Anisa Pakpahan
ABSTRACT
THE EFFICACY OF PYROXASULFONE AND ITS COMBINATIONS WITH SEVERAL POST-GROWTH HERBICIDES IN ERADICATING WEEDS FOR THE PREPARATION OF CORN (Zea mays L.) PLOTS
WITHOUT SOIL TILLAGE
Anisa Pakpahan
Corn (Zea mays L.) is one of the most important food in the world crops besides
wheat and rice. The increase of corn production can be achieved by several ways,
one of which is by controlling the crops-interfering organisms (OPT) such as
weeds. The objectives of this research were: (1) to examine the effectiveness of
pyroxasulfone herbicide and its combinations (glyphosate, paraquat,2,4-D,
saflufenasil and atrazine) in controlling weeds on no tillage-cultivated corns, (2)
to identify composition changes of weed species after the applications of
pyroxasulfone herbicide and its combinations (glyphosate, paraquat, 2,4-D,
saflufenasil and atrazine), and (3) to study the effects of pyroxasulfone herbicide
and its combinations (glyphosate, paraquat, 2,4-D, saflufenasil and atrazine) on
the growth and yield of corn plants cultivated in no tillage system.
The research was conducted in Natar, South Lampung and at the laboratory of
Weed Science, Faculty of Agriculture, University of Lampung, from October
Anisa Pakpahan with 3 replication . These treatments consisted of 12 river. Homogeneity of
variance was tested with Bartlett’s test and additivity with Tukey’s test. Data
were then analyzed using anova, and mean differences among the treatments were
determined with Tukey's HSD (Honestly Significant Difference) test at P=0,05.
The results of experiment indicated that pyroxasulfone and its combinations with
glyphosate, paraquat, 2,4-D, saflufenasil and atrazine, repressed the total growth
of weeds only at 3 and 6 msa. There were also some changes in the composition
of weed species due to the application of pyroxasulfone and its combinations with
glyphosate, paraquat, 2,4-D, saflufenasil and atrazine. Those changes included the
emergence of some new types of weeds and the shifting of dominance among the
weed species. All treatments using pyroxasulfone herbicide and its combinations
with glyphosate, paraquat, 2,4-D, saflufenasil and atrazine, resulted in no
ABSTRAK
EFIKASI HERBISIDA PIROKSASULFON SERTA KOMBINASINYA DENGAN BEBERAPA HERBISIDA PASCATUMBUH TERHADAP
GULMA UNTUK PERSIAPAN LAHAN BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) TANPA OLAH TANAH
Oleh Anisa Pakpahan
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang
terpenting, selain gandum dan padi. Peningkatan produksi tanaman jagung dapat
dicapai dengan banyak cara, salah satunya adalah pengendalian Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) seperti gulma. Penelitian ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui: (1) keefektifan herbisida piroksasulfon serta
kombinasinya (glifosat, paraquat,2,4-D, saflufenasil dan atrazin) untuk dalam
mengendalikan gulma pada lahan pertanaman jagung tanpa olah tanah, (2)
perubahan komposisi jenis gulma setelah aplikasi herbisida piroksasulfon yang
diaplikasi dengan kombinasinya (glifosat, paraquat, 2,4-D, saflufenasil dan
atrazin), (3) pengaruh penggunaan herbisida piroksasulfon serta kombinasinya
(glifosat, paraquat, 2,4-D, saflufenasil dan atrazin) pada pertumbuhan dan hasil
Anisa Pakpahan
Penelitian ini dilaksanakan di Natar Lampung Selatan dan laboratorium Ilmu
Gulma Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan Oktober 2009
-Februari 2010. Perlakuan diterapkan pada petak percobaan di lapangan dalam
rancangan kelompok teracak sempurna yang terdiri dari 12 perlakuan yang
diulang sebanyak 3 kali. Homogenitas ragam diuji dengan Uji Barlett dan
aditivitas data diuji dengan Uji Tukey. Data dianalisis dengan sidik ragam dan
dilanjutkan dengan perbedaan nilai tengah yang diuji dengan Uji Beda Nyata Jujur
(BNJ) pada taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa herbisida piroksasulfon dan kombinasinya
dengan herbisida glifosat, parakuat, 2,4-D, atrasin, serta saflufenasil hanya
mampu mengendalikan pertumbuhan gulma total pada 3 dan 6 msa. Terdapat
perubahan komposisi jenis gulma akibat aplikasi herbisida piroksasulfon dan
kombinasinya dengan herbisida glifosat, parakuat, 2,4-D, atrasin, serta saflufenasil
karena adanya kemunculan jenis gulma baru dan pergeseran dominansi gulma
pada tanaman jagung tanpa olah tanah. Semua perlakuan herbisida piroksasulfon
dan kombinasinya dengan herbisida glifosat, parakuat, 2,4-D, atrasin, serta
saflufenasil tidak mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung
62
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka didapatkan kesimpulan
sebagai berikut:
1. Herbisida piroksasulfon dan kombinasinya dengan herbisida glifosat,
parakuat, 2,4-D, atrasin, serta saflufenasil hanya mampu mengendalikan
pertumbuhan gulma total pada 3 dan 6 msa.
