PENAMPILAN BOBOT BADAN, PERTAMBAHAN BOBOT
BADAN DAN KARKAS SAPI
BRAHMAN CROSS HEIFER
DENGAN PEMBERIAN KONSENTRAT
YANG BERBEDA
SKRIPSI
FRANS HOPETEN DWIHANDIKA
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
Frans Hopeten Dwihandika. D14086010. 2011. Penampilan Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan dan Karkas Sapi Brahman Cross Heifer dengan Pemberian Konsentrat yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Komariah M.Si Pembimbing Anggota : Ir. Lilis Khotijah M.Si
Produksi sapi potong di Indonesia belum dapat memenuhi besarnya permintaan daging sapi. Peningkatan konsumsi daging sapi di Indonesia harusdiimbangi dengan penambahan produksi yang memadai yaitu dengan cara peningkatan populasi sapi pedaging. Sapi bakalan yang dipelihara oleh industripenggemukan sapi potong di Indonesia umumnya berasal dari Australia, contohnya sapi Brahman Cross (BX). Mengingat harga dan kurangnya stok sapisteerpada saat itu, maka untuk mengatasinya dilakukan pengadaan sapiheiferyang mempunyai kualitas cukup baik dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga sapisteer.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penampilan bobot badan, pertambahan bobot badan dan karkas sapi Brahman CrossHeiferdengan pemberian konsentrat yang berbeda, banyaknya sampel yang digunakan sebanyak 9 ekor.Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah secara deskriptif. Rataan, simpangan baku dan koefisien keragamannya dihitung menggunakan rumus Walpole (1992). Dengan perlakuantiga jenis konsentratyang berbeda. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah bobot akhir, pertambahan bobot badan, bobot karkas, persentase karkas, persentase daging terhadap bobot karkas dan persentase karkas terhadap bobot akhir.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini yaitu bobot akhirP1 (325,30±10,90) relatif lebih rendah dibandingkan P2 dan P3masing-masing (380,30±16,20; 365,66±7,47), pertambahan bobot badan P3(0,18±0,11) rendah dibandingkan P1 dan P2 masing-masing (0,43±0,04; 0,79±0,11), bobot karkas P1 (153,97±5,05) relatif lebih rendah dibanding P2 dan P3 yaitu(168,30±9,96; 173,30±1,91), persentase karkas P2 (43,70±1,18) relatif lebih rendah dibanding P1 dan P3 yaitu (47,33±0,51; 47,40±0,45), persentase daging terhadap bobot karkas P2 (62,90±1,82) relatif lebih rendah dibandingkan P1dan P3 yaitu (63,50±1,30; 63,40±1,39), persentase daging terhadap bobot potong P2 (27,48±0,30) relatif lebih rendah dibanding P1 dan P3 yaitu (30,06±0,96; 30,42±0,40), penilaian konsumsi pakan dilakukan dengan uji deskriptif dengan jumlah masing-masing P1, P2 dan P2 yaitu (7,42; 7,99; 7,38).
Secara keseluruhan respon Sapi Brahman Cross Heifer terhadap pakan P2 cenderung lebih baik daripada pakan P1 dan P3.
ABSTRACT
Appearance of Body Weight, Body Weight and Carcass Added Brahman Cross Cows with Different Concentrate Giving
F.H. Dwihandika., Komariah and L Khotijah
Beef cattle production in Indonesia can not meet the huge demand for beef. Increased consumption of beef in Indonesia must be balanced with the addition of an adequate production is by way of an increase in beef cattle population. Calves that are kept by the fattening of beef cattle industry in Indonesia generally come from Australia, for example, Brahman Cross cattle (BX). Given the stock price and the lack of beef steer at the time, then to overcome them been procured Heifer cows that have a fairly good quality with a cheaper price than the price of steer beef.
This study aimed to study the appearance of body weight, body weight gain and carcass Heifer Brahman Cross cattle by administering different concentrations, the number of samples used as much as nine calves. Data obtained in this study treated descriptively. The mean, standard deviation and coefficient of variation was calculated using the formula Walpole (1992). With the treatment of three different types of concentrates. Variables observed in this study is the final weight, body weight gain, carcass weight, carcass percentage, meat percentage of carcass weight and carcass percentage of final weight.
The results obtained in this study is the final weight of P1 (325.30±10.90) is relatively lower than P2 and P3 respectively (380.30±16,20; 365,66±7.47), of accretion P3 body weight (0.18±0.11) is relatively lower than P1 and P2 respectively (0.43±0,04; 0,79±0.11), carcass weight P1 (153.97±5.05) was relatively lower than P2 and P3 is (168.30±9.96; 173.30±1.91), percentage of carcass P2(43.70±1.18) was relatively lower than P1 and P3 is (47.33±0.51; 47.40±0.45), meat percentage of carcass weight P2 (62.90±1.82) is relatively lower than the P3 P1dan (63.50±1.30; 63.40±1.39), percentage of meat to cutting the weight of P2 (27.48±0.30) was relatively lower than P1 and P3 is (30.06±0.96; 30.42±0.40) , feed intake assessment conducted by a descriptive test with the amountof each P1, P2 and P2 is (7.42; 7.99; 7.38).
Overall response Cross Heifer Brahman cattle on feed P2 feed tend to be better than the P1 and P3.
PENAMPILAN BOBOT BADAN, PERTAMBAHAN BOBOT
BADAN DAN KARKAS SAPI
BRAHMAN CROSS HEIFER
DENGAN PEMBERIAN KONSENTRAT
YANG BERBEDA
FRANS HOPETEN DWIHANDIKA D14086010
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
PENAMPILAN BOBOT BADAN, PERTAMBAHAN BOBOT
BADAN DAN KARKAS SAPI
BRAHMAN CROSS HEIFER
DENGAN PEMBERIAN KONSENTRAT
YANG BERBEDA
FRANS HOPETEN DWIHANDIKA D14086010
Menyetujui,
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,
(Ir. Komariah, M.Si) (Ir. Lilis Khotijah, M.Si)
NIP. 19590515 198903 2 001 NIP.1996 0703 199203 2003
Mengetahui: Ketua Departemen,
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sondi Raya, kota Pematang Siantar, Kabupaten Simalungun pada tanggal 10 Februari 1987, merupakan putra kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Darmo Setyo Tjipto dan Ibu Fridani Tarigan. Pendidikan formal penulis diawali di TK Bina Insani Sondi Raya, kota Pematang Siantar, Kabupaten Simalungun selama 1 tahun (1992-1993), selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Inpres Pematang Raya, kota Pematang Siantar, Kabupaten Simalungun selama 6 tahun (1993-1999) dan melanjutkan di SLTP Negeri 1 Pematang Raya, kota Pematang Siantar, Kabupaten Simalungun a selama 3 tahun (1999-2002). Pada tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat Sekolah Menengah Umum di SMA GKPS Sondi Raya, kota pematang Siantar, Kabupaten Simalungun selesai pada tahun 2005.
Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa diploma di Institut Pertanian Bogor pada Program Keahlian Teknologi dan Manajemen Ternak. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat strata 1 di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Sebagai tugas akhir untuk gelar Strata 1, penulis melakukan penelitian di bidang peternakan sapi impor dan menyusun skripsi dengan judul Produktivitas Sapi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya saya dapat melaksanakan studi, penelitian dan melakukan seminar serta menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini berjudul “Penampilan Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan dan Karkas Sapi Brahman Cross Heifer
dengan Pemberian Konsentrat yang Berbeda”, yang merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana peternakan dari Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilakukan dengan latar belakang bahwa seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk yang diikuti dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi
Indonesia, maka diperkirakan konsumsi akan protein hewani, khususnya yang
bersumber dari daging sapi akan meningkat. Penelitian dengan pemberian konsentrat
yang berbeda terhadap sapiBrahman Cross Heifermemberi tingkat konsumsi pakan
yang berbeda pada setiap perlakuan. Penampilan bobot badan, pertambahan bobot
badan dan karkas sapi Brahman Cross Heifer memberikan hasil yang berbeda
diantaranya bobot akhir, bobot karkas, persentase bobot karkas dan persentase
daging terhadap bobot akhir. Pertambahan bobot badan dan persentase daging
terhadap bobot karkas tidak berbeda dari setiap perlakuan.
Penulis berharap karya kecil ini bermanfaat secara umum dalam dunia peternakan dan khususnya dalam upaya peningkatan produktivitas sapi potong sebagai penghasil daging yang kompetitif di Indonesia.
