• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prospek Ekonomi dan Strategi Pengembangan Kapas Rami Sebagai Bahan Baku Alternatif Industri Tekstil Skala Usaha Kecil (Kasus Koppontren Darussalam, Garut Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prospek Ekonomi dan Strategi Pengembangan Kapas Rami Sebagai Bahan Baku Alternatif Industri Tekstil Skala Usaha Kecil (Kasus Koppontren Darussalam, Garut Jawa Barat)"

Copied!
197
0
0

Teks penuh

(1)

(KASUS KOPPONTREN DARUSSALAM, GARUT - JAWA BARAT)

ANO JUHANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PROSPEK EKONOMI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KAPAS RAMI

SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF INDUSTRI TEKSTIL SKALA USAHA KECIL (KASUS KOPPONTREN DARUSSALAM, GARUT, JAWA BARAT)

ANO JUHANA

TUGAS AKHIR

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional

pada Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Judul Tugas Akhir : Prospek Ekonomi dan Strategi Pengembangan Kapas Rami Sebagai Bahan Baku Alternatif Industri Tekstil Skala Usaha Kecil (Kasus Koppontren Darussalam, Garut Jawa Barat).

Nama : Ano Juhana

NRP : F052050035

Program Studi : Industri Kecil Menengah

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Dr.Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Industri Kecil Menengah

Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Prof.Dr.Ir.H. Khairil A.Notodiputro, MS

(4)

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah Institut Pertanian Bogor. Tugas Akhir ini tidak akan tersusun tanpa bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA selaku ketua komisi pembimbing

2. Dr.Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA selaku anggota komisi pembimbing 3. Dr. Ir. Hartisari Hardjomidjojo sebagai dosen Penguji Luar Komisi 4. Dr. Ir. Komara Djaja, Sesmenko Perekonomian

5. Bapak Edy Putra Irawady, Deputi Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan Menko Perekonomian

6. Ibu Hj. Mien Aminah Musadad, Ketua Koperasi Pondok Pesantren Darussalam 7. Istri, Putra Putri yang telah memberi semangat dalam penyelesaian tesis ini. 8. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Industri Keci Menengah, Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis berharap Tugas Akhir ini dapat memberikan dukungan kontribusi pemikiran bagi semua pihak yang berkepentingan, walaupun tidak lepas dari berbagai kekurangan. Oleh karena itu, saran dan masukan akan diterima demi perbaikan dan penyempurnaan di masa mendatang.

Bogor, Maret 2008

(5)

ABSTRACT

ANO JUHANA. The Economic Prospect and Development Strategy of Rami Cotton as the Alternative Raw Material for Small Scale Business Textile Industry. (A case study at Koppontren Darussalam, Garut, West Java). Supervised by H. Musa Hubeis as Chairman, and Nora H. Pandjaitan as member.

The textile industry has a role in the non-oil export of Indonesia. Cotton is the main raw material of textile and textile products industry (TPT) in Indonesia. Ninety-nine percent of the domestic needs of cotton were imported from Australia, America and China. The Pondok Pesantren Darussalam Co-operation (Koppontren) has become one of the rami fiber developers since 1998.

The objectives of this study were to assess the description of rami fiber, to evaluate the economic prospect and its development strategy, as well as to identify internal and external factors influencing its production strategy as the alternative raw material of the textile industry. The methods of analysis used were a descriptive analysis, a ratio analysis, and the SWOT qualitative analysis.

From the descriptive analysis it has been found that the raw material of rami cotton has some advantages, such as resistant to bacteria and fungi, better water absorption, a stronger pull, and better social economic impact. The result of financial ratio analysis were based on (a) the liquidity rate, covering the current ratio (CR) of 1,57, the quick asset ratio (QAR) of 1,41, and the net working capital (NWC) of 0,58; (b) the solvability ratio, covering debt to asset ratio (DAR) of 0,08, and the equity multiplier of 1,09; (c) the activity ratio, covering the inventory turn over (ITO) of 26,7, and the total asset turn over (TATO) of 0,49; (d) the profitability ratio, covering the profit margin (PM) of 0,08, the return on asset (ROA) of 0,04, and the return on equity (ROE) of 0,04. The SWOT qualitative analysis showed : (1) Strengths factors (S) were good financial performance and adequate raw material; (2) Weaknesses factors (W) were low skill human resources, old production equipment, and inventional management ; (3) Opportunities factors (O) were availability of market share, product development and government policy; (4) Threats factors (T) were no SNI standard, business competition, and lower price of imported rami cotton.

(6)

RINGKASAN

ANO JUHANA. Prospek Ekonomi dan Strategi Pengembangan Kapas Rami Sebagai Bahan Baku Industri Tekstil Alternatif Skala Usaha Kecil Kasus : Koppontren Darussalam, Garut, Jawa Barat. Dibimbing oleh H. MUSA HUBEIS dan NORA H. PANDJAITAN.

Tekstil adalah salah satu industri yang berperan dalam ekspor nonmigas Indonesia. Kapas merupakan bahan baku utama industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia. Sebanyak 99% kebutuhan kapas dalam negeri diimpor dari berbagai negara seperti Australia, Amerika dan China. Koperasi Pondok Pesantren (Koppontren) Darussalam merupakan salah satu pengembang serat rami yang berdiri sejak tahun 1998.

Setelah berumur 4 bulan tanaman rami dapat dipanen setiap dua bulan, tanpa perlu menanam kembali dan memerlukan peremajaan setelah 8 – 10 tahun. Tanaman ini menghasilkan 10 – 30 ton/ha per panen batang rami basah. Serat rami memiliki kekurangan antara lain masih sedikit kasar dan kaku.

Tujuan kajian adalah untuk mengetahui deskripsi produk kapas rami sebagai bahan baku industri tekstil, mengevaluasi prospek ekonomi pengembangan produk kapas rami dan menyusun strategi pengembangan kapas rami sebagai bahan baku alternatif industri tekstil.

Penelitian dilakukan dengan pengumpulan data primer melalui survei lapangan, wawancara dengan ketua dan karyawan Koppontren melalui alat bantu kuesioner. Data sekunder diperoleh melalui penelusuran pustaka, buku-buku, jurnal, buletin, majalah dan media elektronika. Analisis yang digunakan adalah : metode deskriptif, metode rasio keuangan dan metode SWOT kualitatif.

Analisis deskriptif menunjukkan bahwa bahan dari kapas rami memiliki beberapa kelebihan seperti, tahan terhadap bakteri dan jamur, daya serap air lebih baik dan kekuatan tarik lebih kuat, sifat mekanis paling tinggi di antara serat alam nonkayu lainnya, berwarna putih mudah diberi warna, kilapnya lebih tinggi dari pada kilap linen, kecuali dalam keadaan basah. Daya serap terhadap kelembaban 12%, lebih tinggi dari pada kapas yang hannya 8%.

(7)

0,08, debt to equity ratio (DER) 0,17 dan equity multiplier 1,09; (3) rasio aktivitas yang meliputi inventory turn over (ITO) 26,07 dan total asset turn over (TATO) 0,49; (4) dan rasio profitablitas yang meliputi profit margin (PM) 0,08, return on asset (ROA) 0,04 dan return on equity (ROE) 0,04. Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa tanaman rami layak secara ekonomi untuk dikembangkan di Koppontren Darussalam.

(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Garut tanggal 3 Januari 1966, sebagai putra ke delapan dari H. Eje Wirapradja (Alm) dan Hj. Ening Karningsih.

Pada tahun 1986 penulis lulus SMA di Garut, Jawa Barat dan tahun 1987 diterima sebagai tenaga administrasi pada proyek penyehatan lingkungan dan air bersih, Dirjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum. Tahun 1998 penulis lulus sebagai Sarjana Ekonomi, Jurusan Manajemen, Universitas Ibnu Khaldun Bogor. Pada tahun 2005 penulis diterima di Program Studi Industri Kecil Menengah Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Penulis bekerja sebagai staf pelaksana pada Unit Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) sejak 1990 – 1999. Pada tahun 1999 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf pada Unit Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

(10)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir “Prospek Ekonomi dan Strategi Pengembangan Kapas Rami Sebagai Bahan Baku Alternatif Industri Tekstil Skala Usaha Kecil (Kasus Koppontren Darussalam, Garut - Jawa Barat)” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka Tugas Akhir ini.

