NASIONAL DENGAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA
Oleh
MUSLIM
101017020961
d:.iri
"' pGG|BGcセMMᄋᄋ@ - "'')IT'"% GBGセBBGJGゥ@
:
...
.,,r gl. : NqNセ@ .• :: .. セQ@ ... :: ... セセ@ ... ..
'''''· lndui< : Q.\<;) .. セ@.. セ@ ... ::.fi.o'?.!;& ... ..
セ@... QウIヲゥォセセウゥ@ : ... .
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SY ARIF HIDAY ATULLAH
セMMMᄋMMᄋMᄋMMMMMMMMM .
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini saya :
Nama : Muslim
NIM : 101017020961
Jurusan/ Semester : Pendidikan Matematika/XIV
Angkatan Tahun : 2001
Alamat : Dukuh Kebagusan Rt 07 /02 Desa Danasari, Kecamatan
Bojong, Kabupaten Tega!, 52465
MENYATAKANDENGANSESUNGGUHNYA
Bahwa skripsi yang berjudul Hubungan Sikap Siswa tentang Penerapan Nilai
Standar Kelulusan Ujian Nasional dengan Motivasi Belajar Matematika
Adalah benar basil karya sendiri di bawah bimbingan dosen :
1. Nama : Maifalinda Fatra, S.Ag, M.Pd
NIP : 150 277 129
2.Nama
NIP
: Dra. Ratnaningsih, M.Si
: 131933268
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya
menerima dengan segala konsekuensi apabila ternyata skripsi ini bukan hasil
karya sendiri.
Jakarta, Juli 2008
Standar Kelnlnsan Ujian Nasional dengan Motivasi Belajar Matematika"
yang disusun oleh MUSLIM, Nomor lnduk Mahasiswa 101017020961 Jurusan
Pendidikan Matematika telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai
karya ilimiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai
ketentuan yang ditetapkan fakultas.
Pembimbing I
M falinda Fa r S.A . M.Pd NIP: 1 277 129
Jakarta, Juli 2008
Standar Kelulusan Ujian Nasional dengan Motivasi Belajar Matematika"
diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada 21
Juli 2008 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar
Smjana SI (S.Pd) Program Studi Pendidikan Matematika.
Panitia Ujian Munaqasah
Ketua Panitia
(Ketua Jurusan Pendidikan Matematika)
Maifalinda Fatra, S.Ag, M.Pd NIP.150277129
Sekretaris
( Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika)
Otong Suhyanto, M.Si NIP. 150 293 239
Penguji I
Drs. H. M. Ali Harnzah, M.Pd NIP. 150 210082
Penguji II
Dra. Aficlah Mas'ucl NIP. 150 228 775
Mengetahui ; Dekan,
Tanggal
?.-?fl.0.
1.08
MUSLIM NIM: 101017020961
Abstract: When government, through education ministry put the standard
passing grade into effect of national examination (UN) to the students, there are
many interpretations of this policy from many people, such as students, parents,
teachers, educational supervisors, until politicians. How students interpret this
policy and what is change to their motivation to study mathematics?
The main purpose of this research is to know if there is correlation
between attitudes of students to standard passing grade with their motivations to
study mathematics. The methodology used in this research is survey method with
co relational technique. The populations of this research are all students in the
third grade of Madrasah Aliyah Negeri 11 Jakarta. The research is conducted at
the third grade of IP A as the sample. By analyzing data, it shows that positively
attitude of the students to standard passing grade affect their motivation to study
yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurah
pada suri tauladan umat manusia Nabi Muhammad saw, beserta keluarga dan para
sahabatnya.
Skripsi ini diajukan untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan
matematika. Namun atas bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, akhirnya
penulis dapat menyelesaikan sripsi ini, walaupun penulis menyadari masih banyak
kekurangan yang perlu diperbaiki.
0 !eh karena itu sudah sepatutnya penulis dalam kesempatan im
mengucapkan terima kasih kepada:
I. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., Dekan Fakultas Ilnm Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Maifalinda Fatra, S.Ag, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika
sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I dan
3. Bapak Otong Suhyanto M.Si, Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika.
4. Ibu Dra Ratna Ningsih M. Si, Dosen Pembimbing II
5. Ibu Dra Afidah Mas'ud sebagai Penasehat Akademik
6. Bapak dan !bu dosen Jurusan Pendidikan Matematika yang telah mendidik
dan mengajar penulis dalam berbagai disiplin ilmu.
7. Bapak Drs. H. U. Effendi Halba selaku Kepala Madrasah Aliyah Negeri
(MAN) 11 Jakarta yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
kesuksesan anaknya.
9. Istriku tercinta, yang selalu mendukung dan memberi dorongan agar
suaminya segera menyelesaikan tugasnya.
10. sudara sudariku yang telah mendukung proses pembuatan skripsi ini.
Terima kasih banyak.
11. Teman-taman mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta angkatan 2001/2002.
Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis memohon, semoga segala
yang telah "beliau-beliau" sumbangkan menjadi amal shaleh dan mendapat
balasan yang lebih baik. Amin.
Jakarta, Juli 2008
KATA PENGANTAR ... 11
DAFTAR ISi ... iv
DAFTAR TABEL... v1
DAFT AR LAMPIRAN ... vu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. ldentifikasi Masalah ... 9
C. Pembatasan Masalah ... 10
D. Perumusan Masalah ... 10
E. Tujuan dan Kegunaan I-Iasil Penelitian... 10
BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis Sikap, Nilai Standar Kelulusan dan Motivasi ... 12
1. Hakikat Sikap Siswa... 12
2. Nilai Standar Kelulusan Ujian Nasional... 18
3. Motivasi Belajar Matematika ... 29
B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 36
C. Kerangka Berfikir . . .. . .. . ... .. . .. . ... . .. . . .. .. . .. ... .. .. . .. . . .. .. . .. .. .. . .. . .. . .. ... ... ... . ... . 3 8 D. Hipotesis Penelitian ... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 41
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 41
C. Metode Penclitian ... 41
D. Teknik Pengumpulan Data... 41
E. Teknik Analisis data . .. ... . .. . ... . . .. . . . ... . . . .. . . . .. .. . . . .. . . .. . .. . . . .. . .. . . . ... . .. . ... . ... 44
C. Pengujia.n Hipotesis dan Pembahasan ... 54
D. Keterbatasan Penelitian .. ... . .. . ... .. . . .. . .. . .. .. . .. . .. .. . .... . . . .. .. . .. .. . .. ... . .. ... . .. .... ... .. 56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan... ... ... . .. ... . .. . . .. . . .. . .. . . . .. .. . .. .. . .. ... .. . . .. . ... ... . . .. 58
B. Saran . . . .. . . .. . . ... .. . . .. . .. . ... . .. .. . ... .. . .. . .. .. . .. . .. .. .. . .. .. .. . .. . . .. . .. . .. .... ... .... 58
DAFT AR PUST AKA... 60
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4.
Tabel 5.
Tabel 6.
Tabel 7.
Tabel 8.
Tabel 9.
Tabel 10.
Prosentase Ketidaklulusan Siswa Tahun 2004 dan 2005 ... . 6
Kisi-kisi skala sikap siswa tentang penerapan nilai standar kelulusan 42
Kisi-kisi skala motivasi belajar matematika ... . 43
Distribusi frekuensi sikap siswa ... .
48
Kategori sikap siswa tentang penerapan nilai standar kelulusan trjian
nasional ... ... 49
Distribusi frekuensi Motivasi Belajar Matematika ... .
Kategori Motivasi Belajar Matematika ... .
Hasil perhitungan uji normalitas ... .
