• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum HAM Dengan Hukum Humaniter

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hukum HAM Dengan Hukum Humaniter"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum Humaniter Internasional memiliki sejarah yang singkat namun penuh peristiwa. Untuk menghindari penderitaan akibat perang maka baru pada pertengahan abad ke-19 negara-negara melakukan kesepakatan tentang peraturan-peraturan internasional dalam suatu konvensi yang mereka setujui sendiri (Lembar Fakta HAM, 1998: 172). Sejak saat itu, perubahan sifat pertikaian bersenjata dan daya merusak persenjataan modern menyadarkan perlunya banyak perbaiakan dan perluasan hukum humaniter melalui negosiasi–negosiasi panjang yang membutuhkan kesabaran.

Perkembangan Hukum Humaniter Internasional yang berhubungan dengan

perlindungan bagi korban perang dan hukum perang sangat dipengaruhi oleh perkembangan hukum perlindungan Hak Asasi Manusia setelah Perang Dunia Kedua. Penetapan instrumen internasional yang penting dalam bidang Hak Asasi Manusia seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948), Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia (1950) dan Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (1966) memberikan sumbangan untuk

memperkuat pandfangan bahwa semua orang berhak menikmati Hak Asasi Manusia, baik dalam pada masa perang maupun damai.

(2)

Dalam sejarahnya hukum humaniter internasional dapat ditemukan dalam aturan-aturan keagamaan dan kebudayaan di seluruh dunia. Perkembangan modern dari hukum humaniter baru dimulai pada abad ke-19. Sejak itu, negara-negara telah setuju untuk menyusun aturan-aturan praktis, yang berdasarkan pengalamanpengalaman pahit atas peperangan modern. Hukum humaniter itu mewakili suatu keseimbangan antara kebutuhan kemanusiaan dan kebutuhan militer dari negara-negara. Seiring dengan berkembangnya komunitas

internasional, sejumlah negara di Seluruh dunia telah memberikan sumbangan atas

perkembangan hukum humaniter internasional. Dewasa ini, hukum humaniter internasional diakui sebagai suatu sistem hukum yang benar-benar universal.

Pada umumnya aturan tentang perang itu termuat dalam aturan tingkah laku, moral dan agama. Hukum untuk perlindungan bagi kelompok orang tertentu selama sengketa bersenjata dapat ditelusuri kembali melalui sejarah di hampir semua negara atau peradaban di dunia. Dalam peradaban bangsa Romawi dikenal konsep perang yang adil (just war). Kelompok orang tertentu itu meliputi penduduk sipil, anakanak, perempuan, kombatan yang meletakkan senjata dan tawanan perang.

B. Identifikasi Masalah

Dalam penulisan makalah ini, permasalahan-permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut :

1. Apa pengertian Hukum Humaniter?

2. Apa saja asas-asas dan prinsip-prinsip dari Hukum Humaniter ? 3. Bagaimana Hubungan antara Hukum Humaniter dengan HAM?

C. Tujuan Penulisan

Adapun maksud dan tujuan tim penulis dalam menyusun makalah ini tiada lain adalah : 1. Untuk mengetahui pengertian Hukum Humaniter.

(3)

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Hukum Humaniter

Istilah hukum humaniter atau lengkapnya international humanitarian law applicable in armed conflict berawal dari istilah hukum perang (laws of war). Dalam perkembangannya kata-kata perang (war) menimbulkan ketakutan yang mendalam, sehingga timbul istilah baru yaitu pertikaian bersenjata (arm conflict) untuk menggantikan istilah perang sekalipun perang masih terjadi di mana-mana. Sesudah perang dunia II dilakukan upaya-upaya untuk

menghindarkan dan bahkan meniadakan perang. Sikap tersebut berpengaruh dalam penggunaan istilah, sehingga istilah hukum perang berubah menjadi hukum sengketa bersenjata (laws of armed conflict).

