• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Penggunaan Bawang Putih dan Zeolit sebagai Penghambat Kerusakan Fisik pada Jagung dan Dedak Padi selama Proses Penyimpanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Penggunaan Bawang Putih dan Zeolit sebagai Penghambat Kerusakan Fisik pada Jagung dan Dedak Padi selama Proses Penyimpanan"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAWANG PUTIH DAN ZEOLIT

SEBAGAI PENGHAMBAT KERUSAKAN FISIK PADA

JAGUNG DAN DEDAK PADI SELAMA

PROSES PENYIMPANAN

SKRIPSI SITI ROHMAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

SITI ROHMAH. D24050985. 2009. Efektivitas Penggunaan Bawang Putih dan Zeolit sebagai Penghambat Kerusakan Fisik pada Jagung dan Dedak Padi selama Proses Penyimpanan. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Erika B. Laconi, MS. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Nahrowi, MSc.

Jagung dan dedak padi merupakan bahan baku sumber energi yang sering digunakan sebagai bahan baku penyusun ransum. Bahan baku biasanya disimpan dalam waktu relatif lama untuk menghindari diskontinuitas bahan baku sehingga produksi tetap berjalan dan kualitas seragam. Selama penyimpanan dapat terjadi kerusakan bahan yang disebabkan berbagai faktor antara lain suhu dan kelembaban ruang penyimpanan.

Pencegahan kerusakan bahan pakan dalam gudang dapat dilakukan dengan pemberian bahan mengandung zat aktif tertentu yang mampu mencegah kerusakan. Saat ini industri pakan menggunakan anti jamur sebagai pencegah kerusakan. Harga anti jamur masih dirasakan relatif tinggi, alasan inilah yang memotivasi penelitian ini karena ternyata masih ada bahan alami seperti zeolit dan bawang putih yang memiliki harga murah dan diduga berpotensi dapat mencegah kerusakan bahan pakan selama penyimpanan.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas penggunaan bawang putih dan zeolit dalam mempertahankan nilai kadar air, aktivitas air, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, daya ambang dan sudut tumpukan pada jagung dan dedak padi selama proses penyimpanan.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial 5x4x3, dengan faktor A adalah lama penyimpanan (0,2,4,6,8 minggu) dan faktor B adalah penambahan bahan pencegah kerusakan (4 perlakuan) dengan 3 ulangan. Perlakuan terdiri dari P0 (dedak/jagung); P1 (P0+ zeolit (1%)); P2 (P0+ bawang putih (1%)); P3 (P0+ anti jamur komersil (0,15%)). Peubah yang diamati adalah kadar air yang diuji dengan analisis proksimat, aktivitas air yang menggunakan Aw meter, dan sifat fisik pakan seperti kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan yang dianalisis menggunakan metode Khalil (1999a), daya ambang serta sudut tumpukan yang dianalisis menggunakan metode Khalil (1999b). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji sidik ragam dan jika terdapat data yang signifikan diuji lanjut menggunakan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1997).

(3)

peningkatan kadar air dan aktivitas air pada dedak dan jagung. Nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan semakin meningkat sedangkan sudut tumpukan dan daya ambang jagung dan dedak padi selama penyimpanan semakin menurun dari selama proses penyimpanan. Penggunaan zeolit 1% dalam penyimpanan dedak padi efektif dalam mempertahankan nilai kadar air, sudut tumpukan dan daya ambang dedak serta mampu mempertahankan nilai kerapatan pemadatan tumpukan jagung selama penyimpanan 8 minggu, sedangkan penggunaan bawang putih 1% tidak efektif digunakan sebagai pencegah kerusakan fisik pada jagung dan dedak padi selama proses penyimpanan.

(4)

ABSTRACT

Effectiveness of Garlic and Zeolit Utilization as a Physical Damage Binder at Corn and Rice Bran During Storage Process

S. Rohmah, E. B. Laconi, Nahrowi ABSTRACT

The objective of this experiment was to study the effect additive of garlic and zeolite addition on physical damage of corn and rice bran during 8 weeks storage process. This experiment used a completely randomized factorial design (5x4x3), with faktor A was storage periods (0,2,4,6,8 weeks) and faktor B was additive addition (4). The treatments were P0 (corn/rice bran), P1 (P0 + zeolit (1%)), P2 (P0 + garlic (1%)), P3 (P0 + commercial anti mold (0,15%)). The experiment was conducted for 8 weeks and analysed at 0,2,4,6,and 8 weeks of storege periods. Variables observed were moisture, water activity, bulk density, compacted bulk density, energy float, and angle of repose. The data were analysed using Analysis of Variance and the significant result was examined by Duncan’s New Multiple Range. Temperature and humidity during experiment were 27.580C and 83.79% respectively. The storage periods significantly (P<0.05) increased moisture content (5-7%) and water activity (2.7-8.1%) at rice bran and corn. The addition of additive also decreased energy float (12.4-62.7%), angle of ripose (2.32-6.45), bulk density (6.9-27.9%), and compact bulk density (2.4-9.75%). There was interaction between storage periodes and additive on moisture, angle of ripose and energy float of rice bran, and also on water activity and compact bulk density of corn. In conclusion the addition of zeolit is effective to prevent physical damage in term of keeping moisture content, angle of ripose, energy float for rice bran and compact bulk density for corn, but addition of garlic was not effective to prevent physical damage in corn and rice bran during storage.

(5)

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAWANG PUTIH DAN ZEOLIT

SEBAGAI PENGHAMBAT KERUSAKAN FISIK PADA

JAGUNG DAN DEDAK PADI SELAMA

PROSES PENYIMPANAN

SITI ROHMAH D24050985

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(6)

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAWANG PUTIH DAN ZEOLIT

SEBAGAI PENGHAMBAT KERUSAKAN FISIK PADA

JAGUNG DAN DEDAK PADI SELAMA

PROSES PENYIMPANAN

Oleh SITI ROHMAH

D24050985

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 25 Agustus 2009

Pembimbing Utama

Dr.Ir. Erika B. Laconi, MS. NIP. 196109161987032002

Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Nahrowi, MSc. NIP.196204251986031002

Dekan Fakultas Peternakan Ketua Departemen Ilmu Nutrisi Institut Pertanian Bogor dan Teknologi Pakan

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Desember 1987 di Bogor. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara, dari pasangan Ujang Suparman dan Ibu Eti Saneci.

Pendidikan dasar penulis diselesaikan di SDN 2 Situ Gede pada tahun 1999. Pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama diselesaikan pada tahun 2002 SLTPN I Dramaga, dan pendidikan Lanjutan Tingkat Atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMUN 5 Bogor, Kota Bogor.

(8)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji hanyalah milik Allah SWT karena atas segala rahmat dan hidayah-Nya serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi yang berjudul Efektivitas Penggunaan Bawang Putih dan Zeolit sebagai Pencegah Kerusakan Fisik pada Jagung dan Dedak Padi selama Proses Penyimpanan. Skripsi ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sholawat beserta salam semoga senantiasa tercurah dan terlimpah kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat dan kepada umatnya sampai akhir zaman.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas penggunaan bawang putih dan zeolit sebagai bahan penghambat kerusakan fisik (perubahan kadar air, aktivitas air, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, daya ambang dan sudut tumpukan) pada jagung dan dedak padi selama proses penyimpanan.

Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan mengenai pemanfaatan zeolit dan bawang putih sebagai pencegah kerusakan fisik pada jagung dan dedak padi dan ternyata zeoilt 1% mampu menurunkan kadar air dedak dan mampu mempertahankan nilai kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan dan daya ambang dedak selama penyimpanan. Berbeda dengan dedak, pada jagung zeolit 1% mampu mempertahankan nilai kerapatan pemadatan tumpukan jagung selama penyimpanan. Dalam skripsi ini tentunya diperlukan saran dan kritik sebagai penyempurnaan penulisan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Bogor, September 2009

(9)

DAFTAR ISI Pencatatan Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan ... Pengukuran Kadar Air ... Pengukuran Aktivitas Air ... Pengukuran Kerapatan Tumpukan ... Pengukuran Kerapatan Pemadatan Tumpukan ...

(10)

vi vi

(11)

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAWANG PUTIH DAN ZEOLIT

SEBAGAI PENGHAMBAT KERUSAKAN FISIK PADA

JAGUNG DAN DEDAK PADI SELAMA

PROSES PENYIMPANAN

SKRIPSI SITI ROHMAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(12)

RINGKASAN

SITI ROHMAH. D24050985. 2009. Efektivitas Penggunaan Bawang Putih dan Zeolit sebagai Penghambat Kerusakan Fisik pada Jagung dan Dedak Padi selama Proses Penyimpanan. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Erika B. Laconi, MS. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Nahrowi, MSc.

Jagung dan dedak padi merupakan bahan baku sumber energi yang sering digunakan sebagai bahan baku penyusun ransum. Bahan baku biasanya disimpan dalam waktu relatif lama untuk menghindari diskontinuitas bahan baku sehingga produksi tetap berjalan dan kualitas seragam. Selama penyimpanan dapat terjadi kerusakan bahan yang disebabkan berbagai faktor antara lain suhu dan kelembaban ruang penyimpanan.

Pencegahan kerusakan bahan pakan dalam gudang dapat dilakukan dengan pemberian bahan mengandung zat aktif tertentu yang mampu mencegah kerusakan. Saat ini industri pakan menggunakan anti jamur sebagai pencegah kerusakan. Harga anti jamur masih dirasakan relatif tinggi, alasan inilah yang memotivasi penelitian ini karena ternyata masih ada bahan alami seperti zeolit dan bawang putih yang memiliki harga murah dan diduga berpotensi dapat mencegah kerusakan bahan pakan selama penyimpanan.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas penggunaan bawang putih dan zeolit dalam mempertahankan nilai kadar air, aktivitas air, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, daya ambang dan sudut tumpukan pada jagung dan dedak padi selama proses penyimpanan.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial 5x4x3, dengan faktor A adalah lama penyimpanan (0,2,4,6,8 minggu) dan faktor B adalah penambahan bahan pencegah kerusakan (4 perlakuan) dengan 3 ulangan. Perlakuan terdiri dari P0 (dedak/jagung); P1 (P0+ zeolit (1%)); P2 (P0+ bawang putih (1%)); P3 (P0+ anti jamur komersil (0,15%)). Peubah yang diamati adalah kadar air yang diuji dengan analisis proksimat, aktivitas air yang menggunakan Aw meter, dan sifat fisik pakan seperti kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan yang dianalisis menggunakan metode Khalil (1999a), daya ambang serta sudut tumpukan yang dianalisis menggunakan metode Khalil (1999b). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji sidik ragam dan jika terdapat data yang signifikan diuji lanjut menggunakan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1997).

