CEMPAKA (
Elmerillia ovalis
(Miq.) Dandy), DAN MANGLID
(
Manglietia glauca
Bl.)
SEBAGAI BAHAN BAKU PAPAN PARTIKEL
GALANG SWADAYA
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
CEMPAKA (
Elmerillia ovalis
(Miq.) Dandy), DAN MANGLID
(
Manglietia glauca
Bl.)
SEBAGAI BAHAN BAKU PAPAN PARTIKEL
GALANG SWADAYA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INTRODUCTION : The degradation of natural forests has made plantations forest and community forests is growing up, supply of raw materials for wood processing industry slowly shifted from natural forests to plantations and community forests. The ability of wood that can grow in a relatively short time make the harvesting time usually done more quickly because of the growing needs of raw materials, so in general logs produced from plantations forest is a type of small diameter logs. The way to optimize the small-diameter logs is by producing composite products, one of them is particle board. The purpose of this research is to evaluate the quality of particle board from small diameter logs with a low density, which is sengon, cempaka, manglid and mixtures of them.
MATERIAL AND METHOD : The raw materials used are wood particles of sengon, cempaka, and manglid using 12% UF adhesive and 2% paraffin content. There are four types of boards are made, that is particle board with a pure composition of each type and mixture composition of sengon: cempaka: manglid 1 : 1 : 1 with two different density target, that is 0.4 g/cm3 and 0.6 g/cm3. Compression performed with a temperature of 150 ° C and pressure of 25 kg/cm2 for 10 minutes, with particle board size is 30 cm x 30 cm x 1 cm.
RESULT : The test results obtained for particle board with a density target of 0.4 g/cm3 and 0.6 g/cm3 successively include the density with average value of 0.52 g/cm3 and 0.68 g/cm3, the moisture content with average value of 7.13% and 7.3%, water absorption for two hours with average value of 89.51% and 43.14%, water absorption for 24 hours with average value of 123.92% and 74 , 8%, the thickness swelling for two hours with average value of 23.03% and 24.15%, the thickness swelling for 24 hours with average value value of 29.22% and 34.79%, MOE with average value of 8800.88 kg/cm2 and 19581.12 kg/cm2, MOR with average value of 68.57 kg/cm2 and 153.65 kg/cm2, internal bond with average value of 2.53 kg/cm2 and 4.25 kg/cm2, and screw holding power with average value of 24.45 kg and 39.63 kg.
KEYWORDS : particle board, small diameter logs, low density
1)
Student of Forest Product Department, Faculty of Forestry, IPB
2)
Lecturer of Forest Product Department, Faculty of Forestry, IPB by
1)
Galang Swadaya, 2) Dede Hermawan Manglid (Manglietia glauca Bl.)
GALANG SWADAYA. E24062374. Pemanfaatan Log Diameter Kecil Jenis Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen), Cempaka (Elmerillia ovalis (Miq.) Dandy), dan Manglid (Manglietia glauca Bl.) Sebagai Bahan Baku Papan Partikel.Di bawah bimbingan Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc.
Semakin menipisnya hutan alam telah membuat hutan tanaman dan hutan rakyat semakin berkembang, sehingga pengadaan bahan baku industri pengolahan kayu perlahan-lahan beralih dari hutan alam menuju hutan tanaman dan hutan rakyat. Kemampuan kayu yang dapat tumbuh dalam waktu relatif lebih singkat membuat waktu pemanenan biasanya dilakukan lebih cepat mengingat kebutuhan bahan baku yang bertambah, sehingga pada umumnya log yang dihasilkan dari hutan tanaman dan hutan rakyat merupakan jenis log yang berdiameter kecil (small diameter log). Cara untuk mengoptimalkan log berdiameter kecil antara lain dengan memproduksi produk-produk komposit, salah satunya adalah papan partikel. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas papan partikel dari log berdiameter kecil dengan berat jenis yang rendah, yaitu jenis sengon, cempaka, manglid dan campurannya.
Bahan baku yang digunakan adalah partikel kayu sengon, cempaka, dan manglid dengan menggunakan kadar perekat UF 12 % dan kadar parafin 2 %. Terdapat empat macam papan yang dibuat, yaitu papan partikel dengan komposisi murni dari masing-masing jenis dan campuran dengan komposisi partikel sengon : cempaka : manglid adalah 1 : 1 : 1 dengan dua target kerapatan yaitu 0,4 g/cm3 dan 0,6 g/cm3. Pengempaan dilakukan dengan suhu 150°C dan tekanan 25 kg/cm2 selama 10 menit, dengan ukuran papan partikel 30 cm x 30 cm x 1 cm.
Hasil pengujian yang diperoleh untuk papan partikel dengan target kerapatan 0,4 g/cm3 dan 0,6 g/cm3 berturut-turut meliputi kerapatan dengan nilai rata-rata 0,52 g/cm3 dan 0,68 g/cm3, kadar air dengan nilai rata-rata 7,13 % dan 7,3 %, daya serap air dua jam dengan nilai rata-rata 89,51 % dan 43,14 %, daya serap air 24 jam dengan nilai rata-rata 123,92 % dan 74,8 %, pengembangan tebal dua jam dengan nilai rata-rata 23,03 % dan 24,15 %, pengembangan tebal 24 jam dengan nilai rata-rata 29,22 % dan 34,79 %, MOE dengan nilai rata-rata 8800,88 kg/cm2 dan 19581,12 kg/cm2, MOR dengan nilai rata-rata 68,57 kg/cm2 dan 153,65 kg/cm2, internal bond dengan nilai rata-rata 2,53 kg/cm2 dan 4,25 kg/cm2, dan kuat pegang sekrup dengan nilai rata-rata 24,45 kg dan 39,63 kg.
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Log
Diameter Kecil Jenis Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen), Cempaka (Elmerillia ovalis (Miq.) Dandy), dan Manglid (Manglietia glauca Bl.) Sebagai Bahan Baku Papan Partikel adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan
bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah
pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2011
(Elmerillia ovalis (Miq.) Dandy), dan Manglid (Manglietia glauca Bl.) Sebagai Bahan Baku Papan Partikel
Nama : Galang Swadaya
NIM : E24062374
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc. NIP. 19630711 199103 1 002
Mengetahui,
Ketua Departemen Hasil Hutan,
Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc NIP.19660212 199103 1 002
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa
shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Skripsi dengan judul Pemanfaatan Log Diameter Kecil Jenis Sengon
(Paraserianthes falcataria L. Nielsen), Cempaka (Elmerillia ovalis (Miq.) Dandy), dan Manglid (Manglietia glauca Bl.) Sebagai Bahan Baku Papan Partikel ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan mendukung dalam proses persiapan hingga penyusunan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Januari 2011
Penulis dilahirkan di Bandung, pada tangga 9 Agustus 1988 sebagai anak
kedua dari tiga bersaudara pasangan Sapto Mintarto dan Irawati Hastaningrum.
Pendidikan formal penulis dimulai dari Sekolah Dasar Al-Ahzar Cirebon
tahun 1994-1996, Sekolah Dasar Negeri Polisi 4 Bogor tahun 1996-2000, Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 5 Bogor tahun 2000-2003, Sekolah Menengah
Atas Negeri 2 Bogor tahun 2003-2006. Kemudian pada tahun 2006, penulis
diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) dan selanjutnya pada tahun 2007 diterima di Departemen Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan.
Kegiatan praktek lapang yang telah dilakukan oleh penulis diantaranya,
Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Sancang-Kamojang pada tahun
2008, Praktek Pengenalan Hutan (P2H) di Gunung Walat pada tahun 2009, dan
Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Kutai Timber Indonesia pada tahun 2010.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di kegiatan kemahasiswaan
yaitu sebagai Ketua Divisi Eksternal Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan
(HIMASILTAN) 2009/2010. Penulis mengikuti kepanitiaan dalam acara
KOMPAK Hasil Hutan sebagai Ketua Divisi Logistik dan Transportasi pada
tahun 2008, panitia Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) sebagai Staff Divisi
Pertandingan pada tahun 2008, panitia Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) sebagai
Staff Divisi Publikasi dan Dokumentasi pada tahun 2009.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Pemanfaatan Log Diameter Kecil Jenis Sengon
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.
Penulis menyadari skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak waktu, bimbingan, pengarahan, dukungan, dan saran yang sangat berguna kepada penulis selama studi dan dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Ir. Muhdin, M.Sc. F.Trop selaku dosen penguji dari Departemen MNH, Dr. Ir. Burhanuddin Masyud, MS selaku dosen penguji dari Departemen KSHE, dan Ir. Oemijati Rahmatsjah, MS selaku dosen penguji dari Departemen SVK.
3. Ayah Sapto Mintarto, ibu Irawati Hastaningrum, kakak Irma Listiyani, adik Miranti Dayasari, dan Rahma Nur Komariah serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, doa, dan dukungan yang tak henti-hentinya baik moriil maupun materiil selama ini.
