MULTIREGIONAL J AWA TIMUR
,
BALI, DAN
NUSA TENGGARA BARAT
DISERTASI
Oleh :
I DEWA MADE DARMA SETIAWAN
SEKOLAH PASCASARJ ANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
ii
I D.M. DARMA SETIAWAN. Peranan Sektor Unggulan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah: Pendekatan Input-Output Multiregional Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat (BUNASOR SANIM sebagai Ketua, MANGARA TAMBUNAN dan ANNY RATNAWATI sebagai Anggota Komisi Pembimbing).
Propinsi Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat yang menjadi lokasi penelitian ini adalah propinsi-propinsi yang secara geografis sangat strategis dan sangat berdekatan satu sama lain, sehingga keterkaitan ekonomi antar propinsi tidak dapat dihindarkan. Berdasarkan teori ekonomi regional, pertumbuhan sektor ekonomi di satu propinsi, tidak hanya berdampak pada pertumbuhan ekonomi di dalam propinsi saja, tetapi juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi di luar propinsi. Dengan menggunakan analisis Input-Output Multiregional Indonesia, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis : (1) struktur perekonomian propinsi Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat, (2) sektor produksi yang memiliki keterkaitan ke sektor hulu dan sektor hilir, (3) perdagangan antar propinsi, dan (4) peranan sektor unggulan terhadap pertumbuhan ekonomi, baik intraregional
maupun interregional.
Dari hasil penelitian ini, terpilih enam sektor produksi sebagai sektor unggulan, yaitu: (1) sektor industri makanan, minuman, dan tembakau, dan (2) sektor perdagangan (di propinsi Jawa Timur), (3) sektor hotel dan restoran, dan (4) sektor peternakan dan hasilnya ( di propinsi Bali), (5) sektor industri makanan, minuman, dan tembakau, dan (6) sektor hotel dan restoran (di propinsi Nusa Tenggara Barat). Pertumbuhan sektor unggulan di masing-masing propinsi, berdampak pada pertumbuhan output, nilai tambah bruto, dan penyerapan tenaga kerja di propinsi masing-masing (intraregional), dan juga berdampak di propinsi-propinsi lain yang terkait (interregional). Secara nasional, pertumbuhan sektor unggulan di propinsi Jawa Timur dan Bali berdampak lebih besar bila dibandingkan dengan pertumbuhan sektor unggulan di propinsi Nusa Tenggara Barat.
Sektor produksi yang memiliki keterkaitan yang kuat ke sektor hulu dan sektor hilir adalah : sektor industri makanan, minuman, dan tembakau ( di Jawa Timur); sektor peternakan, industri barang bari kayu dan hasil hutan lainnya, dan industri kimia, barang dari karet dan plastik (di Bali); industri makanan, minuman dan tembakau, dan industri dasar besi dan baja (di Nusa Tenggara Barat). Hasil analisis perdagangan ketiga propinsi menunjukkan bahwa ketiga propinsi mengalami surplus perdagangan. Surplus perdagangan Jawa Timur berasal dari perdagangan domestik, sedangkan surplus perdagangan Bali dan Nusa Tenggara Barat berasal dari perdagangan luar negeri. Khusus pada perdagangan antara propinsi Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat, propinsi Jawa Timur mendominasi perdagangan di wilayah ini.
iii ABSTRACT
I D.M. DARMA SETIAWAN. The Role of Leading Sectors on Regional Economic Growth: A Multiregional Input-Output Approach of East Java, Bali, and West Nusa Tenggara (BUNASOR SANIM as Chairman, MANGARA TAMBUNAN and ANNY RATNAWATI as Members of Advisory Committee)
East Java, Bali, and West Nusa Tenggara Provinces were selected as the locations of this study, which geographically close connected so that economically these provinces are strongly inter dependent. Based on regional economic theory, an economic growth of a sector in a province will induce not only economic growth in that province but also in the connected provinces. Using Indonesian Multiregional Input-Output, this study is aiming at analyzing (1) economic structure of East Java, Bali, and West Nusa Tenggara Provinces, (2) production sectors having strong backward and forward linkage, (3) trade flows between these provinces, and (4) the role of leading sectors both on intraregional and interregional economic growth.
The results of this study show that six sectors were selected as leading sectors, namely, (1) foods, beverages and tobacco sectors, and (2) trade sector in East Java, (3) hotel and restaurant, and (4) cattle and their derivative products in Bali, (5) foods, beverages and tobacco sectors, and (6) hotel and restaurant in West Nusa Tenggara. The growth of these sectors will induce both output, gross value added, and employment growth in each province (intraregional) and connected provinces (interregional). At national level, the growths of leading sectors in East Java and Bali have higher impacts compared to those of West Nusa Tenggara.
Sectors having strong backward and forward linkages in East Java is foods, beverages and tobacco sector, while those in Bali are (1) cattle, (2) wood and forest-based industries, and (3) chemistry, rubber, and plastic industries. For West Nusa Tenggara, those sectors are (1) foods, beverages, and tobacco, and (2) steel industries. The three provinces have experienced trade surplus where East Java have played the major role.
iv
©Hak Cipta milik I Dewa Made Darma Setiawan, Tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa ijin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun,
v
PERANAN SEKTOR UNGGULAN TERH ADAP PERTUMBUH AN EKONOMI DAERAH : PENDEKATAN INPUT-OUTPUT
MULTIREGIONAL J AWA TIMUR, BALI, DAN NUSA TENGGARA BARAT
Oleh :
I D EW A MAD E D ARMA S ETIAW AN
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJ ANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
vi
Judul Penelitian : Peranan Sektor Unggulan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah: Pendekatan Input-Output Multiregional Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.
Nama : I Dewa Made Darma Setiawan
Nomor Pokok : 98 5003
Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui : 1. Komisi Pembimbing :
Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, MSc. Ketua
Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, MSc. Anggota
Dr. Ir. Anny Ratnawati, MS. Anggota
Mengetahui :
2. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian,
Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA.
3. Dekan
Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, MSc.
vii
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam
disertasi saya yang berjudul :
PERANAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI DAERAH: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT
MULTIREGIONAL JAWA TIMUR, BALI, DAN
NUSA TENGGARA BARAT
merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan
Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi
ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di
perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Pebruari 2006
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Juli 1960, sebagai anak
kedua dari lima bersaudara, pasangan (Alm) I Dewa Nyoman Sengartha dan
Nunung Nurmanih. Pendidikan Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah
Atas diselesaikan di kota Tabanan, Bali. Pada tahun 1985, penulis menyelesaikan
pendidikan sarjana (Ir) pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Udayana di Denpasar, Bali. Pada tahun 1994, penulis
melanjutkan pendidikan setingkat S2 pada Program Studi Ekonomi Pertanian,
Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, Malang. Selanjutnya, pada tahun
1998, penulis memperoleh kesempatan untuk menempuh program S3 pada
program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Pada tahun 1994, penulis menikah dengan Desak Made Kumarawati, anak
kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan I Dewa Made Mahardika dan Desak
Made Rumini. Dari pernikahan tersebut, penulis dikaruniai dua putera, yaitu :
Dewa Gede Aditya Dharma Kumara ( 10 tahun) dan Dewa Made Ari Dharma
Kumara (6 tahun).
Pada tahun 1985, penulis mulai bekerja sebagai peneliti pada suatu proyek
penelitian aksi yang merupakan kerja sama antara Universitas Udayana- Bali
dengan Ford Foundation. Selanjutnya, sampai saat ini penulis sering bekerja
sama dengan lembaga-lembaga pemerintah dan swasta (nasional dan
internasional) untuk melakukan penelitian di bidang sosial dan ekonomi, dan
program-program pemberdayan masyarakat miskin (community depelovement) di Indonesia.
Pada tahun 1988, penulis diangkat sebagai dosen tetap pada Fakultas
Pertanian Universitas Warmadewa, salah satu perguruan tinggi swasta di
Denpasar, Bali. Sejak tahun 1998, penulis juga mengajar sebagai dosen tidak tetap
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Mahaesa, karena
berkat rahmat serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi
ini. Disertasi adalah merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan program
doktor pada Sekolah Pascasarjana (SPs) Institut Pertanian Bogor.
Disertasi ini berjudul Peranan Sektor Unggulan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah: Pendekatan Input-Output Multiregional Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat, mencoba menganalisis peranan sektor unggulan di masing-masing propinsi terhadap pertumbuhan output, nilai tambah bruto
(pendapatan regional), dan pertumbuhan tenaga kerja, baik yang ada di dalam
suatu wilayah atau propinsi (intraregional) ataupun di luar wilayah atau propinsi (interregional), dengan menggunakan alat analisis Input-Output Multiregional.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, dengan segala kerendahan hati
penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :
1. Rektor Universitas Warmadewa di Denpasar- Bali, yang telah memberikan
ijin kepada penulis untuk melanjutkan ke program S3.
2. Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti program doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
3. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) yang telah memberikan
Beasiswa Program Pascasarjana.
4. Bapak Dr.Ir.Bonar M. Sinaga, MA. selaku ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
Pertanian, yang telah banyak memberikan nasihat-nasihat dan arahan yang
sangat berharga selama penulis menjadi mahasiswa.
