OPTIMASI KUAT TEKAN DAN POROSITAS
DARI PEMBUATAN BETON NON-PASIR DENGAN
PEMANFAATAN ABU DASAR (BOTTOM ASH)
Oleh
HARI ZYULI YANI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK
pada
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Lampung
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
ABSTRAK
OPTIMASI KUAT TEKAN DAN POROSITAS DARI PEMBUATAN BETON NON-PASIR DENGAN PEMANFAAATAN ABU DASAR
(BOTTOM ASH)
Oleh :
Hari Zyuli Yani
Pemakaian batubara sebagai sumber tenaga listrik baik bagi industri maupun pembangkit tenaga listrik semakin meningkat. Peggunaan batubara tersebut menghasilkan limbah padat berupa fly ash (abu terbang) dan bottom ash (abu dasar) sebagai hasil dari proses pembakaran yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan. PLTU Tarahan Lampung Selatan, merupakan salah satu penghasil limbah khususnya bottom ash. Bottom ash sendiri memiliki potensi besar dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan beton non-pasir.
Penelitian ini bertujuan mencari komposisi campuran beton non-pasir dengan bahan tambahan bottom ash yang menghasilkan kuat tekan optimum. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian kuat tekan beton dan melihat tingkat porositas yang dihasilkan. Benda uji yang digunakan untuk pengujian kuat tekan berupa silinder beton 150 x 300 mm dengan umur pengujian 28 hari dan 56 hari serta 100 x 150 mm untuk pengujian porositas. Dari hasil penelitian kuat tekan diperoleh
kadar bottom ash optimum pada 20%, yaitu sebesar 59,42 kg/cm2 untuk umur 28
hari dan meningkat sebesar 76,4 kg/cm2 pada umur beton 56 hari. Sedangkan pengujian porositas pada benda uji dengan kadar variasi bottom ash 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% menghasilkan nilai porositas secara berurutan adalah 12,45%, 12,05%, 11,86%, 12,56%, 11,65% dan 11,61%. Dari hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa bottom ash asal Tarahan Lampung Selatan sangat baik
digunakan sebagai material tambahan pembuatan beton non-pasir karena dapat
meningkatkan kuat tekan betonnya dan menambah nilai ekonomis dari bottom ash
itu sendiri.
iv
v
3. Perencanaan Campuran ... 30
4. Pembuatan Beton Non-pasir ... 32
5. Pengujian Kuat Tekan Beton Non-pasir ... 33
6. Pengujian Porositas Beton Non-pasir ... 34
E. Analisis Hasil Penelitian ... 35
F. Bagan Alir Penelitian ... 37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Material ... 38
B. Kebutuhan Bahan Beton Non-pasir ... 40
C. Berat Volume Beton Non-pasir ... 41
1. Hasil Pengukuran Berat Volume Beton Non-pasir ... 41
2. Hubungan Berat Volume terhadap Kadar Bottom Ash ... 44
D. Kuat Tekan ... 44
1. Hasil Pengukuran Kuat Tekan Beton Non-pasir ... 45
2. Hubungan Kuat Tekan terhadap Kadar Bottom Ash ... 51
3. Perbandingan Kuat Tekan Beton Non-pasir dengan Bahan Bangunan Lain ... 54
E. Porositas ... 55
1. Hasil Pengukuran Porositas Beton Non-pasir ... 55
2. Hubungan Porositas terhadap Kadar Bottom Ash dan Kuat Tekan ... 57
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... ... 60
B. Saran ... ... 61
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A (Hasil Uji Pendahuluan) LAMPIRAN B (Hasil Penelitian)
LAMPIRAN C (Hasil Analisis)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemakaian batubara sebagai sumber tenaga listrik baik bagi industri maupun
pembangkit tenaga listrik semakin meningkat. Peggunaan batubara tersebut
menghasilkan limbah padat berupa fly ash (abu terbang) dan bottom ash (abu
dasar) sebagai hasil dari proses pembakaran. Besarnya jumlah limbah tersebut
akan menimbulkan masalah apabila langsung dibuang ke lingkungan, selain
karena mengandung bahan berbahaya yang dapat mencemari lingkungan juga
mengingat ketersediaan lahan yang terbatas. Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) Tarahan merupakan salah satu penghasil limbah dari proses
pembakaran batubara di Lampung. Berdasarkan data yang diperoleh, PLTU
Tarahan menghasilkan fly ash sebesar 17,292 ton/tahun sedangkan bottom
ash sebesar 32,114 ton/tahun.
Bottom ash merupakan bahan buangan dari proses pembakaran batubara pada
unit pembangkit uap (boiler) yang mempunyai ukuran partikel lebih besar
dan lebih berat dari fly ash. Bottom ash mengandung bahan pozzolanik, yaitu
silika dan alumunium serta sedikit unsur kalsium sehingga baik digunakan
Sebagai salah satu bahan bangunan yang banyak digunakan, beton bukan saja
memiliki keandalan dalam hal kekuatan, keawetan serta kemudahan
pelaksanaannya, tetapi juga mempunyai nilai ekonomis yang relatif baik.
Kelemahan struktur beton sendiri terletak pada berat per meter kubiknya yang
cukup besar, sehingga berpengaruh terhadap besarnya beban yang diterima
oleh struktur. Hal ini, dapat diminimalkan dengan penggunaan beton ringan.
Pembuatan beton ringan dapat dilakukan dengan membuat
gelembung-gelembung udara dalam adukan semen, mengganti kerikil dengan agregat
ringan atau beton dibuat tanpa butir-butir agregat halus yang biasa disebut
dengan “beton non-pasir”.
Beton non-pasir memiliki keunikan bila dibandingkan dengan beton normal
yang ada, beton ini memiliki pori-pori yang mampu meloloskan air. Dalam
proses pembuatannya beton berpori ini tidak menggunakan agregat halus
sebagai bahan pengisi rongga, ataupun apabila digunakan agregat halus
biasanya hanya dalam kuantitas yang kecil dengan tujuan rongga-rongga pada
beton tidak tertutupi. Adanya rongga-rongga tersebut menyebabkan kuat
tekan beton relatif rendah. Semakin tinggi porositas beton, maka kemampuan
untuk menahan beban akan semakin kecil, jadi apabila semakin besar kuat
tekan beton maka porositas beton terhadap air akan semakin kecil.
Di Indonesia aplikasi beton berpori masih belum dirasakan, sehingga
penelitian-penelitian lebih lanjut mengenai beton non-pasir harus dilakukan.
Atas pertimbangan di atas, maka dilakukan penelitian mengenai pembuatan
Dengan persentase penggunaan bottom ash yang bervariasi diharapkan akan
diperoleh komposisi campuran beton non-pasir yang menghasilkan kuat
tekan optimum dan juga melihat tingkat porositas air yang dihasilkan.
Sehingga diperoleh beton non-pasir yang lebih efisien dan dapat mengurangi
pencemaran lingkungan akibat bottom ash serta menambah nilai ekonomis
dari bottom ash tersebut.
B. Rumusan Masalah
Sisa pembakaran batubara dalam hal ini bottom ash (abu dasar) berpotensi
dapat dimanfaatkan sebagai campuran beton. Oleh karena itu, perlu dikaji
lebih lanjut bagaimana optimasi variasi campuran bottom ash terhadap kuat
tekan dan porositas dari beton non-pasir yang menggunakan bottom ash (abu
dasar) sebagai bahan tambahan pada adukan beton.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk :
1. Mengetahui apakah bottom ash dapat difungsikan sebagai bahan tambahan
dalam pembuatan beton non-pasir.
2. Mengetahui komposisi optimum campuran beton non-pasir dengan
tambahan bottom ash.
3. Mengetahui kuat tekan yang dihasilkan beton non-pasir dengan bahan
tambahan bottom ash.
4. Mengetahui nilai porositas yang dihasilkan dari beton non-pasir dengan
5. Mengetahui besarnya perbedaan kuat tekan dan porositas beton non-pasir
dengan dan tanpa bahan tambahan bottom ash.
D. Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini ialah:
1. Variasi penggunaan bottom ash pada campuran adalah 0%, 10%, 20 %,
30%, 40% dan 50% dari jumlah kebutuhan berat semen yang
direncanakan./;
2. Jenis beton berupa beton tanpa agregat halus (beton non-pasir).
3. Pengujian dilakukan setelah umur beton mencapai 28 hari dan 56 hari.
4. Dibuat 3 benda uji untuk setiap variasi pencampuran.
5. Bottom ash yang dipakai berasal dari PLTU Tarahan, lolos saringan 4,75
mm (No.4).
6. Agregat kasar yang digunakan berupa batu pecah dengan ukuran agregat
adalah 10 - 20 mm.
7. Pengujian yang dilakukan berupa pengujian kuat tekan dan porositas.
8. Perencanaan perbandingan berat semen dan agregat kasar campuran beton
non pasir adalah 1 : 4 dan faktor air semen sebesar 0,40.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat diantaranya sebagai berikut:
1. Memberikan alternatif pemecahan masalah dalam hal penanganan/
pengelolaan limbah batubara (bottom ash) yang dinilai membahayakan
2. Produk beton non-pasir dengan bahan tambahan bottom ash dapat
digunakan sebagai bahan bangunan yang bermutu dan aman bagi
lingkungan.
3. Sebagai referensi dalam upaya pengembangan beton non-pasir sebagai
material yang ramah lingkungan dan dapat diaplikasikan sesuai dengan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Beton Ringan (Lightweight Concrete)
Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain,
agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang
membentuk masa padat (Surya Sebayang, 2000). Beton normal merupakan
bahan bangunan yang relatif cukup berat dengan berat jenis berkisar 2,4 atau
berat 2400 kg/m3. Untuk mengurangi beban mati suatu struktur beton, maka
telah banyak dipakai beton ringan. Berdasarkan SNI 03 - 2847 - 2002, beton
ringan adalah beton yang mengandung agregat ringan dan mempunyai berat
satuan tidak lebih dari 1900 kg/m3. Pada dasarnya beton ringan diperoleh
dengan cara penambahan pori-pori udara ke dalam campuran betonnya.
Menurut Tjokrodimuljo (2007) pembuatan beton ringan dapat dilakukan
dengan cara :
1. Membuat gelembung-gelembung gas udara dalam adukan semen. Dengan
demikian akan terjadi banyak pori-pori udara di dalam betonnya. Bahan
Tambahan Khusus (pembentuk gelembung udara dalam beton)
2. Dengan menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat bakar dan batu
apung. Dengan demikian beton yang terjadi pun akan lebih ringan
daripada beton normal.
3. Pembuatan beton tidak dengan butir-butir agregat halus. Dengan demikian
beton ini disebut “beton non-pasir” dan hanya dibuat dari semen dan
agregat kasar saja (dengan butir maksimun agregat kasar sebesar 20 mm
atau 10 mm). Beton ini mempunyai pori-pori yang hanya berisi udara
(yang semula terisi oleh butir-butir agregat halus).
B. Beton Non-pasir
Beton non-pasir (“no-fines concrete”) ialah suatu bentuk sederhana dari jenis
beton ringan yang dalam pembuatannya tidak menggunakan agregat halus.
Tidak adanya agregat halus dalam campuran menghasilkan beton yang
berpori (yang semula diisi agregat halus) sehingga beratnya berkurang
(Kardiyono Tjokrodimulyo, 2007). Beton non-pasir juga dapat disebut
permeconcrete atau pervious concrete yaitu beton yang dibentuk dari
campuran semen, agregat kasar, air dengan atau tanpa bahan tambahan.
Beton non-pasir dibuat dengan menghilangkan penggunaan agregat halus.
Tidak adanya agregat halus pada campuran menghasilkan suatu sistem berupa
keseragaman rongga yang terdistribusi di dalam massa beton, serta
berkurangnya berat jenis beton.
Menurut Dwi Kusuma (2012) beton non-pasir mempunyai kelebihan,
1. Low Shrinkage
Penyusutan total beton non-pasir saat mengeras/kering adalah sekitar
setengah dari beton padat yang dibuat dengan agregat yang sama. Tingkat
penyusutan juga jauh lebih cepat. Gerakan penyusutan total, telah
ditemukan bahwa 50% sampai 80% terjadi dalam 10 hari pertama, dimana
untuk beton padat hanya 20 sampai 30 persen akan terjadi pada periode
yang sama. Ini berarti bahwa bahaya retak jauh lebih kecil terjadi jika
dibandingkan dengan beton normal.
2. Light Weight
Karena penggunaan agregat ringan maka dihasilkan beton dengan bobot
yang ringan.
3. Thermal Insulation
Kebaikannya sebagai bahan isolasi panas.
4. Eliminated Segregation
Tidak ada kecenderungan untuk bersegregasi, sehingga dapat dijatuhkan
dengan tinggi jatuh yang lebih tinggi.
5. Reduce Cement Demand
Kebutuhan semen sedikit (karena tidak ada pasir maka luas permukaan
butir agregat berkurang sehingga kebutuhan pasta semen yang dipakai
untuk menyelimuti butir pasir tidak diperlukan lagi, sehingga kebutuhan
semen hanya sedikit) dan harganya lebih murah.
6. Simple yaitu berarti cara pembuatannya sederhana dan lebih cepat.
7. Sound Insulation
8. Environment Friendly, mudah meloloskan air dapat digunakan sebagai
bahan pembuat sumur resapan, sehingga meningkatkan resapan ke dalam
tanah.
Pada umumnya agregat kasar yang dipakai pada pembuatan beton non-pasir
berukuran 10 sampai 20 mm, walaupun ukuran yang lain juga dapat dipakai.
Berat jenis beton non-pasir dipengaruhi oleh berat jenis dan gradasi yang
dipakai, dan pada umumnya berkisar antara 60-70 persen dari beton biasa.
Beton non-pasir sendiri memiliki kuat tekan yang relatif kecil dibandingkan
beton normal, menjadikan beton non-pasir memiliki aplikasi yang terbatas.
Menurut ACI (American Concrete Institut) 522R-10 mengenai Pervious
Concrete biasanya beton berpori memiliki kuat tekan sebesar 400 sampai
4000 psi (2,8 Mpa sampai dengan 28 Mpa).
Menurut Dwi Kusuma (2012) kuat tekan dari beton non-pasir dipengaruhi
oleh sejumlah faktor, antara lain :
1. Faktor Air Semen
Faktor air semen pada beton non-pasir berkisar 0,36 - 0,46, sedangkan
nilai faktor air semen optimum sekitar 0,40. Perkiraan faktor air semen
tidak dapat terlalu besar karena jika faktor air semen terlalu besar maka
pasta semen akan terlalu encer, sehingga pada waktu pemadatan pasta
semen akan mengalir ke bawah dan tidak menyelimuti permukaan
agregat. Sedangkan, jika faktor air semen terlalu rendah maka pasta
beton. Dengan nilai faktor air semen optimum akan dihasilkan pula kuat
tekan maksimum suatu beton non-pasir.
2. Rasio Volume Agregat dengan Semen
Rasio volume agregat dengan semen merupakan proporsi penggunaan
agregat berbanding semen. Pada nilai faktor air semen yang tetap,
pengaruh besar rasio agregat dengan semen akan berakibat terhadap pasta
yang terbentuk. Semakin besar rasio agregat-semen, maka semakin sedikit
pasta semennya, sehingga bahan pengikat antar aggregat akan sedikit pula
dan kuat tekan beton non pasir yang terbentuk akan semakin rendah.
Dalam penggunaannya sendiri beton non-pasir ini dapat dicetak sebagai bata
beton atau langsung dicetak menjadi dinding tembok atau kolom Aplikasi lain
yang sering diantaranya sebagai tempat parkir, trotoar serta area taman.
Selain itu, karena beton non-pasir sangan berpori, maka sangat meloloskan air
sehingga baik untuk bagian bangunan yang tidak boleh menahan air,
misalnya struktur penahan tanah (turap) dan buis beton.
