-
i
3
zb,
32qss2+
,&l
'
9
I
PEMBERDAYAAN KELOMPOK PENGRAJIN BONEKA
(STUD1 KASUS Dl KELURAHAN BOJONGMENTENG,
KECAMATAN RAWALUMBU, KOTA BEKASI,
PROVlNSl JAWA BARAT)
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHlR
DAN SUMBER INFORMAS1
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir dengan judul Pemberdayaan Kelompok Pengrajin Boneka (Studi Kasus di Kelurahan Bojongmenteng Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Surnber inforrnasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penuiis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalarn Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor, April 2009
ABSTRACT
BUD1 NlNGSlH 2009. The Empowerment of Toy-maker Group (Case Study in
Bojongmenteng Sub-District, Rawalumbu District, Bekasi City, West Java Province). Guiding by PUDJl MULJONO as a Leader, and SUTARA HENDRAKUSUMAATMADJA as a member of Leader Commission.
Unemployment and working opportunity are two important aspects which tie together and can not be separated in present economic crisis due to life of almost entire a community, of course it will be government responsibility, particularly local government to solve this matter. Policy sphere to combat the unemployment and to create wide-spread of working opportunity, either direct or indirect, such as creating job fieldlopportunity that derive from government budget through APBN and APBD. Local government at this very moment must be trigger the economy growth and could be empowered the community so that the community can fulfill their life need in a properly manner especially empowering of small industry (home industry).
The qualitative approach is used in this study that special used for economy aspect of studies. Primary qualitative data gathering is used by direct observation, in-depth interview and focus group discussion (FGD). The secondary of data are collected from literature studies. The data which has been collected will be analysis by description analysis and SWOT analysis,
the design program is doing by using Participatory Rural Appraisal (PRA)
method, in order to get strategy and participative program.
Analysis toward variety of KPB Bojongmenteng business in view either from aspect of price, marketing, raw material, labor, capital, technology process or policy, it is indicated that the increasing in significant meaning. Yet, in their business system, the link of business are not connected directly to the users, it means that the toy-maker group does not know exactly how much the price of their product and where their product will be market Beside that, the empowerment activity still much depend on government assistance.
BUD1 NINGSIH. 2009. Pemberdayaan Kelompok Pengrajin Boneka (Studi l<asus di Kelurahan Bojongmenteng, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat). Dibimbing oleh PUDJl MULJONO sebagai Ketua dan SUTARA HENDRAKUSUMAATMADJA sebagai anggota Komisi Pembimbing.
Pengangguran dan kesempatan kerja merupakan dua ha1 penting yang tidak dapat terpisahkan dalam masa krisis ekonomi sekarang ini karena menyangkut kehidupan hampir semua warga masyarakat, dan tentunya menjadi tanggung jawab pemerintah, terutama pemerintah daerah, untuk mengatasinya. Kelurahan Bojongmenteng Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi menjadi salah satu lokasi pelaksanaan program-program pemberdayaan ekonomi rakyat, diantaranya pengembangan usaha kecil melalui PPK-IPM, UP2K dan BKM-P2KP. Esensi dari pelaksanaan program-program tersebut adalah untuk dapat memberdayakan usaha kecil dan usaha informal, dalam ha1 ini usaha kelompok pengrajin boneka, sehingga dapat memahami dan mengembangkan potensi yang dimiliki, memiliki kekuatan untuk dapat meningkatkan daya saing yang pada gilirannya dapat meningkatkan posisinya dari klasifikasi usaha kecil menjadi usaha menengah atau bahkan menjadi usaha besar.
Fokus kajian dalam KPM ini adalah pemberdayaan KPB di RW 09 Kelurahan
Bojongmenteng. Usaha ini dilatarbelakangi PHK yang dialami warga. Berbekal dari ilmu dan pengalaman masing-masing pada akhir tahun 2003 dirintis usaha kerajinan boneka dengan mengajak warga untuk menjadi pengrajin boneka karena melihat potensi warga korban PHK yang memiliki skill untuk membuat kerajinan boneka yang cukup berkualitas, permasalahannya usaha KPB ini masih banyak tergantung pada bantuan pemerintah dan tata kelola usahanya belum terkelala secara baik meski telah mendapatkan bantuan dari Program PPK-IPM Provinsi Jawa Barat.
Pendekatan yang digunakan dalam kajian adalah pendekatan kualitatif yang khusus digunakan untuk mengkaji aspek-aspek ekonomi. Pengumpulan data primer kualitatif digunakan pengamatan langsung, wawancara mendaiam dan diskusi kelompok. Data sekunder dikumpulkan dengan studi dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif dan analisis SWOT, perancangan program dilakukan dengan menggunakan metode Participatory Rural Appraisal (PRA) guna mendapatkan strategi dan program partisipatif.
Pemberdayaan usaha KPB adalah salah satu solusi yang penulis ajukan sebagai upaya pengembangan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan dan pengangguran di kelurahan Bojongmenteng, dan diharapkan dapat menunjang pengimplementasian program-program pengembangan masyarakat dari pemerintah maupun pihak lain untuk mewujudkan kesejahteraan sosial masyarakat Kelurahan Bojongmenteng. Keragaan usaha KPB Bojongmenteng dapat dilihat dari 8 aspek, yaitu: (1) Harga, KPB tidak dapat menentukan langsung harga ke pasaran, tetapi melalui tenaga pemasaran. Yang menentukan harga ke pasar adalah tenaga
pemasaran, (2) Pemasaran dilakukan dengan membuat brosur-brosur, even-even
pembeliannya dikoordinir oleh locomotif penghela, (4) Tenaga kerja, KPB berupaya mengembangkan ekonomi lokal dengan menerapkan asas holistik, perfama, yaitu asas pemberdayaan masyarakat. Kedua, asas partisipasi masyarakat. Kefiga, asas peningkatan daya saing global, dan Keempat, asas pertumbuhan dan pemerataan, (5) Perrnodalan KPB Bojongmenteng pada awalnya Rp. 10.000.000 kemudian diikutsertakan dalam kompetisi PPK-IPM hingga mendapatkan bantuan pinjaman
modal sebesar 275.000.000,- pada tahun 2008, (6) Proses pembuatan boneka
melalui langkah-langkah: (a) Sampling, , (b) Pemolaan, (c) Patron, (d) Cutting, (e) Swing, (f) Staffing, (g) Finishing, (h) Packing, (i) Delivery. Dalam proses produksi tersebut antara satu plasma dengan plasma lainnya mempunyai kaitan keja
berkelanjutan, tetapi tidak terpaku pada hubungan keja yang kaku, (7) Teknologi
yang diterapkan dalam UKM sangat beragam dan belum mengalami pengembangan yang optimal, (8) Kebijakan, usaha KPB Bojongmenteng secara konseptual dan secara praktis telah mendapatkan perhatian yang sangat besar, baik dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat maupun Pemerintah Kota Bekasi, yaitu dengan mendapat pembinaan dari PPK-IPM Provinsi Jawa Barat.
Analisis terhadap keragaan usaha KPB Bojongmenteng baik dari aspek harga, pemasaran, bahan baku, tenaga kerja, permodalan, proses teknologi. maupun kebijakan, menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. Namun dalam sistem usahanya merupakan suatu mata rantai yang terputus-putus di mana para pengrajin tidak mengetahui secara persis berapa harga produk mereka dijual dan di mana produk mereka dipasarkan. Di samping itu kegiatan pemberdayaan masih banyak bergantung pada bantuan pemerintah.
Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi KPB dapat disimpulkan beberapa potensi yang dapat dimanfaatkan oleh KPB, baik kekuatan (internal) maupun peluang (ekstemal) untuk dapat mengembangkan usahanya, diantaranya (1) Produk boneka merupakan hasil industri yang tidak akan hilang oleh jaman, (2) Adanya pembinaan dari pemerintah, (3) Banyaknya altemati sumber pendanaan (BUMN, Bank, Bantuan Pemerintah), (4) Banyak tumbuh pusat-pusat perbelanjaan, (5) Para pengrajin memiliki pengalaman yang cukup dalam pembuatan boneka, (6) Jalinan kerjasama antar pengrajin didasarkan atas kekeluargaan, (7) Adanya saling percaya antara pengrajin boneka dengan mitra usahanya. Disamping memiliki berbagai potensi, KPB Bojongmenteng juga dihadapkan pada berbagai permasalahan yang dihadapi, baik kelemahan (internal) maupun ancaman (eksternal) KPB yang telah diidentifikasi sebagai berikut:, (1) Kualiias produk masih kalah dengan produk pabrik, (2) Suliinya memasarkan produk karena keterbatasan akses ke pusat perbelanjaan, (3) Pengrajin selalu ketinggalan teknologi, (4) Belum adanya koperasi, (5) Modal belum mencukupi, (6) Banyaknya industri besar yang kualitas produknya jauh lebih baik, (7) Pemasok bahan baku dan pemasaran masih lemah.
