• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respons Pertumbuhan Berbagai Bahan Tanam Setek Nilam (Pogostemon cablin Benth.)pada Berbagai Bahan Tanam dan Konsentrasi IBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respons Pertumbuhan Berbagai Bahan Tanam Setek Nilam (Pogostemon cablin Benth.)pada Berbagai Bahan Tanam dan Konsentrasi IBA"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Nilam Varietas Tapak Tuan Jumlah daun/cabang primer : 35,37-157,84

Ujung daun : Runcing

Pangkal daun : Rata, membulat

Tepi daun : Bergerigi ganda

Bulu daun : Banyak, lembut

Terna segar (ton/ha) : 41,51-103,05 Minyak (kg/ha) : 234,89-583,26 Kadar minyak (%) : 2,07-3,87 Patchouli alkohol (%) : 28,69-35,90 Meloidogyne incognita : Sangat rentan Pratylenchus bracyurus : Sangat rentan Radhopolus similis : Rentan Ralstonia solanacearum : Rentan

Peneliti : Y. Nuryani, Hobir, C. Syukur dan I. Mustika

(2)
(3)

X

X

X

X

X

X

X

X

X

Lampiran 3. Bagan penanaman pada petak

10 cm

50 cm

10 cm 10 cm

(4)

Lampiran 4. Jadwal kegiatan penelitian

No Kegiatan Penelitian Minggu ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Penyiraman 1 kali sehari dan disesuaikan dengan kondisi di lapangan

Penyiangan Disesuaikan dengan kondisi di lapangan Pengendalian Hama &

(5)

Lampiran 1. Perhitungan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) Konsentrasi IBA yaitu : 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, dan 300 ppm

ppm = Zat Terlarut

Zat Terlarut + Zat Pelarut x 10

6

Berdasarkan rumus di atas, maka perhitungan konsentrasi IBA dengan empat taraf tersebut, yaitu :

100x + 100.000 = 1.000.000x 999.900x = 100.000

200x + 200.000 = 1.000.000x 999.800x = 200.000

(6)

X = 0,2

X = 0,2 g IBA per 1.000 ml aquades d. I3 = 300 ppm

ppm = Zat Terlarut

Zat Terlarut + Zat Pelarut x 10

6

300 ppm = x

x + 1.000 ml x 10

6

300 (x + 1.000) = 106

300x + 300.000 = 1.000.000x 999.700x = 300.000

X = 0,300090027 X = 0,3

(7)

Lampiran 7. Data Pengamatan Persentase Setek Hidup (%)

Lampiran 8. Daftar Sidik Ragam Persentase Setek Hidup

(8)

Lampiran 9. Data Pengamatan Umur Muncul Tunas (hari)

Perlakuan Blok Jumlah Rataan 1 2 3

S1I0 11.00 10.60 12.60 34.20 11.40

S1I1 11.60 12.20 11.00 34.80 11.60

S1I2 11.00 13.00 12.40 36.40 12.13

S1I3 10.40 11.00 12.80 34.20 11.40

S2I0 15.20 12.00 12.20 39.40 13.13

S2I1 16.00 14.00 12.40 42.40 14.13

S2I2 15.40 13.00 12.80 41.20 13.73

S2I3 17.40 12.60 14.00 44.00 14.67

S3I0 18.00 17.20 15.80 51.00 17.00

S3I1 16.60 16.00 17.40 50.00 16.67

S3I2 19.20 18.40 17.80 55.40 18.47

S3I3 17.60 18.40 18.80 54.80 18.27

Jumlah 179.40 168.40 170.00 517.80

Rataan 14.95 14.03 14.17 14.38

Lampiran 10. Daftar Sidik Ragam Umur Muncul Tunas

SK db JK KT F Hit. F.05 Ket.

Blok 2 5.89 2.94 1.76 3.44 tn

Perlakuan 11 229.66 20.88 12.48 2.26 *

Bahan Tanam (S) 2 217.53 108.76 65.01 3.44 * Konsentrasi IBA (I) 3 5.98 1.99 1.19 3.05 tn

Interaksi (SxI) 6 6.15 1.03 0.61 2.55 tn

Galat 22 36.81 1.67

Total 35 272.35

Keterangan : * = nyata FK : 7447,7

(9)

Lampiran 11. Data Pengamatan Jumlah Tunas 3 MST (tunas)

Perlakuan Blok Jumlah Rataan

1 2 3

S1I0 5.00 4.80 4.80 14.60 4.87

S1I1 4.40 3.80 7.00 15.20 5.07

S1I2 5.20 3.20 4.40 12.80 4.27

S1I3 5.80 3.00 4.60 13.40 4.47

S2I0 1.80 3.40 3.20 8.40 2.80

S2I1 1.00 1.80 3.40 6.20 2.07

S2I2 2.00 3.00 3.20 8.20 2.73

S2I3 1.40 3.20 3.60 8.20 2.73

S3I0 2.20 1.80 3.20 7.20 2.40

S3I1 2.40 3.00 3.40 8.80 2.93

S3I2 1.60 1.80 3.00 6.40 2.13

S3I3 1.80 1.60 1.80 5.20 1.73

Jumlah 34.60 34.40 45.60 114.60

Rataan 2.88 2.87 3.80 3.18

Lampiran 12. Daftar Sidik Ragam Jumlah Tunas 3 MST

SK db JK KT F Hit. F.05 Ket.

Blok 2 6.85 3.42 4.78 3.44 *

Perlakuan 11 44.64 4.06 5.67 2.26 *

Bahan Tanam (S) 2 40.09 20.04 28.01 3.44 * Konsentrasi IBA (I) 3 1.09 0.36 0.51 3.05 tn

Interaksi (SxI) 6 3.47 0.58 0.81 2.55 tn

Galat 22 15.74 0.72

Total 35 67.23

Keterangan : * = nyata FK : 364,81

(10)

Lampiran 13. Data Pengamatan Jumlah Tunas 4 MST (tunas)

Perlakuan Blok Jumlah Rataan

1 2 3

S1I0 6.40 5.60 5.80 17.80 5.93

S1I1 5.60 4.80 8.20 18.60 6.20

S1I2 6.20 3.80 5.40 15.40 5.13

S1I3 7.40 3.60 5.60 16.60 5.53

S2I0 3.20 3.60 3.20 10.00 3.33

S2I1 1.20 1.80 4.20 7.20 2.40

S2I2 2.80 3.40 3.60 9.80 3.27

S2I3 1.40 3.40 4.40 9.20 3.07

S3I0 3.00 1.63 3.60 8.23 2.74

S3I1 3.00 3.80 4.00 10.80 3.60

S3I2 2.00 2.20 3.80 8.00 2.67

S3I3 2.00 1.80 2.20 6.00 2.00

Jumlah 44.20 39.43 54.00 137.63

Rataan 3.68 3.29 4.50 3.82

Lampiran 14. Daftar Sidik Ragam Jumlah Tunas 4 MST

SK db JK KT F Hit. F.05 Ket.

Blok 2 9.19 4.60 4.50 3.44 *

Perlakuan 11 71.30 6.48 6.35 2.26 *

Bahan Tanam (S) 2 63.82 31.91 31.25 3.44 * Konsentrasi IBA (I) 3 1.75 0.58 0.57 3.05 tn

Interaksi (SxI) 6 5.73 0.95 0.93 2.55 tn

Galat 22 22.46 1.02

Total 35 102.95

Keterangan : * = nyata FK : 526,2

(11)

Lampiran 15. Data Pengamatan Jumlah Tunas 5 MST (tunas)

Perlakuan Blok Jumlah Rataan

1 2 3

S1I0 7.40 6.80 6.60 20.80 6.93

S1I1 6.60 6.80 8.80 22.20 7.40

S1I2 6.60 5.00 5.80 17.40 5.80

S1I3 8.20 5.00 6.40 19.60 6.53

S2I0 4.00 5.00 4.00 13.00 4.33

S2I1 3.40 3.80 5.60 12.80 4.27

S2I2 3.40 4.40 4.20 12.00 4.00

S2I3 2.20 4.80 5.40 12.40 4.13

S3I0 3.80 2.00 3.80 9.60 3.20

S3I1 4.40 4.00 4.20 12.60 4.20

S3I2 2.20 2.00 4.00 8.20 2.73

S3I3 2.60 2.40 2.20 7.20 2.40

Jumlah 54.80 52.00 61.00 167.80

Rataan 4.57 4.33 5.08 4.66

Lampiran 16. Daftar Sidik Ragam Jumlah Tunas 5 MST

SK db JK KT F Hit. F.05 Ket.

