• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap Nilai SPF Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson dan Oktil Metoksisinamat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penambahan Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap Nilai SPF Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson dan Oktil Metoksisinamat"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Pohon sirsak

Lampiran 2. Simplisia daun sirsak

(2)

Lampiran 4. Ekstrak kental daun sirsak

Lampiran 5. Sediaan krim

(3)

Lampiran 7. Pengukuran pH sediaan

Lampiran 8. Uji homogenitas

(4)

Lampiran 10. Spektrofotometer UV-Vis

Lampiran 11. Timbangan digital

(5)

Lampiran 13. Uji Stabilitas Minggu ke-0 dan Minggu ke-12

Minggu ke-0

Minggu ke-12

Lampiran 14. Uji iritasi terhadap relawan

(6)

Lampiran 15. Contoh perhitungan nilai SPF pada pengulangan 1

Sampel CF λ(nm) Abs EE x I EE x I x Abs ∑( EE x I x Abs)xCF SPF

Basis Krim 10

290 0.043 0.0150 0.000645 0.00645

0.39 295 0.041 0.0817 0.003349 0.03349

300 0.040 0.2874 0.011496 0.11496 305 0.039 0.3278 0.012742 0.12742 310 0.038 0.1864 0.007083 0.07083 315 0.036 0.0839 0.003020 0.03020 320 0.032 0.0180 0.000576 0.00576

TOTAL 0.038957 0.03895

Blanko 10

290 1.402 0.0150 0.021030 0.21030

15.75 295 1.476 0.0817 0.120589 1.20589

300 1.526 0.2874 0.438572 4.38572 305 1.584 0.3278 0.519235 5.19235 310 1.671 0.1864 0.311474 3.11474 315 1.639 0.0839 0.137512 1.37512 320 1.499 0.0180 0.026982 0.26982

TOTAL 1.575394 15.75394

F I 10

290 1.506 0.0150 0.022590 0.22590

16.89 295 1.580 0.0817 0.129086 1.29086

300 1.637 0.2874 0,470473 4.70473 305 1.701 0.3278 0.557587 5.57587 310 1.791 0.1864 0.333842 3.33842 315 1.756 0.0839 0.147328 1.47328 320 1.605 0.0180 0.028890 0.28890

TOTAL 1.689796 16.89796

F II 10

290 1.715 0.0150 0.025725 0.25725

19.51 295 1.818 0.0817 0.148530 1.48530

(7)

Lampiran 15. (Lanjutan)

F III 10

290 1.923 0.0150 0.028845 0.28845

20.87 295 1.988 0.0817 0.162419 1.62419

300 2.040 0.2874 0.586296 5.86296 305 2.153 0.3278 0.570575 5.70575 310 2.174 0.1864 0.405233 4.05233 315 1.977 0.0839 0.165870 1.65870 320 1.715 0.0180 0.030870 0.30870 TOTAL 2.087064 20.87064

F IV 10

290 2.164 0.0150 0.032640 0.32640

23.34 295 2.263 0.0817 0.184887 1.84887

(8)

Lampiran 16. Tabel hubungan panjang gelombang dan nilai EE x I (Dutra, dkk., 2004).

Panjang Gelombang (λ nm) EE x I

290

0,0150 295

0,0817 300

0,2874 305

0,3278 310

0,1864 315

0,0839 320

0,0180 Total

(9)
(10)

Lampiran 18. Data serapan UV basis krim

Basis Krim, pengulangan 1 Basis Krim, pengulangan 4

Basis Krim, pengulangan 2 Basis Krim, pengulangan 5

(11)

Lampiran 19. Data serapan UV blanko

Blanko, pengulangan 1 Blanko, pengulangan 4

Blanko, pengulangan 2 Blanko, pengulangan 5

(12)

Lampiran 20. Data serapan UV formula I

Formula I, pengulangan 1 Formula I, pengulangan 4

Formula I, pengulangan 2 Formula I, pengulangan 5

(13)

Lampiran 21. Data serapan UV formula II

Formula II, pengulangan 1 Formula II, pengulangan 4

Formula II, pengulangan 2 Formula II, pengulangan 5

(14)

Lampiran 22. Data serapan UV formula III

Formula III, pengulangan 1 Formula III, pengulangan 4

Formula III, pengulangan 2 Formula III, pengulangan 5

(15)

Lampiran 23. Data serapan UV formula IV

Formula IV, pengulangan 1 Formula IV, pengulangan 4

Formula IV, pengulangan 2 Formula IV, pengulangan 5

(16)
(17)
(18)

Lampiran 26. Surat pernyataan uji iritasi

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Kiki Rizki Andani Nst Usia : 21 tahun

Alamat : Jl. Dr. Mansyur gg. Saudara no 5

Menyatakan bersedia menjadi sukarelawan untuk uji iritasi dalam penelitin Karina Adirra Islami Affan dengan judul penelitian Pengaruh Penambahan Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap Nilai SPF Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenzone dan Oktil Metoksisinamat dan Memenuhi Kriteria sebagai sukarelawan uji sebagai berikut (Ditjen POM, 1985):

1. Wanita berbadan sehat 2. Usia antara 20-30 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi, dan 4. Menyatakan kesediaan sebagai Panelis uji iritasi

Demikian surat pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Medan, Januari 2016 Sukarelawan,

(19)
(20)

Lampiran 28. Bagan alir pembuatan ekstrak daun sirsak

Dibasahi dengan Etanol 70% Didiamkan selama 3 jam

Dimasukkan kedalam alat perkolator

Dituang cairan penyari Etanol 70% sampai semua simplisia terendam dan terdapat selapis cairan penyari diatasnya

Ditutup mulut tabung perkolator dengan alumunium foil dan dibiarkan selama 24 jam Dibuka kran perkolator dan dibiarkan tetesan ekstrak mengalir dengan kecepatan perkolat diatur 20 tetes/menit

Ditampung perkolat, perkolasi dihentikan sampai tetesan ekstrak jernih (tidak berwarna)

Dipekatkan diatas penangas air 300 gram simplisia daun sirsak yang sudah di

haluskan

Perkolat Etanol 70%

(21)

Lampiran 29. Bagan alir pembuatan krim tabir surya

Bahan (Sorbitol, Propilen Glikol, TEA, Nipagin, Asam Stearat, Setil Alkohol, Avobenson, Ekstrak Daun Sirsak, Oktil Metoksisinamat)

Ditimbang Fase Air : Sorbitol,

Propilen glikol,

Dimasukkan ke dalam lumpang panas, T= ± 75oC

Ditambahkan Oktil Metoksisinamat, gerus hingga homogen

Ditambahkan fase air sedikit demi sedikit hingga terbentuk massa krim

Ditambahkan krim ke dalam ekstrak daun sirsak, kemudian gerus hingga ekstrak daun sirsak tercampur homogen dengan massa krim

(22)

Lampiran 30. Bagan alir pengujian nilai SPF krim tabir surya

Ditimbang sebanyak 1 gram Dilarutkan dengan Etanol 96%

Dimasukkan ke dalam Labu tentukur 100 ml Lalu dicukupkan dengan Etanol 96% hingga garis tanda

Disaring

Dibuang 10 ml pertama Lalu dipipet lagi 5 ml filtrat

Dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml

Dicukupkan dengan Etanol 96% hingga garis tanda

Lalu dipipet 5 ml aliquot dari labu tentukur 50 ml Dimasukkan dalam labu tentukur 25 ml

Dicukupkan dengan etanol 96% hingga garis tanda

Larutan dengan konsentrasi 200 ppm Krim Tabir Surya

(23)

Lampiran 31. Pengujian normalitas dan Uji Kruskal-Wallis dengan SPSS

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Kruskal-Wallis Test

a. Kruskal Wallis Test

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Adewole., Stephen, O., Martins., Ezekiel, A., dan Caxton. (2006). Morphological Changes and Hypoglycemic Effects of Annona Muricata Linn. (Annonaceae) Leaf Aqueous Extract on Pancreatic Β-Cells of Streptozotocin-Treated Diabetic Rats. African Journal of Biomedical Research. 9: 173 - 187.

Afonso, S., Horita., Silva., dan Miranda. (2014). Photodegradation Of Avobenzone: Stabilization Effect Of Antioxidants. Journal of photochemistry and photobiology. 140: 36-40.

Ahalya, B.K.R., dan Priyabandhavi, P. (2013). Evaluation of In Vitro Antioxidant Activity of Annona muricata Bark. International Journal of Pharmaceutical, Chemical and Biological Science. 3 (1): 13.

Ansel, H.C. (1989). Pengantar bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Terjemahan. Dari Introduction to Pharmaceutical Dosage Form, oleh Farida Ibrahim. Jakarta: UI Press. Halaman 27-29.

Ansel, H.C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta: UI Press. Halaman 389.

Barel. A., Paye, M., dan Maibach, H. (2001). Handbook Of Cosmetic Science And Technology. Edisi Kedua. New York: Marcel Dekker. Halaman 451-459.

Barel. A., Paye, M., dan Maibach, H. (2009). Handbook Of Cosmetic Science And Technology. Edisi Ketiga. New York: Informa Heathcare USA, Inc. Halaman 316.

Baskar, R., Rajeswari, V., dan Kumar, T.S. (2007). In vitro antioxidant studies in leaves of Annona species. Indian J Exp Biol. 45 (5): 480.

