• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Fisik, Kimia, dan Organoleptik Sosis Frankfurters dengan Penggunaan Bubuk Rosella dan Angkak sebagai Bahan Tambahan Alami Pengganti Nitrit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kualitas Fisik, Kimia, dan Organoleptik Sosis Frankfurters dengan Penggunaan Bubuk Rosella dan Angkak sebagai Bahan Tambahan Alami Pengganti Nitrit"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

KUALITAS FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK SOSIS

FRANKFURTERS DENGAN PENGGUNAAN BUBUK

ROSELLA DAN ANGKAK SEBAGAI BAHAN

TAMBAHAN ALAMI PENGGANTI NITRIT

SKRIPSI DWI NOVI LIANA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

Dwi Novi Liana. D14063011. 2010. Kualitas Fisik, Kimia, dan Organoleptik Sosis Frankfurters dengan Penggunaan Bubuk Rosella dan Angkak sebagai Bahan Tambahan Alami Pengganti Nitrit. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Irma Isnafia Arief, S.Pt. M.Si. Pembimbing Anggota : Bramada Winiar Putra, S.Pt.

Daging merupakan salah satu pangan asal hewan yang banyak dikonsumsi masyarakat dan mudah rusak. Salah satu produk olahan daging adalah sosis.

Frankfurters merupakan salah satu jenis produk makanan yang berbentuk sosis. Nitrit adalah salah satu bahan tambahan yang biasa digunakan sebagai pengawet dan penstabil warna merah daging pada sosis, namun penggunaan nitrit dapat menimbulkan nitrosamin yang bersifat toksik, penyebab kanker. Pengembangan yang dilakukan dalam pembuatan sosis saat ini, selain dari segi rasa juga mulai diteliti dari segi kesehatan konsumen, sehingga produsen mulai melirik menggunakan bahan alami sebagai bahan campuran sosis. Sumber nabati yang berpotensi sebagai sumber zat warna dan pengawet alami antara lain adalah bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L) dan beras merah cina atau angkak. Penggunaan rosella dan angkak sebagai bahan tambahan alami, diharapkan dapat menjadi alternatif dalam pengurangan penggunaan nitrit dan menjadi langkah awal inovasi teknologi pembuatan sosis frankfurters yang menyehatkan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik, sifat kimia dan uji organoleptik sosis frankfurters dengan penggunaan kombinasi bubuk rosella dan angkak sebagai bahan tambahan alami pengganti nitrit. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Mei 2010 di Laboratorium Ternak Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Pangan Pusat Antar Universitas (PAU), Institut Pertanian Bogor.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK). Perlakuan pada penelitian ini adalah sosis dengan kombinasi bubuk rosella dan angkak dengan taraf yang berbeda 1% rosella : 0,75% angkak dan 1% rosella : 0,5% angkak dan 0, 0125% nitrit sebagai kontrol, serta sebagai periode adalah waktu pembuatan (periode 1, 2, dan 3). Peubah yang diamati adalah sifat fisik (nilai pH, DSA, stabilitas emulsi, stabilitas warna, kekenyalan, dan rendemen), sifat kimia (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat) dan uji hedonik (parameter warna, rasa, aroma, tekstur, kekenyalan, dan penampakan umum).

(3)

panelis terhadap sosis angkak dan rosella menunjukan hasil tidak berbeda dengan sosis kontrol (nitrit) terhadap warna dan aroma. Tekstur dan kekenyalan sosis angkak dan rosella berbeda dan tidak disukai dibandingkan dengan sosis kontrol (nitrit), sedangkan warna dan aroma disukai. Panelis lebih menyukai rasa sosis 1% rosella : 0,5% angkak dibandingkan dengan sosis 1% rosella : 0,75% angkak, namun berbeda dengan sosis kontrol (nitrit).

Kata Kunci : Sosis frankfurters, nitrit, rosella, angkak.

(4)

ABSTRACT

Physical, Chemical Characteristic, and Organoleptic Test of Frankfurters Sausage with Rosella and Anka Powder

As Natural Subsitution for Nitrite

Liana, D. N., I. I. Arief and B. W. Putra

Objective of this research was to observe physical and chemical characteristic and organoleptic test of frankfurters sausage used the roselle and anka powder as natural substitution for nitrite. This research used different combination of roselle and anka powder: 1% of roselle and 0.75% of anka, 1% of roselle and 0.5% of anka, and 0.0125% of nitrite as a control. Observed variables were the physical characteristics (pH value, Water Holding Capacity (WHC), emultion stability, color stability, juicyness, and rendement), chemical characteristics (water, ash, fat and carbohydrate content) and hedonic test (color, taste, flavor, texture, juicyness parameter and general appearance). The observations were analyzed using randomized block design with three blocks of period. The result showed that sausage which use the different combination of anka and roselle had real effect to pH value, WHC, color stability and ash content of the sausage, meanwhile, the emultion stability, juicyness, rendement and other chemical characteristics were not effected. Hedonic test result of this sausage showed real effect to texture, taste, juicyness parameter and general appearance. Acceptance mode value of the panelists were about 'did not like' to 'like'. Sausage with the combination of 1% of roselle and 0.75% of anka showed a higher value in pH value and WHC than the combination of 1% of roselle and 0.5% of anka sausage.

(5)

KUALITAS FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK SOSIS

FRANKFURTERS DENGAN PENGGUNAAN BUBUK

ROSELLA DAN ANGKAK SEBAGAI BAHAN

TAMBAHAN ALAMI PENGGANTI NITRIT

DWI NOVI LIANA D14063011

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(6)

Judul Skripsi : Kualitas Fisik, Kimia, dan Organoleptik Sosis Frankfurters

dengan Penggunaan Bubuk Rosella dan Angkak sebagai Bahan Tambahan Alami Pengganti Nitrit

Nama : Dwi Novi Liana

NIM : D14063011

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si.) (Bramada Winiar Putra, S.Pt.) NIP: 19750304 199902 2 001 NIP: 19801102 200501 1 001

Mengetahui: Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas peternakan IPB

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: 19591212 198603 1 004

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 27 November 1987 di Talang Padang,

Lampung. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak

Ahmad Hamdan Saidani dan Ibu Sri Suryani.

Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1994 di Sekolah Dasar

Negeri 1 Banding Agung dan diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan lanjut

tingkat pertama dimulai pada tahun 2000 dan diselesaikan pada tahun 2003 di

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Talang Padang. Penulis melanjutkan

pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 9 Bandar Lampung dan diselesaikan

pada tahun 2006.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur

Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi

dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2007. Penulis aktif dalam

organisasi Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER) periode

2007-2008 sebagai anggota divisi Hubungan Luar. Penulis juga aktif dalam Organisasi

Mahasiswa Daerah Keluarga Mahasiswa Lampung di IPB, periode 2006-2007.

Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di PT. Tanduran Sari dan BPPT Sapi

Potong Ciamis, Jawa Barat, pada Tahun 2008. Bidang akademik, penulis

berkesempatan menjadi penerima beasiswa BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa) pada

tahun 2008/2009 dan 2009/2010 serta menjadi peserta Penulisan Karya Ilmiah

(PKMP) IPB dan didanai oleh Dikti tahun 2010. Penulis juga pernah menjadi asisten

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim,

Alhamdulillah dengan rasa puji dan syukur penulis panjatkan ke-Hadirat

Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan sehingga

penulis memperoleh kemudahan dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini berjudul “Kualitas Fisik, Kimia, dan Organoleptik Sosis

Frankfurters dengan Penggunaan Bubuk Rosella dan Angkak sebagai Bahan Tambahan Alami Pengganti Nitrit”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat fisik, sifat kimia dan organoleptik sosis frankfurters dengan penggunaan kombinasi bubuk rosella dan angkak sebagai bahan tambahan alami

pengganti nitrit. Hal ini mengingat bahwa fungsi nitrit sebagai antimikroba, namun

dapat menghasilkan nitrosamin yang berbahaya bagi kesehatan manusia karena

bersifat toksik, sehingga diperlukan suatu alternatif bahan antimikroba agar sosis

memiliki daya simpan yang lama, namun tidak mengganggu kesehatan masyarakat

yang mengkonsumsinya. Pemanfaatan sumber nabati yang berpotensi sebagai

sumber zat warna dan pengawet alami seperti rosella dan angkak diharapkan dapat

menjadi langkah awal untuk inovasi teknologi pembuatan sosis yang menyehatkan.

Penulis menyadari bahwa banyak sekali kekurangan yang ada di dalam

skripsi ini, namun penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi setiap orang

yang membacanya.