(13)

peningkatan kadar air dan aktivitas air pada dedak dan jagung. Nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan semakin meningkat sedangkan sudut tumpukan dan daya ambang jagung dan dedak padi selama penyimpanan semakin menurun dari selama proses penyimpanan. Penggunaan zeolit 1% dalam penyimpanan dedak padi efektif dalam mempertahankan nilai kadar air, sudut tumpukan dan daya ambang dedak serta mampu mempertahankan nilai kerapatan pemadatan tumpukan jagung selama penyimpanan 8 minggu, sedangkan penggunaan bawang putih 1% tidak efektif digunakan sebagai pencegah kerusakan fisik pada jagung dan dedak padi selama proses penyimpanan.

(14)

ABSTRACT

Effectiveness of Garlic and Zeolit Utilization as a Physical Damage Binder at Corn and Rice Bran During Storage Process

S. Rohmah, E. B. Laconi, Nahrowi ABSTRACT

The objective of this experiment was to study the effect additive of garlic and zeolite addition on physical damage of corn and rice bran during 8 weeks storage process. This experiment used a completely randomized factorial design (5x4x3), with faktor A was storage periods (0,2,4,6,8 weeks) and faktor B was additive addition (4). The treatments were P0 (corn/rice bran), P1 (P0 + zeolit (1%)), P2 (P0 + garlic (1%)), P3 (P0 + commercial anti mold (0,15%)). The experiment was conducted for 8 weeks and analysed at 0,2,4,6,and 8 weeks of storege periods. Variables observed were moisture, water activity, bulk density, compacted bulk density, energy float, and angle of repose. The data were analysed using Analysis of Variance and the significant result was examined by Duncan’s New Multiple Range. Temperature and humidity during experiment were 27.580C and 83.79% respectively. The storage periods significantly (P<0.05) increased moisture content (5-7%) and water activity (2.7-8.1%) at rice bran and corn. The addition of additive also decreased energy float (12.4-62.7%), angle of ripose (2.32-6.45), bulk density (6.9-27.9%), and compact bulk density (2.4-9.75%). There was interaction between storage periodes and additive on moisture, angle of ripose and energy float of rice bran, and also on water activity and compact bulk density of corn. In conclusion the addition of zeolit is effective to prevent physical damage in term of keeping moisture content, angle of ripose, energy float for rice bran and compact bulk density for corn, but addition of garlic was not effective to prevent physical damage in corn and rice bran during storage.

(15)

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAWANG PUTIH DAN ZEOLIT

SEBAGAI PENGHAMBAT KERUSAKAN FISIK PADA

JAGUNG DAN DEDAK PADI SELAMA

PROSES PENYIMPANAN

SITI ROHMAH D24050985

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(16)

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAWANG PUTIH DAN ZEOLIT

SEBAGAI PENGHAMBAT KERUSAKAN FISIK PADA

JAGUNG DAN DEDAK PADI SELAMA

PROSES PENYIMPANAN

Oleh SITI ROHMAH

D24050985

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 25 Agustus 2009

Pembimbing Utama

Dr.Ir. Erika B. Laconi, MS. NIP. 196109161987032002

Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Nahrowi, MSc. NIP.196204251986031002

Dekan Fakultas Peternakan Ketua Departemen Ilmu Nutrisi Institut Pertanian Bogor dan Teknologi Pakan

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Desember 1987 di Bogor. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara, dari pasangan Ujang Suparman dan Ibu Eti Saneci.

Pendidikan dasar penulis diselesaikan di SDN 2 Situ Gede pada tahun 1999. Pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama diselesaikan pada tahun 2002 SLTPN I Dramaga, dan pendidikan Lanjutan Tingkat Atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMUN 5 Bogor, Kota Bogor.

(18)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji hanyalah milik Allah SWT karena atas segala rahmat dan hidayah-Nya serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi yang berjudul Efektivitas Penggunaan Bawang Putih dan Zeolit sebagai Pencegah Kerusakan Fisik pada Jagung dan Dedak Padi selama Proses Penyimpanan. Skripsi ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sholawat beserta salam semoga senantiasa tercurah dan terlimpah kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat dan kepada umatnya sampai akhir zaman.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas penggunaan bawang putih dan zeolit sebagai bahan penghambat kerusakan fisik (perubahan kadar air, aktivitas air, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, daya ambang dan sudut tumpukan) pada jagung dan dedak padi selama proses penyimpanan.

Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan mengenai pemanfaatan zeolit dan bawang putih sebagai pencegah kerusakan fisik pada jagung dan dedak padi dan ternyata zeoilt 1% mampu menurunkan kadar air dedak dan mampu mempertahankan nilai kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan dan daya ambang dedak selama penyimpanan. Berbeda dengan dedak, pada jagung zeolit 1% mampu mempertahankan nilai kerapatan pemadatan tumpukan jagung selama penyimpanan. Dalam skripsi ini tentunya diperlukan saran dan kritik sebagai penyempurnaan penulisan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Bogor, September 2009

(19)

DAFTAR ISI Pencatatan Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan ... Pengukuran Kadar Air ... Pengukuran Aktivitas Air ... Pengukuran Kerapatan Tumpukan ... Pengukuran Kerapatan Pemadatan Tumpukan ...

(20)

vi vi

(21)

DAFTAR TABEL

Nomor

1. Kandungan Nutrien Bahan Makanan Jagung dan Dedak Padi... 2. Kandungan Kimia Bubuk Bawang Putih... 3. Rataan Suhu dan Kelembaban Ruangan selama Penyimpanan

(September- Desember 2008) ... 4. Rataan Nilai Kadar Air Dedak dan Jagung selama Penyimpanan ... 5. Rataan Nilai Aktivitas Air Dedak dan Jagung selama Penyimpanan... 6. Rataan Nilai Kerapatan Tumpukan Dedak dan Jagung selama

Penyimpanan (g/ml) ... 7. Rataan Nilai Kerapatan Pemadatan Tumpukan Dedak dan Jagung selama Penyimpanan (g/ml)... 8. Rataan Nilai Sudut Tumpukan Dedak dan Jagung selama Penyimpanan

(0) ... 9. Rataan Nilai Daya Ambang Dedak dan Jagung selama Penyimpanan ...

Halaman 5 10

21 22 24

25

28

(22)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

1. Jagung dan Morfologinya... 2. Dedak Padi dan Morfologi Padi ... 3. Bawang Putih ... 4. Proses Perubahan Kimiawi dalam Bawang Putih ... 5. Zeolit ... 6. Struktur Kimia Zeolit ... 7. Bagan Penambahan Zat Penghambat Kerusakan pada Masing-masing Perlakuan ... 8. Bagan Proses Pembuatan Bubuk Bawang Putih ... 9. Alat pengukur Sudut Tumpukan ... 10. Peta Stabilitas Bahan sebagai Fungsi dari AW... 11. Pengaruh Lama Penyimpanan dengan atau tanpa Penambahan Bahan Penghambat Kerusakan Fisik terhadap Kerapatan Pemadatan Tumpukan Jagung ... 12. Pengaruh Lama Penyimpanan dengan atau tanpa Penambahan Bahan Pencegah Kerusakan terhadap Daya Ambang Dedak ...

Halaman 3 4 7 9 11 11

16 18 20 25 29

35

(23)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

1. Hasil Analisis Ragam Kadar Air Dedak ... 2. Hasil Uji Duncan terhadap Kadar Air Dedak ………. 3. Hasil Analisa Uji Jarak Duncan terhadap Kadar Air Dedak Padi (α=0,05) 4. Hasil Analisa Ragam Aktivitas Air Dedak Padi ... .. 5. Hasil Analisa Uji Jarak Duncan terhadap Aktivitas Air Dedak Padi

(α=0,05)………....…

6. Hasil Analisa Uji Jarak Duncan terhadap Aktivitas Air Dedak Padi

(α=0,01) ………...………

7. Hasil Analisa Uji Jarak Duncan terhadap Aktivitas Air Dedak Padi……... 8. Hasil Analisis Ragam Kerapatan Tumpukan Dedak ...

9. Hasil Analisis Ragam Kerapatan Pemadatan Tumpukan Dedak ... 10. Hasil Analisis Ragam Sudut Tumpukan Dedak ... 11. Hasil Analisis Ragam Daya Ambang Dedak ... 12. Hasil Analisis Ragam Kadar Air Jagung ... 13. Hasil Analisa Uji Jarak Duncan terhadap Kadar Air Jagung (α=0,05) ... 14. Hasil Analisis Ragam Aktivitas Air Jagung ………..………. 15. Hasil Analisis Ragam Kerapatan Tumpukan Jagung ... 16. Hasil Analisis Ragam Kerapatan Pemadatan Tumpukan Jagung ... 17. Hasil Analisa Uji Jarak Duncan terhadap Kerapatan Pemadatan

Tumpukan Jagung ... 18. Hasil Analisis Ragam Sudut Tumpukan Jagung ... 19. Hasil Analisis Ragam Daya Ambang Jagung ...

(24)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pakan merupakan salah satu faktor terpenting dalam suatu usaha peternakan. Salah satu faktor yang menentukan kualitas produk pakan ialah kualitas nutrien bahan pakan. Sebelum digunakan atau diolah menjadi pakan, bahan pakan pada umumnya akan disimpan terlebih dahulu di dalam gudang penyimpanan sampai tiba saat penggunaan.