Bogor, Agustus 2011
DAFTAR ISI
KESIMPULAN DAN SARAN... 23
Kesimpulan ... 23
Saran ... 23
UCAPAN TERIMAKASIH ... 24
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Persentase Zat Makanan Konsentrat dan Hijauan Berdasarkan
Bahan Kering... 11
2. Konsumsi Hijauan dan Konsentrat berdasarkan Bahan Kering ... 16
3. Konsumsi TDN Selama Penelitian ... 18
4. Konsumsi Protein Kasar Selama Penelitian ... 18
5. Nilai Konversi Pakan terhadap Pertambahan Bobot Badan ... 19
6. Rataan Bobot Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Sapi Brahman Cross Heifer pada Kelompok Pakan yang Berbeda ... 20
7. Rataan Bobot Karkas dan Persentase karkas Sapi Brahman Cross Heifer pada Kelompok Pakan yang Berbeda ... 21
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Pemotongan ... 12
2. Pengulitan... 12
3. Pembelahan Karkas... 12
4. Grafik Rataan Konsumsi BK Konsentrat Selama Penelitian ... 17
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produksi sapi potong di Indonesia belum dapat memenuhi besarnya
permintaan daging sapi. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya impor daging sapi
(280.472 ton) dan sapi hidup (341.794 ekor) pada tahun 2009 (Direktorat Jenderal
Peternakan 2007). Upaya peningkatan produksi daging sapi di Indonesia dapat
dilakukan dengan cara peningkatan populasi dan produktivitas sapi. Peningkatan
produktivitas dilakukan melalui usaha penggemukan sapi dengan sistem feedlot.
Feedlot merupakan pemeliharaan pada area terbatas (dikandangkan) dengan
pakan utama berupa konsentrat dalam waktu relatif singkat.
Pakan dalam penggemukan sapi potong terdiri atas konsentrat dan hijauan.
Pemberian hijauan dan konsentrat didasarkan pada kebutuhan sapi dan
kemampuan menyediakan bahan pakan tersebut. Hijauan makanan ternak
merupakan bahan makanan mengandung serat kasar tinggi yang dibutuhkan untuk
memperlancar dan menjaga fungsi normal saluran pencernaan. Konsentrat
merupakan pakan yang mengandung nutrisi yang mudah dicerna yang dibutuhkan
untuk meningkatkan produktivitas.
Sapi bakalan feeder stock maupun sapi siap potong yang diimpor ke
Indonesia umumnya berasal dari bangsa Australian Commercial Cross (ACC) dan
Brahmann Cross (BX) dengan jenis kelamin jantan kastrasi/steeratau dara/heifer.
Sapi steer dan heifer mempunyai perbedaan dalam harga beli, oleh karena itu
tidak hanya sapisteersaja, melainkan sapiheifersering digemukkan dan dipotong
untuk mendapatkan produksi daging. Mengingat harga dan kurangnya stok sapi
steer pada saat itu, maka untuk mengatasinya dilakukan pengadaan sapi heifer
yang mempunyai kualitas cukup baik dengan harga yang lebih murah
dibandingkan dengan harga sapi steer, dan sapi heifer sangat melimpah di
Australia. Sapi heifer yang digunakan untuk penggemukan ini yaitu sapi yang
mempunyai tingkat reproduksi rendah. Informasi tentang produktivitas sapiheifer
hingga saat ini masih sedikit sehingga dilakukan penelitian untuk mengetahui
produktivitas sapi heiferterutama tentang penampilan bobot badan, pertambahan
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dan mempelajari
penampilan bobot badan, pertambahan bobot badan, dan karkas sapi Brahman
TINJAUAN PUSTAKA
Bangsa Sapi
Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik
tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, dapat dibedakan dari ternak
lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama. Karakteristik yang dimiliki
dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Menurut Romans et al., (1974) serta
Blakely dan Bade (1992) bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai
berikut :
Phylum :Chordata
Subphylum :Vertebrata
Class :Mamalia
Sub class :Theria
Infra class :Eutheria
Ordo :Artiodactyla
Sub ordo :Ruminantia
Infra ordo :Pecora
Famili :Bovidae
Genus :Bos
Group :Taurinae
Spesies :Bos taurus
Bos indicus
Bos sondaicus
Sapi Potong
Sapi tipe potong adalah sapi-sapi yang mempunyai kemampuan untuk
memproduksi daging dengan cepat, pembentukan karkas baik dengan komposisi
perbandingan protein dan lemak seimbang hingga umur tertentu. Sapi-sapi yang
termasuk tipe sapi potong diantaranya: Sapi Brahman, Ongole, Sumba Ongole
(SO), Hereford, Shorthorn, Brangus, Aberdeen Angus, Santa Gertrudis,
Droughtmaster, Australian Commercial Cross (ACC), Sahiwal Cross, Limousin,
merupakan sapi potong spesies Bos Indicus yang mampu bertahan hidup pada
kondisi lingkungan panas.
Sapi Brahman Cross (BX)
Sapi Brahman merupakan bangsa sapi yang dibentuk di Amerika Serikat
dari hasil persilangan empat bangsa sapi India, yaitu Nellore Ongole, Kankrey,
Krishna Valley, dan Gir (Hardjosubroto dan Astuti, 1993). Menurut Ensminger
(1991) ciri fisik sapi Brahman ditandai dengan adanya kelasa yang cukup besar
melampaui bahu, kulit yang menggantung di bawah kerongkongan dan gelambir
yang panjang, serta mempunyai kaki panjang dan telinga menggantung.
Sapi Brahman yang berada di daerah Australia jarang diternakkan secara
murni, tetapi banyak disilangkan dengan sapi Hereford-Shorthorn (SH). Hasil
persilangan ini kemudian dikenal dengan Brahman Cross (BX). Sapi ini biasanya
diseleksi berdasarkan kecepatan pertumbuhan dan daya tahan terhadap caplak
(Direktorat Jenderal Peternakan, 1986).
Sapi Brahman Cross (BX) yang dipelihara dengan sistem feedlot dengan
perbandingan konsentrat dan hijauan masing-masing 85% dan 15% menghasilkan
pertambahan bobot badan harian sebesar 0,8-1,2 kg/ekor/hari dengan persentase
bobot karkas 53,21% (Ngadiyono, 1995). Selanjutnya dinyatakan bahwa
pertambahan bobot badan harian sapi Brahman Cross (BX) sebesar 0,78 kg dapat
menghasilkan persentase bobot karkas sebesar 54,18%.
Direktorat Jenderal Peternakan (1986) menyatakan bahwa Sapi Brahman
Cross (BX) banyak digunakan sebagai sapi bakalan di Indonesia dikarenakan
memiliki beberapa keunggulan, antara lain memiliki daya tahan terhadap panas
dan kemampuan untuk dapat beradaptasi dengan baik di daerah tropis, memiliki
daya tahan terhadap ektoparasit terutama caplak.
SapiHeifer
Heiferadalah sapi betina dara yang belum mempunyai anak dan biasanya
berumur kurang dari 3 tahun. Pemeliharaan sapiheiferperlu ditingkatkan melalui
efesiensi biaya pakan (Direktorat Jenderal Peternakan, 2007). Kuswandi et al.
(2003) menyatakan sapi dara dikawinkan pertama minimal memiliki bobot badan
rendahnya potensi pertumbuhan calon induk atau kurang terpenuhinya pakan.
Pertambahan bobot badan harian sapi dara yang optimal yaitu 0,5 kg/hari dapat
tercapai apabila jumlah pemberian bahan kering pakan pada sapi dara adalah 3%
dari berat badan (Umiyasihet al., 2003).
Menurut penelitian Kearl (1982) pertumbuhan ideal sapi dara dengan
pertambahan bobot badan harian (PBBH) 0,5 kg/hari membutuhkan protein kasar
sekitar 291 g dan energi metabolis sebesar 5,99 Mkal bila berat badanya 100 kg.
Perlakuan flushing (2% konsentrat per bobot badan) pada sapi dara turunan
Brahman dapat meningkatkan produktivitas pertambahan bobot badan harian dan
diikuti oleh perbaikan performans reproduksi (Thalibet al., 2001).
Pertumbuhan Ternak
Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran
yang meliputi berat hidup, bentuk, dimensi, linier dan komposisi tubuh, termasuk
perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta
komponen-komponen kimia, terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas.
Pertumbuhan seekor ternak merupakan kumpulan dari pertumbuhan
bagian-bagian komponennya. Pertumbuhan komponen-komponen tersebut berlangsung
dengan kadar laju yang berbeda, sehingga perubahan ukuran komponen
menghasilkan diferensiasi atau pembedaan karakteristik individual sel dan organ.
