PENGARUH CARA PERENDAMAN PADA PEMBUATAN
SORGUM (
Sorghum bicolor
(L.)
Moench
) INSTAN
SKRIPSI
MALIK MUDAPAR
F24070136
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Malik Mudapar and Budiatman Setiawihardja
Department of Food Science and Technology. Faculty of Agricultural
Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO BOX 220,
Bogor, West Java, Indonesia
Phone: +62 819 3417 8176, e-mail: dhofar_itp07@yahoo.com
ABSTRACT
In Indonesia, rice consumption is increasing. National rice consumption
reach 139 Kg per kapita per year and it is the biggest in the world. In order to
have national food security, it is important to create food diversification for
providing staple food alternative so as to reduce rice consumption. Sorghum is a
kind of cerealia that can be a staple food alternative. This research aim to choose
the right method of intstant sorghumpreparationwith good porosity and quick
rehidration time.
The research was divided in two steps. The first step was the soaking
treatment of sorghum grain with 0.2% Na
2HPO
4, 1% Na-citrate and 0.2%
Na
2HPO
4+ 1% Na-citrate(1:1). In this step, the good instant sorghum and
preferred by consumer was instant sorghum that soaked with 0.2% Na
2HPO
4.The
specification of this productwas quick rehydration time within 7.21 minute,
rehydration ratio of 2.33 g/g, bulk porocity of54.81% and level of likeness 4.55
(like). The secound step was to conduct treatment of soaking at 25
oC, 35
oC, 45
oC, 50
oC and 60
oC with 0.2% Na
2HPO
4.Based on such criteria, the best instant
sorghum was produced on the soaking in 60
oC. However, the anova statictic
showed that no difference occurs amongst the soaking temperature of 45
oC, 50
oC and 60
oC. Therefore, the sampel with 45
oC of soaking temperature is chosen.
The moisture content of the samples showed no signifance difference in the range
of 6.21% - 7.67%. The protein content ranged between 7.95%-8.00%. The sample
soaked in 0.2% Na
2HPO
4soaking at 45
oC has the highets consument’s
organoleptic acceptability.
RINGKASAN
Konsumsi beras di Indonesia semakin meningkat. Konsumsi beras nasional mencapai 139 kg per kapita per tahun dan merupakan yang terbesar di dunia.Dalam mewujudkan ketahanan
pangan nasional perlu dilakukannya diversifikasi pangan untuk memberikan alternatif bahan pangan sehingga mengurangi ketergantungan terhadap beras. Sorgum merupakan jenis serealia yang dapat dijadikan sebagai bahan pangan alternatif beras.
Tujuan penelitian ini adalah memilih metode yang tepat dalam pembuatan sorgum instan yang mempunyai sifat porous yang baik dan waktu rehidrasi yang cepat sehinggamemungkinkan sorgum menyerap air dengan baik.
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu penelitian tahap I dan tahap II. Perlakuan pada penelitian tahap I diantaranya adalah perendaman dengan Na2HPO4 0.2%, perendaman dalam Na-sitrat 1% dan perendaman pada kombinasi keduanya Na2HPO4 0.2% + Na-sitrat 1% (1:1) selama 2 jam. Pada penelitian tahap I, sorgum instan yang baik dan disukai oleh konsumen adalah sorgum instan yang direndam dalam larutan Na2HPO4 0.2%. Produk yang dihasilkan dari perendaman larutan ini memiliki spesifikasi waktu rehidrasi paling cepat yaitu 7.21 menit, rasio
rehidrasi 2.33 g/g dan porositas kamba54.81 %. Dan berdasarkan hasil analisis penerimaan konsumen produk ini paling disukai oleh konsumen dengan tingkat kesukaan 4.55 (agak suka). Pada penelitian tahap II, dilakukan percobaan suhu perendaman dengan jenis larutan perendam
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
MALIK MUDAPAR
F24070136
Menyetujui,
Instan Berbahan Dasar Sorgum (
Sorghum bicolor
(L.)
Moench
)
Nama
: Malik Mudapar
NIM :
F24070136
Menyetujui,
Mengetahui,
Tanggal lulus:
Dosen Pembimbing
(Dr. Ir. Budiatman Setiawihardja, M.Sc.).
NIP 19530815.197903.1.002
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul
Pengaruh Cara Perendaman Pada Pembuatan Sorgum Instan Berbahan
Dasar Sorgum (
Sorghum bicolor
(L.)
Moench
)
adalah hasil karya sendiri dengan
arahan dosen pembimbing akademik dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustakan di bagian akhir skripsi ini
Bogor, Agustus 2012
© Hak cipta milik Malik Mudapar, tahun 2012
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian
Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan
Penulis dilahirkan di kota Majalengka pada tanggal 07Mei 1989
sebagai putra keenam dari enam bersaudara pasangan H.Haromain
dan Yoyoh Aliyah. Penulis telah menjalani pendidikan mulai dari
SDN I Rajawangi, MTsN ILeuwimunding, MAN Model Cirebon,
dan kemudian melanjutkan pendidikan di Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa
Utusan Daerah Departemen Agama Republik Indonesia. Selama
menjalani pendidikan, penulis aktif sebagai manager klub studi FORCES (Forum For
Scientific Studies) tahun 2008-2009, CSS MoRA,Staff Kementrian Kebijakan Kampus BEM
KM IPB tahun 2009-2010, ketua Maestro Muda Indonesia lokal IPB tahun 2010 dan
bendahara pada komunitas TDA (Tangan Di Atas) tahun 2011-2012. Penulis juga aktif
mengikuti berbagai kepanitiaan, di antaranya sebagai Ketua Divisi Hubungan masyarakat
(Humas) PLASMA (Pelatihan Sistem Manajemen Pangan Halal) 2009, General Manager
crew IEFaganza (Islamic Economic Finance) 2012. Beberapa prestasi yang berhasil dicapai
penulis selama kuliah di IPB di antaranya adalah Juala I lomba “make and Sell Competition”
ITS Surabaya 2009, Finalis ITB Enterpreneurship Challange 2010, Finalis Youth Business
Competition PT. Sinar Sosro 2012, penerima dana usaha Program Mahasiswa Wirausaha
(PMW) IPB 2010 dengan judul proposal “Usaha Pembesaran Belut Rawa Berbasis
Pemberdayaan Masyarakat di Desa Ciampea”. Di samping itu, penulis juga telahmendirikan
usaha busana muslim TAMIMI.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji hanya bagi Allah subhanahu wa ta’ala karena atas pertolongan dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Cara Perendaman Pada Pembuatan
Sorgum Instan Berbahan Dasar Sorgum (Sorghum bicolor (L). Moench). Di dalam penyusunan
skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, dukungan semangat, dan dorongan dari berbagai
macam pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ayahanda tercinta Bapak H. Haromain , ibunda tercinta Yoyoh Aliyah, dan kakak-kakak saya :
Afifuddin, Rosidah, Moh. Munjin, Mumun, dan Ela yang selalu dan senantiasa memberikan
doa serta semangat dan dukungan baik secara moral maupun material. Mudah-mudahan Allah
senantiasa menjaga mereka.
2. Dosen pembimbing saya, Dr. Ir. Budiatman Setiawihardja, M.Si, yang telah banyak
memberikan arahan dan masukan selama penyusunan skripsi ini. Mudah-mudahan Allah
senantiasa menjaga beliau.
3. Dosen penguji skripsi saya, Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, MS dan Dr. Nur Wulandari, STP., M.Si
yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk menguji skripsi penulis. Mudah-mudahan
Allah membalas kebaikan beliau.
4. Dinas Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah mendanai penelitian ini melalui beasiswa
P3SWOT.
5. Tim manajemen Laboratorium Rekayasa dan Proses Pengolahan Pangan, Kimia Pangan, serta
Biokimia Pangan, Departemen ITP, Fakultas Teknologi Pertanian atas bantuannya dalam
menjalankan penelitian ini. Mudah-mudahan Allah membalas kebaikan mereka.
6. Teman-teman satu bimbingan Antonius Kurnia dan Meiada Prabawani yang selalu
memberikan semangat dalam mengerjakan tugas akhir. Semoga kelak kita berjumpa lagi
7. Sahabat saya, Jordan Kahfi, Leo Wibisono Arifin yang telah banyak membantu penulis demi
kelancaran sidang akhir dan skripsi penulis. Semoga Allah senantiasa memberikan ilmu yang
berkah dan umur yang panjang.
8. Teman-teman tim beluters, yaitu: Muhamad Yusup Saputra, Lukman Saifatah, dan Jordan
kahfi yang saling berbagi dalam suka dan duka serta sering menasihati dan mengingatkan
penulis. Mudah-mudahan Allah senantiasa menunjuki dan menetapkan hati mereka di atas
jalan yang lurus.
9. Teman satu perjuangan di SMA dan IPB yaitu Mar’atus Soliha. Semoga allah memberikan
kesuksesan dan keberkahan baginya.
10.Teman-teman kontrakan baitussalam, yaitu: Muh. Reza Pahlevi, Awang Darmawan, Jordan
Ramdhan dan Rizal yang telah banyak menghiasi kehidupan penulis. Semoga allah senantiasa
memberikan keberkahan dan kesuksesan bagi mereka.
11. Seluruh rekan-rekan ITP 44 yang telah banyak menemani dan membantu penulis selama 4
tahun perkuliahan. Diantaranya : Riffi, Uli, Belinda, Amelia safitri, Marki, Melia, Arum (a.k.a
Onye), Vendryana, Iman, Cintya DNS, Atika lutfiyyah, Azizati Fiki, Indri, Rozak, Vanya,
Nurina, Ratih, Muslikatin, dan teman-teman lainnya. Mudah-mudahan Allah senantiasa
menunjuki dan menetapkan hati mereka di atas jalan yang lurus.
