali : Apakah semua faktor kesenjangan telah tercakup ?
2.3 Konsep Masyarakat Nelayan
Dalam ilmu-ilmu sosial, masyarakat nelayan termasuk dalam konsep
peasant. Memang ada juga peneliti yang mengartikan peasant terbatas dalam
mata pencaharian yang khas. Misalnya, Wolf mendefenisikan peasant sebagai
petani yang hidup dari mengolah tanah dan tinggal di pedesaan (Wolf, 1982 ).
Kalau defenisi ini dijadikan acuan maka nelayan, buruh, pengrajin tidak masuk
dalam konsep peasant.
Agar masyarakat nelayan mencakup dalam konsep peasant, konteks
pengertiannya lebih cocok dikaitkan dengan kelompok orang desa dengan ciri-ciri
sosial kultural, ekonomi yang khas. Firth mengartikan peasant mengacu kepada
seluruh masyarakat pedesaan beserta sistem ekonominya. Meskipun mata
pencaharian hidup utama petani peasant menggarap tanah, namun kategori
pekerjaan petani tersebut, hanya dipisahkan secara teoritis.
Di Kampung Perupak Kelantan Malaysia, Firth melihat bahwa penduduk
desa yang bekerja sebagai petani sawah juga bekerja sebagai nelayan. Mereka
semua hidup dalam sebuah desa dimana anggotanya tidak hanya saling terlibat
dalam hubungan kerabat dan keagamaan tapi juga dalam bidang ekonomi.
Kehidupan pedesaan dimana berbagai kegiatan penduduk saling terkait dan khas
disebut peasantry. Seorang penduduk desa apakah petani, perajin, nelayan akan
disebut sebagai peasant (Firth dalam Marjali 1993).
Dari keterangan diatas terlihat perbedaan titik pandang antara Wolf dan
Firth. Berbicara tentang peasant, bagi Firth adalah sistem ekonomi yang khas.
2.4 Stratifikasi Masyarakat Nelayan
Masyarakat nelayan yang hidup dari hasil menangkap ikan dan bermukim
di sepanjang pantai mempunyai dinamika sosial yang khas sesuai dengan
lingkungannya (local specific). Tidak berbeda dengan masyarakat desa agraris,
masyarakat nelayan juga sudah mengenal sistem pelapisan sosial. Karenanya
program–program pengembangan masyarakat pedesaan akan lebih mencapai
sasaran dengan pemahaman bentuk-bentuk stratifikasi sosial pada masyarakat
nelayan. Dengan demikian, manfaat program dapat merata ke seluruh lapisan
bukan hanya bermanfaat pada lapisan atas tapi dilain pihak lapisan bawah
mengalami pemiskinan.
Istilah stratifikasi berkaitan dengan penilaian-penilaian sosial dalam arti
sepanjang dalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai apakah nilai-nilai,
kekayaan, kekuasaan maka dalam masyarakat terbentuk stratifikasi. Dimana-mana
ada sistem pelapisan sosial dan ukuran yang digunakan juga bermacam-macam
antara lain berupa kekuasaan, kehormatan, kekayaan, ilmu pengetahuan.
Menurut teori surplus, timbulnya stratifikasi dalam masyarakat karena
adanya surplus ekonomi. Orang berlomba-lomba menguasai surplus tersebut
sehingga muncul pemenang. Teori kelangkaan menjelaskan bahwa timbulnya
stratifikasi karena adanya kelangkaan sumberdaya alam dan individu (Lenski dan
Harner dalam Sanderson, 1993).
Individu yang sama kedudukannya menurut penilaian sosial akan berada
dalam suatu lapisan. Masuknya program-program pengembangan masyarakat
nelayan yang membawa nilai-nilai dapat menimbulkan perubahan stratifikasi
stratifikasi yang ada dalam masyarakat berbeda dengan keadaan sebelumnya,
bahkan tidak jarang program pengembangan masyarakat nelayan mempertajam
jarak antara lapisan atas dan lapisan bawah. Misalnya program motorisasi
membuat posisi lapisan atas ditempati pemilik kekayaan bukan kekuasaan.
