• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMASI KUAT TEKAN DAN POROSITAS DARI PEMBUATAN BETON NON-PASIR DENGAN PEMANFAAATAN ABU DASAR (BOTTOM ASH)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "OPTIMASI KUAT TEKAN DAN POROSITAS DARI PEMBUATAN BETON NON-PASIR DENGAN PEMANFAAATAN ABU DASAR (BOTTOM ASH)"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI KUAT TEKAN DAN POROSITAS

DARI PEMBUATAN BETON NON-PASIR DENGAN

PEMANFAATAN ABU DASAR (BOTTOM ASH)

Oleh

HARI ZYULI YANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

pada

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

OPTIMASI KUAT TEKAN DAN POROSITAS DARI PEMBUATAN BETON NON-PASIR DENGAN PEMANFAAATAN ABU DASAR

(BOTTOM ASH)

Oleh :

Hari Zyuli Yani

Pemakaian batubara sebagai sumber tenaga listrik baik bagi industri maupun pembangkit tenaga listrik semakin meningkat. Peggunaan batubara tersebut menghasilkan limbah padat berupa fly ash (abu terbang) dan bottom ash (abu dasar) sebagai hasil dari proses pembakaran yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan. PLTU Tarahan Lampung Selatan, merupakan salah satu penghasil limbah khususnya bottom ash. Bottom ash sendiri memiliki potensi besar dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan beton non-pasir.

Penelitian ini bertujuan mencari komposisi campuran beton non-pasir dengan bahan tambahan bottom ash yang menghasilkan kuat tekan optimum. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian kuat tekan beton dan melihat tingkat porositas yang dihasilkan. Benda uji yang digunakan untuk pengujian kuat tekan berupa silinder beton 150 x 300 mm dengan umur pengujian 28 hari dan 56 hari serta 100 x 150 mm untuk pengujian porositas. Dari hasil penelitian kuat tekan diperoleh

kadar bottom ash optimum pada 20%, yaitu sebesar 59,42 kg/cm2 untuk umur 28

hari dan meningkat sebesar 76,4 kg/cm2 pada umur beton 56 hari. Sedangkan pengujian porositas pada benda uji dengan kadar variasi bottom ash 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% menghasilkan nilai porositas secara berurutan adalah 12,45%, 12,05%, 11,86%, 12,56%, 11,65% dan 11,61%. Dari hasil penelitian

dapat disimpulkan bahwa bottom ash asal Tarahan Lampung Selatan sangat baik

digunakan sebagai material tambahan pembuatan beton non-pasir karena dapat

meningkatkan kuat tekan betonnya dan menambah nilai ekonomis dari bottom ash

itu sendiri.

(3)
(4)
(5)
(6)

iv

(7)

v

3. Perencanaan Campuran ... 30

4. Pembuatan Beton Non-pasir ... 32

5. Pengujian Kuat Tekan Beton Non-pasir ... 33

6. Pengujian Porositas Beton Non-pasir ... 34

E. Analisis Hasil Penelitian ... 35

F. Bagan Alir Penelitian ... 37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Material ... 38

B. Kebutuhan Bahan Beton Non-pasir ... 40

C. Berat Volume Beton Non-pasir ... 41

1. Hasil Pengukuran Berat Volume Beton Non-pasir ... 41

2. Hubungan Berat Volume terhadap Kadar Bottom Ash ... 44

D. Kuat Tekan ... 44

1. Hasil Pengukuran Kuat Tekan Beton Non-pasir ... 45

2. Hubungan Kuat Tekan terhadap Kadar Bottom Ash ... 51

3. Perbandingan Kuat Tekan Beton Non-pasir dengan Bahan Bangunan Lain ... 54

E. Porositas ... 55

1. Hasil Pengukuran Porositas Beton Non-pasir ... 55

2. Hubungan Porositas terhadap Kadar Bottom Ash dan Kuat Tekan ... 57

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... ... 60

B. Saran ... ... 61

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN A (Hasil Uji Pendahuluan) LAMPIRAN B (Hasil Penelitian)

LAMPIRAN C (Hasil Analisis)

(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemakaian batubara sebagai sumber tenaga listrik baik bagi industri maupun

pembangkit tenaga listrik semakin meningkat. Peggunaan batubara tersebut

menghasilkan limbah padat berupa fly ash (abu terbang) dan bottom ash (abu

dasar) sebagai hasil dari proses pembakaran. Besarnya jumlah limbah tersebut

akan menimbulkan masalah apabila langsung dibuang ke lingkungan, selain

karena mengandung bahan berbahaya yang dapat mencemari lingkungan juga

mengingat ketersediaan lahan yang terbatas. Pembangkit Listrik Tenaga Uap

(PLTU) Tarahan merupakan salah satu penghasil limbah dari proses

pembakaran batubara di Lampung. Berdasarkan data yang diperoleh, PLTU

Tarahan menghasilkan fly ash sebesar 17,292 ton/tahun sedangkan bottom

ash sebesar 32,114 ton/tahun.

Bottom ash merupakan bahan buangan dari proses pembakaran batubara pada

unit pembangkit uap (boiler) yang mempunyai ukuran partikel lebih besar

dan lebih berat dari fly ash. Bottom ash mengandung bahan pozzolanik, yaitu

silika dan alumunium serta sedikit unsur kalsium sehingga baik digunakan

(9)

Sebagai salah satu bahan bangunan yang banyak digunakan, beton bukan saja

memiliki keandalan dalam hal kekuatan, keawetan serta kemudahan

pelaksanaannya, tetapi juga mempunyai nilai ekonomis yang relatif baik.

Kelemahan struktur beton sendiri terletak pada berat per meter kubiknya yang

cukup besar, sehingga berpengaruh terhadap besarnya beban yang diterima

oleh struktur. Hal ini, dapat diminimalkan dengan penggunaan beton ringan.

Pembuatan beton ringan dapat dilakukan dengan membuat

gelembung-gelembung udara dalam adukan semen, mengganti kerikil dengan agregat

ringan atau beton dibuat tanpa butir-butir agregat halus yang biasa disebut

dengan “beton non-pasir”.

Beton non-pasir memiliki keunikan bila dibandingkan dengan beton normal

yang ada, beton ini memiliki pori-pori yang mampu meloloskan air. Dalam

proses pembuatannya beton berpori ini tidak menggunakan agregat halus

sebagai bahan pengisi rongga, ataupun apabila digunakan agregat halus

biasanya hanya dalam kuantitas yang kecil dengan tujuan rongga-rongga pada

beton tidak tertutupi. Adanya rongga-rongga tersebut menyebabkan kuat

tekan beton relatif rendah. Semakin tinggi porositas beton, maka kemampuan

untuk menahan beban akan semakin kecil, jadi apabila semakin besar kuat

tekan beton maka porositas beton terhadap air akan semakin kecil.

Di Indonesia aplikasi beton berpori masih belum dirasakan, sehingga

penelitian-penelitian lebih lanjut mengenai beton non-pasir harus dilakukan.

Atas pertimbangan di atas, maka dilakukan penelitian mengenai pembuatan

(10)

Dengan persentase penggunaan bottom ash yang bervariasi diharapkan akan

diperoleh komposisi campuran beton non-pasir yang menghasilkan kuat

tekan optimum dan juga melihat tingkat porositas air yang dihasilkan.

Sehingga diperoleh beton non-pasir yang lebih efisien dan dapat mengurangi

pencemaran lingkungan akibat bottom ash serta menambah nilai ekonomis

dari bottom ash tersebut.

B. Rumusan Masalah

Sisa pembakaran batubara dalam hal ini bottom ash (abu dasar) berpotensi

dapat dimanfaatkan sebagai campuran beton. Oleh karena itu, perlu dikaji

lebih lanjut bagaimana optimasi variasi campuran bottom ash terhadap kuat

tekan dan porositas dari beton non-pasir yang menggunakan bottom ash (abu

dasar) sebagai bahan tambahan pada adukan beton.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk :

1. Mengetahui apakah bottom ash dapat difungsikan sebagai bahan tambahan

dalam pembuatan beton non-pasir.

2. Mengetahui komposisi optimum campuran beton non-pasir dengan

tambahan bottom ash.

3. Mengetahui kuat tekan yang dihasilkan beton non-pasir dengan bahan

tambahan bottom ash.

4. Mengetahui nilai porositas yang dihasilkan dari beton non-pasir dengan

(11)

5. Mengetahui besarnya perbedaan kuat tekan dan porositas beton non-pasir

dengan dan tanpa bahan tambahan bottom ash.

D. Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini ialah:

1. Variasi penggunaan bottom ash pada campuran adalah 0%, 10%, 20 %,

30%, 40% dan 50% dari jumlah kebutuhan berat semen yang

direncanakan./;

2. Jenis beton berupa beton tanpa agregat halus (beton non-pasir).

3. Pengujian dilakukan setelah umur beton mencapai 28 hari dan 56 hari.

4. Dibuat 3 benda uji untuk setiap variasi pencampuran.

5. Bottom ash yang dipakai berasal dari PLTU Tarahan, lolos saringan 4,75

mm (No.4).

6. Agregat kasar yang digunakan berupa batu pecah dengan ukuran agregat

adalah 10 - 20 mm.

7. Pengujian yang dilakukan berupa pengujian kuat tekan dan porositas.

8. Perencanaan perbandingan berat semen dan agregat kasar campuran beton

non pasir adalah 1 : 4 dan faktor air semen sebesar 0,40.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat diantaranya sebagai berikut:

1. Memberikan alternatif pemecahan masalah dalam hal penanganan/

pengelolaan limbah batubara (bottom ash) yang dinilai membahayakan

(12)

2. Produk beton non-pasir dengan bahan tambahan bottom ash dapat

digunakan sebagai bahan bangunan yang bermutu dan aman bagi

lingkungan.

3. Sebagai referensi dalam upaya pengembangan beton non-pasir sebagai

material yang ramah lingkungan dan dapat diaplikasikan sesuai dengan

(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Beton Ringan (Lightweight Concrete)

Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain,

agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang

membentuk masa padat (Surya Sebayang, 2000). Beton normal merupakan

bahan bangunan yang relatif cukup berat dengan berat jenis berkisar 2,4 atau

berat 2400 kg/m3. Untuk mengurangi beban mati suatu struktur beton, maka

telah banyak dipakai beton ringan. Berdasarkan SNI 03 - 2847 - 2002, beton

ringan adalah beton yang mengandung agregat ringan dan mempunyai berat

satuan tidak lebih dari 1900 kg/m3. Pada dasarnya beton ringan diperoleh

dengan cara penambahan pori-pori udara ke dalam campuran betonnya.

Menurut Tjokrodimuljo (2007) pembuatan beton ringan dapat dilakukan

dengan cara :

1. Membuat gelembung-gelembung gas udara dalam adukan semen. Dengan

demikian akan terjadi banyak pori-pori udara di dalam betonnya. Bahan

Tambahan Khusus (pembentuk gelembung udara dalam beton)

(14)

2. Dengan menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat bakar dan batu

apung. Dengan demikian beton yang terjadi pun akan lebih ringan

daripada beton normal.

3. Pembuatan beton tidak dengan butir-butir agregat halus. Dengan demikian

beton ini disebut “beton non-pasir” dan hanya dibuat dari semen dan

agregat kasar saja (dengan butir maksimun agregat kasar sebesar 20 mm

atau 10 mm). Beton ini mempunyai pori-pori yang hanya berisi udara

(yang semula terisi oleh butir-butir agregat halus).

B. Beton Non-pasir

Beton non-pasir (“no-fines concrete”) ialah suatu bentuk sederhana dari jenis

beton ringan yang dalam pembuatannya tidak menggunakan agregat halus.

Tidak adanya agregat halus dalam campuran menghasilkan beton yang

berpori (yang semula diisi agregat halus) sehingga beratnya berkurang

(Kardiyono Tjokrodimulyo, 2007). Beton non-pasir juga dapat disebut

permeconcrete atau pervious concrete yaitu beton yang dibentuk dari

campuran semen, agregat kasar, air dengan atau tanpa bahan tambahan.

Beton non-pasir dibuat dengan menghilangkan penggunaan agregat halus.

Tidak adanya agregat halus pada campuran menghasilkan suatu sistem berupa

keseragaman rongga yang terdistribusi di dalam massa beton, serta

berkurangnya berat jenis beton.

Menurut Dwi Kusuma (2012) beton non-pasir mempunyai kelebihan,

(15)

1. Low Shrinkage

Penyusutan total beton non-pasir saat mengeras/kering adalah sekitar

setengah dari beton padat yang dibuat dengan agregat yang sama. Tingkat

penyusutan juga jauh lebih cepat. Gerakan penyusutan total, telah

ditemukan bahwa 50% sampai 80% terjadi dalam 10 hari pertama, dimana

untuk beton padat hanya 20 sampai 30 persen akan terjadi pada periode

yang sama. Ini berarti bahwa bahaya retak jauh lebih kecil terjadi jika

dibandingkan dengan beton normal.

2. Light Weight

Karena penggunaan agregat ringan maka dihasilkan beton dengan bobot

yang ringan.

3. Thermal Insulation

Kebaikannya sebagai bahan isolasi panas.

4. Eliminated Segregation

Tidak ada kecenderungan untuk bersegregasi, sehingga dapat dijatuhkan

dengan tinggi jatuh yang lebih tinggi.

5. Reduce Cement Demand

Kebutuhan semen sedikit (karena tidak ada pasir maka luas permukaan

butir agregat berkurang sehingga kebutuhan pasta semen yang dipakai

untuk menyelimuti butir pasir tidak diperlukan lagi, sehingga kebutuhan

semen hanya sedikit) dan harganya lebih murah.

6. Simple yaitu berarti cara pembuatannya sederhana dan lebih cepat.

7. Sound Insulation

(16)

8. Environment Friendly, mudah meloloskan air dapat digunakan sebagai

bahan pembuat sumur resapan, sehingga meningkatkan resapan ke dalam

tanah.

Pada umumnya agregat kasar yang dipakai pada pembuatan beton non-pasir

berukuran 10 sampai 20 mm, walaupun ukuran yang lain juga dapat dipakai.

Berat jenis beton non-pasir dipengaruhi oleh berat jenis dan gradasi yang

dipakai, dan pada umumnya berkisar antara 60-70 persen dari beton biasa.

Beton non-pasir sendiri memiliki kuat tekan yang relatif kecil dibandingkan

beton normal, menjadikan beton non-pasir memiliki aplikasi yang terbatas.

Menurut ACI (American Concrete Institut) 522R-10 mengenai Pervious

Concrete biasanya beton berpori memiliki kuat tekan sebesar 400 sampai

4000 psi (2,8 Mpa sampai dengan 28 Mpa).

Menurut Dwi Kusuma (2012) kuat tekan dari beton non-pasir dipengaruhi

oleh sejumlah faktor, antara lain :

1. Faktor Air Semen

Faktor air semen pada beton non-pasir berkisar 0,36 - 0,46, sedangkan

nilai faktor air semen optimum sekitar 0,40. Perkiraan faktor air semen

tidak dapat terlalu besar karena jika faktor air semen terlalu besar maka

pasta semen akan terlalu encer, sehingga pada waktu pemadatan pasta

semen akan mengalir ke bawah dan tidak menyelimuti permukaan

agregat. Sedangkan, jika faktor air semen terlalu rendah maka pasta

(17)

beton. Dengan nilai faktor air semen optimum akan dihasilkan pula kuat

tekan maksimum suatu beton non-pasir.

2. Rasio Volume Agregat dengan Semen

Rasio volume agregat dengan semen merupakan proporsi penggunaan

agregat berbanding semen. Pada nilai faktor air semen yang tetap,

pengaruh besar rasio agregat dengan semen akan berakibat terhadap pasta

yang terbentuk. Semakin besar rasio agregat-semen, maka semakin sedikit

pasta semennya, sehingga bahan pengikat antar aggregat akan sedikit pula

dan kuat tekan beton non pasir yang terbentuk akan semakin rendah.

Dalam penggunaannya sendiri beton non-pasir ini dapat dicetak sebagai bata

beton atau langsung dicetak menjadi dinding tembok atau kolom Aplikasi lain

yang sering diantaranya sebagai tempat parkir, trotoar serta area taman.

Selain itu, karena beton non-pasir sangan berpori, maka sangat meloloskan air

sehingga baik untuk bagian bangunan yang tidak boleh menahan air,

misalnya struktur penahan tanah (turap) dan buis beton.

C. Abu Batubara

Proses pembakaran batubara pada pembangkit tenaga uap menghasilkan

limbah berupa abu batubara. Abu batubara merupakan bagian dari sisa

pembakaran batubara pada boiler pembangkit listrik tenaga uap yang

berbentuk partikel halus dan dan merupakan bahan anorganik yang terbentuk

dari perubahan bahan mineral karena proses pembakaran. Abu batubara

(18)

alumunium. Pada dasarnya, abu batubara tidak memiliki kemampuan

mengikat seperti halnya semen, namun karena ukurannya yang halus dan

adanya air, oksida silika yang terkandung dalam abu batubara akan bereaksi

secara kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi

semen, sehingga akan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan

mengikat. Abu batubara dapat digunakan pada beton sebagai material terpisah

atau sebagai bahan dalam campuran semen dengan tujuan untuk memperbaiki

sifat-sifat beton.