Rekomendasi untuk KPB Bojongmenteng, agar segera membentuk koperasi, penerapan teknologi tepat guna dan rekruitmen tenaga ahli di bidang skill dan pemasaran. Untuk Kecamatan dan Kelurahan agar memfasiliiasi KPB dalam pembentukan koperasi, menghimpun partisipasi warga dan mengusulkan pelatihan dan bantuan dalam Musrenbang. Untuk Pemerintah Kota Bekasi hendaknya model kebijakan dalam mengembangkan KPB Bojongmenteng tidak menerapkan model inkrementalisme tetapi sistemik dan berkelanjutan, serta bersifat holistik.
O Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilamng rnengutip sebagian atau seluruh karya tuli. ini tanpa rnencantumkan atau rnenyebutkan sumbernya. Pengufipan hanya unfuk kepentingan pendidikan, penelifian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan krifik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak rnerugikan kepentingan yang wajar IPB
PEMBERDAYAAN KELOMPOK PENGRAJIN BONEKA
(STUD1 KASUS Dl KELURAHAN BOJONGMENTENG,
KECAMATAN RAWALUMBU, KOTA BEKASI,
PROVlNSl JAWA BARAT)
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada
Program Studi Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tugas Akhir : Pemberdayaan Kelompok Pengrajin Boneka (Studi Kasus di Kelurahan Bojongmenteng, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat)
Nama
:
BUD1 NlNGSlHNIM : 1.354070025
Disetujui: Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Pudji Muliono. M.Si. Ir. Sutara Hendrakusumaatmadia. MSC.
Ketua Anggota
Diketahui:
Ketua Program Studi Magister olah Pascasarjana
Profesional Pengembangan Masyara
I
-"-.--
~ i u a r d ~ u b i s ,
M.s?\,
Khairil A. ~dodiputro, M.S.PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke khadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala bahwasanya atas rahmat dan hidahayah-Nya Penulis dapat menyelesaikan Kajian Pengembangan Masyarakat yang berjudul PEMBERDAYAAN KELOMPOK PENGRAJIN BONEKA (STUD1 KASUS Dl KELURAHAN BOJONGMENTENG, KECAMATAN RAWALUMBU, KOTA BEKASI, PROVlNSl JAWA BARAT) tepat pada waktunya.
Dalam menyelesaikan kajian ini, penulis telah banyak rnendapatkan bantuan serta dorongan, baik moril maupun materiil dari berbagai pihak, dan telah selayaknya dari hati yang terdalam penulis mengucapkan terima kasih kepada:
Dr. Ir. Pudji Muljono, M.Si. dan lr. Sutara Hendrakusumaadja, M.Sc., selaku Komisi Pembimbing yang dengan penuh kesabaran dan ketulusan hati membimbing penulis hingga kajian ini dapat selesai.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS., selaku Dekan Sekolah Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor.
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS., selaku Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat lnstitut Pertanian Bogor.
Drs. Wawan Heriana, M.Pd.. selaku Ketua Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosia\ Bandung.
Seluruh Civitas Akademika Sekolah Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor dan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung.
H. Mochtar Moharnmad dan
H.
Tjandra Utama Effendi, Drs., MM, selakuWalikota dan Sekretaris Daerah Kota Bekasi yang telah memberikan ijin kepada Penulis untuk mengikuti Tugas Belajar pada Sekolah Pascasarjana IPB-STKS.
Drs. H. Slamet Gurnelar, M.Si. (Kepala BKD Kota Bekasi),
,
Dra. R. Roro Yoewati, MM. (Kabid Diklat BKD Kota Bekasi) beserta jajarannya.Drs. H. Noviar Herrnansyah, M.Si. (Kepala Dinas Prakop Kota Bekasi), Drs. H. Rayendra Sukarmadji, M.Si. (Kepala Dinas Perindag Kota Bekasi), Dr. H. Agus Dharma Suwandi, M.Si. (Kepala Disnakertrans Kota Bekasi), Cecep Suherlan, S.E. (Camat Rawalumbu), Dede Kusmana, S.T. (Kasi Ekbang Kec. Rawalumbu), Sumpono Brama, S.STP., M.Si. (Lurah Bojongmenteng), Hj. Narni (Kasi Ekbang Kel. Bojongmenteng), M. Harri Hendarman, S.IP.
Duckry Nurpujiono dan seluruh pengrajin boneka yang tergabung dalam KPB Bojongmenteng atas dukungan dan kerjasamanya.
Suami dan Anak-anak tercinta atas dukungan semangat dan doanya.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga segala amal kebaikannya memperoleh balasan dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Penulis juga menyadari sepenuhnya kajian ini masih banyak kekurangan. Akhir kata penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi Penulis, bangsa dan Negara ini, terutama bagi pengembangan pemberdayaan usaha pengrajin boneka ke depan.
Bogor, April 2009
Penulis dilahirkan di Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah pada 1 Mei 1967 dari pasangan Alm. Diono dan Hj. Suparti. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Wuryantoro I Wonogiri pada tahun 1980, kemudian
SMP Negeri I Wutyantoro Wonogiri pada tahun 1983, dan SMA Tribina Jakarta
Barat pada tahun 1986. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan Tinggi di Jurusan llmu Administrasi Negara FlSlP Universitas Islam '45 Bekasi dan lulus tahun 2007.
Pada tanggal 15 Juli 1990 penulis menikah dengan Mikhroji dan dikaruniai 3 orang anak, diantaranya Shabrina Firdha Ayu Ningtyas lahir 12 Januari 1992, kedua Faiz Bagus F a k h ~ z y lahir 18 Juni 1995, dan yang terakhir Shidqi Raisya Akhbari lahir tanggal 14 September 2002.
DAFTAR
IS1
Halaman
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR
...
xiv...
DAFTAR LAMPIRAN xv PENDAHULUAN Latar Belakang...
1...
Rumusan Masalah 4...
Tujuan Kajian 5 Kegunaan Kajian...
6TINJAUAN TEORlTlS
...
Usaha Kecil 7...
Pemberdayaan Masyarakat 10 Pembangunan Ekonomi Lokal...
13...
Aset Komunitas 14 Kemitraan Usaha...
15Kajian Terdahulu
.
...
16. Kerangka Pemikfran
...
19METODOLOGI KAJIAN Lokasi dan WaMu Kajian
. . .
...
23Lokasi Kajran
...
23WaMu Kajian
...
24Cara Pengumpulan Data
...
25Pemilihan Responden dan lnforman
...
25Pengumpulan Data
...
25Metode Analisis Data dan Penyusunan Strategi dan Program
...
28KONDlSl PETA SOSIAL MASYARAKAT KELURAHAN BOJONGMENTENG Lokasi
...
30...
Kependudukan 31...
Sistem Ekonomi 35 Struktur Komunitas...
38Pelapisan Sosial
...
38.
.
Kepemimp~nan. .
...
40...
...
Organisasi dan Kelembagaan...
Lembaga Kemasyarakatan...
Fungsi Kontrol Sosial Lembaga...
Proses Sosialisasi dalam Komunitas...
Sumber Daya LokalLahan
...
Tenaga Kerja...
Modal...
Kelompok-kelompok Usaha...
lkhtisar...
EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT Dl KELURAHAN BOJONGMENTENG
...
Program PPK-IPMProgram Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga
(UP2K-PKK)
...
lkhtisar...
KERAGAAN USAHA KELOMPOK PENGRAJIN BONEKA Dl KELURAHAN BOJONGMENTENG
Harga Produk Boneka
...
...
PemasaranBahan Baku
...
Tenaga Kerja...
...
PermodalanProses Pernbuatan Boneka
...
Teknologi...
Kebijakan...
lkhtisar...
PERENCANAAN STRATEGI DAN PROGRAM PARTISIPATIF DALAM PENGUATAN PEMBERDAYAAN USAHA KELOMPOK PENGRAJIN BONEKA Dl KELURAHAN BOJONGMENTENG
ldentifikasi Potensi dan Permasalahan Usaha KPB
...
ldentifikasi Faktor-Faktor lntemal KPB dan Sistem Usahanya...
ldentifikasi Faktor-Faktor Eksternal KPB dan Sistem Usahanya...
Analisis Matriks SWOT (Strenght. Weakness. Opportunity.Threat)
...
Perumusan Strategi Pengembangan Usaha KPB...
Latar Belakang Rancangan Program Penguatan
Kelembagaan dan Kemitraan Usaha KPB
Bojongmenteng
...
98Tujuan Program Penguatan Kelembagaan dan
Kemitraan Usaha KPB Bojongmenteng
...
99 Program Aksi Penguatan Kelembagaan dan Kemitraan Usaha .. 100 lkhtisar...
110KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
DAFTAR TABEL
Halaman Jadwal Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat di Kelurahan Bojongmenteng Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi Tahun 2008- 2009
...
24Pengumpulan Data Kajian Pemberdayaan Kelompok Pengrajin
Boneka di Kelurahan Bojongmenteng Tahun 2008
...
27Penggunaan Tanah di Kelurahan Bojongmenteng Tahun 2007
...
31Komposisi Penduduk Kelurahan Bojongmenteng Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2007
...