5. Bapak Prof. Dr. Ir Bunasor Sanim, MSc. selaku Ketua Komisi Pembimbing,
Bapak Prof.Dr. Mangara Tambunan, MSc. dan Ibu Dr. Ir. Anny Ratnawati,
MS. selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah membimbing sekaligus
memberikan dorongan moril secara tulus kepada penulis.
6. Seluruh Dosen dan staf administrasi pada Program Studi Ilmu Ekonomi
x
7. Bapak Margo Yuwono dari BPS Jakarta, yang telah membantu penulis dalam
penyediaan data, dan memberikan masukan yang sangat berarti pada awal
penelitian ini.
8. Teman-teman seangkatan dan seperjuangan, yang tidak dapat penulis sebutkan
satu per satu, terima kasih atas semua bantuan yang telah diberikan kepada
penulis.
9. Istri dan anak-anak tercinta: Dra. Desak Made Kumarawati, Dewa Gede
Aditya Dharma Kumara, dan Dewa Made Ari Dharma Kumara, yang telah
lama menunggu, dan sangat banyak berkorban selama penulis menyelesaikan
studi di Sekolah Pascasarjana IPB ini.
10.Seluruh keluarga, orang tua, kakak, dan adik-adik, yaitu: Ayahnda Dewa
Nyoman Sengartha (alm), Ibunda Nunung Nurmanih, Dewa Ayu Putu Tuty
Setiarsih (kakak), Dra. Dewa Ayu Komang Setiati (adik), Ir. Dewa Ketut
Dadang Sastrawan, MSc. (adik), dan Drs. Dewa Putu Bagus Supratman, MSc.
FSAI (adik). Tanpa bantuan kalian tidak mungkin penulis menyelesaikan studi
ini.
11.Keluarga besar Jero Lumajang di Tabanan –Bali, khususnya Bapak dan Ibu
mertua, atas semua bantuan moril dan material yang telah diberikan kepada
penulis hingga penulis bisa menyelesaikan studi ini.
12.Semua pihak yang telah membantu penulis, tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Penulis sangat menyadari, disertasi ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan. Karenanya penulis akan merasa sangat bahagia menerima
saran-saran ataupun kritik-kritik konstruktif yang bertujuan untuk menyempurnakan
disertasi ini. Semoga disertasi ini bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Pebruari 2006
xi DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xx
DAFTAR LAMPIRAN ... xxi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 11
1.3. Tujuan Penelitian ... 14
1.4. Manfaat Penelitian ... 14
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian... 15
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Daerah, Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi.. 17
2.2. Model Input-Output Regional ... 19
2.2.1. Pengertian Dasar ... 19
2.2.2. Model Input - Output Daerah Tunggal ... 21
2.2.3. Model Input - Output Multiregional ... 24
2.2.4. Keterbatasan Model Input-Output ... 33
2.3. Penelitian Terkait yang Sudah Dilakukan ... 33
III. KERANGKA TEORI 3.1. Kerangka Teori Pembangunan Ekonomi Regional ... 41
3.1.1. Pertumbuhan Ekomomi Regional ... 41
3.1.2. Pendapatan Regional ... 44
3.1.3. Distribusi Pendapatan ... 48
3.2. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Regional... 54
3.2.1. Teori Ekonomi Klasik ... 55
3.2.2. Teori Harrod-Domar dalam Sistem Ekonomi Regional... 56
3.2.3. Teori Pertumbuhan Neoklasik ... 59
xii
3.2.5. Teori Basis Ekspor Richardson ... 62
3.2.6. Model Pertumbuhan Interregional ... 66
3.2.7. Teori Pusat Pertumbuhan ... 69
3.3. Konsep Pertumbuhan Ekonomi Regional ... 72
3.3.1. Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi Regional ... 73
3.3.2. Pengeluarah Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi Regional... 74
3.3.3. Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi Regional ... 76
3.4. Hipotesis... 80
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Prosedur Penyusunan Tabel Input-Output Multiregional... 81
4.2. Data dan Sumber Data ... 88
4.3. Konstruksi Tabel Input-Output Multiregional Tahun 2000 ... 88
4.4. Metode Analisis ... 89
4.4.1. Analisis Deskriptif ... 89
4.4.2. Analisis Keterkaitan ... 95
4.4.3. Analisis Dampak ... 100
4.4.4. Metode Penetapan Sektor Unggulan ... 102
V. PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA 5.1. Undang-undang Pemerintahan Daerah di Indonesia ... 104
5.2. Pelaksanaan Otonomi Daerah Masa Pemerintahan Orde Baru.... 108
5.3. Pelaksanaan Otonomi Daerah Pasca Pemerintahan Orde Baru... 111
5.3.1. Pelaksanaan Otonomi Daerah Tahun 1999- 2004 ... 111
5.3.2. Pelaksanaan Otonomi Daerah Tahun 2005... 118
VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN PROPINSI TERKAIT 6.1. Struktur Perekonomian Propinsi Jawa Timur ... 124
6.1.1. Analisis Permintaan dan Penawaran... 124
6.1.2. Struktur Output... 126
xiii
6.1.4. Struktur Permintaan Akhir... 129
6.1.5. Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan... 130
6.1.6. Perdagangan Propinsi Jawa Timur ... 134
6.2. Struktur Perekonomian Propinsi Bali ... 139
6.2.1. Analisis Permintaan dan Penawaran... 139
6.2.2. Struktur Output... 141
6.2.3. Struktur Nilai Tambah Bruto... 142
6.2.4. Struktur Permintaan Akhir... 144
6.2.5. Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan... 145
6.2.6. Perdagangan Propinsi Bali ... 149
6.3. Struktur Perekonomian Propinsi Nusa Tenggara Barat... 154
6.3.1. Analisis Permintaan dan Penawaran... 154
6.3.2. Struktur Output... 156
6.3.3. Struktur Nilai Tambah Bruto... 157
6.3.4. Struktur Permintaan Akhir... 159
6.3.5. Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan... 161
6.3.6. Perdagangan Propinsi Nusa Tenggara Barat ... 164
6.4. Komparasi Struktur Perekonomian dan Perdagangan ... 169
VII. PERANAN SEKTOR UNGGULAN 7.1. Pemilihan Sektor Unggulan Di Masing-masing Propinsi ... 175
7.2. Dampak Pertumbuhan Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau di Propinsi Jawa Timur ... 176
7.2.1. Dampak Terhadap Pertumbuhan Output... 177
7.2.2. Dampak Terhadap Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto .... 179
7.2.3. Dampak Terhadap Pertumbuhan Tenaga Kerja... 181
7.3. Dampak Pertumbuhan Sektor Perdagangan di Propinsi Jawa Timur... 184
7.3.1. Dampak Terhadap PertumbuhanOutput... 184
7.3.2. Dampak Terhadap Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto .... 185
xiv
7.4. Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan Restoran di Propinsi
Bali... 191
7.4.1. Dampak Terhadap Pertumbuhan Output... 191
7.4.2. Dampak Terhadap Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto .... 194
7.4.3. Dampak Terhadap Pertumbuhan Tenaga Kerja... 196
7.5. Dampak Pertumbuhan Sektor Peternakan dan Hasilnya di Propinsi Bali ... 198
7.5.1. Dampak Terhadap Pertumbuhan Output... 199
7.5.2. Dampak Terhadap Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto .... 201
7.5.3. Dampak Terhadap Pertumbuhan Tenaga Kerja... 203
7.6. Dampak Pertumbuhan Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau di Propinsi Nusa Tenggara Barat ... 206
7.6.1. Dampak Terhadap Pertumbuhan Output... 206
7.6.2. Dampak Terhadap Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto .... 209
7.6.3. Dampak Terhadap Pertumbuhan Tenaga Kerja... 211
7.7. Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan Restoran di Propinsi Nusa Tenggara Barat ... 213
7.7.1. Dampak Terhadap Pertumbuhan Output... 214
7.7.2. Dampak Terhadap Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto .... 216
7.7.3. Dampak Terhadap Pertumbuhan Tenaga Kerja... 218
7.8. Rekapitulasi Simulasi Dampak ... 220
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan ... 225
8.2. Saran... 231
DAFTAR PUSTAKA ... 234
xv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. PDRB per Kapita Propinsi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Indonesia per Kapita Tahun 1999-2003, Atas Dasar Harga
Konstan Tahun 1993 ... 4
2. PDRB Bali Menurut Lapangan Usaha Tahun 1999- 2003, Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993... 5
3. PDRB Jawa Timur Menurut Lapangan Usaha Tahun 1999- 2003, Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993,... 6
4. PDRB Nusa Tenggara Barat Menurut Lapangan Usaha Tahun 1999- 2003, Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993,... 9
5. Distribusi PDRB Riil Propinsi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat Tahun 2003, Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 ... 10
6. Tabel Input-Output Daerah Tunggal... 22
7. Tabel Input-Output Multiregional yang Disederhanakan ... 25
8. Kerangka Tabel I-O Multiregional Indonesia ... 90
9. Klasifikasi Sektor Tabel I-O Multiregional Indonesia... 94
10. Kriteria Pembobotan untuk Menentukan Sektor Unggulan ... 103
11. Lima Sektor di Jawa Timur dengan Nilai Permintaan dan Penawaran Terbesar ... 125