12. Rekan Bisnis Tamimi : Eko PS, Yudi Aswandi yang telah banyak membantu penulis.
13. Rekan-Rekan Pandu Wirausaha : Elang Gumilang, Wahyu, Reza, ivan, Rozak dan ardi yang
telah memberikan dukungan kepada penulis. Semoga senantiasa Allah melimpahkan
keberkahan kepada mereka.
14. Rekan-rekan TDA : Pak Muaz, Pak Anjar, Pak Doni, Pak Boni, pak Aziz yang telah
memberikan dukungan kepada penulis. Semoga senantiasa Allah melimpahkan keberkahan
kepada mereka.
15. Rekan-rekan PPM. Al-Inayah yang telah banyak membantu penulis.
16. Ibu Novi, Ibu Ani, dan Ibu Kokom di UPT yang telah membantu penulis dalam hal
administrasi penelitian dan skripsi. Mudah-mudahan Allah membalas kebaikan mereka.
17. Bapak Wahid, Bapak Rojak, Ibu Rubiyah, Ibu Antin, Bapak Sobirin, Bapak Yahya, Kakak
Vera, Kakak Aldi, Ibu Nur, Bapak Edi dan semua pihak teknisi dan laboran baik di
Departemen ITP maupun di Pilot Plant SEAFAST yang telah banyak membantu kelancaran
penelitian penulis. Mudah-mudahan Allah membalas kebaikan mereka.
18. Bapak Syamsu yang telah membantu penulis mempersiapkan ruangan sidang pada hari ujian
skripsi. Mudah-mudahan Allah membalas kebaikan beliau.
19. Seluruh dosen dan staf Departemen ITP secara khusus dan IPB secara umum yang telah
meluangkan waktu dan mencurahkan tenaganya untuk mengajarkan ilmu. Mudah-mudahan
ilmu tersebut menjadi ilmu bermanfaat yang kebaikannya terus mengalir dan dapat menjadi
pemberat amalan baik pada hari akhir nanti.
20. Semua pihak lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu per satu dan telah banyak membantu
penulis selama menyelesaikan tugas akhir. Mudah-mudahan Allah membalas kebaikan mereka.
Penulis mengakui bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
sangat berterima kasih kepada seluruh pihak yang ingin memberikan masukan baik berupa kritik
maupun saran. Mudah-mudahan ini bisa menjadi pelajaran bagi penulis untuk menghasilkan karya
yang lebih baik dan bermanfaat. Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan
manfaat dan memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi pangan.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI... iii
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
I. PENDAHULUAN ... 1
A.
LATAR BELAKANG ... 1
B.
TUJUAN PENELITIAN ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
A. SORGUM ... 3
B.
KOMPOSISI KIMIA BIJI SORGUM ... 5
C.
PEMBUATAN NASI SORGUM INSTAN ... 7
D.
PERENDAMAN DALAM LARUTAN KIMIA ... 9
E.
BEBERAPA PARAMETER FISIK YANG MENUNJUKKAN
KEBERHASILAN NASI INSTAN ... 10
1. Waktu Rehidrasi ... 10
2. Rasio Rehidrasi ... 11
3. Porositas ... 11
III. METODE PENELITIAN ... 13
A. WAKTU DAN TEMPAT ... 13
B.
BAHAN DAN ALAT ... 13
C.
METODE PENELITIAN ... 13
1. Penelitian Tahap I ... 13
2. Penelitian Tahap II ... 15
D.
ANALISIS KIMIA ... 17
1. Waktu Rehidrasi (Amrinola, 2010) ... 17
2. Rasio Rehidrasi (Juliano, 1971) ... 17
4. Kadar Air (SNI 01-3945-1995) ... 18
5. Kadar Abu ( SNI 01 – 3945 – 1995 ) ... 18
6. Kadar Protein dengan Metode Kjeldahl (AOAC Official Method. 960.52 tahun 2005) ... 19
7. Kadar Lemak dengan Metode Soxhlet (AOAC Official Method. 963.15 tahun 1995) ... 19
8. Kadar Karbohidrat by difference (AOAC Official Method. 920.87 tahun 2005) ... 20
9. Analisis Sensori ... 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22
A.
PENELITIAN TAHAP I ... 22
1. Waktu Rehidrasi ... 22
2. Rasio Rehidrasi ... 23
3. Porositas Kamba (Bulk Porosity) ... 23
4. Analisis Sensori ... 24
B.
PENELITIAN TAHAP II ... 25
1. Waktu Rehidrasi ... 26
2. Rasio Rehidrasi ... 27
3. Porositas Kamba ... 28
4. Kadar Air ... 29
5. Kadar Protein ... 30
6. Analisis Sensori ... 30
7. Analisis Proksimat ... 32
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 34
A. KESIMPULAN ... 34
B.
SARAN ... 34
DAFTAR TABEL
Tabel 1.Perbandingan Kandungan Nutrisi 100 gram sorgum dan beras ... 5
Tabel 2. Kandungan Vitamin pada biji sorgum utuh dan bagian-bagiannya. ... 6
Tabel 3. Komposisi Kimia Sorgum dalam 100 gram ... 7
Tabel 4. Perlakuan Pada Penelitian Tahap II ... 17
Tabel 5. Hasil Analisis Sensori Sorgum Instan Penelitian tahap 1 ... 25
Tabel 6. Data Nilai Hasil Organoleptik Sorgum Instan Setelah Rehidrasi1-2. ... 31
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) ... 4
Gambar 2. Anatomi Biji Sorgum ... 5
Gambar 3. Alat pengering fluidized bed drier ... 13
Gambar 4. Skema Penelitian Tahap I Dalam Pembuatan Sorgum Instan ... 15
Gambar 5. Skema Penelitian Tahap II Dalam Pembuatan Sorgum Instan ... 16
Gambar 6. Waktu Rehidrasi Sorgum Instan Penelitian Tahap I ... 22
Gambar 7. Rata-rata Rasio Rehidrasi Sorgum Instan Penelitian Tahap I ... 23
Gambar 8. Rata-rata Porositas Sorgum Instan Penelitian Tahap I ... 24
Gambar 9. Pengaruh suhu perendaman terhadap waktu rehidrasi. ... 26
Gambar 10. Rata-rata Rasio Rehidrasi Sorgum Instan ... 27
Gambar 11. Rata-rata Porositas Sorgum Instan ... 28
Gambar 12. Rata-Rata Kadar Air Sorgum Instan ... 29
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Uji Organoleptik tahap 1 ... 38
Lampiran 2. Format Uji Organoleptik tahap 2 ... 39
Lampiran 3. Data Organoleptik Penelitian Tahap 1 ... 40
Lampiran 4. Data Hasil Organoleptik Penelitian Tahap 2 ... 41
Lampiran 5. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan Waktu Rehidrasi Tahap I ... 43
Lampiran 6. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan Rasio Rehidrasi Tahap I ... 44
Lampiran 7. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan Porositas Tahap I ... 45
Lampiran 8. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan Analisis Sensori atribut warna-tahap I ... 46
Lampiran 9. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan Analisis Sensoriatribut rasa-tahap I ... 47
Lampiran 10. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan Analisis SensorI Atribut overall-tahap I ... 48
Lampiran 11. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan Waktu Rehidrasi Tahap II ... 49
Lampiran 12. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan Rasio Rehidrasi Tahap II ... 50
Lampiran 13. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan 5 persen Porositas Tahap II ... 51
Lampiran 14. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan Analisis Sensori Atribut Warna-tahap II .... 52
Lampiran 15. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan Analisis Sensori Atribut Rasa-tahap II ... 53
Lampiran 16. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan Analisis Snesori Atribut Tekstur-tahap II . 54 Lampiran 17. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan Atribut Sensori Kepulenan-tahap II ... 55
Lampiran 18. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Duncan Atribut sensori Penerimaan Umum-tahap II56 Lampiran 19. Analisis Sidik Ragam Kadar air ... 57
Lampiran 20. Analisis Sidik Ragam Kadar Protein ... 58
I.
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil berbagai serealia yang memiliki
nutrisi penting bagi tubuh dan bermanfaat bagi kesehatan. Beragam jenis serealia memiliki
potensi tumbuh di Indonesia. Namun, beragam serealia tersebut belum dimanfaatkan secara
optimal di Indonesia. Konsumsi serealia di Indonesia masih sangat tergantung pada
komoditi beras. Padahal masih banyak jenis serealia lain yang memiliki potensi untuk bisa
dimanfaatkan sebagai bahan baku pangan berkualitas.
Konsumsi beras di Indonesia semakin meningkat. Konsumsi beras nasional
mencapai 139 kg per kapita per tahun dan merupakan yang terbesar di dunia. Penduduk
Indonesia pada tahun 2010 yang berjumlah 234.2 juta membutuhkan beras untuk keperluan
industri dan rumah tangga lebih dari 30 juta ton per tahun. Kebutuhan beras akan semakin
meningkat sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk (Firdaus et al., 2008). Husodo dan
Muchtadi (2004) menyatakan bahwa diperkirakan pada tahun 2015 persedian beras akan
mengalami defisit sebesar 5,64 juta ton dan pada saat itu jumlah penduduk Indonesia
diperkirakan mencapai 253,6 juta orang. Dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional
perlu dilakukannya diversifikasi pangan untuk memberikan alternatif bahan pangan
sehingga mengurangi ketergantungan terhadap beras. Diversifikasi pangan juga diharapkan
akan memperbaiki kualitas pangan masyarakat.
Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench ) merupakan salah satu jenis serealia yang
termasuk dalam famili gramineae dan sub famili panicoideae (Mudjisihono dan Suprapto,
1987). Di Indonesia, sorgum kurang populer dan pemanfaatannya masih belum optimal
padahal sorgum memiliki berbagai keunggulan seperti ketahanannya yang tinggi pada
kondisi kering (Mudjisihono dan Suprapto, 1987), umur tanam yang pendek (100- 110
hari), daya adaptasi terhadap lahan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah (Wijaya,
1998 dalam Suarni, 2004). Selain itu, kandungan pati biji sorgum cukup tinggi, yaitu
sekitar 83% (Mudjisihono dan Suprapto, 1987), sedangkan kadar lemak dan proteinnya
sebesar 3.60% dan 12.3%. Sorgum mengandung pati sekitar 82 %, lemak 0.8 %, dan
protein 6 % .Hal tersebut menunjukkan bahwa komposisi ketiga zat gizi (protein, lemak,
pati) pada sorgum setara dengan beras. Selain kandungan zat gizi yang setara dengan beras,
sorgum juga mengandung berbagai zat lain yang berperan penting di dalam tubuh seperti
phytosterol, antioksidan, dan tanin. Sorgum juga sangat potensial untuk diangkat menjadi
komoditas agroindustri karena mempunyai beberapa keunggulan seperti dapat tumbuh di
lahan kering dan sawah pada musim kering/kemarau, resiko kegagalan kecil dan
pembiayaan (input) usaha taninya relatif rendah. Selain budidaya yang mudah, sorgum juga
makanan dan minuman, bahan baku untuk media jamur merang (mushroom), industri
alkohol, bahan baku etanol, dan sebagainya.
Sorgum memiliki banyak potensi namun pemanfaatannya masih belum optimal.
Oleh karena itu, pemberian masukan teknologi pada pemanfaatan sorgum dengan
mengolahnya menjadi nasi instan, diharapkan bisa mengoptimalkan potensi sorgum dan
meningkatkan prestisenya di mata masyarakat Indonesia. Selain itu, melalui penelitian ini
juga diharapkan dapat dihasilkan sorgum instan yang bisa dijadikan sebagai pangan
alternatif pengaganti sorgum yang murah bagi penderita diabetes.
Komponen sorgum sebagian besar disusun oleh pati (82%), sedangkan sisanya
adalah protein, lipid dan komponen lainnya. Dengan adanya pemanasan, pati akan
mengalami proses gelatinisasi, sedangkan protein akan mengalami denaturasi. Pati terdiri
dari komponen lurus amilosa dan komponen cabang amilopektin yang mempunyai peranan
penting dalam pemasakan sorgum. Amilosa, terutama yang tidak larut, berpengaruh
terhadap tekstur dan mutu sorgum setelah dimasak yaitu terhadap konsistensi dan
kelengketan (Shanthly et al.diacu oleh Suliantari, 1998). Pada pembuatan Quick Cooking
Rice, sorgum telah mengalami pemasakan dan gelatinisasi, dimana setelah dikeringkan
diharapkan produk akhir tersebut akan mengalami perubahan dalam struktur dan porositas,
kering dan tidak menggumpal atau lengket (Luh et al., 1980). Pada umumnya, perendaman
hanya dilakukan untuk bertujuan meningkatkan nilai gizi, oleh karena itu dengan adanya
penambahan bahan kimia saat perendaman diharapkan dapat meningkatkan jumlah air yang
terserap oleh sorgum.
B.
TUJUAN PENELITIAN
Pada penelitian ini dipelajari cara pembuatan sorgum instan menggunakan
perendaman dalam larutan kimia dan suhu perendaman yang optimum, sehingga diperoleh
sorgum instan dengan waktu rehidrasi yang singkat dan mutu organoleptik yang baik.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memilih metode yang tepat dalam
pembuatan sorgum instan yang mempunyai sifat porous yang baik dan waktu rehidrasi
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. SORGUM
Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) adalah tanaman serealia yang potensial
untuk dibudidaya dan dikembangkan, khususnya pada daerah-daerah marginal dan kering
di Indonesia. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk
di dalam famili Graminae bersama dengan padi, jagung, tebu, gandum, dan lain-lain.
Shorghum bicolor (L.) Moench termasuk dalam genus Shorgum, ordo Cyperales, kelas
Liliopsidal monokotiledon, divisi Magnoliophyta, superdivisi Spermafophyta, subkingdom
Traechobionta, dan kingdom Plantae. Sorgum memiliki nama yang berbeda-beda di setiap
daerah. Sebagai contoh, sorgum dikenal dengan nama 'cantel' di Jawa Tengah dan Jawa
Timur. 'jagung cantrik' di daerah Jawa Barat, dan 'batara tojeng' di Sulawesi Selatan
(Mudjisihono dan Suprapto, 1987). Tanaman sorgum mempunyai daerah adaptasi yang
sangat luas, toleran terhadap kekeringan, dapat dihasikan pada lahan marginal, dan resiko
gagal terhadap penyakit relatif kecil.
Produksi sorgum di Indonesia sangat rendah, bahkan secara umum produk sorgum
belum tersedia dipasaran. Pemanfaatan sorgum sebagai bahan pangan di Indonesia masih
sangat terbatas, hal ini disebabkan anggapan yang menyatakan bahwa sorgum bernilai
sosial rendah. Sorgum berfungsi sebagai sumber antioksidan terutama karena kandungan
senyawa fenol dan asam ferulat yang dikandungnya (Zakaria, 2008). Berbagai khasiat
sorgum sebagai anti kanker dan kemampuannya dalam menurunkan kolesterol darah telah
banyak diteliti. Struktur dan karakter bijinya memegang peranan penting dalam pengolahan
serta mutu hasil olahannya (Mudjisihono, 1994). Ahza (1998) menyatakan bahwa biji
sorgum dapat diolah menjadi tepung dan bermanfaat sebagai bahan substitusi terigu. Oleh
karena itu, pengembangan sorgum cukup prospektif dalam upaya menyediakan sumber
karbohidrat lokal
.
Sorgum memiliki banyak varietas, dari sorgum yang berwama putihsampai sorgum yang berwama merah kecoklatan (Lando et al., 1995). Tanaman sorgum
dibagi dua kelompok, yaitu sorgum yang berumur pendek (musiman) dan sorgum tahunan
(Shorgum halepensis). Sorgum musiman terdiri atas empat keluarga, yaitu sorgum makanan
ternak (sweet sorghum) dimana batangnya mengandung gula sehingga dapat dipakai untuk
membuat sirup dengan cara memeras batangnya dan kemudian direbus, sorgum penghasil
biji-bijian (grain sorghum) dimana batang dan daunnya dapat dimanfaatkan untuk makanan
ternak, sorgum sapu (broom sorghum) yang banyak ditanam di Amerika Serikat dan dapat
dimanfaatkan untuk membuat sapu dan sikat, yang terakhir adalah sorgum rumput (grass
shorgum) yang dikenal sebagai rumput sudan di Indonesia yang tahan kekeringan. Sorgum
tahunan tidak menghasilkan biji, namun dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak (Ahza,
Sorgum dapat tumbuh pada daerah tropis dan subtropis, dari dataran rendah sampai
700 meter di atas permukaan laut. Suhu optimum yang diperlukan untuk tumbuh berkisar
antara 25-30°C dengan kelembapan relatif 20-40%. Sorgum juga tidak terlalu peka
terhadap pH tanah, untuk pertumbuhan yang optimum pH berkisar 5.5-7.5. Sorgum tumbuh
baik didaerah kering disebabkan lapisan lilin yang ada pada permukaan daun sorgum.
Lapisan lilin tersebut akan mengurangi penguapan air dari dalam sorgum. Selain itu, pada
beberapa jenis sorgum juga ditemui ketahanan yang lebih tinggi terhadap burung dan hama
yang disebabkan kandungan tanin yang dimilikinya (Mudjisihono dan Suprapto, 1987).
Gambar 1. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench)
Biji sorgum pada umumnya berbentuk bulat lonjong atau bulat telur dan terdiri dari
tiga bagian utama, yaitu kulit luar, lembaga, dan endosperm. Komposisi dari bagian-bagian
bijinya, yaitu kulit luar 7.9%, lembaga 9.8%, dan endosperm 82% (Hoseney, 1998).
Menurut Watson (1984), Biji sorgum berbentuk butiran dengan ukuran biji kira-kira 4.0 x
2.5 x 3.5 mm3 . berat biji berkisar antara 8 – 50 mg dengan rata-rata 28 mg. Biji sorgum
termasuk jenis kariopsis (caryopsis) dimana seluruh perikarp bergabung dengan
endosperm. Penampang biji sorgum dapat dilihat pada Gambar 2.
Perikarp atau kulit luar merupakan bagian terluar dari biji yang melapisi endosperm.
Menurut Mudjisihono dan Suprapto (1987), perikarp terdiri dari tiga lapisan yaitu epikarp,
mesokarp dan endokarp. Epikarp tersusun atas dua sampai tiga lapis sel memanjang,
berbentuk segi empat, memiliki ketebalan tertentu, dan mengandung zat pigmen. Mesokarp
merupakan lapisan paling tebal dari ketiga lapisan yang menyusun perikarp. Menurut
Rooney dan Serna (2000), sorgum merupakan satu-satunya jenis serealia yang memiliki
pati pada bagian mesokarp. Lapisan paling dalam dari perikarp adalah endokarp. Endokarp
terdiri atas sel-sel melintang dan berbentuk tabung. Salah satu fungsi dari sel berbentuk
Gambar 2. Anatomi Biji Sorgum
B.