Dalam perkembangan selanjutnya yaitu permulaan abad ke-20 diusahakan untuk mengatur cara berperang yang dalam penyusunannya dilengkapi dengan konsepsi-konsepsi asas kemanusiaan (humanity principle), yang pada akhirnya istilah laws of armed

conflictmengalami pergeseran dengan istilah baru International Humanitarian Law Aplicable in Armed Conflict, yang kemudian sering disingkat dengan istilah international humanitarian law atau hukum humaniter internasional

Walaupun istilah yang digunakan berbeda-beda yaitu hukum perang, hukum sengketa bersenjata, hukum perikemanusiaan internasional, Hukum Humaniter Internasional (HHI), tetapi semua istilah itu mempunyai arti yang sama yaitu mengatur tentang tata cara dan metode perang serta perlindungan terhadap korban-korban perang.

Adapun pengertian perang oleh Francois didefinisikan sebagai keadaan hukum antara negara-negara yang saling bertikai dengan menggunakan kekuatan militer. Sedangkan Oppenheimmendefinisikan perang sebagai persengketaan antara dua negara dengan maksud menguasai lawan dan membangun kondisi perdamaian seperti yang diinginkan oleh yang menang (Haryomataram1994: 4)

Dalam kepustakaan hukum internasional, istilah hukum humaniter merupakan istilah yang dianggap relatif baru. Istilah ini baru lahir sekitar tahun 1970-an

Berikut adalah beberapa pengertian hukum humaniter menurut para Ahli : 1) Mochtar Kusumahadmadja

Bagian dari hukum yang mengatur ketentuan-ketentuan perlindungan korban perang, berlainan dengan hukum yang mengatur perang itu sendiri dan segala sesuatu yang

(4)

adalah hukum yang mengatur ketentuan yang memberi perlindungan terhadap korban perang, yang berbeda dengan hukum perang yang mengatur tentang perang tersebut.

2) International Committee Of The Red Cross (ICRC)

Hukum Humaniter Internasional sebagai ketentuan hukum internasional yang terdapat dalam perjanjian internasional maupun kebiasaan, yang dimaksudkan untuk mengatasi segala masalah kemanusiaan yang timbul pada waktu pertikaian bersenjata internasional atau non internasional. Ketentuan tersebut membatasi, atas dasar kemanusiaan, hak pihak-pihak yang terlibat dalam pertikaian untuk menggunakan senjata dan metode perang, dalam melindungi orang maupun harta benda yang terkena pertikaian bersenjata.

3) Geza Herczegh

International humanitarian law hanyalah terbatas pada Hukum Jenewa saja, karena konvensi inilah yang mempunyai sifat internasional dan humaniter.

4) Jean pictet

International humanitarian law in the wide sense is contitusional legal provition, whether written and customary, ensuring respect for individual and his well being.

5) Esbjorn Rosendbland

Hukum humaniter internasional mengadakan pembedaan antara : the law of armed conflict, yang berhubungan dengan permulaan dan berakhirnya pertikaian, pendudukan wilayah lawan, hubungan pihak pertikaian dengan negara netral. Sedangkan law of warfare ini antara lain mencakup : metode dan sarana berperang, status kombatan, perlindungan yang sakit, kombatan dan orang sipil.

6) Panitia Tetap Hukum Humaniter, Departemen Hukum dan Perundang-undangan

Hukum humaniter sebagai keseluruhan asas, kaidah dan ketentuan internasional baik tertulis maupun tidak tertulis yang mencakup hukum perang dan hak asasi manusia yang bertujuan untuk menjamin penghormatan terhadap harkat dan martabat seseorang.

7) Palang Merah Indonesia (Brosur PMI)

Hukum perikemanusiaan internasional atau juga dikenal dengan hukum humaniter internasional merupakan bagian dari hukum internasional publik yang bertujuan untuk mengatasi persoalan-persoalan yang timbul karena pertikaian bersenjata baik internasional maupun non internasional.

(5)

adalah memanusiaakan perang. Di samping itu ada beberapa tujuan hukum humaniter yaitu (Arlina permanasari dkk, 1999:12)

a) Memberikan perlindungan terhadap kombatan maupun penduduk sipil dari penderitaan yang tidak perlu;

b) Menjamin hak asasi manusia yang sangat fundamental bagi mereka yang jatuh ke tangan musuh. Kombatan yang jatuh ke tangan musuh berhak diperlakukan sebagai tawanan perang dan harus dilakukan secara manusiawi;

c) Mencegah dilakukannya perang secara kejam tanpa mengenal batas. Di sini yang penting adalah asas perikemanusiaan.