Fungsi abu batubara sebagai bahan aditif dalam beton bisa sebagai pengisi

(filler) yang akan menambah internal kohesi dan mengurangi porositas daerah

transisi yang merupakan daerah terkecil dalam beton, sehingga beton menjadi

lebih kuat. Pada umur sampai dengan 7 hari, perubahan fisik abu batubara

akan memberikan konstribusi terhadap perubahan kekuatan yang terjadi pada

beton, sedangkan pada umur 7 sampai dengan 28 hari, penambahan kekuatan

beton merupakan akibat dari kombinasi antara hidrasi semen dan reaksi

pozzolan. (Jackson, 1977)

Dari proses pembakaran batubara akan terbentuk dua jenis abu yaitu abu

terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash). Komposisi abu batubara yang

dihasilkan terdiri dari 20% - 30% abu dasar, sedangkan sisanya sekitar 70% -

(19)

D. Bottom ash

Bottom ash merupakan material yang tidak terbakar dengan sempurna dari

pembakaran suatu material, seperti pada pembakaran batubara. Bottom ash ini

diperoleh setelah pembakaran selesai. Biasanya bottom ash menempel pada

bagian bawah atau dinding dari tungku pembakaran tersebut. Dengan kata

lain bottom ash adalah bahan buangan dari proses pembakaran batubara pada

pembangkit tenaga yang mempunyai ukuran partikel lebih besar dan lebih

berat dari fly ash, sehingga bottom ash akan jatuh pada dasar tungku

pembakaran (boiler) dan terkumpul pada penampung debu (ash hopper).

Bottom ash mempunyai karakteristik fisik bewarna abu-abu gelap, berbentuk

butiran, berporos, mempunyai ukuran butiran antara pasir hingga kerikil.

Terdapat dua kategori bottom ash berdasarkan jenis tungku pembakarannya,

yaitu dry bottom boiler yang menghasilkan dry bottom ash dan slag-tap

boiler serta cyclone boiler yang menghasilkan wet bottom ash (boiler slag).

Adapun karakteristik bottom ash diantaranya :

1. Karakteristik fisik

Bottom ash mempunyai butiran partikel sangat berpori pada

permukaannya. Partikel bottom ash mempunyai batasan ukuran dari

kerikil sampai pasir. Bottom ash merupakan material dengan gradasi yang

baik, dengan variasi ukuran partikel yang berbeda-beda. Ukuran bottom

ash lebih mendekati ukuran pasir, biasanya 50 - 90 % lolos pada saringan

(20)

lolos pada saringan 0.075 mm (No. 200), dan ukuran paling besar berkisar

antara 19 mm (3/4 in) sampai 38.1 mm (1-1/2 in).

Sifat fisik bottom ash berdasarkan bentuk, warna, tampilan, ukuran,

specific gravity, dry unit weight dan penyerapan dari wet dan dry bottom

ash dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat fisik dari dry dan wet bottom ash Sifat Fisik

Bottom Ash Wet Dry

Bentuk Angular/bersiku Berbutir kecil / granular

Warna Hitam Abu-abu gelap

Tampilan Keras, mengkilap Seperti pasir halus,

Sangat berpori

Sumber : Indriani Santoso, 2003

2. Karakteristik kimia

Komposisi kimia dari bottom ash sebagian besar terdiri dari silika (Si),

alumina (Al) dan besi (Fe) dengan sedikit magnesium (Mg), kalsium (Ca),

(21)

Tabel 2. Hasil analisis bottom ash

Senyawa Kimia Persentase Kadar (%)

SiO3 26,98

Sumber : I Wayan Suarnita, 2012

3. Karakteristik Mekanis

Adapun sifat mekanis dari dry dan wet bottom ash dapat dilihat pada Tabel

3 di bawah ini.

Tabel 3. Sifat mekanis dari dry dan wet bottom ash Sifat Mekanis

Bottom Ash Dry Bottom Ash Boiler Slag

Maximum dry density 1210 - 1620 kg/m3 961 - 1440 kg/m3

Kelembaban optimum 12 - 24%

(umumnya < 20%) 8 - 20%

(22)

Secara umum, abu dasar dapat langsung dimanfaatkan di pabrik semen atau

dapat juga dimanfaatkan menjadi campuran beton (concrete). Salah satu yang

mempengaruhi kuat tekan beton adalah adanya porositas. Porositas dapat

diakibatkan karena adanya pertikel-partikel bahan penyusun beton yang

relatif besar, sehingga kerapatan tidak maksimal. Partikel terkecil bahan

penyusun beton adalah semen. Untuk mengurangi porositas semen dapat

digunakan bahan tambahan mineral yang bersifat pozzolan dan mempunyai

partikel yang halus. Salah satu bahan tambahan yang dapat digunakan adalah

bottom ash (abu dasar). Bottom ash yang digunakan pada pembuatan beton

non pasir ini berasal dari PLTU Tarahan, Lampung. Ukuran agregat yang

digunakan adalah lolos saringan 4,75 mm.

E. Semen Portland

Semen Portland ialah semen hidrolis yang dengan cara menghaluskan klinker,

yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis, dan

gips sebagai bahan pembantu (SK SNI-S-04-1989-F). Fungsi utama semen

pada adukan beton adalah mengikat butir-butir agregat hingga membentuk

suatu massa yang padat dan mengisi rongga-rongga udara diantara butir-butir

agregat.

Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam

pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan

menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi

(23)

beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (concrete). (Tri

Mulyono, 2003)

Pada proses pembuatannya material yang mengandung kapur (misalnya batu

kapur), silika dan alumina (misalnya lempung) dihaluskan sampai menjadi

bubuk, kemudian dicampur dalam proporsi tertentu dan dibakar pada

temperatur ± 1400°C sehingga menjadi klinker, didinginkan dan dihaluskan

serta ditambahkan gips sebesar 4% (Surya Sebayang, 2000).

Berdasarkan SNI S-04-1989-F semen portland dibagi menjadi lima jenis

kategori sesuai dengan tujuan pemakaiannya, yaitu :

1. Tipe I

Semen portland untuk konstruksi umum, yang tidak memerlukan

persyaratan-persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis

lain.

2. Tipe II

Semen portland untuk konstruksi pada yang agak tahan terhadap sulfat.

3. Tipe III

Semen portland untuk konstruksi dengan syarat kekuatan awal yang tinggi.

4. Tipe IV

Semen portland untuk kostruksi dengan syarat panas hidrasi yang rendah.

5. Tipe V

Untuk konstruksi-konstruksi yang menuntut persyaratan yang sangat tahan

terhadap sulfat. Penggunaan semen jenis ini sama dengan pada semen jenis

(24)

Sedangkan semen PCC (Portland Composite Cement) sendiri berdasarkan

SNI 15-7064-2004, didefinisikan sebagai bahan pengikat hidrolis hasil

penggilingan bersama-sama terak semen portland dan gips dengan satu atau

lebih bahan anorganik, atau hasil pencampuran antara bubuk semen portland

dengan bubuk bahan anorganik lain. Bahan anorganik tersebut antara lain

terak tanur tinggi (blast furnace slag), pozzolan, senyawa silikat, batu kapur,

dengan kadar total bahan anorganik 6 - 35 % dari massa semen portland

komposit.

Karakteristik dari Portland Composite Cement antara lain :

a. Memiliki panas hidrasi yang relatif rendah.

b. Memiliki ketahanan beton terhadap korosi

c. Memiliki ketahanan beton terhadap reaksi alkali agregat

d. Memiliki ketahanan beton terhadap sulfur.

e. Memiliki kuat tekan beton yang tinggi.

f. Memiliki durability yang baik.

g. Bersifat kedap terhadap air.

Semen yang satu dapat dibedakan dengan semen yang lainnya berdasarkan

susunan kimianya maupun kehalusan butirnya. Berdasarkan SNI

15-7064-2004, syarat kimia semen portland komposit tidak boleh mengandung SO3

lebih dari 4 % dari komposisi total semen. Secara umum, terdapat empat

senyawa kimia utama sebagai penyusun semen portland komposit (Mulyono,

(25)

a. Trikalsium Silikat (3CaO.SiO2) yang disingkat menjadi C3S.

b. Dikalsium Silikat (2CaO.SiO2) yang disingkat menjadi C2S.

c. Trikalsium Aluminat (3CaO.Al2O3) yang disingkat menjadi C3A.

d. Tertrakalsium Aluminoferrit (4CaO.Al2O3 Fe2O3) yang disingkat menjadi

C4AF.

