• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab I Peranan Mohammad Hatta dalam Peletakan Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bab I Peranan Mohammad Hatta dalam Peletakan Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN HUBUNGAN INTERNASIONAL II

“Peranan Mohammad Hatta dalam peletakan Politik Luar Negeri Indonesia Bebas-Aktif (1945-1949)”

Oleh

Fadhil Akbar Kurniawan 1110852004

Jurusam Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Andalas

(2)

Abstract

Mohammad Hatta is one of Indonesia founding fathers who laid the foundation of Indonesia Foreign Policy. Generally, Foreign Policy is a policy taken by the government of a state or other political community to rule the relation among state and non-state actors in international system. Foreign Policy makes domestic region and international system connected. Foreign Policy can be a diplomatic relationship, doctrine, alliance, or make a short term or long term planning.

Doctrine of “Bebas Aktif” Indonesian Foreign Policy is an idea of Mohammad Hatta. It appeared for the first time on KNIP meeting in Yogyakarta, September 1948. “Bebas Aktif” Indonesian Foreign Policy was the response to face International System at that time. When the world order system divide into West Block and East Block. Indonesia Foreign Policy was make to push the internal conflict while international politics got conflict among two superpower states, United States and Uni Soviet. The aim of this research is reviewing agenda, strategic, media, technical, policy options and achievement of Mohammad Hatta’s ideas and action about “Bebas Aktif” Foreign Policy. Include problem and crisis faced with the research tittle, Mohammad Hatta Role for determination of “Bebas Aktif” Indonesian Foreign Policy .

(3)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Politik luar negeri merupakan salah satu bidang kajian dalam Ilmu Hubungan Internasional. Politik Luar Negeri sampai saat ini masih menjadi sebuah studi yang kompleks karena tidak hanya melibatkan aspek-aspek eksternal namun juga aspek-aspek internal suatu negara.1 Negara, sebagai sebuah aktor yang melaksanakan politik luar negeri, merupakan unit politik utama dalam sistem hubungan internasional, meskipun akto-aktor “non-state” semakin memainkan peran penting dalam kajian ilmu hubungan internasional.

Dalam kajian politik luar negeri sebagai suatu sistem, rangsangan dari lingkungan eksternal dan domestik sebagai sebuah input yang mempengaruhi politik luar negeri suatu negara dipersepsikan oleh para pembuat keputusan dalam suatu proses konversi menjadi ouput. Proses konversi yang terjadi dalam perumusan politik luar negeri suatu negara ini mengacu pada pemaknaan situasi, baik yang berlangsung dalam lingkungan eksternal maupun internal dengan mempertimbangkan tujuan yang ingin dicapai serta sarana dan kapabilitas yang dimilikinya.2

Permasalahan Politik Luar Negeri Indonesia ini telah diatur dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh karena itu penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Pernyataan tersebut menunjukkan ciri utama dari politik luar negeri Indonesia.3

17 Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan diri sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Proklamasi kemerdekaan yang dibacakan pada hari Jumat pagi itu bukanlah suatu akhir, melainkan suatu permulaan untuk hal yang lebih besar lagi. Proklamasi hanyalah suatu bentuk pencapaian negara Indonesiauntuk hadir sebagai negara yang berdaulat, otonom, dan bebas dari campur tangan negara lain. Pada masa awal kemerdekaan, Indonesia banyak dihadapkan dengan masalah-masalah besar disamping masalah-masalah lainnya. Salah satunya yaitu belum adanya pengakuan internasional yang luas atas kemerdekaan dan kedaulatan yang baru saja diterima oleh Indonesia. Belanda tidak mengakui kedaulatan negara Indonesia yang

1James N. Rosenau, Gavin Boyd, Kennth W. Thompson.1976. World Politics: An Introduction. New York: the Free Press, hal.15

(4)

dianggap bentukan Jepang yang berbau fasisme. Hal ini menimbulkan ide dari Belanda untuk melaksanakan Agresi Militer I dan Agresi Militer II oleh para tentara sekutu, yang dijadikan Belanda sebagai alat untuk kembali berkuasa pada masa itu.

Kedatangan Sekutu yang membawa orang-orang NICA (Netherlands Indies Civil Administration) meresahkan dan menimbulkan ancaman terhadap kedaulatan Republik Indonesia yang saat itu baru seumur jagung. Belanda terus menerus memancing perang dengan Indonesia hingga akhirnya ibukota Jakarta harus dipindahkan ke Jogjakarta pada 4 Januari 1946. Dan dari Jogjakarta dipindahkan ke Bukittinggi yang dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia.

Pada periode tahun 1945-1949 bisa dikatakan Indonesia masuk ke dalam situasi yang sangat genting. Nasib Indonesia memerlukan pembicaraan ulang antara pihak Republik Indonesia dan Belanda. Belanda dengan berbagai kepentingannya masih saja mempertanyakan kedaulatan Republik Indonesia. Namun, hal tersebut segera ditanggulangi oleh Sjahrir yang kala itu tampil di panggung internasional untuk berunding dengan Belanda.

Ketika Indonesia menjadi suatu negara yang merdeka, maka terdapat pembagian politik dalam sistem pemerintahan dan pembuatan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia, yaitu internal dan eksternal. Pembuatan kebijakan internal lebih mengarah kepada kebijakan yang diterapkan oleh negara untuk mengatur permasalahan yang bersifat domestic. Sedangkan pembuatan kebijakan eksternal lebih mengacu kepada kebijakan yang dibuat Republik Indonesia untuk berinteraksi dan menghadapi sistem internasional.

Pada fase awal kemerdekaan, selain masalah internal, Indonesia juga dihadapkan dengan berbagai masalah dari eksternal. Pemaknaan situasi yang mengacu pada kondisi masa-masa setelah Perang Dunia II berakhir yang memasuki fase “Cold War”, dimana pada saat itu dunia terpolarisasi menjadi blok Barat dan Blok Timur. Hal tersebut ditanggapi oleh Indonesia dengan membuat konsep jangka panjang dan jangka pendek. Jangka pendeknya yaitu berkaitan dengan hal yang didasarkan atas kegunaan dan keuntungan bagi kepentingan rakyat Indonesia serta kepentingan umat manusia, namun tetap berlandaskan pada pancasila sebagai moral bangsa. Sedangkan jangka panjangnya yaitu bertindak nyata dalam pemikiran dan memberikan perhatian pada perubahan dunia internasional.4 Hal ini disebabkan karena pada saat itu Indonesia dihadapkan pada perang ideologi antara American Bloc dan Soviet Bloc.

Pada tahun 1946, sebagai negara yang baru merdeka Indonesia langsung menujukkan kontribusinya terhadap dunia internasional melalui kebijakan politik luar negerinya. Hal tersebut

(5)

diperlihatkan dengan memberikan bantuan sejumlah 500.000 ton gabah untuk meringankan beban rakyat India yang ditimpa bahaya kelaparan. Bantuan tersebut sebenarnya cukup kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan India yang begitu besar. Namun sebagai sumbangan rakyat Indonesia akan menjadi sangat besar artinya pada masyarakat India dan masyarakat internasional. Sumbangan tersebut nyatanya dapat menumbuhkan perhatian dunia internasional tertuju kembali pada Indonesia. Sebagai negara yang baru saja mendapatkan kedaulatan, merupakan sebuah capaian besar bagi Indonesia dapat menolong negara lainnya.

Kondisi sistem internasional pada masa “ColdWar” yang mengharuskan Indonesia untuk memutuskan untuk beraliansi pada salah satu blok, ditanggapi oleh Mohammad Hatta dalam pidatonya didepan KNIP pada tanggal 2 September 1948.

Prinsip dasar politik luar negeri Indonesia adalah “Bebas Aktif”, yang dikemukakan pertama kali oleh Sjahrir pada Asia Conference di New Delhi pada 1946. Kemudian dikemukakan kembali oleh Mohammad Hatta dalam sidang Komite Nasional Indonesia Pusat yang diberi judul “Mendayung Antara Dua Karang”.5

Namun, bukan berarti Indonesia bersifat netral terhadap hal tersebut. Menurut Philip.C Jessup, terminologi netral memiliki arti anti sosial. Hal tersebut bisa membuat pandangan dari masyarakat internasional terhadap Indonesia menjadi buruk, yaitu Indonesia is unsocial. Alasan lain yaitu karena sudah menjadi mandate dari piagam PBB, dimana negara harus memiliki

international solidarity terhadap sebuah iven dan ini telah menjadi sebuah komitmen internasional.6

Salah satu argument Bung Hatta yang disampaikan dalam pembahasan politik luar negeri mencerminkan Indonesia tidak bisa berada dibawah ketiak negara lain dan menjadi objek kepentingan, yaitu :

“Pemerintah berpendapat bahwa pendirian jang harus kita ambil ialah supaja kita djangan menjadi objek dalam pertarungan politik internasional, melainkan kita harus tetap mendjadi subjek jang berhak menentukan sikap kita sendiri, berhak memperdjoangkan tudjuan kita sendiri, jaitu Indonesia Merdeka seluruhnya”.7

5 Panitia Penulisan Sejarah Diplomasi Republik Indonesia, 12-13

6 Pada praktiknya solidaritas internasional mengalami pergeseran dimana solidaritas internasional itu lahir akibat konteks perang antara blok barat dengan blok timur. Indonesia’s Foreign Policy. Page 444

(6)

Kutipan diatas menjelaskan dasar-dasar politik luar negeri yang ingin dicetuskan oleh Mohammad Hatta pada saat itu.

