• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancangan Pengendalian Mutu Dengan Metode Six Sigma Pada Divisi Spinning PT Unitex Tbk Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rancangan Pengendalian Mutu Dengan Metode Six Sigma Pada Divisi Spinning PT Unitex Tbk Bogor"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

PADA DIVISI SPINNING PT UNITEX Tbk BOGOR

Oleh

NENNY IKA CENDRAWATI

H24103073

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Menerapkan Metode Six Sigma pada Divisi Spinning PT Unitex Tbk, Bogor. Dibawah bimbingan Heti Mulyati.

Six sigma merupakan salah satu cara yang digunakan untuk memperbaiki kualitas produksi dengan konsep dasar DMAIC (Define, Measurement, Analyze, Improvement dan Control). Perbaikan dengan menggunakan six sigma diharapkan dapat menekan biaya produksi dan meningkatkan kualitas produk sehingga dapat bertahan dalam persaingan. Perusahaan tekstil merupakan perusahaan yang juga harus mengendalikan kualitas produk, terutama di Bagian Spinning.Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengkaji proses produksi pada Divisi Spinning (2) Mengkaji faktor penyebab timbulnya cacat produk pada Divisi Spinning berdasarkan tahapan six sigma yaitu define, measure, dan analyze, dan (3) Menetapkan solusi yang dapat diambil untuk mengurangi jumlah produk cacat pada Divisi Spinning berdasarkan tahapan six sigma yaitu improvement dan control.

Penentuan responden dan sampel produk (benang) dilakukan dengan metode purposive sampling. Pada fase define ditemukan bahwa salah satu permasalahan yang dihadapi oleh Divisi Spinning adalah adanya produk cacat yang tertangkap oleh mesin pada tahap finishing. Kriteria produk cacat yang tertangkap mesin tersebut adalah slub, thick dan thin. Fase measurement dilakukan untuk mengetahui kualitas produksi Divisi Spinning. Hasil yang diperoleh untuk benang yang terpotong oleh mesin adalah Defect Per Opportunity (DPO) sebesar 0,000502208; Defect Per Million Opportunity (DPMO) sebesar 502,208 dan nilai sigma sebesar 4,81. Apabila pengukuran dilakukan pada keseluruhan benang yang cacat, maka nilai DPO yang dihasilkan adalah 0,00504; nilai DPMO sebesar 5.040 dan nilai sigma sebesar 4,07. Pada fase analyze bahwa produk gagal yang dihasilkan oleh Divisi Spinning disebabkan oleh beberapa faktor. Penyebab produk cacat tersebut adalah faktor manusia, metode, mesin, bahan baku dan lingkungan.

Pada fase improvement ditetapkan beberapa solusi perbaikan, yaitu (1) Faktor manusia, antara lain memberikan pendidikan dan pelatihan kepada karyawan dan memberikan sanksi yang tegas terhadap karyawan yang mengabaikan peraturan, (2) Faktor bahan baku, antara lain pemilihan bahan baku dengan kualitas bagus dan kombinasi bahan baku yang benar, (3) Faktor metode, antara lain mensosialisasikan standar kerja dan standar kualitas kepada karyawan, (4) Faktor mesin, antara lain melakukan pemeliharaan mesin dengan perawatan secara rutin, memeriksa setting pada setiap mesin dan melakukan perbaikan dengan segera pada mesin yang mengalami kerusakan, (5) Faktor lingkungan, antara lain membersihkan lingkungan secara teratur, menetapkan standar kebersihan untuk mesin dan lingkungan sekitar, menjaga suhu ruangan, menjaga pencahayaan pada ruang tes benang dan menjaga kelembaban ruangan.

(3)

Penulis dilahirkan di Tuban pada tanggal 03 juni 1985, merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Kisnaniadi dan Indahwati. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Santo Paulus Bojonegoro (1990 -1991), SDK Santo Paulus Bojonegoro (1991-1993), SDN Kadipaten II Bojonegoro (1993-1997), SLTPN I Bojonegoro (1997-2000), SMUN I Bojonegoro (2000-2003) dan kemudian penulis diterima di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Melalui jalur USMI pada tahun 2003.

(4)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini membahas tentang Rancangan Pengendalian Mutu dengan Metode Six Sigma. Penelitian dilakukan pada Divisi Spinnging PT Unitex Tbk Bogor. Pengendalian mutu merupakan sesuau yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup perusahaan. Six sigma merupakan suatu metode pengendalian mutu dengan target 3,4 DPMO (Defect Per Million Opportunity).

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Ibu Heti Mulyati S.TP., MT sebagai dosen pembimbing yang telah

membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Prof.Dr.Ir.H.Musa Hubeis.Dipl.Ing.DEA dan Bapak Eko Rudy Cahyady,S.Hut.MM selaku dosen penguji dalam ujian sidang penulis. 3. Bpk. Mukhammad Nadjib S.TP., MM selaku satgas dan moderator pada

seminar

4. Seluruh dosen Departemen Manajemen yang telah membagikan ilmunya kepada penulis.

5. Seluruh staf TU Departemen Manajemen yang telah membantu penulis untuk mengurus berbagai keperluan surat menyurat.

6. Bapak Lukman, Bapak Syahrul, Bapak Nandang, mbak Desi serta bapak satpam PT Unitex yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian.

7. Mama dan adekku yang selalu memberi semangat dan do’a untuk penulis.

8. Elfarista Hantalis Victory atas semua cinta, semangat dan dukungannya. 9. Evi, Irma, Lely, Yan, Melly, Tatha, Tina dan Lucia (TIN 40) yang telah

(5)

10. Seluruh teman seperjuangan dalam MeneDeForty, KAREMATA dan SES-C.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Mei 2007

(6)

DENGAN METODE SIX SIGMA

PADA DIVISI SPINNING PT UNITEX Tbk BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

Oleh

Nenny Ika Cendrawati H24103073

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Halaman ABSTRAK

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……… i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ………. iv

DAFTAR TABEL ……… vi

DAFTAR GAMBAR ………... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ……….... 1

1.1. Latar belakang ………... 1

1.2. Rumusan Masalah ………. 4

1.3. Tujuan Penelitian ……….. 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 6

2.1. Definisi Mutu ………... 6

2.2. Pentingnya Mutu ………... 8

2.3. Dimensi Mutu ………... 11

2.4. Biaya Mutu ………... 11

2.5. Six Sigma ... 14

2.6. Peran dalam six sigma ... 19

2.7. Fase dalam six sigma ... 23

2.8. Seven Basic Quality Tools ….……….. 25

2.9 Statistical Process Control ……… 29

2.10. Penelitian Terdahulu ... 30

III METODOLOGI PENELITIAN ………... 33

3.1. Kerangka Pemikiran ……….. 33

3.2. Tahapan Penelitian ……… 35

3.3. Jenis dan Sumber Data ……….. 36

3.4. Metode Pengambilan Data ... 36

3.5. Metode Analisis Data ... 36

3.5.1. Analisis Data Kuantitatif ... 37

3.5.2. Analisis Data Kualitatif ……… 38

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 39

4.1. Gambaran Umum Perusahaan ……… 39

4.1.1. Sejarah, Visi dan Misi Perusahaan ………. 39

4.1.2. Struktur Perusahaan ... 40

(8)

4.2. Proses Produksi pada Divisi Spinning ... 45

4.2.1. Hasil Produksi Divisi Spinning ... 45

4.2.2. Proses Produksi Divisi Spinning ... 48

4.2.3. Standar Mutu Produk ... 50

4.3. Faktor- Faktor Penyebab Produk Cacat pada Divisi Spinning ... 50

4.3.1. Define ... 51

4.3.2. Measure ... 53

4.3.3. Analyze ... 58

4.4. Solusi untuk Mengurangi Jumlah Produk Cacat pada Divisi Spinning ... 65

4.4.1. Improvement ... 66

4.4.2. Control ... 71

4.4.3. Rancangan Pengendalian Mutu dengan Mengunakan Metode six sigma ... 73

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 77

2. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ………...………. 79

(9)

No Hal

1. Mesin dan kapasitas produksi PT Unitex Tbk... 3

2. Konversi level sigma yang disederhanakan ... 19

3. Penelitian Terdahulu ……….. 31

4. Teknik Analisis yang Digunakan pada Fase Six Sigma ……… 38

5. Data Produksi Divisi Spinning PT Unitex Tbk Tahun 2005 .. 47

6. Deskripsi CTQ ... 52

7. Kegagalan yang terjadi pada EC 45S ………... 54

8. Kegagalan yang terjadi pada AC 40S ... 54

9. Kegagalan yang terjadi pada CVC 45/55 45S ... 55

10. Kegagalan yang rata-rata terjadi pada Divisi Spinning ... 55

11. Langkah-langkah perbaikan Divisi Spinning ... 67

(10)

No Hal

1. Cara mutu untuk memperbaiki kemampuan memperoleh laba ….. 9

2. Hubungan sistem kualitas ……… 10

3. Lima fase six sigma dalam proyek peningkatan kualitas ………. 24

4. Kerangka pemikiran ………. 34

5. Tahapan penelitian ……… 35

6. Struktur Organisasi PT Unitex Tbk …………... 40

7. Proses Produksi PT Unitex ... 42

8. Komposisi Hasil Produksi Divisi Spinnng 2005 ... 46

9. Diagram Hasil Produksi Divisi Spinning Selama Tahun 2005 ... 47

10. Proses Produksi Divisi Spinning ……….. 49

11. IPO Graph ... 51

12. CTQ Tree ... 52

13. Diagram Pareto Rata-Rata Kesalahan yang terjadi pada benang EC 45S ……… 59

14. Diagram Pareto Rata-Rata Kesalahan yang terjadi pada benang AC 40 S ... 60

15. Diagram Pareto Rata-Rata Kesalahan yang terjadi pada benang CVC 45/55 45S ... 60

16. Diagram Pareto Rataan Kesalahan yang terjadi pada Divisi Spinning ... 61

17. Fishbone Diagram Penyebab Produk Cacat ... 63

(11)

PADA DIVISI SPINNING PT UNITEX Tbk BOGOR

Oleh

NENNY IKA CENDRAWATI

H24103073

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Menerapkan Metode Six Sigma pada Divisi Spinning PT Unitex Tbk, Bogor. Dibawah bimbingan Heti Mulyati.