Bogor, Agustus 2010

Penulis

(9)
(10)
(11)

Rasa ... 41

Penampakan Umum ... 42

KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

Kesimpulan ... 43

Saran... 43

UCAPAN TERIMA KASIH ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 46

LAMPIRAN ... 50

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Nutrien Daging Sapi Mentah ... 3

2. Nutrien Sosis Daging Sapi ... 4

3. Komposisi Kimiawi Angkak ... 8

4. Kelompok Utama Antosianin ... 11

5. Persentase Bahan-Bahan Sosis terhadap Berat Daging ... 19

6. Hasil Analisis Sifat Fisik Sosis Frankfurters ... 25

7. Hasil Analisis Sifat Kimia Sosis Frankfurters dalam Bobot Basah dan Bobot Kering ... 34

8. Nilai Rataan Uji Hedonik Sosis Frankfurters ... 39

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Struktur Dasar Antosianin ... 10

2. Skema Proses Pembuatan Sosis ... 18

(14)

DAFTAR LAMPIRAN 7. Hasil Analisis Ragam Stabilitas Warna (L) Sosis Frankfurters…………. 52 8. Uji Tukey HSD All-Pairwise Comparisons Test Nilai Stabilitas

Warna (L) Sosis Frankfurters ... 52 9. Hasil Analisis Ragam Stabilitas Warna (a) Sosis Frankfurters ... 52 10. Uji Tukey HSD All-Pairwise Comparisons Test Nilai Stabilitas

Warna (a) Sosis Frankfurters ... 52 11. Hasil Analisis Ragam Stabilitas Warna (b) Sosis Frankfurters ... 53 12. Uji Tukey HSD All-Pairwise Comparisons Test Nilai Stabilitas

Warna (b) Sosis Frankfurters ... 53 13. Hasil Analisis Ragam Rendemen Sosis Frankfurters ... 53 14. Hasil Analisis Ragam Kadar Air Sosis Frankfurters ... 53 15. Hasil Analisis Ragam Kadar Protein Sosis Frankfurters dalam

Bobot Basah ... 53

16. Hasil Analisis Ragam Kadar Protein Sosis Frankfurters dalam

Bobot Kering ... 54

17. Hasil Analisis Ragam Kadar Lemak Sosis Frankfurters dalam

Bobot Basah ... 54

18. Hasil Analisis Ragam Kadar Lemak Sosis Frankfurters dalam

Bobot Kering ... 54

19. Hasil Analisis Ragam Kadar Abu Sosis Frankfurters dalam Bobot

Basah ... 54

20. Hasil Analisis Ragam Kadar Abu Sosis Frankfurters dalam Bobot

Kering ... 55

21. Hasil Analisis Ragam Kadar Karbohidrat Sosis Frankfurters dalam

(15)

22. Hasil Analisis Ragam Kadar Karbohidrat Sosis Frankfurters dalam

Bobot Kering ... 55

23. Hasil Uji Kruskal-Wallis Parameter Warna Sosis Frankfurters ... 55

24. Hasil Uji Kruskal-Wallis Parameter Tekstur Sosis Frankfurters ... 56

25. Hasil Uji Kruskal-Wallis All-Pairwise Comparisons Test Parameter Tekstur Sosis Frankfurters ... 56

26. Hasil Uji Kruskal-Wallis All-Pairwise Comparisons Test Parameter Kekenyalan Sosis Frankfurters ... 56

27. Hasil Uji Kruskal-Wallis All-Pairwise Comparisons Test Parameter Kekenyalan Sosis Frankfurters ... 56

28. Hasil Uji Kruskal-Wallis Parameter Rasa Sosis Frankfurters ... 56

29. Hasil Uji Kruskal-Wallis All-Pairwise Comparisons Test Parameter Rasa Sosis Frankfurters ... 57

30. Hasil Uji Kruskal-Wallis Parameter Aroma Sosis Frankfurters ... 57

31. Hasil Uji Kruskal-Wallis Parameter Penampakan Umum Sosis Frankfurters ... 57

32. Hasil Uji Kruskal-Wallis All-Pairwise Comparisons Test Parameter Penampakan Umum Sosis Frankfurters ... 57

33. Contoh Format Lembar Kuisioner Uji Hedonik ... 58

34. Gambar Proses Awal Pencacahan Bahan Utama ... 59

35. Gambar Penambahan Rosella dan Angkak ... 59

36. Gambar Akhir Proses Pelumatan Sosis Rosella dan Angkak ... 59

37. Gambar Adonan Sosis Rosella dan Angkak ... 60

38. Gambar Adonan Sosis Kontrol (nitrit) ... 60

39. Gambar Pemasukan Sosis ke dalam Selongsong dan Pengikatan ... 60

(16)

1

PENDAHULUAN Latar Belakang

Daging merupakan salah satu pangan asal hewan yang memiliki nilai gizi

yang cukup tinggi dengan kandungan asam amino essensial yang cukup dan

seimbang. Daging termasuk ke dalam kategori produk asal hewan yang mudah rusak,

oleh karena itu diperlukan pengolahan daging untuk memperlama daya simpan

daging dan meningkatkan kualitas daging agar aman dikonsumsi oleh masyarakat.

Sosis adalah salah satu produk olahan daging yang telah lama dikonsumsi

oleh masyarakat. Frankfurters merupakan salah satu jenis produk makanan yang

berbentuk sosis. Produk olahan sosis sedang dikembangkan, baik dari segi bumbu

maupun dari segi jenis ternak yang dimanfaatkan dagingnya sebagai bahan dasar

pembuatan sosis. Daging yang umum digunakan sebagai bahan baku sosis adalah

daging sapi, tetapi saat ini ada juga sosis yang dibuat dari bahan dasar daging lain,

seperti daging ayam, daging kelinci, daging domba, dan daging kambing.

Peningkatan daya simpan sosis dapat dilakukan dengan penambahan bahan

tambahan makanan yang memiliki fungsi antimikroba dan antioksidan, salah satu

bahan tambahan makanan yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah nitrit. Nitrit

dapat berfungsi sebagai preservatif mikrobial yang mempunyai pengaruh

bakteriostatik dan sebagai agensia yang mampu memperbaiki flavor, serta mampu

menstabilkan warna merah pada daging. Penggunaan nitrit yang berlebih ternyata

dapat menimbulkan efek yang membahayakan bagi kesehatan manusia, karena nitrit

dapat berikatan dengan amino dan amida yang terdapat pada protein daging dan

membentuk turunan nitrosamin yang bersifat toksik.

Pengembangan pembuatan produk sosis yang sehat mulai diteliti dengan

menggunakan bahan tambahan makanan alami yang dapat berfungsi sebagai agen

antimikroba dan antioksidan. Pemanfaatan sumber nabati yang berpotensi sebagai

sumber zat warna dan pengawet alami seperti rosella dan angkak diharapkan dapat

menjadi langkah awal untuk inovasi teknologi pembuatan sosis yang menyehatkan.

Angkak memiliki sifat antimikroba dan berwarna merah. Rosella memiliki

sifat antioksidan yang kuat dan berwarna merah. Perpaduan kedua bahan alami

(17)

2 mengurangi penggunaan nitrit sehingga didapatkan produk olahan daging seperti

sosis yang tidak membahayakan kesehatan masyarakat yang mengkonsumsinya.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat fisik, sifat kimia dan

organoleptik sosis frankfurters dengan penggunaan kombinasi bubuk rosella dan

(18)

3

TINJAUAN PUSTAKA Daging

Otot hewan berubah menjadi daging setelah pemotongan karena fungsi

fisiologisnya telah berhenti. Otot merupakan komponen utama penyusun daging.

Daging juga tersusun dari jaringan ikat, epitel, jaringan-jaringan saraf, pembuluh

darah dan lemak, jadi daging tidak sama dengan otot (Soeparno, 2005). Daging

menurut SNI-01-3947-1995 merupakan urat daging yang melekat pada kerangka

kecuali urat daging dari bibir, hidung dan telinga, yang berasal dari hewan sehat pada

saat dipotong (Dewan Standarisasi Nasional, 1995). Dipandang dari segi nutrisi,

daging adalah sumber asam amino esensial yang sangat baik dan sedikit

mineral-mineral tertentu (Lawrie, 2003).

Tabel 1. Nutrien Daging Sapi Mentah

Nutrien Jumlah (%)

Protein 20

Lemak 11

Karbohidrat 0

Air 68

Vitamin dan Mineral < 1

Sumber : Gaman dan Sherrington (1992)

Kandungan gizi daging secara umum terdiri atas protein, air, lemak,

karbohidrat dan mineral (Aberle et al., 2001). Berbeda dengan daging segar, daging

olahan mengandung lebih sedikit protein dan air, dan lebih banyak lemak dan

mineral. Kenaikan persentase mineral daging olahan disebabkan penambahan

bumbu-bumbu dan garam, sedangkan kenaikan nilai kalorinya disebabkan

penambahan karbohidrat dan protein yang berasal dari biji-bijian, tepung dan susu

skim (Soeparno, 2005). Komposisi nutrisi daging sapi mentah dapat dilihat pada

(19)

4

Sosis Sapi Frankfurters

Dewan Standarisasi Nasional (1995) pada SNI 01-3820-1995 menyatakan

bahwa sosis adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus

(mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau

tanpa penambahan bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan

dimasukan ke dalam selongsong sosis. Kadar protein sosis minimal 13,0% (% b/b),

kadar lemak maksimal 25,0% (% b/b), dan kadar maksimal 67,0% air (% b/b)

(Dewan Standardisasi Nasional, 1995). Komposisi nutrisi sosis daging sapi menurut

Dewan Standardisasi Nasional (1995) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nutrien Sosis Daging Sapi

Nutrien Persentase (%)

Air Maks 67,0

Sumber : Dewan Standardisasi Nasional (1995)

Nama sosis dalam perdagangan sering dikaitkan dengan nama tempat asal

pembuatan sosis tersebut seperti di Berlin dengan Berliner sausage, di Thuringer

dengan Thuringer sausage, di Genoa dengan Genoa salami, di Bologna dengan nama

Bologna sausage serta Frankfurt dengan Frankfurters sausage (Rust, 1987). Menurut

Cross dan Overby (1988), pada prinsipnya, sosis diklasifikasikan berdasarkan pada

perlakuan suhu pemasakan yang berkenaan dengan produk atau bahan mentahnya,

yaitu: (1) sosis mentah (Rohwurst) yang tidak mengalami pemasakan, contohnya

Bratwurst, sosis fermentasi dan sosis fermentasi kering seperti salami; (2) sosis

matang (Bruhwurst) yang dimasak setelah diformulasikan, contohnya Frankfurters

dan Bologna; (3) sosis masak (Kochwurst) yang dimasak dahulu sebelum

diformulasikan, contohnya Liversausage, Braunschweiger dan Bloodsausage.

