• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Komunikasi Terapeutik Terhadap Penurunan Kecemasan Ibu Bersalin Seksio Sesarea di RSUD dr. Pirngadi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektifitas Komunikasi Terapeutik Terhadap Penurunan Kecemasan Ibu Bersalin Seksio Sesarea di RSUD dr. Pirngadi."

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP

PENURUNAN KECEMASAN IBU BERSALIN SEKSIO

SESAREA DI RSUD dr. PIRNGADI MEDAN

SKRIPSI

OLEH

BENITA APSALEHMI ZENDRATO

101101116

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

PRAKATA

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yesus karenapenyertaan-Nyayang sempurna penulis bisa menyelesaikan skripsiini dengan judul “Efektifitas

Komunikasi Terapeutik Terhadap Penurunan Kecemasan Ibu Bersalin

Seksio Sesarea di RSUD dr. Pirngadi”. Skirpsiini merupakantugas akhir yang

harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa S-1 keperawatan sebelum memperoleh gelar sarjana keperawatan di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada saat penyusunan skripsi penulis telah mendapat banyak bimbingan, arahan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I, Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan II dan Ikhsanuddin A Harahap, S.Kp, MNS

selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Siti Saidah Nasution, SKp, MKep, Sp. Mat selaku dosen pembimbing yang

(4)

4. Cholina Trisa Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.KMB selaku dosen pembimbing

akademikyang telah banyak membantu selama belajar di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Reni Asmara Ariga, S.Kp, M.A.R.S selaku dosen penguji I dan Nur Asiah, S.Kep, Ns, M. Biomed selaku dosen penguji II yang memberikan masukan dan saran.

6. Papa (Ar. Zendrato) dan mama (Ros. Hulu) yang luar biasa serta kakak dan adik. Terimakasih banyak buat setiap doa dan dukungan baik secara moril

maupun materi hingga penulis tetap kuat dan tidak menyerah.

7. Direktur RSUD dr. Pirngadi Medan yang memberikan izin penelitian dan Direktur RSU Haji Adam Malik Medan yang memberikan izin untuk

reliabilitas.

8. Para responden yang berpartisipasi meluangkan waktu untuk pengisian

kuesioner.

9. Rekan-rekan mahasiswa stambuk 2010 S1 Keperawatan Universitas

Sumatera Utara dan semua sahabat yang belum penulis sebutkan satu per

(5)

Penulis berdoa semoga Tuhan Yesus yang penuh kasih melimpahkan berkat

dan karuniaNya kepada semua pihak yang telah banyak membantu. Penulis juga menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan baik

dari segi penulisan maupun dari tata bahasanya, maka dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat

bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan, terkhusus ilmu keperawatan.

Medan, Juli 2014

(6)

Daftar Isi

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Prakata ... iii

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Komunikasi Terapeutik... 6

1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik ... 6

1.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik ... 6

1.3 Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik ... 6

1.4 Karakteristik Komunikasi Terapeutik ... 7

1.5 Teknik Komunikasi Terapeutik ... 7

1.6 Fase-Fase Komunikasi Terapeutik ... 9

1.7 Teknik Komunikasi Terapeutik yang Kurang Tepat... 10

1.8 Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan ... 10

2. Konsep Persalinan Seksio Sesarea ... 12

2.1 Pengertian Persalinan Seksio Sesarea ... 12

2.2 Indikasi Seksio Sesarea ... 12

2.3 Kontra Indikasi Seksio Sesarea ... 13

(7)

2.5 Evidance Based Prosedur Seksio Sesarea ... 13

2.6 Kebutuhan Ibu Selama Persalinan ... 14

3. Konsep Kecemasan ... 15

3.1 Pengertian Kecemasan ... 15

3.2 Karakteristik Kecemasan ... 15

3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan ... 16

3.4 Tingkat Kecemasan ... 16

3.5 Respon Perilaku Cemas ... 18

3.6 Pengukuran Tingkat Kecemasan ... 19

3.7 Kecemasan Pada Ibu Hamil ... 21

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konsep ... 22

2. Defenisi Operasional ... 22

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 26

2. Populasi dan Sampel ... 27

2.1Populasi ... 27

2.2Sampel ... 27

2.3Teknik Sampling ... 27

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

4. Pertimbangan Etik ... 28

5. Instrumen Penelitian ... 29

6. Uji Validitas dan Reliabilitas Penelitian ... 30

6.1 Uji Validitas ... 30

6.2 Uji Reliabilitas ... 30

7. Pengumpulan Data ... 30

8. Analisa Data ... 31

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian. ... 34

1.1Data Demografi ... 33

(8)

1.3Efek Komunikasi Terapeutik ... 37

2. Pembahasan ... 38

2.1Kecemasan sebelum dan sesudah komunikasi terapeutik ... 38

2.2Komunikasi terapeutik ... 42

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 48

2. Saran ... 49

Daftar Pustaka ... 50

Lampiran 1. Informed Consent ... 53

2. Lembar Kuesioner ... 55

3. Panduan Komunikasi Terapeutik ... 60

4. Jadwal Tentatif Penelitian ... 63

5. Taksasi Dana ... 64

6. Riwayat Hidup ... 65

7. Uji Reliabilitas ... 66

8. Uji Keabnormalan Data ... 68

9. Data Demografi ... 71

10.Data Instrumen ... 75 11.Surat Survey Awal

12.Surat Pernyataan Keaslian Terjemahan 13.Surat Uji Validitas

14.Surat Izin Reliabilitas 15.Surat Selesai Uji reliabilitas

16.Surat Persetujuan Komisi Etik Penelitian Kesehatan FKep 17.Surat Izin Pengambilan Data

(9)

Daftar Tabel

Tabel 3.1 Defenisi Operasional ... 23 Tabel 5.1 Distribusi frekuensi data demografi responden di RSUD dr.

Pirngadi Medan tahun 2014 ... 35 Tabel 5.2 Gambaran tingkat kecemasan responden sebelum dan sesudah

(10)

Daftar Skema

Skema 2.1 Rentang cemas ... 18

(11)

Judul : Efektifitas Komunikasi Terapeutik Terhadap Penurunan Kecemasan Ibu Bersalin Seksio Sesarea di RSUD dr. Pirngadi Medan

Peneliti : Benita Apsalehmi Zendrato

NIM : 101101116

Jurusan : Ilmu Keperawatan (S1 Keperawatan)

Tahun : 2014

ABSTRAK

Komunikasi terapeutik merupakan respon spesifik yang mendorong ekspresi perasaan dan ide serta penyampaian penerimaan dan penghargaan terhadap klien. Desain penelitian ini adalah quasi experiment dengan menggunakan one group pretest-posttest yang bertujuan untuk mengetahui efektifitas komunikasi terapeutik terhadap penurunan kecemasan ibu bersalin seksio sesarea. Penelitian dilaksanakan di RSUD dr. Pirngadi Medan mulai tanggal 07 Maret – 07 Mei 2014 dengan jumlah sampel 26 orang dan menggunakan metode accidental sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, yang terdiri dari 2 bagian, yaitu data demografi dan tingkat kecemasan responden. Pada hasil analisa data dibuat dalam bentuk tabel distribusi dan frekuensi, yang dikategorikan dengan tidak ada kecemasan, cemas ringan, cemas sedang, cemas berat, dan cemas berat sekali (panik). Hasil penelitian menggunakan paired t-test dependentUji t-test menghasilkan rata-rata nilai kecemasan sebelum komunikasi terapeutik 2,54 dengan standar deviasi (SD) 0,859 dan rata-rata nilai kecemasan setelah komunikasi terapeutik 1,46 dengan standar deviasi (SD) 0,647 dan

dengan tingkat signifikansi 95% (α=0,05) didapatkan bahwa nilai ρ=0,000<0,05

yang berarti memiliki hubungan yang signifikan dan Ha diterima. Dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik efektif terhadap penurunan kecemasan ibu bersalinan seksio sesarea. Komunikasi terapeutik memilki peran yang sangat penting dalam membantu proses penyembuhan seorang pasien terutama untuk menurunkan tingkat kecemasan seseorang. Oleh sebab itu, seorang perawat harus meningkatkan komunikasi terapeutik yang baik dengan pasien.

(12)

Title : The Effectiveness Of Therapeutic Communication To

Decrease The Anxiety Of Maternity Mother Cesarean Section Name Of Student : Benita Apsalehmi Zendrato

Student Number : 101101116

Program : Bachelor Of Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

Therapeutic communication is a specific response that encourages expression of feelings and ideas as well as delivery of acceptance and respect for the client. Design of the research is quasi experiment using one group pretest-posttest aims to find out the effectiveness of therapeutic communication to decrease anxiety of maternity mother cesarean section. Research was carried out at dr. Pirngadi general hospital Medan starting on 07 March-07 Mei 2014 with a total sample of 26 people with accidental sampling method. Data collection is carried out using a questionnaire, wich consists of two parts, namely the data demographics and anxiety level of the respondents. Data is made analysis in the form of table data distribution and frequencies, which are categorized with no anxiety, anziety, mild anxiety, and severe anxiety (panic). Research results using pairet t-test dependent. T-test. Test resulted a average value of anxiety before the therapeutic communication 2.54 with a standart deviation (SD) 0.89 and average values of anxiety after a therapeutic communication 1.46 with standart deviation (SD) 0.64 and with 95% significant level deviatioan 95% (a=0.05) found that the value

ρ=0.000<0.05 meaning that Ha accepted. It can be concluded that therapeutic

communication is effective against anxiety decrease of maternity mother sction. Therapeutic communication has a very important role in helping the process of healing a patient primarily to lower a person’s anxiety level. Therefore, a nurse must enchance the therapeutic communication with patient.