Six sigma merupakan salah satu cara yang digunakan untuk memperbaiki kualitas produksi dengan konsep dasar DMAIC (Define, Measurement, Analyze, Improvement dan Control). Perbaikan dengan menggunakan six sigma diharapkan dapat menekan biaya produksi dan meningkatkan kualitas produk sehingga dapat bertahan dalam persaingan. Perusahaan tekstil merupakan perusahaan yang juga harus mengendalikan kualitas produk, terutama di Bagian Spinning.Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengkaji proses produksi pada Divisi Spinning (2) Mengkaji faktor penyebab timbulnya cacat produk pada Divisi Spinning berdasarkan tahapan six sigma yaitu define, measure, dan analyze, dan (3) Menetapkan solusi yang dapat diambil untuk mengurangi jumlah produk cacat pada Divisi Spinning berdasarkan tahapan six sigma yaitu improvement dan control.

Penentuan responden dan sampel produk (benang) dilakukan dengan metode purposive sampling. Pada fase define ditemukan bahwa salah satu permasalahan yang dihadapi oleh Divisi Spinning adalah adanya produk cacat yang tertangkap oleh mesin pada tahap finishing. Kriteria produk cacat yang tertangkap mesin tersebut adalah slub, thick dan thin. Fase measurement dilakukan untuk mengetahui kualitas produksi Divisi Spinning. Hasil yang diperoleh untuk benang yang terpotong oleh mesin adalah Defect Per Opportunity (DPO) sebesar 0,000502208; Defect Per Million Opportunity (DPMO) sebesar 502,208 dan nilai sigma sebesar 4,81. Apabila pengukuran dilakukan pada keseluruhan benang yang cacat, maka nilai DPO yang dihasilkan adalah 0,00504; nilai DPMO sebesar 5.040 dan nilai sigma sebesar 4,07. Pada fase analyze bahwa produk gagal yang dihasilkan oleh Divisi Spinning disebabkan oleh beberapa faktor. Penyebab produk cacat tersebut adalah faktor manusia, metode, mesin, bahan baku dan lingkungan.

Pada fase improvement ditetapkan beberapa solusi perbaikan, yaitu (1) Faktor manusia, antara lain memberikan pendidikan dan pelatihan kepada karyawan dan memberikan sanksi yang tegas terhadap karyawan yang mengabaikan peraturan, (2) Faktor bahan baku, antara lain pemilihan bahan baku dengan kualitas bagus dan kombinasi bahan baku yang benar, (3) Faktor metode, antara lain mensosialisasikan standar kerja dan standar kualitas kepada karyawan, (4) Faktor mesin, antara lain melakukan pemeliharaan mesin dengan perawatan secara rutin, memeriksa setting pada setiap mesin dan melakukan perbaikan dengan segera pada mesin yang mengalami kerusakan, (5) Faktor lingkungan, antara lain membersihkan lingkungan secara teratur, menetapkan standar kebersihan untuk mesin dan lingkungan sekitar, menjaga suhu ruangan, menjaga pencahayaan pada ruang tes benang dan menjaga kelembaban ruangan.

(13)

Penulis dilahirkan di Tuban pada tanggal 03 juni 1985, merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Kisnaniadi dan Indahwati. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Santo Paulus Bojonegoro (1990 -1991), SDK Santo Paulus Bojonegoro (1991-1993), SDN Kadipaten II Bojonegoro (1993-1997), SLTPN I Bojonegoro (1997-2000), SMUN I Bojonegoro (2000-2003) dan kemudian penulis diterima di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Melalui jalur USMI pada tahun 2003.

(14)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini membahas tentang Rancangan Pengendalian Mutu dengan Metode Six Sigma. Penelitian dilakukan pada Divisi Spinnging PT Unitex Tbk Bogor. Pengendalian mutu merupakan sesuau yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup perusahaan. Six sigma merupakan suatu metode pengendalian mutu dengan target 3,4 DPMO (Defect Per Million Opportunity).

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Ibu Heti Mulyati S.TP., MT sebagai dosen pembimbing yang telah

membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Prof.Dr.Ir.H.Musa Hubeis.Dipl.Ing.DEA dan Bapak Eko Rudy Cahyady,S.Hut.MM selaku dosen penguji dalam ujian sidang penulis. 3. Bpk. Mukhammad Nadjib S.TP., MM selaku satgas dan moderator pada

seminar

4. Seluruh dosen Departemen Manajemen yang telah membagikan ilmunya kepada penulis.

5. Seluruh staf TU Departemen Manajemen yang telah membantu penulis untuk mengurus berbagai keperluan surat menyurat.

6. Bapak Lukman, Bapak Syahrul, Bapak Nandang, mbak Desi serta bapak satpam PT Unitex yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian.

7. Mama dan adekku yang selalu memberi semangat dan do’a untuk penulis.

8. Elfarista Hantalis Victory atas semua cinta, semangat dan dukungannya. 9. Evi, Irma, Lely, Yan, Melly, Tatha, Tina dan Lucia (TIN 40) yang telah

(15)

10. Seluruh teman seperjuangan dalam MeneDeForty, KAREMATA dan SES-C.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Mei 2007

(16)

DENGAN METODE SIX SIGMA

PADA DIVISI SPINNING PT UNITEX Tbk BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

Oleh

Nenny Ika Cendrawati H24103073

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

Halaman ABSTRAK

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……… i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ………. iv

DAFTAR TABEL ……… vi

DAFTAR GAMBAR ………... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ……….... 1

1.1. Latar belakang ………... 1

1.2. Rumusan Masalah ………. 4

1.3. Tujuan Penelitian ……….. 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 6

2.1. Definisi Mutu ………... 6

2.2. Pentingnya Mutu ………... 8

2.3. Dimensi Mutu ………... 11

2.4. Biaya Mutu ………... 11

2.5. Six Sigma ... 14

2.6. Peran dalam six sigma ... 19

2.7. Fase dalam six sigma ... 23

2.8. Seven Basic Quality Tools ….……….. 25

2.9 Statistical Process Control ……… 29

2.10. Penelitian Terdahulu ... 30

III METODOLOGI PENELITIAN ………... 33

3.1. Kerangka Pemikiran ……….. 33

3.2. Tahapan Penelitian ……… 35

3.3. Jenis dan Sumber Data ……….. 36

3.4. Metode Pengambilan Data ... 36

3.5. Metode Analisis Data ... 36

3.5.1. Analisis Data Kuantitatif ... 37

3.5.2. Analisis Data Kualitatif ……… 38

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 39

4.1. Gambaran Umum Perusahaan ……… 39

4.1.1. Sejarah, Visi dan Misi Perusahaan ………. 39

4.1.2. Struktur Perusahaan ... 40

(18)

4.2. Proses Produksi pada Divisi Spinning ... 45

4.2.1. Hasil Produksi Divisi Spinning ... 45

4.2.2. Proses Produksi Divisi Spinning ... 48

4.2.3. Standar Mutu Produk ... 50

4.3. Faktor- Faktor Penyebab Produk Cacat pada Divisi Spinning ... 50

4.3.1. Define ... 51

4.3.2. Measure ... 53

4.3.3. Analyze ... 58

4.4. Solusi untuk Mengurangi Jumlah Produk Cacat pada Divisi Spinning ... 65

4.4.1. Improvement ... 66

4.4.2. Control ... 71

4.4.3. Rancangan Pengendalian Mutu dengan Mengunakan Metode six sigma ... 73

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 77

2. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ………...………. 79

(19)

No Hal

1. Mesin dan kapasitas produksi PT Unitex Tbk... 3

2. Konversi level sigma yang disederhanakan ... 19

3. Penelitian Terdahulu ……….. 31

4. Teknik Analisis yang Digunakan pada Fase Six Sigma ……… 38

5. Data Produksi Divisi Spinning PT Unitex Tbk Tahun 2005 .. 47

6. Deskripsi CTQ ... 52

7. Kegagalan yang terjadi pada EC 45S ………... 54

8. Kegagalan yang terjadi pada AC 40S ... 54

9. Kegagalan yang terjadi pada CVC 45/55 45S ... 55

10. Kegagalan yang rata-rata terjadi pada Divisi Spinning ... 55

11. Langkah-langkah perbaikan Divisi Spinning ... 67

(20)