KOMPOSISI KIMIA BIJI SORGUM
Secara umum nilai nutrisi biji sorgum sangat tinggi. Dari hasil kajian Puslitbang
Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), kandungan nutrisi sorgum secara keseluruhan jauh
lebih besar daripada beras. Namun dalam penggunaannya, nutrisi tersebut dapat dihambat
oleh senyawa tanin (derivate polyphenol). Pati biji sorgum terdapat dalam endosperm
sebesar 83%, lembaga 13.4% dan kulit biji 8.3% . Granula pati biji sorgum diameternya
lebih besar daripada biji jagung. Suhu gelatinisasi antara 67 0C sampai 77 0C. Pati biji
sorgum beras (non-waxy sorgum) mengandung 25% amilosa dan 75% amilopektin,
sedangkan biji sorgum ketan (waxy sorghum) sebagaian besar terdiri dari amilopektin dan
hanya 1% sampai 2% amilosa. Kandugan lemak biji sorgum berkisar antara 2.10% sampai
4.30% dan rata-rata 3.60% (Mudjisihino dan Suprapto, 1987). Perbandingan kandungan
nutrisi tanaman sorgum dan beras sebagai berikut :
Tabel 1.Perbandingan Kandungan Nutrisi 100 gram sorgum dan beras
Sumber : Suarni (2001)
No. Nutrisi Satuan Sorgum Beras
1 Kalori Kal 332 360
2 Protein Gram 11 6,8
3 Lemak Gram 3,3 0,7
4 Karbohidrat Gram 73 78,9
5 Kalsium Miligram 28 6
6 Besi Miligram 4,4 0,8
Kandungan karbohidrat pada sorgum sebagian besar terdiri atas polisakarida pati
dan sebagian kecil polisakarida non pati. Menurut Mudjisihono dan Suprapto (1987),
polisakarida pati merupakan bentuk karbohidrat yang paling banyak terdapat dalam sorgum,
khususnya pada bagian endosperm. Berdasarkan kandungan amilosanya, biji sorgum dapat
digolongkan menjadi jenis beras (non waxy sorgum) dan jenis ketan (waxy sorgum). Kadar
amilosa jenis beras sekitar 25%, sedangkan untuk jenis ketan sekitar 2%. Polisakarida non
pati merupakan jenis karbohidrat yang tidak dapat dicerna enzim-enzim pencernaan
manusia. Polisakarida non pati yang terkandung dalam sorgum terdiri atas selulosa, β
-glucan, hemiselulosa, dan lignin.
Sorgum mengandung serat tidak larut (Insoluble Dietary Fiber/IDF) dalam jumlah
tinggi, sedangkan kandungan serat larut (Soluble Dietary Fiber/SDF) dan β-glucan cukup
rendah (Rooney dan Serna, 2000). Kandungan lemak dalam biji sorgum utuh sekitar 3.6%
dengan kandungan lemak tertinggi pada bagian lembaga, yaitu sekitar 18.9% (Suprapto dan
Mudjisihono, 1987). Menurut Chung dan Ohm (1999), lemak pada biji sorgum terdiri dari
dua jenis, yaitu lemak bebas (2.8 - 4.4%) dan lemak dalam bentuk terikat (0.6 – 0.8%).
Jenis asam lemak yang menyusunnya terdiri atas asam palmitat (11 – 13%), asam oleat
(30 – 45%), dan asam linoleat (33 – 49%). Hulse et al. (1980) menyatakan bahwa hampir
80% kandungan lemak pada sorgum terdiri atas asam lemak tidak jenuh dengan proporsi
paling besar, yaitu asam linoleat.
Menurut Mudjisihono dan Suprapto (1987), kandungan vitamin yang terdapat pada
biji sorgum utuh dan bagian biji lainnya berbeda-beda. Susunan vitamin pada biji sorgum
utuh dan bagian-bagiannya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Vitamin pada biji sorgum utuh dan bagian-bagiannya.
Kandungan Vitamin
(µg/g bahan)
Bagian Biji
Biji Utuh Endosperm Lembaga Sekam
Niasin 45.30 43.70 80.70 44.00
Asam Pantotenat 10.40 8.70 32.30 10.00
Riboflavin 1.30 0.90 3.90 4.00
Biotin 0.20 0.11 0.57 0.35
Piridoksin 4.70 4.00 7.20 4.40
Tiamin 3.30 - - -
Vitamin C 21.00 - - -
Kolin 420.00 - - -
Sumber : Mudjisihono dan Suprapto (1987)
Seperti serealia lainnya, protein pada biji sorgum dapat dicirikan menjadi empat
jenis, yaitu albumin (larut dalam air), globulin (larut dalam garam), prolamin (larut dalam
menyelubungi granula pati yang terdapat dalam lapisan aleuron (Mudjisihono dan Suprapto,
1987). Menurut Lasztity (2000), jenis protein yang dominan pada sorgum, yaitu kafirin
(sekitar 32.6 – 58.8% dari total protein). Kafirin ini termasuk ke dalam jenis protein
prolamin. Selain itu, pada sorgum juga terdapat protein glutelin (19.0 – 37.4%), albumin
(1.3 – 7.7%), dan globulin (2.0 – 9.3%). Sorgum tidak memiliki protein glutenin dan
gliadin yang mampu membentuk gluten seperti halnya terigu.
Jenis mineral utama pada biji sorgum antara lain fosfor, magnesium, potasium, dan
silikon. Jenis mineral lainya seperti kalsium dan natrium terdapat dalam jumlah sedikit.
Secara kesuluruhan kandungan nutrisi sorgum tidak kalah jauh jika dibandingkan dengan
serealia laninnya (gandum dan jagung). Komposisi kimia sorgum, gandum, dan jagung
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Kimia Sorgum dalam 100 gram
Komposisi Kimia Sorgum
Energi (KJ) 1374
Protein (g) 11.6
Lemak (g) 3.4
Karbohidrat (g) 77
Serat (g) 6.3-11.5
Na (mg) 6
Ca (mg) 29
Fe (mg) 4.5
Zn (mg) 1.4
Vitamin A (µg) 10-20
Vitamin B1 (mg) 0.24
Vitamin B2 (mg) 0.15
Asam Folat (µg) 84
Niacinamide (mg) 3.5
Sumber: Serna dan Rooney (1995)
C.
PEMBUATAN NASI SORGUM INSTAN
Nasi sorgum instan dapat diartikan sebagai produk yang secara cepat dapat diubah
menjadi produk nasi sorgum yang siap untuk dikonsumsi atau modifikasi pemasakan
sorgum menjadi sorgum secara cepat, yaitu dengan cara merehidrasi kembali nasi kering
dengan air mendidih selama beberapa waktu untuk menjadi nasi yang siap untuk
5 menit (Hubeis, 1984). Disamping lebih tahan terhadap serangga dan jasad renik, sorgum
instan lebih bergizi. Pada dasarnya untuk membuat makanan instan dilakukan dengan
menghilangkan kadar airnya sehingga mudah ditangani dan praktis dalam penyediaannya.
Kadar air sorgum instan sebagai produk akhir diharapkan dapat berkisar 9-12.5%
yaitu suatu keadaan aman simpan dimana nilai kadar air tersebut dalam keadaan setimbang
dengan kondisi lingkungan normal dengan aw 0.6-0.7 , menurut kurva sorpsi isothermis.
Salah satu komponen yang mendasari pembuatan produk serealia instan adalah pati.
Pati yang digunakan sebagai bahan baku adalah pati yang telah mengalami gelatinisasi dan
dikeringkan. Meskipun pati tersebut tidak dapat kembali lagi ke sifat asalnya sebelum
gelatinisasi, pati kering tersebut masih mampu menyerap air kembali dalam jumlah yang
besar (Winarno, 1997). Sifat inilah yang digunakan agar sorgum instan dapat menyerap air
kembali dengan mudah, yaitu pati yang telah mengalami gelatinisasi yang didukung oleh
porositas biji.
Produk instan dapat dihasilkan dari hasil modifikasi pemasakan sehingga dapat
diubah menjadi produk yang siap dikonsumsi dengan cepat, yaitu dengan cara merehidrasi
menggunakan air panas selama beberapa saat (Pamularsih, 2006). Pati yang dipanaskan
akan mengalami gelatinisasi dan proses ini merupakan proses yang kompleks. Dengan
adanya proses gelatinisasi maka akan terjadi leaching dari amilosa dan hilangnya bentuk
kristal. Untuk mencegah hal ini, maka pada waktu pemanasan dapat ditambahkan
bahan-bahan kimia
Proses instan sempurna tampak dari kejadian berikut : pertama, bubuk/butiran yang
terkena media basah/air akan menjadi basah dan beberapa saat kemudian akan tenggelam.
Setelah itu, bubuk/butiran segera larut atau terdispersi merata dalam mediumnya. Tetapi
kenyataannya hanya satu proses yang sempurna yaitu pembasahannya bagus tetapi tidak
sempurna terdispersi. Dalam hal demikian biasanya yang menjadi pilihan utama adalah
yang mudah terbasahi karena dispersi mudah dibantu dengan pengadukan (Satyagraha,
2005).
