• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke

belakang dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya sehingga menjadi

kavum nasi kanan dan kiri. Setiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu

dinding medial, lateral, inferior dan superior (Corbrigde,1998).

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang

nares anterior, disebut sebagai vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang

memiliki banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut yang disebut dengan vibrise

(Ballenger 1997;Hilger 1989).

Septum Nasi

Dinding medial rongga hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh

tulang rawan, dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium

pada bagian tulang sedangkan diluarnya dilapisi juga oleh mukosa hidung

(Hollinshead 1996; Corbridge 1998).

Bagian tulang terdiri dari:

1. Lamina perpendikularis os etmoid

Lamina perpendikularis os etmoid terletak pada bagian supero-posterior dari

septum nasi dan berlanjut ke atas membentuk lamina kribriformis dan Krista gali.

2. Os Vomer

Os vormer terletak pada bagian postero-inferior. Tepi belakang os vomer

merupakan ujung bebas dari septum nasi.

(2)

Tepi bawah os vomer melekat pada krista nasiis os maksila dan os

palatina.

[image:2.595.159.468.165.382.2]

4. Krista nasiis os palatine (Lund 1997; Corbridge 1998)

Gambar 1. Anatomi Hidung (Netter F)

Bagian tulang rawan terdiri dari

1. Kartilago septum (kartilago kuadrangularis)

Kartilago septum melekat dengan erat pada os nasi, lamina perpendikularis os

etmoid, os vomer dan krista nasiis os maksila oleh serat kolagen.

2. Kolumela

Kedua lubang berbentuk elips disebut nares, dipisahkan satu sama lain oleh sekat

tulang rawan dan kulit yang disebut kolumela (Lund 1997; Corbridge 1998).

Dinding lateral rongga hidung dibentuk oleh permukaan dalam prosesus

frontsalis os maksila, os lakrimalis, konka inferior dan konka media yang

merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior, lamina perpendikularius os

(3)

konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian

yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior,

sedangkan yang terkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya

rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os

maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior, dan suprema

merupakan bagian dari labirin etmoid. Diantara konka-konka dan dinding lateral

hidung terdapat rongga sempit yang dinamakan dengan meatus. Tergantung dari

letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Dinding

inferior merupakan dasar hidung yang dibentuk oleh prosesus palatina os maksila

dan prosesus horizontal os palatum (Ballenger 1997; Hilger 1989).

Dinding superior atau atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior

dan inferior, os nasi, prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid dan korpus

os sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang

dilalui filament-filamen n.olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus

olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial

(4)
[image:4.595.115.526.83.355.2]

Gambar 2. Anatomi Hidung (Netter F)

Perdarahan

Bagian postero-inferior septum nasi diperdarahi oleh arteri sfenopalatina

yang merupakan cabang dari arteri maksilaris (dari arteri karotis eksterna).

Septum bagian antero-inferior diperdarahi oleh arteri palatina mayor (juga cabang

dari arteri maksilaris) yang masuk melalui kanalis insisivus. Arteri labialis

superior (cabang dari arteri fasialis) memperdarahi septum bagian anterior

mengadakan anastomose membentuk pleksus Kiesselbach yang terletak lebih

superfisial pada bagian anterior septum. Daerah ini disebut juga Little’s area yang

merupakan sumber perdarahan pada epistaksis (Lund 1997).

Arteri karotis interna memperdarahi septum nasi bagian superior melalui

(5)

Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang arteri

maksilaris interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri

sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama nervus

sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka

media. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang arteri

fasialis (Ballenger 1997).

Vena sfenopalatina mengalirkan darah balik dari bagian posterior septum

ke pleksus pterigoideus dan dari bagian anterior septum ke vena fasialis. Pada

bagian superior vena etmoidalis mengalirkan darah melalui vena oftalmika yang

berhubungan dengan sinus sagitalis superior (Lund 1997).

Persarafan

Bagian antero-superior septum nasi mendapat persarafan sensori dari

nervus etmoidalis anterior yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris yang

berasal dari nervus oftalmikus (n.V1). Sebagian kecil septum nasi pada

inferior mendapatkan persarafan sensori dari nervus alveolaris cabang

antero-superior. Sebagian besar septum nasi lainnya mendapatkan persarafan sensori dari

cabang maksilaris nervus trigeminus (n.V2). Nervus nasopalatina mempersarafi

septum bagian tulang, memasuki rongga hidung melalui foramen sfenopalatina

berjalan berjalan ke septum bagian superior, selanjutnya kebagian antero-inferior

dan mencapai palatum durum melalui kanalis insisivus (Hollinshead 1966).

