• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR ANTARA PEMBERIAN MADU DAN KLINDAMISIN SECARA TOPIKAL PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR ANTARA PEMBERIAN MADU DAN KLINDAMISIN SECARA TOPIKAL PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR ANTARA PEMBERIAN MADU DAN KLINDAMISIN SECARA TOPIKAL PADA

TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) (Skripsi)

Oleh :

RONALDA BUDYANTARA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

THE COMPARISON BETWEEN TOPICAL HONEY AND CLINDAMYCIN FOR BURN WOUND TREATMENT IN RAT (Rattus norvegicus)

By

RONALDA BUDYANTARA

Skin is an organ that has weight around 16% of total human body weight. Induced skin using high-temperature objects will make the protein constituent of skin at risk for denaturation and causing reduction of defense against germs. Honey is a sweet fluid produced by bees supposedly has an antibiotic effect.

The aim of this study were to compare the rate of burn wound healing with honey and clindamycin administration. This study used a randomized controlled design.

(3)

The results of histopathology research showed that the average ratio of healing skin in the groups 1, 2 and 3 were 2.90 ± 1.21, 4.26 ± 0.63 and 3.90 ± 0.92 with p value = 0.000 in the Kruskal-Wallis test. for Mann-Whitney test p values that each group obtained are p = 0.000 for K1 and K2 and then p = 0.001 between K1 and K3. Whereas the test result between groups K2 and K3 are p = 0222. The average results of clinical trials in each groups are 50.7 ±15.28 for K1, 94.48±6.07 for K2 and 92.14±6.85 for K3.

Based on this study can be concluded that there is no significant healing rates difference in second degree burn wound for clinical and histopathologic trial between topical honey treatment, compared with clindamycin in the rats.

(4)

ABSTRAK

PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR ANTARA PEMBERIAN MADU DAN KLINDAMISIN SECARA TOPIKAL PADA

TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

Oleh

RONALDA BUDYANTARA

Kulit adalah organ tunggal yang terberat ditubuh, dengan berat sekitar 16% dari berat badan total. Kulit yang diinduksi dengan benda yang bersuhu tinggi akan membuat protein penyusun kulit terancam denaturasi menyebabkan berkurangnya pertahanan terhadap kuman. Madu cairan manis yang dihasilkan oleh lebah diduga mempunyai efek antibiotik.

(5)

Subjek penelitian menggunakan 9 ekor tikus jantan galur Spraque dawley. Tikus dibagi menjadi 3 kelompok secararandom yaitu: K1 (kontrol), K2 (madu 100%), K3 (klindamisin Gel 1%×10gr) setelah 14 hari perlakuan dilakukan pengamatan.

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kesembuhan kulit secara histopatologis pada kelompok perlakuan 1, 2 dan 3 adalah 2.90±1.21, 4.26±0.63, dan 3.90±0.92 dengan nilai P=0,000 pada uji Kruskal-Wallis. Pada analisi Mann-Whitney test nilai p pada tiap kelompok adalah: antara K1 dan K2 p=0.000 kemudian K1 dan K3 p=0.001, untuk uji kelompok K2 dan K3 p=0.222. Pada hasil uji klinis didapat rata-rata 50.70±15.28 pada K1, 94.48±6.07 pada K2 dan 92.14±6.85 pada K3. Pada uji ANOVA didapatkan p=0.000, dilanjutkan uji post hoc LSD dengan nilai p=0.000 pada K1 terhadap K2 dan K3, sedangkan p=0.700 pada kelompok K1 dan K2.

Berdasarkan penelitian ini disimpulkan terdapat perbedaan yang tidak bermakna pada tingkat kesembuhan luka bakar secara klinis dan histopatologis antara pemberian madu secara topikal dibandingkan dengan klindamisin pada tikus.

(6)

PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR ANTARA PEMBERIAN MADU DAN KLINDAMISIN SECARA TOPIKAL PADA

TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

Oleh :

RONALDA BUDYANTARA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Jurusan Kedokteran

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(7)

Judul Skripsi : PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR ANTARA PEMBERIAN MADU DAN KLINDAMISIN SECARA TOPIKAL PADA TIKUS PUTIH (Rattus

norvegicus)

Nama Mahasiswa : Ronalda Budyantara Nomor Pokok Mahasiswa : 0818011094

Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

dr. Muhartono, M. Kes., Sp. PA dr. Susianti, M.Sc.

NIP. 197012082001121001 NIP. 197808052005012003

2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

(8)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua :dr. Muhartono, M. Kes., Sp. PA.

Sekretaris :dr. Susianti, M.Sc.

Penguji

Bukan Pembimbing :Dr. Sutyarso, M. Biomed.

2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Dr. Sutyarso, M. Biomed. NIP. 195704241987031001

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 28 Juni 1990, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari Bapak Peturun dan Ibu Nurjannah.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Kartika Jaya II-5 pada tahun 1995, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Kartika Jaya II-5 Bandar Lampung pada tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun 2008.

(10)

Kita bisa terus menyesali apa yang sudah terjadi atau kita bisa mengingatnya sebagai

sebuah pelajaran dan kenangan.

(11)

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Karena Atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad S.A.W.

Skripsi dengan judulMembandingkan Tingkat Kesembuhan Luka Bakar Dengan Pemberian Madu Secara Topikal dan Pemberian Klindamisin Pada (Rattus Norvegicus) adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Hi. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung;

(12)

3. dr. Muhartono, M. Kes., Sp. PA., selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. dr. Susianti, M.Sc., selaku Pembimbing Kedua atas kesediaan memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. dr. Evi Kurniawaty M.Sc. selaku Pembimbing Akademik atas bantuan dalam menangani masalah saya yang berkaitan dengan akademik;

6. Buat papa dan mama tercinta, terimakasih atas setiap dukungan, doa, kasih dan sayang buat onal. Mungkin ini tidak berarti dibandingkan dengan apa yang papa dan mama sudah berikan. Hanya Allah SWT yang mampu membalas setiap pengorbanan papa dan mama;

7. Seluruh Keluarga Besarku, terima kasih atas bantuan, do’a, kasih saying, dukungan dan semangat yang telah diberikan;

8. Seluruh staf dosen FK Universitas Lampung atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis ;

9. Seluruh staf akademik FK Universitas Lampung dan pegawai yang turut membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini. Sehingga bisa berjalan dengan lancar. Terimakasih atas bantuan dan dukungannya; 10. Seluruh staf tata usaha FK Universitas Lampung dan pegawai yang turut

membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini. Sehingga bisa berjalan dengan lancar. Terimakasih atas bantuan dan dukungannya; 11.Dzikri, Gunawan, Yoga, Cuwi, Rian “Jagal”, dan Raden berkat bantuan

(13)

12. Adhein, Alifandi, Aris “Narji”, Caca, Dhandy, Deo, Egi, Rahmat, dan Yuda yang sudah jadi sahabat dari SMA sampai saat ini dan mudah-mudahan sampai tua nanti kita bisa terus saling dukung.