2. Terdapat perubahan komposisi jenis gulma akibat aplikasi herbisida
piroksasulfon dan kombinasinya dengan herbisida glifosat, parakuat, 2,4-D,
atrasin, serta saflufenasil karena adanya pergeseran dominansi gulma pada
tanaman jagung tanpa olah tanah.
3. Semua perlakuan herbisida piroksasulfon dan kombinasinya dengan herbisida
glifosat, parakuat, 2,4-D, atrasin, serta saflufenasil tidak mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung tanpa olah tanah.
5.2 Saran
Disarankan adanya penelitian lanjutan pada persiapan lahan tanaman jagung TOT
menggunakan herbisida piroksasulfon dan kombinasinya dengan herbisida
glifosat, parakuat, 2,4-D, atrasin, serta saflufenasil dengan taraf dosis yang lebih
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang
terpenting, selain gandum dan padi. Selain sebagai pangan pokok dan sumber
karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun
tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal
dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung
biji dan tepung tongkolnya) (Wikipedia, 2009b).
Peningkatan produksi tanaman jagung dapat dicapai dengan beberapa cara
sebagai berikut: (a) perluasan areal tanam, (b) perluasan areal panen, (c)
peningkatan produktifitas per hektar melalui perbaikan mutu benih yang dipakai,
penerapan pemakaian pupuk sesuai anjuran setempat, dan pengendalian
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), (d) penerapan teknologi dengan
menumbuh kembangkan penangkaran benih varietas unggul, (e) pemberian dana
penguatan modal masyarakat (dana BLM), (f) peningkatan penyuluhan, dan (g)
kebijakan pemerintah yang berpihak kepada petani antara lain dukungan harga
dasar dan pupuk bersubsidi ( Dinas Pertanian Kabupaten Tanah Datar,2008).
Pengolahan tanah yang biasa digunakan dalam budidaya tanaman jagung adalah
2
mesin (traktor), kerbau atau pencakulan oleh manusia. Tujuan pengolahan tanah
secara konvensional ini adalah untuk menciptakan media tanah yang lebih lembut
sehingga memudahkan dalam penanaman benih jagung, untuk mengendalikan
gulma, dan dapat mencampur bahan organik yang ada di dalam tanah. Masalah
biaya tenaga kerja, dan untuk menjaga ketersediaan air yang dapat hilang akibat
evaporasi, serta waktu pengolahan tanah sampai dengan siap tanam, maka langkah
alternatif adalah dengan menggunakan sistem pengolahan tanah konservasi yaitu
sistem tanpa olah tanah (TOT) yang mempunyai tujuan yang sama dengan sistem
olah tanah konvensional (OTS) yaitu menciptakan media tanam untuk persiapan
tanaman yang akan dibudidayakan dan menjaga ketersediaan air dalam tanah yang
dapat hilang akibat evaporasi, meningkatkan indeks pertanaman, dapat dilakukan
dengan tenaga kerja keluarga dalam skala luas (Ginsting dkk, 1998).