F. Agregat

Agregat adalah material granular, misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan

kerak tungku pijar, yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat

untuk membentuk suatu beton atau adukan semen hidraulik (SK SNI 03 -

xxxx - 2002). Agregat menempati 60% sampai 80% volume beton, sehingga

karakteristik agregat akan menentukan kualitas beton.

Bentuk, tekstur, dan gradasi agregat mempengaruhi sifat pengikatan dan

pengerasan beton segar. Sedangkan sifat fisik, kimia, dan mineral

mempengaruhi kekuatan, kekerasan dan ketahanan dari beton. Secara umum,

menurut ukuran agregat diklasifikasikan dapat dibedakan menjadi :

1. Agregat Halus

Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butir terbesar 5 mm dengan

(26)

Tabel 4. Gradasi standar agregat halus (ASTM C-33)

Diameter Saringan (mm) Persentase Lolos (%)

9,5 100

Sumber : Annual Book of ASTM Standards Volume 04.02 “Concrete and

Agregates”. 1997.

2. Agregat Kasar

Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirannya antara 5 mm sampai

40 mm dengan gradasi agregat terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Gradasi agregat kasar menurut ASTM C33 (agregat maks-19)

Diameter Saringan Persentase Lolos

25 mm 100

19 mm 90 – 100

9,5 mm 20 – 55

4,75 mm 0 – 10

2,36 mm 0 – 5

Sumber : Annual Book of ASTM Standards Volume 04.02 “Concrete

and Agregates”. 1997.

Pada pembuatan beton non-pasir ukuran agregat maksimum yang dipakai

adalah 10 mm sampai 20 mm. Berat beton non pasir umumnya berkisar

60% - 75% dari beton biasa (Kardiyono Tjokrodimulyo, 2007). Berat

beton non-pasir berkisar 2/3 dari beton biasa dengan agregat yang sama.

Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton non-pasir ini dari

(27)

G. Air

Air merupakan bahan dasar yang diperlukan untuk bereaksi dengan semen,

serta sebagai bahan pelumas antar butir-butir agregat agar mudah dikerjakan

dan dipadatkan. Apabila air yang digunakan dalam proses pembuatan beton

terlalu sedikit, maka akan menyebabkan beton sulit untuk dikerjakan, tetapi

jika terlalu banyak tentu akan mengurangi nilai kekuatan dari beton itu

sendiri. Nilai banding berat air dan semen untuk suatu adukan beton disebut

dengan Water Cement Ratio (W/C) atau faktor air semen (fas). Agar terjadi

proses hidrasi yang sempurna dalam adukan beton, pada umumnya dipakai

nilai Water Cement Ratio 0,40 - 0,60. Sedangkan untuk beton non-pasir

faktor air semen berkisar anatara 0,36 - 0,46 (Kardiyono Tjokrodimulyo,

2007). Semakin tinggi mutu beton yang akan dicapai umumnya

menggunaakan nilai Water Cement Ratio semakin rendah, sedangkan untuk

menambah daya workability (kelecakan atau sifat mudah dikerjakan)

diperlukan nilai Water Cement Ratio yang lebih tinggi.

Menurut SK SNI 03 - 2847 - 2002, air yang digunakan untuk campuran beton

harus memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari

bahan-bahan merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan

organik, atau bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau

tulangan.

2. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton

(28)

terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam

jumlah yang membahayakan.

3. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali

ketentuan berikut terpenuhi:

a. Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran

beton yang menggunakan air dari sumber yang sama.

b. Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang

dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus

mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari

kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum.

Perbandingan uji kekuatan tersebut harus dilakukan pada adukan

serupa, terkecuali pada air pencampur, yang dibuat dan diuji sesuai

dengan “Metode uji kuat tekan untuk mortar semen hidrolis

(Menggunakan spesimen kubus dengan ukuran sisi 50 mm)” (ASTM C

-109 ).

H. Kuat Tekan Beton

Kuat tekan beton adalah besarnya beban persatuan luas, yang menyebabkan

benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tertentu, yang dihasilkan

oleh mesin uji tekan. Kekuatan beton ini tergantung beberapa faktor, seperti

proporsi campuran maupun kondisi kelembaban tempat dimana beton akan

mengeras. Untuk memperoleh kuat tekan yang diinginkan maka beton yang

masih muda perlu dilakukan proses perawatan/curing, dengan tujuan agar

(29)

semen dibutuhkan kelembaban tertentu. Apabila beton cepat mengering maka

akan timbul retak pada permukaannya yang menyebabkan kekuatan beton

menurun.

Dalam Diktat Konstruksi Beton I (Pratikto, 2009) disebutkan beberapa cara

yang dapat dilakukan untuk perawatan beton, antara lain :

1. Beton dibasahi dengan air secara terus menerus.

2. Beton direndam dalam air.

3. Beton ditutup dengan karung basah.

4. Dengan menggunakan perawatan gabungan acuan membran cair untuk

mempertahankan uap air semula beton basah.

5. Perawatan uap untuk beton yang dihasilkan dari kondisi pabrik, seperti

balok pracetak, tiang, girder pratekan, dll. Temperatur perawatan sekitar

150oF.

Pada umumnya kuat tekan beton diukur dengan menggunakan benda uji

silinder dengan diameter 15 cm den tinggi 30 cm atau dengan benda uji kubus

dengan dimensi 15 x 15 x 15 cm. Besarnya kuat tekan beton dapat dihitung

dengan cara membagi beban maksimum pada saat benda uji hancur dengan

luas penampang benda uji.

Kuat tekan beton tersebut dapat dicari dengan menggunakan rumus :

(30)

Keterangan:

Porositas beton menggambarkan besar kecilnya kekuatan beton dalam

menyangga suatu konstruksi. Semakin padat beton, maka kekuatannya juga

akan semakin besar sehingga dapat menyangga konstruksi yang lebih berat.

Sebaliknya, semakin renggang beton, maka kekuatannya juga akan semakin

lemah sehingga hanya bisa menyangga konstruksi yang ringan dan

ketahanannya juga tidak terlalu lama. Porositas dapat diakibatkan adanya

partikel-partikel bahan penyusun beton yang relatif besar, sehingga kerapatan

tidak maksimal. Penggunaan bottom ash dapat mengurangi rata-rata ukuran

pori pada beton sehingga diperoleh permeabilitas beton (kemampuan beton

untuk meloloskan air) yang lebih kecil.

Nilai porositas dihitung dengan menggunakan rumus berdasarkan standar

ASTM, yaitu :

Voids (%) =

...(2)

Keterangan :

3)

A = massa kering benda uji setelah dioven

C = massa kering permukaan benda uji setelah perendaman dan pendidihan

4)

D = massa benda uji kondisi jenuh setelah perendaman dan pendidihan

1)

Luas penampang silinder beton, A = mm2

2)

Diameter penampang silinder benda uji

3)

Massa kering benda uji porositas setelah dioven

4)

(31)

J. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai beton non-pasir yang dicampur dengan bahan atau

menggunakan agregat tertentu telah banyak dilakukan oleh peneliti

sebelumnya. Hasil penelitian Ferdiyanti (2012), menunjukkan bahwa batu silika dari Padangratu, Lampung Tengah, secara umum memenuhi syarat

untuk digunakan sebagai agregat beton. Berat beton non-pasir per m3 dengan

perbandingan volume semen : agregat 1 : 4, 1 : 6, 1 : 8, 1 : 10 berkisar antara

1830 - 2120 kg/m3, rongga udara beton non pasir berkisar antara 8,64% -

25,10%, kuat tekan beton non pasir berkisar antara 6,77Mpa - 21,77 Mpa.

Kardiyono T., dkk., (2011) meneliti beton non-pasir dari agregat batu alam

(batu ape) Sungai Lua, Sulawesi Utara. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa rasio volume semen-agregat pada campuran beton

non-pasir yang ideal adalah 1 : 6 dimana kuat tekan pada benda uji silinder

sebesar 7,67 MPa dengan berat beton non pasir per m³ adalah 1,962 ton.

Ermiyati H. Gussyafri (2008) meneliti beton non-pasir dengan agregat dari

Desa Salo, Kecamatan Bangkinang, Kabupaten Kampar. Dari hasil penelitian

diperoleh kesimpulan berat jenis beton non-pasir ini berkisar dari 1963,04

kg/m³ (minimum) sampai dengan 2047,34 kg/m³ (maksimum). Kuat tekan

beton non-pasir minimum diperoleh pada variasi berdiameter agregat 15 mm

adalah 5,66 Mpa; dan kuat tekan maksimum diperoleh pada variasi diameter

(32)

III. METODE PENELITIAN

A. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Semen

Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland

Composite Cement) Merek Holcim, didapatkan dari toko bahan bangunan

dalam kondisi baik, dalam zak dengan satuan 50 kg/zak.