Bauman, L., dan Saghari, S. (2009). Cosmetic Dermatology Principles and Practice. Edisi Kedua. New York: McGraw-Hill. Halaman: 3-7.

Brown, G.B., dan Burns, T. (2005). Dermatologi. Edisi kedelapan. Jakarta: Erlangga. Halaman 2-3.

Brown, M., dan Fardell, M. (2000). Sun Damage and Sunscreen Preparations. In: Butler H. Poucher’s Perfumes, Cosmetic, and Soaps. Edisi Kesepuluh Dordrecht: Kluwer Academic Publisher. Halaman 469, 475, 476.

(25)

De Fretes, H., Susanto, A.B., Limantara, L., Prasetyo, B., Heriyanto., dan Brotosudarmo, T.H.P. (2011). Composition and Content of Pigment, Photostability, and Thermostability Studies of Crude Pigment Extracts from Red, Brown, and Green Varierities of Red Algae Kappa phycusalvarezii Doty. Seminar ICONS. Universitas Ma Chung. Malang. 17(1): 31-38.

Djuanda, A. (2007). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Halaman 321-322.

Dutra, E.A., Daniella, A.G., dan Erika, R.S. (2004). Determination of Sun Protection Factor (SPF) of sunscreen by Ultraviolet Spectrophotometer. Brazillian Journal of Pharmaceutical Science. 40 (3): 381-382.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 39.

Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal POM, Departemen Kesehatan RI. Halaman 29, 399, 400, 403-404, 415-416.

Elmarzugi, N.A., Keleb, E.I., Mohammed, A.T. Issa, Y.S., dan Hamza, A.M. (2013). The Relation between Sunscreen and Skin Pathochanges Mini Review. International Journal of Pharmaceutical Science Inventio. 2: 43-52.

Ersi, H. (2011). Khasiat dan Manfaat Daun Sirsak dalam Menumpas Kanker. Jakarta: Tim Elang Media. Halaman 10.

FDA. (2011). Sunburn Protection Factor (SPF). 2016.

Gordon, V.C. (1993). Evaluation Du Facteur De Protection Solaire. Parfum Cosmet. Arom. 112: 62-65.

Gilchrest, B.A., dan Krutmann, J. (2004). Skin Aging. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Halaman 1, 34-42.

Haijun, Y., Zhang, N., Zeng, Q., Yu, Q., Ke, S., dan Li, X. (2010). HPLC Method for Simultaneous Determination of Ten Annonaceous Acetogenins after Supercritical Fluid CO2 Extraction. International Jurnal of Biomedical Science. 6(3): 202-7.

(26)

Harahap, M. (2000). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates. Halaman 271-272. Hogade, M.G, Basawaraj, S.P, dan Dhumal, P. (2010). Comparative Sun Factor Determination of Fresh Fruit Extract of Cucumber VS Marketed Cosmetic Formulation. Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Science. (1): 55-59.

Jain, S. (2012). Dermatology: Ilustrated Study Guide and Comprehensive Board Review. New York: Springer Science. Halaman 2-10.

Liaw, C.C., dan Chang, F.R. (2002). New Cytotoxic Monotetrahydrofuran Annonaceous acetogenins from Annona muricata. J Nat Prod: 65 (4): 470.

Lucas, R., McMichael, T., Smith, W., dan Armstrong, B. (2006). Solar Ultraviolet Radiation. Geneva: WHO. Halaman 2-4.

Mansur, J.S., Breder, M.N.R., Mansur, M.C.A. dan Azulay, R.D. (1986). Determinacio do Fator de Protecllo Solar por Espectrofotometria. An. B Dermatol. 61: 121-124.

Matsushige, A., Matsunami, K., Kotake, Y., Otsuka, H, dan Ohta, S. (2012). Three New Megastigmanes from the leaves of Annona muricata. J Nat Med. 66 (2): 284-291.

Meiyanto, E., Supardjan, M., dan Agustina, D. (2006). Efek antiproliferatif pentagamavunon-o terhadap sel kanker payudara T47D. Jurnal Kedokteran Yarsi. 14 (1): 11-15.

Mitsui, T. (1997). New Cosmetics Science. Amsterdam: Elsevier Science. Halaman 458-460.

Moyal, D., Alard, V., Bertin, C., Boyer, F., Brown, M.W., Kolbe, L., Matts, P., dan Pissavini, M. (2012). The revised COLIPA in vitro UVA method. International Journal Cosmetics Science. 10: 1-6

Muller, I. (1997). Sun and Man: An anbivalent Relationship in The History of Medicine on Skin Cancer and UV Radiation. Berlin: Springer. Halaman 3, 12.

Padma, P., Chansouria, J.P.N,. dan Khosa, R.L. (1999). Hepatoprotective Activity of Annona muricata Linn. And Plyalthia cerasoides bedd. Anc Sci Life. 19 (1): 7-10.

(27)

Price, S.A., dan Wilson, L.M.C. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi keenam. Jakarta: EGC. Halaman 1416-1418.

Putri, R.N.A. (2012). Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L.) dengan metode DPPH 1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazil. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Rachmani, E. (2012). Cytotoxic Effects of Methanol Extracts of Soursop Leaves (Annona muricata) on MCF-7 Cell Line and its Effect on Expression of bel-2. Thesis. Purwokerto: Jendral Soedirman University. Halaman 75. Rawlins, E.A. (2003). Bentlye’s Textbook Of Pharmaceutics. Edisi Kedelapan

belas. London: Bailierre Tindall. Halaman 355.

Reiche, L., dan Sinclair, C. (2015). UN Update on Sunscreen IIII. Australia: A research review publication. Halaman 1-6.

Rigel, D.S., Weiss, R.A., Lim, H.W., dan Dover, J.S. (2004). Photoaging. Newyork: Marcell Dekker. Halaman 517-514.

Rieger, M.M. (2000). Harry,s Cosmetology. Edisi Kedelapan. New York: Chemical Publishing Co., Inc. Halaman 420-421.

Rostamailis. (2005). Penggunaan Kosmetik, Dasar Kecantikan dan Berbusana Yang Serasi. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 19, 43.

SAX, B.W. (2000). Educating Consumers about sun protection. Pharm. Times, New York. 66 (5): 48-50.

Sayre, R.M., Agin, P.P., Levee, G.J., dan Marlowe, E. (1979). Comparison of in vivo and in vitro testing of sunscreening formulas. Photochem Photobiol. 29: 559-66.

Setiawan, T. (2010). Uji Stabilitas Fisik dan Penentuan Nilai SPF Krim Tabir Surya Yang Mengandung Ekstrak Daun Teh Hijau (Camelia sinensis L), Oktil Metoksisinamat dan Titanium Oksida. Skripsi. Jakarta: FMIPA UI. Halaman 25.

Shaath, N.A. (2005). Sunscreens. Edisi Ketiga. New York: Taylor & Francis Group. Halaman 211-213.

(28)

Svobodova, A., Psotova, J., dan Walternova, D. (2003). Natural Phenolic In prevention Of UV-induced Skin Damage ( A review). Biomed papers: 147 (2): 137-145.

Syamsuni, H.A. (2007). Ilmu Resep. Jakarta: EGC. Halaman 165.

Tabrizi, H., Mortazavi, S. A., dan Kamalinejad, M.. (2003). An in vitro evaluation of various Rosa damascena flower extracts as natural antisolar agent. International Journal Cosmetic Scienc. 4 (12): 4-6.

Taufikkurohmah, T. (2005). Sintesis P-Metoksisinamil dari Etil P-Metoksisinamat Hasil Isolasi Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) sebagai Kandidat Tabir Surya. Indonesian Journal of Chemistry. 5 (3): 193-197.

Tranggono, R.I.S., dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu pengetahuan Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Halaman 45-47.

Trubus, I.K. (2015). 100 Plus Herbal Indonesia Bukti Ilmiah dan Racikan. Depok: PT Trubus Swadaya. Halaman 566-573.

Velasco, M.V., Sarruf, F.D., Salgado, S., dan Kaneko, T.M. (2008). Broad Spectrum Bioactive Sunscreens. International Journal Pharmacy: 363 (1-2): 50-57.

Wang, S.Q., Balagula, Y., dan Osterwaldert, U. (2010). Photoprotection: a review of the current and Future Technologies. Dermatologies Therapy. 23: 31-47.

Washington, N., Washington, C., dan Wilson, C.G. (2003). Physiological Pharmaceutics: Barriers to Drug Absorption. Edisi kedua. New York: Taylor and Francis. Halaman 181-195.

Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI press. Halaman 33-37.

Wilkinson, J.B., Moore, R.J., dan Godwin, G. (1982). Harry’s Cosmeticology. New York, London: Willy Interscience. Halaman 256-257.

Windono, T., Jany., dan Soeratri, W. (1997). Aktivitas Tabir Matahari Etil P-Metoksisinamat yang diisolasi dari rimpang kencur (Kaempferia galanga L.). Warta Tumbuhan Obat Indonesia. Halaman 38.

(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh ekstrak etanol daun sirsak terhadap nilai SPF krim tabir surya kombinasi avobenson dan oktil metoksisinamat dengan penabahan ekstrak etanol daun sirsak dengan konsentrasi 4% (FI), 6% (FII), 8% (FIII) dan 10% (FIV). Kemudiaan ditentukan nilai Sun Protection Factor (SPF) dari krim tabir surya ekstrak etanol daun sirsak. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Obat Tradisional, Laboratorium Kosmetologi dan Laboratorium Farmasi Fisik Universitas Sumatera Utara.