12. Lima Sektor Terbesar Menurut Peringkat Output di Jawa Timur... 126
13. Lima Sektor Terbesar Menurut Nilai Tambah Bruto di Jawa Timur... 128
14. Komposisi Nilai Tambah Bruto Menurut Komponennya di Jawa Timur ……….. 129
15. Struktur Permintaan Akhir di Jawa Timur... 130
16. Sektor yang Memiliki Daya Penyebaran Tinggi di Propinsi Jawa Timur ... 132
xvi
18. Lima Sektor dengan Nilai Impor, Ekspor, Surplus, dan Defisit
Terbesar dalam Perdagangan Propinsi Jawa Timur…..……….. 136
19. Ekspor Barang dan Jasa dari Jawa Timur ke Propinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, Rest Of Indonesia, dan Luar Negeri ... 137
20. Nilai Impor Barang dan Jasa Jawa Timur Berdasarkan Asal Impor ... 139
21. Lima Sektor dengan Nilai Permintaan dan Penawaran Terbesar di Bali 140 22. Lima Sektor Terbesar Menurut Peringkat Output di Bali ... 142
23. Lima Sektor Terbesar Menurut Nilai Tambah Bruto di Bali ... 143
24. Komposisi Nilai Tambah Bruto Menurut Komponennya di Bali ... 143
25. Struktur Permintaan Akhir Propinsi Bali ... 144
26. Sektor-sektor di Bali yang Memiliki Daya Penyebaran Tinggi... 147
27. Sektor-sektor di Bali yang Memeiliki Derajat Kepekaan Tinggi ... 148
28. Lima Sektor dengan Nilai Impor, Ekspor, Surplus, dan Defisit Terbesar dalam Perdagangan Propinsi Bali ... 151
29. Ekspor Barang dan Jasa dari Bali ke Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Rest Of Indonesia, dan Luar Negeri ... 152
30. Nilai Impor Barang dan Jasa Bali Berdasarkan Asal Impor ... 154
31. Lima Sektor di Nusa Tenggara Barat dengan Nilai Permintaan dan Penawaran Terbesar ... 155
32. Lima Sektor Terbesar Menurut Peringkat Output di Propinsi Nusa Tenggara Barat ... 157
33. Lima Sektor Terbesar Menurut Nilai Tambah Bruto di Propinsi Nusa Tenggara Barat ... 158
34. Komposisi Nilai Tambah Bruto Menurut Komponennya di Propinsi Nusa Tenggara Barat ... 159
xvii
36. Sektor Produksi yang Memiliki Daya Penyebaran Tinggi di Propinsi
Nusa Tenggara Barat ... 162
37. Sektor Produksi yang Memiliki Derajat Kepekaan Tinggi di Propinsi
Nusa Tenggara Barat... 163
38. Lima Sektor dengan Nilai Impor, Ekspor, Surplus, dan Defisit
Terbesar dalam Perdagangan Nusa Tenggara Barat ... 166
39. Ekspor Barang dan Jasa dari Nusa Tenggara Barat ke Propinsi Bali,
Nusa Tenggara Barat, Rest Of Indonesia dan Luar Negeri ... 167 40. Nilai Impor Barang dan Jasa Propinsi Nusa Tenggara Barat
Berdasarkan Asal Impor ... 169
41. Komparasi Nilai Output, Nilai Tambah Bruto, dan Tenaga Kerja di
Propinsi Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat ... 170
42. Komparasi Perdagangan Propinsi Jawa Timur, Bali dan Nusa
Tenggara Barat ... 171
43. Nilai Ekspor dan Impor Propinsi Jawa Timur ke Propinsi Bali, Nusa
Tenggara Barat, Rest of Indonesia, Domestik, dan Luar Negeri... 172 44. Nilai Ekspor dan Impor Propinsi Bali ke Propinsi Jawa Timur, Nusa
Tenggara Barat, Rest of Indonesia, Domestik, dan Luar Negeri... 173 45. Nilai Ekspor dan Impor Propinsi Nusa Tenggara Barat ke Jawa Timur,
Bali, Rest of Indonesia, Domestik, dan Luar Negeri... 174 46. Nilai Komulatif Setelah Pembobotan Pada Sektor Unggulan ... 176
47. Dampak Pertumbuhan Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau di Propinsi Jawa Timur Sebesar 2,81 Persen, Terhadap Pertumbuhan Output di Propinsi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara
Barat, dan Rest of Indonesia ……….. 178
48. Dampak Pertumbuhan Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau di Propinsi Jawa Timur Sebesar 2.81 Persen, Terhadap Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto di Propinsi Jawa Timur, Bali, Nusa
Tenggara Barat, dan Rest of Indonesia ………. 180
49. Dampak Pertumbuhan Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau di Propinsi Jawa Timur Sebesar 2.81 Persen, Terhadap Pertumbuhan Kebutuhan Tenaga Kerja di Propinsi Jawa Timur, Bali,
xviii
50. Dampak Pertumbuhan Sektor Perdagangan di Propinsi Jawa Timur Sebesar 8.09 Persen, Terhadap Pertumbuhan Output di Propinsi Jawa
Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Rest of Indonesia ……… 186 51. Dampak Pertumbuhan Sektor Perdagangan di Propinsi Jawa Timur
Sebesar 8.09 Persen, Terhadap Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto di Propinsi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Rest of
Indonesia ………...…… 187
52. Dampak Pertumbuhan Sektor Perdagangan di Propinsi Jawa Timur Sebesar 8.09 Persen, Terhadap Pertumbuhan Kebutuhan Tenaga Kerja di Propinsi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Rest of
Indonesia ………...… 190
53. Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan restoran di Propinsi Bali Sebesar 2.93 Persen, Terhadap Pertumbuhan Output di Propinsi Jawa
Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Rest of Indonesia ……... 192 54. Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan Restoran di Propinsi Bali
Sebesar 2.93 Persen, Terhadap Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto di Propinsi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Rest of
Indonesia ………... 195
55. Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan Restoran di Propinsi Bali Sebesar 2.93 Persen, Terhadap Pertumbuhan Kebutuhan Tenaga Kerja di Propinsi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Rest of
Indonesia……… 197
56. Dampak Pertumbuhan Sektor Peternakan dan Hasilnya di Propinsi Bali Sebesar 5.12 Persen, Terhadap Pertumbuhan Output di Propinsi
Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Rest of Indonesia ……. 200 57. Dampak Pertumbuhan Sektor Peternakan dan Hasilnya di Propinsi
Bali Sebesar 5.12 Persen, Terhadap Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto di Propinsi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Rest of
Indonesia……… 202
58. Dampak Pertumbuhan Sektor Peternakan dan Hasilnya di Propinsi Bali Sebesar 5.12 Persen, Terhadap Pertumbuhan Kebutuhan Tenaga Kerja di Propinsi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Rest of
Indonesia……… 204
59. Dampak Pertumbuhan Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau di Propinsi Nusa Tenggara Barat Sebesar 6.49 Persen, Terhadap Pertumbuhan Output di Propinsi Jawa Timur, Bali, Nusa
xix
60. Dampak Pertumbuhan Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau di Propinsi Nusa Tenggara Barat Sebesar 6.49 Persen, Terhadap Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto di Propinsi Jawa Timur,
Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Rest of Indonesia ……… 210 61. Dampak Pertumbuhan Sektor Industri Makanan, Minuman, dan
Tembakau di Propinsi Nusa Tenggara Barat Sebesar 6.49 Persen, Terhadap Pertumbuhan Kebutuhan Tenaga Kerja di Propinsi Jawa
Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Rest of Indonesia ……… 212 62. Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan Restoran di Propinsi Nusa
Tenggara Barat Sebesar 6.61 Persen, Terhadap Pertumbuhan Output di Propinsi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Rest of
Indonesia ………... 214
63. Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan Restoran di Propinsi Nusa Tenggara Barat Sebesar 6.16 Persen, Terhadap Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto di Propinsi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat,
dan Rest of Indonesia ……… 217
64. Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan Restoran di Propinsi Nusa Tenggara Barat Sebesar 6.16 Persen, Terhadap Pertumbuhan Kebutuhan Tenaga Kerja di Propinsi Jawa Timur, Bali, Nusa
Tenggara Barat, dan Rest of Indonesia... 219 65. Rekapitulasi Simulasi Dampak Pertumbuhan Sektor Makanan,
Minuman, dan Tembakau dan Sektor Perdagangan di Propinsi Jawa Timur... 221
66. Rekapitulasi Simulasi Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan
Restoran, dan Sektor Peternakan dan Hasilnya di Propinsi Bali... 222
xx
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Distribusi Pendapatan Fungsional, Distribusi Pendapatan Personal, dan Golongan Penduduk Pedesaan di Indonesia ………... 52
2. Dampak Injeksi Investasi pada Peningkatan Ekspor dan Impor
…... 75
3. Analisis Parsial Perdagangan Antar Wilayah………... 79
4. Diagram Alur Penyusunan Tabel I-O Multiregional Indonesia Tahun
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Struktur Permintaan dan Penawaran Propinsi Jawa Timur ... 240