Ponsioen (1969) menyebutkan terjadinya perubahan lapisan sosial merupakan
salah satu prime mover terhadap perubahan sosial.
Sebagai suatu community, masyarakat desa membentuk suatu sistem
pelapisan sosial yang kompleksitasnya tergantung kepada taraf perkembangan
kebudayaan apakah tahap gathering, huntering and herdering, masyarakat agraris
atau masyarakat industri. Artinya dalam masyarakat yang masih berada dalam
tahap meramu dan berburu, dasar pelapisan masih sederhana misalnya
berdasarkan usia dan jenis kelamin. Sedangkan masyarakat industri sudah
mengalami stratifikasi yang lebih kompleks.
Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa pola pelapisan dalam
masyarakat nelayan mengalami perubahan dalam arti terjadi perubahan nilai-nilai
yang mendasari siapa yang menjadi lapisan atas. Di Desa Nenasi Malaysia, sistem
pelapisan sosial masyarakat nelayan menempatkan orang berkuasa sebagai lapisan
atas. Lapisan sosial tersusun mulai dari : Penghulu-Ketua Kampung,
Towkay-Guru-Nelayan atau petani berpendapatan di atas 100 dollar-nelayan atau petani
berpendapatan di bawah 100 dollar (Hoch, 1982).
Di Riau, masyarakat nelayan terbagi atas lapisan sosial yakni :
Nelayan non tradisionil yang memiliki perahu motor dan modal.
Nelayan non tradisionil yang memiliki perahu motor dan modal karena
Nelayan tradisionil yang memiliki perahu tanpa motor dan modal.
Nelayan tradisionil yang mempunyai status sebagai buruh nelayan dan
bekerja pada nelayan non tradisional.
Nelayan tradisionil yang mempunyai status sebagai buruh nelayan dan
bekerja pada nelayan tradisionil pemilik perahu (juragan) (P3K UGM-Bapeda
Riau, 1988). Tampaknya sistem pelapisan sosial masyarakat dominan atas dasar
penguasaan faktor produksi. Ada kalanya dasar pelapisan tersebut mengalami
perubahan seiring masuknya program-program pengembangan masyarakat di desa
pantai dan berkembangnya usaha-usaha non perikanan.
Lapisan sosial dapat merefleksikan hak dan kewajiban dalam pola-pola
hubungan sosial. Biasanya, lapisan atas yang terdiri dari rumah tangga yang
memiliki alat produksi dan modal berfungsi sebagai patron dan lapisan bawah
(terdiri dari rumahtangga nelayan buruh dan nelayan pemilik perahu tidak
bermotor sebagai klien). Hubungan yang terjadi seiring berlangsung tidak
seimbang karena pinjaman yang diberikan patron kepada klien baik untuk modal,
biaya turun ke laut atau keperluan rumah tangga harus diimbangi dengan
penjualan hasil tangkap kepada patron dengan harga di bawah pasar.
Terbaginya masyarakat nelayan ke dalam lapisan sosial membuat
program pengembangan masyarakat nelayan tidak merata menjangkau lapisan
sosial yang ada. Perbedaan jangkauan program dapat disebabkan adanya
perbedaan kemampuan antara lapisan atas dan lapisan bawah dalam
memanfaatkan program-program pengambangan masyarakat nelayan tersebut.