3.1 Alat-Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas (gelas ukur, labu ukur, erlenmeyer, pipet ukur), mortir, stamper, batang pengaduk, spatula, kertas saring, tissue lensa, waterbath, timbangan analitik, pH meter, spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV 1800).

3.2 Bahan-Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak daun sirsak, alkohol 70%, oktil metoksisinamat, avobenson, setil alkohol, asam stearat, propilen glikol, trietanolamin, sorbitol, nipagin, aquadest, dan alkohol 96%.

3.3 Penyiapan Bahan Tanaman

(30)

3.3.1 Pengambilan bahan tanaman

Metode pengambilan bahan dilakukan secara purposif tanpa membandingkan dengan bahan yang sama dari daerah lain. Daun sirsak diambil di Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

3.3.2 Identifikasi tanaman

Identifikasi tanaman dilakukan di “Herbarium Bogoriense” Bidang Botani Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat penelitian Biologi Bogor. 3.3.3 Pengolahan bahan tanaman

Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini daun sirsak yang masih segar (diambil dari daun ke 3 sampai daun ke 7 setiap tangkainya). Daun sirsak dipisahkan dari pengotor, lalu ditimbang di peroleh berat awal 2,7 kg. Daun sirsak dicuci hingga bersih kemudian ditiriskan dan ditimbang. Diperoleh berat basah daun sirsak 2,8 kg. Selanjutnya daun sirsak dikeringkan dalam lemari pengering dengan suhu 40oC sampai daun sirsak kering. Simplisia yang telah kering ditimbang dan diperoleh berat daun sirsak kering 410 g. Setelah itu simplisia kering dihaluskan menggunakan blender.

3.4 Prosedur Kerja 3.4.1 Pembuatan ekstrak

(31)

3.4.2 Formulasi sediaan krim tabir surya

Berdasarkan orientasi yang dilakukan terhadap formula krim Young (1972) menghasilkan krim yang lebih mudah merata pada permukaan kulit dan tidak berminyak dibandingkan formula Mitsui (1997). Formula mitsui menghasilkan krim yang berminyak, hal ini disebabkan formula Mitsui memiliki konsentrasi fase minyak yang lebih banyak dibandingkan formula Young, selain itu penambahan avobenson dalam sediaan juga semakin menambah fase minyak pada sediaan. Sehingga krim yang dihasilkan lebih berminyak dan lengket. Oleh karena itu dipilih formula Young (1972) untuk membuat krim tabir surya kombinasi oktil metoksisinamat, avobenson dan ekstrak etanol daun sirsak.

3.4.2.1 Formulasi krim standar

Berdasarkan formula tabir surya yang menggunakan tipe dasar krim minyak dalam air (Young, 1972):

R/ Setil alkohol 0,5

3.4.2.2 Formulasi Krim Modifikasi R/ Setil alkohol 0,25

Asam stearat 6

Sorbitol 2,5

Propiln glikol 1,5

Nipagin 1,2

TEA 0,5

Avobenson 1,5

Oktil Metoksisinamat 3.75

(32)

3.4.2.3 Formula krim dengan variasi konsentrasi ekstrak daun sirsak

Formula krim tabir surya dengan menggunakan ekstrak etanol daun sirsak, avobenson dan oktil metoksisinamat dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Komposisi formula krim tabir surya

Bahan

3.4.2.4 Pembuatan sediaan krim tabir surya

(33)

3.5 Evaluasi Sediaan Krim

Evaluasi fisik sediaan meliputi organoleptik, pemeriksaan homogenitas, penentuan tipe emulsi, pengamatan stabilitas sediaan, uji iritasi terhadap sukarelawan, serta penentuan nilai SPF krim tabir surya.

3.5.1 Organoleptik

Pengamatan sediaan krim dilakukan terhadap warna krim, bau dan terjadinya pemisahan fase.

3.5.2 Pemeriksaan homogenitas

Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan menggunakan objek gelas dengan cara: Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM., 1979).

3.5.3 Penentuan tipe emulsi

Metode untuk menentukan tipe emulsi yaitu dengan cara krim diencerkan dengan air, dengan konsentrasi 1% bila emulsi mudah diencerkan dengan air, maka emulsi tersebut adalah tipe m/a. Selain itu Penentuan tipe krim sediaan juga dapat dilakukan dengan cara sejumlah tertentu sediaan diletakkan di atas kaca objek, ditambahkan satu tetes biru metilen, diaduk dengan batang pengaduk, bila biru metilen tersebar merata berarti sediaan tipe minyak dalam air, tetapi jika warna hanya berupa bintik-bintik biru, berarti tipe sediaan adalah air dalam minyak (Ditjen POM., 1985).

3.5.4 Pengukuran pH sediaan krim

(34)

dikeringkan dengan tisu. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 g sediaan dilarutkan dalam beker glass hingga 100 ml aquades. Kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan. Penentuan pH dilakukan tiga kali pada krim terhadap masing-masing konsentrasi (Rawlins, 2003). Nilai pH diamati sebelum dan sesudah penyimpanan. Nilai pH penting untuk mengetahui tingkat keasaman dari sediaan agar tidak mengiritasi kulit. Sehingga pH sediaan kosmetik harus sesuai dengan pH fisiologis “mantel asam” kulit, mantel asam kulit merupakan lapisan tipis lembab yang bersifat asam, lapisan ini merupakan lapisan perlindungan pertama kulit yang berfungsi sebagai penyangga untuk menetralisir bahan kimia yang terlalu asam atau terlalu alkalis, semakin alkalis atau semakin asam bahan yang mengenai kulit akan semakin sulit untuk menetralisirnya sehingga kulit menjadi kering, pecah-pecah, sensitif dan mudah terkena infeksi. Uji pH bertujuan untuk melihat kesesuaian keasaman dari sediaan dengan pH kulit yang mempunyai rentang 4,5-7,0 (Wasitaatmadja, 1997). 3.5.5 Pengamatan stabilitas sediaan

Masing-masing formula sediaan dimasukkan kedalam pot plastik, ditutup bagian atasnya dengan plastik. Selanjutnya pengamatan dilakukan pada saat sediaan telah selesai dibuat, penyimpanan dilakukan selama 12 minggu pada temperatur kamar, bagian yang diamati berupa pemisahan fase, perubahan warna dan bau dari sediaan.

3.6 Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan

(35)

malam hari (Wasitaatmadja, 1997). Reaksi yang diamati adalah terjadinya eritema dan edema. Menurut Barel, dkk (2001), indeks iritasi primer dengan skor Federal Hazardouz Substance Act :

3.7 Penentuan Nilai SPF 3.7.1 Penyiapan sampel

Penentuan efektivitas tabir surya dilakukan dengan menentukan nilai SPF secara in vitro dengan alat spektrofotometer UV-Vis. Sebanyak 1 gram sampel ditimbang seksama kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL dan diencerkan dengan etanol 96%, lalu disaring dengan kertas saring. 10 mL filtrat pertama dibuang. Sebanyak 5,0 mL dipipet, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL kemudian diencerkan dengan etanol 96%. Sebanyak 5,0 mL aliquot dipipet, dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL kemudian diencerkan dengan etanol 96% (Setiawan, 2010).

3.7.2 Penentuan nilai SPF

Nilai SPF dihitung dengan menggunakan persamaan Mansur. Spektrum serapan sampel diperoleh dengan menggunakan spektrofotomoter UV-Vis pada panjang gelombang 290 - 400 nm dengan menggunakan etanol sebagai blanko. Nilai serapan dicatat setiap interval 5 nm dari panjang gelombang 290 sampai 320 nm. Nilai serapan yang diperoleh dikalikan dengan EE × I untuk masing-masing interval. Nilai EE × I tiap interval dapat dilihat pada lampiran. Jumlah EE × I

Erythema Edema

Tidak eritema 0 Tidak edema 0

Sangat sedikit eritema 1 Sangat sedikit edema 1

Sedikit eritema 2 Sedikit edema 2

Eritema sedang 3 Edema sedang 3

(36)

yang diperoleh dikalikan dengan faktor koreksi akhirnya diperoleh nilai SPF dari sampel yang diuji (Dutra, dkk., 2004).

SPFspectrophotometric = CF x �������� (λ)�� (λ)���� (λ)

Keterangan :

CF = Faktor Koreksi (10) EE = Spektrum Efek Erytemal

I = Spektrum Intensitas dari Matahari Abs = Absorban dari sampel

Nilai EE x I adalah konstan, dimana nilainya sudah ditetapkan (Dutra, dkk., 2004).

Untuk mengetahui adanya perbedaan nilai SPF yang bermakna antar formula dilakukan uji statistic dengan program SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) dengan taraf tingkat kepercayaan 95%, dan untuk mengetahui

(37)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemeriksaan Organoleptis Sediaan

Sediaan krim tabir surya dibuat dengan menggunakan formula standar krim tabir surya (Young, 1972), formula standar ini dimodifikasi dengan Avobenson, Oktil metoksisinamat dan ekstrak etanol daun sirsak. Konsentrasi ekstrak etanol daun sirsak yang digunakan adalah 4, 6, 8, dan 10%. Penambahan Avobenson sebanyak 3% dan Oktil metoksisinamat sebanyak 7,5%. Hal ini berdasarkan literatur dengan konsentrasi maksimum Avobenson 3% dan Oktil metoksisinamat 7,5% yang diperbolehkan oleh Food and Drug Administration (FDA) (Barel, dkk., 2009).