Lebih lanjut, menurut Hatta, the policy of the Republic Indonesia is not one neutrality. Melainkan bebas dan aktif dalam pertentangan kedua blok. PLN bebas-aktif mengandung dua unsure fundamental yaitu bebas dan aktif. Bebas berarti kita berhak menentukan penilaian dan sikap kita sendiri terhadap masalah dunia dan bebas dari keterikatan pada satu blok kekuatan di dunia serta persekutuan militernya. Aktif, yaitu secara aktif dan konstruktif berupaya menyumbang tercapainya kemerdekaan yang hakiki, perdamaian dan keadilan di dunia, sesuai dengan Pembukaan UUD 1945.8

Secara politis, politik luar negeri Indonesia berpedoman pada amanat konstitusi : “…dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…”. Dalam pelaksanaannya Indonesia menganut paham “Bebas-Aktif” yang dicetuskan oleh Mohammad Hatta. Prinsip dasar “Bebas-Aktif” itulah yang member kandungan atau cerminan kepentingan nasional yang ingin diperjuangkan dan dipertahankan melalui mekanisme diplomasi.9

Faktor lain yang menjadi landasan dari Politik Luar Negeri Indonesia “Bebas dan Aktif” tidak bisa lepas dai konsep Pancasila. Hal ini disebabkan oleh Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia. Mohammad Hatta menyebutnya sebagai salah satu faktor yang membentuk politik luar negeri Indonesia. Menurut Mohammad Hatta, Pancasila menciptakan keteraturan (order) dalam politik luar negeri. Oleh karena itu, prinsip dari bebas-aktif itu sendiri memposisikan pancasila sebagi landasan idiilnya dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusionalnya. Namun, yang perlu digaris bawahi adalah prinsip bebas dan aktif dalam operasionalisasinya menurut Hatta senantiasa berubah sesuai kondisi “international system” dan

“national interest” dari negara Indonesia sendiri.

Mohammad Hatta berperan aktif memimpin Republik Indonesia sebagai wakil presiden semenjak diproklamasikannya kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada awalnya Mohammad Hatta melalui keadaan yang sangat sulit dengan merangkap sebagai Perdana Menteri

8 Panitia Penulisan Sejarah Diplomasi Republik Indonesia, 13.

(7)

pada tahun 1948-1949. Setelah Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk sesuai amanat proklamasi, hatta terpilih sebagai wakil presiden oleh parlemen.10

Warisan Timur yang menyatu dalam pribadi Hatta merupakan nilai budaya Minangkabau yang egaliter dan nilai Islam modern. Nilai-nilai tersebut diintegrasikan dengan nilai-nilai Barat berupa nasionalisme dan demokrasi sebagai ilham untuk menegakkan hak asasi manusia, dimana sebuah obsesi Hatta yang masih belum terwujud hingga hari ini. Mohammad Hatta yang pernah meneruskan studinya ke Belanda selama sebelas tahun dianggap menjadi seorang pemimpin berkualitas baik dalam keilmuwan maupun organisasi pergerakan kemerdekaan. Pemikiran politiknya sering mendapat predikat integrator warisan Timur dan Barat.

Dalam menentukan kriteria mengenai bangsa dan kebangsaan, bukanlah suatu paradigma yang mudah. Mohammad Hatta tidak sependapat dengan teori geopolitik. Dimana ia menganggap bangsa dan kebangsaan tidak bisa diambil dari kriteria persamaan asal, persamaan bahasa dan persamaan agama. Sementara geopolitik memandang masalah kekuatan nasional semata-mata dalam istilah geografi dan di dalam proses, merosot menjadi metafisika politis yang diutarakan dalam jargon yang tidak berdasar ilmu pengetahuan.11 Pemikirannya mengenai kebangsaan ini mempengaruhi terbentuknya politik luar negeri Indonesia. Bahkan, peranan Mohammad Hatta diakui oleh Mochtar Kusumaatmaja, bahwa Mohammad Hatta-lah orang pertama sebagai peletak dasar politik luar negeri Indonesia.12

Hatta termasuk pemikir Indonesia yang mempunyai pendapat bahwa perkembangan suatu masyarakat memerlukan perencanaan yang rasional. Mohammad Hatta memilih cara yang bertahap namun nyata. Hal ini tercermin jauh sebelum Indonesia merdeka. Pemikiran Hatta dipengaruhi oleh berbagai latar belakang. Dimana Mohammad Hatta dibesarkan dalam zaman penjajahan, membuatnya melihat keprihatinan akibat perlakuan Belanda terhadap rakyat Indonesia. Keadaan rakyat Indonesia inilah yang kemudian membuat Hatta menolak keras imperialisme dan kolonialisme dalam bentuk apapun.

Mohammad Hatta sebagi seorang sosialis, sosialisme yang berhaluan Islam. Ia memberikan pemahaman mengenai sosialisme yang berkaca dari kehidupan di desa yang berupa

10 Mohammad hatta, Potrait of a Patriot. Alih bahasa Deliar Noer, The hauge Paris: Mouton Publisher, 1972. 11 Hans J. Morgenthau, politik Antar Bangsa ke-6. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1990, hlm.242.

(8)

gotong royong dan azas kekeluargaan yang merupakan kesinambungan dari kolektivisme yang beraturan. Pada intinya Mohammad Hatta menginginkan tidak adanya pemimpin yang besar yang tidak terkontrol untuk melaksanakan segala keinginannya, sebaliknya menginginkan azas kekeluargaan yang mufakat. Sosialisme yang dianut oleh Hatta ini tidak lepas dari pengaruh Barat, hal ini juga berkaitan erat dengan ia menempuh studinya di Belanda. Salah satu pengaruh yang menonjol dari dalam diri Hatta adalah koperasi yang diterapkannya di Indonesia yang merupakan hasil belajarnya selama di Skandinavia. Dengan koperasi, Hatta merasa ada kecocokan untuk diterapkan di Indonesia, yang merupakan paham sosialis. 13

Doktrin politik luar negeri bebas aktif ini sejak awal dianggap sebagai komitmen nasional yang harus dipegang teguh, sehingga pelanggaran terhadap doktrin tersebut mengundang kritik yang tajam. Pemerintahan Perdana Menteri Sukiman jatuh pada tahun 1952 ketika diketahui bahwa Menteri Luar Negeri Subardjo secara diam-diam sepakat menerima bantuan ekonomi Amerika berdasarkan syarat-syarat yang tertuang dalam Mutual Security Act Of 1951. Berdasarkan fakta tersebut, negara menerima bantuan ekonomi dan teknis dari Amerika Serikat, dan terikat dalam perjanjian pertahanan keamanan dengan negara adidaya tersebut. Dengan demikian, Kabinet Sukiman telah menjadikan Indonesia sebagai sekutu Amerika Serikat, sehingga secara jelas telah melanggar doktrin politik luar negeri bebas dan aktif. Hal tersebut mengakibatkan kejatuhan Kabinet Sukiman. Sejak saat itu diputuskan bahwa setiap perjanjian internasional harus diratifikasi parlemen, sehingga eksekutif tidak dapat lagi menjalankan diplomasi rahasia.14

Penandatanganan perjanjian MSA (Mutual Security Act) dengan Amerika Serikat oleh Subardjo sebagai Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Sukiman, disalahkan oleh Hatta, dimana menurut kesimpulannya,

Subardjo bersalah dalam hal ini, ia telah mengetahui segala implikasi perjanjian tersebut yang diperolehnya dari Duta Besar Amerika Serikat, M. Cocchran, dan ia tidak membicarakan persetujuan itu sebelumnya dengan cabinet,, padahal kepada Duta Besar Cocchran, Subardjo mengaku telah sudah membicarakannya dengan cabinet. Subardjo telah menjalankan diplomasi rahasia dengan sendirinua (seorang diri) dengan tidak menginsyafi

(9)

bahwa soal semacam ini tidak dapat dirahasiakan. Ini merupakan kelalaian Subardjo yang kurang peka dan kurang perhatian seperti biasanya pekerjaan Subardjo”15

Pada tahun 1953, Republik Indonesia menggandengkan politik bebas aktifnya dengan politik bertetangga baik (good neigbhour policy). Perkembangan baru dalam pelaksanaan politik bebas aktif ini terjadi pada masa Kabinet Ali Sastroamidjojo I. Kabinet ini tidak menitikberatkan hubungannya terhadap Barat, namun lebih mendekatkan diri dengan negara-negara Asia-Afrika yang diwujudkan dengan menggalang solidaritas negara-negara Asia dan Afrika yang bertujuan untuk menghapuskan kolonialisme dan untuk meredakan ketegangan dunia yang ditimbulkan oleh ancaman perang nuklir antara dua negara raksasa, Amerika Serikat dan Uni Soviet. Indonesia kemudian berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung, pada April 1955.

