• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Sikap Siswa Tentang Penerapan Nilai Standar Kelulusan Ujian Nasional Dengan Motivasi Belajar Matematika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Sikap Siswa Tentang Penerapan Nilai Standar Kelulusan Ujian Nasional Dengan Motivasi Belajar Matematika"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

NASIONAL DENGAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA

Oleh

MUSLIM

101017020961

d:.iri

"' pGG|BGcセMMᄋᄋ@ - "'')IT'"% GBGセBBGJGゥ@

:

...

.,,

r gl. : NqNセ@ .• :: .. セQ@ ... :: ... セセ@ ... ..

'''''· lndui< : Q.\<;) .. セ@.. セ@ ... ::.fi.o'?.!;& ... ..

セ@... QウIヲゥォセセウゥ@ : ... .

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SY ARIF HIDAY ATULLAH

(2)

セMMMᄋMMᄋMᄋMMMMMMMMM .

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini saya :

Nama : Muslim

NIM : 101017020961

Jurusan/ Semester : Pendidikan Matematika/XIV

Angkatan Tahun : 2001

Alamat : Dukuh Kebagusan Rt 07 /02 Desa Danasari, Kecamatan

Bojong, Kabupaten Tega!, 52465

MENYATAKANDENGANSESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Hubungan Sikap Siswa tentang Penerapan Nilai

Standar Kelulusan Ujian Nasional dengan Motivasi Belajar Matematika

Adalah benar basil karya sendiri di bawah bimbingan dosen :

1. Nama : Maifalinda Fatra, S.Ag, M.Pd

NIP : 150 277 129

2.Nama

NIP

: Dra. Ratnaningsih, M.Si

: 131933268

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya

menerima dengan segala konsekuensi apabila ternyata skripsi ini bukan hasil

karya sendiri.

Jakarta, Juli 2008

(3)

Standar Kelnlnsan Ujian Nasional dengan Motivasi Belajar Matematika"

yang disusun oleh MUSLIM, Nomor lnduk Mahasiswa 101017020961 Jurusan

Pendidikan Matematika telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai

karya ilimiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai

ketentuan yang ditetapkan fakultas.

Pembimbing I

M falinda Fa r S.A . M.Pd NIP: 1 277 129

Jakarta, Juli 2008

(4)

Standar Kelulusan Ujian Nasional dengan Motivasi Belajar Matematika"

diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada 21

Juli 2008 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar

Smjana SI (S.Pd) Program Studi Pendidikan Matematika.

Panitia Ujian Munaqasah

Ketua Panitia

(Ketua Jurusan Pendidikan Matematika)

Maifalinda Fatra, S.Ag, M.Pd NIP.150277129

Sekretaris

( Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika)

Otong Suhyanto, M.Si NIP. 150 293 239

Penguji I

Drs. H. M. Ali Harnzah, M.Pd NIP. 150 210082

Penguji II

Dra. Aficlah Mas'ucl NIP. 150 228 775

Mengetahui ; Dekan,

Tanggal

?.-?fl.0.

1

.08

(5)

MUSLIM NIM: 101017020961

Abstract: When government, through education ministry put the standard

passing grade into effect of national examination (UN) to the students, there are

many interpretations of this policy from many people, such as students, parents,

teachers, educational supervisors, until politicians. How students interpret this

policy and what is change to their motivation to study mathematics?

The main purpose of this research is to know if there is correlation

between attitudes of students to standard passing grade with their motivations to

study mathematics. The methodology used in this research is survey method with

co relational technique. The populations of this research are all students in the

third grade of Madrasah Aliyah Negeri 11 Jakarta. The research is conducted at

the third grade of IP A as the sample. By analyzing data, it shows that positively

attitude of the students to standard passing grade affect their motivation to study

(6)

yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurah

pada suri tauladan umat manusia Nabi Muhammad saw, beserta keluarga dan para

sahabatnya.

Skripsi ini diajukan untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan

matematika. Namun atas bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, akhirnya

penulis dapat menyelesaikan sripsi ini, walaupun penulis menyadari masih banyak

kekurangan yang perlu diperbaiki.

0 !eh karena itu sudah sepatutnya penulis dalam kesempatan im

mengucapkan terima kasih kepada:

I. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., Dekan Fakultas Ilnm Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Maifalinda Fatra, S.Ag, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika

sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I dan

3. Bapak Otong Suhyanto M.Si, Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika.

4. Ibu Dra Ratna Ningsih M. Si, Dosen Pembimbing II

5. Ibu Dra Afidah Mas'ud sebagai Penasehat Akademik

6. Bapak dan !bu dosen Jurusan Pendidikan Matematika yang telah mendidik

dan mengajar penulis dalam berbagai disiplin ilmu.

7. Bapak Drs. H. U. Effendi Halba selaku Kepala Madrasah Aliyah Negeri

(MAN) 11 Jakarta yang telah memberikan izin kepada penulis untuk

(7)

kesuksesan anaknya.

9. Istriku tercinta, yang selalu mendukung dan memberi dorongan agar

suaminya segera menyelesaikan tugasnya.

10. sudara sudariku yang telah mendukung proses pembuatan skripsi ini.

Terima kasih banyak.

11. Teman-taman mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta angkatan 2001/2002.

Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis memohon, semoga segala

yang telah "beliau-beliau" sumbangkan menjadi amal shaleh dan mendapat

balasan yang lebih baik. Amin.

Jakarta, Juli 2008

(8)

KATA PENGANTAR ... 11

DAFTAR ISi ... iv

DAFTAR TABEL... v1

DAFT AR LAMPIRAN ... vu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. ldentifikasi Masalah ... 9

C. Pembatasan Masalah ... 10

D. Perumusan Masalah ... 10

E. Tujuan dan Kegunaan I-Iasil Penelitian... 10

BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis Sikap, Nilai Standar Kelulusan dan Motivasi ... 12

1. Hakikat Sikap Siswa... 12

2. Nilai Standar Kelulusan Ujian Nasional... 18

3. Motivasi Belajar Matematika ... 29

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 36

C. Kerangka Berfikir . . .. . .. . ... .. . .. . ... . .. . . .. .. . .. ... .. .. . .. . . .. .. . .. .. .. . .. . .. . .. ... ... ... . ... . 3 8 D. Hipotesis Penelitian ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 41

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 41

C. Metode Penclitian ... 41

D. Teknik Pengumpulan Data... 41

E. Teknik Analisis data . .. ... . .. . ... . . .. . . . ... . . . .. . . . .. .. . . . .. . . .. . .. . . . .. . .. . . . ... . .. . ... . ... 44

(9)

C. Pengujia.n Hipotesis dan Pembahasan ... 54

D. Keterbatasan Penelitian .. ... . .. . ... .. . . .. . .. . .. .. . .. . .. .. . .... . . . .. .. . .. .. . .. ... . .. ... . .. .... ... .. 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... ... ... . .. ... . .. . . .. . . .. . .. . . . .. .. . .. .. . .. ... .. . . .. . ... ... . . .. 58

B. Saran . . . .. . . .. . . ... .. . . .. . .. . ... . .. .. . ... .. . .. . .. .. . .. . .. .. .. . .. .. .. . .. . . .. . .. . .. .... ... .... 58

DAFT AR PUST AKA... 60

(10)

Tabel 2

Tabel 3

Tabel 4.

Tabel 5.

Tabel 6.

Tabel 7.

Tabel 8.

Tabel 9.

Tabel 10.

Prosentase Ketidaklulusan Siswa Tahun 2004 dan 2005 ... . 6

Kisi-kisi skala sikap siswa tentang penerapan nilai standar kelulusan 42

Kisi-kisi skala motivasi belajar matematika ... . 43

Distribusi frekuensi sikap siswa ... .

48

Kategori sikap siswa tentang penerapan nilai standar kelulusan trjian

nasional ... ... 49

Distribusi frekuensi Motivasi Belajar Matematika ... .

Kategori Motivasi Belajar Matematika ... .

Hasil perhitungan uji normalitas ... .