Ringkasan ANA VA ... . 50
51
52
[image:10.525.56.475.110.427.2]I. Perhitungan validitas skala sikap ... 62
2. Perhitungan validitas skala motivasi ... 63
3. Tabel pembantu perhitungan reliabilitas skala sikap... 64
4. Perhitungan reliabilitas skala sikap ... 65
5. Tabel pembantu perhitungan reliabilitas skala motivasi ... 66
6. Perhitungan reliabilitas skala motivasi ... 67
7. Tabel pembantu perhitungan ... 68
8. Perhihmgan distribusi frekuensi instrumen sikap siswa tentang penerapan nilai standar kelulusan uj ian nasional .. . .. . .. . .. .. . .. .. . .. .. . . . .. .. . .. .. ... ... .. . .. .. . ... . .. . ... . . 69
9. Perhitungan distribusi frekuensi skala motivasi belajar matematika... 70
I 0. Tabel pembantu uji normalitas skala sikap... 71
l l. Tabel pembantu uji normalitas skala motivasi ... 72
12. Perhitungan persamaan regresi ... 73
13. Uji linieritas sebagai prasyarat analisis data... 74
14. Perhitungan koefisien korelasi... 78
15. lnstrumen skala sikap . ... ... ... . .. . .. . ... . .. ... . .. .. . . .. . .. .. . .. .. ... .. .. . .. . . . .. . .. . .. ... ... . .. . ... ... 79
16. lnstrumen skala motivasi belajar matematika... 81
17. Tabel distribusi normal bairn... 83
18. Tabel product moment... 84
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan sebenarnya merupakan investasi sember daya manusia
(SDM) di masa yang akan datang, tetapi pendidikan barn menjadi sebuah
investasi apabila lulusannya bermutu, sebaliknya kalau lulusannya tidak
bermutu justru merupakan suatu pemborosan. Untuk meningkatkan kualitas
mutu pendidikan, maka pemerintah hams mulai berani memperbaiki
kebijakan-kebijakan di dalam manajemen mutu yang terdiri atas dua ha! yaitu
kualitas dan mutu pendidikan.
Dalam Al-Qur'an surat Al Hasyr ayat 18, Allah menyuruh orang-orang
yang beriman untuk mempersiapkan diri dari sekarang termasuk
mempersiapkan sumber daya manusia sebagai generasi penerus yang akan
mengemban tanggung jawab untuk mengemban tugas negeri ini di masa yang
akan datang. " Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnyauntuk hari
eso!c, dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui
apa yang kamu ke1jakan. "
Pendidikan adalah proses. Sebuah proses membutuhkan waktu yang
panjang untuk mencapai suatu tujuan. Dalam agama Islam pendidikan itu
merupakan proses yang berkelanjutan selama hidup, sejak manusia dilahirkan
sampai ia meninggal dunia. Menuntut ilmu adalah suatu kewajiban yang hams
ditunaikan oleh setiap orang yang beriman. Allah menjanjikan derajat yang
lebih tinggi bagi orang-orang yang menuntut ilmu.
Begitupun Indonesia sebagai negara yang merdeka dan telah
menyadari pentingnya pendidikan bagi setiap warganya. Pemerintah telah
mengadakan program wajib belajar sembilan tahun dalam rangka
mencerdaskan warga negara sehingga tercipta surnberdaya manusia yang
berkualitas secara spiritual, intelektual maupun moralnya. Adapun fungsi dan
Undang-Undang Republik Indonesia tentang SISDIKNAS tahun 2003 adalah
sebagai berikut:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan tmtuk berkembangnya potensi peserta didik agar menj adi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, keratif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.1
Pendidikan selalu mengalami perubahan dan pembaharuan. Pendidikan
dewasa ini merupakan perkembangan pendidikan yang telah terjadi
sebelumnya. Perkembangan yang terjadi merupakan perwujudan
potensi-potensi yang dimiliki dan berupa peningkatan kualitas maupun kuantitas
pendidikan menurut ukuran tertentu. Ukuran perkembangan ini berupa norma,
tujuan yang dicita-citakan, kegunaannya secara praktis dalam hidup
bermasyarakat, nilainya dalam mengembangkan harkat manusia seutuhnya
dalam mutu kehidupannya, atau nonna lain lagi yang diterima bangsanya.
Perubahan pendidikan te1jadi karena adanya pengaruh-pengaruh yang
saling memperkuat yang akhirnya melahirkan sesuatu yang barn. Perubahan
pendidikan te1jadi karena adanya tenaga yang mendorong atau tenaga
pendorong yang berasal dari dalam masyarakat sendiri misalnya adanya
penemuan-penemuan sosial (social inovation), tetapi dapat pula dari luar
misalnya karena ad an ya pengaruh budaya asing (diffusion dan asimilation ).
Perubahan pendidikan merupakan perubahan pendidikan yang berdasar atas
usaha-usaha sadar, terencana, berpola dalam pendidikan yang bertujuan untulc
mengarahkan sesuai dengan kebutuhan yang dihadapi dan tnntutan zamannya.
Selain sebagai tanggapan terhadap masalah pendidikan dan tnntutan
zaman, perubahan pendidikan juga merupakan usaha aktif untuk
mempersiapkan diri (hari esok) yang lebih memberi harapan sesuai dengan
cita-cita yang didambakan. Salah satu usaha pemerintah dalam rangka
Akhir Nasional (UAN). Ujian akhir nasional bukan merupakan sesuatu yang
barn dalam dunia pendidikan di Indonesia, tetapi penerapan nilai standar
kelulusan merupakan sistem barn yang kini sedang dilaksanakan.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan, salah satu upaya yang
memenuhi persyaratan ialah kebijakan sistem ujian yang dapat memaksa siswa
untuk belajar keras serta memaksa guru untuk lebih bersunggu-sungguh diam
mengajar. Caranya ialah dengan menerapkan secara konsekuen
persyaratan-persyaratan dalam penentuan kenaikan kelas dan penentuan kelulusan siswa.
Bila siswa dinilai tidak layak untuk naik kelas atau lulus, maka ia tidak boleh
dinaikkan atau lulus dan sebalilmya. Usaha tersebut perlu mulai diterapkan
dengan mengajak semua pihak untuk berpartisipasi terutama guru, orang tua,
dan masyarakat.
Mulai tahun aJaran 2004/2005, kebijakan pemerintah dalam
meningkatkan mutu pendidikan diarahkan dengan memperketat lulusan
melalui penetapan angka kelulusan minimal di atas nilail 4 untuk semua
bidang studi yang diujikan. Hal ini menimbulkan dampak positif bahwa dalam
ha! tingkat kelulusan siswa yang mengikutiujian akhir cenderung melahirkan
siswa yang berkualitas. Sementara dampak negatif yang ditimbulkannya
adalah bagi siswa yang tidak mencapai kompetensi (tidak lulus) hams hams
mengikuti ujian nasional pada tahtm berikutnya, dimana tidak ada jaminan
bagi yang mengulang akan lulus pada tahun depannya. Hal ini disebabkan tes
yang diujikan pada ujian nasional adalah tes yang dirancang sedemikian rupa
sehingga telah dianggap memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi.
Tahun ajaran 2003/2004 pemerintah memulai kebijakan barn dalam
bidang pendidikan. Kebijakan ini mengacu pada Undang-Undang Sisdiknas
No. 20 tahun 2003. Kebijakan yang diterapkan ini tertuang dalam keputusan
menteri pendidikan nasional Republik Indonesia nomor: 037/U/2004 tantang
Ujian Akhir Nasional tahun pelajaran 2003/2004. Dalam lampiran IV
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor: 153/U/2003 tanggal 14
Oktober 2003 tentang Standar Prosedur Operasional (SPO) Ujian Nasional
clinlanP-adalah: (a) mata pelajaran yang nilainya kurang dari 4,01, (b) bagi siswa yang
tidak dapat mengikuti UAN utama atau UAN susulan, hams mengikuti semua
mata pelajaran yang diujikan.
Nilai standar kelulusan adalah patokan nilai yang ditetapkan oleh
pemerintah untuk dicapai oleh siswa. Nilai standar ini ditetapkan untuk bidang
studi yang telah ditetapkan untuk diujikan kepada siswa yaitu Bahasa
Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika. Pada tahun ajaran 2004/2005,
nilai standar kelulusan ditetapkan 4,25 lebih tinggi 0,25 point dibanding tahun
sebelumnya yang hanya menetapkan 4,00 sebagai standar minimal kelulusan.