Nasi instan dapat dibedakan menjadi beberapa tipe berdasarkan tingkat kadar air,
suhu, waktu pemasakan awal, dan kondisi pengeringan (Luh et al., 1980). Berdasarkan
perlakuan ini dapat dihasilkan beberapa jenis nasi instan berdasarkan waktu penyajiannya,
yaitu: (1) Under cooked rice yang membutuhkan waktu 10-15 menit, (2) Take rice
membutuhkan waktu 5 menit, (3) Minute rice membutuhkan 1-2 menit, (4) Ready to eat
breakfast cereal dapat langsung disantap.
Menurut Luh et al.(1980), ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengolah
sorgum instan atau pengolahan sorgum dengan metode Quick Cooking Rice (QCR) adalah
(1).pemanasan (puffing), (2).perendaman dan pengeringan, (3) perendaman, pengukusan
dan Gun Puffing, (4) perendaman, pengukusan, pengeringan dan pemanasan, (5)
pemanasan, perendaman, pemasakan, dan pengeringan, (6) perendaman, pengukusan,
(8) perendaman dengan bahan kimia, pemasakan dan pengeringan, (9) pemanasan,
perendaman, penggilingan, pengukusan, ekstrusi dan pengeringan. Sorgum yang telah
disiapkan dalam bentuk QCR akan mudah menyerap air karena telah mengalami perubahan
struktur, tekstur dan kecepatan penyerapan air akan lebih tinggi dibandingkan dengan
sorgum yang tanpa diproses terlebih dahulu, demikian juga suhu gelatinisasinya. Produk
yang dihasilkan dengan metode QCR mudah dimasak yaitu cukup dengan menambahkan
air panas sehingga dengan cepat sorgum akan mengalami rehidrasi menjadi sorgum yang
siap dikonsumsi.
D.
PERENDAMAN DALAM LARUTAN KIMIA
Bila pati mentah dimasukkan kedalam air dingin maka akan terjadi penyerapan air
dan pengembangan granula pati. Namun demikian jumlah air yang dapat diserap dan
pengembangan granula pati ini akan terbatas. Jumlah air yang dapat diserap berkisar antara
26 persen dari berat awal sorgum (Winarno, 1984). Menurut Osman (1972), hanya sebagian
kecil air yang dapat masuk ke bagian yang tidak beraturan pada granula pati. Ikatan-ikatan
intermolekul yang kuat pada bagian kristal pati tidak dapat menyerap air dan menahan
pengembangan granula pati selanjutnya.
Perendaman meningkatkan keseragaman masuknya air pemasakan ke dalam butir
sorgum. Jumlah air perendaman yang masuk kedalam butir sorgum tergantung pada
lamanya waktu perendaman dan suhu air perendaman. Mulyana (1988) menjelaskan bahwa
waktu perendaman optimum untuk penyerapan air oleh beras dan pengembangan volume
beras adalah 2 jam pada suhu 26.3 0C. Perembesan air ini memperkecil kecenderungan butir
sorgum terpisah atau pecah akibat tekanan osmotik pada butir sorgum selama pemasakan,
dimana pati mulai terlepas ke dalam air pemasakan (Smith et al., 1985).
Merendam beras dalam air hangat sebelum memasaknya dapat meningkatkan nilai
gizinya. Pada saat beras direndam terjadi pelepasan enzim-enzim yang tidak hanya
meningkatkan kadar serat, vitamin dan mineral, tetapi juga meningkatkan jumlah
antioksidan dan asam amino. Merendam beras juga membuatnya terasa lebih manis karena
proses pelepasan enzim diikuti dengan pembentukan gula dan protein diantara butir-butir
beras. Perendaman beras dalam air baru berdampak efektif apabila didiamkan semalam
(Anonim, 2001)
Perendaman dapat dilakukan dengan larutan kimia, seperti dijelaskan oleh Hubeis
(1984), yang merendam sorgum dalam larutan Na2HPO4 0.2 persen selama 18 jam.
Pemberian garam natrium fosfat mengakibatkan struktur fisik sorgum pasca tanak lebih
porous, sehingga proses penyerapan air akan lebih cepat pada waktu perendaman maupun
pada waktu rehidrasi. Penambahan fosfat sebagai senyawa yang mengion pada pati dapat
mengakibatkan granula pati produk tersebut tahan terhadap retrogradasi selama
Menurut Cox dan Cox (1975), kalsium phosphat dan kalsium khlorida memudahkan
dalam penyerapan air oleh pati dan meningkatkan warna putih pada produk sorgum, tetapi
pengaruh kalsium fosfat lebih nyata daripada kalsium klorida. Zat kimia yang dapat
digunakan untuk memodifikasi struktur protein sorgum adalah garam sitrat, antara lain
magnesium sitrat, sodium sitrat dan kalsium sitrat. Perendaman sorgum dalam larutan
sodium sitrat akan menggangu dan menguraikan struktur protein sorgum, sehingga butiran
menjadi porous.Sodium sitrat juga digunakan dalam pembuatan dry soup untuk
mempercepat waktu rehidrasi. Perendaman dalam larutan asam sitrat menyebabkan produk
menjadi lebih jernih, bahkan dapat menghambat terjadinya proses ketengikan. Pada
pembuatan bubur nasi kering, Mulyana (1988) menyimpulkan bahwa perendaman dalam
larutan 1 persen larutan Na-sitrat dan Ca(H2PO4)2 (1:1) selama 2 jam merupakan hasil
terbaik.
Sodium sitrat merupakan buffer dan sekuestran. Sodium sitrat anhidrous mempunyai
kelarutan dalam air sebesar 57 g dalam 100 ml air pada suhu 25oC, sedangkan sodium sitrat
dihidrat mempunyai kelarutan dalam air sebesar 65 g dalam 100 ml pada suhu 25 oC.
Senyawa ini digunakan sebagai buffer pada pembuatan minuman berkarbonasi dan untuk
mengontrol pH pada pembuatan minuman. Senyawa ini berfungsi juga untuk menjaga
emulsifikasi dan solubiitas protein pada pembuatan keju. Pada pembuatan dry soup,
senyawa ini digunakan untuk meningkatkan rehidrasi sehingga mengurangi waktu
pemasakan ( Igoe dan Hui, 1996).
E.
BEBERAPA PARAMETER FISIK YANG MENUNJUKKAN
KEBERHASILAN NASI INSTAN
1.
Waktu Rehidrasi
Waktu rehidrasi merupakan waktu yang dibutuhkan dalam proses penyerapan
air. Beras instan adalah beras yang secara cepat dapat dirubah menjadi nasi. waktu
pemasakan yang diharapkan adalah sekitar 5-10 menit, atau kurang dari 5 menit
(Hubeis, 1984). Adapun kunci utama terbentuknya nasi siap santap (nasi instan)
adalah terbuka lebarnya pori-pori beras sehingga memudahkan rehidrasi dan diperoleh
waktu rehidrasi sesingkat memungkin, maka dilakukan pembekuan sesaat sebelum
nasi dikeringkan. Proses rehidrasi dilakukan dengan cara menyeduh sorgum instan
kering selama beberapa menit dengan air panas (sekitar 80 0C), sehingga diperoleh
2.
Rasio Rehidrasi
Perubahan struktur fisik makanan dapat terjadi selama pengeringan. Jadi,
rehidrasi dapat diartikan sebagai ukuran kerusakan bahan material yang disebabkan
oleh pengeringan dan perlakuan proses dehidrasi (Krokida and Philipopoulus, 2005).
Menurut Ratti (2009), tingkatan rehidrasi tergantung pada kondisi pengeringan seperti
halnya pengeringan yang biasa dilakukan pada pangan kering. Rehidrasi pangan
merupakan unit operasi yang penting dalam industri pangan. Hal ini juga berlaku pada
skala konsumen, yang mana pangan instan dan mudah diproses merupakan kebutuhan
yang penting. Kualitas dari rehidrasi dipengaruhi oleh kondisi selama pengeringan dan
proses rohidrasi yang dilakuakan. Hal ini mempengaruhi penerimaan konsumen.
Selama proses pengeringan, beberapa perubahan terjadi didalam bahan pangan
diantaranya adalah perubahan fisikokimia yang meliputi perubahan struktural dan
tekstural, migrasi zat terlarut serta penuruan senyawa volatil dan zat gizi. Hal ini
terjadi secara irreversible sehingga berpengaruh besar terhadap kualitas bahan pangan.
Oleh sebab itu, proses pengeringan harus diahami dan dikontrol agar diperoleh
kualitas produk yang optimal dari segi nutrisi, sensori dan karakteristik rehidrasi.
Aspek yang paling penting dalam rehidrasi bahan pangan adalah absopsi air dan
dinyatakan dalam kapasitas rehidrasi atau rasio rehidrasi (Lewicki, 1998).
3.
Porositas
Porositas secara umum menurut Rahman (2009) adalah rasio volume udara
terhadap volume kamba dari suatu wadah yang berisi bahan. Porositas ini dapat
diuraikan lagi menjadi beberapa sub-porositas :
1. Porositas Pori-Pori Terbuka
Porositas ini merupakan rasio volume pori-pori permukaan dengan
volume keseluruhan bahan. Porositas pori-pori terbuka ini dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
ε
op = volume pori-pori permukaanvolume keseluruhan bahan
2. Porositas Pori-Pori Tertutup
Porositas ini merupakan rasio volume pori-pori didalam bahan
denganvolume keseluruhan. Porositas ini dapat didefinisikan dengan rumus :
ε
cp = volume pori-pori didalam bahanvolume keseluruhan bahan
3. Porositas Tampak
Porositas ini merupakan perbandingan volume ruang kosong pada
didalam bahan (εa = εop + εcp) dengan volume keseluruhan. Porositas tampak juga
bisa didefinisikan berdasarkan rumus berikut :
4. Porositas Kamba
Porositas kamba merupakan rasio volume rongga kosong (void space)
diluar biji saat dikemas atau dalam keadaan menumpuk terhadap volume kamba.
dapat didefinisikan dengan rumus sebagai berikut :
ε
a = volume rongga kosong (void space)volume kamba
5. Bulk Particle Porosity
Porositas ini merupakan rasio volume penjumlahan antara porositas
pori-pori terbuka dan porositas kamba terhadap volume kamba.