Warna krim tabir surya yang dihasilkan pada formula basis krim dan blanko didapat warna putih, sedangkan krim dengan penambahan ekstrak daun sirsak yaitu: F I (4%), F II (6%), F III (8%), dan F IV (10%) di dapat warna coklat, dimana semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun sirsak yang ditambahkan semakin pekat warna krim yang dihasilkan dengan bau khas ekstrak etanol daun sirsak. Namun pada saat pemakaian tidak meninggalkan warna pada kulit karena pemakaian krim yang tipis.

(38)

4.2 Penentuan Mutu Fisik Sediaan 4.2.1 Pemeriksaan homogenitas

Pengujian homogenitas dilakukan dengan mengoleskan sediaan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM., 1979). Dari percobaan yang dilakukan terhadap semua formula krim tabir surya ini tidak diperoleh butiran kasar pada kepingan kaca. Perlakuan ini juga dilakukan setelah penyimpanan selama 12 minggu dan sediaan krim tidak menunjukkan butiran kasar pada kepingan kaca. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa krim homogen. Hasil pemeriksaan homogenitas ini dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 52. 4.2.2 Penentuan tipe emulsi sediaan krim

Pengujian tipe emulsi sediaan dilakukan dengan mengamati kelarutan dalam air dan dalam metilen biru. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Menurut Ditjen POM., (1985) metode untuk menentukan tipe emulsi yaitu dengan cara krim diencerkan dengan air, dengan konsentrasi 1% bila emulsi mudah diencerkan dengan air, maka emulsi tersebut adalah tipe m/a.

Dari hasil penelitian yang dilakukan semua formula dapat diencerkan dengan mudah di dalam air. Sehingga dapat dikatakan bahwa sediaan krim memiliki tipe emulsi m/a. Menurut Ditjen POM., (1989) penentuan tipe krim sediaan dapat ditentukan dengan pewarnaan biru metilen, bila biru metilen tersebar merata berarti sediaan tipe minyak dalam air, tetapi jika warna hanya berupa bintik-bintik biru, berarti tipe sediaan adalah air dalam minyak .

(39)

memberikan warna biru yang homogen, sehingga krim tabir surya ini merupakan krim dengan tipe emulsi m/a. Hasil pewarnaan dengan biru metilen ini dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 52.

Tabel 4.1 Data penentuan tipe emulsi sediaan krim tabir surya.

No Formula Pengenceran dengan air Kelarutan biru metilen pada sediaan

Blanko : Krim standar + oktil metoksisinamat 7,5% + avobenson 3% Formula 1 : Blanko + 4% ekstrak etanol daun sirsak

Formula II : Blanko + 6% ekstrak etanol daun sirsak Formula III : Blanko + 8% ekstrak etanol daun sirsak Formula IV : Blanko + 10% ekstrak etanol daun sirsak

: Tipe emulsi krim m/a X : Tipe emulsi krim a/m 4.2.3 Pengukuran pH sediaan krim

Pengukuran pH sediaan diukur menggunakan pH meter dengan pengulangan sebanyak tiga kali. Hasil penentuan pH sediaan pada saat selesai dibuat dapat dilihat pada Tabel 4.2, dan hasil penentuan pH setelah penyimpanan selama 12 minggu dapat dilihat pada Tabel 4.3.

(40)

sehingga polifenol terlepas dari glikosidanya dan terdapat dalam bentuk bebas yang lebih asam (Setiawan, 2010).

Namun demikian, berdasarkan hasil penentuan pH tersebut dapat dilihat bahwa meskipun terjadi penurunan pH setelah penyimpanan selama 12 minggu tetapi masih menunjukkan kisaran pH yang sesuai dengan pH fisiologis “mantel asam” kulit yaitu 4,5-7,0 sehingga tidak beresiko menimbulkan reaksi negatif pada kulit.

Tabel 4.2 Data pengukuran pH awal sediaan pada saat selesai dibuat.

Sampel pH Rata-rata

Tabel 4.3 Data pengukuran pH setelah penyimpanan selama 12 minggu

Sampel pH Rata rata

Blanko : Krim standar + oktil metoksisinamat 7,5% + avobenson 3% Formula 1 : Blanko + 4% ekstrak etanol daun sirsak

(41)

Grafik perubahan pH sediaan setelah selesai dibuat dan setelah penyimpanan selama 12 minggu dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Grafik perubahan pH pada sediaan setelah dibuat dan setelah penyimpanan selama 12 minggu

Keterangan :

Basis Krim : Krim standar

Blanko : Krim standar + oktil metoksisinamat 7,5% + avobenson 3% Formula 1 : Blanko + 4% ekstrak etanol daun sirsak

Formula II : Blanko + 6% ekstrak etanol daun sirsak Formula III : Blanko + 8% ekstrak etanol daun sirsak Formula IV : Blanko + 10% ekstrak etanol daun sirsak 4.2.4 Pengamatan stabilitas sediaan

Pengamatan stabilitas sediaan dilakukan dengan menyimpan sediaan selama 12 minggu pada suhu kamar. Suatu sediaan dianggap stabil bila setelah penyimpanan selama 12 bulan tidak terjadi pemisahan fase, perubahan warna dan bau dari sediian. Hasil pengamatan kestabilan terhadap sediaan krim tabir surya selama penyimpan 12 minggu pada suhu kamar dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Ketidakstabilan formulasi obat dapat dideteksi dalam beberapa hal dengan suatu perubahan dalam penampilan fisik, warna, bau, rasa dan tekstur dari

(42)

formulasi tersebut. Umumnya suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika semua atau sebagian dari cairan fase dalam tidak teremulsikan dan membentuk suatu lapisan yang berbeda pada permukaan atau dasar emulsi. Oleh sebab itu perlu dilakukan uji evaluasi selama 3 bulan dan dianggap sebagai stabilitas minimum yang harus dimiliki oleh suatu emulsi (Ansel, 2005).

Tabel 4.4 Data pengamatan terhadap kestabilan sediaan krim tabir surya selama 12 minggu

Blanko : Krim standar + oktil metoksisinamat 7,5% + avobenson 3% Formula 1 : Blanko + 4% ekstrak daun sirsak

Formula II : Blanko + 6% ekstrak daun sirsak Formula III : Blanko + 8% ekstrak daun sirsak Formula IV : Blanko + 10% ekstrak daun sirsak a : Perubahan warna

b : Perubahan bau c : Pecahnya emulsi - : Tidak ada perubahan

√ : Terjadi perubahan

(43)

terjadi pecahnya emulsi baik pada pengamatan minggu ke 1, 4, 8 dan minggu ke-12 selama penyimpanan pada suhu kamar. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan stabil secara fisik. Gambar hasil uji stabilitas dapat dilihat pada Lampiran 13, halaman 54.

4.3 Uji iritasi terhadap sukarelawan

Salah satu cara untuk menghindari terjadinya efek samping pada penggunaan kosmetik adalah dengan melakukan uji iritasi. Uji iritasi dapat dilakukan dengan mengoleskan kosmetik di lengan bawah bagian dalam selama 2 hari berturut-turut pada pagi dan malam hari (Wasitaatmadja, 1997).

Tabel 4.5 Data hasil uji iritasi krim tabir surya terhadap sukarelawan

Formula Sukarelawan Reaksi 24 jam 48 jam

Pertama adalah bahan uji yang meliputi sifat fisikokimia, kemurnian, pelarut/pengencer dan konsentrasi. Kedua adalah faktor biologi seperti faktor

Erythema Edema

Tidak eritema 0 Tidak edema 0

Sangat sedikit eritema 1 Sangat sedikit edema 1

Sedikit eritema 2 Sedikit edema 2

Eritema sedang 3 Edema sedang 3

(44)

genetik, jenis kelamin, umur dan kondisi kulit. Faktor ketiga adalah kondisi lingkungan seperti cuaca, suhu dan kelembaban, dan faktor keempat adalah aplikasi dan penggunaan seperti frekuensi, kondisi penanganan, periode aplikasi dan penggunaan. Dalam pengujian tingkat iritasi kulit ini faktor kedua hingga keempat diasumsikan sama, sehingga hasil hanya dipengaruhi oleh sifat bahan. Hasil uji iritasi pada sediaan dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Berdasarkan hasil uji iritasi terhadap sukarelawan yang dilakukan terhadap F IV dengan konsentrasi ekstrak daun sirsak yang tertinggi yaitu 10% dapat dilihat pada Tabel 4.5 tidak terlihat adanya reaksi iritasi seperti erytema dan edema pada kulit oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa formula basis krim, blanko, F I, F II, dan F III juga tidak menyebabkan iritasi pada kulit dan dapat dikatakan bahwa keseluruhan sediaan aman untuk digunakan.

Komponen dalam kosmetik yang berpotensi mengiritasi kulit antara lain zat pengawet (zat antimikroba), antioksidan, pewangi, pewarna dan pelindung UV. Meskipun demikian, komponen-komponen tersebut sering berada dalam formula kosmetik dalam jumlah kecil dan tidak mempengaruhi keseluruhan potensi iritasi dari produk akhir (Barel, dkk., 2001). Gambar hasil uji iritasi terhadap sukarelawan dapat dilihat pada Lampiran 14, halaman 54.