(13)

Judul : Efektifitas Komunikasi Terapeutik Terhadap Penurunan Kecemasan Ibu Bersalin Seksio Sesarea di RSUD dr. Pirngadi Medan

Peneliti : Benita Apsalehmi Zendrato

NIM : 101101116

Jurusan : Ilmu Keperawatan (S1 Keperawatan)

Tahun : 2014

ABSTRAK

Komunikasi terapeutik merupakan respon spesifik yang mendorong ekspresi perasaan dan ide serta penyampaian penerimaan dan penghargaan terhadap klien. Desain penelitian ini adalah quasi experiment dengan menggunakan one group pretest-posttest yang bertujuan untuk mengetahui efektifitas komunikasi terapeutik terhadap penurunan kecemasan ibu bersalin seksio sesarea. Penelitian dilaksanakan di RSUD dr. Pirngadi Medan mulai tanggal 07 Maret – 07 Mei 2014 dengan jumlah sampel 26 orang dan menggunakan metode accidental sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, yang terdiri dari 2 bagian, yaitu data demografi dan tingkat kecemasan responden. Pada hasil analisa data dibuat dalam bentuk tabel distribusi dan frekuensi, yang dikategorikan dengan tidak ada kecemasan, cemas ringan, cemas sedang, cemas berat, dan cemas berat sekali (panik). Hasil penelitian menggunakan paired t-test dependentUji t-test menghasilkan rata-rata nilai kecemasan sebelum komunikasi terapeutik 2,54 dengan standar deviasi (SD) 0,859 dan rata-rata nilai kecemasan setelah komunikasi terapeutik 1,46 dengan standar deviasi (SD) 0,647 dan

dengan tingkat signifikansi 95% (α=0,05) didapatkan bahwa nilai ρ=0,000<0,05

yang berarti memiliki hubungan yang signifikan dan Ha diterima. Dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik efektif terhadap penurunan kecemasan ibu bersalinan seksio sesarea. Komunikasi terapeutik memilki peran yang sangat penting dalam membantu proses penyembuhan seorang pasien terutama untuk menurunkan tingkat kecemasan seseorang. Oleh sebab itu, seorang perawat harus meningkatkan komunikasi terapeutik yang baik dengan pasien.

(14)

Title : The Effectiveness Of Therapeutic Communication To

Decrease The Anxiety Of Maternity Mother Cesarean Section Name Of Student : Benita Apsalehmi Zendrato

Student Number : 101101116

Program : Bachelor Of Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

Therapeutic communication is a specific response that encourages expression of feelings and ideas as well as delivery of acceptance and respect for the client. Design of the research is quasi experiment using one group pretest-posttest aims to find out the effectiveness of therapeutic communication to decrease anxiety of maternity mother cesarean section. Research was carried out at dr. Pirngadi general hospital Medan starting on 07 March-07 Mei 2014 with a total sample of 26 people with accidental sampling method. Data collection is carried out using a questionnaire, wich consists of two parts, namely the data demographics and anxiety level of the respondents. Data is made analysis in the form of table data distribution and frequencies, which are categorized with no anxiety, anziety, mild anxiety, and severe anxiety (panic). Research results using pairet t-test dependent. T-test. Test resulted a average value of anxiety before the therapeutic communication 2.54 with a standart deviation (SD) 0.89 and average values of anxiety after a therapeutic communication 1.46 with standart deviation (SD) 0.64 and with 95% significant level deviatioan 95% (a=0.05) found that the value

ρ=0.000<0.05 meaning that Ha accepted. It can be concluded that therapeutic

communication is effective against anxiety decrease of maternity mother sction. Therapeutic communication has a very important role in helping the process of healing a patient primarily to lower a person’s anxiety level. Therefore, a nurse must enchance the therapeutic communication with patient.

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Seorang perawat tidak akan mampu menolong klien jika tidak mengetahui

kebutuhan klien tersebut. Di butuhkanketerampilan komunikasi yang baik dari seorang perawat agar bisa mendapatkaninformasi tentang kliennya serta mampu

menolongnya.Menurut Arwani (2003)komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, atau perilaku secara keseluruhan baik secara langsung

dengan lisan maupun tidak langsung melalui media. Komunikasi sangat penting dilakukan demi tercapainya kebahagiaan hidup kita dan seorang perawat dapat

menggunakan teknik komunikasi yang sesuai dengan kebutuhan klien.Komunikasi menjadi dasar utama dalam mengimplementasikan asuhan keperawatan yang akan diberikan perawat kepada klien termasuk kepada ibu

hamil yang akan menghadapi proses persalinan secara seksio sesarea.

Persalinan adalah proses ketika janin, plasenta, dan membran dikeluarkan

melalui jalan lahir. Ketika ibu tidak mampu melahirkan tanpa bantuan medis atau bedah maka metode alternatif yang digunakan adalah persalinan dengan seksio sesarea.Seksio sesarea adalah prosedur operatif yang dilakukan dibawah anastesi

sehingga janin, plasenta, dan ketuban dilahirkan melalui insisi dinding abdomen dan uterus (Myles, 2009).

(16)

persalinan di negara berkembang. Di Indonesia persentase operasi seksio sesarea

sekitar 30% di rumah sakit pemerintah. Sedangkan angka kejadian persalinan seksio sesarea menurut data RSUD dr. Pirngadi Medan jumlah ibu bersalin seksio

sesarea tahun 2011 mencapai 365 orang dan pada tahun 2012 menjadi 369 orang (Kabid. Pengolahan Data & Rekam Medis RSUD dr. Pirngadi, 2013).

Proses persalinan seksio sesarea tidak hanya melibatkan proses fisiologis

ibu, akan tetapiproses psikologis juga turut berperan. Bahkan terkadang hambatan psikologis lebih besar pengaruhnya dibandingkan fisik.Ketika ibu sangat cemas

dan takut menghadapi persalinan, secara otomatis otak mengatur tubuh untuk merasakan nyeri yang lebih. Akibatnya, proses persalinan akan semakin sulit (Danuatmaja & Meiliasari, 2004).

Menurut Sheldon (2009) saat pasien berhadapan dengan ancaman kesehatan dan kesejahteraannya reaksi alami yang muncul adalah

kecemasan.Cemas merupakan perasaan takut atau gelisah yang tidak nyaman dan sumber perasaan ini bisa diketahui maupun tidak dan timbul dengan intensitas yang berbeda. Sedangkan menurut Maryunani (2010) kecemasan seorang ibu

dalam menghadapi proses persalinan seksio sesarea terkadang dikarenakan oleh rasa cemas apakah operasinya akan berjalan lancar dan bayinya sehat atau cacat,

rasa takut kepada darah, takut sakit, takut terjadi gangguan saat operasi. Selanjutnya rasa sakit dan cemas dapat memberikan pengaruh tidak baik.

Melihat berbagai bentuk kecemasan yang muncul pada ibu yang akan

(17)

seksio sesarea harus di atasi.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yusnita

(2012) terhadap 4 ibu yang telah melewati proses persalinan diketahui bahwa ke empat ibu tersebut mengatakan takut dan cemas serta merasa gelisah dan tegang

dalam menghadapi proses persalinan, tetapi kecemasannya dapat berkurang ketika perawat memberikan penjelasan terhadap pernyataan maupun keluhan yang dirasakannya. Ketika komunikasi di dalam ruang bersalin berjalan dengan lancar

maka kebanyakan ibu akan merasa nyaman dan senang dengan pelayanan perawat. Dengan demikian, mereka tidak khawatir dengan proses persalinan yang

akan dihadapi. Salah satu cara untuk mengatasi kecemasan tersebut adalah dengan komunikasi terapeutik.

Komunikasi terapeutik merupakan respon spesifik yang mendorong

ekspresi perasaan dan ide serta menyampaikan penerimaan dan penghargaan. Dibutuhkan latihan berulang-ulang sehingga semakin terampil dan nyaman dalam

mengerjakannya karena kepuasan besar akan timbul dari keberhasilan membentuk hubungan terapeutik dan pencapaian hasil klien yang diinginkan (Potter & Perry, 2009).

Keterampilan komunikasi terapeutik yang baik akan membedakan antara asuhan keperawatan rata-rata dengan asuhan keperawatan yang sangat baik.

Mendengar keluhan ibu, menjelaskan hal yang akan dihadapi ketika proses persalinan seksio sesarea, rasa nyaman berupa dorongan atau motivasi terutama dalam hal psikologis terkadang diabaikan oleh seorang perawat. Padahal, kualitas

(18)

Seorang perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang

dihadapinya melalui komunikasi terapeutik (Suryani, 2006).Dengan demikian, komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan dan dirancang untuk

tujuan terapi sehingga mempercepat proses penyembuhan klien. Dari pernyataan di atas maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang efektivitas komunikasi terapeutik terhadap penurunan kecemasan ibu bersalin

seksio sesarea di RSUD dr. Pirngadi Medan.