Sedangkan untuk tahun ajaran 2005/2006 nilai standar yang ditetapkan masih
sama seperti tahun ajaran sebelumnya yaitu 4,25 untuk masing-masing bidang
studi yang diujikan, tetapi dengan syarat nilai rata-rata dari ketiga mata
pelajaran yang diujikan tersebut 4,50. Artinya untuk lulus ujian, siswa harus
mencapai minimal 4,26 untuk setiap bidang studi yang diujikan dan rata-rata
dari bidang studi yang diujikan tersebut harus mencapai 4,50. Kalan siswa
tidak dapat mencapai nilai standar tersebut, maka siswa yang bersangkutan
dinyatakan tidak lulus.
Hampir seluruh tenaga kependidikan sepakat akan perlunya UJian
untuk mengetahui keefektifan berbagai upaya yang dilakukan dalam proses
pendidikan, apalrnh telah mebuahkan basil yang memuaskan. Namun, karena
pemerintah menetapkan nilai standar kelulusan yang harus dicapai oleh siswa,
timbullah beberapa masalah teknis yang dipertanyakan oleh berbagai
kalangan. Masalah tersebut antara lain karena sifatnya nasional, maka bidang
kajian yang di-U-N-kan dianggap lebih penting dari mata pelajaran yang lain,
sehingga sebagian besar upaya sekolah ahanya ditujuakan untuk
mengantarkan siswanya mencapai keberhasilan dalam UN. Padahal materi UN
hanya mencakup aspek intelektual, yang tidalc mampu mengukur seluruh
aspek pendidikan secara utuh. Kecakapan motorik, sosial, emosional, moral
atau budi pekerti dan aspek spiritual dianggap diabaikan.
Standar kelulusan yang ditetapkan adalah 3,01. Kemudian pada tahun ajaran
2003/2004 standar kelulusan ujian nasional tersebut dinaikkan menjadi 4,01.
Tentunya penerapan kebijakan pemerintah tersebut di atas secara objektif dan
konsekuen diduga cenderung akan menimbulkan beberapa dampak kepada
masyarakat.
Pengamat pendidikan, Arief Rahman menyatakan bahwa turunnya
tingkat kelulusan UN pada tahun ini disebabkan dua ha!. Pertama, tidak
adanya konversi nilai seperti dulu. Kedua, standar minimal kelulusan juga
ditingkatkan dari semula 4,00 menjadi 4,25. Tidak adanya konversi nilai
menyebabkan banyak siswa tidak lulus karena nilainya tidak mencukupi.2
Ada pendapat yang menyatakan bahwa banyaknya siswa tidak lulus
UN, menunjukan sistem yang diterapkan tidak tepat. Suparman, koordinator
Koalisi Pendidikan mengatakan, "Secara pedagogis, UN memang tidak sesuai
dengan prinsip evaluasi pendidikan. Angka-angka minimal yang dipatok pada
UN mengabaikan potensi-potensi lainnya dari siswa. Banyaknya siswa yang
tidak lulus menunjukan metode ini tidak tepat".3
Mendiknas, Bambang Sudibyo dalam wawancaranya dengan wartawan
menyatakan pihaknya akan tetap melanjutkan kebijakan UN. "Hal ini
dianggap penting terutama dalam memetakan kualitas pendidikan di daerah.
Y akni apakah daerah sudah sesuai dengan standar nasional. Jika belum, di
sektor mana saja titik lemah mereka. Kebijakan ini belum akan direvisi
dengan alasan kebijakan ini barn bisa ditinjau ulang setelah program
berjalan. "4
Basil UN yang demikian juga diharapkan dapat memberikan gambaran
kepada pemerintah dalam memetakan dana untuk pendidikan baik di tingkat
pusat maupun daerah. Sebagaimana yang dikatakan oleh Dirjen Peningkatan
Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Fasli Jalal, yang menyatakan
bahwa, "Bangsa ini hams jujur dan menerima hasil UN apa adanya. Namun
2
Tak Ada Konversi Nilai, Republika, Jum'at, I Juli 2005, h.12
3
berangkat dari hasil UN, akhirnya bisa dipetakan kabupaten/kota mana saja
yang tertinggal. Selaqjutnya dana pendidikan akan diarahkan ke sana."5
Masalah pendidikan di Indonesia memang sudah sangat kompleks.
Kebijakan Ujian Nasional dengan nilai standar yang hams dicapai oleh siswa
ternyata masih belum menggembirakan. Terbukti pada tahun ajaran
2004/2005, jumlah siswa yang tidak lulus Ujian Akhir Nasional meningkat
dari tahun sebelmnnya.
Tabel I
Prosentase Kelulusan UAN 2005 secara Nasional
Tabel 2
Prosentase Ketidaklulusan Siswa
Tahun 2004 dan 2005
Sumber: Balitbang Depdiknas
Tujuan pemerintah memang baik untuk mendongkrak kualitas
pendidikan dengan menetapkan standar minimal tertentu karena standar
dunia-pun 6,0. namun ha! tersebut digulirkan dalam kondisi masyaralrnt yang Jabil,
sehingga menimbulkan kesalal1tafsiran bahkan penolakan. Masyarakat yang
menolak juga tidak bisa disalahkan, karena pemerintal1 menuntut basil yang
[image:17.521.78.420.277.384.2]kebijakan harus diikuti dengan sub-sub kebijakan lain yang menunjang
pelaksanaanya di lapangan, seperti sarana, prasarana, laboratorium dan sumber
daya manusianya.
Melalui ujian nasional, pemerintah memiliki kepentingan untuk
mengetahui kemampuan lulusan pendidikan dari berbagai jenjang dalam
bidang kajian tertentu, sebagai indikator keberhasilan sistem
pendidikan.kepentingan pemerintah untuk mengetahui hasil pendidikan secara
nasional merupakan pesan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No
20 Tahun 2003. bahkan maksud dari undang-undang tersebut bukan hanya
ujian nasional, tetapi menyangkut penilaian kinerja seluruh komponen sistem
pendidikan.
Jadi, memang logis kalau ada kebijakan standar kelulusan yang dibuat
pada tingkat nasional ataupun pada tingkat daerah. Standar yang telah
ditentukan tersebut harus benar-benar dilaksanakan di lapangan, apabila siswa
belum dapat mencapai standar d yang telah ditetapkan, maka siswa tersebut
tidak berhak untuk lulus ujian dan mendapat sertifikasim kelulusan.
Kebijakan seperti ini selain sebagai kendali mutu pendidikan, juga
cenderung dapat menjadi faktor pendorong (motivasi) agar siswa bekerja keras
dalam belajar dan guru mengajar dengan baik. Standar kelulusan dimulai dari
yang relatif rendah sehingga dapat dicapai oleh siswa di suatu tempat. Tetapi
kemudian dari tahun ke tahun standar mutu lulusan tersebut seharusnya dapat
dinaikkan sehingga dapat menjadi sekolah yang dapat mengikuti standar
nasional yang ditetapkan. Dengan demikian, melalui kebijakan tersebut mutu
pendidikan secara nasional maupun di tingkat daerah dari tahun ke tahun dapat
di kontrol kualitasnya dan dapat ditingkatkan mutunya.
Evaluasi atau penilaian adalah salah satu ha! pokok dalam proses
pendidikan. Keberadaannya akan sangat bermanfaat untuk mengetahui tingkat
keberhasilan suatu proses maupun hasil belajar mengajar. Sehingga dengan
hasil yang diperoleh itu dapat ditentukan tindakan apa yang dapat diloakukan
Ujian Akhir Nasional merupakan salah satu alat ukur yang digunakan
oleh pemerintah untuk mengetalmi sejauh mana proses pendidikan di
Indonesia mengalami kemajuan. Sebagai patokannya, pemerintah menetapkan
nilai standar yang harus dicapai oleh siswa.
Nilai standar yang ditetapkan tersebut diharapkan dapat memberikan
dampak positif bagi siswa yaitu sebagai motivator belajar sekaligus dalam
rangka meningkatkan kualitas pendidikan di negara ini. Hal ini alrnn
berpengaruh pada hasil ujian akhir yang ditempulmya yang akan menentukan
apakah dia lulus atau tidak.
Kebijakan pemerintah menetapkan standar kelulusan ujian nasional
akan berdampak pula pada sikap siswa terhadap kebijakan tersebut. Kebijakan
tersebut juga akan berpengaruh terhadap motivasi siswa dalam belajar di
sekolah karena selama ini ada kecenderungan siswa mengabaikan
pelajaran-pelajaran sekolah karena tidak jelasnya target yang hams mereka capai.