13. Jeffri, Zerri, Yogi, Taufik, Iqbal, Riconya Oci, Saga, Topan, Emir, dan Aris “Akum” terima kasih untuk pengalaman hidup selama kuliah, persahabatan dan kenangan selama kuliah;

14. Heru karena sudah membantu dan membagi ilmunya selama menjalani perkuliaha;

15.Ardiansyah “aceh” dan Arip terimakasih karena sudah menjalani penelitian ini bersama sehingga penelitian ini berjalan lebih ringan;

16. Teman-teman angkatan 2008 yang tak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih telah memberikan makna atas kebersamaan yang terjalin dan memberi motivasi belajar, kelak hari ini akan menjadi kenangan yang indah untuk kita semua disuatu hari nanti;

17. Kakak-kakak dan adik-adik tingkatku (angkatan 2002–2011) yang sudah memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran;

18. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu, terimakasih atas dukungan, ilmu, dan kebersamaanya;

Penulis berharap semoga semua jasa baik pihak-pihak yang telah memberi bantuan kepada penulis selama ini akan mendapat balasan dari Allah SWT.

(14)

penelitian yang akan datang. Sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Juli 2012 Penulis,

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

1. Tujuan Umum ... 4

2. Tujuan Khusus ... 4

D. Manfaat Penelitian... 5

E. Kerangka Pemikiran ... 5

F. Hipotesis ... 7

1. Definisi Luka Bakar ...11

2. Klasifikasi Luka Bakar ...12

3. Proses Penyembuhan Luka Bakar ...15

D. Madu ...16

1. Lebah ...17

2. Pengumpulan nektar dan polen ...18

3. Manfaat madu ...18

4. Kandungan madu ...18

5. Unsur antibakteri pada madu ...20

E. Antibiotika ...21

1. Absorbsi obat melalui kulit ...22

(16)

3. Klindamisin ...25

III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ...27

B. Waktu dan Tempat Penelitian ...28

C. Alat dan Bahan ...28

D. Subyek Penelitian ...29

1. Populasi ...29

2. Sampel ...29

E. Kriteria Inklusi dan Ekslusi...30

F. Variabel Penelitian ...30

1. Variabel Bebas ...30

2. Variabel Terikat ...30

G. Prosedur Penelitian...31

1. Pembuatan luka bakar derajat II ...31

2. Prosedur penanganan luka bakar derajat II ...31

3. Prosedur operasional pembuatanslide ...31

4. Alur penelitian ...34

H. Definisi Operasional ...35

I. Cara Pengumpulan Data ...36

1. Klinis ...36

2. Histopatologis ...37

J. Pengolahan dan Analisis Data ...38

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...39

1. Gambaran histopatologis kulit tikus ...39

2. Gambaran Klinis Kulit Tikus ...43

(17)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Standarisasi Madu ... 20

2. Jenis perlakuan penelitian dan dosis yang diberikan pada setiap perlakuan ... 28

3. Definisi Operasional ... 35

4. Rata-rata hasil pengamatan histopatologis... 42

5. Hasil Uji Kemaknaan menggunakan ujiMann-Whitney... 43

6. Persentase rata-rata penyembuhan pada kelompok madu, klindamisin dan kontrol ... 43

(18)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka teori ...6

2. Kerangka Konsep ...7

3. Gambaran mikroskopis Luka bakar derajat I ...13

4. Gambaran Luka bakar derajat II, a). Gambaran histologis, ...14

b). Gambaran Klinis Luka Bakar Derajat II...14

5. Gambaran mikroskopis Luka bakar derajat III ...14

6. Rantai Kimia Klindamisin ...25

7. Diagram Alur Penelitian ...34

8. Diameter Luka Bakar ...36

9. Gambaran histopatologis kulit tikus K1 dengan pewarna H.E (perbesaran 400 kali, potongan melintang)...40

10. Gambaran histopatologis kulit tikus K2 dengan pewarna H.E (perbesaran 400 kali, potongan melintang)...41

(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jauh sebelum ilmu kedokteran maju seperti sekarang, masyarakat berbagai belahan dunia telah mengenal satu kepercayaan bahwa madu merupakan salah satu obat mujarab untuk segala macam penyakit. Selain itu, madu juga dipercaya sebagai bahan utama untuk perawatan kecantikan. Namun demikian hingga saat ini banyak manfaat madu yang belum dibuktikan secara ilmiah apalagi pembuktiannya secara klinis, baik untuk kesehatan maupun untuk kecantikan.

Kondisi yang sama juga terjadi pada kepercayaan madu sebagai obat luka bakar, bahkan hingga saat ini hanya ada beberapa penelitian yang menduga bahwa madu berperan dalam penanganan luka bakar, karena madu sendiri memiliki kemampuan untuk memperbaiki sel-sel yang rusak atau mati pada kulit, sekaligus merangsang pertumbuhan sel-sel baru (Kartini, 2009).

(20)

2

telah ditanam bakteri-bakteri tersebut. Selain itu yang menjadi kelebihan madu dari antibiotika pada umumnya adalah dari segi estetikanya, dikatakan madu dapat pula digunakan untuk menghaluskan kulit, serta pertumbuhan rambut (Ratnayani dkk., 2008).

Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang sangat penting bagi tubuh. Kulit berperan sebagai proteksi tubuh seperti pencegahan infeksi dan penguapan berlebihan dari tubuh. Kulit merupakan indra peraba yang menerima rangsangan nyeri, panas, dingin dan sebagainya (Eroschenko, 2003). Selanjutnya dikatakan bahwa didalam jaringan kulit terdapat kelenjar minyak dan kelenjar keringat (Junquiera, 2007).

Seperti halnya bagian tubuh lainnya, pada kulit dapat terjadi kerusakan. Kerusakan pada kulit tersebut antara lain dapat disebabkan karena suhu. Pada suhu tertentu dan waktu kontak tertentu, misalnya pada suhu yang tinggi dengan waktu kontak sebentar dan pada suhu yang lebih rendah dengan waktu kontak yang lama dapat menyebabkan kerusakan jaringan kulit. Kerusakan jaringan akibat luka bakar bukan hanya bisa terjadi pada permukaan kulit saja, tetapi bisa terjadi juga di jaringan bagian bawah kulit. Jaringan yang terbakar akan rusak, sehingga cairan tubuh bisa keluar melalui kapiler pembuluh darah pada jaringan yang mengalami pembengkakan akibat luka bakar. Pada luka bakar yang luas, kehilangan sejumlah besar cairan karena perembesan cairan dari kulit dapat menyebabkan terjadinya syok (Guyton, 2006).