Bogor, Maret 2008

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Kajian ... 4

II. LANDASAN TEORI 2.1 Rami... 5

2.2 Rasio Laporan Keuangan ... 11

2.3 Strategi Pengembangan ... ... 12

III. METODE KAJIAN 3.1 Diagram Alir Kajian ... 14

3.2 Metode Kerja ... 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Koppontren Darussalam ... 23

4.2 Penilaian Rasio Laporan Keuangan... 37

4.3 Strategi Pengembangan Kapas Rami ... 47

4.4 Alternatif Strategi Pengembangan Usaha ... 49

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 53

2. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

(12)
(13)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Impor kapas Indonesia pada tahun 1998 – 2006 …. ….. …... 1

2. Varietas, asal dan rataan produktivitas rami ... 8

3. Komposisi kimia dari berbagai jenis serat ... 9

4. Perbandingan sifat-sifat serat rami dengan serat sutra dan katun 9

5. Kandungan zat pada daun rami... 10

6. Matriks Ekternal Factor Evaluation ... 18

7. Matriks Internal Factor Evaluation ... 19

8. Penilaian bobot faktor strategi internal perusahaan dengan metode Matriks banding berpasangan ... 21 9. Penilaian bobot faktor strategi eksternal perusahaan dengan metode Matriks Banding Berpasangan ... 21

10. Matriks SWOT ... 22

11. Luas areal dan produksi rami Koppontren pada tahun 2004-2006 26 12. Impor rami dalam bentuk serat dari tahun 2004 – 2006... 26

13. Mesin yang dimiliki saat ini ………... 27

14. Luas areal pengembangan hutan rakyat pada tahun 2004-2005 .. 34

15. Peluang pasar tahun 2005 berdasarkan jenis produk ...… 36

16. Asumsi usaha pengolahan rami Koppontren ...…………... 38

17. Kebutuhan biaya investasi pengolahan rami ... 38

18. Kebutuhan biaya modal kerja pengolahan rami ... 39

19. Hasil penjualan staple fiber tahun pertama ... 39

20. Rencana kebutuhan modal kerja kredit ... 40

21. Neraca periode 31 Maret 2005 ... 41

22. Laporan laba rugi Koppontren Darussalam periode 31 Maret 2005 ... 42 23. 24. Laporan arus kas Koppontren Darussalam ... Faktor strategik eksternal ... 42 48 25. Faktor strategik internal ... 49

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Bagan kemitraan ... 3

2. Penampang batang rami membujur ... 5

3. Pohon rami ... 7

4. Diagram alir kajian ... 14

5. Matriks IE ... 22

6. Lokasi penelitian ... 23

7. Struktur organisasi Koppontren Darussalam ... 25

8. Mesin dekortikator ... 28

9. Serat China grass hasil dekortikasi ... 29

10. Peralatan untuk proses degumming ... 29

11. Mesin penyisir dan hasilnya berupa serat panjang halus ... 30

12. Mesin pemisah serat rami ... 31

13. Mesin ballpresss dan hasilnya ... 31

14. Serat rami siap pintal ... 32

15. Bahan baku sampai bahan jadi ... 32

16. Matrik Internal dan Eksternal ... 52

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman 1. Kuesioner ... 58 2. Hasil Penentuan prioritas dan rating faktor internal dan eksternal

(16)

Ketergantungan Indonesia pada impor kapas sebagai bahan baku tekstil mencapai 99% dari kebutuhan nasional. Kebutuhan kapas nasional untuk industri tekstil berfluktuasi dengan kebutuhan rataan per tahun 500.000 ton. Kapas diperoleh dari berbagai negara karena kemampuan produksi kapas dalam negeri sangat kecil, hanya 5.000 ton per tahun dan harganya mahal, serta sulit diperoleh (API, 2006). Volume dan nilai impor kapas Indonesia pada tahun 1998-2006 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Impor kapas Indonesia pada tahun 1998 – 2006

Tahun Jumlah (kg) Nilai (US $ ribuan)

1998 454.476.524 763.686.224 1999 456.733.403 672.640.090

2000 565.023.314 728.918.045

2001 762.278.514 1.066.298.300 2002 632.629.982 707.619.819 2003 531.823.405 649.433.976 2004 458.913.749 690.064.475 2005 464.963.422 580.582.198 2006 77.628.960 100.005.842 Sumber : API, 2006.

Sidang World Trade Organization (WTO) pada bulan Desember 2005 menetapkan bahwa mulai tahun 2006 subsidi ekspor kapas negara maju dicabut. Hal ini berdampak kepada (API, 2006) :

1. Pengurangan kuota ekspor kapas oleh negara produsen.

2. Negara produsen kapas lebih mengutamakan pemenuhan kebutuhan dalam negeri.

3. Konsumen sulit memperoleh kapas sehingga harga dan biaya produksi meningkat.

(17)

Kegagalan dan masalah banyak dijumpai dalam proses pengembangan usaha rami, baik dari aspek teknis, bisnis maupun pemasaran. Upaya terus dilakukan oleh pengembang, karena tanpa kemauan dan kemampuan yang tinggi maka potensi yang besar dari tanaman rami tidak dapat dirasakan manfaatnya di Indonesia.

Pendidikan dan pelatihan (diklat) yang berkesinambungan dilakukan di bidang ilmu dan teknologi yang relevan, agar tersedia sumber daya manusia yang terampil. Juga diperlukan konsep dan masterplan yang jelas dan realistis, agar dapat dilaksanakan oleh para pelaku dan pengembang rami dalam suatu mata rantai dari hulu sampai hilir. Teknologi penyeratan juga harus mamapu menghasilkan serat yang semakin halus dan dengan rendemen yang tinggi.

Koperasi Pondok Pesantren (Koppontren) sebagai salah satu pengembang dan produsen rami di Kabupaten Garut, Jawa Barat, telah melakukan terobosan dengan mencari bahan baku alternatif yang dapat mengurangi ketergantungan akan bahan baku kapas impor dengan memanfaatkan tanaman rami. Tanaman kapas sulit berkembang di Indonesia karena faktor iklim yang tidak mendukung, sehingga tanaman memerlukan perawatan yang lebih intensif. Hal ini mengakibatkan harga jual kapas lokal relatif lebih tinggi dari kapas impor.

(18)

Gambar 1. Bagan Kemitraan (Sulaiman, 2005)

Dengan adanya peluang bagi perkembangan industri bahan baku serat alam dalam negeri, terutama serat non kapas seperti kapas rami, maka diperlukan pabrik pemintalan yang terintegrasi dengan unit pengolahan serat rami. Hal ini dapat memberi nilai tambah (added value) pada produk yang dihasilkan.

1.2 Perumusan Masalah

Dari penjelasan di atas, dapat dirumuskan bahwa permasalahan dari hal yang dikaji adalah :

1. Apakah kapas rami memiliki prospek ekonomi sebagai bahan baku alternatif industri tekstil ?

2. Bagaimana bentuk strategi pengembangan kapas rami sebagai bahan baku alternatif industri tekstil yang dapat memberikan dampak sosial dan ekonomi kepada lingkungan masyarakat sekitar koperasi berada ?

Kelompok Petani Rami

Industri Tenun Industri Pemintalan

Kelompok UKM Produsen

Garmen UKM Jamur danProdusen

Styrofoam UKM Produsen Kertas Seni

UKM Produsen Pakan Ternak

Sentra Handycraft

Sentra Peternakan

Kelompok UKM Produsen Asessories Garmen

Lembaga Pendidikan dan Pelatihan

(19)

1.3 Tujuan Kajian

1. Mengetahui deskripsi produk kapas rami sebagai bahan baku industri tekstil.

2. Mengevaluasi prospek ekonomi pengembangan produk kapas rami. 3. Menyusun strategi pengembangan kapas rami sebagai bahan baku

(20)

II. LANDASAN TEORI

2.1 Rami

Rami dalam bahasa latin disebut boehmeria nivea. Nama genus boehmeria diberikan pertama kali oleh Nikolas Josephus Jacklin, seorang profesor kimia dan botani di Viena, dengan mengambil nama seorang ahli botani dari Jerman yang berjasa dalam mengembangkan rami di Eropa, yaitu George Rudolph Boehmer (Aminah 2007).

Tanaman rami merupakan penghasil serat terbaik dengan sifat mekanis paling tinggi di antara serat alam non kayu lainnya. Rami memiliki kekuatan tarik alami. Serat diperoleh dari kulit batang atau bast. Secara morfologi rami berasal dari kelas dikotil dengan struktur batang pada potongan radial tersusun dari cortek, phloem cambium, xylem, annual ring, pith dan ray. Untuk serat rami yang dimanfaatkan adalah bagian kambium hingga cortek terluar, yang secara rinci dimuat pada Gambar 2 (Sulaiman, 2005).

Gambar 2. Penampang batang rami membujur (Collins dalam Sulaiman, 2005)

(21)

Korea, Kamboja, Thailand, Vietnam, Malaysia dan Indonesia. Sesudah perang dunia ke II, tercatat negara penghasil rami utama adalah China, dan Brazilia, sedangkan negara pengimpor utama adalah Jepang. Rami ditanam di Indonesia sejak tahun 1937, antara lain di Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi dan Jawa Tengah (Koestono, 1986).

Usaha pengembangan rami di berbagai negara, termasuk Indonesia pada masa lampau banyak menemui kegagalan, disebabkan oleh belum adanya alat yang efisien untuk memisahkan/mengambil serat dari batang dan proses pengolahan selanjutnya, yaitu mengubah serat menjadi benang. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada tahun 1983/1984, permasalahan di atas dapat terjawab, sehingga sekarang di Indonesia dapat diusahakan penanaman rami dan pengolahannya sampai menjadi kain siap pakai. Berbagai manfaat pengusahaan rami di Indonesia seperti meningkatkan pendapatan petani, membuka lapangan kerja, mengurangi pengeluaran devisa, menjaga kelestarian alam dan meningkatkan produksi serat rami sebagai bahan baku industri tekstil.