Dengan adanya standar kelulusan, diharapkan ada perubahan sikap yang
positif sehingga akan berpengaruh terhadap motivasi belajarnya. Belajar
adalah sebual1 proses yang membutuhkan walctu. Dalam proses itu seorang
pelajar tidak selalu bersemangat untuk mempelajari/menguasai suatu mata
pelajaran tertentu. Perin ditimbulkan semangat, kesadaran dan dororigan baik
yang sifatnya intern (motivasi intrinsik) maupun ekstern (motivasi ekstrinsik).
Pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang selama ini
dianggap sulit oleh kalangan siswa. Namun ketika mata pelajaran ini dijadikan
salah satu bahan yang diujikan, maka dengan 'terpaksa' siswa harus belajar
untuk menguasainya.
Berdasarkan fenomena yang ada tersebut, penulis ingin melakukan
penelitian terhadap siswa yang akan melaksanakan ujian nasional tersebut.
Penulis ingin mengetalmi apakal1 ada hubungan antara sikap siswa mengenai
penerapan nilai standar kelulusan dengan motivasi belajar matematika. Oleh
karena itulah penulis mengangkat judul "HUBUNGAN SIKAP SISWA
TENTANG PENERAPAN NILAI STANDAR KELULUSAN UJIAN
pemilihan pokok masalah ini adalah sebagai berikut: Pe1iama, penulis ingin
mengetahui bagaimana respon atau sikap siswa terhadap penerapan nilai
standar kelulusan ujian nasional. Kedua, penulis ingin mengetahui motivasi
belajar siswa terutama bidang studi matematika setelah nilai standar kelulusan
ujian nasional ini diterapkan.
B. ldentifikasi Masalah
I. Penerapan standar kelulusan oleh pemerintah dalam menentnkan kelulusan
siswa dari jenjang pendidikannya. Kebijakan tersebut menimbulkan
berbagai reaksi dikalangan masyarakat, ada yang mendukung dan ada
yang menolaknya. Yang mendukung berpandangan bahwa pendidikan di
Indonesia masih cukup rendah bila dibandingkan dengan negara tetangga
seperti Malaysia, Singapura dan lainnya yang sudah menjalankan
kebijakan standar kelulusan, sehingga penerapan kebijakan ini di
Indonesia di anggap perlu. Yang menolak kebijakan ini berpendangan
bahwa Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas yang kualitas
pendidikan disetiap daerah cukup bervariasi, oleh karena itu standar
kelulusan nasional di anggap sebagai bentuk ketidak adilan pemerintah
karena penerapan kebijakan ini tidak ditunjang dengan faktor pendukung
yang lain sepe1ii peningkatan kualitas sumber daya tenaga kependidikan
di setiap wilayah dan penyediaan sarana prasarana yang memadai.
2. Sikap guru dan siswa dalam menerima kebijakan standar kelulusan ujian
nasional. Banyak guru yang merasa belum siap menjalankan kebijakan ini,
pengetahuan guru terhadap kemampuan siswanya yang masih kurang
terutama pada mata pelajaran yang di UN kan menimbulkan kekhawatiran
akan banyaknya siswa yang tidak lulus. Keadaan ini berpengaruh terhadap
pandangan siswa terhadap kebijakan yang akan dijalankan.
3. Adanya kecenderungan sekolah yang meluluskan setiap s1swanya.
Kecenderungan ini sangat berpengaruh terhadap sikap dan motivasi belajar
siswa. Ada siswa yang cenderung menyepelekan pelajaran sekolah karena
ia menganggap bahwa nilainya di sekolah tidak terlalu berpengaruh
belajarnya di sekolah. Yang timbul kemudian adalah perilaku menyimpang
yang dilakukan oleh siswa, seperti: bolos sekolah dan tawuran antar
pelajar.
C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian m1 penulis membatasi pada pokok permasalahan
yaitu:
a. Sikap siswa adalah pandangan, respon, penilaian serta tanggung jawab
siswa terhadap penerapan nilai standar kelulusan yang ditetapkan oleh
pemerintah yang telah diberlakukan sejak tahun ajaran 2003/2004
b. Nilai standar kelulusan yang dimaksud adalah angka yang ditetapkan oleh
Depdiknas yaitu minimal 4,26 untuk setiap bidang studi yang diujikan
dengan nilai rata-rata 4,50. Standar ini diberlakukan untuk tahun ajaran
200512006
c. Motivasi yang dimaksud adalah motivasi belajar matematika.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah mengacu pada:
"Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara sikap siswa tentang
penerapan nilai standar kelulusan ujian nasional dengan motivasi belajar
matematika ?"
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui sikap siswa dalam merespon penerapan nilai
standar kelulusan.
b. Untuk mengetahui motivasi belajar matematika siswa setelah standar
nilai kelulusan diterapkan
c. Untuk mengetahui adakah hubungan antara sikap s1swa tentang
penerapan nilai standar kelulusan ujian nasional dengan motivasi
2. Kegunaan Penelitian
a. Sarana evaluasi bagi siswa untuk rnengetahui sejauh rnana usaha yang
dilakukannya selama belajar di sekolah
b. Memberikan rnotivasi kepada siswa untuk lebih sungguh-sungguh
dalarn belajar
c. Bagi guru; sebagai bahan evaluasi untuk rneningkatkan
profesionalitasnya dalarn rnengajar
d. Sebagai rnasukan bagi pernerintah dalarn rnenentukam kebijakan
selanjutnya, terutarna dalam rnenerapkan kebijakan standar kelulusan
A. Deskripsi Teoritis Sikap, Nilai Standar Kelnlnsan, dan Motivasi Belajar
1. Hakikat Sikap Siswa
Sikap adalah aspek penting dalam menentukan tindakan seseorang. Dengan
mempelajari sikap, seseorang akan dapat memahami tingkah lakunya, karena
tingkah laku seseorang dilatarbelakangi oleh sikapnya. Dalam arti yang sempit
sikap adalah pandangan atau kecenderungan mental. Menurut Bruno (1987), sikap
(attitude) aclalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi clengan cara
baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. 1
Sarnoff mengidentif'ikasikan sikap sebagai kesediaan untuk bereaksi
(di:,7wsition to react) secara positif (favourably) atau secara negatif
(unfavourably) terhadap objek-objek tertentu. 2 Jadi sikap seseorang terhadap
objek sikap tergantung kepada individu dalam menyikapi stimulus yang
ditimbulkan. Hal ini sesuai dengan apa yang clikemukakan oleh N. Purwanto,
"Sikap adalah suatu cara reaksi terhaclap suatu perangsang. "3
Sedangkan menurut Ellis yang dikutip oleh Ngalim Purwanto menyatakan
bahwa sikap itu sebagai berikut: "Attitude involve some knowledge of situation.
However, the esessential aspect of the attitude is found in the fact that some
characteristic feeling or emotion is experienced, and as we would accordingly
expect, some definite tendency to action is associated" 4
Jadi menurut Ellis, yang sangat memegang peranan penting di dalam sikap
ialah faktor perasaan atau emosi, clan faktor kedua adalah reaksi atau respon, atau
kecenderungan untuk bereaksi.
1
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Boru, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2003) h. I 20
2
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, ( Jakarta: PT
Gravindo Persada, 2004), cet. ke-9, h.162
3
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000) cet.ke-16, h.140
4 nセ。ャゥュ@
Seseorang akan bersikap positif atau negatif terhadap objek sikap tergantung
pada emosi yang dirasakan selanjutnya. Hal tersebut yang akan menentukan
kecenderungan untuk melakukan tindakan. "Dalam sikap positif kecenderungan
tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu; sedangkan
dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,
membenci dan tidak menyukai objek tertentu."5 Jadi, kecenderungan seseorang
untuk melakukan tindakan sangat dipengaruhi oleh sikapnya terhadap objek.