32 Komposisi Penduduk Kelurahan Bojongmenteng Berdasarkan Kelompok Etnis Tahun 2007...
33 Komposisi Penduduk Kelurahan Bojongmenteng BerdasarkanAgamaIKepercayaan Tahun 2007
...
34Komposisi Penduduk Kelurahan Bojongmenteng Berdasarkan Mata
Pencaharian Tahun 2007 ... 36 Jumlah Lembaga Ekonomi di Kelurahan Bojongmenteng Tahun 2007 ... 37 9. Model-model Boneka Yang Diproduksi KPB Bojongmenteng Tahun
2008
...
59 1.0. Perbandingan Harga di Tingkat Pengraiin, Pemasaran, Toko Tahun - . .2008
...
61 11. Analisis Matriks SWOT...
9112. Jadwal Rencana Strategis Pelaksanaan Kegiatan Penguatan
Kelembagaan dan Kemitraan Usaha KPB 60jongmenteng Tahun 2009
...
106 13. Rencana Kegiatan Program Penguatan Kelembagaan dan KemitraanDAFTAR GAMBAR
Halaman
1
.
Kerangka Pemikiran Pemberdayaan Usaha Kelompok PengrajinBoneka
...
222 . Piramida Penduduk Kelurahan Bojongmenteng Tahun 2007
...
333
.
Grafik Lembaga Ekonorni di Kelurahan Bojongmenteng...
374
.
Diagram Alir Mekanisme Aliran Dana...
535
.
Mekanisme Pencairan Dana PPK-IPM...
736 . Alur Proses Produksi dan Distribusi Bahan
...
75DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
.
Peta Wilayah Kelurahan Bojongmenteng...
121 2 . Panduan Penetapan Responden dan lnforman . ....
122 3 . Instrumen Penel~t~an...
1244 . Catatan Hasil Kegiatan FGD Pengembangan Masyarakat Program
Pemberdayaan Kelompok Pengrajin Boneka di Kelurahan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ekonomi lndonesia menghadapi krisis cukup berat sejak akhir 1997,
karena nilai tukar rupiah terus terpumk. Sebenamya, ekonomi Indonesia
terutama sektor keuangan, sudah lama tidak stabil, tetapi baru benar-benar
menjadi menurun setelah te qadi krisis ekonomi di Asia Tenggara. Akhirnya,
merosotnya nilai tukar rupiah tidak bisa diselamatkan, yang pada gilirannya menghantam sektor-sektor riil lainnya. Perusahaan-pemsahaan mengalami
kebangkrutan, bersamaan dengan ambruknya sistem perbankan nasional.
Pengangguran semakin meluas sebagai akibat dari konstraksi
ekonomi yang sangat besar, dan masalah ekonomi serta sosial lainnya mengemuka sehingga persoalannya semakin meluas ke arah bidang-
bidang non ekonomi. Pengangguran dan kesempatan kerja merupakan dua ha1 penting yang tidak dapat terpisahkan dalam masa krisis ekonomi
sekarang ini. Masalah ini sangat penting karena rnenyangkut kehidupan
hampir semua warga masyarakat, dan mempunyai dampak sosial-ekonomi yang krusial jika tidak dipecahkan secara sistematis. Persoalan paling
mendasar dalam ekonomi ini menjadi tanggung jawab pemerintah,
terutama pemerintah daerah. Ruang kebijakan untuk memerangi
pengangguran dan menciptakan kesempatan kerja cukup luas, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung, seperti penciptaan lapangan
kerja dari pengeluaran pemerintah melalui APBN dan APBD.
Kebijakan untuk mengatasi pengangguran harus bersifat utama, yang
secara paralel dilaksanakan sejalan dengan proses pemulihan itu sendiri.
Pada tingkat pusat, kebijakan jaring pengaman sosial perlu mencakup
program untuk mengurangi pengangguran ini. Artinya, sektor-sektor
ekonomi rakyat dapat dibangun kembali dengan bersandarkan pada
pengeluaran pemerintah pusat maupun daerah. Peran APBN dan APBD
bersifat mendasar, terutama untuk menghidupkan denyut nadi ekonomi
melihat aspek produktifitasnya. Meskipun kegiatan itu menyentuh sektor pedesaan dan informal yang kurang produktif, tetapi jika memberi
pengaruh terhadap kesempatan keja, program itu layak dilaksanakan.
Kerusuhan demi kerusuhan dan tingkat kriminalitas yang semakin
tinggi tidak lain merupakan akibat, langsung ataupun tidak, dari persoalan
ekonomi yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Suasana emosional
publik yang sangat tinggi mengakibatkan nalar kolektii menjadi kabur, bahkan macet. Akibatnya, banyak pekerjaan kreatif yang sebenarnya
sangat diperlukan untuk menata sistem setelah reformasi menjadi
terhambat bahkan terbengkalai. Padahal tingkat kerusakan sistem ekonomi-politik selama dua dekade terakhir ini sangat parah. Pada masa
ini diperlukan unsur kelompok yang tekun, kreatii dan jemih untuk mengisi
konsep dan pranata baru yang lebih baik.
Upaya untuk menyelesaikan kemelut yang dihadapi oleh bangsa
lndonesia adalah membuat kebijakan nyata dan langkah-langkah pasti
dalam rangka pembenahan ekonomi nasional, sehingga pengangguran
dapat diatasi, kesejahteraan dapat diiingkatkan dan masyarakat dapat dengan tenang bergiat kembali di dunia ekonomi. Maka, disinilah peran
pemerintah daerah berdasarkan paradigma baru perlu dikembangkan,
peranan pemerintah daerah tersebut menurut Rasyid (1997), termaktub dalam teori fungsi pemerintahan yang hakiki, yaitu : Pelayanan (Services),
pemberdayaan (Empowerment), dan pembangunan (Development).
Pelayanan akan membuahkan keadilan, pemberdayaan akan mendorong
kemandirian masyarakat dan pembangunan akan menciptakan
kemakmuran dalam masyarakat. lnilah yang sekaligus menjadi misi pemerintahan di tengah-tengah masyarakat.
Pemerintah Daerah sekarang ini di samping hams dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat dan memicu pertumbuhan
pembangunan, juga hams dapat memberdayakan masyarakatnya dalam
era krisis ekonomi sekarang ini sehingga masyarakat dapat tetap
memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak. Menurut Sedarmayanti
berbagai lapisan masyarakat, yang berarti mengembangkan potensi
ekonomi rakyat, hakekat dan martabat, rasa percaya diri dan harga dirinya,
sehingga terpebhara tatanan nilai dan budaya setempat. Pemberdayaan
sebagai konsep sosial budaya yang implementatif dalam pembangunan berpusat pada masyarakat menumbuhkan dan mengembangkan nilai
tambah ekonomi, juga nilai tambah sosial budaya.
Kelurahan Bojongmenteng Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi
menjadi salah satu lokasi pelaksanaan program-program pemerintah yang bertujuan untuk memberdayakan ekonomi rakyat, baik dari Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat maupun dari Pemerintah Kota
Bekasi, diantaranya pengembangan usaha kecil melalui Program
Pendanaan Kompetisi
-
Indeks Pembangunan Manusia (PPK-IPM), UsahaPeningkatan Pendapatan Keluarga (UPZK) dan Badan Keswadayaan
Masyarakat Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (BKM-
P2KP). Esensi dari pelaksanaan program-program tersebut adalah untuk dapat memberdayakan usaha kecil dan usaha informal, dalam ha1 ini usaha
kelompok pengrajin boneka, sehingga dapat memahami dan
mengembangkan potensi yang dimiliki, memiliki kekuatan untuk dapat meningkatkan daya saing yang pada gilirannya dapat meningkatkan
posisinya dari klasifikasi usaha kecil menjadi usaha menengah atau
bahkan menjadi usaha besar.
Fokus kajian dalam Kajian Pengembangan Masyarakat ini adalah
Pemberdayaan Kelompok Pengrajin Boneka yang berlokasi di RW 09
Kelurahan Bojongmenteng Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi yang
dikoordinir oleh Bpk Duckry Nur Pujiono. Usaha kecil ini dilatarbelakangi
pemutusan hubungan keja (PHK) yang dialami oleh Bpk. Duckry di tempat
ia bekerja yaitu di P i . Leo Leporensia yang berlokasi di JI. Cipendawa
Kelurahan Bojongmenteng yang kebetulan bergerak di bidang industri
boneka. Berbekal dari ilmu dan pengalaman pada akhir tahun 2003 Bpk. Duckry mengajak warga sekitar yang senasib untuk merintis usaha
menjadi pengrajin boneka karena melihat potensi warga korban PHK yang
memiliki skill untuk membuat kerajinan boneka yang cukup berkualitas.
Bagaimana Kelompok Pengrajin Boneka di RW 09 Kelurahan Bojongmenteng Kecamatan Rawalumbu, dapat diberdayakan melalui
teknik penyusunan strategi dan program secara parfisipatif bersama
masyarakat dengan menggunakan PaHicipatory Rural Appraisal (PRA)
serta memanfaatkan SDM dan SDA secara optimal guna meningkatkan
kesejahteraan Kelompok Pengrajin Boneka?