Karena lapisan kurang mampu bersaing dengan lapisan atas dalam memanfaatkan
masyarakat nelayan timbul kesenjangan. Beberapa hasil penelitian
mengungkapkan bahwa kesenjangan ekonomi yang timbul dalam masyarakat
nelayan yang disebabkan program-program pengembangan masyarakat nelayan,
tidak dengan sendirinya menimbulkan kesejahteraan sosial. Keadaan ini terjadi
karena dalam masyarakat masih berfungsi hubungan sosial yang bersifat
ketetanggaan, hubungan kerabat dan hubungan kepercayaan (Amaluddin, 1987)
2.5 Program Pengembangan Masyarakat Nelayan
Konsep pengembangan masyarakat nelayan adalah suatu proses yang
menyatukan pemerintah dan masyarakat, ilmu pengetahuan dan manajemen,
kepentingan sektor dan kepentingan publik dalam menyiapkan dan melaksanakan
suatu rencana terpadu untuk perlindungan dan pembangunan ekosistem dan
sumberdaya pesisir serta potensi sosial ekonomi budaya masyarakat nelayan.
Proses penyatuan antara pemerintah dengan program perberdayaan dan
pengembangannya tidaklah dapat berlangsung dengan mudah. Hal demikian
disebabkan sosialisasi dari pemerintah ke masyarakat bawah (nelayan)
memerlukan penyesuaian dengan situasi dan sosiologi masyarakat tempatan.
Keinginan modernisasi terhadap masyarakat hendaklah dilakukan dengan
pendekatan yang tepat guna, tepat sasaran dan dapat dicerna dengan baik.
Modernisasi pertama kali muncul di Inggris tatkala berlangsung revolusi
industri yang ditandai dengan pergantian cara berproduksi tradisionil ke modern
dan selanjutnya merembes ke seluruh penjuru dunia. Karena itu dalam perspektif
ekonomi dan politik yang berlangsung di negara pendahulu dan diikuti oleh
Negara pengikut (Belling dan Totten, 1982).
Schoorl (1984) menegaskan bahwa modernisasi sebagai proses
perubahan sosial dapat diamati dari beberapa fenomena perubahan masyarakat
seperti di bidang ekonomi, politik dan struktur sosial. Dalam bidang ekomomi
terlihat berkembangnya industri dengan produk mesin, di bidang politik terlihat
tumbuhnya birokrasi dengan ciri-ciri rasionalisasi organisasi. Sementara dalam
struktur sosial terjadi pergeseran konsentrasi penduduk dari desa ke kota,
pergeseran kelas-kelas sosial dalam arti kelas petani penyewa tanah, buruh tani
miskin berkurang dan muncul kelas buruh industri, kelas intelektual dan
manajer. Dalam konteks modernisasi sebagai suatu bentuk perubahan sosial maka
Ponsioen (1969) menyebutkan suatu masyarakat dikatakan mengalami perubahan
sosial apabila dalam kelompok masyarakat sudah terjadi perubahan nilai-nilai,
sikap dan perilaku.
Program pengembangan masyarakat juga pada dasarnya adalah
perubahan sosial berencana yang menyangkut perubahan pola-pola hubungan
masyarakat. Menurut Siagian (1982), program pengembangan masyarakat adalah
rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan
Negara suatu bangsa menuju modernitas di dalam rangka pembinaan bangsa. Dari
penjelasan di atas pernyataan sulit membedakan pengertian antara konsep
modernisasi dan program pengembangan masyarakat, karena kedua konsep
tersebut berkembang dari ilmu-ilmu perilaku. Perbedaannya hanya sering
ditekankan kepada aspek ruang lingkupnya saja yakni program pengembangan
Program pengembangan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan
tingkat hidup dan kesejahteraan masyarakat atau menaikkan mutu hidup rakyat
dimana mutu hidup mempunyai arti derajat terpenuhinya kebutuhan dasar yang
menjadi kebutuhan esensial bagi kehidupan manusia. Kebutuhan tersebut meliputi
pangan, air bersih, pendidikan, perumahan (Soermarwoto, 1991).