4.4 Penentuan Nilai SPF (Sun Protection Factor) Sediaan

(45)

Metode yang digunakan untuk menentukan nilai SPF sediaan pada penelitian ini mengacu pada metode yang dikembangkan oleh Mansur (1986). Krim yang telah dilarutkan dalam pelarutnya selanjutnya diukur dan diperoleh absorbansinya. Absorbansi tiap sediaan kemudian dimasukkan kedalam perhitungan seperti yang tertera pada Lampiran 15, halaman 55.

Tabel 4.6 Data nilai SPF sediaan krim tabir surya

No Fomula Nilai Sun Protection Factor (SPF) Rata-Rata

1 2 3 4 5

Blanko : Krim standar + oktil metoksisinamat 7,5% + avobenson 3% Formula 1 : Blanko + 4% ekstrak etanol daun sirsak

Formula II : Blanko + 6% ekstrak etanol daun sirsak Formula III : Blanko + 8% ekstrak etanol daun sirsak Formula IV : Blanko + 10% ekstrak etanol daun sirsak

Berdasarkan Tabel 4.6 dan Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa nilai SPF yang dihasilkan dari basis krim ialah 0,39 dengan kata lain basis krim tidak memberikan efek perlindungan terhadap sinar matahari, dan dapat dilihat juga bahwa blanko yaitu krim tabir surya kombinasi oktil metoksisinamat dan avobenson dari sediaan krim ini memberikan nilai SPF 15,85, sediaan krim tabir surya blanko ini sudah memiliki aktivitas perlindungan terhadap sinar matahari dan memenuhi persyaratan FDA yang merekomendasikan menggunakan sunscreen dengan nilai SPF minimal 15 atau lebih untuk mendapatkan efek

(46)

0

Gambar 4.2 Grafik pengaruh perbedaan komposisi ekstrak daun sirsak terhadap nilai SPF krim tabir surya kombinasi avobenson dan oktil metoksisinamat.

(47)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Svobodova, dkk., (2003) senyawa fenolik dapat berperan sebagai bahan aktif tabir surya. Dan seperti yang diketahui senyawa fenolik dan flavonoid merupakan senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan. Antioksidan banyak digunakan sebagai bahan kosmetik yang mencegah photoaging dan mempunyai efek fotoproteksi, dan mencegah atau mengurangi radikal bebas. Penggunaan zat-zat yang bersifat antioksidan dapat mencegah berbagai penyakit yang ditimbulkan oleh radiasi sinar UV, beberapa golongan senyawa aktif antioksidan seperti flavonoid, tanin, antrakuinon, sinamat dan lain-lain telah dilaporkan memiliki kemampuan sebagai perlindungan terhadap sinar UV (Hogade, dkk., 2010).

Sunscreen organik (Tabir surya kimia) memiliki molekul aromatik yang

terkonjugasi pada gugus karbonil. Struktur umum inilah yang menyerap sinar ultraviolet berenergi tinggi dan melepaskan energi dalam bentuk sinar dengan energi rendah sehingga mencegah sinar ultraviolet yang menyebabkan kerusakan kulit mencapai kulit (Shantanu, dkk., 2011). Daun sirsak mengandung senyawa yang bersifat antioksidan seperti flavonoid dan senyawa fenol yang diketahui memiliki molekul aromatik yang terkonjugasi pada gugus karbonil sehingga daun sirsak ini memiliki kemampuan seperti sunscreen organik. Oleh karena itulah daun sirsak dapat meningkatkan nilai SPF dari krim tabir surya kombinasi avobenson dan oktil metoksisinamat, selain itu senyawa fenolik diketahui dapat menstabilkan UV filter organic sehingga dapat meningkatkan kemampuan dalam menyerap sinar UV (Velasco, dkk., 2008).

(48)

itu juga dapat menurunkan kerusakan kulit akibat sinar ultraviolet dan meningkatkan nilai SPF dari sediaan sunscreen.

Efektivitas sediaan tabir surya dapat dikategorikan berdasarkan nilai SPF yang diberikan sebagai faktor perlindungan terhadap sinar matahari. Pathak dalam Wasitaatmadja (1997) membagi tingkat kemampuan tabir surya sebagai berikut: 1. Minimal bila SPF antara 2-4

2. Sedang bila SPF antara 4-6 3. Ekstra bila SPF antara 6-8 4. Maksimal bila SPF antara 8-15

5. Ultra bila SPF lebih dari 15.

Berdasarkan pada data tersebut dapat diperoleh kategori untuk masing-masing sediaan krim tabir surya berdasarkan nilai SPF yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Kategori efektifitas sediaan krim tabir surya

No Formula Nilai SPF Rata-Rata Kategori Efektivitas

1 Basis Krim 0,39 Tidak memiliki aktivitas

2 Blanko 15,84 Ultra

2 Formula I 16,96 Ultra

3 Formula II 19,46 Ultra

4 Formula III 20,99 Ultra

5 Formula IV 23,49 Ultra

(49)
(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Ekstrak etanol daun sirsak dapat meningkatkan nilai SPF krim tabir surya kombinasi oktil metoksisinamat dan avobenson. Nilai SPF tertinggi yang dihasilkan adalah sebesar 23,49 dengan penggunaan ekstrak etanol daun sirsak sebesar 10%.

2. Sediaan krim tabir surya kombinasi avobenson dan oktil metoksisinamat tanpa penambahan ekstak etanol daun sirsak maupun dengan penambahan ekstrak etanol daun sirsak, stabil dalam penyimpanan selama 12 minggu yang ditandai dengan dengan tidak terjadinya perubahan bau, warna maupun pecahnya emulsi pada sediaan selama dalam penyimpanan.

5.2 Saran

1. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar dapat melakukan pengujian nilai SPF secara in vivo untuk dibandingkan dengan hasil secara in vitro sehingga mendapatkan hasil yang lebih akurat.

(51)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman

Sirsak (Annona muricata L.) merupakan salah satu jenis tanaman buah berasal dari Amerika Selatan yang beriklim tropis, kemudian menyebar luas ke daratan Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Pada awalnya sirsak merupakan tanaman liar dan setelah di budidayakan umumnya merupakan tanamn pekarangan. Tanaman sirsak akan tumbuh dengan sangat baik pada keadaan iklim bersuhu 22-280C, dengan kelembapan relative 60-80% dan curah hujan berkisar antara 1500-2500 mm per tahun (Ersi, 2011).

2.1.1 Sistematika tumbuhan

Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan, tanaman sirsak dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Putri, 2012).

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Sub Kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/ dikotil) Sub Kelas : Magnoliidae

Ordo : Magnoliales Famili : Annonaceae Genus : Annona

(52)

2.1.2 Nama daerah

Tanaman sirsak memiliki nama daerah seperti nangka Sabrang, nangka landa (Jawa); nangka walanda, sirsak (Sunda); nangka buris (Madura); srikaya jawa (Bali); deureuyan belanda (Aceh); durio ulondro (Nias); durian batawi (Minangkabau); jambu landa (Lampung); langelo walanda (Ternate); naka (Flores); ai ata malai (Timor) (Trubus, 2015).

2.1.3 Morfologi

Sirsak merupakan tanaman dengan tinggi pohon sekitar 5-6 meter. Batang coklat berkayu, bulat, bercabang. Mempunyai daun berbentuk telur atau lanset, ujung runcing, tepi rata, pangkal meruncing, pertulangan menyirip, panjang tangkai 5 mm, hijau kekuningan. Bunga terletak pada batang atau ranting, daun kelopak kecil, kuning keputih-putihan, benang sari banyak berambut. Buahnya bukanlah buah sejati, yang dinamakan ”buah” sebenarnya adalah kumpulan buah-buah (buah-buah agregat) dengan biji tunggal yang saling berhimpitan dan kehilangan batas antar buah. Daging buah sirsak berwarna putih dan berbiji hitam. Akar pohon sirsak berwarna coklat muda, bulat dengan perakaran tunggang. Di Indonesia, sirsak tumbuh dengan baik pada daerah yang mempuyai ketinggian kurang dari 1000 meter di atas permukaan laut (Meiyanto, dkk., 2006).

2.1.4 Kandungan kimia

Senyawa bioaktif seperti tanin, flavonoid, polifenol, Annonaceuous acetogenius, dan saponin banyak terdapat pada daun sirsak. Senyawa-senyawa

(53)

annonacins A, trans-isoannonacin, annonacin-10-one, dan muricatocin (Matsushige, dkk., 2012). Senyawa yang terdapat dalam daun sirsak merupakan senyawa yang tidak tahan panas dan pada suhu >60OC dapat mengalami perubahan struktur (Haijun, dkk., 2010).

Studi pustaka menunjukkan bahwa daun Anonna muricata (sirsak) memiliki aktivitas antioksidan lebih kuat dibandingkan dengan A. squamosa dan A. reticulata. (Baskar, dkk., 2007). Daun sirsak juga memiliki efek pada jaringan

pankreas dengan cara meningkatkan lipid peroksidase dan secara tak langsung meningkatkan produksi antioksidan endogen (Adewole, dkk., 2006). Telah ditemukan beberapa acetogenin yang bersifat sitotoksik dari biji sirsak (Liaw dan Chang, 2002).