(21)

3

terkena berbagai kendala yang umum terjadi pada berbagai jenis antibiotik yang ada sekarang yang salah satunya yaitu resistensi obat (Anonim, 2012). Sebagai contoh pada obat golongan aminoglikosida, mikroorganisme bisa berubah menjadi resisten dengan cara memperoleh kemampuan untuk memproduksi enzim yang menginaktifasi aminoglikosida dengan cara adenililasi, asetilasi, atau fosforilasi (Katzung, 2004).

Salah satu antibiotika topikal yang sering digunakan klindamisin. Klindamisin sendiri adalah sediaan semi sintetik karena obat ini masi turunan dari linkomisin. Kerja obat ini sendiri yaitu mencegah sintesa protein dari bakteri (Morar dkk, 2009).

Penggunaaan antibiotika yang saat ini dimanfaatkan untuk mencegah infeksi akibat rusaknya jaringan kulit pada penanganan luka bakar, menimbulkan berbagai efek samping, dan sepertinya belum tergantikan oleh obat lain. Di lain pihak madu berperan sebagai antibakteri dan saat ini sudah dimanfaatkan sebagai penanganan korban luka bakar. Kartini (2009) menyatakan bahwa dari hasil penelitian penggunaan madu terhadap luka bakar menjadi steril dalam waktu 2-6 hari, 7 hari, dan 7-10 hari. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai peran madu sebagai antibiotika pada luka bakar serta melihat perbedaan pada tingkat kesembuhan antara penggunaan antibiotika untuk penanganan luka bakar dan penggunaan madu.

B. Rumusan Masalah

(22)

4

pertumbuhan bakteri patogen sepertiEscherichia coli, Listeria monocytogenes, dan Staphylococcus aureus. Hal ini terlihat dari zona penghambatan yang dihasilkan oleh madu yang diberikan pada media yang telah ditanam bakteri-bakteri tersebut. Selain itu yang menjadi kelebihan madu dari antibiotik pada umumnya adalah dari segi estetikanya, dikatakan madu dapat pula digunakan untuk menghaluskan kulit, serta pertumbuhannya (Ratnayani dkk., 2008). Sehingga diharapkan penyembuhan jaringan kulit karena luka bakar pada pemberian madu bisa lebih memberikan manfaat. Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan tingkat kesembuhan luka bakar secara klinis dan histopatologi antara pemberian madu dan klindamisin secara topikal untuk penanganan luka bakar pada tikus putih.

2. Apakah pemberian madu dapat memberikan hasil kesembuhan yang lebih baik secara klinis dan histopatologi dibandingkan klindamisin topikal untuk penanganan luka bakar pada tikus putih.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk membandingkan tingkat kesembuhan luka bakar antara pemberian madu dan klindamisin.

2. Tujuan Khusus

(23)

5

b. Membandingkan tingkat kesembuhan luka bakar secara histologis antara pemberian madu dan klindamisin pada tikus putih.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, khususnya tentang manfaat madu sebagai pengganti antibiotika dalam penanganan luka bakar dapat diaplikasikan lebih luas oleh masyarakat.

E. Kerangka Teori

Beberapa faktor yang mempengaruhi waktu kesembuhan dari luka bakar antara lain adalah mikroorgansime yang dapat membuat infeksi karena infeksi dapat memperlambat kesembuhan luka yang kedua derajat luka bakar. Berat atau ringanya luka bakar mencakup penilaian derajat luka bakar, luas luka bakar, daerah luka bakar, dan termasuk umur dari penderita sendiri karena penilaian untuk orang dewasa dan anak-anak akan jauh berbeda (Sjamsuhidajat, 2005).

Berikutnya adalah faktor lingkungan, sanitasi lingkungan yang buruk dan perawatan yang kurang steril pada daerah luka akan memperbesar resiko terjadinya infeksi. Pada penelitian ini sendiri dikhususkan pada segi perawatanya dalam pencegahan infeksi dengan menggunakan antibiotik dan madu (Zumaro,2009).

(24)

6

jumlah kecil maupun dalam jumlah yang besar. Menurut Kwakman (2011) ada tiga hal yang paling mempengaruhi sifat antibakteri dari madu yang pertama, keasaman dari madu karena madu mempunyai pH 3,2-4,5. Kedua, madu mempunya nilai osmolaritas yang tinggi dengan nilat aktivitas air 0,56-0,62. Dan yang ketiga, di dalam madu terdapat hidrogen peroksida dengan konsentrasi 0,02-0,05 mmol/l.

Klindamisin adalah antibiotika sintetik golongan aminoglikosida yang merupakan derivat dari linkomisin. Kerja antibiotika ini dengan mengambat sintesa protein pada bakteri (Katzung, 2004). Berikut skema dari kerangka teori diatas dan kerangka konsep dari penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada gambar 1 dan gambar 2.

(25)

7

Gambar 2. Kerangka Konsep Perlakuan Pada Luka Bakar

F. Hipotesis

1. Terdapat perbedaan tingkat kesembuhan luka bakar secara klinis dan histologis antara pemberian madu secara topikal dibandingkan dengan klindamisin topikal pada tikus.

(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tikus

Dalam percobaan laboratorium, dapat dimanfaatkan berbagai hewan model, salah satu hewan model diantaranya yang sering digunakan untuk berbagai percobaan adalah tikus. Tikus memiliki beberapa galur yang merupakan hasil persilangan sesama jenis, namun demikian galur yang sering digunakan untuk penelitian adalah galur Wistar, Long-Evans dan Sparague-Dawley (Weihe, 2010). Adapun klasifikasi tikus menurut (Sullivan, 2003) adalah sebagai berikut.

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Rodensia Famili : Muridae, Sub Famili : Murinae Genus : Rattus

(27)

9

B. Kulit

Kulit dan turunannya beserta yang ada didalamnya membentuk sistem integument. Pada manusia kulit mencakup kuku, rambut dan beberapa kelenjar yang terdapat didalam kulit (Eroschenko, 2003).

Kulit adalah organ tunggal yang terberat ditubuh, dengan berat sekitar 16% dari berat badan total dan pada orang dewasa, mempunyai luas sebesar 1,2-2,3 m2 yang terpapar pada dunia luar (Junquiera, 2007). Lapisan- lapisn pada kulit yang membentuk sistem integumen dibagi menjadi tiga daerah yaitu epidermis dan dermis.