6. Porositas Keseluruhan
Porositas ini merupakan rasio volume penjumlahan antara porositas
tampak dan porositas kamba pada saat bahan dikemas atau dalam keadaan
menumpuk.
Dalam penelitian ini, sub-porositas yang terpaut unutk dibahas adalah porositas
tampak dan porositas kamba.
ε
a = volume semua pori-poriIII.
METODE PENELITIAN
A. WAKTU DAN TEMPAT
Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Juli 2011 hingga Februari 2012,
bertempat di Laboratorium Rekayasa dan Proses Pengolahan Pangan Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, dan Laboratorium pilot plant
SEAFASTCenter – LPPM IPB.
B.
BAHAN DAN ALAT
Bahan yang yang digunakan adalah biji sorgum non-waxes dari varietas yang
produktivitasnya tinggi yaitu varietas G1.1 yang diperoleh dari BIOTROP, Bogor. Bahan
lain yang digunakan adalah Na2HPO4 0.2%, Na-Sitrat 1%, aquades, air kran. Adapun alat-
alat yang digunakan adalah alat penyosoh beras, alat pengering fluidized bed drier, labu
takar, erlenmeyer, panci, dandang, oven microwave (model R-4A58 / frequency 2450
MHz), alat pembeku freezer model GR-N46ET, timbangan analitik, gelas pengaduk,
termometer, waterbath, gelas ukur, cawan alumunium, gelas piala, dan alat gelas lain untuk
analisis proksimat
.
Alat pengeringfluidized bed drier
dapat dilihat pada Gambar 3.Gambar 3. Alat pengering fluidized bed drier
C.
METODE PENELITIAN
1.
Penelitian Tahap I
Pada penelitian tahap I dilakukan perendaman dalam larutan kimia,
pemasakan sorgum dan cara pembuatan sorgum instan. Penelitian tahap I bertujuan Spesifikasi :
Type : Fluid Bed Dryer Model No. MK II
untuk mengetahui jenis larutan perendam yang baik diantara larutan 0.2% Na2HPO4
(percobaan A), larutan 1% Na-sitrat (percobaan B) dan larutan campuran Na2HPO4 :
Na-Sitrat (1:1) 1% (percobaan C). Perendaman dilakukan pada suhu ruang (25 oC-27
o
C) selama 2 jam
.
Dalam pelaksanaannya sorgum sosoh mula-mula direndam dalam gelas piala
dengan perbandingan bobot sorgum:air adalah 1:3. Setelah dilakukan perendaman
selama 2 jam kemudian air perendaman beserta sorgumnya dimasukkan kedalam wadah
kwali untuk dilakukan pengaronan. Pengaronan dilakukan hingga sorgum mencapai
setengah matang dan telah tergelatinisasi sebagian, kemudian diangkat dan dilakukan
pengukusan sehingga menjadi matang dan tergelatinisasi sempurna.. Pengukusan
dilakukan selama 20 menit didalam wadah dandang. Setelah itu langsung dilakukan
pembekuan lambat selama 24 jam. Pembekuan ini dilakukan pada freezer model
GR-N46ET dengan suhu (-15 oC sampai 20 oC. Pembekuan ini bertujuan agar kristal es
yang terbentuk berukuran besar sehingga pada saat setelah pengeringan sorgum akan
menjadi lebih porous. Tahap pengeringan dilakukan setelah proses thawing. Proses
thawing dilakukan pada alat oven microwave (model R-4A58 / frequency 2450 MHz)
selama 30 menit. Setelah dilakukan proses thwaing, kemudian langsung dikeringkan
dengan alat pengering fluidized bed drier. Pada tahap pengeringan, suhu alat pengering
diatur pada suhu 100 0C dan speed blower diatur pada level 9. Sampel sorgum
dikeringkan selama 1 jam. Hasil akhir dari tahap pengeringan ini adalah sorgum instan
kering. Sorgum instan yang siap dikonsumsi harus dilakukan proses rehidrasi terlebih
dahulu. Proses rehidrasi dilakukan dengan memasukkan sorgum instan kedalam wadah,
kemudian tambahkan air panas (80 oC-90 oC) dengan perbandingan bobot sorgum:air
adalah 1:3. Tahapan pembuatan nasi instan pada penelitian tahap I dapat dilihat pada
Gambar 4
.
Pada penelitian tahap I bertujuan untuk mengetahui jenis larutan perendaman
yang paling tepat dengan menghasilkan produk sorgum instan terbaik. Pada penelitian
tahap I akan dilakukan uji organoleptik yaitu tingkat kesukaan konsumen terhadap
2.
Penelitian Tahap II
Penelitian Tahap II merupakan penelitian lanjutan setelah penelitian tahap I,
diamana pada penelitian tahap I akan diperoleh jenis larutan perendaman yang paling
efektif. Penelitian tahap II bertujuan menentukan suhu perendaman yang paling efektif
dalam pembuatan sorgum instan. Pada penelitian ini akan ditentukan suhu optimum
perendaman pada satu jenis larutan perendam yang terpilih pada penelitian tahap I.
Skema pembuatan sorgum instan pada penelitian tahap II dapat dilihat pada Gambar 5.
[image:30.612.101.515.52.560.2]Sedangkan, Perlakuan penelitian tahap II dapat dilihat pada Tabel 4. Gambar 4. Skema Penelitian Tahap I Dalam Pembuatan Sorgum Instan
Pengaronan dengan air perendaman selama 20 menit
Pengukusan selama 20 menit
Pembekuan (freezing) selama 24 jam
Proses thawingselama 30 menit di microwave oven
Pengeringan FBD pada suhu 1000C selama 1 jam
Sorgum Instan Kering
Proses rehidrasi
Sorgum Instan Siap Santap
Percobaan A Percobaan B Percobaan C
Suhu perendaman yang dilakukan pada penelitian ini adalah suhu 25 oC, 35 oC,
45 oC, 50 oC dan 60 oC. Perendaman dilakukan dalam gelas piala dengan perbandingan
bobot sorgum:air adalah 1:3. Gelas piala yang berisi sorgum dan air perendaman itu
dimasukkan kedalam waterbath, dimana suhu waterbath diatur terlebih dahulu sesuai
suhu perlakuan. Setelah suhu waterbath mencapai suhu perlakuan, sampel sorgum
dimasukkan kedalam waterbath. Sampel direndam pada suhu perlakuan selama 2 jam.
[image:31.612.96.531.60.581.2]Setelah dilakukan perendaman, kemudian langsung dilakukan pengaronan, pengukusan, Gambar 5. Skema Penelitian Tahap II Dalam Pembuatan Sorgum Instan
Sorgum
Perlakuan II
Disosoh
Perlakuan III Perlakuan IV Perlakuan V
Perlakuan I
Pengaronan dengan air perendaman selama 20 menit
Pengukusan selama 20 menit
Pembekuan (freezing) selama 24 jam
Proses thawing selama 30 menit di microwave oven
Pengeringan FBD pada suhu 1000C selama 1 jam
Sorgum Instan Kering
Proses rehidrasi
Tabel 4. Perlakuan Pada Penelitian Tahap II
P
pembekuan, thawing, pengeringan dan proses rehidrasi seperti yang dilakukan pada
penelitian tahap I.
Analisis yang dilakukan adalah kadar air, kadar protein, rasio rehidrasi, densitas
kamba, porositas, organoleptik serta proksimat untuk hasil terbaik. Tahap akhir
dilakukan dengan uji organoleptik terhadap nasi instan kering yang telah direhidrasi
dengan menggunakan uji hedonik skala tujuh.
D.
ANALISIS KIMIA
1.
Waktu Rehidrasi (Amrinola, 2010)
Sejumlah sampel dimasukkan ke dalam gelas piala. Kemudian air panas (80
o
C-90 oC) dituangkan ke dalam gelas piala tersebut. Perbandingan sampel dan air
adalah 1:3. Kemudian dihitung waktunya sampai butiran nasi telah terehidrasi
sempurna (tidak ada spot putih di tengah butiran nasi). waktu rehidrasi adalah waktu
yang dibutuhkan bahan untuk kembali menyerap air sehingga diperoleh tekstur yang
homogen. Selanjutnya ditiriskan.
2.
Rasio Rehidrasi (Juliano, 1971)
Contoh sebanyak 10 gram dimasukkan kedalam gelas piala, kemudian
ditambahkan 300 ml aquades. Gelas piala berisi contoh kemudian dimasukkan ke
waterbath bersuhu 80 0C selama 10 menit. Hasil pemasakan dibiarkan sampai
mencapai suhu kamar, kemudian ditiriskan dan selanjutnya ditimbang berat nasi yang
telah terehidrasi. Rasio rehidrasi (Rr) dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Rr = Berat nasi instan setelah rehidrasi (g)
Berat contoh nasi instan (g)
Percobaan Perlakuan
Larutan Perendam Suhu Perendaman Lama Perendaman
I Na2HPO4 0.2% 250C 2 jam
II Na2HPO4 0.2% 35
0
C 2 jam
III Na2HPO4 0.2% 450C 2 jam
IV Na2HPO4 0,2% 50
0
C 2 jam
3.