Meneliti peranan Mohammad Hatta dalam pembentukan Politik Luar Negeri Indonesia yang “Bebas-Aktif” merupakan sebuah usaha yang penting dan sangat bermanfaat untuk pengembangan konsep Politik Luar Negeri, khususnya membahas mengenai Politik Luar Negeri Indonesia. Menurut peneliti, politik luar negeri merupakan salah satu kajian dalam ilmu Hubungan internasional yang terpenting dan sangat berguna bagi para “scholar” Hubungan Internasional untuk menganalisis interaksi politik antar aktor di sistem internasional.

Pemikiran politik luar negeri Indonesia yang “Bebas-Aktif” merupakan pencapaian yang sangat berharga dalam kajian Politik Luar Negeri Indonesia. Peneliti sangat tertarik untuk meneliti faktor internal dan eksternal dari sosok Mohammad Hatta dalam mencetuskan padangannya membuat politik luar negeri yang “Bebas-Aktif”. Inilah yang berusaha penulis upayakan melalui penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul : Peranan Mohammad Hatta dalam peletakan Politik Luar Negeri Indonesia Bebas-Aktif (1945-1949).

1.2 Permasalahan

Setiap negara membuat dan menjalankan politik luar negerinya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada di negaranya masing-masing. Banyak faktor yang menentukan dalam pembuatan dan penetapan sebuah politik luar negeri dari suatu negara. Disamping siatuasi dan

(10)

keadaan sistem internasional, juga terdapat aspek-aspek yang bersifat domestic yang mempengaruhinya. Selain itu, faktor pemikiran aktor, latar belakang, dan juga bentuk kontribusi dari aktor-aktor yang bermain didalamnya juga sangat menentukan. Perbedaan waktu, tempat, dan keadaan serta perilaku kekuasaan dan kepentingan yang kompleks membuat politik luar negeri sulit untuk dideskripsikan sama secara universal. Karena itu, setiap aktor mempunyai kekhasan dalam menjalan dan membentuk politik luar negeri sesuai dengan lingkungan yang membentuk pemikiran dan sumber-sumber pengetahuan dominan yang hendak dikejar.

Mohammad Hatta diakui sebagai sosok yang paling berpengaruh dalam peletakan Politik Luar Negeri Indonesia Bebas-Aktif. Hal ini telah banyak dipublikasikan dan ditulis oleh berbagai peneliti yang tertarik dalam mendalami masalah Politik Luar Negeri Indonesia. Terdapat beragam metode dan teknik dalam pelaksanaan dan penerapan Politik Luar Negeri tergantung dengan kepentingan masing-masing aktor. Dalam penelitian ini penulis bermaksud untuk menganalisis peranan dari Mohammad Hatta dalam pencetusan Politik Luar Negeri Indonesia yang bersifat Bebas-Aktif melalui kerangka konsep Politik Luar Negeri dalam Ilmu Hubungan Internasional dengan member perhatian utama terhadap metode, pemikiran dan perilaku yang digunakan Mohammad Hatta dalam menetapkan kebijakan tersebut.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan yang hendak penulis jawab melalui penelitian ini adalah :

 Apakah peranan dalam konseptualisasi Politik Luar Negeri Indonesia ?

 Mengapa Mohammad Hatta meletakkan politik luar negeri yang bersifat

“Bebas-Aktif” sebagai bentuk Politik Luar Negeri Indonesia ?

 Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pemikiran Mohammad Hatta dalam

membentuk Politik Luar Negeri Indonesia Bebas-Aktif ?

1.4 Tujuan Penelitian

 Mendeskripsikan sejarah dan ruang lingkup Politik Luar Negeri Indonesia

 Mengkaji konteks-konteks pemikiran Politik Luar Negeri Bebas-Aktif oleh

Mohammad Hatta

 Mengungkapkan perjuangan Mohammad Hatta dalam mewujudkan tujuan Politik

Luar Negeri Indonesia

 Menganalisa peranan Mohammad Hatta dalam pembentukan Politik Luar Negeri

Indonesia Bebas-Aktif

(11)

 Mencoba membuka kembali pemikiran aktor Indonesia dalam kajian politik luar

negeri dimana pemikiran tersebut mencampurkan pemikiran Barat dan nilai-nilai Timur. Hal ini juuga bergunan untuk membangkitkan semangat kaum muda Indonesia untuk mempelajari aktor-aktor Indonesia ditengah “Westerncentric” dalam berbagai keilmuwan yang ada saat ini.

 Berguna untuk semua elemen masyarakat, terutama civitas akademika untuk

memperluas pemahaman mengenai politik luar negeri Indonesia.

1.6 Studi Pustaka

Saat ini, telah banyak kumpulan tulisan yang menulis mengenai biografi, sejarah perjuangan, hingga ideologi seorang Mohammad Hatta. Hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari peran seorang Mohammad Hatta yang telah berkontribusi begitu besar dalam pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penulis mengumpulkan dan menelaah beberapa tulisan mengenai Mohammad Hatta dalam membantu meyelesaikan penelitian ini.

Pertama yaitu buku “Kumpulan Pidato Mohammad Hatta” dari tahun 1942 sampai 1949, yang disusun oleh I. Wangsa Widjaja dan Meutia F. Swasono. Dimana dalam buku ini menjelaskan bentuk ide dan pemikiran Mohammad Hatta mengenai kebijakan yang dilakukan oleh Indonesia dalam menghadapi sistem internasional. Hal yang paling menonjol yaitu bantuan yang dilakukan Indonesia ke India dalam membantu menangani kasus kelaparan yang merebak di India. Pengiriman 500.000 ton gabah dari Indonesia terhadap India membuat mata dunia kembali tertuju terhadap Indonesia, dimana sebuah negara muda yang masih seumur jagung telah mampu memberikan kontribusi terhadap negara-negara lainnya yang ada dalam sistem internasional.16

(12)

Selain itu, Mohammad Hatta menjelaskan bahwa cita-cita bangsa Indonesia ialah mencapai perdamaian yang abadi serta keadilan sosial ke dalam maupun ke luar. Perdamaian yang abadi diantara rakyat dan keadilan sosial bagi rakyat seluruhnya akan dicapai dengan memperkokoh sendi-sendi negara melalui nilai-nilai yang terkandung didalam Pancasila. Tuntutan ini juga terjamin melalui Undang-Undang Dasar kita, misalnya pasal 33 dan 34 tentang kesejahteraan sosial dan pasal 27 ayat 2, yang menegaskan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Perdamaian abadi dan keadilan sosial ke luar, yaitu diantara bangsa-bangsa di seluruh dunia, hal tersebut haruslah disusun oleh segala bangsa. Walaupun demikian, kita sebagai bangsa Indonesia mempunyai niat yang kuat untuk mencapai hal tersebut. Dan tujuan Politik Luar Negeri Indonesia, siapapun yang memimpinnya, akan tetap berdasarkan kepada cita-cita mencapai perdamaian yang kekal dan keadilan sosial di antara segala bangsa di dunia.17 Tulisan inilah yang menurut penulis merepresentasikan nilai-nilai yang ada dalam Politik Luar Negeri Bebas-Aktif yang merupkan buah pemikiran dari Mohammad Hatta dengan nilai-nilai ketimurannya yang masih kental.