C. Abu Batubara
Proses pembakaran batubara pada pembangkit tenaga uap menghasilkan
limbah berupa abu batubara. Abu batubara merupakan bagian dari sisa
pembakaran batubara pada boiler pembangkit listrik tenaga uap yang
berbentuk partikel halus dan dan merupakan bahan anorganik yang terbentuk
dari perubahan bahan mineral karena proses pembakaran. Abu batubara
alumunium. Pada dasarnya, abu batubara tidak memiliki kemampuan
mengikat seperti halnya semen, namun karena ukurannya yang halus dan
adanya air, oksida silika yang terkandung dalam abu batubara akan bereaksi
secara kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi
semen, sehingga akan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan
mengikat. Abu batubara dapat digunakan pada beton sebagai material terpisah
atau sebagai bahan dalam campuran semen dengan tujuan untuk memperbaiki
sifat-sifat beton.
Fungsi abu batubara sebagai bahan aditif dalam beton bisa sebagai pengisi
(filler) yang akan menambah internal kohesi dan mengurangi porositas daerah
transisi yang merupakan daerah terkecil dalam beton, sehingga beton menjadi
lebih kuat. Pada umur sampai dengan 7 hari, perubahan fisik abu batubara
akan memberikan konstribusi terhadap perubahan kekuatan yang terjadi pada
beton, sedangkan pada umur 7 sampai dengan 28 hari, penambahan kekuatan
beton merupakan akibat dari kombinasi antara hidrasi semen dan reaksi
pozzolan. (Jackson, 1977)
Dari proses pembakaran batubara akan terbentuk dua jenis abu yaitu abu
terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash). Komposisi abu batubara yang
dihasilkan terdiri dari 20% - 30% abu dasar, sedangkan sisanya sekitar 70% -
D. Bottom ash
Bottom ash merupakan material yang tidak terbakar dengan sempurna dari
pembakaran suatu material, seperti pada pembakaran batubara. Bottom ash ini
diperoleh setelah pembakaran selesai. Biasanya bottom ash menempel pada
bagian bawah atau dinding dari tungku pembakaran tersebut. Dengan kata
lain bottom ash adalah bahan buangan dari proses pembakaran batubara pada
pembangkit tenaga yang mempunyai ukuran partikel lebih besar dan lebih
berat dari fly ash, sehingga bottom ash akan jatuh pada dasar tungku
pembakaran (boiler) dan terkumpul pada penampung debu (ash hopper).
Bottom ash mempunyai karakteristik fisik bewarna abu-abu gelap, berbentuk
butiran, berporos, mempunyai ukuran butiran antara pasir hingga kerikil.
Terdapat dua kategori bottom ash berdasarkan jenis tungku pembakarannya,
yaitu dry bottom boiler yang menghasilkan dry bottom ash dan slag-tap
boiler serta cyclone boiler yang menghasilkan wet bottom ash (boiler slag).
Adapun karakteristik bottom ash diantaranya :
1. Karakteristik fisik
Bottom ash mempunyai butiran partikel sangat berpori pada
permukaannya. Partikel bottom ash mempunyai batasan ukuran dari
kerikil sampai pasir. Bottom ash merupakan material dengan gradasi yang
baik, dengan variasi ukuran partikel yang berbeda-beda. Ukuran bottom
ash lebih mendekati ukuran pasir, biasanya 50 - 90 % lolos pada saringan
lolos pada saringan 0.075 mm (No. 200), dan ukuran paling besar berkisar
antara 19 mm (3/4 in) sampai 38.1 mm (1-1/2 in).
Sifat fisik bottom ash berdasarkan bentuk, warna, tampilan, ukuran,
specific gravity, dry unit weight dan penyerapan dari wet dan dry bottom
ash dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat fisik dari dry dan wet bottom ash Sifat Fisik
Bottom Ash Wet Dry
Bentuk Angular/bersiku Berbutir kecil / granular
Warna Hitam Abu-abu gelap
Tampilan Keras, mengkilap Seperti pasir halus,
Sangat berpori
Sumber : Indriani Santoso, 2003
2. Karakteristik kimia
Komposisi kimia dari bottom ash sebagian besar terdiri dari silika (Si),
alumina (Al) dan besi (Fe) dengan sedikit magnesium (Mg), kalsium (Ca),
Tabel 2. Hasil analisis bottom ash
Senyawa Kimia Persentase Kadar (%)
SiO3 26,98
Sumber : I Wayan Suarnita, 2012
3. Karakteristik Mekanis
Adapun sifat mekanis dari dry dan wet bottom ash dapat dilihat pada Tabel
3 di bawah ini.
Tabel 3. Sifat mekanis dari dry dan wet bottom ash Sifat Mekanis
Bottom Ash Dry Bottom Ash Boiler Slag
Maximum dry density 1210 - 1620 kg/m3 961 - 1440 kg/m3
Kelembaban optimum 12 - 24%
(umumnya < 20%) 8 - 20%
Secara umum, abu dasar dapat langsung dimanfaatkan di pabrik semen atau
dapat juga dimanfaatkan menjadi campuran beton (concrete). Salah satu yang
mempengaruhi kuat tekan beton adalah adanya porositas. Porositas dapat
diakibatkan karena adanya pertikel-partikel bahan penyusun beton yang
relatif besar, sehingga kerapatan tidak maksimal. Partikel terkecil bahan
penyusun beton adalah semen. Untuk mengurangi porositas semen dapat
digunakan bahan tambahan mineral yang bersifat pozzolan dan mempunyai
partikel yang halus. Salah satu bahan tambahan yang dapat digunakan adalah
bottom ash (abu dasar). Bottom ash yang digunakan pada pembuatan beton
non pasir ini berasal dari PLTU Tarahan, Lampung. Ukuran agregat yang
digunakan adalah lolos saringan 4,75 mm.
E. Semen Portland
Semen Portland ialah semen hidrolis yang dengan cara menghaluskan klinker,
yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis, dan
gips sebagai bahan pembantu (SK SNI-S-04-1989-F). Fungsi utama semen
pada adukan beton adalah mengikat butir-butir agregat hingga membentuk
suatu massa yang padat dan mengisi rongga-rongga udara diantara butir-butir
agregat.
Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam
pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan
menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi
beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (concrete). (Tri
Mulyono, 2003)
Pada proses pembuatannya material yang mengandung kapur (misalnya batu
kapur), silika dan alumina (misalnya lempung) dihaluskan sampai menjadi
bubuk, kemudian dicampur dalam proporsi tertentu dan dibakar pada
temperatur ± 1400°C sehingga menjadi klinker, didinginkan dan dihaluskan
serta ditambahkan gips sebesar 4% (Surya Sebayang, 2000).
Berdasarkan SNI S-04-1989-F semen portland dibagi menjadi lima jenis
kategori sesuai dengan tujuan pemakaiannya, yaitu :
1. Tipe I
Semen portland untuk konstruksi umum, yang tidak memerlukan
persyaratan-persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis
lain.
2. Tipe II
Semen portland untuk konstruksi pada yang agak tahan terhadap sulfat.
3. Tipe III
Semen portland untuk konstruksi dengan syarat kekuatan awal yang tinggi.
4. Tipe IV
Semen portland untuk kostruksi dengan syarat panas hidrasi yang rendah.
5. Tipe V
Untuk konstruksi-konstruksi yang menuntut persyaratan yang sangat tahan
terhadap sulfat. Penggunaan semen jenis ini sama dengan pada semen jenis
Sedangkan semen PCC (Portland Composite Cement) sendiri berdasarkan
SNI 15-7064-2004, didefinisikan sebagai bahan pengikat hidrolis hasil
penggilingan bersama-sama terak semen portland dan gips dengan satu atau
lebih bahan anorganik, atau hasil pencampuran antara bubuk semen portland
dengan bubuk bahan anorganik lain. Bahan anorganik tersebut antara lain
terak tanur tinggi (blast furnace slag), pozzolan, senyawa silikat, batu kapur,
dengan kadar total bahan anorganik 6 - 35 % dari massa semen portland
komposit.
Karakteristik dari Portland Composite Cement antara lain :
a. Memiliki panas hidrasi yang relatif rendah.
b. Memiliki ketahanan beton terhadap korosi
c. Memiliki ketahanan beton terhadap reaksi alkali agregat
d. Memiliki ketahanan beton terhadap sulfur.
e. Memiliki kuat tekan beton yang tinggi.
f. Memiliki durability yang baik.
g. Bersifat kedap terhadap air.
