• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA OLEH KEPOLISIAN TERHADAP PENYANYI DANGDUT KOPLO YANG MENARI EROTIS (STUDI KASUS WILAYAH KOTA BEKASI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA OLEH KEPOLISIAN TERHADAP PENYANYI DANGDUT KOPLO YANG MENARI EROTIS (STUDI KASUS WILAYAH KOTA BEKASI)"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

Saputro Prayitno

ABSTRAK

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA OLEH KEPOLISIAN TERHADAP PENYANYI DANGDUT KOPLO YANG MENARI EROTIS

(STUDI KASUS WILAYAH KOTA BEKASI)

Oleh

SAPUTRO PRAYITNO

Belakangan ini banyak bermunculan band dangdut dan jenis musik lainnya yang mempunyai ciri khas musik tersendiri. Dangdut koplo merupakan salah satu jenis musik baru yang berkembang saat ini. Berkembangnya musik dangdut koplo hal ini menjadi salah satu faktor munculnya pelanggaran-pelanggaran pornoaksi yang dilakukan oleh biduanita yaitu dengan menampilkan dan memberikan suguhan yang terlihat fulgar seperti memakai pakaian yang minim, bergoyang erotis, dan adanya saweran yang menjadi ciri khas khusus dalam dangdut koplo. Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimanakah penegakan hukum pidana oleh kepolisian terhadap penyanyi dangdut koplo yang menari erotis di Kota Bekasi dan apakah faktor-faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap penyanyi dangdut koplo yang menari erotis di Kota Bekasi.

Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah jenis data primer dan data sekunder. Analisis yang digunakan analisis kualitatif, kemudian diambil kesimpulan secara induktif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis, bahwa pada kasus pornoaksi yang dilakukan oleh penyanyi dangdut koplo yang menari erotis yang terjadi di Bekasi Barat, Pekayon tersebut dilakukan Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3) yang dikarenakan tidak cukupnya alat bukti dan dan saksi-saksi serta telah lewatnya waktu penyidikan. Sehingga penyanyi tersebut tidak terbukti bersalah dan proses penegakan hukum yang dilakukan oleh satuan kepolisian polresta Bekasi Barat dihentikan.

(2)

Saputro Prayitno

(3)

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA OLEH KEPOLISIAN TERHADAP PENYANYI DANGDUT KOPLO YANG MENARI EROTIS

(STUDI KASUS WILAYAH KOTA BEKASI)

Oleh

SAPUTRO PRAYITNO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA OLEH KEPOLISIAN TERHADAP PENYANYI DANGDUT KOPLO YANG MENARI EROTIS

(STUDI KASUS WILAYAH KOTA BEKASI)

(Skripsi)

Oleh

SAPUTRO PRAYITNO

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan 8

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 9

E. Sistematika Penulisan 13

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penegakan Hukum Pidana 15

B. Perbuatan yang Tergolong Tindak Pidana Pornoaksi 23

C. Tinjauan Tentang Pornoaksi 26

D. Dangdut Koplo 30

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah 43

B. Sumber dan Jenis Data 44

C. Penentuan Populasi dan Sampel 45

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 46

E. Analisis Data 47

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden 48

B. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pornoaksi 49

C. Faktor-faktor Penghambat Penegakan Hukum Pidana Terhadap

(6)

V. PENUTUP

A. Simpulan 65

B. Saran 68

(7)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Maroni, S.H., M.H.

Sekretaris/Anggota : Deni Achmad, S.H., M.H.

Penguji Utama : Tri Andrisman, S.H., M.H.

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP. 19621109 198703 1 003

(8)

Judul Skripsi : ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA OLEH KEPOLISIAN TERHADAP PENYANYI DANGDUT KOPLO YANG MENARI EROTIS (STUDI KASUS WILAYAH KOTA BEKASI)

Nama Mahasiswa : SAPUTRO PRAYITNO

Nomor Pokok Mahasiswa : 0912011249

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dr. Maroni, S.H., M.H. Deni Achmad, S.H., M.H.

NIP. 19600310 198703 1 002 NIP. 19810315 200801 1 014

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

(9)

MOTTO

Engkau tidak akan menjadi seorang alim hingga engkau menjadi orang yang

belajar & Engkau tidak dianggap alim suatu ilmu sampai engkau

mengamalkannya”

(Abdul Darda)

“Siapa Yang Bersungguh-sungguh Akan Berhasil, Jangan Pernah Remehkan

Impian Walau Setinggi Apapun, Sesungguhnya Allah SWT Maha Mendengar”

“Jika kamu ingin menggapai suatu hal, lakukanlah dimulai dengan niat, dan

lakukan dengan penuh keihkhlasan, kejujuran dan keberanian serta

keyakinan, maka engkau akan mencapai kesuksesan dan keberhasilan”

(Saputro Prayitno)

“Sekali Layar Terkembang Surut Kita Berpantang”

(10)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmanirrahim

Puji syukur kupanjatkan kehadirat Allah SWT

Yang menjadi segalanya bagiku, Segala Puji dan Syukur hanyalah kepada Mu

Dengan segala kerendahan hati dan sejuta kasih

Kupersembahkan karya kesilku yang teramat sederhana ini kepada :

Papah dan Mamah tercinta, atas pengorbanannya baik moril maupun materiil,

cinta kasih yang tak terhingga serta sujud dan do’anya yang selalu dipanjatkan

untuk keberhasilan dan kesuksesanku, sehingga penulis mampu tegar dan kuat dalam menjalani kehidupan, serta mampu menyelesaikan studinya di Fakultas

Hukum Universitas Lampung.

Saudara-saudari kandungku (Sugiarto, SH., Ratna Yunita Sari, Joni Haryono, Sukirno, Rega Yuliantoro, dan Dwi Nur Bella Wahyuni) atas dukungan,

bantuan moril maupun materiil dan do’anya yang selalu senantiasa menemaniku dan mengantarkanku kedepan pintu gerbang keberhasilan.

(11)

RIWAYAT HIDUP

Saputro Prayitno dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal

17 September 1990, sebagai anak ke lima (5) dari tujuh (7)

bersaudara, pasangan Orang Tua Bapak Sakiman dan Ibu

Suharningsih.

Pendidikan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Kupang kota Bandar Lampung

diselesaikan pada tahun 2003. Sekolah menengah Pertama Negeri (SMPN) 3

Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2006. Sekolah Menengah Atas (SMA)

Tamansiswa Teluk Betung Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2009.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung tahun

2009 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menjadi Mahasiswa, penulis aktif mengikuti berbagai organisasi,

diantaranya sebagai Angkatan Muda Badan Eksekutif Mahasiswa FH pada tahun

2009, sebagai Wakil Ketua Kelompok Diskusi Mahasiswa Fakultas Hukum 2009,

sebagain Kepala Departemen Kajian dan Syiar Islam Forum Silaturahim & Studi

Islam (FOSSI) FH pada tahun 2010-2011, sebagai Ketua Umum Forum

Silaturahim & Studi Islam (FOSSI) FH pada tahun 2011-2012, dan sebagai

(12)

Dalam masa studinya, penulis juga pernah mengikuti berbagai pelatihan baik yang

diselenggarakan didalam kampus maupun yang diselengarakan diluar kampus

antara lain, Latihan Kepemimpinan Manajemen Islam Tingkat Dasar (LKMI-TD)

pada tahun 2009, Latihan Kepemimpinan Manajemen Islam Tingkat Menengah

(LKMI-TM) pada tahun 2010, Self Development Program (SDP) pada tahun

2010, dan berbagai pelatihan dan seminar lainnya yang tidak dapat diuraikan

satu-persatu.

Penulis juga banyak menorehkan prestasi selama menjalankan masa studinya,

diantaranya “Komersialisasi Kapsul Sirsak sebagai Upaya Pencegahan Kanker”

Pada tahun 2012. Penulis pernah mendapatkan kesempatan beasiswa diantaranya

Beasiswa Bantuan Mahasiswa (BBM) tahun 2009-2010.