Salah satu unsur dalam budidaya tanaman pangan yang dapat menurunkan hasil
adalah gulma. Keberadaan akan gulma bersaing dengan tanaman pokok dalam
memanfaatkan unsur hara, udara, cahaya, dan ruang, sehingga dapat menurunkan
hasil pada tanaman jagung sebesar 16-62 % ( Bangun dan Pane, 1984). Selain itu,
gulma dapat juga menjadi inang bagi hama dan patogen tanaman, sehingga perlu
dikendalikan. Pengendalian gulma dibutuhkan untuk menekan atau mengurangi
pertumbuhan populasi gulma sehingga penurunan hasil yang diakibatkan secara
ekonomi menjadi tidak berarti. Salah satu cara pengendalian gulma adalah secara
kimiawi yakni menggunakan herbisida ( Sueprapto dan Marzuki, 1985).
Herbisida adalah senyawa kimia yang digunakan untuk menekan pertumbuhan
3
hanya mempunyai satu bahan aktif dalam formulasinya untuk tanaman jagung
sehingga efikasi hanya mampu mengendalikan gulma pada golongan tertentu saja.
Tetapi, ada beberapa herbisida yang diformulasikan dengan dua atau lebih bahan
aktif dan cukup baik digunakan untuk pengendalian gulma campuran. Pada
penelitian ini herbisida yang dipakai adalah herbisida baru yang diproduksi oleh
PT BASF dengan bahan aktif piroksasulfon (BAS 94461H) yang dikombinasikan
dengan herbisida glifosat, paraquat,2,4-D, saflufenasil dan atrazin yaitu dengan
uji efikasi.
Secara umum sifat herbisida yang mematikan gulma adalah gabungan dari sifat
toksisitas dan persistensi herbisida ( Gressel dan Segel, 1982). Persistensi akan
memberi pengaruh tidak saja pada kematian gulma tetapi juga pada ketahanan
gulma. Ketahanan gulma yang peka terhadap suatu herbisida akan terjadi kalau
herbisida tersebut tidak aktif. Dengan demikian herbisida yang mempunyai sifat
toksik yang tinggi akan memacu kondisi risistensi gulma secara perlahan
dibandingkan dengan herbisida-herbisida yang membunuh dengan kedua sifat
tersebut. Kedua sifat herbisida ini apabila dikelola untuk tujuan pengendalian
gulma akan dapat membantu upaya strategi pengendalian gulma dalam jangka
waktu panjang.
Dengan melakukan uji efikasi pada herbisida piroksasulfon serta kombinasinya,
kita dapat mengetahui daya kendali herbisida tersebut terhadap gulma pada
budidaya jagung, pengaruh bagi tanaman jagung, menentukan dosis dan jenis
aplikasi (campuran) herbisida piroksasulfon yang tepat sehingga herbisida
4
sasaran pada budidaya jagung, dan mencegah bahaya keracunan. herbisida
piroksasulfon merupakan turunan dari 3-sulfonylisoxazoline. Herbisida ini
digunakan untuk mengendalikan gulma rumputan tahunan yang diaplikasi secara
pratumbuh maupun pascatumbuh. Herbisida ini dapat digunakan pada budidaya
jagung, sayuran, lobak, gandum, dan lain-lain (Baron, 2006).
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat disusun
perumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah herbisida piroksasulfon yang diaplikasikan secara kombinasi, efektif
dalam mengendalikan gulma untuk persiapan lahan pertanaman jagung tanpa
olah tanah ?
2. Apakah terjadi perubahan komposisi jenis gulma setelah aplikasi herbisida
piroksasulfon yang diaplikasi dengan kombinasinya (glifosat, paraquat, 2,4-D,
saflufenasil dan atrazin) ?