Diferensiasi menghasilkan perbedaan morfologis atau kimiawi, misalnya
perubahan sel-sel embrio menjadi sel-sel otot, tulang, hati, jantung, ginjal, otak,
saluran pencernaan, organ reproduksi dan alat pernafasan (Soeparno, 2005).
Pertumbuhan dan distribusi komponen-komponen tubuh seperti tulang,
otot dan lemak berlangsung secara gradual yaitu tulang meningkat pada laju
pertumbuhan maksimal awal, kemudian diikuti oleh otot dan terakhir oleh lemak
yang meningkat dengan pesat (Swatland, 1984). Pendapat lain menyatakan
pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor genetik, pakan, jenis kelamin, hormon dan
kastrasi, serta lingkungan dan manajemen (Aberle et al., 2001). Pertumbuhan
ternak pada jenis kelamin yang berbeda, laju pertumbuhannya juga berbeda.
Pertumbuhan pada ternak jantan biasanya tumbuh lebih cepat dan pada umur yang
sama mempunyai bobot tubuh lebih berat dibandingkan dengan ternak betina
Menurut Atmodjo et al. (1981), kecepatan pertumbuhan sapi BX (0,42
kg/hari). Kearl (1982) berpendapat pertumbuhan ideal sapi dara dengan
pertambahan bobot badan harian (PBBH) 0,5 kg/hari. Ngadiyono (1995),
pertumbuhan dapat dilihat pada pertambahan bobot badan per unit waktu.
Pertambahan bobot badan harian sapi Brahman Cross (BX) yang dipelihara secara
intensif adalah 0,78 kg/ekor/hari.
Penggemukan Sapi Potong
Penggemukan adalah suatu usaha pemeliharaan sapi yang bertujuan untuk
mendapatkan produksi daging berdasarkan peningkatan bobot badan tinggi
melalui pemberian pakan yang berkualitas dan dengan waktu yang sesingkat
mungkin. Secara umum penggemukan sapi dapat dilakukan secara dikandangkan
feedlot fattening dan di padang rumput pasture fattening. Jumlah keuntungan
yang akan diperoleh dari penjualan sapi yang digemukkan tergantung pada
pertambahan bobot badan yang dicapai dalam proses penggemukan, lama
penggemukan dan harga daging (Siregar, 2003). Sistem penggemukan sapi di
Indonesia semakin berkembang mulai dari penggemukan secara tradisional
maupun secara feedlot. Menurut Siregar (2003), metoda penggemukan sapi
dipengaruhi oleh jenis pakan, luas lahan yang tersedia, umur dan kondisi sapi
yang akan digemukkan serta lama penggemukan. Penggemukan sapi diluar negeri
dikenal dengan sistem pasture fattening, dry lot fattening dan kombinasi
keduanya, sedangkan di Indonesia dikenal dengan sistem kereman.
Bahan Pakan Ternak
Pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan dapat dicerna
sebagian atau seluruhnya tanpa mengganggu kesehatan ternak yang memakannya
(Tillman et al., 1998), konsentrat mengandung serat kasar lebih rendah daripada
hijauan dan mengandung karbohidrat, protein dan lemak yang relatif tinggi tetapi
jumlahnya bervariasi dengan kandungan air yang relatif sedikit (Williamson dan
Payne, 1993).
Hijauan
Hijauan merupakan bahan pakan yang mengandung serat kasar yang
kering. Serat kasar merupakan komponen utama dari dinding sel hijauan,
komponen ini sangat susah untuk dicerna (Field, 2007). Rumput Gajah
(Pennisetum purpureum) atau disebut juga rumput napier, merupakan salah satu
jenis hijauan pakan ternak yang berkualitas dan disukai ternak. Menurut
Sutanmuda (2008), rumput gajah dapat hidup di berbagai tempat (0-3000 dpl),
tahan lindungan, respon terhadap pemupukan dan tingkat kesuburan tanah yang
tinggi.
Konsentrat
Bahan pakan penguat ini meliputi bahan pakan yang berasal dari
biji-bijian seperti jagung giling, menir, bulgur, hasil ikutan pertanian atau pabrik
seperti dedak, bekatul, bungkil kelapa sawit, tetes dan berbagai umbi. Fungsi
konsentrat ini adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi pada bahan pakan
lain yang nilai gizinya rendah. Pemberian pakan konsentrat dalam ransum dapat
meningkatkan produktivitas sapi. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa pemberian
konsentrat dengan jumlah besar akan meningkatkan jumlah energi ransum dan
dapat menurunkan tingkat konsumsi pakan. Rasio pemberian konsentrat yang
digunakan pada pemeliharaan intensif yaitu 60% konsentrat dan 40% hijauan
(Blakely dan Bade, 1992). Parakkasi (1999) menyatakan bahwa sapi dewasa
(finish-sedang) dapat mengkonsumsi pakan dalam bahan kering sebesar 1,4%,
sedangkan untuk sapi yang lebih besar mencapai 3% dari bobot badan. Kebutuhan
protein sapi betina yaitu sebesar 10–12 % dari ransum.
Konsumsi Pakan
Konsumsi pada umumnya diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang
dimakan oleh ternak, yang kandungan zat makanan didalammya digunakan untuk
mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi ternak tersebut
(Tillman et al., 1998). Parakkasi (1999) menegaskan bahwa konsumsi pakan
merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan
produksi dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar
zat makanan dalam pakan untuk memenuhi hidup pokok dan produksi.
Konsumsi pakan sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin, besarnya tubuh,
kelembaban udara. Suhu udara yang tinggi maka konsumsi pakan akan menurun
karena konsumsi air minum yang tinggi berakibat pada penurunan konsumsi
energi (Siregar, 1984). Konsumsi juga sangat dipengaruhi oleh palatabilitas yang
tergantung pada beberapa hal yaitu penampilan dan bentuk makanan bau, rasa,
tekstur dan suhu lingkungan (Church dan Pond, 1988).
Konversi Pakan
Konversi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk
mendapatkan kenaikan satu satuan bobot hidup. Konversi pakan dapat digunakan
untuk mengetahui efesiensi produksi karena erat kaitannya dengan biaya produksi.
Semakin rendah nilai konversi pakan maka efesiensi penggunaan pakan makin
tinggi. Konversi pakan ditentukan berdasarkan beberapa faktor yaitu suhu
lingkungan, potensi genetik, nutrisi pakan, kandungan energi dan penyakit
(Parakkasi, 1999).
Menurut Ngadiyono (2000), sapi BX yang diberi ransum 80% konsentrat:
5% ampas bir: 15% rumput raja, konversi pakannya paling bagus pada lama
penggemukan 2 bulan yaitu 8,34 jika dibandingkan dengan lama penggemukan 3
dan 4 bulan yang sebesar 9,70 dan 11,52.
Karkas
Karkas domba, sapi dan babi merupakan bagian tubuh tanpa darah, kepala,
kaki, kulit, saluran pencernaan, intestine, kantung urine, jantung, trakea,
paru-paru, ginjal, limpa, hati dan jaringan lemak (yang melekat dalam tubuh ternak).
Menurut Soeparno (1992) ginjal, lemak pelvis, otot diafragma dan ekor sering
diikutkan pada karkas. Hasil karkas umumnya dinyatakan dalam persentase
karkas, yaitu perbandingan antara bobot karkas dengan bobot potong yang
dinyatakan dalam persen (Forrest et al., 1975). Menurut Soeparno (2005),
persentase karkas rata-rata pada sapi adalah 50% dari bobot potong. Nilai karkas
dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin atau tipe ternak, bobot potong, pakan
dan jumlah lemak intramuskular atau marbling.
Komponen utama karkas terdiri atas tulang, daging dan lemak. Tulang
sebagai kerangka tubuh merupakan komponen yang tumbuh dan berkembang
lemak (Forrestet al.,1975). Meningkatnya persentase lemak karkas menyebabkan
persentase otot dan tulang menurun. Menurut Tulloh (1978), proporsi komponen
karkas stersebut dipengaruhi oleh umur, bangsa, pakan, penyakit dan cekaman.
Jenis kelamin mempengaruhi pertumbuhan jaringan dan komposisi karkas.