No Hal

1. Cara mutu untuk memperbaiki kemampuan memperoleh laba ….. 9

2. Hubungan sistem kualitas ……… 10

3. Lima fase six sigma dalam proyek peningkatan kualitas ………. 24

4. Kerangka pemikiran ………. 34

5. Tahapan penelitian ……… 35

6. Struktur Organisasi PT Unitex Tbk …………... 40

7. Proses Produksi PT Unitex ... 42

8. Komposisi Hasil Produksi Divisi Spinnng 2005 ... 46

9. Diagram Hasil Produksi Divisi Spinning Selama Tahun 2005 ... 47

10. Proses Produksi Divisi Spinning ……….. 49

11. IPO Graph ... 51

12. CTQ Tree ... 52

13. Diagram Pareto Rata-Rata Kesalahan yang terjadi pada benang EC 45S ……… 59

14. Diagram Pareto Rata-Rata Kesalahan yang terjadi pada benang AC 40 S ... 60

15. Diagram Pareto Rata-Rata Kesalahan yang terjadi pada benang CVC 45/55 45S ... 60

16. Diagram Pareto Rataan Kesalahan yang terjadi pada Divisi Spinning ... 61

17. Fishbone Diagram Penyebab Produk Cacat ... 63

(21)

No Hal

1. Tabel konversi sigma ... 81

2. Daftar pertanyaan wawancara ... 82

3 Data Produksi PT Unitex 2005 ... 83

4. Standar mutu Divisi Spinning PT Unitex ... 92

5. Suhu dan Kelembaban untuk Produksi ... 94

(22)

1.1. Latar belakang

Era globalisasi yang ditandai dengan adanya kesepakatan perdagangan bebas oleh beberapa negara seperti ASEAN Free Trade Area (AFTA), North America Free Trade Area (NAFTA), Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) dan World Trade Organization (WTO) menyebabkan persaingan bisnis menjadi semakin ketat. Pola ekonomi berubah dari pola ekonomi pengendalian pasar menjadi pola ekonomi berdasarkan kekuatan pasar dimana permintaan konsumen lebih berperan dalam pasar. Oleh karena itu, perusahaan harus fokus pada kepuasan konsumen dengan meningkatkan mutu produk sehingga mampu bertahan dalam persaingan.

Pentingnya mutu dapat dilihat dari dua sudut, yaitu dari sudut manajemen operasional dan manajemen pemasaran. Dilihat dari manajemen operasional, mutu produk merupakan salah satu kebijakan penting dalam meningkatkan daya saing produk. Produk dengan mutu bagus mampu bersaing dibandingkan dengan produk lainnya sehingga dapat bertahan di pasar. Dilihat dari sudut manajemen pemasaran, mutu produk merupakan salah satu unsur utama dalam bauran pemasaran yang dapat meningkatkan volume penjualan dan memperluas pangsa pasar perusahaan. Hal itu disebabkan oleh ketertarikan konsumen untuk memilih produk dengan mutu yang lebih baik.

(23)

Dalam suatu proses produksi terdapat peluang dihasilkan produk yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Produk yang tidak sesuai dengan standar tersebut dapat dianggap sebagai produk cacat yang tidak dapat langsung disalurkan ke pasar tetapi harus diperbaiki terlebih dahulu. Perbaikan tersebut menimbulkan biaya baru yang digolongkan dalam biaya mutu. Perbaikan mutu produksi dengan menekan jumlah produk cacat merupakan salah satu langkah penting untuk mencapai tujuan perusahaan, karena biaya tersembunyi yang muncul dari adanya produk cacat tersebut memiliki dampak yang cukup besar pada keuangan perusahaan.

Industri tekstil adalah salah satu industri yang harus memiliki mutu tinggi agar memenangkan persaingan. Oleh karena itu, produsen harus terus meningkatkan mutu dari produk yang dihasilkannya. Salah satu perusahaan tekstil yang masih bertahan adalah PT Unitex, sebuah perusahaan patungan Indonesia-Jepang yang bergerak dalam bidang tekstil terpadu (Fully Integrated Textile Manufacture) yang mengolah bahan baku kapas dan polyester menjadi benang dan bahan jadi kain. PT Unitex didirikan berdasarkan Undang-Undang Penanaman Modal Asing (PMA) No. 1/1967. Perusahaan dituntut untuk terus mempertahankan dan meningkatkan mutu produk agar dapat mempertahankan loyalitas dan meningkatkan kepuasan konsumen. PT Unitex berusaha meningkatkan ekspor langsung dan tidak langsung secara intensif sebesar 80 persen. Ekspor langsung berjumlah 65 persen dari jumlah produksi dengan tujuan Australia, Jepang, Amerika Serikat, Eropa dan lain-lain. Ekspor tidak langsung melalui industri pakaian jadi (garmen) berjumlah sekitar 15 persen ke Amerika dan Eropa.

(24)

Tabel 1. Mesin dan kapasitas produksi PT Unitex Tbk

Divisi Mesin Hasil

Spinning 31.920 Spindels 1.450 bal/ bulan Weaving AJL184, ISL 116, Toyoda

80 (Conventional)

1.800.000 meter/ bulan

Dyeing Finishing Machine 1 Lot Yarn Dyed 19 Sets

2.000.000 meter/ bulan

130 ton / bulan Utility Generators

PLN Boiler

Waste Water Treatment Water Purifying System

8.475 KVA 4330 KVA 30 ton/H

180.000 ton/bulan 120.000 ton/ bulan Sumber : www. Unitex.co.id , 2006

Proses produksi di PT Unitex terdiri dari pemintalan (spinning), penenunan (weaving), pencelupan (dyeing finishing) dan pencelupan benang (yarn dyeing). Proses produksi pada PT Unitex diawali dari Divisi Spinning yang mengolah bahan baku kapas menjadi benang. Divisi Spinning merupakan divisi yang berperan sangat penting dalam menghasilkan benang yang bermutu. Benang yang dihasilkan oleh Divisi Spinning sangat berpengaruh pada mutu kain yang dihasilkan oleh PT Unitex. Hal itu disebabkan karena benang tersebut akan digunakan sebagai bahan untuk membuat kain dengan melewati beberapa proses lanjutan. Apabila benang yang dihasilkan mengalami cacat, tetap diolah dalam tahap proses yang lain dengan harapan cacat tersebut dapat ditutup dan disempurnakan dalam proses-proses selanjutnya. Tetapi akan lebih baik jika cacat tersebut dapat diantisipasi di Divisi Spinning sesuai dengan standar, sehingga mutu kain yang akan dihasilkan menjadi lebih baik.

(25)

Six sigma dapat mengidentifikasi masalah dalam proses produksi dan menguraikan cacat yang membebani dalam hal waktu, uang, pelanggan dan peluang. Six sigma dapat digunakan untuk menemukan karakteristik-karakteristik yang penting untuk pelanggan, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi karakterisitik dan mengurangi variasi pada faktor-faktor kunci tersebut. Meskipun PT Unitex telah memiliki sertifikasi ISO 9001 : 2000, namun penerapan six sigma belum dilakukan. Oleh karena itu, penelitian mengenai six sigma di PT Unitex perlu dikaji dalam rangka perbaikan yang terus menerus (continuous improvement).

1.2. Perumusan masalah

Perbaikan mutu produksi merupakan salah satu langkah penting untuk mencapai tujuan perusahaan dan perbaikan mutu produksi dapat menjadi suatu cara yang ditempuh oleh perusahaan agar dapat bertahan dalam suatu industri. Tingginya jumlah produk cacat dapat menjadi suatu indikator rendahnya mutu produksi perusahaan tersebut. Biaya yang timbul akibat dari adanya produk cacat tersebut akan menyebabkan terjadinya peningkatan pada biaya operasional perusahaan. Divisi Spinning merupakan salah satu divisi dalam industri tekstil yang sangat mempengaruhi mutu kain. Pada divisi Spinning diindikasikan banyak cacat yang ditimbulkan.

Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang dirumuskan adalah : 1. Bagaimana proses produksi pada Divisi Spinning ?

2. Apa faktor penyebab timbulnya cacat produk pada Divisi Spinning berdasarkan tahapan six sigma yaitu define, measure, dan analyze ? 3. Bagaimana cara mengurangi jumlah produk cacat pada Divisi Spinning

berdasarkan tahapan six sigma yaitu improvement dan control ? 4. Bagaimana rancangan pengawasan mutu berdasarkan metode six sigma

yang dapat diterapkan pada Divisi Spinning PT Unitex ? 1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

(26)

2. Mengkaji faktor penyebab timbulnya cacat produk pada Divisi Spinning berdasarkan tahapan six sigma yaitu define, measure, dan analyze.

3. Menetapkan solusi yang dapat diambil untuk mengurangi jumlah produk cacat pada Divisi Spinning berdasarkan tahapan six sigma yaitu improvement dan control.