Buku “Politik Luar Negeri Indonesia”, tahun 1986 yang merupakan terjemahan dari “Indonesia Foreign Policy” oleh DR. Micahel Leifer yang lebih khusus menjelaskan mengenai perjalanan politik luar negeri Indonesia. Dalam buku tersebut terdapat bagian tentang revolusi nasional dan benih-benih politik luar negeri Indonesia yang membahas mengenai dinamika politik luar negeri Indonesia pada masa awal kemerdekaan dalam kurun waktu dari tahun 1945 sampai dengan 1949. Dalam bahsan tersebut, dijelaskan mengenai bagaimana diplomasi Indonesia dalam menghadapi Belanda, mulai dari kepemimpinan baru dan perundingan-perundingan yang dilakukan, intervensi PBB dan masalah Indonesia-Belanda, benih-benih politik luar negeri Indonesia dan penyerahan kedaulatan.18

Dalam Jurnal “Aktivitas Mohammad Hatta” yang ditulis oleh Dian Safitri, menjelaskan mengenai pemikiran-pemikiran Mohammad Hatta yang bersifat sosialis namun berhaluan Islam. Latar belakang Mohammad Hatta sebagai seorang anak yang berasal dari Budaya Minangkabau

membuat ide-ide budayanya selalu melekat dengan pemikirannya walaupun dicampurkan dengan pemikiran Barat yang memang dia tekuni pada saat melakukan studi ke Belanda selama sebelas tahun. Yang pada intinya Hatta menginginkan tidak adanya pemimpin yang besar yang tidak

17 Ibid hlm.82

(13)

terkontrol untuk melaksanakan segala keinginannya, sebaliknya azas kekeluargaan yang mufakat.19

Selanjutnya yaitu, buku “Mendajung Antara Dua Karang” Drs. Mohammad Hatta, (Keterangan yang diucapkan oleh Drs. Mohammad Hatta didepan siding B.P.K.N.P di jogja pada tahun 1948) yang berisi ide-ide pemikiran Mohammad Hatta mengenai Politik Luar Negeri Indonesia pada periode dimana lingkungan internasional terpecah menjadi dua kekuatan besar (Bipolar), yang membentuk Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet. Negara-negara di dunia pada saat itu dihadapkan pada pilihan untuk memilih sebagai pengikut dari ideologi yang direpresentasikan oleh kedua negara tersebut. Buku ini diberi judul “Mendajung Antara Dua Karang” merupakan suatu judul yang identik dengan politik luar negeri Indonesia kala itu, dimana Kementrian Penerangan mungkin memang ingin lebih menonjolkan soal-soal politik luar negerinya ketimbang soal-soal domestik. Bagaimana penjelasan Mohammad Hatta tentang konsepnya ini bisa kita lihat dalam pidato pertamanya tanggal 2 September, dimana Mohammad hatta mengawali penjelasannya mengenai prinsip politik luar negeri yang dipegang Pemerintah Republik Indonesia dengan menjabarkan sikap pemerintah terhadap Perjanjian Renville. Menurut pemerintah, Republik Indonesia yang pada saat itu hanya terdiri dari Jawa, Sumatera, dan Madura, harus menaati Perjanjian Renville karena telah menyepakatinya. Selain itu, realita di lapangan membuat pemerintah mau tidak mau juga mesti berunding dengan Belanda karena perjuangan senjata terus menerus justru kontraproduktif dengan upaya mencapai kemerdekaan.20

“Terhadap perundingan dengan Belanda kita senantiasa mendasarkan politik kita atas keadaan jang njata atas tuntutan jang rasional dimata dunia internasional. Oleh karena perestudjuan Renville sudah diterima oleh negara, delegasi kita harus mendjalankan politik perundingan jang sebaik baiknja berdasarkan persetudjuan Renville itu”, demikian ungkap Mohammad Hatta.21

Isi Perjanjian Renvil tersebut intinya Republik Indonesia harus menarik tentaranya dari wilayah yang sebelumnya dikuasainya hingga pada garis Van Mook. Akibar perjanjian itu, Indonesia harus kehilangan sebagian dari wilayah yang sebelumnya sudah menyempit akibat dari

19 Dian Safitri. “Aktifitas Mohammad Hatta”. Prodi Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Malang

(14)

Perjanjian Linggarjati. Pada saat yang sama, di kalangan domestic sendiri terjadi perpecahan dalam menyikapi Perjanjian Renville. Kalangan FDR (Front Demokrasi Rakjat) yang berhaluan komunis yang semula mendukung mengubah sikap dengan mengusulkan pembatasan perjanjian. Kalngan ini menuntut agar Indonesia lebih berpihak kepada Uni Soviet yang kala itu menjadi symbol perlawanan terhadap imperialisme. Nah, dalam menjawab perpecahan internal ini Mohammad Hatta menegaskan sikap politik yang diambil oemerintah dengan menyatakan:

“Tetapi mestikah kita bangsa Indonesia, jang memperdjoangkan kemerdekaan bangsa dan negara kita, hanja harus memilih pro Rusia atau pro Maerika ? Apakah tak ada pendirian jang lain harus kita ambil dalam mengedjar tjita-tjita kita?”

“Pemerintah berpendapat bahwa pendirian jang harus kita ambil ialah supaja kita djangan menjadi objek dalam pertarungan politik internasional, melainkan kita harus tetap mendjadi subjek jang berhak menetukan sikap kita sendiri, berhak memperdjoangkan tudjuan kita sendiri, jaitu Indonesia Merdeka seluruhnja.”

Dalam memperkuat argumennya tersebut Mohammad Hatta mengambil contoh Uni Soviet yang pada tahun 1935 melunakkan sikapnya terhadap negara-negara demokrasi Barat dan bekerja sama dengan negara-negara tersebut demi menghadapi fasisme Nazi Jerman. Tidak hanya sampa disitu, Soviet bahkan menyarakan kepada bangsa-bangsa yang masih terjajah untuk mengurangi perjuangannya melawan imperialisme dan melepaskan sementara waktu cita-cita kemerdekaannya demi membantu perlawanan terhadap Jerman kala itu. Ini membuktikan bahwa Uni Soviet pun mempertimbangkan situasi riil di lapangan dan tidak melulu terpaku terhadap ideology untuk menentukan sikap politik internasionalnya. Pragmatisme cerdas inilah yang diajukan Mohammad Hatta untuk juga diterapkan oleh Indonesia dalam menghadapi situasi politik internasional.22

1.7 Kerangka Konseptual 1.7.1 Politik Luar Negeri

Politik luar negeri pada dasarnya merupakan action theory, atau kebijaksanaan suatu negara yang ditujukan ke negara lain untuk mencapai suatu kepentingan tertentu. Secara umum pengertian politik luar negeri (foreign policy) merupakan suatu perangkat formula nilai, sikap,

(15)

arah serta saran untuk mempertahankan, mengamankan, dan memajukan kepentingan nasional dalam percaturan dunia internasioal. Suatu komitmen yang pada sarnya merupakan strategi dasar untuk mencapai suatu tujuan baik dalam konteks domestic dan luar negeri serta sekaligus menentukan keterlibatan suatu negara di dalam isu-isu internasional atau lingkungan sekitarnya.23

Salah satu cara dalam memahami konsep politik luar negeri adalah dengan jalan memisahkannya ke dalam dua komponen: politik dan luar negeri. Politik (policy) merupakan seperangkat keputusan yang menjadi pedoman untuk bertindak, atau seperangkat aksi yang bertujuan untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Policy itu sendiri berakar pada konsep “pilihan(choices)”: memilih tindakan atau membuat keputusan-keputusan untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan gagasan mengenai kedaulatan dan konsep “wilayah” akan membantu upaya memahami konsep luar negeri (foreign). Kedaulatan berarti kontrol atas wilayah (dalam) yang dimiliki oleh suatu negara. Jadi, politik luar negeri (foreign policy) berarti seperangkat pedoman untuk memilih tindakan yang ditujukan ke luar wilayah suatu negara.24

Pemahaman konsep ini diperlukan agar kita dapat membedakan antara politik luar negeri dan politik domestic (dalam negeri). Namun, tidak dapat dipungkiri bahwasanya pembuatan politik luar negeri selalu terkait dengan konsekuensi-konsekuensi yang ada didalam negeri. Meminjam istilah Henry Kissinger, seorang akademisi sekaligus praktisi politik luar negeri Amerika Serikat, menyatakn bahwa “foreign policy begins when domestic policy ends”.25 Dengan kata lain kajian politik luar negeri berada pada persimpangan antara aspek dalam negeri suatu negara (domestic) dan aspek internasional (eksternal) dari kehidupan suatu negara. Karena itu studi politik luar negeri tidak dapat menisbikan struktur dan proses baik dari sistem internasional (lingkungan eksternal) maupun dari sistem politik domestic. Dari pernyataan di atas sulit bagi kita untuk memisahkan antara politik luar negeri dengan politik dalam negeri. Pemisahan ini hanya dimungkinkan untuk keperluan analisis atau penelitian dalam Hubungan Internasional.