Menurut Berg dan Butterfield (1976), sapi dara menyelesaikan fase penggemukan
pada bobot yang lebih rendah bila dibandingkan dengan sapi kebiri dan sapi kebiri
menyelesaikan fase terebut pada bobot yang lebih rendah dari sapi jantan. Bobot
potong optimal lebih kecil pada sapi dara dan lebih besar pada sapi jantan bila
dibandingkan dengan sapi kebiri atau kastrasi. Penggemukan sapi pejantan
memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan sapi dara atau kebiri.
Perbedaan komposisi tubuh dan karkas terutama disebabkan oleh
perbedaan ukuran atau bobot pada saat dewasa, misalnya bila perbandingan
komposisi karkas antara bangsa tipe besar dan tipe kecil didasarkan pada bobot
yang sama, maka bangsa tipe besar akan lebih besar perdagingannya dan lebih
banyak mengandung protein, proporsi tulangnya lebih tinggi dan proporsi lemak
lebih rendah daripada sapi tipe kecil (Black, 1983).
Pola pertumbuhan komponen karkas diawali dengan pertumbuhan tulang
yang cepat kemudian setelah pubertas laju pertumbuhan otot menurun dan
deposisi lemak meningkat. Meningkatnya persentase bobot lemak karkas
menyebabkan persentase daging dan tulang menurun. Charles (1987) menyatakan
bahwa secara umum setiap peningkatan 3% lemak karkas akan diikuti penurunan
otot 2% dan tulang 1%.
Berdasarkan penelitian Kurniawan (2005) sapi BX yang dipelihara selama
dua bulan (feedlot) rata-rata bobot badan awal 279,68 kg memiliki bobot karkas
rata-rata 193,78 kg. Bobot karkas tersebut diperoleh dari sapi dengan bobot
potong rata-rata 388,80 kg dengan kisaran 317-463 kg, dikatakan bahwa
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan pada bulan April dan berakhir pada bulan Juli 2010.
Penelitian ini dilaksanakan di PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC),
desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Pemotongan sapi
dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) Cibinong, Bogor.
Materi
Ternak
Penelitian ini menggunakan sapi Brahman Cross Heifer sebanyak 9 ekor
dengan kisaran berat hidup 289-365 kg. Ternak tersebut adalah ternak yang
diimpor dari Australia.
Pakan
Pakan yang digunakan pada penelitian ini pakan konsentrat komersial
terdiri dari dua macam konsentrat P1 dan konsentrat P3 berasal dari CV. Tani
Mulyo dan satu macam pakan P2 dari Daarul Falah. Bahan baku konsentrat yang
digunakan yaitu, P1: dedak halus, kulit coklat, bungkil kelapa, bungkil sawit,
bungkil kedelai, onggok, kulit kopi, biji kapuk, urea, Molases, mineral premix dan
garam, P2: dedak, pollard, bungkil kelapa, kulit kacang tanah, kulit coklat, tepung
roti, onggok, rumput lapang,limestone, DCP, urea, molases, mineral premix dan
garam P3: onggok, bungkil sawit, bungkil kopra, bungkil kedelai, jagung giling,
kulit kopi, biji kapuk, pollard, premix, molases, garam, kapur, sodium dan urea.
Total hijauan selama penelitian yang digunakan sebanyak 2% dari bobot badan,
konsentrat yang digunakan sebanyak 3% dari bobot badan. Kandungan zat
makanan konsentrat dan hijauan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat
Tabel 1. Persentase Zat Makanan Konsentrat dan Hijauan Berdasarkan Bahan
R. Gajah 22,2 8,69 52,4 33,3 2,71
Sumber :1CV. Tani Mulyo,2Daarul Falah (2010), R. Gajah : Sutardi, T (1981). Keterangan : PK : Protein kasar
TDN :Total Digestible Nutrients BK : Bahan Kering
SK : Serat Kasar LK : Lemak Kasar
Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang koloni yang
dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum. Kandang yang dipakai dalam
penelitian ini adalah kandang terbuka hanya pada bagian tempat pakan dan air
minum yang diberi atap asbes, lantai beton dan dinding pagar besi, luasan
kandang rata-rata 2,5 m2/ekor. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain: timbangan pakan, timbangan karkas dan peralatan pemotongan.
Prosedur
Pemeliharaan Ternak
Ternak dikelompokkan dalam tiga kandang koloni. Waktu adaptasi sapi dari
mulai ditempatkan di kandang sampai dimulainya penelitian yaitu satu minggu.
Pemeliharaan dilakukan selama 60 hari dengan pemberian konsentrat dan hijauan
diberikan pada pagi hari pukul 07.00 WIB, siang pukul 13.00 WIB dan malam
pukul 17.00 WIB, sedangkan pemberian hijauan dilakukan pukul 10.00 WIB dan
15.00 WIB. Air minum diberikanad libitum.
Pemotongan Ternak
Sebelum dipotong, sapi ditempatkan di kandang karantina yang terdapat di
RPH Cibinong selama 24 jam. Pemotongan dilakukan selama dua hari (hari
pada bagian leher dengan memotong arteri karotis dan vena jugularis serta
oesophagus sehingga pembuluh darah dan trakea terpotong dan proses
pengeluaran darah sempurna. Pemisahan kepala, kaki bagian depan dan kaki
bagian belakang (pada sendi carpo-metacarpal dan traso-metatarsal) dipotong,
kemudian sapi digantung pada kaki belakang (tendon achilles). Setelah digantung,
dilakukan pengulitan. Kemudian dilakukan pengeluaran organ-organ pada rongga
dada dan isi perut dikeluarkan dengan melakukan penyayatan pada dinding
abdomen sampai dada. Organ hati, limpa, ginjal, jantung, trakea dan paru-paru
dikeluarkan.
Setelah proses pemotongan, pengulitan dan eviscerasi, kemudian
dilakukan pembelahan karkas pada tulang belakang (vertebrae). Kedua karkas
tersebut disebut karkas kanan dan karkas kiri. Setelah dipotong manjadi dua
bagian, kemudian karkas dipotong menjadi empat bagian pada tulang rusuk ke 5
dan 6. Setelah dipotong dilakukan penimbangan karkas yang terdiri dari perempat
karkas bagian depan (forequarter) dan perempat karkas bagian belakang
(hindquarter). Gambar pemotongan sapi dapat dilihat pada Gambar 1, Proses
Pengulitan pada Gambar 2, Proses Pembelahan Karkas pada Gambar 3.
Gambar 1. Pemotongan Gambar 2. Pengulitan Gambar 3. Pembelahan Karkas
Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah secara deskriptif. Rataan,
simpangan baku dan koefisien keragamannya dihitung menggunakan rumus
Sbx= ∑in- 1(Xi–X)2
n–1
KK=Sbxx 100% X
X=∑x1
n
keterangan :
∑ = Jumlah
KK = koefisien keragaman
SBx = simpangan baku
X1 = perlakuan pakan
X = rata-rata perlakuan pakan dan
N = jumlah pengamatan
Perlakuan
Penelitian ini dilakukan dengan tiga taraf perlakuan pemberian konsentrat
yang berbeda dengan kelompok umur yang berbeda.
1. Perlakuan P1 yaitu kelompok sapi dengan bobot badan antara 289-313
kg/ekor
2. Perlakuan P2 yaitu kelompok sapi dengan bobot badan antara 340-365
kg/ekor
3. Perlakuan P3 yaitu kelompok sapi dengan bobot badan antara 328-337
kg/ekor.
Peubah yang Diamati
Konsumsi Pakan(kg/ekor/hari).
Konsumsi pakan harian adalah rataan jumlah ransum yang dikonsumsi
seekor sapi potong dalam satu kelompok setiap hari. Konsumsi ransum diperoleh
Pertambahan Bobot Badan(kg/ekor/hari).
Bobot yang dihitung berdasarkan selisih antara hasil penimbangan bobot
akhir dengan bobot awal dibagi dengan lama pemeliharaan, dengan persamaan
sebagai berikut:
PBBH=Bobot Akhir–Bobot Awal x 100% Lama Penggemukan
Konversi Pakan,
Konversi pakan merupakan hasil dari rataan jumlah konsumsi pakan dalam
satu populasi dibagi dengan pertambahan bobot badan dalam satuan waktu yang
sama.
Bobot Akhir(kg/ekor),
Bobot Akhir merupakan besaran bobot badan sapi hidup pada saat sapi
telah selesai mengalami masa penggemukan (masa panen).
Bobot Karkas(kg).
Bobot Karkas merupakan bobot yang diperoleh dengan melakukan
penimbangan karkas setelah karkas dipisahkan dari bagian non karkasnya.
Persentase Karkas.