Kebutuhan serat sebagai bahan baku tekstil pada akhir Pelita III diperkirakan mencapai 157.680 ton/tahun dan jumlah tersebut akan selalu meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Pada akhir Pelita IV diperkirakan kebutuhan serat mencapai 177.800 ton/tahun. Produksi dalam negeri hanya dapat memenuhi 4% dari kebutuhan, sedangkan 96% sisanya dipenuhi dari kapas impor (Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia, Departemen Perindustrian, 2007). Bertitik tolak dari permasalahan di atas, maka perlu diupayakan serat alam yang mempunyai sifat-sifat mirip atau sama dengan kapas dan dapat digunakan untuk menggantikan sebagian dari serat kapas.

(22)

Gambar 3. Pohon rami

Tanaman rami mempunyai akar umbi yang tumbuh secara vertikal masuk ke dalam tanah sedalam 20 – 30 cm. Pada tanaman berumur 2 – 3 bulan, dari akar umbi dapat tumbuh akar yang menjalar di dalam tanah (rhizoma) berfungsi sebagai alat pembiakan tanaman. Tanaman yang telah berumur 2 tahun, jumlah rhizomanya dapat mencapai 10 buah dengan panjang 30 cm. Rhizoma mempunyai banyak mata (primordia tanaman) yang dapat tumbuh menjadi tanaman baru (Koestono, 1986).

Batang rami berbentuk silindris dengan tinggi batang antara 1 – 3 m. Tetapi ada pula yang lebih dari 3 m dengan diameter antara 12 – 20 mm. Batang tidak bercabang, tetapi apabila pucuk tanaman mati atau patah karena serangan hama maupun gangguan mekanis maka aka tumbuh cabang yang keluar dari ketiak daun. Dari segi bercocok tanam tumbuhnya cabang ini tidak dikehendaki, karena akan menyulitkan proses dekortikasi dan mutu serat menurun (Koestono, 1986).

(23)

rosella yang merupakan serat sekunder, yaitu terbentuk oleh kegiatan kambium.

Komposisi serat rami mentah kering terdiri atas 75% selulosa, 16% hemiselulosa, 0,75% lignin, 2% pektin, 6% zat-zat terlarut dalam air dan 0,3% lilin serta lemak (Anonim, 2005a). Setelah pemisahan serat kadar selulosanya menjadi 96 – 98% dari serat kering.

Varietas

Tujuh varietas sudah dicoba di Indonesia dan menunjukan hasil yang tinggi, yaitu varietas Florida, Kumamoto, Saikeiseiskin, Miyazaki 110, Bandung A, Pujon 10 dan Lembang A (Tabel 2).

Tabel 2. Varietas, asal dan rataan produktivitas rami

No. Varietas Asal Produktivitas bahan segar (ton/ha/2 bulan)

1 Florida Jepang via Florida 11,60

2 Kumamoto Jepang 11,50

3 Saikeiseiskin Jepang 11,02

4 Miyazaki 110 Jepang 10,87

5 Bandung A Bandung, Jawa Barat 10,63

6 Pujon 10 Madang, Jatim 9,60

7 Lembang A Lembang, Jawa Barat 9,28

8 Pujon 17 Malang, Jatim 7,82

9 Pujon 0 – 01 Malang, Jatim 7,53

10 Pujon 3 – 03 Malang, Jatim 7,25

11 Pujon 6 – 01 Malang, Jatim 6,95

12 Pujon 1 Malang, Jatim 3,71

Sumber : Koestono, 1986.

Dari ke tujuh varitas tersebut pujon 10 memberikan harapan yang paling baik, karena sifat-sifat kehalusan, kekuatan dan elastisitas serat yang dihasilkan. Varietas Saikeiseiskin merupakan varietas yang menunjukkan potensi hasil hijauan yang paling tinggi, tetapi batangnya mudah rebah akibat kurang tahan terhadap hujan dan angin.

(24)

a. Berwarna putih, mudah diberi warna

b. Kekuatan tidak berubah apabila terjadi kenaikan kelembaban 25%, tidak mudah busuk, daya tarik lebih besar 4 x dari linnen, 6 x dari sutra dan 7 x dari kapas.

c. Kilapnya tinggi, lebih tinggi dari pada kilap linnen, kecuali dalam keadaan basah.

d. Daya serap terhadap kelembaban 12 %, lebih tinggi dari pada kapas yang hanya (8%).

e. Elastisitasnya rendah, licin dan terlalu kaku untuk dipintal.

Rincian lengkap tentang komposisi kimia dari berbagai jenis serat rami dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia dari berbagai jenis serat Komposisi Kimia (%) Jenis serat

Selulosa Lignin Pentosan Abu Silika

Seed Flax 43-47 21-23 24-26 5 -

Kenaf 44-57 15-19 22-23 2-5 -

Jute 45-63 21-26 18-21 0,5-2 -

Rami 87-91 - 5-8 - -

Hemp 57-77 9-13 14-17 0,8 -

Sumber : Sulaiman, 2005.

Tabel 4. Perbandingan sifat-sifat serat rami dengan serat sutra dan katun Sifat Serat Rami Serat Sutra Serat Katun

Warna Putih, krem,

berkilau

Putih, kuning, hijau Putih, krem dan coklat Kekuatan

(g/denier)

3-9 (kering) keadaan basah meningkat jadi 160% 4-14 3,5-4 8,8-11,1

Mulur (%) 3-4 20-25 7 Daya serap air ( %)

12

11 7

Pengaruh panas Penyinaran lama dengan sinar matahari kekuatan tidak berubah Penyinaran lama dengan sinar matahari kekuatan tidak berubah Kekuatan menurun dalam penyinaran berlebih Pengaruh oksidator Tahan jamur,

serangga dan bakteri

Tahan jamur, serangga dan bakteri

Mudah diserang jamur dan bakteri

Pegangan Kaku Lembut Halus, sedang

dan kasar Sumber : Sulaiman, 2005.

(25)

industri melalui pencampuran serat rami dengan serat nabati lainnya atau serat sintetis dapat dibuat berbagai macam produk. Bahkan karena sifat-sifat serat rami yang spesifik untuk produk tertentu, maka kedudukan serat rami tidak dapat digantikan oleh serat nabati lainnya maupun serat sintetis.

Serat rami antara lain digunakan untuk bahan pakaian, taplak, seprai, sarung bantal, handuk, serbet, saputangan, kaos kaki, kelambu, kain rajut, jaring jala, mantel gas, belt, canvas, tabir permadani, benang sulam, benang rajut, kaos lampu petromak, kertas dan selang pemadam kebakaran (Sumantri, 1984).

Daun tanaman rami memiliki berat + 40 % dari jumlah berat hijauan. Daun rami memiliki kandungan beberapa zat cukup tinggi (Tabel 5). Tabel 5. Kandungan zat pada daun rami

No. Daun Rami Kering Kandungan (%)

1. Natrium (N) 2,94

2. Karbon (C) 27,61

3. Phospor (P) 0,3

4. Kalium (K) 2,2

5. Magnesium (Mg) 0,45

6. Kuprum (Cu) 7,95

7. Zinkum (Zn) 10,68

8. Sulfur (S) 0,19

Sumber : Sulaiman, 2005.

Daun sangat berguna sebagai makanan ternak seperti sapi, kambing, domba, babi dan ayam karena mempunyai nilai gizi tinggi. Pemberian dapat berbentuk daun segar atau setelah dikeringkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil hijauan dapat mencapai 50 ton/ha/tahun, berarti menghasilkan daun segar sebanyak 20 ton/ha/tahun. Jumlah tersebut diasumsikan dapat memberi makan ternak berupa daun segar untuk 25 – 30 ekor domba/kambing per hari atau makanan berprotein tinggi untuk 5 – 6 ekor sapi per hari (Aminah, 2007).

(26)

dilakukan pemangkasan. Pemangkasan dapat dilakukan 60 hari kemudian. Saat pemanenan itu pohon rami telah mencapai tinggi 3,5 m dengan diameter batang 2,5 cm (Sumantri, 1984).

2.2 Rasio Laporan Keuangan

Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang disebut siklus akuntansi. Laporan keuangan menunjukkan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan selama satu periode. Selain itu, laporan keuangan menunjukkan kinerja keuangan yang ditunjukkan dengan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan dengan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Proses untuk mencatat, menggolongkan dan meringkas transaksi ekonomi dan keuangan untuk menghasilkan informasi yang berguna bagi pemakai. Kegunaan laporan keuangan merupakan suatu alat pertanggungjawaban pengelolaan perusahaan oleh pengurus perusahaan.

Laporan keuangan disusun dengan asumsi, bahwa perusahaan masih hidup, Perusahaan sebagai satu unit ekonomi yang terpisah dari pemilik, stabilitas nilai uang, dasar aktual dan aktivitas perusahaan dapat dipecah berdasarkan waktu seperti bulanan dan tahunan. Teknik analisis yang diguna-kan adalah analisis rasio. Dalam analisis rasio, ada dua jenis perbandingan yang digunakan yaitu perbandingan internal dan eksternal. Perbandingan internal adalah membandingkan rasio saat ini dengan rasio masa lalu dan rasio yang akan datang dari perusahaan. Perbandingan eksternal adalah memban-dingkan rasio keuangan perusahaan dengan perusahaan lain yang sejenis atau rataan standar industri pada titik yang sama (Darsono dan Ashari, 2004).