Blok 2 3.54 1.77 1.88 3.44 tn

Perlakuan 11 88.87 8.08 8.58 2.26 *

Bahan Tanam (S) 2 79.02 39.51 41.98 3.44 * Konsentrasi IBA (I) 3 6.72 2.24 2.38 3.05 tn

Interaksi (SxI) 6 3.13 0.52 0.55 2.55 tn

Galat 22 20.70 0.94

Total 35 113.11

Keterangan : * = nyata FK : 782,13

(12)

Lampiran 17. Data Pengamatan Jumlah Tunas 6 MST (tunas)

Lampiran 18. Daftar Sidik Ragam Jumlah Tunas 6 MST

(13)

Lampiran 19. Data Pengamatan Jumlah Tunas 7 MST (tunas)

Lampiran 20. Daftar Sidik Ragam Jumlah Tunas 7 MST

(14)

Lampiran 21. Data Pengamatan Jumlah Tunas 8 MST (tunas)

Lampiran 22. Daftar Sidik Ragam Jumlah Tunas 8 MST

(15)

Lampiran 23. Data Pengamatan Panjang Tunas 3 MST (cm)

Lampiran 24. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 3 MST

(16)

Lampiran 25. Data Pengamatan Panjang Tunas 4 MST (cm)

Lampiran 26. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 4 MST

(17)

Lampiran 27. Data Pengamatan Panjang Tunas 5 MST (cm)

Lampiran 28. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 5 MST

(18)

Lampiran 29. Data Pengamatan Panjang Tunas 6 MST (cm)

Lampiran 30. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 6 MST

(19)

Lampiran 31. Data Pengamatan Panjang Tunas 7 MST (cm)

Lampiran 32. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 7 MST

(20)

Lampiran 33. Data Pengamatan Panjang Tunas 8 MST (cm)

Lampiran 34. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 8 MST

(21)

Lampiran 35. Data Pengamatan Bobot Basah Tajuk (g)

Lampiran 36. Daftar Sidik Ragam Bobot Basah Tajuk

(22)

Lampiran 37. Data Pengamatan Bobot Basah Akar (g)

Lampiran 38. Daftar Sidik Ragam Bobot Basah Akar

(23)

Lampiran 39. Data Pengamatan Volume Akar (ml)

Lampiran 40. Daftar Sidik Ragam Volume Akar

(24)

Lampiran 41. Data Pengamatan Bobot Kering Tajuk (g)

Lampiran 42. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk

(25)

Lampiran 43. Data Pengamatan Bobot Kering Akar (g)

Lampiran 44. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Akar

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Amalia. 2013. Karakteristik Tanaman Nilam di Indonesia. Balai Penelitian Obat dan Aromatik. Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam : 1 – 8.

Arifin, H. S. dan Nurhayati. 2005. Pemeliharaan Tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta. Budiyanto, K. 2010. Pengaruh Hormon Indole Butyric Acid Terhadap Induksi Akar dari Stek Batang Melati Gambir Secara In Vitro. Prosiding Seminar Nasional Biologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang, 27 Februari 2010 : 370 – 377.

Danu, A. Subiakto dan K. P. Putri. 2011. Uji Stek Pucuk Damar (Agathis loranthifolia Salisb.) Pada Berbagai Media dan Zat Pengatur Tumbuh. J. Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. 8 No. 3 : 245 – 252.

Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur. 2013. Budidaya Tanaman Nilam. Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur Pengembangan Sarana dan Prasarana Pembangunan Perkebunan, Jawa Timur.

Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia. 2007. Statistik Tanaman Nilam tahun 2009 - 2011. Kementerian Pertanian, Jakarta.

Fahmi, Z. I. 2014. Kajian Pengaruh Pemberian Auksin Terhadap Pertumbuhan Tanaman. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan, Surabaya.

Gamborg, L. dan L. R. Wetter. 1975. Callus and Cell Culture, Plant Tissue Culture Methods. National Research Council of Canada, Saskatoon.

Gardner, W. J., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman. Terjemahan Herawati, S. UI Press, Jakarta. Hal: 8, 205, 216.

Harjadi, S.S. 1996. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta.

Hartmann, H. T. dan D. E. Kester. 2002. Plant Propagation Principles and Practice. Prentice-Hall of India, New Delhi.

Hasanah, F. N. dan N. Setiari. 2007. Pembentukan Akar pada Setek batang Nilam (Pogostemon cablin Benth.) setelah direndam IBA (Indole Butyric Acid) pada Konsentrasi Berbeda. Buletin Anatomi dan Fisiologi Vol. XV, No. 2, Oktober 2007. Universitas Diponegoro, Semarang.

Heddy, S. 1986. Biologi Pertanian. Rajawali Press, Jakarta.

(27)

Irwanto. 2001. Pengaruh Hormon IBA (Indole Butyric Acid) terhadap Persen Jadi Setek Pucuk Meranti Putih (Shorea montigena). Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Patimura, Ambon.

Krismawati, A. 2015. Nilam dan Potensi Pengembangannya Kalteng Jadikan Komoditas Rintisan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Kalimantan Tengah.

Mangun, H. M. S. 2008. Nilam. Penebar Swadaya, Jakarta.

Ningsih, E. M. N., Y. A. Nugroho dan Trianitasari. 2010. Pertumbuhan Setek Nilam (Pogostemon cablin Benth.) Pada Berbagai Komposisi Media Tumbuh dan Dosis Penyiraman Limbah Air Kelapa. J. Ilmiah Agrika Vol.4 No.1 : 37 – 47. Universitas Widyagama, Malang.

Nuryani, Y., Emmyzar dan Wiratno. 2007. Budidaya Tanaman Nilam. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. J. Penelitian Sirkuler No.12 : 1 – 27.

Nuryani, Y. 2006. Budidaya Tanaman Nilam (Pogostemon Cablin, Benth). Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aromatik, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Makalah disampaikan pada Pelaksanaan Pembekalan Teknis untuk Rintisan Pengembangan Usaha Tani dan Fasilitas Penumbuhan Kelompok Usaha Tani. Tanaman Penghasil Minyak Atsiri. TA. 2006 di Kabupaten Tanah Laut, tanggal 9 Agustus 2006. 23 hal.

_________. 2006. Karakteristik Empat Aksesi Nilam. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Bogor. Buletin Plasma Nutfah Vol. 12 No. 2 : 45–49.

Nurzaman, Z. 2005. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh NAA dan IBA Terhadap Pertumbuhan Setek Mini Pule Pandak (Rauwolfia Serpentina Benth.) Hasil Kultur In Vitro pada Media Arang Sekam dan Zeolit. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pujiharti, Y., D. R. Mustikawati, dan Slameto. 2008. Teknologi Budidaya Nilam. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Lampung.

Purdyaningsih, E. 2011. Kajian Pengaruh Pemberian ZPT Terhadap Pertumbuhan Stek Nilam. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan, Bogor. _______________. 2011. Kajian Pengaruh Pemberian Air Kelapa dan Urine Sapi

(28)

Purwanti, E. 2008. Pengaruh Dosis Pupuk Majemuk dan Konsentrasi EM-4 Terhadap Pertumbuhan Bibit Setek Tebu (Saccharum oficinarum L.). Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Rosman. 2013. Pola Tanam Nilam. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika, Bogor. Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam : 27 – 39.

Rukmana, R. 2004. Nilam : Prospek Agribisnis dan Teknik Budidaya. Kanisius, Yogyakarta.

Steenis, C. G. G. J. V. 2003. Flora : Untuk Sekolah di Indonesia. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Sudarmi, 2008. Kajian Konsentrasi IBA Terhadap Pertumbuhan Setek Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Skripsi. Fakultas Pertanian Jurusan Agrobisnis Univet Bantara Sukoharjo.

Sulastri, Y.S. 2004. Pengaruh Konsentrasi Indole Butyric Acid (IBA) dan Lama Perendaman Terhadap Pertumbuhan Setek Pucuk Jambu Air (Syzygium samarangense Burn. F. Alst.). J. Penelitian Bidang Ilmu Pertanian 2(3):25-34.

Suprapto, A. 2004. Auksin : Zat Pengatur Tumbuh Penting Meningkatkan Mutu Setek Tanaman. J. Penelitian Vol. 21, No. 1 Februari – Maret 2014 (Tahun ke 11): 81-90.

(29)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di rumah kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ±25 meter di atas permukaan laut, dimulai pada bulan April 2016 sampai dengan selesai.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah setek tanaman nilam varietas Tapak Tuan sebagai bahan tanam yang diambil dari pohon induk, polibag ukuran 20 cm x 30 cm sebagai wadah media tanam, top soil sebagai media tanam, pasir sebagai bahan campuran media tanam, pupuk kandang sebagai bahan campuran media tanam, fungisida Dithane M-45 sebagai fungisida pencegah serangan cendawan, IBA(Indole Butyric Acid) sebagai zat pengatur tumbuh, aquades sebagai pelarut IBA.