4. Merancang sistem pengawasan mutu yang dapat diterapkan pada Divisi Spinning PT Unitex.

1.4. Manfaat penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Bahan masukan bagi perusahaan dalam meningkatkan kualitas produksinya dengan cara menekan jumlah produk cacat.

2. Bagi peneliti mengetahui karakteristik produk cacat dan proses produksi pada Divisi Spinning PT Unitex serta menemukan solusi untuk mengurangi produk cacat tersebut dengan menggunakan metode six sigma.

(27)

2.1. Definisi Mutu

American Society for Quality Controldalam Heizer dan Render (2001) menyatakan, bahwa mutu adalah totalitas bentuk dan karakteristik barang

atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan

kebutuhan-kebutuhan yang tampak jelas maupun yang tersembunyi.

Meskipun demikian, pendapat lain menyatakan bahwa definisi mutu

menyangkut berbagai kategori. Beberapa dari definisi tersebut berorientasi

pada pengguna atau pemakainya. Pendapat ini mengatakan bahwa mutu

tergantung pada anggapan pemakai produk dan jasa tersebut. Orang-orang

yang berkecimpung dalam bidang pemasaran menyukai pendekatan ini,

demikian pula para konsumen. Bagi mereka, mutu yang lebih tinggi berarti

memiliki kemampuan pemuasan kebutuhan yang lebih baik, bentuk produk

yang lebih menarik dan kelebihan lainnya (terkadang memakan biaya). Bagi

manajer produksi, mutu tergantung pada pengerjaan, karena mutu berarti

keharusan menyesuaikan dengan lebih baik pada standar yang berlaku dan

membuatnya dengan benar pada waktu pertama. Namun, pendekatan yang

ketiga bersifat berorientasi pada produk, yang menganggap mutu sebagai

variabel tertentu dan dapat diukur (Heizer dan Render, 2001)

Definisi mutu yang dikemukakan oleh beberapa ahli, dirangkum

sebagai berikut :

- Juran dalam Ariani (2002) menyatakan, bahwa mutu adalah kesesuaian

dengan tujuan atau manfaatnya.

- Scherkenbach dalam Ariani (2002) menyatakan, bahwa mutu

ditentukan oleh pelanggan. Pelanggan menginginkan produk yang

sesuai dengan kebutuhan dan harapannya pada suatu tingkat harga

(28)

- Elliot dalam Ariani (2002) menyatakan, bahwa mutu adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang berbeda dan tergantung pada waktu

dan tempat atau dikatakan sesuai dengan tujuan.

- Standar Nasional Indonesia dalam Ariani (2002) mendefinisikan mutu

sebagai keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang

kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan

secara tegas maupun tersamar.

- Crosby dalam Nasution (2004) menyatakan, bahwa mutu adalah

conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki mutu apabila sesuai dengan

standar mutu yang telah ditentukan. Standar mutu meliputi bahan

baku, proses produksi dan produk jadi.

- Deming dalam Nasution (2004) menyatakan, bahwa mutu adalah

kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Perusahaan harus

benar-benar dapat memahami apa yang dibutuhkan konsumen atas

suatu produk yang akan dihasilkan.

- Feigenbaum dalam Nasution (2004) menyatakan, bahwa mutu adalah

kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer satisfaction). Suatu

produk bermutu apabila dapat memberikan kepuasan sepenuhnya

kepada konsumen, yaitu sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen

atas suatu produk.

- Garvin dan Daviz dalam Nasution (2004) menyatakan, bahwa mutu

adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,

manusia/tenaga kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang

memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.

Selera dan harapan konsumen terhadap suatu produk selalu berubah,

sehingga mutu produk juga harus berubah atau disesuaikan. Dengan

perubahan mutu produk tersebut, diperlukan perubahan atau peningkatan

keterampilan tenaga kerja, perubahan proses produksi dan tugas, serta

perubahan lingkungan perusahaan agar produk dapat memenuhi atau

(29)

Nasution (2004) menyatakan bahwa walaupun tidak ada definisi

mengenai mutu yang diterima secara universal, tetapi dari beberapa definisi

tersebut terdapat beberapa persamaan, yaitu dalam elemen-elemen berikut :

1. Mutu mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.

2. Mutu mencakup produk, jasa manusia, proses dan lingkungan.

3. Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang

dianggap merupakan mutu saat ini mungkin dianggap kurang bermutu

pada masa mendatang).

2. 2. Pentingnya Mutu

Menurut Heizer dan Render (2001), produk dan jasa yang bermutu

secara strategis penting bagi perusahan dan negara yang diwakilinya. Mutu

dan produk suatu perusahaan, harga yang ditetapkan oleh perusahaan dan

pemasokan barang yang membuat produk itu tersedia bagi konsumen

merupakan faktor yang menentukan permintaan. Mutu terutama

mempengaruhi perusahaan dalam empat cara yaitu :

1. Biaya dan pangsa pasar.

Gambar 1 menunjukkan bahwa mutu yang ditingkatkan dapat

mengarah pada peningkatan pangsa pasar dan penghematan biaya,

yang mempengaruhi profitabilitas. Demikian pula usaha perbaikan

keandalan dan standar berarti penurunan kerusakan pada produk dan

(30)
[image:30.612.123.491.93.297.2]

Perbaikan Mutu Peningkatan Laba

Gambar 1. Cara mutu untuk memperbaiki kemampuan meraih laba (Heizer dan Render, 2001)

2. Reputasi perusahaan.

Reputasi perusahaan mengikuti reputasi mutu yang dihasilkan

apakah baik atau buruk. Mutu akan muncul bersamaan dengan persepsi

mengenai produk baru perusahaan, praktik-praktik penanganan

pegawai dan hubungannya dengan pemasok. Mutu produk tidak dapat

digantikan oleh promosi perusahaan.

3. Pertanggungjawaban produk.

Dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan produk yang beredar

di pasar, pengadilan kini menganggap bahwa pihak-pihak yang harus

memikul tanggung jawab adalah seluruh pihak yang tercakup dalam

rantai distribusi. Dapat ditambahkan, perusahaan yang merancang dan

memproduksi barang atau jasa yang cacat dapat dianggap bertanggung

jawab atas kerusakan dan kecelakaan yang diakibatkan pemakaian

barang dan jasa tersebut.

4. Implikasi internasional.

Mutu merupakan perhatian internasional dan operasi dalam era

teknologi. Perusahaan dan negara dapat bersaing secara efektif dalam

perekonomian global apabila produknya memenuhi standar mutu dan

harga yang diinginkan. Produk yang bermutu rendah dapat

Hasil yang diperoleh dari pasar

• Perbaikan reputasi

• Peningkatan volume

• Peningkatan harga

Biaya yang dapat ditekan

• Peningkatan produktivitas

• Penurunan biaya pengerjaan ulang dan sisa material

(31)

membahayakan perusahaan dan mengakibatkan implikasi yang negatif

bagi neraca pembayaran.

Menurut Heizer dan Render (2001), perspektif lain dari mutu

mencakup empat hal yaitu :

1. Kemampuan memenuhi harapan konsumen,

2. Wujud dari produk tersebut,

3. Keandalan,

4. Mutu yang diterima.

Bounds dalam Nasution (2004) menyatakan bahwa pada dasarnya

sistem mutu modern dapat dibagi ke dalam tiga bagian yaitu:

1. Disain, yaitu memenuhi keinginan dan harapan dari pelanggan serta

secara ekonomis layak untuk diproduksi

2. Konformasi (conformance), yaitu memenuhi spesifikasi yang telah

ditentukan

3. Pemasaran dan pelayanan purna jual

[image:31.612.148.531.398.622.2]

Hubungan ketiga sistem mutu tersebut digambarkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Hubungan Sistem Mutu (Nasution, 2004)

Mutu konformitas Mutu desain

Mutu pemasaran dan pelayanan purna jual

Produk dalam masa pemakaian Pemasaran, pelayanan purna jual

(32)

2.3. Dimensi Mutu

Garvin dalam Ariani (2002) menyatakan bahwa terdapat beberapa

dimensi mutu dalam industri manufaktur, antara lain :

1. Performance, yaitu kesesuaian produk dengan fungsi utama produk itu sendiri atau karakteristik operasi dari suatu produk.

2. Feature, yaitu ciri khas produk yang membedakan dengan produk lainnya dan merupakan karakteristik pelengkap dan mampu

menimbulkan kesan yang baik bagi pelanggan.

3. Reliability, yaitu kepercayaan pelanggan terhadap produk karena kehandalannya atau kemungkinan rusaknya rendah.

4. Conformance, yaitu kesesuaian produk dengan syarat atau ukuran tertentu atau sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi

standar yang telah ditetapkan.

5. Durability, yaitu tingkat keawetan produk atau lama umur produk 6. Serviceability, yaitu kemudahan produk bila akan diperbaiki atau

kemudahan memperoleh komponen produk tersebut.