Semen yang satu dapat dibedakan dengan semen yang lainnya berdasarkan
susunan kimianya maupun kehalusan butirnya. Berdasarkan SNI
15-7064-2004, syarat kimia semen portland komposit tidak boleh mengandung SO3
lebih dari 4 % dari komposisi total semen. Secara umum, terdapat empat
senyawa kimia utama sebagai penyusun semen portland komposit (Mulyono,
a. Trikalsium Silikat (3CaO.SiO2) yang disingkat menjadi C3S.
b. Dikalsium Silikat (2CaO.SiO2) yang disingkat menjadi C2S.
c. Trikalsium Aluminat (3CaO.Al2O3) yang disingkat menjadi C3A.
d. Tertrakalsium Aluminoferrit (4CaO.Al2O3 Fe2O3) yang disingkat menjadi
C4AF.
F. Agregat
Agregat adalah material granular, misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan
kerak tungku pijar, yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat
untuk membentuk suatu beton atau adukan semen hidraulik (SK SNI 03 -
xxxx - 2002). Agregat menempati 60% sampai 80% volume beton, sehingga
karakteristik agregat akan menentukan kualitas beton.
Bentuk, tekstur, dan gradasi agregat mempengaruhi sifat pengikatan dan
pengerasan beton segar. Sedangkan sifat fisik, kimia, dan mineral
mempengaruhi kekuatan, kekerasan dan ketahanan dari beton. Secara umum,
menurut ukuran agregat diklasifikasikan dapat dibedakan menjadi :
1. Agregat Halus
Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butir terbesar 5 mm dengan
Tabel 4. Gradasi standar agregat halus (ASTM C-33)
Diameter Saringan (mm) Persentase Lolos (%)
9,5 100
Sumber : Annual Book of ASTM Standards Volume 04.02 “Concrete and
Agregates”. 1997.
2. Agregat Kasar
Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirannya antara 5 mm sampai
40 mm dengan gradasi agregat terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Gradasi agregat kasar menurut ASTM C33 (agregat maks-19)
Diameter Saringan Persentase Lolos
25 mm 100
19 mm 90 – 100
9,5 mm 20 – 55
4,75 mm 0 – 10
2,36 mm 0 – 5
Sumber : Annual Book of ASTM Standards Volume 04.02 “Concrete
and Agregates”. 1997.
Pada pembuatan beton non-pasir ukuran agregat maksimum yang dipakai
adalah 10 mm sampai 20 mm. Berat beton non pasir umumnya berkisar
60% - 75% dari beton biasa (Kardiyono Tjokrodimulyo, 2007). Berat
beton non-pasir berkisar 2/3 dari beton biasa dengan agregat yang sama.
Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton non-pasir ini dari
G. Air
Air merupakan bahan dasar yang diperlukan untuk bereaksi dengan semen,
serta sebagai bahan pelumas antar butir-butir agregat agar mudah dikerjakan
dan dipadatkan. Apabila air yang digunakan dalam proses pembuatan beton
terlalu sedikit, maka akan menyebabkan beton sulit untuk dikerjakan, tetapi
jika terlalu banyak tentu akan mengurangi nilai kekuatan dari beton itu
sendiri. Nilai banding berat air dan semen untuk suatu adukan beton disebut
dengan Water Cement Ratio (W/C) atau faktor air semen (fas). Agar terjadi
proses hidrasi yang sempurna dalam adukan beton, pada umumnya dipakai
nilai Water Cement Ratio 0,40 - 0,60. Sedangkan untuk beton non-pasir
faktor air semen berkisar anatara 0,36 - 0,46 (Kardiyono Tjokrodimulyo,
2007). Semakin tinggi mutu beton yang akan dicapai umumnya
menggunaakan nilai Water Cement Ratio semakin rendah, sedangkan untuk
menambah daya workability (kelecakan atau sifat mudah dikerjakan)
diperlukan nilai Water Cement Ratio yang lebih tinggi.
Menurut SK SNI 03 - 2847 - 2002, air yang digunakan untuk campuran beton
harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari
bahan-bahan merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan
organik, atau bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau
tulangan.
2. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton
terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam
jumlah yang membahayakan.
3. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali
ketentuan berikut terpenuhi:
a. Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran
beton yang menggunakan air dari sumber yang sama.
b. Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang
dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus
mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari
kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum.
Perbandingan uji kekuatan tersebut harus dilakukan pada adukan
serupa, terkecuali pada air pencampur, yang dibuat dan diuji sesuai
dengan “Metode uji kuat tekan untuk mortar semen hidrolis
(Menggunakan spesimen kubus dengan ukuran sisi 50 mm)” (ASTM C
-109 ).
H. Kuat Tekan Beton
Kuat tekan beton adalah besarnya beban persatuan luas, yang menyebabkan
benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tertentu, yang dihasilkan
oleh mesin uji tekan. Kekuatan beton ini tergantung beberapa faktor, seperti
proporsi campuran maupun kondisi kelembaban tempat dimana beton akan
mengeras. Untuk memperoleh kuat tekan yang diinginkan maka beton yang
masih muda perlu dilakukan proses perawatan/curing, dengan tujuan agar
semen dibutuhkan kelembaban tertentu. Apabila beton cepat mengering maka
akan timbul retak pada permukaannya yang menyebabkan kekuatan beton
menurun.
Dalam Diktat Konstruksi Beton I (Pratikto, 2009) disebutkan beberapa cara
yang dapat dilakukan untuk perawatan beton, antara lain :
1. Beton dibasahi dengan air secara terus menerus.
2. Beton direndam dalam air.
3. Beton ditutup dengan karung basah.
4. Dengan menggunakan perawatan gabungan acuan membran cair untuk
mempertahankan uap air semula beton basah.
5. Perawatan uap untuk beton yang dihasilkan dari kondisi pabrik, seperti
balok pracetak, tiang, girder pratekan, dll. Temperatur perawatan sekitar
150oF.
Pada umumnya kuat tekan beton diukur dengan menggunakan benda uji
silinder dengan diameter 15 cm den tinggi 30 cm atau dengan benda uji kubus
dengan dimensi 15 x 15 x 15 cm. Besarnya kuat tekan beton dapat dihitung
dengan cara membagi beban maksimum pada saat benda uji hancur dengan
luas penampang benda uji.
Kuat tekan beton tersebut dapat dicari dengan menggunakan rumus :
Keterangan:
Porositas beton menggambarkan besar kecilnya kekuatan beton dalam
menyangga suatu konstruksi. Semakin padat beton, maka kekuatannya juga
akan semakin besar sehingga dapat menyangga konstruksi yang lebih berat.
Sebaliknya, semakin renggang beton, maka kekuatannya juga akan semakin
lemah sehingga hanya bisa menyangga konstruksi yang ringan dan
ketahanannya juga tidak terlalu lama. Porositas dapat diakibatkan adanya
partikel-partikel bahan penyusun beton yang relatif besar, sehingga kerapatan
tidak maksimal. Penggunaan bottom ash dapat mengurangi rata-rata ukuran
pori pada beton sehingga diperoleh permeabilitas beton (kemampuan beton
untuk meloloskan air) yang lebih kecil.
Nilai porositas dihitung dengan menggunakan rumus berdasarkan standar
ASTM, yaitu :
Voids (%) =
...(2)
Keterangan :
3)
A = massa kering benda uji setelah dioven
C = massa kering permukaan benda uji setelah perendaman dan pendidihan
4)
D = massa benda uji kondisi jenuh setelah perendaman dan pendidihan
1)
Luas penampang silinder beton, A = mm2
2)
Diameter penampang silinder benda uji
3)
Massa kering benda uji porositas setelah dioven
4)
J. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai beton non-pasir yang dicampur dengan bahan atau
menggunakan agregat tertentu telah banyak dilakukan oleh peneliti
sebelumnya. Hasil penelitian Ferdiyanti (2012), menunjukkan bahwa batu silika dari Padangratu, Lampung Tengah, secara umum memenuhi syarat
untuk digunakan sebagai agregat beton. Berat beton non-pasir per m3 dengan
perbandingan volume semen : agregat 1 : 4, 1 : 6, 1 : 8, 1 : 10 berkisar antara
1830 - 2120 kg/m3, rongga udara beton non pasir berkisar antara 8,64% -
25,10%, kuat tekan beton non pasir berkisar antara 6,77Mpa - 21,77 Mpa.