(30)

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan dua faktor perlakuan. Perlakuan pada masing – masing faktor sebagai berikut : Faktor 1 : Bahan Tanam Setek (S) , yaitu :

S1 : Setek Batang Atas S2 : Setek Batang Tengah S3 : Setek Batang Bawah

Faktor 2 : Konsentrasi IBA (I) dengan empat taraf, yaitu: I0 : IBA 0 ppm

I1 : IBA100 ppm I2 : IBA200 ppm I3 : IBA300 ppm

Diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 12 kombinasi, yaitu :

S1I0 S1I1 S1I2 S1I3

S2I0 S2I1 S2I2 S2I3

S3I0 S3I1 S3I2 S3I3

(31)

Jarak tanam antar polibag = 10 cm x 10 cm Jarak antar blok = 40 cm

Jarak antar petak = 30 cm

Ukuran petak = 60 cm x 60 cm

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model linier sebagai berikut:

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk

i = 1, 2, 3 j = 1, 2 , 3 k = 1, 2, 3, 4 dimana:

Yijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i dengan bahan tanam pada taraf ke- j dan konsentrasi IBA pada taraf ke-k

µ = Nilai tengah

ρi = Pengaruh blok ke-i

αj = Pengaruh bahan tanam pada taraf ke- j

βk = Pengaruh konsentrasi IBApada taraf ke-k

(αβ)jk = Pengaruh interaksi bahan tanam pada taraf ke- j dan konsentrasi IBA pada taraf ke-k

εijk = Pengaruh galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan bahan tanam pada taraf ke- j dan konsentrasi IBA pada taraf ke-k

(32)

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan

Areal lahan yang akan digunakan dibersihkan dari gulma, sisa akar tanaman dan sampah. Dibuat petak penelitian dengan ukuran 60 x 60 cm, dengan jarak antar petak 30 cm dan jarak antar blok 40 cm. Arah areal lahan pertanaman membujur dari Utara ke Selatan.

Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah tanah top soil dengan menggunakan polibag ukuran 20 cm x 30 cm. Tanah tersebut sebelumnya diayak, dan kemudian dicampurtopsoil, pasir dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1. Media tanam selanjutnya diinkubasi dengan fungisida (2 g/L air) sampai seluruh media lembab dan dibiarkan selama 7 hari. Kemudian media dimasukan ke dalam polibag sebanyak ¾ bagian polibag lalu ditempatkan dan diatur di lahan pertanaman.

Persiapan Bahan Setek

(33)

Pembuatan Larutan Stok IBA

Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah IBA (Indole Butyric Acid). IBA terlebih dahulu ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik, masing–masing 0,1 g, 0,2 g dan 0,3 g kemudian dilarutkan dengan sedikit alkohol 95% selanjutnya diencerkandengan1L aquades didalam beaker glass. Untuk konsentrasi 100 ppm dilarutkan 0,1 g IBA dalam 1L aquades. Untuk konsentrasi 200 ppm dilarutkan 0,2 g IBA dalam 1L aquades. Untuk konsentrasi 300 ppm dilarutkan 0,3 g IBA dalam 1L aquades. Sehingga diperoleh konsentrasi ZPT IBA100 ppm, 200 ppm, dan 300 ppm. Perendaman Bahan Setek

Bahan setek yang sudah dipisahkan menurut perlakuan kemudian diikat dan dimasukan ke dalam wadah yang sudah berisi larutan IBA pada masing – masing dosis yaitu larutan IBAkonsentrasi 100 ppm, 200 ppm, dan 300 ppm selama 2 jam. Pangkal stek yang terendam sedalam 2 cm.

Penanaman Setek

Bahan tanam setek yang telah direndam sesuai perlakuan segera ditanam pada media tanam yang telah disiapkan dengan cara terlebih dahulu dibuat lubang tanam kemudian dibenamkan pangkal setek. Bagian pangkal yang terbenam sepanjang 1 ruas. Selanjutnya setek disiram sampai media tanam tersebut menjadi lembab.

Pemberian Sungkup

Untuk mempertahankan kelembaban media tanam dan mengurangi terjadinya transpirasi, bahan setek disungkup dengan plastik bening berbentuk setengah lingkaran secara keseluruhan. Sungkup dibuka setelah tanaman berumur ± 3minggu(Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, 2013).

(34)

Penyiraman

Penyiraman dilakukan satu kali sehari yaitu pada sore hari atau sesuai dengan kondisi di lapangan. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan handsprayer.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut rumput yang berada dalam polibag dan menggunakan cangkul untuk gulma yang berada pada plot. Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan menggunakan pestisida dengan melihat gejala serangan yang terjadi. Dosis yang digunakan sesuai dengan kondisi di lapangan.

Pengamatan Parameter Persentase Setek Hidup (%)

Pengamatan persentase setek hidup dilakukan pada saat minggu terakhir penelitian. Persentase setek hidup dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Persentase Setek hidup = Jumlah setek yang hidupx 100 % Jumlah setek yang ditanam seluruhnya Umur Mulai Bertunas (hari)

Pengamatan dilakukan setelah setek ditanam hingga munculnya tunas pada setek. Perhitungan umur bertunas diakhiri setelah setek menunjukkan 80% setek telah bertunas.

Jumlah Tunas (tunas)

(35)

Panjang Tunas (cm)

Panjang tunas dihitung pada semua tunas dari setiap tunas yang muncul dari mata tunas.Pengukuran dimulai dari pangkal tunas sampai titik tumbuh. Pengukuran panjang tunas dimulai pada minggu ke - 3 setelah tanam dan diamati setiap minggu. Volume Akar (ml)

Volume akar dihitung pada akhir penelitian, caranya dikeluarkan bibit dari polibag dengan memasukkan polibag ke dalam ember berisi air, kemudian mengoyak polibag dan membersihkan media tanam dari perakaran secara perlahan dengan menggunakan air yang mengalir, lalu memotong bagian akar dari bibit tanaman dan dibersihkan. Volume akar merupakan selisih dari volume air yang naik setelah akar dimasukkan ke gelas ukur dengan volume air sebelumnya.

Bobot Basah Tunas (g)

Bobot basah tunas diukur pada akhir penelitian dengan menimbang tunas tanaman. Sebelum ditimbang, tunas dibersihkan kemudian ditimbang dengan timbangan analitik.

Bobot Basah Akar (g)

Bobot basah akar diukur pada akhir penelitian dengan menimbang akar tanaman. Sebelum ditimbang, akar dibersihkan kemudian ditimbang dengan timbangan analitik. Bobot Kering Tunas (g)

Bobot kering tunas diukur pada akhir penelitian. Tunas diovenkan selama 48 jam dengan suhu 70oC, kemudian ditimbang dengan timbangan analitik.

Bobot Kering Akar (g)

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Persentase Setek Hidup

Data pengamatan persentase setek hidup bibit setek tanaman nilam dan sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 7 – 8 yang menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam, konsentrasi IBA dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap parameter persentase setek hidup.

Persentase setek hidup bibit setek tanaman nilam pada perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Persentase setek hidup bibit setek tanaman nilam pada perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA

Bahan Tanam Konsentrasi IBA (ppm) Rataan

I0(0) I1(100) I2(200) I3(300) ---%---

S1 (Setek Batang Atas) 100,00a 100,00a 96,30ab 96,30ab 98,15a S2 (Setek Batang Tengah) 85,19b 92,59ab 85,19b 85,19b 87,04b S3(Setek Batang Bawah) 62,96c 85,19b 59,26c 66,67c 68,52c

Rataan 82,72b 92,59a 80,25b 82,72b

Keterangan : Angka – angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom atau baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5%

Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase setek hidup bibit setek tanaman nilam tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam setek batang atas (S1) yang berbeda nyata dengan perlakuan bahan tanam setek batang tengah (S2) dan setek batang bawah (S3).

(37)

Tabel 1 juga menunjukkan bahwa persentase setek hidup tertinggi diperoleh pada perlakuan S1I0 dan S1I1 yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan S1I2, S1I3 dan S2I1, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan S2I0, S2I2, S2I3, S3I0, S3I1, S3I2 dan S3I3.

Umur Muncul Tunas

Data pengamatan umur muncul tunas bibit setek tanaman nilam dan sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 9 – 10 yang menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam berpengaruh nyata terhadap parameter umur muncul tunas, konsentrasi IBA berpengaruh tidak nyata terhadap parameter umur muncul tunas dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap parameter umur muncul tunas.

Umur muncul tunas bibit setek nilam pada perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA dapat dilihat padaTabel 2.