Jenis-jenis rasio keuangan yang digunakan untuk menganalisis kinerja perusahaan adalah rasio neraca (likuiditas dan solvabilitas), rasio laba rugi (profitabilitas) dan rasio neraca aktivitas. Komponen masing-masing jenis rasio tersebut adalah :

1. Likuiditas

(27)

2. Solvabilitas atau daya ungkit

Rasio solvabilitas adalah rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jika perusahaan tersebut dilikuidasi. Rasio ini juga disebut dengan rasio pengungkit (leverage) menilai batasan perusahaan dalam meminjam uang. Rasio ini mencakup debt to asset Ratio dan debt to equity ratio.

3. Profitabilitas

Rasio untuk mengetahui seberapa jauh efektivitas manajemen dalam mengelola perusahaannya. Rasio ini mencakup profit margin, return on asset dan return on equity.

4. Aktivitas

Rasio ini bertujuan untuk mengukur seberapa jauh aktivitas perusahaan dalam menggunakan dana-dananya secara efektif dan efisien. Mencakup inventory turn over dan total asset turn over (Darsono dan Ashari, 2004).

2.3 Strategi Pengembangan

Strategi adalah sebuah rencana dasar yang luas dari suatu tindakan organisasi untuk mencapai tujuannya. Kata strategi berasal dari kata Yunani ”strategia” yang berhubungan dengan kemiliteran, berarti langkah untuk mencapai sasaran yaitu memenangkan peperangan (Stanton, 1996). Definisi lain mengenai strategi dikemukakan oleh Robbin dan Coultre (1999)

Strategy can be defined as the determination of basic long term goals and objectives of an enterprise, and the adoption of courses of action and allocation of resourses necessary for carrying out these goals.

Sedangkan Jain dalam Keegan (1996) menyatakan :

Strategy in a firm the pattern of major objectives, purposes, or goals and assential policies and plans for achieving those goals, stated in such a way as to define what business the company is in or is to be in end the kind of company it is or is to be.

Keegan (1996) mendefinisikan :

(28)

Strategi diperlukan oleh sebuah perusahaan sebagai akibat keterbatasan sumber daya, ketidakpastian karena persaingan serta untuk memudahkan koordinasi dan pengontrolan. Pada akhirnya, penilaian terhadap keberhasilan strategi bisnis dapat dilihat dari tinggi rendahnya volume dan nilai penjualan. Tingginya nilai penjualan, selain memperlihatkan perolehan laba juga menunjukan kinerja perusahaan sebagai hasil dari strategi bisnis yang dijalankan.

Perumusan strategi pengembangan usaha akan didekati dengan metode analisis strengths, weaknesses, opportunities dan threats (SWOT). Analisis SWOT ini didasarkan pada pemikiran memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities) dan secara bersamaan meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Analisis SWOT menurut Rangkuti (2005) adalah analisis terhadap faktor-faktor dari lingkungan internal (strengths dan weaknesses) dan lingkungan eksternal (opportunities dan theats) yang dihadapi dunia bisnis. Analisis SWOT atau analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman merupakan cara sistematik dalam mengidentifikasi berbagai faktor internal dan eksternal yang dimiliki dan dihadapi oleh perusahaan.

(29)

III. METODE KAJIAN

3.1 Diagram Alir Kajian

Kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan bahan baku alami (back to nature) dan kebutuhan serat alam selain kapas untuk bahan baku tekstil semakin dirasakan. Rami diteliti dan dikembangkan dengan tujuan untuk mengatasi kesulitan bahan baku industri tekstil di masa mendatang, karena selama ini kapas rami masih perlu penyempurnaan mutu produk untuk diterima sebagai bahan baku alternatif. Koperasi sebagai produsen kapas rami melakukan berbagai penelitian untuk membuktikan bahwa tanaman rami layak untuk dikembangkan dan dijadikan bahan baku industri tekstil alternatif. Diagram alir kajian yang dilakukan disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram alir kajian Pengembangan Rami

Analisis data : - Metode deskriptif - Metode rasio keuangan - Metode SWOT kualitatif Pengumpulan data :

- Primer : Wawancara (kuesioner) - Sekunder : Dinas Perindustrian Dinas Pertanian

Dinas Kehutanan PEMDA

(30)

3.2 Metode Kerja

Kajian dilakukan di Koppontren Darussalam di Kabupaten Garut, Jawa Barat dari bulan Desember 2006 sampai dengan bulan April 2007. Metode yang digunakan adalah metode wawancara dengan alat bantu kuesioner (Lampiran 1) untuk mendapatkan data lengkap tentang produksi kapas rami pada Koppontren Darussalam secara deskriptif. Analisa yang digunakan adalah analisa deskriptif, analisis rasio laporan keuangan untuk mengetahui prospek ekonomi produk kapas rami dan metode SWOT kualitatif untuk menyusun strategi pengembangan kapas rami ke depan.

3.2.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dan informasi yang dilakukan melalui beberapa tahapan berikut :

1. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan dengan menelusuri berbagai pustaka, antara lain buku-buku, jurnal, buletin, majalah, koran dan media elektronika seperti internet dan lainnya yang berkaitan erat dengan kajian. Kegiatan ini dilakukan juga untuk memperoleh data sekunder baik dari Dinas Perindustrian, Dinas Perdagangan, Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian maupun Pemda setempat

2. Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan Ketua dan karyawan Koppontren.

3.2.2 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah metode analisis rasio keuangan dengan kerangka berikut :

1. Analisis Deskriptif

(31)

pendapatan dan biaya yang telah dikeluarkan oleh koperasi. Data lain yang dibutuhkan adalah permintaan pasar dan pesaing strategis, data tersebut memberikan suatu gambaran keadaan prospek ekonomi dan pengembangan usaha yang dilakukan oleh koperasi.

2. Analisis Rasio

Analisis ini merupakan teknik perhitungan keuangan untuk mengetahui secara cepat kinerja keuangan koperasi dalam mengevaluasi situasi yang terjadi saat ini dan memprediksi kondisi keuangan mendatang (Rangkuti 2005). Jenis rasio keuangan adalah :

a. Rasio Likuiditas ( liquidity ratio)

Tujuan rasio ini adalah untuk mengukur kemampuan koperasi dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.

1. Current Ratio (CR)

CR = Aktiva Lancar (Rp) Hutang Lancar (Rp)

2. Quick Asset Ratio

Quick Asset Ratio = Aktiva lancar (Rp) – Persediaan (Rp) Hutang lancar (Rp) 3. Net Working Capital (NWC)

NWC = Aktiva Lancar - Kewajiban Lancar Kewajiban Lancar

b. Rasio Solvabilitas atau Daya Ungkit

Rasio solvabilitas adalah rasio untuk mengetahui kemampuan koperasi dalam membayar kewajiban, jika koperasi tersebut dilikuidasi. Rasio ini juga disebut dengan rasio pengungkit (leverage) yaitu menilai batasan koperasi dalam meminjam uang. 1) Debt to Asset Ratio (DAR)

DAR = Total Kewajiban (Rp) Total Aktiva (Rp) 2) Debt to Equity Ratio (DER)

DER = Hutang Lancar (Rp) + Hutang Jangka Panjang (Rp) Jumlah Modal Sendiri (Rp)

(32)

c. Rasio Keuntungan (profitability ratio)

Rasio keuntungan adalah ukuran untuk mengetahui seberapa jauh efektivitas manajemen dalam mengelola perusahaannya. Efektivitas manajemen meliputi kegiatan fungsional manajemen, seperti keuangan, pemasaran, sumber daya manusia (SDM) dan operasional. Tujuan rasio ini untuk mengukur efektivitas keseluruhan manajemen yang dapat dilihat dari keuntungan yang dihasilkan.

1) Profit margin (PM)

PM = Keuntungan netto sesudah pajak (Rp) Penjualan netto (Rp)

2) Return on asset (ROA)

ROA = Keuntungan sebelum bunga dan pajak (Rp) Total aktiva (Rp)

3) Return on equiti (ROE)

REO = Keuntungan netto setelah pajak (Rp) Jumlah modal sendiri (Rp)

d. Rasio Aktivitas (activity ratio)

Rasio ini bertujuan mengukur sampai seberapa jauh aktivitas koperasi dalam menggunakan dana-dananya secara efektif dan efisien. Rasio ini dapat mengukur efisiensi kegiatan operasional suatu perusahaan, karena rasio ini didasarkan pada perbandingan antara pendapatan dengan pengeluaran pada periode waktu tertentu. 1) Inventory turn over (ITO)

ITO = Harga Pokok Penjualan (Rp) Inventory rata-rata (Rp) 2) Total asset turn over (TATO)

TATO = Penjualan netto (Rp) Jumlah aktiva (Rp)

3. Analisis SWOT Kualitatif

(33)

sumber pendanaan dari perbankan. Data dari internal koperasi (faktor strategi internal) masing-masing 5 faktor kekuatan dan factor kelemahan seperti laporan keuangan, SDM, kegiatan pemasaran, dan operasional. Faktor-faktor tersebut dievaluasi pengaruhnya terhadap perkembangan usaha rami dengan menggunakan matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE) seperti pada Tabel 6 dan Internal Factor Evaluation (IFE) pada Tabel 7.