Menurut Sears, Freedman dan Peplau, pengertian baru sikap terhadap objek,
gagasan atau orang tertentu merupakan orientasi yang bersifat menetap dengan
komponen-kompenen kognitif, afektif dan prilaku. Komponen kognitif terdiri dari
seluruh kognisi yang dimiliki seseorang mengenai objek tertentu, fakta,
pengetahuan, dan keyakinan tentang objek. Komponen afektif terdiri dari seluruh
perasaan atau emosi seseorang terhadap objek, terutama penilaian. Komponen
perilaku terdiri dari kesiapan seseorang untuk bereaksi atau kecendenmgan untuk
be1iindak. (Sears, Freedman, dan Peplau, 1991) 6
Menurut Jalaludin, sikap mengandung tiga komponen yaitu komponen
kognisi, afeksi, dan konasi.7 Komponen kognisi berisi kepercayaan seseorang
mengaenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan
datang dari apa yang dilihat dan diketahui, yang selanjutnya membentuk suatu ide
atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek. Sekali
kepercayaan itu telah terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan
seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari objek te1ientu. Dengan
demikian interaksi dengan pengalaman di masa yang akan datang serta prediksi
mengenai pengalaman tersebut akan lebih mempunyai arti dan keteraturan.
Komponen afeksi menyangkut masalah emosional subjketif seseorang
terhadap objek sikap. Reaksi emosional yang merupakan komponen afektif ini
banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang dipercaya sebagai kebenaran
5
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umwn Psiko/ogi, ( Jakarta: PT Bulan Bintang, 2003), cet. ke-9, h.100
6
dan berlaku bagi objek dimaksud. Komponen afeksi ini berhubungan dengan apa
yang dirasakan oleh seseorang terhadap objek misalnya perasaan senang atau
tidak senang.
Sedangkan komponen konasi dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana
perilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang
dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan
banyak mempengaruhi perilaku. Kecenderungan berperilaku secara konsisten,
selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap individual.
Demikian juga Ma'rat mengemukakan bahwa "Sikap merupakan suatu
sistem yang yang terdiri dari tiga komponen yaitu komponen yang berhubungan
dengan kepercayaan (belief), ide dan konsep; komponen afeksi yang menyangkut
kehidupan emosional seseorang; dan komponen konasi yang merupakan
kecenderungan bertingkah laku. "8
Dalam bagian lain Allpmt (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai
tiga komponen pokok, yakni:
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
c. Kecenderungan unh1k bertindak (trend to behave).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attidude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir,
keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.
Dari beberapa uraian di atas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa respon
seseorang terhadap suatu objek dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu respon
kognitif yang berkaitan dengan persepsi atau kepercayaan tentang sesuatu; respon
afektif, yaitu perasaan atau motivasi yang diarahkan terhadap suatu objek. Ini
berkaitan dengan kondisi emosional seseorang. Dan respon konatif atau
kecenderungan untuk melakukan tindakan. Ketiganya saling berkaitan dalam
membentuk sikap seseorang terhadap objek yang sedang dihadapi.
8
Sikap sebagai suatu sistem evaluasi positif atau negatif, perasaan emosional
dan kecenderungan dalam tindakan, baik menyetujui maupun menolak suatu
objek (Corsini dan Auerbach). 9 Adapun ciri-ciri sikap sebagai berikut:
a. Dalam sikap selalu ada hubungan antara subyek dan objek. Tidak ada sikap tanpa objek.
b. Sikap tidak dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk dan dipelajari melalui pengalaman-pengalaman.
c. Karena sikap dibentuk dan dipelajari, maka sikap dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan di sekitar individu pada saat yang berbeda.
d. Terdapat faktor motivasi dan perasaan.
e. Sikap tidak menghilang walaupun kebutuhan sudah dipenuhi. Jadi berbeda dengan refleks atau dorongan.
f. Sikap tidak hanya satu macam, melainkan bermacam-macam sesuai dengan banyaknya objek yang dapat menjadi perhatian orang yang bersangkutan. 10
Sikap seseorang terhadap suatu objek dapat dibagi menjadi beberapa
tingkatan:
a. Menerima (receiving)
Menerima berarti bahwa seseorang mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan objek
b. Merespon (responding)
Memberikan tanggapan terhadap objek. Misalnya, menjawab apabila ditanya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang
lain terhadap suatu masalah yang berkaitan dengan objek.
d. Bertanggungjawab (responsible)
Bersedia untuk menjalankan dan bersedia menanggung segala resiko dari
sesuatu yang telah dipilihnya.
Berikut ini adalah bagan yang dapat menjelaskan bagaimana terbentulmya
sikap.
9
Faktor internal • fisiologis
• psikologis
Faktor eksternal sikap Objek sikap
• Pengala1nan • Situasi • Nonna-norn1a
• Hambatan
• pendorong reaksi
Dari bagan tersebut dapat dikemukakan bahwa sikap seseorang terhadap
suatu objek sekap dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal meliputi; keadaan fisiologis dan psikologis yang
bersangkutan, sedangkan faktor eksternal dapat berwujud situasi yang dihadapi
oleh individu, nonna-norma yang ada dalam masyarakat, hambatan-hambatan
atau pendorong-pendorong yang ada dalam masyarakat. Semuanya ini akan
berpengaruh pada sikap yang ada pada diri seseorang.
Sedangkan menurut Saifudin Azwar, faktor yang mempengaruhi
)
pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang
dianggap penting, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta
faktor emosi dalam diri individu11• Untuk dapat mempunyai tanggapan dan
penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan
objek psikologis. Pembentukan kesan atau tanggapan terhadap objek merupakan
proses kompleks dalam diri individu yang melibatkan diri individu yang
bersangkutan, situasi dimana tanggapan itu terbentuk, dan ciri-ciri objek yang
dimiliki oleh stimulus. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap,
pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat.
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis
dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain
dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari
konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
Sikap seseorang juga bisa terbentuk karena faktor budaya dimana yang
bersangkutan tinggal. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya,
karena kebudayaan pula yang memberi corak pengalaman individu dalam
masyarakt tersebut. Hanya kepribadian yang mapan dan kuatlah yang dapat
memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individu.
Berbagai bentuk media massa mempunyai pengaruh yang besar dalam
pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Adanya infonnasi barn mengenai
sesuatu ha! memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap
ha! tersebut. Apabila pesan-pesan dari informasi tersebut cukup kuat, akan
memberi dasar afeksi yang cukup kuat sehingga dapat membentuk sikap
seseorang.
· Lembaga pendidikan sebagai suatu sistem memiliki pengaruh dalam
pembetukan sikap dikarenakan lembaga pendidikan meletakkan dasar pengertian
dan konsep moral dalam diri siswa.informasi yang diberikan oleh lembaga
pendidikan dalam ha! ini sekolah, akan memberikan informasi yang positif,
sehingga sikap siswa akan terbentuk secara positif pula sesuai dengan informasi
yang diterima.
Pembentukan sikap juga dapat dipengaruhi oleh faktor emosi seseorang.
Sikap ini berhubungan dengan pengetahuan seseorang terhadap objek sikap
dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Apabila objek sikap sesuai dengan
kemampuan seseorang maka yang timbul adalah emosi positif, seperti semangat,
ke1ja keras, pantang menyerah, sabar serta tekun, sebaliknya jika objek sikap
berlawanan dengan keadaan dirinya yang timbul adalah emosi negatif seperti
frustasi, takut, cemas dan dan perasaan rendah diri.
Peranan sikap dalam kehidupan manusia besar sekali, apabila sikap
sudah terbentuk maka akan menentukan tingkah laku manusia terhadap
objek-objeknya. Sikap terbentuk melalui bennacam-macam ha!, antara lain: 12
I). Pengalaman yang berulang-ulang, atau dapat pula melalui suatu pengalaman
yang disertai perasaan yang mendalam (pengalaman traumatik)
12
2). Imitasi/peniruan
Peniruan dapat terjadi tanpa disengaja, dapat pula dengan sengaJa,namun
individu harus mempunyai minat dan rasa kagum terhadap mode, di samping
itu diperlukan pula pemahaman dan kemampuan untuk mengenal dan
mengingat model yang hendak di tiru; peniruan akan terjadi lebih lancar bila
dilakukan secara kolektif daripada individu.
