Sekolah Formal)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
OLEH DRIFAL
NIM. 1110011000030
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
i
Kamyabi Homeschool Tangerang. (Analisis Perbandingan Pembelajaran PAI di Homeschooling dan Sekolah Formal)”, ditulis oleh Drifal (1110011000030) di bawah bimbingan Dr. Dimyati, M.Ag.
Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Untuk merealisasikan tujuan pendidikan diatas, bidang studi Pendidikan Agama Islam memiliki andil yang sangat besar disamping bidang studi lainnya yang ada disekolah formal saat ini. Namun dalam pelaksanaan, khusus pengajaran Pendidikan Agama Islam jauh dari harapan dengan segala kekurangan yang semakin banyak, mulai dari alokasi waktu, pengawasan hingga proses pembelajarannya.
Munculnya homeschooling sebagai salah satu model pendidikan dijadikan alternatif oleh banyak keluarga untuk ikut andil dalam pendidikan dan membentuk kepribadian anak. Meningat bahwa belajar merupakan sebuah proses, oleh sebab itu peneliti ingin mengetahui bagaimana proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di keluarga yang mengadakan homeschooling.
Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif komparatif (perbandingan) antara homeschooling dengan sekolah formal. Penulis melakukan wawancara pada pihak terkait yaitu pimpinan Kamyabi Homeschool dan keluarga pelaksana homeschooling. Penulis juga ikut mengamati (observasi) proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bahwa proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang diterapkan oleh keluarga pelaksana homeschooling jauh lebih baik dari sekolah formal. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran disusun dengan baik dan benar – benar terwujud pembelajaran yang aktif serta menyenangkan bagi anak. Selain itu anak merasa dilibatkan dalam menentukan desain dan metode pembelajaran yang mereka sukai. Pembelajaran yang aktif, menyenangkan dan penuh tantangan yang dirasakan siswa, dapat meningkatkan minat dan prestasi mereka dalam pendidikan.
ii
Alhamdulillahi Robbil ’Alamiin. Puji dan syukur kepada Allah SWT yang
senantiasa memberikan nikmat dan karunia yang berlimpah kepada penulis.
Shalawat beriring salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW
berserta keluarga dan para sahabatnya, sehingga penulis memiliki kemampuan
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Kamyabi Homeschooling Tangerang. (Analisis Perbandingan Pembelajaran PAI di Homeschooling dengan Sekolah Formal)” dalam rangka menyelesaikan Studi Strata 1 untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Islam
(S.Pd.I) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama
Islam di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah menerima banyak bimbingan,
arahan, dorongan, semangat dan motivasi serta bantuan dari berbagai pihak yang
tidak ternilai harganya. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar – besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Dra. Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D
beserta staff
2. Ketua dan sekretaris jurusan Pendidikan Agama Islam, Dr. H. Abd. Majid
Khon, M.Ag dan Hj. Marhamah Saleh, Lc. MA., beserta staff serta seluruh
dosen yang ikut mendukung dalam penulisan skripsi ini.
3. Dr. Dimyati, M.Ag selaku pembimbing skripsi yang dengan sabar
membimbing, memberi arahan serta motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
4. Siti Khadijah, MA dan Drs. H. A. Basuni, M.Ag selaku dosen penguji yang
telah memberikan masukan dan arahan kepada penulis dalam memperbaiki
kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini.
5. Kedua orang tua penulis, Misril dan Hj. Sastri Endriani yang selalu
6. Keluarga besar Cinta Rasul Family, Kak Haddad Alwi, Kak Haydar Ali
Yahya, dan Sulis; To’at Management, Mas Opick dan Mba Dian; SitiZoner’s
Indonesia; Yayasan Amal Wanita Tangerang Selatan, serta Brilliant
Children’s Streetyang sudi menerima penulis sebagai keluarga baru.
7. Keluarga Remaja Islam Masjid Nurus Sakinah, Fauzi Raimon, Iqbal, Roven
Junaidi, Reza Hadisaputra, Kak Anis dan The Twin Brother Fadhli Iwanda dan Brilliant Dzikri yang telah membantu dengan caranya masing – masing.
8. H. Abdul Halim Said selaku pendiri Kamyabi Homeschool yang telah
mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di lembaga yang beliau
pimpin dan Siti Chairunnisa selaku orang tua pelaksana Homeschooling yang menerima dan mendukung penulis untuk melakukan penelitian dirumahnya.
9. Fiqih Fadillah yang dengan sabar mengantar dan menemani penulis selama
melakukan penelitian di Kamyabi Homeschool Tangerang.
10. Seluruh teman - teman PAI angkatan 2010, terutama Nur Kholis Makki,
Sabilil Muttaqin, Aqilatul Munawaroh, Tejo Prasetyo, M. Teguh Nugroho,
Abdul Rahman, Nur Annisa, Amalia, Nur Fathimah, dan teman – teman yang
tidak bisa penulis sebutkan semuanya disini.
11. Dan kepada semua pihak yang telah membantu dan mensupport hingga
selesainya penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.
Semoga segala bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis
mendapat balasan dari Allah SWT.
Jakarta, 20 Oktober 2014
iv
ABSTRAKSI ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Batasan Masalah ... 6
D. Rumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN TEORITIS A. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam 1. Definisi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 8
2. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 10
3. Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 11
4. Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 14
5. Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 17
B. Homeschooling 1. Pengertian Homeschooling ... 20
2. Sejarah Homeschooling di Indonesia ... 22
3. Legalitas Homeschooling ... 23
4. Tujuan Homeschooling ... 25
C. Kerangka Berfikir ... 27
D. Penelitian yang Relevan ... 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30
B. Metode Penelitian ... 30
C. Teknik Pengumpulan Data ... 31
D. Teknik Analisis Data ... 32
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Kondisi Objektif Tempat Penelitian 1. Latar Belakang Berdirinya Kamyabi Homeschool ... 35
2. Profil Lembaga Kamyabi Homeschool ... 39
3. Visi dan Misi Kamyabi Homeschool ... 40
4. Guru dan Karyawan di Kamyabi Homeschool ... 41
5. Siswa Secara Umum di Kamyabi Homeschool ... 41
6. Sarana dan Prasarana di Kamyabi Homeschool ... 43
B. Deskripsi Data 1. Perencanaan Pengajaran ... 43
2. Tujuan Pembelajaran ... 48
3. Kegiatan Pembelajaran ... 51
4. Sumber Belajar ... 54
5. Materi Belajar ... 55
6. Metode Pembelajaran ... 56
7. Media Pembelajaran ... 57
8. Evaluasi Pembelajaran ... 58
9. Tindak lanjut ... 58
C. Interpretasi Data 1. Perencanaan Pengajaran ... 59
2. Tujuan Pembelajaran ... 65
4. Sumber Belajar ... 69
5. Materi Belajar ... 70
6. Metode Pembelajaran ... 71
7. Media Pembelajaran ... 73
8. Evaluasi Pembelajaran ... 73
9. Tindak Lanjut ... 77
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 79
B. Saran ... 80
DAFTAR PUSTAKA ... 81
1
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1
Pendidikan menjadi bagian penting ketika dipahami secara luas sebagai
sebuah proses belajar yang berlangsung terus menerus sepanjang hayat.