Tabel 6. Matrik Eksternal Factor Evaluation (EFE).

Faktor Strategik Eksternal Bobot (a)

Peringkat (b)

Skor (c = a x b) A. PELUANG (Opportunity)

1 2. 3.

B. ANCAMAN (Threats) 1.

2. 3.

Jumlah (A + B) Sumber : Rangkuti, 2005.

Evaluasi terhadap faktor eksternal menggunakan matriks EFE dan ada berapa langkah yang harus dilakukan untuk mengevaluasi berbagai faktor eksternal yang mempengaruhi koperasi. Langkah-langkah tersebut adalah a. Menuliskan daftar peluang dan ancaman pada kolom pertama :

b. Memberikan bobot 1,0 yang berarti sangat penting dan bobot 0,0 yang berarti tidak penting. Total bobot yang diberikan harus sama dengan satu. c. Memberi peringkat 1 – 4 pada kolom peringkat. Peringkat mengindikasikan efektivitas koperasi merespon peluang dan ancaman. Peringkat 4 = respon superior, peringkat 3 = respon di atas rataan, peringkat 2 = respon rataan, peringkat 1 = respon di bawah rataan. Peringkat 1 – 4 dibentuk dengan membandingkan fakta dengan kinerja ideal dan merupakan nilai subyektif.

d. Total skor diperoleh dari : bobot X peringkat.

(34)

nilai 4 mengindikasikan bahwa koperasi telah baik dalam memanfaatkan peluang untuk menghadapi ancaman-ancaman yang ada (Rangkuti, 2005).

Tabel 7. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)

Faktor Strategik Internal Bobot (a)

Peringkat (b)

Skor (c = a x b)

C. KEKUATAN (Strengths) : 1.

2. 3.

D. KELEMAHAN (Weaknesses) : 1.

2. 3.

Jumlah (C X D) Sumber : Rangkuti, 2005.

Evaluasi terhadap faktor internal menggunakan matriks IFE, langkah yang harus dilakukan untuk mengevaluasi berbagai faktor internal yang mempengaruhi koperasi. Langkah-langkah tersebut adalah :

a. Menginventarisasi faktor-faktor kekuatan dan kelemahan.

b. Memberikan bobot 1,0 yang berarti sangat penting dan bobot 0,0 yang berarti tidak penting. Total bobot yang diberikan harus sama dengan satu.

c. Memberi peringkat 1 – 4 pada kolom peringkat. Peringkat mengindikasikan efektivitas koperasi merespon kekuatan dan kelemahan. Peringkat 4 = respon superior, peringkat 3 = respon di atas rataan, peringkat 2 = respon rataan, peringkat 1 = respon di bawah rataan. Peringkat 1 – 4 dibentuk dengan membandingkan fakta dengan kinerja ideal dan merupakan nilai subyektif.

d. Total skor diperoleh dari : bobot X peringkat.

(35)

Pembobotan dengan matrik berpasangan dilakukan dengan membandingkan antara satu unsur dengan unsur lainnya. Untuk menentukan bobot setiap peubah digunakan skala 1, 2, 3.

Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah :

1 = Jika indikator horizontal kurang penting dari pada indikator vertikal 2 = Jika indikator horizontal sama penting dari pada indikator vertikal 3 = Jika indikator horizontal lebih penting dari pada indikator vertikal

Indikator horizontal dan indikator vertikal adalah peubah-peubah kekuatan dan kelemahan pada faktor strategi internal, serta peubah peluang dan ancaman pada faktor strategi eksternal. Metode ini membandingkan secara berpasangan antara dua faktor secara relatif berdasarkan kepentingan atau pengaruhnya terhadap usaha pengembangan rami.

Tahap selanjutnya adalah melakukan sintesa terhadap hasil penilaian untuk menentukan elemen mana yang memiliki prioritas tertinggi dan terendah (Saaty, 1993). Perbandingan berpasangan merupakan kualifikasi hal-hal yang bersifat kualitatif sehingga tidak semata-mata dengan pemberian bobot terhadap semua parameter secara simultan, tetapi dengan persepsi perbandingan atau perbandingan yang diskalakan secara berpasangan.

Bentuk penilaian pembobotan dapat dilihat pada Tabel 8 dan 9. Bobot setiap peubah diperoleh dengan menentukan nilai setiap peubah terhadap jumlah nilai keseluruhan peubah dengan menggunakan rumus (Kinnear and Taylor, 1991).

=

= n

I Xi Xi Ai

1

Keterangan :

(36)

Tabel 8. Penilaian bobot faktor strategi internal perusahaan dengan metode Matriks banding berpasangan

Faktor Strategi Internal

F1 F2 F3 ... Bobot

F1 F2 F3 ...

Total Sumber : Kinnear, 1991.

Tabel 9. Penilaian bobot faktor strategi eksternal perusahaan dengan metode Matriks Banding Berpasangan

Faktor Strategi Eksternal

F1 F2 F3 ... Bobot

F1 F2 F3 ...

Total Sumber : Kinnear, 1991.

(37)

Tabel 10. Matriks SWOT Faktor Internal Faktor Eksternal Kekuatan 1. 2. 3. 4. 5. Kelemahan 1. 2. 3. 4. 5. Peluang 1. 2. 3. 4. 5. Strategi SO 1. 2. 3. 4. 5. Strategi WO 1. 2. 3. 4. 5. Ancaman 1. 2. 3. 4. 5. Strategi ST 1. 2. 3. 4. 5. Strategi WT 1. 2. 3. 4. 5. Sumber : Rangkuti, 2005.

Matriks IE memberikan rumusan strategi bisnis ditingkat perusahaan yang lebih detail dalam 9 sel dengan 3 alternatif strategi meliputi strategi growth (sel 1, 2, 5, 7, 8), strategi stability (sel 4) dan strategi retrenchment (sel 3, 6, 9). Tahap berikutnya adalah pengambilan keputusan seperti pada Gambar 5.

Total Skor Faktor Strategik Internal

Kuat Sedang Rataan Lemah 4.0 3,0 2,0 0,1

Tinggi

I II III

Total 3,0 Skor Faktor Menengah Strategik

Eksternal

IV V VI

2,0

Rendah

1,0

[image:37.612.147.498.94.329.2]

VII VIII IX

(38)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Koppontren Darussalam 4.1.1 Keadaan Umum

Lokasi usaha pengembangan dan pengolahan tanaman rami yang dijadikan objek kajian di Kopponren Darussalam yang berlokasi di Jl. Wanaraja No. 400, Garut, Jawa Barat. Memulai dengan mengadakan berbagai penelitian tentang manfaat dan kegunaan tanaman rami, penelitian dilakukan dengan berbagai perguruan tinggi antara lain dengan Universitas Gajah Mada (UGM). Modal awal Koppontren Rp. 640.000.000,- dan dengan sarana yang dimiliki, antara lain luas tanah mencapai kurang lebih 5.405 m2, fasilitas workshop, warehouse dan showroom yang terletak di Kampung Kudang Desa Wanaraja Kecaman Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat, luas bangunan sekitar 1.000 m2, nilai aset koperasi sebesar + 1,3 miliyar. Usaha ini dijalankan atas inisiatif sendiri dan dengan pertimbangan bahwa tanaman rami prospek ekonomi dan pengembangannya untuk masa mendatang akan lebih baik.

Gambar 6. Lokasi penelitian

a. Visi Koperasi

(39)

b. Misi Koperasi

Mendorong perkembangan usaha Koperasi Usaha Kecil Menengah (KUKM) di bidang budidaya, pengolahan hasil rami, melalui akselerasi modal usaha, teknologi dan pemasaran.

c. Program Jangka Pendek

Program jangka pendek Koppontren Darussalam, di antaranya : 1. Memfasilitasi pengembangan usaha KUKM/anggota dalam

perluasan area perkebunan

2. Memproduksi rami staple fiber, sesuai dengan kemampuan pasokan bahan baku yang disuplai dari mitra.

3. Mendorong usaha anggota KUKM yang bergerak dalam bidang produksi barang jadi berupa benang dan kain, yang memanfaatkan produksi rami staple fiber yang dihasilkan Koppontren Darussalam. 4. Mendorong usaha anggota yang bergerak dalam pengembangan

by-product berupa kertas, pakan ternak, jamur, pupuk organik dan suplemen herbal.

5. Melakukan kerjasama penelitian dengan lembaga-lembaga litbang maupun Perguruan tinggi, guna peningkatan nilai tambah dan efisien produksi.

d. Program Jangka Menengah

Merencanakan membangun pabrik pemintalan yang terintegrasi dengan unit pengolahan serat rami, dengan harapan memberi nilai tambah (value added) yang berhubungan positif (saling mendukung) dalam penyediaan bahan baku masing-masing unit produksi, sehingga dapat menekan biaya produksi.