Selain itu, penulis juga mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang

dilaksanakan di Desa Toba, Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur pada

(13)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala puji hanyalah milik Allah, Tuhan semesta alam, yang Maha Agung, dan

menjadikan apapun yang ada dibumi dan dilangit atas kehendak-Nya. Shalawat

teriring salam tak lupa saya hanturkan kepada Baginda Nabi Besar Muhammad

SAW, sebagai suri tauladan terbaik, dan semoga syafaat beliau dapat

menyelamatkan para hambanya diyaumil akhir nanti, Amin.

Penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Analisis Penegakan Hukum

Pidana Oleh Kepolisian Terhadap Penyanyi Dangdut Koplo Yang Menari

Erotis (Studi Kasus Wilayah Kota Bekasi)” tidak sedikit mendapat kesulitan,

kendala, dan hambatan, namun dengan adanya keterlibatan berbagai pihak yang

telah memberikan bantuan, bimbingan, petunjuk, serta saran dari berbagai pihak

sehingga penulis dapat melaluinya dengan baik.

Sebuah penghantar dan persembahan kalimat yang ditulis oleh penulis takkan

mampu mewakili ungkapan haru yang sebenarnya atas keberhasilan yang

membuatnya dirinya kini merasa bangga dan bahagia. Oleh karena itu, dalam

kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan

(14)

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., Pejabat Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung;

2. Bapak Dr. Yuswanto, S.H., M.Hum., Pembantu Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Lampung;

3. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung;

4. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku Pembimbing I yang telah meluangkan

waktu, tenaga, dan fikiran dalam membimbing penulis hingga dapat

menyelesaikan skripsi ini;

5. Bapak Deni Achmad, S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang telah

memberikan arahan-arahan, saran, motivasi, dan nasihatnya kepada penulis

sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini;

6. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., selaku Pembahas I yang telah memberikan

saran, masukan, dan nasihat-nasihatnya serta kritik yang membangun untuk

perbaikan kesempurnaan skripsi ini;

7. Bapak Rinaldy Amrullah, S.H., M.H., selaku Pembahas II yang telah

memberikan saran, masukan, dan nasihat-nasihatnya serta kritik yang

membangun untuk perbaikan kesempurnaan skripsi ini;

8. Bapak Ahmad Zazili, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik yang

memberikan bantuan dalam menuntut ilmu pada Fakultas Hukum Universitas

Lampung;

9. Bapak Hi. Sudirman Mechsan,S.H.,M.Hum., selaku Pembantu Dekan III

periode 2007-2012 sekaligus dosen yang selama ini banyak memberikan

(15)

berbagi pengalamannya serta memberi petuah, terimakasih atas nasihatnya

selama ini.

10. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah

memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjadi

mahasiswa pada Fakultas Hukum Universitas Lampung;

11. Mbak Sri, Mbak Yanti, Mbak Dian, Mas Narto, Mas Jarwo, Mas Marji, Mas

Efendi, Satpam: Apri, Basir, dan Zamroni serta seluruh staff karyawan

Fakultas Hukum Universitas Lampung yang selalu menyempatkan waktu

untuk berdiskusi, dan telah banyak membantu serta memberikan kerjasama

yang baik di bidang akademik maupun kemahasiswaan;

12. Kedua Orang Tuaku tercinta Sakiman dan Suharningsih, serta saudara-saudari

kandungku Sugiarto, S.H., Ratna Yunita Sari, Joni Hariyono, Sukirno, Rega

Yuliantoro, dan Dwi Nurbella Wahyuni yang telah memberikan dukungan

dan do’anya, semoga ALLAH SWT selalu memberikan perlindungan dan

kasih sayang-Nya untuk Papa, Mama, dan Saudara-Saudariku tercinta;

13. Mbak Imas Riyani, Saudara-saudariku dari Papa dan Mama yakni Sulastri,

sepupu-sepupuku Rani, Ririn, Tyas dan Rara, serta ponakan-ponakanku

Zahra, Aisy, Fitra yang telah memberikan do’a dan bantuannya dalam bentuk

moril maupun materiil, dorongan semangat dalam penulisan skripsi ini;

14. Kakak-kakakku yang selama ini menjadi guru spritual, memberikanku

nasehat, Kak Zul, Ust Agung, Kak Azmi, Kak Prawoto,terimakasih atas

(16)

15. Pakde Yoyok dan Bude Yoyok yang telah memberikan do’a dan bantuannya

dalam bentuk moril maupun materiil, dorongan semangat dalam penulisan

skripsi ini;

16. Sahabat-sahabatku yaitu Firman, Erik, Ardy, Fenta, Yanuar, Tia, Novi,

Erwin, dan Yadi yang selalu memberikan motivasi, dorongan dan dukungan

untuk menyelesaikan skripsi ini;

17. Sahabat- sahabatku teman seangkatan yaitu SM. Munawar Harun Alrasyid,

Sofyan Jailani, Roni Septian Maulana, Pimal Ibrahim, Muhammad Amin

Putra, Muhammad Faisal SF, Muhammad Gribaldi, Raden Permata, Hidayat

Fadillah, Syukri Ramadhan, Andry Rahman Arief, Riki Indra, Muhammad

Yudho Syafe’i, Gigih Suci Prayudhi, Andika Prayoga, Mushab Robbani,

Garda Arian Gunawan, M. Noor Yustisiananda, Rafli Pramudya, Resky

Pradana Romli, Malicia Evendia, Winda Yunika, Cicha Deswari, Uci Nawa

Insani, Adenty Novalia,Handi Alifta Mahendra, Hendra, Tajudin, Rio Fabri,

dan lainnya yang tidak dapat disebut satu persatu oleh penulis yang telah

menemani hari-hari penulis, memberikan motivasi, dukungan, dorongan

semangat, dan berbagi pengalaman, dan cerita baik suka, duka, gembira,

canda, tawa, tangis, dan lain-lainnya dengan penulis selama menyelesaikan

studi S1 di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

18. Guru-guruku di SDN 2 Kupang Kota Bandar Lampung, SMPN 3 Bandar

Lampung, SMA Tamansiswa Teluk Betung, yang telah memberikan ilmu

serta tauladan, segala jasa yang telah kalian berikan begitu berharga, akan

(17)

19. Keluarga Besar Forum Silaturrahim Dan Studi Islam Fakultas Hukum

Universitas Lampung (FOSSI FH UNILA) yaitu Ikhwan : Kak Zulkarnaen,

Kak Irzal, Kak Mukhtar, Kak Ikang, Kak John, Kak Eko, Kak Aris, Kak

Yetno, Agung Wahyudi, Echo Wardoyo, Andi Kusnadi, Afrizal Vatikawa,

Andika Nafka Razak, Andika Nafi Saputra, Yoga Pratama, Yomi, Begiama,

Ruhli, Jefri, Dhanu, Ahmadi, Fadli, Yanuar, Andri. Dan Akhwat : Mbak Ida,

Mbak Yessi, Mbak Isti, Mbak Yuli, Mbak Zahro, Eli Fariani, Erse Wida

Meiliana, Vida, Indah Maulidia, Ida Mutiara Sari, Yessi Anggraini, Almira

Ardlia P, Budiniati, Heriyanti, Retiana Afanti. dan lainnya yang tidak dapat

disebut satu persatu oleh penulis yang telah menemani hari-hari penulis,

memberikan motivasi, dukungan, dorongan semangat, dan berbagi

pengalaman, dan cerita baik suka, duka, gembira, canda, tawa, tangis, dan

lain-lainnya dengan penulis selama menyelesaikan studi S1 di Fakultas

Hukum Universitas Lampung;

20. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) tahun 2012 yaitu Aries Aprizal,

Defta Rustin, Dina Elzaditya, Imsaskia Setyawati C, Maya Utari, Raden

Permata, Sauti Luthfiah, Wan Novri Saputra, Yessi Destian yang telah

menemani hari-hari penulis sewaktu KKN, memberikan motivasi, dukungan,

dorongan semangat, dan berbagi pengalaman, dan cerita baik suka, duka,

gembira, canda, tawa, tangis, dan lain-lainnya dengan penulis selama

menyelesaikan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Toba, Kecamatan

Sekampung Udik, Kabupatn Lampung Timur;

21. Sahabat alumni satu angkatan 2009;

(18)

23. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materiil,

semangat, motivasi dan dorongan dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak

bisa disebutkan satu- persatu.