Jagung dan dedak padi merupakan bahan pakan sumber energi yang sering digunakan sebagai bahan penyusun ransum. Produksi ransum dalam jumlah banyak membutuhkan bahan pakan tersedia dalam jumlah banyak pula. Bahan pakan biasanya disimpan dalam waktu relatif lama untuk menghindari diskontinuitas bahan baku sehingga produksi tetap berjalan dan kualitas yang seragam. Selain itu apabila terjadi kondisi harga bahan pakan meningkat maka harga pakan yang produksi tidak turut melonjak tinggi karena menggunakan bahan pakan yang telah lama disimpan dalam gudang sehingga harga pakan yang diproduksi tetap stabil dan dapat bersaing dengan industri lain. Berakar dari masalah yang ada, industri pakan banyak menggunakan bahan baku seperti jagung dan dedak padi dalam jumlah banyak dan menyimpan bahan baku dalam jumlah untuk menghindari diskontinuitas produksi yang mungkin saja terjadi.

Penyimpanan bertujuan menjaga dan mempertahankan mutu komoditi yang disimpan dengan cara menghindari, mengurangi, atau menghilangkan berbagai faktor yang dapat menurunkan kualitas komoditi. Selama penyimpanan dapat terjadi kerusakan bahan baku baik kerusakan fisik, biologi dan kimiawi (Syarief dan Halid, 1993). Pencegahan terhadap kerusakan bahan pakan yang disimpan dalam waktu yang relatif lama dalam gudang dapat dilakukan dengan pemberian zat additive yang mampu mencegah kerusakan pada pakan, seperti mineral zeolit pada taraf 1% mampu mempertahankan bahkan menurunkan kadar air pada pakan ayam broiler starter bentuk crumble (Sidih, 1996) dan bawang putih yang digunakan sebagai antioksidan selama penyimpanan ransum ayam broiler starter yang menggunakan CPO (Yusawisana, 2002).

(25)

2 penelitian ini karena ternyata masih ada bahan alami seperti zeolit dan bawang putih yang memiliki harga murah dan diduga berpotensi dapat mencegah kerusakan bahan pakan selama penyimpanan. Penambahan bawang putih dan zeolit dengan dosis 1% diharapkan mampu memperpanjang umur simpan bahan baku pakan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas penggunaan bawang putih dan zeolit dalam mempertahankan nilai kadar air, aktivitas air, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, daya ambang dan sudut tumpukan pada jagung dan dedak padi selama proses penyimpanan.

Manfaat

(26)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Jagung

Jagung (Zea mays) merupakan salah satu komoditas tanaman palawija di Indonesia yang kegunaannya luas terutama untuk kebutuhan bahan baku pakan ternak dan konsumsi manusia. Jagung merupakan bahan pakan sumber energi dalam komponen penyusun ransum ternak (Phang, 2001). Jagung merupakan tanaman semusim yang satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari.

Gambar 1. Jagung dan Morfologinya (www.litbang.deptan.go.id)

(27)

4 serangga (hama gudang). Serangga yang biasanya tumbuh pada bahan yang sudah digiling adalah Tribulium castaneum (Red Flour Beetle) (Winarno, 2006).

Dedak Padi (Oryza sativa)

Dedak padi merupakan hasil samping proses penggilingan padi. Dedak padi merupakan hasil ikutan pengolahan padi (Oryza sativa) menjadi beras. Menurut deskripsi FAO yang dikutip oleh Nur dan Rukmini (1985) yang dimaksud dengan “Rice Bran” adalah hasil samping penggilingan padi yang tersusun oleh lapisan-lapisan luar butir beras (kernel) dan lembaga.

Gambar 2. Dedak Padi dan Morfologi Padi

Salah satu kelemahan dari dedak adalah ketidakstabilan minyak dalam dedak sehingga menyebabkan dedak sangat mudah rusak. Dalam proses penggilingan dedak, enzim pemecah minyak lipase dan minyak dilepaskan dari sel-sel sehingga bercampur. Keadaan itu menyebabkan pemecahan lemak secara cepat dan pembentukan asam-asam lemak bebas. Apabila dedak disimpan tanpa inaktifasi lipase maka lemak secara cepat menghasilkan asam-asam lemak bebas yang kemudian teroksidasi sehingga mengakibatkan lemak menjadi tengik. Apabila kadar air dedak tinggi maka akan tumbuh jamur yang dapat menghasilkan racun yang dapat membahayakan kesehatan ternak (Winarno et al.,1997).

Kandungan minyak yang tinggi 6-10 % pada dedak padi mengakibatkan dedak mudah mengalami ketengikan oksidatif. Dedak padi mentah yang dibiarkan pada suhu kamar selama 10-12 minggu dapat dipastikan 75-80 % lemaknya berupa asam lemak bebas jenuh, yang sangat mudah tengik (Amrullah, 2002).

(28)

5 Tabel 1. Kandungan Nutrien Bahan Makanan Jagung dan Dedak Padi

Sumber : NRC (1994)

Penyimpanan Pakan

Penyimpanan adalah suatu usaha untuk melindungi bahan pangan dari kerusakan yang disebabkan berbagai hal, antara lain serangan hama seperti mikroorganisme, serangga, tikus, dan kerusakan fisiologis. Selama penyimpanan terjadi penyimpangan mutu yang dapat dikelompokan dalam penyusutan kualitatif dan kuantitatif. Penyusutan kualitatif adalah kerusakan yang terjadi akibat perubahan biologi (mikroba, serangga, tungau, respirasi), perubahan-perubahan fisik (suhu dan kelembaban) serta perubahan-perubahan kimia dan biokimia (reaksi pencoklatan dan ketengikan), sedangkan penyusutan kuantitatif adalah kehilangan jumlah atau bobot hasil karena adanya gangguan biologi (proses respirasi, serangan serangga dan tikus) (Syarief dan Halid, 1993).

Kandungan Nutrien Bahan

Makanan Jagung Kuning Dedak Padi

Energi (kkal/kg) 3350 2980

Protein Kasar (%) 8.5 12.9

Lemak Kasar (%) 3.8 13

Serat Kasar (%) 2.2 11.4

Kalsium (%) 0.02 0.07

Phosphor Tersedia (%) 0.08 0.02

Methionin (%) 0.18 0.26

Lysine (%) 0.26 0.59

Histidin (%) 0.23 0.35

Triptophan (%) 0.06 0.12

Threonin (%) 0.29 0.48

Arginin (%) 0.38 0.96

Iso Leusin (%) 0.29 0.45

Leusin (%) 1.0 0.91

Phanilalanin (%) 0.38 0.6

(29)

6 Kadar air yang aman untuk penyimpanan ditentukan berdasarkan pertimbangan teknis dan ekonomis. Pertimbangan teknis yaitu tingkat kadar air yang setimbang dengan kondisi lingkungannya (suhu dan kelembaban relatif) dan ambang batas aktifitas air yang aman terhadap kemungkinan berbagai penyebab kerusakan. Menyimpan bahan baku pada kondisi kadar air yang setimbang dengan lingkungan dinilai lebih efisien secara ekonomis dibandingkan dengan menyimpan pada tingkat kadar air yang setara dengan aktifitas air yang aman dari kerusakan (Syarief dan Halid,1993).

Dalam penyimpanan akan terjadi peningkatan atau penurunan kadar air bahan, hal tersebut tergantung dari suhu dan kelembaban udara di sekeliling tempat penyimpanan. Kadar air maksimum yang aman untuk penyimpanan bijian berpati berkisar antara 13-14%. Kerusakan yang terjadi pada bahan makanan yang disimpan dalam kondisi buruk terdiri dari kerusakan kimiawi, kerusakan enzimatis, dan kerusakan biologis. Pada keadaan kadar air setara dengan kelembaban relatif kesetimbangan (RHS) 70% atau Aw 0,70 pada suhu 27-300C, keadaan ini masih

dalam batas aman untuk penyimpanan bahan yang berasal dari biji-bijian. Kadar air aman simpan umumnya sekitar 13-14 % (basis basah), sedangkan kadar air aman dari gangguan kerusakan yaitu setara dengan Aw 0,62 yaitu sekitar 11-12 % (basis basah) (Syarief dan Haryadi, 1984) .

Beberapa metode penyimpanan bahan baku secara modern, menurut Hall (1970) adalah sebagai berikut:

1. Penyimpanan secara terbuka di lantai, atau pada tempat tertentu 2. Penyimpanan pada silo atau gudang

3. Penyimpanan pada kontainer

4. Penyimpanan di kantong-kantong secara terbuka

5. Penyimpanan dalam kantong yang sudah ditutup secara permanen

(30)

7 kerja beberapa enzim, seperti protease, amylase, dan lipase, misalnya pemecahan molekul lemak, seperti asam lemak bebas dan glycerol oleh enzim lipolitik dan aktivitas enzim proteolitik memecah protein menjadi polipeptida dan asam amino d) kerusakan biologi terjadi akibat serangan serangga, binatang pengerat, burung, dan mikroorganisme selama penyimpanan (William, 1991).

Waktu penyimpanan ransum ternak komersial paling lama 1 bulan dari akhir produksi sedangkan untuk ransum ternak pembibitan paling lama 7 hari (Latifah, 2006). Dalam laporan magang yang lain disebutkan bahwa ransum bentuk pellet dan crumble masih dapat digunakan oleh ternak dengan lama penyimpanan kurang lebih satu bulan sedangkan bentuk mash hanya tahan selama kurang lebih 2 minggu (Prasetyo, 2006).

Untuk mencegah adanya kerusakan pada bahan baku khususnya bahan baku yang mudah mengalami autooksidasi selama penyimpanan, diperlukan pencegah kerusakan bahan seperti bawang putih yang dipercaya dan telah terbukti mengandung minyak atsiri yang berfungsi untuk mencegah tumbuhnya bakteri (Winarno dan Koswara 2002).