2. Nilai Tambah Sektor Produksi Jawa Timur ... 242
3. Indeks Daya Penyebaran dan Indeks Derajat Kepekaan Sektor-sektor Produksi di Propinsi Jawa Timur ... 244
4. Struktur Perdagangan (Ekspor dan Impor) Propinsi Jawa Timur ... 245
5. Struktur Impor Jawa Timur Berdasarkan Asal Impor ... 247
6. Struktur Permintaan dan Penawaran Propinsi Bali ... 249
7. Nilai Tambah Sektor Produksi di Propinsi Bali ... 251 8. Indeks Daya Penyebaran dan Indeks Derajat Kepekaan Sektor-sektor Produksi di Propinsi Bali ... 253 9. Struktur Perdagangan (Ekspor dan Impor) Propinsi Bali ... 254
10. Struktur Impor Propinsi Bali Berdasarkan Asal Impor ... 256
11. Struktur Permintaan dan Penawaran Propinsi Nusa Tenggara Barat ... 258
12. Nilai Tambah Sektor Produksi Nusa Tenggara Barat ... 260
13. Indeks Daya Penyebaran dan Indeks Derajat Kepekaan Sektor-sektor Produksi di Propinsi Nusa Tenggara Barat ... 262 14. Struktur Perdagangan (Ekspor dan Impor) Nusa Tenggara Barat ... 263
15. Struktur Impor Nusa Tenggara Barat Berdasarkan Asal Impor ... 265
16. Dampak Pertumbuhan Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau di Propinsi Jawa Timur Sebesar 2.81 Persen Terhadap Pertumbuhan Output di Jawa Timur... 267
xxii
18. Dampak Pertumbuhan Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau di Propinsi Jawa Timur Sebesar 2.81 Persen Terhadap
Pertumbuhan Output di Nusa Tenggara Barat ... 269
19. Dampak Pertumbuhan Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau di Propinsi Jawa Timur Sebesar 2.81 Persen Terhadap
Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto di Jawa Timur ... 270
20. Dampak Pertumbuhan Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau di Propinsi Jawa Timur Sebesar 2.81 Persen Terhadap
Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto di Bali ... 271
21. Dampak Pertumbuhan Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau di Propinsi Jawa Timur Sebesar 2.81 Persen Terhadap
Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto di Nusa Tenggara Barat ... 272
22. Dampak Pertumbuhan Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau di Propinsi Jawa Timur Sebesar 2.81 Persen Terhadap
Pertumbuhan Tenaga Kerja di Jawa Timur ... 273
23. Dampak Pertumbuhan Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau di Propinsi Jawa Timur Sebesar 2.81 Persen Terhadap
Pertumbuhan Tenaga Kerja di Bali ... 274
24. Dampak Pertumbuhan Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau di Propinsi Jawa Timur Sebesar 2.81 Persen Terhadap
Pertumbuhan Tenaga Kerja di Nusa Tenggara Barat ... 275
25. Dampak Pertumbuhan Sektor Perdagangan di Propinsi Jawa Timur
Sebesar 8.09 Persen Terhadap Pertumbuhan Output di Jawa Timur .... 276
26. Dampak Pertumbuhan Sektor Perdagangan di Propinsi Jawa Timur
Sebesar 8.09 Persen Terhadap Pertumbuhan Output di Bali ... 277
27. Dampak Pertumbuhan Sektor Perdagangan di Propinsi Jawa Timur Sebesar 8.09 Persen Terhadap Pertumbuhan Output di Nusa
Tenggara Barat ... 278
28. Dampak Pertumbuhan Sektor Perdagangan di Propinsi Jawa Timur Sebesar 8.09 Persen Terhadap Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto di
Jawa Timur ... 279
29. Dampak Pertumbuhan Sektor Perdagangan di Propinsi Jawa Timur Sebesar 8.09 Persen Terhadap Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto di
xxiii
30. Dampak Pertumbuhan Sektor Perdagangan di Propinsi Jawa Timur Sebesar 8.09 Persen Terhadap Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto di
Nusa Tenggara Barat ... 281
31. Dampak Pertumbuhan Sektor Perdagangan di Propinsi Jawa Timur Sebesar 8.09 Persen Terhadap Pertumbuhan Nilai Tenaga Kerja di
Jawa Timur ... 282
32. Dampak Pertumbuhan Sektor Perdagangan di Propinsi Jawa Timur
Sebesar 8.09 Persen Terhadap Pertumbuhan Tenaga Kerja di Bali ... 283
33. Dampak Pertumbuhan Sektor Perdagangan di Propinsi Jawa Timur Sebesar 8.09 Persen Terhadap Pertumbuhan Tenaga Kerja di Nusa
Tenggara Barat ... 284
34. Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan Restoran di Propinsi Bali
Sebesar 2.93 Persen Terhadap Pertumbuhan Output di Jawa Timur .... 285
35. Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan Restoran di Propinsi Bali
Sebesar 2.93 Persen Terhadap Pertumbuhan Output di Bali ... 286
36 Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan Restoran di Propinsi Bali Sebesar 2.93 Persen Terhadap Pertumbuhan Output di Nusa Tenggara Barat ... 287
37. Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan Restoran di Propinsi Bali Sebesar 2.93 Persen Terhadap Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto di
Jawa Timur ... 288
38. Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan Restoran di Propinsi Bali Sebesar 2.93 Persen Terhadap Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto di
Bali ... 289
39. Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan Restoran di Propinsi Bali Sebesar 2.93 Persen Terhadap Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto di
Nusa Tenggara Barat ... 290
40. Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan Restoran di Propinsi Bali Sebesar 2.93 Persen Terhadap Pertumbuhan Tenaga Kerja di Jawa
Timur ... 291
41. Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan Restoran di Propinsi Bali
xxiv
42. Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan Restoran di Propinsi Bali Sebesar 2.93 Persen Terhadap Pertumbuhan Tenaga Kerja di Nusa
Tenggara Barat... 293
43. Dampak Pertumbuhan Sektor Peternakan dan Hasilnya di Propinsi Bali Sebesar 5.12 Persen Terhadap Pertumbuhan Output di Jawa
Timur ... 294
44. Dampak Pertumbuhan Sektor Peternakan dan Hasilnya di Propinsi
Bali Sebesar 5.12 Persen Terhadap Pertumbuhan Output di Bali ... 295
45. Dampak Pertumbuhan Sektor Peternakan dan Hasilnya di Propinsi Bali Sebesar 5.12 Persen Terhadap Pertumbuhan Output di Nusa
Tenggara Barat ... 296
46. Dampak Pertumbuhan Peternakan dan Hasilnya di Propinsi Bali Sebesar 5.12 Persen Terhadap Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto di
Jawa Timur ... 297
47. Dampak Pertumbuhan Sektor Peternakan dan Hasilnya di Propinsi Bali Sebesar 5.12 Persen Terhadap Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto di Bali ... 298
48. Dampak Pertumbuhan Sektor Peternakan dan Hasilnya di Propinsi Bali Sebesar 5.12 Persen Terhadap Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto di Nusa Tenggara Barat ... 299
49. Dampak Pertumbuhan Sektor Peternakan dan Hasilnya di Propinsi Bali Sebesar 5.12 Persen Terhadap Pertumbuhan Tenaga Kerja di
Jawa Timur ... 300
50. Dampak Pertumbuhan Sektor Peternakan dan Hasilnya di Propinsi
Bali Sebesar 5.12 Persen Terhadap Pertumbuhan Tenaga Kerja di Bali 301
51. Dampak Pertumbuhan Sektor Peternakan dan Hasilnya di Propinsi Bali Sebesar 5.12 Persen Terhadap Pertumbuhan Tenaga Kerja di
Nusa Tenggara Barat ... 302
52. Dampak Pertumbuhan Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau di Propinsi Nusa Tenggara Barat Sebesar 6.49 Persen
Terhadap Pertumbuhan Output di Jawa Timur ... 303
53. Dampak Pertumbuhan Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau di Propinsi Nusa Tenggara Barat Sebesar 6.49 Persen
xxv
54. Dampak Pertumbuhan Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau di Propinsi Nusa Tenggara Barat Sebesar 6.49 Persen
Terhadap Pertumbuhan Output di Nusa Tenggara Barat ... 305
55. Dampak Pertumbuhan Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau di Propinsi Nusa Tenggara Barat Sebesar 6.49 Persen
Terhadap Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto di Jawa Timur ... 306
56. Dampak Pertumbuhan Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau di Propinsi Nusa Tenggara Barat Sebesar 6.49 Persen
Terhadap Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto di Bali ... 307
57. Dampak Pertumbuhan Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau di Propinsi Nusa Tenggara Barat Sebesar 6.49 Persen
Terhadap Pertumbuhan Nilai Tambah Bruto di Nusa Tenggara Barat 308
58. Dampak Pertumbuhan Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau di Propinsi Nusa Tenggara Barat Sebesar 6.49 Persen
Terhadap Pertumbuhan Tenaga Kerja di Jawa Timur ... 309
59. Dampak Pertumbuhan Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau di Propinsi Nusa Tenggara Barat Sebesar 6.49 Persen
Terhadap Pertumbuhan Tenaga Kerja di Bali ... 310