Meskipun telah berusaha semaksimal mungkin, penulis menyadari bahwa skripsi

ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu penulis dengan

terbuka mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan

skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan pahala atas bantuan seluruh pihak, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan dapat bermanfaat bagi pembaca,

penulis dan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, Mei 2013

Penulis,

(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada saat ini banyak sekali ditemukan berbagai macam event-event hiburan yang

ada dilingkungan masyarakat. Event-event yang diselenggarakan biasanya

menyajikan hiburan dan event yang mudah kita temui salah satunya hiburan event

organ tunggal atau band dangdut yang merupakan hiburan alternatif bagi

masyarakat untuk mendapatkan hiburan karena mudah diterima oleh semua

kalangan masyarakat dari yang menengah kebawah hingga masyarakat menengah

keatas bahkan kalangan remaja hingga kalangan dewasa. Salah satu contoh

hiburan dalam event tersebut tersebut adalah event organ tunggal atau band

dangdut yang beraliran musik dangdut koplo.

Dangdut koplo adalah musik dangdut modern yang dimainkan sebuah

grup musik dangdut atau OM (orkes melayu) di atas sebuah panggung dengan

biduanita memiliki suara dan goyangan maut atau disebut juga goyangan erotis.

Namun terkadang busana minim & sensualitas goyangan mengalahkan kualitas

suara. Perang sawer alias bagi-bagi uang dari penonton pada sang penyanyi sudah

menjadi ritual dan ciri khas pertunjukan / show dangdut koplo.1

Adapun 3 (tiga) hal yang menjadi ciri khas dangdut koplo, yaitu sebagai berikut

ini :

1. Aksi Panggung

1

(20)

Biduan dangdut koplo rata-rata memilki kemampuan bergoyang yang merupakan ciri khas mereka sebagai penyanyi. Proses improvisasi diatas panggung dalah faktor penunjang kesuksesan dalam penampilan mereka.

2. Kostum

Biduan dangdut koplo yang seksi kerap tampil dengan goyangan hot dan kostum mini.

3. Interaksi dengan pononton : tradisi saweran.2

Belakangan ini banyak bermunculan band dangdut dan jenis musik lainnya yang

mempunyai ciri khas musik tersendiri. Hal ini menjadi faktor munculnya

persaingan tidak sehat antar band dangdut dan jenis musik lainnya, sehingga

untuk mempertahankan nilai jual dan daya tarik band dangdut tersebut dilakukan

beberapa terobosan-terobosan baru yaitu dengan menampilkan dan memberikan

suguhan yang terlihat fulgar seperti memakai pakaian yang minim, bergoyang

erotis, dan adanya saweran yang menjadi ciri khas khusus dangdut koplo.

Hiburan dangdut koplo merupakan hiburan yang mudah diterima semua kalangan

masyarakat. Namun disadari atau tidak disadari apabila hiburan dangdut koplo

yang disuguhkan oleh group band dangdut tersebut menyuguhkan penyanyi yang

bergoyang erotis, memakai pakaian minim, dan saweran, maka baik group band

dangdut maupun penyanyi dangdut koplo tersebut telah melakukan perbuatan

tindak pidana pornoaksi dan melanggar undang-undang yang telah tercantum

dalam Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP) dan juga melanggar estetika kesenian, karena dengan saweran di dalam

2

(21)

musik dangdut dapat terjadi perubahan dari keaslian/originalitas (pure art) musik

dangdut sendiri.3

Pengertian pornografi terdapat pada UU pornografi, sedangkan pornoaksi

merupakan bagian isi dari pornografi sebagaimana telah tercantum pada Pasal 1

ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang

menyebutkan :

“Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang membuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat”.

Sebagai contoh kasus yang diambil adalah seperti halnya di Kota Bekasi di

Jl.Sersan Marzuki Pekayon Jaya-Bekasi Barat, yaitu pelanggaran pornoaksi yang

dilakukan oleh salah satu group dangdut koplo yang disajikan dalam sebuah

penyelenggaraan event musik dangdut. Dalam event band dangdut yang beraliran

musik koplo tersebut tidak hanya menyajikan lantunan musik yang menghibur,

namun juga menyajikan penyanyi-penyanyi yang disebut biduanita menampilkan

goyangan-goyangan yang erotis dan berpakaian minim.

Dalam penanganan kasus tersebut diatas mengenai tindak pidana pornoaksi masih

jarang ditemui. Namun dilihat dari aspek hukum penyanyi dangdut koplo tersebut

tidak terlepas dari tindak pidana pornoaksi, karena sudah memenuhi unsur-unsur

yang terdapat dalam Pasal 10 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 44 Tahun

2008 tentang Pornografi.

3

(22)

Dalam hal ini agar penanganan terhadap pelanggaran tindak pidana pornoaksi

tersebut, masyarakat seharusnya juga dapat berperan serta dalam melakukan

pencegahan terhadap perbuatan, penyebarluasan, dan tindak pidana pornoaksi

seperti yang tercantum dalam Pasal 20 UU Pornografi. Masyarakat dapat

memulainya dari lingkungan sekitarnya terlebih dahulu, agar pelanggaran

pornoaksi dan juga memuat pelanggaran kesusilaan ini tidak menyebar luas serta

tidak dapat terulang kembali pelanggaran-pelanggaran tindak pidana pornoaksi

tersebut.

Dalam UU Pornografi bahwa pengaturan pornografi dan pornoaksi berasaskan

Ketuhanan Yang Maha Esa, penghormatan terhadap harkat dan martabat

kemanusiaan, kebhinekaan, kapastian hukum, nondiskriminasi, dan perlindungan

terhadap warga negara.

Adapun tujuan dari Undang-Undang No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi

adalah sebagai berikut :

1. Mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika,

berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa,

serta menghormati harkat dan martabat setiap warga negara;

2. Menghormati, melindungi, dan melestarikan nilai seni dan budaya, adat

istiadat, dan agama;

3. Memberikan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat;

4. Memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari

pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan

5. Mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat.4

4

(23)

Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan pornografi apabila termasuk

dalam ketentuan yang tercantum pada Pasal 10 dan Pasal 36 UU Pornografi yang

menyatakan :

Pasal 10 UU Pornografi:

“Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya”.

Pasal 36 UU Pornografi :

“Setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”.

Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan undang-undang

dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika, akhlak mulia, dan kepribadian

luhur bangsa, beriman dan bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa5. Maka tidak

sesuai dan tidak layak apabila dilingkungan kita terdapat suatu perbuatan yang

tidak senonoh, khususnya even hiburan dangdut koplo yang menyuguhkan

penyanyi yang bergoyang erotis dan berpakaian minim. Semua itu dapat merusak

moral dan akhlak seseorang, khususnya para penerus bangsa nantinya.

Mengenai hal ini, maka pemerintah wajib melakukan pencegahan atas perbuatan

dan penyebarluasan tindak pidana kesusilaan tersebut. Sebagaimana tercantum

dalam Pasal 19 UU Pornografi yang menyatakan :

5

(24)

Untuk melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UU Pornografi, Pemerintah Daerah berwenang :

a. Melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk

pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet di wilayahnya

b. Melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan

penggunaan pornografi di wilayahnya

c. Melakukan kerjasama dan koordinasi dengan berbagai pihak dalam

pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya, dan

d. Mengambangkan sistem komunikasi, informasi, dan edukasi dalam

rangka pencegahan pornografi di wilayahnya.