Bawang Putih

Bawang putih adalah nama sekaligus nama dari umbi yang dihasilkan. Umbi dari tanaman bawang putih merupakan bahan utama untuk bumbu dasar masakan Indonesia. Bawang putih mengandung minyak atsiri, yang bersifat anti bakteri dan anti septik, kandungan allicin dan aliin berkaitan dengan daya anti kolesterol. Umbi bawang putih mengandung kalsium, saltivine, diasulphide, belerang, protein, lemak, fosfor, besi, dan vitamin (Winarno dan Koswara 2002).

(31)

8 Paavo Airola dalam Winarno dan Koswara (2002) telah berhasil menemukan dan mengisolasikan sejumlah komponen aktif dari bawang putih. Komponen aktif bawang putih yaitu diantaranya sebagai berikut :

1. Allisin, zat aktif yang mempunyai daya bunuh terhadap bakteri dan daya anti radang

2. Allin, suatu asam amino yang bersifat antibiotik

3. Allitiamin, suatu sumber ikatan-ikatan biologi yang aktif serta vitamin B1 4. Antihemolytic faktor, faktor anti lesu atau anti kekurangan sel-sel darah merah 5. Selenium, suatu mikro mineral yang merupakan faktor yang bekerja sebagai anti

oksidan

6. Germanium, seperti selenium merupakan mineral anti kanker yang ampuh yang dapat menghambat dan memusnahkan sel-sel kanker dalam tubuh

7. Antioksidan, anti racun atau pembersih darah dari racun-racun bakteri atau polusi logam-logam berat.

8. Metilalallil trisulfida, mencegah pengentalan darah yang dapat menyumbat pembuluh darah jantung dan otak.

Bawang putih mentah penuh dengan senyawa-senyawa sulfur, termasuk zat kimia yang disebut Alliin yang membuat bawang putih mentah terasa getir. Bawang putih mengandung asam amino sistein yang merupakan penentu komponen bioaktif bawang putih. Sistein teralkalisasi dan kemudian mengalami oksidasi menghasilkan protein aliin. Allin merupakan prekursor tak berwarna dan tak berbau pada bawang putih, apabila bawang putih diiris atau dihancurkan maka akan timbul aktifitas suatu enzim yaitu allinase. Enzim allinase ini mengkonversi allin menjadi allisin, senyawa yang memberi bau khas bawang putih (Winarno dan Koswara 2002).

(32)

9 bawang putih diubah menjadi S-allyl cysteine (SAC) melalui penuaan alami. Komponen umbi bawang putih dibedakan menjadi dua bagian yaitu komponen larut lemak dan komponen larut air (Amagase et al., 2001). Proses perubahan kimiawi bawang putih dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Proses Perubahan Kimiawi dalam Bawang Putih (Amagase et al., 2001)

Bubuk Bawang Putih

Pembuatan bubuk bawang putih dapat dilakukan dengan berbagai macam cara pengeringan dengan menggunakan beberapa jenis bahan pengisi dan sari bawang yang diperlukan. Krest dan Keugen (1999) yang menganalisis perbedaan kualitas alinase (enzim yang merubah alliin menjadi allicin) dari bawang putih menggunakan elektroforensis gel menunjukkan allinase yang diperoleh dari bubuk bawang putih terdiri dari 2 subunit yang berbeda. Sebaliknya allinase yang diperoleh dari bawang putih segar terdiri atas 2 molekul yang identik. Hal ini menunjukkan bahwa selama proses pembubukan bawang putih segar menjadi bubuk bawang putih mengalami perubahan tetapi masih dapat menkonversi allin menjadi allicin. Kandungan kimia bubuk bawang putih dapat dilihat pada Tabel 2

Polisakarida, protein, t

enzim,

S- alilmerkaposisttein Asam amino diallil trisulfida t

Ayone vanildiy tint

(33)

10 Tabel 2. Kandungan Kimia Bubuk Bawang Putih

Komponen Jumlah

Amagase et al. (2001) melaporkan bahwa kandungan gugus thiol sulfur (diallyl sulfida, diallyl disulfida dan diallyl trisulfida) yang merupakan hasil dari allicin pada bubuk bawang putih ada dalam jumlah kecil. Hal ini dimungkinkan oleh proses pengeringan yang belum tepat. Bubuk bawang putih berwarna kuning dan kuning keputihan.

Kandungan zat aktif bawang putih mengalami penurunan selama proses pengeringan untuk menjadi bubuk bawang putih. Rahman et al. (2006) melaporkan bahwa proses pengeringan bubuk bawang putih yang optimal pada suhu 400C untuk mengurangi kehilangan kandungan zat aktifnya. Selain bawang putih, bahan alami yang berpotensi mampu mencegah kerusakan bahan baku pakan selama penyimpanan adalah zeolit yang mempunyai fungsi menyerap air yang bersifat reversible (Riyanto, 1990).

Zeolit

Zeolit berasal dari kata Zein yang dalam bahasa Yunani yang berarti membuih dan lhitos yang artinya batu. Hal tersebut sesuai dengan sifat Zeolit yang dapat berbuih apabila dipanaskan hingga suhu 1000C. Pada dasarnya molekul zeolit terdiri atas tetrahedral SiO4 dan AlO4 yang diikat dengan oksigen membentuk

(34)

11 Zeolit umumnya didefinisikan sebagai kristal alumina silika yang berstruktur tiga dimensi, yang terbentuk dari tetrahedral alumina dan silika dengan rongga-rongga di dalam yang berisi ion-ion logam, biasanya alkali atau alkali tanah dan molekul air yang dapat bergerak bebas. Secara empiris rumus molekul zeolit adalah Mx/n.(AlO2)x.(SiO2)y.xH2O. Struktur zeolit sejauh ini diketahui bermacam-macam tetapi secara garis besar strukturnya terbentuk dari unit bangun primer berupa tetrahedral yang kemudian menjadi unit bangun sekunder polihedral dan membentuk polihedral dan akhirnya unit struktur zeolit.

Gambar 5. Zeolit

Gambar 6. Struktur Kimia Zeolit

Potensi penggunaan zeolit terutama disebabkan oleh sifat fisik dan kimia yang dimilikinya. Zoelit adalah golongan mineral aluminosilikat terhidrat, dengan kation alkali dan alkali tanah yang mengisi mengisi rongga-rongga kerangka aluminosilikat. Jika zeolit dipanaskan 300-4000 C selama beberapa jam, maka air akan keluar dan zeolit dapat berfungsi sebagai pengabsorbsi yang efektif (Mumpton dan Fishman, 1977).

(35)

12 umumnya struktur kerangka zeolit akan menyusut, tetapi kerangka dasarnya tidak mengalami perubahan secara nyata. Sifat zeolit sebagai adsorben dan penyaring molekul dimungkinkan karena struktur zeolit yang berongga sehingga zeolit mampu menyerap sejumlah besar molekul yang berukuran lebih kecil atau sesuai dengan ukuran rongganya. Selain itu kristal zeolit yang telah terdehidrasi merupakan adsorben yang selektif dan mempunyai efektivitas adsorpsi yang tinggi (Hall, 1970).

Sifat Fisik Pakan

Kualitas nutrisi bahan pakan merupakan faktor utama dalam menentukan pemilihan dan penggunaan bahan pakan untuk penyusunan ransum. Penentuan kualitas pakan dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu secara fisik, kimia dan biologis. Cara fisik yang sering dilakukan adalah mengamati langsung bahan pakan yang akan digunakan dalam ransum. Menurut Andrianti (2000) secara fisik kualitas pakan yang baik adalah bahan bersih dari benda asing, kadar air rendah sekitar 12 %, mempunyai warna yang baik sesuai dengan ciri spesies aslinya, bebas dari kutu, dan serangga perusak serta bebas dari bau tengik.

Sifat fisik merupakan sifat dasar yang dimiliki suatu bahan. Sifat fisik dari bahan pakan mencakup aspek yang luas, akan tetapi informasi hasil penelitian mengenai sifat fisik bahan pakan masih sangat terbatas dibandingkan sifat fisik bahan pangan. Sifat fisik pakan adalah satu faktor yang sangat penting untuk diketahui. Karakteristik pakan dapat mencakup aspek yang sangat luas mulai dari sifat itu sendiri seperti ukuran, bentuk, struktur, tekstur, warna, sifat-sifat optik dan penampakan (Sutardi, 1997). Ukuran partikel dan kadar air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sifat fisik disamping ukuran, bentuk dan karakteristik permukaan partikel dari suatu bahan (Wirakartakusumah et al., 1992). Namun karena sangat luasnya aspek sifat fisik bahan tersebut, penelitian dibatasi pada pengukuran kadar air dan aktivitas air serta empat sifat fisk pakan yang sangat penting yaitu kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan dan daya ambang pakan.

Kerapatan Tumpukan

(36)

13 peranan penting dalam memperhitungkan volume ruang yang dibutuhkan suatu bahan dengan berat tertentu, misalnya pengisian silo, elevator, dan ketelitian penakaran secara otomatis, sebgaimana halnya berat jenis. Semakin tinggi nilai kerapatan tumpukan maka ruang penyimpanan yang dibutuhkan semakin kecil (Khalil, 1999a).

Menurut Johnson (1994), kerapatan tumpukan cenderung meningkat dengan semakin banyaknya jumlah partikel halus dalam ransum. Ukuran partikel berpengaruh terhadap kerapatan tumpukan, yaitu pengecilan ukuran partikel secara nyata akan menyebabkan penurunan nilai kerapatan tumpukan pakan (Khalil, 1999a). Lynawati (2005) memperlihatkan bahwa nilai kerapatan tumpukan ransum bentuk mash berkisar antara 0,40-0,45 gram/cm3 sedangkan kerapatan tumpukan pellet berkisar antara 0,67-0,72 gram/cm3, hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran partikel bahan maka nilai kerapatan tumpukan cenderung mengalami penurunan.