2. Rumusan Masalah

Bagaimana efektifitas komunikasi terapeutik terhadap penurunan kecemasan ibu bersalin seksio sesarea di RSUD dr. Pirngadi Medan?

3. Tujuan Penelitian

3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektifitas komunikasi terapeutik terhadap penurunan kecemasan ibu bersalin seksio sesarea di RSUD dr. Pirngadi Medan.

3.2Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan ibu bersalin seksio sesarea sebelum

dilakukan komunikasi terapeutik di RSUD dr. Pirngadi.

b. Untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan ibu bersalin seksio sesarea setelah dilakukan komunikasi terapeutik di RSUD dr. Pirngadi.

(19)

4. Hipotesa

Hipotesa penelitian ini adalah hipotesa alternatif (Ha). Ha dalam hal ini adalah komunikasi terapeutik efektif terhadap penurunan kecemasan ibu

bersalinan seksio sesarea di RSUD dr. Pirngadi Medan.

5. Manfaat Penelitian

5.1Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tambahan bagi

pendidikan keperawatan mengenai efektifitas komunikasi terapeutik terhadap penurunan kecemasan ibu bersalinan seksio sesarea.

5.2Pelayanan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang berguna bagi pelayananan kesehatan dalam hal memberikan intervensi atau tindakan.

5.3 Penelitian Keperawatan

Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan data dasar untuk peneliti selanjutnya mengenaiefektifitas komunikasi terapeutik terhadap penurunan

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Komunikasi Terapeutik

1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik merupakan respon spesifik yang mendorong ekspresi perasaan dan ide, serta menyampaikan penerimaan dan penghargaan.

Dibutuhkan latihan berulang-ulang sehingga semakin terampil dan nyaman dalam mengerjakannya karena kepuasan besar akan timbul dari keberhasilan membentuk

hubungan terapeutik dan pencapaian hasil klien yang diinginkan (Potter & Perry, 2009).

1.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik

Menurut Suryani (2006) komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih positif atau adaptif dan

diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi: (1) Realisasi diri, penerimaan diri, peningkatan kesadaran, dan penghargaan diri; (2) Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung dengan orang

lain dan mandiri; (3) Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis; (4) Rasa identitas personal yang

jelas dan peningkatan integritas diri.

1.3 Prinsip Dasar komunikasi Terapeutik

Menurut Nurhasanah (2010) prinsip komunikasi terdiri dari beberapa,

(21)

kesetaraan; (3)Kualitas hubungan perawat dengan klien ditentukan oleh

bagaimana perawat mendefinisikan dirinya sebagai manusia (human); (4)Perawat menggunakan dirinya dengan teknik pendekatan yang khusus untuk memberi

pengertian dan mengubah perilaku klien; (5) Perawat harus menghargai keunikan klien karena perawat memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat latar belakang; (6) Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi

maupun penerima pesan; (7) Trustharus dicapai terlebih dahulu sebelum identifikasi masalah dan alternative problem solving; (8)Trust adalah kunci dari

komunikasi terapeutik.

1.4 Karakteristik Komunikasi Terapeutik

Menurut Arwani (2003) karakteristik komunikasi terapeutik adalah (1)

Keikhalasan (genuineness) seorang perawat yang menyadari tentang nilai, sikap dan perasaan yang dimiliki klien. Perawat menunjukkan rasa ikhlas dan tidak akan

menolak segala bentuk perasaan negatif yang dipunyai klien bahkan ia akan berusaha berinteraksi dengan klien; (2) Empati (emphaty) perawat terhadap perasaan yang dialami klien; (3) Kehangatan (warmth) perawat dimana tercipta

hubungan yang saling membantu (helping relationship) dan memberi kesempatan klien untuk menceritakan keadaan dan nilai yang dianutnya secara bebas.

1.5 Teknik Komunikasi Terapeutik

Perawat dapat menyampaikan komunikasi terapeutik terhadap klien dengan mempergunakan teknik komunikasi terapeutik seperti yang di sebutkan

(22)

a. Mendengarkan (Listening)

Dengan mendengar perawat mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih banyak pada klien untuk bicara. Perawat harus menjadi pendengar yang

aktif.

b. Pertanyaan terbuka (Broad Opening)

Teknik ini memberi kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya

sesuai kehendak klien tanpa membatasi. c. Mengulang (Restarting)

Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien.

d. Klarifikasi

Bila perawat ragu, tidak mendengar, tidak jelas atau klien berhenti karena

malu mengemukakan informasi atau informasi yang diperoleh tidak lengkap. e. Refleksi

Reaksi perawat dan klien selama berlangsungnya komunikasi. Teknik refleksi

ini berguna untuk mengetahui dan menerima ide dan perasaan, mengoreksi, dan memberi keterangan lebih jelas.

f. Membagi persepsi

(23)

g. Identifikasi Tema

Latar belakang masalah yang dialami klien yang muncul selama percakapan. Gunanya untuk meningkatkan pengertian dan mengeksplorasi masalah yang

penting. h. Diam (Silent)

Tujuannya memberi kesempatan berpikir dan memotivasi klien untuk bicara

ketika diberi pertanyaan. Pada klien yang menarik diri, teknik diam berarti perawat menerima klien.

i. Informing

Memberi informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan. j. Saran

Memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah. Tepat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan.

1.6 Fase-Fase Komunikasi Terapeutik

Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Dalami dkk., 2009) fase komunikasi terapeutik dibagi 4 yaitu: (1) Pra interaksi dimulai sebelum kontak pertama

dengan klien, perawat mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutannya, sehingga kesadaran dan kesiapan perawat untuk melakukan hubungan dengan

klien dapat dipertanggungjawabkan. Tugas tambahan pada fase ini adalah mendapatkan informasi tentang klien dan menentukan kontak pertama; (2) Perkenalan atau orientasi dimulai saat bertemu dengan klien. Hal utama yang

(24)

pikiran, perasaan, perbuatan klien dan mengidentifikasi masalah serta

merumuskan tujuan bersama klien; (3) Fase kerja dimulai ketika perawat mengeksplorasi stressor dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan

menghubungkan persepsi, pikiran, perasaan dan perbuatan klien.Perawat membantu klien mengatasi kecemasan, meningkatkan kemandirian dan tanggung jawab diri sendiri; (4) Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan

klien dimana perawat mengevaluasi pencapaian tujuan dan perasaan klien setelah berinteraksi.

1.7 Teknik Komunikasi Terapeutik yang Kurang Tepat

Menurut Nurhasanah (2010) teknik komunikasi terapeutik yang kurang tepat yaitu: (1) Memberi jaminan dengan hasil yang belum pasti untuk maksud

menenangkan; (2) Memberikan penilaian terhadap nilai-nilai yang dianut klien; (3) Memberi komentar klise yang terlalu umum; (4) Memberi saran yang tidak

tepat kepada klien sehingga ketika saran tidak mampu mengatasi masalah maka klien akan menyalahkan perawat; (5) Mengubah pokok pembicaraan sehingga berorientasi kepada perawat; (6) Defensif sehingga menghambat klien dalam

mengungkapkan perasaanya.

1.8 Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan

a. Pengkajian yang terdiri dari : menentukan kemampuan seseorang dalam

proses informasi, mengevaluasi data tentang status mental pasien untuk menentukan batas intervensi, mengevaluasi kemampuan klien dalam

(25)

tingkat kecemasan klien sehingga dapat mengantisipasi intervensi yang

dibutuhkan (Mubarak dkk., 2007 dalam Nurhasanah, 2010).

b. Diagnosa yang terdiri dari : analisa tertulis dari penemuan pengkajian, sesi

perencanaan tim kesehatan, diskusi dengan klien dan keluarga untuk menentukan metode implementasi, membuat rujukan.

c. Rencana Tujuan yang terdiri dari : rencana asuhan tertulis, membantu klien

memenuhi kebutuhan sendiri, membantu klien agar dapat menerima pengalaman yang pernah dirasakan, meningkatkan harga diri klien,

meningkatkan dukungan, perawat dan klien sepakat untuk berkomunikasi secara terbuka, implementasi, memperkenalkan diri kepada klien, memulai interaksi dengan klien, membantu klien menggambarkan pengalaman

pribadinya, mengajurkan klien mengungkapkan perasaan kebutuhannya, menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri klien.

d. Implementasi yang terdiri dari : memperkenalkan diri kepada klien, memulai interaksi dengan klien, membantu klien untuk dapat menggambarkan pengalaman pribadinya, menganjurkan kepada klien untuk dapat

mengungkapkan perasaan kebutuhannya, menggunakan komunikasi untk dapat mengungkapkan kebutuhannya.

e. Evaluasi yang terdiri dari : mengembangkan kemampuan dalam memenuhi

(26)