Tabel 2. Umur muncul tunas bibit setek tanaman nilam umur 3 MST pada perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA

Bahan Tanam Konsentrasi IBA (ppm) Rataan

I0(0) I1(100) I2(200) I3(300) ---hari--- S1 (Setek Batang Atas) 11,40 11,60 12,13 11,40 11,63c S2 (Setek Batang Tengah) 13,13 14,13 13,73 14,67 13,92b S3(Setek Batang Bawah) 17,00 16,66 18,46 18,26 17,60a

Rataan 13,84 14,13 14,78 14,78

Keterangan : Angka – angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom atau baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5%

(38)

Tabel 2 juga menunjukkan bahwa pada umur 3 MST umur muncul tunas bibit setek tanaman nilam tertinggi cenderung diperoleh pada perlakuan konsentrasi IBA 200 ppm (14,78) dan 300 ppm (14,78) yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.

Hubungan umur muncul tunas bibit setek tanaman nilam dengan bahan tanam dan konsentrasi IBA yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 2.

(39)

Jumlah Tunas

Jumlah tunas bibit setek tanaman nilam pada perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah tunas bibit setek tanaman nilam pada perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA

MST Bahan Tanam Konsentrasi IBA Rataan

I0(0) I1(100) I2(200) I3(300)

Keterangan : Angka – angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom atau baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5%

(40)

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 11 - 22 menunjukkan bahwa pada umur 6 – 8 MST perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA berpengaruh nyata sedangkan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap parameter jumlah tunas.

Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah tunas pada perlakuan bahan tanam setek batang atas (S1) pada 3 – 8 MST memberikan jumlah tunas lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan bahan tanam setek batang tengah (S2) dan perlakuan bahan tanam setek batang bawah (S3).

Tabel 3 juga menunjukkan bahwa pada umur 8 MST terbanyak pada perlakuan bahan tanam setek batang atas (S1) yang berbeda nyata dengan perlakuan bahan tanam setek batang tengah (S2) dan setek batang bawah (S3).

Tabel 3 juga menunjukkan bahwa pada umur 8 MST perlakuan konsentrasi IBA tertinggi yaitu pada perlakuan konsentrasi IBA 100 ppm (I1) yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan konsentrasi IBA 0 ppm (I0) tetapi berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi IBA 200 ppm (I2) dan perlakuan konsentrasi IBA 300 ppm (I3)

Panjang Tunas

Data pengamatan panjang tunas bibit setek tanaman nilam dan sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 25 - 34 yang menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam, dan konsentrasi IBA berpengaruh nyata terhadap parameter panjang tunas sedangkan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap parameter panjang tunas.

(41)

Tabel 4. Panjang tunas bibit setek tanaman nilam pada perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA

MST Bahan Tanam Konsentrasi IBA Rataan

I0(0) I1(100) I2(200) I3(300)

Keterangan : Angka – angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom atau baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5%

(42)

Tabel 4 menunjukkan bahwa pada minggu 8 MST panjang tunas tertinggi yaitu pada perlakuan bahan tanam setek batang atas (S1) yang berbeda nyata dengan perlakuan bahan tanam setek batang tengah (S2) dan perlakuan bahan tanam setek batang

bawah (S3).

Tabel 4 juga menunjukkan bahwa pada minggu 8 MST panjang tunas tertinggi yaitu pada perlakuan konsentrasi IBA 100 ppm (I1) yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan konsentrasi IBA 0 ppm (I0) namun berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi IBA 200 ppm (I2) dan perlakuan konsenrrasi IBA 300 ppm (I3).

Bobot Basah Tajuk

Bobot basah tajuk bibit setek tanaman nilam pada perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Bobot basah tajuk bibit setek tanaman nilam pada perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA

Bahan Tanam Konsentrasi IBA (ppm) Rataan

I0(0) I1(100) I2(200) I3(300) ---g---

S1 (Setek Batang Atas) 14,76b 17,05a 11,62c 10,46d-g 13,47a S2 (Setek Batang Tengah) 10,85c-f 11,15cd 9,84fg 8,78hi 10,16b S3(Setek Batang Bawah) 9,74gh 11,04cde 10,03efg 8,63i 9,86c

Rataan 11,78b 13,08a 10,50c 9,29d

Keterangan : Angka – angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom atau baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5%

(43)

Tabel 5 menunjukkan bahwa bobot basah tajuk bibit setek tanaman nilam tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam setek batang atas (S1) yang berbeda nyata dengan perlakuan bahan tanam setek batang tengah (S2) dan setek batang bawah (S3).

Tabel 5 juga menunjukkan bahwa bobot basah tajuk bibit setek tanaman nilam tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi IBA 100 ppm (I1) yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Tabel 5 juga menunjukkan bahwa bobot basah tajuk tertinggi diperoleh pada perlakuan S1I1 yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Bobot Basah Akar

Bobot basah akar bibit setek tanaman nilam pada perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Bobot basah akar bibit setek tanaman nilam pada perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA

Bahan Tanam Konsentrasi IBA (ppm) Rataan

I0(0) I1(100) I2(200) I3(300) ---g---

S1 (Setek Batang Atas) 5.33bc 9.72a 6.32b 4.23cd 6.40a S2 (Setek Batang Tengah) 5.15bc 4.07cd 4.55bcd 3.75cd 4.38b S3(Setek Batang Bawah) 2.69de 3.91cd 0.92f 1.32ef 2.21c

Rataan 4.39b 5.90a 3.93bc 3.10c

Keterangan : Angka – angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom atau baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5%

(44)

Tabel 6 menunjukkan bahwa bobot basah akar bibit setek tanaman nilam tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam setek batang atas (S1) yang berbeda nyata dengan perlakuan bahan tanam setek batang tengah (S2) dan setek batang bawah (S3).

Tabel 6 juga menunjukkan bahwa bobot basah akar bibit setek tanaman nilam tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi IBA 100 ppm (I1) yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Tabel 6 juga menunjukkan bahwa bobot basah akar tertinggi diperoleh pada perlakuan S1I1 yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Volume Akar

Volume akar bibit setek tanaman nilam pada perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Volume akar bibit setek tanaman nilam pada perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA

Bahan Tanam Konsentrasi IBA (ppm) Rataan

I0(0) I1(100) I2(200) I3(300) ---ml---

S1 (Setek Batang Atas) 7.87ab 8.70a 5.33c 7.03b 7.23a S2 (Setek Batang Tengah) 4.77c 4.63c 3.03de 3.13d 3.89b S3(Setek Batang Bawah) 2.30fg 2.90ef 1.83fg 1.57g 2.15c

Rataan 4.98a 5.41a 3.40b 3.91b

Keterangan : Angka – angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom atau baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5%

(45)

Tabel 7 menunjukkan bahwa volume akar bibit setek tanaman nilam tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam setek batang atas (S1) yang berbeda nyata dengan perlakuan bahan tanam setek batang tengah (S2) dan setek batang bawah (S3).

Tabel 7 juga menunjukkan bahwa volume akar bibit setek tanaman nilam tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi IBA 100 ppm (I1) yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan konsentrasi IBA 0 ppm (I0) , berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi IBA 200 ppm (I2) dan perlakuan konsentrasi IBA 300 ppm (I3).

Tabel 7 juga menunjukkan bahwa volume akar tertinggi diperoleh pada perlakuan S1I1 yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Bobot Kering Tajuk

Data pengamatan bobot kering tajuk bibit setek tanaman nilam dan sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 41- 42 yang menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam, konsentrasi IBA dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap parameter volume akar.

Bobot kering tajuk bibit setek tanaman nilam pada perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Bobot kering tajuk bibit setek tanaman nilam pada perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA

(46)

Tabel 8 menunjukkan bahwa bobot kering tajuk bibit setek tanaman nilam tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam setek batang atas (S1) yang berbeda nyata dengan perlakuan bahan tanam setek batang tengah (S2) dan setek batang bawah (S3).

Tabel 8 juga menunjukkan bahwa bobot kering tajuk bibit setek tanaman nilam tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi IBA 100 ppm (I1) yang berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi lainnya.

Tabel 7 juga menunjukkan bahwa bobot kering tajuk tertinggi diperoleh pada perlakuan S1I1 yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Bobot Kering Akar

Data pengamatan bobot kering akar bibit setek tanaman nilam dan sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 43 – 44 yang menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam, konsentrasi IBA dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap parameter bobot kering akar.

Bobot kering akar bibit setek tanaman nilam pada perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Bobot kering akar bibit setek tanaman nilam pada perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA

(47)

Tabel 9 menunjukkan bahwa bobot kering akar bibit setek tanaman nilam tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam setek batang atas (S1) yang berbeda nyata dengan perlakuan bahan tanam setek batang tengah (S2) dan setek batang bawah (S3).