Persentase karkas merupakan perbandingan antara bobot badan dikalikan
dengan seratus persen, dengan persamaan sebagai berikut:
Persentase Bobot Karkas=Bobot Karkas. x 100% Bobot potong
Persentase Daging terhadap Bobot Karkas (%).
Persentase daging merupakan perbandingan antara bobot karkas dikalikan
seratus persen.
Persentase daging dihitung dengan cara :
Persentase daging = Berat daging x 100% Berat karkas
Persentase Daging terhadap Bobot Akhir (%).
Persentase daging dihitung dengan cara :
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi
PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir
Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa
setempat, daerah penelitian berada pada 195 m di atas permukaan laut, dengan
kisaran suhu 24-28oC, kelembaban 69-79% dan curah hujan rata-rata diatas 10
bulan basah (Monografi Desa Pasir Jambu, 2010). PT PAC ini adalah perusahaan
yang sedang merintis usaha penggemukan sapi potong, sehingga penelitian ini
perlu dilakukan. Usaha penggemukan sapi potong di PT PAC ini menggunakan
sapi dara Brahman Cross yang didatangkan dari Australia.
Penanganan saat sapi datang adalah identifikasi dengan pemberianear tag.
Hal ini untuk mempermudah pengelompokan awal ke dalam kandang.
Pengelompokan didasarkan pada bobot badan awal ternak. Kandang yang
digunakan untuk pemeliharaan yaitu kandang kelompok, dengan pertimbangan
bahwa penggunaan kandang kelompok lebih efisien dibandingkan penggunaan
kandang individu.
Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan diberikan
pada minggu pertama pemeliharaan dengan tujuan untuk adaptasi dan pemulihan
kondisi ternak setelah stres akibat transportasi. Kemudian dilanjutkan dengan
pemberian pakan konsentrat. Hijauan yang digunakan adalah king grass yang
dibeli dari petani setempat, sedangkan konsentrat yang digunakan dibeli dari dua
perusahaan pabrik pakan khusus untuk ternak sapi yaitu untuk P1 dan P3 dari CV.
Tani Mulyo dan P2 dari Daarul Falah.
Konsumsi Pakan
Konsumsi merupakan unsur penting dalam tubuh hewan dan diperlukan
terus menerus untuk memperbaiki sel dalam proses sintesis. Konsumsi merupakan
jumlah pakan yang dimakan oleh ternak. Pakan tersebut mengandung zat yang
dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan
produksi. Tingkat konsumsi ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ternak,
pakan yang diberikan dan lingkungan. Faktor ternak meliputi jenis kelamin,
Faktor pakan yang diberikan meliputi kandungan nutrisi pakan, penampilan dan
bentuk pakan, bau, rasa, dan tekstur pakan. Faktor lingkungan meliputi suhu dan
kelembaban. Tingkat konsumsi pakan sapi impor sebagian besar dipengaruhi oleh
kemampuan mengkonsumsi pakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan
ataupun jenis hijauan yang diberikan (Bakrie dan Sitepu, 1994). Rataan konsumsi
pakan konsentrat dan hijauan dalam penelitian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Konsumsi Hijauan dan Konsentrat Berdasarkan Bahan Kering
Konsumsi
Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa total konsumsi bahan kering (BK)
berturut-turut yaitu P1 7,42 kg/ekor/hari, P2 7,99 kg/ekor/hari dan P3 7,38
kg/ekor/hari. Berdasarkan NRC (1984), kebutuhan BK untuk sapi dara potong
bobot hidup 300 kg dan pertambahan bobot badan 0,5 kg/hari yaitu 7,5
kg/ekor/hari. Hal ini berarti konsumsi BK pada sapi dalam penelitian ini masih
dalam kisaran normal.
Konsumsi pada P2 relatif lebih tinggi dibandingkan P1 dan P3, hal ini
diduga karena variasi pakan P2 memiliki palatabilitas yang lebih baik. Field
(2007) menyatakan bahwa variasi pakan yang kurang dapat mempengaruhi nafsu
makan sapi. Pada penelitian ini komposisi pakan pada P2 lebih bervariasi
dibandingkan P1 dan P3. Menurut Ensminger (1993), faktor yang mempengaruhi
palatabilitas untuk pakan ternak ruminansia adalah kecerahan warna, bau, rasa,
tekstur dan kandungan nutrisi. Rataan konsumsi BK hijauan pada setiap perlakuan
memiliki nilai rataan konsumsi yang sama, hal ini disebabkan oleh jumlah rumput
yang diberikan dari awal sampai akhir pemeliharaan adalah sama.
Grafik rataan konsumsi konsentrat (Gambar 4) menunjukkan kenaikan
konsumsi yang pada P2. Hal ini disebabkan pakan P2 mempunyai palatabilitas
yang cukup baik dan kandungan nutrisinya cukup tinggi, warna cerah dan
grafik 4, konsumsi pakan P2 dari awal sampai akhir pemeliharaan relatif lebih
tinggi. Grafik Rataan Konsumsi BK Konsentrat dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik Rataan Konsumsi BK Konsentrat Selama Penelitian
Grafik rataan konsumsi hijauan (Gambar 5) pada setiap minggu
mengalami kenaikan dan penurunan. Hal ini disebabkan karena kondisi rumput
yang diberikan pada setiap minggu berbeda dari segi umur panen dan ukuran
rumput setelah dicacah, dikarenakan proses pencacahan rumput dilakukan secara
manual. Jumlah konsumsi hijauan selama penelitian mempunyai nilai rataan yang
sama pada setiap perlakuan. Grafik Rataan Konsumsi Hijauan dapat dilihat pada
Gambar 5.
Konsumsi Zat Makanan
Konsumsi zat makanan yang diukur dalam penelitian ini adalah Total
Digestible Nutrient(TDN) dan protein kasar, disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Konsumsi TDN Selama Penelitian
Perlakuan TDN (kg)
P1 7,45
P2 7,48
P3 7,12
Konsumsi Energi
Semua fungsi tubuh termasuk proses pencernaan membutuhkan energi.
Berdsarkan Tabel 3 menunjukan bahwa rataan konsumsi TDN yang berturut–turut
a pakan P1 sebesar 7,45 kg, P2 7,48kg dan P3 7,12 kg. Rendahnya konsumsi
energi pada P3 seiring dengan rendahnya konsumsi pakan dan kadar TDN dalam
ransum. Jika dibandingkan dengan standar NRC (1984), kebutuhan konsumsi
TDN untuk sapi dara pedaging sedang tumbuh dan digemukkan dengan bobot
hidup 300 kg dengan pertambahan bobot badan sebesar 0,5 kg/hari adalah
minimal 6,9 kg/ekor/hari. Konsumsi protein disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Konsumsi Protein Kasar selama penelitian
Perlakuan Protein Kasar (kg)
P1 1,18
P2 1,35
P3 1,59
Konsumsi Protein Kasar
Rataan konsumsi protein kasar harian untuk masing-masing perlakuan P1,
P2 dan P3 berturut-turut sebesar 1,18; 1,35, dan 1,59 kg/ekor/hari. Rendahnya
konsumsi protein kasar pada P1 seiring dengan rndahnya kandungan kadar protein
kasar pada ransum. Berdasarkan NRC (1984), konsumsi protein kasar untuk sapi
pedaging dara sedang tumbuh dan digemukkan dengan bobot hidup 300 kg dan
pertambahan bobot badan harian 0,5 kg/hari membutuhkan protein kasar minimal
0,60 kg/hari. Hal ini berarti kebutuhan protein kasar pada sapi penelitian ini sudah
terpenuhi. Konsumsi protein kasar pada penelitian ini hampir sama dengan hasil
dara BX dengan kandungan PK konsentrat 14,06% memiliki nilai konsumsi PK
1,18 kg/ekor/hari.