Proses tersebut terjadi alami, baik secara langsung maupun tidak langsung
melalui pengalaman hidup sehari-hari. Bagi manusia, semua itu dilakukan
untuk menyiapkan diri agar menjadi utuh, sehingga dapat menunaikan tugas
hidupnya dengan baik dan wajar. Utuh dalam pengertian bahwa melalui
pendidikan, manusia dapat menggunakan seluruh potensi yang dimilikinya
untuk dapat terus bertahan hidup.2
Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan
berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas untuk mencapai cita-cita
yang diharapkan serta mampu beradaptasi dengan cepat dan tepat dalam
berbagai lingkungan dan perkembangan zaman. Pada dasarnya pendidikan
memotivasi seseorang untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupannya.
Pendidikan menurut Undang – Undang Nomor 20 tahun 2003 Bab II
pasal 3 tentang tujuan pendidikan nasional dirumuskan sebagai berikut:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
1
Hasbullah, Dasar – Dasar Pendidikan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 4.
2
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.3
Untuk mencapai tujuan tersebut, masyarakat umum menganggap
sekolah formal merupakan satu–satunya sistem pendidikan yang digunakan
untuk mencapai tujuan pendidikan. Sekolah formal yang diselenggarakan
pemerintah telah banyak mengalami perubahan guna meningkatkan mutu
untuk mencapai tujuan yang ada, mulai dari perubahan kurikulum, hingga
peningkatan sumber daya manusia. Akan tetapi, hal tersebut lambat laun
membuat peserta didik merasa bosan, jenuh bahkan terbebani dengan sistem
pedidikan yang ada. Hal ini salah satunya disebabkan oleh sifat sekolah yang
menyama-ratakan kemampuan peserta didik dalam setiap pembelajaran.
Semakin hari, sekolah formal tidak lagi mampu mewujudkan
pendidikan yang sesuai dengan harapan orang tua dan bakat serta minat yang
dimiliki anaknya. Seringkali sekolah formal berorientasi pada nilai rapor
(kepentingan sekolah), bukannya mengedepankan keterampilan hidup dan
bersosial serta penanaman nilai–nilai iman dan moral. Patokan nilai sebagai
suatu keberhasilan membuat banyak murid mengejar nilai rapor dengan
mencontek atau membeli ijazah palsu. Selain itu, perhatian secara personal
pada anak, kurang diperhatikan.4
Banyak temuan dilapangan dimana sekolah formal tidak mampu
menghadapi permasalahan yang dialami oleh peserta didiknya secara
personal. Banyaknya jumlah peserta didik mengakibatkan kontrol sekolah
menjadi tidak maksimal. Maraknya bullying, tawuran antar pelajar bahkan antar sekolah, pemakaian obat–obat terlarang dan kasus asusila dalam
lingkungan sekolah semakin menambah buruk citra pendidikan dan rusaknya
karakter peserta didik. Hal ini tentu menjadi kekhawatiran bagi orang tua
terhadap tumbuh-kembangnya anak.
3
Undang – Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), (Bandung: Citra Umbara, 2003), hal. 6
4
Adalah hal yang wajar apabila setiap orang tua menghendaki
anak-anaknya mendapat pendidikan bermutu tanpa menghalangi bakat dan minat,
nilai-nilai iman dan moral yang tertanam baik, dan suasana belajar yang
menyenangkan. Banyaknya keluhan tentang kondisi sekolah formal yang jauh
dari harapan orang tua memunculkan isu yang relatif baru bagi alternatif
pendidikan anak yang selama ini kita kenal, yaitu sekolah-rumah
(homeschooling).5
Secara umum, pengertian homeschooling adalah model pendidikan
dimana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas
pendidikan anak-anaknya dan mendidik anak-anaknya dengan menggunakan
rumah sebagai basis pendidikannya.6
Hal ini seiring dengan pandangan Islam bahwa lingkungan pendidikan
pertama dan utama bagi seorang anak adalah keluarga. Sebagian besar
interaksi orang tua terhadap anak memiliki implikasi masa depan karena
keluarga adalah tempat masing–masing dari kita untuk belajar bagaimana
berhubungan dengan orang lain.7
Allah SWT berfirman:
...
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...” (QS. At-Tahrim Ayat 6).
Kemunculan homeschooling merupakan bentuk kritik terhadap realita-realita negatif terutama ketidak-efektifan sebagian besar proses belajar di
sekolah formal serta merupakan alternatif proses pendidikan yang
memberikan peluang seluas–luasnya kepada peserta didik untuk
mengembangkan diri, mengingat adanya demokratisasi dalam
penyelenggaraan pendidikan, harus mendorong pemberdayaan masyarakat
5
Pormadi Simbolon, Homeschooling: Sebuah Pendidikan Alternatif. http://www.google.com/artikel/homeschooling: sebuah pendidikan alternatif. Ditulis pada 12 Nopember, 2007. Diakses 25 Juni 2013. hal. 1).
6
Sumardiono. Homeschooling. (Jakarta : PT Elex Media Komputindo.2007), hal. 57
7
dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi
peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, dan
organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan pengendalian mutu
pelayanan pendidikan (UU Sisdiknas No 20 thn 2003, pasal 54 ayat 1).
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah,
masyarakat, dan keluarga.8
Walaupun pendidikan di dalam rumah sebagai pendidikan informal
merupakan kewenangan penuh keluarga atau orang tua dalam rangka
menjamin terpenuhinya hak pendidikan dan perkembangan anak, orang tua
yang akan menyelenggarakan sekolah-rumah diwajibkan melaporkan kepada
pemerintah. Penyelenggara sekolah-rumah tetap perlu mendaftarkan
komunitas belajar pada bidang yang menangani pendidikan kesetaraan, yaitu
dinas pendidikan kabupaten/kota setempat.9
Dalam pelaksanaan pendidikan, Pendidikan Agama Islam memiliki
tanggung jawab besar untuk merealisasikan tujuan pendidikan nasional.