Tabel 9 juga menunjukkan bahwa bobot kering akar bibit setek tanaman nilam tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi IBA 100 ppm (I1) yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

(48)

Pembahasan

Pertumbuhan Berbagai Bahan Tanam Setek Nilam

(49)

Hal ini sesuai dengan literatur Hartmann dan Kester (2002) yang menyatakan bahwa bahan setek yang mengandung karbohidrat tinggi dan nitrogen yang cukup akan membentuk akar dan tunas. Selain itu cadangan bahan makanan yang tersedia akan cukup digunakan untuk melakukan proses pembelahan sel membentuk tunas baru. Hal ini sesuai dengan literatur Heddy (1986) yang menyatakan bahwa tunas – tunas cabang tumbuh pada batang sebagai akibat dari pembentukan jaringan berupa meristem sekunder pada perisikel, floem bahkan kambium. Ditambahkan oleh pernyataan Hartmann dan Kester (2002) yang menyatakan cadangan makanan digunakan untuk memacu pertumbuhan dari tunas.

Perlakuan bahan tanam setek batang atas nyata meningkatkan jumlah tunas (7,68 tunas) dibandingkan dengan bahan tanam setek batang tengah (5,57 tunas) dan bahan tanam setek batang bawah (3,73 tunas). ). Hal ini diduga karena perbedaan kemampuan sel yang terdapat pada bahan tanam setek, dimana setek pucuk memiliki sel yang sangat meristematik yang giat dalam pembelahan dan pertumbuhan sehingga tunas yang muncul lebih banyak dibandingkan dengan setek batang. Hal ini sesuai dengan literatur Fahmi (2014) yang menyatakan bahwa auksin disintesis di pucuk batang dekat meristem pucuk, jaringan muda (misal daun muda) dan terutama bergerak ke arah bawah batang (polar). Aktivitasnya meliputi perangsangan dan penghambatan pertumbuhan, tergantung pada konsentrasi auksinnya. Jaringan yang berbeda memberikan respon yang berbeda pula kadar auksin yang dapat merangsang dan menghambat pertumbuhan.

(50)

batang bawah. Hal ini diduga pada bagian ujung batang terdapat hormon auksin mampu untuk meningkatkan jumlah tunas, jumlah akar, tajuk tanaman nilam karena kondisi jaringan yang aktif terus membelah membentuk tunas tunas yang baru. Semakin banyak jumlah tunas yang membuka sempurna, maka proses fotosintesis berjalan dengan lancar. Dalam proses fotosintesis dibutuhkan air sehingga akan memicu pertumbuhan akar untuk mencari air. Menurut Gardner et al ., 1991) bahawa akar adalah yang pertama mencari air dan faktor faktor tanah lainnya. Purwanti (2008) juga menambahkan bahwa pertumbuhan yang baik di bagian atas tanaman akan merangsang pertumbuhan di bagian bawah sehingga volume akan membesar dan memperluas jangkauan akat untuk memperoleh makanan lebih banyak.

Pengaruh Konsentrasi IBA Terhadap Pertumbuhan Setek Tanaman Nilam

Berdasarkan data pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa konsentrasi IBA berpengaruh nyata pada parameter persentase setek hidup, jumlah tunas, panjang tunas, bobot basah tajuk, bobot basah akar, volume akar. bobot kering tajuk dan bobot kering akar.

(51)

Perlakuan konsentrasi IBA 100 ppm nyata neningkatkan panjang tunas, bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar disusul oleh perlakuan konsentasi IBA 0 ppm, 200 ppm dan 300 ppm. Hal ini diduga pada saat konsentrasi IBA 100 ppm kondisi hormon yang memacu pembelahan meristematik sudah optimal. Apabila semakin ditambah konsentrasi IBA makan akan menurunkan fungsi hormon tersebut. Pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) dengan konsetrasi tertentu belum tentu mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman, namun bisa juga memperlambat ataupun menghambat pertumbuhan tanaman bahkan pada suatu kondisi tertentu dapat menyebabkan tanaman keracunan. Wilkins (1969) menyatakan bahwa auksin yang disintesa di apikal akan memasuki tunas – tunas dan langsung menghambat pertumbuhannya.

(52)

Pemberian Konsentrasi IBA Terhadap Pertumbuhan Berbagai Bahan Tanam Setek Nilam yang Berbeda

Berdasarkan data pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa interaksi bahan tanam setek dan pemberian IBA berpengaruh nyata pada parameter persentase setek hidup, bobot basah tajuk, bobot basah akar, volume akar, bobot kering tajuk dan bobot kering akar.

(53)

(2002) yang menyatakan bahwa tingkat keberhasilan setek dapat menghasilkan tunas disebabkan oleh kandungan cadangan makanan yang dimiliki oleh setek untuk pertumbuhan dan perkembangannya .

(54)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Penggunaan setek batang atas meningkatkan pertumbuhan bibit setek tanaman nilam yaitu persentase setek hidup, umur muncul tunas, jumlah tunas, panjang tunas, bobot basah tajuk, bobot basah akar, volume akar, bobot kering tajuk dan bobot kering akar.

2. Pemberian IBA pada konsentrasi 100 ppm meningkatkan pertumbuhan bibit setek tanaman nilam yaitu pada persentase setek hidup, jumlah tunas, panjang tunas, bobot basah tajuk, bobot basah akar, volume akar, bobot kering tajuk dan bobot kering akar.

3. Interaksi bahan tanam setek batang atas dan pemberian konsentrasi IBA 100 ppm meningkatkan bobot basah tajuk, bobot basah akar, volume akar, bobot kering tajuk dan bobot kering akar.

Saran

(55)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tumbuhan

Sistematika tanaman nilam adalah sebagai berikut : kingdom : Plantae, divisi : Spermatophyta, subdivisi : Angiospermae, kelas : Dicotyledoneae, ordo : Labiatales, famili : Labiatae, genus : Pogostemon, spesies : Pogostemon cablin Benth (Steenis, 2003).

Tanaman nilam adalah tanaman perdu wangi yang berakar serabut, apabila diraba daunnya halus seperti beludru, dan agak membulat lonjong seperti jantung serta warnanya agak pucat. Bagian bawah daun dan rantingnya berbulu halus, batang berkayu dengan diameter 10 – 20 mm relatif hampir membentuk segi empat, serta sebagian besar daun yang melekat pada ranting hampir selalu berpasangan satu sama lain. Jumlah cabang yang banyak dan bertingkat mengelilingi batang sekitar 3 – 5 cabang per tingkat (Mangun, 2008).

Berdasarkan sifat tumbuhnya, tanaman nilam adalah tanaman tahunan (perennial). Tanaman ini merupakan tanaman semak yang tumbuh tegak, memiliki banyak percabangan, bertingkat – tingkat, dan mempunyai aroma yang khas. Secara alami, tanaman nilam dapat mencapai ketinggian antara 0,5 – 1,0 meter (Rukmana, 2004).

(56)

Tanaman nilam sangat jarang berbunga. Apabila berbunga, bunga tumbuh di ujung tangkai, bergerombol, dan memiliki karakteristik warna ungu kemerah – merahan. Tangkai bunga berukuran panjang antara 2 – 8 cm dan diameter antara 1 - 1,5cm. Daun mahkota bunga berukuran panjang 8 mm (Rukmana, 2004).

Syarat Tumbuh Iklim

Tanaman nilam dapat ditanam di daerah dengan garis lintang 20 º LS – 20 º LU. Ketinggian tempat optimum 200 – 600 m di atas permukaan laut. Curah hujan 2.000 – 3.500 mm/thn. Bulan kering ( CH < 60 mm/bln) 3 bulan. Suhu maksimum 30–32 ºC, minimum 18–21 ºC dengan suhu optimal 28 ºC.Kecepatan angin sedang (Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, 2013).

Tanaman nilam dapat tumbuh dan berproduksi baik pada daerah dengan ketinggian tempat 0 – 1200 meter diatas permukaan laut (dpl). Tanaman ini menghendaki suhu yang panas dan lembab, serta membutuhkan curah hujan yang merata sepanjang tahun. Kelembaban di atas 75%. Intensitas penyinaran untuk produksi minyak nilam optimal berkisar 75 – 100 (Pujiharti et al., 2008).

Nilam yang tumbuh di dataran rendah – sedang (0-700 m dpl) memiliki kadar minyak lebih dari 2% lebih tinggi dibandingkan dengan yang tumbuh di dataran tinggi (>700 m dpl). Intensitas matahari 75 – 100% akan sangat mempengaruhi kadar Patchouli. Alkoholnya, di daerah yang ternaungi akan menghasilkan kadar minyak

(57)

Tanah

Nilam dapat tumbuh di berbagai jenis tanah (andosol, latosol, regosol, padsolik, kambisol) akan tetapi akan tumbuh lebih baik pada tanah yang gembur dan banyak mengandung humus, bertekstur lempung sampai liat berpasir dan pH 5,5 – 7. Kemiringan tanah sebaiknya kurang dari 15o (Nuryani, 2006).