4. Staff Laboratorium Biokomposit Bapak Abdullah, Bapak Mardi dan Mas Kevin, serta Danu Prasetyawan S.Hut yang telah membantu proses pembuatan papan partikel.
5. Rekan-rekan satu bimbingan, Ema Ratri dan Julianto Benhur, serta teman-teman THH 43 atas kebersamaan, dan kerjasamanya.
6. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian maupun penyusunan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk semua.
Bogor, Januari 2011
Halaman
DAFTAR ISI . . . i
DAFTAR TABEL. . . ii
DAFTAR GAMBAR . . . iii
DAFTAR LAMPIRAN. . . iv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. . . 1
1.2 Tujuan Penelitian. . . 2
1.3 Manfaat Penelitian. . . 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Papan Partikel. . . 3
2.2 Sengon . . . 6
2.3 Cempaka . . . .7
2.4 Manglid. . . .7
2.5 Perekat Urea Formaldehida. . . .8
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian. . . 10
3.2 Alat dan Bahan. . . 10
3.3 Pembuatan Contoh Uji 3.3.1 Persiapan Bahan. . . 10
3.3.2 Pencampuran . . . 11
3.3.3 Pembuatan Lembaran. . . 11
3.3.4 Pengempaan. . . 11
3.3.5 Pengkondisian. . . .12
3.3.6 Pemotongan Contoh Uji. . . 12
3.4 Pengujian Papan Partikel 3.4.1 Pengujian Sifat Fisis. . . 13
3.4.2 Pengujian Sifat Mekanis. . . 14
3.5 Analisis Data. . .
4.1.1 Kerapatan. . . 18
4.1.2 Kadar Air. . . 20
4.1.3 Daya Serap Air. . . 21
4.1.4 Pengembangan Tebal. . . 25
4.2 Sifat Mekanis Papan Partikel 4.2.1 Modulus of Elasticity (MOE) . . . 28
4.2.2 Modulus of Rupture (MOR) . . . 30
4.2.3 Internal Bond (IB) . . . 32
4.2.4 Kuat Pegang Sekrup. . . 34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan. . . 37
5.2 Saran. . . 37
DAFTAR PUSTAKA. . . 38
No. Halaman
1. Persyaratan mutu urea formaldehida cair untuk papan partikel . . . 9
1. Pola pemotongan contoh uji . . . .12
2. Pengujian MOE. . . 15
3. Kerapatan papan partikel . . . 18
4. Kadar air papan partikel . . . 20
5. Daya serap air papan partikel pada perendaman dua jam . . . 22
6. Daya serap air papan partikel pada perendaman 24 jam . . . 23
7. Pengembangan tebal papan partikel pada perendaman dua jam . . . 25
8. Pengembangan tebal papan partikel pada perendaman 24 jam . . . 26
9. MOE papan partikel . . . 28
10.MOR papan partikel . . . 31
11.Internal Bond papan partikel . . . 32
No. Halaman
1. Perhitungan bahan baku. . . 41
2. Tabel data hasil pengujian sifat fisis dan mekanis . . . 42
3. Tabel papan partikel terbaik berdasarkan JIS A 5908-2003. . . 43
4. Tabel papan partikel terbaik berdasarkan sifat fisis dan mekanis . . . 44
5. Tabel analisis keragaman keseluruhan. . . 45
6. Tabel uji Duncan keseluruhan . . . 48
7. Tabel analisis keragaman papan partikel target kerapatan 0,4 g/cm3 . . . 50
8. Tabel analisis keragaman papan partikel target kerapatan 0,6 g/cm3 . . . .52
9. Tabel analisis keragaman papan partikel sengon . . . 54
10.Tabel analisis keragaman papan partikel cempaka . . . 56
11.Tabel analisis keragaman papan partikel manglid . . . 58
12.Tabel analisis keragaman papan partikel campuran . . . 60
13.Tabel uji Duncan target kerapatan 0,4 g/cm3. . . 62
1.1Latar Belakang
Pada saat ini industri hasil hutan semakin sulit untuk mendapatkan bahan
baku kayu berkualitas tinggi dari hutan alam. Degradasi hutan yang terjadi saat ini
semakin luas dan membuat ketersediaan bahan baku menjadi sangat terbatas,
khususnya untuk industri pengolahan kayu. Hasil perhitungan Departemen
Kehutanan menyatakan bahwa laju deforestasi tujuh pulau besar, yaitu Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Jawa, serta Bali dan Nusa Tenggara pada
periode tahun 2000-2005 rata-rata sebesar 1,09 juta hektar/tahun (Departemen
Kehutanan 2008). Dengan adanya permasalahan ini maka dibutuhkan solusi
alternatif yang mampu mengatasi keterbatasan bahan baku tersebut.
Semakin menipisnya hutan alam telah membuat hutan tanaman dan hutan
rakyat semakin berkembang, sehingga pengadaan bahan baku industri pengolahan
kayu perlahan-lahan beralih dari hutan alam menuju hutan tanaman dan hutan
rakyat. Kebutuhan kayu untuk industri semakin meningkat setiap tahunnya, maka
dari itu banyak jenis kayu yang ditanam pada hutan tanaman dan hutan rakyat
adalah jenis kayu yang cepat tumbuh (fast growing species). Kemampuan kayu yang dapat tumbuh dalam waktu relatif lebih singkat membuat waktu pemanenan
biasanya dilakukan lebih cepat mengingat kebutuhan bahan baku yang bertambah,
sehingga pada umumnya log yang dihasilkan merupakan jenis log yang
berdiameter kecil (small diameter log), yakni kurang dari 30 cm (Bina Produksi Kehutanan 2009).
Cara untuk mengoptimalkan log berdiameter kecil antara lain dengan
memproduksi produk-produk komposit, salah satunya adalah papan partikel.
Papan partikel adalah produk komposit atau panel kayu yang terbuat dari
partikel-partikel kayu atau bahan-bahan berlignoselulosa lainnya yang diikat dengan
perekat sintetis atau bahan pengikat lain kemudian dikempa panas (Maloney
1993). Maka dari itu perlu dilakukan penelitan untuk mengevaluasi kualitas papan
partikel dari log diameter kecil ini. Pandit (2004) mengatakan bahwa kayu yang
pendek, dengan kondisi seperti itu timbul permasalahan karena batang pohon
dengan diameter kecil mengandung persentase kayu juvenil yang besar, yaitu
bagian kayu yang memiliki kerapatan paling rendah, dinding sel yang tipis, dan
persentase selulosa yang rendah.
Terdapat beberapa jenis kayu dengan berat jenis (BJ) yang rendah, yakni
antara 0,3-0,4. Keuntungan dari pembuatan papan partikel menggunakan kayu
dari kelas BJ rendah adalah dapat membuat papan partikel dengan banyak pilihan
target kerapatan papan yang diinginkan.
1.2Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas papan partikel dari
log berdiameter kecil dengan berat jenis yang rendah, yaitu jenis sengon,
cempaka, manglid dan campurannya.
1.3Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan produk papan
partikel berkualitas dari log berdiameter kecil dengan berat jenis yang rendah.
Karena saat ini kebutuhan bahan baku kayu dari hutan alam semakin sulit didapat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Papan Partikel
Papan partikel adalah produk panil yang dihasilkan dengan menempatkan
partikel-partikel kayu dan sekaligus mengikatnya dengan suatu perekat. Tipe-tipe
papan partikel yang banyak itu sangat berbeda dalam ukuran dan bentuk partikel,
jumlah resin (perekat) yang digunakan, dan kerapatan panil yang dihasilkan.
Peubah-peubah ini menentukan sifat-sifat dan kegunaan potensial papan
(Haygreen dan Bowyer 1989).
Maloney (1993) menyatakan bahwa berdasarkan kerapatannya papan
partikel dibedakan ke dalam golongan:
a) Papan partikel berkerapatan rendah (Low Density Particle Board), yaitu papan yang mempunyai kerapatan kurang dari 0,4 g/cm3.
b) Papan partikel berkerapatan sedang (Medium Density Particle Board), yaitu papan yang mempunyai kerapatan antara 0,4–0,8 g/cm3.
c) Papan partikel berkerapatan tinggi (High Density Particle Board), yaitu
papan yang mempunyai kerapatan lebih dari 0,8 g/cm3.
Maloney (1993) juga membedakan papan partikel berdasarkan penyebaran
partikel dalam pembentukan lembaran menjadi tiga macam, yaitu:
a) Papan partikel homogen (Single-Layer Board), papan ini tidak memiliki perbedaan ukuran partikel pada bagian tengah dan permukaan.
b) Papan partikel berlapis tiga (Three-Layers Board), partikel pada bagian permukaan lebih halus dibandingkan dengan partikel bagian bawahnya.
c) Papan partikel bertingkat berlapis tiga (Graduated Three-Layer Particle Board). Papan jenis ini mempunyai ukuran partikel dan kerapatan yang berbeda antara bagian permukaan dengan bagian tengahnya.