3). Sugesti
Di sini seseorang membentuk suatu sikap terhadap objek tanpa suatu alasan
dan pemikiran yang jelas, tetapi semata-mata karena pengaruh yang datang
dari seseorang atau sesuatu yang mempunyai wibawa dalam pandangannya.
4). ldentifikasi
Di sini seseorang meniru orang lain atau suatu organisasi atau badan tertentu
didasari suatu ketertarikan emosional sifatnya. Meniru dalam ha! ini lebih
banyak dalam arti berusaha menyamai.
Berdasarkan uraian di atas, maka sikap menunjukan adanya proses
pembentukan dan perubahan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor
yang merupakan determinan sikap antara lain yang penting adalah faktor
psikologis, faktor fisiologis, faktor pengalaman langsung dengan objek sikap dan
komunikasi sosial. Semua faktor tersebut berpengaruh terhadap terbentulmya
sikap seseorang dan untuk perkembangan selanjutnya.
2. Nilai Standar Kelulusan Ujian Nasional
Sejak manusia melakukan usaha mendidik anak-anaknya pastilah mereka
telah pula melakukan usaha menilai hasil-hasil usaha mereka dalam mendidik
anak-anak mereka itu, kendatipun dalam bentuk dan cara yang sangat sederhana
sekali. Memang tindakan tersebut wajar dan tidak dapat tidak pasti dijalankan,
karena sebenamya penilaian hasil-hasil pendidikan itu tidak dapat dipisahkan dari
usaha pendidikan itu sendiri. Penilaian merupakan salah satu aspek yang hakiki
dari usaha itu sendiri.
Pendidikan adalah usaha manusia (pendidik) untuk dengan penuh tanggung
mengandung masalah penilaian terhadap basil usaha tersebut. Sebab, orang butuh
mengetalmi (dengan alasan yang bermacam-macam) sampai sejauh manakab
tujuan atau cita-cita yang ingin dicapai itu sudah terwujud atau terlaksana dalam
usaha-usaha yang telah dijalankan.13
Dalam setiap usaha manusia pada umumnya selalu dibutuhkan penilaian
terhadap usaha-usaha yang telal1 dilakukannya, yang berguna sebagai bahan
orientasi dalam menentukan keberhasilan dari usaha tersebut. Secara psikologis
orang selalu perlu mengetahui sejauh manakah dia berjalan menuju tujuan yang
ingin dicapainya. Untuk mengetalmi ha! tersebut diperlukan adanya alat ukur yang
dapat mengukur sej auh mana ketercapaian usaha yang telah dilakukan.
Nilai adalah angka (bisa juga huruf), yang merupakan ubaban dari skor yang
sudah dijadikan satu dengan skor-skor lainnya, sarta disesuaikan pengaturannya
dengan standar tertentu.14 Skor adalah basil pekerjaan menyekor (memberikan
angka), yang diperoleh dengan jalan menjumlahkan angka-angka bagi setiap butir
item yang oleh testee telah dijawab dengan betul, dengan memperhitungkan bobot
betulnya.15 Nilai pada dasarnya adalah angka atau huruf yang melambangkan
seberapa jauh atau seberapa besar kemampuan yang telah ditunjukkan oleh testee
terhadap materi atau bahan yang diteskan, sesuai dengan tujuan instruksional
khusus yang telah ditetapkan.16
Pengolaban dan pengubahan skor mentab menjadi nilai itu dapat
menggunakan berbagai macam skala: skala lima (stanjive), yaitu nilai standar
berskala lima atau yang sering dikenal dengan istilah nilai huruf A, B, C, D, dan
F. Skala sembilan (stanine ), yaitu nilai standar berskala sembilan dimana
rentangan nilainya mulai dari I sampai dengan 9, skala sebelas (stanel), yaitu
rentangan nilai mulai dari 0 dampai 10.17
13
Sunadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002). ed 1, cet 11, h.293-294
'" Anas Sudjino, Pengantar Evaluasi Pendididkan,(Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada. 2001)h.311
15 Anas Sudjino, Pengantar Eva/uasi ... h. 309
16
Dalam UU Sisdiknas NO 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Bab XVI, pasal 58 disebutkan bahwa
I. Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses kemajuan, dan perbaikan basil belajar peserta didik secara
berkesinambungan.
2. Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan
oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan dan sistemik
untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan. 18
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa tidak ada yang menyatakan bahwa
guru yang menentukan kelulusan peserta didik. Guru bertugas mengevaluasi
secara internal untuk memperbaiki proses belajar mengajar. Evaluasi yang
bertujuan untuk menentukan pencapaian standar kelulusan dilakukan oleh
lembaga mandiri. Untuk tugas tersebut pemerintah menunjuk Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP) sebagai badan mandiri dan independen yang
bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan dan mengevaluasi standar
nasional pendidikan.
Standar kelulusan atau standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan ketrampilan.19 Lebih
lanjut dijelaskan pada Bab V pasal 25 mengenai standar kompetensi lulusan
bahwa standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman dalam penentuan
kelulusan peserta didik. Kompetensi tersebut meliputi seluruh mata pelajaran atau
kelompok mata pelajaran. Artinya yang menjadi pedoman dalam menentukan
kelulusan siswa adalah kemampuan siswa dalam mencapai standar kompetensi.
Penilaian hasil belajar bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi
lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata
pelajaran ilmu pengetalman dan teknologi, dan dilakukan diam bentuk UJian
nasional. Ujian nasional dilakukan secara objektif, berkeadilan dan akuntabel,
serta diadakan sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun pelajaran.
18 Undang-undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) 2003 (Jakarta: Sinar Grafika, 2003) h.29
19
Dalam dunia pendidikan, alat UJI penting untuk menelaah hal-hal yang
terjadi berhubungan dengan tujuan operasional. Alat uji juga perlu untuk
meningkatkan proses belajar. Untuk tujuan tersebut maka tes (ujian) merupakan
salah satu alat ukur yang penting. Alat ukur yang baik (sahih) adalah alat ukur
yang mempersyaratkan beberapa ha!, sehingga alat ukur tersebut menghasilkan
informasi yang mengandung ketepatan yang tinggi dan kesalahan kecil, sehingga
hasilnya dapat diandalkan.
Persyaratan alat ukur pendidikan sebagaimana yang dikemukakan oleh
Cronbach meliputi kesahihan (validitas) yang diperoleh melalui korelasi sebuah
tes dengan suatu !criteria tes yang ditentukan, dan keterandalan (reliabilitas) alat
ukur yakni suatu proses yang dilakukan oleh pengguna tes dalam mengumpulkan
bukti untuk mendukung inferensi yang dibuat berdasarkan skor tes.20 Tes yang
diujikan untuk ujian nasional adalah tes yang telah dirancang sedemikian rupa
sehingga telah dianggap memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi.
Apa saja yang dapat dinilai dengan ujian?
a. Dengan ujian pengajar dapat menilai hasil pengajaran yang ia lalrnkan.
Dengan uj ian ia dapat mengukur hasilnya yang disebut sebagai nilai hasil.
Pengajar berhasrat untuk mengetahui sampai dimana muridnya berhasil
menyelesaikan proses belajar. Jadi fungsi dari penilaian adalal1 untuk
mengetahui sejauh mana siswa dapat memahami apa yang disampaikan oleh
gurunya
b. Dengan ujian pengaJar JUga dapat menilai jalannya proses belajar. Ini
dinamakan nilai proses. Pengaj ar meneliti sampai dimana dia sendiri berhasil
memberi kemungkinan kepada siswa untuk menyelesaikan proses belajarnya.
Fungsi kedua ini mempunyai hubungan yang erat dengan tujuan mengajar
yang ingin dicapai oleh pengajar.
c. Fungsi lain adalah fungsi institusional. Fungsi ini lebih berkaitan dengan
keputusan lembaga untuk menentukan kelulusan siswa atau mahasiswa.21
20
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, 2004) No. 048 tahun ke-10 h. 342
142-Dengan mengetahui malrna penilaian ditinjau dari berbagai segi dalam
sistem pendidikan, maka dengan cara lain dapat dikatakan bahwa fungsi penilaian
ada beberapa ha!:
a. Selektif
Maksudnya bahwa hasil penilaian pendidikan hams dapat dijadikan sebagai
salah satu pertimbangan untuk menerima atau menolak seorang pelamar
khususnya jika tempat yang tersedia lebih sedikit dari jumlah yang melamar.