7. Aesthetic,yaitu keindahan atau daya tarik produk.

8. Perception, yaitu fanatisme konsumen akan merk suatu produk tertentu karena citra atau reputasi produk itu sendiri

2.4. Biaya Mutu

Ada dua golongan besar biaya mutu, yaitu biaya untuk menghasilkan

produk yang bermutu dan biaya yang harus dikeluarkan karena

menghasilkan produk cacat. Menurut Russel dalam Ariani (2002) secara

keseluruhan biaya kualias tersebut meliputi :

1. Biaya untuk menghasilkan produk yang bermutu (cost of achieving

good quality), yaitu biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk

membuat produk yang bermutu sesuai dengan yang diinginkan

pelanggan, meliputi :

a. Biaya pencegahan (prevention costs), yaitu biaya untuk

(33)

i. Biaya perencanan mutu (quality planning costs), yaitu biaya

yang harus dikeluarkan untuk membuat perencanaan

produk yang bermutu.

ii. Biaya perancangan produksi (production design costs),

yaitu biaya yang harus dikeluarkan untuk merancang

produk sehingga produk yang dihasilkan bermutu tinggi.

iii. Biaya pemrosesan (process costs), yaitu biaya yang harus

dikeluarkan untuk menjalankan proses produksi sehingga

menghasilkan produk yang bermutu.

iv. Biaya pelatihan (training costs), yaitu biaya yang harus

dikeluarkan untuk mengadakan pelatihan bagi karyawan

sehingga karyawan bertanggung jawab untuk selalu

membuat produk yang baik.

v. Biaya informasi akan mutu produk yang diharapkan oleh

pelanggan (information costs), yaitu biaya yang harus

dikeluarkan untuk mengadakan survey pelanggan tentang

mutu produk yang diharapkan oleh pelanggan.

b. Biaya penilaian (appraisal costs), yaitu biaya yang harus

dikeluarkan untuk mengadakan pengujian terhadap produk yang

dihasilkan, meliputi :

i. Biaya untuk mengadakan inspeksi dan pengujian

(inspection and testing costs), yaitu biaya yang harus

dikeluarkan untuk mengadakan pengujian terhadap produk

yang dihasilkan.

ii. Biaya peralatan pengujian (test equipment costs), yaitu

biaya yang harus dikeluarkan untuk pengadaan alat untuk

pengujian terhadap mutu.

iii. Biaya operator (operator costs), yaitu biaya yang

dikeluarkan untuk memberikan upah pada orang yang

(34)

2. Biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan menghasilkan produk

cacat (cost of poor quality), meliputi :

a. Biaya kegagalan internal (internal failure costs), yaitu biaya yang

harus dikeluarkan karena perusahaan telah menghasilkan produk

yang cacat tetapi cacat produk tersebut telah diketahui sebelum

produk tersebut sampai kepada pelanggan. Biaya ini meliputi :

i. Biaya yang dikeluarkan karena produk harus dibuang (scrap

costs), yaitu biaya yang telah dikeluarkan perusahaan tetapi

produk yang dihasilkan ternyata produk cacat sehingga

harus dibuang dan adanya biaya untuk membuang produk

tersebut.

ii. Biaya pengerjaan ulang (rework costs), yaitu biaya untuk

memperbaiki produk yang cacat.

iii. Biaya kegagalan proses (process failure costs), yaitu biaya

yang harus dikeluarkan dalam proses produksi tetapi

ternyata produk yang dihasilkan adalah produk cacat.

iv. Biaya yang dikeluarkan karena proses produksi tidak dapat

berjalan sebagaimana mestinya (process downtime costs).

v. Biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan menjual

produk di bawah harga patokannya karena produk yang

dihasilkan cacat (price down grading costs)

b. Biaya kegagalan eksternal (external failure costs), yaitu biaya

yang harus dikeluarkan karena menghasilkan produk cacat dan

produk ini telah diterima oleh konsumen, meliputi :

i. Biaya untuk memberikan pelayanan terhadap keluhan

pelanggan (customer complain costs).

ii. Biaya yang harus dikeluarkan karena produk yang telah

disampaikan kepada konsumen dikembalikan karena

produk tersebut cacat (product return costs).

iii. Biaya yang harus dikeluarkan untuk menangani tuntutan

konsumen terhadap adanya jaminan mutu produk

(35)

iv. Biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan harus

memberikan jaminan atau garansi bagi konsumen bahwa

produk yang dihasilkan adalah baik (product liability costs)

v. Biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan tidak

dipercaya oleh konsumen sehingga konsumen tidak mau

lagi membeli produk ke perusahaan tersebut (lost sales

cost).

2.5. Six Sigma

Six sigma adalah metode untuk meningkatkan produktivitas dan

profitabilitas. Six sigma adalah penerapan metodik dari alat penyelesaian

masalah statistik untuk mengidentifikasi dan mengukur pemborosan dan

menunjukkan langkah-langkah untuk perbaikan (Brue, 2005). Metode ini

diterapkan perusahaan Motorola sejak tahun 1986 dan merupakan terobosan

baru dalam bidang manajemen mutu (Gaspersz, 2003). Six sigma merupakan

suatu target 3,4 Defect Per Million Opportunities (DPMO) yang

memungkinkan karakteristik mutu diukur dari perspektif jumlah cacat yang

sebenarnya dibanding total peluang terjadinya cacat (Muslim, 2005).

Nama “Six sigma” berasal dari tingkatan mutu : performa pada

tingkatan enam sigma yang berarti hanya 3,4 DPMO. Abjad Yunani Sigma

adalah lambang dalam statistik untuk deviasi standar, suatu ukuran variasi

(Brue, 2005).

Sigma mengukur kemampuan proses untuk menghasilkan produk

tanpa cacat. Indeks pengukuran yang sering digunakan adalah “defect per

unit”. Nilai sigma mengindikasikan seberapa sering kecacatan terjadi.

Semakin meningkat nilai sigma, jumlah cacat semakin sedikit sehingga

biaya dan cycle time menurun. Selain itu tingkat kepuasan pelanggan akan

semakin meningkat (Muslim, 2005)

Menurut Breyfogle dalam Rahardjo (2003), sigma merupakan tingkat

variabilitas yang menyatakan performance dari suatu proses. Tingkat mutu

enam sigma merupakan tingkat mutu dimana proses dengan penyebaran

(36)

juga diartikan sebagai tingkat mutu, dimana 3,4 kecacatan dihasilkan dari

satu juta kesempatan terjadinya.

General Electric (GE) sebagai salah satu perusahaan yang sukses

menerapakan six sigma menyatakan bahwa six sigma merupakan proses

disiplin tinggi yang membantu mengembangkan dan menghantarkan produk

mendekati sempurna. Six sigma bukan hanya merupakan inisiatif kualitas,

tetapi juga merupakan inisiatif bisnis unutk mendapatkan dan

menghilangkan penyebab kesalahan atau cacat pada output proses bisnis

yang penting di mata pelanggan. Six sigma dapat dijelaskan dalam dua

perspektif, yaitu perspektif statistik dan perspektif metodologi (Hendradi,

2006).

Pada perspektif statistik, sigma (σ) merupakan huruf Yunani yang

dikenal sebagai standar deviasi yang menyatakan nilai simpanganterhadap

nilai tengah dalam statistik. Suatu proses dikatakan berjalan baik apabila

berjalan pada suatu rentang yang telah disepakati. Rentang tersebut memiliki

batas atas atau USL (Upper Spesification Limit) dan batas bawah atau LSL

(Lower Spesification Limit). Proses yang terjadi di luar rentang disebut

cacat (defect). Proses 6 σ adalah proses yang hanya menghasilkan 3,4

DPMO (Defect Per Million Opportunity). DPMO tidak hanya sekedar cacat

saja tapi juga merupakan rasio cacat dibandingkan dengan peluang jumlah

kemungkinan cacat yang terjadi (Hendradi, 2006).

Pada perspektif metodologi, six sigma merupakan pendekatan

menyeluruh untuk menyelesaikan masalah dan peningkatan proses melalui

fase DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improvement dan Control).

DMAIC merupakan jantung analisis six sigma yang menjamin Voice of

Customer berjalan dalam keseluruhan proses sehingga produk yang diinginkan memuaskan keinginan pelanggan (Hendradi, 2006)

Ada banyak pengertian mengenai six sigma. Six sigma diartikan

sebagai metode berteknologi canggih yang digunakan oleh para insinyur dan

statistikawan dalam memperbaiki atau mengembangkan proses atau produk.

(37)

menggunakan metode-metode statistik, meskipun tidak secara keseluruhan

membicarakan tentang statistik (Miranda dan Tunggal, 2002).

Pengertian six sigma lainnya adalah tujuan mendekati kesempurnaan

dalam mencapai kebutuhan pelanggan. Ada juga yang mengartikan six

sigma sebagai usaha mengubah budaya perusahaan untuk mencapai kepuasan pelanggan, keuntungan dan persaingan yang jauh lebih baik.

Kunci utama pengertian di atas adalah pengukuran, tujuan dan budaya

perusahaan (Miranda dan Tunggal, 2002).