Menurut Darmawan (1996), dilihat dari morfologinya partikel pada garis
besarnya dibedakan menjadi flakes, slivers, dan fines.
a) Flakes merupakan bentuk partikel yang paling umum. Dimensinya bervariasi dengan ketebalan antara 0,2-0,5 mm, panjang antara 10-50 mm
ukuran panjang dan lebar berturut-turut 5 cm x 5 cm-7 cm x 7 cm dan
tebal antara 0,6–0,8 mm disebut wafer. Partikel yang mirip dengan wafer
tapi lebih tipis dan kadang-kadang sedikit lebih panjang disebut strand. b) Slivers diproduksi melalui perajangan limbah-limbah kayu denga mesin
hammer mill. Slivers berbentuk serpihan antara dengan tebal sampai 5 mm
dan panjang sampai 1,5 cm. partikel ini biasanya dicampur dengan flakes. c) Fines diproduksi dengan menggunakan mesin impact mills. Fines dapat
berupa serbuk gergaji atau serbuk hasil pengampelasan. Partikel-partikel
ini dapat dipergunakan untuk lembaran permukaan papan partikel.
Maloney (1993) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi sifat papan partikel antara lain:
a) Binder, resin yang digunakan dalam komposisi papan adalah urea formaldehyde (UF) dan phenol formaldehyde (PF). PF cocok digunakan pada produk tipe eksterior. Sedangkan UF disukai karena murah, mudah
penanganannya dan cepat mengeras setelah dikempa.
b) Aditif, aditif yang banyak digunakan yaitu lilin untuk menghasilkan papan yang tahan terhadap penyerapan air atau water retardant.
c) Particle alignment, dua rasio yang harus dimengerti ketika mempertimbangkan orientasi yaitu slenderness ratio yang merupakan rasio panjang terhadap tebal dan aspect ratio yaitu rasio panjang terhadap lebar.
d) Homogenic particle, semakin homogen ukuran partikel yang digunakan
sifat-sifat papan partikel yang dihasilkan semakin baik.
Selanjutnya Maloney (1993) juga menyatakan bahwa proses pembuatan
papan partikel secara garis besar dibagi dalam beberapa tahap, yaitu:
a) Penerimaan dan penyiapan bahan baku.
b) Proses pembuatan partikel yang dilakukan dengan menggunakan mesin
khusus (refiner, flaker, waferizer, dan/atau hammer mill) sesuai dengan tujuan produksinya.
c) Pengeringan partikel hingga mencapai kadar air 2 % sampai dengan 4 %.
e) Pencampuran partikel dan perekat dengan jalan penyemprotan sambil
dilakukan pengadukan sehingga perekat dapat tercampur merata.
f) Pembentukan lembaran di atas plat-plat alumunium, plastic atau fabric belt (untuk extruded tidak perlu dilakukan).
g) Pengempaan awal atau pengempaan dingin.
h) Pengempaan dengan bantuan panas.
i) Pengkondisian papan partikel dalam rangka menghilangkan tegangan yang
ada setelah pengempaan dan menyeragamkan kadar air.
j) Pemotongan bagian sisi dan pengamplasan.
Menurut Maloney (1993), dibandingkan dengan kayu asalnya, papan
partikel mempunyai beberapa kelebihan seperti:
a) Papan partikel bebas mata kayu, pecah dan retak.
b) Ukuran dan kerapatan papan partikel dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
c) Tebal dan kerapatannya seragam serta mudah dikerjakan.
d) Mempunyai sifat isotropis.
e) Sifat dan kualitasnya dapat diatur.
Berbagai standar yang digunakan dalam pengujian sifat-sifat papan
partikel antara lain:
1. Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-2105-1996
Standar ini mencakup definisi, istilah, klasifikasi, syarat mutu, cara
pengukuran dimensi, cara pengambilan contoh, cara pengujian, cara lulus
uji, syarat penandaan dan pengemasan
Parameter sifat fisis-mekanis papan partikel menurut standar SNI
2. Japanese Standard Association (JIS) A 5908-2003
Berdasarkan sifat fisis dan mekanisnya, papan partikel dikelompokkan
menjadi tiga golongan yaitu :
a. Based Particle Board
b. Decorative Particle Board
c. Veneered Particle Board
Parameter sifat fisis dan mekanis papan partikel standar JIS A 5908-2003
Kerapatan (g/cm3) = 0,4-0,9
Menurut Mandang dan Pandit (2002), kayu sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) termasuk dalam famili Leguminoseae dengan nama jeunjing, sengon laut, sika, wahagom, dan sengon seberang. Ciri anatomi kayu
sengon diperlihatkan dengan vessel (pori) baur bentuk bundar, soliter dan berganda radial yang terdiri atas 2-3 pori, jumlahnya sekitar 4-7/mm2.
Daerah penyebarannya meliputi seluruh Jawa (tanaman), Maluku,
Sulawesi Selatan, dan Irian Jaya. Tumbuhan ini merupakan pohon yang tingginya
mencapai 40 m dengan panjang batang bebas cabang 10 sampai 30 m.
Berdiameter sampai 80 cm, kulit luar berwarna putih atau kelabu, tidak beralur,
tidak mengelupas dan tidak berbanir. Berat jenis dari pohon ini berkisar antara
0,24 sampai 0,49 dengan rata-rata 0,33 dan termasuk kelas kuat IV dan V. Kayu
teras berwarna hampir putih atau cokelat muda, warna kayu gubal pada umunya
tidak berbeda dengan warna kayu teras. Tekstur kayu agak kasar dan merata
dengan arah serat lurus, bergelombang lebar atau berpadu. Permukaan kayu agak
bahan perumahan (papan, balok, tiang, kaso, dan sebagainya). Selain itu dapat
juga digunakan untuk pembuatan peti, vinir, pulp, papan semen wol kayu, papan
serat, papan partikel, korek api (tangkai dan kotak), kelom dan kayu bakar
(Martawijaya 1989).
2.3. Cempaka
Sifat fisik kayu cempaka (Elmerillia ovalis (Miq.) Dandy) antara lain mempunyai berat jenis rata-rata 0,43 (0,31-0,50) dan termasuk kelas kuat III.
Warna kayu teras kuning kehijauan, cukup jelas batasnya dengan gubal yang
berwarna putih kekuning-kuningan. Tekstur kayu agak halus dengan arah serat
berpadu dengan panjang serat 2,062 ± 74μ. Permukaan kayu kurang mengkilap
dan agak lunak, banyak digunakan untuk bahan bangunan rumah (balok, papan,
dan lantai). Selain itu digunakan juga untuk mebel, kabinet, panel, rangka pintu
jendela, bangunan kapal termasuk dek, kano, alat olah raga, ukiran, moulding, peti jenazah, kayu lapis, pinsil dan sumber energi (Abdurrohim 2004).
Mandang dan Pandit (2002) menyatakan bahwa ciri utama kayu cempaka
adalah berwarna kuning, berbau agak harum, parenkima bentuk pita, pembuluh
berganda radial, bidang perforasi bentuk tangga.
2.4. Manglid
Menurut Diniyanti dkk. (2005), kayu manglid (Manglietia glauca Bl.) yang berkualitas tinggi dapat digunakan untuk kayu bangunan rumah dan
jembatan dikarenakan kayu manglid mempunyai kelas kekuatan III dan IV dan
kelas keawetan II yang menunjukkan kayu manglid termasuk kuat dan awet.
Sebagai kayu perdagangan yang termasuk kelompok kurang dikenal, manglid
dapat juga digunakan sebagai bahan baku papan semen, pembuatan vinir dan kayu
lapis serta furniture.
Penyebaran Manglietia di Indonesia meliputi seluruh Indonesia kecuali Indonesia bagian timur. Khusus di Pulau Jawa penyebarannya terkonsentrasi di
Jawa Barat, sedangkan Jawa Tengah tidak umum apalagi Jawa Timur jarang
sekali dijumpa tanaman manglid (Heyne 1987). Sedangkan Djam’an (2006)
bebas cabang 25 m dan diameter mencapai 150 cm, tersebar di ketinggian 1.000–
1.500 m dpl. Hidupnya berkelompok dan di tempat yang lembab. Tajuk
membulat, lebat, percabangannya berbentuk garpu yang dimulai jauh dari atas
tanah, Daun tunggal bentuk elips memanjang atau elips melebar, kebanyakan
bulat telur memanjang, ukuran 13-18 cm, panjang kadang sampai 25 cm. Ujung
dan pangkal daun runcing, tangkai daun panjang. Tidak berbulu, permukaan
bawah daun berwarna abu-abu kebiruan, permukaan atas hijau muda agak
mengkilap, tersusun spiral. Adapun keuntungan dari kayu manglid tersebut karena
ringan yaitu dengan berat jenis 0,41 sehingga mudah dikerjakan, dan karena
kekuatan dan keawetannya jenis kayu tersebut sering dijadikan bahan baku
pembuatan jembatan, perkakas rumah, dan barang-barang.