Daging yang banyak digunakan untuk membuat sosis adalah daging penutup

(top side), pendasar gandik (silver side), lemusir (cube roll), paha depan (chuck), dan

daging iga (rib meal). Sebenarnya hampir semua jenis daging dari bagian karkas

(20)

5 bagian daging maka penggunaannya disesuaikan dengan mutu produk yang

dihasilkan (Effie, 1980).

Bahan-bahan Pembuat Sosis

Bahan baku yang digunakan untuk membuat sosis umumnya terdiri dari

bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama yaitu daging, es atau air es, garam,

dan lemak atau minyak, sedangkan bahan tambahan yaitu bahan pengisi, bahan

pengikat, bumbu-bumbu, bahan penyedap dan bahan makanan lain yang diizinkan.

Formulasi menurut Soeparno (2005) adalah untuk menghasilkan daging

proses dengan penampakan yang kompak, cita rasa dan sifat fisik yang stabil dan

seragam. Penambahan bahan penyedap dan bumbu terutama ditujukan untuk

menambah atau meningkatkan flavor.

Daging Gandik

Otot merupakan komponen utama penyusun daging. Daging juga tersusun

dari jaringan ikat, epitel, jaringan-jaringan saraf, pembuluh darah dan lemak

(Soeparno, 2005). Daging gandik (Silver side) menurut Bahar (2003), memiliki

karakteristik lemak yang sedikit (permukaan), jumlah jaringan ikat sedikit, dan

kandungan protein yang lebih tinggi.

Bahan Pengisi

Bahan pengisi adalah bahan yang mampu mengikat sejumlah air tetapi

mempunyai pengaruh yang kecil terhadap emulsifikasi. Bahan pengisi berfungsi

memperbaiki stabilitas emulsi, memperbaiki sifat irisan, mengurangi proses

penyusutan selama proses pemasakan, peningkatan cita rasa dan mereduksi biaya

produksi (Soeparno, 2005). Salah satu bahan pengisi yang sering digunakan dalam

pengolahan daging adalah tepung tapioka. Tapioka merupakan sumber karbohidrat

yang cukup tinggi dengan kandungan karbohidrat 86,9 g dalam 100 g bahan.

Komposisi utama tapioka menurut Direktorat Gizi (1995) adalah kadar air 12,0%

bahan basah, kadar protein 0,15% bahan kering, lemak 0,3% bahan kering dan abu

0,3% bahan kering.

Es atau Air Es

Es atau air es merupakan salah satu bahan yang sangat diperlukan pada

(21)

6 adalah 20-30% dari berat daging dan umumnya air yang ditambahkan dalam bentuk

es (Aberle et al., 2001). Penambahan air pada produk sosis berfungsi untuk (1)

meningkatkan keempukan dan juice daging, (2) menggantikan sebagian air yang

hilang selama prosesing terutama selama pemasakan, (3) melarutkan protein yang

mudah larut dalam air, dan (4) menjaga temperatur produk (Soeparno, 2005).

Nitrit

Fungsi utama nitrit dalam pembuatan sosis adalah untuk memperbaiki warna

daging. Perbaikan warna daging, untuk sosis masak dianjurkan penggunaannya

sebanyak 3-50 ppm (Ockerman, 1983). Kadar nitrit yang diizinkan pada produk akhir

daging proses adalah 200 ppm. Dosis nitrit yang lebih dari 15-20 g/kg berat badan

akan menimbulkan kematian (Aberle et al., 2001). Menurut Peraturan Menteri

Kesehatan RI No. 722/ Menkes/ PER/ IX/ 88 batas maksimum nitrit (dalam bentuk

NaNO3) yang digunakan untuk sosis masak adalah 156 ppm.

Dosis letal dari nitrit pada orang dewasa bervariasi antara 0,7 dan 6 g NO

2-(atau sekitar10 sampai 100 mg NO2-/kg) (Argonne National Laboratory, 2005). Jenis

bahan pengawet dan dosis maksimum yang diizinkan pada sosis berdasarkan SNI

01-0222-1995 adalah belerang dioksida (450 mg/kg), kalium nitrat (500 mg/kg), kalium

nitrit (125 mg/kg), natrium nitrat (500 mg/kg), serta natrium nitrit (125 mg/kg). Jenis

pewarna yang biasa digunakan pada sosis adalah eritrosin dan merah allura,

masing-masing dengan kadar maksimal 300 mg/kg (Dewan Standarisasi Nasional, 1995).

Nitrosamin adalah senyawa kimia yang dapat memproduksi kanker

(karsinogenik). Nitrosamin dapat terbentuk di dalam bahan-bahan makanan tertentu

seperti daging cured yang mengandung nitrit, bila nitrit membentuk grup nitroso

(-N=O) yang secara kimiawi terikat pada atom nitrogen amonia pada senyawa

organik tertentu, misalnya amina-amina sekunder (-NR2H). Pembentukan nitrosamin

dalam produk daging proses dapat dicegah jika nitrit tidak ditambahkan di dalam

campuran produk (Soeparno, 2005).

Garam

Garam menurut Romans et al. (1994), memiliki tiga fungsi penting, yaitu

meningkatkan citarasa produk, pengekstraksi protein, dan pengawet. Garam menurut

Buckle et al. (1987) mempunyai fungsi, yaitu (1) meningkatkan citarasa, (2) pelarut

(22)

7 pengawet, karena dapat mencegah pertumbuhan mikroba sehingga memperlambat

kebusukan dan (4) untuk meningkatkan daya mengikat air yang biasanya dipadukan

dengan alkali fosfat. Menurut Xiong dan Mikel (2001), umumnya sosis komersial

mengandung 1,5-2,5% garam yang ditambahkan.

Sodium Tripolifosfat (STPP)

Fungsi penambahan alkali fosfat pada produk daging adalah (1)

meningkatkan pH daging dan mengakibatkan meningkatnya daya mengikat air, (2)

fosfat dan garam mempunyai fungsi sinergis sehingga mempengaruhi daya mengikat

air, (3) dapat menurunkan penyusutan makanan karena dapat mengurangi air yang

hilang selama pemasakan, (4) meningkatkan keempukan dan memudahkan

pengirisan, (5) menstabilkan warna dan keseragaman, (6) menghambat ketengikan

karena fosfat memiliki sifat sebagai antioksidan, dan (7) selain dapat meningkatkan

mutu produk daging, juga harganya relatif murah (De Freitas et al., 1997). Menurut

Soeparno (2005) fungsi Sodium Tripolifosfat adalah untuk meningkatkan daya ikat

air oleh protein daging, mereduksi pengkerutan daging, menghambat ransiditas

oksidatif bersama-sama asam askorbat, dan dapat memperbaiki tekstur. Menurut

Dewan Standarisasi Nasional dalam SNI 01-0222-1995, penggunaan bahan

tambahan makanan seperti STPP pada pembuatan produk daging olahan adalah 3

g/kg (anhidrat). Menurut Pearson dan Tauber (1984), konsentrasi STPP yang dapat

ditolerir oleh tubuh tanpa ada gangguan fisiologis adalah 0,5%.

Lemak

Lemak atau minyak dalam pembuatan sosis berfungsi untuk memberikan rasa

lezat, mempengaruhi keempukan dan juiceness daging dari produk yang dihasilkan

(Pearson dan Tauber, 1984). Menurut Dewan Standarisasi Nasional (1995) dalam

SNI 01-3820-1995 kandungan lemak sosis maksimal 25% b/b.

Bumbu

Penambahan bumbu pada pembuatan sosis terutama ditujukan untuk

meningkatkan cita rasa (Soeparno, 2005). Menurut Aberle et al. (2001), fungsi

bumbu yaitu sebagai pemberi cita rasa, penambah karakteristik warna atau pola

(23)

8 dalam pembuatan sosis frankfurters adalah bawang putih, jinten, lada, jahe,

ketumbar, dan pala.

Selongsong Sosis

Selongsong atau casing sosis terdapat dalam dua macam, yaitu selongsong

alami dan buatan. Selongsong alami berasal dari saluran pencernaan ternak seperti

sapi, domba, dan babi. Selongsong alami mudah mengalami kerusakan oleh

mikroorganisme, sehingga perlu dilakukan penggaraman yang diikuti dengan

pembilasan (Hui et al., 2001).

Bahan Pewarna Makanan Alami Angkak

Red Fermented Rice (RFR) dikenal juga dengan nama angkak merupakan

hasil fermentasi beras yang menggunakan kapang Monascus purpureus (Permana et

al., 2004). Angkak umumnya digunakan untuk memberi warna pada produk-produk

seperti anggur, keju, kedelai, sayuran, pasta ikan dan kecap ikan. Disamping sebagai

pewarna, angkak dapat pula digunakan untuk mengawetkan daging karena

mempunyai sifat antibakteri dan komponen aktif yang bertanggung jawab atas

penghambatan bakteri ini adalah monaskidin (Wong dan Koehler, 1981). Komposisi

kimiawi pada angkak dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Kimiawi Angkak

Kandungan Jumlah (%)

Air 7-10

Pati 53-60

Nitrogen 2,4-2,6

Protein kasar 15-16

Lemak kasar 6

Abu 0,9-1

Sumber : Wong dan Koehler (1981)

Masalah utama dalam penggunaan zat pewarna alami adalah stabilitas

pigmen. Pewarna alami sangat sensitif terhadap suhu, cahaya, keasaman, udara

dan perubahan aktivitas air (Wong dan Koehler, 1981). Sutrisno (1987) telah

(24)

9 diperoleh dari hasil penelitiannya adalah pigmen angkak yang dipengaruhi oleh

sinar matahari, sinar ultraviolet, pH, suhu dan indikator. Pengaruh suhu akan

menyebabkan zat warna mengalami dekomposisi dan berubah strukturnya,

sehingga dapat terjadi pemucatan, pada pH 9,2 pigmen angkak paling stabil bila

dibandingkan dengan pH 7 dan pH 3. Pemanasan pada suhu 100 oC selama satu

jam tidak mengakibatkan kerusakan yang nyata terhadap pigmen angkak.