1. Epidermis

Junqueira (2007) menjelaskan, epidermis terbentuk dari sel epitel gepeng berlapis, bertanduk (keratin), namun ada juga sel-sel lain yang terdapat di epidermis dalam jumlah yang lebih dikit yaitu sel melanosit, sel merkel, dan sel langerhans. Biasanya lapisan kulit dibedakan menjadi kulit tebal (licin, tidak berambut) dan kulit tipis (berambut). Pada umumnya area epidermis dibagi menjadi lima lapisan yaitu,

(28)

10

2. Dermis

Dermis adalah jaringan ikat yang menunjang epidermis dan mengikatnya ke jaringan subkutan. Ketebalan dari area ini bervariasi tergantung dari lokasi tubuh, dan mencapai retikulin, yang disebut lamina retikularis. Pada umumnya dermis terdiri dari dua lapisan dengan batas yang tidak nyata yaitu stratum papilare di bagian luar dan stratum retikulare di bagian dalam.

Pada daerah stratum papilare tipis jaringan ini terdiri atas jaringan ikat longgar, fibroblas, dan sel lainya yang sering dijumpai di lapisan ini yaitu sel mast dan makrofag. Leukosit yang ekstrafasasi juga bisa dijumpai di sini. Sedangkan stratum retikulare yang tebal, terdiri atas jaringan ikat padat tidak teratur (Eroschenko, 2003).

3. Fungsi Kulit

Kulit adalah pembungkus tubuh yang berkontak langsung dengan duina luar. Itu sebabnya kulit mempunyai berbagai macam fungsi yang penting.

a. Kulit sebagai alat proteksi

(29)

11

b. Kulit pada regulasi suhu tubuh

Kulit berperan penting dalam regulasi suhu tubuh. Saat beraktifitas fisik atau pada lingkungan yang panas tubuh akan meningkatkan proses berkeringat, ini memungkinkan untuk hilangnya sebagian panas tubuh dari penguapan dan pelebaran pembuluh darah dan sebaliknya pada daerah yang dingin.

c. Kulit sebagai Presepsi sensoris

Kulit adalah organ sensoris besar dan sumber utama sensasi umum pada tubuh terhadap lingkungan luar. Reseptor sensoris yang terdapat pada kulit antara lain suhu, sentuhan, nyeri, dan tekanan. d. Kulit sebagai organ eksretoris

Memalui produksi keringat maka air, larutan garam, dan limbah bernitrogen dapat dieksresikan oleh tubuh

e. Pembentukan vitamin D

Bila kulit terpapar terhadap sinar UV dari matahari, dibentuk vitamin D dari prekursor yang disintesis di dalam epidermis. Vitamin D diperlukan untuk penyerapan kalsium dan mukosa usus dan metabolisme mineral yang memadai.

C. Luka Bakar

1. Definisi Luka Bakar

(30)

12

lebih berat dibandingkan air panas. Selain itu lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan kedalaman kerusakan jaringan sangat menentukan lama proses penyembuhan. Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi (Moenadjat, 2003).

2. Klasifikasi Luka Bakar

Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar yang berdasarkan dari kedalam luka bakar, tekhnik pengklasifikasikan ini diadaptasi dari pengklasifikasian oleh Ambroise Pare seorang ahli bedah dari Perancis, berikut penjelasanya (Puryanto, 2009) :

a. Derajat I

(31)

13

Gambar 3. Gambaran mikroskopis Luka bakar derajat I (Mannheim, 2010).

b. Derajat II

Lesi merusak epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih terdapat epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Jaringan tersebut misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya jaringan yangmasih “sehat” tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3 minggu. Gambaran luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi cairan eksudat dari pembuluh darah karena perubahan permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri.

(32)

14

Gambar 4. Gambaran Luka bakar derajat II, a). Gambaran histologis,

b). Gambaran Klinis (Heller, 2010).

c. Derajat III

Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ atau jaringan yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel yang dapat menjadi dasar regenerasi sel spontan, sehingga untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit

(33)

15

3. Proses Penyembuhan Luka Bakar

Menurut Syamsuhidayat dan Jong (1997), proses penyembuhan luka bakar terbagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, fase poliferasi, dan fase penyudahan.

a. Fase inflamasi

Fase ini berlangsung sejak terjadinya luka sampai hari kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan pendarahan dan tubuh akan menghentikannya dengan vasokontriksi, pengerutan ujung pembuluh darah yang terputus,dan reaksi hemostatis (Syamsuhidayat dan Jong, 1997).

b. Fase proliferasi

Fase proliferasi disebut fase fibroplasia karena yang terjadi proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung sampai minggu ketiga. Pada fase proliferasi luka dipenuhi sel radang, fibroplasia dan kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol halus yang disebut granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasar dan mengisi permukaan luka, tempatnya diisi sel baru dari proses mitosis, proses migrasi terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar. Proses fibroplasia akan berhenti dan mulailah proses pematangan (Syamsuhidayat dan Jong, 1997).

c. Fase penyudahan

(34)

16

berlebih, pengerutan karena gaya gravitasi, dan berakhir dengan perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini berakhir bila semua tanda radang sudah hilang. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis dan mudah digerakan dari dasar. Udem dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut. Pada akhir fase, perupaan luka kulit mampu menahan regangan 80% dari kulit normal. Fase ini berlangsung 3-6 bulan (Syamsuhidayat dan Jong, 1997).

D. Madu

Madu merupakan cairan manis yang diproses oleh lebah yang berasal dari sari pati atau tepung sari bunga, yang dijadikan lebah sebagai bahan baku yang disebut nektar, yang didapat pada sel tumbuhan. Lebah madu mengumpulkan madu didalam sarang, tidak hanya itu mereka juga menyimpan sebuk sari bunga atau yang biasa disebut dengan istillah pollen (Saqa, 2010). Sejak ribuan tahun yang lalu sampai sekarang ini, madu telah dikenal sebagai salah satu bahan makanan atau minuman alami yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan.

Referensi tentang madu adalah obat, bisa ditemukan didalam Al-Qur’an (Surat An-Nahl 68-69) yang berbunyi. Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah, “buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu dan di

(35)

17

Tuhanmu yang diilhamkan dan dimudahkannya kepadamu". Akan keluarlah dari dalam badannya minuman yang berlainan warnanya, yang mengandungi penawar bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu, ada tanda bagi orang-orang yang mau berfikir.