Selain pemerintah, masyarakat juga dapat berperan serta dalam melakukan

pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Sebagaimana tercantum dalam Pasal 21 UU Pornografi, peran serta masyarakat

dapat dilakukan dengan cara :

1. Melaporkan pelanggaran undang-undang ini

2. Melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan

3. Melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur

pornografi, dan

4. Melakukan pembinaan kepada masyarakat terhadap bahaya dan dampak

pornografi.

Dalam ketentuan UU pornografi masyarakat yang melaporkan pornografi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU Pornografi tersebut, maka pelapor

berhak mendapatkan perlindungan sesuai dengan ketentuan peraturan

(25)

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan diatas, maka penulis

tertarik untuk membuat karya tulis ilmiah dengan berbentuk skripsi dengan judul

“ Analisis Penegakan Hukum Pidana Oleh Kepolisian Terhadap Penyanyi

Dangdut Koplo Yang Menari Erotis (Studi Kasus Wilayah Kota Bekasi)”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan atas uraian yang telah dikemukakan diatas maka yang menjadi

permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah :

a. Bagaimanakah penegakan hukum pidana oleh kepolisian terhadap penyanyi

dangdut koplo yang menari erotis di Kota Bekasi ?

b. Apakah faktor-faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana oleh

kepolisian terhadap penyanyi dangdut koplo yang menari erotis di Kota

Bekasi ?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian dari dua pokok bahasan diatas yaitu ruang lingkup ilmu

meliputi materi penelitian dalam bidang ilmu hukum, yakni hukum pidana. Ruang

lingkup substansi yang menjadi objek penelitian yaitu tindak penyanyi dangdut

koplo, sedangkan ruang lingkup tempat di wilayah hukum Kota Bekasi dan ruang

(26)

C. Tujuan dan kegunaan Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui penegakan hukum pidana tentang

tindak pidana pornoaksi yang telah diatur didalam KUHP yaitu Pasal 281dan

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 yaitu Pasal 10 dan Pasal 36 tentang

Pornografi dalam menindaklanjuti permasalahan pornoaksi yang merupakan

bagian dari tindak pidana kesusilaan di kehidupan masyarakat luas.

2. Kegunaan Penulisan

a. Kegunaan Teoritis

Secara teori kegunaan penulisan skripsi ini adalah untuk memberi sumbangan

ilmu pengetahuan bagi masyarakat pada umumnya, mahasiswa fakultas hukum

dan para penegak hukum khususnya atas hasil analisis mengenai penegakan

hukum pidana oleh kepolisian terhadap penyanyi dangdut koplo yang menari

erotis dengan berpedoman kepada ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) yaitu Pasal 281 dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008

tentang Pornografi yaitu Pasal 10 dan Pasal 36 serta mengetahui apa saja yang

menjadi faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana oleh kepolisian

terhadap penyanyi dangdut koplo yang menari erotis didalam penerapan UU

Pornografi.

b. Kegunaan Praktis

1. Berguna untuk dapat memotivasi dan menambah pengalaman serta menambah

(27)

yang bersangkutan mengenai penegakan hukum pidana oleh kepolisian

terhadap penyanyi dangdut koplo yang menari erotis.

2. Memberikan pengetahuan dan informasi bagi masyarakat luas mengenai

penegakan hukum pidana oleh kepolisian terhadap penyanyi dangdut koplo

yang menari erotis serta apa saja yang menjadi faktor penghambat didalam

penerapan UU Pornografi.

3. Berguna sebagai bahan acuan untuk penelitian-penelitian berikutnya.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi

dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk

mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan

oleh peneliti.6

Penegakan hukum pidana merupakan satu kesatuan proses diawali dengan

penyidikan, penangkapan, penahanan, peradilan terdakwa dan diakhiri dengan

pemasyarakatan terpidana.7

Teori tentang penegakan hukum dapat dibagi 3 (tiga) kerangka konsep yaitu :

1. Konsep penegakan hukum masalah prevensi (pencegahan) penegakan

(28)

2. Konsep penegakan hukum masalah represif. Tindakan represif ialah segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadi kejahatan atau tindak pidana.

3. Konsep penegakan hukum tindakan kuratif. Tindakan kuratif pada

hakekatnya juga merupakan usaha preventif dalam arti yang

seluas-luasnya, ialah dalam usaha penanggulangan kejahatan.8

Dalam usaha penegakan hukum terdapat 4 (empat) faktor yang selalu

mempengaruhi berfungsinya hukum. Faktor-faktor tersebut dalam pengaruhnya

bersifat mandiri atau alternatif, tetapi dapat juga bersifat tidak mandiri atau

kumulatif, dan faktor tersebut dapat juga disebut sebagai faktor yang mendorong

ataupun sekaligus penghambat dalam proses penegakan hukum. Sebagai faktor

pendorong yaitu jika faktor tersebut dipenuhi dalam penegakan hukum, sedangkan

faktor penghambat yaitu apabila faktor tersebut diabaikan atau dikesampingkan

dalam penegakan hukum.

Adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi berfungsinya hukum dalam

penegakan hukum adalah sebagai berikut :

1. Kaedah hukum atau peraturan;

2. Petugas yang menerapkan atau menegakkan hukum;

3. Fasilitas yang diharapkan dapat mendukung pelaksanaan kaedah tersebut;

4. Warga masyarakat yang terkena ruang lingkup peraturan tersebut.9

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi secara langsung maupun tidak

langsung berfungsinya hukum dalam penegakan hukum adalah sebagai berikut :

1. Faktor hukumnya sendiri atau peraturannya sendiri;

2. Faktor penegak hukum;

Soedarto. 1981. Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni. Bandung. Hal. 111

9

Soekanto, Soerjono. 1983. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum DiIndonesia.

Sinar Grafika. Jakarta. Hal .15 10

(29)

Pengaturan pornoaksi yang sebelumnya diatur dalam Rancangan Undang-Undang

Anti Pornografi dan Pornoaksi telah diatur dalam UU Pornografi sebagaimana

telah tercantum pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008

tentang Pornografi.

Sedangkan yang dimaksud dengan :

1. pornoaksi adalah perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan dan atau

erotica dimuka umum.11

2. Jasa pornoaksi adalah segala jenis layanan pornoaksi yang dapat diperoleh

secaralangsung atau melalul perantara, baik perseorangan maupun perusahaan.

3. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan

hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara

konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan

istilah yang ingin atau akan diteliti.12

Menghindari terjadinya kesalahpahaman terhadap pokok-pokok pembahasan

dalam penulisan ini, maka penulis memberikan beberapa konsep yang digunakan

untuk memberikan penjelasan terhadap istilah dalam penulisan ini. Adapun istilah

yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

11

http://asatrio.blogspot.com/2009/01/bahaya-pornografi-dan-porno-aksi.html diakses pada tanggal 8 Februari 2013 Pukul 13.10

12

Soekanto, Sorjono. 1986. Penelitian Hukum normatif Suatu Tinjauan Singkat. Rajawali Pers.