2. Agregat kasar

Agregat kasar yang digunakan berupa batu pecah berasal dari PT. Sumber

Batu Berkah, Tanjungan, yang merupakan hasil produksi stone crusher.

Agregat kasar ini terlebih dahulu diuji berat jenis dan penyerapan agregat

kasar serta analisa saringannya (memenuhi standar ASTM C-33).

Diameter yang dipakai adalah yang berukuran 10 mm - 20 mm (lolos

saringan 19 mm tertahan 9,5 mm).

3. Bottom ash (abu dasar)

Bottom ash (abu dasar) berasal dari PLTU Tarahan Lampung dengan

(33)

4. Air

Air yang digunakan berasal dari instalasi air bersih Laboratorium Bahan

dan Konstruksi, Universitas Lampung.

B. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

1. Compression Testing Machine

Mesin ini berkapasitas beban maksimum 150 ton dengan ketelitian 0,5 ton.

Alat ini digunakan untuk menguji kuat tekan beton non-pasir dengan

kecepatan pembebanan sebesar 0,14 - 0,34 Mpa/det.

2. Mesin pengaduk beton (concrete mixer)

Concrete mixer yang digunakan memiliki kapasitas 0,125 m3 dengan

kecepatan 20 - 30 putaran per menit yang digerakkan dengan

menggunakan diesel. Alat ini berfungsi untuk mengaduk bahan campuran

beton non-pasir.

3. Cetakan silinder

Cetakan beton silinder dengan ukuran diameter 15 cm dengan tinggi 30

digunakan untuk mencetak benda uji kuat tekan dan diameter 10 cm

dengan tinggi 15 digunakan untuk mencetak benda uji porositas.

4. Satu set saringan

Alat ini digunakan untuk menentukan gradasi agregat, sehingga dapat

ditentukan nilai modulus kehalusan butir agregat kasar dan bottom ash

(34)

berturut-turut 19 mm, 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36 mm, 1,18 mm, 0,60 mm,

0,30 mm, 0,15 mm yang dilengkapi dengan tutup (pan).

5. Piknometer

Alat ini digunakan untuk mengukur berat jenis bottom ash.

6. Le Chatelier

Alat ini digunakan untuk mengukur berat jenis semen.

7. Timbangan

Timbangan berkapasitas 12 kg dan 50 kg digunakan untuk mengukur berat

masing-masing campuran komposisi beton non-pasir dan pemeriksaan

seluruh material.

8. Oven

Alat ini digunakan untuk mengeringkan bahan pada saat pengujian

material yang membutuhkan kondisi kering.

9. Bejana silinder

Bejana silinder beserta tongkat pemadat digunakan untuk pemeriksaan

berat volume agregat kasar, bottom ash dan semen.

10. Alat bantu

Selama proses pembuatan benda uji digunakan beberapa alat bantu

diantaranya adalah sendok semen, mistar, kontainer, panci dan tungku

(35)

C. Variabel Penelitian

Pada penelitian ini jenis beton ringan yang diteliti ialah jenis beton non-pasir,

selain itu dilakukan pengujian kuat tekan pada 28 hari dan 56 hari serta

pengujian porositas. Perencanaan perbandingan berat semen dan agregat

kasar campuran beton non-pasir adalah 1 : 4 dan faktor air semen rencana

sebesar 0,40. Adapun variabel penelitian pada tiap pengujian seperti

tercantum pada Tabel 6.

Tabel 6. Variabel penelitian

Kode

Sampel Fas

Komposisi Campuran Pengujian dan Jumlah Benda Uji

Ak PC Bottom ash Uji Kuat Tekan Uji

Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Bahan dan Konstruksi,

Fakultas Teknik, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Penelitian ini

dilaksanakan melalui beberapa tahap yaitu : pengadaan bahan material,

pemeriksaan bahan beton non pasir, pembuatan beton non pasir, perawatan

(curring time) serta pemeliharaan beton non-pasir, pelaksanaan pengujian

benda uji, dan analisis hasil penelitian.

(36)

1. Pengadaan Bahan dan Peralatan

Sebelum penelitian dilakukan, maka bahan dan peralatan yang akan

digunakan dipersiapkan terlebih dahulu. Bahan-bahan beton non-pasir

adalah semen, batu pecah, abu dasar (bottom ash) dari PLTU Tarahan

Lampung, dan air dari instalasi air bersih laboratorium. Setelah

bahan-bahan tersebut tersedia, maka dilakukan pengujian material.

2. Pemeriksaan Material yang Digunakan

Sebelum bahan-bahan penyusun beton dicampur menjadi satu, terlebih

dahulu dilakukan pemeriksaan bahan agar dapat dihasilkan beton dengan

mutuyang baik yang sesuai dengan perencanaan. Pemeriksaan serta

pengujian terhadap bahan beton non-pasir terdiri dari :

a. Agregat kasar

Pemeriksaan terhadap agregat kasar dilakukan secara visual serta

dilakukan uji, sebagai berikut :

1) Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan (ASTM C-127).

2) Pemeriksaan kadar air (ASTM C-556).

3) Berat volume agregat kasar (ASTM C 29), untuk mengetahui berat

volume kondisi SSD (Saturated Surface Dry).

4) Analisis saringan atau gradasi agregat sesuai dengan ASTM C-33

mengenai gradasi standar agregat kasar, untuk mengetahui distribusi

(37)

b. Semen

Pemeriksaan terhadap semen dilakukan secara visual serta dilakukan

uji, sebagai berikut :

1) Berat jenis semen (ASTM C-127).

2) Berat volume semen (ASTM C-29).

b. Air

Pemeriksaan terhadap air juga dilakukan secara visual yaitu air harus

bersih, tidak mengandung lumpur, minyak dan garam sesuai dengan

persyaratan.

c. Abu dasar (bottom ash)

Pemeriksaan terhadap bottom ash dilakukan dengan cara visual yaitu

bottom ash yang berwarna abu-abu gelap, serta dilakukan pemeriksaan

sebagai berikut :

1) Pemeriksaan berat jenis (ASTM C-127).

2) Pemeriksaan kadar air (ASTM C-556).

3) Analisis saringan atau gradasi agregat sesuai dengan ASTM C-33

mengenai gradasi standar agregat halus, untuk mengetahui distribusi

butiran (gradasi) bottom ash menggunakan saringan.

4) Berat volume bottom ash (ASTM C 29), untuk mengetahui berat

volume kondisi SSD (Saturated Surface Dry).

3. Perencanaan Campuran

Pada penelitian ini rencana komposisi campuran beton (mix design)

(38)

pada thesis Ferdiyanti, 2012 (Pemanfaatan Batu Silika Dari Padangratu

Lampung Tengah, Propinsi Lampung sebagai Agregat untuk Pembuatan

Bata Beton Non-pasir). Perbandingan antara semen dan agregat kasar

sebesar 1 : 4 serta faktor air semen 0,4 dengan nilai slump diabaikan.

Ukuran agregat kasar yang digunakan adalah 10 - 20 mm. Penggunaan

bottom ash yaitu dengan variasi 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50%.

Langkah-langkah pembuatan rencana campuran beton dengan

menggunakan perbandingan berat volume adalah sebagai berikut :

1. Menentukan ukuran agregat maksimum sesuai dengan persyaratan

beton non-pasir. Agregat yang digunakan pada penelitian ini hanya

yang berukuran 10 mm- 20 mm.

2. Menentukan perbandingan antara semen dengan agregat kasar yaitu

sebesar 1 : 4. Dengan besaran ini, maka dapat ditentukan berat agregat

kasar per m3 dari perkalian berat volume padat agregat kasar.

3. Berat semen diperoleh dari perkalian berat volume padat semen dengan

angka perbandingan semen dan agregat.

4. Faktor air semen ditentukan dan harus disesuaikan dengan faktor air

semen untuk beton non-pasir. Faktor air semen yang digunakan sebesar

0,4.

5. Berat air dihitung dengan cara mengalikan jumlah kebutuhan berat

semen dengan faktor air semen.