(40)

Struktur Organisasi

[image:40.612.115.499.362.637.2]

Struktur organisasi merupakan tindak lanjut dari visi dan misi, serta tujuan perusahaan dalam menentukan jalur wewenang dan saluran komunikasi diatur antara atasan dan bawahan. Strategi akan mempengaruhi informasi yang mengalir disepanjang jalur tersebut, serta mekanisme perencanaan dan pengambilan keputusan Struktur organisasi yang dipakai oleh Koppontren Darussalam berbentuk organisasi garis seperti dimuat pada Gambar 7.

Tenaga kerja yang ada saat ini di Koppontren Darussalam sebanyak 20 orang, terdiri dari Satu orang Ketua Koperasi, satu orang Direktur, satu orang Manajer Pengadaan dan Manajer Pemasaran, satu orang Manajer Produksi dan satu orang Manajer Administrasi dan Keuangan serta empat staf Manajer. Sedangkan di unit produksi sebanyak 9 orang dan teknisi 1 orang.

Gambar 7. Struktur organisasi Koppontren Darussalam PENGURUS KOPPONTREN

DARUSSALAM

DIREKTUR

MANAJER PENGADAAN DAN

PEMASARAN

MANAJER ADMINISTRASI DAN KEUANGAN MANAJER

PRODUKSI

TEKNISI MESIN OPERATOR

MESIN DIVISI

PENGADAAN PEMASARAN

DIVISI PRODUKSI

DIVISI

(41)

4.1.2 Profil Usaha

Usaha pengembangan rami merupakan badan hukum berbentuk Koperasi dalam pengelolaannya manajemennya masih sederhana. Pada tahun 2004 usaha ini masih dalam taraf perluasan areal tanaman dan persiapan produksi. Pada tahun 2005 dimulai produksi perdana tetapi pada tahun 2006 produksi mengalami penurunan disebabkan bahan baku dari petani mengalami hambatan. Luas areal yang diusahakan oleh Koppontren dan jumlah produksi selengkapnya disajikan pada Tabel 10. Tingkat harga per kg pada tahun 2005 Rp. 29.000,-/kg atau Rp. 29.000.000,-/ton.

Tabel 11. Luas areal dan produksi rami Koppontren pada tahun 2004 - 2006

No. Tahun Luas Areal (ha) Produksi (ton)

1. 2004 4 -

2. 2005 30 24

3. 2006 300 12

Sumber : Sulaiman, 2005.

Dilihat dari aspek pemasaran, koperasi melakukan pemasaran secara konvensional melalui pabrik tekstil dan kerja sama dengan pihak lain. Bahan baku berupa batang rami diperoleh dari petani pengembang yang telah ikut bermitra dengan koperasi. Standar bahan baku berupa batang rami sesuai permintaan koperasi adalah tinggi batang + 2,5 – 3 m dan diameter + 2,5 cm. Batas waktu dari panen hingga proses dekortikasi tidak lebih dari 2 x 24 jam dan keterlambatan dapat menyebabkan sulitnya pengolahan, karena kadar air (KA) sudah menurun.

Tabel 12. Impor rami dalam bentuk serat dari tahun 2004-2006

No. Tahun Jumlah (kg) Nilai (US$)

1. 2004 183.084.463 265.747.193

2. 2005 147270.225 221.728.584

3. 2006 193.867.121 299.338.323

(42)

Dalam dunia perdagangan internasional pada umumnya serat rami diperdagangkan dalam bentuk chinagrass/serat kasar. Serat ini proses selanjutnya dilakukan oleh pabrik pemintalan dan penenunan. Mesin untuk proses produksi rami dari batang sampai serat menggunakan mesin seperti yang dimuat pada Tabel 13.

Tabel 13. Mesin yang dimiliki saat ini

Mesin Kapasitas Motor

Penggerak

Jumlah/

Unit Keterangan

Decorticator 700 kg /7 jam 15 pk 6

Unit Degumming 500 kg /7 jam Burner 20 lt / jam 3

Sentrifugal 700 kg /7 jam 3000 Rpm 1

Sopftenning 525 /7 jam 2 tidak berfungsi

Cutting 1 ton / 7 jam 4 pk 2

Fiber openning 1 ton / 7 jam 4 pk + 5,5 pk 1

Carding 117 kg /7 jam 1 khusus

Sumber : Sulaiman, 2005.

Mesin mesin tersebut merupakan produk lokal yang diperoleh dari Bandung, sehingga kapasitas dan mutu produknya masih belum sempurna.

4.1.3 Sarana dan Prasarana

Dalam kegiatan pengolahan rami sarana produksi yang digunakan adalah :

a. Lahan yang dipakai tanaman rami b. Lahan yang digunakan tempat usaha

c. Bangunan untuk tempat pengolahan dan penyimpanan produk d. Ruang Pamer untuk promosi produk jadi

e. Kendaraan roda tiga dan roda empat f. Mesin Dekortikator

g. Mesin Degumming h. Mesin Sentrifugal i. Mesin softening j. Mesin Cutting

k. Mesin Fiber openning l. Mesin Carding

(43)

4.1.4 Pengolahan dan Produksi Rami

Bahan baku utama Batang rami hasil panenan yang telah dikumpulkan, paling lambat 24 jam dari panen segera diolah untuk diambil seratnya. Keterlambatan dapat menyebabkan sulitnya pengolahan, akibat KA telah menurun. Apabila pengolahan sampai terlambat maka batang rami sebelum diolah harus dibasahi terlebih dahulu.

Proses pemisahan serat dari batang pohon rami menggunakan alat yang disebut dekortikator seperti yang dimuat pada Gambar 8.

Gambar 8. Mesin Dekortikator

Pada poses dekortikasi batang rami dimasukkan ke dalam mesin dekortikator untuk proses pelemasan batang. Proses dekortikasi menghasilkan serat kasar yang disebut juga chinagrass dengan rendemen seperti berikut :

Produksi Serat Rami

- Batang basah 15.200 kg/panen

- Rendemen China Grass 3,5%

- Hasil China Grass 532 kg/panen

- Rendemen Staple Fiber 60%

(44)

Gambar 9. Serat China Grass hasil dekortikasi

hasil proses dekortikasi dari serat kasar yang disebut china grass masih merupakan serat yang bergumpal-gumpal akibat adanya gum dan sel-sel non fibrous. Gum dan sel-sel fibrous ini tidak dapat larut dalam air, maka perlu dipisahkan melalui proses kimiawi yaitu proses degumming. Peralatan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 10. Proses degumming menghilangkan zat-zat perekat yang merekatkan serat, sehingga serat menjadi terpisah-pisah satu sama lainnya,

a. Peralatan untuk pencucian b. Mesin Pengering Gambar 10. Peralatan untuk proses degumming

Tahap-tahap dalam proses degumming adalah :

(45)

b. Pencucian dengan air kemudian dinetralisir.

c. Pengelantangan dengan hypoclorit encer atau hydrogen peroksida. d. Pembilasan serat dengan air dan selanjutnya dinetralisir.

e. Pelepasan serat dengan emultion oil, misalnya hydrocarbon yang mengandung sulfur.

Hasil dari proses degumming adalah serat yang masak (disebut tow), bersih dari kotoran, lunak, kuat dan tetap utuh atau berupa serabut panjang seperti pada Gambar 11.

Gambar 11. Mesin Penyisir dan hasilnya berupa serat panjang halus

(46)
[image:46.612.157.507.75.304.2]

a. Mesin RWO b. Pemisahan serat rami Gambar 12. Mesin pemisahan serat rami

Pembukaan dapat berlangsung beberapa kali, sehingga alur prosesnya adalah : pengeringan, pemotongan, pembukaan I, pembukaan II, pembukaan III dan pembukaan IV. Hsil dari proses tersebut dilanjutkan ke proses ballpress yang menghasilkan serat rami dalam bentuk staple seperti pada Gambar 13.

(47)
[image:47.612.178.460.77.279.2]

Gambar 14. Serat rami siap pintal

Karakteristik serat rami sama dengan kapas/rayon, yaitu dapat dipintal dan dapat dicampur dengan serat lain seperti serat kapas, polyester atau wool. Di kalangan perancang busana fashion, rami dikenal memiliki kekuatan dan daya serap air yang lebih tinggi dibandingkan kapas, serta memiliki warna dan kilau serat setara sutera alam (STM Pembangunan, 1978). Gambar 15 menunjukkan kain dari serat rami pada show room Kopponten Darussalam.

[image:47.612.169.504.460.663.2]
(48)

4.1.6 Aspek Pengembangan Rami

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan budidaya maupun industri serat rami adalah :

1. Aspek Budidaya

Varietas yang ditanam masih belum optimal, cara bercocok tanam masih beragam, pemilihan lokasi masih kurang tepat akibat tidak mempertimbangkan agroklimat sebagai persyaratan tumbuh rami dan lokasi pengembangan jauh dari sarana transportasi yang akan menyebabkan bertambahnya biaya produksi.