1. Lebah

Diketahui 20.000 jenis lebah yang terdapat di dunia, tetapi hanya ada 4 jenis lebah yang yang dikenal dunia sebagai penghasil madu, yaitu Apis dorsata, Apis florea, Apis indica, dan Apis mellifera. Indonesia mempunyai lima spesies lebah yaituA. florea, A. dorsata, A. cerana, A. andreniformis, A. khoschevnikovi dan A. nigrocincta (Hadisoesilo, 2001). Berikut ini adalah klasifikasi dari lebah madu (Soelistyorini, 2006).

Kingdom : Animal Phylum : Arthropoda

Class : Hexapoda / Insecta Order : Hymenoptera Family : Apidae Genus :Apis

Species :dorsata florea

indica

(36)

18

2. Pengumpulan Nektar dan Polen

Seekor lebah pekerja harus mengunjungi banyak bunga agar proses pembentukan pelet dapat berlangsung secara berangsur-angsur dalam pengumpulan polen. Tubuh lebah penuh dengan bulu-bulu halus, sehingga saat lebah mengunjungi bunga, butir-butir polen menempel pada bulu lebah tersebut. Butir-butir polen yang menempel pada bulu tubuh lebah merupakan polen untuk penyerbukan. Sedangkan polen yang dibawa pada kakinya merupakan polen untuk dibawa ke dalam sarang sebagai bahan makanan (Sarwono, 2001).

3. Manfaat Madu

Madu memiliki berbagai manfaat, antara lain dari segi pangan, kesehatan dan kecantikan. Madu juga sering digunakan sebagai bahan pemanis, penyedap makanan dan campuran saat mengkonsumsi minuman. Tidak kalah penting juga madu sering dimanfaatkan sebagai obat. Madu merupakan salah satu obat tradisional tertua yang dianggap penting untuk pengobatan penyakit pernafasan, infeksi saluran pencernaan dan bermacam-macam penyakit lainnya (Saqa, 2010). 4. Kandungan Madu

(37)

19

dkk., 2008). Selain itu juga didalam madu terdapat unsur- unsur yang lebih kecil lagi yaitu (Saqa, 2010).

• Zat pigmen yang berupa carotene, klorofil,dan sejumlah unsur-unsur

turunan klorofil, dan xantofil.

• Unsur-unsur aroma terkandung adalah triptofan, aldehida, alkohol,

ester.

• Senyawa gula alkohol yaitu manitol, dulcitol, tanin dan asetilkolin.

• Enzim-enzim pada madu yaitu invertase, diastase, glukosa, oksidase,

katalase, fosfatase,dan peroksidase.

• Zat yang bersifat antibiotik dan antiviral antara lain interferon dan

inhibin.

• Hormon: hormon nabati, hormon-hormon turunan eterogen,

prostalglandin, unsur-unsur pengaktif organ-organ reproduksi pada jantan dan betina.

(38)

20

Tabel 1.Standarisasi Madu (BSN, 2004).

No. Jenis Uji Persyaratan

1 Aktifitas Enzim Diastase, 3 Diastase Number

2 Hidroksimetilfurfural 50 Mg/kg

6 Keasaman 50 ml NaOH 1 N/kg

7 Padatan yang tak larut dalam air 0,5 %b/b

8 Abu 0,5 %b/b

10 Cemaran Arsen 0,5 mg/kg

5. Unsur antibakteri pada Madu

Beberapa kandungan pada madu menghasilkan efek antibakteri, beberapa unsur tersebut adalah (Kwakman, 2011)

a. Osmolaritas Tinggi

Pada beberapa madu kandungan gulanya bisa sampai 80 % yang terdiri dari glukosa, fruktosa, maltosa dan sucrosa. Kurang dari 18 % komponennya adalah air sehingga mempunyai osmolaritas yang tinggi.

(39)

21

Glukosa oksidase adalah salah satu enzim yang di keluarkan oleh lebah kepada madu. Enzim ini dapat mengubah senyawa glukosa dan menghasilkan hidrogen peroksida

c. pH madu

Madu mempunyai keasaman yang rendah yaitu 3,2-4,5 sehingga mampu untuk menghambat pertumbuhan bakteri.

Pada penelitian yang telah dilakukan pada sampel marmut didapatkan perbandingan penyembuhan luka yang diberikan madu secara topikal yaitu rata-rata kecepatan proses penyembuhan pada kelompok madu nektar flora adalah 9,67 hari, kelompok silver sulfadiazine diadapat 10 hari, kelompok kontrol didapat 19,17 (Handian, 2006). Kartini (2009) menyatakan bahwa dari hasil penelitian penggunaan madu terhadap luka bakar menjadi steril dalam waktu 2-6 hari, 7 hari, dan 7-10 hari

E. Antibiotika

Antibiotika adalah zat kimia yang bersifat merusak terhadap organisme tetapi sifatnya selektif sehingga hanya merusak mikroorganisme yang dituju tanpa merugikan inangnya. Toksisitas selektif tergantung pada proses hambatan biokimianya. Mekanisme kerja dari kebanyakan antibiotika sendiri belum diketahui secara sempurna namun, beberapa referensi menuliskan kerja antibiotika secara umum ada empat cara yaitu (Katzung, 2004).

• Penghambatan sintesa dinding sel.

• Perubahan permeabilitas membran sel atau transport aktif melalui

(40)

22

• Penghambatan sintesa protein.

• Penghambatan sintesa asam nukleat.

1. Absorbsi Obat melalui Kulit

Absorbsi obat melalui kulit dipengaruhi oleh bioailabilitas dari obat itu sendiri. Bioavailibilitas obat adalah fraksi dari obat yang tidak berubah (unchanged drug) yang mencapai sirkulasi sistemik setelah diberikan melalui cara pemberian apapun. Pengecualian untuk pemberian melalui intravena bioavailibilitas dari obat tersebut adalah sama dengan satu (Katzung, 2004).

a. Tingkat Absorbsi

Tingkat absorbsi bisa dipengaruhi oleh berbagai hal misal, obat yang diberikan secara peroral dapat diabsorbsi secara tidak lengkap dikarenakan interaksi dengan bakteri didalam usus atau interaksi dengan obat yang diberikan secara bersamaan. Obat lain yang terlalu hidrofilik ataupun hidrofobik akan mempunyai bioavalibilitas yang rendah karena penyerapan yang tidak lengkap. Jika terlalu hidrofilik, obat akan sukar menembus sel membran yang bersifat lipid dan jika terlali lipofilik akan kurang melarut saat menembus lapisan air disekitar sel (Katzung, 2004).

b. Kecepatan Absorpsi

(41)

23

Tujuan umum dari obat topikal adalah menghasilkan efek terapeutik di daerah epidermis, namun biasanya daerah yang terkena bisa sampai kelapisan. Absorbsi obat topikal ke dalam tubuh umumnya melalui penetrasi langsung pada stratum korneum yang terdiri dari 40% protein umumnya dalam bentuk keratin dan 40% air. Sifat stratum korneum adalah semipermeabel dan bentuk transportasinya adalah diufsi pasif (Simanjuntak, 2008).