Hasil penelitian Fabre et al. (1993) menyatakan bahwa pigmen angkak

dapat mewarnai sosis. Semakin banyak pigmen angkak yang ditambahkan, maka

intensitas warna merah sosis semakin tinggi, selain itu dijelaskan lebih lanjut

bahwa penambahan angkak justru memperbaiki tekstur dan flavor. Pengujian

angkak sebagai subtitusi nitrit pada sosis daging sapi telah dilakukan oleh

Justiawan (1997). Hasil pengujian organoleptik menunjukkan dari segi warna dan

penampakan penelis lebih menyukai sosis daging sapi dengan jumlah penambahan

angkak 2.5 g/kg daging.

Rosella

Sejak awal tahun 1970, rosella telah menarik perhatian sebagai sumber

pewarna makanan alami yang potensial. Kelopak bunga rosella mengandung vitamin

A, vitamin C, dan asam amino, dari sejumlah asam amino yang diperlukan oleh

tubuh, 18 diantaranya terdapat di dalamnya (Maryani dan Kristiana, 2005). Rosella

temasuk ke dalam divisi: Spermatophyta, Sub-divisi: Angiospermae, Kelas:

Dycotyledonae, Bangsa: Malvales, Suku: Malvaceae, Marga: Hibiscus, Jenis:

Hibiscus sabdariffa L. Kelopak bunga rosella mempunyai efek farmakologis yang

cukup lengkap, seperti antibakteri, antiseptik, antiradang, menurunkan panas,

mencegah gangguan jantung, kanker darah, dan menstimuli gerak peristaltik usus

(Kustyawati dan Ramli, 2008).

Antosianin merupakan pigmen alami yang memberi warna merah pada

kelopak bunga rosella dan mempunyai sifat antioksidan yang kuat. Zat aktif yang

paling berperan dalam kelopak bunga rosella meliputi gossypetin, antosianin, dan

glukosida hibiscin (Kustyawati dan Ramli, 2008). Kandungan asam askorbat dan

betakarotin merupakan sumber antioksidan yang sangat efektif dalam menangkal

berbagai radikal bebas. Kelopak kering bunga rosella menghasilkan 1,5 % (b/b)

(25)

10 rosella tersebut telah banyak dimanfaatkan sebagai pewarna makanan yang berwarna

merah. Antosianin memiliki sifat mudah larut dalam air dan merupakan suatu

gugusan glikosida yang terbentuk dari gugus aglikon dan glikon (Markakis, 1982).

Antosianin sangat stabil pada pH rendah (2-4) dan berwarna merah, pada pH 4-6

antosianin berwarna ungu, pada pH 7-8 berwarna biru, dan kemudian berwarna

kuning pada pH>8 (Branen et al., 2002).

Struktur dasar antosianin adalah ion flavilium. Ion ini memiliki tujuh sisi

gugus yang berbeda seperti pada Gambar 1. Sisi gugus tersebut dapat berupa atom

hidrogen, gugus hidroksil atau metoksi. Beberapa jenis antosianin dengan kombinasi

gugus yang berbeda dapat dilihat pada (Tabel 4). Keragaman antosianin dapat terjadi

karena perbedaan sifat gula, jumlah satuan gula, dan letak ikatan gulanya. Molekul

gula ini dapat mengganggu kestabilan molekul antosianin. Perbedaan struktur

antosianin, yaitu pada bentuk terasilasi dan jenis kopigmen, menunjukkan stabilitas

yang bagus dan memiliki kemampuan yang bagus untuk digunakan sebagai pewarna

alami yang stabil (Jackman dan Smith, 1996). R1

  R2 

R7 R3

R5 R4

R5

(26)

11 Tabel 4. Beberapa Kelompok Utama Antosianin

Anthocyanin R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 Warna

Sumber: Jackman dan Smith (1996)

Sifat Fisik Sosis Daya Serap Air (DSA) Sosis

Muchtadi dan Sugiono (1992), menyatakan bahwa daya serap air (DSA)

menunjukan kemampuan daging untuk mengikat air bebas. Sifat ini sangat penting

dalam pembuatan produk emulsi daging, seperti sosis dan bakso. Produk sosis dan

bakso diperlukan DSA yang tinggi.

Daya serap air dapat mempengaruhi mutu sosis. Daya serap air rendah pada

pH isoelektrik protein antara 5,4-5,5. Daya serap air akan meningkat pada pH yang

lebih tinggi atau lebih rendah dari titik isoelektrik protein daging. Daya serap air

yang tinggi mengakibatkan sedikit air yang hilang selama proses pemasakan sosis,

menyebabkan keempukan dan tekstur sosis menjadi lebih baik, sebaliknya daya serap

air rendah menyebabkan rendemen sosis rendah dan teksturnya kurang baik

(Soeparno, 2005). Menurut Melody et al. (2004), bahwa daya serap air dipengaruhi

oleh kondisi pada saat postmortem.

Nilai pH Sosis

Salah satu faktor penting yang harus diketahui dalam semua produk pangan

(27)

12 bahan-bahan yang digunakan, terutama pH daging yang digunakan. Nilai pH

berpengaruh terhadap sifat-sifat produk yang dihasilkan, yaitu masa simpan, DMA,

tekstur, stabilitas emulsi, kekenyalan, dan warna produk. Nilai pH dari suatu produk

berkaitan dengan protein daging yang terlarut serta ikut mempengaruhi DMA dari

suatu produksi emulsi. Nilai pH yang lebih tinggi atau lebih rendah dari titik

isoelektrik dapat meningkatkan daya mengikat airnya (Soeparno, 2005).

Kekenyalan Daging

Faktor yang mempengaruhi kekenyalan daging digolongkan menjadi faktor

antemortem (genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, dan umur) dan

faktor postmortem (metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, dan pH

daging). Bertambahnya penggunaan tapioka menjadikan sosis lebih kenyal

(Gadiyaram dan Kannan, 2004). Menurut Moedjiharto (2003) pembentukan

kekenyalan berkaitan dengan daya elastisitas dan berhubungan dengan kemampuan

pengikatan air oleh pati dan kelarutan protein miosin, campuran dengan lemak, gula,

garam, dan pati.

Stabilitas Emulsi

Stabilitas emulsi yang baik adalah yang memiliki nilai mendekati 100%

artinya volume bagian yang terpisah semakin kecil sehingga sistem emulsi tersebut

semakin stabil. Salah satu faktor penentu mutu sosis adalah stabilitas emulsi

(Alexandra et al., 1999). Stabilitas emulsi sosis merupakan bentuk kemampuan dari

protein dalam sosis untuk mempertahankan emulsi yang terbentuk. Protein-protein

daging yang terlarut bertindak sebagai pengelmusi dengan membungkus atau

menyelimuti semua permukaan partikel yang terdispersi.

Stabilitas Warna

Pengujian warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter. Hasil

dari pengujian ini akan didapatkan nilai dari derajat kecerahan (L), tingkat

kemerahan dan kehijauan (nilai a) dan tingkat kekuningan dan kebiruan (nilai b)

(28)

13

Sifat Kimia Sosis Kadar Air

Kadar air merupakan komponen bahan makanan yang dapat mempengaruhi

penampakan, tekstur, serta citarasa makanan. Semakin rendah kadar air suatu bahan

pangan, maka semakin tinggi daya tahan bahan tersebut (Winarno, 2002). Menurut

Aberle et al. (2001), kadar air sosis mempunyai kisaran nilai 45-50 persen dari berat

akhir produk daging dan sebagian besar kadar air disumbang oleh daging yang

digunakan.

Kadar Protein

Kadar protein suatu bahan makanan sering digunakan untuk menentukan

mutu suatu bahan makanan (Winarno, 2002). Menurut Rompins (1998), kadar

protein sosis dipengaruhi oleh jumlah dan jenis daging, dan jumlah dan jenis bahan

pengisi dan pengikat yang ditambahkan. Kadar protein sosis menurut Dewan

Standarisasi Nasional (1995) dalam SNI 01-3820-1995 yaitu minimum sebesar 13%.

Kadar Lemak

Lemak dalam bahan makanan dapat berfungsi sebagai penambah citarasa dan

sumber kalori. Suhardjo dan Kusharto (1992) mengatakan bahwa sebanyak satu gram

lemak menghasilkan sembilan kalori, sedangkan karbohidrat dan protein hanya

menghasilkan empat kalori per gramnya. Menurut Soeparno (2005), kadar lemak

mempengaruhi keempukan, juice daging dan kelezatan sosis. Kadar lemak sosis

menurut Dewan Standarisasi Nasional (1995) dalam SNI 01-3820-1995 yaitu

maksimal 25%.

Kadar Abu

Kadar abu suatu bahan pangan menunjukan besarnya jumlah mineral yang

terkandung dalam bahan pangan tersebut. Kadar abu sosis frankfurters sebesar 2,7%

dan Bologna sebesar 3,3% (Golden et al., 2005). Menurut Dewan Standarisasi

Nasional (1995) dalam SNI 01-3820-1995 kadar abu sosis yaitu maksimal 3%.