Rumusan Masalah
Permasalahan keterpurukan perekonomian lndonesia telah membawa dampak negatif yaitu peningkatan permasalahan pengangguran
dan kemiskinan. Kegiatan praktek lapangan I dan I1 telah memberikan
gambaran tentang fenomena permasalahan utama di Kelurahan
Bojongmenteng adalah pengangguran dan program penanggulangannya. Berdasarkan hasil Praktek Kerja Lapangan menunjukkan beberapa permasalahan rnasih tejadi diantaranya kelemahan usaha Kelompok
Pengrajin Boneka di Kelurahan Bojongmenteng, di mana usaha KPB
merupakan suatu pilihan sebagian besar warga rnasyarakat korban PHK di
Kelurahan Bojongmenteng. Kondisi ini disebabkan kenyataan di Kelurahan Bojongmenteng masih terdapat warga masyarakat rniskin ditambah lagi
dengan keberadaan para korban PHK. Hal tersebut pada akhirnya
mengakibatkan suatu inisiatif untuk menampung korban PHK ke dalam
wadah KPB Bojongmenteng. Kenyataan tersebut menggambarkan bahwa
pelaku usaha KPB Bojongmenteng memiliki potensi untuk berkembang dan
diharapkan dapat mengurangi masalah pengangguran dan kemiskinan. Pemberdayaan dilakukan untuk menanggulangi permasalahan internal dan
permasalahan eksternal pada masalah kelemahan usaha KPB
Beberapa permasalahan yang dapat dikaji dalam rangka
Pemberdayaan Kelompok Pengrajin Boneka adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran sosial kelompok pengrajin boneka di Kelurahan
Bojongmenteng?
2 . Bagaimana aktivitas usaha kelompok pengrajin boneka di Kelurahan
Bojongmenteng?
3. Apakah faktor internal dan eksternal yang rnempengaruhi
pemberdayaan kelompok pengrajin boneka di Kelurahan
Bojongmenteng?
4. Bagaimana rancangan program penguatan kelembagaan dan
kemitraan usaha kelompok pengrajin boneka di Kelurahan
Bojongmenteng?
Tujuan Kajian
Tujuan yang ingin dicapai dalam kajian pengembangan masyarakat
ini adalah:
I. Mengidentifikasi gambaran sosial kelompok pengrajin boneka di
Kelurahan Bojongmenteng.
2. Mengkaji pengembangan aktivitas usaha kelompok pengrajin boneka di
Kelurahan Bojongmenteng.
3. Menganalisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
pemberdayaan kelompok pengrajin boneka di Kelurahan
Bojongmenteng.
4. Merumuskan rancangan program penguatan kelembagaan dan
kemitraan usaha kelompok pengrajin boneka di Kelurahan
Kegunaan Kajian
Adapun kegunaan yang akan diperoleh dari disusunnya kajian ini
antara lain:
1. Kajian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemahaman
teoritis mengenai pola penyaluran dan penggunaan bantuan modal usaha yang diterima oleh pengrajin.
2. Kajian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pengrajin untuk
mengantisipasi permasalahan dan mengembangkan potensi yang
mereka miliki untuk penyelesaian masalahnya.
3. Kajian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
TINJAUAN TEORlTlS
Usaha Kecil
Anoraga (2005) mengemukakan Usaha Kecil (UK) merupakan
sebutan yang diringkas dari Usaha Skala Kecil (USK) sebagai tejemahan dari istilah Small Scale Enterprise. Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi
rakyat yang berskala kecil dalam memenuhi kriteria kekayaan bersih atau
hasil penjualan tahunan. Secara umum sektor usaha memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1. Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung tidak
mengikuti kaidah administrasi pembukuan standar. Kadangkala pembukuan tidak di-up to date, sehingga sulit untuk menilai kinerja
usahanya.
2. Margin usaha yang cenderung tipis mengingat persaingan yang sangat
tinggi.
3. Modal dan tenaga kerja terbatas.
4. Pengalaman manajerial dalam mengelola perusahaan masih sangat
terbatas.
5. Skala ekonomi yang terlalu kecil, sehingga suli mengharapkan untuk mampu rnenekan biaya mencapai titik efisiensi jangka panjang.
6. Kemampuan pemasaran dan negosiasi serta diversifikasi pasar sangat
terbatas.
7. Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari pasar modal
rendah, mengingat keterbatasan dalam sistem adminitrasinya. Untuk mendapatkan dana di pasar modal, sebuah perusahaan hams
mengikuti sistem administrasi standar dan harus transparan.
Penting dan strategisnya kedudukan UK dalam perekonomian
nasional karena jumlahnya banyak, menyerap banyak tenaga kerja juga
memiliki potensi penghasil devisa yang cukup besar melalui kegiatan
ekspor komoditas tertentu dan memberikan kontribusi terhadap produk
Pengembangan usaha kecil masih menghadapi beberapa kendala
atau permasalahan seperti permodalan, sarana dan prasarana, dan
sumber daya manusia. Beberapa masalah umum industri kecil dan
kerajinan menurut Lengkong dalam Mauiani (1999) antara lain: 1) Jumlah
unit usaha yang tersebar di lndonesia berada di pedesaan yang belum
terjangkau sarana dan prasarana yang memadai, sehingga menyulitkan
jangkauan pembinaan. 2) Taraf pendidikan pengusaha dan karyawannya
rendah, mengakibatkan lemahnya pengetahuan mereka di bidang manajemen dan bisnis, sulit menerima gagasan baru yang diperlukan
untuk modernisasi industri kecil, serta sikap mental cepat puas dengan
hasil yang telah dicapai; 3) Sebagian kecil pengusaha industri kecil yang
memanfaatkan modal untuk menjalankan usahanya, kredit perbankan maupun lembaga non bank karena persyaratan teknis administratif usaha
belum tertib dan perlu ada agunan bank. 4) Menggunakan teknologi proses
tradisional sehingga mutu rendah dan produktivitasnya pun rendah, 5) Penguasaan teknologi proses diwariskan dari generasi sebelumnya sehingga kesulitan dalam mengembangkan ketrampilan selanjutnya; 6)
Belum mampu mengikuti pameran internasional, misi dagang dan
sebagainya karena memerlukan biaya mahal; 7) Promosi melalui media
cetak dan elektronik masih kurang.
Menurut Syaukat dan Hendrakusumaatmadja (2003), krisis multidimensional yang masih berlangsung menimbulkan berbagai dampak
terhadap
U K
di lndonesia diantaranya melonjaknya tingkat suku bungakredit, tingginya biaya impor bahan baku, tingginya biaya untuk
permesinan, peralatan, dan suku cadang. menurunnya daya beli
masyarakat dan menurunnya produksi. Macetnya pembayaran utang serta
nilai tukar beffluktuasi. Namun dalam situasi krisis tersebut
UK
masihmampu bertahan dikarenakan memiliki beberapa kelenturan seperti 1) UK
mampu mempertahankan daya tahannya selama krisis, dari 225.000 unit
U K
(1998): 64,l persen masih bertahan, 0,9 persen mampu berkembang,31 persen mengurangi volume usahanya dan 4 persen tidak mampu
yaitu agribisnis, usaha furnitur kayulbambu, industri elektronika. Usaha-
usaha tersebut mampu bertahan karena tidak tergantung kepada bahan
impor serta menjual produknya untuk tujuan ekspor.
Kondisi seperti itu menimbulkan kebutuhan akan perlunya
pemberdayaan UK yang berorientasi pertumbuhan, sebagaimana
diungkapkan Liedlholm dalam Widyaningrum (2004) yang menyatakan
bahwa pengembangan UK yang berorientasi pertumbuhan cenderung menciptakan pekejaan dengan kualitas yang lebih baik. Hal ini terkait
dengan kenyataan bahwa pekejaan yang tercipta akibat dari ekspansi
perusahaan yang telah ada sebelumnya cenderung lebih produktif
dibandingkan dengan usaha yang baru muncul. Di dalam dunia usaha kecil, upaya-upaya ke arah itu dilakukan antara lain dalam upaya mengembangkan lingkungan yang kondusif bagi usaha kecil, dan sering
dikaitkan dengan area kebijakan.
Pertumbuhan iklim usaha kondusif dapat dilakukan melalui langkah-
langkah operasional yang menurut Prawirokusumo (2001) mencakup: 1) Kebijaksanaan persaingan sehat dan pengurangan distorsi pasar, 2)
Kebijaksanaan ekonomi yang memberikan peluang UK yang mengurangi
beban biaya yang tidak berhubungan dengan proses produksi, 3)
Kebijaksanaan pertumbuhan kerneraan dengan prinsip saling memerlukan, memperkuat, dan saling menguntungkan. Dukungan penguatannya
mencakup aspek: 1) Peningkatan kualitas SDM koperasi dan UK, 2)
Peningkatan penguasaan teknologi, 3) Peningkatan penguasaan informasi,
4) Peningkatan penguasaan permodalan, 5) Peningkatan penguasaan
pasar, optimalisasi organisasi dan manajemen, 6) Pencadangan tempat
usaha serta 7) Pencadangan bidang-bidang usaha.