Kardiyono T., dkk., (2011) meneliti beton non-pasir dari agregat batu alam
(batu ape) Sungai Lua, Sulawesi Utara. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa rasio volume semen-agregat pada campuran beton
non-pasir yang ideal adalah 1 : 6 dimana kuat tekan pada benda uji silinder
sebesar 7,67 MPa dengan berat beton non pasir per m³ adalah 1,962 ton.
Ermiyati H. Gussyafri (2008) meneliti beton non-pasir dengan agregat dari
Desa Salo, Kecamatan Bangkinang, Kabupaten Kampar. Dari hasil penelitian
diperoleh kesimpulan berat jenis beton non-pasir ini berkisar dari 1963,04
kg/m³ (minimum) sampai dengan 2047,34 kg/m³ (maksimum). Kuat tekan
beton non-pasir minimum diperoleh pada variasi berdiameter agregat 15 mm
adalah 5,66 Mpa; dan kuat tekan maksimum diperoleh pada variasi diameter
III. METODE PENELITIAN
A. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Semen
Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland
Composite Cement) Merek Holcim, didapatkan dari toko bahan bangunan
dalam kondisi baik, dalam zak dengan satuan 50 kg/zak.
2. Agregat kasar
Agregat kasar yang digunakan berupa batu pecah berasal dari PT. Sumber
Batu Berkah, Tanjungan, yang merupakan hasil produksi stone crusher.
Agregat kasar ini terlebih dahulu diuji berat jenis dan penyerapan agregat
kasar serta analisa saringannya (memenuhi standar ASTM C-33).
Diameter yang dipakai adalah yang berukuran 10 mm - 20 mm (lolos
saringan 19 mm tertahan 9,5 mm).
3. Bottom ash (abu dasar)
Bottom ash (abu dasar) berasal dari PLTU Tarahan Lampung dengan
4. Air
Air yang digunakan berasal dari instalasi air bersih Laboratorium Bahan
dan Konstruksi, Universitas Lampung.
B. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1. Compression Testing Machine
Mesin ini berkapasitas beban maksimum 150 ton dengan ketelitian 0,5 ton.
Alat ini digunakan untuk menguji kuat tekan beton non-pasir dengan
kecepatan pembebanan sebesar 0,14 - 0,34 Mpa/det.
2. Mesin pengaduk beton (concrete mixer)
Concrete mixer yang digunakan memiliki kapasitas 0,125 m3 dengan
kecepatan 20 - 30 putaran per menit yang digerakkan dengan
menggunakan diesel. Alat ini berfungsi untuk mengaduk bahan campuran
beton non-pasir.
3. Cetakan silinder
Cetakan beton silinder dengan ukuran diameter 15 cm dengan tinggi 30
digunakan untuk mencetak benda uji kuat tekan dan diameter 10 cm
dengan tinggi 15 digunakan untuk mencetak benda uji porositas.
4. Satu set saringan
Alat ini digunakan untuk menentukan gradasi agregat, sehingga dapat
ditentukan nilai modulus kehalusan butir agregat kasar dan bottom ash
berturut-turut 19 mm, 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36 mm, 1,18 mm, 0,60 mm,
0,30 mm, 0,15 mm yang dilengkapi dengan tutup (pan).
5. Piknometer
Alat ini digunakan untuk mengukur berat jenis bottom ash.
6. Le Chatelier
Alat ini digunakan untuk mengukur berat jenis semen.
7. Timbangan
Timbangan berkapasitas 12 kg dan 50 kg digunakan untuk mengukur berat
masing-masing campuran komposisi beton non-pasir dan pemeriksaan
seluruh material.
8. Oven
Alat ini digunakan untuk mengeringkan bahan pada saat pengujian
material yang membutuhkan kondisi kering.
9. Bejana silinder
Bejana silinder beserta tongkat pemadat digunakan untuk pemeriksaan
berat volume agregat kasar, bottom ash dan semen.
10. Alat bantu
Selama proses pembuatan benda uji digunakan beberapa alat bantu
diantaranya adalah sendok semen, mistar, kontainer, panci dan tungku
C. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini jenis beton ringan yang diteliti ialah jenis beton non-pasir,
selain itu dilakukan pengujian kuat tekan pada 28 hari dan 56 hari serta
pengujian porositas. Perencanaan perbandingan berat semen dan agregat
kasar campuran beton non-pasir adalah 1 : 4 dan faktor air semen rencana
sebesar 0,40. Adapun variabel penelitian pada tiap pengujian seperti
tercantum pada Tabel 6.
Tabel 6. Variabel penelitian
Kode
Sampel Fas
Komposisi Campuran Pengujian dan Jumlah Benda Uji
Ak PC Bottom ash Uji Kuat Tekan Uji
Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Bahan dan Konstruksi,
Fakultas Teknik, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Penelitian ini
dilaksanakan melalui beberapa tahap yaitu : pengadaan bahan material,
pemeriksaan bahan beton non pasir, pembuatan beton non pasir, perawatan
(curring time) serta pemeliharaan beton non-pasir, pelaksanaan pengujian
benda uji, dan analisis hasil penelitian.
1. Pengadaan Bahan dan Peralatan
Sebelum penelitian dilakukan, maka bahan dan peralatan yang akan
digunakan dipersiapkan terlebih dahulu. Bahan-bahan beton non-pasir
adalah semen, batu pecah, abu dasar (bottom ash) dari PLTU Tarahan
Lampung, dan air dari instalasi air bersih laboratorium. Setelah
bahan-bahan tersebut tersedia, maka dilakukan pengujian material.
2. Pemeriksaan Material yang Digunakan
Sebelum bahan-bahan penyusun beton dicampur menjadi satu, terlebih
dahulu dilakukan pemeriksaan bahan agar dapat dihasilkan beton dengan
mutuyang baik yang sesuai dengan perencanaan. Pemeriksaan serta
pengujian terhadap bahan beton non-pasir terdiri dari :
a. Agregat kasar
Pemeriksaan terhadap agregat kasar dilakukan secara visual serta
dilakukan uji, sebagai berikut :
1) Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan (ASTM C-127).
2) Pemeriksaan kadar air (ASTM C-556).
3) Berat volume agregat kasar (ASTM C 29), untuk mengetahui berat
volume kondisi SSD (Saturated Surface Dry).
4) Analisis saringan atau gradasi agregat sesuai dengan ASTM C-33
mengenai gradasi standar agregat kasar, untuk mengetahui distribusi
b. Semen
Pemeriksaan terhadap semen dilakukan secara visual serta dilakukan
uji, sebagai berikut :
1) Berat jenis semen (ASTM C-127).
2) Berat volume semen (ASTM C-29).
b. Air
Pemeriksaan terhadap air juga dilakukan secara visual yaitu air harus
bersih, tidak mengandung lumpur, minyak dan garam sesuai dengan
persyaratan.
c. Abu dasar (bottom ash)
Pemeriksaan terhadap bottom ash dilakukan dengan cara visual yaitu
bottom ash yang berwarna abu-abu gelap, serta dilakukan pemeriksaan
sebagai berikut :
1) Pemeriksaan berat jenis (ASTM C-127).
2) Pemeriksaan kadar air (ASTM C-556).
3) Analisis saringan atau gradasi agregat sesuai dengan ASTM C-33
mengenai gradasi standar agregat halus, untuk mengetahui distribusi
butiran (gradasi) bottom ash menggunakan saringan.
4) Berat volume bottom ash (ASTM C 29), untuk mengetahui berat
volume kondisi SSD (Saturated Surface Dry).
3. Perencanaan Campuran
Pada penelitian ini rencana komposisi campuran beton (mix design)
pada thesis Ferdiyanti, 2012 (Pemanfaatan Batu Silika Dari Padangratu
Lampung Tengah, Propinsi Lampung sebagai Agregat untuk Pembuatan
Bata Beton Non-pasir). Perbandingan antara semen dan agregat kasar
sebesar 1 : 4 serta faktor air semen 0,4 dengan nilai slump diabaikan.