Dalam melaksanakan program pengembangan masyarakat,
masing-masing Negara mempunyai strategi. Misalnya Philipina mengembangkan konsep
kebutuhan dasar dalam perencanaan program pengembangan masyarakat sehingga
lapisan miskin dapat memperoleh akses terhadap sandang, pangan, perumahan,
kesehatan dan lain-lain. Sedangkan India melaksanakan strategi pengembangan
lapangan kerja dengan asumsi peningkatan pendapatan dengan sendirinya
meningkatkan kemampuan masyarakat memenuhi kebutuhan dasarnya (Mirsa dan
Paratilla, 1980). Indonesia mengembangkan prinsip yang sama dengan India.
Walaupun pemerintah membuat kebijaksanaan selalu berorientasi dengan
pemenuhan kebutuhan dasar, tapi yang ditekankan adalah meningkatkan
kemandirian masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
Sehubungan dengan modernisasi, di Indonesia sangat popular dengan
istilah program-program pengembangan masyarakat khususnya dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Randabough dalam Frutchei
(1973), program secara sederhana mencakup dua komponen utama yakni
komponen perencanaan program dan komponen pelaksanaan program. Setiap
program bertujuan merubah seperangkat sumberdaya untuk mencapai suatu hasil
Mengingat sasaran program adalah manusia, maka berkembang konsep
program pengembangan masyarakat yang diartikan sebagai suatu proses dimana
semua usaha swadaya masyarakat digabungkan dengan usaha-usaha pemerintah
atau swasta guna meningkatkan kondisi masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan
kultural dan mengintegrasikan masyarakat yang ada ke dalam kehidupan bangsa.
Program pengembangan masyarakat yang idealnya adalah bersifat bottom up, atau
inisiatif berasal dari masyarakat sendiri, namun diperlukan juga input dari
pemerintah atau swasta. Masukan yang bersifat top down, diupayakan agar
merangsang inisiatif dan usaha lokal melalui bantuan teknis, keuangan dan
bantuan lainnya. Artinya kalaupun input program bersifat top down, namun
dalam pelaksanaannya diupayakan agar tidak menimbulkan ketergantungan
masyarakat sasaran terhadap pihak luar (Bunc, 1991).
Secara sosiologis, respon terhadap program pengembangan masyarakat
dapat diartikan sebagai suatu bentuk perubahan sosial, karena bagaimana anggota
masyarakat menanggapi ide-ide yang terkandung dalam program pengembangan
merupakan suatu proses adaptasi. Dalam masyarakat sendiri terdapat perbedaan
kemampuan menanggapi ide-ide program pengembangan sehingga bermanfaat
untuk perbaikan tingkat kehidupan.
Berbicara tentang respon dalam konteks program pengembangan
masyarakat, maka pembahasannya tidak terlepas dari konsep sikap. Dikatakan
demikian karena dalam program pengembangan masyarakat biasanya terkandung
ide-ide baru, cara-cara baru atau sarana-sarana baru yang disebarkan ke dalam
suatu masyarakat dengan harapan dapat mengubah cara berpikir dan cara
berlangsung dalam proses dan dapat diamati dalam perubahan sikap yaitu keadaan
mental yang mendahului terjadinya tindakan-tindakan atau tanggapan (respon).
Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang terhadap
obyek-obyek tertentu seperti pesan atau situasi-situasi lain (Gerungan, 1987).
Dengan kata lain, bagaimana respon seseorang terhadap sesuatu dapat
terobservasi dalam sikapnya. Sikap seseorang merujuk pada tingkat partisipasinya
dalam suatu situasi, dalam hal ini yakni program pengembangan masyarakat.
Sikap positif mengarahkan seseorang pada partisipasi aktifnya dalam program
tersebut, sedangkan sikap negatif cenderung mengarahkan seseorang untuk
berpartisipasi pasif atau tidak berkeinginan untuk berpartisipasi dalam program
yang diselenggarakan. Sikap-sikap tersebut mencerminkan perbedaan tingkat
partisipasi seseorang dalam suatu program. Lebih lanjut, diperlukan suatu
pemberdayaan untuk menindaklanjuti adanya tingkat partisipasi yang berbeda dari
seseorang.