Dengan earn mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan
seleksi terhadap siswanya.
b. Diagnostik
Apabila alat yang digunakan dalam penilaian memenuhi persyaratan, maka
dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa. Disamping itu,
diketahui pula penyebab kelemahan itu. Jadi dengan mengadakan penilaian,
sebenarnya guru mengadakan diagnosis kepada siswa tentang kebaikan dan
kelemahannya. Dengan diketahui sebab-sebab kelemahan ini, akan lebih mudah
dicari earn untuk mengatasinya.
c. Penempatan
Pendekatan yang lebih bersifat melayani perbedaan kemampuan, adalah
pengajaran secara kelompok. Untuk dapat menentukan dengan pasti dikelompok
mana seorang siswa hams ditempatkan, digunakanlah suatu penilaian. Artinya,
hasil penilaian dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan
keberadaan siswa dalam suatu kelompok tertentu.
d. Pengukur Keberhasilan
Fungsi keempat dari penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh
mana suatu program berhasil diterapkan, dimana keberhasilan suatu program
ditentukan oleh beberapa faktor yaitu faktor guru, metode mengajar, kurikulum,
sarana, dan sistem administrasi.22
22
Penilaian pendidikan apapun bentuknya, dan bagaimanapun pelaksanaannya
harus dapat memenuhi fungsinya baik sebagai akuntabilitas publik, pengendalian
mutu, motivator, seleksi penempatan dan diagnostik23.
Maksud akuntabilitas publik adalah bahwa penilaian pendidikan harus
mampu menyediakan dan memberikaninformasi kepada masyarakat mengenai
kemajuan dan prestasi yang dicapai sehubungan dengan manfaat dari setiap biaya
yang dikeluarkan dalam kegiatan pendidikan.
Pengendalian mutu pendidikan maksudnya adalah penilaian pendidikan
harus dapat menjadi instrumen untuk mengendalikan dan menjamin bahwa setiap
keluaran pendidikan telah memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan
standar kelulusan.
Motivator maksudnya bahwa penilaian pendidikan harus dapat menjadi
instrumen utnuk mendorong pengelola, penyelenggara, dan peserta pendidikan
untuk berusaha semaksimal mungkin dalarn mewujudkan hasil yang telah
ditetapkan. Seleksi dan penempatan maksudnya adalah bahwa hasil dari penilaian
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan untuk menentuikan status yang
bersangkutan apakah lulus atau tidak.
Diagnostik maksudnya bahwa penilaian pendidikan harus dapat memberikan
umpan balik kepada lembaga pendidikan maupun pemerintah untuk
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya sebagai bahan evaluasi
pelaksanaan program. Umpan balik yang tepat dapat mendorong dan
mendongkrak kegiatan dan program pendidikan nntuk meningkatkan mutu
layanan secara berkelanjutan dan meningkatkan kualitas hasilnya.
Penilaian basil belajar bertujuan melihat kemajuan belajar pese1ia didik
clalam hal penguasaan materi pengajaran yang telah dipelajarinya sesuai dengan
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.24 Jadi, keberhasilan sebuah proses pendidikan
clapat diukur melalui pencapaian tujuan yang ditetapkan. Dalam PP RI NO.
19
tahun 2005 tentang Stanclar Nasional Pendidikan pada Bab X, bagian kesatu pasal
23
63 disebutkan babwa; penilaian pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
terdiri atas:
a. penilian basil belajar oleb pendidik;
b. penilaian basil belajar oleb satuan pendidikan; dan
c. penilaian basil belajar oleb pemerintab.25
Pada pasal 66, selanjutnya disebutkan mengenai penjelasan dari pasal 63
tersebut babwa tujuan dari penilaian basil belajar adalah untuk menilai pencapaian
standar kompetensi lulusan. Standar ini digunakan sebagai pedoman penilaian
dalam penentuan kelulusan peserta didik, yang meliputi kompetensi untuk selurub
mata pelajaran, serta mencakup aspek sikap, pengetabuan, dan keterampilan.
Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk
meningkatkan kecerdasan, pengetabuan, kepribadian, akhlak mulia, seerta
keterampilan untuk bidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Penilaian basil belajar sebagaimana dimaksud dalam pasal 63 ayat 1 butir c
bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran te1ientu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan
teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional.26
Ujian nasional adalal1 suatu ujian bagi para siswa sekolab untuk
mengakbiri masa studinya yang dilaksanakan secara nasional baik menyangkut
penyelenggara, wal,tu pelaksanaan, matreri soal maupun kritewria kelulusannya,
untuk satuan pendidikan yang sejenis dan sederajat. Ujian nasional dapat
berbentuk Ujian Akhir Nasional (UAN), Ujian Nasional (UN), Ujian Negara, dan
sebagainya.
Landasan pelaksanaan ujian nasional adalah pasal 35 ayat 1 undang-undang
sisdiknas yang menyebutkan secara eksplisit bahwa standar nasional pendiidkan
terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana
dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan yang harus
ditingkatkan secara berencana dan berkala.
Selanjutnya pasal 57 ayat (1) Undang-undang sisdiknas secara eksplisit dan
jelas menyebutkan babwa evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu
pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan
pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pada pasal 1 ayat I
Peraturan Pemerintah no 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
pnmerintah Provinsi sebagai daerah otonom secara eksplisit menyebutkan bahwa
penetapan standar kompetensi siswa dan warga belajar serta pengaturan
kurikulum nasional dan penilaian basil belajar secara nasional serta pedoman
pelaksanaannya dilkukan oleh pemerintah.
Ujian nasional merupakan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan
untuk menentukan standar mutu pendidikan. Kebijakan ini berkaitan dengan
berbagai aspek yang dinamis, seperti budaya, kkondisi sosial ekonomi, bahkan
politik dan keamanan, sehingga akan selalu rentan terhadap perbedaan dan
kontroversi sejalan dengan perkembangan masyarakat. Kebijakan tersebut
merupakan keputusan politik atau politik pendidikan, yang menyangkut
kepentingan berbagi pihak, bahkan dalam batas-batas tertentu dapat dipolitisir
untuk kepentingan kekuasaan.
Ujian nasional dilakukan antara Iain untuk menegakkan akuntabilitas
pengelola dan penyelenggara pendidikan terhadap pihak-pihak yang
berkepentingan dan masyarakat pada umumnya. Oleh sebab itu, ujian nasional
harus mampu menyediakan informasi yang lengkap dan akurat kepada mesyarakat
tentang prestasi yang dicapai oleh setiap sekolah secara keseluruhan.informasi
ujian nasional harus memungkinkan berbagi pihak untuk mengetahui bagaimana
biaya yang dikeluarkan dapat dipertanggungjawabkan dalam bentuk prestasi
belajar peserta didik.
Penilaian yang dilakukan oleh pemerintah hendaknya tidak terfokus pada
penilaian hasil, tetapi juga terhadap program atau penilaian program. Penilaian
program perlu dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional dan Dinas
Pendidikan secara kontinu dan berkesinambungan. Penilaian program perlu
dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kurikulum dengan dasar, fungsi, dan
tujuan pendidikan nasional, serta kesesuaiannya dengan tuntutan perkembangan
masyarakat, dan kemajuan jaman. Dalam ha! ini, proses pembelajaran sebagai
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat pengguna jasa pendidikan melalui
kegiatan dan proses penilaian
berkesinambungan.
yang menyeluruh, sistematis dan
Ujian Nasional berfungsi sebagai quality control terhadap sistem
pendidikan, karena kontrol terhadap proses dan input pendidikan sudah
sedemikian kecil. Hasil ujian nasional dijadikan sebagai salah satu pertimbangan
untuk pemetaan mutu program dan satuan pendidikan; dasar seleksi masuk
jenjang pendidikan selanjutnya; penentuan kelulusan peserta didik; serta
pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan. Nilai standar kelulusan merupakan tolok ukur
dari keberhasilan siswa, walaupun sebenarnya ukuran ini tidaklah mutlak karena
ada faktor-faktor lain yang dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan siswa.