2.1.5 Manfaat

Dewasa saat ini banyak penelitian pengembangan tentang daun sirsak, daun sirsak memiliki banyak manfaat dan telah diaplikasikan sebagai obat tradisional, suplemen herbal, dan olahan pangan seperti jellydrink dan teh. Manfaat yang dapat diambil dari daun sirsak yaitu memiliki efek sedatif, antispasmodic, hipotensif, antioksidan, dan antitumor (Ahalya dan Priyabandhavi, 2013). Selain itu daun sirsak dimanfaatkan sebagai obat batuk, mengatasi luka borok, bisul, kejang, jerawat, kutu rambut dan hepatoprotektor (Padma, dkk., 1999).

2.2 Kulit

(54)

tetapi juga harus dapat mengatasi pengaruh sinar matahari, bahwa sinar ultraviolet pada kulit menyebabkan penebalan lapisan tanduk (Rostamailis, 2005).

2.2.1 Anatomi kulit

Menurut Prianto (2014), secara mikroskopik kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis dan subkutis.

2.2.1.1Lapisan epidermis

Lapisan epidermis adalah lapisan terluar kulit. Sel-sel kulit di bagian teratas epidermis umumnya lebih gepeng dan kandungan airnya semakin ke atas semakin kecil, yang pada akhirnya menyebabkan vitalitas sel kulit tersebut menjadi sangat rendah kemudian mati. Inilah yang sering kita lihat sebagai pengelupasan kulit mati. Normalnya, proses pembentukan hingga pengelupasan kulit ini berlangsung kira-kira sepanjang 28 hari. Selain sel-sel keratinosit, kita temui pula sel langerhans yang berfungsi dalam pembentukan sel melanosit yang berperan dalam memproduksi pigmen yang memberi warna dari kulit pada lapisan epidermis ini. Keaktifan dari sel melanosit inilah yang menentukan perbedaan warna kulit dari individu yang berbeda ras dan didapatkan secara bawaan dari riwayat genetik keluarga. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keaktifan dari sel melanosit ini adalah paparan sinar matahari (Prianto, 2014).

2.2.1.2Lapisan dermis

(55)

Dermis merupakan jaringan penyangga berserat dengan ketebalan rata-rata 3-5 mm. Dermis terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin. Serabut kolagen dapat mencapai 72% dari keseluruhan berat kulit manusia tanpa lemak (Tranggono dan Latifah, 2007).

a. Kolagen merupakan komponen serat utama dari kulit yang memberikan ketahanan dan daya lentur pada kulit (Bauman dan Saghari, 2009). Kolagen merupakan protein fibrous, 70-80% dari berat dermis kering, dan merupakan komponen terpenting dari dermis. Kolagen disintesa dalam bentuk prekursor yaitu prokolagen. Kolagen dihancurkan oleh metal proteinase, sintesisnya dirangsang oleh asam retinoat dan dihambat oleh radiasi ultraviolet (Jain, 2012).

b. Elastin merupakan komponen yang membentuk serat elastis, sehingga bagian dermis dapat meregang dengan mudah ketika diberi tekanan dan dapat kembali kebentuk awal ketika tekanan dihilangkan (Washington, dkk., 2003). Radiasi UV pada dermis akan menyebabkan terjadinya dermal elastosis, yaitu serabut elastin kulit menjadi kasar, menebal dan kaku (Jain, 2012).

2.2.1.3Lapisan sub-kutis

(56)

2.2.2 Fungsi Kulit

Kulit mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai berikut: 1. Fungsi Proteksi

Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik maupun mekanik, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi, seperti zat-zat iritan (lisol, karbol, asam atau basa kuat lainnya), gangguan panas atau dingin, gangguan sinar radiasi atau ultraviolet, gangguan kuman, jamur, bakteri atau virus (Wasitaatmadja, 1997).

2. Fungsi Absorpsi

Kemampuan permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil fungsi respirasi. Kemampuan absorbsinya bergantung pada ketebalan kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme, dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat melalui celah antar sel, menembus sel epidermis, melalui muara saluran kelenjar (Djuanda, 2007). 3. Fungsi Pengindra (Sensori)

Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Badan ruffini yang terletak di dermis, menerima rangsangan dingin dan rangsangan panas diperankan oleh badan krause. Badan taktil meissner yang terletak di papil dermis menerima ransang rabaan, demikian pula badan Merkel-renvier yang terletak di epidermis (Wasitaatmadja, 1997). 4. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (Thermoregulasi)

(57)

5. Pengeluaran (Ekskresi)

Kelenjar-kelenjar pada kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna sisa metabolisme dalam tubuh misalnya NaCl, urea, asam urat, amonia dan sedikit lemak. Sebum yang diproduksi melindungi kulit dan menahan penguapan yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering (Mitsui, 1997).

6. Fungsi Pembentukan Pigmen (Melanogenesis)

Jumlah melanosit serta jumlah dan besarnya melanin yang terbentuk menentukan warna kulit. Melanin dibuat dari sejenis protein, tirosin, dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan oksigen oleh sel melanosit di dalam melanosom. Pajanan sinar matahari dapat mempengaruhi produksi melanin (Djuanda, 2007).

7. Fungsi Keratinisasi

Keratinisasi dimulai dari dari sel basal yang kuboid, bermitosis ke atas berubah bentuk lebih poligonal yaitu sel spinosum, terangkat ke atas menjadi lebih gepeng, dan bergranula menjadi sel granulosum. Kemudian sel tersebut terangkat ke atas lebih gepeng dan granula serta intinya hilang menjadi sel spinosum dan akhirnya sampai dipermukaan kulit menjadi sel yang mati, protoplasmanya mengering menjadi keras, gepeng, tanpa inti yang disebut sel tanduk. Sel tanduk ini akan secara kontinu lepas dari permukaan kulit dan diganti oleh sel yang terletak dibawahnya (Wasitaatmadja, 1997).

(58)

Kulit dapat membentuk Vitamin D dari bahan baku 7-dehidroksi kolesterol dengan bantuan sinar matahari. Namun produksi ini masih lebih rendah dari kebutuhan tubuh sehingga diperlukan tambahan vitamin D dari luar melalui makanan (Prianto, 2012).

2.3 Sinar Matahari dan Bahayanya Terhadap Kulit

Sinar matahari yang sampai di permukaan bumi merupakan cahaya nampak, infra merah dan ultraviolet (UV). Paparan sinar matahari pada kulit dapat menyebabkan timbulnya pembentukan spesies oksigen reaktif (SOR) seperti anion superoksida, molekul oksigen singlet dan radikal hidroksil. Menurut Cockell dan Knowland (1999), radiasi ultraviolet dapat merusak struktur DNA, molekul seluler, protein esensial, asam amino dan membran lipida sehingga meningkatnya produksi radikal bebas pada kulit.

Lipida dapat bereaksi dengan radikal bebas sehingga menimbulkan lipid peroksida yang diinduksi oleh cahaya ultraviolet dan bisa mempercepat penyakit degeneratif pada kulit. Lipida peroksida ini mampu menghasilkan reaksi radikal bebas berantai dan selanjutnya menimbulkan kerusakan pada membran selular kulit. Kerusakan kulit akibat degeneratif kulit seperti flek hitam, pengerutan dan penyakit kanker kulit merupakan permasalahan kesehatan kulit yang dominan karena reaksi-reaksi yang ditimbulkannya berpengaruh buruk terhadap kulit manusia, seperti eritema, pigmentasi, fotosensitivitas dan penuaan dini (Svobodova, dkk., 2003).

(59)

sebelumnya; UV-B (290 - 320nm) yang mengakibatkan sunburn maupun reaksi iritasi, serta kanker kulit apabila terlalu lama terpapar dan UV-C (200 - 290nm) yang tertahan pada lapisan atmosfer sehingga tidak dapat masuk ke bumi karena adanya lapisan ozon, efek penyinaran paling kuat karena memiliki energi radiasi paling tinggi diantara ketiganya, yaitu dapat menyebabkan kanker kulit dengan penyinaran yang tidak lama (Taufikkurohmah, 2005; Windono, dkk., 1997).

Setiap tahun sekitar satu juta orang didiagnosa dengan kanker kulit dan sekitar 10.000 meninggal dari bahaya melanoma. Kebanyakan kanker kulit terjadi pada area badan yang paling sering terpapar sinar matahari seperti pada wajah, leher, kepala dan bagian belakang tangan (SAX, 2000).

UV-B merupakan sinar ultraviolet yang efektif menembus bumi dan mengakibatkan kerusakan pada kulit manusia. Kerusakan yang terjadi oleh karena radiasi UV-B adalah lebih pada kerusakan DNA sel yang merupakan kromofornya. Gejala kerusakan yang terjadi akibat penyerapan UV-B ke epidermis berupa eritema. Panjang gelombang dari ultraviolet yang paling efektif menyebabkan eritema yaitu 250-290 nm dan semakin berkurang efek eritemanya seiring dengan bertambahnya panjang gelombang (Gilchrest dan Krutmann, 2004). Aktivitas spektrum terhadap respon biologi terlihat pada Gambar 2.1.