Sistem limfatik

Aliran limfatik hidung berjalan secara paralel dengan aliran vena. Aliran

limfatik yang berjalan di sepanjang vena fasialis anterior berakhir pada limfe

(6)

2.2 Definisi

Polip nasi adalah suatu proses inflamasi kronis pada mukosa hidung dan

sinus paranasi yang ditandai dengan adanya massa yang edematous pada rongga

hidung (Erbek et al,2007).

Polip nasi dapat pula didefinisikan sebagai kantong mukosa yang edema,

jaringan fibrosus, pembuluh darah, sel-sel inflamasi dan kelenjar (Tos &

Larsen,2001).

Polip nasi muncul seperti anggur pada rongga hidung bagian atas, yang

berasal dari dalam kompleks ostiomeatal. Polip nasi terdiri dari jaringan ikat

longgar, edema, sel-sel inflamasi dan beberapa kelenjar dan kapiler dan ditutupi

dengan berbagai jenis epitel, terutama epitel pernafasan pseudostratified dengan

[image:6.595.225.401.416.568.2]

silia dan sel goblet (Fokkens et al,2007).

Gambar 3. Polip Nasi (Archer 2009)

2.3 Kekerapan

Prevalensi polip nasi pada populasi bervariasi antara 0,2%-4,3% (Drake

Lee 1997, Ferguson et al.2006). Polip nasi dapat mengenai semua ras dan

(7)

30 tahun sampai 60 tahun dimana dua sampai empat kali lebih sering terjadi pada

pria (Kirtsreesakul 2005, Ferguson et al 2006, Erbek et al 2007).

Prevalensi polip nasi dilaporkan 1-2% pada orang dewasa di Eropa dan

4,3% di Finlandia. Dengan perbandingan pria dan wanita 2- 4:1 (Fransina 2008).

Di Amerika Serikat diperkirakan 0,3% penduduk dewasanya menderita

polip nasi, sedangkan di Inggris lebih tinggi lagi, yaitu sekitar 0,2-3%.3 Frekuensi

kejadian polip nasi meningkat sesuai dengan umur, dimana mencapai puncaknya

pada umur sekitar 50 tahun. Kejadian polip nasi lebih banyak dialami pria

dibanding wanita dengan perbandingan 2,2:1. Polip nasi jarang ditemukan pada

anak-anak. Anak dengan polip nasi harus dilakukan pemeriksaan terhadap

kemungkinan adanya cystic fibrosis karena cystic fibrosis

Prevalensi alergi pada pasien polip nasi dilaporkan bervariasi antara

10-64%. Kern et al menemukan polip nasi pada pasien dengan alergi sebesar 25,6%

dibandingkan dengan kontrol sebesar 3,9% (Fokkens et al,2007). Settipane dan

Chaffe melaporkan 55% dari 211 pasien polip nasi memiliki tes kulit positif.

Keith et al melaporkan 52% dari 87 pasien memiliki tes kulit positif (Grigoreas et

al,2002). Bertolak belakang dengan penelitian di atas yang menunjukkan bahwa

alergi lebih sering terdapat pada pasien polip nasi, dilaporkan beberapa penelitian

yang menunjukkan hasil yang berbeda (Fokkens et al,2007). Seperti penelitian

Grigoreas et al di Yunani tahun 1990-1998 menemukan polip nasi lebih banyak

ditemukan pada pasien non alrergi dibandingkan dengan pasien alergi (10,8% vs

2,1%). Pada penelitian ini 37,5% dari 160 pasien polip nasi memiliki tes kulit

positif. Pada penelitian Drake Lee et al dijumpai 44% dari 200 pasien polip nasi merupakan faktor resiko

(8)

memiliki tes kulit positif. Pada penelitian Small et al dijumpai 47% dari19 pasien

polip nasi memiliki hasil tes kulit positif (Grigoreas et al.2002).

Polip nasi banyak dijumpai pada ruang transisi antara hidung dan sinus.