Ringkasan ANA VA ... . 50

51

52

[image:10.525.56.475.110.427.2]
(11)

I. Perhitungan validitas skala sikap ... 62

2. Perhitungan validitas skala motivasi ... 63

3. Tabel pembantu perhitungan reliabilitas skala sikap... 64

4. Perhitungan reliabilitas skala sikap ... 65

5. Tabel pembantu perhitungan reliabilitas skala motivasi ... 66

6. Perhitungan reliabilitas skala motivasi ... 67

7. Tabel pembantu perhitungan ... 68

8. Perhihmgan distribusi frekuensi instrumen sikap siswa tentang penerapan nilai standar kelulusan uj ian nasional .. . .. . .. . .. .. . .. .. . .. .. . . . .. .. . .. .. ... ... .. . .. .. . ... . .. . ... . . 69

9. Perhitungan distribusi frekuensi skala motivasi belajar matematika... 70

I 0. Tabel pembantu uji normalitas skala sikap... 71

l l. Tabel pembantu uji normalitas skala motivasi ... 72

12. Perhitungan persamaan regresi ... 73

13. Uji linieritas sebagai prasyarat analisis data... 74

14. Perhitungan koefisien korelasi... 78

15. lnstrumen skala sikap . ... ... ... . .. . .. . ... . .. ... . .. .. . . .. . .. .. . .. .. ... .. .. . .. . . . .. . .. . .. ... ... . .. . ... ... 79

16. lnstrumen skala motivasi belajar matematika... 81

17. Tabel distribusi normal bairn... 83

18. Tabel product moment... 84

(12)

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan sebenarnya merupakan investasi sember daya manusia

(SDM) di masa yang akan datang, tetapi pendidikan barn menjadi sebuah

investasi apabila lulusannya bermutu, sebaliknya kalau lulusannya tidak

bermutu justru merupakan suatu pemborosan. Untuk meningkatkan kualitas

mutu pendidikan, maka pemerintah hams mulai berani memperbaiki

kebijakan-kebijakan di dalam manajemen mutu yang terdiri atas dua ha! yaitu

kualitas dan mutu pendidikan.

Dalam Al-Qur'an surat Al Hasyr ayat 18, Allah menyuruh orang-orang

yang beriman untuk mempersiapkan diri dari sekarang termasuk

mempersiapkan sumber daya manusia sebagai generasi penerus yang akan

mengemban tanggung jawab untuk mengemban tugas negeri ini di masa yang

akan datang. " Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan

hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnyauntuk hari

eso!c, dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui

apa yang kamu ke1jakan. "

Pendidikan adalah proses. Sebuah proses membutuhkan waktu yang

panjang untuk mencapai suatu tujuan. Dalam agama Islam pendidikan itu

merupakan proses yang berkelanjutan selama hidup, sejak manusia dilahirkan

sampai ia meninggal dunia. Menuntut ilmu adalah suatu kewajiban yang hams

ditunaikan oleh setiap orang yang beriman. Allah menjanjikan derajat yang

lebih tinggi bagi orang-orang yang menuntut ilmu.

Begitupun Indonesia sebagai negara yang merdeka dan telah

menyadari pentingnya pendidikan bagi setiap warganya. Pemerintah telah

mengadakan program wajib belajar sembilan tahun dalam rangka

mencerdaskan warga negara sehingga tercipta surnberdaya manusia yang

berkualitas secara spiritual, intelektual maupun moralnya. Adapun fungsi dan

(13)

Undang-Undang Republik Indonesia tentang SISDIKNAS tahun 2003 adalah

sebagai berikut:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan tmtuk berkembangnya potensi peserta didik agar menj adi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, keratif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab.1

Pendidikan selalu mengalami perubahan dan pembaharuan. Pendidikan

dewasa ini merupakan perkembangan pendidikan yang telah terjadi

sebelumnya. Perkembangan yang terjadi merupakan perwujudan

potensi-potensi yang dimiliki dan berupa peningkatan kualitas maupun kuantitas

pendidikan menurut ukuran tertentu. Ukuran perkembangan ini berupa norma,

tujuan yang dicita-citakan, kegunaannya secara praktis dalam hidup

bermasyarakat, nilainya dalam mengembangkan harkat manusia seutuhnya

dalam mutu kehidupannya, atau nonna lain lagi yang diterima bangsanya.

Perubahan pendidikan te1jadi karena adanya pengaruh-pengaruh yang

saling memperkuat yang akhirnya melahirkan sesuatu yang barn. Perubahan

pendidikan te1jadi karena adanya tenaga yang mendorong atau tenaga

pendorong yang berasal dari dalam masyarakat sendiri misalnya adanya

penemuan-penemuan sosial (social inovation), tetapi dapat pula dari luar

misalnya karena ad an ya pengaruh budaya asing (diffusion dan asimilation ).

Perubahan pendidikan merupakan perubahan pendidikan yang berdasar atas

usaha-usaha sadar, terencana, berpola dalam pendidikan yang bertujuan untulc

mengarahkan sesuai dengan kebutuhan yang dihadapi dan tnntutan zamannya.

Selain sebagai tanggapan terhadap masalah pendidikan dan tnntutan

zaman, perubahan pendidikan juga merupakan usaha aktif untuk

mempersiapkan diri (hari esok) yang lebih memberi harapan sesuai dengan

cita-cita yang didambakan. Salah satu usaha pemerintah dalam rangka

(14)

Akhir Nasional (UAN). Ujian akhir nasional bukan merupakan sesuatu yang

barn dalam dunia pendidikan di Indonesia, tetapi penerapan nilai standar

kelulusan merupakan sistem barn yang kini sedang dilaksanakan.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan, salah satu upaya yang

memenuhi persyaratan ialah kebijakan sistem ujian yang dapat memaksa siswa

untuk belajar keras serta memaksa guru untuk lebih bersunggu-sungguh diam

mengajar. Caranya ialah dengan menerapkan secara konsekuen

persyaratan-persyaratan dalam penentuan kenaikan kelas dan penentuan kelulusan siswa.

Bila siswa dinilai tidak layak untuk naik kelas atau lulus, maka ia tidak boleh

dinaikkan atau lulus dan sebalilmya. Usaha tersebut perlu mulai diterapkan

dengan mengajak semua pihak untuk berpartisipasi terutama guru, orang tua,

dan masyarakat.

Mulai tahun aJaran 2004/2005, kebijakan pemerintah dalam

meningkatkan mutu pendidikan diarahkan dengan memperketat lulusan

melalui penetapan angka kelulusan minimal di atas nilail 4 untuk semua

bidang studi yang diujikan. Hal ini menimbulkan dampak positif bahwa dalam

ha! tingkat kelulusan siswa yang mengikutiujian akhir cenderung melahirkan

siswa yang berkualitas. Sementara dampak negatif yang ditimbulkannya

adalah bagi siswa yang tidak mencapai kompetensi (tidak lulus) hams hams

mengikuti ujian nasional pada tahtm berikutnya, dimana tidak ada jaminan

bagi yang mengulang akan lulus pada tahun depannya. Hal ini disebabkan tes

yang diujikan pada ujian nasional adalah tes yang dirancang sedemikian rupa

sehingga telah dianggap memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi.

Tahun ajaran 2003/2004 pemerintah memulai kebijakan barn dalam

bidang pendidikan. Kebijakan ini mengacu pada Undang-Undang Sisdiknas

No. 20 tahun 2003. Kebijakan yang diterapkan ini tertuang dalam keputusan

menteri pendidikan nasional Republik Indonesia nomor: 037/U/2004 tantang

Ujian Akhir Nasional tahun pelajaran 2003/2004. Dalam lampiran IV

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor: 153/U/2003 tanggal 14

Oktober 2003 tentang Standar Prosedur Operasional (SPO) Ujian Nasional

(15)

clinlanP-adalah: (a) mata pelajaran yang nilainya kurang dari 4,01, (b) bagi siswa yang

tidak dapat mengikuti UAN utama atau UAN susulan, hams mengikuti semua

mata pelajaran yang diujikan.

Nilai standar kelulusan adalah patokan nilai yang ditetapkan oleh

pemerintah untuk dicapai oleh siswa. Nilai standar ini ditetapkan untuk bidang

studi yang telah ditetapkan untuk diujikan kepada siswa yaitu Bahasa

Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika. Pada tahun ajaran 2004/2005,

nilai standar kelulusan ditetapkan 4,25 lebih tinggi 0,25 point dibanding tahun

sebelumnya yang hanya menetapkan 4,00 sebagai standar minimal kelulusan.

Sedangkan untuk tahun ajaran 2005/2006 nilai standar yang ditetapkan masih

sama seperti tahun ajaran sebelumnya yaitu 4,25 untuk masing-masing bidang

studi yang diujikan, tetapi dengan syarat nilai rata-rata dari ketiga mata

pelajaran yang diujikan tersebut 4,50. Artinya untuk lulus ujian, siswa harus

mencapai minimal 4,26 untuk setiap bidang studi yang diujikan dan rata-rata

dari bidang studi yang diujikan tersebut harus mencapai 4,50. Kalan siswa

tidak dapat mencapai nilai standar tersebut, maka siswa yang bersangkutan

dinyatakan tidak lulus.