(60)

Gambar 2.1. Aktivitas spektrum terhadap respon biologi (www.temis.nl). Efek akut sinar UV terhadap kulit meliputi Sunburn yang merupakan reaksi inflamasi pada kulit berkaitan dengan kemerahan yang timbul setelah paparan yang berlebihan dari sinar UV (Rigel, dkk., 2004). Efek lainnya yaitu terjadinya pigmentasi kulit berupa reaksi kecoklatan (tanning) dan pembentukan melanin baru. Stimulus utama bagi pembentukan melanin adalah radiasi ultraviolet. Melanin melindungi inti sel pada epidermis terhadap pengaruh buruk radiasi UV. Warna kecoklatan karena kulit terkena sinar matahari merupakan suatu mekanisme perlindungan yang alami (Brown dan Burns, 2005).

2.4 Tabir Surya

Tabir surya adalah suatu bahan yang formulanya mengandung senyawa kimia aktif yang dapat menyerap, menghamburkan, atau memantulkan sinar surya yang mengenai kulit, sehingga dapat digunakan untuk melindungi fungsi dan struktur kulit manusia dari kerusakan akibat sinar surya (Wasitaatmadja, 1977).

(61)

waktu yang lama adalah terjadinya perubahan pada bentuk kulit yang disebut dengan dermatoheliosis, yaitu kulit menjadi barwarna pucat kekuningan, keriput, disertai dengan timbulnya bercak-bercak hitam yang tidak merata pada permukaan kulit yang terkena paparan sinar tersebut (Wilkinson, dkk., 1982).

Berbagai cara dapat dilakukan untuk melindungi manusia dari sinar ultraviolet (UV). Namun perlindungan tersebut kadang-kadang tidak memadai karena alat pelindung masih dapat ditembus sinar tersebut. Selain itu, sinar UV dapat dipantulkan oleh berbagai benda di permukaan bumi, sehingga kemungkinan besar pantulannya akan mencapai tubuh kita. Pengaruh sinar UV pada wajah akan merusak sel-sel kulit sehingga akan menimbulkan kerutan, warna dan tekstur kulit yang tidak sama, kulit rusak dan rentan terhadap penyakit, sehingga sangat dibutuhkan kosmetika yang dapat menyaring sinar matahari (sunscreen) atau bahkan yang dapat menahan seluruh sinar matahari (sunblock) untuk mengurangi efek buruk sinar matahari tersebut (De Fretes, dkk., 2011). Ada 2 macam tabir surya, yaitu:

1. Tabir surya kimia; misalnya PABA, PABA ester, benzofenon, salisilat dan antranilat, yang dapat mengabsorpsi energi radiasi. Tabir surya kimia mengabsorpsi hampir 95% radiasi sinar UV-B yang dapat menyebabkan sunburn (eritema dan kerut) namun hampir tidak dapat menghalangi

UV-A penyebab direct tanning, kerusakan sel elastin, actinic skin damage, dan timbulnya kanker kulit.

2. Tabir surya fisik; misalnya titanium dioksida, Mg Silikat, seng oksida, red petrolatum dan kaolin, yang dapat memantulkan sinar. Tabir surya fisik dapat menahan UV-A maupun UV-B (Wasitaatmadja, 1997).

(62)

Gambar 2.2 Mekanisme kerja sunscreen (www.futurederm.com).

2.5 SPF (Sun Protection Factor)

Efektivitas tabir surya dinyatakan dalam SPF (Sun Protection Factor) yang merupakan rasio energi UV yang dibutuhkan untuk mencapai minimal erythema dose (MED) pada kulit yang dilindungi oleh tabir surya, Dibagi dengan

jumlah energi UV yang dibutuhkan untuk mencapai MED pada kulit tanpa perlindungan. Minimal Erythema Dose (MED) didefenisikan sebagai dosis radiasi sinar UV yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya eritema (Elmarzugi, dkk., 2013).

(63)

Mansur, dkk (1986) mengembangkan suatu persamaan matematis untuk mengukur nilai SPF secara in vitro dengan menggunakan spektrofotometer. Persamaannya adalah sebagai berikut:

SPFspectrophotometric = CF x �������� (λ)�� (λ)���� (λ)

Keterangan :

CF = Faktor Koreksi (10) EE = Spektrum Efek Erytemal

I = Spektrum Intensitas dari Matahari Abs = Absorban dari sampel

Nilai EE x I adalah suatu konstanta. Nilainya dari panjang gelombang 290-320 nm dan setiap selisis 5 nm telah ditentukan oleh Sayre, dkk. (1979).

Nilai SPF berkisar antara antara 0-100, Pathack dalam Wasitaatmadja (1997) membagi tingkat kemampuan tabir surya sebagai berikut :

1. Minimal, bila SPF antara 2-4, contoh salisilat dan antranilat. 2. Sedang, bila SPF antara 4-6, contoh sinamat dan benzofenon. 3. Ekstra, bila SPF antara 6-8, contoh derivat PABA.

4. Maksimal, bila SPF antara 8-15, contoh PABA.

5. Ultra, bila SPF lebih dari 15, contoh kombinasi PABA, non PABA, dan Fisik.

(64)

pasien harus mengaplikasikan 1 ons sunscreen untuk menutupi seluruh permukaan kulit yang terpapar matahari sekitar 30 menit sebelum terpapar. Sunscreen harus diaplikasikan kembali setiap 2 jam sekali dalam jumlah yang

sama dengan penggunaan pertama kali, atau setiap selesai berenang atau mengeluarkan keringat. Sebaiknya menggunakan sunscreen yang tahan air apabila akan berenang atau berkeringat dan untuk anak-anak dibawah 6 bulan penggunaan sunscreen terlebih dahulu ditanyakan pada dokter. Penggunaan sunscreen setiap 2 jam sekali atau lebih sering 5 kali lebih kecil menyebabkan Sunburn dibandingkan penggunaan sunscreen setiap 2,5 jam atau lebih (Rigel., dkk., 2004).

Penggunaan tabir surya secara teratur dapat mencegah perkembangan keratosis, karsinoma sel skuamosa, melanoma dan fotoaging karena paparan UV. Manfaat ini hanya dapat terwujud dengan penggunaan tabir surya secara memadai, selain menghindari paparan sinar matahari langsung. Namun kebanyakan penggunaan tabir surya sering tidak cukup, sehingga mengurangi efektivitas tabir surya. SPF yang diberikan oleh tabir surya tergantung kepada ketebalan. Jumlah tabir surya yang tidak cukup untuk daerah yang terpapar sinar matahari merupakan faktor yang dapat mengurangi efektivitas tabir surya. Ketebalan penggunaan tabir surya yang disepakati secara internasional adalah 2 mg/cm2 (Reiche dan Sinclair, 2015).

2.6 Avobenson

(65)

maksimum 358) (Rieger, 2000). Rumus bangun avobenson dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Rumus bangun Avobenson (www.sigmaaldrich.com).

2.7 Oktil Metoksisinamat

Oktil metoksisinamat adalah bahan yang paling banyak digunakan dalam sediaan tabir surya. Oktil metoksisinamat tergolong dalam tabir surya kimia yang melindungi kulit dengan cara menyerap energi dari radiasi UV dan mengubahnya menjadi energi panas. Oktil metoksisinamat termasuk senyawa golongan sinamat yang menyerap sinar pada panjang gelombang 290-320 nm pada daerah UV B. Saat terekspos ke cahaya, oktil metoksisinamat berubah menjadi bentuk yang memiliki kemampuan absorbsi yang lebih rendah (dari bentuk trans- menjadi bentuk cis-) sehingga menurunkan efektivitasnya (Barel, dkk., 2009). Rumus bangun oktil metoksisinamat dapat dilihat pada Gambar 2.4.

(66)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Matahari sebagai sumber cahaya alami memiliki peranan yang sangat penting bagi keberlangsungan kehidupan, selain mempunyai manfaat sinar matahari juga memberikan efek yang merugikan pada kulit terutama jika paparannya berlebihan. Efek yang merugikan antara lain menyebabkan timbulnya eritema, pigmentasi, penuaan dini dan kanker kulit (Muller, 1997).

Sinar ultraviolet (UV) adalah sinar yang dipancarkan oleh matahari yang dapat mencapai permukaan bumi selain cahaya tampak dan sinar inframerah. Sinar UV berada pada kisaran panjang gelombang 200-400 nm. Spektrum UV terbagi menjadi tiga kelompok berdasarkan panjang gelombang UV-C (200-290), UV-B (290-320) dan UV-A (320-400). Tidak semua radiasi sinar UV dari matahari dapat mencapai permukaan bumi. Sinar UV-C yang memiliki energi terbesar tidak dapat mencapai permukaan bumi karena mengalami penyerapan di lapisan ozon (Moyal, dkk., 2012).

(67)

masyarakat. Anggapan yang berkembang pada masyarakat menyebutkan bahan alam lebih aman digunakan dan dampak negatifnya lebih sedikit dibandingkan bahan kimia (Tabrizi, dkk., 2003).

Dewasa ini banyak penelitian pengembangan tentang daun sirsak, daun sirsak memiliki banyak manfaat yaitu memiliki efek sedatif, antispasmodik, hipotensif, antioksidan, dan antitumor (Ahalya dan Priyabandhavi, 2013).

Senyawa bioaktif seperti tanin, flavonoid, polifenol, Annonaceuous acetogenius, dan saponin banyak terdapat pada daun sirsak. (Rachmani, 2012).

Penelitian Svobodova, dkk., (2003) menunjukkan senyawa fenolik dapat berperan sebagai bahan aktif tabir surya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai kemampuan tabir surya dari ekstrak etanol daun sirsak melalui penentuan nilai SPF.