Kadar Karbohidrat

Kabohidrat merupakan salah satu sumber energi dalam tubuh. Karbohidrat

dalam pembuatan produk makanan mempunyai peranan penting dalam menentukan

(29)

14 Menurut Golden et al. (2005) kadar karbohidrat sosis frankfurters sebesar 2,7%,

sedangkan menurut Dewan Standarisasi Nasional dalam SNI 01-3820-1995 kadar

karbohidrat sosis yaitu maksimal 8%.

Sifat Organoleptik

Sifat mutu subjektif pangan disebut organoleptik atau indrawi karena

penilaiannya menggunakan organ indra manusia. Kadang-kadang juga disebut sifat

sensorik karena penilaiannya berdasarkan pada rangsangan sensorik pada organ

indra. Palatabilitas panelis dapat ditujukan melalui uji organoleptik yang meliputi

warna, rasa, aroma, kekenyalan, dan tekstur (Soekarto, 1990).

Menurut Soekarto (1990), tujuan dari uji hedonik atau uji kesukaan yaitu

untuk mengetahui respon panelis terhadap sifat mutu secara umum, misalnya

rasa, aroma, warna, dan tekstur. Penilaian dengan cara ini banyak disenangi karena

dapat dilaksanakan dengan cepat dan secara langsung. Kadang-kadang penilaian ini

(30)

15

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ternak Ruminansia Besar,

Fakultas Peternakan dan Laboratorium Pangan Pusat Antar Universitas (PAU)

Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pelaksanaan penelitian dilakukan dari bulan April

sampai Mei 2010.

Materi

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daging sapi dari

bangsa Brahman Cross bagian gandik (Silver side) yang dibeli dari Pasar

Anyar-Bogor, tepung tapioka, susu skim, minyak sayur, es batu, bawang bombay, bawang

putih, Sodium Tripolyposphat (STPP), lada bubuk, pala bubuk, garam, akuades, jahe,

ketumbar bubuk, penyedap rasa dan selongsong (casing), bahan tambahan alami;

rosella bubuk (1%) dan angkak bubuk (0,75% dan 0,5%) dan bahan tambahan

makanan (nitrit 0,0125%).

Peralatan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari dua macam, yaitu

peralatan untuk pembuatan sosis dan peralatan untuk analisis fisik dan kimia pada

sosis. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan sosis adalah alat penggiling daging

sekaligus pencampur adonan (food processor), stuffer, termometer, kompor gas,

timbangan digital, pisau, label, spatula, tali kasur, serta peralatan memasak,

sedangkan peralatan yang dipergunakan untuk analisis fisik dan kimia meliputi

Instron type 5542 (untuk uji kekenyalan), pH meter, tabung Sentrifuse, labu

Kjelhdahl, tabung van Gulik, Penetrometer, Chromameter, labu ukur, penangas air,

sentrifuse, waterbatch, tabung babcock, dan peralatan untuk uji organoleptik.

Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak

kelompok (RAK). Perlakuan pada penelitian ini adalah sosis dengan kombinasi

bubuk rosella dan angkak dengan taraf yang berbeda (1% : 0,75%) dan (1% : 0,5%)

serta penggunaan nitrit 0,0125% sebagai kontrol, sebagai periode adalah waktu

pembuatan (periode 1, 2, dan 3). Model matematika yang digunakan pada penelitian

ini adalah :

(31)

16 Keterangan :

Yij = respon percobaan akibat pengaruh penambahan bubuk rosella dan

angkak ke-i (kontrol dan bubuk rosella : angkak dengan taraf [(1% :

0,75% dan (1% : 0,5%)] pada periode ke-j (j = 1, 2, 3)

μ = nilai tengah umum

αi = pengaruh perbandingan kombinasi bubuk rosella dan angkak level ke-i terhadap soske-is

ε ij = pengaruh galat percobaan pada unit percobaan ke-i dalam kombinasi perlakuan ke-j.

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (Analysis of

Variance = ANOVA), jika pada analisis ragam didapatkan hasil yang berbeda nyata,

maka dilanjutkan dengan uji Tukey (Steel dan Torrie, 1997).

Uji organoleptik dilakukan dengan uji hedonik untuk melihat tingkat

kesukaan konsumen. Hasil penilaian oganoleptik dianalisis dengan metode non

parametrik sesuai petunjuk Kruskal Wallis (Gasperz, 1989). Apabila hasilnya

berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji banding rataan ranking (multiple

comparison of mean rank test) yang dikembangkan oleh Gibbons (1975).

Rumus Gibbons : |Ri – Rj| ≤ [K (N+1)/6]0.01

Jika |Ri – Rj| lebih besar dari Z [K(N+1)/6]0.01, maka perbedaan Rid an Rj

adalah nyata pada taraf α.

Keterangan : K = jumlah level dalam perlakuan (1, 2, 3)

N = jumlah total data (jumlah panelis x jumlah sampel)

Ri = jumlah peringkat dalam contoh ke-i

Rj = jumlah peringkat dalam contoh ke-j

(32)

17

Prosedur Pembuatan Rosela Bubuk dan Angkak Bubuk

Pertama-tama kelopak bunga rosella yang telah kering digerus hingga halus

seperti bubuk halus. Bubuk angkak diperoleh dari beras merah Cina yang telah

difermentasi oleh bakteri Monascus purpureus. Perbandingan komposisi antara

rosella dan angkak pada adonan sosis adalah sebesar 1% rosella bubuk dengan

angkak bubuk 0,75% serta rosella bubuk 1% dengan angkak bubuk 0,5% dari bobot

adonan.

Proses Pembuatan Sosis Frankfurters

Daging sapi segar bagian gandik dibersihkan dari bagian lemak, kemudian

dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil. Daging yang sudah dipotong-potong kecil

dimasukkan ke dalam food processor (kapasitas 5 kg) bersama dengan 1/3 bagian es

batu, 3% garam, 10% lemak, dan 0,5% STPP, kemudian digiling hingga halus ±

selama 1,5 menit, setelah itu, ditambahkan 10% susu skim, 5% minyak nabati, 1%

bawang putih, 1% bawang bombay, 1% merica, 0,5% jahe, 0,4% ketumbar, 0,5%

pala, 0,6% penyedap rasa, 25% tepung tapioka dan sisa es batu serta bahan tambahan

(perlakuan) ke dalam adonan. Persentase bahan dapat dilihat pada (Tabel 5). Adonan

kemudian dimasukkan ke dalam selongsong sosis dengan menggunakan stuffer.

Sosis yang telah dimasukkan ke dalam selongsong diikat dengan tali agar adonan

menjadi padat dan tidak keluar dari casing. Sosis kemudian direbus selama 45 menit

(33)

18 Gambar 2. Skema Proses Pembuatan Sosis

Penggilingan 1 selama 90 detik

Penggilingan ke 2 selama 90 detik

Adonan dibuat dengan menambahkan bahan tambahan sebagai perlakuan. Perlakuan pertama (1% bubuk rosella dan 0,75% bubuk angkak), kedua (1% bubuk rosella dan 0,5% bubuk angkak), dan ketiga (bahan tambahan

nitrit 0,0125%).

Adonan yang terbentuk dimasukkan ke dalam selongsong dengan menggunakan stuffer.

Analisa sifat fisik, kimia, dan uji organoleptik

Ditambahkan 25% es batu, lemak 10%, 3% garam dan 0.3% STPP 300 gram daging dibersihkan lemak permukaannya, dipotong kecil-kecil,

kemudian dimasukkan ke dalam food processor

Perebusan sosis (65-70 oC selama 45 menit)

Ditambahkan 15% es batu, 25% tepung tapioka, 10%

susu skim, 1% bawang putih, 0,5% merica, 0,5%

jahe, 0,5% pala, 0,4% ketumbar, dan penyedap

(34)

19

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati untuk mengetahui sifat fisik sosis yaitu pH, daya

mengikat air, stabilitas emulsi, stabilitas warna dan kekenyalan. Sifat kimia sosis

yaitu kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu dan kadar karbohidrat.

Penilaian Organoleptik dilakukan untuk mengetahui palatabilitas sosis meliputi :

warna, rasa, aroma, tekstur, kekenyalan, dan penampakan umum.

Tabel 5. Persentase Bahan-Bahan Sosis terhadap Berat Daging

Nama Bahan Persentase

(%)

Total Penggunaan (gram)

Daging - 1000

Lemak 10 100

Minyak 5 50

Susu Skim 10 100

Tapioka 25 250

Garam 3 30

STPP 0,5 5

Es 40 400

Bawang Putih 1 10

Bawang Bombay 1 10

Merica 1 10

Jahe 0,5 5

Pala 0,5 5

Ketumbar 0,4 4

Penyedap Rasa 0,6 6

Total Adonan

1985

Rosella 1 19,85

Angkak 0,75 14,89

Angkak 0,5 9,93

(35)

20

Nilai pH Sosis

Sosis diukur dengan menggunakan pH-meter dikalibrasi dengan larutan

buffer dengan nilai pH 7 dan 4. Sampel ditimbang 5 gram, kemudian ditambah

aquades 50 ml, setelah itu sampel diblender selama satu menit, sampel dipindahkan

ke dalam gelas ukur, pH-meter dicelupkan ke dalam sampel kira-kira 2-4 cm. Nilai

pH diperoleh dengan membaca skala tersebut (AOAC, 1995).

Stabilitas Warna (AOAC, 1995)

Pengujian warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter. Hasil

dari pengujian ini akan didapatkan nilai dari derajat kecerahan (L), tingkat

kemerahan dan kehijauan (nilai a) dan tingkat kekuningan dan kebiruan (nilai b).