2. Konsep Persalinan Seksio Sesarea

2.1 Pengertian Seksio Sesarea

Persalinan adalah proses ketika janin, plasenta, dan membran dikeluarkan

melalui jalan lahir. Ketika ibu tidak mampu melahirkan tanpa bantuan medis atau bedah maka metode alternatif yang digunakan adalah persalinan dengan seksio sesarea.Seksio sesarea adalah prosedur operatif yang dilakukan dibawah anastesi

sehingga janin, plasenta, dan ketuban dilahirkan melalui insisi dinding abdomen dan uterus (Myles, 2009).Sedangkan menurut Cuningham dkk.(2009) seksio

sesarea adalah kelahiran janin melalui insisi dinding abdomen dan dinding uterus. 2.2 Indikasi Seksio Sesarea

Menurut Oxorn (2003) indikasi seksio sesarea pada ibu yaitu : (1) Distosia

(panggul sempit) terjadi ketika ketidakseimbangan dimana panggul memiliki ukuran yang lebih kecil dibanding ukuran bayi; (2) Pembedahan sebelumnya pada

uterus dimana terdapat kebiasaan ketika prosedur sesarea dikerjakan maka pada persalinan selanjutnya harus diakhiri dengan cara yang sama; (3) Perdarahan hebat dengan indikasi plasenta previamaka diperlukan tindakan seksio sesarea

untuk menyelamatkan bayi dan ibu; (4) Toxemia gravidarum dapat menyebabkan pengakhiran kehamilan sebelum waktunya. Jika serviks belum matang dan

induksi sukar terlaksana maka dikerjakan dengan seksio sesarea; (5) Indikasi fetal terjadi ketika gawat janin yang ditunjukkan denyut jantung yang tidak stabil dan bradikardia berat; (6) selain itu, terdapat indikasi sosial ketika peningkatan

(27)

2.3 Kontra Indikasi Seksio Sesarea

Seksio sesarea dilakukan untuk kepentingan atau keselamatan ibu dan janin. Oleh sebab itu, seksio sesarea tidak boleh dilakukan dalam keadaan berikut

ini: (1) Janin sudah mati dalam kandungan atau berada dalam keadaan jelek sehingga kemungkinan hidup kecil; (2) Terjadi infeksi yang luas pada jalan lahir dan fasilitas untuk caesarea extraperitoneal tidak tersedia: (3) Dokter bedah tidak

berpengalaman atau tidak tersedia tenaga asisten yang memadai (Oxorn, 2003). 2.4 Mortalitas dan Morbiditas Sesudah Seksio Sesarea

Resiko kematian ibu yang menyertai seksio sesarea adalah 26 kali lebih besar daripada kelahiran pervaginam, peningkatan risiko kematian ibu pada pembedahannya sendiri sebanyak 10 x lipat. Dengan begitu penggunaan seksio

sesarea untuk melindungi bayi dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar bagi ibu. Sebab-sebab kematian ibu adalah perdarahan, infeksi, anastesi, emboli

paru-paru, toxemia gravidarum.Morbiditas terjadi dalam 2 hari dari 10 hari pertama postpartum, diluar 24 jam pertama. Morbiditas lebih sering terjadi setelah seksio sesarea daripada setelah kelahiran normal, insidensinya antara 15%-20% (Oxorn,

2003).

2.5 Evidence Based Prosedur Seksio Sesarea

Rekomendasi teknik yang tepat dan telah terbukti memiliki komplikasi paling kecil sehingga dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas operasi seksio sesarea. Terdapat beberapa teknik yang disarankan berdasarkan penelitian, yaitu:

(28)

dan povidon iodin 7,5% dan larutan povidon iodin 10% tidak terdapat perbedaan

yang signifikan terhadap luka pasca operasi. Oleh karena itu, penggunaan larutan iodin saja dianggap mencukupi pada pembersihan kulit; (2) Insisi kulit untuk

persalinan seksio sesarea. Berdasarkan penelitian yang diikuti 411 wanita dalam 2 penelitian acak menunjukkan bahwa insisi transversal lebih direkomendasikan dibanding insisi secara vertikal karena nyeri paska yang lebih ringan dan efek

kosmetik yang lebih baik (Rasjidi, 2009). 2.6 Kebutuhan Ibu Selama Persalinan

Sama seperti kebutuhan dasar manusia menurut Maslow, Ibu selama proses persalinan juga memiliki kebutuhan khusus yang harus diperhatikan oleh seorang perawat, yaitu: (1) Kebutuhan fisiologis terdiri dari oksigen, makan dan

minum, istrahat selama tidak ada his, kebersihan badan, BAB dan BAK, pertolongan persalinan yang standar, penjahitan perineum bila perlu; (2)

Kebutuhan rasa aman terdiri dari memilih tempat dan penolong persalinan, informasi tentang proses persalinan, posisi tidur yang dikehendaki ibu, pendampingan oleh keluarga, pantauan selama persalinan, dan intervensi yang

diperlukan; (3) Kebutuhan dicintai dan mencintai terdiri dari pendampingan, kontak fisik (sentuhan ringan), massase untuk mengurangi rasa sakit, berbicara

dengan suara lemah lembut serta sopan; (4) Kebutuhan harga diri terdiri dari merawat dan menyusui bayinya sendiri, privasi ibu, pelayanan bersifat empati dan simpati, informasi untuk setiap tindakan, pujian untuk hal positif (5) Kebutuhan

(29)

and attachment, ucapan selamat atas kelahiran anaknya (Sumarah, 2008 dalam Diah, 2012).

3. Konsep Kecemasan

3.1 Pengertian Kecemasan

Cemas merupakan perasaan takut atau gelisah yang tidak nyaman dan

sumber perasaan ini bisa diketahui maupun tidak dan timbul dengan intensitas yang berbeda (Sheldon, 2009). Kecemasan berkaitan dengan perasaan yang tidak

pasti dan tidak berdaya.Respon psikologi karena pembedahan berkisar dari cemas ringan, sedang, berat, panik, tergantung dari masing-masing individu (Efendy, 2005 dalam Zuchra, 2012).

3.2 Karakteristik Kecemasan

Sindrom kecemasan sangat bervariasi tergantung dengan tingkat

kecemasan yang dialami seseorang dimana manifestasi gejalanya terdiri atas kategori : (1) Gejala fisiologis adalah peningkatan frekuensi nadi, tekanan darah, nafas, diaphoresis, gemetaran, mual, kadang sampai muntah. Sering BAK atau

BAB, kadang sampai diare, insomnia, kelelahan dan kelemahan, kemerahan atau pucat pada wajah, mulut kering, nyeri khususnya didada, pinggang, leher,

pingsan, pusing, dan rasa panas dingin; (2) Gejala emosional adalah individu mengatakan merasa ketakutan dan ketidakberdayaan, gugup, kehilangan proyeksi diri, tegang, tidak dapat rileks. Individu juga memperhatikan peka terhadap

(30)

dan mengutuk diri sendiri; (3) Gejala kognitif adalah tidak mampu berkonsentrasi,

kurangnya orientasi lingkungan, pelupa, termenung, orientasi pada masa lalu dari saat ini dan yang akan datang, memblok pikiran dan ketidakmampuan untuk

mengingat, dan perhatian yang berlebihan (Capernito, 1998 dalam Kusumawati, 2010).

3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan, yaitu: (1) Tingkat pengetahuan adalah hasil ‘tahu’ manusia, yang terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sedangkan kecemasan adalah respon manusia yang dapat dipelajari, sebagai ketidaktahuan menjadi faktor penunjang terjadinya kecemasan. Pengalaman terhadap sesuatu yang pernah dialami

seseorang juga akan mengubah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat non formal dan sering dibawa dalam situasi yang pernah terjadi pada dirinya; (2)

Tingkat pendidikan yang rendah akan menyebabkan seseorang mudah mengalami stress. Stress dan kecemasan yang terjadi pada pendidikan yang rendah disebabkan kurangnya informasi yang didapatkan oleh orang tersebut; (3) Umur

yang lebih muda akan mudah mengalami stress dan kecemasan yang lebih tinggi dari pada yang berusia tua (Notoadmojo, 2003 dalam Dachi, 2013).

3.4 Tingkat Kecemasan

(31)

a. Kecemasan Ringan

Berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari, individu akan berhati-hati dan waspada serta lahan persepsi meluas, belajar

menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas, respon cemas ringan seperti sesekali bernafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir bergetar, lapang persepsi meluas,

konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif, tidak dapat duduk dengan tenang, dan tremor halus pada tangan.

b. Kecemasan Sedang

Pada tingkat ini lahan persepsi pada masalah menurun, individu lebih terfokus pada hal-hal penting pada saat itu dan mengesampingkan hal lain.

Respon cemas sedang seperti sering menarik nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia, gelisah, lapang pandang menyempit,

rangsangan luar tidak mampu diterima, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur.

c. Kecemasan Berat

Lapangan persepsi individu sangat sempit, seseorang cenderung hanya memikirkan hal kecil saja dan mengabaikan hal yang penting, tidak mampu

memikirkan hal yang berat lagi dan membutuhkan lebih banyak pengarahan/tuntunan.Responnya meliputi napas pendek, nadi, dan tekanan darah meningkat, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur,

(32)

d. Panik

Lahan persepsi individu terganggu, sehingga tidak dapat mengendalikan diri dan tidak dapat melakukan apa-apa, walaupun tidak diberi pengarahan.