(30)

a. Analisis adalah suatu teknik analisa data yang dilakukan dengan cara

menguraikan secara jelas asperk-aspek hukum yang berkaitan dengan suatu

peristiwa.13

b. Penegakan hukum pidana adalah suatu proses untuk mewujudkan

keinginan-keinginan hukum yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum dengan

disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang

melanggar larangan tersebut.14

c. Penyanyi adalah orang yang menggunakan suaranya sebagai alat untuk

menciptakan musik.15

d. Tindak pidana pornoaksi merupakan bagian isi dari pornografi sebagaimana

telah tercantum pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008

tentang Pornografi yang menyebutkan pornografi adalah gambar, sketsa,

ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar, bergerak, animasi, kartun,

percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk

media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat

kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam

masyarakat.16

e. Dangdut koplo adalah musik dangdut modern yang dimainkan sebuah

grup musik dangdut atau OM (orkes melayu) di atas sebuah panggung dengan

biduanita memiliki suara dan goyangan maut atau disebut juga goyangan

erotis. Namun terkadang busana minim & sensualitas goyangan mengalahkan

13

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta

14

http://satjiptorahardjo.blogspot.com/2012/Penegakan-Hukum-Pidana.html diakses pada tanggal

22 Maret 2013 pukul 21.15 15

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta 16

(31)

kualitas suara. Perang sawer alias bagi-bagi uang dari penonton pada sang

penyanyi sudah menjadi ritual dan ciri khas pertunjukan /

show dangdut koplo.17

f. Erotis adalah penggambaran tingkah laku secara lukisan, tulisan atau gerakan

tubuh untuk membangkitkan nafsu berahi,18

E. Sistematika Penulisan

Untuk membahas masalah analisis penegakan hukum pidana oleh kepolisian

terhadap penyanyi dangdut koplo yang menari erotis, agar supaya tersusun dengan

baik, sistematis, dan mudah dipahami akhirnya dapat diambil suatu kesimpulan,

penulis menggunakan sistematika penulisan yang berurutan sebagai berikut :

I. Pendahuluan

Memuat latar belakang penulisan, dari latar belakang tersebut ditarik

pokok-pokok permasalahan dan ruang lingkup, tujuan, dan kegunaan penulisan, kerangka

teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. Tinjauan Pustaka

Untuk memudahkan pembahasan permasalahan, akan diuraikan yaitu pengertian

penegakan hukum pidana, pengertian tindak pidana, pengertian dan ruang lingkup

pornografi yang di dalamnya memuat juga pornoaksi dalam hukum pidana

sebagai pelanggaran kesusilaan, pornografi, dan pornoaksi tersebut sebagai tindak

pidana ditegaskan dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

17

http://education-vionet.blogspot.com/2012/05/ledy-gaga-dicekal-dangdut-koplo. html diakses pada tanggal 29 Oktober 2012 Pukul 09.55

18

(32)

(KUHP) yaitu Pasal 281 dan juga ditegaskan diluar KUHP yaitu Pasal 10 dan

Pasal 36 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi.

III. Metode Penelitian

Penulisan menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris

yang kemudian dianalisis secara kualitatif dengan cara mengkaji pasal-pasal yang

berhubungan dengan pornoaksi sebagai bahan dari tindak pidana kesusilaan yang

terdapat di dalam Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) dan

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Merupakan bab yang menjelaskan secara lebih terperinci tentang proses

penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana pornoaksi dengan mengacu

kepada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang

Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

V. Penutup

Merupakan bab yang berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran atas

(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penegakan Hukum Pidana

Pelaksanaan hukum dalam kehidupan masyarakat sehari-hari mempunyai arti

yang sangat penting. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung dalam masyarakat

secara normal karena tiap-tiap individu menaati dengan penuh kesadaran yang

merupakan keharusan untuk ditaati dan dipatuhi dalam kelangsungan hidup

ditengah-tengah keberagaman adat istiadat, budaya dan agama yang ada.

Sedangkan pelaksanaan hukum itu sendiri dapat terjadi karena adanya

pelanggaran hukum dan perselisihan ditengah-tengah kehidupan masyarakat, yaitu

dengan menegakkan hukum tersebut dengan bantuan alat-alat perlengkapan

negara. Menurut Soerjono Soekanto1 secara konsepsional inti dari arti penegakan

hukum terletak pada tindak pidana menyerasikan hubungan nilai-nilai yang

terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan menjewantah dan sikap

tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan,

memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

Penegakan hukum pidana merupakan satu kesatuan proses diawali dengan

penyidikan, penangkapan, penahanan, peradilan terdakwa dan diakhiri dengan

(34)

Pengertian penegakan hukum dapat diartikan penyelenggaraan hukum oleh

petugas penegakan hukum dan oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan

sesuai dengan kewenangannya masing-masing diatur hukum yang berlaku.

Dalam penegakan hukum ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu kepastian

hukum, kemanfaatan, dan keadilan. Berdasarkan pendapat ini, Satjipto Raharjo3

mengatakan bahwa penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan

ide-ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi

kenyataan, proses perwujudan ide-ide itulah yang merupakan hakekat dari

penegakan hukum.

Proses penegakan hukum dapat dilihat melalui 2 (dua) sudut pandang, yaitu :

1. Sudut pandang kultural, penegakan hukum adalah upaya yang

dilaksanakan oleh alat-alat sosial kontrol (pengendalian sosial) resmi untuk melaksanakan internalisasi hukum pada warga masyarakat.

2. Sudut pandang struktural, penegakan hukum adalah bekerjanya berbagai

organisasi yang mewakili pola kepentingan dan kenstelasi nilai-nilai dominan untuk menciptakan keamanan dan ketertiban sesuai dengan

ideologi hukum yang berkuasa.4

Dalam proses penegakan hukum sering terjadi hambatan ataupun gangguan

terhadap proses penegakan hukum itu sendiri. Hal ini terjadi karena tidak adanya

keserasian antara nilai, kaidah dan pola perilaku yang tidak pernah terarah, dan

tidak terkontrol yang menggangu dalam cara pergaulan hidup.

Berlakunya kaidah hukum dalam masyarakat ditinjau dari kaidah hukum tersebut,

menurut teori-teori hukum harus memenuhi tiga macam hal berlakunya kaidah

hukum yaitu :

3

http://hukum.ums.ac.id/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=45 diakses pada tanggal 3 November 2012 Pukul 14.20

4

(35)

1. Berlakunya secara yuridis, artinya kaidah hukum itu harus dibuat sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang telah ditetapkan sebagai syarat berlakunya suatu kaidah hukum.

2. Berlakunya secara sosiologis, artinya kaidah hukum itu dapat berlaku

secara efektif, baik karena dipaksakan oleh penguasa meskipun tidak diterima masyarakat ataupun berlaku dan diterima oleh masyarakat.

3. Berlaku secara filosofis, artinya sesuai dengan cita-cita hukum sebagai

nilai positif yang tertinggi. Jika hanya berlaku secara filosofis maka

kaidah hukum tersebut hanya merupakan hukum yang dicita-citakan (ius

constituendum).5

Teori tentang penegakan hukum dapat dibagi 3 (tiga) kerangka konsep yaitu :

1. Konsep penegakan hukum masalah prevensi (pencegahan) penegakan

hukum bidangnya luas sekali, tidak hanya bersangkut-paut dengan tindakan-tindakan apabila sudah ada atau ada persangkaan telah terjadi kejahatan, akan tetapi juga menjaga kemungkinan akan terjadinya kejahatan.

2. Konsep penegakan hukum masalah represif. Tindakan represif ialah

segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadi kejahatan atau tindak pidana.

3. Konsep penegakan hukum tindakan kuratif. Tindakan kuratif pada

hakekatnya juga merupakan usaha preventif dalam arti yang

seluas-luasnya, ialah dalam usaha penanggulangan kejahatan.6

Menurut Soedarto adapun tindakan-tindakan di dalam penegakan hukum melihat

dari konsep tersebut diatas yaitu meliputi :

1. Tindakan preventif atau pencegahan

Merupakan bagian dari politik kriminil, yaitu proses pemberian pidana dimana badan-badan penegak hukum masing-masing mempunyai peranannya yang dapat dipandang sebagai upaya untuk menjaga agar orang yang bersangkutan atau masyarakat pada umumnya tidak melakukan tindak pidana.

2. Tindakan represif

Segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadinya tindak pidana.