6. Berat bottom ash diperoleh dengan mengalikan persentase penggunaan

bottom ash dengan berat semen. Sehingga berat keseluruhan material

(39)

4. Pembuatan Beton Non-pasir

Adapun langkah-langkah pembuatan beton non-pasir, yaitu :

a. Persiapan bahan beton non-pasir

Adapun persiapan yang dilakukan antara lain :

1) Menimbang bahan-bahan beton non-pasir yaitu semen, agregat

kasar, bottom ash dan air dengan berat yang telah ditentukan dalam

perencanaan campuran beton non-pasir. Agregat kasar diayak

terlebih dahulu dengan menggunakan ayakan diameter berturut-turut

19 mm dan 9,5 mm, sedangkan bottom ash dengan menggunakan

ayakan 4,75.

2) Mempersiapkan cetakan silinder beton non-pasir dan peralatan lain

yang dibutuhkan.

b. Pengadukan campuran beton non-pasir

Pembuatan benda uji dibuat berdasarkan perhitungan proporsi

campuran dari hasil rancangan campuran beton. Pembuatan benda uji

dilakukan untuk menentukan kuat tekan dan porositas. Bahan pengisi

(agregat), bahan ikat (semen) dan abu dasar (bottom ash) dicampur

dalam komposisi yang direncanakan dalam keadaan SSD. Langkah ini

dilakukan agar pencampuran antara bahan-bahan tersebut dapat lebih

homogen, sehingga diharapkan hasil yang diperoleh maksimal.

Dilanjutkan dengan memasukan air yang dibutuhkan ke dalam

campuran. Pengadukan dilakukan sebanyak satu kali untuk setiap

(40)

c. Pencetakan beton non-pasir

Setelah pengadonan selesai dilakukan pencetakan dengan cara

memasukkan adukan beton ke dalam cetakan silinder dengan dibagi ke

dalam tiga lapisan masing-masing setinggi 1/3 tinggi cetakan, kemudian

dilakukan pemadatan untuk setiap lapisan dengan ditumbuk sebanyak

25 kali dengan tongkat pemadat dari baja untuk menjamin kepadatan

susunan campuran. Kemudian dilakukan pula pemadatan dengan

menggunkan palu karet dengan cara memukul-mukul tepi cetakan.

Setelah selesai dicetak dan dipadatkan, beton non-pasir dibiarkan

selama ± 24 jam dan cetakan dapat dibuka. Setelah itu, beton non-pasir

diberi kode sampel, lalu diletakkan di ruang perawatan selama 28 dan

56 hari.

d. Perawatan serta pemeliharaan

Proses perendaman beton dengan merendam beton dalam bak air

sesuai umur beton yaitu 28 hari dan 56 hari. Benda uji akan diangkat

dari bak saat 7 hari menjelang pengujian. Perendaman berfungsi untuk

mengurangi proses hidrasi berlebih, sehingga menghindarkan beton

agar tidak retak.

5. Pengujian Kuat Tekan Beton Non-pasir (Compresive Strength)

Pengujian kuat tekan beton dilakukan terhadap benda uji silinder setelah

berumur 28 hari dan 56 hari. Benda uji dikeluarkan seminggu sebelum hari

pengujian. Sebelum pengujian kuat tekan dimulai, maka terlebih dahulu

(41)

pengukuran ketiga benda uji diambil rata-ratanya. Setelah itu, dilanjutkan

dengan palaksanaan capping menggunakan bahan belerang pada

permukaan atas dan bawah silinder beton. Capping ini bertujuan untuk

meratakan permukaan beton, agar saat dilakukan uji kuat tekan diperoleh

hasil yang maksimal.

Pengujian kuat tekan beton dilakukan menggunakan mesin uji kuat tekan

Compression Testing Machine berkapasitas 150 ton. Pengujian tekan

dilakukan sampai beton silinder runtuh (retak dan dicatat beban

maksimumnya. Kecepatan pembebanan sebesar 0,14 - 0,34 Mpa/det. nilai

kuat tekan beton dengan menggunakan Persamaan 1 pada Bab II

sebelumnya.

6. Pengujian Porositas Beton Non-pasir

Pengujian porositas dilakukan pada benda uji silinder dengan tahapan

sebagai berikut :

a. Benda uji yang telah berumur 28 hari, kemudian dikeringkan dalam

oven dengan suhu 100oC selama tidak kurang dari 24 jam. Setelah itu,

mengeluarkan benda uji dari oven dan dinginkan di udara sampai suhu

20oC sampai 25oC dan menimbang benda uji. Kemudian kembali

memasukkan benda uji ke oven dan menimbangnya pada interval 24

jam kedua (48 jam) dan menimbangnya. Perbedaan nilai massa dari

kedua benda uji tidak boleh melebihi 0,5% dari nilai yang lebih

rendah. Apabila melebihi batas tersebut maka, ulangi prosedur sampai

(42)

c. Setelah langkah pertama selesai dilakukan, benda uji direndam dalam

air dengan suhu sekitar 21oC selama 48 jam. Pada tiap interval 24 jam

dilakukan penimbangan massa benda uji dalam kondisi SSD dengan

mengelap permukaan menggunakan handuk. Peningkatan antara kedua

nilai massa benda uji tidak boleh melebihi 0,5% dari nilai terbesar.

d. Benda uji yang telah melalui proses perendaman kemudian, dididihkan

selama 5 jam. Setelah itu, dinginkan selama tidak kurang dari 14 jam

sampai suhu akhir dari 20oC sampai 25oC. Permukaan sampel yang

telah dingin dilap dengan handuk dan menentukan massa sampel

dengan menimbangnya.

e. Langkah terakhir yaitu benda uji ditimbang di dalam air (kondisi jenuh)

dengan cara memasukkan ke dalam keranjang yang terendam air dan

telah terikat dengan kawat yang terhubung dengan timbangan.

Nilai porositas dihitung dengan menggunakan rumus berdasarkan standar

ASTM, sesuai Persamaan 2 dada Bab II sebelumnya

E. Analisis Hasil Penelitian

Analisa hasil dari penelitian ini dilakukan dengan cara :

1. Menghitung nilai berat volume dari beton non-pasir dan disajikan dalam

bentuk tabel.

2. Mengetahui ada tidaknya pengaruh penambahan kadar bottom ash

terhadap berat volume beton non-pasir, kemudian disajikan dalam bentuk

(43)

3. Menghitung kuat tekan beton non-pasir dengan menggunakan persamaan

(1) dan disajikan dalam bentuk tabel.

4. Mengetahui ada tidaknya pengaruh kadar bottom ash terhadap kuat tekan

beton non-pasir umur 28 hari dan 56 hari dan disajikan dalam bentuk

grafik.

5. Menghitung besarnya porositas dengan persamaan (2) dan disajikan dalam

bentuk tabel.

6. Mengetahui ada tidaknya pengaruh kadar bottom ash terhadap porositas

dan disajikan dalam bentuk grafik.

(44)

F. Bagan Alir Penelitian

Secara keseluruhan bagan alir metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Bagan alir penelitian

NO YES

Perawatan

Uji kuat tekan dan porositas

Analisis data

Menimbang kebutuhan campuran agregat kasar : semen = 4 : 1

Dengan fas = 0,4 dan persentase penambahan bottom ash

(45)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Bottom ash dapat dimanfaatkan sebgai bahan tambahan pembuatan beton

non-pasir dengan komposisi optimum per 1 m3 adukan, adalah :

Agregat kasar = 1410,093 kg

Semen = 282,534 kg

Bottom ash = 56,5068 kg

Air = 113,0136 kg

2. Kuat tekan beton optimum terjadi pada kadar bottom ash 20%, yaitu sebesar

59,42 kg/cm2 untuk umur 28 hari dan meningkat sebesar 76,4 kg/cm2 pada

umur beton 56 hari.

3. Terjadi penurunan kuat tekan beton untuk kadar bottom ash 30 %, 40 % dan 50

%. Hal ini menunjukkan bahwa setelah mencapai nilai optimum, penambahan

kadar bottom ash akan menyebabkan penurunan kuat tekan beton.

4. Berdasarkan perhitungan statistika nilai kuat tekan maksimum rata-rata pada

umur 28 hari sebesar 55,2822 kg/cm2 dan pada umur 56 hari sebesar

(46)

5. Berat volume beton non-pasir untuk kadar bottom ash 10%, 20%,30%,40% dan

50% pada umur 56 hari berturut-turut, yakni 1787,74 kg/m3, 1820,19 kg/m3,

1850,50 kg/m3, 1806,92 kg/m3, 1809,75 kg/m3 dan 1841,19 kg/m3. Nilai ini

telah memenuhi syarat SNI 03-2847-2002, yaitu berat volume beton

non-pasir tidak boleh melebihi 1900 kg/m3.

6. Nilai porositas beton non-pasir untuk kadar bottom ash 10%, 20%,30%,40%

dan 50% pada umur 56 hari berturut-turut, yakni 12,45%, 12,05%, 11,86%,

12,56%, 11,65% dan 11,61%.