Respon panik seperti nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi, lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat berfikir logis, agitasi, mengamuk, marah, ketakutan, berteriak-teriak, kehilangan kendali

dan persepsi kacau.

Respon adaptif Respon maladaptif

Ringan Sedang Berat Panik

Skema 2.1 Rentang cemas

3.5 Respon Perilaku Cemas

Secara langsung kecemasan dapat diekspresikan melalui respon fisiologis

dan psikologis secara tidak langsung melalui pengembangan mekanisme koping, sebagai pertahanan melawan kecemasan (Suliswati, 2009). Respon kecemasan

yaitu: (1) Respon fisiologis adalah dengan mengaktifkan sistem syaraf otonom. Sistem syaraf simpatis akan mengaktivasi proses-proses tubuh, sedangkan sistem saraf parasimpatis akan meminimalkan respon tubuh; (2) Respon psikologis dapat

mempengaruhi aspek interpersonal dan personal. Kecemasan tinggi akan mempengaruhi koordinasi dan gerak refleks. Cemas dapat membuat individu

(33)

kognitifdapat mempengaruhi berpikir baik, proses berfikir maupun isi fikir.

Diantaranya adalah tidak mampu memperhatikan, konsentrasi menurun, mudah lupa, menurunnya lapangan persepsi, dan bingung; (4) Respon afektif akan

menyebabkan klien akan mengekspresikan dalam bentuk kebingungan dan curiga berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap kecemasan.

3.6 Pengukuran Tingkat Kecemasan

Berdasarkan skala pengukuran tingkat kecemasan Hamilton Anxiety Rating Scale(HARS) terdapat 14 kelompok gejala tingkat kecemasan dengan masing-masing kelompok gejala diberi penilaian antara 0-4 dengan penilaian sebagai berikut:

Penilaian :

Nilai 0 : Tidak ada (tidak ada gejala)

Nilai 1 : Ringan (satu dari gejala yang ada) Nilai 2 : Sedang (separuh dari gejala yang ada)

Nilai 3 : Berat (lebih dari separuh gejala yang ada) Nilai 4 :Panik (semua gejala ada)

Score :

<14 : Tidak ada kecemasan 14-20 : Kecemasan ringan

21-27 : Kecemasan sedang 28-41 : Kecemasan berat 42-56 : Panik

(34)

takut, lekas marah, cemas; (2) Ketegangan terdiri darimerasa tegang, lelah, mudah

terkejut, mudah menangis, gelisah, tidak bisa rileks; (3) Ketakutan terdiri dari takut gelap, pada orang asing, keramaian, di tinggal sendiri, pada binatang, pada

keramaian lalu lintas; (4) Gangguan tidur terdiri dari sulit tidur, tidur tidak pulas, tidur tidak puas dan merasa pegal-pegal pada waktu bangun, mimpi buruk dimalam hari; (5) Gangguan kecerdasan terdiri dari konsentrasi dan daya ingat

lemah; (6) Perasaan depresi terdiri dari kehilangan minat, tertekan, bangun lebih awal, terasa melayang-layang, berkurangnya kesenangan pada hobi; (7) Gejala

somatik terdiri dari nyeri dan sakit, kejang, kaku, sentakan tiba-tiba pada otot, gigi gemelutuk, suara gemetar, otot berbunyi; (8) Gejala sensorik terdiri dari telinga berdenging, penglihatan kabur, rasa panas dingin, perasaan ditusuk; (9) Gejala

kardiovaskular terdiri dari jantung berdetak, nyeri dada, berdebar-debar, lemas seperti mau pingsan, detak jantung menghilang; (10) Gejala pernapasan terdiri

dari rasa tertekan didada, perasaan tercekik, sering menarik napas panjang, sesak; (11) Gejala gastrointestinal terdiri dari sulit menelan, mual, muntah, berat badan menurun, gangguan pencernaan, nyeri lambung, perut melilit, nyeri sebelum dan

sesudah makan, perasaan terbakar di perut, rasa penuh atau kembung, konstipasi; (12) Gejala urogenitalia terdiri dari sering kencing, menstruasi tidak teratur, tidak

haid, ejakulasi dini, kehilangan libido, impotensi; (13) Gejala autonom terdiri dari mulut kering, muka pucat, muka merah, keringatan, pusing, tegang, kepala terasa berat, kepala terasa sakit; (14) Tingkah laku ( sikap ) pada wawancara terdiri dari

(35)

3.7 Kecemasan Pada Ibu Bersalin

Menurut Bobak (2000), kecemasan pada bersalin yaitu mengenai keadaan jalan lahir dan bayi yang akan dilahirkan. Dalam hal ini, dukungan sosial sangat

diperlukan dalam upaya memberikan rasa aman dan ketenangan pada pasangan suami istri khususnya primigravida. Dukungan ini bisa berupa motivasi dari orang terdekat atau keluarga yang memiliki pengetahuan atau pengalaman dalam

persalinan.

Ibu bersalin mengekspresikan kecemasan selama kehamilannya sampai

proses persalinan yang akan dihadapinya dan itu menyebabkan stressor. Respon individu menghadapi stressor berupa rasa cemas dan saat-saat cemas sebenarnya ditentukan oleh koping yaitu upaya berorientasi dan intra fisik untuk mengelola

lingkungan dan kebutuhan internal maupun konflik mengenai hal tersebut.

Ibu bersalin bisa menghadapi konflik internal antara ketakutan terhadap

persalinan, ingin mengetahui dan segera memeluk bayi yang baru saja dilahirkan. Pengetahuan ibu tentang persalinan merupakan faktor predisposisi yang kuat terhadap stabilitas kondisi psikologis. Seorang ibu tidak mengerti masalah

(36)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep atau variabel-variabel yang akan diamati (Notoadmodjo, 2010). Kerangka konsep pada penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efektifitas komunikasi terapeutik

terhadap penurunan kecemasan ibu bersalin seksio sesarea, maka dapat digambarkan sebagai berikut:

Skema 3.1 Kerangka konsep penelitian Komunikasi terapeutik:

1. Pra interaksi

(37)

2. Defenisi Operasional

Defenisi operational adalah mendefenisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi atau pengukuran secar cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2007).

No Variabel Defenisi operasional Alat ukur Hasil ukur Skala

1.

Suatu cara yang di gunakan untuk menurunkan kecemasan ibu bersalin seksio sesarea.

(38)
(39)

c. Kecemasan berat

d. Panik

hal-hal penting saat itu

Keadaan yang menunjukkan kekhawatiran ibu seksio sesarea yang hanya memikirkan hal-hal kecil saja tetapi mengabaikan hal-hal penting dan ibu membutuhkan tuntunan

Keadaan yang menunjukkan ibu seksio sesarea tidak dapat mengendalikan diri dan tidak mampu melakukan apa-apa walau sudah diberi pengarahan.

(40)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Metode yang digunakan adalah quasi experiment dengan menggunakan one group pretest-posttest.Rancangan ini tidak ada kelompok pembanding, tetapi sudah dilakukan observasi pertama (pretest) yang memungkinkan menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen (Notoatmodjo,

2010).

Pretest Perlakuan Posttest

01 X 02

Keterangan:

01 : Melakukan penilaian tingkat kecemasan pada ibu bersalin secara seksio sesarea sebelum penerapan komunikasi terapeutik

02 : Melakukan penilaian tingkat kecemasan pada ibu bersalin secara seksio

sesarea setelah penerapan komunikasi terapeutik

X : Penerapan komunikasi terapeutik pada ibu bersalin secara seksio sesarea

(41)

2. Populasi dan Sampel

2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2010). Populasi

dalam penelitian ini adalah pasien yang akan menjalani tindakan seksio sesarea di RSUD dr. Pirngadi Medan. Pada tahun 2012 jumlah ibu bersalin secara seksio sesarea berjumlah 369 orang (Kabid. Pengolahan Data & Rekam Medis RSUD dr.

Pirngadi, 2013). 2.2 Sampel

Menurut Arikunto (2010) Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Jika populasi di atas 100 orang maka pengambilan sampelnya sekitar 10-30% dari total populasi. Sehingga dalam penelitian ini penulis mengambil sampel

10% dari jumlah populasi yang ada yaitu 37 orang.Namun, pada saat pengumpulan data, jumlah sampel yang didapatkan peneliti selama 2 bulan hanya

sebanyak 26 orang. 2.3 Teknik Sampling

Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan

metode accidental sampling yang berarti pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau bersedia pada saat

diakukan penelitian sesuai dengna kriteria sampel yang sudah ditetapkan (Notoatmodjo, 2010).Kriteria inklusinya

1) Ibu yang akan melahirkan dengan seksio sesarea yang telah direncanakan

2) Dapat membaca dan berkomunikasi

(42)

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di ruang Tanjung 2, Poli Ibu Hamil (PIH), dan ruang Deliverydi RSUD dr. Pirngadi Medan . Pemilihan tempat di RSUD dr

Pirngadi Medan dikarenakan rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pendidikan dan jumlah kunjungan ibu melahirkan secara seksio sesarea sesuai dengan kebutuhanpenelitian. Penelitian ini telah dilakukan mulai tanggal 07

Maret sampai07 Mei 2014.