Definisi secara lebih lengkap dan jelas adalah six sigma merupakan

suatu sistem yang komprehensif dan fleksibel untuk mencapai, memberikan

dukungan dan memaksimalkan proses usaha, yang berfokus pada

pemahaman akan kebutuhan pelanggan dengan menggunakan fakta, data

dan analisis statistik secara terus-menerus memperhatikan pengaturan,

perbaikan dan mengkaji ulang proses usaha (Miranda dan Tunggal, 2002).

Menurut Gaspersz (2005), beberapa keberhasilan Motorola yang perlu

dicatat dari aplikasi program six sigma adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan produktivitas rataan 12,3 persen per tahun

2. Penurunan Cost of Poor Quality (COPQ) lebih daripada 84 persen

3. Eliminasi kegagalan dalam proses sekitar 99,7 persen

4. Penghematan biaya manufakturing lebih dari $11 milyar

5. Peningkatan tingkat pertumbuhan rataan tahunan 17 persen dalam

penerimaan, keuntungan dan harga saham Motorola.

Keuntungan penerapan six sigma menurut Miranda dan Tunggal

(2002) adalah :

1. Dimulai dari pihak pelanggan. Six sigma mengukur permintaan dalam

arti yang sebenarnya dari apa yang dibutuhkan oleh pelanggan. Hal ini

menguntungkan kedua belah pihak dan memikirkan apa-apa saja yang

benar-benar penting.

2. Menyediakan pengukuran yang bersifat konsisten. Dengan berfokus

pada cacat atau kemungkinan terjadinya cacat, pengukuran six sigma

dapat digunakan untuk mengukur dan membendingkan proses yang

(38)

3. Menyatukan tujuan yang penuh ambisi. Dengan memusatkan perhatian

seluruh organisasi pada tujuan kinerja 99,9997 persen dapat membuat

perbaikan yang cukup nyata.

Blakeslee dalam Gaspersz (2003) menyatakan bahwa untuk

menciptakan iklim organisasi yang mampu mendukung usaha-usaha six

sigma, manajemen organisasi perlu memperhatikan tujuh prinsip berikut :

1. Keberhasilan usaha implementasi six sigma harus diarahkan oleh para

pemimpin yang memiliki komitmen kuat. Tujuan six sigma yang

terfokus dan energi yang dibutuhkan untuk mengarahkan proses six

sigma dalam organisasi membutuhkan kepemimpinan manajemen para pemimpin puncak organisasi.

2. Usaha-usaha six sigma harus diintegrasikan dengan inisiatif-inisiatif,

strategi bisnis dan ukuran kinerja kunci. Organisasi yang berhasil

dengan six sigma adalah yang mampu mengintegrasikan implementasi

six sigma dengan inisiatif organisasi, strategi bisnis dan matriks kinerja kunci.

3. Keberhasilan usaha six sigma didukung oleh suatu kerangka kerja

pemikiran proses. Six sigma tidak dapat diimplementasikan secara

efektif dalam suatu organisasi tanpa pemetaan yang tepat dari proses

bisnis yang ada. Pihak-pihak yang terlibat dalam six sigma harus

mengetahui dan menyetujui proses-proses yang akan dilibatkan, apa

yang diinginkan pelanggan terhadap output yang dihasilkan serta

mendefinisikan kemampuan proses dalam nilai sigma pada saat

sekarang maupun targetnya di masa yang akan datang.

4. Six sigma membutuhkan kedisiplinan pengumpulan informasi dari

pelanggan dan pasar. Agar usaha-usaha six sigma dapat berhasil,

dibutuhkan kedisiplinan pengumpulan informasi berkaitan dengan

tingkat kepuasan dan loyalitas pelanggan sepanjang waktu. Informasi

berbentuk cerita tentang apa yang diinginkan oleh pelanggan dan pasar

tidak akan efektif dalam six sigma karena six sigma membutuhkan

(39)

5. Proyek-proyek six sigma harus menghasilkan manfaat atau hasil-hasil nyata bagi organisasi.

6. Usaha-usaha six sigma dipimpin oleh pemimpin tim yang terlatih dan

bekerja penuh waktu. Six sigma sebagi pendekatan intensif dalam

peningkatan kualitas membutuhkan disiplin dan komitmen

orang-orang yang terlibat dalam proyek itu.

7. Six sigma dilaksanakan secara terus-menerus melalui keberlangsungan

penguatan langsung (direct reinforcement) dan balas jasa dari

pemimpin organisasi yang selalu mendukung inisiatif dan tim

peningkatan mutu yang melaksanakan proyek-proyek six sigma.

Mengingat six sigma berbeda dengan program peningkatan mutu yang

lain, insentif-insentif baru harus dibagi kepada orang-orang yang

terlibat dalam proyek six sigma agar organisasi six sigma dapat

bergerak ke arah yang benar. Sistem kompensasi harus dirumuskan

secara adil dalam proyek-proyek six sigma.

Menurut Hendradi (2006), secara sederhana pengukuran tingkat six

sigma dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Tetapkan apa yang diinginkan oleh pelanggan (voice of customer)

terhadap suatu produk.

2. Ubahlah keinginan pelanggan dalam suatu ukuran, hal ini disebut

Critical to Quality atau Y.

3. Mencai hubungan hasil (Y) dengan proses-proses yang menyertai (X).

Hubungan Y dan X dinyatakan dalam sistem Closed Loop, Y=f(X) .

Level sigma dari kinerja sering diekspresikan dalam kesalahan per

sejuta peluang DPMO. DPMO mengindikasikan berapa banyak cacat yang

akan muncul jika sebuah aktivitas diulang satu juta kali. Dalam melakukan

kalkulasi dengan memfaktorkan peluang-peluang dalam defect yang telah

ditentukan dalam quality control, perusahaan dituntut untuk lebih realistis

dalam menyamakan kinerja dan proses-proses yang berbeda. DPMO juga

menggambarkan secara sederhana mutu dan kapabilitas dari sebuah proses

seperti ditunjukkan dalam Tabel 2. Tabel konversi nilai sigma dapat dilihat

(40)
[image:40.612.149.510.97.261.2]

Tabel 2. Konversi level sigma yang disederhanakan.

COPQ DPMO Level

Sigma

Tidak dapat dihitung 691.462,00 (sangat tidak kompetitif) 1,0

Tidak dapat dihitung 308.538,00 (rataan industri Indonesia) 2,0

25-40%dari penjualan 66.807,00 3,0

15-25 % dari penjualan 6.210,00 (rataan industri USA) 4,0

5-15 % dari penjualan 233,00 5,0

<1% dari penjualan 3,40 (industri kelas dunia) 6,0

Setiap peningkatan atau pergeseran 1-sigma akan memberikan peningkatan

keuntungan sekitar 10% dari penjualan.

Sumber : Gaspersz , 2003.

Sejak dimulainya prakarsa six sigma, komitmen dan komunikasi

merupakan hal yang krusial. Para pemimpin eksekutif harus mendukung dan

mempromosikan prakarsa itu dan memberi informasi mengenai six sigma

serta semua perkembangannya. Prakarsa itu juga tergantung pada

orang-orang yang memainkan peran utama, yaitu yang bertanggung jawab untuk

menggunakan teknik dan perangkat six sigma demi mencapai hasil (Brue,

2005).

2.6. Peran dalam six sigma

Menurut Miranda dan Tunggal (2002) ada sejumlah peran yang harus

diambil oleh orang yang berbeda-beda saat menerapkan prakarsa six sigma

pada suatu organisasi, yaitu :

1. Kelompok Leadership atau Council

”Tim Leadership six sigma” atau “Dewan Mutu” hampir sama

dengan tim manajemen puncak.

Tanggung jawab manajemen puncak ini adalah :

- Menentukan peran dan infrastruktur six sigma

- Memilih proyek yang spesifik dan alokasi sumber daya

- Meninjau ulang perkembangan proyek dan menyumbangkan ide atau

(41)

- Menganggap diri sendiri sebagai sponsor

- Membantu dalam perhitungan dari pengaruh usaha six sigma

terhadap perusahaan

- Menilai perkembangan dan mengidentifikasi kelemahan/kekuatan

usaha

- Membagi praktik-praktik terbaik pada organisasi, termasuk juga

pemasok dan pelanggan inti

- Bertindak sebagai ”pemindah batu karang” bila tim menemukan

hambatan

2. Sponsor atau Champion.

Sponsor adalah manajer senior yang mengawasi perbaikan proyek.

Tim memerlukan kebebasan memutuskan masalah tetapi juga

memerlukan pedoman dari pemimpin dalam mencapai tujuan usaha.