Jadi tujuan dari hukum humaniter internasional adalah untuk memberikan perlindungan kepada korban perang, menjamin Hak Asasi Manusia (HAM) dan mencegah dilakukannya perang secara kejam. Hukum humaniter internasional lebih ditujukan untuk kepentingan kemanusiaan, yaitu mengurangi penderitaan setiap individu dalam situasi konflik bersenjata.

B. Asas-Asas dan Prinsip-Prinsip Hukum Humaniter

Adapun dalam materi hukum humaniter ini mencakup beberapa asas-asas dan prinsip-prinsip yang berhubungan dengan hukum humaniter.

1. Asas-Asas Hukum Humaniter

Asas hukum atau prinsip hukum merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan (Sudikno Mertokusumo, 2003: 34). HHI disusun dengan berdasarkan asas-asas sebagai berikut (Arlina dkk, 1999:11).

a) Asas kepentingan militer

Berdasarkan asas ini maka pihak yang bersengketa dibenarkan menggunakan kekerasan untuk menundukkan lawan demi tercapainya tujuan dan keberhasilan perang.

b) Asas Perikemanusiaan

Menurut asas ini pihak yang bersengketa diharuskan untuk memperhatikan perikemanusiaan, di mana mereka dilarang untuk menggunakan kekerasan yang dapat menimbulkan luka yang berlebihan atau penderitaan yang tidak perlu.

c) Asas kesatriaan

(6)

2. Prinsip-prinsip Hukum Humaniter

Prinsip yang berlaku pada hukum humaniter internasional antara lain: a) Prinsip kepentingan Militer (Militery Necessity)

Yang dimaksud dengan prinsip ini ialah hak pihak yang berperang untuk menentukan

kekuatan yang diperlukan untuk menaklukan musuh dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dengan biaya yang serendah-rendahnya dan dengan korban yang sekecil-kecilnya. Namun demikian, perlu diingat pula bahwa hak pihak yang berperang untuk memiliki alat/senjata untuk menaklukan musuh adalah tidak tak terbatas.

b) Prinsip Kemanusiaan (Humanity)

Prinsip ini melarang penggunaan semua macam atau tingkat kekerasan (violence) yang tidak diperlukan untuk mencapai tujuan perang. Orang-orang yang luka atau sakit, dan juga mereka yang telah menjadi tawanan perang, tidak lagi merupakan ancaman, dan oleh karena itu mereka harus dirawat dan dilindungi. Demikian pula dengan penduduk sipil yang tidak turut serta dalam konflik harus dilindungi dari akibat perang.

c) Prinsip Kesatriaan (Chivalry)

Prinsip ini tidak membenarkan pemakaian alat/senjata dan cara berperang yang tidak terhormat.

d) Prinsip pembedaan

Prinsip pembedaan (distinction principle) adalah suatu prinsip atau asas yang membedakan atau membagi penduduk dari suatu negara yang sedang berperang atau sedang terlibat dalam konflik bersenjata ke dalam dua golongan, yaitu kombatan (combatan) dan penduduk sipil (civilian). Kombatan adalah golongan penduduk yang secara aktif turut serta dalam

permusuhan (hostilities), sedangkan penduduk sipil adalah golongan penduduk yang tidak turut serta dalam permusuhan. Perlunya prinsip pembedaan ini adalah untuk mengetahui mana yang boleh dijadikan sasaran atau obyek kekerasan dan mana yang tidak boleh

dijadikan obyek kekerasan. Dalam pelaksanaannya prinsip ini memerlukan penjabaran lebih jauh lagi dalam sebuah asas pelaksanaan (principles ofapplication), yaitu :

1) Pihak-pihak yang bersengketa setiap saat harus bisa membedakan antara kombatan dan penduduk sipil untuk menyelamatkan penduduk sipil dan obyek-obyek sipil.

2) Penduduk sipil tidak boleh dijadikan obyek serangan walaupun untuk membalas serangan (reprisal).

(7)

4) Pihak yang bersengketa harus mengambil langkah pencegahan yang memungkinkan untuk menyelamatkan penduduk sipil atau setidaknya untuk menekan kerugian atau kerusakan yang tidak sengaja menjadi kecil.