4. Pertimbangan Etik

Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan etik yaitu penelitian ini dapat dilakukan setelah mendapat izin dari

institusi pendidikan dan persetujuan dari komisi etik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya mengirimkan surat izin permohonan

penelitian di RSUD dr. Pirngadi Medan. Setelah mendapatkan persetujuan, peneliti melakukan pengumpulan data dimana peneliti meminta persetujuan responden sesuai dengan kode etik yang berlaku tanpa ada unsur paksaan .

Sebelum melakukan penelitian, peneliti memperkenalkan diri dan memberi penjelasan terlebih dahulu tentang tujuan dan manfaat kegiatan penelitian kepada

responden.

Hak-hak responden dalam penelitian dan kerahasiaan akan terjaga. Jika responden bersedia untuk diteliti maka responden terlebih dahulu menandatangani

(43)

berlangsung dan belum selesai. Hal tersebut tercantum dalam informed consent

yang berupa persetujuan partisipasi secara tulisan atau yang ditandatangani oleh responden sebelum penelitian dilaksanakan.

Jika responden tidak bersedia atau menolak untuk berpartisipasi maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden. Dalam menjaga kerahasiaan informasi responden, peneliti tidak mencantumkan namanya

pada lembar pengumpulan data, cukup memakai inisial responden dan hanya diketahui oleh peneliti dan responden. Rahasia informasi responden dijamin oleh

peneliti.

5. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu kuesioner data demografi responden dan kuesioner dengan

menggunakan skala HARS. Data demografi responden terdiri dari inisial nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, paritas, dan persalinan seksio sesarea ke berapa.

Kuesioner dengan menggunakan skala HARS yang telah dimodifikasi terdiri dari 14 item pernyataan yang menggambarkan tingkat kecemasan ibu

seksio sesarea. Penilaian dilakukan dengan pilihan jawaban tidak ada gejala/keluhan (0), gejala ringan (1), sedang (2), gejala berat (3) dan gejala berat sekali (4) dengan pembagian skor 1-13 tidak ada kecemasan, 14-20 adalah tingkat

(44)

6. Uji Validitas dan Reliabilitas Penelitian

6.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar

mengukur apa yang diukur (Notoadmodjo, 2010). Instumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut mampu mengukur apa yang seharusnya diukur menurut situasi dan kondisi tertentu. Dengan kata lain secara sederhana dapat

dikatakan bahwa sebuah instrumen dikatakan valid apabila instumen tersebut benar-benar dapat dijadikan alat untuk mengukur apa yang akan diukur (Setiadi,

2007). Instumen yang digunakan dari Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) yang telah dimodifikasi dan telah diterjemahkan dalam bentuk bahasa Indonesia. Uji validitas instrumen dan tindakan ini dilakukan oleh 2 orang ahli yaitu dosen

FKep USU bagian Departemen Jiwa dan Komunitas. 6.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas instrumen adalah adanya suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilaksanakan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda (Setiadi, 2007). Uji reliabilitas instumen dilakukan pada responden yang berbeda

dari responden penelitian tetapi dengan karakteristik yang sama. Uji reliabilitas instrument dilakukan di RSU Haji Adam Malik Medan mulai tanggal 15 Februari

(45)

7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti mendapat izin dari melakukan penelitian dari Fakultas Keperawatan dan RSUD dr. Pirngadi Medan. Setelah

mendapat izin, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian dengan cara memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian. Calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani informed consent (surat

persetujuan). Setelah itu, peneliti memberikan lembar kuesioner data demografi dan kuesioner HARS yang telah dimodifikasi atau membacakan kuesioner

tersebut jika pasien memintanya sambil melakukan observasi untuk mengetahui tingkat kecemasan hal ini dilakukan kurang lebih 5-10 menit. Selama pengumpulan data demografi dan pengkajian tingkat kecemasan responden diberi

kesempatan untuk bertanya jika ada pernyataan peneliti yang kurang dimengerti oleh responden (pretest). Setelah pembacaan kuesioner peneliti menanyakan

kabar dan persepsi responden tentang seksio sesarea. Kemudian membuat kontrak waktu dengan pasien untuk membahas tentang perasaan dan penyebab kecemasannya serta menjelaskan operasi seksio sesarea yang akan dihadapinya.

Peneliti melaksanakan treatment (komunikasi terapeutik) selama 10-15 menit yaitu menjelaskan operasi sekiso sesarea dan penyebab kecemasannya. Lalu

mengevaluasi perasaan dan pengetahuan responden setelah treatment. Setelah itu, responden dibiarkan selama 5 menit sebelum tingkat kecemasannya di ukur sesudah pemberian treatment. Setelah itu peneliti kembali memberikan kuesioner

(46)

responden diberi kesempatan untuk bertanya kepada peneliti bila ada pernyataan

yang tidak dipahami (posttest), selanjutnya data yang diperoleh dikumpulkan untuk di analisa.

8. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, dilakukan analia data dengan cara:

a. Editing yaitu memeriksa kembali semua data satu persatu yakni data

demografi responden dan memastikan bahwa semua jawaban telah di isi sesuai dengan petunjuk.

b. Coding yaitu pemberian kode terhadap semua pernyataan yang telah

diajukan guna mempermudah peneliti ketika menganalisa data.

c. Processing yaitu memasukkan data kedalam program analisa statistik pada komputer.

d. Cleanning yaitu mengecek ulang kelengkapan data. Setelah semua data

dipastikan benar kemudian dilakukan pengolahan data dengan menggunakan bantuan komputer.

Statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui frekuensi dan persentase

sebaran karakteristik demografi ibu bersalin seksio sesarea, karakteristik tingkat kecemasan sebelum dilakukan intervensi dan karakteristik kecemasan setelah

dilakukan intervensi. Sedangkan Statistik inferensial digunakan untuk mengetahui pengaruh sebelum dan sesudah pemberian intervensi komunikasi terapeutik terhadap perubahan tingkat kecemasan pada ibu bersalin seksio sesarea

(47)

berdistribusi normal melalui uji wilk. Peneliti menggunakan uji

Shapiro-wilk untuk melihat kenormalan data dikarenakan jumlah sampel kurang dai 30 orang. Pada uji Shapiro-wik bila signifikansi >0,05 maka data berdistribusi

normal, sedangkan bila signifikansi <0,05 maka data tidak berdistribusi normal. Pada uji Shapiro-wilk didapatkan bahwa nilai signifikansi sebelum komunikasi terapeutik sebesar 0,119dan nilai signifikansi setelah komunikasi terapeutik

sebesar 0,359 yang berarti data berdistribusi normal. Dari uji pairedt-test akan

diperoleh nilai ρ, yaitu nilai yang menyatakan besarnya peluang hasil penelitian. Kesimpulan hasilnya dilakukan dengan membandingkan nilai ρ dan nilai alpha (a=0,05). Jika nilai ρ<0,05 maka keputusannya adalah Ha diterima dan jika nilai

(48)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan hasil analisa data dalam penelitian yang meliputi data demografi dan data instrument serta pembahasan mengenai

efektifitas komunikasi terapeutik terhadap penurunan kecemasan ibu bersalin seksio sesarea di RSUD dr. Pirngadi medan. Pengumpulan data yang dilakukan

oleh peneliti kepada ibu hamil yang direncanakan akan melahirkan dengan seksio sesarea dimulai pada tanggal 07 Maret sampai dengan 07 Mei 2014.

1.1Data Demografi

Data demografi responden disajikan dalam bentuk tabel distribusi

(49)

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi data demografi responden di RSUD dr. Pirngadi Medan tahun 2014

Data demografi Frekuensi Persentase

Umur

Seksio sesarea pertama kali 17 65,4

Seksio sesarea lebih dari 1 kali 9 34,6

Ketuban pecah tanpa kontraksi 1 3,8

Preeklampsi/Eklampsi 5 19,3

Total 26 100,0

Dari tabel 5.1 diatas mayoritas responden yang akan menjalani persalinan

(50)

setengah responden beragama islam yaitu 16 orang (61,6%), sedangkan responden

yang beragama katolik hanya 1 orang (3,8%). Pada tingkat pendidikan, mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan SMA yaitu 13 orang (50%), sedangkan

responden dengan pendidikan tingkat SD, D3, dan Sarjana masing-masing hanya sebanyak 3 orang (11,5%). Mayoritas responden yang akan menjalani persalinan secara seksio sesarea tidak bekerja (ibu rumah tangga) sebanyak 19 orang (73,1)

dan responden yang bekerja (PNS dan Wiraswasta) sebanyak 7 orang (26,9%). Pada frekuensi seksio sesarea, mayoritas responden baru pertama kali akan

menjalani persalinan secara seksio sesarea sebanyak 17 orang (65,4%) dan respoden yang lebih dari 1 kali sebanyak 9 orang (34,6%). Alasan seksio sesarea mayoritas dikarenakan panggul sempit sebanyak 9 orang (34,6%) dan paling

sedikit dikarenakan letak lintang dan ketuban pecah tanpa kontraksi, masing-masing sebanyak 1 orang (3,8%).