Oktil metoksisinamat adalah sunscreen yang digunakan secara luas dalam berbagai macam formulasi kosmetika karena kemampuannya dalam melindungi kulit terhadap UV-B (Hanson, dkk., 2006). Avobenson merupakan salah satu sunscreen yang paling umum digunakan dalam formulasi kosmetik karena

kemampuannya dalam menyerap sinar UV pada rentang 310-400 nm (Wang, dkk., 2010). Namun avobenson ini bersifat tidak stabil (photounstable). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Afonso, dkk., (2014) penambahan senyawa yang mengandung antioksidan dapat meningkatkan kestabilan dari avobenson, menurunkan kerusakan kulit akibat sinar UV dan meningkatkan nilai SPF.

(68)

metoksisinamat. Ekstrak ini dibuat dalam bentuk krim kombinasi avobenson dan oktil metoksisinamat. Bentuk sediaan krim memiliki kelebihan dibandingkan dengan bentuk sediaan lainnya seperti penyebaran yang merata dan mudah untuk dibersihkan, khususnya krim minyak dalam air (Ansel, 1989).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak daun sirsak dapat meningkatkan nilai SPF krim tabir surya kombinasi avobenson dan oktil metoksisinamat.

2. Apakah Sediaan krim tabir surya kombinasi ekstrak daun sirsak, avobenson dan oktil metoksisinamat stabil dalam penyimpanan.

1.3 Hipotesis

1. Ekstrak daun sirsak dapat meningkatkan nilai SPF krim tabir surya kombinasi avobenson dan oktil metoksisinamat.

2. Sediaan krim tabir surya kombinasi ekstrak daun sirsak, avobenson dan oktil metoksisinamat stabil dalam penyimpanan.

1.4 Tujuan Percobaan

1. Untuk mengetahui apakah ekstrak daun sirsak dapat meningkatkan nilai SPF krim tabir surya kombinasi avobenson dan oktil metoksisinamat. 2. Untuk mengetahui apakah sediaan krim tabir surya kombinasi ekstrak

(69)

1.5 Manfaat

1. Untuk meningkatkan daya dan hasil guna dari daun sirsak.

(70)

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP NILAI SPF

KRIM TABIR SURYA KOMBINASI AVOBENSON DAN OKTIL METOKSISINAMAT

ABSTRAK

Paparan sinar matahari yang disebabkan sinar ultraviolet berdampak buruk pada kulit, berupa eritema, sunburn, pigmentasi dan penyakit kanker kulit. Untuk melindungi kulit dari efek buruk tersebut, salah satunya digunakan tabir surya yang diformulasikan dalam sediaan krim. Daun sirsak berperan sebagai antioksidan yang terdapat pada senyawa fenol dan flavonoid yang memiliki potensi fotoproteksi karena dapat menyerap sinar UV. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh ekstrak etanol daun sirsak terhadap efektivitas krim tabir surya kombinasi avobenson dan oktil metoksisinamat, dengan mengukur nilai SPF (Sun protection Factor).

Pada penelitian ini, pembuatan ekstrak etanol daun sirsak dilakukan dengan cara perkolasi. Krim tabir surya kombinasi avobenson dan oktil metoksisinamat diformulasikan dengan penambahan ekstrak etanol daun sirsak dengan konsentrasi 4% (FI), 6% (FII), 8% (FIII) dan 10% (FIV). Evaluasi sediaan krim tabir surya meliputi organoleptis, homogenitas, tipe emulsi, pH, stabilitas, iritasi kulit, dan penentuan nilai SPF krim tabir surya secara in vitro menggunakan spektrofotometer UV Visible.

Penelitian menunjukkan bahwa semua sediaan krim tabir surya ekstrak etanol daun sirsak homogen dengan tipe emulsi m/a, rentang pH pada kisaran 5,7 - 6,3, tidak mengiritasi, dan stabil selama 12 minggu penyimpanan pada suhu kamar. Nilai SPF meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak etanol daun sirsak. Nilai SPF basis krim, blanko dan krim dengan penambahan ekstrak etanol daun sirsak 4% (FI), 6% (FII), 8% (FIII) dan 10% (FIV) berturut-turut adalah 0,39; 15,85; 16,96; 19,46; 20,99 dan 23,49. Hasil analisis secara statistik menunjukkan peningkatan nilai SPF ini memiliki perbedaan yang signifikan (p < 0.05). Dapat disimpulkan bahwa ektrak etanol daun sirsak dapat meningkatkan nilai SPF tabir surya kombinasi avobenson dan oktil metoksisinamat.

Kata kunci: ekstrak etanol daun sirsak, avobenson, oktil metoksisinamat, SPF, tabir

(71)

THE EFFECT OF ETHANOL EXTRACT LEAVES OF SOURSOP (Annona muricata L.) ON SPF VALUE OF

AVOBENZONE AND OCTYL METHOXYCINNAMATE COMBINATION AS SUNSCREEN CREAM

ABSTRACT

Sun exprosure (ultraviolet radiation) which is caused by ultraviolet rays have a negative impact on the skin, such as erythema, sunburn, pigmentation and skin cancer. In order to protect skin from that effect, sunscreen formulated in cream can be used. Soursoup leaves act as antioxidants contain phenolic and flavonoid substance that have the potential photoprotection because of their UV absorbing. The purpose of this study was to evaluate the influence of ethanol extract leaves of soursop on effectiveness of sunscreen cream containing a combination of avobenzone and octyl methoxycinnamate, with measurement of SPF (Sun Protection Factor).

In this study, the ethanol extract leaves of soursop leaves were done by percolation. The suncreen cream of avobenzone and octyl methoxycinnamate combination was formulated with addition of Soursop leaves extract at 4% (FI), 6% (FII), 8% (FIII) dan 10% (FIV). Evaluations conducted on organeleptic, homogenity, emulsion type, pH, stability, skin irritation, and SPF value of sunscreens was determined by in vitro method using UV Visible spectrophotometer.

The study showed that all the samples of sunscreen cream ethanol extract leaves of soursop was homogeneous with emulsion type m/a, in range of 5.7 - 6.3 pH range, non-irritating, and stable dosage during 12 weeks of storage at room temperature. The research showed that SPF value increased by increasing the Soursop leaves extract concentration. The SPF value of cream base, blank, and cream with extract addition 4% (FI), 6% (FII), 8% (FIII) and 10% (FIV) were 0.39; 15.85; 16.96; 19.46; 20.99 dan 23.49. The results of statistical analysis showed significant differences (p < 0.05).It can be concluded that ethanol extract leaves of soursop can increase that sunscreen cream SPF value of combination avobenzone and octyl methoxycinnamate.

(72)

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ETANOL

DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP NILAI SPF

KRIM TABIR SURYA KOMBINASI

AVOBENSON DAN OKTIL METOKSISINAMAT

SKRIPSI

OLEH:

KARINA ADIRRA ISLAMI AFFAN

NIM 121501064

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

(73)

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ETANOL

DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP NILAI SPF

KRIM TABIR SURYA KOMBINASI

AVOBENSON DAN OKTIL METOKSISINAMAT

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

KARINA ADIRRA ISLAMI AFFAN

NIM 121501064

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(74)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ETANOL

DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP NILAI SPF

KRIM TABIR SURYA KOMBINASI

AVOBENSON DAN OKTIL METOKSISINAMAT

OLEH:

KARINA ADIRRA ISLAMI AFFAN

NIM 121501064

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 13 Juni 2016 Disetujui oleh

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001 NIP 195111021977102001

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt.

Pembimbing II, NIP 195807101986012001

Drs. Fathur Rahman Harun, MSi., Apt. Drs. Suryanto, M.Si., Apt. NIP 195201041980031002 NIP 196106191991031001

Sri Yuliasmi, S.Si, M.Si., Apt. NIP 198207032008122002 Medan, 18 Juli 2016

Fakultas Farmasi

(75)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, serta shalawat beriring salam untuk Rasulullah Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Pengaruh Penambahan Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap Nilai SPF Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson dan Oktil metoksisinamat”.

Pada kesempatan ini penulis hendak berterima kasih kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan fasilitas dan masukan selama masa pendidikan dan penelitian. Penulis juga hendak menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Fathur Rahman Harun, MSi., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan bantuan selama masa penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., Bapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt., dan Ibu Sri Yuliasmi, S.Si, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

Gambar

Tabel 3.1  Komposisi formula krim tabir surya
Tabel 4.1 Data penentuan tipe emulsi sediaan krim tabir surya.
Tabel 4.2 Data pengukuran pH awal sediaan pada saat selesai dibuat.
Gambar 4.1 Grafik  perubahan pH pada sediaan setelah dibuat dan setelah penyimpanan selama 12 minggu
+7

Referensi

Dokumen terkait

In order to illumi- nate themes of governance, power, accountability and calculation, this research considers questions that have not been answered in prior literature: who were

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

[r]

Permohonan visum berasal dari pihak Kepolisian dimana jenazah yang akan dimintakan visum berada di Instalasi Forensik RSUP

[r]

Bupati Bantul Nomor 151 Tahun 2014 tentang Pembentukan Seketariat Bersama Standar Pelayanan Minimal (Sekber SPM) Kabupaten Bantul dicabut dan dinyatakan tidak

[r]

KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 156 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN TIM FASILITASI PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP).. Susunan