Politik luar negeri merupakan salah satu bidang kajian dalam studi Ilmu Hubungan Internasional. Politik Luar Negeri merupakan suatu studi yang kompleks karena tidak saja

23 Yanyan Mochamad Yani, Drs., MAIR., Ph.D. dalam Jurnal “Politik Luar Negeri” 24 Ibid

(16)

melibatkan aspek-aspek eksternal akan tetapi juga aspek-aspek internal suatu negara.26 Negara, sebagai aktor yang melakukan politik luar negeri, tetap menjadi unit politik utama dalam sistem hubungan internasional, meskipun aktor-aktor non-negara semakin memainkan peran nya yang semakin hari semakin menyaingi peran negara dalam dinamika hubungan internasional.

Dalam kajian politik luar negeri sebagai suatu sistem, rangsangan dari lingkungan eksternal dan domestic sebagai input yang mempengaruhi politik luar negeri atau negara dipersepsikan sebagai sebuah input yang oleh para decision maker dalam suatu konversi menjadi output. Prosen konversi tersebut dilakukan dalam perumusan politik luar negeri suatu negara dan hal ini mengacu pada pemaknaan situasi baik yang berlangsung dalam hal eksternal maupun internal dengan mempertimbangkan tujuan yang ingin dicapai serta sarana dan kapabilitas yang dimilikinya.27

Kebijakan luar negeri merupakan strategi ataupun sebuah rencana tindakan yang dibuat oleh para pembuat keputusan negara dalam menghadapi negara lain ataupun unit-unit politik lainnya, dan digunakan untuk mencapai tujuan nasional spesifik yang tertuang dalam terminologi

national interest.28 Kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah suatu negara memang bertujuan untuk emncapai kepentingan nasional masyarakat yang diperintahnya meskipun kepentingan nasional suatu bangsa pada waktu itu ditentukan oleh siapa yang berkuasa pada waktu tersebut.29 Untuk memenuhi kepentingan nasionalnya itu, negara-negara maupun aktor dari negara tersebut melakukan berbagai macam kerjasama diantaranya adalah kerjasama bilateral, triteral, regional, dan multilateral.

Menurut Rosenau, pengertian kebijakan luar negeri yaitu upaya suatu negara melalui keseluruhan sikap dan aktivitasnya untuk mengatasi dan memperoleh keuntungan dari lingkungan eksternalnya.30 Kebijakan luar negeri menurutnya ditujukan untuk memeilihara dan mempertahankan kelangsungan hiudp suatu negara.31 Bahkan, apabila kita mengkaji kebijakan luar negeri suatu negara maka kita akan memasuki fenomena yang luas dan kompleks, meluputi

26 James N. Rosenau. Gavin Book, Kenneth W. Thompson. 1976. World Politics: An Introduction. New York: The Free Press, hlm.15

27 James N. Rosenau. 1980. The Scientific Study of Foreign Policy. New York: The Free Press, hal. 171-173 28 Jack C. Plano dan Ray Olton. 1999. Kamus Hubungan Internasional. Bandung: Abardin,hlm.5

29 Mochtar Mas’oed. 1994. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. Jakarta: LP3ES, Hlm.184 30 James N. Rosenau. Gavin Boyd. Kenneth W. Thompson. 1976. World Politics: An Introduction. New York: The Free Press, hlm. 27.

(17)

kehidupan internal dan kebutuhan eksternal termasuk didalamnya adalah kehidupan internal dan eksternal seperti aspirasi, atribut nasional, kebudayaan, konflik, kapabilitas, institusi, dan aktivitas rutin yang ditujukan untuk mencapai dan memelihara identitas sosial, hukum, dan geografi suatu negara sebagai negara-bangsa (nation-state).32

Langkah-langkah awal dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri mencakup:

 Menjabarkan pertimbangan kepentingan nasional ke dalam bentuk tujuan dan sasaran

spesifik;

 Menetapkan faktor situasional di lingkungan domestic dan internasional yang berkaitan

dengan tujuan kebijakan luar negeri;

 Menganalisa kapabilitas nasional untuk menjangkau hasil yang dikehendaki;

 Mengembangkan perencanaan atau strategi untuk memasuki kapabilitas nasional dalam

menanggulangi variabel tertentu sehingga mencapai tujuan yang telah ditetapkan;

 Melaksanakan tindakan yang diperlukan;

 Secara periodeik meninjau dan melakukan evaluasi perkembangan yang telah

berlangsung dalam menjangkau tujuan atau hasil yang dikehendaki.33

Sementara menurut Holsti, lingkup kebijakan luar negeri meliputi semua tindakan serta aktivitas negara terhadap lingkungan eksternalnya dalam upaya memperoleh keuntungan dari lingkungan tersebut, serta hirau akan berbagi kondisi internal yang menopang formulasi tindakan tersebut.34

1.7.2 Tujuan Politik Luar Negeri

Tujuan dari kebijakan luar negeri sebenarnya merupakan fungsi dari proses dimana tujuan negara disusun. Tujuan tersebut dipengaruhi oleh sasaran yang dilihat dari masa lalu dan aspirasi untuk masa yang akan dating. Tujuan kebijakan luar negeri dibedakan atas tujuan jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek. Pada dasarnya tujuan jangka panjang kebijakan luar negeri adalah untuk mencapai perdamaian, keamanan, dan kekuasaan.35

32 Ibid, hlm.15

33 Jack C. Plano dan Ray Olton.1999. Kamus Hubungan Internasional. Bandung: Abardin, hlm.5 34 KJ. Holsti. 1992. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis. Bandung: Bina Cipta, Hlm 21

(18)

Sementara itu, menurut Plano setiap kebijakan luar negeri dirancang untuk menjangkau tujuan nasional. Tujuan nasional yang hendak digunakan melalui kebijakan luar negeri merupakan formulasi konkret dan dirancang dengan mengaitkan kepentingan nasional terhadp situasi internasional yang sedang berlangsung serta power yang dimiliki untuk menghadapinya. Tujuan dirancang, dipilih, dan diterapkan oleh pembuat keputusan dan dikendalikan untuk mengubah kebijakan (revisionist policy) atau mempertahakan (status quo policy) kenegaraan tertentu di lingkungan internasional.36

Tujuan politik luar negeri dapat dikatakan sebagai citea mengenai keadaan dan kondisi di masa depan suatu negara dimana pemerintah melalui para perumus kebijaksanaan nasional mampu meluaskan pengaruhnya kepada negara-negara lain untuk mengubah atau mempertahankan tindakan negara lain. Jika ditinjau dari sifatnya, tujuan politik luar negeri dapat bersifat konkret dan abstrak. Sedangkan dilihat dari segi waktunya, tujuan politik luar negeri dapat bertahan lama dalam suatu periode waktu tertentu dan dapat pula bersifat sementara, berubah sesuai dengan kondisi waktu tertentu.

K.J. Holsti memberikan tiga kriteria untuk mengklasifikasikan tujuan-tujuan politik luar negeri suatu negara, yaitu :

 Nilai (value) yang menjadi tujuan dari para pembuat keputusan.

 Jangka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suatu tujuan yang telah

ditetapkan. Dengan kata lain ada tujuan jangka pendek (short-term), jangka menengah (middle-term) dan jangka panjang (long-term).

 Tipe tuntutan yang diajukan suatu negara kepada negara lain.37

Konsep lain yang melekat pada tujuan politik adalah kepentingan nasional (national interest) yang didefinisikan sebagai konsep abstrak yang meiliputi berbagai kategori/keinginan dari suatu negara yang berdaulat. Kepntingan nasional terbagi ke dalam beberapa jenis, yaitu :

Core/basic/vital interest; kepentingan yang sangat tinggi nilainya sehingga suatu

negara bersedia untuk berperang dalam mencapainya. Melindungi daerah-daerah wilayahnya, menjaga dan melestarikan nilai-nilai hidup yang dianut suatu negara merupakan beberapa contoh dari core/basic/vital interest ini.

Secondary interests, meliputi segala macam keinginan yang hendak dicapai

masing-masing negara, namun mereka tidak bersedia berperang dimana masih

36 Jack C. Plano dan Ray Olton. 1999. Kamus Hubungan Internasional. Bandung: Abardin, hlm. 6

(19)

terdapat kemungkinan lain untuk mencapai hal tersebut melalui jalan perundingan atau diplomasi misalnya.