Hampir seluruh tenaga kependidikan sepakat akan perlunya UJian

untuk mengetahui keefektifan berbagai upaya yang dilakukan dalam proses

pendidikan, apalrnh telah mebuahkan basil yang memuaskan. Namun, karena

pemerintah menetapkan nilai standar kelulusan yang harus dicapai oleh siswa,

timbullah beberapa masalah teknis yang dipertanyakan oleh berbagai

kalangan. Masalah tersebut antara lain karena sifatnya nasional, maka bidang

kajian yang di-U-N-kan dianggap lebih penting dari mata pelajaran yang lain,

sehingga sebagian besar upaya sekolah ahanya ditujuakan untuk

mengantarkan siswanya mencapai keberhasilan dalam UN. Padahal materi UN

hanya mencakup aspek intelektual, yang tidalc mampu mengukur seluruh

aspek pendidikan secara utuh. Kecakapan motorik, sosial, emosional, moral

atau budi pekerti dan aspek spiritual dianggap diabaikan.

(16)

Standar kelulusan yang ditetapkan adalah 3,01. Kemudian pada tahun ajaran

2003/2004 standar kelulusan ujian nasional tersebut dinaikkan menjadi 4,01.

Tentunya penerapan kebijakan pemerintah tersebut di atas secara objektif dan

konsekuen diduga cenderung akan menimbulkan beberapa dampak kepada

masyarakat.

Pengamat pendidikan, Arief Rahman menyatakan bahwa turunnya

tingkat kelulusan UN pada tahun ini disebabkan dua ha!. Pertama, tidak

adanya konversi nilai seperti dulu. Kedua, standar minimal kelulusan juga

ditingkatkan dari semula 4,00 menjadi 4,25. Tidak adanya konversi nilai

menyebabkan banyak siswa tidak lulus karena nilainya tidak mencukupi.2

Ada pendapat yang menyatakan bahwa banyaknya siswa tidak lulus

UN, menunjukan sistem yang diterapkan tidak tepat. Suparman, koordinator

Koalisi Pendidikan mengatakan, "Secara pedagogis, UN memang tidak sesuai

dengan prinsip evaluasi pendidikan. Angka-angka minimal yang dipatok pada

UN mengabaikan potensi-potensi lainnya dari siswa. Banyaknya siswa yang

tidak lulus menunjukan metode ini tidak tepat".3

Mendiknas, Bambang Sudibyo dalam wawancaranya dengan wartawan

menyatakan pihaknya akan tetap melanjutkan kebijakan UN. "Hal ini

dianggap penting terutama dalam memetakan kualitas pendidikan di daerah.

Y akni apakah daerah sudah sesuai dengan standar nasional. Jika belum, di

sektor mana saja titik lemah mereka. Kebijakan ini belum akan direvisi

dengan alasan kebijakan ini barn bisa ditinjau ulang setelah program

berjalan. "4

Basil UN yang demikian juga diharapkan dapat memberikan gambaran

kepada pemerintah dalam memetakan dana untuk pendidikan baik di tingkat

pusat maupun daerah. Sebagaimana yang dikatakan oleh Dirjen Peningkatan

Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Fasli Jalal, yang menyatakan

bahwa, "Bangsa ini hams jujur dan menerima hasil UN apa adanya. Namun

2

Tak Ada Konversi Nilai, Republika, Jum'at, I Juli 2005, h.12

3

(17)

berangkat dari hasil UN, akhirnya bisa dipetakan kabupaten/kota mana saja

yang tertinggal. Selaqjutnya dana pendidikan akan diarahkan ke sana."5

Masalah pendidikan di Indonesia memang sudah sangat kompleks.

Kebijakan Ujian Nasional dengan nilai standar yang hams dicapai oleh siswa

ternyata masih belum menggembirakan. Terbukti pada tahun ajaran

2004/2005, jumlah siswa yang tidak lulus Ujian Akhir Nasional meningkat

dari tahun sebelmnnya.

Tabel I

Prosentase Kelulusan UAN 2005 secara Nasional

Tabel 2

Prosentase Ketidaklulusan Siswa

Tahun 2004 dan 2005

Sumber: Balitbang Depdiknas

Tujuan pemerintah memang baik untuk mendongkrak kualitas

pendidikan dengan menetapkan standar minimal tertentu karena standar

dunia-pun 6,0. namun ha! tersebut digulirkan dalam kondisi masyaralrnt yang Jabil,

sehingga menimbulkan kesalal1tafsiran bahkan penolakan. Masyarakat yang

menolak juga tidak bisa disalahkan, karena pemerintal1 menuntut basil yang

[image:17.521.78.420.277.384.2]
(18)

kebijakan harus diikuti dengan sub-sub kebijakan lain yang menunjang

pelaksanaanya di lapangan, seperti sarana, prasarana, laboratorium dan sumber

daya manusianya.

Melalui ujian nasional, pemerintah memiliki kepentingan untuk

mengetahui kemampuan lulusan pendidikan dari berbagai jenjang dalam

bidang kajian tertentu, sebagai indikator keberhasilan sistem

pendidikan.kepentingan pemerintah untuk mengetahui hasil pendidikan secara

nasional merupakan pesan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No

20 Tahun 2003. bahkan maksud dari undang-undang tersebut bukan hanya

ujian nasional, tetapi menyangkut penilaian kinerja seluruh komponen sistem

pendidikan.

Jadi, memang logis kalau ada kebijakan standar kelulusan yang dibuat

pada tingkat nasional ataupun pada tingkat daerah. Standar yang telah

ditentukan tersebut harus benar-benar dilaksanakan di lapangan, apabila siswa

belum dapat mencapai standar d yang telah ditetapkan, maka siswa tersebut

tidak berhak untuk lulus ujian dan mendapat sertifikasim kelulusan.

Kebijakan seperti ini selain sebagai kendali mutu pendidikan, juga

cenderung dapat menjadi faktor pendorong (motivasi) agar siswa bekerja keras

dalam belajar dan guru mengajar dengan baik. Standar kelulusan dimulai dari

yang relatif rendah sehingga dapat dicapai oleh siswa di suatu tempat. Tetapi

kemudian dari tahun ke tahun standar mutu lulusan tersebut seharusnya dapat

dinaikkan sehingga dapat menjadi sekolah yang dapat mengikuti standar

nasional yang ditetapkan. Dengan demikian, melalui kebijakan tersebut mutu

pendidikan secara nasional maupun di tingkat daerah dari tahun ke tahun dapat

di kontrol kualitasnya dan dapat ditingkatkan mutunya.

Evaluasi atau penilaian adalah salah satu ha! pokok dalam proses

pendidikan. Keberadaannya akan sangat bermanfaat untuk mengetahui tingkat

keberhasilan suatu proses maupun hasil belajar mengajar. Sehingga dengan

hasil yang diperoleh itu dapat ditentukan tindakan apa yang dapat diloakukan

(19)

Ujian Akhir Nasional merupakan salah satu alat ukur yang digunakan

oleh pemerintah untuk mengetalmi sejauh mana proses pendidikan di

Indonesia mengalami kemajuan. Sebagai patokannya, pemerintah menetapkan

nilai standar yang harus dicapai oleh siswa.

Nilai standar yang ditetapkan tersebut diharapkan dapat memberikan

dampak positif bagi siswa yaitu sebagai motivator belajar sekaligus dalam

rangka meningkatkan kualitas pendidikan di negara ini. Hal ini alrnn

berpengaruh pada hasil ujian akhir yang ditempulmya yang akan menentukan

apakah dia lulus atau tidak.

Kebijakan pemerintah menetapkan standar kelulusan ujian nasional

akan berdampak pula pada sikap siswa terhadap kebijakan tersebut. Kebijakan

tersebut juga akan berpengaruh terhadap motivasi siswa dalam belajar di

sekolah karena selama ini ada kecenderungan siswa mengabaikan

pelajaran-pelajaran sekolah karena tidak jelasnya target yang hams mereka capai.

Dengan adanya standar kelulusan, diharapkan ada perubahan sikap yang

positif sehingga akan berpengaruh terhadap motivasi belajarnya. Belajar

adalah sebual1 proses yang membutuhkan walctu. Dalam proses itu seorang

pelajar tidak selalu bersemangat untuk mempelajari/menguasai suatu mata

pelajaran tertentu. Perin ditimbulkan semangat, kesadaran dan dororigan baik

yang sifatnya intern (motivasi intrinsik) maupun ekstern (motivasi ekstrinsik).

Pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang selama ini

dianggap sulit oleh kalangan siswa. Namun ketika mata pelajaran ini dijadikan

salah satu bahan yang diujikan, maka dengan 'terpaksa' siswa harus belajar

untuk menguasainya.

Berdasarkan fenomena yang ada tersebut, penulis ingin melakukan

penelitian terhadap siswa yang akan melaksanakan ujian nasional tersebut.

Penulis ingin mengetalmi apakal1 ada hubungan antara sikap siswa mengenai

penerapan nilai standar kelulusan dengan motivasi belajar matematika. Oleh

karena itulah penulis mengangkat judul "HUBUNGAN SIKAP SISWA

TENTANG PENERAPAN NILAI STANDAR KELULUSAN UJIAN

(20)

pemilihan pokok masalah ini adalah sebagai berikut: Pe1iama, penulis ingin

mengetahui bagaimana respon atau sikap siswa terhadap penerapan nilai

standar kelulusan ujian nasional. Kedua, penulis ingin mengetahui motivasi

belajar siswa terutama bidang studi matematika setelah nilai standar kelulusan

ujian nasional ini diterapkan.

B. ldentifikasi Masalah

I. Penerapan standar kelulusan oleh pemerintah dalam menentnkan kelulusan

siswa dari jenjang pendidikannya. Kebijakan tersebut menimbulkan

berbagai reaksi dikalangan masyarakat, ada yang mendukung dan ada

yang menolaknya. Yang mendukung berpandangan bahwa pendidikan di

Indonesia masih cukup rendah bila dibandingkan dengan negara tetangga

seperti Malaysia, Singapura dan lainnya yang sudah menjalankan

kebijakan standar kelulusan, sehingga penerapan kebijakan ini di

Indonesia di anggap perlu. Yang menolak kebijakan ini berpendangan

bahwa Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas yang kualitas

pendidikan disetiap daerah cukup bervariasi, oleh karena itu standar

kelulusan nasional di anggap sebagai bentuk ketidak adilan pemerintah

karena penerapan kebijakan ini tidak ditunjang dengan faktor pendukung

yang lain sepe1ii peningkatan kualitas sumber daya tenaga kependidikan

di setiap wilayah dan penyediaan sarana prasarana yang memadai.

2. Sikap guru dan siswa dalam menerima kebijakan standar kelulusan ujian

nasional. Banyak guru yang merasa belum siap menjalankan kebijakan ini,

pengetahuan guru terhadap kemampuan siswanya yang masih kurang

terutama pada mata pelajaran yang di UN kan menimbulkan kekhawatiran

akan banyaknya siswa yang tidak lulus. Keadaan ini berpengaruh terhadap

pandangan siswa terhadap kebijakan yang akan dijalankan.

3. Adanya kecenderungan sekolah yang meluluskan setiap s1swanya.

Kecenderungan ini sangat berpengaruh terhadap sikap dan motivasi belajar

siswa. Ada siswa yang cenderung menyepelekan pelajaran sekolah karena

ia menganggap bahwa nilainya di sekolah tidak terlalu berpengaruh

(21)

belajarnya di sekolah. Yang timbul kemudian adalah perilaku menyimpang

yang dilakukan oleh siswa, seperti: bolos sekolah dan tawuran antar

pelajar.

C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian m1 penulis membatasi pada pokok permasalahan

yaitu:

a. Sikap siswa adalah pandangan, respon, penilaian serta tanggung jawab

siswa terhadap penerapan nilai standar kelulusan yang ditetapkan oleh

pemerintah yang telah diberlakukan sejak tahun ajaran 2003/2004

b. Nilai standar kelulusan yang dimaksud adalah angka yang ditetapkan oleh

Depdiknas yaitu minimal 4,26 untuk setiap bidang studi yang diujikan

dengan nilai rata-rata 4,50. Standar ini diberlakukan untuk tahun ajaran

200512006

c. Motivasi yang dimaksud adalah motivasi belajar matematika.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah mengacu pada:

"Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara sikap siswa tentang

penerapan nilai standar kelulusan ujian nasional dengan motivasi belajar

matematika ?"

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui sikap siswa dalam merespon penerapan nilai

standar kelulusan.

b. Untuk mengetahui motivasi belajar matematika siswa setelah standar

nilai kelulusan diterapkan

c. Untuk mengetahui adakah hubungan antara sikap s1swa tentang

penerapan nilai standar kelulusan ujian nasional dengan motivasi

(22)

2. Kegunaan Penelitian

a. Sarana evaluasi bagi siswa untuk rnengetahui sejauh rnana usaha yang

dilakukannya selama belajar di sekolah

b. Memberikan rnotivasi kepada siswa untuk lebih sungguh-sungguh

dalarn belajar

c. Bagi guru; sebagai bahan evaluasi untuk rneningkatkan

profesionalitasnya dalarn rnengajar

d. Sebagai rnasukan bagi pernerintah dalarn rnenentukam kebijakan

selanjutnya, terutarna dalam rnenerapkan kebijakan standar kelulusan

(23)

A. Deskripsi Teoritis Sikap, Nilai Standar Kelnlnsan, dan Motivasi Belajar

1. Hakikat Sikap Siswa

Sikap adalah aspek penting dalam menentukan tindakan seseorang. Dengan

mempelajari sikap, seseorang akan dapat memahami tingkah lakunya, karena

tingkah laku seseorang dilatarbelakangi oleh sikapnya. Dalam arti yang sempit

sikap adalah pandangan atau kecenderungan mental. Menurut Bruno (1987), sikap

(attitude) aclalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi clengan cara

baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. 1

Sarnoff mengidentif'ikasikan sikap sebagai kesediaan untuk bereaksi

(di:,7wsition to react) secara positif (favourably) atau secara negatif

(unfavourably) terhadap objek-objek tertentu. 2 Jadi sikap seseorang terhadap

objek sikap tergantung kepada individu dalam menyikapi stimulus yang

ditimbulkan. Hal ini sesuai dengan apa yang clikemukakan oleh N. Purwanto,

"Sikap adalah suatu cara reaksi terhaclap suatu perangsang. "3

Sedangkan menurut Ellis yang dikutip oleh Ngalim Purwanto menyatakan

bahwa sikap itu sebagai berikut: "Attitude involve some knowledge of situation.

However, the esessential aspect of the attitude is found in the fact that some

characteristic feeling or emotion is experienced, and as we would accordingly

expect, some definite tendency to action is associated" 4

Jadi menurut Ellis, yang sangat memegang peranan penting di dalam sikap

ialah faktor perasaan atau emosi, clan faktor kedua adalah reaksi atau respon, atau

kecenderungan untuk bereaksi.

1

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Boru, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2003) h. I 20

2

Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, ( Jakarta: PT

Gravindo Persada, 2004), cet. ke-9, h.162

3

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000) cet.ke-16, h.140

4 nセ。ャゥュ@

(24)

Seseorang akan bersikap positif atau negatif terhadap objek sikap tergantung

pada emosi yang dirasakan selanjutnya. Hal tersebut yang akan menentukan

kecenderungan untuk melakukan tindakan. "Dalam sikap positif kecenderungan

tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu; sedangkan

dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,

membenci dan tidak menyukai objek tertentu."5 Jadi, kecenderungan seseorang

untuk melakukan tindakan sangat dipengaruhi oleh sikapnya terhadap objek.

Menurut Sears, Freedman dan Peplau, pengertian baru sikap terhadap objek,

gagasan atau orang tertentu merupakan orientasi yang bersifat menetap dengan

komponen-kompenen kognitif, afektif dan prilaku. Komponen kognitif terdiri dari

seluruh kognisi yang dimiliki seseorang mengenai objek tertentu, fakta,

pengetahuan, dan keyakinan tentang objek. Komponen afektif terdiri dari seluruh

perasaan atau emosi seseorang terhadap objek, terutama penilaian. Komponen

perilaku terdiri dari kesiapan seseorang untuk bereaksi atau kecendenmgan untuk

be1iindak. (Sears, Freedman, dan Peplau, 1991) 6

Menurut Jalaludin, sikap mengandung tiga komponen yaitu komponen

kognisi, afeksi, dan konasi.7 Komponen kognisi berisi kepercayaan seseorang

mengaenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan

datang dari apa yang dilihat dan diketahui, yang selanjutnya membentuk suatu ide

atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek. Sekali

kepercayaan itu telah terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan

seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari objek te1ientu. Dengan

demikian interaksi dengan pengalaman di masa yang akan datang serta prediksi

mengenai pengalaman tersebut akan lebih mempunyai arti dan keteraturan.