Demikian juga bagaimana respon masyarakat nelayan terhadap
program-program pengembangan baik yang datang dari pemerintah maupun swasta akan
terlihat dalam perubahan sikap. Biasanya suatu program yang berorientasi kepada
aspirasi masyarakat akan menghasilkan respon positif yang terwujud dalam
perubahan sikap yakni meninggalkan cara-cara lama dan menggunakan cara-cara
baru. Individu yang memiliki respon positif dapat dikategorikan sebagai individu
yang mampu memanfaatkan program pengembangan sehingga pada gilirannya
berpengaruh terhadap kehidupan.
Sebagian besar masyarakat nelayan di Indonesia masih menggunakan
mutu kehidupan mereka masih rendah. Karena itu, Sejak Pelita I pemerintah
sudah berusaha mengintrodusir program-program pengembangan masyarakat
nelayan. Secara umum program-program pengembangan terbagi atas program
ekonomi dan program kesejahteraan rakyat (Kesra). Program bidang ekonomi
terkait kepada upaya peningkatan pendapatan masyarakat seperti pemberian
kredit, penyuluhan pengembangan usaha, pengadaan fasilitas pemasaran produksi.
Sedangkan program Kesra antara lain program kependudukan, pendidikan,
kesehatan dan lingkungan. Kedua program diarahkan kepada peningkatan kualitas
masyarakat semua lapisan bukan hanya lapisan atas.
Demikian pula masyarakat nelayan yang relatif masih miskin dan
terbelakang, sudah diperkenalkan program-program dari pemerintah maupun
swasta. Misalnya di bidang ekonomi, antara lain program pemberian kredit usaha
penangkapan ikan (motorisasi), Pembangunan Pusat Pendaratan Ikan (PPI),
Tempat Pelelangan Ikan (TPI), pengembangan organisasi koperasi (KUD Mina).
Di bidang Kesra, pemerintah berusaha meningkatkan mutu kehidupan masyarakat
dengan program perumahan nelayan, fasilitas pendidikan, kesehatan dan KB.
Memang program tersebut bersifat top down, namun potensi dan aspirasi
masyarakat lokal diharapkan dapat berkembang dengan program yang pada
mulanya berasal dari atas. Dalam kenyataan, tidak jarang program-program
tersebut masih hanya meningkatkan pendapatan dan mutu hidup hidup lapisan
atas.
Jangkauan program pembangunan yang belum ke seluruh lapisan
masyarakat antara lain dapat disebabkan karena dalam pelaksanaan modernisasi di
jarang nilai-nilai baru yang terkandung dalam teknologi kurang sesuai dengan
kondisi sosial budaya masyarakat dan anggapan masyarakat desa adalah
homogen. Demikian juga kebiasaan-kebiasaan dan pola berpikir yang diharapkan
dari masyarakat sebagai faktor pendukung modernisasi, tidak jarang diabaikan
begitu saja. Sajogyo (1974) menyebutkan modernisasi teknologi pertanian dengan
program Bismas ke pedesaan akan berhadapan dengan masalah perkembangan
lembaga-lembaga sosial dan struktur pemilikan lahan yang timpang. Demikian
juga program KB tidak mampu mengurangi rata-rata jumlah anak jika dalam
memasyarakatkan norma-norma keluarga berencana kurang memperhatikan
nilai-nilai sosial budaya masyarakat (Ginting, 1986).
Berlangsungnya modernisasi melalui program pembangunan pedesaan,
tidak terlepas dengan struktur sosial ekonomi masyarakat. Dalam beberapa kasus
di negara berkembang, modernisasi terlalu menekankan aspek fisik, sedangkan
aspek mental masih terabaikan (Dube, 1985) sehingga kalaupun program
modernisasi berhasil meningkatkan pendapatan, namun yang paling menikmati
adalah lapisan atas desa.