1.2Tingkat Kecemasan

Hasil penelitian tentang tingkat kecemasan pade responden sebelum dan sesudah komunikasi terapeutik di RSUD dr. Pirngadi Medan.

Tabel 5.2 Gambaran tingkat kecemasan responden sebelum dan sesudah komunikasi terapeutik

Tingkat Kecemasan Pre Treatment Post Treatment

(51)

Dari tabel 5.2 diatas mayoritas responden berada pada tingkat cemas sedang

yaitu 14 orang (53,8%) dan sesudah dilakukan komunikasi terapeutik kecemasan pasien berada pada tingkat tidak ada kecemasan yaitu 16 orang (61,5%). Tidak

dijumpai responden dengan tingkat cemas berat sekali (panik) baik sebelum maupun sesudah dilakukan komunikasi terapeutik.

1.3Efek Komunikasi Terapeutik

pada penelitian ini digunakan teknik perhitungan statistik uji beda duan

mean dependen ( paired t-test dependen) untuk desain one group pretest-posttest dengan jumlah responden 26 orang dan taraf kepercayaan ( level of significance)

α=0,05.

Kecemasan responden Mean SD df t ρ

Value

Sebelum komunikasi terapeutik 2,54 0,859

25 6,499 0,000

Setelah komunikasi terapeutik 1,46 0,647

Uji t-test menghasilkan rata-rata nilai kecemasan sebelum komunikasi terapeutik 2,54 dengan standar deviasi (SD) 0,859 dan rata-rata nilai kecemasan setelah komunikasi terapeutik 1,46 dengan standar deviasi (SD) 0,647. Nilai thitung

sebesar 6,499 dengan ρ value 0,000 atau tepatnya 0,0001 hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan rata - rata tingkat kecemasan sebelum diberikan komunikasi terapeutik dan setelah diberikan komunikasi terapeutik. Pada hasil uji t-test juga

dilihat bahwa nilai thitung bernilai 6,499 pada df 25 dengan tingkat signifikansi

(52)

tabel hasil analisis di dapatkan bahwa hasil ρ=0,000 <0,05 yang berarti Ha diterima.

2. Pembahasan

2.1Kecemasan sebelum dan sesudah komunikasi terapeutik

Berdasarkan hasil penelitian didapati sebanyak 84,6% ibu mengalami

kecemasan dimana mayoritas berada pada cemas sedang 53,8%,. Akan tetapi, kecemasan setelah dilakukan komunikasi terapeutik relatif lebih rendah dibanding

sebelum komunikasi terapeutik, dimana mayoritas responden tidak mengalami kecemasan 16 orang (61,5%). Tingkat kecemasan responden yang relatif sedang (53,8%) sebelum komunikasi terapeutik dikarenakan operasi yang dilakukan

adalah operasi yang direncanakan dan responden sudah diberitahu terlebih dahulu oleh tim medis bahwa responden akan menjalani prosedur operasi seksio sesarea,

sehingga umumnya tingkat kecemasan responden tidak berada pada tingkat cemas berat sekali (panik) melainkan berada pada tingkat cemas sedang. Berdasarkan data diatas, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahmudah

(2010) dengan judul hubungan dukungan keluarga dan religiusitas dengan kecemasan melahirkan pada ibu hamil anak pertama (Primigravida) yang

mengatakan bahwa lebih dari separuh pasien mengalami kecemasan yang sedang dalam melahirkan, yang berarti bahwa kecemasan pada sebagian besar responden

tidak begitu tinggi namun tidak begitu rendah.

(53)

ketidakterbukaan ibu pada saat peneliti melakukan wawancara dan

observasi.Sedangkan hal ini tidak sesuai dengan penelitian Efendy (2005 dalam Zuchra, 2012) yang mengatakan bahwa respon psikologi karena pembedahan

berkisar dari cemas ringan, sedang, berat, dan panik.

Tingginya proporsi ibu bersalin dengan seksio sesarea berada pada kelompok umur 20-35 tahun (88,5 %) . Pada kelompok umur 20-35 tahun adalah

masa produktif bagi ibu untuk hamil dan melahirkan, sedangkan umur yang lebih muda akan lebih mudah mengalami stress dan kecemasan yang lebih tinggi

daripada yang berusia tua. Pada kelompok umur ini juga cara berpikir ibu sudah dewasa. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Sinaga (2007) dimana sebanyak 78,6% ibu yang menjalani seksio sesarea di daerah Sidikalang pada

tahun 2007 berada pada rentang umur 20-35 tahun.

Selain itu jika ditinjau dari aspek spiritual diperoleh hasil sebagian besar

ibu yang menghadapi operasi seksio sesarea yang beragama islam 61,5%. Aspek spiritual seorang ibu berhubungan dengan tingkat kecemasan ibu tersebut.Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti,

didapatkan bahwa ibu mengaku pasrah dan berserah kepada Tuhan dan merasa bahwa kondisi yang mereka alami adalah sesuatu yang harus dijalani. Dengan

adanya keyakinan yang dimiliki maka tingkat kecemasan akan berkurang dalam menghadapi masalah. Hal ini juga didukung dengan penelitian Nuralita dan Hadjam (2002) manusia yang benar-benar religius akan terlindung dari keresahan,

(54)

Faktor lain yang berkaitan dengan tingkat kecemasan responden adalah

tingkat pendidikan yang dimilikinya. Frekuensi pendidikan responden dalam penelitian ini mayoritas berada pada tingkat sedang, yaitu 50%. Notoadmojo

(2003 dalam Dachi, 2013) mengatakan bahwa tingkat pendidikan yang rendah akan menyebabkan seseorang mudah mengalami stress. Stress dan kecemasan yang rendah disebabkan kurangnya informasi yang didapatkan oleh orang

tersebut. Seorang ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan cenderung mencari informasi tentang hal yang akan dialaminya pada saat operasi

seksio sesarea dan cara perawatan bayi dan luka pascaoperasi. Hal ini juga didukung oleh Sinaga (2007) dalam penelitiannya tentang karakteristik ibu yang mengalami persalinan dengan seksio sesarea yang dirawat inap di RSUD

Sidikalang juga mengatakan bahwa pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penting dalam usaha menjaga kesehatan ibu, anak, dan juga keluarganya. Semakin

tinggi pendidikan formal seorang ibu maka semakin meningkat pengetahuan dan kesadarannya dalam mengantisipasi kesulitan dalam kehamilan dan

persalinannya.

Jika ditinjau dari pekerjaan dengan kecemasan responden dalam penelitian ini maka didapatkan bahwa sebanyak 73,1% ibu yang akan menjalani operasi

seksio sesarea tidak bekerja. Kecemasan juga berhubungan dengan masalah keuangan, misalnya kebutuhan yang lebih besar dibanding pendapatan. Hasilnya ibu yang tidak mempunyai pekerjaan dan penghasilan secara otomatis akan

(55)

dapat berakibat terjadinya penggangguran yang berdampak pada kesehatan

bahkan sampai kematian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65,4% respoden menjalani operasi

seksio sesarea untuk pertama kalinya. Dimana berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti bahwa salah satu kecemasan responden dikarenakan mereka tidak memiliki pengalaman sama sekali dibanding ibu yang pernah menjalani

operasi seksio sesarea sebelumnya. Pengalaman ibu dalam menjalani proses persalinan secara seksio sesarea juga dipengaruhi oleh pengalamannya masa lalu.

Ibu yang pernah melahirkan dengan seksio sesarea memiliki kecemasan yang berbeda dengan ibu yang baru pertama kali menjalani seksio sesarea.kemungkinan ibu yang pernah menjalani seksio sesarea lebih siap dalam menghadapi operasi

seksio sesarea selanjutnya. Sebaliknya, ibu yang baru pertama kali menjalani operasi seksio sesarea akan cenderung kebingungan, marah, dan mengajukan

pertanyaan tetang operasi yang akan mereka jalani. Nuralita dan Hadjam (2002) juga mengatakan bahwa kecemasna menggambarkan suatu reaksi ketakutan dikarenakan adanya stimulus yang berkaitan dengan peristiwa yang menyakitkan

dimasa lalu. Oleh sebab itu, pengalaman seorang ibu akan sangat mempengaruhi persepsinya terhadap operasi seksio sesarea

Menurut Lutfa dan Maliya (2008 dalam Kaplan dan Sadock 1997) salah satu faktor ekstrinsik yang mempengaruhi kecemasan pasien adalah kondisi medis (diagnosa penyakit). Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa 100% ibu

(56)

kontraksi, dan preeklampsi/eklampsi), sedangkan faktor indikasi medis tertinggi

adalah faktor ibu, yaitu panggul sempit 34,6. Dimana hal ini diagnosa medis menentukan tingkat kecemasan seorang pasien. Pada pasien dengan diagnosa

yang baik, bisa jadi tidak akan terlalu cemas. Sebaliknya, pasien yang mendapatkan diagnosa pembedahan akan mempengaruhi tingkat kecemasannya, misalnya ibu hamil yang akan menjalani operasi seksio sesarea akan

mempengaruhi tingkat kecemasannya.