Porositas Kamba (
Bulk Porosity
)
Porositas kamba merupakan persentase rongga-rongga kosong (void space)
diantara tumpukan butiran-butiran sorgum. Pengukuran porositas kamba merupakan
pengukuran secara tidak langsung untuk porositas butiran (yang tergolong sebagai
porositas tampak) menurut (Rahman, 2009). Void space sebanding dengan porositas
butiran. Butiran-butiran sorgum instan dimasukkan ke dalam gelas lukur 25 ml sampai
penuh, kemudian ditambahkan toluen sampai batas volume kamba, kemudian
diamkan selama 1-2 menit, lalu volume toluen diukur dengan cara meniriskan
campuran toluen dan sampel, toluen ditampung dalam gelas ukur.
Vc
N = x 100%
Vt
Keterangan :
N = Void space (%)
Vc = Volume cairan (ml)
Vt = Volume total (ml)
4.
Kadar Air (SNI 01-3945-1995)
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode oven. Cawan kosong
dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator, kemudian
ditimbang. Sebanyak 5 gram contoh yang telah dikeringkan dimasukkan dalam cawan
yang telah ditimbang selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 6
jam, cawan yang telah berisi contoh tersebut selanjutnya dipindahkan ke desikator,
didinginkan, dan ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh berat konstan,
kemudian dihitung berdasarkan kehilangan berat yaitu selisih berat awal dikurangi
berat akhir.
a = Berat cawan kosong kering ( g )
x = Berat sampel awal (g )
y = Berat cawan + sampel kering
5.
Kadar Abu ( SNI 01 – 3945 – 1995 )
Ditimbang 2 – 3 gram contoh ke dalam cawan porselen yang telah diketahui
listrik pada suhu maksimum 550oC sampai pengabuan selesai (sekali- sekali pintu
tanur dibuka sedikit agar oksigen bisa masuk). Didinginkan dalam desikator lalu
ditimbang hingga bobot tetap.
Kadar abu (%) = x – a x 100% W
a = Berat cawan kosong kering (g)
w = Berat sample awal (g)
x = Berat abu + berat cawan
6.
Kadar Protein dengan Metode Kjeldahl (AOAC
Official Method.
960.52 tahun 2005)
Contoh sampel (0,1 gram) dimasukkan dalam labu Kjeldahl, kemudian
ditambahkan 2 ml H2SO4 serta batu didih. Contoh kemudian dididihkan selama 1-1,5
jam hingga cairan menjadi jernih kemudian didinginkan. Isi labu dituangkan dalam
alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan aquades 20 ml. Kemudian ditambahkan
NaOH 40% sebanyak 20 ml, dan selanjutnya didestilasi. Larutan destilat ditampung
dalam Erlenmeyer 125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indicator metilen
red-metilen blue. Destilasi dilakukan hingga diperoleh destilat yang saling bercampur.
Destilat kemudian dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi
merah.
%N = (ml HCl – ml blanko) x normalitas x 14,007 x 100
mg sampel
% Protein = %N x 6.25
7.
Kadar Lemak dengan Metode Soxhlet (AOAC
Official Method
.
963.15 tahun 1995)
Labu lemak dikeringkan dalam oven 105oC selama 15 menit, dan didinginkan
dalam desikator. Contoh sampel (2 gram) dimasukkan kedalam selonsong kertas
saring yang dilapisi kapas, kemudian sampel dengan selonsong tersebut dikeringkan
dalam oven 80oC selama 1 jam. Sampel dan kertas selonsong dimasukan dalam alat
soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak. Selanjutnya dilakukan ekstraksi
lemak dengan pelarut berupa heksana selama enam jam. Pelarut tersebut kemudian
diuapkan dan ekstrak lemak yang ada pada labu lemak dikeringkan dalam oven
pengering 105oC. Labu berisi lemak didinginkan dalam desikator 20-30 menit,
selanjutnya ditimbang sampai bobot tetap.
Berat lemak = (berat labu +lemak) – berat labu
8.
Kadar Karbohidrat
by difference
(AOAC
Official Method.
920.87
tahun 2005)
Penentuan kadar karbohidrat by difference diperoleh dari hasil pengurangan angka 100 dengan persentase komponen lain yang terkandung didalam sampel, seperti air, abu, lemak, dan protein. Kadar karbohidrat by difference dapat ditentukan dengan rumus :
Kadar Karbohidrat (%BB) = 100% - ( KA +KAb+KL+KP)
Keterangan :
KA = Kadar Air (%BB) KAb = Kadar Abu (%BB) KL = Kadar Lemak (%BB) KP = Kadar Protein (%)
9.
Analisis Sensori
Analisis sensori merupakan suatu proses identifikasi, pengukuran ilmiah,
analisis, dan interpretasi atribut-atribut produk melalui panca indera manusia
(Setyaningsih, et al., 2010). Tujuan analisis sensori adalah untuk mengetahui respon
atau kesan yang diperoleh panca indera manusia terhadap suatu ransangan yang
ditimbulkan oleh suatu produk. Analisis sensori juga merupakan salah satu cara untuk
mengetahui tingkat kesukaan atau penerimaan konsumen (uji hedonik, metode rating).
Dalam penelitian ini sorgum instan diuji dua kali yaitu sorgum isntan hasil dari
penelitian tahap 1 dan sorgum instan hasil penelitian tahap 2. Sorgum instan diuji
dalam bentuk matang (telah mengalami proses rehidrasi). Adapun proses rehidrasi
untuk sampel yang akan disajikan pada panelis dilaksanakan sebagai berikut: sampel
sorgum instan kering sebanyak 100 g dimasukkan kedalam wadah mangkuk,
kemudian ditambahkan air panas (80 oC-90 oC) sebanyak 300 ml. Setelah sorgum
instan matang, kemudian ditiriskan selama 2 menit, air yang tersisa pada mangkuk
dibuang. Sorgum instan siap disajikan.
Analisis sensori yang dilakukan yaitu dengan uji rating hedonik untuk
menentukan tingkat kesukaan panelis terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, kepulenan,
dan secara keseluruhan dari sorgum instan. Analisis sensori dilakukan terhadap 25
orang panelis tidak terlatih. Data yang diperoleh diolah dengan SPSS for Windows
pada program ANOVA (Analysis of variants). Uji dilanjutkan dengan uji Duncan
untuk mengetahui produk terbaik yang terpilih. Skala uji rating hedonik yang
digunakan terdiri dari 7 skala dengan urutan tingkat kesukaan sebagai berilut :
1 = sangat tidak suka
3 = agak tidak suka
4 = netral
5 = agak suka
6 = suka
7 = sangat suka
10.
Cara Penyajian Untuk Konsumen
Sorgum instan kering dimasukkan kedalam mangkuk dan ditambahkan air
panas ysng baru mendidih sebanyak tiga kali lipat dari berat sorgum. Setelah sorgum
instan matang, kemudian ditiriskan selama 2 menit, air yang tersisa pada mangkuk
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
PENELITIAN TAHAP I
1.
Waktu Rehidrasi
Waktu rehidrasi yang dihasilkan pada penelitian tahap I berkisar pada skala
7.21 menit sampai 7.43 menit. Waktu rehidrasi yang dihasilkan dihitung dalam menit
dapat dilihat pada Gambar 6.
[image:37.612.178.513.255.454.2]
Gambar 6. Waktu Rehidrasi Sorgum Instan Penelitian Tahap I
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (ANOVA) dapat dikatakan bahwa
waktu rehidrasi yang dibutuhkan sampel sorgum instan untuk semua percobaan
(larutan perendam Na2HPO4 0.2%, larutan perendam Na-Sitrat 1% dan larutan
perendam Na2HPO4 + Na-Sitrat (1:1) 1%) adalah tidak berbeda nyata dengan rata-rata
7.56 menit. Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil ini serupa
dengan yang diperoleh Amrinola (2010) yang menyatakan bahwa jenis bahan
perendam (Na-Sitrat ataupun Na2HPO4) dalam pembuatan nasi sorgum instan
mempunyai kemampuan yang hampir sama dalam meningkatkan waktu rehidrasi
(waktu rehidrasi menjadi lebih cepat). Na-Sitrat dan Na2HPO4 dapat menyebabkan
jaringan bahan menjadi terbuka sehingga struktur beras instan yang dihasilkan
menjadi lebih porous dan waktu rehidrasi menjadi lebih singkat. Menurut Elmaki et al
(1999), perendaman dalam larutan Na-Sitrat dapat merusak atau menguraikan struktur
mudah menyerap air dan mengembang volumenya pada waktu pemasakan. Na-Sitrat
ini biasanya digunakan pada pembuatan dry soup untuk mengurangi waktu rehidrasi.
Menurut Hubeis (1984), Na2HPO4 (pH 5,2) dapat digunakan dalam pembuatan beras
instan karena dapat menghasilkan beras pasca tanak yang memiliki struktur yang lebih
porous.
2.
Rasio Rehidrasi
Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa ketiga perlakuan tidak memberikan
perbedaan terhadap rasio rehidrasi. Hal ini dapat dilihat pada hasil analisis sidik sidik
ragam (ANOVA) pada Lampiran 6. Rata-rata nilai rasio rehidrasi pada penelitian
tahap I adalah 2.16 g/g. Nilai rasio rehidrasi yang diperoleh masing-masing perlakuan
[image:38.612.178.520.304.506.2]dapat dilihat pada Gamabr 7.
Gambar 7. Rata-rata Rasio Rehidrasi Sorgum Instan Penelitian Tahap I
3.