Komponen afeksi menyangkut masalah emosional subjketif seseorang

terhadap objek sikap. Reaksi emosional yang merupakan komponen afektif ini

banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang dipercaya sebagai kebenaran

5

Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umwn Psiko/ogi, ( Jakarta: PT Bulan Bintang, 2003), cet. ke-9, h.100

6

(25)

dan berlaku bagi objek dimaksud. Komponen afeksi ini berhubungan dengan apa

yang dirasakan oleh seseorang terhadap objek misalnya perasaan senang atau

tidak senang.

Sedangkan komponen konasi dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana

perilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang

dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan

banyak mempengaruhi perilaku. Kecenderungan berperilaku secara konsisten,

selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap individual.

Demikian juga Ma'rat mengemukakan bahwa "Sikap merupakan suatu

sistem yang yang terdiri dari tiga komponen yaitu komponen yang berhubungan

dengan kepercayaan (belief), ide dan konsep; komponen afeksi yang menyangkut

kehidupan emosional seseorang; dan komponen konasi yang merupakan

kecenderungan bertingkah laku. "8

Dalam bagian lain Allpmt (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai

tiga komponen pokok, yakni:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.

c. Kecenderungan unh1k bertindak (trend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh

(total attidude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir,

keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

Dari beberapa uraian di atas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa respon

seseorang terhadap suatu objek dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu respon

kognitif yang berkaitan dengan persepsi atau kepercayaan tentang sesuatu; respon

afektif, yaitu perasaan atau motivasi yang diarahkan terhadap suatu objek. Ini

berkaitan dengan kondisi emosional seseorang. Dan respon konatif atau

kecenderungan untuk melakukan tindakan. Ketiganya saling berkaitan dalam

membentuk sikap seseorang terhadap objek yang sedang dihadapi.

8

(26)

Sikap sebagai suatu sistem evaluasi positif atau negatif, perasaan emosional

dan kecenderungan dalam tindakan, baik menyetujui maupun menolak suatu

objek (Corsini dan Auerbach). 9 Adapun ciri-ciri sikap sebagai berikut:

a. Dalam sikap selalu ada hubungan antara subyek dan objek. Tidak ada sikap tanpa objek.

b. Sikap tidak dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk dan dipelajari melalui pengalaman-pengalaman.

c. Karena sikap dibentuk dan dipelajari, maka sikap dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan di sekitar individu pada saat yang berbeda.

d. Terdapat faktor motivasi dan perasaan.

e. Sikap tidak menghilang walaupun kebutuhan sudah dipenuhi. Jadi berbeda dengan refleks atau dorongan.

f. Sikap tidak hanya satu macam, melainkan bermacam-macam sesuai dengan banyaknya objek yang dapat menjadi perhatian orang yang bersangkutan. 10

Sikap seseorang terhadap suatu objek dapat dibagi menjadi beberapa

tingkatan:

a. Menerima (receiving)

Menerima berarti bahwa seseorang mau dan memperhatikan stimulus yang

diberikan objek

b. Merespon (responding)

Memberikan tanggapan terhadap objek. Misalnya, menjawab apabila ditanya,

mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang

lain terhadap suatu masalah yang berkaitan dengan objek.

d. Bertanggungjawab (responsible)

Bersedia untuk menjalankan dan bersedia menanggung segala resiko dari

sesuatu yang telah dipilihnya.

Berikut ini adalah bagan yang dapat menjelaskan bagaimana terbentulmya

sikap.

9

(27)

Faktor internal • fisiologis

psikologis

Faktor eksternal sikap Objek sikap

Pengala1nan Situasi Nonna-norn1a

• Hambatan

pendorong reaksi

Dari bagan tersebut dapat dikemukakan bahwa sikap seseorang terhadap

suatu objek sekap dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal meliputi; keadaan fisiologis dan psikologis yang

bersangkutan, sedangkan faktor eksternal dapat berwujud situasi yang dihadapi

oleh individu, nonna-norma yang ada dalam masyarakat, hambatan-hambatan

atau pendorong-pendorong yang ada dalam masyarakat. Semuanya ini akan

berpengaruh pada sikap yang ada pada diri seseorang.

Sedangkan menurut Saifudin Azwar, faktor yang mempengaruhi

)

pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang

dianggap penting, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta

faktor emosi dalam diri individu11• Untuk dapat mempunyai tanggapan dan

penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan

objek psikologis. Pembentukan kesan atau tanggapan terhadap objek merupakan

proses kompleks dalam diri individu yang melibatkan diri individu yang

bersangkutan, situasi dimana tanggapan itu terbentuk, dan ciri-ciri objek yang

dimiliki oleh stimulus. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap,

pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat.

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis

dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain

dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari

konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

(28)

Sikap seseorang juga bisa terbentuk karena faktor budaya dimana yang

bersangkutan tinggal. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya,

karena kebudayaan pula yang memberi corak pengalaman individu dalam

masyarakt tersebut. Hanya kepribadian yang mapan dan kuatlah yang dapat

memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individu.

Berbagai bentuk media massa mempunyai pengaruh yang besar dalam

pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Adanya infonnasi barn mengenai

sesuatu ha! memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap

ha! tersebut. Apabila pesan-pesan dari informasi tersebut cukup kuat, akan

memberi dasar afeksi yang cukup kuat sehingga dapat membentuk sikap

seseorang.

· Lembaga pendidikan sebagai suatu sistem memiliki pengaruh dalam

pembetukan sikap dikarenakan lembaga pendidikan meletakkan dasar pengertian

dan konsep moral dalam diri siswa.informasi yang diberikan oleh lembaga

pendidikan dalam ha! ini sekolah, akan memberikan informasi yang positif,

sehingga sikap siswa akan terbentuk secara positif pula sesuai dengan informasi

yang diterima.

Pembentukan sikap juga dapat dipengaruhi oleh faktor emosi seseorang.

Sikap ini berhubungan dengan pengetahuan seseorang terhadap objek sikap

dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Apabila objek sikap sesuai dengan

kemampuan seseorang maka yang timbul adalah emosi positif, seperti semangat,

ke1ja keras, pantang menyerah, sabar serta tekun, sebaliknya jika objek sikap

berlawanan dengan keadaan dirinya yang timbul adalah emosi negatif seperti

frustasi, takut, cemas dan dan perasaan rendah diri.

Peranan sikap dalam kehidupan manusia besar sekali, apabila sikap

sudah terbentuk maka akan menentukan tingkah laku manusia terhadap

objek-objeknya. Sikap terbentuk melalui bennacam-macam ha!, antara lain: 12

I). Pengalaman yang berulang-ulang, atau dapat pula melalui suatu pengalaman

yang disertai perasaan yang mendalam (pengalaman traumatik)

12

(29)

2). Imitasi/peniruan

Peniruan dapat terjadi tanpa disengaja, dapat pula dengan sengaJa,namun

individu harus mempunyai minat dan rasa kagum terhadap mode, di samping

itu diperlukan pula pemahaman dan kemampuan untuk mengenal dan

mengingat model yang hendak di tiru; peniruan akan terjadi lebih lancar bila

dilakukan secara kolektif daripada individu.

3). Sugesti

Di sini seseorang membentuk suatu sikap terhadap objek tanpa suatu alasan

dan pemikiran yang jelas, tetapi semata-mata karena pengaruh yang datang

dari seseorang atau sesuatu yang mempunyai wibawa dalam pandangannya.

4). ldentifikasi

Di sini seseorang meniru orang lain atau suatu organisasi atau badan tertentu

didasari suatu ketertarikan emosional sifatnya. Meniru dalam ha! ini lebih

banyak dalam arti berusaha menyamai.

Berdasarkan uraian di atas, maka sikap menunjukan adanya proses

pembentukan dan perubahan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor

yang merupakan determinan sikap antara lain yang penting adalah faktor

psikologis, faktor fisiologis, faktor pengalaman langsung dengan objek sikap dan

komunikasi sosial. Semua faktor tersebut berpengaruh terhadap terbentulmya

sikap seseorang dan untuk perkembangan selanjutnya.