2.2Komunikasi terapeutik

Pengukuran kecemasan yang dilakukan peneliti sebelum komunikasi terapeutik didapati yang tidak ada kecemasan 15,4%, cemas ringan 23,1%, sedang 53,8%, cemas berat 7,7% dan cemas sekali 0%. Sedangkan pengukuran

kecemasan yang dilakukan peneliti setelah komunikasi terapeutik di dapati bahwa responden yang tidak ada kecemasan sebesar 61,5%, cemas ringan 30,8%, cemas

sedang 7,7%, cemas berat 0%, cemas 0%. Berdasarkan data diatas rata-rata terdapat penurunan kecemasan yang dialami responden.

Hasil uji paired t-test dependent pada taraf kepercayaan 95% (α=0,05), untuk mengetahui pengaruh komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan

responden yang akan menjalani seksio sesarea bahwa terdapat perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan setelah pemberian komunikasi terapeutik yaitu cemas sedang 53,8% menjadi tidak ada kecemasan 61,5%. hasil uji paired t-test

(57)

signifikan terhadap penurunan tingkat kecemasan responden sebelum dan setelah

dilakukan komunikasi terapeutik dengan mean 2,54 menjadi 1,46.

Komunikasi terapeutik merupakan respon spesifik yang mendorong

ekspresi perasaan dan ide, serta menyampaikan penerimaan dan penghargaan. Dibutuhkan latihan berulang-ulang sehingga semakin terampil dan nyaman dalam mengerjakannya karena kepuasan besar akan timbul dari keberhasilan membentuk

hubungan terapeutik dan pencapaian hasil klien yang diinginkan (Potter & Perry, 2009). Komunikasi terapeutik pada ibu bersalin secara seksio sesarea adalah suatu

cara yang digunakan untuk menurunkan kecemasan ibu bersalin seksio sesarea.

Menurut Fatmawati dan Musliha (2010) komunikasi terapeutik memegang peranan yang sangat penting untuk membantu pasien dalam

memecahkan masalahnya. Dalam era kemajuan seperti komunikasi dari perawatan sebagai orang yang terdekat dengan pasien menjadi hal yang sangat penting baik

secara verbal maupun non verbal dalam membantu pasien. Untuk itu perawat sebagai komponen penting dalam proses keperawatan sangat dituntut untuk mampu berkomunikasi karena pandangan mata, mimik, senyum, sentuhan tidak

dapat diganti oleh peralatan canggih apapun.

Sebelum bertemu dan melakukan komunikasi terapeutik terhadap

responden, peneliti perlu mempersiapkan dirinya sebelum bertemu dengan ibu yang memiliki latar belakang dan karakter yang berbeda dengan melihat catatan medik ibu, sehingga peneliti lebih siap dalam menghadapi ibu yang akan

(58)

menyapa ibu, memperkenalkan diri dan tujuan, meminta izin menjadi responden

dan membuat kontrak waktu, kemudian bertanya tentang keadaan dan perasaan ibu saat itu. Teknik ini dilakukan supaya pasien terlibat secara aktif dalam

melakukan interaksi, termasuk memberikan informasi mengenai kondisi yang sedang dialaminya, hal ini sejalan dengan penelitian Nugroho (2009) berusaha mengetahui keadaan pasien melalui komunikasi dengan memberi kesempatan

kepada paien untuk menjelaskan kondisinya. Peneliti menemukan berbagai macam respon responden pada tahap awal, dimana ada responden yang bersifat

cuek atau tidak peduli, selalu tersenyum dan ramah, da nada juga yang ketakutan. Pada saat pengumpulan data peneliti memberi kesempatan kepada responden untuk menceritakan keadaan mereka dan responden terlihat senang ketika ada

orang yang berusaha mendengarkan keluhan merekameskipun responden pada tahap awal terlihat gugup dan menaruh curiga ketika disapa, setelah ditanya

mereka khawatir apakah wawancara yang akan berlangsung berdampak negatif atau mempersulit keadaan mereka dikemudian. Hal ini sesuai dengan respon afektif perilaku cemas dimana seseorang akan menaruh curiga dan bingung

berlebihan terhadap orang lain sebagai bentuk dari reaksi emosi terhadap kecemasan.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi hampir sebagian besar ibu yang akan menjalani proses operasi seksio sesarea mengalami kecemasan tentang situasi yang akan mereka alami dikarenakan tidak mengerti persalinan yang akan

(59)

tim medis terutama perawat yang bertanggung jawab diruangan tersebut karena

tindakan sering dilakukan oleh para mahasiswa yang sedang dinas diruangan. Namun di lain sisi ibu cenderung merasa takut untuk bertanya tentang informasi

operasi seksio sesarea kepada tim medis, sehingga lebih bertanya kepada orang lain.Akibatnya, ibu semakin merasa bahwa hal yang akan mereka jalani akan sangat menakutkan dan bisa menyebabkan kematian baik kepada ibu maupun

janinnya sendiri sehingga hal itu membuat ibu tidak tenang dalam menantikan masa-masa kelahiran. Oleh sebab itu, aspek pengetahuan tentang operasi seksio

sesarea yang akan mereka jalani sangatlah penting untuk membantu pasien menjadi lebih tenang karena banyak dari pasien yang merasa khawatir dan ketakutan menjalani operasi. Sama seperti Notoadmodjo (2007) yang mengatakan

bahwa tingkat pengetahuan seseorang dapat mempengaruhi perilaku individu, yang mana semakin tinggi pengetahuan seseorang tentang kesehatan, makin tinggi

untuk berperan. Sehingga komunikasi terapeutik menjadi sangat dibutuhkan oleh pasien terlebih bagi pasien yang akan menjalani operasi seksio sesarea.

Dilain hal diagnosa juga membuat seorang ibu merasa cemas dengan

keadaan yang dialaminya. Salah seorang responden yang mengalami kelumpuhan dikedua tangannya merasa khawatir dalam perawatan anaknya kelak sehingga

tidak siap untuk menjalani operasi seksio sesarea. Lamanya proses penyembuhan luka operasi juga turut membuat ibu merasa khawatir dengan operasi seksio sesarea dikarenakan ibu juga turut membantu suami dalam mencari nafkah. Aspek

(60)

diingatkan untuk lebih berserah kepada Tuhan dan percaya bahwa operasi seksio

sesarea adalah jalan terbaik, ibu merasa tenang dan lebih kuat dari sebelumnya. Sehingga, respon ibu sebelum komunikasi terapeutik berbeda setelah dilakukan

komunikasi terapeutik

Dari hasil penelitian pengukuran kecemasan yang dilakukan peneliti sebelum komunikasi terapeutik didapati bahwa rata-rata terdapat penurunan

kecemasan yang dialami ibu. Meskipun demikian komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh peneliti tidak maksimal karena hanya dilakukan dengan 1x

pertemuan dalam dalam rentang waktu yang terbatas. Hal ini sesuai dengan penelitian Nugroho (2009) yang mengatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang berproses pada pengembangan. Proses komunikasi

terapeutik di awali dengan perkenalan yang dangkal, namun terus berkembang menjadi hubungan yang semakin akrab. Bahkan komunikasi tidak hanya terjadi

dalam proses perawatan, tetapi bisa juga diluar asuhan keperawatan. Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik dapat mengurangi kecemasan. Oleh karena itu, perawat yang lebih banyak

menghabiskan waktunya dengan pasien, seharusnya tidak hanya berkolaborasi dengan tenaga profesional lain tetapi dapat langsung memberikan intervensi

keperawatan dan salah satunya adalah melakukan komunikasi terapeutik kepada pasien.

Namun komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh peneliti dengan

(61)

banyak tentang perasaan yang sedang dialaminya terlebih ketika keluarga yang

menemani ibu merupakan salah satu faktor penyebab peningkatan kecemasan ibu.Hambatan dalam berkomunikasi juga menjadi salah satu hal penting dimana

komunikasi terapeutik tidak berjalan dengan baik. Dimana perbedaan bahasa membuat peneliti kurang mengerti tentang apa yang sedang dirasakan ibu

Gambar

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi data demografi responden di RSUD dr.
Tabel 5.2 Gambaran tingkat kecemasan responden sebelum dan sesudah komunikasi terapeutik

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pada hari ini, Kamis tanggal tiga puluh bulan Agustus tahun dua ribu dua belas , Panitia Pengadaan Barang/Jasa Pembangunan Assessment Center Kementerian

- Tenaga Terampil Sipil D3/STM Bangunan SKT Tukang Pekerjaan Tanah tidak melampirkan Ijazah, SKA/SKT dan KTP. - Tenaga Terampil Arsitek D3/STM Bangunan SKT Tukang

[r]

Jumlah calon penyedia barang/jasa yang telah mendaftar untuk mengikuti lelang Perbaikan Jaringan Listrik, Fire Alarm, Smoke Detektor Dan Sprinkle Air Di

Dari 1 (satu) calon penyedia yang lulus evaluasi administrasi kemudian dilakukan evaluasi teknis sebagaimana dimaksud dalam dokumen pengadaan, disimpulkan bahwa 1

akademik IKIP Padang dalam rangka meningkatkan mutu baik.. sebagai staf akademik maupun

Apabila -manajer dan anggota organisasi dari perusahaan cat tersebut menyadari dan menerima standar cost yang telah ditetapkan secara rasional dengan memperhatikan