2.5. Perekat Urea Formaldehida
Perekat (adhesive) adalah suatu substansi yang dapat menyatukan dua buah benda atau lebih melalui ikatan permukaan. Dilihat dari reaksi perekat
terhadap panas, maka perekat dapat dibedakan atas perekat thermosetting dan perekat thermoplastic. Perekat thermosetting merupakan perekat yang dapat mengeras bila terkena panas atau reaksi kimia denga sebuah katalisator yang
disebut hardener dan bersifat irreversible. Perekat jenis ini jika sudah mengeras tidak dapat lagi menjadi lunak. Contoh perekat yang termasuk jenis ini adalah
polyvinyl adhesive, cellulose adhesive dan acryilic resin adhesive (Pizzi 1983). Sedangkan Ruhendi (1988), menyatakan bahwa dalam penggunaan perekat harus
dipilih perekat yang dapat memberikan ikatan yang baik dalam jangka waktu yang
panjang pada suatu struktur. Perekat yang ideal untuk kayu mempunyai
persyaratan tertentu yaitu harganya murah, mempunyai kadaluarsa yang panjang,
cepat mengeras dan cepat matang hanya dengan temperatur yang rendah,
mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap kelembaban, tahan panas dan
mikroorganisme, serta dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan.
Urea formaldehida (UF) termasuk salah satu jenis perekat yang bersifat
Perekat UF matang dalam kondisi asam, keasaman UF diperoleh dengan
menggunakan hardener (NH4Cl) (Pizzi 1983). Menurut Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Ruhendi dkk (2007), UF merupakan hasil kondensasi dari urea dan
formaldehida dengan perbandingan molar 1 : (1,5-2). UF ini larut dalam air dan
proses pengerasannya akan berbentuk pola ikatan jaringan (cross-link). UF akan cepat mengeras dengan naiknya temperatur dan/atau turunnya pH. Kelebihan
perekat UF diantaranya adalah warnanya putih sehingga tidak memberikan warna
gelap pada waktu penggunaannya, dapat dicampur perekat melamin formaldehida
agar lebih baik kualitas perekatnya, harganya relatif lebih murah dibandingkan
perekat sintetis lainnya dan tahan terhadap biodeteriorasi dan air dingin.
Sedangkan untuk kelemahan UF yaitu: kurang tahan terhadap pengaruh asam dan
basa serta penggunaannya hanya terbatas untuk interior saja.
Menurut Malloney (1993), perekat yang paling banyak digunakan dalam
pembuatan papan partikel adalah UF. Perekat ini memiliki waktu pengerasan yang
singkat dalam kempa panas, berwarna putih dan harganya relatif murah. Papan
partikel yang dihasilkan dengan perekat ini ditujukan untuk penggunaan interior
(permukaan dinding interior dan langit-langit), tidak dituntut daya tahan yang
tinggi terhadap pengaruh air dan kelembaban. Dalam penggunaannya perekat urea
dapat dicampur dengan bahan pengeras seperti amonium chlorida (NH4Cl).
Tabel 1 Persyaratan mutu urea formaldehida cair untuk papan partikel.
No Uji Spesifikasi Hasil
1 Viskositas (poise) / 30°C 0,80 - 1,50 0,90
2 pH / meter 7,00 - 8,00 7,00
3 pH / BTB 6,8 - 7,2 6,8
4 Non Volatile Content (%) 48,00 - 52,00 49,03
5 Specific Gravity / 30°C 1,180 - 1,200 1,192
6 Temperature (°C) 35°C 33,0
7 Formaldehid bebas (%) 1,00 - 1,40 1,21
8 Kenampakan Putih susu Putih susu
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dimulai bulan April 2010 sampai Juli 2010. Proses persiapan
bahan baku, pembuatan papan partikel dan pengujian sifat fisis dilakukan di
Laboratorium Bio-Komposit, sedangkan pengujian sifat mekanis dilakukan di
Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu. Semua rangkaian penelitian
tersebut dilakukan di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor.
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah oven,
mesin diskflaker, mesin hot press, rotary blender, spray gun, timbangan, alat uji mekanis merk instron, circular saw, desikator, kaliper, plat seng, kertas teflon, cetakan 30 cm x 30 cm, masker, ember, karung, kantong plastik, microsoft excel
dan software uji statistik SPSS.
Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah partikel
kayu dari log berdiameter 29 cm yang berumur 10 tahun, dari jenis sengon
(Paraserianthes falcataria L. Nielsen), cempaka (Elmerillia ovalis (Miq.) Dandy), dan manglid (Manglietia glauca Bl.) . Perekat yang digunakan adalah jenis Urea Formaldehida (UF), selain itu dalam pembuatan papan partikel ini juga
menggunakan parafin.
3.3. Pembuatan Contoh Uji
3.3.1.Persiapan Bahan
Bahan baku pembuatan papan partikel adalah kayu sengon, cempaka, dan
manglid yang sebelumnya telah diubah menjadi partikel dengan menggunakan
mesin diskflaker. Selanjutnya partikel tersebut dikeringkan hingga kadar airnya kurang dari 5 %, karena menurut Maloney (1993), bila kadar air partikel setelah
tinggi akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan perekat, sehingga pembuatan
papan partikel menjadi tidak ekonomis
Terdapat empat macam papan yang akan dibuat berdasarkan
komposisinya, yaitu papan partikel dengan komposisi murni dari masing-masing
jenis dan papan partikel campuran dengan komposisi partikel sengon : cempaka :
manglid adalah 1 : 1 : 1 dengan dua target kerapatan yaitu 0,4 g/cm3 dan 0,6 g/cm3.
3.3.2.Pencampuran
Proses pencampuran perekat dengan partikel kayu menggunakan mesin
rotary blender dengan spray gun sebagai alat untuk menyemprotkan perekat urea formaldehida. Proses yang demikian dimaksudkan agar perekat dapat tersebar
secara merata pada partikel kayu. Kadar komposisi perekat yang digunakan adalah
12 % dan kadar komposisi parafin 2 %, parafin digunakan untuk mengurangi daya
serap air papan partikel.
3.3.3.Pembuatan Lembaran
Setelah partikel dan perekat tercampur secara merata kemudian proses
selanjutnya adalah pembuatan lembaran dengan menggunakan cetakan berukuran
30 cm x 30 cm. Tahapan penaburan partikel dilakukan secara merata dan perlahan
agar ketebalan dan kerapatan papan menjadi seragam. Papan partikel yang akan
dibuat berukuran 30 cm x 30 cm x 1 cm.
3.3.4.Pengempaan
Pengempaan dilakukan menggunakan mesin hot press dengan suhu 150°C dan tekanan 25 kg/cm2 selama 10 menit. Dalam proses ini partikel yang telah dicetak dilapisi dengan kertas teflon dan plat seng pada bagian atas dan bawahnya,
sedangkan bagian tepinya dibatasi plat besi dengan ketebalan 1cm. Menurut
Kollman (1975), suhu yang dibutuhkan dalam pengempaan adalah antara
130-160°C, tekanan yang dibutuhkan untuk membuat papan partikel berkerapatan
papan partikel berkerapatan rendah dan tekanan yang lebih tinggi untuk papan
partikel berkerapatan tinggi.
3.3.5.Pengkondisian
Pengkondisian dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan tegangan
sisa yang timbul saat pengempaan, menyeragamkan kadar air papan, dan
menjadikan kadar air papan partikel setimbang. Pengkondisian dilakukan selama
dua minggu.
3.3.6.Pemotongan Contoh Uji
Setelah mengalami proses pengkondisian kemudian papan partikel
dipotong untuk diuji sifat fisis dan sifat mekanisnya. Ukuran contoh uji yang
digunakan disesuaikan dengan standar pengujian JIS A 5908-2003 tentang papan
partikel. Berikut adalah pola pemotongan contoh uji.
30 cm
30 cm
Gambar 1 Pola pemotongan contoh uji.
a
b
e c
Keterangan : a = contoh uji MOE dan MOR berukuran 5 cm x 20 cm
b = contoh uji kerapatan dan kadar air berukuran 10 cm x 10 cm
c = contoh uji daya serap air dan pengembangan tebal berukuran 5
cm x 5 cm
d = contoh uji IB berukuran 5 cm x 5 cm
e = contoh uji kuat pegang sekrup berukuran 5 cm x 10 cm
3.4. Pengujian Papan Partikel 3.4.1.Pengujian Sifat Fisis
a. Kerapatan
Nilai kerapatan papan partikel dihitung berdasarkan berat dan volume
kering udara contoh uji.