3. Tindakan kuratif

Segi lain dari tindakan represif, yang lebih dititikberatkan kepada

tindakan terhadap orang yang melakukan tindak pidana.7

1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

5

Ibid. Hal 17

6

Soedarto. 1981. Kapita selekta Hukum Pidana. Alumni.Bandung. Hal 111

7

(36)

Penegakan hukum umumnya berarti hanya pada pelaksanaan

perundang-undangan saja atau yang berupa keputusan-keputusan hakim. Masalah pokok yang

mempengaruhi penegakan hukum yakni terdapat pada faktor-faktor yang

mempengaruhinya secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Soerjono

Soekanto8 faktor-faktornya adalah :

a. Faktor hukumnya sendiri atau peraturan itu sendiri

Adanya peraturan berupa undang-undang dan peraturan yang dibuat oleh

pemerintah dengan mengharapkan dampak positif yang akan diterapkan dari

penegak hukum yang dijalankan menurut isi peraturan undang-undang

tersebut sehingga mencapai tujuan yang efektif.

Peraturan undang-undang yang telah terkodifikasi tersebut sebenarnya sudah

mencakup segala aspek untuk diterapkan, namun masih terdapat

permasalahan-permasalahan yang dapat menghambat penegakan hukum, yaitu :

1. Tidak diikutinya asas-asas berlakunya undang-undang;

2. Belum adanya peraturan pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk

menerapkan undang-undang;

3. Ketidakjelasan arti kata-kata didalam undang-undang yang mengakibatkan

kesimpangsiuran didalam penafsiran serta penerapannya.9

b. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk dan menerapkan

hukum

8

Soekanto, Soerjono. 1983. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Di Indonesia.

Sinar Grafika. Jakarta. Cetakan ke-4

9

Soekanto, Soerjono. 2007. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Raja Grafindo

(37)

Istilah penegak hukum adalah aparatur hukum yang secara langsung maupun

tidak langsung menyentuh masyarakat yang berkecimpung dalam penegakan

hukum, yaitu seperti di bidang kehakiman, kejaksaan, kepolisian,advokat atau

kepengacaraan, kenotariatan (notaris dan PPAT) dan pemasyarakatan.

Penegak hukum seharusnya lebih peka terhadap permasalahan-permasalahan

yang ada dan yang terjadi di sekitarnya dengan dilandasi suatu kesadaran atas

penenganan profesionalitas aparat penegak hukum itu sendiri, sehingga

penegak hukum yang membentuk suatu peraturan dan dalam penerapannya

dapat seimbang dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

Penanganan suatu perkara juga dapat tergantung pada sumber daya yang

diberikan didalam program-program pencegahan dan pemberantasan tindak

pidana. Menurut sorjono Soekanto untuk melengkapi sarana dan fasilitas dalam

penegakan hukum itu sendiri seharusnya perlu adanya pola pikir sebagai

berikut :

1. Yang tidak ada, harus diadakan dengan yang baru;

2. Yang rusak atau salah, harus diperbaiki atau dibetulkan;

3. Yang kurang, harus ditambah;

4. Yang macet, harus dilancarkan;

5. Yang mundur atau merosot, harus dimajukan atau ditinggalkan.10

d. Faktor masyarakat, yaitu faktor lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan

diterapkan

Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai

kedamaian di dalam masyarakat itu sendiri. Secara langsung masyarakat dapat

10

(38)

mempengaruhi penegakan hukum dan masyarakat juga cenderung mengartikan

hukum sebagai petugas, tata hukum, atau hukum positif tertulis.

Setiap tindak pidana atau usaha dalam rangka penegakan hukum, tidak

semuanya diterima masyarakat sebagai sikap tindak yang baik, ada kalanya

masyarakat juga mengabaikan bahwa suatu perbuatan tertentu tidaklah

melanggar suatu perundang-undangan dan ketentuan hukum lainnya, sehingga

kurangnya kesadaran hukum yang terjadi ditengah-tengah masyarakat terus

berkelanjutan, berkembangan dan dibudayakan. Hal ini dapat dilihat dari

kurangnya kesadaran masyarakat bahwa tarian erotis dalam

pagelaran-pagelaran dangdut yang beraliran dangdut koplo tersebut mengandung unsur

tindak pidana pornoaksi dan kesusilaan.

e. Faktor kebudayaan, yaitu sebagai hasil karya, cipta, dan karsa yang didasarkan

pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup

Kebudayaan pada dasarnya merupakan salah satu nilai-nilai yang mendasari

hukum yang berlaku bagi pelaksanaan hukum, nilai-nilai yang merupakan

konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik yang dapat diikuti

dan apa yang dianggap buruk yang seharusnya dihindari. Adapun mengenai

faktor kebudayaan berupa nilai-nilai yang berpengaruh dalam hukum, yaitu :

1. Nilai ketertiban dan nilai ketentraman;

2. Nilai jasmaniah dan nilai rohaniah (keakhlakan);

3. Nilai konservatisme dan nilai inovatisme.11

2. Pengertian Tindak Pidana

11

(39)

Tindak Pidana merupakan dasar dalam hukum pidana (yuridis normatif). Tindak

pidana dalam arti yuridis normatif adalah perbuatan seperti yang terwujud secara

in-abstracto dalam peraturan pidana.12

Beberapa pengertian dari para sarjana hukum mengenai tindak pidana, yaitu

sebagai berikut :

1. Menurut Van Hamel :

Tindak Pidana adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam wet, yang

bersifat melawan hukum yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.

2. Menurut Simons :

Tindak pidana adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana

yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab.

3. Menurut Wirjono Prodjodikoro :

Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.

4. Menurut Moeljatno :

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.

5. Menurut Pompe :

Memberikan pengertian tindak pidana menjadi 2 (dua) definisi, yaitu :

a. Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma,

yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.

b. Definisi menurut hukum positif adalah suatu kejadian / feit yang oleh

peraturan undang-undang dirumuskan sebagai peraturan yang dapat

dihukum.13

Berdasarkan pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para pakar diatas,

dapat diketahui bahwa pada tataran teoritis tidak adanya kesatuan pendapat di

antara para pakar hukum dalam memberikan definisi tentang tindak pidana.

Dalam memberikan definisi mengenai pengertian tindak pidana terlihat terbagi

12

Tri Andrisman, 2007. Hukum Pidana, Asas-Asas Dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana

Indonesia. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hal 80 13

(40)

dalam 2 (dua) pandangan/aliran, baik aliran Monistis maupun aliran Dualistis

yang saling bertolak belakang.

3. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Mengenai istilah atau pengertian tindak pidana di dalamnya juga terdapat

unsur-unsur tindak pidana. Adapun unsur-unsur-unsur-unsur tindak pidana yang dikemukakan oleh

para pakar hukum pun terdapat perbedaan pandangan, baik pandangan/aliran

monistis dan pandangan/aliran dualistis.14

Menurut aliran monistis, apabila ada orang yang melakukan tindak pidana maka

sudah dapat dipidana. Sedangkan aliran dualistis dalam memberikan pengertian

tindak pidana memisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban

pidana, sehingga berpengaruh dalam merumuskan unsur-unsur tindak pidana.

Menurut pakar hukum simon15, seorang penganut aliran monistis dalam

merumuskan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut :

1. Perbuatan hukum (positif atau negatif; berbuat atau tidak berbuat atau

Sedangkan menurut pakar hukum Moeljatno16, seorang penganut aliran dualistis

merumuskan unsur-unsur perbuatan pidana/tindak pidana sebagai berikut :

1. Perbuatan (manusia);

2. Memenuhi rumusan dalam undang-undang (ini merupakan syarat formil);

3. Bersifat melawan hukum (ini merupakan syarat formil).

B. Perbuatan yang Tergolong Tindak Pidana Pornoaksi

(41)

Perbuatan adalah sesuatu yang diperbuat (dilakukan) tindak; tindak pidana

(perbuatan yang dapat melawan hukum menurut undang-undang)17. Selanjutnya

menurut Moeljatno18 “Perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan

diancam dengan pidana barang siapa yang melanggar laangan tersebut”.