Karena terlalu menekankan aspek teknis dalam pelaksanaan modernisasi,
banyak proyek-proyek pembangunan di negara-negara berkembang tidak
mencapai sasaran kepentingan lapisan miskin. Hal ini disebabkan,
program-program yang dilaksanakan kurang memperhitungkan partisipasi masyarakat baik
dalam tingkat perencanaan maupun pelaksanaan (Chambers, 1988). Hal yang
sama terjadi pada pengalaman pelaksanaan program pembangunan di Negara
berkembang dimana kondisi sosial budaya masyarakat miskin luput dari program
Fakta-fakta di negara berkembang menunjukkan kurangnya pemahaman
terhadap struktur sosial yang mendalam akibat strategi pembangunan yang
mengejar pertumbuhan maka pembangunan desa kurang berhasil menyentuh
kepentingan lapisan miskin pedesaan. Dalam perkembangan selanjutnya,
pengertian pembangunan desa makin diperluas bukan terbatas pada arti sempit
yakni proses penyebaran teknologi pertanian saja atau memodernkan struktur
sosial tradisionil menjadi struktur sosial modern melalui hubungannya dengan
unsur-unsur dari luar sehingga silkap-sikapbaru dan keterampilan-keterampilan
baru dapat disebarkan.
Di samping itu, pengembangan pedesaan harus ditinjau pada cakupan
yang lebih luas bukan hanya aspek teknis, sosial dan kultural, tapi juga aspek
politik dan kebijaksanaan lainnya. Karenanya ia mengartikan dinamika pedesaan
merupakan proses yang membawa peningkatan kemampuan penduduk pedesaan
untuk menguasai lingkungan sosialnya disertai peningkatan taraf hidup sebagai
akibat penguasaan lingkungan sosial tersebut. Dinamika pedesaan dapat dilihat
dari indikator proses pengembangan kemandirian masyarakat dan peningkatan
pendapatan bukan hanya terbatas pada kelompok kuat, tapi merata diantara
penduduk.
Dalam hubungannya dengan program modernisasi alat penangkap ikan
nelayan, dimensi sosial budaya sangat besar peranannya. Artinya masyarakat
sebagai kelompok intervensi harus ditempatkan sebagai sumber informasi
penyusunan rencana program dan pelaksana program. Dengan keterlibatan
masyarakat dari tahap awal perencanaan, akan mendorong partisipasi dan
Richard B. Polnac dalam Cernea, 1988 melaporkan, pola tempat
tinggal, keterasingan sosial, tingkat pendidikan, pembagian tenaga kerja
merupakan aspek sosial budaya yang harus diperhitungkan dalam merancang
suatu program pada masyarakat nelayan. Dengan demikian rekayasa sosial dan
perubahan-perubahan yang diharapkan dari suatu program, sesuai dengan kondisi
sosial budaya nelayan
Beberapa faktor sosial budaya yang berkaitan erat dengan program
perbaikan sosial ekonomi lapisan miskin antara lain ;
1. Pola budaya yakni bagaimana sistem kekerabatan masyarakat yang menjadi
sasaran program seperti garis keturunan apakah patrilinial, matrilineal atau
bilinial. Pola ini memberikan gambaran siapa yang mengambil keputusan
dalam tingkat rumah tangga dan bagaimana keterlibatan perempuan dalam
ekonomi rumah tangga. Dalam tanggapan terhadap buku Penny, Kemiskinan
dan Sistem Pasar, Mangkuprawira (1986) menyebutkan, kaum Perempuan
paling menderita dalam situasi keluarga yang miskin.