Volume contoh uji dihitung menggunakan rumus :
V = p x l x t
Keterangan : V = volume contoh uji (cm3) p = panjang contoh uji (cm)
l = lebar contoh uji (cm)
t = tebal contoh uji (cm)
Kerapatan papan dihitung menggunakan rumus :
KR =
Nilai kadar air papan partikel dihitung berdasarkan berat awal dan berat
akhir contoh uji setelah dikeringkan dalam oven dengan suhu 103 ± 2°C
hingga berat konstan.
Kadar air papan dihitung menggunakan rumus :
BKO = berat kering oven (g)
c. Daya Serap Air
Nilai daya serap air papan partikel dihitung berdasarkan berat sebelum
dan sesudah perendaman dalam air selama 2 dan 24 jam.
Daya serap air papan dihitung menggunakan rumus :
DSA =
Nilai pengembangan tebal papan partikel dihitung berdasarkan tebal
sebelum dan sesudah perendaman dalam air selama 2 dan 24 jam.
Pengembangan tebal papan dihitung menggunakan rumus :
PT =
D0 = dimensi setelah perendaman (cm)
3.4.2. Pengujian Sifat Mekanis
a. Modulus Lentur (Modulus of Elasticity)
Nilai MOE diperoleh setelah contoh uji diuji dengan menggunakan alat
uji mekanis Instron.
MOE papan dihitung menggunakan rumus :
MOE = 3
b = lebar contoh uji (cm)
h = tebal contoh uji (cm)
Gambar 2 Pengujian MOE.
b. Modulus Patah (Modulus of Rupture)
Nilai MOR diperoleh setelah contoh uji diuji dengan menggunakan
alat uji mekanis Instron.
MOR papan dihitung menggunakan rumus :
MOR = 2 2
3 bh
PL
Keterangan : MOR = Modulus of Rupture (kgf/cm2) P = berat maksimum (kgf)
L = jarak sangga (cm)
Δy = perubahan defleksi setiap perubahan beban (cm) b = lebar contoh uji (cm)
h = tebal contoh uji (cm)
c. Keteguhan Rekat Internal (Internal Bond)
Nilai MOR diperoleh setelah contoh uji diuji dengan menggunakan
alat uji mekanis Instron.
IB papan dihitung menggunakan rumus :
IB = A P
Keterangan : IB = Internal Bond (kgf/cm2) P = beban maksimum (kgf)
A = luas permukaan contoh uji (cm2)
Nilai Kuat pegang sekrup diperoleh setelah contoh uji diuji dengan
menggunakan alat uji mekanis Instron. Sekrup yang digunakan
berdiameter 0,27 cm, panjang 1,6 cm dan dimasukkan hingga kedalaman
0,8 cm. Nilai kuat pegang sekrup dinyatakan oleh besarnya beban
maksimum yang dicapai dalam kilogram.
3.5. Analisis Data
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial
yang tersusun atas dua macam faktor perlakuan, yaitu faktor A adalah jenis kayu
yang terdiri dari empat taraf, yakni sengon, cempaka, manglid, campuran, dan
faktor B adalah target kerapatan yang terdiri dari dua taraf, yakni 0,4 g/cm3 dan 0,6 g/cm3. Setiap pembuatan papan diulang sebanyak tiga kali, sehingga disebut percobaan faktorial 4 x 2.
Model umum rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij
+ εijk
Keterangan :
Yijk = nilai respon pada taraf ke-i faktor kombinasi jenis kayu dan taraf ke-j
faktor target kerapatan
µ = nilai rata-rata pengamatan
Ai = pengaruh sebenarnya faktor kombinasi jenis kayu pada taraf ke-i
Bj = pengaruh sebenarnya faktor target kerapatan pada taraf ke-j
i = indeks yang menyatakan taraf jenis kayu
j = indeks yang menyatakan taraf target kerapatan
k = ulangan ke-1, 2 dan 3
(AB)ij = pengaruh interaksi faktor kombinasi jenis kayu pada taraf ke-i dan faktor
target kerapatan pada taraf ke-j.
εijk = nilai kesalahan (galat) dari percobaan pada faktor kombinasi jenis kayu
taraf ke-i dan faktor target kerapatan pada taraf ke-j.
Untuk melihat adanya pengaruh perlakuan terhadap respon maka
dilakukan analisis keragaman dengan menggunakan uji F pada tingkat
Tabel 2 Analisis keragaman (ANOVA) .
Sumber
Db JK KT Fhitung
Keragaman
A A-1 JKA JKA/A-1 KTA/KTS
B B-1 JKB JKB/B-1 KTB/KTS
A*B (A-1)(B-1) JKAB JKAB/(A-1)(B-1) KTAB/KTS
Sisa AB(n-1) JKS JKS/AB(n-1)
Total ABn-1 JKT
Keterangan:
Adapun hipotesis yang diuji sebagai berikut :
Pengaruh utama faktor jenis kayu (faktor A) :
H0: α1= . . . = αa = 0 (faktor A tidak berpangaruh)
H1 : paling sedikit ada satu i dimana αi≠ 0
Pengaruh utama faktor perlakuan target kerapatan (faktor B) :
H0: β1= . . . = βb = 0 (faktor B tidak berpengaruh)
H1: paling sedikit ada satu j dimana βj≠ 0
Pengaruh sederhana (interaksi) faktor A dengan faktor B :
H0: (αβ)11= . . . = (αβ)ab = 0 (interaksi faktor A – faktor B tidak berpengaruh)
H1: paling sedikit ada satu (αβ)ij≠ 0
Kriteria uji yang digunakan adalah jika Fhitung lebih kecil atau sama dengan
Ftabel maka perlakuan tidak berpengaruh nyata pada suatu tingkat kepercayaan
tertentu dan jika Fhitung lebih besar dari Ftabel maka perlakuan berpengaruh nyata
pada tingkat kepercayaan tertentu. Untuk mengetahui faktor-faktor yang
berpengaruh nyata dan sangat nyata dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji
Duncan. Analisis Statistik menggunakan software statistik SPSS, sehingga nilai signifikansi yang lebih kecil dari α menunjukkan nilai Fhitung yang lebih besar dari
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sifat Fisis Papan Partikel 4.1.1. Kerapatan
Kerapatan merupakan suatu ukuran kekompakkan sejumlah partikel dalam
lembaran. Nilainya sangat tergantung pada kerapatan kayu asal yang digunakan
dan besarnya tekanan kempa yang diberikan selama pembuatan lembaran
(Haygreen dan Bowyer 1989). Nilai kerapatan hasil pengujian dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3 Kerapatan papan partikel.
Penelitian ini memiliki dua target kerapatan, yaitu 0,4 g/cm3 dan 0,6 g/cm3. Papan partikel dengan target kerapatan 0,4 g/cm3 memiliki nilai kerapatan rata-rata sebesar 0,52 g/cm3,dengan nilai kerapatan tertinggi sebesar 0,53 g/cm3 adalah papan partikel dari jenis kayu cempaka, dan nilai kerapatan terendah
sebesar 0,48 g/cm3 adalah papan partikel dari jenis kayu campuran. Sedangkan papan partikel dengan target kerapatan 0,6 g/cm3 memiliki nilai kerapatan rata-rata sebesar 0,68 g/cm3, dengan nilai kerapatan tertinggi sebesar 0,71 g/cm3 adalah papan partikel dari jenis kayu sengon, dan nilai kerapatan terendah sebesar 0,64
g/cm3 adalah papan partikel dari jenis kayu manglid.
Dapat dilihat pada Gambar 3 bahwa secara keseluruhan nilai kerapatan
papan partikel yang dihasilkan lebih tinggi daripada target kerapatan yang
diinginkan, yaitu 0,4 g/cm3 dan 0,6 g/cm3. Hal ini mengacu kepada Haygreen dan
Bowyer (1989) yang menyatakan bahwa nilai kerapatan papan partikel sangat
dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan dimana semakin tinggi kerapatan
papan partikel maka semakin tinggi kekuatannya. Semakin rendah kerapatan
bahan baku maka kerapatan papan yang dihasilkan akan semakin tinggi, sehingga
kekuatan papan partikel akan semakin tinggi pula. Pada penelitian ini digunakan
bahan baku berupa jenis kayu dengan berat jenis yang rendah, yaitu sengon 0,33,
cempaka 0,43, dan manglid 0,41, sehingga nilai kerapatan papan partikel yang
dihasilakan lebih tinggi dari kerapatan bahan bakunya. Kerapatan bahan baku
kayu yang rendah menyebabkan partikel lebih mudah dipadatkan pada saat proses
pengempaan dan menghasilkan kontak antar partikel yang lebih baik, sehingga
ikatan antar partikel menjadi lebih kuat dan menghasilkan papan partikel dengan
kekuatan yang lebih tinggi. Nilai compretion ratio papan partikel adalah 1,51 (sengon 0,4), 2,15 (sengon 0,6), 1,23 (cempaka 0,4), 1,58 (cempaka 0,6), 1,22
(manglid 0,4), 1,56 (manglid 0,6). Lebih lanjut Maloney (1993) menyatakan
bahwa meningkatnya kerapatan papan partikel akan menghasilkan nilai sifat fisis
dan mekanis yang lebih baik dengan stabilitas dimensi yang tinggi. Peningkatan
kerapatan lembaran dapat menimbulkan ikatan antar partikel yang lebih baik dan
pemakaian perekat menjadi lebih efektif sehingga muai tebal dan ekspansi linier
papan semakin berkurang.