Mengacu pada kebijaksanaan dasar dan operasional tersebut, maka
penumbuhan iklim kondusif dapat dilakukan melalui pengembangan
terpadu, terarah dan berkesinambungan semakin relevan dan perlu
ditingkatkan. Dengan demikian, diharapkan UK akan mampu tumbuh dan
berkembang rnenjadi kekuatan ekonomi yang tangguh, mandiri dan marnpu
Pemberdayaan Masyarakat
Menurut H. A. W. Widjaja (2001), pemberdayaan adalah, "Semua
kegiataan dalam rangka memeliharalmempertahankan, memberdayakan
dan mengembangkan adat istiadat dan lembaga adat yang perlu dijaga kelestariannya secara berlanjut. Sedangkan Mc. Ardle (1989) dalam
Sedannayanti (2004) mengartikan pemberdayaan sebagai proses
pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekuen
melaksanakan keputusan tersebut. Orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektii diberdayakan melalui kemandiriannya, bahkan merupakan
keharusan untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan
akumulasi pengetahuan, keterampilan serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan.
Apakah yang dimaksud dengan masyarakat? Definisi mengenai
masyarakat ada bermacam-macam, bergantung kepada sudut pandangan masing-masing saqana sosial. Menurut Robert Maclver dalam Budiardjo
(1999), "Masyarakat adalah suatu sistem hubungan-hubungan yang ditertibkan" (Society means a system of ordered relations). Dan menurut
perumusan Harold J. Laski dalam Budiardjo (1999) dari London School of
Economics and Political Science masyarakat adalah "sekelompok manusia
yang hidup bersama dan bekerjasama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama" ( A sockty is a group of human
beings living together and working together for the satisfaction of their
mutual wants). Dari semua definisi tadi dapat disimpulkan bahwa
masyarakat mencakup semua hubungan dan kelompok dalam suatu
wilayah.
Pemberdayaan masyarakat menurut Adi (2003), merupakan suatu
gerakan yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup keseluruhan
komunitas melalui partisipasi aktii dan jika memungkinkan berdasarkan prakarsa komunitas. Sedannayanti (2004) mengemukakan bahwa
mereka lebih dapat memperhatikan hidupnya untuk memperoleh rasa
percaya diri, memiliki harga diri dan pengetahuan untuk mengembangkan keahlian baru. Prosesnya dilakukan secara kumulatii sehingga semakin
banyak keterampilan yang dimiliki seseorang, semakin baik kemampuan
berpartisipasinya.
Pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi potensial dalam meningkatkan ekonomi, sosial dan transformasi budaya. Proses ini
akhirnya, akan dapat menciptakan pembangunan yang berpusat pada
rakyat. Menurut Sedarmayanti (2004) cara terbaik untuk mengatasi
masalah pembangunan adalah menumbuhkan semangat wiraswasta dalam kehidupan masyarakat, berani mengambil risiko, menumbuhkan semangat untuk bersaing, dan menemukan ha1 barn (inovasi) rnelalui
partisipasi masyarakat. Strategi pembangunan meletakkan partisipasi
masyarakat sebagai fokus isu sentral pembangunan saat ini. Strategi
pemberdayaan meletakkan partisipasi aMi rnasyarakat ke dalam efektivitas, efisiensi, dan sikap kemandirian.
Sumardjo dan Saharudin (2003) mengemukakan ciriciri masyarakat
yang berdaya adalah:
1. Mampu memahami diri dan potensinya.
2. Mampu merencanakanlmengantisipasi kondisi perubahan ke depan
dan mengarahkan dirinya sendiri.
3. Memiliki kekuatan untuk berunding, bekerjasama secara saling menguntungkan dengan posisi tawar yang memadai.
4. Bertanggung jawab atas tindakannya sendiri.
Menurut Payne dalam Adi (2003) menyatakan bahwa proses
pemberdayaan bertujuan membantu klien memperoleh daya untuk
mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan yang
terkait dengan diri mereka. Termasuk mengurangi efek hambatan pribadi
dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan rnelalui
peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya
ataupun komunitas berusaha mengkontrol kehidupan mereka sendiri dan
mengusahakan membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.
Pemberdayaan dilaksanakan untuk mengantisipasi situasi
ketidakberdayaan yang dialami kelayan (client) baik secara perorangan,
kelompok maupun komunitas. Penjelasan mengenai ketidakberdayaan
secara lebih lengkap disampaikan oleh lfe yang mengacu kepada konsep
ketidakberuntungan (disadvantage). Ife (1995) mengemukakan
empowerment aims to increase the power of disadvantage (pemberdayaan
dilakukan untuk rnemberikan atau meningkatkan kemampuan kepada masyarakat yang lemah atau tidak beruntung). Ife membagi kelompok-
kelompok yang tidak beruntung tersebut ke dalam tiga kelompok sebagai
berikut:
1. Kelompok lemah secara struktur primer (primary structural
disadvantaged groups), yaitu mereka yang tidak beruntung akibat
tekanan-tekanan ketidakberuntungan struktural yang terkait dengan
kelas, gender dan etnis yang mencakup orang miskin, penganggur, wanita, masyarakat lokal dan kelompok minoritas.
2. Kelompok lemah khusus (others disadvantaged groups) antara lain
orang jompo, anak dan remaja, penyandang cacat (fisik, mental), gay,
lesbian, dan komunitas adat terpencil. Kelompok ini bukan akibat dari
tekanan kelidakbe~ntungan struktur, namun perlu dipertimbangkan
dalam program pemberdayaan komunitas.
3. Kelompok lemah secara personal (the personally disadvantaged
groups) adalah kelompok masyarakat yang menjadi tidak beruntung
sebagai hasil dari siklus personal yang meliputi mereka yang mengalami masalah pribadi, keluarga, kesedihan dan krisis idenfias.
Kelompok ini membutuhkan akses terhadap lebih banyak sumber untuk memecahkan masalah yang dihadapi sehingga perlu
memperoleh pemberdayaan.
Kartasasmita (1996) mengemukakan, Pemberdayaan masyarakat
adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai
membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan. Pemberdayaan usaha sektor informal
bertujuan menggali dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat secara
partisipatif untuk menghasilkan dan menumbuhkan nilai tambah ekonomis,
sehingga potensi yang dimiliki rakyat miskin atau masyarakat goiongan
marjinal akan meningkat bukan hanya sisi ekonominya, tetapi juga harkat, martabat, rasa percaya diri, dan harga dirinya.
Pembangunan Ekonomi Lokal
Menurut Syaukat (2007) Pembangunan Ekonomi Lokal (PEL atau
LED
=
Local Economic Development) merupakan kerjasama seluruhkomponen masyarakat di suatu daerah (local) untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi berkelanjutan (sustainable economic growth) yang
akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi (economic welfare) dan kualitas hidup quality of life) seluruh masyarakat di dalam komunitas. LED
memberi kesempatan kepada pemerintah lokal (kabupatenlkota), swasta,
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan masyarakat lokal untuk secara
bersama-sama pro-aktii berusaha untuk memperbaiki dan
mengembangkan lingkungan bisnis sehingga mereka mampu berkompetisi dengan daerah lainnya, bahkan internasional.
LED diokuskan pada upaya peningkatan daya saing
(competitiveness), peningkatan pertumbuhan, dan redistribusi
pertumbuhan tersebut melalui pembentukan usaha kecil menengah (SME
=
small and medium enterprises), dan penciptaan lapangan kerja (job
creation). Menurut Syaukat (2007), tujuan dari Pembangunan Ekonomi
Lokal adalah sebagai berikut: 1) Fokus LED: Pembentukan usaha kecil dan
menengah, serta penciptaan lapangan kerja, 2) Untuk meningkatkan
jumlah dan variasi kesempatan kerja bagi seluruh warga, 3) LED
merupakan suatu proses yang menekankan pada pemanfaatan SDM dan SDA secara optimal untuk mengembangkan ketenagakerjaan dan
LED stakeholders terdiri dari: 1) Sektor Publik (Public Sector), yang
terdiri dari (a) Pemetintah Daerah (local government) dan jajarannya, (b)
lnstitusi Pendidikan Tinggi, (c) Penyedia jasa Utilities: PLN, Telkom, PDAM,
Gas; 2) Sektor Swasta (Private Sector), yang terdiri dari (a) Kadin, Asosiasi
BisnisIPerdagangan, Asosiasi Profesional, (b) Pengembang, Perusahaan Besar: UKM dan Koperasi; 3) Sektor Komunitas (Community Sector), yang
terdiri dari (a) Individual, RTIRW, Jamaah Rumah Ibadah, (b) Kelompok
Pemuda, Pendidikan, Llngkungan, Seni (LSM), (c) Sukarelawan, dll.