Kami menemui 75% polip nasi berdekatan pada resesus etmoidalis. Banyak polip

nasi yang unilatral (63%), dan polip nasi bilateral dijumpai 37% pada kadaver

(Tos & Larsen 2001)

2.4 Etiologi dan Patogenesis

Banyak teori yang menyatakan bahwa polip merupakan manifestasi utama

dari inflamasi kronis, oleh karena itu kondisi yang menyebabkan inflamasi kronis

dapat menyebabkan polip nasi. Beberapa kondisi yang berhubungan dengan polip

nasi seperti alergi dan non alergi, sinusitis alergi jamur, intoleransi aspirin, asma,

sindrom Churg-Strauss (demam, asma, vaskulitis eosinofilik, granuloma), fibrosis

kistik, Primary ciliary dyskinesia, Kartagener syndrome (rinosinusitis kronis,

bronkiektasis, situs inversus), dan Young syndrome (sinopulmonary disease,

azoospermia, polip nasi) (Kirtreesakul 2002).

Beberapa mekanisme lain terbentuknya polip nasi juga telah dikemukakan

antara lain ketidak seimbangan vasomotor, gas NO, superantigen, gangguan

transportasi ion transepitel, gangguan polisakarida, dan ruptur epitel (Assanasen

2001, Kirtreesakul 2002).

Patogenesis polip nasi masih belum diketahui. Perkembangan polip telah

dihubungkan dengan inflamasi kronik, disfungsi sistem saraf autonom dan

predisposisi genetik. Berbagai keadaan telah dihubungkan dengan polip nasi, yang

(9)

kronik dengan polip nasi non eosinofilik, biasanya neutrofilik (Drake Lee,1997;

Ferguson & Orlandi,2006; Mangunkusumo & Wardani 2007).

Pada penelitian akhir-akhir ini dikatakan bahwa polip berasal dari adanya

epitel mukosa yang rupture oleh karena trauma, infeksi, dan alergi yang

menyebabkan edema mukosa, sehingga jaringan menjadi prolaps (King 1998).

Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui tempat yang

sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya. Jaringan yang

lemah akan terisap oleh tekanan negatif sehingga mengakibatkan edema mukosa

dan pembentukan polip. Fenomena ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan

berasal dari area yang sempit di kompleks ostiomeatal di meatus media.

Walaupun demikian polip dapat timbul dari tiap bagian mukosa hidung atau sinus

paranasi dan sering kali bilateral atau multiple (Nizar & Mangunkusumo 2001).

2.5 Gejala dan Tanda

Gejala utama dari polip nasi adalah sumbatan hidung yang terus menerus

namun dapat bervariasi tergantung dari lokasi polip. Pasien juga mengeluh keluar

ingus encer dan post nasi drip. Anosmia dan hiposmia juga menjadi ciri dari polip

nasi. Sakit kepala jarang terjadi pada polip nasi (Drake Lee 1997, Ferguson et al

2006).

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior dapat dijumpai massa

polipoid, licin, berwarna pucat keabu-abuan yang kebanyakan berasal dari meatus

media dan prolaps ke kavum nasi. Polip nasi tidak sensitif terhadap palpasi dan

(10)

Pemeriksaan nasoendoskopi memberikan visualisasi yang baik terutama

pada polip yang kecil di meatus media (Assanasen 2001). Penelitian Stamberger

pada 200 pasien polip nasi yang telah dilakukan bedah sinus endoskopik

fungsional ditemukan polip sebanyak 80% di mukosa meatus media, processus

uncinatus dan infundibulum (Tos 2001). Stadium polip berdasarkan pemeriksaan

nasoendoskopi menurut Mackay dan Lund dibagi menjadi stadium 0: tanpa polip,

stadium 1: polip terbatas di meatus media, stadium 2: polip di bawah meatus

media, stadium 3: polip masif (Assanasen 2001). Polip nasi hampir semuanya

bilateral dan bila unilateral membutuhkan pemeriksaan histopatologi untuk

menyingkirkan keganasan atau kondisi lain seperti papiloma inverted (Newton et

al 2008).

Pada pemeriksaan histopatologi, polip nasi ditandai dengan epitel

kolumnar bersilia, penebalan dasar membran, stoma edematous tanpa

vaskularisasi dan adanya infiltrasi sel plasma dan eosinofil. Eosinofil dijumpai

sebanyak 85% pada polip dan sisanya merupakan neutrofil (Bernstein 2001,

Bachert et al 2003, Newton et al 2008).