Tanggung jawab sponsor adalah :

- Menetapkan tujuan perbaikan proyek, termasuk pembuatan Project

Rationale dan menjamin untuk menjalankannya sesuai dengan prioritas usaha

- Memimpin dan menyetujui perubahan arah atau jangkauan proyek

bila perlu

- Menemukan sumber daya untuk proyek

- Mewakili tim Kelompok Kepemimpinan (leadership) dan bertindak

sebagai penasehat

- Membantu menjernihkan permasalahan dan menyesuaikannya

dengan tim lain atau di luar tim

- Bekerja sama dengan process owner untuk menjamin kelancaran

menyimpulkan proyek perbaikan

- Menerapkan ilmu mengenai perbaikan proses dan tugas-tugas

(42)

3. Pemimpin pelaksana (Implementation Leader)

Tanggung jawab dari pemimpin pelaksana adalah :

- Mendukung Kelompok Kepemimpinan (Leadership) yang meliputi

kegiatan mereka, termasuk komunikasi, pemilihan proyek dan tinjau

ulang proyek

- Identifikasi dan rekomendasi individu atau kelompok untuk

memenuhi peranan inti termasuk konsultasi eksternal dan dukungan

pelatihan

- Mempersiapkan dan menjalankan rencana pelatihan termasuk

pemilihan kurikulum, penjadwalan dan logistik

- Membantu sponsor memenuhi peran mereka sebagai pendukung,

penasehat dan pembangkit semangat tim

- Mencatat keseluruhan perkembangan dan memfokuskan kepada

permasalahan yang memerlukan perhatian lebih

- Membuat rencana pemasaran.

4. Pelatih six sigma (Coach)

Pelatih ahli secara teknis dan benar-benar bertindak sebagai

konsultan. Seorang pelatih menyediakan :

- Hubungan antara sponsor dengan kelompok kepemimpinan

(Leadership)

- Menetapkan jadwal proyek perusahaan

- Menghadapi perselisihan atau kurangnya kerjasama antar tim

dalam organisasi

- Memperkirakan potensi dan validasi hasil aktual

- Menyelesaikan ketidaksetujuan dan konflik anggota tim

- Mengumpulkan dan analisis data mengenai aktivitas tim

- Membantu promosi tim dan menyatakan keberhasilan mereka

5. Pemimpin tim (Team Leader) atau Pemimpin Proyek (Project Leader)

Team Leader memegang tanggung jawab utama pekerjaan dan

hasil six sigma. Biasanya berfokus pada proses atau desain ulang, tetapi

juga menangani sistem Voice of The Customer, pengukuran atau

(43)

Tanggung jawab pemimpin tim adalah :

- Meninjau ulang/mengklarifikasi project rationale dengan sponsor

- Mengembangkan dan memutakhirkan Project Charter dan rencana

implementasi

- Memilih anggota-anggota tim proyek

- Memperkenalkan dan mencari sumber daya dan informasi

- Memberi pengertian dan membantu anggota tim lainnya

menggunakan alat-alat six sigma yang tepat, juga tim dan teknik

manajemen pertemuan

- Membuat jadwal proyek dan terus menuju ke solusi dan hasil akhir

- Mendukung transfer solusi atau proses baru untuk meneruskan

proses operasional ketika bekerja sama dengan manajer lainnya,

juga Process Owner

- Mencatat hasil akhir dan membuat ”story board” proyek.

6. Anggota tim (Team Member)

Anggota tim kebanyakan diumpamakan sebagai kendaraan untuk

mencapai usaha perbaikan. Anggota tim menggunakan pikiran dan

tenaga yang lebih di samping pengukuran, analisis dan perbaikan proses.

7. Pemilik proses (Process Owner)

Pemilik proses merupakan orang yang bertanggung jawab secara

cross-functional untuk mengatur sekumpulan langkah ”end-to-end”, baik untuk pelanggan internal maupun eksternal. Pemilik proses menerima

pedoman dari tim perbaikan atau menjadi pemilik baru dari proses yang

baru didesain.

8. Black Belts,Master Black Belts dan struktur peranannya.

Black Belts adalah orang-orang yang memiliki keterampilan dan

kedisiplinan, disamping itu Grenn, Black dan Master lebih cenderung

dilatih lebih mendalam dan berpengalaman.

Definisi Black Belts tergantung dari empat faktor utama berikut :

a. Jenis proyek atau proses yang ditangani

Bila proses dan produk cenderung bersifat teknik, Black Belts

(44)

misalnya, bila data yang diambil lebih sederhana dan persoalan

tidak begitu teknis, keterampilan dasar lainnya seperti definisi

proses, mengembangkan definisi operasional, mengumpulkan dan

analisis data, keterampilan tim lebih diutamakan.

b. Struktur Black Belts dalam organisasi

Bila Black belts ditujukan sebagai Coaches perhatiannya

akan cenderung lebih teknis. Bila diberi peringkat dari segi

manajemen dan akan menuntun ke tim perbaikan, keterampilan

seperti definisi masalah, kepemimpinan dan manajemen proyek

akan lebih penting daripada analisis statistik

c. Tujuan dari inisiatif six sigma

Tidak semua perusahaan yang menerapkan six sigma

dijamin menjadi pemimpin sistem. Banyak perusahaan yang

menerapkan secara mendasar hanya berupa pengukuran dan

skill/tools statistik. Bedanya, perusahaan six sigma

mengembangkan dan berfokus pada statistik, analisis data dan

metode rekayasa lainnya.

d. Konsultan atau penasehat yang dipilih

Konsultan ada yang menitikberatkan pada teknis/statistik,

ada yang cenderung ke perubahan bisnis dan perbaikan proses.

Selain itu menawarkan program yang kaku, ada yang mencoba

menyelesaikan dengan organisasi dan rencana kebutuhan/

implementasinya.

2.7. Fase dalam six sigma

Pendekatan six sigma yang digunakan dalam proyek peningkatan

mutu terdiri dari lima fase yaitu Define, Measure, Analyze, Improve dan

Control (DMAIC). DMAIC merupakan sebuah tahapan proses sistematis dan mengacu pada fakta untuk melakukan perbaikan terus menerus (Muslim,

(45)
[image:45.612.133.515.80.280.2]

Gambar 3. Lima Fase Six Sigma dalam Proyek Peningkatan Mutu (Muslim, 2005)

1. Define

Fase define berkaitan dengan pendefinisian tujuan dan latar

belakang serta identifikasi permasalahan yang harus diberi perhatian

untuk dapat mencapai kinerja mutu yang lebih baik. Aktivitas yang

dilakukan adalah merumuskan masalah (problem statement)

menentukan ruang lingkup dan mendefinisikan proses bisnis yang akan

diteliti dengan mengenali hubungan antara variabel input dan

responnya.

2. Measure

Fase measure berkaitan dengan pengumpulan informasi mengenai

kondisi saat ini dan melakukan pengukuran atau studi kemampuan

proses yang ada saat ini. Hasil pengukuran menghasilkan nilai metrik

yang menunjukkan kemampuan proses saat ini dan dijadikan tolok ukur

perusahaan dalam melakukan tindakan perbaikan.

3. Analyze

Fase analyze bertujuan untuk menemukan penyebab permasalahan

yang tepat dari masalah mutu dengan menggunakan alat analisis yang

sesuai, yaitu diagram sebab akibat. Tujuannya adalah untuk mengerti

lebih jauh tentang proses dan mengidentifikasi alternatif solusi yang

dilakukan untuk melakukan perbaikan.

Define

Mulai proyek baru

Measurement

Control Improvement

Analyze

Proyek selesai dan memulai langkah baru untuk proyek

(46)

4. Improvement

Fase improvement berkaitan dengan penentuan dan implementasi

solusi-solusi berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada tahap

sebelumnya.

5. Control

Fase control bertujuan untuk terus mengevaluasi dan memonitor

hasil-hasil tahap sebelumnya atau hasil implementasi yang telah

dilakukan. Tahap ini bertujuan untuk memastikan bahwa kondisi yang

diperbaiki dapat berkesinambungan dan tidak berjalan dalam waktu yang

singkat. (Muslim, 2005)

2.8. Seven Basic Quality Tools

Alat bantu yang dapat digunakan secara mudah dalam persoalan

pemberian jaminan mutu produk adalah seven basic quality tools. Seven

basic quality tools terdiri dari (1) Lembar Periksa (Check Sheet),(2) Diagram Pareto, (3) Diagram Sebab Akibat, (4) Histogram, (5) Diagram

Stratifikasi, (6) Scatter Diagram dan (7) Bagan Kendali Mutu (Control

Chart) (Sulistyadi dam Susanti , 2003). Alat-alat tersebut merupakan alat

analisis dalam pengawasan mutu (quality control) yang paling mendasar.

(http://en.wikipedia.org/ wiki/Seven Basic Quality Tools).

1. Lembar Periksa (Check Sheet)

Lembar periksa merupakan suatu bagan terstruktur yang

dipersiapkan untuk mengumpulkan dan menganlisis data. Alat ini

merupakan suatu alat yang umum sehingga dapat digunakan untuk

berbagai jenis tujuan (http://en.wikipedia.org/wiki/Seven Basic Quality

Tools).

Muhandri dan Kadarisman (2007) menyatakan bahwa check

sheet merupakan alat bantu untuk memudahkan pengumpulan data. Data sendiri merupakan unsur penting dalam pelaksanaan pengendalian dan

perbaikan mutu. Data berguna untuk membantu memahami situasi yang

sebenarnya, menganalisis persoalan, mengendalikan proses, mengambil

keputusan dan membuat rencana. Jenis data yang ada adalah :

(47)

b. Data hasil penghitungan : jumlah copy, jumlah kerusakan dan

lain-lain.

c. Data dalam urutan : pertama, kedua dan lain-lain.

d. Data dalam derajat tingkat persoalannya : nilai 1, nilai 2 dan

lain-lain.

e. Data dalam hubungan kepentingan relatif : ya/tidak, 1/0 dan

lain-lain.