7. Semakin besar kadar bottom ash yang ditambahkan dalam adukan beton, maka

nilai porositas semakin kecil. Sebaliknya nilai kuat tekan akan semakin meningkat

sampai kadar tertentu penambahan bottom ash.

8. Dari aspek ekonomi, penggunaan bottom ash akan meningkatkan nilai

ekonomis bahan tersebut karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan

pembuatan beton non-pasir.

9. Pemanfaatan limbah bottom ash berdampak positif pada pengendalian

pencemaran lingkungan, terutama pada lingkungan PLTU Tarahan.

B.Saran

Dalam penelitian ini, peneliti memberikan saran dan masukan kepada para peneliti

selanjutnya dan praktisi sipil sebagai berikut :

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang variasi optimum kadar bottom

ash, yaitu dengan memperkecil range menjadi 10 % sampai 35 %, sehingga

didapatkan variasi optimum kadar bottom ash yang lebih spesifik.

2. Perlu dilakukan penelitian ulang mengenai pembuatan beton non-pasir dengan

(47)

3. Perlu ketelitian yang tepat pada saat pemadatan adukan beton non-pasir agar

tidak terjadi bleeding (turunnya air ke dasar cetakan sehingga buturan-butiran

semen ikut terbawa) yang dapat menurunkan kuat tekan beton.

4. Perlu diadakan penelitian secara kimia untuk mengetahui reaksi atau pengaruh

penambahan bottom ash terhadap semen dan pengaruhnya dalam jangka

(48)

DAFTAR PUSTAKA

, 1989. Standar Nasional Indonesia S-04-1989-F ”Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A (Bahan Bangunan Bukan Logam)”. Badan Standarisasi Nasional. Bandung.

, 1989. Standar Nasional Indonesia 03-0348-1989 ”Syarat-syarat Fisis Batako”. Badan Standarisasi Nasional. Bandung.

, 2002. Standar Nasional Indonesia 03-2847-2002 ”Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung”. Badan Standarisasi Nasional. Bandung.

, 2002. Standar Nasional Indonesia 03-xxxx-2002 ”Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung”. Badan Standarisasi Nasional. Bandung.

, 2004.Standar Nasional Indonesia 15-7064-2004 ”Semen Portland”.Badan Standarisasi Nasional. Bandung.

, 1978. Bata Merah sebagai Bahan Bangunan, Edisi ke-2. Yayasan Dana Normalisasi Indonesia NI-10. Bandung.

ACI Committee 522. 1982. Pervious Concrete. Report No. ACI 522 R-10.

Annual Book of ASTM Standards Volume 04. 02. 1997. ”Concrete and Agregates

Diarto, T., dkk, Beton Non Pasir Dengan Agregat Dari Batu Alam (Batu Ape) Sungai Lua Kabupaten Kepulauan Talaud Sulawesi Utara. Jurnal Teknik Sipil. Yogyakarta

Ferdiyanti, 2012. Pemanfaatan Batu Silika Dari Padangratu Lampung

Tengahpropinsi Lampung Sebagai Agregat Untuk Pembuatan Bata Beton Non Pasir. Jurnal MTBB Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Gussyafri H. E., 2008. Beton Non-pasir Dengan Agregat Dari Desa Salo

(49)

Kusuma, D. 2012. Beton Non-pasir (No Fines Concrete). dwikusumadpu.wordpress.com./2012/11/21/beton-non-pasir-no-fines-concrete/ Posted on : 21 November 2012

Made Alit K. I, 2007. Perbandingan Kuat Tekan dan Permeabilitas Beton yang enggunakan Seman Portland Pozzolan dengan yang Menggunakan Seman Portland Tipe I, Bahan Seminar Konstruksi Tahan Gempa di Indonesia, Yogyakarta.

Mulyono, T., 2003. Teknologi Beton. Andi Yogyakarta.

Pratikto, 2009. Konstruksi bBeton I, Diktat. Jurusan Teknik Sipil. Politeknik Negeri Jakarta.

Santoso, Indriani. 2003. Pengaruh Penggunaan Bottom Ash Terhadap

Karakteristik Campuran Aspal Beton. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Kristen Petra.

Sebayang, Surya. 2000. “Diktat Bahan Bangunan” (vol. 1-Teknologi Beton). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Tjokrodimulyo, K., 2007. Teknologi Beton, Buku Ajar. Yogyakarta : Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada.

Tjokrodimulyo, K, dkk., 1994. Beton Non Pasir dengan Agregat dari Batu Alm

(Batu Ape) Sungai Lua Kabupaten Kepulauan Talaud Sulawesi Utara. Jurnal Teknik Sipil UGM. Yogyakarta.

Wayan Suarnita, I, 2012. Pemanfaatan Abu Dasar (Bottom Ash) Sebagai

(50)

(Bottom Ash)

Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani

Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil

Universitas Lampung

Hasil Pemeriksaan Gradasi Bottom Ash (Abu Dasar)

Asal bottom ash : PLTU Tarahan

= 1,8973... (Tidak memenuhi standar ASTM C-33 untuk agregat halus), tergolong ke dalam Daerah IV (kategori halus)

100

Grafik Gradasi

Bottom Ash

ASTM C-33

ASTM C-33 Min

ASTM C-33 Max

(51)

(Bottom Ash)

Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani

Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil

Universitas Lampung

Hasil Pemeriksaan Gradasi Agregat Kasar (Batu Pecah)

Asal batu pecah : Daerah Tanjungan

Diameter

Grafik Gradasi Agregat Kasar ASTM C-33

ASTM C-33 Min

ASTM C-33 Max

(52)

(Bottom Ash)

Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani

Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil

Universitas Lampung

Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Dan Penyerapan Bottom Ash

(53)

(Bottom Ash)

Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani

Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil

Universitas Lampung

Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Kasar (Batu Pecah)

Asal batu pecah : Tanjungan

(54)

(Bottom Ash)

Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani

Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil

Universitas Lampung

Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Semen

Jenis Semen : : Portland Composite Cement, Merek Holcim

Pembacaan pertama pada skala botol (V1) = 0,1

Pembacaan kedua pada skala botol (V2) = 20,6

Berat isi air pada suhu 4oC (d) = 1 gr/cm3

Berat semen = 64 gram

Berat Jenis Semen =

=

(55)

(Bottom Ash)

Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani

Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil

Universitas Lampung

Hasil Pemeriksaan Berat Volume Bottom Ash

Berat Volume Bottom Ash

Berat Volume Bottom Ash Gembur = B4/Volume

(56)

(Bottom Ash)

Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani

Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil

Universitas Lampung

Hasil Pemeriksaan Berat Volume Agregat Kasar

Berat Volume Agregat Kasar

Volume Silinder = 10621 cm3

Berat Mold (B1) = 3892 gram

Berat Mold + Batu Pecah (B2) = 17890 gram

Berat Mold + Batu Pecah (setelah dipadatkan) (B3) = 19280 gram

1. Berat Batu Pecah Gembur (B4) = B2 – B1

= 17890 - 3892

= 13998 gram

Berat Volume Batu Pecah Gembur = B4/Volume

= 1317,955/10621

Berat Volume Batu Pecah Padat = B4/Volume

= 15388/10621

= 1,4488 gr/cm3

(57)

(Bottom Ash)

Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani

Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil

Universitas Lampung

Hasil Pemeriksaan Berat Volume Semen

Berat Volume Semen

Volume Silinder = 4889 cm3

Berat Mold (B1) = 3545 gram

Berat Mold + Semen (B2) = 9021 gram

Berat Mold + Semen (setelah dipadatkan) (B3) = 9022 gram

1. Berat Semen Gembur (B4) = B2 – B1

= 9021 – 3545

= 5476 gram

Berat Volume Semen Gembur = B4/Volume

(58)

(Bottom Ash)

Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani

Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil

Universitas Lampung

Hasil Pemeriksaan Kadar Air Bottom Ash dan Agregat Kasar

1. Asal Bottom Ash : PLTU Tarahan

2. Asal Agregat Kasar : Daerah Tanjungan

(59)

(Bottom Ash)

Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani

Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil

Universitas Lampung

PERHITUNGAN CAMPURAN BETON (MIX DESIGN)

Bahan-bahan yang dipakai :

Semen : Portland Composite Cement, Merek Holcim

Agregat : Batu Pecah (10-20 mm)