5) Hanya angkatan bersenjata yang berhak menyerang dan menahan musuh. 6) Rule of Engagement (ROE)

Tidak semua konflik dapat diberlakukan Hukum Humaniter, sehingga Suatu konflik dapat diberlakukan Hukum Humaniter apabila:

1) Memiliki struktur organisasi. 2) Memiliki kekuatan bersenjata.

3) Memiliki atribut orgnasasi (bendera, seragam). 4) Memiliki wilayah kekuasaan.

C. Hubungan Hukum Humaniter dengan HAM

Masuk dan dekatnya HAM dengan hukum humaniter terbukti pula dari makna humanitarian (kemanusiaan itu sendiri), sehingga pelanggaran hukum humaniter sama dengan melanggar berat HAM. Dalam Pancasila yang mengenal “kemanusiaan yang adil dan beradab”. Di titik ini, fokus, gerak, komitmen, kepedulian, semangat, beserta cita-citanya menempatkan manusia pada posisinya sebagai makhluk utama Tuhan yang memiliki hak utama dalam wujud hak asasi yang harus dihormati dan dijunjung tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya istilah human, humanitarian, dan humanitarism.

Menurut J. Pictet, human terkait dengan manusia yang mempunyai konotasi dengan orang yang bersikap baik (tahu tata krama) dalam mengadakan hubungan dengan orang lain. Semua tindakan dikatakan baik, bilamana dilandasi dengan kejujuran, kegunaan, kebaikan serta kejelasan. Humanity terkait dengan perasaan atau sikap mental seorang yang

ditunjukkan (dibawakan) oleh yang bersangkutan sebagai seorang human atau a sentiment of active goodness towards mankind. Dan humanitarian merupakan penggambaran setiap orang. Dalam kaitannya dengan humanitarian law, humanitarian diartikan (secara filosofis) sebagai human yang menjamin perlakuan hormat terhadap setiap individu. Sedangkan humanitarism merupakan ajaran sosial/moral bersifat universal yang bertujuan baik kepada sesama umat manusia.

(8)

Juga sangatlah penting bagi mereka yang bertanggungjawab menyebarkan penerangan mengenai hukum humaniter internasional dan atau hukum hak asasi manusia untuk mampu memberikan penjelasan sesungguhnya mengenai subyek tersebut. Ini adalah kepentingan terbesar orang yang dilindungi oleh kedua hukum, tetapi juga membantu para pejabat negara yang bertanggungjawab atas perlindungan tersebut.

Pada mulanya, tidak pernah ada perhatian mengenai hubungan hukum hak asasi manusia dan hukum humaniter. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika Pernyataan Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) 1948 tidak menyinggung tentang penghormatan hak asasi manusia pada waktu sengketa bersenjata. Sebaliknya, dalam konvensi-konvensi Jenewa 1949 tidak menyinggung masalah hak asasi manusia, tetapi tidak berarti bahwa konvensi-konvensi Jenewa dan hak asasi manusia tidak memilki kaitan sama sekali. Antara keduanya terdapat hubungan keterkaitan, walaupun tidak secara langsung.

Dalam kepustakaan ada tiga aliran yang berkaitan dengan hubungan hokum humaniter internasional, yaitu :

1. Aliran Integrasionis

Aliran integrasionis berpendapat bahwa system hukum yang satu berasal dari hukum yang lain. Dalam hal ini, maka ada 2 (dua) kemungkinan, yaitu :

a. Hak asasi manusia menjadi dasar bagi hukum humaniter internasional, dalam arti bahwa hukum humaniter merupakan cabang dari hak asasi manusia. Pendapat ini antara lain dianut oleh Robertson, yang menyatakan bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar bagi setiap orang, setiap waktu dan berlaku di segala tempat. Jadi hak asasi manusia merupakan genus dan hukum humaniter merupakan species-nya, karena hanya berlaku untuk golongan tertentu dan dalam keadaan tertentu pula.

b. Hukum Humaniter Internasional merupakan dasar dari Hak Asasi Manusia, dalam arti bahwa hak asasi manusia merupakan bagian dari hukum humaniter. Pendapat ini

(9)

2. Aliran Separatis

Aliran separatis melihat Hak Asasi Manusia dan Hukum Humaniter Internasional sebagai sistem hukum yang sama sekali tidak berkaitan, karena keduanya berbeda. Perbedaan kedua sistem tersebut terletak pada :

a) Obyeknya, hukum humaniter internasional mengatur sengketa bersenjata antara negara dengan kesatuan (entity) lainnya; sebaliknya hak asasi manusia mengatur hubungan antara pemerintah dengan warga negaranya di dalam negara tersebut.

b) Sifatnya hukum humaniter internasional bersifat mandatory a political serta peremptory. c) Saat berlakunya, hukum humaniter internasional berlaku pada saat perang atau masa

sengketa bersenjata, sedangkan hak asasi manusia berlaku pada saat damai.