3. Apakah penggunaan herbisida piroksasulfon serta kombinasinya (glifosat,
paraquat, 2,4-D, saflufenasil dan atrazin) mempengaruhi pertumbuhan dan
hasil tanaman jagung tanpa olah tanah ?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian
yang ingin dicapai sebagai berikut:
1. Mengetahui efektifitas herbisida piroksasulfon serta kombinasinya (glifosat,
paraquat, 2,4-D, saflufenasil dan atrazin) untuk dalam mengendalikan gulma
5
2. Mengetahui perubahan komposisi jenis gulma setelah aplikasi herbisida
piroksasulfon yang diaplikasi dengan kombinasinya(glifosat, paraquat, 2,4-D,
saflufenasil dan atrazin).
3. Mengetahui pengaruh penggunaan herbisida piroksasulfon serta
kombinasinya(glifosat, paraquat, 2,4-D, saflufenasil dan atrazin) pada
pertumbuhan dan hasil tanaman jagung tanpa olah tanah.
1.3 Landasan Teori
Dalam rangka menyusun penjelasan teoritis terhadap pertanyaan yang telah
dikemukakan, penulis menggunakan landasan teori sebagai berikut:
Jagung merupakan salah satu jenis bahan makanan yang mengandung sumber
hidrat arang yang dapat digunakan untuk menggantikan beras sebab jagung
memiliki kalori yang hampir sama dengan kalori yang terkandung di dalam padi,
kandungan protein di dalam biji jagung sama dengan biji padi, sehingga jagung
dapat pula menyumbangkan sebagian kebutuhan protein yang diperlukan manusia.
Kandungan karbohidratnya mendekati karbohidrat pada padi dan berarti jagung
juga memiliki nilai gizi yang mendekati nilai gizi padi (Deptan 2009).
Penanaman tanpa pengolahan tanah adalah cara penanaman benih secara langsung
ke dalam tanah dengan tidak ada persiapan pengolahan tanah sejak panen dari
tanaman sebelumnya. Dalam hal ini pengendalian gulma dilakukan dengan
herbisida. Sisa-sisa tanaman dan gulma yang mati di atas permukaan tanah dapat
berperan sebagai mulsa yang berfungsi menurunkan aliran air permukaan dan
erosi tanah. Sistem pengolahan tanah seperti ini disebut olah tanah konversi
6
Menurut Sembodo (2009), gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu atau
merugikan kepentingan manusia sehingga manusia berusaha untuk
mengendalikannya. Keberadaan gulma di suatu lahan pertanian tidak dikehendaki
karena: (1) menurunkan hasil produksi akibat bersaing dalam pengambilan unsur
hara, air, sinar matahari, dan ruang tumbuh dengan tanaman pokok, (2)
menurunkan kualitas hasil produksi tanaman pokok, (3) menimbulkan senyawa
beracun yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, (4) menjadi inang
alternatif bagi hama dan patogen, dan (5) meningkatkan biaya usahatani (Sukman
dan Yakup, 1995).
Herbisida adalah senyawa kimia yang digunakan untuk menekan pertumbuhan
dan mematikan gulma. Herbisida digunakan untuk mengendalikan gulma karena
dapat mengendalikan gulma sejak dini, efisien dalam waktu, tenaga kerja, dan
biaya, dapat mengendalikan gulma yang sulit dikendalikan dengan cara lain, dan
mencegah erosi dan mendukung konsep OTK. Kekurangan dalam penggunaan
herbisida adalah perlu kecakapan khusus (teknik aplikasi, pemilihan jenis
herbisida, penentuan dosis, penanganan herbisida, dan keamanan), investasi alat
aplikasi, dan kelestarian serta kualitas lingkungan. Keberhasilan aplikasi
herbisida ditentukan oleh banyak hal, antara lain gulma sasaran, herbisida yang
digunakan, dan cara pengaplikasiannya. Syarat pengaplikasian herbisida yang
baik dirangkum dalam 4 tepat, yaitu tepat jenis, tepat cara, tepat dosis, dan tepat
waktu (Sembodo dkk, 2009).