Nilai L berkisar antara 0 sampai 100 dan dinyatakan meningkat seiring

dengan meningkatnya nilai L. Nilai a mempunyai kisaran -80 sampai 100, dimana

nilai negatif menunjukan warna hijau sedang nilai positif menunjukan warna merah.

Nilai b mempunyai kisaran -80 sampai 70, dimana nilai positif menunjukan warna

kekuningan sedang nilai negatif menunjukkan warna kebiruan.

Stabilitas Emulsi (Sams, 2001)

Metode yang digunakan merupakan modifikasi metode Paley Fat Bottle yaitu

dengan tabung Babcock. Sampel berupa sosis dihancurkan, lalu ditimbang sebanyak

9 gram. Sampel dimasukkan ke dalam tabung, kemudian ditambahkan air hingga

mencapai ¾ volume tabung. Setelah itu dipanaskan dalam penangas air dengan suhu

85oC (selama 35 menit), kemudian di sentrifuse selama 5 menit dengan kecepatan

1500 rpm lalu ditambahkan air bersuhu 70oC hingga mencapai leher tabung dan

dilakukan sentrifuse lagi selama 2 menit. Setelah itu ditambahkan air lagi hingga

lemak dapat dibaca dalam skala tabung sehingga volume dapa diketahui. Tabung

kemudian disentrifuse lagi selama 1 menit. Jumlah lemak yang terlepas dibaca pada

skala dan dinyatakan dalam ml. Stabilitas emulsi diindikasikan berdasarkan jumlah

lemak yang terlepas, semakin tinggi volume lemak yang terlepas, maka kestabilan

(36)

21

Kekenyalan

Menurut (Wirakartakusumah, 1998) kekenyalan adalah gaya yang dibutuhkan

untuk menekan suatu bahan sehingga terjadi perubahan bentuk yang diinginkan.

Kekenyalan yang diuji adalah kekenyalan produk sosis. Pengukuran kekenyalan

menggunakan alat Instron tipe 5542. Penekanan sosis dilakukan dua kali, penekanan

pertama hanya sampai sosis tepat akan pecah, sensor pada alat akan bekerja dan

menarik kembali penekanan secara otomatis, lalu dilakukan penekanan kedua, respon

dari kekenyalan yang diperoleh diterapkan dalam bentuk grafik dengan skala. Nilai

kekenyalan merupakan perbandingan nilai puncak grafik pertama dengan nilai

puncak grafik kedua, satuan milimeter (mm).

Rendemen

Menurut (AOAC, 1995) nilai rendemen dianalisa untuk melihat efisiensi

proses pembuatan sosis. Persentasi rendemen dihitung dengan menggunakan rumus:

Rendemen = bobot produk olahan x 100%

Bobot adonan

Daya Serap Air (DSA)

Sampel ditimbang sebanyak 1 gram, dimasukan ke dalam tabung reaksi

(tabung sentrifusi). Air sebanyak 10 ml ditambahkan, dikocok dengan vortex mixer,

lalu didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar, kemudian disentrifusi dengan

kecepatan 3500 rpm selama 30 menit. Volume supernatan diukur dengan gelas ukur

10 ml. Air yang terserap dihitung yaitu selisih air mula-mula (10 ml) dengan volume

supernatan yang dinyatakan dalam g/g dengan asumsi berat jenis air adalah 1 (g/ml)

(Fardiaz et al., 1992).

Pengujian Kadar Air (AOAC, 1995)

Mula-mula cawan kosong dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 oC

selama 15 menit dan didinginkan dalam eksikator, kemudian ditimbang. Sebanyak

lima gram sampel dimasukkan dalam cawan yang telah ditimbang dan selanjutnya

dikeringkan dalam oven bersuhu 105 oC selama enam jam. Cawan yang berisi

sampel yang telah dikeringkan selanjutnya dipindahkan ke dalam eksikator, lalu

didinginkan kemudian ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh berat

(37)

22

Pengujian Kadar Protein (AOAC, 1995)

Kadar protein diukur dengan metode mikro Kjelhdahl, yaitu sebanyak 0,2

gram contoh sosis dibungkus dalam kertas saring yang telah diketahui beratnya

kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjelhdahl 150 ml. Batu didih, selenium, serta

10 ml H2SO4 pekat dimasukkan ke dalam labu dan didestruksi sampai fitrat jernih,

umumnya selama 30 menit. Labu Kjelhdahl kemudian didiamkan sampai dingin dan

ke dalam labu ditambahkan 110-120 ml aquades. Sebanyak 5 ml larutan tersebut

ditambahkan 10 ml NaOH dan destilasi selama 5 menit., kemudian destilasi

ditampung ke dalam erlenmeyer yang berisi 10 ml brom kresol hijau, selanjutnya

dilakukan titrasi dengan 0,01 N KH(IO3)2. Kadar protein dihitung dengan rumus :

Kadar protein (% bb) = 100%

Keterangan : a = faktor pengencer = 120 ml aquades yang ditambahkan 5 ml titran

b = faktor konversi protein daging = 6,25

Kadar protein (% bk) =

Pengujian Kadar Lemak (AOAC, 1995)

Mula-mula disiapkan kertas saring yang telah kering oven (gunakan kertas

saring bebas lemak) lalu dibuat dalam bentuk selongsong. Sampel sekitar 2-5 gram

dimasukan dalam selongsong lalu ditutup dengan kapas. Selongsong penyaring berisi

sampel dimasukkan ke dalam alat soxhlet. Pelarut lemak (klorofom) sebanyak

100-200 ml dimasukkan ke dalam labu didihnya. Ekstraksi dilakukan dengan menyalakan

pemanas hot plate dan air pada bagian kondensornya dialirkan. Ekstraksi dilakukan

selama lebih kurang 6 jam, setelah itu, selongsong yang berisi sampel yang telah

diekstraksi diambil, kemudian dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu

105 oC. Pelarut akan menguap sedangkan lemak tidak (titik didih lemak lebih besar

dari 105 °C, sehingga tidak menguap dan tinggal di dalam wadah). Selongsong

kemudian dimasukan ke dalam eksikator selama 15 menit. Lemak yang tinggal di

(38)

23

Pengujian Kadar Abu (AOAC,1995)

Mula-mula cawan porselen dikeringkan ke dalam oven selama 1 jam pada

suhu 100°-105°C, kemudian didinginkan dalam eksikator selama 15 menit. Sampel

kering oven sebanyak 2-5 gram dimasukkan ke dalam cawan. Cawan kemudian

dipanaskan dengan hot plate atau pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, lalu

dimasukkan ke dalam tanur listrik dengan temperatur 600-700°C dan dibiarkan

beberapa lama sampai bahan berubah menjadi abu putih. Lama pembakaran sekitar

3-6 jam, kemudian didinginkan dalam eksikator kurang lebih 30 menit.

Kadar abu (% bb) =

Pengujian Kadar Karbohidrat (AOAC, 1995)

Kadar karbohidrat dapat dihitung dengan rumus :

Kadar karbohidrat (% bb) = 100% - % kadar air - % kadar lemak - % kadar protein -

x % bb Kadar Karbohidrat

Uji Organoleptik (Soekarto, 1990)

Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik atau kesukaan. Penelitian

ini menggunakan 50 orang panelis yang diminta untuk menilai tingkat kesukaan atau

ketidaksukaan terhadap sampel yang disajikan. Penilaian yang dilakukan meliputi

(39)

24

HASIL DAN PEMBAHASAN

Daging merupakan produk pangan asal hewan yang memiliki kandungan gizi

yang lengkap untuk kebutuhan manusia. Hal tersebut menyebabkan daging menjadi

salah satu media yang sangat baik untuk perkembangan mikroorganisme, oleh karena

itu diperlukan pengolahan lebih lanjut untuk tetap menjaga mutu daging itu sendiri.

Sosis merupakan salah satu produk hasil olahan daging yang sangat populer di

masyarakat. Hal ini dikarenakan sosis memiliki rasa yang lezat, tekstur yang kenyal

dan warna yang menarik.

Sosis dalam SNI 01-3820-1995 adalah produk makanan yang diperoleh dari

campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung

atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu dan bahan tambahan makanan lain

yang diizinkan dan dimasukkan ke dalam selongsong sosis (Dewan Standarisasi

Nasional, 1995). Menurut Cross dan Overby (1988), sosis frankfurters termasuk ke

dalam kelompok sosis matang yaitu sosis yang dimasak setelah diformulasikan.

Perbedaan sosis frankfurters yang dibuat dalam penelitian ini adalah penggunaan

pewarna alami yaitu angkak dan rosella sebagai perlakuan dan nitrit serta pewarna

buatan sebagai kontrol yang dapat dilihat pada Gambar 3.

a b c d

Gambar 3. Sosis Frankfurters Perlakuan dan Kontrol

Keterangan:

a = Sosis Sapi dengan 1% Bubuk Rosella dan 0,75% Angkak b = Sosis Sapi dengan 1% Bubuk Rosella dan 0,5% Angkak

c = Sosis Sapi dengan Pewarna Makanan Buatan (tidak dianalisis fisik dan kimia)

(40)

25 Pemilihan jenis daging merupakan langkah awal yang sangat menentukan

produk akhir sosis. Jenis daging ini berhubungan pada saat proses pembuatan dari

sosis itu sendiri. Perbedaan jenis daging ini dipengaruhi oleh banyaknya aktivitas

yang dialami oleh otot tersebut. Perbedaan aktivitas ini akan berpengaruh pada pH

dari daging tersebut yang tentunya akan berpengaruh pula pada hasil akhir dari

produk sosis itu sendiri. Bila daging yang digunakan memiliki karakteristik yang

memenuhi kriteria baik dan memiliki pH normal, maka akan dihasilkan sosis yang

baik pula. Daging yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging has dalam

(gandik/ silver side) yang sedikit mengandung lemak namun kaya akan protein

daging. Nilai pH awal daging yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5,4. Hasil

analisis sifat fisik sosis frankfurters dengan menggunakan kombinasi bubuk rosella

dan angkak dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6.Hasil Analisis Sifat Fisik Sosis Frankfurters

Peubah

Intensitas Warna Merah (a)

(%) 5,89 ± 0,56

c

17,02 ± 1,58a 15,14 ± 0,98b

Intensitas Warna Kuning (b)

(%) 16,59 ± 0,82

a

10,02 ± 1,43b 10,38 ± 1,03b

Rendemen (%) 71,54 ± 4,10 72,74 ± 3,06 74,23 ± 1,42

Keterangan : Superscript yang berbeda pada baris peubah yang sama menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05).