Adapun peran stakeholders, antara lain: 1) Pemerintah Daerah (Local
Government): menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif bagi
berkembangnya bisnis untuk rnencapai kesejahteraan yang dicitacitakan,
2) Pengusaha Swasta (Private Enterprises): menciptakan lapangan kerja,
meningkatkan kesejahteraan dan rnemperbaiki kualitas hidup masyarakat, 3) Masyarakat (community): sebagai subyek (bukan obyek) pembangunan,
bagaimana agar aspirasi dan keinginannnya dapat diakomodasikan dan dilaksanakan dalam pembangunan daerah.
Aset Kornunitas
Menurut Adi (2007) Kornunitas di tingkat lokal dalam perjalanan
waktu telah mengembangkan suatu aset yang menjadi sumber daya bagi
komunitas tersebut guna menghadapi perubahan yang terjadi selama ini. Dan berbagai aset yang dimiliki oleh masyarakat, ada enam aset yang
diasumsikan terkait dengan upaya pengembangan masyarakat, serta
perencanaan partisipatoris, yang diantaranya: (I) Modal Manusia,
mewakili unsur pengetahuan, persfektii, mentalitas, keahlian, pendidikan.
kemampuan keja dan kesehatan masyarakat yang berguna untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat; (2) Modal Flsik mewakili unsur
bangunan (seperti: perumahan, pasar, sekolah, rumah sakit, dan
sebagainya) dan infrastruktur dasar (seperti: jalan, jembatan, jaringan air minum, jaringan telefon, dan sebagainya) yang merupakan sarana yang
Finansial atau Modal Keuangan mewakili sumber-sumber keuangan
yang ada di masyarakat (seperti: penghasilan, tabungan, pendanaan reguler, pinjaman modal usaha, sertiikat surat berharga, saham, dan
sebagainya) yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang derajat kehidupan
masyarakat; (4) Modal Sosial mewakili sumber daya sosial (seperti:
jaringan sosial, kepercayaan masyarakat, ikatan sosial, dan sebagainya)
yang bermanfaat untuk membantu masyarakat memenuhi kebutuhan hidupnya; (5) Modal Lingkungan mewakili sumber daya alam dan sumber
daya hayati yang melingkupi suatu masyarakat; dan (6) Modal Teknologi
mewakili sistem ataupun peranti lunak (software) yang melengkapi modal
fisik (seperti teknologi pengairan sawah, teknologi penyaringan air, teknologi pangan, teknologi cetak jarak jauh dan berbagai teknologi
lainnya) dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Meskipun dalam penjelasannya keenam aset komunitas itu dijelaskan
secara terpisah, akan tetapi pada hakekatnya dalam perencanaan partisipatoris mereka saling terkait satu dengan lainnya.
Kemitraan Usaha
Hafsah dalam Haeruman dan Eriianto (2001) mengemukakan kemitraan adalah jalinan kerjasama dari dua atau lebih pelaku usaha yang
saling menguntungkan. Kemitraan seperti yang tercantum dalam UU No. 9
Tahun 1995 adalah kerjasama antara usaha kecil dengan usaha
menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan
pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar. Kemitraan didasarkan atas prinsip saling rnemperkuat. Beberapa
aspek kerjasama adalah permodalan, manajemen, teknologi dan
pemasaran.
Pengusaha besar mempunyai tanggung jawab moral untuk
membimbing dan membina pengusaha kecil mitranya agar mampu menjadi
mitra yang handal untuk meraih keuntungan dan kesejahteraan bersama.
besar yang kuat kelasnya dengan pengusaha kecil yang kuat di bidangnya
yang didasari oleh kesejajaran yang sama bagi kedua belah pihak yang berrnitra. Tidak ada yang dirugikan, saling meningkatkan keuntungan atau
pendapatan dan tidak saling mengeksploitasi satu sarna lainnya yang
dilandasi rasa saling percaya.
Sutrisno dkk dalam Haeruman dan Eriyanto (2001) mengemukakan
bahwa kemitraan partisipatif dapat dipandang sebagai salah satu bentuk kerjasama usaha (bisnis) yang memperhatikan berbagai aspek penting dan
mendasar untuk mencapai tujuan yang dikehendaki oleh para pelakunya.
Bentuk kemitraan ini dapat dinilai strategis untuk mengidentifikasi
persoalan yang terjadi dan merurnuskan solusi yang tepat rnelalui
kerjasama bisnis yang harmonis dan sinergik di antara para pelaku pembangunan ekonomi nasional. Dalam konteks bisnis, "Pola kemitraan
partisipativ diperlukan untuk meningkatkan efisiensi, efektiifias dan
produktivitas hubungan bisnis yang didukung oleh akses terhadap pasar,
modal dan teknologi, serta peningkatan kemampuan sumberdaya rnanusia (SDM) untuk menjalankan organisasi dan manajemen.
Kajian Terdahulu
Kurnia (2004) mengkaji Pengembangan Aktivitas Usaha Kecil
Kerajinan Sangkar Burung Melalui Penguatan Kelernbagaan Pemasaran
dan Bahan Baku (Studi Kasus Pengrajin Sangkar Burung Dalam
Komunitas Desa Cinunuk Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung). Hasil
Kajian tersebut mendeskripsikan Program Pengembangan Masyarakat yang pernah dilaksanakan belum mernberikan pembahan terhadap
peningkatan taraf kehidupan PSB. Permasalahan yang muncul yaitu,
belum ada kelornpok usaha, sulitnya mernperoleh bahan baku yang murah,
kalah bersaing dengan bandar, pengelolaan usaha belum profesional serta
peran pemerintah daerah belum optimal. Rencana program partisipatif
dalam usaha PSB bertujuan untuk mernberdayakan PSB melalui
kapasitas dan mendekatkan akses PSB terhadap sumber daya (modal, teknologi, dan informasi) dan kontrol dalam berbagai penentuan harga
produk, pemasaran, bahan baku, serta permodalan. Pelaku yang terkait
dengan program ini selain PSB sendiri dan seluruh stakeholder yang memiliki peran masing-masing yaitu sebagai fasilitator (pemerintah),
pendukung kegiatan (tokoh masyarakat) dan pelaku kegiatan (PSB,
bandar, dan pedagang). Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan
penguatan hubungan produksi rneialui pembentukan kelompok untuk
meningkatkan soliditas diantara PSB sehingga posisi tawar meningkat. Upaya ini perlu ditunjang dengan penguatan kapasitas SDM, yaitu
pengrajin dengan mengadakan pelatihan Pengembangan Kemitraan Usaha
serta memfasilitasi untuk mendekatkan akses pengrajin terhadap berbagai sumber daya baik yang ada di lingkungan sendiri maupun di luar Desa
Cinunuk.
Octilia (2004), mengkaji Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Melalui Penguatan Kemitraan Lokal (Kasus pada Pengrajin Boneka Kain di
Kelurahan Sukagalih Kecamatan Sukajadi Kota Bandung). Hasil kajian
menunjukkan terdapat kaitan yang erat antara kondisi peta sosial dengan keberadaan usaha PBK namun berbagai potensi lokal yang dimiliki belum
banyak dimanfaatkan, hasil evaluasi program kemitraan rnenunjukkan
program yang masih bersifat top down dan belum berbasis komunitas. Dari
segi keragaan kemitraan menunjukkan secara perorangan kemitraan yang berjalan cukup berhasil namun belum rnembangun komunitas secara
keseluruhan. Secara umum kesadaran para PBK untuk mengembangkan
kernitraan dengan memanfaatkan potensi lokal sudah ada, namun masih
perlu diperkuat dan dikernbangkan. Oleh karena itu strategi dan program
yang telah direncanakan bersama rnasyarakat dalam pengembangan
usaha PBK melalui penguatan kemitraan lokal, dengan kegiatan: (1)
mengadakan pertemuan rutin antar PBK, (2) melakukan pendataan
program masih pada taraf keberhasilan kebutuhan administratif dan instruktif saja, (3) rendahnya pengetahuan dan pola pikir inklusif. Model
pengembangan masyarakat yang diarahkan untuk pemberdayaan pengrajin genteng adalah Program kemitraan dalam modal usaha dan
Program manajemen usaha. Rekomendasi yang ditujukan untuk
pemerintah daerah maupun pemerintah desa diarahkan bagi terciptanya
transformasi "positive sum" dan "power sharing" dari penyelenggara
kegiatan kepada subyek kegiatan dan masyarakat secara luas program- program yang telah dirumuskan dalam pelaksanaannya harus
memperhatikan keterlibatan semua stakeholder.