2. Nilai Standar Kelulusan Ujian Nasional

Sejak manusia melakukan usaha mendidik anak-anaknya pastilah mereka

telah pula melakukan usaha menilai hasil-hasil usaha mereka dalam mendidik

anak-anak mereka itu, kendatipun dalam bentuk dan cara yang sangat sederhana

sekali. Memang tindakan tersebut wajar dan tidak dapat tidak pasti dijalankan,

karena sebenamya penilaian hasil-hasil pendidikan itu tidak dapat dipisahkan dari

usaha pendidikan itu sendiri. Penilaian merupakan salah satu aspek yang hakiki

dari usaha itu sendiri.

Pendidikan adalah usaha manusia (pendidik) untuk dengan penuh tanggung

(30)

mengandung masalah penilaian terhadap basil usaha tersebut. Sebab, orang butuh

mengetalmi (dengan alasan yang bermacam-macam) sampai sejauh manakab

tujuan atau cita-cita yang ingin dicapai itu sudah terwujud atau terlaksana dalam

usaha-usaha yang telah dijalankan.13

Dalam setiap usaha manusia pada umumnya selalu dibutuhkan penilaian

terhadap usaha-usaha yang telal1 dilakukannya, yang berguna sebagai bahan

orientasi dalam menentukan keberhasilan dari usaha tersebut. Secara psikologis

orang selalu perlu mengetahui sejauh manakah dia berjalan menuju tujuan yang

ingin dicapainya. Untuk mengetalmi ha! tersebut diperlukan adanya alat ukur yang

dapat mengukur sej auh mana ketercapaian usaha yang telah dilakukan.

Nilai adalah angka (bisa juga huruf), yang merupakan ubaban dari skor yang

sudah dijadikan satu dengan skor-skor lainnya, sarta disesuaikan pengaturannya

dengan standar tertentu.14 Skor adalah basil pekerjaan menyekor (memberikan

angka), yang diperoleh dengan jalan menjumlahkan angka-angka bagi setiap butir

item yang oleh testee telah dijawab dengan betul, dengan memperhitungkan bobot

betulnya.15 Nilai pada dasarnya adalah angka atau huruf yang melambangkan

seberapa jauh atau seberapa besar kemampuan yang telah ditunjukkan oleh testee

terhadap materi atau bahan yang diteskan, sesuai dengan tujuan instruksional

khusus yang telah ditetapkan.16

Pengolaban dan pengubahan skor mentab menjadi nilai itu dapat

menggunakan berbagai macam skala: skala lima (stanjive), yaitu nilai standar

berskala lima atau yang sering dikenal dengan istilah nilai huruf A, B, C, D, dan

F. Skala sembilan (stanine ), yaitu nilai standar berskala sembilan dimana

rentangan nilainya mulai dari I sampai dengan 9, skala sebelas (stanel), yaitu

rentangan nilai mulai dari 0 dampai 10.17

13

Sunadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002). ed 1, cet 11, h.293-294

'" Anas Sudjino, Pengantar Evaluasi Pendididkan,(Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada. 2001)h.311

15 Anas Sudjino, Pengantar Eva/uasi ... h. 309

16

(31)

Dalam UU Sisdiknas NO 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Bab XVI, pasal 58 disebutkan bahwa

I. Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses kemajuan, dan perbaikan basil belajar peserta didik secara

berkesinambungan.

2. Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan

oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan dan sistemik

untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan. 18

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa tidak ada yang menyatakan bahwa

guru yang menentukan kelulusan peserta didik. Guru bertugas mengevaluasi

secara internal untuk memperbaiki proses belajar mengajar. Evaluasi yang

bertujuan untuk menentukan pencapaian standar kelulusan dilakukan oleh

lembaga mandiri. Untuk tugas tersebut pemerintah menunjuk Badan Standar

Nasional Pendidikan (BSNP) sebagai badan mandiri dan independen yang

bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan dan mengevaluasi standar

nasional pendidikan.

Standar kelulusan atau standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi

kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan ketrampilan.19 Lebih

lanjut dijelaskan pada Bab V pasal 25 mengenai standar kompetensi lulusan

bahwa standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman dalam penentuan

kelulusan peserta didik. Kompetensi tersebut meliputi seluruh mata pelajaran atau

kelompok mata pelajaran. Artinya yang menjadi pedoman dalam menentukan

kelulusan siswa adalah kemampuan siswa dalam mencapai standar kompetensi.

Penilaian hasil belajar bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi

lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata

pelajaran ilmu pengetalman dan teknologi, dan dilakukan diam bentuk UJian

nasional. Ujian nasional dilakukan secara objektif, berkeadilan dan akuntabel,

serta diadakan sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun pelajaran.

18 Undang-undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) 2003 (Jakarta: Sinar Grafika, 2003) h.29

19

(32)

Dalam dunia pendidikan, alat UJI penting untuk menelaah hal-hal yang

terjadi berhubungan dengan tujuan operasional. Alat uji juga perlu untuk

meningkatkan proses belajar. Untuk tujuan tersebut maka tes (ujian) merupakan

salah satu alat ukur yang penting. Alat ukur yang baik (sahih) adalah alat ukur

yang mempersyaratkan beberapa ha!, sehingga alat ukur tersebut menghasilkan

informasi yang mengandung ketepatan yang tinggi dan kesalahan kecil, sehingga

hasilnya dapat diandalkan.

Persyaratan alat ukur pendidikan sebagaimana yang dikemukakan oleh

Cronbach meliputi kesahihan (validitas) yang diperoleh melalui korelasi sebuah

tes dengan suatu !criteria tes yang ditentukan, dan keterandalan (reliabilitas) alat

ukur yakni suatu proses yang dilakukan oleh pengguna tes dalam mengumpulkan

bukti untuk mendukung inferensi yang dibuat berdasarkan skor tes.20 Tes yang

diujikan untuk ujian nasional adalah tes yang telah dirancang sedemikian rupa

sehingga telah dianggap memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi.

Apa saja yang dapat dinilai dengan ujian?

a. Dengan ujian pengajar dapat menilai hasil pengajaran yang ia lalrnkan.

Dengan uj ian ia dapat mengukur hasilnya yang disebut sebagai nilai hasil.

Pengajar berhasrat untuk mengetahui sampai dimana muridnya berhasil

menyelesaikan proses belajar. Jadi fungsi dari penilaian adalal1 untuk

mengetahui sejauh mana siswa dapat memahami apa yang disampaikan oleh

gurunya

b. Dengan ujian pengaJar JUga dapat menilai jalannya proses belajar. Ini

dinamakan nilai proses. Pengaj ar meneliti sampai dimana dia sendiri berhasil

memberi kemungkinan kepada siswa untuk menyelesaikan proses belajarnya.

Fungsi kedua ini mempunyai hubungan yang erat dengan tujuan mengajar

yang ingin dicapai oleh pengajar.

c. Fungsi lain adalah fungsi institusional. Fungsi ini lebih berkaitan dengan

keputusan lembaga untuk menentukan kelulusan siswa atau mahasiswa.21

20

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, 2004) No. 048 tahun ke-10 h. 342

(33)

142-Dengan mengetahui malrna penilaian ditinjau dari berbagai segi dalam

sistem pendidikan, maka dengan cara lain dapat dikatakan bahwa fungsi penilaian

ada beberapa ha!:

a. Selektif

Maksudnya bahwa hasil penilaian pendidikan hams dapat dijadikan sebagai

salah satu pertimbangan untuk menerima atau menolak seorang pelamar

khususnya jika tempat yang tersedia lebih sedikit dari jumlah yang melamar.

Dengan earn mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan

seleksi terhadap siswanya.

b. Diagnostik

Apabila alat yang digunakan dalam penilaian memenuhi persyaratan, maka

dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa. Disamping itu,

diketahui pula penyebab kelemahan itu. Jadi dengan mengadakan penilaian,

sebenarnya guru mengadakan diagnosis kepada siswa tentang kebaikan dan

kelemahannya. Dengan diketahui sebab-sebab kelemahan ini, akan lebih mudah

dicari earn untuk mengatasinya.

c. Penempatan

Pendekatan yang lebih bersifat melayani perbedaan kemampuan, adalah

pengajaran secara kelompok. Untuk dapat menentukan dengan pasti dikelompok

mana seorang siswa hams ditempatkan, digunakanlah suatu penilaian. Artinya,

hasil penilaian dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan

keberadaan siswa dalam suatu kelompok tertentu.

d. Pengukur Keberhasilan

Fungsi keempat dari penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh

mana suatu program berhasil diterapkan, dimana keberhasilan suatu program

ditentukan oleh beberapa faktor yaitu faktor guru, metode mengajar, kurikulum,

sarana, dan sistem administrasi.22

22

(34)

Penilaian pendidikan apapun bentuknya, dan bagaimanapun pelaksanaannya

harus dapat memenuhi fungsinya baik sebagai akuntabilitas publik, pengendalian

mutu, motivator, seleksi penempatan dan diagnostik23.