Selanjutnya Moeljatno juga mengatakan :

“Menurut wujudnya dan sifatnya, perbuatan-perbuatan pidana ini adalah

perbuatan-perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan ini juga merugikan

masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya

tata dalam pergaulan yang dianggap baik dan adil”.19

Dari paparan diatas, maka penulis dapat menarik suatu kesimpulan bahwa suatu

Perbuatan akan menjadi suatu tindak pidana apabila perbuatan itu :

a. Melawan Hukum;

b. Merugikan masyarakat;

c. Dilarang oleh aturan pidana;

d. Pelakunya dapat diancam dengan pidana.

Penentuan perbuatan mana yang dipandang sebagai perbuatan pidana mengacu

pada Pasal 1 ayat (1) KUHP yang mengenal asas legalitas (principle of legality),

yakni asas yang menentukan bahwa tiap-tiap perbuatan pidana harus ditentukan

oleh suatu aturan undang-undang sebelum seseorang dapat dituntut untuk

dipidana karena perbuatannya.

17

Tim Penyususn Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus Besar

Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakata. 18

Moeljatno. 1983. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana. Bina

Aksara. Jakarta. Hal 9. 19

(42)

Jadi menurut penulis suatu perbuatan dapat disebut sebagai “tindak pidana” harus

memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

1. Perbuatan manusia;

2. Memenuhi rumusan dalam undang-undang;

3. Bersifat melawan hukum.20

Adapun unsur-unsur perbuatan yang tergolong sebagai tindak pidana pornoaksi

dapat penulis jabarkan dengan berpedoman dari apa yang disebutkan diatas yaitu

sebagai berikut :

a. Suatu pengungkapan atau perbuatan dan semacamnya nyanyian, syair,

pertunjukan, gerakan badan atau segala apa yang mampu membangkitkan

rangsangan nafsu birahi yaitu rangsangan yang dapat menimbulkan nafsu

untuk melakukan hubungan seks.

b. Objek yang dikatagorikan sebagai pornoaksi tersebut adalah menyinggung rasa

susila atau norma-norma dalam masyarakat (bagi yang membaca, melihat, atau

yang mendengar) atau hanya menimbulkan pikiran-pikiran dan mengakibatkan

tindakan-tindakan maksiat (melanggar UU Pornografi, asas kesusilaan, dan

norma-norma yang lainnya) yang bertentangan dengan dengan ketentuan

hukum yang berlaku.

Pornoaksi merupakan suatu gejala sosial yang terjadi didalam kehidupan

masyarakat yang sangat bertentangan dengan Undang-Undang, norma agama,

ketertiban dan keamanan. Jika kita tinjau dari akibat yang ditimbulkan akan

menghambat proses perkembangan dan pembangunan kehidupan masyarakat luas

20

Moeljatno (dalam Tri Adrisman. 2007. Hukum Pidana, Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum

(43)

terutama kepada prilaku moral yang kurang baik dan merupakan ancaman moral

generasi muda penerus bangsa yang berlandaskan kepada falsafah Pancasila

dengan salah satu sila utamanya “Ketuhanan Yang Maha Esa” . Namun demikian

belum adanya penanganan aparat penegak hukum yang mampu meniadakan

pornoaksi dalam arti menindak gejala sosial tersebut seperti halnya gejala

kejahatan lainnya.

Penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana pembunuhan, penipuan, dan

pencurian yang diproses oleh aparat kepolisian dapat dikenakan sanksinya dengan

tegas dan hukum berlaku efektifnya. Tetapi terhadap pornoaksi sulit untuk

dilakukan. Penegak hukum tidak mampu melaksanakan fungsinya secara penuh,

sehingga dalam hal demikian, hukum hanya berusaha mencegah agar pornoaksi

tidak meluas secara pesat. Sebagai konsekuensi dari segi hukum pidana, bahwa

pornoaksi itu dilarang. Namun kenyataannya dalam masyarakat, pornoaksi tidak

dapat dihilangkan. Hal ini berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan manusia

dan alamiah yang dimiliki oleh masyarakat.

Lambatnya proses penanganan oleh penegak hukum yaitu kepolisian yang

merupakan awal penanganan dalam proses penegakan hukum terhadap perbuatan

tindak pidana pornoaksi hal ini mengakibatkan didalam kehidupan masyarakat

pornoaksi berkembang secara luas. Kultur kebudayaan masyarakat Indonesa yang

beraneka ragam memiliki persepsi sendiri terhadap pandangan mengenai

pornoaksi. Artinya ada suatu budaya di Indonesia menegaskan bahwa masalah

pornoaksi tergantung pada penilaian dan sikap masyarakat.

(44)

Kata pornografi terbentuk dari kata pornos yang berarti melanggar kesusilaan atau

cabul dan grafi yang berarti tulisan dan selanjutnya sekarang meliputi gambar dan

patung. Sedangkan kata pornoaksi terbentuk dari kata pornos yang berarti

melanggar kesusilaan atau cabul dan aksi yang berarti pertunjukkan,

mempertontonkan, dan memperlihatkan.

Pengertian pornografi terdapat pada UU pornografi, sedangkan pornoaksi

merupakan bagian isi dari pornografi sebagaimana telah tercantum pada Pasal 1

ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang

menyebutkan :

“Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang membuat kecabulan atau eksploitasi

seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat”.

Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan pornografi apabila termasuk

dalam ketentuan yang tercantum pada Pasal 10 dan Pasal 36 Undang-Undang

Nomor 44 tentang Pornografi yang menyebutkan :

Pasal 10 UU Pornografi:

“Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya”.

Pasal 36 UU Pornografi :

(45)

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”.

Ketentuan pidana mengenai pelanggaran pornografi yang dilakukan oleh

korporasi diatur dalam UU Pornografi. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 40

UU Pornografi:

1. Dalam hal tindak pidana pornografi dilakukan oleh atau atas nama suatu

korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.

2. Tindak pidana pornografi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana

tersebut dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.

3. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, korporasi

tersebut diwakili oleh pengurus.

4. Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dapat diwakili oleh orang lain.

5. Hakim dapat memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus

korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.

6. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, panggilan untuk

menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus ditempat tinggal pengurus atau ditempat pengurus berkantor.

7. Dalam hal tindak pidana pornografi yang dilakukan korporasi, selain

pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, dijatuhkan pula pidana denda terhadap korporasi dengan ketentuan maksimum pidana dikalikan 3 (tiga) hari pidana denda yang ditentukan dalam setiap pasal bab ini.

Ketentuan pidana mengenai perbuatan pornografi terhadap korporasi diatur dalam

Pasal 41 UU No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang menyatakan :

Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (7), korporasi dapat dikenai pidana tambahan berupa :

a. Pembekuan izin usaha;

b. Pencabutan izin usaha;

c. Perampaan kekayaan hasil tindak pidana; dan

(46)

Dicantumkan dalam UU Pornografi bahwa pengaturan pornografi berasaskan

Ketuhanan Yang Maha Esa, penghormatan terhadap harkat dan martabat

kemanusiaan, kebhinekaan, kepastian hukum, non diskriminasi, dan perlindungan

terhadap warga negara.

Adapun tujuan dari UU Pornografi adalah sebagai berikut :

1. Mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika,

berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa,

serta menghormati harkat dan martabat setiap warga negara.

2. Menghormati, melindungi, dan melestarikan nilai seni dan budaya, adat

istiadat, dan ritual keagamaan masyarakat Indonesia yang majemuk.

3. Memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat

4. Memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari

pornografi dan pornoaksi, terutama bagi anak dan perempuan, dan

5. Mencegah berkembangnya pornografi dan pornoaksi serta komersialisasi seks

di masyarakat.21

Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan undang-undang

dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika, akhlak mulia, dan kepribadian

luhur bangsa, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Maka tidak

sesuai dan tidak layak apabila di lingkungan kita terdapat suatu perbuatan yang

tidak senonoh, porno, dan melanggar kesusilaan, khususnya pagelaran dangdut

yang menyuguhkan atau menampilkan penyanyi yang bergoyang erotis

menimbulkan timbulnya hasrat bagi si penonton. Semua itu dapat merusak moral

21

http://raniyuanita.wordpress.com/2011/01/03/undang-undang-pornografi-dalam-kajian

(47)

dan akhlak bahkan perilaku seseorang, khususnya bagi para generasi penerus

bangsa di kemudian hari.