Kerangka Pernikiran
Kajian ini berawal dari adanya kenyataan kondisi sosial dan
keterpumkan ekonomi yang dialami oleh masyarakat Kelurahan
Bojongmenteng Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi, di rnana sejak
terjadinya knsis ekonomi yang melanda lndonesia sejak tahun 1997
membawa dampak yang cukup besar bagi perkembangan industri di Indonesia, dan ha1 itu berimbas kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat
Bojongmenteng. Mereka warga pendatang yang selama ini mayoritas
menjadi karyawan pada perusahaan-perusahan harus menerima pi1 pahit menjadi korban PHK, para petani tents terjepit oleh harga pupuk yang
membumbung tinggi, dan ibu rumah tangga harus pintar-pintar mengatur
kondisi keuangan keluarganya dan bahkan hams turut berupaya
menciptakan tambahan penghasilan bagi keluarganya. Pasca krisis
ekonomi yang melanda lndonesia memberikan andil besar atas runtuhnya
struktur ekonomi dan kebangkrutan industri nasional, dirasakan pula oleh warga Kelurahan Bojongmenteng. Dengan kondisi yang demikian usaha
kecil memiliki peranan penting dalam meningkatkan perekonomian mikro di
kelurahan Bojongmenteng, khususnya dalam bidang investasi dan
Menyadari realitas masyarakat yang sedang terpuruk akibat resesi
ekonomi tersebut, pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan sarana yang tepat dalam rangka pemberdayaan masyarakat, di
Kelurahan Bojongmenteng. Keragaan KPB Bojongmenteng dapat dilihat
dari (I) Harga Produk Boneka, (2) Pemasaran, (3) Bahan Baku, (4) Tenaga
Kerja, (5) Permodalan, (6) Proses Pembuatan Boneka, (7) Teknologi, (8)
Kebijakan yang kesemuanya dipengaruhi oleh faktor internal berupa kekuatan (Strenghts) dan Kelemahan (Weakness), serta faktor eksternal
berupa Peluang (Opportunities) dan Ancaman (Threaths).
Meski merupakan sarana yang tepat dalam rangka pemberdayaan
masyarakat, tetapi sektor usaha kecil khususnya seringkali mengalami kesuliian dalam mengembangkan usahanya, sehingga seringkali pelaku pada sektor usaha kecil tetap berada pada posisi yang lemah. Ada
beberapa masalah umum yang dihadapi oleh pengusaha kecil, seperti (i)
Kendala finansial, (ii) kendala sumber daya manusia, (iii) kendala
pemasaran, dan (iv) kendala manajemen. Kondisi tersebut dialami pula
oleh Kelompok Pengrajin Boneka di Kelurahan Bojongmenteng
Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi. Oleh karena itu sangat diperlukan
suatu program pemberdayaan oleh Pemerintah Daerah untuk mengatasi
kendala-kendala tersebut.
Untuk dapat mengatasi kendala-kendala yang ada, perlu disusun
sebuah strategi yang sistematis agar Kelompok Pengrajin Boneka dapat
berhasil mengembangkan usahanya melalui program-program yang ada
yaitu dengan (1) Pengembangan Dukungan Finansial, (2) Pengembangan
Pasar dan Pemasaran. (3) Pengembangan sumber daya manusia, (4)
Pengembangan kemampuan manajerial dan akuntansi. Dan strategi
tersebut kemudian dirumuskan ke dalam suatu program partisipatif untuk
memberdayakan Kelompok Pengrajin Boneka, sehingga pendanaan yang
diterirna selama ini dapat menghasilkan perkembangan usaha yang
signifikan
Melalui program kemitraan, diharapkan akan membawa dampak
dalam sistem kemitraan yang meliputi tumbuhnya kesadaran, permodalan,
ketersediaan bahan baku, dan peningkatan SDM, (2) Adanya kesepakatan
diantara pelaku kemitraan sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan
dalam hubungan kemitraan, berupa kesepakatan aturan, perubahan harga,
dan pembagian hasil, (3) Ada komitmen antar pelaku kemitraan terhadap
kesinambungan usaha yang menyangkut kualitas dan kuantitas serta
keinginan saling melestarikan hubungan dengan menjalin kerjasama yang
saling menguntungkan, (4) Terjadinya penyerapan tenaga kerja yang
cukup banyak dan berkesinambungan.
Untuk lebih jelasnya alur pemikiran kajian pengembangan masyarakat ini akan dituangkan dalam kerangka pemikiran sebagaimana
METODOLOGI KAJIAN
Metodologi yang digunakan dalam kajian pengembangan
masyarakat ini menggunakan pendekatan kualitatif yang diperlukan untuk
memahami secara mendalam pennasalahan yang muncul. Berkenaan
dengan pendekatan ini, Arikunto (1998) mengemukakan bahwa, penelitian kualitatif secara langsung berhubungan dengan jenis data yang digunakan
dan cara mengungkapkannya. Data yang diungkapkan dan cara
mengungkapkannya itulah yang menjadi salah satu ciri penelitian kualitatii. Datanya bersifat kualitatif tidak menggambarkan jumlah atau bilangan yang
memiliki perbandingan pasti. Ukuran data kualitatif adalah logika dalam
menerima atau menolak sesuatu yang dinyatakan berupa kalimat, yang
dirumuskan setelah mempelajari sesuatu yang cermat. Data kualitatii tidak memiliki pembanding yang pasfi, karena kebenaran yang ingin
dibuktikannya bersifat relati. Data itu dapat berupa pandangan atau
pendapat, konsepkonsep, keterangan, kesan-kesan, tanggapan dan lain- lain tentang sesuatu atau keadaan yang berhubungan dengan kehidupan
manusia.
Lokasi dan WaMu Kajian
Lokasi Kajian
Lokasi kajian pengembangan masyarakat adalah di Kelurahan
Bojongmenteng Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi dengan
pertimbangan bahwa:
1. Di lekasi ini terdapat satu bentuk aktivitas ekonomi yang memiliki
kekhasan lokal karena tumbuh dari kreativitas masyarakat setempat yaitu usaha pengrajin boneka.
2. Dalam perkembangannya aktivitas usaha ini telah memperoleh
Waktu Kajian
Waktu pelaksanaan kajian dalarn penelitian ini dilaksanakan secara
bertahap, yaitu:
1. Kegiatan pernetaan sosial antara tanggal 23 Januari sarnpai dengan 23
Februari 2008.
2. Kegiatan evaluasi program pengembangan masyarakat pada bulan Mei
2008.
3. Pelaksanaan kajian pengembangan masyarakat antara bulan Agustus
sampai dengan bulan Desember 2008.
4. Seminar, ujian sidang dan perbaikan serta penggandaan laporan bulan
Februari 2009 sampai dengan Maret 2009.
Untuk lebih jelas jadwal pelaksanaan kajian pengembangan
masyarakat disajikan dalarn Tabel 1
Tabel 1 Jadwal Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat di
Kelurahan Bojongmenteng Kecamatan Rawalumbu Kota
Cara Pengurnpulan Data
Pernilihan Responden dan lnforman
Pengurnpulan data kualitatif dilakukan dengan pemilihan responden
dan informan yang dilakukan dengan cara dipilih secara sengaja dengan
sumber data yang akan digunakan adalah:
1. Sumber data primer yaitu responden dan informan yang terdiri dari
KPB, pengurus koperasi industri kecil, pengelola program PPK-IPM dan
UP2K, dan aparat pernerintah setempat.
2. Surnber data sekunder, yaitu data penunjang yang diperoleh dari pihak- pihak yang terkait dengan pengrajin boneka rnaupun dokumen-
dokumen yang ada relevansinya dengan rnasalah kajian, seperti data
dari Kantor Dinas Perekonomian Rakyat dan Koperasi Kota Bekasi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bekasi, Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Kota Bekasi, Kantor Kecamatan Rawalurnbu,
Kantor Kelurahan Bojongmenteng, Satlak PPK-IPM, Bank Syariah Kota Bekasi, dan sebagainya.
Pengurnpulan Data
Pengurnpulan data primer dilakukan dengan rnenggunakan metode kerja sebagai berukut:
1. Pengarnatan langsung, yaitu rnetode perolehan informasi yang
rnengandalkan pengamatan langsung di lapangan baik yang
menyangkut obyek, kejadian, proses, hubungan maupun kondisi
rnasyarakat dan lingkungan alam yang berkaitan dengan proses dialog. penernuan dan pengembangan masyarakat.
2. Wawancara mendalarn, merupakan proses temu muka berulang antara
peneliti dan subyek yang diteliti guna memaharni pandangan tentang
hidupnya, pengalamannya dan situasi.
3. Diskusi kelompok terfokus, yaitu suatu proses pengumpulan informasi
mengenai permasalahan spesifik yang akan dikaji melalui diskusi
4. Diskusi kelompok, yaitu suatu proses untuk memperoleh masukan bagi fasilitator yang dilakukan untuk melengkapi atau mengevaluasi data
sebelumnya.