Konversi Pakan
Rataan rasio konversi pakan (Feed Conversion Ratio = FCR) sangat
dipengaruhi oleh kualitas atau kandungan nutrisi dari pakan serta kemampuan sapi
memanfaatkan nutrisi dalam pakan tersebut untuk pertumbuhan. Rataan FCR
diperoleh dari perbandingan jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan
bobot badan sapi. Semakin tinggi nilai FCR maka semakin rendah tingkat
efektivitas dari pakan tersebut untuk menghasilakan pertambahan bobot badan
sapi. Nilai rataan konversi pakan terhadap pertambahan bobot badan sapi pada
penelitian tersaji pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai Konversi Pakan terhadap Pertambahan Bobot Badan
Perlakuan Konversi Pakan
P1 17,25
P2 10,39
P3 41,00
Nilai Konversi pakan pada penelitian ini secara umum relatif berbeda,
perbedaan tersebut sangat berpengaruh terhadap usaha feedlot terutama jika
populasi sapi yang digemukkan lebih banyak. Konversi pakan terbaik adalah pada
perlakuan P2 sebesar 10,39 kg artinya, untuk mendapatkan 1 kg pertambahan
bobot badan sapi dibutuhkan ransum seperti pada perlakuan P1 sebanyak 17,25 kg
kemudian diikuti perlakuan P2 sebesar 10,39 kg dan perlakuan P3 sebesar 41,00
kg. Dilihat dari ke tiga perlakuan dalam penelitian ini pakan yang dapat
memberikan tingkat efektifitas paling baik pada perlakuan P2.
Penampilan Produksi SapiBrahman Cross Heifer
Penampilan produksi yang diamati pada penelitian ini adalah bobot akhir,
pertambahan bobot badan, bobot karkas, persentase karkas, persentase daging
terhadap karkas, persentase daging terhadap bobot akhir sapi Brahman Cross
berbeda. Rataan Bobot Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Sapi Brahman Cross
Heifer dapat dilihat pada Tabel 5, Rataan Bobot Karkas dan Persentase Karkas
dapat dilihat pada Tabel 6, dan Rataan Persentase Daging terhadap Bobot Karkas
dan Persentase Bobot dahing terhadap Bobot Akhir dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 5. Rataan Bobot Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Sapi Brahman Cross Heifer pada Kelompok Pakan yang Berbeda
Kelompok Bobot Akhir
Bobot akhir pada kelompok P1 relatif lebih rendah dibandingkan
kelompok P2 dan P3, sedangkan P3 relatif lebih rendah dibandingkan P2. Hal ini
disebabkan oleh konsumsi pakan dan tingkat kecernaan dari ransum yang
dikonsumsi. Dilihat dari kandungan nutrisi ransum terutama kandungan
proteinnya perlakaun setiap kelompok P1 sebesar 11 %, P2 13,03 % dan P3 16 %.
Soeparno (2005) menyatakan bahwa variasi komposisi tubuh atau karkas sebagian
besar didominasi oleh variasi bobot tubuh, dan sebagian kecil dipengaruhi oleh
umur. Bobot tubuh mempunyai hubungan erat dengan komposisi tubuh dan
variasi komponen tubuh yang terbesar adalah lemak.
Pertambahan bobot badan pada kelompok P3 relatif lebih rendah
dibandingkan kelompok P1 dan P2, sedangkan P1 relatif lebih rendah
dibandingkan P2, hal ini seiring dengan jumlah ransum yang dikonsumsi.
Pertambahan bobot badan harian secara umum seiring dengan besarnya rataan
jumlah bahan kering pakan yang dikonsumsi, sehingga diduga tingkat konsumsi
pakan merupakan salah satu faktor yang menentukan pertambahan bobot badan
harian dari sapi. Menurut Atmodjoet al. (1981), kecepatan pertumbuhan sapi BX
adalah 0,42 kg/hari. Berbeda dengan NRC (1984), yang melaporkan bahwa sapi
betina muda sedang tumbuh (Heifers) dengan berat badan 600 pounds (=272,2 kg)
dengan pertambahan bobot badan 2,5 pounds (=1,14 kg) membutuhkan konsumsi
BK, protein dan ME masing-masing sebesar 6,62 kg, 0,74 kg dan 18,39 Mkal.
sapi potong yaitu faktor internal (bangsa, umur, genetik, jenis kelamin dan
hormon) dan faktor eksternal (pakan, suhu lingkungan, penyakit dan stress
lingkungan). Ransum penelitian ini untuk P1 dan P2 sudah memenuhi kebutuhan
untuk hidup pokok dengan didapatkannya pertambahan bobot badan harian.
Tabel 6. Rataan Bobot Karkas dan Persentase karkas Sapi Brahman Cross Heifer pada kelompok pakan yang berbeda
Karkas adalah bagian ternak hasil pemotongan tanpa kepala, kaki pada
bagian bawah (mulai dari carpus dan tarsus), kulit, darah dan organ dalam seperti
hati, jantung, paru-paru, limpa, saluran pencernaan beserta isinya dan saluran
reproduksi (Lawrie, 1985). Kelompok bobot karkas tidak berbeda nyata antar
kelompok pakan yang berbeda satu dengan yang lain, hal ini dipengaruhi oleh
bobot akhir sapi selama pemeliharaan. Menurut Berg dan Butterfield (1976),
peningkatan bobot potong nyata mempengaruhi bobot karkas. Semakin meningkat
bobot potong, maka akan diikuti dengan peningkatan bobot karkas. Walaupun
bobot karkas dipengaruhi oleh bobot potong (Romans dan Ziegler, 1974), tetapi
tidak selalu demikian apabila dihitung persentase karkasnya.
Persentase karkas pada kelompok P2 relatif lebih rendah dibandingkan
kelompok P1 dan P3. Perbedaan pertambahan bobot badan juga dapat
mempengaruhi persentase karkas. Menurut Aberle et al., (1981) dan Soeparno
(1992), sapi yang mempunyai konversi pakan yang lebih baik dan pertambahan
bobot badan yang tinggi ada kecendrungan akan menghasilkan persentase karkas
yang lebih tinggi. Menurut Kurniawan (2005), sapi BX yang dipelihara selama
dua bulan (feedlot) rata-rata bobot badan awal 279,68 kg memiliki bobot karkas
rata-rata 193,78 kg. Bobot karkas tersebut diperoleh dari sapi dengan bobot
potong rata-rata 388,80 kg dengan kisaran 317-463 kg, dikatakan bahwa
karkas juga dapat disebabkan oleh perbedaan ukuran saluran pencernaan dan
organ-organ penting non-karkas lainnya serta kondisi ternak (Ngadiyono, 1988).
Tabel 7. Rataan Persentase Daging terhadap Bobot Karkas dan Persentase Daging terhadap Bobot Akhir Sapi Brahman Cross Heifer pada Kelompok Pakan yang Berbeda
Persentase Daging terhadap Bobot Karkas pada kelompok P2 relatif lebih
rendah dibandingkan kelompok P1 dan P3, hal ini seiring dengan bobot karkas
yang dihasilkan. Jika dibandingkan dengan penelitian Berg dan Butterfield (1976),
persentase total daging sapi heifer adalah 59,37%. Persentase daging yang
dihasilkan pada penelitian yaitu 63,50% lebih tinggi bila dibandingkan dengan
penelitian Berg dan Butterfield (1976). Berg dan Butterfield, (1976)
menambahkan bahwa perbedaan persentase daging dipengaruhi oleh pertumbuhan
lemak dan tingkat kedewasaan ternak. Tingkat kedewasaan sapiheiferlebih cepat
daripada steer dan bull, pada bangsa yang sama. Bobot potong sapi heifer lebih
rendah daripada sapisteer.
Persentase daging terhadap bobot akhir pada P2 relatif lebih rendah
dibandingkan P1 dan P3. Hal ini disebabkan oleh komponen non karkas yang
diproduksi. Susilawati (1998) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
persentase karkas adalah peningkatan bobot hidup yang diikuti kenaikan bobot
karkas dan komponen non karkas seperti perbedaan bobot kepala, kaki, viscera
dan isi rumen. Kualitas daging dapat dilihat dari persentase bobot karkas yang
dihasilkan. Banyaknya proporsi bagian karkas yang bernilai tinggi, rasio daging
dan tulang, kadar dan distribusi lemak karkas serta mutu dagingnya. Peningkatan
karkas sejalan dengan meningkatnya bobot potong dan proporsi komponen
karkas. Bila salah satu variabel mempunyai proporsi yang lebih tinggi maka
proporsi dari salah satu atau kedua variabel lainnya akan menurun (Soeparno,
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian sapi Brahman Cross Heifer dengan pakan
konsentrat berbeda (P1, P2 dan P3) didapatkan hasil berturut-turut Bobot akhir =
325,30 kg, 380,30 kg dan 365,66 kg; pertambahan bobot badan = 0,43 kg, 0,79 kg
dan 0,18 kg; bobot karkas = 153,97 kg, 168,30 kg P3 173,30; persentase karkas =
47,33 %, 43,70 % dan 47,40 %; persentase daging terhadap bobot karkas sebesar
= 63,50 %, 62,90 % dan 63,40 % serta persentase daging terhadap bobot akhir
sebesar = 30,06 %, 27,48 % dan 30,42 %.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sistem pemeliharaan
individu sehingga konsumsi ransum, penampilan produksi dan karkas serta
konversi pakan dapat diuji untuk mendapatkan hasil yang lebih
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi dengan judul “Penampilan Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan dan
Karkas Sapi Brahman Cross Heifer dengan Pemberian Konsentrat yang
Berbeda”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Ibu Ir. Komariah M.Si sebagai dosen pembimbing utama dan Ibu
Ir. Lilis Khotijah, M.Si sebagai dosen pembimbing kedua yang telah banyak
membantu dengan tulus, baik dalam pembuatan proposal, pelaksanaan penelitian
di lapangan hingga penyelesaian skripsi ini. Kepada panitia sidang Bapak Dr.