Umumnya kemampuan obat untuk penetrasi kedalam kulit tergantung dari sifat kimia dan fisika dari obat tersebut, bisa juga dipengaruhi oleh pH, zat pembawa dan, konsentrasi zat tersebut (Katzung, 2004). Keadaan fisiologis yang mempengaruhi kemampuan absorbsi obat anatara lain, umur kulit, kelembaban kulit, kesehatan kulit, dan spesies (Simanjuntak, 2008).

2. Aminoglikosida

Aminoglikosida sendiri biasanya berasal dari spesies Streptomyces, namun ada juga yang berasal dari sintetik. Sebagai contoh dari obat golongan aminoglikosida adalah Klindamisin, Gentamicin, dan Neomicin. Mekanisme kerjanya adalah penghambatan irreversibel sintesis protein. Kemudian akan terjadi penetrasi terhadap selubung sel pada proses ini sebagian berupa transpor aktif dan sebagian difusi pasif. Setelah masuk aminoglikosida akan berikatan dengan reseptor pada subunit ribosom 30S bakteri. Proses penghambatanya sendiri bisa melalui 3 cara yaitu (Katzung, 2004).

(42)

24

• Dengan menginduksi kesalahan pada pembacaan kode pada mRNA

template yang menyebabkan kesalahan pada penggabungan asam amino ke dalam peptida.

• Menyebabkan pemecahan polisom menjadi monosom yang tidak

berfungsi.

Pada golongan aminoglikosida dikenal beberapa cara yang dapat menyebabkan mikroorganisme resisten terhadap obat golongan ini antara lain (Katzung, 2004).

• Mikroorganisme memperoleh kemampuan untuk memperoduksi

enzim yang menginaktifkan aminoglikosida dengan cara adenililasi, asetililasi, atau fosforilasi. Cara ini merupakan yang paling utama diantara bakteri gram negatif dan biasanya dikendalikan oleh plasmid, yang mebahayakana dalah sifat resisten ini bisa ditularkan.

• Perubahan pada permukaan sel, yang mempengaruhi penyerapan

atau transport dari aminoglikosida itu sendiri. Biasanya dikendalikan oleh kromosom atau plasmidnya.

• Protein reseptor pada subunit 30S ribosom hilang atau bermutasi

• Kemudian cara yang tidak langsung yaitu, organisme fakultatif yang

(43)

25

3. Klindamisin

Klindamisin sering digunakan untuk penanganan pada jerawat. Obat ini sendiri untuk sediaan topikal dapat berbentuk gel, foam, solution, dan

lotion.Klindamisin sendiri adalah sediaan semi sintetik karena obat ini masi turunan dari linkomisin sehingga termasuk golongan linkosamida. Obat ini mempunyai sifat lipofilik yang lebih kuat, sehingga memudahkan penetrasi kedalam sel bakteri dibandingkan linkomisin (Katzung, 2004). Kerja obat ini adalah menghambat sintesa protein bakteri dengan cara mengikat reseptor 23S rNA dari subunit 50S bakteri, sehingga memberikan sifat bakteriostatik. Lebih spesifiknya klindamisin bekerja dengan mencegah translokasi dari A ke P pada rantai peptida tRNA, sehingga menghasilkan rantai yang salah. Berikut ini merupakan rantai kimia dari Klindamisin.

Gambar 6.Rantai Kimia Klindamisin (Morar dkk, 2009).

(44)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik yang menggunakan metode rancangan acak. Sebanyak 9 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) betina dewasa galur Sprague Dawley berumur 3-4 bulan yang dipilih secararandom yang dibagi menjadi 3 kelompok, dengan pengulangan sebanyak 6 kali. Adapun kelompok perlakuanya yaitu kelompok

1). Kelompok kontrol yaitu tikus yang diperlakukan luka bakar derajat II dengan diameter 2 cm yang akan dibiarkan sembuh secara normal tanpa pemberian zat aktif.

2). Kelompok tikus yang diperlakukan luka bakar derajat II dengan diameter 2 cm, selama proses kesembuhan akan dilakukan perawatan menggunakan madu 100% (Subrahmanyam, 2001) dengan nama dagang Madu Apriari. 3). Kelompok tikus yang diperlakukan luka bakar derajat II dengan diameter 2

(45)

28

Tabel 2. Jenis perlakuan penelitian dan dosis yang diberikan pada setiap perlakuan.

No. Hewan Percobaan Jenis Perlakuan Dosis 1 Tikus dengan Luka bakar Tidak diberikan zat

aktif

0

2 Tikus dengan Luka Bakar Madu SNI 100% 3 Tikus dengan Luka Bakar Klindamisin Gel 1%×10gr

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, sedangkan pembuatan preparat dan pengamatannya dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi dan Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Dengan waktu April-Juni 2012.

C. Alat dan Bahan

(46)

29

D. Subyek Penelitian 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti. Populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) betina dewasa galur Sprague Dawley berumur 3 - 4 bulan.

2. Sampel

Menurut Frederer (1967), rumus penentuan sampel untuk uji eksperimental adalah :

t(n-1) 15

Dimana t merupakan jumlah kelompok percobaan dan n merupakan jumlah pengulangan atau jumlah sampel tiap kelompok. Penelitian ini menggunakan 3 kelompok perlakuan sehingga perhitungan sampel menjadi :

3(n-1) 15

3n-3 15 3n 18

n 6

(47)

30

E. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Inklusi :

1. Memiliki berat badan sekitar 150-180 gram. 2. Berjenis kelamin betina.

3. Berusia sekitar 3 - 4 bulan. Ekslusi :

1. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% setelah masa adaptasi di laboratorium.

2. Mati selama masa pemberian perlakuan.

F. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas (Independent variable)

o Tikus dengan luka bakar derajat II yang diberi perawatan

Klindamisin

o Tikus dengan luka bakar derajat II yang diberi perawatan Madu

2. Variabel Terikat (Dependent variable)

Tingkat kesembuhan kulit tikus dengan luka bakar derajat II

G. Prosedur Penelitian

(48)

31

1. Pembuatan Luka Bakar Derajat II

Bagian punggung dari tikus putih dicukur. Dilakukan anestesi pada area kulit yang dibuat luka bakar dengan dosis 0,2 cc lidokain dalam 2 cc aquadest. Kulit diinduksi dengan logam berdiameter dua centimeter bersuhu tinggi. Tempelkan besi pada kulit tikus yang telah disiapkan selama 2 detik.