Porositas Kamba (
Bulk Porosity
)
Analisa porositas kamba yang dilakukan pada penelitian tahap I terdiri dari tiga
sampel berbeda yaitu 1) sampel sorgum instan hasil perendaman Na2HPO4, 2) sampel
sorgum instan hasil perendaman Na-sitrat dan 3) sampel sorgum instan hasil
perendaman kombinasi dari kedua larutan tersebut. Nilai porositas kamba (void space)
yang diperoleh dari penelitian ini untuk perendaman Na-fosfat 0.2 persen, Na-sitrat 1
persen dan kombinas keduanya Na-fosfat 0.2 persen+Na-sitrat 1 persen (1:1) adalah
berturut-turut 54.81 persen, 49.97 persen dan 51.60 persen. Nilai void space yang
perendaman larutan 0.2 persen Na2HPO4. Analisis sidik ragam (ANOVA) pada hasil
pengukuran void space menyimpulkan bahwa perlakuan perendaman sorgum dengan
berbagai jenis larutan tersebut berbeda nyata secara signifikan pada taraf kepercayaan
95 persen. Grafik rata-rata void space dapat dilihat pada Gambar 8.
Sampel sorgum instan dengan nilai void space lebih tinggi menunjukkan
ukuran butiran yang lebih besar dan sekaligus menunjukkan ukuran pori-pori butiran
[image:39.612.171.520.218.424.2]yang lebih besar.
Gambar 8. Rata-rata Porositas Sorgum Instan Penelitian Tahap I
Berdasarkan uji Duncan 5 persen terlihat bahwa sampel sorgum instan pada
semua perlakuan berbeda nyata satu sama lain. Perendaman dengan larutan 1 persen
Na2HPO4 lebih berpengaruh terhadap porositas dibandingkan dengan perendaman
pada larutan lainnya. Amrinola (2010) menduga bahwa perendaman dalam larutan
Na2HPO4 dapat menyebabkan terjadi pemutusan ikatan silang garam yang
meningkatkan tolak menolak elektrostatik, melonggarkan jaringan sehingga memiliki
nilai porositas yang lebih tinggi.
4.
Analisis Sensori
Analisis selanjutnya adalah analisa uji organoleptik terhadap produk sorgum
instan hasil penelitian tahap 1. Uji organoleptik ini merupakan uji kesukaan konsumen
terhadap produk sorgum instan hasil penelitian tahap 1. Uji organoleptik dilakukan
pada sorgum instan yang telah direhidrasi, meliputi uji terhadap warna, rasa dan over
dengan skala 1 sampai 7 (skala 7 sangat suka dan skala 1 sangat tidak suka) dengan
jumlah panelis 35 orang. Adapun hasil uji organoleptik pada penelitian tahap 1 dapat
dilihat pada Tabel 5. Kisaran nilai yang diperoleh pada uji organoleptik untuk uji
warna adalah 3.71 sampai 4.03, rasa 3.51 sampai 4.23, penerimaan umum 3.54 sampai
4.83. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (ANOVA) dapat dikatakan bahwa
terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan perendaman yang diberikan pada
sorgum. Hasil analisis sidik raga dan uji Duncan 5 persen dapat dilihat pada
[image:40.612.184.513.251.363.2]Lampiran 8-10.
Tabel 5. Hasil Analisis Sensori Sorgum Instan Penelitian tahap 1
Percobaan Larutan Perendam
Parameter
Warna Rasa Keseluruhan
A Na2HPO4 0.2% 4.60
b
4.23c 4.83c
B Na-Sitrat 1% 3.71a 3.51a 3.54a
C Na2HPO4 +
Na-Sitrat (1:1) 1% 4.03
a
3.83b 3.89b
Keterangan : Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf yang berbeda
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dengan uji Duncan
Sampel sorgum instan dengan perlakuan perendaman larutan Na2HPO4 0.2%
memiliki skor tertinggi dalam analisis sensori baik dari parameter warna, rasa dan
overall jika dibandingkan dengan sampel sorgum instan lainnya. Sampel sorgum
instan dengan perlakuan, sehingga pada analisis sensori dapat disimpulkan bahwa
produk yang disukai oleh konsumen adalah produk sorgum instan hasil perendaman
Na2HPO4 0.2%.
Berdasarkan hasil penelitian tahap 1, dapat disimpulkan bahwa larutan perendam
yang terbaik dari ketiga perlakuan perendaman adalah Na2HPO4 0.2%. Produk yang
dihasilkan dari perendaman larutan ini memiliki spesifikasi waktu rehidrasi paling cepat
yaitu 7.56 menit, rasio rehidrasi 2.16 g/g dan porositas 54.81 %. Dan berdasarkan hasil
analisis penerimaan konsumen produk ini paling disukai oleh konsumen dengan tingkat
kesukaan 4.55 (agak suka).
B.
PENELITIAN TAHAP II
Penelitian tahap ini dilakukan pada produk sorgum instan yang terpilih pada
penelitian tahap I yaitu sorgum instan dengan perendaman 0,2% Na2HPO4. Penelitian tahap
250C, 350C, 450C, 500C dan 600C, setelah sorgum dilakukan perendaman selama 2 jam.
Formula yang dipilih tergantung kepada beberapa parameter seperti waktu rehidrasi, rasio
rehidrasi, porositan dan tingkat kesukaan konsumen. Berikut adalah hasil-hasil yang
diperoleh dari peneitian ini :
1.
Waktu Rehidrasi
Waktu rehidrasi sorgum instan yang dihasilkan pada penelitian tahap I ini
berkisar pada skala 4.8 menit – 7.4 menit. Waktu rehidrasi tercepat diperoleh pada
sampel sorgum dengan perendaman suhu 60 0C, sedangkan waktu rehidrasi terlama
diperoleh pada sampel sorgum dengan perendaman suhu 25 0C. Semakin tinggi suhu
perendaman makan semakin cepat waktu rehidrasi yang dihasilkan. Hasil analisis
sidik ragam 5 persen (ANOVA) menunjukkan adanya perbedaan secara nyata antara
sampel terhadap waktu rehidrasi pada taraf kepercayaan 95 persen. Waktu rehidrasi
yang diperoleh pada penelitian tahap II untuk masing masing perlakuan dapat dilihat
[image:41.612.174.532.351.556.2]pada Gambar 9.
Gambar 9. Pengaruh suhu perendaman terhadap waktu rehidrasi.
Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa perlakuan suhu perendaman yang
dilakukan pada pembuatan nasi sorgum instan memberikan pengaruh yang nyata
terhadap waktu rehidrasi yang dihasilkan. Semakin tinggi suhu yang digunakan dalam
perendaman maka semakin cepat waktu rehidrasi yang dibutuhkan atau semakin cepat
sorgum menjadi siap dikonsumsi. Menurut Arminola (2010), semakin tinggi suhu
perendaman beras sorgum, maka akan menyebabkan jaringan semakin longgar
Hal ini terbukti dengan semakin ditingkatkannya suhu perendaman, maka waktu
rehidrasi yang dihasilkan semakin cepat. Berdasarkan hasil uji Duncan 5 persen dapat
dikatakan bahwa perlakuan suhu perendaman 45 0C tidak berbeda nyata dengan
sampel sorgum instan suhu perendaman 50 0C dan suhu perendaman 60 0C. Sementara
itu sampel sorgum instan perendaman suhu 45 0C berbeda nyata dengan sampel
sorgum instan perendaman suhu 25 0C dan suhu perendaman 35 0C. Waktu rehidrasi
terlama diperoleh pada sampel sorgum instan hasil perendaman dengan suhu 25 0C.
Hal ini menunjukkan semakin tinggi suhu perendaman menghasilkan waktu rehidrasi
yang lebih cepat.
2.
Rasio Rehidrasi
Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa produk nasi sorgum instan yang direndam
dalam larutan Na2HPO4 0.2 persen pada suhu 60 0
C mempunyai nilai rasio rehidrasi
yang paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa produk tersebut paling mengembang
diantara produk lainnya. Semakin tinggi nilai rasio rehidrasi maka semakin
mengembang produk yang direhidrasi. Nilai rasio rehidrasi yang dihasilkan pada
tahap ini berada pada skala 2.14 g/g – 2.37 g/g. Grafik rata-rata rasio rehidrasi sorgum
instan dapat dilihat pada gambar 10.
Analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan suhu
perendaman pada sorgum instan yang direndam dalam larutan Na2HPO4 0.2 persen
berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95 persen. Hasil analisis sidik ragam dapat
[image:42.612.178.521.467.668.2]dilihat pada Lampiran 12.
Hasil uji Duncan 5 persen menunjukkan bahwa perlakuan suhu perendaman 60
0
C sangat berbeda nyata dengan perlakuan yang lain kecuali dengan perlakuan suhu
50 0C. Sampel sorgum instan hasil perendaman pada suhu 45 0C memiliki nilai rasio
rehidrasi yang tidak berbeda nyata dengan sampel sorgum perlakuan suhu perendaman
50 0C. Interaksi perlakuan suhu perendaman dengan nilai rasio rehidrasi sangat jelas.
Semakin tinggi suhu perendaman yang dilakukan maka semakin tinggi pula nilai rasio
rehidrasi yang didapatkan.
3.
Porositas Kamba
Nilai rata-rata porositas kamba (%) berkisar pada skala 58.50% sampai
51.15%. Nilai porositas (%) paling rendah diperoleh pada sampel sorgum instan
dengan suhu perendaman 25 0C, sedangkan nilai porositas paling tinggi diperoleh
pada sampel sorgum dengan suhu perendaman 60 0C. Grafik rata-rata porositas dapat