Rudi Afnan, S.pt., M.Sc.Agr dosen penguji Ibu Ir. Sri Rahayu, M.Si dan Bapak Ir.
Agus Setiana, MS terima kasih atas kritik dan saran yang membangun untuk
penulisan skripsi ini. Kepada dosen pembimbing akademik Bapak Ir. Dwi Joko
Setyono, M,Si terimakasih telah memberikan pengarahan kepada penulis sampai
akhir perkuliahan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ayah dan ibu tercinta yang
telah banyak memberikan dukungan baik moral, spiritual, material, nasihat, dan
kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan kewajiban belajar selama
ini. Abang penulis Tyas Christan Fridanto dan Adik penulis Gita Eliyoena
Triwidiastuti, terima kasih buat doa dan dukungannya selama penulis
menjalankan perkuliahan hingga penulisan skripsi ini. Kepada Mastarida Sirait
terimakasih atas cinta, dukungan, doa dan kasih sayangnya yang sangat berharga
bagi penulis. Mudah-mudahan kita bisa meraih semua harapan dan cita-cita kita.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pemilik peternakan
Bapak Jendral Suprapto yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melakukan penelitian. Bapak Bramada Winiar Putra S, Pt, Fauzan Latief S, Pt,
MM, serta semua pegawai kandang peternakan PT. PAC penulis ucapkan terima
kasih atas bantuan selama penelitian hingga penulisan skripsi ini.
Penulis ucapkan terima kasih juga kepada teman-teman kuliah (TMT 42
Diploma IPB dan alih jenis peternakan), terima kasih telah menjadi teman yang
dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Kelompok usaha Domba
“Bina Karya” (Danang, S.pt dan bang Jepri) dan teman-teman PARMASI
(Parsadaan Mahasiswa Simalungun), terimakasih atas doa, dukungan serta
kekompakannya. Pemuda GKPS Bogor terimakasih atas doa, dukungan serta
kekompakannya. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelasaikan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada semua dosen dan staf di
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
semua pihak.
Bogor, Agustus 2011
DAFTAR PUSTAKA
Aberle, E.D., E.S. Reeves, M.D. Judge, R.E. Husley, & T.W Perry. 1981. Palatability and muscle characteristics of cattle with controlled weight gain: Time on high energy diet. J. Anim. Sci. 52 : 757.
Aberle, E.D, J.C. Forrest, D.E. Gerrard, & E.W. Mills. 2001. Principles of Meat Science. 4thEd. Kendall/Hunt Publishing Company, Iowa.
Adkinson, R. W., W. S. Farmer & B. F. Jenn. 1993. Feeding practice-sand income over feed cost on pasture-riented dairy farm in Limousiana. J. Dairy Sci. Vol. 76 No. 11 3547-3554.
Atmodjo, S.P., Sumadi, & W. Hardjosubroto. 1981. Pengaruh perbedaan bangsa terhadap pertumbuhan sapi potong betina pada improved pasture di Bila River Ranch Sulawesi Selatan. Prosidings Seminar Penelitian Peternakan 1981. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Bogor.
Bakrie, P, & P. Sitepu. 1994. Perbandingan tingkat penggunaan pakan berkonsentrat tinggi pada sapi Peranakan Ongole (PO) dan sapi Australian Commercial Cross (ACC) Impor. Prosidings Seminar Sains dan Teknologi Peternakan. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor.
Basuki, P. 2000. Kajian optimalisasi usaha penggemukan sapi (Feedlot) melalui manipulasi pakan, pertumbuhan kompensasi dari periode waktu penggemukan. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Basuki, P. 2002. Dasar Ilmu Ternak Potong dan Kerja. Laboratorium Ternak Potong dan Kerja, Fakultas Peternakan, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Berg, T. R. & R. M. Butterfield. 1976. New Concepts of Cattle Growth. Sidney University Press, Sidney.
Black, J. L. 1983. Implication of developments in meat science, production and marketing for lamb production system. National Workshop, Orange, NSW.
Blakely, J. & D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi Ke-4. Terjemahan : B. Srigandono. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.
Boediono. 1980. Ekonomi Mikro. BPFE. Yogyakarta.
Charles, D. D. 1987. Meat Science. University of Quesland Press, Brisbane.
Church, D. C, & W. G. Pond. 1988. Basic Animal and Feeding. Oregon State University press, Corvallis. Oregon.
Direktorat Jendral Peternakan. 2007. Ternak Ruminansia Besar. Departemen Pertanian, Jakarta.
Ensminger, M.E. 1991. Animal Science (Animal Agriculture series). 9th Ed. Interstate Publisher Inc. Denville, Illinois.
Field, T. G. 2007. Beef Production and Management Decisions–5th Ed. Pearson Prentice Hall, New Jersey.
Forrest, J. C., E. D. Aebrle, H. B. Hendrick, M. D. Judge & R. A. Merkel. 1975. Principles of Meat Science. W. H. Freeman and Company, San Francisco.
Hardjosubroto, W & J. W. Astuti. 1993. Buku Pintar Peternakan. Gramedia Widya Sarana Indonesia, Jakarta.
Hammond, Jr., J. C. Bowman & T. R. Robinson. 1984. Hammond’s Farm
Animals. 5thEd. Edward Arnold Ltd, London.
Kasim. 2002. Performa domba lokal yang diberi ransum komplit berbahan baku jerami dan onggok yang mendapat cairan rumen. Prosiding. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kearl, L.C. 1982. Nutrient Reqruitments of Ruminant in Developing Countries. International Feedstuffs Institute. Utah Agricultural experiments Station. Utah State University. USA.
Kurniawan, D. 2005. Produktivitas karkas dan kualitas daging sapi Brahmann Cross pada beberapa kategori bobot potong dan ketebalan lemak punggung untuk kebutuhan pasar tradisional. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kuswandi, Chalid Tabib, A. R. Siregar & Tatit Sugiarti. 2003. Manajemen pemberian pakan pada sapi dara FH calon induk. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Terjemahan: Aminuddin Prakkasi. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Monografi Desa Pasir Jambu. 2010. Keadaan Umum Lingkungan dan Wilayah Desa Pasir Jambu. Kantor Kepala Desa Pasir Jambu-Sukaraja, Kabupaten Bogor, Bogor.
National Research Council (NRC). 1984. Nutrient Requirement of Cattle. 6thEd. National Academy Press, Washington D. C.
Ngadiyono, N. 1988. Studi perbandingan beberapa sifat produksi sapi Peranakan Ongole, Shorthorn Cross, Brahman Cross. Tesis. Fakultas Pascasarjana IPB, Bogor.
Ngadiyono, N. 2000. Penampilan sapi Brahman cross jantan kastrasi pada berbagai lama waktu penggemukan yang berbeda. Bulletin Peternakan. Vol 24 (2) : 68-75.
Ngadiyono, N & G, Nugroho. 1996. Pengaruh pemanfaatan fermentasi biji-bijian terhadap pertumbuhan dan produksi karkas sapiBrahman Cross steerhasil penggemukan. Indo. J. Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak. Vol 1 (1) : 57-60.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press, Jakarta.
Romans, J. R & P.T. Ziegler. 1974. The Meat We Eat. 10thEd Edisi ke-10. The Interstate Printers and Publisher, Inc., Danville, Illinoiss.
Siregar, S. B. 1984. Pengaruh ketinggian tempat terhadap konsumsi makanan dan pertumbuhan kambing dan domba lokal di daerah Yogyakarta. Jurnal Ilmu dan Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian Bogor, Bogor.
Siregar, S. B. 2003. Penggemukan Sapi. Edisi ke-7. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi ke-7. Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.