1.7.3 Konsepsi Kebijakan Luar Negeri

Kebijakan luar negeri mempunyai tiga konsep untuk menjelaskan hubungan suatu negara dengan kejadian dan stuasi di luar negara, yaitu : Kebijakan luar negeri sebagai sekumpulan orientasi (as a cluster of orientation). Politik luar negeri sebagai sekumpulan orientasi merupakan pedoman bagi para pembuat keputusan untuk meghadapi kondisi-kondisi eksternal yang menuntut pembuatan keputusan dan tindakan berdasarkan orientasi tersebut. Orientasi ini terdiri dari sikap, persepsi, dan nilai-nilai yang dijabarkan dari pengalaman sejarah, dan keadaan strategis yang menentukan posisi negara dalam politik internasional.

Karena itu politik luar negeri yang dipandang sebagai sekumpulan orientasi mengacu pada prinsip-prinsip dan tendensi umum yang mendasari tindakan negara di dalam dunia internasional, misalnya UUD 1945 dan Pancasila yang dipunyai oleh Indonesia.

Politik luar negeri sebagai seperangkat komitmen dan rencana untuk bertindak (as a set of commitments to and plan for action). Dalam hal ini kebijakan luar negara berupa rencana dan komitmen konkrit yang dikembangkan oleh para pembuat keputusan untuk membina dan mempertahankan situasi lingkungan eksternal yang konsisten dengan orientasi kebijakan luar negeri. Rencana tindakan ini termasuk tujuan yang spesifik serta alat atau cara untuk mencapainya yang dianggap cukup memadai untuk menjawab peluang dan tantangan dari luar negeri.

Dalam kenyataannya, rencana tindakan ini merupakan penerjemahan dari orientasi umum dan reaksi terhadap keadaan yang konkret. Pada fase ini rencana tindakan politik luar negeri ini akan memberikan pedoman bagi :

 Tindakan yang ditujukan pada situasi yang berlangsung lama, misalnya kebijakan

luar negeri yang berkenaan dengan konflik Arab-Israel.

 Tindakan Tindakan yang ditujukan kepada negara-negara tertentu.

 Tindakan yang ditujukan pada isu-isu khusus, seperti kebijakan luar negeri

mengenai pengawasan dan elucutan persenjataan.

 Tindakan yang ditujukan pada berbagai sasaran lainnya, misalnya isu lingkungan

hidup dan hak asasi manusia.

(20)

konferensi KNIP di Jogjakarta pada tahun 1948 dalam menyampaikan gagasannya mengenai Politik Luar Negeri Indonesia yang dikenal dengan “Mendajung Diantara Dua Karang” .

Kebijakan luar negeri sebagai bentuk perilaku atau aksi, dimana pada tingkat ini kebijakan luar negeri berada dalam tingkat yang lebih empiris, yaitu berupa langkah-langkah nyata yang diambil oleh para pembuat keputusan yang berhubungan dengan kejadian serta situasi di lingkungan eksternal. Langkh-langkah ini dilakukan berdasarkan orientasi umum yang dianut serta dikembangkan berdasarkan komitmen dan sasaran yang lebih spesifik.38

Jadi, kebijakan luar negeri dapat dibedakan sebagai sekumpulan orientasi, sekumpulan komitmen dan rencana aksi, dan sebagai suatu bentuk perilaku. Setiap negara menghubungkan negaranya kepada peristiwa dan situasi di luar dengan ketiga bentuk kebijakan luar negeri diatas.

1.7.4 Sumber-Sumber Politik Luar Negeri

Keputusan dan tindakan ini dipengaruhi oleh faktor yang berasal baik dari lingkungan eksternal maupun lingkungan internal. Faktor-faktor yang mendasari dan menentukan rencana-rencan dan pilihan-pilihan yang dibuat oleh para pembuat keputusan sangatlah banyak untuk disebutkan. Karena itu, perlu adanya suatu pengelompokkan faktor-faktor tersebut.

Howard Lentner mengklasifikasikannya ke dalam dua kelompok, yaitu determinan luar negeri dan determinan domestik.39 Determinan luar negeri mengacu pada keadaan sistem internasional dan situasi pada suatu wilayah tertentu. Sistem internasional didefinisikan sebagai pola interaksi diantara negara-negara yang terbentuk/dibentuk oleh struktur interaksi diantara pelaku-pelaku yang paling kuat (most powerful actors). Sistem internasional setelah periode Perang Dunia II yang dikenal sebagai bipolaritas (dua kutub) merupakan contoh dari sistem internasional yang pernah berlaku dalam politik global. Hal ini merupakan kunci yang penting dalam menganalisis pembentukan kebijakan dan penelitian yang akan dilakukan mengenai faktor –faktor yang menyebabkan Mohammad Hatta mencetuskan Politik Luar Negeri Indonesia yang Bebas-Aktif.

Contoh lainnya, yaitu pola hubungan diantara negara-negara di Asia Tenggara yang terlibat dalam ASEAN akan dibahas sebagai sebuah situasi.40 Dengan demikian, situasi sebagai

38 James N.Rossenau, gavin Boyd, Kenneth W. Thompson. 1976. World Politics: An Introduction. New York: The free Press

39 Howard lentner. 1974. Foreign policy Analysis: A Comparative and Conceptual Approach. Ohio: Bill and Howell Co, hal. 105-171.

(21)

suatu lat analisis (analytical tool) dapat memberikan alat untuk menetukan lingkungan eksternal yang relevan bagi para pembuat keputusan (decision maker). Selain itu, konsep ini juga berfungsi sebagai alat untuk menghubungkan dua unit analisis yang lainnya yaitu negara dan sistem internasional.

Sedangkan James N. Rosenau mengkategorikan faktor-faktor/sumber sumber politik luar negeri melalui dua kontinum, yakni dengan cara menempatkan sumber-sumber itu pada kontinu waktu dan kontinu agregasi sitematik.41 Kontinum waktu meliputi sumber-sumber yang cenderung bersifat mantap dan berlaku terus menerus dan tetap dan sumber-sumber yang dapat dipengaruhi oleh fluktuasi jarak pendek, dan sumber-sumber yang dapat berubah.

Sumber-sumber utama yang menjadi input dalam perumusan kebijakan luar negeri, yaitu :

 Sumber sistemik (systemis source), merupakan sumber yang berasal dari

lingkungan eksternal suatu negara. Sumber ini menjelaskan struktur hubungan di antara negara besar, pola-pola aliansi yang terbentuk diantara negara-negara dan faktor situasional eksternal yang dapat berupa isu area atau krisis.

 Sumber masyarakat (societal source), merupakan sumber yang berasal dari

lingkungan internal. Sumber ini mencakup faktor kebudayaan dan sejarah pembangunan ekonmi, struktur sosial dan perubahan opini public.

 Sumber pemerintahan (governmental source), merupakan sumber internal yang

menjelaskan tentang pertanggungjawaban politik dan struktur dalam pemerintahan.

 Sumber idiosentrik (idiosyncratic source) merupakan sumber internal yang

melihat nilai-nilai pengalaman, bakat serta kepribadian elit politik yang mempengaruhi persepsi, kalkulasi, dan perilaku mereka terhadap kebijakan luar negeri.42

1.7.5 Perspektif-Perspektif Politik Luar Negeri 1.7.5.1 Model Strategik/Model Rasional

Asumsi dasar model ini yaitu bahwa negara-negara dapat dianggap sebagai aktor yang berupaya untuk memaksimalkan pencapaian tujuan mereka berdasarkan kalkulasi retional di dalam kancah politik global.43 Lovel telah menyarankan adanya beberapa faktor utama yang mempengaruhi proses perumusan strategi kebijakan luar negeri suatu negara-bangsa lain, dan

41 James N.Rossenau, gavin Boyd, Kenneth W. Thompson. 1976. World Politics: An Introduction. New York: The free Press, hlm.18

42 Ibid, hlm. 15

(22)

kapabilitas yang dimiliki oleh negara tersebut. Keempat faktor ini menentukan corak interaksi antar negara dalam perspektif strategi yang meliputi leadership strategy, confrontation strategy, accommodative strategy, dan concordance strategy.44

Leadership strategy menunjukkan adanya posisi pengawasan melalui cara persuasi dan tawar-menawar daripada melalui cara kekerasan. Pada tipe strategi ini suatu negara menganggap kapabilitasnya superior dan strategi negara-negara bangsa lain mendukung.