Untuk mengetahui pengaruh komposisi jenis kayu dan target kerapatan
terhadap kerapatan papan partikel maka dilakukan analisis keragaman dengan
menggunakan uji F pada tingkat kepercayaan 95 %. Berdasarkan hasil analisis
keragaman pada Lampiran 5 diketahui bahwa perbedaan jenis kayu yang
digunakan tidak menyebabkan perbedaan nilai kerapatan papan partikel, yang
ditunjukkan oleh nilai signifikansi yang lebih besar dari α (α=0,05), sehingga F
hitung lebih kecil dari F tabel. Sedangkan perbedaan target kerapatan yang
digunakan telah menyebabkan nilai kerapatan papan partikel yang berbeda, hal ini
ditunjukkan oleh nilai F hitung yang lebih besar dari F tabel.
Tidak meratanya penyebaran partikel pada tahap pembuatan lembaran saat
proses pembuatan papan partikel dapat menyebabkan nilai kerapatan yang
bervariatif (Setiawan 2004 dalam Alam 2009). Sedangkan menurut Kelley (1997)
beberapa faktor seperti jenis kayu (kerapatan kayu), besarnya tekanan kempa,
jumlah partikel kayu dalam lapik, kadar perekat serta bahan tambahan lainnya.
4.1.2. Kadar Air
Nilai kadar air hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Kadar air papan partikel
Gambar 4 menunjukkan bahwa tidak terdapat perubahan nilai kadar air
yang cukup jauh antar target kerapatan pada jenis kayu yang sama, namun
terdapat perbedaan nilai kadar air yang cukup jauh dari setiap jenis kayu yang
digunakan pada target kerapatan yang sama. Papan partikel dengan target
kerapatan 0,4 g/cm3 memiliki nilai kadar air rata-rata sebesar 7,13 %,dengan nilai tertinggi sebesar 8,39 %adalah papan partikel dari jenis kayu cempaka, dan nilai
terendah sebesar 5,98 % adalah papan partikel dari jenis kayu manglid. Sedangkan
papan partikel dengan target kerapatan 0,6 g/cm3 memiliki nilai kadar air rata-rata sebesar 7,3 %, dengan nilai tertinggi sebesar 8,07 % adalah papan partikel dari
jenis kayu cempaka, dan nilai kerapatan terendah sebesar 6,62 % adalah papan
partikel dari jenis kayu manglid. Menurut Maloney (1993), nilai kadar air dan
distribusinya menurut ketebalan dan bentuk papan partikel akan sangat
mempengaruhi sifat dari papan partikel yang dihasilkan.
Berdasarkan hasil analisis keragaman pada Lampiran 5 dengan
menggunakan uji F pada tingkat kepercayaan 95 %, secara keseluruhan diketahui
bahwa jenis kayu yang berbeda telah menghasilkan nilai kadar air papan partikel
yang berbeda, ditunjukkan oleh nilai signifikansi yang lebih kecil dari α (α=0,05),
maka F hitung lebih besar dari F tabel. Hasil uji lanjut Duncan yang terdapat pada
Lampiran 6 menunjukkan bahwa jenis kayu cempaka dan campuran adalah jenis
yang memiliki nilai kadar air paling tinggi. Namun hasil analisis keragaman pada
masing-masing target kerapatan menunjukkan bahwa papan partikel dengan target
kerapatan 0,6 g/cm3 memiliki nilai kadar air yang sama. Secara keseluruhan, target kerapatan yang berbeda menghasilkan nilai kadar air papan partikel yang
sama, hal ini ditunjukkan oleh nilai F hitung yang lebih kecil dari F tabel. Tetapi
hal ini tidak terjadi pada papan partikel dari jenis kayu sengon.
Nilai kadar air yang tinggi dapat disebabkan oleh penggunaan jenis
perekat yang berupa cairan, jenis perekat urea formaldehida cair dengan Resin Solid Content 50 % akan menambah nilai kadar air papan partikel menjadi lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan Haygreen dan Bowyer (1989) yang menyatakan
bahwa apabila pada pembuatan papan partikel menggunakan perekat cair maka
partikel yang digunakan harus memiliki kadar air (2 %-5 %). Penggunaan perekat
cair pada papan maka kadar air papan akan bertambah ±4-6 %. Apabila
dibandingkan dengan standar JIS A 5908-2003 tentang papan partikel, maka nilai
kadar air seluruh papan partikel hasil penelitian ini telah memenuhi standar yang
telah ditentukan. Nilai kadar air papan partikel berdasarkan JIS A 5908-2003
adalah berkisar antara 5-13 %.
4.1.3. Daya Serap Air
Papan partikel yang berkualitas baik adalah papan partikel yang dapat
menyerap air serendah mungkin. Untuk menguji besarnya daya serap air papan
partikel maka dilakukan perendaman selama dua jam dan 24 jam. Papan partikel
dengan target kerapatan 0,4 g/cm3 memiliki rata-rata nilai daya serap air pada perendaman selama dua jam sebesar 89,51 %, dengan nilai tertinggi sebesar
117,14 %adalah papan partikel dari jenis kayu sengon, dan nilai terendah sebesar
67,26 % adalah papan partikel dari jenis kayu campuran. Sedangkan papan
partikel dengan target kerapatan 0,6 g/cm3 memiliki nilai rata-rata daya serap air pada perendaman selama dua jam sebesar 43,14 %, dengan nilai tertinggi sebesar
25,79 % adalah papan partikel dari jenis kayu campuran. Nilai daya serap air pada
perendaman selama dua jam dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Daya serap air papan partikel pada perendaman dua jam.
Dapat dilihat pada Gambar 5 bahwa seluruh papan partikel dari seluruh
jenis kayu memiliki nilai daya serap air pada perendaman dua jam yang lebih
tinggi pada target kerapatan 0,4 g/cm3 dibandingkan dengan target kerapatan 0,6 g/cm3.
Nilai daya serap air papan partikel selama perendaman 24 jam pada target
kerapatan 0,4 g/cm3 memiliki nilai rata-rata sebesar 123,92 %, dengan nilai tertinggi sebesar 144,10 %adalah papan partikel dari jenis kayu sengon, dan nilai
terendah sebesar 105,51 % adalah papan partikel dari jenis kayu campuran.
Sedangkan papan partikel dengan target kerapatan 0,6 g/cm3 memiliki nilai rata-rata daya serap air pada perendaman selama 24 jam yang dihasilkan sebesar 74,8
%, dengan nilai tertinggi sebesar 87,10 % adalah papan partikel dari jenis kayu
cempaka, dan nilai terendah sebesar 59,39 % adalah papan partikel dari jenis kayu
manglid. Nilai daya serap air pada perendaman selama 24 jam dapat dilihat pada
Gambar 6. Daya Serap air papan partikel pada perendaman 24 jam
Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa seluruh papan partikel dari seluruh
jenis kayu memiliki nilai daya serap air pada perendaman 24 jam yang lebih tinggi
pada target kerapatan 0,4 g/cm3 dibandingkan dengan target kerapatan 0,6 g/cm3, sama halnya dengan daya serap air papan partikel pada saat perendaman dua jam.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai kerapatan papan partikel maka
nilai daya serap airnya akan semakin rendah, atau air akan semakin sulit untuk
masuk ke dalam papan partikel. Sementara itu standar JIS A 5908-2003 tidak
menetapkan ketentuan mengenai nilai daya serap air, akan tetapi pengujian daya
serap air harus dilakukan untuk mengetahui kemampuan papan partikel untuk
menyerap air.
Berdasarkan hasil analisis keragaman pada Lampiran 5 dengan
menggunakan uji F pada tingkat kepercayaan 95 % diperoleh nilai signifikansi
yang lebih kecil dari α (α=0,05), sehingga untuk jenis kayu pada perendaman
selama dua jam F hitung lebih besar dari F tabel, hal ini menyatakan bahwa
perbedaan jenis kayu yang digunakan telah menyebabkan perbedaan nilai daya
serap air papan partikel. Hasil uji lanjut Duncan yang terdapat pada Lampiran 6
menunjukkan bahwa jenis kayu sengon dan cempaka adalah jenis yang memiliki
nilai daya serap air papan partikel pada perendaman selama dua jam yang paling
tinggi. Namun apabila analisis keragaman dilakukan pada papan partikel dalam
menunjukkan nilai F hitung yang lebih kecil dari F tabel, sehingga jenis kayu
yang berbeda tidak menyebabkan perbedaan nilai daya serap air papan partikel,
baik itu pada target kerapatan 0,4 g/cm maupun 0,6 g/cm3. Sedangkan target kerapatan yang ditingkatkan telah meningkatkan pula nilai daya serap air papan
partikel secara keseluruhan, hal ini ditunjukkan oleh nilai F hitung yang lebih
besar dari F tabel. Papan partikel dengan target kerapatan 0,4 g/cm3 memiliki nilai daya serap air yang lebih tinggi dibandingkan papan partikel dengan target
kerapatan 0,6 g/cm3. Akan tetapi hal tersebut tidak terjadi pada papan partikel dari jenis cempaka dan campuran yang telah menghasilkan nilai daya serap air yang
sama.