2. Kebutuhan masyarakat berdasarkan prioritas masyarakat itu sendiri karena
suatu program akan lebih berhasil pelaksanaannya jika mampu menangkap
kebutuhan masyarakat yang paling mendesak dan pelaksanaannya
diadaptasikan dengan kebiasaan-kebiasaan lokal. Misalnya, sikap terhadap
terhadap teknologi penangkap ikan yang baru sangat ditentukan pola
hubungan kerja antara awak perahu. Karena teknologi baru menghilangkan
kesempatan kerja kaum kerabat, maka nelayan enggan mengikuti program
motorisasi (Polnac dalam Cernea, 1988). Penyaluran kredit yang hanya
pedesaan hanya menjangkau rumahtangga pedagang, sedangkan rumah tangga
miskin sulit dijangkau oleh lembaga perkreditan formal, semi formal dan non
formal (Tim Program Kredit Pedesaan Yayasan Indonesia Sejahtera, 1988 dan
Mubiarto (ed), 1990).
3. Pandangan masyarakat tentang kehidupan yakni apakah dalam masyarakat
terdapat sifat fatalistik, kurang kerja keras, sifat hemat dan tradisi-tradisi lain
yang menghambat atau mendukung program yang direncanakan.
4. Organisasi sosial seperti koperasi dikelola dengan kondisi sosial budaya lokal.
Masyarakat nelayan tidak terbiasa menyisihkan pendapatan dalam ukuran
setiap bulan (Polnac dalam Cernea, 1988).
Faktor-faktor tersebut di atas akan mempengaruhi integrasi suatu
program kepada masyarakat nelayan. Suatu program dikatakan telah terintegrasi
ke dalam masyarakat jika perubahan-perubahan yang direncanakan dalam
kenyataan dapat berhasil dan tidak menimbulkan masalah baru (Niehoff, 1976).
Artinya program tersebut dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat yang terkena
program dan bukan menimbulkan proses kemiskinan pada sebagian lapisan
masyarakat.
Dari beberapa hasil penelitian yang diuraikan dalam tinjauan teoritis di
atas, terungkap bahwa masuknya program pembangunan di bidang ekonomi dan
Kesra, ternyata mendapat respon (kemampuan memanfaatkan) yang berbeda
antara rumahtangga nelayan lapisan atas (SEE Tinggi) dan lapisan bahwa (SEE
rendah). Hal ini berhubungan dengan beberapa faktor yakni pelaksanaan program
penyaluran kredit dan motorisasi alat penangkapan ikan belum merata, serta
mengendalian jumlah anggota keluarga. Berbagai faktor tersebut terkait erat
dengan aspek sosial budaya yang terdapat dalam setiap rumah tangga. Misalnya
kredit dari pemerintah dianggap bantuan cuma-cuma, anak dianggap sebagai
jaminan hari tua, kegiatan seremonial dengan mengkonsumsi barang dan makanan
yang menjurus kepada pola hidup konsumtif.
Faktor sosial budaya tersebut juga mempengaruhui respon terhadap
rumah tangga nelayan terhadap program-program yang ada sehingga pada
gilirannya rumah tangga yang memiliki faktor sosial budaya yang mendukung,
akan mampu meningkatkan pendapatan sehingga tidak tergolong ke dalam rumah
tangga miskin yang diukur secara absolut. Namun ukuran kemiskinan menurut
perspektif lokal juga akan dilakukan sebagai pembandingan ukuran absolut
tersebut.