2. Prosedur penanganan Luka Bakar Derajat II

Penanganan dilakukan sebanyak dua kali sehari dan selalu dibersihkan sebelum mengaplikasikan madu dan klindamisin ke tikus putih dengan cara, membersihkanya dengan air aquades. Berikut runtutan prosedur penanganan luka bakar yang di aplikasikan.

a. Tempatkan perlak yang dilapisi kain di bawah luka. b. Pakai sarung tangan steril.

c. Siapkan kasa.

d. Olesi bagian luka dengan kasa yang telah dibasahi dengan Madu SNI setebal 2 mm hingga menutup seluruh permukaan luka atau menggunakan klindamisin untuk kelompok perlakuan klindamisin. e. Tutup luka dengan kasa steril

f. Untuk kelompok kontrol balutan tanpa diberikan apapun.

3. Prosedur operasional pembuatanslide

(49)

32

a. Prosedur pembuatanslide:

1) Organ telah dipotong secara representatif dengan sayatan melintang dan telah difiksasi menggunakan formalin 10% selama 3 jam.

2) Bilas dengan air mengalir sebanyak 3-5 kali. 3) Dehidrasi dengan:

o Alkohol 70% selama 0,5 jam o Alkohol 96% selama 0,5 jam o Alkohol 96% selama 0,5 jam o Alkohol 96% selama 0,5 jam o Alkohol absolut selama 1 jam o Alkohol absolut selama 1 jam o Alkohol absolut selama 1 jam o Alkohol xylol 1:1 selama 0,5 jam

4) Clearingdengan menggunakan:

Untuk membersihkan sisa alkohol, dilakukan clearingdengan xilol I dan II masing-masing selama 1 jam.

5) Impregnansi dengan parafin selama 1 jam dalam oven suhu 65oC. 6) Pembuatan blok parafin:

Sebelum dilakukan pemotongan blok parafin, parafin didinginkan dalam lemari es. Pemotongan menggunakan rotary microtome

(50)

33

b. Prosedur pulasan HE :

Setelah jaringan melekat sempurna pada slide, memilih slide yang terbaik selanjutnya secara berurutan memasukkan ke dalam zat kimia di bawah ini dengan waktu sebagai berikut.

1) Dilakukan deparafinisasi dalam:

o LarutanxylolI selama 5 menit o LarutanxylolII selama 5 menit o Ethanol absolut selama 1 jam

2) Hydrasidalam:

o Alkohol 96% selama 2 menit o Alkohol 70% selama 2 menit o Air selama 10 menit

3) Pulasan Inti dibuat dengan menggunakan:

o Haris Hematoksilin selama 15 menit o Air mengalir

o Eosin selama maksimal 1 menit

4) Lanjutkan dehidrasi dengan menggunakan

o Alkohol 70% selama 2 menit o Alkohol 96% selama 2 menit o Alkohol absolut 2 menit

5) Penjernihan:

o XylolI selama 2 menit o XylolII selama 2 menit

(51)

34

4. Alur Penelitian

(52)

35

Dosis madu yang diberikan adalah dosis dressing topikal yang dipakai pada manusia yaitu madu dengan konsentrasi 100% yang diaplikasikan secukupnya terhadap luka.

Numerik

Gambaran histopatologi kulit Tikus

Sediaan histopatologi dilihat dengan perbesaran 400x dalam 5 lapang pandang dan diamati apakah terdapat reepitelisasi, sel radang, pus danscabpada daerah luka

Kategorik

Gambaran klinis kulit Tikus

Gambaran klinis didapat dengan menghitung rata-rata diameter penyembuhan luka yang dihitung setiap hari kemudian dihitung persentase dengan rumus

px= d1-dx

d1 ×100% dengan hari pertama sebagai acuan.

Numerik

Madu SNI Madu yang sudah terstandarisasi sesuai dengan kriteria pada BSN (Badan Standarisasi Nasional) yaitu dengan kandungan Aktifitas enzim diastase 3 DN, Hidroksimetilfurfural 50 Mg/kg, Air 22 %b/b, Gula Pereduksi 65 %b/b, Sukrosa 5 %b/b, Keasaman 50 ml NaOH 1 N/kg, Padatan yang tak larut dalam air 0,5 %b/b, Abu 0,5 %b/b, Timbal 1,0 Mg/kg, Tembaga 5,0 Mg/kg, Cemaran Arsen 0,5 mg/kg

Luka Bakar Derajat II Lesi mencapai kedalaman dermis namun masih terdapat epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Gambaran luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi cairan eksudat dari pembuluh darah karena perubahan permeabilitas dindingnya. Ukuran 2 cm

(53)

36

I. Cara Pengumpulan Data 1. Klinis

Dalam penelitian ini digunakan teknik Observasi eksperimen, dimana sampel dibagi menjadi 3 kelompok kemudian dilakukan dua hari sekali untuk melihat penyembuhan secara makroskopis. Pengamatan ini dilakukan mulai awal dari mulai pemberian terapi sampai hari terakhir penyembuhan untuk mengetahui perubahannya dengan batas waktu penelitian selama 14 hari. Diameter luka bakar rata-rata dihitung dengan cara (Suratman dkk., 1996).

Gambar 8. Diameter Luka Bakar.

Diameter luka didapat dengan rumus:

dx=d1+d2+d3+d4 4 Dimana :

dx = Diameter hari ke x

d1 = Diameter 1 d2 = Diameter 2 d3 = Diameter 3

d3

d1

(54)

37

d4 = Diameter 4

Lalu untuk mengukur persentase kesembuhan dilakukan dengan menggunakan rumus

px= d1-dx

d1 ×100% Dimana :

px = Persentase hari ke d1 = diameter hari ke 1

dx = diameter hari ke

2. Histopatologi

Penyembuhan diobservasi pada hari terakhir penelitian. Gambaran yang dinilai ada atau tidaknya reepitelisasi, sel radang, pus, danscab(keropeng) pada luka bakar setelah 14 hari perawatan menggunakan madu dan klindamisin. Lalu di beri nilai dengan indikator sebagai berikut.

Skor 0 : Jika belum ada reepitelisasi kembali dari kulit Skor 5 : Jika ada reepitelisasi kembali dari kulit. Skor -1: Jika masih didapati sel radang.

Skor -1: Jika didapati adanya scab. Skor -2: Jika didapati adanya pus.

(55)

38

J. Pengolahan dan Analisis Data

Hasil penelitian dianalisis apakah memiliki distribusi normal (p>0,05) atau tidak secara statistik dengan uji normalitas Shapiro-Wilk karena jumlah sampel≤50. Kemudian dilakukan uji Levene untuk mengetahui apakah dua

(56)
(57)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulla,H dan A Shalita. 2009.Topical Clindamycin Preparations in the Treatment of Acne Vulgaris. New York. 24 hlm.