Suadyana (1998) menerangkan bahwa nilai kerapatan tumpukan menurun dengan semakin meningkatnya kadar air, karena bahan akan mengembang dan semakin tingginya kadar air menyebabkan volume ruang yang dibutuhkan menjadi besar. Kerapatan tumpukan digunakan untuk menentukan volume ruang penyimpanan bahan dengan berat tertentu. Bahan yang mempunyai kerapatan tumpukan rendah yaitu kurang dari 450 kg/m3, membutuhkan waktu untuk mengalir lebih lama serta dapat ditimbang lebih teliti dengan alat penakar otomatis, baik volumertik maupun gravimetris (Khalil, 1999a).

Kerapatan Pemadatan Tumpukan

Kerapatan pemadatan tumpukan adalah perbandingan antara berat bahan terhadap volume ruang yang ditempatinya setelah melalui proses pemadatan seperti penggoyangan, satuannya adalah g/ml. Kerapatan pemadatan tumpukan dan kerapatan tumpukan sangat berpengaruh terhadap kapasitas silo, kontainer, dan pengemasan. Komposisi kimia bahan turut mempengaruhi sifat fisik, terutama terhadap nilai kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan dan berat jenis (Khalil 1999a).

(37)

14 pengukuran, sebaiknya pengukuran kerapatan pemadatan tumpukan dilakukan dengan menggunakan mesin penggoyang yang diketahui kekuatannya dan dapat dijamin kekonsistenannya. Kerapatan pemadatan tumpukan dipengaruhi oleh intensitas dan cara pemadatan, semakin lama proses pemadatan yang dilakukan maka kerapatan pemadatan tumpukan cenderung menurun dan sebaliknya.

Daya Ambang

Daya ambang adalah jarak yang ditempuh oleh suatu partikel bahan jika dijatuhkan dari ketinggian tertentu selama jangka waktu tertentu. Satuan dari daya ambang adalah m/det. Daya ambang mempunyai peranan penting dalam efisiensi pengangkutan bahan dengan menggunakan alat penghisap. Bahan yang mempunyai ukuran partikel atau berat jenis lebih besar akan mempunyai daya ambang yang kecil, sehingga akan jatuh cepat dan cenderung bertumpuk pada bagian bawah karena adanya gaya gravitasi (Khalil 1999b).

Sudut Tumpukan

Sifat fisik pakan lainnya yang penting diketahui adalah sudut tumpukan terbentuk jika bahan dicurahkan pada bidang datar. Besarnya sudut tumpukan sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel, bentuk dan karakteristik permukaan partikel, kandungan air, berat jenis, dan kerapatan tumpukan. Sudut tumpukan merupakan kriteria kebebasan bergerak partikel dari suatu tumpukan bahan. Semakin bebas suatu partikel bergerak, maka sudut tumpukan yang terbentuk juga akan semakin kecil. Pergerakan partikel yang ideal ditunjukan oleh pakan yang berbentuk cair dengan sudut tumpukan sama dengan nol. Pakan berbentuk padat mempunyai sudut tumpukan berkisar antara 200-500 (Khalil 1999b).

(38)

15

METODE

Lokasi dan Waktu

Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Perternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, mulai dari bulan September – Desember 2008.

Peralatan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah thermohigrometer, Aw meter, oven 1050C dan 600C, eksikator, timbangan analitik, gelas ukur, corong, alat pengukur sudut tumpukan dan stopwatch.

Bahan

(39)

16

Rancangan Percobaan

Perlakuan

Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah dengan menambahkan bawang putih dalam bentuk bubuk, serbuk zeolit dan anti jamur komersial pada dedak padi dan jagung yang sudah digiling sesuai perlakuan yaitu P0 (jagung/dedak padi), P1 (jagung/dedak padi + zeolit 1%), P2 (jagung/dedak padi + bawang putih 1 %), P3 (jagung/dedak padi + anti jamur 0,15%). Bahan yang digunakan masing-masing sebanyak 1 kg yang disimpan selama 8 minggu dan peubah dianalisa setiap 2 minggu sekali. Sistematika penambahan bahan terlihat pada Gambar 7.

Ditambahkan

Ulangan

Disimpan (Minggu)

Gambar 7. Bagan Penambahan Zat Penghambat Kerusakan pada Masing- masing Perlakuan.

Jagung/ Dedak Padi

Kontrol Zeolit

(1%)

Bawang Putih (1%)

Anti Jamur (0,15 %)

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

0 2 4 6 8

Analisa:

kadar air, aktivitas air, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, daya ambang dan sudut

(40)

17

Rancangan

Untuk mengetahui efektivitas pemberian zat penghambat kerusakan yang berbeda terhadap jagung dan dedak padi selama penyimpanan, digunakan analisis statistika metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial 5 x 4 dengan 3 ulangan. Faktor dalam penelitian ini ialah perlakuan (penambahan zat penghambat) dan lama penyimpanan (minggu). Model matematik yang digunakan adalah :

Yijk = µ + Ai + Bj + AiBj + εijk

Keterangan :

Yijk = Variabel respon

µ = Nilai rataan minimum

Ai = Pengaruh lama penyimpanan ke-i

Bj = Pengaruh pemberian bahan pencegah kerusakan dosis ke-j AiBj = Pengaruh interaksi lama penyimpanan ke-I dengan pemberian

bahan pencegah kerusakan dosis ke-j

εijk = Galat percobaan karena pengaruh perlakuan lama

penyimpanan ke-i, pemberian bahan pencegah kerusakan dosis ke-j, dan ulangan ke-k.

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan selanjutnya jika berbeda nyata dilakukan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1997).

Peubah

Peubah-peubah yang diamati dalam penelitian adalah:

1. Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan sebagai data pendukung 2. Kadar air bahan

3. Aktivitas air bahan 4. Daya ambang

5. Kerapatan tumpukan

(41)

18

Prosedur

Persiapan Sampel

Bahan yang sudah dikeringkan hingga mencapai kadar air 11-13 % dicampur dengan bahan pencegah kerusakan sesuai dengan perlakuan dengan menambahkan bahan pencegah kerusakan berdasarkan dosis masing-masing bahan (bawang putih (1%), zeolit (1%), dan anti jamur komersial (0.15%). Hal tersebut merujuk kepada Sidih (1996) yang melaporkan bahwa penambahan 1% zeolit dapat menurunkan kadar air dan aktivitas air secara signifikan pada pakan ayam bertekstur crumble sedangkan untuk dosis anti jamur merupakan ketentuan dari produsen yang memproduksi anti jamur tersebut.

Bawang putih yang digunakan adalah bawang putih dalam bentuk bubuk. Pembuatan bubuk bawang putih tergambar pada Gambar 8.

Gambar 8. Bagan Proses Pembuatan Bubuk Bawang Putih

Penyimpanan

Jagung/dedak padi yang telah dipisahkan ke dalam perlakuan dan ulangan disimpan di dalam gudang yang ditempatkan pada karung plastik dalam bentuk curah yang akan terus dicatat suhu dan kelembaban ruang penyimpanan. Penyimpanan dilakukan selama 8 minggu. Bahan baku pakan penelitian disimpan di atas papan

Pengupasan Siung Bawang Putih

Pengirisan (2-3 mm)

Pengeringan dalam oven 600C selama 24 jam

Penghalusan

Pengayakan 40 mash

(42)

19 untuk menghindari kontak langsung dengan lantai. Penempatan jagung dan dedak padi diacak, hal tersebut ditujukan untuk mengurangi eror data yang dapat terjadi akibat salah penyimpanan, serta meratakan perlakuan dan penyimpanan.

Pencatatan Suhu dan Kelembaban Ruangan

Suhu dan kelembaban udara ruang penyimpanan diukur menggunakan thermohigrometer yang dapat mengukur suhu dan kelembaban sekaligus. Suhu dan kelembaban diukur setiap hari dan pengukuran dilakukan tiga kali dalam sehari yaitu pukul 07.00, pukul 12.00, dan pukul 17.00. Perbedaan waktu ini diharapkan dapat mewakili perubahan suhu yang terjadi.

Pengukuran Kadar Air (AOAC, 1997)

Kadar air diukur dengan menggunakan metode pemanasan. Cawan aluminium ditumbang (x gram). Sampel seberat 0,3 gram (y gram) dimasukkan ke dalam cawan aluminium kemudian dimasukkan kedalam oven 1050C selama 24 jam. Setelah itu sampel dalam cawan ditimbang (z gram).

Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus :

Pengukuran Aktivitas Air

Alat yang digunakan untuk mengukur aktivitas air (Aw) adalah Aw meter. Cara kerja alat adalah Aw meter dikalibrasi dengan dimasukkan cairan BaCl2.2H2O,

kemudian ditutup dan dibiarkan 3 jam sampai angka pada skala pembacaan Aw menjadi 0,9. Jagung/dedak padi dimasukkan dan alat ditutup dan ditunggu hingga 3 jam. Setelah 3 jam skala Aw dibaca dan dicatat.

Aktivitas air (Aw) dihitung dengan menggunakan rumus :

Aw = Pembacaan skala Aw + [(pembacaan skala temperatur - 20) x 0,002]

Pengukuran Kerapatan Tumpukan (Khalil, 1999a)

Kerapatan tumpukan diukur dengan bahan seberat 100 gram dicurahkan melalui corong yang memiliki diameter 2,5 cm ke dalam gelas ukur, selanjutnya dicatat titik maksimum dan minimum bahan menempati volume ruang gelas ukur.

(43)

20 Kerapatan tumpukan dihitung menggunakan rumus :

Pengukuran Kerapatan Pemadatan Tumpukan (Khalil, 1999a)

Kerapatan tumpukan diukur dengan bahan seberat 100 gram dicurahkan melalui corong yang memiliki diameter 2,5cm ke dalam gelas ukur kemudian dilakukan pemadatan selama 1 menit dan setelah itu dicatat titik maksimum dan minimum bahan menempati volume ruang gelas ukur setelah dilakukan pemadatan.