Maksud akuntabilitas publik adalah bahwa penilaian pendidikan harus

mampu menyediakan dan memberikaninformasi kepada masyarakat mengenai

kemajuan dan prestasi yang dicapai sehubungan dengan manfaat dari setiap biaya

yang dikeluarkan dalam kegiatan pendidikan.

Pengendalian mutu pendidikan maksudnya adalah penilaian pendidikan

harus dapat menjadi instrumen untuk mengendalikan dan menjamin bahwa setiap

keluaran pendidikan telah memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan

standar kelulusan.

Motivator maksudnya bahwa penilaian pendidikan harus dapat menjadi

instrumen utnuk mendorong pengelola, penyelenggara, dan peserta pendidikan

untuk berusaha semaksimal mungkin dalarn mewujudkan hasil yang telah

ditetapkan. Seleksi dan penempatan maksudnya adalah bahwa hasil dari penilaian

dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan untuk menentuikan status yang

bersangkutan apakah lulus atau tidak.

Diagnostik maksudnya bahwa penilaian pendidikan harus dapat memberikan

umpan balik kepada lembaga pendidikan maupun pemerintah untuk

mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya sebagai bahan evaluasi

pelaksanaan program. Umpan balik yang tepat dapat mendorong dan

mendongkrak kegiatan dan program pendidikan nntuk meningkatkan mutu

layanan secara berkelanjutan dan meningkatkan kualitas hasilnya.

Penilaian basil belajar bertujuan melihat kemajuan belajar pese1ia didik

clalam hal penguasaan materi pengajaran yang telah dipelajarinya sesuai dengan

tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.24 Jadi, keberhasilan sebuah proses pendidikan

clapat diukur melalui pencapaian tujuan yang ditetapkan. Dalam PP RI NO.

19

tahun 2005 tentang Stanclar Nasional Pendidikan pada Bab X, bagian kesatu pasal

23

(35)

63 disebutkan babwa; penilaian pada jenjang pendidikan dasar dan menengah

terdiri atas:

a. penilian basil belajar oleb pendidik;

b. penilaian basil belajar oleb satuan pendidikan; dan

c. penilaian basil belajar oleb pemerintab.25

Pada pasal 66, selanjutnya disebutkan mengenai penjelasan dari pasal 63

tersebut babwa tujuan dari penilaian basil belajar adalah untuk menilai pencapaian

standar kompetensi lulusan. Standar ini digunakan sebagai pedoman penilaian

dalam penentuan kelulusan peserta didik, yang meliputi kompetensi untuk selurub

mata pelajaran, serta mencakup aspek sikap, pengetabuan, dan keterampilan.

Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk

meningkatkan kecerdasan, pengetabuan, kepribadian, akhlak mulia, seerta

keterampilan untuk bidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Penilaian basil belajar sebagaimana dimaksud dalam pasal 63 ayat 1 butir c

bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran te1ientu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan

teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional.26

Ujian nasional adalal1 suatu ujian bagi para siswa sekolab untuk

mengakbiri masa studinya yang dilaksanakan secara nasional baik menyangkut

penyelenggara, wal,tu pelaksanaan, matreri soal maupun kritewria kelulusannya,

untuk satuan pendidikan yang sejenis dan sederajat. Ujian nasional dapat

berbentuk Ujian Akhir Nasional (UAN), Ujian Nasional (UN), Ujian Negara, dan

sebagainya.

Landasan pelaksanaan ujian nasional adalah pasal 35 ayat 1 undang-undang

sisdiknas yang menyebutkan secara eksplisit bahwa standar nasional pendiidkan

terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana

dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan yang harus

ditingkatkan secara berencana dan berkala.

Selanjutnya pasal 57 ayat (1) Undang-undang sisdiknas secara eksplisit dan

jelas menyebutkan babwa evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu

(36)

pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan

pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pada pasal 1 ayat I

Peraturan Pemerintah no 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan

pnmerintah Provinsi sebagai daerah otonom secara eksplisit menyebutkan bahwa

penetapan standar kompetensi siswa dan warga belajar serta pengaturan

kurikulum nasional dan penilaian basil belajar secara nasional serta pedoman

pelaksanaannya dilkukan oleh pemerintah.

Ujian nasional merupakan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan

untuk menentukan standar mutu pendidikan. Kebijakan ini berkaitan dengan

berbagai aspek yang dinamis, seperti budaya, kkondisi sosial ekonomi, bahkan

politik dan keamanan, sehingga akan selalu rentan terhadap perbedaan dan

kontroversi sejalan dengan perkembangan masyarakat. Kebijakan tersebut

merupakan keputusan politik atau politik pendidikan, yang menyangkut

kepentingan berbagi pihak, bahkan dalam batas-batas tertentu dapat dipolitisir

untuk kepentingan kekuasaan.

Ujian nasional dilakukan antara Iain untuk menegakkan akuntabilitas

pengelola dan penyelenggara pendidikan terhadap pihak-pihak yang

berkepentingan dan masyarakat pada umumnya. Oleh sebab itu, ujian nasional

harus mampu menyediakan informasi yang lengkap dan akurat kepada mesyarakat

tentang prestasi yang dicapai oleh setiap sekolah secara keseluruhan.informasi

ujian nasional harus memungkinkan berbagi pihak untuk mengetahui bagaimana

biaya yang dikeluarkan dapat dipertanggungjawabkan dalam bentuk prestasi

belajar peserta didik.

Penilaian yang dilakukan oleh pemerintah hendaknya tidak terfokus pada

penilaian hasil, tetapi juga terhadap program atau penilaian program. Penilaian

program perlu dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional dan Dinas

Pendidikan secara kontinu dan berkesinambungan. Penilaian program perlu

dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kurikulum dengan dasar, fungsi, dan

tujuan pendidikan nasional, serta kesesuaiannya dengan tuntutan perkembangan

masyarakat, dan kemajuan jaman. Dalam ha! ini, proses pembelajaran sebagai

(37)

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat pengguna jasa pendidikan melalui

kegiatan dan proses penilaian

berkesinambungan.

yang menyeluruh, sistematis dan

Ujian Nasional berfungsi sebagai quality control terhadap sistem

pendidikan, karena kontrol terhadap proses dan input pendidikan sudah

sedemikian kecil. Hasil ujian nasional dijadikan sebagai salah satu pertimbangan

untuk pemetaan mutu program dan satuan pendidikan; dasar seleksi masuk

jenjang pendidikan selanjutnya; penentuan kelulusan peserta didik; serta

pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya

meningkatkan mutu pendidikan. Nilai standar kelulusan merupakan tolok ukur

dari keberhasilan siswa, walaupun sebenarnya ukuran ini tidaklah mutlak karena

ada faktor-faktor lain yang dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan siswa.

Pada prinsipnya, pengukuran bertujuan untuk mengetahui karakteristik suatu

objek yang akan diukur. Khususnya, pengukuran pendididikan meliputi

pengukuran hasil belajar mencakup bermacam bidang tergantung objek hasil

belajar apa yang ingin diukur. Suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan

pengajaran dinyatakan berhasil apabila kompetensi dasar yang diharapkan dapat

tercapai. Ada dua macam pendekatan yang amat populer dalam mengevalusai atau

menilai tingkat keberhasilan/prestasi belajar yakni:

a. Penilaian Acuan Norma (Norm-Referenced Assesment)

Dalam penilaian yang menggunakan pendekatan PAN (Penilaian Acuan Norma), prestasi belajar seorang peserta didik diukur dengan cara membandingkannya dengan prestasi yang dicapai temru1-teman sekelas atau sekelompolmya (Tardif dkk.,1989:227).27

J adi, pemberian skor atau nilai peserta didik terse but merujuk pada hasil

perbandingru1 antara skor-skor yang diperoleh teman-teman sekelompoknya

dengan skornya sendiri.

b. Penilaian Acuan Kriteria (Criterion-Referenced Assesment)