Sutanmuda. 2008. Budidaya rumput gajah untuk pakan ternak. Sutanmuda Site. http://sutanmuda.wordpress.com. [20 juni 2010].
Susilawati, R. 1998. Produktivitas karkas sapi Australian Comercial Cross yang dipelihara secaraFeedlotpada lama penggemukan yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makananya. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Swatland, H. J. 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice-Hall Inc., Englewood Cliff, New Jersey.
Thalib, A., P. Sitepu, & R. H. Matondang. 2001. Pengaruh flushing terhadap performans sapi dara turunan Brahman. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.
Tillman, Hartadi. H, Rekso Hadiprojo. S., Prawirokusumo, & Lebdosoekodjo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.
Tulloh, N. M. 1978. Beef Cattle Management and Economics. Academy Press Pty. Ltd., Brisbane.
Wahju. J. 1997. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Edisi ke-4. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
PENAMPILAN BOBOT BADAN, PERTAMBAHAN BOBOT
BADAN DAN KARKAS SAPI
BRAHMAN CROSS HEIFER
DENGAN PEMBERIAN KONSENTRAT
YANG BERBEDA
SKRIPSI
FRANS HOPETEN DWIHANDIKA
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
Frans Hopeten Dwihandika. D14086010. 2011. Penampilan Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan dan Karkas Sapi Brahman Cross Heifer dengan Pemberian Konsentrat yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Komariah M.Si Pembimbing Anggota : Ir. Lilis Khotijah M.Si
Produksi sapi potong di Indonesia belum dapat memenuhi besarnya permintaan daging sapi. Peningkatan konsumsi daging sapi di Indonesia harusdiimbangi dengan penambahan produksi yang memadai yaitu dengan cara peningkatan populasi sapi pedaging. Sapi bakalan yang dipelihara oleh industripenggemukan sapi potong di Indonesia umumnya berasal dari Australia, contohnya sapi Brahman Cross (BX). Mengingat harga dan kurangnya stok sapisteerpada saat itu, maka untuk mengatasinya dilakukan pengadaan sapiheiferyang mempunyai kualitas cukup baik dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga sapisteer.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penampilan bobot badan, pertambahan bobot badan dan karkas sapi Brahman CrossHeiferdengan pemberian konsentrat yang berbeda, banyaknya sampel yang digunakan sebanyak 9 ekor.Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah secara deskriptif. Rataan, simpangan baku dan koefisien keragamannya dihitung menggunakan rumus Walpole (1992). Dengan perlakuantiga jenis konsentratyang berbeda. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah bobot akhir, pertambahan bobot badan, bobot karkas, persentase karkas, persentase daging terhadap bobot karkas dan persentase karkas terhadap bobot akhir.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini yaitu bobot akhirP1 (325,30±10,90) relatif lebih rendah dibandingkan P2 dan P3masing-masing (380,30±16,20; 365,66±7,47), pertambahan bobot badan P3(0,18±0,11) rendah dibandingkan P1 dan P2 masing-masing (0,43±0,04; 0,79±0,11), bobot karkas P1 (153,97±5,05) relatif lebih rendah dibanding P2 dan P3 yaitu(168,30±9,96; 173,30±1,91), persentase karkas P2 (43,70±1,18) relatif lebih rendah dibanding P1 dan P3 yaitu (47,33±0,51; 47,40±0,45), persentase daging terhadap bobot karkas P2 (62,90±1,82) relatif lebih rendah dibandingkan P1dan P3 yaitu (63,50±1,30; 63,40±1,39), persentase daging terhadap bobot potong P2 (27,48±0,30) relatif lebih rendah dibanding P1 dan P3 yaitu (30,06±0,96; 30,42±0,40), penilaian konsumsi pakan dilakukan dengan uji deskriptif dengan jumlah masing-masing P1, P2 dan P2 yaitu (7,42; 7,99; 7,38).
Secara keseluruhan respon Sapi Brahman Cross Heifer terhadap pakan P2 cenderung lebih baik daripada pakan P1 dan P3.
ABSTRACT
Appearance of Body Weight, Body Weight and Carcass Added Brahman Cross Cows with Different Concentrate Giving
F.H. Dwihandika., Komariah and L Khotijah
Beef cattle production in Indonesia can not meet the huge demand for beef. Increased consumption of beef in Indonesia must be balanced with the addition of an adequate production is by way of an increase in beef cattle population. Calves that are kept by the fattening of beef cattle industry in Indonesia generally come from Australia, for example, Brahman Cross cattle (BX). Given the stock price and the lack of beef steer at the time, then to overcome them been procured Heifer cows that have a fairly good quality with a cheaper price than the price of steer beef.
This study aimed to study the appearance of body weight, body weight gain and carcass Heifer Brahman Cross cattle by administering different concentrations, the number of samples used as much as nine calves. Data obtained in this study treated descriptively. The mean, standard deviation and coefficient of variation was calculated using the formula Walpole (1992). With the treatment of three different types of concentrates. Variables observed in this study is the final weight, body weight gain, carcass weight, carcass percentage, meat percentage of carcass weight and carcass percentage of final weight.
The results obtained in this study is the final weight of P1 (325.30±10.90) is relatively lower than P2 and P3 respectively (380.30±16,20; 365,66±7.47), of accretion P3 body weight (0.18±0.11) is relatively lower than P1 and P2 respectively (0.43±0,04; 0,79±0.11), carcass weight P1 (153.97±5.05) was relatively lower than P2 and P3 is (168.30±9.96; 173.30±1.91), percentage of carcass P2(43.70±1.18) was relatively lower than P1 and P3 is (47.33±0.51; 47.40±0.45), meat percentage of carcass weight P2 (62.90±1.82) is relatively lower than the P3 P1dan (63.50±1.30; 63.40±1.39), percentage of meat to cutting the weight of P2 (27.48±0.30) was relatively lower than P1 and P3 is (30.06±0.96; 30.42±0.40) , feed intake assessment conducted by a descriptive test with the amountof each P1, P2 and P2 is (7.42; 7.99; 7.38).
Overall response Cross Heifer Brahman cattle on feed P2 feed tend to be better than the P1 and P3.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produksi sapi potong di Indonesia belum dapat memenuhi besarnya
permintaan daging sapi. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya impor daging sapi
(280.472 ton) dan sapi hidup (341.794 ekor) pada tahun 2009 (Direktorat Jenderal
Peternakan 2007). Upaya peningkatan produksi daging sapi di Indonesia dapat
dilakukan dengan cara peningkatan populasi dan produktivitas sapi. Peningkatan
produktivitas dilakukan melalui usaha penggemukan sapi dengan sistem feedlot.
Feedlot merupakan pemeliharaan pada area terbatas (dikandangkan) dengan
pakan utama berupa konsentrat dalam waktu relatif singkat.
Pakan dalam penggemukan sapi potong terdiri atas konsentrat dan hijauan.
Pemberian hijauan dan konsentrat didasarkan pada kebutuhan sapi dan
kemampuan menyediakan bahan pakan tersebut. Hijauan makanan ternak
merupakan bahan makanan mengandung serat kasar tinggi yang dibutuhkan untuk
memperlancar dan menjaga fungsi normal saluran pencernaan. Konsentrat
merupakan pakan yang mengandung nutrisi yang mudah dicerna yang dibutuhkan
untuk meningkatkan produktivitas.
Sapi bakalan feeder stock maupun sapi siap potong yang diimpor ke
Indonesia umumnya berasal dari bangsa Australian Commercial Cross (ACC) dan
Brahmann Cross (BX) dengan jenis kelamin jantan kastrasi/steeratau dara/heifer.
Sapi steer dan heifer mempunyai perbedaan dalam harga beli, oleh karena itu
tidak hanya sapisteersaja, melainkan sapiheifersering digemukkan dan dipotong
untuk mendapatkan produksi daging. Mengingat harga dan kurangnya stok sapi
steer pada saat itu, maka untuk mengatasinya dilakukan pengadaan sapi heifer
yang mempunyai kualitas cukup baik dengan harga yang lebih murah
dibandingkan dengan harga sapi steer, dan sapi heifer sangat melimpah di
Australia. Sapi heifer yang digunakan untuk penggemukan ini yaitu sapi yang
mempunyai tingkat reproduksi rendah. Informasi tentang produktivitas sapiheifer
hingga saat ini masih sedikit sehingga dilakukan penelitian untuk mengetahui
produktivitas sapi heiferterutama tentang penampilan bobot badan, pertambahan
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dan mempelajari
penampilan bobot badan, pertambahan bobot badan, dan karkas sapi Brahman