Pada proses pembuatan papan partikel ini juga ditambahkan parafin
sebagai bahan aditif yang dapat mengurangi daya serap air, sesuai dengan
Haygreen dan Bowyer (1989) yang menyatakan bahwa ada beberapa bahan aditif
yang dapat ditambahkan pada papan komposit dan yang paling banyak digunakan
adalah wax. Penambahan bahan aditif dapat meningkatkan tingkat resistensi papan partikel terhadap serangan air. Namun penambahan parafin tidak menutup
kemungkinan untuk tetap terjadinaya penyerapan air dalam jumlah yang tinggi,
Ariyani (2009) menyatakan bahwa hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu proses pengempaan yang kurang optimal sehingga ikatan antar partikel tidak
terlalu padat yang selanjutnya dapat menyebabkan air mudah masuk ke dalam
rongga-rongga papan partikel. Faktor lainnya adalah proses penaburan partikel
kayu yang tidak merata dan seragam pada saat proses pencetakan sehingga
kepadatan papan menjadi berbeda-beda pada setiap bagiannya. Faktor terakhir
adalah karena perekat UFadalah perekat yang kurang tahan terhadap air, sehingga
air dapat dengan mudah merusak ikatan-ikatan antara perekat dan partikel kayu.
Hal ini juga dijelaskan oleh Maloney (1993) yang menyatakan bahwa terdapat
kelemahan utama perekat urea formaldehida yaitu terjadi kerusakan pada
ikatannya terutama disebabkan oleh air dan kelembaban.
Djalal (1948) dalam Jatmiko (2006) menyatakan bahwa selain ketahanan
perekat terhadap air dan absorpsi bahan baku, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi besarnya penyerapan air papan partikel yaitu adanya saluran
partikel, dalamnya penetrasi perekat terhadap partikel dan luas permukaan partikel
yang tidak ditutupi perekat. Sementara itu penelitian Alam (2009) yang
melakukan perlakuan pendahuluan dengan merendaman partikel kayu,
menyatakan bahwa dengan perlakuan rendaman dingin dapat melarutkan zat
ekstraktif sehingga dapat meningkatkan kemampuan perekat dalam menembus
dinding sel, akibatnya proses perekatan berlangsung dengan baik.
4.1.4. Pengembangan Tebal
Pengujian pengembangan tebal papan partikel dilakukan melalui proses
yang sama seperti menguji daya serap air, yaitu dengan melakukan perendaman
selama dua jam dan 24 jam. Papan partikel dengan target kerapatan 0,4 g/cm3 memiliki nilai rata-rata pengembangan tebal pada perendaman selama dua jam
sebesar 23,03 %,dengan nilai tertinggi sebesar 32,12 %adalah papan partikel dari
jenis kayu cempaka, dan nilai terendah sebesar 13,81 % adalah papan partikel dari
jenis kayu manglid. Sedangkan papan partikel dengan target kerapatan 0,6 g/cm3 memiliki nilai rata-rata pengembangan tebal pada perendaman selama dua jam
sebesar 24,15 %, dengan nilai tertinggi sebesar 33,40 %adalah papan partikel dari
jenis kayu cempaka, dan nilai terendah sebesar 13,01 % adalah papan partikel dari
jenis kayu manglid. Nilai pengembangan tebal pada perendaman selama dua jam
dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Pengembangan tebal papan partikel pada perendaman dua jam.
Gambar 8 Pengembangan tebal papan partikel pada perendaman 24 jam.
Nilai pengembangan tebal papan partikel dengan target kerapatan 0,4
g/cm3 pada perendaman selama 24 jam yang dihasilkan memiliki rata-rata sebesar 29,22 %, dengan nilai tertinggi sebesar 39,75 %adalah papan partikel dari jenis
kayu sengon, dan nilai terendah sebesar 15,61 % adalah papan partikel dari jenis
kayu manglid. Sedangkan untuk target kerapatan 0,6 g/cm3, nilai pengembangan tebal pada perendaman selama 24 jam yang dihasilkan memiliki rata-rata sebesar
34,79 %, dengan nilai tertinggi sebesar 46,41 %adalah papan partikel dari jenis
kayu cempaka, dan nilai terendah sebesar 20,83 % adalah papan partikel dari jenis
kayu manglid.Nilai pengembangan tebal pada perendaman 24 jam hasil pengujian
dapat dilihat pada Gambar 8.
Berdasarkan hasil analisis keragaman pada Lampiran 5 dengan
menggunakan uji F pada tingkat kepercayaan 95 % diketahui bahwa perbedaan
jenis kayu yang digunakan secara keseluruhan telah menghasilkan nilai
pengembangan tebal yang tidak sama, hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi
yang lebih kecil dari α (α=0,05), maka F hitung lebih besar dari F tabel. Namun
jenis kayu yang berbeda menyebabkan nilai pengembangan tebal pada
perendaman selama dua jam yang sama pada target kerapatan 0,6 g/cm3. Hasil uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Lampiran 6. Sedangkan perbedaan target
kerapatan yang digunakan tidak menyebabkan perbedaan nilai pengembangan
tebal, hal ini ditunjukkan oleh nilai F hitung yang lebih kecil dari F tabel. Dan ini
terjadi pada semua papan partikel dari masing-masing jenis kayu yang berbeda.
Sementara itu JIS A 5908-2003 menetapkan bahwa nilai maksimal untuk
pengembangan tebal papan partikel adalah sebesar 12 %, maka untuk semua
contoh uji belum ada yang memenuhi standar JIS A 5908-2003. Menurut Ariyani
(2009) nilai pengembangan tebal yang terlalu tinggi ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain adalah tingkat absorpsi air oleh bahan baku yang
sangat tinggi, faktor lainnya adalah berdasarkan sifat bahan perekat yang
digunakan, urea formaldehida bukanlah perekat yang tahan terhadap air sehingga
ikatan-ikatan perekat dengan partikel dapat dengan mudah ditembus oleh air.
Tingginya pengembangan tebal pada papan partikel juga dipengaruhi oleh
kerapatan bahan baku kayu dan papan partikel, kerapatan bahan baku kayu dan
papan partikel yang rendah akan memudahkan air untuk masuk ke dalam
rongga-rongga antar partikel.
Nilai pengembangan tebal suatu papan partikel akan berpengaruh kepada
nilai stabilitas dimensinya, semakin tinggi nilai pengembangan tebalnya maka
nilai stabilitas dimensinya akan semakin rendah, sebaliknya jika nilai
pengembangan tebalnya semakin rendah maka nilai stabilitas dimensinya akan
semakin tinggi. Papan partikel yang berkualitas adalah yang memiliki nilai
stabilitas dimensi yang tinggi, dan pada umumnya papan partikel dengan nilai
stabilitas yang tinggi dapat digunakan untuk pemakaian eksterior. Hal tersebut mengacu kepada Haygreen dan Bowyer (1989) yang menyatakan bahwa papan
partikel mempunyai kelemahan stabilitas dimensi yang rendah. Pengembangan
tebal papan partikel sekitar 10-25 % dari kondisi kering kebasah melebihi
pengembangan kayu utuhnya serta pengembangan liniernya sampai 0,35 %.
Pengembangan panjang dan tebal pada papan partikel ini sangat besar
pengaruhnya pada pemakaian terutama bila digunakan sebagai bahan bangunan.
Papan partikel yang terbuat dari kayu dengan kerapatan rendah akan
mengalami pengempaan yang lebih besar pada saat pembebanan sehingga bila
direndam dalam air akan terjadi pembebasan tekanan yang lebih besar yang
mengakibatkan pengembangan tebal menjadi lebih tinggi (Haligan 1970 dalam
Rosid 1995). Pengembangan tebal diduga ada hubungannya dengan absorpsi air,
karena semakin banyak air yang diabsorpsi dan memasuki struktur partikel maka
Menurut Nuryawan (2007) proses pengempaan pada papan komposit yang berasal
dari kayu asal berkerapatan rendah akan menyebabkan pengembangan tebal yang
tinggi apabila papan tersebut direndam dalam air, akibat dari internal stress yang ditimbulkannya. Semakin rendah kerapatan kayu asalnya, semakin banyak juga
volume partikel yang diperlukan untuk membuat papan partikel. Hal ini
berpengaruh terhadap proses perekatan karena semakin banyak partikel kayu,
distribusi perekat menjadi berkurang.