Pendidikan Agama merupakan hal yang utama dalam pembentukan pondasi,
karakter serta sikap keberagamaan peserta didik agar mengerti dan
memahami antara yang hak dan bathil.
Beberapa pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa prioritas
pengajaran Pendidikan Agama Islam pada sekolah formal menempati posisi
atau urutan kedua setelah bidang studi umum. Penempatan pada urutan kedua
ini menandakan kurangnya Pendidikan Agama Islam mendapat perhatian
khusus dan serius dari penyelenggara pendidikan. Terbatasnya alokasi waktu
yang ada menjadi sebab seorang pendidik kurang maksimal dalam
menyampaikan materi Pendidikan Agama Islam. Di sisi lain, minat siswa
terhadap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam mulai berkurang dan
tergantikan dengan mata pelajaran berbasis teknologi dan informasi.10
8
Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam Undang-Undang Sisdiknas, (Jakarta : Departemen Agama RI, 2003), hal. 4.
9
Arief Rachman, Homeschooling : Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2007), hal. 7.
10
Sampai saat sekarang ini, yang menjadi masalah serius adalah metode
dan cara pengajaran guru sekolah yang masih belum mampu meningkatkan
minat belajar siswa apalagi membuat pembelajaran Pendidikan Agama Islam
menjadi menarik dan menyenangkan. Masih banyak guru yang menggunakan
metode ceramah dan menghafal sehingga minat dan motivasi peserta didik
berkurang dan pembelajaran menjadi membosankan bagi anak karena mereka
tidak merasa dilibatkan secara langsung dalam pembelajaran.11
Adanya kurikulum 2013 yang menuntut aspek khusus pada penilaian
dan perubahan sikap peserta didik dalam setiap bidang studi tidak merubah
posisi Pendidikan Agama Islam dalam prioritas pengajaran. Tetap saja tidak
semua guru dalam kegiatan pembelajaran dapat mengintegrasikan nilai
Pendidikan Agama Islam dengan bidang studi yang di ajarkan. Hal ini tentu
tidak akan merubah karakter dan sikap peserta didik menjadi lebih baik lagi.
Permasalahan yang muncul dalam dunia pendidikan formal diatas,
khususnya untuk bidang studi Pendidikan Agama Islam, dapat diselesaikan
dengan adanya usaha seorang pendidik dalam memahami potensi dan
kecerdasan peserta didik yang beragam, salah satunya dengan mewujudkan
alternatif pendidikan yang disebut homeschooling. Dalam pendidikan ini, anak merasa bebas dan berhak menentukan pembelajaran yang
menyenangkan baginya. Mulai dari pemilihan lokasi belajar, waktu (alokasi)
belajar, metode hingga proses belajar mengajar, termasuk memilih guru yang
ia senangi untuk setiap mata pelajaran, terutama pada bidang studi
Pendidikan Agama Islam. Bila homeschooling dilaksanakan dengan serius, maka kurikulum 2013 dan tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik.12
Berangkat dari latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk
meneliti dan mengkaji tentang “Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Kamyabi Homeschool Tangerang (Analisis Perbandingan Pembelajaran PAI di Homeschooling dengan Sekolah Formal).”
11
MGMP PAI. http://paismpn1lembang.blogspot.com (diakses pada tanggal 14 Februari 2014, pukul 08.40 WIB)
12
Hasil wawancara dengan H. Abdul Halim Said selaku Pendiri Kamyabi Homeschooling
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, muncul beberapa permasalahan
yang dapat diidentifikasi, diantaranya :
1. Pendidikan formal saat ini tidak lagi mampu memberikan kepuasan
terhadap hasil yang diterima orang tua, terutama perubahan sikap menuju
yang lebih baik lagi.
2. Kurang berkembangnya bakat dan minat siswa akibat sistem sekolah
formal yang membebani mereka.
3. Kurang diprioritaskannya pembelajaran Pendidikan Agama Islam
berakibat pada tidak tercapainya tujuan kurikulum 2013 yang menuntut
adanya perubahan sikap yang baik pada setiap peserta didik.
4. Sarana dan prasarana serta alokasi waktu yang tersedia pada sekolah
formal kurang mendukung pengaplikasian Pendidikan Agama Islam pada
peserta didik.
5. Keterbatasan sekolah formal dalam mewujudkan pembelajaran Pendidikan
Agama Islam yang aktif dan menyenangkan.
6. Berbedanya sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di
Homeschooling dengan sekolah formal.
C. Pembatasan Masalah
Setelah mengidentifikasi masalah yang ada, maka agar penelitian ini
tidak terlalu meluas, maka dibatasi pada perbedaan sistem pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di homeschooling dengan sekolah formal.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan di atas, maka masalah penelitian ini dapat
dirumuskan: Bagaimana Perbedaan Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana sistem pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di Homeschooling dan di sekolah formal.
2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan sistem pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di Homeschoolong dan di sekolah formal.
F. Manfaat Penelitian
Adapun setelah penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat di
antaranya:
1. Melengkapi dan memperluas teori yang sudah diperoleh melalui penelitian
lain sebelumnya.
2. Menyajikan wawasan khusus tentang sistem pembelajaran Pendidikan
Agama Islam dalam praktek homeschooling
3. Memberikan gambaran pada masyarakat terutama tamatan fakultas
tarbiyah, jurusan Pendidikan Agama Islam bahwa homeschooling
bukanlah sesuatu yang sulit untuk diadakan mengingat proses dan
pelaksanaannya yang mudah dan menyenangkan.
4. Memberikan sumbangsih karya ilmiah yang bermanfaat untuk
dipersembahkan pada masyarakat umumnya dan bagi pribadi penulis
8
A. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
1. Definisi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan anak didik. Dalam
definisi ini terkandung makna bahwa dalam pembelajaran tersebut ada
kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode atau strategi
yang optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang di inginkan dalam
kondisi tertentu.1
Gagne mengemukakan bahwa pembelajaran terdiri dari tiga
komponen yakni kondisi eksternal yaitu stimulus dari lingkungan dalam
acara belajar, kondisi internal yang menggambarkan keadaan internal
(pribadi) dan kognitif siswa, dan hasil belajar yang menggambarkan
informasi verbal, keterampilan intelektual, keterampilan motorik, sikap
dan siasat kognitif.2
Dengan demikian, ciri – ciri yang menunjukkan bahwa seseorang
melakukan pembelajaran dapat ditandai dengan adanya:
a. Perubahan tingkah laku yang aktual dan potensial. Aktual berarti
perubahan tingkah laku yang terjadi sebagai hasil belajar itu nyata dan
dapat dilihat. Perubahan potensial berarti perubahan tingkah laku
sebagai hasil belajar yang tidak dapat dilihat perubahannya secara
nyata. Perubahan hanya dapat dirasakan oleh yang belajar saja, seperti
keyakinan, kemampuan analisis dan sebagainya.
b. Kemampuan dan perbaikan serta peningkatan belajar sifatnya relatif
menetap dan tidak segera lenyap.
c. Adanya usaha atau aktivitas yang sengaja dilakukan oleh orang yang
belajar dengan pengalaman (memperhatikan, mengamati, memikirkan,
1
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hal. 82.