Ukuran agregat kasar yang digunakan adalah 10 - 20 mm. Penggunaan
bottom ash yaitu dengan variasi 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50%.
Langkah-langkah pembuatan rencana campuran beton dengan
menggunakan perbandingan berat volume adalah sebagai berikut :
1. Menentukan ukuran agregat maksimum sesuai dengan persyaratan
beton non-pasir. Agregat yang digunakan pada penelitian ini hanya
yang berukuran 10 mm- 20 mm.
2. Menentukan perbandingan antara semen dengan agregat kasar yaitu
sebesar 1 : 4. Dengan besaran ini, maka dapat ditentukan berat agregat
kasar per m3 dari perkalian berat volume padat agregat kasar.
3. Berat semen diperoleh dari perkalian berat volume padat semen dengan
angka perbandingan semen dan agregat.
4. Faktor air semen ditentukan dan harus disesuaikan dengan faktor air
semen untuk beton non-pasir. Faktor air semen yang digunakan sebesar
0,4.
5. Berat air dihitung dengan cara mengalikan jumlah kebutuhan berat
semen dengan faktor air semen.
6. Berat bottom ash diperoleh dengan mengalikan persentase penggunaan
bottom ash dengan berat semen. Sehingga berat keseluruhan material
4. Pembuatan Beton Non-pasir
Adapun langkah-langkah pembuatan beton non-pasir, yaitu :
a. Persiapan bahan beton non-pasir
Adapun persiapan yang dilakukan antara lain :
1) Menimbang bahan-bahan beton non-pasir yaitu semen, agregat
kasar, bottom ash dan air dengan berat yang telah ditentukan dalam
perencanaan campuran beton non-pasir. Agregat kasar diayak
terlebih dahulu dengan menggunakan ayakan diameter berturut-turut
19 mm dan 9,5 mm, sedangkan bottom ash dengan menggunakan
ayakan 4,75.
2) Mempersiapkan cetakan silinder beton non-pasir dan peralatan lain
yang dibutuhkan.
b. Pengadukan campuran beton non-pasir
Pembuatan benda uji dibuat berdasarkan perhitungan proporsi
campuran dari hasil rancangan campuran beton. Pembuatan benda uji
dilakukan untuk menentukan kuat tekan dan porositas. Bahan pengisi
(agregat), bahan ikat (semen) dan abu dasar (bottom ash) dicampur
dalam komposisi yang direncanakan dalam keadaan SSD. Langkah ini
dilakukan agar pencampuran antara bahan-bahan tersebut dapat lebih
homogen, sehingga diharapkan hasil yang diperoleh maksimal.
Dilanjutkan dengan memasukan air yang dibutuhkan ke dalam
campuran. Pengadukan dilakukan sebanyak satu kali untuk setiap
c. Pencetakan beton non-pasir
Setelah pengadonan selesai dilakukan pencetakan dengan cara
memasukkan adukan beton ke dalam cetakan silinder dengan dibagi ke
dalam tiga lapisan masing-masing setinggi 1/3 tinggi cetakan, kemudian
dilakukan pemadatan untuk setiap lapisan dengan ditumbuk sebanyak
25 kali dengan tongkat pemadat dari baja untuk menjamin kepadatan
susunan campuran. Kemudian dilakukan pula pemadatan dengan
menggunkan palu karet dengan cara memukul-mukul tepi cetakan.
Setelah selesai dicetak dan dipadatkan, beton non-pasir dibiarkan
selama ± 24 jam dan cetakan dapat dibuka. Setelah itu, beton non-pasir
diberi kode sampel, lalu diletakkan di ruang perawatan selama 28 dan
56 hari.
d. Perawatan serta pemeliharaan
Proses perendaman beton dengan merendam beton dalam bak air
sesuai umur beton yaitu 28 hari dan 56 hari. Benda uji akan diangkat
dari bak saat 7 hari menjelang pengujian. Perendaman berfungsi untuk
mengurangi proses hidrasi berlebih, sehingga menghindarkan beton
agar tidak retak.
5. Pengujian Kuat Tekan Beton Non-pasir (Compresive Strength)
Pengujian kuat tekan beton dilakukan terhadap benda uji silinder setelah
berumur 28 hari dan 56 hari. Benda uji dikeluarkan seminggu sebelum hari
pengujian. Sebelum pengujian kuat tekan dimulai, maka terlebih dahulu
pengukuran ketiga benda uji diambil rata-ratanya. Setelah itu, dilanjutkan
dengan palaksanaan capping menggunakan bahan belerang pada
permukaan atas dan bawah silinder beton. Capping ini bertujuan untuk
meratakan permukaan beton, agar saat dilakukan uji kuat tekan diperoleh
hasil yang maksimal.
Pengujian kuat tekan beton dilakukan menggunakan mesin uji kuat tekan
Compression Testing Machine berkapasitas 150 ton. Pengujian tekan
dilakukan sampai beton silinder runtuh (retak dan dicatat beban
maksimumnya. Kecepatan pembebanan sebesar 0,14 - 0,34 Mpa/det. nilai
kuat tekan beton dengan menggunakan Persamaan 1 pada Bab II
sebelumnya.
6. Pengujian Porositas Beton Non-pasir
Pengujian porositas dilakukan pada benda uji silinder dengan tahapan
sebagai berikut :
a. Benda uji yang telah berumur 28 hari, kemudian dikeringkan dalam
oven dengan suhu 100oC selama tidak kurang dari 24 jam. Setelah itu,
mengeluarkan benda uji dari oven dan dinginkan di udara sampai suhu
20oC sampai 25oC dan menimbang benda uji. Kemudian kembali
memasukkan benda uji ke oven dan menimbangnya pada interval 24
jam kedua (48 jam) dan menimbangnya. Perbedaan nilai massa dari
kedua benda uji tidak boleh melebihi 0,5% dari nilai yang lebih
rendah. Apabila melebihi batas tersebut maka, ulangi prosedur sampai
c. Setelah langkah pertama selesai dilakukan, benda uji direndam dalam
air dengan suhu sekitar 21oC selama 48 jam. Pada tiap interval 24 jam
dilakukan penimbangan massa benda uji dalam kondisi SSD dengan
mengelap permukaan menggunakan handuk. Peningkatan antara kedua
nilai massa benda uji tidak boleh melebihi 0,5% dari nilai terbesar.
d. Benda uji yang telah melalui proses perendaman kemudian, dididihkan
selama 5 jam. Setelah itu, dinginkan selama tidak kurang dari 14 jam
sampai suhu akhir dari 20oC sampai 25oC. Permukaan sampel yang
telah dingin dilap dengan handuk dan menentukan massa sampel
dengan menimbangnya.
e. Langkah terakhir yaitu benda uji ditimbang di dalam air (kondisi jenuh)
dengan cara memasukkan ke dalam keranjang yang terendam air dan
telah terikat dengan kawat yang terhubung dengan timbangan.
Nilai porositas dihitung dengan menggunakan rumus berdasarkan standar
ASTM, sesuai Persamaan 2 dada Bab II sebelumnya
E. Analisis Hasil Penelitian
Analisa hasil dari penelitian ini dilakukan dengan cara :
1. Menghitung nilai berat volume dari beton non-pasir dan disajikan dalam
bentuk tabel.
2. Mengetahui ada tidaknya pengaruh penambahan kadar bottom ash
terhadap berat volume beton non-pasir, kemudian disajikan dalam bentuk
3. Menghitung kuat tekan beton non-pasir dengan menggunakan persamaan
(1) dan disajikan dalam bentuk tabel.
4. Mengetahui ada tidaknya pengaruh kadar bottom ash terhadap kuat tekan
beton non-pasir umur 28 hari dan 56 hari dan disajikan dalam bentuk
grafik.
5. Menghitung besarnya porositas dengan persamaan (2) dan disajikan dalam
bentuk tabel.
6. Mengetahui ada tidaknya pengaruh kadar bottom ash terhadap porositas
dan disajikan dalam bentuk grafik.