Penilaian dengan pendekatan PAK (Penilaian Acuan Kriteria) menurut Tadif

et al (1989:95) merupakan proses pengukuran prestasi belajar dengan cara

17

(38)

membandingkan pencapaian seorang siswa dengan pelbagai perilaku ranab yang

telah ditetapkan secara baik (well-difined domain behaviours) sebagai patokan

absolut.28 Oleh karena itu, dalam mengimplementasikan pendekatan Penilaian

Acuan Kriteria diperlukan adanya kriteria mutlak yang merujuk pada tujuan

pembelajaran umum dan klmsus. Artinya, nilai atau kelulusan seorang siswa

bukan berdasakan perbandingan dengan nilai yang dicapai oleh rekan-rekan

sekelompoknya melainkan ditentukan oleh penguasaanya atas materi pelajaran

hingga batas yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

lndikator yang dijadikan sebagai tolok ukur dalam menyatakan babwa suatu

proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, berdasarkan ketentuan

kurikulum yang disempurnakan yang saat ini digunakan adalab:

a. Daya serap terhadap bahan pelajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi,

baik secara individu maupun kelompok.

b. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus (TIK)

telah dicapai siswa baik individu maupun kelompok.29

Ketercapaian tujuan-tujuan pembelajaran ini dapat dikategorikan menjadi

beberapa kategori yaitu: istimewa/maksimal, baik sekali/optimal, baik/minimal,

dan kurang. 30yang kriterianya sebagai berikut:

a. Istimewa/maksimal : apabila seluruh (100%) bahan pelajaran yang

diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa.

b. Baik sekali/optimal: apabila sebagian besar (76%-99%) bahan pelajaran yang

diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa.

c. Baik/minimal : Apabila Hanya (60%-75%) bahan pelajaran yang

diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa

d. Kurang : apabila bahan pelajaran yang diajarkan itu kurang dari 60% dapat

dikuasai oleh siswa.

28

Muhibbin Syah, Psikologi Belqjar .... h.218

29

Moh Uzer Usman, Lilis Setiawati, Upaya Optima/isasi Kegiatan Be/ajar Mengajar,

(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1993). h. 7-8

30

(39)

--Menetapkan batas minimum keberhasilan belajar siswa selalu berkaitan

dengan upaya pengungkapan basil belajar. Ada beberapa altematif norma

pengukuran tingkat keberhasilan siswa setelah mengikuti proses mengajar-belajar.

Diantara norma-norma tersebut adalah

a. Norma skala angka dari 0 sampai 10;

b. Norma skala angka dari 0 sampai 100.

Angka terendah yang menyatakan kelulusan/keberhasilan belajar (passing

grade) skala 0-10 adalah 5,5 atau 6, sedangkan untuk skala 0-100 adalah 55 atau

60. Pada prinsipnya jika seorang siswa dapat menyelesaikan lebih dari setengah

instrumen evaluasi dengan benar, ia dianggap telah memenuhi target minimal

keberhasilan belajar. Namun demikian, kiranya perlu dipertimbangkan oleh para

guru sekolah penetapan passing grade yang lebih tinggi (misalnya 65 atau 70)

untuk pelajaran-pelajaran inti (core subject). Pelajaran-pelajaran inti ini meliputi

bahasa dan matematika, karena kedua bidang studi ini (tanpa mengurangi

pentingnya bidang-bidang studi lainnya) merupakan "kunci pintu"

pengetahuan-pengetahuan lainnya. Pengkhususan seperti ini sudah berlaku umum di banyak

negara maju dan telah mendorong peningkatan kemajuan belajar siswa dalam

bidang-bidang studi lainnya.31

Pese1ta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar

dan menengah setelah: menyelesaikan seluruh program pembelajaran;

memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh kelompok

mata pelajaran; lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu

pengetahuan dan teknologi; dan lulus ujian nasional.

Mutu pendidikan di Indonesia masih relatif rendah, dan mutu pendidikan

antardaerah dan antarsekolah juga sangat bervariasi. Hal itu dikarenakan belum

adanya tradisi penerapan standar nasioanl dfalam penyelenggaraan pendidikan

nasional di Indonesia. Meskipun sekarang ini Indonesia telah memiliki sistem

pendidikan yang dibakukan dalam dokumen perundangan, dari Undang-Undang

Dasar (UUD), Undang-Undang (UU), sampai dengan Peraturan Pemerintah (PP).

31

(40)

Akan tetapi penerapan satndar nasional memang beluim menjadi tradisi positif

dalam dunia pendidikan nasional. Belum diterapkannya standar nasional secara

objektif dan konsisten dikarenakan indonesia masih menghadapi berbagai

kompleksitas permasalahan yang elementer dalam peyelenggaraan pendidikan

nasional; antara lain mengenai bangunan sekolah yang banyak mengalami

kerusakan, kualitas guru yang jauh dari kelayakan, aktivitas akademis dosen yang

kurang berj alan, dan sebagainya.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa nilai standar kelulusan

adalah taraf standar yang ditetapkan yang harus dicapai oleh siswa untuk

mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam menguasai bahan ajar. Penguasaan

bahan ajar ini diukur melalui tes prestasi belajar, dalam ha! ini adalah Ujian

Nasional (UN), untuk menentukan apakah setiap keluaran (output) pendidikan

telah memenuhi kualifikasi, dan kompetensi sesuai dengan standar keluluisan.

Apabila ia dapat mencapai nilai standar yang ditetapkan maka peserta didik

dinyatakan lulus dan sebaliknya jika nilai yang diperoleh tidak mencapai standar

kelulusan, maka pese1ia didik dinyatakan tidak lulus. Kelulusan pese1ia didik

ditetapkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan kriteria yang

dikembangkan oleh BNSP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

3. Motivasi Belajar Matematika

Semua aktivitas manusia pada hakekatnya dilakukan atas dasar adanya

dorongan atau kebutuhan untuk mencapai suatu tujuan yaitu terpenuhinya

kebutuhan hidup. Daya dorong yang menggerakkan seseorang untuk melakukan

suatu tindakan te1ientu disebut sebagai motivasi.

Motivasi adalah dorongan dasar yang mendorong seseorang untuk

bertingkah laku. Dorongan tersebut terdapat pada diri seseorang yang

menggerakkan untuk melakukan sesuatu. Setiap perbuatan seseorang tentu ada

yang mendasarinya. Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang

menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia.32 Jadi, motivasi merupakan

(41)

daya penggerak atau pendorong yang menyebabkan manusia melakukan

perbuatan tertentu dan mengarahkan tindakan kepada tujuan tertentu.

Menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri

seseorangyang ditandai dengan munculyafeeling dan didahului dengan tanggapan

terhadap adanya tujuan33. Dari pengertian tersebut, motivasi memiliki tiga

komponen penting yaitu:

a. motivasi mengawali terjadinya perubahan energi pada setiap individu.

b. Motivasi ditandai dengan munculnya rasa ataufeeling.

c. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi merupakan

sebuah respon dari suatu tujuan

Motivasi yang ada pada diri setiap orang itu memiliki cm-cm sebagai

berikut:

a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terns menerus dalam waktu yang

lama, t

Gambar

Tabel 1. Prosentase kelulusan UAN 2005 secara nasional ..............................
Tabel I
Tabel3
Tabel 5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Melalui diskusi kelompok dalam permainan TTS, siswa dapat menjelaskan peranan perjuangan tokoh-tokoh Indonesia melawan Jepang dan Belanda dengan benar.. Melalui

[r]

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Pemenang Nomor : 10/BA.7/PPBJ-LLASDP/2012 tanggal 13 April 2012 untuk pekerjaan Pengadaan Radio Komunikasi Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue

Analisis inferensial dimaksudkan untuk menguji hipotesis dalam penarikan sampel. Uji yang digunakan adalah uji beda dua rata-rata antara kelas sampel. Untuk

membaca sastra.. atau dinyaringkan dengan lafal dan intonasi yang tepat. Kegiatan membaca nyaring memiliki tujuan dan manfaat tersendiri sama halnya dengan membaca

Adapun judul dari tugas akhir ini adalah “Analisa Erosi dan Sedimentasi untuk Perkuatan Tebing dan Normalisasi Sungai Lawe Sigala-gala di Kabupaten

7 KEPMENAKERTRANS 282 2004 ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT BADAN NASIONAL SERTIFIKASI PROFESI 8 -KEPMENAKERTRANS 76 2005 AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI SECURITY

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Dimensi sikap terhadap uang, Power prestige, Distrust, dan Anxiety berhubungan erat dengan perilaku pembelian kompulsif dan