60. Dampak Pertumbuhan Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau di Propinsi Nusa Tenggara Barat Sebesar 6.49 Persen
Terhadap Pertumbuhan Tenaga Kerja di Nusa Tenggara Barat ... 311
61. Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan Restoran di Propinsi Nusa Tenggara Barat Sebesar 6.16 Persen Terhadap Pertumbuhan Output di Jawa Timur ... 312
62. Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan Restoran di Propinsi Nusa Tenggara Barat Sebesar 6.49 Persen Terhadap Pertumbuhan Output di Bali... 313
63. Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan Restoran di Propinsi Nusa Tenggara Barat Sebesar 6.49 Persen Terhadap Pertumbuhan Output di Nusa Tenggara Barat ... 314
64. Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan Restoran di Propinsi Nusa Tenggara Barat Sebesar 6.16 Persen Terhadap Pertumbuhan Nilai
xxvi
65. Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan Restoran di Propinsi Nusa Tenggara Barat Sebesar 6.49 Persen Terhadap Pertumbuhan Nilai
Tambah Bruto di Bali ... 316
66. Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan Restoran di Propinsi Nusa Tenggara Barat Sebesar 6.49 Persen Terhadap Pertumbuhan Nilai
Tambah Bruto di Nusa Tenggara Barat ... 317
67. Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan Restoran di Propinsi Nusa Tenggara Barat Sebesar 6.16 Persen Terhadap Pertumbuhan Tenaga
Kerja di Jawa Timur ... 318
68. Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan Restoran di Propinsi Nusa Tenggara Barat Sebesar 6.49 Persen Terhadap Pertumbuhan Tenaga
Kerja di Bali ... 319
69. Dampak Pertumbuhan Sektor Hotel dan Restoran di Propinsi Nusa Tenggara Barat Sebesar 6.49 Persen Terhadap Pertumbuhan Tenaga
Kerja di Nusa Tenggara Barat ... 320
70. Multiplier Output di Propinsi Jawa Timur, Bali, NTB, dan Rest of
Indonesia ... 321
71. Multiplier Nilai Tambah Bruto di Propinsi Jawa Timur, Bali, NTB,
dan Rest of Indonesia ... 322
72. Multiplier Tenaga Kerja di Propinsi Jawa Timur, Bali, NTB, dan Rest of Indonesia ... 323
73. Pembobotan Sektor Produksi di Propinsi Jawa Timur... 324
74. Pembobotan Sektor Produksi di Propinsi Bali... 326
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara
kepulauan yang tergolong luas dan teridiri atas pulau-pulau besar dan kecil yang
jumlahnya kurang lebih 13.000 pulau. Wilayah Indonesia membentang dari ujung
barat pulau Sumatera ke ujung Timur Papua sepanjang 5000 km memiliki
keragaman wilayah baik dari segi sumberdaya fisik, sosial, ekonomi, maupun
kultural. Seluruh wilayah NKRI saat ini terbagi menjadi 30 propinsi (jumlah
propinsi pada tahun 2000). Kendati berada dalam satu ‘atap’ NKRI,
propinsi-propinsi di Indonesia masih menghadapi masalah disparitas yang cukup tinggi.
Garcia dan Soelistianingsih (1998) yang melakukan studi pertumbuhan
ekonomi seluruh propinsi-propinsi yang ada di Indonesia selama 10 tahun (tahun
1983-1993) menemukan bahwa propinsi dengan pertumbuhan PDRB per kapita
tertinggi didominasi oleh propinsi-propinsi yang ada di wilayah Indonesia bagian
barat, khususnya propinsi yang ada di Pulau Jawa dan Bali. Dalam kurun waktu
tersebut di atas, rata-rata pertumbuhan PDRB per kapita untuk seluruh propinsi di
Indonesia mencapai 4.8 persen. Propinsi Bali menunjukkan pertumbuhan PDRB
per kapita tertinggi, yaitu 7.5 persen. Seluruh propinsi yang ada di Pulau Jawa
seperti Daerah Khusus Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Khusus
Yogyakarta, dan Jawa Timur semuanya tumbuh di atas rata-rata PDRB
Indonesia. Sedangkan pertumbuhan PDRB per kapita terendah terjadi di Propinsi
Kalimantan Timur yang hanya tumbuh sebesar 0.4 persen.
Sejak tahun 2001, dengan diberlakukannya UU No.22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, dan UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah ( sekarang kedua UU di atas sudah
diganti dengan UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004), maka
pemerintah-pemerintah daerah di Indonesia memiliki kewenangan yang
seluas-luasnya dalam pelaksanaan pemerintahan dan pengaturan keuangan daerahnya
masing-masing. Dengan demikian, pertumbuhan daerah diharapkan menjadi lebih
Studi tentang disparitas atau ketimpangan pembangunan antar wilayah di
Indonesia, seperti wilayah Indonesia bagian barat (WIB) dengan wilayah
Indonesia bagian timur (WIT), atau disparitas pembangunan antara Jawa dengan
luar Jawa oleh beberapa sudah dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti Hidayat
(1991), Sutomo (1995), Wuryanto (1996), dan Setia Hadi (2001). Sedangkan
kajian ekonomi regional yang melibatkan lebih dari dua wilayah (multiregional)
masih sangat sedikit dilakukan. Hal ini disebabkan karena ketersediaan data
penunjang sangat terbatas. Padahal, pada kajian multi regional dapat dilakukan
analisis komparatif struktur ekonomi antar wilayah, menganalisis keterkaitan dan
perdagangan antar wilayah, dan menganalisis dampak pertumbuhan suatu
wilayah terhadap wilayah lainnya di Indonesia.
Tiga propinsi di Indonesia dipilih untuk studi ini, yaitu Bali, Nusa
Tenggara Barat dan Jawa Timur; sedangkan propinsi-propinsi lainnya di
Indonesia akan digabungkan menjadi satu wilayah sisa (rest of Indonesia). Alasan
terpilihnya ketiga wilayah sebagai lokasi penelitian ini adalah :
1. Masing-masing propinsi memiliki karakteristik ekonomi yang berbeda.
Berdasarkan data PDRB masing-masing propinsi, dimana sektor perekonomian
diklasifikasikan berdasarkan pada klasifikasi lapangan usaha Indonsia, PDRB
propinsi Bali didominasi oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran (salah
satu sektor pendukung industri pariwisata di Bali), PDRB propinsi Jawa Timur
didominasi oleh sektor industri pengolahan, dan PDRB propinsi Nusa
Tenggara Barat didominasi oleh sektor pertambangan dan penggalian.
2. Propinsi Jawa Timur merupakan propinsi yang besar (dari segi geografis dan
kemampuan finansial daerah) sehingga keterkaitannya dengan propinsi lain
yang lebih kecil (juga dari segi geografis dan kemampuan finansial) seperti
propinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat, berdasarkan teori pusat pertumbuhan
(growth pole theory) akan menjadi menarik untuk dikaji.
3. Ketiga propinsi di atas, sebagai propinsi yang bedekatan satu sama lain,
logikanya akan terjadi saling pengaruh yang kuat antar propinsi yang satu
dengan propinsi lainnya, sehingga akan terjadi pula keterkaitan ekonomi yang
Propinsi Bali adalah salah satu dari 30 propinsi yang ada di Indonesia,
merupakan propinsi yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi
dalam tiga dekade terakhir ini. Dalam lima tahun terakhir ini, periode waktu
1999-2003, rata-rata PDRB per kapita untuk propinsi Bali sebesar Rp. 2 447 986
masih berada di atas rata-rata PDB yang besarnya Rp. 1 975 625. Bahkan masih
lebih tinggi jika dibandingkan dengan dua propinsi yang terdekat yaitu propinsi
Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat. Data selengkapnya mengenai PDRB per
kapita propinsi Bali, Jawa Timur. Nusa Tenggara Barat dan PDB per kapita
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Perekonomian Bali sangat mengandalkan kinerja industri pariwisata,
walau sangat rentan terhadap isu politik yang terjadi di dalam negeri maupun di
luar negeri. Pembangunan Propinsi Bali diarahkan pada pembangunan bidang
ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian dalam arti luas, pengembangan
sektor pariwisata dengan karakter budaya dan agama setempat
(sosio-kultural-religius), serta sektor industri (kecil dan menengah) dan kerajinan terutama yang
berkaitan dengan sektor pertanian dan pariwisata (Pemerintah Propinsi Bali,
2001).
Struktur perekonomian Bali, sebagaimana disajikan pada Tabel 2, tidak
mengalami perubahan yang signifikan dalam lima tahun terakhir. Dengan
dukungan industri pariwisata telah menyebabkan kelompok sektor jasa-jasa
(tersier) memberikan share nilai tambah yang sangat dominan terhadap pembentukan PDRB Propinsi Bali. Pada tahun 1999 kontribusi kelompok sektor
tersier ini mencapai 65.49 persen, sedangkan pada tahun 2003 terjadi penurunan
kontribusi sekitar 0.46 persen sehingga kontribusinya menjadi 64.93 persen.
Penurunan kelompok sektor ini disebabkan karena terjadi penurunan pada
kelompok sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1.39 persen yang
diakibatkan oleh lesunya industri pariwisata di Bali.