Tanah dengan pH 5 – 7 adalah tanah yang terbaik untuk penananaman nilam, dengan tingkat kandungan unsur hara N, P dan K yang optimal sangat diharapkan. N-total sedang sampai tinggi adalah yang terbaik (berkisar antara0,21 – 0,75 %). Kandungan P2O5 sedang sampai tinggi (10-25 ppm). K2O (lebih dari 0,3 me/100 g) (Rosman, 2013).

Tanah yang subur dan gembur, kaya akan humus dan tidak tergenang merupakan tanah yang sangat sesuai untuk tanaman nilam. Jenis tanah yang paling sesuai adalah yang mempunyai tekstur remah, seperti andosol atau latosol. Untuk tanah – tanah liat, diperlukan pengolahan yang lebih intensif agar diperoleh kondisi yang optimal. Pada tanah-tanah yang kurang humus, pemberian pupuk kandang sangat dianjurkan untukmemperbaiki kesuburan dan kegemburan tanah (Nuryani et al., 2007).

Perbanyakan Tanaman Secara Setek

(58)

Amin (2006) menyatakan bahwa bibit tanaman nilam diperoleh dari perbanyakan setek batang. Bahan setek yang diambil berasal dari tanaman induk yang sudah berumur lebih dari 4 bulan. Ukuran setek yaitu 3 ruas dan panjangnya 15 cm serta daun dipangkas lebih dahulu dengan menyisakan 2 – 4 helai daun muda (Ningsih et al., 2010).

Perkembangbiakan tanaman dengan cara setek merupakan suatu cara pembiakan vegetatif relatif mudah dan cepat.Pembentukan akar sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan setek. Perakaran pada setek dapat dipercepat dengan perlakuan khusus, yaitu dengan penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) golongan auksin (Suryanti et al., 2013).

Rahardjo dan Wiryanto (2003) menyatakan tanaman nilam jarang, bahkan hampir tidak pernah berbunga sehingga perbanyakan secara generatif tidak dilakukan. Pengembangan tanaman nilam dilakukan secara vegetatif dengan menggunakan setek cabang yang sudah berkayu dan mempunyai ruas-ruas pendek. Untuk mendapatkan setek yang baik, bahan setek berasal dari tanaman induk yang sehat, bebas dari hama penyakit serta tanaman induk berumur 6 – 12 bulan (Ningsih et al., 2010).

Bagian tanaman nilam yang dapat digunakan untuk bahan setek adalah setek pucuk, setek batang dan setek cabang. Keberhasilan setek dalam membentuk akar dan tunas tergantung pada aktivitas auksin yang berasal dari tunas dan daun. Zat pengatur tumbuh akar akan menginduksi dan menyebabkan produksi akar bertambah (Purdyaningsih, 2011).

(59)

tanaman induk harus berumur sekitar 6 – 12bulan, panjang setek antara 20 – 30 cm, dan mempunyai 3 – 4 mata tunas, dan setek harus segera disemaikan sebelum layu dan mengering (Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, 2013).

Jenis tanaman memegang peranan dalam keberhasilan usaha penyetekan. Kemampuan setek untuk membentuk akar tergantung pada spesiesnya. Ada spesies tanaman yang mudah berakar dan ada pula yang sulit berakar, bahkan ada yang tidak dapat berakar walaupun sudah diberikan perlakuan khusus. Bagi yang dapat berakar, ada yang mudah berakar pada bagian ujungnya (setek pucuk) dan ada pula yang mudah berakar pada ranting bagian pangkalnya (setek batang). (Arifin dan Nurhayati, 2005).

Pertumbuhan setek dipengaruhi oleh interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan (Hartmann et al., 1997). Faktor genetik terutama meliputi kandungan cadangan makanan dalam jaringan setek, ketersediaan air, umur tanaman(pohon induk), hormon endogen dalam jaringan setek, dan jenis tanaman. Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan penyetekan antara lain media perakaran, kelembaban, suhu, intensitas cahaya dan teknik penyetekan (Danu et al., 2011).

Pemberian Zat Pengatur Tumbuh IBA

(60)

Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan untuk merangsang pertumbuhan adalah IndoleButyric Acid (IBA), IndoleAcetic Acid (IAA) dan Naphthalene Acetic Acid (NAA). IBA dan NAA lebih efektif daripada IAA, sebab keduanya lebih stabil digunakan dalam penyetekan. IBA dan NAA lebih stabil terhadap oksidasi dan cahaya. IBA lazim digunakan untuk memacu perakaran dibandingkan dengan NAA atau auksin lainnya IBA bersifat aktif (Nurzaman, 2005).

IBA merupakan hormon yang dapat memacu pembelahan sel pada bagian ujung meristematik sehingga dapat mendorong pertumbuhan perakaran pada setek. Semakin cepat dan banyak akar terbentuk akan diperoleh bibit yang kuat serta lebih tahan terhadap faktor lingkungan yang kurang menguntungkan (Sudarmi, 2008).

Dalam menggunakan zat pengatur tumbuh untuk setek dikenal dua cara untuk merangsang pertumbuhan akar, yaitu pertama membiarkan bagian setek dalam larutan dengan cara mencelupkan atau merendamnya (cara basah) dan kedua dengan mengolesi bagian dasar setek dengan bubuk ZPT (cara kering). Perlakuan basah memudahkan setek menyerap zat dalam ZPT perangsang. Tinggi rendahnya hasil dari penggunaan ZPT tergantung pada beberapa faktor, salah satudiantaranya adalah lamanya setek direndam dalam larutan. Semakin lama setek berada dalam larutan semakin meningkat larutan dalam setek (Sulastri, 2004).

(61)

lebih panjang daripada perlakuan tanpa perendaman, perendaman 1 jam dan perendaman 2 jam pada umur 4 MST dan 12 MST.

Hasil penelitian Sudarmi (2008) tentang kajian konsentrasi IBA terhadap pertumbuhan stek jarak pagar (Jatropha curcas L.) menunjukkan bahwa konsentrasi IBA berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan setek jarak pagar pada konsentrasi 100 ppm dimana diperoleh kemunculan tunas tercepat yaitu 22,917 hari; tunas terpanjang yaitu 78,583 cm; akar terpanjang yaitu 3,917; daun terluas yaitu 185,373 cm dan berat brangkasan segar terbesar yaitu 203,583 g.

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis pengujian statistik ternyata perlakuan hormon IBA pada stek pucuk Meranti Putih (Shorea montigena) efektif untuk meningkatkan persentasi jadi setek yang berakar. Pada tingkat konsentrasi 100 ppm, setek yang berakar dapat mencapai 83,33 persen. Ini berarti hormon IBA berpengaruh positif dalam merangsang perakaran setek pucuk Meranti Putih (Shorea montigena), sehingga proses perakaran menjadi lebih cepat dan mantap. Dengan

(62)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tanaman nilam (Progestemon cablinBenth.) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri. Minyak nilam memberikan sumbangan cukup besar bagi negara Indonesia di antara minyak atsiri lainnya dan merupakan komoditi ekspor non migas. Namun, produksi minyak nilam di Indonesia masih terbatas dan produksinya belum optimal (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2007).

Indonesia merupakan penghasil minyak nilam terbesar di dunia yang tiap tahun memasuk sekitar 75% kebutuhan dunia. Jumlah minyak atsiri tersebut, 60% diproduksi di Nanggroe Aceh Darussalam dan sisanya berasal dari Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Jawa Tengah. Negara – negara lain yang memproduksi minyak nilam adalah Brazil, Malaysia, India, dan Taiwan. Hampir seluruh produksi minyak nilam Indonesia diekspor terutama ke Amerika Serikat, negara – negara Eropa Barat dan Jepang (Hildani, 2015).

Pada empat tahun terakhir produktivitas nilam Indonesia mengalami penurunan secara signifikan yaitu tahun 2009 (113,27 kg/ha), tahun 2010 (90,14 kg/ha), tahun 2011 (71,15 kg/ha) dan tahun 2012 (87,20 kg/ha). Penurunan tersebut terjadi dikarenakan budidaya yang belum sempurna, bahan tanam yang kurang sesuai, penanganan bahan dan penyulingan yang kurang baik mengakibatkan produktivitas rendah (Krismawati, 2005).

(63)

memiliki daya adaptasi yang tinggi dan warna batang ungu.Varietas Sidikalang memiliki daya adaptasi yang tinggi dan batang ungu gelap. Tingkat PA dari varietas ini beragam: yaituTapaktuan (28.69-35.90%), Lhokseumawe (29.11-34.46%) dan Sidikalang (30.21-35.20%) (Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, 2013).

Nilam jarang menghasilkan biji, sampai sejauh ini bahan tanam untuk bibit diperoleh secara vegetatif yaitu dengan setek. Setek dapat langsung di kebun, namun memerlukan bahan setek yang lebih banyak dan pertumbuhan tanaman kurang baik, serta kemungkinan setek yang mati lebih banyak. Cara terbaik untuk menghemat bahan setek adalah dengan membuat pembibitan setek terlebih dahulu sebelum langsung ditanam di kebun. Untuk memperoleh pertumbuhan bibit setek yang optimal baik pertumbuhan akar maupun tunas perlu dipilih bahan setek yang besar atau kekar tidak bengkok, tampak sehat tanpa gejala kekurangan hara atau tanda-tanda serangan penyakit dan hama (Nuryani et al, 2007).