Lembar periksa terdiri atas daftar-daftar item dan petunjuk

mengenai hal-hal yang sering terjadi. Selain itu juga sebagai pengingat

yang langsung menunjukkan pada data yang penting. Biasanya disebut

Confirmation Check Sheet (Miranda dan Tunggal, 2002). Tujuan utama dari lembar periksa adalah memudahkan proses pengumpulan data,

memilah data ke dalam kategori yang berbeda seperti penyebab dan

masalah, menyusun data secara otomatis serta memisahkan antara opini

dan fakta (Trisyulianti, 2005)

2. Diagram Pareto

Diagram pareto merupakan diagram yang terdiri atas grafik balok

dan grafik garis yang menggambarkan perbandingan masing-masing

jenis data terhadap keseluruhan. Diagram pareto dapat memperlihatkan

masalah mana yang dominan (vital few) dan masalah yang banyak tapi

kurang dominan (trivial many) (Muhandri dan Kadarisman, 2006).

Diagram pareto dapat digunakan untuk memprioritaskan masalah

yang harus ditangani dengan aturan pengelompokan 80/20 (Hendradi,

2006). Diagram ini cocok digunakan pada tingkatan bervariasi dalam

program perbaikan mutu untuk menentukan langkah apa yang harus

diambil selanjutnya (Miranda dan Tunggal, 2002).

3. Diagram Sebab Akibat

Ishikawa membuat diagram sebab akibat atau sering disebut

diagram Ishikawa (fishbone diagram) yang merupakan alat untuk

menunjukkan semua hal yang berhubungan dengan masalah (Miranda

dan Tunggal, 2002). Diagram sebab akibat berguna untuk mengetahui

(48)

berpengaruh terhadap hasil), penyusunannya dilakukan dengan teknik

brainstorming (Muhandri dan Kadarisman, 2006). Diagram sebab akibat mengidentifikasi semua penyebab yang mungkin terjadi untuk suatu

akibat atau masalah ke dalam kategori yang berguna

(http://en.wikipedia.org/wiki/Seven Basic Quality Tool). Penyebab

masalah minor biasanya dikelompokkan dalam empat sampai lima

kategori dasar (http://en.wikipedia.org/wiki/Process Improvement

Tools).

Kategori itu antara lain :

1. Bahan, metode, manusia dan mesin

2. Peralatan, kebijakan, prosedur dan manusia

3. Penanganan, metode, manusia, perancangan dan peralatan

4. Histogram

Histogram merupakan diagram yang terdiri dari grafik balok dan

menggambarkan penyebabarn (distibusi) data-data yang ada (Muhandri,

2006). Histogram merupakan alat yang paling umum digunakan untuk

menunjukkan penyebaran frekuensi atau seberapa sering masing-masing

variabel terjadi pada suatu data (http://en.wikipedia.org/wiki/Seven

Basic Quality Tools). Melalui histogram, dispersi dan kecenderungan

terpusat serta perbandingan distribusi yang dibutuhkan dapat terlihat

dengan jelas (Miranda dan Tunggal, 2002).

Histogram merupakan salah satu bagian dari diagram batang. Pada

histogram, variabel dletakkan pada sumbu x dan dibandingkan dengan

nilai yang diletakkan pada sumbu y.

(http://en.wikipedia.org/wiki/Process Improvement Tools).

5. Diagram Stratifikasi

Suatu teknik yang digunakan untuk memisahkan kumpulan data

dari berbagai jenis sumber sehingga polanya dapat dilihat. Pada beberapa

daftar, diagram stratifikasi digantikan dengan flowchart atau run chart

(http://en.wikipedia.org/wiki/Seven Basic Quality Tools).

Stratifikasi merupakan kegiatan yang ditujukan untuk mengurai

(49)

sejenis yang lebih kecil atau menjadi unsur-unsur tunggal dari data atau

masalah sehingga menjadi lebih jelas (Muhandri, 2006).

6. ScatterDiagram

Scatter diagram atau diagram tebar merupakan plot satu variabel atau lebih. Satu variabel disebut variabel independen biasanya diletakaan

pada sumbu horizontal. Variabel lainnya disebut dengan variabel

dependen yang ditunjukkan dengan sumbu vertikal (Miranda dan

Tunggal, 2002). Scatter diagram merupakan suatu diagram yang

menggambarkan hubungan antara dua faktor atau data. Diagram ini

dapat melihat apakah dua faktor yang diuji memiliki hubungan atau tidak

(Muhandri dan Kadarisman, 2006).

Manfaat dari scatter diagram adalah dapat mengevaluasi hubungan

sebab akibat. Asumsi yang digunakan adalah variabel independen

menyebabkan perubahan pada variabel dependen (Miranda dan Tunggal,

2002).

7. Bagan Kendali Mutu (Control Chart)

Control chart merupakan grafik yang digunakan untuk mempelajari perubahan proses dari waktu ke waktu.

(http://en.wikipedia.org/wiki/Seven Basic Quality Tools). Definisi lain

menyebutkan bahwa control chart merupakan grafik tren dengan batas

atas dan batas bawah yang ditentukan secara statistik pada rataan proses

(http://en.wikipedia.org/wiki/Process Improvement Tools).

Bagan kendali merupakan grafik garis yang mencantumkan batas

maksimum dan batas minimum yang merupakan daerah batas

pengendalian. Bagan ini menunjukkan perubahan data dari waktu ke

waktu tetapi tidak menunjukkan penyebab munculnya penyimpangan

(Muhandri dan Kadarisman, 2006).

Control chart membantu untuk memisahkan antara penyebab

umum dari penyebab khusus. Alat ini digunakan untuk mengawasi

stabilitas sistem sehingga penyebab khusus dapat segera diketahui. Data

yang digunakan dalam control chart berasal dari

(50)

1. Data pengukuran, seperti panjang, suhu, volume dan tekanan.

2. Data penghitungan, seperti cacat produk, barang yang belum diberi

label dan kejadian.

2.9. Statistical Process Control

Pengendalian proses secara statistik dan sampling penerimaan

merupakan alat statistik yang terpenting dalam mengendalikan mutu. Proses

pengendalian secara statistik merupakan teknik statistik yang secara luas

digunakan untuk memastikan bahwa proses yang sedang berjalan telah

memenuhi standar. Tujuan sistem pengendalian proses adalah untuk

memberikan informasi awal secara statistik di tempat timbulnya sebab-sebab

khusus (variasi yang ditimbulkan oleh gangguan pada proses) yang

mempengaruhi variasi. Tanda awal seperti itu dapat mempercepat

pengambilan keputusan yang tepat untuk menghapus sebab-sebab khusus

tersebut (Heizer dan Render, 2001).

Alat sederhana yang digunakan untuk memisahkan variasi alami

dengan variasi khusus adalah peta kendali proses. Peta tersebut digunakan

untuk mengukur kinerja proses. Suatu proses dikatakan terkendali secara

statistik jika sumber variasi satu-satunya adalah sebab-sebab yang alami.

Proses tersebut harus digambarkan dalam peta kendali proses melalui

pendeteksian dan penghapusan sebab-sebab variasi yang khusus. Setelah itu,

barulah dapat diprediksi kinerjanya dan dapat ditentukan kemampuannya

untuk memenuhi apa yang diharapkan oleh konsumen. Tujuan dari

pembua

Gambar

Gambaran Umum Perusahaan   …………………………
Tabel 1. Mesin dan kapasitas produksi  PT Unitex Tbk
Gambar 1. Cara mutu untuk memperbaiki kemampuan meraih laba
Gambar 2.  Hubungan Sistem Mutu (Nasution, 2004)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui rancangan pengendalian kualitas Produk Maitland Smith Indonesia (MSI) untuk mencegah produk

Pengendalian kualitas merupakan hal yang harus dilakukan oleh sebuah perusahaan agar produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar. Ngudi Lestari 1 dalam

Berdasarkan penelitian ini, rekomendasi yang dapat diberikan adalah perusahaan perlu menempatkan kontrol kualitas pada setiap tahap proses produksi, melatih tenaga

Pengendalian kualitas pada alur proses produksi maupun bahan yang digunakan dan pada saat produk jadi pada dasarnya diperlukan oleh suatu perusahaan untuk memperbaiki mutu produk

Berkaitan dengan hasil penelitian sebelumnya, dapat dinyatakan bahwa metode six sigma merupakan suatu metode penyelesaian yang tepat bagi pengendalian kualitas

CV Lima Belas merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang percetakan yang berusaha untuk meningkatkan kualitas produknya dengan menekan tingkat produk

Dalam penyususnan laporan Penelitian ini penulis mengambil judul “ANALISA PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK REJECT DENGAN METODE SIX SIGMA DI PT.MULTI BINTANG INDONESIA TBK

FMEA No Proses Permesinan Potential Failure Mode Potential Effect of Mode Severity Potential Cause of Failure Occurance Current Control Detection RPN 1