Sumbangan kelompok sektor primer (pertanian dan pertambangan) pada
lima tahun terakhir juga mengalami sedikit penurunan. Pada tahun 1999, sektor
primer menyumbang sebesar 20.26 persen pada PDRB Propinsi Bali dan pada
Tabel 1. PDRB per Kapita Propinsi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Indonesia per Kapita Tahun 1999- 2003, Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993
PDRB ( Rp) Tahun
Jawa Timur Bali NTB Indonesia
1999 1 606 242 2 364 761 902 555 1 893 664
2000 1 635 406 2 387 842 1 091 968 1 933 592
2001 16 787 70 2 437 904 1 169 389 1 970 751
2002 1 724 759 2 483 231 1 191 570 2.012.894
2003 1 791 846 2 566 190 1 215 315 2 067 225
Rata-rata 1 689 205 2 447 986 1 114 159 1 975 625
Sedangkan kelompok sektor sekunder ( sektor industri pengolahan, sektor listrik,
gas dan air bersih, dan sektor bangunan) pada tahun 1999 memberikan kontribusi
sebesar 14.42 persen pada PDRB Bali dan pada tahun 2003 meningkat sebesar
0.55 persen sehingga menjadi 14.97 persen.
Kalau kita amati PDRB Bali tahun 2003, tiga sektor produksi yang
memberikan sumbangan atau kontribusi paling tinggi secara berturut-turut,
adalah: (1) sektor perdagangan, hotel, dan restoran memberikan share terbesar (30.26 persen), (2) sektor pertanian (19.37 persen) dan (3) sektor jasa-jasa (14.98).
Struktur ekonomi propinsi Bali seperti ini tidak mengalami perubahan dalam
waktu lima tahun terakhir ini. Pertumbuhan ekonomi propinsi Bali yang sempat
tumbuh negatif sebesar (-) 4.04 persen pada tahun 1998 (pasca krisis ekonomi
nasional), pada tahun 2003 telah tumbuh sebesar 3.65 persen. Dalam empat tahun
terkhir, tahun 2000-2003, PDRB Bali tumbuh di atas 3 persen per tahun (lihat
Tabel 2) walaupun pertumbuhan ekonomi Bali masih di bawah pertumbuhan
ekonomi nasional yang mencapai rata-rata empat persen dalam empat tahun
terakhir.
Sedangkan propinsi Jawa Timur yang berada di sebelah barat propinsi
Bali, yang secara goegrafis maupun jumlah peduduk jauh lebih besar dari propinsi
Bali, memiliki pendapatan per kapita (PDRB per kapita) rata-rata sebesar Rp. 1
perkapita nasional yang mencapai Rp.1 975 625, sebagaimana disajikan pada
Tabel 1. Sedangkan pada tahun 2003, PDRB Jawa Timur per kapita besarnya
Rp. 1 791 846 bandingkan dengan PDB (Indonesia) per kapita sebesar Rp.2 067
225. PDRB Jawa Timur tahun 2003 (atas dasar harga konstan tahun 1993)
besarnya 63.2 triliun rupiah atau tumbuh sebesar 4.11 persen dari tahun
sebelumnya. Pertumbuhan PDRB Jawa Timur ini hampir menyamai pertumbuhan
PDB nasional yang besarnya mencapai 4.15 persen.
Tabel 2. PDRB Bali Menurut Lapangan Usaha Tahun 1999-2003, Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993
PDRB (Juta Rp)
No. Klasifikasi Lapangan
Usaha
1999 2000 2001 2002 2003
1 Pertanian 1 423 941
2 Pertambangan dan
Penggalian
3 Industri Pengolahan 614 832
(8.42)
6 Perdagangan, Hotel,
dan Restoran
7 Pengangkutan dan
Komunikasi
Pertumbuhan PDRB (%) 0.67 3.05 3.39 3.14 3.65
Struktur ekonomi propinsi Jawa Timur sedikit berbeda dengan struktur
ekonomi Bali. Di Bali sektor industri pengolahan hanya memberikan kontribusi
(share) sebesar 8 persen dan menduduki peringkat kelima, tetapi di Jawa Timur kontribusi terbesar pada PDRB Jawa Timur justru disumbangkan oleh sektor
industri pengolahan. Dalam lima tahun terakhir, rata-rata kontribusi sektor
industri pengolahan mencapai angka 26.23 persen. Kontribusi sektor ini
menunjukkan penurunan dalam waktu lima tahun terakhir. Pada tahun 1999
kontribusi (share) sektor industri pengolahan mencapai 27.41 persen, dan kemudian kontribusinya terus menurun sehingga tinggal 24.93 persen pada tahun
2003, sebagaimana di sajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. PDRB Jawa Timur Menurut Lapangan Usaha Tahun 1999-2003, Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993
PDRB (Juta Rp) No. Klasifikasi Lapangan
Usaha
1999 2000 2001 2002 2003
1 Pertanian 10 056
2 Pertambangan dan Penggalian 3 Industri Pengolahan 15 096119
(27.41) 6 Perdagangan ,Hotel,
dan Restoran 7 Pengangkutan dan
Komunikasi
Walaupun kontribusinya menurun, sektor ini masih menjadi penyumbang
terbesar untuk PDRB Jawa Timur pada tahun 2003.
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran menduduki tempat kedua setelah
industri pengolahan. Kontribusi sektor ini menununjukkan peningkatan yang
cukup signifikan dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 1999 sektor ini
memberikan kontribusi (share) sebesar 20.71 pada PDRB Jawa Timur dan meningkat sebesar 2 .82 persen pada tahun 2003 sehingga menjadi 23.53 persen.
Urutan tiga besar ditempati oleh sektor pertanian yang memberikan
kontribusi (share) sebesar 16.91 persen pada PDRB Jawa Timur tahun 2003. Kontribusi sektor pertanian dalam lima tahun terakhir terus menunjukkan
penurunan, dari semula 18.26 persen pada tahun 1999 menjadi 16.91 persen pada
tahun 2003, atau kontribusi sektor ini menurun sebesar 1.35 persen dalam lima
tahun terakhir.
Kalau sektor produksi ini dikelompokkan menjadi kelompok sektor
primer, kelompok sektor sekunder, dan kelompok sektor tersier, maka dapat
dilihat kelompok sektor tersier (jasa-jasa) masih mendominasi perekonomian
Jawa Timur dengan memberikan kontribusi sebesar 49.10 persen pada PDRB
Jawa Timur pada tahun 2003. Pangsa kelompok sektor tersier ini terus
menunjukkan peningkatan sepanjang lima tahun terkhir. Pada tahun 1999,
kelompok sektor ini memberikan kontribusi sebesar 45.62 persen. Dengan
demikian, kontribusi kelompok sektor ini meningkat sebesar 3.48 persen dalam
lima tahun terakhir.
Selanjutnya, kelompok sektor sekunder (sektor industri pengolahan, sektor
listrik, gas, dan air bersih, dan sektor bangunan) memberikan andil yang cukup
besar pada PDRB Jawa Timur, dengan memberikan kontribusi sebesar 32.15
persen pada tahun 2003. Hanya saja kontribusi sektor ini menunjukkan penurunan
sebesar (-)2.45 persen dalam lima tahun terakhir. Penurunan kontribusi juga
terjadi pada kelompok sektor primer (pertanian dan pertambangan) sebesar (-)0.94
persen dalam lima tahun terakhir. Kontribusi kelompok sektor primer besarnya
Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah salah satu propinsi yang ada
di Indonesia, terletak di sebelah timur propinsi Bali. Struktur ekonomi propinsi
Nusa Tenggara Barat juga memiliki karakteristik yang berbeda dengan struktur
ekonomi propinsi Bali dan Jawa Timur, dimana PDRB propinsi NTB sangat
tergantung pada kelompok sektor primer, yaitu sektor pertanian dan sektor
pertambangan dan penggalian. Berdasarkan PDRB NTB tahun 2003 (atas dasar
harga konstan tahun 2003), kelompok sektor primer memberikan kontribusi
(share) terbesar terhadap perekonomian NTB, yaitu mencapai 52.88 persen. Sedangkan kelompok sektor tersier (jasa-jasa) memberikan sumbangan sebesar
36.08 persen pada PDRB propinsi NTB tahun 2003, dan kelompok sektor
sekunder hanya memberikan kontribusi sebesar 10 .58 persen.
Kalau dilihat dari klasifikasi lapangan usaha, sektor pertambangan dan
penggalian dan sektor pertanian, memberikan kontribusi terbesar pertama dan
kedua pada PDRB propinsi NTB tahun 2003 (Tabel 4). Sektor pertambangan dan
penggalian memberikan kontribusi sebesar 28.36 persen. Berdasarkan data yang
ada, sektor ini mulai memegang peranan penting pada perekonomian NTB sejak
tahun 2000. Pada PDRB tahun 1999 kontribusi sektor pertambangan besarnya
hanya 4.99 persen, tetapi pada tahun berikutnya tumbuh secara eksplosif
memberikan kontribusi (share) 24.78 persen, atau memberikan kontribusi hampir 500 persen dari tahun sebelumnya. Hal ini sangat erat kaitannya dengan
ditemukannya tambang emas yang berada dalam wilayah propinsi NTB.