Concordance strategy merupakan kepentingan yang saling menguntungkan. Namun, menyadari bahwa kapabilitasnya relative rendah daripada negara A, maka para pembuat keputusan negara B akan berusaha untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan negara A dengan cara menghindari pembuatan kebijakan luar negeri yang dapat menimbulkan konflik dengan negara A, dan negara B akan bertingkah laku selaras dengan inisiatif-inisiatif negara A. Sementara itu, dalam atmosfir confrontation strategy, negara bangsa A akan mencoba untuk mempertajam isu-isu yang mengandung konflik kepentingan dengan negara B, dan memaksa negara B untuk memodifikasi negara A. Di lain pihak, dengan adanya pengakuan negara B terhadap superioritas kapabilitas negara A, maka diharapkan negara B akan mencoba untuk membuat strategi penyesuaian-penyesuaian (accommodation strategy) untuk menghindari konflik, meskiun adanya kemungkinan di waktu depan negara B akan menerapkan strategi konfrontasi ketika kapabilitas negara B meningkat.

Model ini dikenal pula sebagai model strategi (model aksi-reaksi) yang digunakan para analis (terutama para ahli sejarah diplomasi) untuk menerapkan tiap respon sebagai suatu perhitungan rasional (rational calculation) untuk menghadapi tindakan yang dilakukan pihak lain.

Kelemahan yang melekat pada model ini adalah asumsi mengenai perhitungan rasional dari para pembuat keputusan. Sering terjadi suatu keputusan yang rasional bagi seseorang namun belum tentu rasional bagi orang lain. Dalam banyak literature mengenai studi politik luar negeri, dijelaskan bahwa para pengambil keputusan akan bertindak rasional dengan mencoba menjelaskan keputusan dan tindakan yang diambilnya.

Model inilah yang menjadi Politik Luar Negeri Bebas-Aktif Indonesia, dimana Mohammad Hatta mencoba menimbulkan pilihan yang rasional dengan melihat aspek-aspek faktor internal dan eksternal yang terjadi pada masa itu. Indonesia perlu untuk tetap menjalankan politik luar negeri yang rasional dan moderat dengan mengendalikan prinsip-prinsip kerjasama

(23)

internasional. Diplomasi Indonesia dijalankan dengan menjauhi sikap konfrontatif dan melaksanakan peranan aktif dalam diplomasi preventif serta penyelesaian konflik, hal ini berguna untuk membuat citra baik Indonesia di mata internasional.

1.8 Metodologi Penelitian

1.8.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah Historical Representation-Kualitatif yang menjelaskan rentetan fakta-fakta, peristiwa pada kejadian masa lampau yang berpengaruh terhadap keadaan saat ini. Fakta-fakta tersebut disusunn dan dibangun menjadi sebuah cerita yang utuh untuk mengamati dan menganalisis sebuah proses terjadinya hal tersebut. Dari hal tersebut akan muncul sebuah interpretasi baru, dimana apakah penelitian tersebut dapat menjadi sebuah ide yang baru atau setuju dengan ide-ide yang telah ada sebelumnya.

Historical Representation ini menggunakan metode penafsiran yang focus dalam berbagai bahsa, ide, budaya, dan bagaimana indikator-indikator tersebut membuat kreasi dalam struktur dari ilmu pengetahuan melalui “historical moments”. Hal ini sangat penting dalam meneliti Politik Luar Negeri Indonesia Bebas-Aktif, dimana bagaimana pemikiran dan tindakan tindakan yang dilakukan Mohammad Hatta pada masa lampau, apa saja aspek-aspek yang mempengaruhinya, dan tindakan itu akan dipelajari dengan prinsip 5W-1H.

Penelitian Kualitatif dilakukan untuk memahami artinya terhadap objek yang dipelajari. Pendekatan kualitatif juga digunakan untuk menilai perilaku yang ditunjukkan subjek dalam konteksnya. Dalam penelitian ini konteks dasarnya atau setting utamanya adalah Politik Luar Negeri Indonesia.

Secara konseptual pendekatan kualitatif memiliki karakteristik sebagai berikut:

 Bersifat induktif, yaitu mendasarkan pada prosedur logika yang berawal dari proposisi

khusus sebagai hasil pengamatan dan berakhir pada kesimpulan pengetahuan baru atau pernyataan hipotesis. Dalam hal ini konsep-konsep, pengertian-pengertian dan pemahaman didasarkan pada pola-pola yang ditemui di dalam data.

(24)

 Memahami perilaku manusia dari suadut pandang mereka sendiri (sudut pandang yang

diteliti). Hal ini dilakukan dengan cara melakukan empati pada subjek yang diteliti dalam upaya memahami bagaimana mereka memandang berbagai permasalahan dalam kehidupannya.

 Lebih mementingkan proses penelitian daripada hasil penelitian. Oleh karena itu, bukan pemahaman mutlak yang dicari, namun pemahaman yang mendalam mengenai kehidupan sosial.

 Menekankan pada validitas data sehingga ditekankan pada dunia yang empiris

(bukti-bukti yang ada). Penelitian dirancang sedemikian rupa agar data yang diperoleh benar-benar mencerminkan apa yang dilakukan dan dikatakan subejek yang diteliti. Dalam hal ini, data bukannya tidak akurat, melainkan prosedurnya yang tidak distandarisasi.

 Bersifat humanistis, yaitu memahami secara pribadi subjek yang diteliti.

 Semua aspek kehidupan sosial dan manusia dianggap berharga dan penting untuk

dipahami karena dianggap bersifat spesifik dan unik.45

Indikator-indikator diatas secara umum menunjukkan peneliti melakukan penelitian kualitatif mengenai peranan Mohammad Hatta dalam peletakkan Politik Luar Negeri Indonesia Bebas-Aktif.

1.8.2 Batasan Masalah

Batasan metode dipahami sebagai prinsip, pendekatan, teknik, dan strategi yang diwujudkan oleh aktor untuk mencapai tujuannya dalam pembentukan politik luar negeri. Sedangkan batasan perilaku dan tindakan aktor dipahami sebagai gejala tindakan yang ditunjukkan oleh aktor mencakup nilai-nilai dan rumusan konkritnya dalam wujud perbuatan. Pola pikir, watak, dan bahasa yang digunakan aktor merupakan rangkaian dari perilaku yang dipelajari.

Kurun waktu yang penulis teliti dalam hal ini yaitu 1945-1949 ketika Mohammad Hatta naik sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia hingga pada 1949 mulai diberlakukannya Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif. Penulis lebih melihat bagaimana ide-ide pemikiran Mohammad Hatta muncul dan berkembang, serta peranan Mohammad Hatta dalam meletakkan prinsip “Bebas-Aktif” dalam Politik Luar Negeri Indonesia. Namun, semua yang terkait dan

(25)

mempengaruhi perilaku saat itu, di masa sebelumnya dan sesudahnya, juga diperiksa, untuk membentuk rangkaian-rangkaiannya.

Konteks-konteks yang dipelajari terdapat di berbagai tingkat, lokal, nasional, dan internasional, dan bersifat historis, yang artinya sudah berlangsung dan mustahil untuk diulang kembali. Sekalipun demikian, bukan berarti tidak relevan lagi dengan kondisi pada masa sekarang. Politik Luar Negeri Bebas-Aktif masih digunakan oleh Indonesia dalam konteks interaksinya terhadap sistem internasional sampai saat ini, dan ini menandakan bahwa apa yang terjadi di masa lampu masih memiliki pengaruh yang begitu kuat hingga saat ini.

Karena yang dipelajari ada di berbagai tingkat dan sudah menjadi sejarah, maka lokasi penelitian tidak bisa ditetapkan di suatu tempat tertentu atau wilayah tertentu. Dimanapun informasi dan data yang menyimpan mengenai hal tersebut, yang dapat membantu untuk penelusuran sejarah, dan bisa menyumbang untuk penelitian ini semuanya relevan.

1.8.3 Tingkat dan Unit Analisa

Tingkat analisa dan unit analisa dalam penelitian ilmu Hubungan Internasional harus ditentukan untuk kefokusan dalam membahas permasalahan yang diangkat. Dengan demikian menentukan objek tingkat analisa dan unit analisa, peneliti bisa memfokuskan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan fenomenan hubungan internasional.

Individu-individu tidak hanya bisa dijelaskan melalui pilihan kebijakan dalam kerangka sistem, namun juga karakteristik hubungan antar negara dan tujuan negara. Dalam hal ini, Mohammad Hatta dilihat sebagai individu yang mewakili akto negara, yang beroperasi dan menciptakan ide yang berpengaruh dalam masyarakat internasional. Dengan kata lain, tingkat analisa merupakan masyarakat internasional, yang dipahami sebagai kumpulan negara-negara yang menjalankan peran-peran khusus dalam mempengaruhi perkembangannya.