Air : Air dari Lab. Bahan Teknik Sipil, Universitas Lampung

Faktor Air Semen (fas) ditetapkan = 0,4

Berat Jenis Air = 1

Berat Jenis Agregat = 2,6614

Berat Jenis Semen = 3,122

Berat Volume Agregat = 1448,828 kg/m3

Berat Volume Semen = 1161,18 kg/m3

Berat Volume Bottom Ash = 1575,147 kg/m3

Diameter Silinder, D1 = 0,15 m

D2 = 0,1 m

Tinggi Silinder, T1 = 0,3 m

(60)

(Bottom Ash)

Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani

Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil

Universitas Lampung

Perbandingan (Semen : Agregat) = 1 : 4

Variasi Bottom Ash = 0%

Kebutuhan Bahan untuk 1 m3 Adukan

Agregat Kasar = 1 x 1 m3 x 1448,828 kg/m3

= 1448,828 kg

Semen = x 1 m3 x 1161,18 kg/m3

= 290,295 kg

Air = 0,4 x 290,295 kg

= 116,118 kg

Bottom Ash = 0% x 333,8393 kg

= 0 kg

Volume untuk 1 Kali Pengecoran

Volume 6 Silinder (1), V1 = 6 2

= 2 0,3

(61)

(Bottom Ash)

Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani

Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil

Universitas Lampung

Volume 3 Silinder (2), V2 = 3 2

= 2 0,15

= 0,0036 m3

Volume Total, Vtotal = V1 + V2

= 0,0318 + 0,0036

= 0,0354 m3

Kebutuhan Bahan untuk 1 Kali Pengecoran (Volume 0,0354 m3)

Agregat Kasar = 0,0354 m3 x 1448,828 kg/ m3

= 51,2264 kg

Semen = 0,0354 m3 x 290,295 kg/m3

= 10,2640 kg

Air = 0,0354 m3 x 116,118 kg/m3

= 4,1056 kg

Bottom Ash = 0,0354 m3 x 0 kg/m3

(62)

(Bottom Ash)

Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani

Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil

Universitas Lampung

Perhitungan selanjutnya ditabelkan.

Tabel Kubutukan Bahan Beton Non-pasir untuk 1 m3 Adukan

Variasi bottom ash 0% 10% 20% 30% 40% 50%

Rasio perbandingan agregat - semen 1 : 4

Fas 0.4

Jenis semen PCC Merek Holcim

Volume Adukan (m3) 1 1 1 1 1 1

Kebutuhan agregat per m3 beton (kg) 1448.828 1429.198 1410.093 1391.493 1373.376 1355.725

Kebutuhan semen per m3 beton (kg) 290.295 286.3619 282.534 278.807 275.1771 271.6405

Kebutuhan air per m3 beton (kg) 116.118 114.5448 113.0136 111.5228 110.0708 108.6562

Kebutuhan bottom ash per m3 beton (kg) 0 28.63619 56.50679 83.6421 110.0708 135.8202

Berat 1 m3 silinder beton non pasir (kg) 1855.241 1858.741 1862.148 1865.464 1868.695 1871.842

Tabel Kubutukan Bahan Beton Non-pasir untuk 1 kali Adukan Volume 0,0354 m3

Variasi bottom ash 0% 10% 20% 30% 40% 50% Rasio perbandingan agregat - semen 1 : 4

Fas 0.4

Jenis semen PCC Merek Holcim

Faktor Koreksi (0,15)

= 0,0354 + (0,15 x 03543) 0.0407 0.0407 0.0407 0.0407 0.0407 0.0407

Kebutuhan agregat per m3 beton 58.9104 58.1122 57.3354 56.5791 55.8425 55.1248

Kebutuhan semen per m3 beton 11.8036 11.6437 11.4880 11.3365 11.1889 11.0451

Kebutuhan air per m3 beton 4.7214 4.6575 4.5952 4.5346 4.4756 4.4180

Kebutuhan bottom ash per m3 beton 0.0000 1.1644 2.2976 3.4009 4.4756 5.5225

(63)

(Bottom Ash)

Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani

Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil

Universitas Lampung

PERHITUNGAN CAMPURAN BETON

(MIX DESIGN) BERDASARKAN BERAT JENIS MATERIAL

Faktor air semen ditetapkan = 0,4

Berat jenis bottom ash (ba) = 2,4876

Berat jenis agregat kasar(ak) = 2,6614

Berat jenis semen(s) = 3.122

Persen udara dalam mortar (Vu) = 2%

Diameter Silinder, D1 = 0,15 m

D2 = 0,1 m

Tinggi Silinder, T1 = 0,3 m

T2 = 0,15 m

Volume untuk 1 Kali Pengecoran

Volume 6 Silinder (1), V1 = 6 2

= 2 0,3

= 0,0318 m3

Volume 3 Silinder (2), V2 = 3 2

= 2 0,15

(64)

(Bottom Ash)

Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani

Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil

Universitas Lampung

Volume Total, Vtotal = V1 + V2

20,6692 20,6692 20,6692 20,6692

2.2635 x = 1

x = 0,4417985

(65)

(Bottom Ash)

Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani

Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil

Universitas Lampung

Kebutuhan untuk 1 m3

Semen = 1 m3 x 441,7985 kg = 441,7985 kg

Bottom Ash = 0,1 x 441,7985 kg = 44,1799 kg

Agregat Kasar = 4 x 441,7985 kg = 1767,194 kg

Air = 0,4 x 441,7985 kg = 176,7194 kg

Kebutuhan untuk 1 kali pengecoran (0,0354 m3)

Semen = 0,0354 m3 x 441,7985 kg 15,6207 kg

Bottom Ash = 0,0354 m3 x 44,1799 kg = 1,5621 kg

Agregat Kasar = 0,0354 m3 x 1767,194 kg = 62,4829 kg

Air = 0,0354 m3 x 176,7194 kg =6,2429 kg

Perhitungan selanjutnya ditabelkan.

Tabel Kebutukan Bahan Adukan Beton Non-pasir

Variasi bottom ash 0% 10% 20% 30% 40% 50%

Kebutuhan agregat (kg) 73.1546 70.6015 70.6015 69.3906 68.2206 67.0893

Kebutuhan semen (kg) 18.2887 17.6504 17.6504 17.3477 17.0551 16.7723

Kebutuhan air (kg) 7.3155 7.0601 7.0601 6.9391 6.8221 6.7089

(66)

(Bottom Ash)

Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani

Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil

Universitas Lampung

Tabel Hasil Pengukuran Berat Volume Beton Non Pasir Umur 28 Hari

Kandungan Benda

Uji

Berat Berat Volume Berat Volume Rata-rata

(67)

(Bottom Ash)

Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani

Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil

Universitas Lampung

Tabel Hasil Pengukuran Berat Volume Beton Non Pasir Umur 56 Hari

Kandungan Benda

Uji Berat (kg)

Berat Volume Berat Volume Rata-rata

(68)

(Bottom Ash)

Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani

Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil

Universitas Lampung

Tabel Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Non Pasir Umur 28 hari

Kandungan Benda

Uji

Beban Maks Kuat Tekan Kuat Tekan Rata-rata

(69)

(Bottom Ash)

Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani

Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil

Universitas Lampung

Tabel Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Non Pasir Umur 56 hari

Kandungan Benda

Uji

Beban Maks Kuat Tekan Kuat Tekan Rata-rata

Gambar

Tabel 6. Variabel penelitian
Gambar 1. Bagan alir penelitian
Grafik Gradasi Agregat Kasar ASTM C-33
Tabel Kubutukan Bahan Beton Non-pasir untuk 1 kali Adukan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk.. merasakan dan mengikuti pendidikan di Departemen Teknik Industri

Berdasarkan Berita Acara Nomor: 11.10/Pokja IV/2016 tanggal 16 Mei 2016 tentang Penetapan Per ingkat Teknis , dengan ini mengumumkan Peringkat Teknis Jasa Konsultansi untuk

Tiada untaian kata yang lebih indah dan agung yang dapat penulis ucapkan selain puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, petunjuk dan ridhoNya, sehingga

Pada hari ini SENIN tanggal ENAM BELAS bulan MEI tahun DUA RIBU ENAM BELAS (16-05-2016) bertempat di Ruang Rapat Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Kebumen, yang bertanda tangan

Modeling of the characteristics of temperature inversion was carried out with considerable accuracy by fitting the polynomial math model to paired

Selain mempelajari tentang operasi hitung bilangan bulat, pada bab ini akan dibahas juga mengenai bilangan prima yang dihubungkan dengan mencari FPB dan KPK dari sebuah bilangan

Sejalan dengan itu, dalam hal tingkat pendidikan khususnya bagi nelayan tradisional, untuk bekal kerja mencari ikan dilaut, latar belakang seorang nelayan memang tidak penting

Dra Suharyanti, M.S.M selaku Kepala Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Bakrie dan dosen penguji pada sidang akhir yang telah memberikan masukan untuk