Sektor pertanian masih memegang peranan yang cukup penting dalam
perekonomian propinsi NTB, dan menduduki peringkat dua besar dalam PDRB
propinsi NTB. Hanya saja, kontribusi sektor pertanian menunjukkan penurunan
hampir 11 persen dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 1999, sektor pertanian
masih memberikan sumbangan terbesar pada perekonomian NTB,yaitu sebesar
35.46 persen. Tetapi sejak tahun 2000 sampai sekarang, sektor ini menempati
urutan kedua dimana pada PDRB tahun 2003 sektor pertanian memberikan
Tabel 4. PDRB Nusa Tenggara Barat Menurut Lapangan Usaha Tahun 1999-2003, Atas Dasar Harga Konstan Tahun1993
PDRB ( Juta Rp) No. Klasifikasi Lapangan
Usaha
1999 2000 2001 2002 2003 1 Pertanian 1 205 225 2 Pertambangan dan
Penggalian 6 Perdagangan .Hotel
dan Restoran 7 Pengangkutan dan
Komunikasi 8 Keuangan .Persewaan
Bangunan dan Jasa
Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan pangsa (share) terhadap total PDRB
Selanjutnya, urutan tiga besar dalam perekonomian propinsi NTB
ditempati oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan memberikan
kontribusi sebesar 12.77 persen. Meski share sektor ini terus menurun dalam lima tahun terakhir, tetapi nilai nominalnya terus menunjukkan peningkatan.
Sebagaimana kita ketahui, propinsi NTB dengan keindahan alamnya menjadi
target kunjungan wisatawan mancanegara setelah Bali. Jumlah wisatawan yang
berkunjung ke NTB mencapai hampir 350 ribu orang pada tahun 2002.
Pertumbuhan ekonomi propinsi NTB menunjukkan pertumbuhan yang
sangat tinggi bila dibandingkan dengan propinsi Bali, Jawa timur dan
pendapatan daerah propinsi NTB tumbuh sebesar 27.63 persen dari tahun
sebelumnya dan pada tahun 2003 tumbuh sebesar 3.18 persen. Pada periode
tahun 2000-2003, rata-rata pertumbuhan ekonomi pada periode waktu tersebut
sebesar 10.87 persen jauh lebih besar dari pertumbuhan ekonomi nasional yang
hanya mencapai 4.15 persen. Sumbangan peningkatan PDRB propinsi NTB
terbesar sebagaimana yang telah disebutkan di atas bersumber pada sektor
pertambangan dan galian.
Kalau kita bandingkan sektor-sektor yang dominan pada PDRB di
masing-masing propinsi propinsi dapat di lihat pada Tabel 5 di bawah ini. Tiga sektor
yang menempati urutan tiga besar pada PDRB Jawa Timur tahun 2003
memberikan kontribusi (share) sebesar 63.37 persen; yaitu sektor industri pengolahan (24.93), sektor perdagangan, hotel dan restoran (23.53) dan sektor
pertanian (16.91). Sedangkan untuk propinsi Bali, tiga sektor penyumbang
terbesar dalam PDRB tahun 2003, yaitu: sektor perdagangan, hotel, dan restoran
(30.26), sektor pertanian (19.37), dan sektor jasa-jasa (14.98). Selanjutnya tiga
sektor yang memberikan kontribusi terbesar pada PDRB propinsi NTB tahun
2003, yaitu: sektor pertambangan (28.36), sektor pertanian (24.25) dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran (12.77).
Tabel 5. Distribusi PDRB Riil Propinsi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat Tahun 2003, Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993
Propinsi No.
urut Jawa Timur Share
( %)
Bali Share
(%)
NTB Share
(%)
1 Industri
pengolahan
24.93 Perdagangan,
hotel dan restoran
30.26 Pertambangan 28.36
2 Perdagangan,
hotel &restoran
23.53 Pertanian 19.37 Pertanian 24.25
3 Pertanian 16.91 Jasa-jasa 14.98 Perdagangan,
hotel&restoran
12.77
Sub-total 63.37 64.61 65.38
4 Sektor lainnya 34.63 Sektor lainnya 35.39 Sektor lainnya 34.62
Ketiga propinsi ini memiliki karakter ekonomi dengan keunggulan
komparatif yang berbeda-beda. Dalam teori perdagangan antar wilayah,
perekonomian ketiga propinsi ini masih dapat berkembang melalui perdagangan
dengan mengandalkan produk-produk yang memiliki keunggulan komparatif pada
masing-masing propinsi.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan tampilan struktur ekonomi masing-masing propinsi, yaitu
propinsi Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat; ternyata masing-masing
propinsi memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Hal ini disebabkan
karena potensi sumberdaya yang ada masing-masing wilayah atau propinsi
memang berbeda. Bali dengan industri pariwisatanya yang sudah terkenal di
manca negara, perekonomiannya sangat tergantung pada sektor tersier (jasa-jasa),
khususnya sektor perdagangan, hotel dan restoran yang terkait langsung dengan
industri pariwisata. Hanya saja, industri pariwisata sangat rentan dengan isu-isu
politik di dalam dan di luar negeri, sehingga perekonomian Bali sangat mudah
terpuruk seperti yang pernah dialami dalam beberapa tahun terakhir ini. Sebagai
contoh, berbagai peristiwa seperti pengeboman WTC di Amerika tanggal 11
September 2001, tragedi bom Bali tanggal 12 Oktober 2002, demam SARS yang
melanda Asia, dan kerusuhan-kerusuhan lainnya di dalam negeri Indonesia,
berpengaruh langsung terhadap industri periwisata di Bali, sehingga sempat
membuat ekonomi Bali tumbuh negatif. Karenanya penguatan sektor-sektor lain
terutama sektor basis, mutlak harus dilakukan sehingga perekonomian Bali tidak
hanya bertumpu pada satu sektor saja. Dengan keterbatasan sumberdaya alamnya,
tidaklah mungkin Bali mengembangkan industri berskala besar sehingga industri
yang berkembang di Bali haruslah industri kerajinan kecil yang memiliki
kandungan local genius sehingga menjadi lebih kompetitif bila memasuki pasar. Kebutuhan barang dan jasa, baik untuk input produksi maupun konsumsi
akhir di Bali, diimpor dari propinsi-propinsi di luar Bali terutama dari propinsi
Jawa Timur dan NTB yang paling dekat dengan propinsi Bali. Aliran tenaga kerja
Gilimanuk (di bagian Barat) dan pelabuhan Ketapang (di bagian Timur), seperti:
tenaga kerja untuk sektor informal, hasil-hasil pertanian dalam arti luas, kerajinan
kayu dan furniture, dan lain-lainnya dapat kita lihat setiap harinya. Ketergantungan atau keterkaitan propinsi Bali dengan propinsi-propinsi lain
disekitarnya sudah tidak dapat dihindarkan lagi.
Propinsi Jawa Timur adalah merupakan propinsi yang cukup besar dan
maju di Indonesia. Perekonomian Jawa Timur dalam lima tahun terakhir
menunjukkan kinerja yang cukup baik, ditandai oleh pertumbuhan yang cukup
tinggi di atas rata-rata pertumbuhan PDB Indonesia.
Hanya saja, pendapatan perkapita Jawa Timur masih berada di bawah
pendapatan per kapita Indonesia. Sektor yang memberikan kontribusi paling
tinggi bagi PDRB Jawa Timur dalam lima tahun terakhir adalah sektor industri
pengolahan. Barang dan jasa yang berasal dari Jawa Timur diperdagangkan ke
Bali antara lain berupa komoditi pertanian dalam arti luas, barang-industri,
barang-barang kerajinan dari kayu, dan barang lainnya yang dipasarkan di Bali.
Jawa Timur juga mensuplai tenaga kerja pada sektor-sektor informal di Bali.
Propinsi Jawa Timur yang memiliki pelabuhan laut dan bandar udara yang
cukup besar, dapat dikatakan merupakan ‘pintu’ keluar dan masuk barang dan jasa
dari wilayah barat Indonesia menuju wilayah timur Indonesia, dan juga
sebaliknya. Melalui ‘pintu’ ini, propinsi Jawa Timur mampu mendistribusikan
produk-produk yang berasal dari Jawa Timur maupun dari wilayah lainnya.
Keterkaitan ekonomi antar propinsi terjadi melalui perdagangan domestik antar
propinsi atau antar pulau. Dalam kondisi seperti ini, propinsi Jawa Timur
memiliki potensi yang cukup kuat untuk mengembangkan sektor jasa khususnya
sektor perdagangan domestik. Propinsi Jawa Timur bisa jadi merupakan pusat
pertumbuhan (growth center) bagi propinsi lainnya yang menjadi kajian dalam studi ini.
Propinsi Nusa Tenggara Barat juga merupakan salah satu propinsi yang
memiliki keterkaitan ekonomi dengan propinsi Jawa Timur dan Bali. Propinsi ini
dalam lima tahun terakhir mengandalkan perekonomiannya pada sektor primer,
empat tahun terakhir mencapai rata-rata lebih dari 10 persen jauh diatas
pertumbuhan ekonomi nasional. Seperti halnya Jawa Timur pendapatan per kapita
NTB masih dibawah pendapatan perkapita Indonesia. Propinsi NTB juga
mensuplai tenaga kerja untuk sektor-sektor informal di Bali, selain hasil-hasil
pertanian dan industri kerajinan yang diperdagangkan ke Bali.