3. Aliran Komplementaris

Aliran Komplementaris yang melihat Hukum Hak Asasi Manusia dan Hukum Humaniter Internasional melalui proses yang bertahap, berkembang sejajar dan saling melengkapi. Salah seorang dari penganut teori ini adalah Cologeropoulus, dimana Ia menentang pendapat aliran separatis yang dianggapnya menentang kenyataan bahwa kedua sistem hukum tersebut memiliki tujuan yang sama, yakni perlindungan pribadi orang. Hak asasi manusia melindungi pribadi orang pada masa damai, sedangkan hukum humaniter memberikan perlindungan pada masa perang atau sengketa bersenjata. Aliran ini mengakui adanya perbedaan seperti yang dikemukakan oleh aliran separatis, dan menambahkan beberapa perbedaan lain, yaitu : a. Dalam pelaksanaan dan penegakan :

Hukum humaniter menggantungkan diri pada atau menerapkan sistem negara pelindung (protecting power). Sebaliknya hukum hak asasi manusia sudah mempunyai aparat- mekanisme yang tetap, tetapi ini hanya berlaku di negara-negara Eropa saja, yaitu diatur dalam Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia

b. Dalam hal sifat pencegahan :

Hukum humaniter internasional dalam hal kaitannya dengan pencegahan menggunakan pendekatan preventif dan korektif, sedangkan hukum hak asasi manusia secara fundamental menggunakan pendekatan korektif, yang diharapkan akan mempunyai efek preventif.

(10)

Hukum Humaniter Internasional membedakan dua jenis pertikaian bersenjata, yaitu sengketa bersenjata yang bersifat internasional dan yang bersifat non-internasional. Menurut Mochtar Kusumaatmadjahukum humaniter adalah Bagian dari hukum yang mengatur ketentuan-ketentuan perlindungan korban perang, berlainan dengan hukum perang yang mengatur perang iu sendiri dan segala sesuatu yang menyangkut cara melakukan perang itu sendiri. Hukum humaniter tidak dimaksudkan untuk melarang perang, atau untuk mengadakan undang-undang yang menentukan permainan “perang”, tetapi karena alasan-alasan

perikemanusiaan untuk mengurangi atau membatasi penderitaan individu-individu dan untuk membatasi wilayah dimana kebuasan konflik bersenjata diperbolehkan.

(11)

Prof. DR. Mochtar Kusumaatmadja, S.H, LLM, Konvensi-Konvensi Palang Merah 1949, Alumni, Bandung, 2002

Referensi

Dokumen terkait

ditarik kesimpulan, bahwa persoalan nilai merupakan bagian penting dari filsafat yang tidak dilepaskan dalam kehidupan manusia. HUBUNGAN NILAI DAN NORMA

Para peneliti bidang psikologi khususnya psikologi pendidikan kini telah semakin sadar betapa dalam dan rumitnya proses berfikir siswa ketika ia belajar, sehingga

Curriculum Analysis aims to analyze the students’ learning behavior of clus ter- ing results for each semester based on the alignment of the courses to curriculum guideline

Penelitian Non Doctrinal yaitu berupa studi-studi empiris bertujuan untuk menemukan teori-teori mengenai proses terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum

Susu dan gula yang berlebih dalam pembuatan cokelat dapat mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan, sehingga pada penelitian ini perlakuan yang akan dicobakan

Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol Laos putih memiliki aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri Escericia coli mulai konsentrasi

Sistem irigasi yang dibangun dengan menggunakan teknologi ini umumnya berskala lebih besar dari pada irigasi berbasis masyarakat dan memerlukan hirarki pengelolaan pada

Berdasarkan pola tersebut diketahui bahwa adanya kenaikan suhu dalam durasi singkat menyebabkan peningkatan konsentrasi karotenoid dalam sampel yang ditandai dengan