Banyak usaha yang dilakukan untuk merangsang danmendorongpertumbuhan setek. Diantaranya dilakukan dengan pemberian zat pengatur tumbuh seperti Indole Acetic Acid (IAA), Indole Butyric Acid (lBA), Naphthalene Acetic Acid (NAA), dan

sebagainya (Suprapto, 2004).

Hormon IBA adalah salah satu hormon yang termasuk dalam kelompok auksin. Selain dipakai untuk merangsang perakaran, hormon IBA juga mempunyai manfaat yang lain seperti menambah daya kecambah, merangsang perkembangan buah, mencegah kerontokan, pendorong kegiatan kambium dan lainnya (Irwanto, 2001).

(64)

meningkatkan persentase setek batang nilam(Pogostemon cablin Benth), dimana rata-rata persentase setek yang berakar mencapai 87,50%.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian setek nilam dengan menggunakan bahan tanam bagian batang atas, tengah dan bawahtanamanserta untukmengetahuitingkatkeberhasilan bagian tanaman mana yang optimum untuk dijadikan bahan tanam setek apabila diaplikasikanIBA padakonsentrasi tertentu.

Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons pertumbuhan berbagai bahan tanam setek nilam (Pogostemon cablin Benth.) terhadap pemberian IBA (Indole Butyric Acid).

Hipotesis Penelitian

Ada respons nyata pertumbuhan setek nilam (Pogostemon cablin Benth.) terhadap berbagai bahan tanam dan pemberian IBA (Indole Butyric Acid) serta interaksi keduanya.

Kegunaan Penelitian

(65)

ABSTRAK

RANGGI SUMANJAYA PURBA : Respons Pertumbuhan Berbagai Bahan Tanam Setek Nilam (Pogostemon cablinBenth.) Terhadap Pemberian IBA (Indole

Butyric Acid) dibimbing oleh JONIS GINTING dan

JONATAN GINTING.Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan yang berada ±25 di atas permukaan laut, dari bulan April sampai denganSeptember 2016. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama adalah bahan tanam setek (setek batang atas, setek batang tengah dan setek batang bawah) dan faktor kedua yaitu konsentrasiIBA (0; 100; 200; dan 300 ppm).Terdapat 12 kombinasi perlakuan dan diulang 3 kali. Peubah yang diamati yaitu persentase setek hidup, umur muncul tunas, jumlah tunas, panjang tunas, bobot basah tajuk, bobot basah akar, volume akar, bobot kering tajuk dan bobot kering akar. Data dianalisis dengan menggunakan uji F 5% dan dilakukan uji lanjut dengan Duncan’s Multiple Range Test pada taraf α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam setek berpengaruh nyata terhadap persentase setek hidup, umur muncul tunas, jumlah tunas, panjang tunas, bobot basah tajuk, bobot basah akar, volume akar, bobot kering tajuk dan bobot kering akar. Perlakuan konsentrasi IBA berpengaruh nyata terhadap persentase setek hidup, jumlah tunas, panjang tunas, bobot basah tajuk, bobot basah akar, volume akar, bobot kering tajuk dan bobot kering akar.Interaksi anatara kedua perlakuan tersebut berpengaruh nyata terhadap persentase setek hidup, bobot basah tajuk, bobot basah akar, volume akar, bobot kering tajuk dan bobot kering akar.

(66)

ABSTRACT

RANGGI SUMANJAYA PURBA : The growth response of planting material cuttings patchouli (Pogostemon cablin Benth.) to consentration of IBA (Indole Butyric Acid) supervised by JONIS GINTING and JONATAN GINTING.

The research was conducted at the experimental field Faculty of Agricultural, TheUniversity of Sumatera Utara, Medan about ±25m above sea level from April to September 2016. The design use randomized block design with 2 factors treatment. The first factor were planting material cuttings (stem basal cutting, stem middle cutting and stem apex cutting) and and the second factor was the concentration of IBA(0; 100; 200; dan 300 ppm). There were 12 combinations of treatments and each was repeated3 replications. The variable observed were percentage of cutting living,shoots appear time, shoots number, shoots length, crop fresh weight, root fresh weight, root volume, crop dry weight, and root dry weight. Data of research analyzed with analyze of variance using Ftest at 5% and continued with Duncan’s Multiple Range Test at α =5%.

The results showed that the planting material cuttings has significantly effect to the percentage of cutting living,shoots appear time, shoots number, shoots length, crop fresh weight, root fresh weight, root volume, crop dry weight, and root dry weight. The concentration of IBA showed significant effect to effect to the percentage of cutting living,shoots number, shoots length, crop fresh weight, root fresh weight, root volume, crop dry weight, and root dry weight.The interaction of both of treatment showed significant for the percentage of cutting living, shoots number, shoots length, root fresh weight, root volume, and root dry weight.

(67)

RESPONS PERTUMBUHAN SETEK NILAM(Pogostemon cablin Benth.) PADA BERBAGAI BAHAN TANAM DAN KONSENTRASI IBA

SKRIPSI

OLEH:

RANGGI SUMANJAYA PURBA 120301248

BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(68)

RESPONS PERTUMBUHAN SETEK NILAM(Pogostemon cablin Benth.) PADA BERBAGAI BAHAN TANAM DAN KONSENTRASI IBA

SKRIPSI

OLEH:

RANGGI SUMANJAYA PURBA 120301248

BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

Skripsi merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(69)

ABSTRAK

RANGGI SUMANJAYA PURBA : Respons Pertumbuhan Berbagai Bahan Tanam Setek Nilam (Pogostemon cablinBenth.) Terhadap Pemberian IBA (Indole

Butyric Acid) dibimbing oleh JONIS GINTING dan

JONATAN GINTING.Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan yang berada ±25 di atas permukaan laut, dari bulan April sampai denganSeptember 2016. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama adalah bahan tanam setek (setek batang atas, setek batang tengah dan setek batang bawah) dan faktor kedua yaitu konsentrasiIBA (0; 100; 200; dan 300 ppm).Terdapat 12 kombinasi perlakuan dan diulang 3 kali. Peubah yang diamati yaitu persentase setek hidup, umur muncul tunas, jumlah tunas, panjang tunas, bobot basah tajuk, bobot basah akar, volume akar, bobot kering tajuk dan bobot kering akar. Data dianalisis dengan menggunakan uji F 5% dan dilakukan uji lanjut dengan Duncan’s Multiple Range Test pada taraf α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam setek berpengaruh nyata terhadap persentase setek hidup, umur muncul tunas, jumlah tunas, panjang tunas, bobot basah tajuk, bobot basah akar, volume akar, bobot kering tajuk dan bobot kering akar. Perlakuan konsentrasi IBA berpengaruh nyata terhadap persentase setek hidup, jumlah tunas, panjang tunas, bobot basah tajuk, bobot basah akar, volume akar, bobot kering tajuk dan bobot kering akar.Interaksi anatara kedua perlakuan tersebut berpengaruh nyata terhadap persentase setek hidup, bobot basah tajuk, bobot basah akar, volume akar, bobot kering tajuk dan bobot kering akar.

(70)

ABSTRACT

RANGGI SUMANJAYA PURBA : The growth response of planting material cuttings patchouli (Pogostemon cablin Benth.) to consentration of IBA (Indole Butyric Acid) supervised by JONIS GINTING and JONATAN GINTING.

The research was conducted at the experimental field Faculty of Agricultural, TheUniversity of Sumatera Utara, Medan about ±25m above sea level from April to September 2016. The design use randomized block design with 2 factors treatment. The first factor were planting material cuttings (stem basal cutting, stem middle cutting and stem apex cutting) and and the second factor was the concentration of IBA(0; 100; 200; dan 300 ppm). There were 12 combinations of treatments and each was repeated3 replications. The variable observed were percentage of cutting living,shoots appear time, shoots number, shoots length, crop fresh weight, root fresh weight, root volume, crop dry weight, and root dry weight. Data of research analyzed with analyze of variance using Ftest at 5% and continued with Duncan’s Multiple Range Test at α =5%.

The results showed that the planting material cuttings has significantly effect to the percentage of cutting living,shoots appear time, shoots number, shoots length, crop fresh weight, root fresh weight, root volume, crop dry weight, and root dry weight. The concentration of IBA showed significant effect to effect to the percentage of cutting living,shoots number, shoots length, crop fresh weight, root fresh weight, root volume, crop dry weight, and root dry weight.The interaction of both of treatment showed significant for the percentage of cutting living, shoots number, shoots length, root fresh weight, root volume, and root dry weight.