2
merasakan, menghayati, dan sebagainya) atau dengan latihan (melatih
dan menirukan.3
Pendidikan ialah usaha sadar orang dewasa atau pendidik untuk
membantu, membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak ke arah
kedewasaan.4 Pendidikan dalam istilah arab disebut juga dengan ta’lim.
Kata ta’lim menurut Abdul Fatah Jalal merupakan proses yang terus menerus diusahakan manusia sejak lahir, sehingga mencapai suatu
kognisi dan pada segi lain tidak mengabaikan aspek afeksi dan
psikomotorik. Abdul Fatah juga mendasarkan pandangan tersebut pada
argumentasi bahwa Rasulallah diutus sebagai pendidik. Hal ini tersirat
dalam Surat Al-Baqarah ayat 151, yaitu:5
“Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.”
Secara sederhana, agama bisa diartikan sebagai ajaran – ajaran yang
mengandung tuntunan dan Islam adalah ketentuan – ketentuan Allah
berupa takdir dan sunnah-Nya untuk semua makhluk yang berakal agar
terpelihara dan senantiasa terpelihara dalam keadaan selamat sentosa.
Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama
Republik Indonesia, merumuskan pengertian Pendidikan Agama Islam
(PAI) yaitu usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini,
memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan
3
M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), hal. 56.
4
M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), hal. 10.
5
untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat
beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.6
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Pendidikan Agama Islam
adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar
senantiasa dapat memahami agama Islam seluruhnya serta menghayati
tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan dan menjadikan Islam
sebagai pandangan hidup.
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Menurut Mahmud Yunus tujuan pendidikan agama ialah mendidik
anak – anak, pemuda – pemudi dan orang dewasa, supaya menjadi
seorang muslim sejati, beriman teguh, beramal salih dan berakhlak mulia,
sehingga ia menjadi salah seorang anggota masyarakat yang sanggup
hidup diatas kaki sendiri, mengabdi kepada Allah dan berbakti kepada
bangsa dan tanah airnya, bahkan sesama umat manusia.7
Tujuan Pendidikan Agama Islam yaitu membina manusia beragama
berarti manusia yang mampu melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam
dengan baik dan sempurna, sehingga tercermin pada sikap dan tindakan
dalam seluruh kehidupannya, dalam rangka mencapai kebahagiaan dan
kejayaan dunia dan akhirat, yang dapat dibina melalui pengajaran agama
yang intensif dan efektif.8
Ibnu Khaldun merumuskan tujuan pendidikan agama Islam sesuai
dengan firman Allah Surat Al-Qashash ayat 77:9
6
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hal. 10
7
Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta : PT. Hidakarya Agung, 1992), hal. 13
8
Zakiah Daradjad, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), hal. 172
9
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Dari ayat diatas Ibnu Khaldun merumuskan bahwa tujuan
pendidikan agama Islam terbagi atas dua macam, yaitu:
a. Tujuan yang berorientasi ukhrawi, yaitu mendorong seorang hamba
agar melakukan kewajiban kepada Allah.
b. Tujuan yang berorientasi duniawi, yaitu membentuk manusia yang
mampu menghadapi segala bentuk kehidupan yang lebih layak dan
bermanfaat bagi orang lain.
3. Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Materi ajar dalam hal ini memuat fakta, konsep dan prosedur yang
relevan dan ditulis dalam bentuk butir – butir sesuai dengan rumusan
indikator pencapaian kompetensi.
Materi Pendidikan Agama Islam mencakup lima unsur pokok, yaitu:
a. Al-Qur’an dan Hadits
Al-Qur’an dan hadits merupakan sumber utama dalam memahami dan
menjalankan Agama Islam dengan benar. Dari sinilah keimanan,
akhlak, fiqh (syari’at) dan sejarah Islam menjadi rujukan. Tujuan pembelajaran ini secara khusus diantaranya:
1) Meningkatkan kecintaan peserta didik terhadap Al-Qur’an dan
2) Membekali peserta didik dengan dalil – dalil yang terdapat dalam
Al-Qur’an dan hadits sebagai pedoman dalam menyikapi dan
menghadapi kehidupan.
3) Meningkatkan kekhusyukan peserta didik dalam beribadah dengan
menerapkan hukum bacaan (tajwid) serta isi kandungan dari ayat
atau hadits yang mereka baca.
b. Keimanan (aqidah)
Keimanan yang berarti keyakinan adalah pondasi utama dalam
menjalankan ajaran agama Islam dengan baik, mengenal siapa Allah,
malaikat, kitab, nabi dan rasul, hari kiamat serta ketetapan Allah.
Tujuan umum dari pembelajaran ini adalah menumbuh-kembangkan
aqidah melalui pemberian, pemupukan dan pengembangan
pengetahuan, penghayatan, pengalaman, pembiasaan serta
pengamalan peserta didik tentang aqidah Islam sehingga menjadi
manusia yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada
Allah SWT.
c. Akhlak
Akhlak merupakan nilai mutlak yang harus dimiliki untuk
memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Akhlak kepada Allah,
akhlak pada diri sendiri, akhlak kepada sesama dan sebagainya.
Tujuan umum dari materi ini adalah mewujudkan manusia Indonesia
yang berakhlak mulia dan menghindari akhlak tercela dalam
kehidupan sehari – hari, baik dalam kehidupan individu maupun
sosial, sebagai manifestasi dari ajaran dan nilai – nilai aqidah Islam.
d. Fiqh (syari’at)
Fiqh merupakan ilmu khusus yang menerangkan hukum – hukum
syari’at yang diambil dari Al-Qur’an, hadits nabi dan sumber hukum shahih lainnya. Hukum itu berbentuk amaliyah yang wajib di amalkan
oleh setiap mukallaf. Materi ini membekali peserta didik agar dapat: 1) Mengetahui dan memahami pokok – pokok hukum Islam dalam
Allah yang diatur dalam fiqih ibadah dan hubungan manusia
dengan sesama yang diatur dalam fiqih muamalah.
2) Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan
benar dalam melaksanakan ibadah kepada Allah dan ibadah sosial.
e. Tarikh (sejarah Islam)
Sejarah Islam merupakan cabang ilmu yang khusus untuk memahami
sejarah munculnya agama Islam itu sendiri, dan juga risalah para nabi
dan rasul, para sahabat serta alim ulama dalam menyebarkan Agama
Islam. Tujuan dari materi ini secara umum adalah:
1) Membangun kesadaran peseta didik tentang pentingnya
mempelajari landasan ajaran, nilai – nilai dan norma – norma
Islam yang telah dibangun oleh Rasulullah dalam rangka
mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.
2) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu
dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau,
masa kini dan masa depan
3) Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah
secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah
4) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap
peninggalan sejarah Islam sebagai bukti peradaban umat Islam di
masa lampau.
5) Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengambil
ibrah dari peristiwa – peristiwa bersejarah (Islam), meneladani tokoh – tokoh berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena
sosial, budaya, politik, ekonomi, iptek, seni dan sebagainya untuk
mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.10
10
4. Faktor Yang Mempengaruhi Pembelajaran PAI
Secara global, faktor – faktor yang mempengaruhi belajar siswa
dapat dikelompokkan menjadi:
a. Faktor Internal Siswa
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari siswa sendiri yang
meliputi dua aspek, yaitu:11
1) Aspek fisiologis (jasmaniah)
Kondisi umum jasmani dapat mempengaruhi semangat dan
intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi tubuh yang
lemah dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga
materi yang dipelajari kurang atau tidak berbekas. Kondisi organ –
organ khusus siswa seperti tingkat kesehatan indera pendengar dan
penglihat, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam
menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan
di kelas.
2) Aspek psikologis
Aspek psikologis dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas
perolehan pembelajaran siswa. Aspek ini dibagi pula atas:12
a) Inteligensi siswa
Inteligensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan
psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri
dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Inteligensi bukan
persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas organ –
organ tubuh lainnya.
b) Sikap siswa
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespons (response tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang,
11
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja RosdaKarya, 2008), cet ke-14, hal. 132-133
12
barang dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif.
Sikap siswa yang positif berupa antusias dan semangat
merupakan pertanda awal yang baik dalam proses belajar
siswa. Untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya sikap
negatif siswa, guru dituntut untuk terlebih dahulu
menunjukkan sikap positif terhadap diri sendiri dan mata
pelajaran yang akan diajarkannya.
c) Bakat siswa
Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki oleh
seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan
datang. Setiap orang memiliki bakat dalam arti berpotensi
untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai
dengan kapasitas masing – masing. Bakat juga dapat diartikan
sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu
tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan.
Bakat dapat mempengaruhi tinggi-rendahnya prestasi belajar
bidang studi tertentu. Dalam hal ini, orang tua tidak boleh
memaksakan kehendaknya untuk menyekolahkan anak pada
jurusan keahlian tertentu tanpa mengetahui terlebih dahulu
bakat yang dimiliki anaknya itu.
d) Minat siswa
Minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau
keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat juga dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa dalam bidang – bidang studi
tertentu. Guru dalam kaitan ini seyogianya berusaha
membangkitkan minat siswa untuk menguasai pengetahuan
yang terkandung dalam bidang studinya dengan cara
membangun sikap positif pada siswa.
e) Motivasi siswa
Motivasi adalah keadaan internal organisme, baik manusia
Motivasi juga berarti memasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah. Motivasi dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dimana hal dan keadaan
yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat mendorongnya
melakukan tindakan belajar. Selanjutnya adalah motivasi
ekstrinsik dimana hal dan keadaan yang datang dari luar
individu seperti pujian, peraturan, suri tauladan dari
lingkungan sekitar.
b. Faktor Eksternal Siswa
Faktor eksternal siswa terdiri atas dua macam, yakni faktor
lingkungan sosial dan faktor lingkungan non-sosial.13
1) Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, staf administrasi dan
teman – teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar
siswa. Selanjutnya yang termasuk lingkungan sosial siswa adalah
masyarakat dan tetangga juga teman sepermainannya. Namun
lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan
belajar siswa adalah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat
yang muncul dari orang tua dan keluarga akan memberi dampak
pada anak itu sendiri.
2) Lingkungan Non-Sosial
Faktor – faktor yang termasuk lingkungan non-sosial adalah
gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga
siswa dan letaknya, alat – alat belajar, keadaan cuaca dan waktu
belajar yang digunakan siswa. Faktor – faktor ini dipandang turut
menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.
13
c. Faktor Pendekatan Belajar
Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi
yang digunakan guru dan siswa dalam menunjang efektivitas dan
efisiensi proses pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam hal ini
berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian
rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar
tertentu.14
5. Strategi dan Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam a. Strategi Pembelajaran
Menurut Sanjaya, dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai
perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan Kemp (1995)
menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dari pendapat
tersebut, Dick and Carey (1985) juga menyebutkan bahwa strategi
pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran
yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil
belajar pada siswa.15
Ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar yang meliputi
hal-hal berikut:
1) Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi
perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana
yang diharapkan.
2) Memilih sistem pendekatan belajar berdasarkan aspirasi dan
pandangan hidup masyarakat.
14
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja RosdaKarya, 2008), cet ke-14, hal. 139.
15
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
3) Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknikbelajar
mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat
dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan
mengajarnya.
4) Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau
kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan
pedoman oleh guru dalam melakuan evaluasi hasil kegiatan hasil
kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan
balik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan
secara keseluruhan.16
b. Metode Pembelajaran
Dalam mengimplementasikan strategi pembelajaran Pendidikan
Agama Islam membutuhkan metode untuk dapat direalisasikan.
Metode adalah cara yang digunakan oleh guru dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar di kelas sebagai upaya untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.Adapun macam – macam
metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam adalah:
1) Metode Ceramah
Metode ceramah ialah sebuah metode mengajar dengan
menyampiakan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada
sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif.
Metode ini hanya cocok digunakan untuk menyampaikan
informasi, kalau bahan itu cukup diingat sebentar, untuk memberi
pengantar dan untuk menyampiakn materi yang berkenaan dengan
pengertian-pengertian atau konsep-konsep.
2) Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk
pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa,
16
tetapi dapat pula dari siswa kepada guru. Metode ini dimaksudkan
untuk merangsang untuk berpikir dan membimbing peserta didik
dalam mencapai kebenaran.
3) Metode Diskusi
Metode diskusi adalah percakapan ilmiah yang responsif berisikan
pertukaran pendapat yang dijalin dengan pertanyaan – pertanyaan
problematis atau pemunculan ide – ide dan pengujuan ide – ide
yang dilakukan beberapa orang dalam kelompok. Tujuan
penggunaan metode diskusi ialah untuk memotivasi dan memberi
stimulasi kepada siswa agar berpikir dengan renungan yang dalam.
4) Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah metode dengan cara memperagakan
barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan,
baik secara langsung maupun dengan penggunaan media
pengajaran yang relevan dengan pokok bahsan yang sedang
disajikan. Tujuan pokok penggunaan metode ini dalam proses
pembelajaran adalah untuk memperjelas pengertian konsep dan
memperlihatkan cara melakukan sesuatu atau proses terjadinya
sesuatu.
5) Metode Karyawisata
Metode karyawisata adalah metode dalam proses belajar mengajar
siswa perlu diajak keluar sekolah, untuk meninjau tempat tertentu
atau objek yang mengandung sejarah, hal ini bukan rekreasi, tetapi
untuk belajar atau memperdalam pelajarannya dengan melihat
langsung atau kenyataan.
6) Metode Pemahaman dan Penalaran
Metode ini adalah metode mendidik dengan membimbing anak
didik untuk dapat memahami problema yang dihadapi dengan
menemukan jalan keluar yang benar dari berbagai macam
kesulitan dengan melatih anak didik menggunakan pikirannya
memilah dan memilah, membuang mana yang salah, meluruskan
yang bengkok, dan mengambil yang benar.
7) Metode Praktek
Dimaksudkan supaya mendidik dengan memberikan materi
pendidikan baik menggunakan alat atau benda, seperti
diperagakan, dengan harapan anak didik menjadi jelas dan mudah
sekaligus dapat mempraktekkan materi yang dimaksud.
8) Metode Penugasan
Metode penugasan tidak sama dengan istilah pekerjaan rumah,
tapi jauh lebih luas. Tugas dilaksanakan dirumah, di sekolah, di
perpustakaan, dan tempat lainnya. Metode penugasan untuk
merangsang anak aktif belajar baik secara individual atau
kelompok. Oleh karena itu, tugas dapat dikerjakan secara
individual maupun secara komunal (kelompok).
9) Metode Eksperimen
Metode eksperimen yaitu cara penyajian bahan pelajaran dimana
peserta didik melakukan percobaan dengan mengalami untuk
membuktikan sendiri suatu pertanyaan atau hipotesis yang
dipelajari.17
B. Homeschooling
1. Pengertian Homeschooling
Homeschooling merupakan jalur pendidikan informal yang keberadaannya telah diakui oleh pemerintah. Homeschooling merupakan sekolah berbasis rumah yang menempatkan siswa sebagai subjek
pendidikan.
Homeschooling berasal dari bahasa Inggris yang berarti
sekolah-rumah. Pengertian umum homeschooling adalah model pendidikan
17
dimana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas
pendidikan anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis
pendidikannya.18
Homeschooling (sekolah-rumah) menurut Direktur Pendidikan Kesetaraan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Ella
Yulaelawati adalah proses pendidikan yang secara sadar, teratur, dan
terarah dilakukan oleh orang tua atau keluarga dan proses belajar
mengajar pun berlangsung dalam suasana kondusif. Homeschooling
adalah salah satu model belajar bagi anak dan merupakan pendidikan
pilihan yang diselenggarakan oleh orang tua. Homeschooling atau sekolah-rumah merupakan sistem pendidikan yang dilakukan dirumah
dan merupakan sekolah alternatif yang menempatkan anak sebagai subjek
dengan pendekatan pendidikan secara at home.19
Homeschooling adalah model pendidikan dimana sebuah keluarga memilih untung bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anaknya dan
turut mendidik anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis
pendidikannya. Dalam hal ini, orang tua tidak begitu saja melepaskan
tanggung jawab pendidikan dan pengajaran pada guru dari suatu
homeschooling, melainkan mereka turut bertanggung jawab secara aktif atas pendidikan anaknya.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa homeschooling
adalah suatu proses pendidikan yang diselenggarakan keluarga sendiri
terhadap anggota keluarganya yang masih dalam usia pendidikan dengan
memilih model dan kurikulum yang sesuai dengan gaya belajar anak.
Orang tua adalah pembina pribadi yang pertama dalam kehidupan
anak. Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka merupakan
unsur – unsur pendidikan tidak langsung yang dengan sendirinya akan
18
Pormadi Simbolon. Homeschooling: Sebuah Pendidikan Alternatif. http://www.google.com/artikel/homeschooling: sebuah pendidikan alternatif. (Ditulis pada 12 Nopember, 2007. Diakses 30 Juni 2013, pukul 19.30 WIB)
19
masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh. Allah SWT berfirman
dalam Qur’an surah At-Tahrim ayat 6:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Anak – anak pada dasarnya memiliki kemampuan alamiah untuk
belajar dengan caranya sendiri. Orang tua dalam hal ini hanya
memfasilitasi dan memberikan semangat serta dorongan karena pada
dasarnya setiap anak senang dengan belajar, apalagi sesuai dengan metode
dan sistem yang menyenangkan.
Dalam homeschooling, pendidikan dan pergaulan anak menjadi hal yang perlu diperhatikan secara serius, karena anak dalam
perkembangannya sangat membutuhkan didikan dan bimbingan kedua
orang tuanya. Dalam model pendidikan homeschooling, besar harapan orang tua agar anaknya dapat berkembang dan mendapatkan pendidikan
selayaknya anak yang bersekolah formal, bahkan diharapkan lebih cepat
dan lebih mantap dalam perkembangannya. Semua harapan itu, tentunya
ada kerjasama yang baik antara siswa, orang tua dan tutor yang
melaksanakan model pendidikan homeschooling.
2. Sejarah Homeschooling Di Indonesia
Pendidikan di rumah atau homeschooling bukanlah hal yang baru. Jauh sebelum ada sistem pendidikan modern (sekolah) sebagaimana yang
zaman dahulu biasa mengundang guru – guru privat untuk mengajarkan
anak – anaknya. Itulah jejak homeschooling pada masa dahulu. Sejak perkembangan industri, terjadilah proses sistematisasi pendidikan dan
proses belajar.20
Setelah itu, homeschooling terus berkembang dengan berbagai alasan. Selain karena alasan keyakinan (beliefs), pertumbuhan
homeschooling juga banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem pendidikan sekolah.
Homeschooling atau Sekolah-Rumah saat ini mulai dilirik para
pengamat pendidikan nusantara. Sebagai salah satu alternatif pendidikan,
homeschooling memiliki daya tarik tersendiri yang tidak dimiliki sekolah formal. Para orang tua sedikit demi sedikit mulai memilih untuk
melanjutkan pendidikan anaknya melalui homeschooling. Hal ini ditempuh karena orang tua memandang homeschooling lebih tepat untuk mengembangkan bakat dan minat sang buah hati.