Mengenai hal ini, maka pemerintah wajib melakukan pencegahan atas perbuatan

dan penyebarluasan tindak pidana kesusilaan tersebut. Sebagaimana tercantum

dalam Pasal 19 UU Pornografi yang menyatakan :

Untuk melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pemerintah Daerah berwenang :

a. Melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk

pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet di wilayahnya;

b. Melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan

penggunaan pornografi di wilayahnya;

c. Melakukan kerjasama den koordinasi dengan berbagai pihak dalam

pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya; dan

d. Mengambangkan sistem komunikasi, informasi, dan edukasi dalam

rangka pencegahan pornografi di wilayahnya.

Selain pemerintah, masyarakat juga dapat berperan serta dalam melakukan

pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Sebagaimana tercantum dalam Pasal 21 UU Pornografi, peran serta masyarakat

dapat dilakukan dengan cara :

1. Melaporkan pelanggaran undang-undang ini;

2. Melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan;

3. Melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur

pornografi; dan

4. Melakukan pembinaan kepada masyarakat terhadap bahaya dan dampak

pornografi.

Dalam ketentuan UU pornografi masyarakat yang melaporkan pornografi

(48)

berhak mendapatkan perlindungan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

D. Dangdut Koplo

1. Pengertian Dangdut

Penyebutan nama "dangdut" diambil dari suara permainan tabla (lebih dikenal

sebagai gendang) yang didominasi oleh bunyi "dang" dan "ndut". Adapun ciri-ciri

musik dangdut adalah sebagai berikut ini :

1. Alat musiknya akustik, dengan standarisasi melayu, seperti akordion,

suling, gendang, madolin, dan dalam perkembangan di era ini adalah

organ mekanik serta biola;

2. Lagunya, mudah dicerna sehingga tidak susah untuk diterima

masyarakat;

3. Iramanya terbagi dalam tiga bagian yaitu senandung (sangat lambat),

lagu dua (iramanya agak cepat) dan makinang (lebih cepat);

4. Liriknya masih lekat pada pantun;

5. Irama musiknya sangat melankolik;

6. Bangunan sebagian besar lagu dangdut sangat konservatif;

7. Sebagian besar tersusun dari satuan delapan birama 4/4 (jarang sekali

ditemukan lagu dangdut dengan birama 3/4, kecuali pada lagu-lagu

masa Melayu Deli (contoh: Burung Nuri);

8. Miskin improvisasi, baik melodi maupun harmoni;

(49)

10. Pada umumnya tidak memiliki refrain, namun memiliki bagian kedua

dengan bangunan melodi yang berbeda dengan bagian pertama.22

Sebagai salah satu genre "Musik", dangdut lebih mengutamakan tontonan visual

daripada sajian audio. Misalnya Aura Kasih dengan video klip yang kelewat

vulgar sampai-sampai dicekal dan terpaksa membuat ulang video klip untuk lagu

yang sama (itupun masih terlihat_vulgar). Untuk itu menjadi penyanyi dangdut

tidak cukup hanya dengan suara merdu, tapi juga harus memiliki tubuh yang

erotis.

2. Sejarah dan Perkembangan Dangdut Indonesia

a. Perkembangan Dangdut Indonesia Pada Tahun 1940-an

Berawal dari periode kolonial Belanda, waktu itu ada perpaduan alat musik

Indonesia, Arab dan Belanda yang dinamakan bersama-sama dalam Tanjidor.

Musik ini merupakan orkestra mini yang khas dan dipertunjukkan sambil berjalan

oleh para budak peliharaan tuan-tuan kulit putih penguasa pekebunan di sekitar

Batavia. Sepanjang abad 19, banyak pengaruh dari luar diserap oleh masyarakat

Indonesia. Misalnya pengaruh dari Cina yaitu ansambel Cina-Betawi yang disebut

gambang kromong dan juga keroncong.

Pada dasarnya, bentuk musik dangdut berakar dari musik melayu pada tahun

1940-an. Irama melayu sangat kental dengan unsur aliran musik dari India dan

gabungan dengan irama musik dari arab. Unsur tabuhan gendang yang merupakan

bagian unsur dari musik India digabungkan dengan unsur cengkok penyanyi dan

harmonisasi dengan irama musiknya merupakan suatu ciri khas dari irama melayu

22

(50)

merupakan awal dari mutasi dari irama melayu ke dangdut. Dalam evolusi menuju

bentuk kontemporer sekarang masuk pengaruh unsur-unsur musik India (terutama

dari penggunaan tabla) dan Arab (pada cengkok dan harmonisasi).

Pada masa ini mulai masuk eksperimen masuknya unsur India dalam musik

Melayu. Perkembangan dunia sinema pada masa itu dan politik anti-Barat dari

Presiden Sukarno menjadi pupuk bagi grup-grup ini. Dari masa ini dapat dicatat

nama-nama seperti P. Ramlee (dari Malaya), Said Effendi (lagu Seroja), Ellya

(gaya panggung seperti penari India), Husein Bawafie (dari India), M. Mashabi

(pencipta skor film "Ratapan Anak Tiri" yang sangat populer di tahun 1970-an).

b. Perkembangan Dangdut Indonesia Pada Tahun 1960-an

Perubahan arus politik Indonesia di akhir tahun 1960-an membuka masuknya

pengaruh musik barat yang kuat dengan masuknya gitar listrik dan juga bentuk

pemasarannya. Sejak tahun 1970-an dangdut boleh dikatakan telah matang dalam

bentuknya yang kontemporer. Sebagai musik populer, dangdut sangat terbuka

terhadap pengaruh bentuk musik lain, mulai dari keroncong, langgam, degung,

gambus, pop, rock, bahkan house music. Irama melayu menjadi suatu aliran

musik kontemporer, yaitu suatu cabang seni yang terpengaruh dampak

modernisasi.

Pada tahun 1960 an Musik melayu mulai dipengaruhi oleh banyak unsur mulai

dari gambus, degung, keroncong, langgam. Dan mulai jaman ini lah sebutan untuk

Irama Melayu mulai berubah menjadi terkenal dengan sebutan musik dangdut.

Sebutan dangdut ini merupakan Onomatope atau sebutan yang sesuai dengan

Referensi

Dokumen terkait

V pri č ujo č i nalogi smo preu č ili vplive mnogih domnevno pomembnih okoljskih dejavnikov (zlasti dejavnikov zgradbe prostora) na: (a) celoletno, sezonsko in dnevno- no č

1) Mudharabah adalah perjanjian antar pemilik dana dengan pengelola dana yang keuntungannya bagi menurut raiso/nasabah yang telah disepakati dimuka dan bila terjadi

Dalam penetapan biaya untuk layanan referensi di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh pasca perpindahan lokasi sesuai dengan Standar Badan Arsip dan Perpustakaan tahun 2016

Hasil observasi minat belajar peserta didik mulai dari pertemuan ke 1,2,3 siklus I sampai pertemuan k e1 dan 2 siklus II menunjukkan peningkatan yang

Adanya perbedaan antara konsep akuntansi yang ada dalam penyajian laporan keuangan perbankan syariah yang dipublikasikan dan konsep dari rumus atau formula nilai

Sistem wewenang dan prosedur pembukuan dalam suatu perusahaan merupakan alat bagi manajemen untuk mengadakan pengawasan terhadap operasi dan transaksi - transaksi yang terjadi dan

Membaca Akta pernyataan permohonan banding yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri Tasikmalaya yang menyatakan bahwa pada tanggal 10 Agustus 2017 sebagai pihak

Penulis meneliti bagaimana cara perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 berdasarkan Undang Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan stdd Undang Undang