F. Bagan Alir Penelitian
Secara keseluruhan bagan alir metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Bagan alir penelitian
NO YES
Perawatan
Uji kuat tekan dan porositas
Analisis data
Menimbang kebutuhan campuran agregat kasar : semen = 4 : 1
Dengan fas = 0,4 dan persentase penambahan bottom ash
V. SIMPULAN DAN SARAN
A.Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Bottom ash dapat dimanfaatkan sebgai bahan tambahan pembuatan beton
non-pasir dengan komposisi optimum per 1 m3 adukan, adalah :
Agregat kasar = 1410,093 kg
Semen = 282,534 kg
Bottom ash = 56,5068 kg
Air = 113,0136 kg
2. Kuat tekan beton optimum terjadi pada kadar bottom ash 20%, yaitu sebesar
59,42 kg/cm2 untuk umur 28 hari dan meningkat sebesar 76,4 kg/cm2 pada
umur beton 56 hari.
3. Terjadi penurunan kuat tekan beton untuk kadar bottom ash 30 %, 40 % dan 50
%. Hal ini menunjukkan bahwa setelah mencapai nilai optimum, penambahan
kadar bottom ash akan menyebabkan penurunan kuat tekan beton.
4. Berdasarkan perhitungan statistika nilai kuat tekan maksimum rata-rata pada
umur 28 hari sebesar 55,2822 kg/cm2 dan pada umur 56 hari sebesar
5. Berat volume beton non-pasir untuk kadar bottom ash 10%, 20%,30%,40% dan
50% pada umur 56 hari berturut-turut, yakni 1787,74 kg/m3, 1820,19 kg/m3,
1850,50 kg/m3, 1806,92 kg/m3, 1809,75 kg/m3 dan 1841,19 kg/m3. Nilai ini
telah memenuhi syarat SNI 03-2847-2002, yaitu berat volume beton
non-pasir tidak boleh melebihi 1900 kg/m3.
6. Nilai porositas beton non-pasir untuk kadar bottom ash 10%, 20%,30%,40%
dan 50% pada umur 56 hari berturut-turut, yakni 12,45%, 12,05%, 11,86%,
12,56%, 11,65% dan 11,61%.
7. Semakin besar kadar bottom ash yang ditambahkan dalam adukan beton, maka
nilai porositas semakin kecil. Sebaliknya nilai kuat tekan akan semakin meningkat
sampai kadar tertentu penambahan bottom ash.
8. Dari aspek ekonomi, penggunaan bottom ash akan meningkatkan nilai
ekonomis bahan tersebut karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan
pembuatan beton non-pasir.
9. Pemanfaatan limbah bottom ash berdampak positif pada pengendalian
pencemaran lingkungan, terutama pada lingkungan PLTU Tarahan.
B.Saran
Dalam penelitian ini, peneliti memberikan saran dan masukan kepada para peneliti
selanjutnya dan praktisi sipil sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang variasi optimum kadar bottom
ash, yaitu dengan memperkecil range menjadi 10 % sampai 35 %, sehingga
didapatkan variasi optimum kadar bottom ash yang lebih spesifik.
2. Perlu dilakukan penelitian ulang mengenai pembuatan beton non-pasir dengan
3. Perlu ketelitian yang tepat pada saat pemadatan adukan beton non-pasir agar
tidak terjadi bleeding (turunnya air ke dasar cetakan sehingga buturan-butiran
semen ikut terbawa) yang dapat menurunkan kuat tekan beton.
4. Perlu diadakan penelitian secara kimia untuk mengetahui reaksi atau pengaruh
penambahan bottom ash terhadap semen dan pengaruhnya dalam jangka
DAFTAR PUSTAKA
, 1989. Standar Nasional Indonesia S-04-1989-F ”Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A (Bahan Bangunan Bukan Logam)”. Badan Standarisasi Nasional. Bandung.
, 1989. Standar Nasional Indonesia 03-0348-1989 ”Syarat-syarat Fisis Batako”. Badan Standarisasi Nasional. Bandung.
, 2002. Standar Nasional Indonesia 03-2847-2002 ”Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung”. Badan Standarisasi Nasional. Bandung.
, 2002. Standar Nasional Indonesia 03-xxxx-2002 ”Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung”. Badan Standarisasi Nasional. Bandung.
, 2004.Standar Nasional Indonesia 15-7064-2004 ”Semen Portland”.Badan Standarisasi Nasional. Bandung.
, 1978. Bata Merah sebagai Bahan Bangunan, Edisi ke-2. Yayasan Dana Normalisasi Indonesia NI-10. Bandung.
ACI Committee 522. 1982. Pervious Concrete. Report No. ACI 522 R-10.
Annual Book of ASTM Standards Volume 04. 02. 1997. ”Concrete and Agregates”
Diarto, T., dkk, Beton Non Pasir Dengan Agregat Dari Batu Alam (Batu Ape) Sungai Lua Kabupaten Kepulauan Talaud Sulawesi Utara. Jurnal Teknik Sipil. Yogyakarta
Ferdiyanti, 2012. Pemanfaatan Batu Silika Dari Padangratu Lampung
Tengahpropinsi Lampung Sebagai Agregat Untuk Pembuatan Bata Beton Non Pasir. Jurnal MTBB Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Gussyafri H. E., 2008. Beton Non-pasir Dengan Agregat Dari Desa Salo
Kusuma, D. 2012. Beton Non-pasir (No Fines Concrete). dwikusumadpu.wordpress.com./2012/11/21/beton-non-pasir-no-fines-concrete/ Posted on : 21 November 2012
Made Alit K. I, 2007. Perbandingan Kuat Tekan dan Permeabilitas Beton yang enggunakan Seman Portland Pozzolan dengan yang Menggunakan Seman Portland Tipe I, Bahan Seminar Konstruksi Tahan Gempa di Indonesia, Yogyakarta.
Mulyono, T., 2003. Teknologi Beton. Andi Yogyakarta.
Pratikto, 2009. Konstruksi bBeton I, Diktat. Jurusan Teknik Sipil. Politeknik Negeri Jakarta.
Santoso, Indriani. 2003. Pengaruh Penggunaan Bottom Ash Terhadap
Karakteristik Campuran Aspal Beton. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Kristen Petra.
Sebayang, Surya. 2000. “Diktat Bahan Bangunan” (vol. 1-Teknologi Beton). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Tjokrodimulyo, K., 2007. Teknologi Beton, Buku Ajar. Yogyakarta : Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada.
Tjokrodimulyo, K, dkk., 1994. Beton Non Pasir dengan Agregat dari Batu Alm
(Batu Ape) Sungai Lua Kabupaten Kepulauan Talaud Sulawesi Utara. Jurnal Teknik Sipil UGM. Yogyakarta.