Unit analisa yaitu perilaku objek yang menjadi landasan keberlakuan pengetahuan yang digunakan.46 Unit analisa dalam penelitian ini adalah individu, dimana negara dilihat sebagai kumpualn individu-individu yang membawa sifat-sifat dan perilaku tertentu yang menghasilkan bentuk-bentuk tindakan politik dan member pengaruh kepada tindakan atau perilaku pihak-pihak lain.

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dipahami sebagai tahapan yang dilakukan yaitu melakukan pencaarian, penelusuran dan pengumpulan sumber-sumber yang relevan dan berhubungan

(26)

dengan penelitian.47 Data penelitian ini penulis dapatkan dari berbagai buku, jurnal, majalah dan berbagi bentuk publikasi yang mengandung dokumen resmi maupun tidak resmi, arsip, catatan sejarah, auto biograi, dan analisa yang dilakukan oleh ahli lain dan dikumpulkan melalui serangkaian kegitan observasi.

1.8.5 Teknik Pengolahan Data dan Analisa

Dalam melakukan pengolahan data, peneliti berusaha menginterpretasikan kejadian-kejadian dan situasi yang berhubungan dengan aksi dan pemikiran aktor. Kumpualn informasi yang bersifat acak dikumpulkan dan disusun berdasarkan masa waktu periode terjadi dan dirumuskan menjadi satu rankaian cerita dan diperoleh penafsiran atas sejumlah informasi yang telah dirangkai tersebut.

1.9 Sistematika Penulisan Bab IPendahuluan

Bab pendahuluan berisi alasan-alasan mengapa mengangkat penelitian ini. Bab ini mencakup latar belakang, permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, konsep-konsep dan kerangka pemikiran, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab IIPerjalanan hidup dan pandangan Mohammad Hatta

Bab ini berisi deskripsi riwayat hidup Mohammad Hatta yang menjelaskan latar belakangnya, mulai dari kelahiran, lingkungan, dan aspek-aspek yang membentuk pengetahun dan alam pikiran Mohammad Hatta dalam konteks lokal, nasional dan internasional. Karena objek yang diteliti adalah individu, maka sangat penting untuk melihat individu secara utuh.

Bab IIIMohammad Hatta sebagai pencetus Politik Luar Negeri Indonesia Bebas-Aktif

47 Lawrence W. neuman, Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approach. 3rd edition (Boston:

(27)

Bab ini berisi mengenai deskripsi sejarah dan ruang lingkup Politik Laur Negeri Indonesia, fungsi dan juga indikator pembentukannya. Disini dijelaskan hal-hal yang mendasari Mohammad Hatta dalam meletakkan dasar politik luar negeri Indonesia, dan dianalisa melalui aspek internal dan domestik, maupun eksternal (atau keadaan sistem internasional saat itu). Dijelaskan juga berbagai permasalahan, konflik dan hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Mohammad Hatta dalam memperjuangkan politik luar negeri Indonesia

Bab IVPeranan Mohammad Hatta terhadap Politik Luar Negeri Indonesia (1945-1949)

Bab ini berisi analisis rangkaian peristiwa dan rincian-rincian serta interpretasi baru yang penulis angkat dari rentetan “historical” yang terjadi pada masa periode 1945-1949. Dimana penulis menitikberatkan pada “meaning” dari dasar pemikiran yang diambil oleh Mohammad Hatta dalam mencetuskan politik luar negeri Indonesia. Konsep politik luar negeri akan diperkaya dengan hasil analisa penulis mengenai politik luar negeri yang dikonsep Mohammad Hatta dan peranannya terhadap politik luar negeri Indonesia.

Bab VPenutup/Kesimpulan

Bab ini berisi rangkaian dari keseluruhan pembahasan dan hasil penelitian, rumusan penulis mengenai peranan Mohammad Hatta dalam konteks Politik Luar Negeri Indonesia.

Daftar Pustaka

 James N. Rosenau, Gavin Boyd, Kennth W. Thompson.1976. World Politics: An

Introduction. New York: The Free Press

 James N. Rosenau, 1980. The Scientific Study of Foreign Policy. New York: The Free Press

 Panitia Penulisan Sejarah Diplomasi Republik Indonesia dari Masa ke Masa, “Sejarah

Diplomasi Republik Indonesia dari Masa ke Masa Periode 1966-1995 Jilid IVA”, Jakarta: Departemen Luar Negeri RI, 2005

 Adhitia Pahlawan, Journal of Indonesia’s Foreign Policy

 Drs. Mohammad Hatta dimuka siding B.P.K.N.P di Djokja 1948, “Mendajung Antara Dua

(28)

 Mohammad hatta, Potrait of a Patriot. Alih bahasa Deliar Noer, The hauge Paris: Mouton Publisher, 1972.

 Hans J. Morgenthau, politik Antar Bangsa ke-6. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1990

 Mochtar Kusumaatmaja, “Bung Hatta: Peletak Dasar Politik Luar Negeri Indonesia”.

Jakarta

 Noer, Deliar. 1990. Mohammad Hatta, Biografi Politik. Jakarta:LP3ES

 Bangun, Rikard. (ed). 2003. Bung Hatta. Jakarta: Penerbit Buku Kompas

 Wangsa Widjaja dan Meutia F. Swasono, “Mohammad Hatta: Kumpulan Pidato

(1942-1949)” (Jakarta: Yayasan Idayu, 1981)

 Michael Leifer. Politik Luar Negeri Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia, 1986).

 Dian Safitri. “Aktifitas Mohammad Hatta”. Prodi Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri

Malang

 Drs. Mohammad Hatta. 1948. “Mendajung Antara Dua Karang”. Kementrian Penerangan

Republik Indonesia

 Yanyan Mochamad Yani, Drs., MAIR., Ph.D. dalam Jurnal “Politik Luar Negeri”

 F. Hanrieder. 1971. Comparative Foreign Policy: Theoretical Essays. New York: David

McKay Co

 Jack C. Plano dan Ray Olton. 1999. Kamus Hubungan Internasional. Bandung: Abardin

 Mochtar Mas’oed. 1994. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. Jakarta:

LP3ES

 KJ. Holsti. 1992. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis. Bandung: Bina Cipta

 Bruce Russet dan Harvey Starr. 1988. World Politics: the Menu for Choice. 2nd ed. New

York: W.H. Freeman and Co.

 Howard lentner. 1974. Foreign policy Analysis: A Comparative and Conceptual Approach.

Ohio: Bill and Howell Co

 Lloyd Jensen.1982. Explaining Foreign Policy. New Jersey. Prentice Hall, Inc. Englewood

Cliffs

 John P. Lovel. 1970. Foreign Policy in Perspective: Strategy, Adaption, Decision Making.

New York, Holt, Rinehart and Winston. Inc

 Bagong Suyanto dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial: berbagai Alternatif Pendekatan

(Jakarta: Kencana Perdana Media Grup.2007)

 Joshua S. Golstein, John C. Pevehouse, Level of Analysis (London: Pearson international

edition, international relation, eight edition, 2007),

 Lawrence W. neuman, Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approach.

Referensi

Dokumen terkait

The use of code switching shows that the author is familiar with the term of address to Moslem; since the word haji cannot be translated to another language, the function

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh Net Profit Margin (NPM), Return On Investment (ROI), dan Debt Equity Ratio (DER) terhadap

Sistem dopaminergik telah terlibat dalam depresi, perilaku agitasi, dan psikotik pada pasien yang tidak demensia, dan dengan demikian sistem ini memiliki potensi secara

ANALISA RESIDU PESTISIDA PROFENOFOS PADA TANAMAN KAKAO DAN LADA DENGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS FLAME PHOTOMETRIC

Selain itu, masalah lain efisiensi pengajaran yang akan kami bahas adalah mutu pengajar. Kurangnya mutu pengajar jugalah yang menyebabkan peserta didik kurang

1) Pembiayaan direalisasikan hanya untuk usaha yang bersifat produktif atau prospektif. Para ulama’ melarang suat usaha yang bersufat spekulatif atau tidak pasti. Misalnya, membeli

Utility ini, kurva Marginal Utility (yang diukur dengan uang) tidak lain adalah Kurva Permintaan Konsumen, karena menunjukkan tingkat pembeliannya (atau jumlah yang ia

Dengan in kami mengundang saudara untuk mengikuti Pembuktian Kualifikasi Pengadaan Jasa Konstruksi dengan Sistem Pelelangan Umum untuk :. Peningkatan Jalan ruas jalan