Data sekunder diperoieh melalui studi dokumentasi yaitu
mempelajari data penunjang yang diperoleh dari sumber-sumber sekunder
seperti monograti kelurahan, laporan-laporan, surat-surat resmi, buku-buku
pedoman, dan publikasi lainnya. Untuk lebih ielasnya kegiatan
Tabel 2 Pengumpulan Data Kajian Pemberdayaan Kelompok Pengrajin Boneka di Kelurahan Bojongmenteng Tahun 2008
1. Mengidentifikasi profil 1. Kondisi Ekonomi 1. Aparat kelompok pengrajin boneka 2. Soslal Budaya Kelurahan di Kelurahan Bojongmenieng 3. StruMur Komunitas 2. Kelompok
4. Profil Pengrajin Pengrajin
Boneka Boneka
3. Ketua RW
Nomor
2. Mengkaji pengembangan aMivitas usaha kelompok pengra;in Doneka di
Kelurahan Bojongmenteng
3. Menganalisis fakior Internal dan ekstemal yang mempenga~hi pemberdayaan kelompok pengrajin boneka di Kelurahan Bojongmenteng
1
1
PL ( WMI
%K'1
SD ( DKI
TujuanMewmuskan rencana aksl penguatan pemberdeyaan dalam meningkatkan kesejahteraan kelompok pengrajin boneka di Kel. Bojongmenteng
Jenls Data Teknlk Pen urn ulan Data
1
Keteranaan:1. Harga
2. Pemasaran 3. Bahan Baku
4. Tenaga Ke j a
5. Permodalan
6. Proses 7. Teknologi
8. Kebijakan
INTERNAL 1. Pengalaman
2. Motivasi
3. Kejasama
4. Kepercayaan
5. Lokasi
6. Kualias
7. Pemasaran
perbelanjaan
4. Persaingan
1. Pengembangan dukungan finansial
2. Pengembangan pasar dan pemasaran
3. Pengembangan SDM
4. Pengembangan Manajerial dan akuntansi
1. Pengelola pmgram
2. Aparat kelurahan
3. kelompok Pengrajin Boneka
1. Pengelola pmgram
2. Aparat kelurahan
3. kelompok Pengrajin Boneka
1. Pengrajin Boneka
2. Aparat Kelurahan
3. Aparat Kecamatan
4. SaUak PPK- IPM
5. Bank Syariah Kota Bekasi
6. Ketua RTIRW dan Tokoh Masyarakat
7. Dinaslinstansi terkait.
-
I. PL = Pengamalan Langsung.
2. WM = Wawancara Mendalam.
3. SK =Survey Kecll.
4. SD = Stud1 Dokumentasi.
5. DK = Diskusi Kelompok.
6. 4 = Melakttan . . . -. . -. . -. .
Metode Analisis Data dan Penyusunan Strategi dan Program
Penyusunan strategi dan program secara partisipatif bersama
masyarakat dengan menggunakan Participatory Rural Appraisal (PRA).
Metode PRA rnenurut Mikkelsen dalarn Sumardjo dan Saharuddin (2007)
merupakan metode partisipatif yang memungkinkan masyarakat untuk mengungkapkan dan menganalisis situasi rnereka sendiri dan secara
optimal rnerencanakan dan melaksanakan rencana di wilayahnya sendiri.
Oleh karena itu metode ini digunakan untuk menggali aspirasi dari berbagai pihak yang berkepentingan dengan melibatkan berbagai stakeholder mulai
dari perangkat pemerintah lokal, instansi terkait, pengelola program kemlraan, para pengrajin boneka, pengurus koperasi industri kecil dan
tokoh-tokoh masyarakat guna menganalisis potensi dan permasalahan
yang dihadapi oleh kelornpok pengrajin boneka.
Data yang diperoleh, kemudian dianalisis bersama peserta diskusi dengan menggunakan metode analisis SWOT guna rnencari pemecahan
dari masalah yang dihadapi. Pengkaji berperan sebagai fasilitator untuk
menghimpun data dan menganalisisnya bersarna dengan peserta diskusi.
Penyusunan strategi dan program partisipatif akan digunakan analisis SWOT. Menurut Rangkuti (2000) Analisis SWOT adalah suatu analisis
kualitatif yang digunakan untuk rnengidentiikasi berbagai faktor secara
sistematis untuk rnernforrnulasikan strategi dalam suatu kegiatan. Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan (Sfrenghf) dan kelemahan
(Weakness) dari faktor-faktor internal, serta peluang (Opportunities) dan
ancaman (Threats) dari faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi usaha
kelompok pengrajin boneka.
Melalui diskusi bersama masyarakat, menurut Rangkuti (2000),
selanjutnya hasil identifikasi terhadap faktor-faktor internal dan eksternal
disusun ke dalam matriks SWOT. Matriks SWOT merupakan alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis suatu usaha. Berdasarkan
matriks SWOT dapat disusun empat alternatii strategi utama, yaitu: (1)
Strategi SO, dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk
merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya, (2) Strategi ST
Strategi WO yaitu memanfaatkan peluang yang ada dengan meminimalkan
kelemahan-kelemahan yang ada dan (4) Strategi WT, yaitu meminimalkan
kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
Berdasarkan keempat strategi yang diperoleh, selanjutnya dirangkum
strategi prioritas yang menjadi alternatif strategi yang akan digunakan serta
merencanakan program partisipatif. Secara ringkas tahapan yang akan
dilakukan dalam perencanaan strategi dan program partisipatif adalah sebagai benkut:
1. Mengidentifikasi potensi dan pennasalahan KPB dan sistem usahanya
serta menampung pendapat dan saran dari berbagai sfakeholder guna
menentukan masalah prioritas.
2. Melakukan analisis SWOT, dengan tahapan:
a. Mengidentifikasi faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan)
dan faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman) Kelompok Pengrajin Boneka.
b. Mendiskusikan rencana strategi dengan menggunakan analisis matriks SWOT.
c. Mendiskusikan strategi prioritas yang dapat merangkum alternatif
strategi yang dihasilkan.
d. Menyusun rencana programkegiatan secara partisipatif.
Guna mendukung optimalisasi strategi dan program yang telah
direncanakan, maka dipandang perlu untuk melakukan analisis pihak
terkait yaitu analisis terhadap kekuatan dan keterbatasan pihak-pihak yang
dipandang merniliki keterkaitan erat serta dapat didayagunakan untuk
KONDlSl PETA SOSIAL MASYARAKAT
KELURAHAN BOJONGMENTENG
Lokasi
Kelurahan Bojongmenteng merupakan salah satu Kelurahan dari 4
Kelurahan yang ada di Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi, dengan luas
wilayah 370,187 Ha, di mana di dalamnya mencakup 12 Rukun Warga
(RW) dan 67 Rukun Tetangga (RT), dengan batasbatas wilayah sebagai
berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Bojongrawalumbu
Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi.
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Mustikasari Kecamatan
Mustikajaya Kota Bekasi.
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Bantargebang
Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi.
4. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Jatiasih Kecamatan
Jatiasih Kota Bekasi.
Letak Kantor Kelurahan Bojongmenteng sendiri berada di Jalan Siliwangi Km. 7 Kota Bekasi dan bila diambil garis lurus wilayah Kelurahan
Bojongmenteng, maka Kantor Kelurahan Bojongmenteng tepat berada di tengah-tengah wilayah Kelurahan Bojongmenteng. Jalan Raya Siliwangi
merupakan Jalan Provinsi yang menghubungkan Kota Bekasi dengan
KotaIKabupaten Bogor dan jalan tersebut selalu ramai selama 24 jam
dikarenakan merupakan jalur lalu-lintas lndustri, baik dari Kawasan lndustri
Cibinong, Citeureup, Bantargebang maupun Bojongmenteng sendiri untuk kemudian ke arah Tol menuju Tanjung Priok.
Wilayah Kelurahan Bojongmenteng telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bekasi yang peruntukannya untuk perindustrian,
perrnukiman, pertanian dan pariwisata. Adapun rincian penggunaan tanah
Tabel 3 Penggunaan Tanah di Kelurahan Bojongmenteng Tahun2007
I
No
I
PenggunaanTanah1
I
~ersentaseI
1. 2. 3. 4. 5. 6. Kependudukan
I
Perorangan7.
1
Tanah PengairanJumlah
Data kependudukan Kelurahan Bojongmenteng pada bulan
Desember 2007 menunjukkan jumlah penduduk sebanyak 20.320 jiwa
yang terdiri atas 9.813 jwa laki-laki dan 10.507 jiwa perempuan yang
tergabung dalam 6.248 Kepala Keluarga. Berdasarkan Laporan Data Tanah PekaranganlPemukirnan Penduduk
Tanah Perum Perumnas dan Real Estate Tanah Negara
Tanah Pemakarnan Umum Tanah Perusahaan dan lndustri Tanah Sawah Tadah HujanlMilik
Sumber: Kelurahan Bojongmenteng Tahun 2007
Dengan melihat Tabel 3, dapat diketahui bahwa sebagian besar lahan
di wilayah Kelurahan Bojongmenteng masih merupakan pekarangan
penduduk yakni sebesar 62,884 persen, kemudian 14,317 persen sudah dipergunakan untuk perumahan dan real estate, di mana di wilayah
kelurahan Bojongmenteng terdapat 4 perumahan yakni Perum Bumi Bekasi
Baru Ill, Pemrnnas Bojongmenteng, Kemang Pratama IV dan Kemang
Pratama V. Kernudian 11,886 persen tanah sudah dipergunakan untuk
lahan