Anonim. 2012.Antibiotic resistance. CDC. Atlanta. 14 Maret 2012 http://www.cdc.gov/narms/faq_pages/3.htm.

Eroschenko, V.P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional.

EGC. Jakarta. hlm 135-145.

G Turtay, M.G., H. Oguzturk, C. Firat, S. Erbatur, E., C. Colak. 2010.Efects of Montelukast on Burn Wound Healing in a Rat Model.Clin Infest Med. Vol 33 No 6. hlm 413-421.

Guyton, A. C. 2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta. hlm 299.

Hadisoesilo, S. 2001. Keanekaragaman Lebah madu Asli Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam.Biodiversitas volume 2. Bogor. hlm 123-128.

Handian, F.I. 2006.Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut.Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Malang. 21 hlm.

(58)

Katzung, B.G. 2004.Farmakologi Dasar dan Klinik. Salemba Medika. Jakarta. hlm 1-9,729.

Kusumanigtyas Ika Dharmestiwi. 2007.Perkembangan produksi madu lebah hutan (Apis dosrsata) dikawasan gunung tampomas utara, kabupaten sumedang. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 50 hlm.

Kwakman, P. H. S., S. A. J. Zaat. 2011.Antibacterial Components of Honey. IUBMB Life. Vol. 64 Issue 1. hlm 4855.

Manheim, J.K.,J.L.Heller. 2010. Image of Burn Wound Degree.MedlinePlus. Bethesda. 13 Januari 2010http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/ imagepages.html.

Mattjik, A.A., Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab.IPB Press. Jilid 1 Edisi Kedua. 287 hlm.

Monica Kartini, M. 2009. Efek Penggunaan Madu dalam Manajemen Luka Bakar .Junal Kesehatan. Vol 2 No 2. 20 hlm.

Mundo, M.A., I. Olga, P. Zakour, R.W. Worobo. 2004. Growth Inhibition of Food Pathogens and Food Spoilage Organisms by Selected Raw Honeys.

International Journal of Microbiology. Volume 97 issue 1. hal 1-8.

Payne, J.J.J., Busuttil A., Smock W. 2003. Forensic Medicine: Clinical and Pathological Aspects.Greenwich Medical Media. Cambridge. Hlm 14

Puryanto, K. 2009.Uji Aktivitas Gel Ekstrak Etanol Daun Binahong (Anredera cordifiola (Tenore)Steen.) Sebagai Penyemnuh Luka Bakar Pada Kulit Punggung Kelinci.Skripsi. Universitas Muhamadiyah Surakarta. Surakarta. 30 hlm.

Ratnayani, K., N.M.A. D. Adhi ., I G.A.M.A.S. Gitadewi. 2008. Penentuan Kadar Glukosa dan Fruktosa Madu Randu dan Madu Kelengkeng dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.Jurnal Kimia 2. Vol 2 No 2. hal 77-86.

(59)

Saqa, M. 2010.Pengobatan dengan Madu.Pustaka al-Kautsar. Jakarta. hlm 6-17.

Simanjuntak, M.R. 2008.Ekstraksi dan Fraksinasi Komponen Ekstrak Daun Tumbuhan Senduduk (melastoma malabathricum. L) Serta Pengujian Efek Sediaan Krim terhadap Penyembuhan Luka Bakar.Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. 85 hlm.

Sjamsuhidajat, R., W. Jong. 2005.Buku ajar ilmu bedah. EGC. Jakarta. hlm 73-84.

Smith, J.B., S.Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis.Universitas Indonesia. Jakarta. hlm 3.

Subramanyam, M., A.G. Sahapure, N.S. Nagane, V.R. Bahagwat. 2001.Effect of Topical Application of Honey on Burn Wound Healing. São José Hospital. Portugal. Hlm 3

Sulistyorini, C.A. 2006. Inventarisasi Tanaman Pakan Lebah Madu Apis cerana di Perkebunan Teh Gunung Mas Bogor. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 50 hlm.

Sullivan, R. 2003.Rats: observations on the history and habitat of the city's most unwanted inhabitants. Holtzbnnck. New York. Hlm 221.

Suranto, A. 2007.Terapi Madu. Penerbit Penebar Plus. Jakarta. hlm 27-28.

Suryani, L. N. S. Meida. 2004. Daya Antibakteri Madu terhadap beberapa Kuman Patogen secara In Vitro.Jurnal Kedoktern Yarsi. Vol.12 No.3. hlm 41-45.

Townsend, C.M.,Daniel B.R., Mark EB., Kenneth L. M. 2008. Wound Healing Phases. Sabiston Textbook of SurgeryThe Biological Basis of Modern Practice. Saunders. Philadelphia. hlm 9-121.

Weihe, W.H. 2010. The laboratory rat In 'The UFA W Handbook on the Care and Management of Laboratory Animals.Essex:LongmanScientific and

(60)

Gambar

Gambar 1. Kerangka Teori Tingkat Kesembuhan Luka Bakar
Gambar 3. Gambaran mikroskopis Luka bakar derajat I(Mannheim, 2010).
Gambar 4. Gambaran Luka bakar derajat II,
Tabel 1. Standarisasi Madu (BSN, 2004).
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut menunjukkan efektifitas kinerja dari ventilasi alamiah pada zona bukaan atas cukup baik, dimana udara lingkungan luar yang biasanya suhunya lebih rendah dari

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar gerak dasar menendang bola dengan punggung kaki melalui metode pembelajaran modifikasi alat bantu pada siswa kelas

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh outboundmanagement training dalam menurunkan stress pada karyawan bank. Hipotesis yang diajukan adalah Outbound

Merupakan suatu hal yang sangat fundamental bagi seorang yang mempelajari ilmu arsitektur untuk memahami benar mengenai faktor-faktor eksternal yang dapat

Gambar 2.25 Wortel berkembang biak dengan umbi akar.. Jika umbi akar ditanam, maka akan tumbuh tunas baru dari bagian yang merupakan sisa batang. Contoh tumbuhan yang berkembang

Metode pengambilan sampel menggunakan Random Sampling Methods untuk reaktor tipe fixed-dome diambil sebanyak 5 sampel dan metode sensus untuk reaktor tipe fiber

Hasil dari penelitian ini cukup berbeda dengan apa yang dihasilkan para peneliti lain dimana tidak terdapat hubungan yang nyata antara mata kuliah kewirausahaan

Pengeluaran untuk semua keperluan tersebut merupakan loss bagi masyarakat karena seharusnya sumberdaya yang dimiliki tersebut dapat digunakan untuk keperluan lain yang