Berdasarkan penemuan histopatologi, Hellquist HB mengklassifikasikan

polip nasi menjadi 4 tipe yaitu : (I) Eosinophilic edematous type (stroma

edematous dengan eosinofil yang banyak), (II) Chronic inflammatory or fibrotic

type (mengandung banyak sel inflamasi terutama limfosit dan neutrofil dengan

sedikit eosinofil), (III) Seromucinous gland type (tipe I+hiperplasia kelenjar

(11)

2.6 Diagnosis

Diagnosis polip nasi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan rinoskopi anterior, pemeriksaan nasoendoskopi (Assanasen 2001,

Ferguson et al 2006, Fokkens et al 2007).

2.7 Penatalaksanaan

Polip nasi sangat mengganggu pada kebanyakan pasien. Penyakit ini

sering berulang dan memerlukan pengobatan yang lama sampai bertahun-tahun.

Dengan demikian pengobatannya bertujuan untuk mengurangi besarnya atau

menghilangkan polip agar aliran udara hidung menjadi lapang dan penderita dapat

bernafas dengan baik. Selanjutnya gejala-gejala rinitis dapat dihilangkan dan

fungsi penciuman kembali normal. Terdapat beberapa pilihan pengobatan untuk

polip nasi mulai dari pemberian obat-obatan, pembedahan konvensional sederhana

dengan menggunakan snare polip sampai pada bedah endoskopi yang memakai

alat lebih lengkap. Walaupun demikian, angka kekambuhan masih tetap tinggi

sehingga memerlukan sejumlah operasi ulang (Munir 2006).

Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi adalah menghilangkan

keluhan-keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip. Pemberian

kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi

medikamentosa. Dapat di berikan topikal atau sistemik. Polip eosinofilik

memberikan respon yang lebih baik terhadap pengobatan kortikosteroid intranasi

dibandingkan polip tipe neutrofilik. Kasus polip yang tidak membaik dengan

terapi medikamentosa atau polip yang sangat masif dipertimbangkan untuk terapi

(12)

Penanganan polip nasi adalah obat-obatan, pembedahan atau kombinasi

antara keduanya. Pembedahan merupakan pengangkatan polip dari rongga hidung

atau pembedahan yang lebih ekstensif melibatkan sinus-sinus paranasal (Bateman

2003).

Tujuan dari penanganan polip nasi adalah untuk mengeliminasi atau secara

signifikan mengurangi ukuran polip nasi sehingga meredakan gejala hidung

tersumbat, beringus, perbaikan dalam drainase sinus, restorasi penciuman dan

pengecapan (Newton 2008).

2.8 Kerangka Teori dan Konsep

FAKTOR PENYEBAB

Non-alergi

Intoleransi Aspirin

Polip nasi Alergi

FAKTOR GENETIK

Bedah Cilliary dyskinesia syndrome

Medikamentosa

Cystic fibrosis

Young syndrome

Gambar

Gambar 1. Anatomi Hidung (Netter F)
Gambar 2. Anatomi Hidung (Netter F)
Gambar 3. Polip Nasi (Archer 2009)

Referensi

Dokumen terkait

Ade yang sarat akan makna untuk diolah menjadi kumpulan kutipan lirik yang divisualisasikan secara eksplorasi/ eksperimen dalam pendekatan tipografi disamping untuk

Kondisi lain yang ada adalah masyarakat yang bertanggungjawab mengelola kampung budaya ini belum paham apa yang harus disiapkan untuk memberikan kepuasan kepada

Dalam netnografi ini, memanfaatkan beberapa analytical tools seperti Keyhole dan Social Blade untuk melakukan monitoring bentuk digital storytelling dan

Dimana apabila menunjukan status tersedia dari sebuah sarana pada suatu tanggal tertentu itu artinya sarana tersebut masih bisa untuk dilakukan pemesanan karena

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan oleh Ayu Sari dan Rina Harimurti dengan judul Sistem Pakar untuk Menganalisis Tingkat Stres Belajar pada Siswa

Merujuk pada studi Elmeskov, InterCAFE (International Center for Applied Finance and Economics) tahun 2008 melakukan studi tentang persistensi pengangguran yang terjadi di

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis akan meneliti pengaruh dari penerapan PSAK 24 khususnya mengenai imbalan pascakerja terhadap risiko perusahaan dan

Achmad Wardi - Badan Wakaf Indonesia bekerjasama dengan Yayasan Dompet Dhuafa Republika sebagai pengelola RS - Masyarakat dhuafa (gratis disubsidi dana zakat).