Jika homeschooling difahami sebagai model belajar otodidak dan mandiri, maka jejaknya telah dikenal sejak dahulu. Model belajar ini
banyak dijalani oleh para pedagang dengan sistem magang dan para santri
dengan pesantrennya. Banyak tokoh dunia ‘lahir’ dari Homeschooling,
seperti Albert Einstein, Alexander Graham Bell, Agatha Christie, Thomas
A. Edison, George Bernard Shaw, Woodrow Wilson, Mark Twain,
Charlie Chaplin, Charles Dickens dan Winston Churchill. Adapun tokoh
nasional yang menjalankan homeschooling antara lain K.H. Agus Salim, Ki Hajar Dewantara, dan Buya Hamka.
3. Legalitas Homeschooling
Sekolah disebut jalur pendidikan formal, homeschooling disebut jalur pendidikan informal. Di Negara Republik Indonesia, kegiatan
pendidikan, baik untuk memenuhi kebutuhan perorangan maupun
20
masyarakat, bangsa dan negara, dibagi dalam dua golongan sebagai
bagian dari satu sistem pendidikan nasional, yaitu jalur pendidikan
sekolah dan pendidikan luar sekolah.21
Keberadaan homeschooling di Indonesia telah diatur dalam Undang
– Undang nomor 20 tahun 2003 tentag Sistem Pendidikan Nasional yang tertuang dalam pasal 27 Ayat (1) dan (2) :
(1) Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. (2) Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diakui sama dengan pendidikan formal dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Dalam buku karangan Loy Kho dijelaskan mengenai legalitas
hukum homeschooling di Indonesia diantaranya sebagai berikut: a. Undang – Undang Dasar 1945
b. Undang – Undang nomor 20 tahun 2003 mengenai sistem pendidikan
nasional, terutama pada pasal 27 ayat 1 dan 2 mengenai kegiatan
pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan hasil
pendidikan formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan
standar nasional pendidikan.
c. UU nomor 32 tahun 2003 tentang desentralisasi dan otonomi daerah.
d. PP nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan.
e. PP nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan
kewenangan provinsi sebagai daerah otonom.
f. PP nomor 73 tahun 1991 tentang pendidikan luar sekolah.
g. Keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor 0131/U/1991
tentang paket A dan paket B
h. Keputusan menteri pendidikan nasional nomor 132/U/2004 tentang
paket C.
i. Peraturan menteri pendidikan nasional RI nomor 14 tahun 2007
tentang standar isi pendidikan kesetaraan.22
21
Kegiatan homeschooling perlu dilaporkan ke Dinas Pendidikan setempat agar peserta homeschooling mendapat ijazah resmi dari pemerintah. Untuk ijazah Sekolah Dasar adalah paket A, ijazah Sekolah
Menengah Pertama adalah paket B dan Sekolah Menengah Atas adalah
paket C. Ijazah yang mereka terima sah dimata hukum dan dapat
dipergunakan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya bahkan
perguruan tinggi manapun yang diinginkan.
4. Tujuan Homeschooling
Pendidikan informal melalui homeschooling berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada
penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional, sekaligus memperluas
akses terhadap pendidikan dasar dan menengah. Adapun tujuan
homeschooling, yaitu:
a. Untuk menjamin penyelesaian pendidikan dasar dan menengah yang
bermutu bagi peserta didik yang berasal dari keluarga yang
menentukan pendidikan anaknya melalui homeschooling.
b. Untuk menjamin pemenuhan kebutuhan belajar bagi semua manusia
muda dan orang dewasa melalui akses yang adil pada program belajar
kecakapan.
c. Untuk menghapus disparintas gender dalam pendidikan dasar
menengah.
d. Untuk melayani peserta didik yang memerlukan pendidikan akademik
dan kecakapan hidup secara fleksibel untuk meningkatkan mutu
kehidupannnya.23
22
Loy Kho, Secangkir Kopi: Obrolan Seputar Homeschooling, (Yogyakarta: Kansius, 2008), hal. 243-244.
23
5. Jenis – Jenis Homeschooling
Departemen Pendidikan Nasional dalam bukunya komunitas rumah
sebagai satuan pendidikan kesetaraan menyebutkan bahwa pada dasarnya
format sekolah-rumah atau homeschooling dapat dibedakan menjadi:24 a. Homeschooling tunggal.
Jenis ini dilakukan oleh orang tua dalam satu keluarga tanpa
bergabung dengan yang lainnya. Ini karena hal tertentu atau lokasi
yang berjauhan. Homeschooling tunggal memiliki fleksibilitas tinggi
karena tempat, bentuk dan waktu belajar bisa disepakati oleh pengajar
dan peserta didik.
Dalam homeschooling ini, orang tua berperan penting dalam pendidikan yang dijalani anaknya serta sebagai penilai dan evaluator
hasil belajar anak serta mengusahakan penyetaraan. Apabila orang tua
atau keluarga tidak mampu melaksanakannya, jenis homeschooling ini bisa dikombinasikan dengan jenis homeschooling selanjutnya.
b. Homechooling majemuk.
Jenis ini dilakukan oleh dua atau lebih keluarga sekolah-rumah
yang memilih untuk menyelenggarakan satu atau lebih kegiatan secara
bersama – sama di tempat dan waktu yang telah ditentukan, sementara
kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orang tua masing – masing.25
Pada jenis homeschooling ini, semangat berkompetensi dan bersosialisasi pun akan muncul. Masing – masing anak akan terpacu
untuk berprestasi semaksimal mungkin. Mereka dapat bersosialisasi
dan berkolaborasi dengan anak lain yang tentu saja proses belajar
mereka menjadi lebih dinamis.
c. Komunitas Homeschooling
Jenis ini merupakan gabungan dari homeschooling majemuk yang menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok,
24
Sumardiono, Homeschooling : A Leap For Better Leraning; Lompatan Cara Belajar,
(Jakarta : PT. Elex Media Komputindo, 2007), hal 62-66.
25
Sumardiono, Homeschooling : A Leap For Better Leraning; Lompatan Cara Belajar,
sarana dan prasarana, serta jadwal pelajaran. Komitmen
penyelenggaraan pembelajaran antara orang tua dan komunitasnya
kurang lebih 50:50.
Jenis homeschooling yang ketiga ini lebih terstruktur dan lengkap untuk pendidikan akademik, pembinaan akhlak, dan
pencapaian hasil belajar. Selain itu, jenis ini tentu saja ditunjang
dengan fasilitas pembelajaran yang relatif lebih lengkap dan memadai.