Kemiskinan absolut maupun relatif dapat disebabkan berbagai macam
faktor, namun dalam penelitian ini dibatasi pada faktor struktur kegiatan produksi
dan pemasaran serta faktor mental atau budaya lokal. Struktur kegiatan produksi
dan pemasaran yang menyebabkan kemiskinan tampak dari munculnya pola
hubungan patron klien yang bersifat eksploitatif. Misalnya pinjaman yang
diberikan tauke kepada nelayan. Hanya sebatas keperluan melaut, sedangkan
proteksi tauke terhadap kebutuhan rumahtangga yang mendesak semakin
berkurang sehingga nelayan terpaksa berhubungan dengan rentenir. Aspek sosial
budaya yang menyebabkan kemiskinan, tampak pada pola-pola hidup rumah
tangga yang konsumtif pada musim ikan, belum menggunakan waktu luang untuk
Untuk mengoperasionalisasikan faktor-faktor yang ingin dilihat
hubungannya secara kualitatif maka perlu dibuat ukuran operasional sebagai
berikut :
Status Sosial Ekonomi adalah kedudukan yang membedakan nelayan
atas pemilikan alat produksi, sawah, warung, rumah (permanen, semi permanen,
darurat), status isteri (bekerja atau tidak bekerja) kedudukan dalam kegiatan
menangkap ikan (juragan, pelempar jaring). Berdasarkan ukuran itu dapat
ditentukan mana rumah tangga nelayan yang dikategorikan memiliki status sosial
ekonomi (SSE) rendah dan rumahtangga nelayan yang mempunyai SSE tinggi.
Ukuran SSE itu adalah : memiliki perahu motor dengan usaha sendiri,
memiliki perahu motor karena kredit, memiliki perahu dayung, mengoperasikan
perahu milik tauke, tidak memiliki perahu, memiliki sawah di luar dusun,
memiliki warung, tidak memiliki warung, rumah permanen, rumah semi
permanen, rumah darurat, isteri bekerja menambah nafkah keluarga, isteri tidak
bekerja, juragan, pelempar jaring.
Sedangkan Program-Program Pembangunan adalah program di bidang ekonomi dan Kesra yang ada di lokasi penelitian. Program di bidang ekonomi
adalah program yang berupaya meningkatkan pendapatan rumah tangga
masyarakat nelayan. Dalam hal ini, program yang dimaksud adalah : kredit usaha
dari KUD dan BRI . Program di bidang Kesra adalah program pemerintah yang
berhubungan dengan peningkatan mutu kehidupan masyarakat nelayan yakni
pembangunan fasilitas pendidikan, kesehatan dan Keluarga Berencana (KB).
Tingkat respon terhadap program pembangunan bidang ekonomi dan
manfaat dari program pembangunan. Ukuran yang digunakan untuk mengukur
respon terhadap program pembangunan bidang ekonomi dan Kesra adalah
pemanfaatan Puskesmas (berobat ke Puskesmas, berobat di luar Puskesmas),
pemanfaatan fasilitas Sekolah Dasar yang di bangun pemerintah (menyekolahkan
anak di SD desa, tidak menyekolahkan anak), pengetahuan dan sikap terhadap
program KB (pernah mendengar program KB, setuju dan menggunakan alat
kontrasepsi, pernah mendengar program KB, tidak setuju, frekuensi mendapat
kredit (pernah mendapat kredit dan tidak pernah mendapat kredit). Ukurannya
adalah : berobat ke Puskesmas, berobat di luar Puskesmas, menyekolahkan anak
di SD Desa, tidak menyekolahkan anak, pernah dengar KB, setuju dan
menggunakan alat kontrasepsi, pernah dengar KB, setuju, tidak menggunakan alat
Kontrasepsi, pernah dengar KB, tidak setuju, tidak pernah dengar KB, pernah
mendapat kredit, tidak pernah mendapatkan kredit, pernah mohon kredit dan
berhasil, pernah memohon kredit dan tidak berhasil, tidak pernah memohon
kredit.
Tingkat Kesenjangan Sosial adalah perbedaan sosial antara nelayan
lapisan atas dan nelayan lapisan bawah berdasarkan jarak sosial (sikap
tolong-menolong dan sikap bermusuhan dengan tetangga). Ukuran yang digunakan untuk
menentukan sikap tolong-menolong adalah sikap yang dilakukan pada saat
tetangga mengalami kesusahan (membantu dalam bentuk : uang, tenaga,
kesempatan kerja atau tidak menolong). Ukuran sikap bermusuhan adalah
pengalaman bertengkar dengan tetangga (bertengkar karena pinjaman tidak