Wayan Suarnita, I, 2012. Pemanfaatan Abu Dasar (Bottom Ash) Sebagai
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Hasil Pemeriksaan Gradasi Bottom Ash (Abu Dasar)
Asal bottom ash : PLTU Tarahan
= 1,8973... (Tidak memenuhi standar ASTM C-33 untuk agregat halus), tergolong ke dalam Daerah IV (kategori halus)
100
Grafik Gradasi
Bottom Ash
ASTM C-33
ASTM C-33 Min
ASTM C-33 Max
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Hasil Pemeriksaan Gradasi Agregat Kasar (Batu Pecah)
Asal batu pecah : Daerah Tanjungan
Diameter
Grafik Gradasi Agregat Kasar ASTM C-33
ASTM C-33 Min
ASTM C-33 Max
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Dan Penyerapan Bottom Ash
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Kasar (Batu Pecah)
Asal batu pecah : Tanjungan
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Semen
Jenis Semen : : Portland Composite Cement, Merek Holcim
Pembacaan pertama pada skala botol (V1) = 0,1
Pembacaan kedua pada skala botol (V2) = 20,6
Berat isi air pada suhu 4oC (d) = 1 gr/cm3
Berat semen = 64 gram
Berat Jenis Semen =
=
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Hasil Pemeriksaan Berat Volume Bottom Ash
Berat Volume Bottom Ash
Berat Volume Bottom Ash Gembur = B4/Volume
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Hasil Pemeriksaan Berat Volume Agregat Kasar
Berat Volume Agregat Kasar
Volume Silinder = 10621 cm3
Berat Mold (B1) = 3892 gram
Berat Mold + Batu Pecah (B2) = 17890 gram
Berat Mold + Batu Pecah (setelah dipadatkan) (B3) = 19280 gram
1. Berat Batu Pecah Gembur (B4) = B2 – B1
= 17890 - 3892
= 13998 gram
Berat Volume Batu Pecah Gembur = B4/Volume
= 1317,955/10621
Berat Volume Batu Pecah Padat = B4/Volume
= 15388/10621
= 1,4488 gr/cm3
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Hasil Pemeriksaan Berat Volume Semen
Berat Volume Semen
Volume Silinder = 4889 cm3
Berat Mold (B1) = 3545 gram
Berat Mold + Semen (B2) = 9021 gram
Berat Mold + Semen (setelah dipadatkan) (B3) = 9022 gram
1. Berat Semen Gembur (B4) = B2 – B1
= 9021 – 3545
= 5476 gram
Berat Volume Semen Gembur = B4/Volume
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Hasil Pemeriksaan Kadar Air Bottom Ash dan Agregat Kasar
1. Asal Bottom Ash : PLTU Tarahan
2. Asal Agregat Kasar : Daerah Tanjungan
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
PERHITUNGAN CAMPURAN BETON (MIX DESIGN)
Bahan-bahan yang dipakai :
Semen : Portland Composite Cement, Merek Holcim
Agregat : Batu Pecah (10-20 mm)
Air : Air dari Lab. Bahan Teknik Sipil, Universitas Lampung
Faktor Air Semen (fas) ditetapkan = 0,4
Berat Jenis Air = 1
Berat Jenis Agregat = 2,6614
Berat Jenis Semen = 3,122
Berat Volume Agregat = 1448,828 kg/m3
Berat Volume Semen = 1161,18 kg/m3
Berat Volume Bottom Ash = 1575,147 kg/m3
Diameter Silinder, D1 = 0,15 m
D2 = 0,1 m
Tinggi Silinder, T1 = 0,3 m
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Perbandingan (Semen : Agregat) = 1 : 4
Variasi Bottom Ash = 0%
Kebutuhan Bahan untuk 1 m3 Adukan
Agregat Kasar = 1 x 1 m3 x 1448,828 kg/m3
= 1448,828 kg
Semen = x 1 m3 x 1161,18 kg/m3
= 290,295 kg
Air = 0,4 x 290,295 kg
= 116,118 kg
Bottom Ash = 0% x 333,8393 kg
= 0 kg
Volume untuk 1 Kali Pengecoran
Volume 6 Silinder (1), V1 = 6 2
= 2 0,3
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Volume 3 Silinder (2), V2 = 3 2
= 2 0,15
= 0,0036 m3
Volume Total, Vtotal = V1 + V2
= 0,0318 + 0,0036
= 0,0354 m3
Kebutuhan Bahan untuk 1 Kali Pengecoran (Volume 0,0354 m3)
Agregat Kasar = 0,0354 m3 x 1448,828 kg/ m3
= 51,2264 kg
Semen = 0,0354 m3 x 290,295 kg/m3
= 10,2640 kg
Air = 0,0354 m3 x 116,118 kg/m3
= 4,1056 kg
Bottom Ash = 0,0354 m3 x 0 kg/m3
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Perhitungan selanjutnya ditabelkan.
Tabel Kubutukan Bahan Beton Non-pasir untuk 1 m3 Adukan
Variasi bottom ash 0% 10% 20% 30% 40% 50%
Rasio perbandingan agregat - semen 1 : 4
Fas 0.4
Jenis semen PCC Merek Holcim
Volume Adukan (m3) 1 1 1 1 1 1
Kebutuhan agregat per m3 beton (kg) 1448.828 1429.198 1410.093 1391.493 1373.376 1355.725
Kebutuhan semen per m3 beton (kg) 290.295 286.3619 282.534 278.807 275.1771 271.6405
Kebutuhan air per m3 beton (kg) 116.118 114.5448 113.0136 111.5228 110.0708 108.6562
Kebutuhan bottom ash per m3 beton (kg) 0 28.63619 56.50679 83.6421 110.0708 135.8202
Berat 1 m3 silinder beton non pasir (kg) 1855.241 1858.741 1862.148 1865.464 1868.695 1871.842
Tabel Kubutukan Bahan Beton Non-pasir untuk 1 kali Adukan Volume 0,0354 m3
Variasi bottom ash 0% 10% 20% 30% 40% 50% Rasio perbandingan agregat - semen 1 : 4
Fas 0.4
Jenis semen PCC Merek Holcim
Faktor Koreksi (0,15)
= 0,0354 + (0,15 x 03543) 0.0407 0.0407 0.0407 0.0407 0.0407 0.0407
Kebutuhan agregat per m3 beton 58.9104 58.1122 57.3354 56.5791 55.8425 55.1248
Kebutuhan semen per m3 beton 11.8036 11.6437 11.4880 11.3365 11.1889 11.0451
Kebutuhan air per m3 beton 4.7214 4.6575 4.5952 4.5346 4.4756 4.4180
Kebutuhan bottom ash per m3 beton 0.0000 1.1644 2.2976 3.4009 4.4756 5.5225
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
PERHITUNGAN CAMPURAN BETON
(MIX DESIGN) BERDASARKAN BERAT JENIS MATERIAL
Faktor air semen ditetapkan = 0,4
Berat jenis bottom ash (ba) = 2,4876
Berat jenis agregat kasar(ak) = 2,6614
Berat jenis semen(s) = 3.122
Persen udara dalam mortar (Vu) = 2%
Diameter Silinder, D1 = 0,15 m
D2 = 0,1 m
Tinggi Silinder, T1 = 0,3 m
T2 = 0,15 m
Volume untuk 1 Kali Pengecoran
Volume 6 Silinder (1), V1 = 6 2
= 2 0,3
= 0,0318 m3
Volume 3 Silinder (2), V2 = 3 2
= 2 0,15
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Volume Total, Vtotal = V1 + V2
20,6692 20,6692 20,6692 20,6692
2.2635 x = 1
x = 0,4417985
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Kebutuhan untuk 1 m3
Semen = 1 m3 x 441,7985 kg = 441,7985 kg
Bottom Ash = 0,1 x 441,7985 kg = 44,1799 kg
Agregat Kasar = 4 x 441,7985 kg = 1767,194 kg
Air = 0,4 x 441,7985 kg = 176,7194 kg
Kebutuhan untuk 1 kali pengecoran (0,0354 m3)
Semen = 0,0354 m3 x 441,7985 kg 15,6207 kg
Bottom Ash = 0,0354 m3 x 44,1799 kg = 1,5621 kg
Agregat Kasar = 0,0354 m3 x 1767,194 kg = 62,4829 kg
Air = 0,0354 m3 x 176,7194 kg =6,2429 kg
Perhitungan selanjutnya ditabelkan.
Tabel Kebutukan Bahan Adukan Beton Non-pasir
Variasi bottom ash 0% 10% 20% 30% 40% 50%
Kebutuhan agregat (kg) 73.1546 70.6015 70.6015 69.3906 68.2206 67.0893
Kebutuhan semen (kg) 18.2887 17.6504 17.6504 17.3477 17.0551 16.7723
Kebutuhan air (kg) 7.3155 7.0601 7.0601 6.9391 6.8221 6.7089
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Tabel Hasil Pengukuran Berat Volume Beton Non Pasir Umur 28 Hari
Kandungan Benda
Uji
Berat Berat Volume Berat Volume Rata-rata
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Tabel Hasil Pengukuran Berat Volume Beton Non Pasir Umur 56 Hari
Kandungan Benda
Uji Berat (kg)
Berat Volume Berat Volume Rata-rata
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Tabel Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Non Pasir Umur 28 hari
Kandungan Benda
Uji
Beban Maks Kuat Tekan Kuat Tekan Rata-rata
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Tabel Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Non Pasir Umur 56 hari
Kandungan Benda
Uji
Beban Maks Kuat Tekan Kuat Tekan Rata-rata