2. Aspek SDM

Rendahnya tingkat pengetahuan dan pengalaman dalam budidaya rami, kurang memahami dalam perawatan rami yang intensif, minimnya modal petani telah mengakibatkan mengabaikan pemeliharaan, sehingga produktivitas menurun.

3. Aspek Teknologi

Teknologi budidaya diharapkan dapat meningkatkan rendemen, efisiensi input produksi dan teknologi pengolahan agar didapatkan mutu serat yang memenuhi standar pasar internasional serta bantuan alat dekortikator untuk menunjang proses dekortikasi.

4. Aspek Kelembagaan

Manajemen dan teknik produksi masih lemah, kompetensi dan kapasitas koperasi dari segi teknis masih lemah dan skala produksi belum optimal sehingga produksi belum effisien.

5. Aspek Pendanaan

Modal yang menjadi penunjang dalam pengolahan dan produksi rami sangat terbatas, baik koperasi maupun petani.

6. Aspek Pemasaran

(49)

Sebanyak 57% dari produksi TPT Nasional dihasilkan dari Jawa Barat, maka kedudukan Daerah Bandung merupakan sentra TPT Nasional sangat strategis (API, 2006). Luas wilayah Kabupaten Garut sekitar 3.065,19 km2, dengan jumlah penduduk kurang lebih 2.260.478. Sebanyak 36% dari luas Garut merupakan wilayah kehutanan. Secara geografis Garut berdekatan dengan wilayah Kota Bandung yang merupakan sentra TPT nasional. Oleh karena itu, pengembangan serat rami di Kab Garut mempunyai kedudukan strategis dalam memasok bahan baku tekstil, khususnya bagi industri pemintalan. Luas areal pengembangan hutan rakyat pada tahun 2004 melalui program gerakan nasional rehabilitasi hutan lindung (GNRHL) seluas 3.750 ha, gerakan rehabiltasi lahan kritis (GRLK) seluas 1.063,88 ha dan rehabiltasi hutan lindung (RHL) seluas 200 ha. Pada tahun 2005 luas areal pengembangan hutan melalui program gerakan nasional rehabilitasi hutan lindung (GNRHL) seluas 2.850 ha dan gerakan rehabiltasi lahan kritis (GRLK) seluas 3.705 ha (Tabel 14).

Tabel 14. Luas areal pengembangan hutan rakyat pada tahun 2004 – 2005 (ha)

No. Kegiatan 2004 2005

1. GNRHL 3.750,00 2.850

2. GRLK 1.063,88 3.705

3. RHL 200,00 -

Jumlah 5.013,88 6.555

Sumber : Dinas Kehutanan Kab. Garut, 2006.

Pada tahun 2001 Kementerian Negara Koperasi dan UKM membentuk tim pengembangan serat rami, yang melibatkan Departemen Perindustrian dan Departemen Pertanian. Kementerian Negara Koperasi dan UKM telah memprogramkan pengembangan budidaya rami di Garut Jawa Barat (Koppontren Darussalam) seluas 20 ha melalui dana bergulir Rp. 17 juta per ha (Aminah, 2007).

(50)

tahun 2005, Departemen Perindustrian memfasilitasi pengembangan long staple fiber rami di Garut seluas 300 ha (40 ha untuk inti dan 260 ha petani plasma) dan telah ditawarkan kepada Pemda setempat untuk pengembangan-nya (Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia, 2007).

Departemen Perindustrian membantu pengembangan dalam hal pelatihan dan bantuan peralatan. Pelatihan yang diberikan adalah peningkatan kemampuan sumber daya manusia (SDM) dalam pengolahan rami. Peralatan yang diberikan, antara lain mesin dekortikator (alat pemisah serat rami dan batang rami), fiber opening, staple fiber, mesin carding dan mesin roving. Sedangkan pada tahun 2005, Departemen Pertanian memprogramkan pemberdayaan petani rami melalui pelatihan dan temu usaha di Garut Jawa Barat. Perhatian dari lembaga teknis terkait sudah cukup memberikan dukungan terhadap prospek pengembangan rami dan Perbankan sebagai lembaga yang terkait dalam permodalan diharapkan lebih mendukung, sehingga Koppontren Darussalam dan Usaha Kecil di bawah binaannya dapat meningkatkan produktifitasnya.

(51)

Tabel 15. Peluang pasar tahun 2005 berdasarkan jenis produk

Nama Produk Peluang pasar

Kebutuhan bahan baku China Grass

Luas tanah yang diperlukan * (ha) Ekspor China Grass

(ton/bulan) (ton/tahun) 24 288 24 288 119

Ekspor Staple Fibre (ton/bulan (ton/tahun) 50 600 62,5 750 329 Konsumsi Staple Fibre Nasional (ton/bulan) (ton/bahun) 25 300 31,2 375 165 Total Peluang (ton/bulan) (ton/tahun) 99 1.188 613

*Dengan asumsi batang 9 ton/ha, maka rendemen setiap 1 ha tanaman rami 3,5%

China Grass dan 60% rendemen Staple Fiber (Sulaiman, 2005).

Kandungan selulosa memiliki fungsí dan kemampuan degradasi-bio, degradasi termal dan penyerapan kandungan air. Kemampuan ini harus dapat dikendalikan, agar dihasilkan serat dengan mutu tinggi, baik dari segi mekanis maupun termal dan biodegradasi. Rami juga memiliki nama lain, yakni China-grass (Direktorat Binpro Dirjen Perkebunan Departemen Pertanian dan PT Agung Sinaji, 1997). Pemanfaatan serat rami memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut :

a. Tahan terhadap serangan bakteri dan jamur. b. Penyerap air yang baik.

c. Mampu dicelup untuk pewarnaan dengan mudah. d. Kekuatan tarik meningkat ketika basah.

e. Tahan terhadap suhu tinggi.

(52)

Kebutuhan rami dunia diperkirakan 1 juta ton per tahun dan dalam sepuluh tahun mendatang Indonesia menargetkan dapat memasok 20% dari kebutuhan rami dunia. Untuk menghasilkan 200 ribu ton rami per tahun dibutuhkan areal tanam seluas 100 ribu hektar, yang dapat menciptakan lapangan kerja bagi 200.000 KK atau 600.000 jiwa. Untuk mempercepat pengembangan dan pemanfaatan serat rami sebagai bahan baku industri tekstil, saat ini telah dikembangkan tanaman rami di beberapa lokasi, yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jambi dan Sumatera Utara yang dilengkapi dengan peralatan fiber opening yang sangat sederhana. Sebagai ilustrasi, pilot project di Jawa Tengah (Wonosobo) memiliki mesin pengolahan yang sudah lengkap dan baik, sehingga stafle fiber yang dihasilkan sesuai dengan permintaan pasar (Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian, 2007).

Pemerintah propinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Garut menyiapkan pabrik pemintalan benang rami berkapasita terpasang 2.500 mata pintal setara 1 ton benang setiap 8 jam beroperasi dan memerlukan ketersediaan bahan baku mencapai sekitar 260 ha, biaya yang diperlukan untuk keperluan tersebut Rp. 56 miliar. Penyediaan mesin dari pemerintah c/q Departemen Perindustrian, pabrik dan lahan inti seluas 300 ha dari pemerintah Propinsi Jawa Barat sedangkan Pemerintah Kabupaten Garut menyiapkan aspek penunjang. Penyerapan tenaga kerja dari kegiatan tersebut sekitar 5.000 orang tenaga kerja baru, kemudian secara bertahap diarahkan pada pengelolaan komersial melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan telah melakukan studi banding ke China, serta selanjutnya melakukan uji coba produksi, dengan hasilnya produk benang serat rami Garut masuk pada ”grade A” (Direktorat Jenderal Industri, Agro dan Kimia Departemen Perindustrian, 2007).

4.2 Penilaian Rasio Laporan Keuangan

(53)

ini asumsi yang digunakan ditentukan berdasarkan hasil kajian usaha pengolahan rami. Asumsi usaha pengolahan rami Koppontren disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16. Asumsi usaha pengolahan rami Koppontren

No. Komponen Asumsi

1. Aktivitas Produksi

a. Periode produksi (jam/hari) 8

b. Jumlah hari kerja (hari/bulan) 26

c. Jumlah bahan baku per produksi (kg/hari) 532

d. Rendemen SF (%) 60

e. Jumlah Produksi Staple Fiber (kg) 319

f. Jumlah tenaga kerja (orang) 20

2. Tambahan biaya modal kerja dari kredit bank (%) 70

a. Komponen dan Struktur Biaya

Komponen biaya merupakan rincian besarnya biaya yang diperlukan untuk menjalankan aktivitas usaha pengolahan rami. Komponen biaya ini mencakup modal tetap dan modal kerja. Modal tetap adalah semua komponen yang diperlukan dari tahap pra investasi sampai produksi, sedangkan modal kerja adalah pengeluaran untuk membiayai keperluan operasi atau produksi. Tabel 17 menunjukkan kebutuhan investasi pengolahan rami.