Nilai kerapatan pemadatan tumpukan dihitung menggunakan rumus :

Pengukuran Sudut Tumpukan (Khalil, 1999b)

Sudut tumpukan diukur dengan menjatuhkan bahan seberat 500 gram pada alat pengukur sudut tumpukan (Gambar 9) kemudian diukur diameter dan tinggi bahan setelah bahan tersebut meluncur dari alat.

Sudut Tumpukan (0) = tg  = t/0,5 d Keterangan : t = tinggi bahan ; d = diameter bahan

Gambar 9. Alat Pengukur Sudut Tumpukan

Pengukuran Daya Ambang (Khalil, 1999b)

Daya ambang diukur dengan menjatuhkan bahan seberat 500 gram pada ketinggian 2 meter kemudian dihitung waktu yang dibutuhkan oleh bahan untuk sampai ke permukaan bumi.

Nilai daya ambang dihitung menggunakan rumus:

Daya Ambang (m/s) = Jarak jatuh (m)/ Waktu (sekon)

Kerapatan Pemadatan Tumpukan = Berat bahan yang ditempatkan (gram) (g/ml)

Volume ruang yang ditempati (ml) Kerapatan Tumpukan = Berat bahan yang ditempatkan (gram) (g/ml)

(44)

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Penyimpanan

Suhu ruangan selama penyimpanan tertinggi ialah 280C dan terendah 26,60C sedangkan untuk kelembaban tertinggi ialah 87% dan terendah 81%. Rataan suhu dan kelembaban ruangan penyimpanan ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan Suhu dan Kelembaban Ruangan selama Penyimpanan (September – Desember 2008)

Data suhu tempat penyimpanan yang diperoleh (Tabel 3) merupakan suhu aman untuk penyimpanan bahan, hal ini sesuai dengan Syarief dan Halid (1993) yang menyatakan bahwa suhu batas aman penyimpanan berkisar antara 27-300C. Kelembaban yang terjadi selama penyimpanan berkisar antara 81-87 %, kelembaban ini lebih tinggi dari yang disarankan Syarief dan Halid (1993) yang menyatakan bahwa kelembaban optimum untuk penyimpanan adalah sebesar 70%. Suhu dan kelembaban sangat penting dalam penyimpanan bahan pakan. Suhu dan kelembaban akan mempengaruhi kadar air suatu bahan sehingga memungkinkan tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme perusak serta mempengaruhi tumbuhnya serangga dalam komoditi yang disimpan. Selama penyimpanan suhu dan kelembaban ruang berfluktuatif untuk setiap minggunya. Nilai suhu dan kelembaban saat penyimpanan sesuai dengan suhu dan kelembaban kota Bogor pada setiap bulannya 260C dengan suhu tertinggi 300C dengan RH sekitar 70% (BMG, 2009). Kelembaban yang tinggi saat penyimpanan pada minggu ke-2 menyebabkan tumbuhnya serangga seperti kutu dalam jagung dan dedak padi yang disimpan dalam gudang.

Kadar Air

Kadar air dedak selama penyimpanan berkisar antara 11,26– 18,51% (Tabel 4). Minggu pertama penyimpanan merupakan nilai kadar air dedak terendah dan minggu ke delapan merupakan nilai kadar air tertinggi untuk semua perlakuan yang diberikan. Penambahan bahan pencegah kerusakan dan lama penyimpanan nyata

Minggu ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 Rataan

Suhu (0) 27,67 28,00 27,67 28,00 26,26 27,40 27,20 27,57 27,58 ± 0,71

(45)

22 (P<0,05) berpengaruh terhadap kadar air dedak padi dan terdapat interaksi antara penambahan bahan pencegah kerusakan dengan lama penyimpanan terhadap kadar air dedak padi.

Selama penyimpanan nilai kadar air semakin meningkat dari minggu ke minggu. Kadar air dengan penambahan zeolit nyata berbeda dengan penambahan anti jamur komersil dan dengan penambahan zeolit, kadar air dedak cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan perlakuan yang lain untuk setiap minggunya. Kadar air dedak dengan penambahan bawang putih tidak berbeda dengan perlakun kontrol dan cenderung tinggi untuk setiap minggunya.

Peningkatan kadar air dedak dapat disebabkan oleh adanya pengaruh lingkungan (suhu dan kelembaban) selama proses penyimpanan, hal ini sesuai dengan Winarno (1980) yang menyatakan bahwa selama penyimpanan terjadi proses difusi air kedalam bahan, sehingga terjadi peningkatan kadar air. Apabila kadar air bahan rendah atau suhu bahan tinggi sedangkan RH (kelembaban) sekitarnya tinggi maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi lembab atau kadar air bahan menjadi tinggi. Alasan lain yang dapat menjelaskan berubahnya kadar air bahan saat penyimpanan adalah adanya proses respirasi bahan. Hasil dari proses respirasi adalah uap air, hal inilah yang menyebabkan kadar air bahan dapat meningkat, selain itu adanya aktivitas serangga yang sudah terdapat pada minggu ke-2 dan adanya kapang pada bahan yaitu pada minggu ke-6 sehingga memicu peningkatan kadar air bahan. Hal ini sesuai dengan Yusawisana (2002) yang menyebutkan bahwa banyaknya air yang terbentuk adalah akibat reaksi dari Tabel 4. Rataan Nilai Kadar Air Dedak dan Jagung selama Penyimpanan (%)

Minggu Bahan Perlakuan

0 2 4 6 8 P0 15,95±0,36bc 16,46±0,68bcd 17,16±2,21bcd 19,04 ± 0,12d

P1 15,66±0,83b 17,82±0,27bcd 15,82±1,57b 17,31 ± 1,24d

10,55±0,51a 16,28±0,24bcd 17,52±0,03cd 16,55±1,12bcd 20,68 ± 2,76e

(46)

23 mikroorganisme yang muncul pada bahan dan juga akibat kelembaban yang tinggi pada ruangan, sebab mikroorganisme menguraikan bahan organik yang terkandung dan reaksi penguraian tersebut menghasilkan air.

Berbeda dengan dedak, kadar air jagung kerkisar antara 12,88-16,09%. Lama penyimpanan dan penambahan bahan pencegah kerusakan pada jagung nyata (P<0,05) tidak mempengaruhi kadar air jagung selama penyimpanan dan tidak terdapat interaksi antara lama penyimpanan dan panambahan bahan pencegah kerusakan terhadap kadar air jagung.

Jagung kurang responsif terhadap perlakuan yang diberikan selama proses penyimpanan dibandingkan dengan dedak, hal ini dikarenakan perbedaan ukuran partikel antara jagung dan dedak padi. Jagung memiliki partikel yang lebih besar dibandingkan dedak padi sehingga luas permukaan jagung lebih sempit bila dibandingkan dengan dedak sehingga bahan pencegah kerusakan tidak dapat mempengaruhi jagung, selain itu dikarenakan dedak memiliki kandungan serat yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan jagung sehingga lebih responsif bila dibandingkan dengan jagung.

Awal penyimpanan (minggu ke-0) menunjukan nilai kadar air paling rendah (12,88%), jika dibandingkan dengan minggu-minggu selanjutnya. Nilai kadar air jagung saat awal penyimpanan telah sesuai dengan batas aman kadar air untuk penyimpanan bahan-bahan hasil pertanian (dibawah 13–14%) seperti yang dilaporkan oleh Syarief dan Halid (1993) dan Novus (2000) yang menyatakan bahwa kadar air jagung untuk pakan ternak minimum 11,9 % dan maksimum 13,9 %.

Aktivitas Air (Aw)

(47)

24 dedak perlakuan kontrol karena pada perlakuan kontrol tidak dilakukan proses pencampuran aditif saat persiapan penelitian sehingga sumber kontaminan bisa diperkecil dan nilai Aw yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Tingginya nilai aktivitas air pada perlakuan yang ditambahkan zeolit, bubuk bawang putih dan anti jamur komersial dikarenakan tingginya kontaminan pada dedak karena proses pencampuran bahan pencegah kerusakan ketika tahap persiapan penelitian.

Lama penyimpanan dan penambahan bahan pencegah kerusakan tidak berpengaruh terhadap aktivitas air jagung namun terdapat interaksi antara lama penyimpanan dengan penambahan bahan pencegah kerusakan terhadap aktivitas air jagung. Minggu ke-0 aktivitas air jagung nyata (P>0,05) berbeda untuk semua perlakuan. Minggu ke-2,4,6 dan 8 nilai kadar air tidak berbeda nyata (P>0,05) untuk semua perlakuan. Semua perlakuan pada minggu ke-0 nyata (P<0,05) lebih kecil dibandingkan dengan minggu ke-2,4,6, dan 8. Minggu ke-6 nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan minggu ke- 2,4, dan 8 untuk semua perlakuan.

Kisaran nilai AW pada jagung pada penelitian ini ialah 0,76 - 0,81, kisaran nilai AW yang diperoleh berada pada daerah II dan III dalam peta Labuza seperti terlihat pada Gambar 10, yang menunjukkan stabilitas bahan dalam fungsi AW dimana pada AW pada daerah II merupakan AW optimal untuk pertumbuhan mikroorganisme (kapang dan khamir), serta terjadi peningkatan aktivitas enzim. Nilai AW pada daerah III merupakan keadaan optimal untuk tumbuhnya bakteri dan keadaan puncak dari beberapa reaksi kimia yang dapat merusak bahan.

(48)

25

Gambar 10. Peta Stabilitas Bahan sebagai Fungsi dari AW (Labuza, 1971) dalam Winarno (1991).

Kerapatan Tumpukan

Kerapatan tumpukan digunakan untuk menentuakan volume ruang penyimpanan bahan dengan berat tertentu (Syarief dan Halid, 1993). Semakin tinggi nilai kerapatan tumpukan maka ruang penyimpanan yang dibutuhkan semakin kecil (Khalil, 1999a). Dengan meningkatnya kadar air bahan maka semakin meningkat pula nilai kerapatan tumpukan bahan (Khalil, 1999a)

Berdasarkan data Tabel 6 nilai kerapatan tumpukan dedak dari minggu ke-minggu selama penyimpanan semakin menurun.