Pada prinsipnya, pengukuran bertujuan untuk mengetahui karakteristik suatu
objek yang akan diukur. Khususnya, pengukuran pendididikan meliputi
pengukuran hasil belajar mencakup bermacam bidang tergantung objek hasil
belajar apa yang ingin diukur. Suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan
pengajaran dinyatakan berhasil apabila kompetensi dasar yang diharapkan dapat
tercapai. Ada dua macam pendekatan yang amat populer dalam mengevalusai atau
menilai tingkat keberhasilan/prestasi belajar yakni:
a. Penilaian Acuan Norma (Norm-Referenced Assesment)
Dalam penilaian yang menggunakan pendekatan PAN (Penilaian Acuan Norma), prestasi belajar seorang peserta didik diukur dengan cara membandingkannya dengan prestasi yang dicapai temru1-teman sekelas atau sekelompolmya (Tardif dkk.,1989:227).27
J adi, pemberian skor atau nilai peserta didik terse but merujuk pada hasil
perbandingru1 antara skor-skor yang diperoleh teman-teman sekelompoknya
dengan skornya sendiri.
b. Penilaian Acuan Kriteria (Criterion-Referenced Assesment)
Penilaian dengan pendekatan PAK (Penilaian Acuan Kriteria) menurut Tadif
et al (1989:95) merupakan proses pengukuran prestasi belajar dengan cara
17
membandingkan pencapaian seorang siswa dengan pelbagai perilaku ranab yang
telah ditetapkan secara baik (well-difined domain behaviours) sebagai patokan
absolut.28 Oleh karena itu, dalam mengimplementasikan pendekatan Penilaian
Acuan Kriteria diperlukan adanya kriteria mutlak yang merujuk pada tujuan
pembelajaran umum dan klmsus. Artinya, nilai atau kelulusan seorang siswa
bukan berdasakan perbandingan dengan nilai yang dicapai oleh rekan-rekan
sekelompoknya melainkan ditentukan oleh penguasaanya atas materi pelajaran
hingga batas yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
lndikator yang dijadikan sebagai tolok ukur dalam menyatakan babwa suatu
proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, berdasarkan ketentuan
kurikulum yang disempurnakan yang saat ini digunakan adalab:
a. Daya serap terhadap bahan pelajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi,
baik secara individu maupun kelompok.
b. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus (TIK)
telah dicapai siswa baik individu maupun kelompok.29
Ketercapaian tujuan-tujuan pembelajaran ini dapat dikategorikan menjadi
beberapa kategori yaitu: istimewa/maksimal, baik sekali/optimal, baik/minimal,
dan kurang. 30yang kriterianya sebagai berikut:
a. Istimewa/maksimal : apabila seluruh (100%) bahan pelajaran yang
diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa.
b. Baik sekali/optimal: apabila sebagian besar (76%-99%) bahan pelajaran yang
diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa.
c. Baik/minimal : Apabila Hanya (60%-75%) bahan pelajaran yang
diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa
d. Kurang : apabila bahan pelajaran yang diajarkan itu kurang dari 60% dapat
dikuasai oleh siswa.
28
Muhibbin Syah, Psikologi Belqjar .... h.218
29
Moh Uzer Usman, Lilis Setiawati, Upaya Optima/isasi Kegiatan Be/ajar Mengajar,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1993). h. 7-8
30
--Menetapkan batas minimum keberhasilan belajar siswa selalu berkaitan
dengan upaya pengungkapan basil belajar. Ada beberapa altematif norma
pengukuran tingkat keberhasilan siswa setelah mengikuti proses mengajar-belajar.
Diantara norma-norma tersebut adalah
a. Norma skala angka dari 0 sampai 10;
b. Norma skala angka dari 0 sampai 100.
Angka terendah yang menyatakan kelulusan/keberhasilan belajar (passing
grade) skala 0-10 adalah 5,5 atau 6, sedangkan untuk skala 0-100 adalah 55 atau
60. Pada prinsipnya jika seorang siswa dapat menyelesaikan lebih dari setengah
instrumen evaluasi dengan benar, ia dianggap telah memenuhi target minimal
keberhasilan belajar. Namun demikian, kiranya perlu dipertimbangkan oleh para
guru sekolah penetapan passing grade yang lebih tinggi (misalnya 65 atau 70)
untuk pelajaran-pelajaran inti (core subject). Pelajaran-pelajaran inti ini meliputi
bahasa dan matematika, karena kedua bidang studi ini (tanpa mengurangi
pentingnya bidang-bidang studi lainnya) merupakan "kunci pintu"
pengetahuan-pengetahuan lainnya. Pengkhususan seperti ini sudah berlaku umum di banyak
negara maju dan telah mendorong peningkatan kemajuan belajar siswa dalam
bidang-bidang studi lainnya.31
Pese1ta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar
dan menengah setelah: menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh kelompok
mata pelajaran; lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi; dan lulus ujian nasional.
Mutu pendidikan di Indonesia masih relatif rendah, dan mutu pendidikan
antardaerah dan antarsekolah juga sangat bervariasi. Hal itu dikarenakan belum
adanya tradisi penerapan standar nasioanl dfalam penyelenggaraan pendidikan
nasional di Indonesia. Meskipun sekarang ini Indonesia telah memiliki sistem
pendidikan yang dibakukan dalam dokumen perundangan, dari Undang-Undang
Dasar (UUD), Undang-Undang (UU), sampai dengan Peraturan Pemerintah (PP).
31
Akan tetapi penerapan satndar nasional memang beluim menjadi tradisi positif
dalam dunia pendidikan nasional. Belum diterapkannya standar nasional secara
objektif dan konsisten dikarenakan indonesia masih menghadapi berbagai
kompleksitas permasalahan yang elementer dalam peyelenggaraan pendidikan
nasional; antara lain mengenai bangunan sekolah yang banyak mengalami
kerusakan, kualitas guru yang jauh dari kelayakan, aktivitas akademis dosen yang
kurang berj alan, dan sebagainya.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa nilai standar kelulusan
adalah taraf standar yang ditetapkan yang harus dicapai oleh siswa untuk
mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam menguasai bahan ajar. Penguasaan
bahan ajar ini diukur melalui tes prestasi belajar, dalam ha! ini adalah Ujian
Nasional (UN), untuk menentukan apakah setiap keluaran (output) pendidikan
telah memenuhi kualifikasi, dan kompetensi sesuai dengan standar keluluisan.
Apabila ia dapat mencapai nilai standar yang ditetapkan maka peserta didik
dinyatakan lulus dan sebaliknya jika nilai yang diperoleh tidak mencapai standar
kelulusan, maka pese1ia didik dinyatakan tidak lulus. Kelulusan pese1ia didik
ditetapkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan kriteria yang
dikembangkan oleh BNSP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
3. Motivasi Belajar Matematika
Semua aktivitas manusia pada hakekatnya dilakukan atas dasar adanya
dorongan atau kebutuhan untuk mencapai suatu tujuan yaitu terpenuhinya
kebutuhan hidup. Daya dorong yang menggerakkan seseorang untuk melakukan
suatu tindakan te1ientu disebut sebagai motivasi.
Motivasi adalah dorongan dasar yang mendorong seseorang untuk
bertingkah laku. Dorongan tersebut terdapat pada diri seseorang yang
menggerakkan untuk melakukan sesuatu. Setiap perbuatan seseorang tentu ada
yang mendasarinya. Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang
menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia.32 Jadi, motivasi merupakan
daya penggerak atau pendorong yang menyebabkan manusia melakukan
perbuatan tertentu dan mengarahkan tindakan kepada tujuan tertentu.
Menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri
seseorangyang ditandai dengan munculyafeeling dan didahului dengan tanggapan
terhadap adanya tujuan33. Dari pengertian tersebut, motivasi memiliki tiga
komponen penting yaitu:
a. motivasi mengawali terjadinya perubahan energi pada setiap individu.
b. Motivasi ditandai dengan munculnya rasa ataufeeling.
c. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi merupakan
sebuah respon dari suatu tujuan
Motivasi yang ada pada diri setiap orang itu memiliki cm-cm sebagai
berikut:
a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terns menerus dalam waktu yang
lama, t