(71)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kisaran pada tanggal 16 Oktober 1994 dari ayah Muliadin dan ibu Rodelpiani Saragih, S.Pd. Penulis merupakan putra ketiga dari empat bersaudara.

Tahun 2012 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kisaran dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur masuk bersama (UMB) Reguler. Penulis memilih program studi Agroekoteknologi minat Budidaya Pertanian dan Perkebunan (BPP).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai asisten Laboratorium Morfologi dan Taksonomi Tumbuhan (2014), asisten Laboratorium Anatomi Tumbuhan (2015), asisten Laboratorium Botani (2015-2016), asisten Laboratorium Biologi Dasar (2015-2016), asisten Laboratorium Fisiologi Tumbuhan (2016), asisten Laboratorium Ilmu Gulma (2016) dan anggota divisi kerohanian kristen Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK) (2015-2016).

(72)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepadaTuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “ Respons Pertumbuhan Berbagai Bahan TanamSetek Nilam (Pogostemon cablin Benth.) Terhadap Pemberian IBA (Indole Butyric Acid)” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di

Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada ayahanda Muliadin dan ibunda Rodelpiani Saragih atas doa, semangat dan dukungannya selama ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen pembimbing skripsi bapak Ir. Jonis Ginting, M.S. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Jonatan Ginting, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di program studi Agroekoteknologi serta semua rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu per satu disini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Desember 2016

(73)

DAFTAR ISI

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 4

Syarat Tumbuh ... 5

Iklim ... 5

Tanah ... 6

Perbanyakan Tanaman Secara Setek ... 6

IBA (Indole Butyric Acid) ... 8

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 11

Bahan dan Alat ... 11

Rancangan Penelitian ... 12

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan ... 14

Persiapan Naungan ... 14

Persiapan Media Tanam ... 14

Persiapam Bahan Setek ... 14

Pembuatan Larutan IBA ... 15

Perendaman Bahan Setek ... 15

Penanaman Setek ... 15

Pemberian Sungkup ... 15

Pemeliharaan Tanaman... 16

Penyiraman ... 16

Penyiangan ... 16

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 16

Pengamatan Parameter ... 16

(74)

Umur Muncul Tunas ... 16

Jumlah Tunas ... 17

PanjangTunas ... 17

Volume Akar ... 17

Bobot Basah Tunas ... 17

Bobot Basah Akar ... 17

Bobot Kering Tunas ... 18

Bobot Kering Akar ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 19

Pembahasan ... 31

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37

Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(75)

DAFTAR TABEL

No Hal

1. Persentase setek hidup bibit setek tanaman nilam pada perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA... 19 2. Umur muncul tunas bibit setek tanaman nilam pada perlakuan bahan tanam

dan konsentrasi IBA... 20 3. Jumlah tunasbibit setek tanaman nilam pada perlakuan bahan tanam dan

konsentrasi IBA pada umur 3 – 8 MST... 22 4. Panjang tunasbibit setek tanaman nilam pada perlakuan bahan tanam dan

konsentrasi IBA pada umur 3 – 8 MST... 24 5. Bobot basah tajuk bibit setek tanaman nilampada perlakuanbahan tanam

dan konsentrasi IBA... 25 6. Bobot basah akarbibit setek tanaman nilam pada perlakuan bahan tanam

dan konsentrasi IBA... 26 7 Volume akar bibit setek tanaman nilam pada perlakuan bahan tanam dan

konsentrasi IBA... 27 8 Bobot kering tajukbibit setek tanaman nilampada perlakuanbahan tanam

dan konsentrasiIBA... 29 9 Bobot kering akar bibit setek tanaman nilam pada perlakuan bahan tanam

(76)

DAFTAR GAMBAR

No Hal

1. Hubungan persentase setek hidup bibit nilamdengan konsentrasi NAA pada dua bahan tanam... 24 2. Hubunganumur muncul tunas bibit nilamdengankonsentrasiNAA pada dua

bahan tanam... 25 3. Hubunganpanjang tunas bibit nilam dengan konsentrasi NAA pada dua

bahantanam... 28 4. Hubunganbobot basah akar bibit nilam dengan konsentrasi NAA pada dua

bahantanam... 30 5. Hubungan volume akar bibitnilam dengan konsentrasi NAA pada dua bahan

tanam... 32 6 Hubunganbobot kering akar bibit nilam dengan konsentrasi NAA pada dua

(77)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal

1. Deskripsi Tanaman Nilam Varietas Tapak Tuan... 41

2. Bagan Petak Penelitian... 42

3. Bagan Penanaman Pada Petak Penelitian... 43

4. Jadwal Kegiatan Penelitian... 44

5. Perhitungan Konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)... 45

7. Data Pengamatan Persentase Setek Hidup... 47

8. Daftar Sidik Ragam Persentase Setek Hidup... 47

9. Data Pengamatan Umur Muncul Tunas... 48

10. Daftar Sidik Ragam Umur Muncul Tunas... 48

11. Data Pengamatan Jumlah Tunas3MST... 49

12. Daftar Sidik Ragam Jumlah Tunas 3MST... 49

13. Data Pengamatan Jumlah Tunas 4MST... 50

14. Daftar Sidik Ragam Jumlah Tunas 4MST... 50

15. Data Pengamatan Jumlah Tunas 5MST... 51

16. Daftar Sidik Ragam Jumlah Tunas 5MST... 51

17. Data Pengamatan Jumlah Tunas 6MST... 52

18. Daftar Sidik Ragam Jumlah Tunas 6MST... 52

19. Data Pengamatan Jumlah Tunas 7MST... 53

20. Daftar Sidik Ragam Jumlah Tunas 7MST... 53

21. Data Pengamatan Jumlah Tunas 8MST... 54

22. Daftar Sidik Ragam Jumlah Tunas 8MST... 54

(78)

24. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 3MST... 55

25. Data Pengamatan Panjang Tunas 4MST... 56

26. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 4MST... 56

27. Data Pengamatan Panjang Tunas 5MST... 57

28. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 5MST... 57

29. Data Pengamatan Panjang Tunas 6MST... 58

30. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 6MST... 58

31. Data Pengamatan Panjang Tunas 7MST... 59

32. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 7MST... 59

33. Data Pengamatan Panjang Tunas 8MST... 60

34 Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 8MST... 60

35. Data Pengamatan Bobot Basah Tajuk... 61

36. Daftar Sidik Ragam Bobot Basah Tajuk... 61

37. Data Pengamatan Bobot Basah Akar... 62

38. Daftar Sidik Ragam Bobot Basah Akar... 62

39. Data Pengamatan Volume Akar... 63

40. Daftar Sidik Ragam Volume Akar... 63

41. Data Pengamatan Bobot Kering Tajuk... 64

42. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk... 64

43. Data Pengamatan Bobot Kering Akar... 65

Gambar

Tabel 1. Persentase setek hidup bibit setek tanaman nilam pada perlakuan bahan                 tanam dan konsentrasi IBA Konsentrasi IBA (ppm)
Tabel 2. Umur muncul tunas bibit setek tanaman nilam umur 3 MST pada perlakuan                 bahan tanam dan konsentrasi IBA Konsentrasi IBA (ppm)
Gambar 2. Hubungan umur muncul tunas bibit setek tanaman nilam dengan bahan                     tanam dan konsentrasi IBA yang berbeda
Tabel 3. Jumlah tunas bibit setek tanaman nilam pada perlakuan bahan tanam dan                 konsentrasi IBA
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Teori ini diperlukan untuk menyelesaikan perselisihan dalam suatu perkawinan, terlebih dahulu harus diselesaikan secara kekeluargaan oleh pihak keluarga yang bertikai dan juga

Maka dalam memilah asosiasi tulis yg telah kita lakukan, kita memilih hal-hal yg berkaitan dg diri sendiri seperti fantasi, kenangan, percakapan dg diri sendiri, dll.. Hubungan dg

Simpulan penelitian ini adalah (1) terdapat perbedaan kualitas pelayanan antara pasien BPJS dengan umum pada dimensi keselamatan pasien, (2) terdapat perbedaan kualitas

sebagai Pegawai Negeri Sipil selama 10 tahun atau lebih secara terus menerus terhadap. Negara Republik Indonesia, sehingga dapat dijadikan teladan bagi setiap pegawai

Melalui Peraturan Daerah Propinsi Kalimantan Selatan Nomor 9 Tahun 1996 tentang Perubahan Pertama Peraturan Daerah Propinsi Kalimantan Selatan Nomor 15 Tahun 1995

Penelitian ini berupaya memotret sebuah fenomena peran divisi kepatuhan dalam pembiayaan mudharabah Bank Syariah “X” dan mengungkap adanya sikap-sikap konvensional yang

NO NAMA NILAI PRE TES NILAI