Tabel 17. Kebutuhan biaya investasi pengolahan rami

No. Rincian Biaya Total Biaya (Rp)

1. Perijinan dan Bangunan

a. Biaya perijinan 30.000.000

b. Bangunan 323.834.300

Jumlah (1) 353.834.300

2. Biaya Penunjang

a. Pengadaan kendaraan 200.000.000

b. Pengadaan mesin 648.750.000

c. Inventaris cantor 20.000.000

d. Instalasi alat proses 20.000.000

e Biaya umum dan administrasi (5%) 35.000.000

Jumlah (2) 923.750.000

(54)

Tabel 18. Kebutuhan biaya modal kerja pengolahan rami

No. Rincian Biaya Biaya Per

Bulan (Rp)

Biaya Per Tahun (Rp) 1. Biaya Tenaga Verja

a. Direktur 4.000.000 48.000.000

b. Manager (3 orang tenaga tetap) 9.000.000 108.000.000 c. Kadiv (3 orang tenaga tetap) 6.000.000 72.000.000 d. Produksi (10 orang tenaga tetap) 10.000.000 120.000.000 e. Pelaksana (3 orang tidak tetap) 2.400.000 28.800.000

Jumlah (1) 376.800.000

2. Biaya Bahan Baku dan Penunjang

a. Batang Rami 75.000.000 900.000.000

b. Larutan nimia 3.000.000 36.000.000

c. Air 200.000 2.400.000

Jumlah (2) 938.400.000

3. Biaya Lain-lain

a. Perawatan mobil 5.000.000 60.000.000

b. Listrik 1.500.000 18.000.000

c. Telepon 1.000.000 12.000.000

d. Kesehatan 1.000.000 12.000.000

Jumlah (3) 102.000.000

4. Total (1 + 2 + 3) 1.417.200.000

b. Pendapatan

[image:54.612.167.512.98.384.2]

Pendapatan adalah hasil penjualan produk staple fiber kepada pabrik pemintal dengan kapasitas per tahun 24.000 kg dan harga Rp. 29.000 per kg, maka penjualan rataan per tahun Rp. 696.000.000 untuk proyeksi selama 5 tahun. Pendapatan tahun pertama dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Hasil penjualan staple fiber tahun pertama

No. Uraian Tahun Ke 1

1. Kapasitas 25 %

2. Jumlah (kg) 24.000

3. Harga Jual 29.000

(55)

c. Kebutuhan Modal dan Kredit

Koppontren selama ini belum mampu memenuhi kapasitas produksi disebabkan kesulitan modal dan akan memanfaatkan dana dari perbankan. Untuk itu dibutuhkan dana untuk modal kerja sebesar Rp. 1.417.200.000 yang dapat dipenuhi dari kredit bank. Rencana kebutuhan modal kerja dan kredit untuk usaha pengolahan rami dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Rencana kebutuhan modal kerja kredit

No. Uraian Nilai (Rp)

1. Biaya Investasi

a. Bersumber dari modal sendiri (100%) 1.277.584.300 b. Bersumber dari kredit bank -

2. Biaya Modal Kerja

a. Bersumber dari modal sendiri -

b. Bersumber dari kredit bank (100%) 1.417.200.000

3. Rekapitulasi Struktur Permodalan

a. Bersumber dari modal sendiri 1.277.584.300 b. Bersumber dari kredit bank 1.417.200.000

Analisis rasio laporan keuangan, dilakukan dengan mengidentifikasi, menganalisis presentase dan merangkum hubungan-hubungan yang nyata dari data keuangan perusahaan. Perbandingan yang digunakan dalam analisis rasio keuangan, yaitu perbandingan eksternal yang membandingkan rasio keuangan koperasi dengan rataan perusahan sejenis yang mengacu kepada standar industri pada titik yang sama. Perbandingan ini memberikan pemahaman tentang kondisi dan kinerja koperasi serta besarnya penyimpangan dari rata-rata atau standar industri (Darsono dan Ashari, 2005).

(56)

tersebut dianalisis dengan menggunakan rasio laporan keuangan dengan komponen masing-masing jenis adalah :

1. Rasio Likuiditas

2. Rasio Solvabilitas atau Daya Ungkit 3. Rasio Profitabilitas

4. Rasio Aktivitas

Dari hasil analisis tersebut maka akan diketahui apakah Koppontren Darussalam, dalam mengembangkan tanaman rami dan memproduksi serta memasarkan hasil akan mempunyai peluang di tahun mendatang.

Tabel 21. Neraca Periode 31 Maret 2005

AKTIVA Rp. PASIVA Rp.

Aktiva lancar Kewajiban Lancar

Kas 160.423.690 Utang Bank 58.000.000

Piutang - Utang Dagang 55.669.950

Persediaan Barang 18.980.000 A Jumlah Kewajiban Lancar

113.669.950

A Jumlah Aktiva lancer 179.403.690 Kewajiban Jangka Panjang -

Aktiva Tetap Kredit -

Aktiva Tetap Berwujud

B Jumlah Kewajiban Jk Panjang

-

Investasi Tanah 30.000.000

Investasi Bangunan 323.834.300 Kekayaan bersih

Investasi Mesin 648.750.000 Modal Penyertaan Perorangan

431.432.207

Investasi Kebun Contoh

- Modal Koppontren Darussalam

640.000.000

Akumulasi Penyusutan

(51.345.858) Modal LM3 Darussalam

190.200.000

B Jumlah Aktiva Tetap Berwujud

951.238.442 Jumlah Modal Koperasi

1.261.632.207

Aktiva Tetap Tak Berwujud

Laba Bersih 55.339.975

Investasi R & D 300,000,000 C Jumlah Kekayaan Bersih

1.316.972.182

C

Total Aktiva Tetap Tak Berwujud

300.000.000

Total Aktiva Tetap 1.251.238.442

Total Aktiva (A+B+C)

1.430.642.132 Total Pasiva (A+B+C)

(57)

Tabel 22. Laporan Laba Rugi Koppontren Darussalam Periode 31 Maret 2005

A. Penjualan Bersih 696.000.000

B. Harga Pokok Penjualan

Bahan Baku (331.227.585)

Tenaga Kerja (119.911.500)

Biaya Overhead (bahan Pendukung) (43.590.900) Jumlah Harga Pokok Penjualan (494.729.985)

C. Laba Kotor (A-B) 201.270.015

D. Beban Usaha

Administrasi (27.000.000)

Penjualan dan Pemasaran (3.600.000)

Depresiasi (51.345.858)

Jumlah Beban Usaha (81.945.858)

E. Laba Usaha (C-D) 119.324.157

F. Beban Lain-Lain

Beban Bunga (57.159.480)

G. Laba Sebelum Pajak Penghasilan

(E-F) 62.164.677

H. Beban Pajak Penghasilan (6.824.702)

I Laba Bersih (G-H) 55.339.975

Tabel 23. Laporan Arus Kas Koppontren Darussalam

ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI

A. Arus Kas Masuk

Penjualan 696.000.000

B. Arus Kas Keluar

Pembayaran kepada pemasok (319.148.535) Pembayaran kepada karyawan & manajemen (146.911.500) Biaya penjualan dan pemasaran (3.600.000)

Pembayaran bunga (57.159.480)

Pembayaran pajak penghasilan (6.824.702)

C. Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (A-B) 162.355.783

D. Arus Kas Dari Aktivitas Investasi

Penambahan Aktiva Tetap (108.000.000)

E. Kas Bersih untuk Aktivitas Investasi (108.000.000)

F. Arus Kas Dari Aktivitas Pendapatan

Penambahan modal penyertaan perorangan 24.500.000

G. Kas Bersih dari Aktivitas Pendanaan 24.500.000

H. Kenaikan Kas Dan Setara Kas (E-F) 78.855.783

I. Saldo Kas Dan Setara Kas Awal Tahun 81.567.907

(58)

Gambar

Gambar  5. Matriks IE
Gambar 7. Struktur organisasi Koppontren Darussalam
Gambar 12.  Mesin pemisahan serat rami
Gambar 15. Bahan baku sampai bahan jadi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh laba, likuiditas, sales growth, kepemilikan

Puji syukur kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan berkat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “MAKNA NARSISME IKLAN POLITIK CALON

Sedangkan dimensi yang mempunyai tingkat kepuasan terendah adalah dimensi empathy yaitu sebesar 3,45 dan masuk dalam kategorit tidak puas, sehingga dapat dikatakan pengguna

untuk mendapatkan informasi secara komprehensif tentang kompetensi professional guru dan kemampuan komunikasi sains siswa pada sekolah yang sudah dianggap bagus yaitu sekolah

Penyebaran parasit malaria yang resisten, terutama Plasmodium falciparum terhadap antimalaria utama klorokuin yang begitu cepat dan luas hampir di seluruh daerah endemik malaria

Metode yang digunakan yaitu DKL 3.2 yang merupakan pendekatan secara sektoral yang terbagi dari sektor rumah tangga, sektor bisnis, sektor industri dan sektor publik..

Pendidikan Islam yang di dalamnya terdapat konsep utama yaitu mengenal keberadaan Allah akan mampu mengembalikan manusia pada hubungan primordialnya dengan Tuhan

Sehubungan dengan simpulan hasil penelitian, maka penulis menyarankan beberapa hal yaitu guru dalam memberikan soal berdasarkan Model SOLO harus lebih komunikatif, agar