C. Kerangka Berfikir
Homeschooling atau sekolah-rumah pada hakikatnya lahir dari sebuah kegagalan sekolah formal yang dianggap tidak mampu lagi mewujudkan apa
yang diharapkan orang tua atas pendidikan anaknya. Kekhawatiran orang tua
terhadap perubahan sikap dan moral anak dari lingkungan sekolah turut
mempengaruhi orang tua untuk mengambil-alih dan memindahkan
pendidikan di sekolah menjadi pendidikan di rumah.
Pendidikan agama telah dimulai dari seseorang saat lahir karena orang
tua adalah pendidik pertama dan utama dalam mewujudkan cita – cita
anaknya. Dengan adanya homeschooling, seharusnya pembelajaran Pendidikan Agama Islam jauh baik dari sekolah formal yang ada karena,
orang tua maupun pendidik (tutor) dapat bersinergi dalam mengajarkan dan
menerapkan nilai dari Pendidikan Agama Islam dan pada akhirnya memberi
pengaruh tersendiri bagi peserta didik (anak).
D. Penelitian Yang Relevan
Secara umum, penelitian tentang homeschooling telah mulai dilakukan para peneliti diberbagai tempat. Adapun diantaranya adalah:
1. Nur Fitriyah Rahmawati. Implementasi Model Homeschooling dalam Mengatasi Keterbatasan Pendidikan Formal. Malang : Program Studi
Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah, Universitas Islam
Kesamaan pembahasan diatas dengan penulis adalah sama – sama
membahas tentang homeschooling. Bedanya, pembahasan yang disusun oleh Nur Fitriyah Rahmawati lebih pada alasan pemilihan homeschooling
oleh orang tua ataupun peserta didik, faktor penunjang dan penghambat
pelaksanaan homeschooling serta upaya dalam mengatasi hambatan dalam pelaksanaan homeschooling dan tidak menyinggung bagaimana pelaksanaan kegiatan pembelajaran di homeschooling. Sedangkan penulis dalam hal ini, memfokuskan pembahasan pada proses pelaksanaan
pembelajaran di homeschooling sebagai kelanjutan dari alasan dipilihnya
homeschooling sebagai pendidikan alternatif.
2. Fitriah. Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Siswa Homeschooling. Jakarta : Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah. 2010.
Kesamaan pembahasan diatas dengan penulis adalah sama – sama
membahas proses pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di
homeschooling. Namun perbedaannya adalah pada jenis pelaksanaan
homeschooling yang dilaksanakan. Pembahasan dan penulisan yang disusun oleh Fitriah lebih terfokus pada pelaksanaan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam dengan jenis homeschooling komunitas sehingga isisnya hampir serupa dengan pelaksanaan sekolah formal,
sedangkan penulis dalam pembahasannya lebih terfokus pada jenis
homeschooling tunggal yang merupakan latar belakang munculnya
homeschooling, kemudian membandingkannya dengan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah formal.
3. Syafina Hanum. Homeschooling sebagai sekolah alternatif: Studi kasus SUN Homeschooling. Jakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Kesamaan pembahasan diatas dengan penulis adalah sama – sama
membahas homeschooling sebagai pendidikan alternatif. Perbedaannya adalah pada pembahasan, dimana saudari Sayfina Hanum mengemukakan
banyak alasan dan faktor dipilihnya homeschooling oleh orang tua dan peserta didik. Selain itu turut dikemukakan bagaimana proses
pembelajaran pada homeschooling secara global. Sedangkan penulis dalam pembahasannya mengemukakan bagaimana pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada homeschooling secara detail,
mulai dari persiapan hingga akhir pembelajaran, khususnya pada bidang
30
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan di KAMYABI Homeschool
yang beralamat di Jalan Seroja I Blok 38-39, BSD City, Serpong Tangerang
(15318), Banten, Indonesia. Adapun waktu yang direncanakan selama
melakukan penelitian adalah dari bulan Januari hingga April 2014.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Data yang diperoleh
bersifat empiris dengan kriterianya yaitu, valid, reliabel dan obyektif. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif.
Metode kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada
filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang
alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah
sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara
purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan trianggulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil pebelitian
kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.1
Dalam metode penelitian kualitatif, penulis menggunakan pendekatan
deskriptif analisis yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang
keadaan nyata yang terjadi. Adapun tujuan utama dalam menggunakan
metode dan pendekatan ini adalah untuk menggambarkan suatu keadaan yang
sedang terjadi pada saat penelitian dilakukan.
1
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian, banyak variasi teknik pengumpulan data untuk
mendukung dan menjawab masalah yang ada. Adapun teknik pengumpulan
data yang penulis pakai dalam penelitian ini adalah:
1. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data dimana peneliti
mengadakan pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti,
baik pengamatan itu dilakukan dalam situasi yang sebenarnya maupun
situasi khusus yang diadakan.2
Pada saat melakukan observasi, penulis terlibat langsung dalam
kegiatan sehari – hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan
sebagai sumber data penelitian. Keberadaan penulis sebagai peneliti telah
diketahui oleh subjek yang diteliti dan telah dianggap sebagai bagian dari
mereka sehingga keberadaan penulis tidak mengganggu atau
mempengaruhi sifat naturalistiknya. Cara ini dilakukan untuk
memudahkan akses mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian.
2. Wawancara
Untuk teknik pengumpulan data selanjutnya peneliti menggunakan
wawancara dan dialog secara mendalam (indeph interview) kepada pihak yang bersangkutan. Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.3
Dalam hal ini digunakan wawancara terstruktur guna memperoleh
informasi yang utuh dan terfokus pada proses pembelajaran Pendidikan
Agama Islam. Beberapa pertanyaan wawancara dirumuskan sebelum
melaksanakan wawancara kepada pihak homeschooling dan guru bidang studi Pendidikan Agama Islam.
2
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: CV. Rineka Cipta, 1993), cet ke-9, hal. 102
3
Tujuan wawancara pada penelitian ini adalah untuk melengkapi
informasi yang telah diperoleh dari observasi yang dilakukan peneliti.
Wawancara akan dilakukan terhadap guru mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam di Kamyabi Homeschooling. Secara mendalam wawancara akan dilakukan meliputi proses pembelajaran yang terdiri dari rencana,
tujuan, kegiatan, materi, media dan penilaian yang dilakukan oleh guru
Pendidikan Agama Islam.
3. Studi Dokumen
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya – karya monumental
dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian,
sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa
dan lain – lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang
dapat berupa gambar, patung film, dan lain – lain. Studi dokumen
m