Propinsi Nusa Tenggara Barat merupakan propinsi dengan potensi
ekonomi yang paling kecil dari tiga propinsi terkait. Tetapi menarik untuk dikaji
karena propinsi ini memiliki keterkaitan dengan propinsi Jawa Timur dan Bali.
Keterkaitan dengan Bali karena propinsi NTB juga mengembangkan industri
pariwisata, khususnya di pulau Lombok. Turis yang datang ke Lombok melalui
bandara Ngurah Rai Bali. Demikian pula perdagangan luar negeri NTB, ekspor
barang kerajinan dan garmen yang berasal dari NTB ke luar negeri, sebagian
dilakukan melaui propinsi Bali. Sedangkan dengan propinsi Jawa Timur, propinsi
NTB memiliki keterkaitan dalam perdagangan domestik. Nilai ekspor dan impor
barang dan jasa propinsi NTB ke propinsi Jawa Timur cukup besar bagi
perekonomian NTB.
Dilihat dari posisi geografis kepulauan Indonesia, ketiga propinsi di atas
yang menjadi tempat kajian dalam penelitian ini, memiliki letak geografis yang
sangat strategis di dalam wilayah kepulauan Indonesia. Posisi ketiga propinsi
tersebut dapat menjadikannya sebagai wilayah penghubung antara Indonesia
Bagian Barat dan Indonesia Bagian Timur, dan sebagai jalur pendistribusian
barang dan jasa yang digunakan sebagai input produksi maupun untuk konsumsi
akhir di propinsi lain, dari wilayah barat Indonesia ke wilayah timur Indonesia,
dan sebaliknya.
Dari uraian latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka dapat di
identifikasi permasalahan penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana struktur perekonomian di propinsi Jawa Timur, Bali, dan Nusa
Tenggara Barat, yang meliputi : struktur penawaran dan permintaan output,
2. Sektor produksi mana saja yang memiliki daya mengait yang kuat ke sektor
hulu (backward linkage), dan sektor produksi mana yang memiliki daya dorong kuat ke sektor hilir (forward linkage) di propinsi Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat?
3. Bagaimana perdagangan barang dan jasa antara propinsi Jawa Timur, Bali,
dan Nusa Tenggara Barat, serta sektor produksi mana saja yang dominan di
masing-masing propinsi, dan propinsi mana yang paling dominan dalam
perdagangan tersebut?
4. Bagaimana dampak pertumbuhan sektor unggulan di propinsi Jawa Timur,
Bali dan Nusa Tenggara Barat terhadap pertumbuhan output, pendapatan
regional (nilai tambah bruto), dan penyerapan tenaga kerja, baik yang terjadi
di dalam satu wilayah (intraregional) maupun antar wilayah (interregional)?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis struktur perekonomian propinsi Jawa Timur, Bali, dan Nusa
Tenggara Barat, yang meliputi : struktur penawaran dan permintaan output
sektoral, struktur nilai tambah, dan permintaan akhir.
2. Menganalisis sektor produksi yang memiliki daya mengait ke sektor hulu
(backward linkage) dan daya dorong sektor hilir (forward linkage) di propinsi Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.
3. Menganalisis perdagangan barang dan jasa antara propinsi Jawa Timur,
propinsi Bali, dan propinsi Nusa Tenggara Barat, serta untuk mengetahui
sektor produksi mana yang paling dominan di masing-masing dan propinsi,
dan propinsi mana yang dominan dalam perdagangan tersebut.
4. Menganalisis dampak pertumbuhan sektor-sektor unggulan di propinsi Jawa
Timur, propinsi Bali, dan propinsi Nusa Tenggara Barat terhadap
pertumbuhan output, nilai tambah bruto (pendapatan regional) dan
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada berbagai pihak
terkait dalam studi ini, seperti :
1. Pemerintah Daerah Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat, diharapkan
kajian atau studi ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dalam rangka
perencanaan pembangunan di masing-masing daerah, sehingga dapat
mengoptimalkan kinerja perekonomiannya dengan memanfaatkan
potensi-potensi ekonomi yang ada di daerah masing-masing.
2. Bagi dunia akademik, kajian ini diharapkan dapat memperkaya kajian
ekonomi antar wilayah (multi regional) dengan model Multiregional
Input-output, dan dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk kajian lebih lanjut.
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Studi ini melakukan analisis dampak pertumbuhan sektor-sektor unggulan
terhadap pertumbuhan sektor lainnya, pertumbuhan pendapatan regional, dan
pertumbuhan penyerapan tenaga kerja antar propinsi di Indonesia, khususnya
antara Propinsi Bali, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini
menggunakan model analisis input-output multiregional yang membagi wilayah
Indonesia menjadi empat region, yaitu : (1) Jawa Timur, (2) Bali, (3) Nusa
Tenggara Barat, dan (4) wilayah Indonesia lainnya diluar ketiga propinsi di atas
(Rest of Indonesia).
Keterbatasan-keterbatasan yang paling signifikan yang dirasakan dalam
melakukan penelitian ini adalah keterbatasan data. Keterbatasan data dapat berupa
ketersediaan dan akurasi data di masing-masing daerah atau propinsi.
Sebagaimana yang disampaikan Arsyad (1999) kesulitan data di daerah penelitian
dapat berupa : (1) ketersediaan data di daerah sangat terbatas, (2) data yang
tersedia tidak sesuai untuk analisis ekonomi daerah, (3) kesulitan dalam
pengumpulan data, dan (4) akurasi data rendah. Keterbatasan lainnya adalah
keterbatasan alat analisis. Keterbatasan alat analisis dengan menggunakan model
Padahal ketersediaan, kesesuaian dan akurasi data akan sangat
mempengaruhi akurasi dan kualitas hasil penelitian. Idealnya, dalam penelitian
input-output multiregional seperti ini pengambilan data sebaiknya menggunakan
metode survai (metode atau pendekatan langsung). Hanya saja, dengan
keterbatasan sumberdaya, baik itu tenaga, dana, dan waktu, maka studi ini
menggunakan jalan tengah yaitu dengan pendekatan atau metode semi survei.
Yang dimaksud dengan metode semi survai disini adalah sebagian data yang
digunakan dalam analisis menggunakan data non-survai dan kemudian
dikombinasikan dengan beberapa data yang diperoleh melalui metode survai. Cara
ini dapat mengurangi kelemahan keluaran dari analisis I-O multiregional ini, bila
dibandingkan dengan hanya menggunakan data yang diperoleh dari metode
non-survei.
Untuk mencapai tujuan penelitian ini akan dilakukan konstruksi Tabel
Input-Output multiregional Indonesia tahun 2000, dengan membagi wilayah
Indonesia menjadi empat region atau wilayah seperti yang telah disebutkan di
atas. Sektor-sektor ekonomi di masing-masing region diklasifikasikan 30 sektor.
Penetapan sektor ekonomi sebanyak 30 sektor dianggap paling optimal sesuai
dengan ketersediaan data. Setelah klasifikasi sektor terbentuk maka langkah
selanjutnya adalah melakukan agregasi sektor dari Tabel I-O masing-masing
propinsi dan Tabel I-O nasional. Dengan tersedianya Tabel I-O terbaru di
masing-masing propinsi dan Tabel I-O nasional terakhir tahun 2000, maka dapat
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Daerah, Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Daerah
Sebelum membahas teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
daerah, ada baiknya dibahas pengertian daerah atau regional terlebih dahulu.
Pengertaian daerah berbeda-beda tergantung pada aspek tinjauannya. Dari aspek
ekonomi, daerah memiliki tiga pengertian ( Arsyad, 1999) yaitu :
1. Suatu daerah dianggap ruang dimana kegiatan ekonomi terjadi dan di dalam
berbagai plosok ruang tersebut terdapat sifat yang sama. Kesamaan
sifat-sifat tersebut antara lain dari segi pendapatan per kapitanya, sosial budaya,
geografisnya, dan lain sebaginya. Daerah dalam pengertian seperti ini disebut
daerah homogen.
2. Daerah dianggap sebagai suatu ekonomi ruang yang dikuasai oleh satu atau
beberapa pusat kegiatan ekonomi. Daerah seperti ini disebut sebagai daerah
nodal.
3. Suatu daerah adalah suatu ruang kegiatan ekonomi yang berada di bawah satu
administrasi tertentu, seperti propinsi, kabupaten, kecamatan dan lain
sebagainya. Jadi pengertian daerah disini didasarkan pada pembagian
administrasi suatu negara. Daerah dalam pengertian seperti ini disebut sebagai
daerah perencanaan atau daerah administrasi.
Dalam praktek sehari-hari, jika membahas perencanaan pembangunan
ekonomi daerah maka pengertian yang ketiga tersebut di atas yang lebih banyak
digunakan, karena : (1) dalam melaksanakan kebijaksanaan dan rencana
pembangunan daerah diperlukan tindakan–tindakan berbagai lembaga pemerintah.
Oleh karena itu, akan lebih praktis jika suatu negara dipecah menjadi beberapa
daerah ekonomi berdasarkan satuan administratif yang ada, dan (2) daerah yang
batasannya ditentukan secara administratif lebih mudah dianalisis, karena
biasanya pengumpulan data di berbagai daerah dalam suatu negara,
pembagiannya didasarkan pada satuan administratif.