4.2. Sifat Mekanis Papan Partikel 4.2.1. Modulus of Elasticity (MOE)
Keteguhan lentur merupakan ukuran ketahanan suatu benda untuk
mempertahankan bentuk yang berhubungan dengan kekakuan (Haygreen dan
Bowyer 1989). Nilai MOE hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 9. Dapat
dilihat pada Gambar 9 bahwa nilai MOE menjadi meningkat apabila target
kerapatan papan partikel juga ditingkatkan. Seluruh papan partikel hasil penelitian
memiliki nilai MOE yang jauh lebih tinggi pada target kerapatan 0,6 g/cm3 dibandingkan dengan target kerapatan 0,4 g/cm3. Hal ini sejalan dengan Haygreen dan Bowyer (1989), yang menyatakan bahwa semakin tinggi kerapatan papan
partikel maka akan semakin tinggi sifat keteguhan dari papan yang dihasilkan.
Gambar 9 MOE papan partikel.
Dari pengujian MOE papan partikel yang telah dilakukan menunjukkan
tertinggi sebesar 12866,11 kg/cm2 yaitu papan partikel dari jenis kayu sengon, dan nilai terendah sebesar 6711,03 kg/cm2 yaitu papan partikel dari jenis kayu campuran, nilai rata-ratanya adalah sebesar 8800,88 kg/cm2. Sedangkan papan partikel dengan target kerapatan 0,6 g/cm3 memiliki nilai MOE tertinggi sebesar 23209,19 kg/cm2 yaitu papan partikel dari jenis kayu sengon, sedangkan nilai terendah sebesar 16397,21 kg/cm2 yaitu papan partikel dari jenis kayu cempaka, nilai rata-ratanya adalah sebesar 19581,12 kg/cm2. Rowell (2005) menyatakan bahwa sumber utama keteguhan kayu terletak pada serat-serat kayu tersebut, serat
kayu umumnya tersusun atas tiga komponen kimia utama, yaitu selulosa,
hemiselulosa, dan lignin. Selulosa yang memiliki rantai polimer dan bobot
molekul yang tinggi bertanggungjawab penuh terhadap keteguhan kayu.
Sedangkan hemiselulosa bertindak sebagai matrik pembentuk selulosa serta
meningkatkan kerapatan dinding sel. Lignin tidak hanya bertugas sebagai
pengikat serat-serat kayu kedalam satu kesatuan yang utuh, tetapi juga mengikat
molekul-molekul selulosa dalam serat dinding sel.
Berdasarkan hasil analisis keragaman dengan menggunakan uji F pada
tingkat kepercayaan 95 % yang terdapat pada Lampiran 5 diketahui bahwa
perbedaan jenis kayu yang digunakan menyebabkan nilai MOE papan partikel
yang tidak berbeda baik itu pada target kerapatan 0,4 g/cm3 maupun 0,6 g/cm3, hal ini ditunjukkan oleh signifikansi yang lebih besar dari α (α=0,05), maka F hitung
lebih kecil dari F tabel. Sedangkan perbedaan target kerapatan yang digunakan
telah menghasilkan nilai MOE papan partikel yang berbeda, hal ini ditunjukkan
oleh nilai F hitung yang lebih besar dari F tabel. Papan partikel dengan target
kerapatan 0,6 g/cm3 memiliki nilai MOE yang lebih tinggi dibandingkan papan partikel dengan target kerapatan 0,4 g/cm3. Namun apabila analisis keragaman dilakukan pada papan partikel dalam masing-masing jenis kayu, maka nilai MOE
yang dihasilkan tidak berbeda antara target kerapatan 0,4 g/cm3 dan 0,6 g/cm3. Sementara itu nilai MOE yang telah ditetapkan oleh JIS A 5908-2003
adalah minimal 20.400 kg/cm2, sehingga penelitian ini telah memenuhi standar untuk papan partikel dari jenis kayu sengon dan kayu campuran yang keduanya
partikel dari jenis kayu sengon (16292 kg/cm2) dibandingkan jenis kayu afrika (11104 kg/cm2) dan mangium (14339 kg/cm2). Setiawan (2008) menyatakan bahwa semakin tinggi nilai MOE maka papan akan semakin tahan terhadap
perubahan bentuk. Nilai MOE papan partikel yang rendah dapat disebabkan
karena partikel kayu yang digunakan sebagai bahan baku belum memiliki ukuran
yang seragam. Partikel ideal untuk mengembangkan kekuatan dan stabilitas
dimensi adalah partikel serpih tipis dengan ketebalan seragam dengan
perbandingan tebal ke panjang yang tinggi (Haygreen dan Bowyer 1989). Ukuran
partikel kayu yang biasanya digunakan memiliki ukuran tebal 0,2-0,4 mm, lebar
0,3-30 mm, dan panjang 10-60 mm (Rowell 2005), sedangkan ukuran partikel
yang digunakan pada penelitian ini pada umumnya memiliki tebal 0,1-0,2 mm,
lebar 0,1-0,3 mm, dan panjang 10-15 mm.
4.2.2. Modulus of Rupture (MOR)
Keteguhan patah atau disebut juga dengan Modulus of Rupture adalah kekuatan mekanis yang harus diketahui dan sangat penting karena berhubungan
dengan penggunaan suatu benda sebagai komponenen structural. Haygreen dan Bowyer (1989) menyatakan bahwa keteguhan patah adalah beban maksimum
yang mampu ditahan oleh papan.
Dari pengujian MOR papan partikel yang telah dilakukan menunjukkan
Gambar 10 MOR papan partikel.
Berdasarkan Gambar 10 diketahui bahwa terjadi peningkatan nilai MOR
yang cukup signifikan dari papan partikel dengan kerapatan 0,4 g/cm3 menuju kerapatan 0,6 g/cm3, dan ini dialami oleh papan partikel dari seluruh jenis kayu yang digunakan. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai kerapatan
suatu papan partikel maka nilai MOR dari papan partikel tersebut juga akan
semakin meningkat, sama halnya dengan nilai MOE papan partikel pada
pengujian sebelumnya. Maloney (1993) menambahkan bahwa MOR dipengaruhi
oleh kandungan dan jenis perekat yang digunakan, daya ikat perekat, dan ukuran
partikel.
Dari hasil analisis keragaman pada Lampiran 5 dengan menggunakan uji F
pada tingkat kepercayaan 95 % diperoleh nilai signifikansi yang lebih kecil dari α
(α=0,05), sehingga F hitung lebih besar dari F tabel. Hal ini menunjukkan bahwa
secara keseluruhan setiap jenis kayu yang digunakan untuk papan partikel
memperoleh nilai MOR yang berbeda. Hasil uji lanjut Duncan yang terdapat pada
Lampiran 6 menunjukkan bahwa jenis kayu sengon adalah yang memiliki nilai
MOR paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Akan tetapi nilai MOR
menjadi tidak berbeda antar jenis kayu apabila analisis keragaman dilakaukan
pada masing-masing target kerapatan. Nilai F hitung yang lebih besar dari F tabel
juga diperoleh untuk target kerapatan, sehingga perubahan target kerapatan papan
partikel menghasilkan nilai MOR yang berbeda dalam setiap jenis kayu yang
sama. Papan partikel dengan target kerapatan 0,6 g/cm3 memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan papan partikel dengan target kerapatan 0,4 g/cm3.
Menurut Kollman (1975) kekuatan lentur patah atau Modulus of Rupture
(MOR) merupakan sifat mekanis kayu yang berhubungan dengan kekuatan kayu
yaitu ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban atau gaya luar yang bekerja
padanya dan cenderung merubah bentuk dan ukuran kayu tersebut. Apabila nilai
hasil pengujian MOR dibandingkan dengan JIS A 5908-2003 maka papan partikel
dengan target kerapatan 0,6 g/cm3 telah memenuhi syarat untuk seluruh jenis, dan untuk papan partikel dengan target kerapatan 0,4 g/cm3 telah memenuhi syarat untuk jenis kayu sengon, sehingga papan partikel dari jenis kayu sengon menjadi
yang terbaik untuk pengujian MOR ini. Nilai MOR papan partikel yan ditetapkan
JIS A 5908-2003 adalah minimal 82 kg/cm2. Hasil yang tidak jauh berbeda juga diperoleh pada penelitian sebelumnya (Alam 2009) yang menggunakan jenis kayu
sengon, afrika dan mangium, seluruh papan partikelnya telah sesuai dengan JIS A
5908-2003 yaitu memiliki nilai MOR yang berkisar antara 150,69–192,90 kg/cm2.
4.2.3. Internal Bond (IB)
Nilai internal bond hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Internal Bond papan partikel.
Berdasarkan nilai yang diperoleh menunjukkan bahwa papan partikel