*Jumlah lemak yang terlepas tinggi menunjukan stabilitas emulsi rendah.

Nilai Rendemen Sosis Frankfurters

Rendemen menunjukkan seberapa banyak bahan matang yang mampu

dihasilkan dari bahan mentah yang telah mengalami proses pemasakan. Suatu produk

(41)

26 Semakin tinggi rendemen yang dihasilkan menunjukkan rendahnya kehilangan yang

terjadi selama proses pengolahan (Indriyani, 2007). Nilai rendemen dari sosis rosella

dan angkak dapat dilihat pada Tabel 6.

Nilai rataan rendemen pada sosis frankfurters dengan penggunaan kombinasi

bubuk rosella dan angkak (1% : 0,75% dan 1% : 0,5%) serta nitrit adalah 72,84%.

Nilai rendemen untuk masing-masing perlakuan adalah 72,74% ± 3,06 untuk sosis

frankfurters dengan kombinasi rosella dan angkak (1% : 0,75%), sebesar

74,23%±1,42 untuk frankfurters dengan kombinasi rosella dan angkak (1% : 0,5%),

dan 71,54% ± 4,10 untuk sosis menggunakan nitrit. Nilai rendemen pada sosis

rosella dan angkak dengan konsentrasi yang berbeda sama dengan sosis kontrol

(nitrit).

Rendemen menurut Ockerman (1983), dapat dipengaruhi oleh penambahan

garam dan STPP. Penambahan garam memperluas ruang antar filamen dalam protein

miofibril dan miofibril akan mengembang setelah berikatan dengan air sehingga air

dapat ditahan di dalam daging dan air yang dikeluarkan selama pengolahan dan

pemasakan dalam jumlah sedikit. Penambahan fosfat juga mengurangi kehilangan

lemak dan air selama pemasakan sehingga berpengaruh terhadap nilai rendemen

(Indriyani, 2007). Penambahan garam dan STPP dalam pembuatan sosis ini tidak

dibedakan pada semua perlakuan sehingga nilai rendemen yang didapatkan tidak

berbeda pula.

Sifat Fisik Sosis Frankfurters

Nilai pH Sosis Frankfurters

Nilai pH suatu produk merupakan faktor penting yang harus diketahui dalam

semua produk pangan olahan khususnya produk olahan daging. Nilai pH sangat

berpengaruh terhadap kualitas sosis yang dihasilkan, misalnya daya mengikat air

(DMA), tekstur, stabilitas emulsi, kekenyalan, dan warna sosis (Abadi, 2004). Nilai

pH sosis frankfurters pada kombinasi rosella : angkak dan nitrit dapat dilihat pada

(42)

27 Nilai rataan pH pada sosis frankfurters dengan perlakuan kombinasi rosella

dan angkak yang berbeda berkisar antara 5,85 - 5,91. Nilai pH ini masih termasuk ke

dalam nilai kisaran menurut Rust (1987) yang menyatakan bahwa produk olahan

daging seperti sosis memiliki nilai pH berkisar antara 5,8-6,2. Berdasarkan hasil

penelitian Justiawan (1997) sosis dengan pewarnaan angkak dengan 2,5 gram angkak

nilai pH nya adalah 6,06. Nilai pHyang didapatkan pada penelitian ini lebih rendah

karena sosis dalam penelitian ini tidak hanya ditambahkan dengan angkak tetapi juga

ditambah dengan rosella.

Penambahan 1% rosella : 0,75% angkak dan 1% rosella : 0,5% angkak

memiliki nilai pH yang tidak berbeda, namun lebih rendah (P<0,05) dibandingkan

sosis kontrol (nitrit). Kombinasi angkak dan rosella dapat menggantikan penggunaan

nitrit apabila dilihat dari nilai pH-nya dikarenakan nilai pH yang didapatkan berada

diantara nilai kisaran untuk nilai pH produk olahan sosis menurut Rust (1987), yaitu

antara 5,8-6,2. Hal ini dapat terjadi karena terdapat perbedaan sifat dari kedua jenis

bahan tambahan alami ini. Rosella yang memiliki rasa asam memiliki nilai pH

normal dibawah 7 sedangkan angkak yang berasa pahit memiliki sifat basa nilai

pH-nya diatas 7. Nilai pH yang didapatkan pada sosis yang mengalami perlakuan ini

lebih cenderung pada pH asam dikarenakan kadar penambahan rosella yang lebih

banyak dibandingkan dengan kadar penambahan angkak.

Nilai pH menurut Abadi (2004) dipengaruhi oleh bahan-bahan yang

digunakan, terutama pH daging yang digunakan. Daging yang digunakan dalam

penelitian ini memiliki pH ± 5,4. Bahan lain yang digunakan pada penelitian ini

seperti rosella menurut Branen et al. (2002), antosianin sangat stabil pada pH rendah

(2-4) dan berwarna merah, pada pH 4-6 antosianin berwarna ungu, pada pH 7-8

berwarna biru, dan kemudian berwarna kuning pada pH>8 dan angkak menurut

Sutrisno (1987) pada pH 9,2 pigmen angkak paling stabil bila dibandingkan

dengan pH 7 dan pH 3. Kombinasi antara dua bahan tersebut merupakan salah satu

penyebab berpengaruhnya pH dalam hasil penelitian sosis frankfurters ini, karena

keduanya saling menutupi dalam hal pH. 

Nilai Daya Serap Air (DSA) Sosis Frankfurters

Daya serap air (DSA) menunjukan kemampuan daging untuk mengikat air

(43)

28 dan bakso. Produk sosis dan bakso diperlukan DSA yang tinggi (Muchtadi dan

Sugiono, 1992). Daya serap air dapat mempengaruhi mutu sosis. Daya serap air yang

tinggi mengakibatkan sedikit air yang hilang selama proses pemasakan sosis,

menyebabkan keempukan dan tekstur sosis menjadi lebih baik, sebaliknya daya serap

air rendah menyebabkan rendemen sosis rendah dan teksturnya kurang baik

(Soeparno, 2005). Nilai DSA sosis frankfurters pada kombinasi rosella:angkak dan

nitrit terdapat pada Tabel 6.

Nilai rataan DSA pada sosis frankfurters dengan penggunaan kombinasi

bubuk rosella dan angkak (1% : 0,75% dan 1% : 0,5%) berkisar antara 9,33%-2,00%

dan DSA sosis nitrit (kontrol) adalah 12,50%. Sosis dengan penambahan 1% rosella

dan 0,75% angkak tidak berbeda dengan sosis kontrol (nitrit), namun nilai DSA-nya

lebih rendah. Sosis 1% rosella dan 0,5% angkak berbeda dengan sosis kontrol (nitrit)

dan sosis 1% rosella dan 0,75% angkak. Tinggi dan rendahnya nilai DSA yang

dihasilkan sangat dipengaruhi oleh nilai pH. Daya mengikat air menurun dari pH

tinggi sekitar 7-10 sampai pada pH titik isoelektrik protein-protein daging 5,0-5,1,

pada pH isoelektrik ini protein daging tidak bermuatan (jumlah muatan positif sama

dengan jumlah muatan negatif) dan solubilitasnya minimal. Nilai pH yang lebih

tinggi dari pH isoelektrik protein daging, sejumlah muatan positif dibebaskan dan

terdapat surplus muatan negatif yang mengakibatkan penolakan dari miofilamen dan

memberi banyak ruang untuk molekul air (Soeparno, 2005).

Nilai DSA sosis frankfurters dengan pemberian kombinasi rosella dan angkak

(1% dan 0,75%) sebesar 12,00% ± 3,22, sedangkan pada pemberian kombinasi

rosella dan angkak (1% dan 0,5%) sebesar 9,33% ± 4,84. Nilai DSA yang dimiliki

oleh sosis frankfurters dengan menggunakan nitrit adalah 12,50% ± 2,59. Daya

Mengikat Air (DSA) dipengaruhi oleh pH, pH yang lebih tinggi atau lebih rendah

dari titik isoelektrik protein-protein daging akan meningkatkan daya ikat air

(Soeparno, 2005). Titik isoelektrik daging adalah 5,5 (Lawrie, 2003).

Nilai DSA juga dipengaruhi dengan suhu pemasakan. Temperatur pemasakan

yang tinggi menurut Christensen et al. (2000) dapat mempengaruhi nilai dan tingkat

perubahan struktur protein pada daging. Protein sarkoplasmik hamper menurut

(44)

29 yang terdenaturasi menyebabkan protein daging lebih terbuka dan banyak air bebas,

sehingga akan menghasilkan DSA rendah.