Pemakaian herbisida berbahan aktif tunggal mempunyai beberapa kelemahan,
7
penggunaan secara terus menerus akan membentuk gulma resisten sehingga sulit
dikendalikan, (3) resistensi gulma akan menambah permasalahan pengelolaan dan
biaya pengendalian serta timbul persaingan yang berkepanjangan (Radosevich dan
Holt, 1984 dalam Basyir, 1996).
Pencampuran herbisida dengan bahan aktif berbeda diharapkan dapat memperluas
spectrum daya pengendalian terhadap gulma dan dapat memberikan daya
pengendalian yang lebih lama dibandingkan masing-masing komponen apabila
dipakai sendiri-sendiri (Sukman dan Yakup, 1991). Menurut Tuhato dkk (1996),
pencampuran dua atau lebih herbisida bertujuan untuk mendapatkan efek sinergis
dan aditif. Bila efek sinergis muncul, maka akan banyak keuntungan yang akan
diperoleh, yaitu meningkatkan jumlah gulma yang dapat dikendalikan,
mengurangi dosis herbisida, tidak menimbulkan resistensi gulma, mampu
membunuh gulma yang tidak dapat dikendalikan oleh satu jenis herbisida, dan
mencegah terbentuknya suatu vegetasi gulma yang mengarah ke homogen.
Piroksasulfon merupakan turunan dari 3-sulfonylisoxazoline. Herbisida ini
digunakan untuk mengendalikan gulma rumputan tahunan yang diaplikasi secara
pratumbuh maupun pascatumbuh. Herbisida ini dapat digunakan pada budidaya
jagung, sayuran, lobak, gandum, dan lain-lain (Baron, 2006). Herbisida
piroksasulfon akan dikombinasikan dengan herbisida glifosat, parakuat, atrazin,
saflufenasil, 2,4-D. sehingga diketahui respons dan daya kendali herbisida yang
8
1.4 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, disusun kerangka pemikiran
untuk memberikan penjelasan teoritis terhadap perumusan masalah.
Jagung memiliki kandungan karbohidrat yang merupakan salah satu bahan
makanan yang menggantikan beras, bahkan jagung juga memiliki kandungan
kalori, protein, dan gizi yang hampir sama dengan beras untuk kebutuhan hidup
manusia. Permasalahan yang dihadapi petani jagung diantaranya dalam
penggunaan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi.
Untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman maka
dilakukan pengolahan tanah. Pengolahan tanah mempunyai tujuan mengendalikan
gulma, mengelola sisa-sisa tanaman, dan mengubah struktur tanah sehingga
memudahkan penanaman benih atau bibit dan pertumbuhan tanaman muda.
Pengolahan tanah salah satunya dilakukan dengan cara olah tanah konversi (OTK)
yaitu sistem pengolahan tanah tanpa dilakukan dengan mekanik untuk
pengendalain gulma, tetapi menggunakan herbisida untuk pengendalian gulma.
Dengan pengendalian menggunakan herbisida maka sisa-sisa tanaman dan gulma
yang mati di atas permukaan tanah berperan sebagai mulsa yang berfungsi
menurunkan aliran air permukaan dan erosi tanah.
Pengendalian gulma secara kimia dengan menggunakan herbisida merupakan cara
pengendalian yang banyak digunakan untuk mengendalikan gulma. Cara ini
banyak digunakan karena mudah dilakukan, menghemat waktu dan tenaga, serta
9
ditentukan dengan memperhatikan syarat-syarat antara lain tepat jenis, tepat cara,
dan tepat waktu. Diharapkan mampu mengendalikan gulma pada persiapan lahan
tanaman jagung, tidak terjadinya perubahan komposisi jenis gulma dan tidak
mempengaruhi pertumbuhan dan hasil pada tanaman jagung.
1.5 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Herbisida piroksasulfon serta kombinasinya, efektif dalam mengendalikan
gulma pada persiapan lahan tanaman jagung tanpa olah tanah.
2. Tidak terjadi perubahan komposisi jenis gulma setelah aplikasi herbisida
piroksasulfon yang diaplikasikan secara kombinasi.
3. Herbisida piroksasulfon serta kombinasinya, tidak mempengaruhi