Tabel 6. Rataan Nilai Kerapatan Tumpukan Dedak dan Jagung selama Penyimpanan (g/ml)

Minggu Bahan Perlakuan

0 2 4 6 8

P0 0,40±0,01d 0,33±0,03abc 0,31±0,04ab 0,33±0,02abcd

P1 0,35±0,02abcd 0,32±0,01ab 0,33±0,00abc 0,34±0.07abcd P2 0,31±0,02ab 0,30±0,04ab 0,35±0,03abcd 0,37±0,08bcd Dedak

P3

0,43±0,00d 0,40±0,00d 0,39±0,00d

0,40±0,00d 0,33±0,01abc 0,24±0,05a 0,32±0,03ab 0,33±0,04abc

P0 0,59±0,00c 0,59±0,05c 0,52±0,04ab 0,51±0,02ab 0,51±0,03ab P1 0,59±0,00c 0,59±0,01c 0,56±0,03bc 0,56±0,03abc 0,55±0,04abc P2 0,59±0,01c 0,58±0,04bc 0,56±0.04bc 0,56±0,09abc 0,54±0,03bc Jagung

P3 0,59±0,01c 0,56±0,01bc 0,54±0,03bc 0,55±0,04abc 0,55±0,10abc

Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

(49)

26

Kerapatan Tumpukan dedak

Perlakuan yang diberikan nyata tidak mempengaruhi kerapatan tumpukan dedak sedangkan lama penyimpanan nyata (P<0,05) menurunkan nilai kerapatan tumpukan dedak padi dan tidak terdapat interaksi antara lama penyimpanan dengan penambahan bahan pencegah kerusakan terhadap kerapatan tumpukan dedak. Nilai rataan kerapatan tumpukan dedak padi penelitian berkisar antara 0,28± 0,05-0,43±0,00 g/ml, nilai ini sesuai dengan Irawan (2006) yang menyatakan nilai rataan kerapatan tumpukan dedak padi dari tiga perusahaan yang berbeda sekitar 0,270±0,00-0,316±49,55 g/ml dan sesuai dengan Khajarern et al. (1987) yang melaporkan bahwa nilai kerapatan tumpukan dedak padi berkisar antara 0,350–0,337 g/ml. Nilai kerapatan tumpukan minggu pertama merupakan nilai rataan tertinggi (0,43 g/ml) dan terendah terdapat pada minggu ke-4 yaitu sebesar 0,28 g/ml.

Kerapatan tumpukan dedak pada minggu ke-0 nyata (P<0,05) lebih tinggi bila dibandingkan dengan minggu-minggu yang lain dan pada minggu ke-8 kerapatan tumpukan nyata lebih rendah bila dibandingkan dengan minggu ke-0,2,4 dan 6. Penambahan bahan pencegah kerusakan tidak mempengaruhi nilai kerapatan tumpukan dedak, namun lama penyimpanan berpengaruh terhadap penurunan nilai kerapatan tumpukan. Penurunan nilai rataan kerapatan tumpukan ini dikarenakan nilai kadar air dedak yang semakin meningkat, hal ini sesuai dengan Khalil (1999a) yang menyatakan bahwa kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan menurun dengan meningkatnya kandungan air bahan.

(50)

27 menggunakan nutrien yang terkandung dalam bahan untuk pertumbuhannya sehingga nilai nutrien menjadi berkurang dan kerapatan tumpukan bahan pun semakin berkurang. Kerapatan tumpukan dipengaruhi oleh intensitas gaya kohesi dan ukuran partikel, selanjutnya Peleg dan Bagley (1983) menjelaskan bahwa tepung yang halus dan memiliki kadar air tinggi memiliki gaya kohesi yang tinggi.

Kerapatan Tumpukan Jagung

(51)

28

Kerapatan Pemadatan Tumpukan

Hampir sama dengan kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan digunakan untuk menentukan volume ruang penyimpanan bahan. Namun perbedaannya adalah adanya proses pemadatan pada bahan. Rataan kerapatan pemadatan tumpukan jagung dan dedak padi selama penyimpanan ditampilkan pada Tabel 7.

Kerapatan Pemadatan Tumpukan (KPT) Jagung

Perlakuan yang diberikan pada jagung nyata tidak mempengaruhi nilai kerapatan pemadatan tumpukan jagung sedangkan lama penyimpanan nyata (P<0,05) menurunkan nilai kerapatan pemadatan tumpukan jagung dan terdapat interaksi (P>0,05) antara penambahan bahan pencegah kerusakan dengan lama penyimpanan terhadap kerapatan pemadatan tumpukan jagung. Berdasarkan Tabel 7 nilai rataan KPT jagung berkisar antara 0.40-0.65 g/ml, nilai ini hampir sama dengan Irawan (2006) yang menyebutkan bahwa nilai kerapatan pemadatan tumpukan jagung dari tiga perusahaaan yang berbeda berkisar antara 0,62-0,67 g/ml.

Nilai kerapatan pemadatan tumpukan tertinggi pada minggu ke-0 dimiliki oleh jagung yang ditambahkan dengan zeolit (0,62 g/ml) sedangkan untuk perlakuan yang lain tidak berbeda nilainya (0,61 g/ml). Nilai kerapatan pemadatan tumpukan pada minggu ke-2 terendah dimiliki oleh jagung dengan perlakuan kontrol dan tertinggi dimiliki oleh jagung dengan penambahan zeolit dan anti jamur komersil (0,64 g/ml). Nilai kerapatan pemadatan tumpukan pada minggu ke-4 terendah

(52)

29

dimiliki oleh jagung dengan perlakuan kontrol sedangkan untuk perlakuan yang lain nilai kerapatan pemadatan tumpukan tidak berbeda nilainya. Terjadi penurunan nilai kerapatan pemadatan tumpukan jagung pada minggu ke-6 untuk semua perlakuan yang diberikan pada jagung, nilai kerapatan tumpukan tertinggi dimiliki oleh jagung yang ditambahkan zeolit (0,64 g/ml) dan terendah dimiliki oleh jagung dengan perlakuan kontrol dan pada minggu ke-8 terjadi penurunan nilai kerapatan pemadatan tumpukan untuk semua perlakuan dan tidak terdapat perbedaan nilai kerapatan tumpukan dedak untuk semua perlakuan (Gambar 11).

Gambar 11. Pengaruh Lama Penyimpanan dengan atau tanpa Penambahan Bahan Penghambat Kerusakan Fisik terhadap Kerapatan Pemadatan Tumpukan Jagung

(53)

30 dampak yang nyata dalam mempertahankan nilai kerapatan pemadatan tumpukan jagung selama penyimpanan. Penambahan 1% zeolit pada jagung cenderung menghasilkan kerapatan pemadatan tumpukan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan perlakuan yang lain, hal ini menunjukkan jagung yang ditambahkan dengan zeolit memiliki volume ruang yang lebih sedikit untuk penyimpanan sehingga bisa lebih banyak lagi jagung yang disimpan pada volume ruang tertentu.

Kerapatan Pemadatan Tumpukan Dedak

Perlakuan yang diberikan pada dedak nyata tidak mempengaruhi nilai kerapatan pemadatan tumpukan dedak sedangkan lama penyimpanan nyata (P<0,05) menurunkan nilai kerapatan pemadatan tumpukan dedak dan tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara penambahan bahan pencegah kerusakan dengan lama penyimpanan dedak. Berdasarkan data pada Tabel 7 nilai kerapatan pemadatan tumpukan dedak berfluktuatif. Nilai kerapatan pemadatan tumpukan dedak hasil penelitian berkisar antara 0,365-0,447 g/ml, nilai ini sesuai dan hampir sama dengan Irawan (2006) yang menyebutkan bahwa nilai rataan KPT dedak pada tiga perusahaan yang berbeda berkisar antara 0,425±0,057-0,557±0,15g/ml.

Selama penyimpanan nilai kerapatan pemadatan tumpukan menurun sampai dengan minggu ke-4 tetapi pada minggu ke-6 sampai minggu ke-8 terjadi peningkatan kerapatan pemadatan tumpukan dedak. Hal ini dikarenakan akibat dari aktivitas mikroorganisme yang terus meningkat pada dedak sehingga mengakibatkan peningkatan partikel-partikel halus dalam dedak yang diakibatkan oleh aktivitas serangga dan adanya kapang sehingga mengakibatkan nilai kerapatan pemadatan tumpukan dedak menjadi semakin meningkat, selain itu dikarenakan adanya getaran dan benturan selama penyimpanan. Menurut Johnson (1994), kerapatan pemadatan tumpukan cenderung meningkat semakin banyaknya jumlah partikel halus dalam ransum. Penambahan jumlah partikel halus dipengaruhi oleh adanya pengaruh dari luar seperti adanya getaran dan benturan selama penyimpanan.

Sudut Tumpukan

(54)

31

Sudut Tumpukan Dedak

Penambahan bahan pencegah kerusakan pada dedak nyata mempengaruhi nilai sudut tumpukan dedak sedangkan lama penyimpanan nyata (P<0,05) menurunkan nilai sudut tumpukan dedak dan terdapat interaksi (P>0,05) antara penambahan bahan pencegah kerusakan dengan lama penyimpanan. Sudut tumpukan dedak pada minggu ke-0 tidak berbeda nyata untuk semua perlakuan, pada minggu ke-2 penambahan anti jamur komersil nyata paling tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Pada minggu ke-4,6 dan minggu ke-8 nilai sudut tumpukan tidak berbeda nyata untuk semua perlakuan. Nilai sudut tumpukan perlakuan kontrol untuk setiap minggunya nyata tidak meningkat, pada perlakuan penambahan zeolit, minggu ke-0 nyata lebih rendah bila dibandingkan dengan minggu yang lain, sedangkan untuk minggu yang lain tidak berbeda nyata sedangkan untuk perlakuan penambahan 1% bawang putih minggu ke-0 dan minggu ke-4 nyata lebih kecil bila dibandingkan dengan minggu yang lain, minggu ke-6 nilai sudut tumpukan nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan minggu yang lain. Untuk penambahan anti jamur komersil minggu ke-0 dan minggu ke-2 nyata berbeda bila dibandingkan dengan minggu yang lain.