Nilai Lemak yang Terlepas pada Sosis Frankfurters

Salah satu faktor penentu mutu sosis menurut Alexandra et al. (1999) adalah

stabilitas emulsi. Kestabilan emulsi diukur dengan memberikan sentrifugasi pada

produk sosis, dan kadar minyak yang terlepas menunjukkan nilai kestabilan emulsi

sosis yang dihasilkan. Semakin tinggi jumlah minyak yang terlepas maka emulsi

yang dihasilkan semakin tidak stabil dan mudah pecah, artinya stabilitas emulsi yang

dihasilkan akan semakin rendah dan berpengaruh terhadap tekstur sosis. Jumlah

lemak yang terlepas dari sosis dengan penambahan kombinasi rosella dan angkak

dapat dilihat pada Tabel 6.

Nilai rataan lemak yang terlepas pada sosis frankfurters dengan penambahan

kombinasi bubuk rosella dan angkak (1% : 0,75% dan 1% : 0,5%) berkisar antara

0,83 - 0,92 ml dan nitrit (kontrol) sebesar 0,58 ml. Menurut Dianingtyas (2001) sosis

hati sapi dengan penambahan angkak 0,5% dan 1% memiliki nilai stabilitas emulsi

berturut-turut sebesar 0,22 dan 0,23 ml. Merujuk pada Dianingtyas (2001), stabilitas

emulsi sosis frankfurters pada penelitian ini nilainya lebih rendah dibandingkan

dengan nilai stabilitas emulsi sosis hati sapi dengan penambahan 0,5% dan 1%

angkak, hal ini karena perbedaan bahan dasar yang digunakan dan kombinasi angkak

dan rosella yang diberikan.

Nilai lemak yang terlepas pada sosis frankfurters dengan pemberian

kombinasi rosella dan angkak (1% dan 0,75%) sebesar 0,83 ml ± 0,26, sedangkan

pada pemberian kombinasi rosella dan angkak (1% dan 0,5%) sebesar 0,92 ml ±

0,20. Nilai lemak yang terlepas yang dimiliki oleh sosis frankfurters dengan

menggunakan nitrit adalah 0,78 ml ± 0,26. Menurut Soeparno (2005), stabilitas

emulsi lemak dipengaruhi oleh temperatur selama proses emulsifikasi, ukuran

partikel lemak, pH, jumlah dan tipe protein yang larut, dan viskositas emulsi,

ditambahkan pula bahwa temperatur dan waktu proses yang berlebihan dapat

merugikan pembentukan emulsi yang ada hubunganya dengan denaturasi protein

yang larut, penurunan viskositas emulsi dan melelehnya partikel lemak.

Nilai lemak yang terlepas yang cenderung rendah pada pemberian bubuk

(45)

30 yaitu pada saat penggilingan ataupun pada saat pemasakan. Stabilitas emulsi yang

maksimum menurut Soeparno (2005) dicapai dengan pencacahan dan pelumatan

pada suhu 3-11 oC. Suhu saat penggilingan yang melebihi 11 oC dapat

mengakibatkan emulsi mudah rusak. Suhu adonan yang terlalu tinggi akan

menyebabkan kerusakan emulsi sehingga protein akan pecah dan tidak dapat

berfungsi sebagai bahan pengemulsi (Soeparno, 2005).

Nilai Kekenyalan Sosis Frankfurters

Kekenyalan adalah sifat fisik produk dalam hal daya tahan untuk tidak pecah

akibat gaya tekan. Nilai kekenyalan dari sosis dengan perlakuan kombinasi rosella

dan angkak dapat dilihat pada Tabel 6.

Sifat kenyal atau elastis merupakan sifat reologi pada produk pangan plastis

yang bersifat deformasi. Sifat deformasi sendiri adalah kemampuan memulihkan

titik-titik dalam suatu bahan pangan. Tingkat kekenyalan menunjukkan tekstur yang

berhubungan dengan struktur otot daging dan jumlah air dalam sosis serta

dipengaruhi oleh bahan-bahan yang ditambahkan pada proses pembuatan sosis

(Soekarto, 1990). Tingkat kekenyalan ini juga akan sangat berpengaruh pada tingkat

penerimaan konsumen terhadap produk sosis ini.

Nilai kekenyalan sosis frankfurters berdasarkan (Tabel 6) pada sosis dengan

konsentrasi penggunaan bubuk rosella 1% dan angkak 0,75% adalah 49,76%, sosis

dengan konsentrasi bubuk rosella 1% dan angkak 0,5% sebesar 50,90%, dan nilai

kekenyalan sosis kontrol (nitrit) adalah 33,92%. Penambahan kombinasi bubuk

rosella dan angkak pada sosis penelitian ini tidak berbeda dengan kekenyalan sosis

kontrol (nitrit), namun nilai kekenyalan sosis rosella dan angkak lebih tinggi

dibandingkan dengan sosis kontrol (nitrit). Menurut Moedjiharto (2003)

pembentukan kekenyalan berkaitan dengan daya elastisitas dan berhubungan dengan

kemampuan pengikatan air oleh pati dan kelarutan protein miosin, campuran dengan

lemak, gula, garam, dan pati. Gadiyaram dan Kannan (2004), menambahkan bahwa

faktor yang mempengaruhi kekenyalan daging dapat digolongkan menjadi faktor

antemortem (genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, dan umur) dan

faktor postmortem (metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, dan pH

(46)

31

Nilai Stabilitas Warna Sosis Frankfurters

Warna suatu bahan pangan mempunyai peranan penting dalam penentuan

mutu serta mempunyai daya tarik untuk konsumen sehingga konsumen dapat

memberi kesan suka atau tidak suka dengan cepat. Warna pada produk makanan

tertentu merupakan faktor penentu kerusakan serta petunjuk tingkat mutu dan

pedoman proses pengolahan (Soekarto, 1990).

1) Intensitas kecerahan (Nilai L) sosis Frankfurters

Nilai L menunjukan tingkat kecerahan pada produk. Parameter L mempunyai

nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai L menyatakan cahaya pantul yang

menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu, dan hitam, semakin tinggi nilai L

maka warna produk semakin cerah (Soekarto, 1990). Adapun nilai intensitas

kecerahan sosis frankfurters rosella:angkak dapat dilihat pada Tabel 6.

Sosis dengan penambahan 1% bubuk rosella : 0,75% angkak mempunyai

tingkat kecerahan paling rendah dibandingkan dengan sosis dengan penambahan 1%

bubuk rosella : 0,5% angkak yang masing-masing bernilai 37,93 dan 39,71, hal ini

disebabkan penggunaan konsentrasi bubuk angkak yang digunakan lebih banyak

pada sosis 1% rosella : 0,75% angkak. Kesan warna merah agak gelap yang

dimunculkan lebih tampak dari angkak. Antosianin merupakan pigmen alami yang

memberi warna merah pada kelopak bunga rosella (Kustyawati dan Ramli, 2008) dan

angkak sendiri memiliki warna merah yang sedikit lebih gelap dari pada rosella.

Nilai kecerahan (L) hasil penelitian Dianingtyas (2001) pada konsentrasi angkak

0,5% dan 1% adalah 5,83 dan 5,84 lebih rendah dibandingkan dengan nilai

kecerahan (L) sosis rosella dan angkak, hal ini disebabkan oleh perbedaan bahan

dasar yang digunakan, yaitu antara hati yang memiliki warna merah agak gelap dan

daging gandik yang berwarna merah pucat.

Hasil tingkat kecerahan (Nilai L) untuk sosis dengan pewarna buatan adalah

43,96. Nilai ini juga lebih rendah dibandingkan dengan nilai kecerahan sosis dengan

penggunaan nitrit, namun lebih tinggi dibandingkan dengan sosis rosella dan angkak.

2) Intensitas warna merah (Nilai a) sosis Frankfurters

Nilai a menunjukkan tingkat warna merah pada produk. Notasi a menyatakan

warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0 sampai + 100

Gambar

Tabel 4. Beberapa Kelompok Utama Antosianin
Gambar 2. Skema Proses Pembuatan Sosis
Tabel 5. Persentase Bahan-Bahan Sosis terhadap Berat Daging
Tabel 6. Hasil Analisis Sifat Fisik Sosis Frankfurters
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penulis menyarankan agar bahan ajar berbasis audio visual yang telah dikembangkan ini perlu diujicobakan dalam kegiatan pembelajaran matematika materi bangun ruang kubus

Strategi pembelajaran IDEAL problem solving dapat memotivasi peserta didik untuk aktif dalam proses pembelajaran, tahapan dari IDEAL problem solving mampu membuat

Hasil penelitian ini diperoleh, (1) terdapat pengaruh antara peranan orang tua terhadap hasil belajar matematika siswa kelas X SMKN 1 Kaliwungu tahun pelajaran 2018/2019

Dilihat dari grafik rata-rata daya cerna pati ubi jalar ungu yang dimodifikasi (Gambar 8) menunjukkan bahwa pemanasan pada temperatur 100ºC dengan lama pemanasan 5 jam

3.06 Peningkatan sarana dan prasrana perpustakaan dan penerapan teknologi informasi 1 Meningkatnya Jumlah Pengunjung Perpustakaan 0.0 - 0.0 - 1217.1 5 Program Pengembangan Budaya

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian penelitian yang dilakukan oleh Mahendri, dkk (2007). Peningkatan keterampilan generik melalui pembelajaran dengan model

Hal ini dibuktikan dengan penelitian dari Tri Joko Raharjo dan Tri Suminar yang berjudul Studi Peran Pendidikan Nonformal dalam Penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun

Jenis cerpen: tema remaja (sertakan biodata, alamat, nomor hp, nomor.. rekening bank dan foto) Mombi (majalah anak) Alamat Email:.