Berdasarkan data hasil penelitian, nilai rataan sudut tumpukan berkisar antara 20,030-24,250, nilai sudut tumpukan ini berbeda dengan Khalil (1999b) yang menyatakan bahwa nilai sudut tumpukan dedak adalah 43,60, perbedaan nilai sudut tumpukan ini dikarenakan berbagai faktor diantaranya adalah perbedaan alat pengukur sudut tumpukan, selain itu dikarenakan perbedaan kandungan air bahan.

Tabel 8. Rataan Nilai Sudut Tumpukan Dedak dan Jagung Selama Penyimpanan (0)

Minggu Bahan Perlakuan

0 2 4 6 8 P0 22.27±0.21bc 22.03±0.37abc 23.39±0.64bc 21.30±1.10ab

P1 22.23±0.43bc 22.06±0.09abc 23.75±0.22de 21.66±1.20cd

P2 22.37±0.39bc 20.86±0.82a 24.25±0.96e 22.24±0.27bc

22.75±0,01a 23.66±0.85de 22.29±0.62bc 22.58±1.63bcd 22.04±0.39abc

P0 20.02±0,00a 15.32±0.24abc 15.93±0.50abc 16.50±0.88bc 14.03±0.45d P1 20.12±0,00a 15.80±0.08abc 15.38±0.22abc 15.50±1.03abc 14.45±1.06d P2 20.10±0,01a 16.02±0.34 abc 15.88±0.71abc 15.07±0.89cd 15.01±0.74abc Jagung

(55)

32 Nilai sudut tumpukan perlakuan kontrol pada dedak nyata berbeda dengan dedak yang ditambahkan zeolit, tetapi dedak yang ditambahkan bawang putih dan anti jamur komersil tidak berbeda dengan perlakuan dedak yang ditambahkan zeolit dan kontrol. Keempat perlakuan yang diberikan pada dedak menghasilkan nilai sudut tumpukan yang rendah dan termasuk kedalam bahan yang mudah untuk mengalir karena nilai sudut tumpukannya berkisar antara 20-300. Nilai sudut tumpukan yang dihasilkan sesuai dengan Rutloftt (1981) dalam Khalil (1999b) yang menyatakan bahwa nilai sudut tumpukan dedak berkisar 22-300 dan termasuk grup 1 yaitu bahan mudah diangkat dengan alat mekanik. Besarnya sudut tumpukan sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel, bentuk dan karakteristik permukaan partikel, kandungan air, berat jenis, dan kerapatan tumpukan (Khalil, 1999b).

Selama penyimpanan dengan penambahan 1% zeolit pada dedak cenderung lebih mampu mempertahankan nilai sudut tumpukan tetap lebih rendah bila dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini terkait dengan kadar air yang terkandung dalam dedak yang ditambahkan dengan zeolit, karena sifat zeolit sebagai pengabsorbsi yang efektif maka zeolit mampu menurunkan nilai kadar air dedak sehingga berpengaruh terhadap besarnya sudut tumpukan yang dihasilkan, sedangkan penambahan 1% bawang putih memiliki nilai sudut tumpukan yang tidak berbeda nyata dengan dedak perlakuan kontrol, hal ini menunjukkan bahwa penambahan 1% bawang putih tidak memberikan dampak yang nyata dalam mempertahankan nilai sudut tumpukan dedak selama penyimpanan. Hal ini menunjukkan dengan penambahan 1% zeolit, dedak menjadi lebih cepat dan efisien pada proses pengosongan silo baik secara vertikal pada saat pemindahan bahan menuju unit penimbangan atau pada saat pencampuran bahan dan lebih mudah,efisien dan cepat saat pengangkutan bahan secara mekanik.

Sudut Tumpukan Jagung

(56)

33 dibandingkan dengan minggu yang lain, minggu ke-2,4,6 dan 8 tidak berbeda nyata.

Berdasarkan data pada Tabel 8 terlihat bahwa selama penyimpanan nilai sudut tumpukan jagung berkisar antara 14,03-20,120 sedangkan menurut Irawan (2006) nilai sudut tumpukan jagung pada tiga perusahaan yang berbeda berkisar antara 38,2-38,70. Perbedaan nilai sudut tumpukan ini dikarenakan perbedaan kadar air yang terkandung pada jagung, selain itu dikarenakan selama penelitian nutrien yang terkandung dalam jagung sudah banyak digunakan oleh serangga untuk pertumbuhannya sehingga menghasilkan sudut tumpukan yang semakin menurun dari minggu ke minggu, hal ini bertentangan dengan nilai kadar air pada jagung yang tidak berubah (meningkat atau menurun) selama penyimpanan dan bertentangan dengan Khalil (1999b) yang menyebutkan bahwa semakin tinggi kandungan air yang terbentuk pada bahan, maka semakin besar sudut tumpukan yang terbentuk. Jagung memperlihatkan kebebasan partikel yang lebih tinggi, yang ditandai dengan semakin rendahnya nilai sudut tumpukan yang terbentuk selama penyimpanan meskipun jagung memiliki gaya kohesi yang tinggi hal ini terjadi karena bentuk partikel jagung seragam sehingga pada saat dicurahkan terjadi pergerakan partikel yang cepat sehingga sudut tumpukan yang terbentuk menjadi landai. Selama penyimpanan terjadi aktivitas dari serangga yang memakan nutrien dalam jagung sehingga sudut tumpukan semakin menurun dan bahan sangat mudah mengalir karena terbentuk parikel-partikel yang lebih besar sehingga jagung mudah saat dialirkan sehingga membentuk sudut tumpukan yang rendah.

Daya Ambang

Lama penyimpanan dedak nyata (P<0,05) menurunkan nilai daya ambang dedak dan jagung, sedangkan penambahan bahan pencegah kerusakan tidak berbeda nyata (P>0,05) mempengaruhi daya ambang jagung, tetapi nyata (P<0,05) mempengaruhi nilai daya ambang dedak yang dihasilkan (Tabel 9).

Daya Ambang Dedak

(57)
(58)

35

Gambar 12. Pengaruh Lama Penyimpanan dengan atau tanpa Penambahan Bahan Pencegah Kerusakan terhadap Daya Ambang Dedak

Nilai daya ambang yang tinggi ini menunjukkan penambahan zeolit mampu mempertahankan nilai daya ambang selama penyimpanan dibandingkan dengan perlakuan yang lain, hal ini berhubungan dengan nilai kadar air pada dedak yang ditambahkan zeolit menurun pada minggu ke-6 proses penyimpanan oleh karena sifat zeolit sebagai adsorben dan penyaring molekul dimungkinkan karena struktur zeolit yang berongga sehingga zeolit mampu menyerap sejumlah besar molekul yang berukuran lebih kecil atau sesuai dengan ukuran rongganya. Hal ini menunjukkan dengan penambahan 1% zeolit pada dedak mengakibatkan dedak lebih efisien pada saat pengangkutan dedak dengan menggunakan alat penghisap.

Daya Ambang Jagung

Lama penyimpanan jagung nyata (P<0,05) menurunkan nilai daya ambang jagung, sedangkan penambahan bahan pencegah kerusakan tidak nyata (P>0,05) mempengaruhi daya ambang jagung dan tidak terdapat interaksi antara lama penyimpanan dengan penambahan bahan pencegah kerusakan terhadap daya ambang jagung. Rataan nilai daya ambang jagung berdasarkan pada Tabel 9 adalah berkisar antara 3,78-6,5 m/s, sesui dengan Irawan (2006) yang menyatakan bahwa nilai rataan jagung 3,18-4,04 m/s.

(59)

Gambar

Gambar 1. Jagung dan Morfologinya (www.litbang.deptan.go.id)
Gambar 2. Dedak Padi dan Morfologi Padi
Tabel 1. Kandungan Nutrien Bahan Makanan Jagung dan Dedak Padi
Gambar 3. Bawang Putih
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian di atas penulis dapat menarik pengertian bahwa yang dimaksud judul skripsi ini adalah kafā‟ah pekerjaan dan pendidikan calon menantu perspektif hukum

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data profil fitokimia dan data bioktivitas antifungi ekstrak MeOH, fraksi n-heksana, fraksi CHCl 3 dan fraksi EtOAc daun laban

17 427832 BPCB JATENG BELANJA JASA KONSULTAN PERENCANAAN REHABILITASI MUSEUM RADYA PUSTAKA KOTA SURAKARTA 21730000 1.. KOTA SURAKARTA PAGU AKTIFITAS

Banyak siswa yang perilakunya menjadi lebih baik setelah mengikuti kegiatan-kegiatan yang di adakan oleh Rohis, misalnya siswi yang sebelumnya tidak mengenakan

No statistical difference between gypsum and combination of gypsum-CHA implants in capsule quality, interface quality, capsule thickness, and total score indicated that gypsum

Berdasarkan pembahasan di atas dapat diketahui bahwa perubahan tingkat pencahayaan alami pada ruang kelas di SMA Negeri 9 Makassar dipengaruhi oleh beberapa

7. sekarang saya akan mengecek tanda tanda vital mbak yang meliputi suhu tubuh, nadi, tekanan darah, dan pernafasan mbak. permisi ya mbak. selanjutnya saya akan menjelaskan beberapa

Sampel plasma yang mengan- dung cilostazol pada konsentrasi LLOQ dengan 50,0 µ l baku dalam (20,0 µ g/mL) disiapkan, setelah itu diekstraksi seperti pada penyiapan sampel.