GAMBARAN DARAH MENCIT (Mus musculus albinus) YANG
DIBERI SALEP EKSTRAK ETANOL DAN FRAKSI HEXAN
RIMPANG KUNYIT (Curcuma longa Linn.) PADA PROSES
PERSEMBUHAN LUKA
HERY KRISTIANA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
HERY KRISTIANA. Gambaran Darah Mencit (Mus Musculus albinus) yang Diberi Salep Ekstrak Etanol dan Fraksi Hexan Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) pada Proses Persembuhan Luka. Dibimbing oleh IETJE WIENTARSIH dan SUS DERTI WIDHYARI.
Penelitian ini bertujuan mengetahui aktivitas pemberian sediaan topikal dalam bentuk salep dari ektrak rimpang kunyit (Curcuma longa Linn.) terhadap persembuhan luka pada mencit putih (Mus musculus albinus) melalui pengamatan gambaran darah. Sebanyak 40 ekor mencit albino berumur 2 bulan digunakan dalam penelitian ini. Mencit dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kontrol positif dengan obat komersial yang mengandung neomycin sulfat 5%, kelompok kontrol negatif tanpa sediaan, perlakuan dengan ekstrak etanol rimpang kunyit, dan perlakuan dengan fraksi hexan rimpang kunyit. Kulit daerah punggung anterior tiap mencit dilukai dengan skalpel sepanjang ±1.5 cm. Aplikasi sediaan salep dilakukan setiap hari sebanyak dua kali sehari selama 21 hari pasca perlukaan. Pengamatan hematologi dilakukan pada hari ke- 2, 4, 7, 14, dan 21. Darah disampling setelah mencit terlebih dahulu dianasthesi dengan eter dosis berlebih secara perinhalasi. Parameter yang diamati pada pengamatan hematologi adalah butir darah merah (eritrosit), butir darah putih (leukosit), hematokrit (PCV), dan hemoglobin (Hb). Data diuji menggunakan Analisa Sidik Ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dan jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test).
GAMBARAN DARAH MENCIT (Mus musculus albinus) YANG
DIBERI SALEP EKSTRAK ETANOL DAN FRAKSI HEXAN
RIMPANG KUNYIT (Curcuma longa Linn.) PADA PROSES
PERSEMBUHAN LUKA
HERY KRISTIANA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan di
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Gambaran Darah Mencit (Mus musculus albinus) yang Diberi Salep Ekstrak Etanol dan Fraksi Hexan Rimpang Kunyit
(Curcuma longa Linn.) pada Proses Persembuhan Luka
Nama : Hery Kristiana
NRP : B04104028
Disetujui
Dr. Dra. Hj. Ietje Wientarsih, Apt. MSc
Pembimbing I
Dr. Drh. Sus Derthi Widhyari, MSi
Pembimbing II
Diketahui
Dr. Nastiti Kusumorini
Wakil Dekan FKH IPB
PRAKATA
Alhamdulillahirabbil'alamiin. Tiada kata terindah selain ucap syukur
kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana kedokteran hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor. Sholawat serta salam semoga terlimpah kapada Rasulallah SAW.
Dengan selesainya penulisan skripsi ini penulis mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada :
Ayah, Ibu, Kakakku Heny Kristanti, dan Adikku tersayang Sigit Bimo
Nugroho yang selalu memberikan do'a, semangat, dan kasihsayangnya kepada
penulis.
Dr. Dra. Hj. Ietje Wientarsih, Apt. MSc dan Dr. Drh. Sus Derthi Widhyari,
MSi sebagai dosen pembimbing atas didikan, arahan, bimbingan, perhatian,
waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis.
Dr. Drh. Hera Maheswari, MSi. Sebagai dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan semangat, motivasi dan nasehat selama penulis kuliah.
Dr. Drh. Wiwin Winarsih. Msi atas bantuan dan arahannya.
Beasiswa GAKA, Beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM), Beasiswa
Gennesis Plus dan Beasiswa Bank Ekspor Indonesia.
Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyeleseian
skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam tulisan ini, oleh karena itu
saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Penulis berharap semoga
karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, September 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Langsat Hulu (Riau) pada tanggal 8 Juni 1987. Penulis
merupakan putri kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Parjiyo dan Ibu Sutini.
Penulis menempuh pendidikan di SDN 019 Langsat Hulu (1992-1998), kemudian
melanjutkan studi di SLTPN 5 Benai (1998-2001) dan SMUN 2 Benai
(2001-2002) serta pindah ke SMUN 1 Teluk Kuantan (2002-2004). Setelah lulus dari
SMUN 1 Teluk Kuantan (2004) penulis diterima di Fakultas kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Penulis memilih dan diterima di Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas
Kedokteran Hewan.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi intra
dan ekstra kampus antara lain: Bendahara ROHIS angkatan 41 FKH periode
2004-2005, Sekretaris ROHIS angkatan 41 FKH periode 2006-2008, staf
Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia DKM An-Nahl FKH IPB
periode 2004-2005/2006-2007, staf Departemen Pengembangan Sumber Daya
Manusia DKM Al-Hurriyyah IPB periode 2004-2005, sekretaris Departemen
Jaringan Kebijakan Umum BEM FKH-IPB periode 2005-2006, staf keuangan
IMAKAHI (Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia) periode 2005-2006,
staf Departemen Kajian Strategis KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia) komisariat IPB periode 2005-2006, staf divisi Dana dan Usaha
Himpunan Profesi Ornithologi dan Unggas periode 2006-2007. Dalam bidang
akademik, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah PAI (Pendidikan Agama
DAFTAR ISI
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persembuhan Luka ... 16
Darah ... 17
Pemberian Ekstrak Terpilih Rimpang Kunyit ... 28
Pengambilan Darah ... 29
Analisa Data ... 31
HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan Fitokimia ... 32
Darah ... 33
Jumlah Eritrosit ... 33
Nilai Hematokrit ... 36
Kadar Hemoglobin ... 38
Jumlah Leukosit ... 40
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42
Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Data Biologis Mencit ... 14
2 Hasil penapisan fitokimia ... 32
3 Rataan jumlah eritrosit (juta/µl) pada mencit dalam kondisi luka
diberi ekstrak rimpang kunyit ... 34
4 Rataan nilai hematokrit (%) pada mencit dalam kondisi luka yang diberi
ekstrak rimpang kunyit ... 36
5 Rataan kadar hemoglobin (g/dl) pada mencit dalam kondisi luka yang
diberi ekstrak rimpang kunyit ... 38
6 Rataan jumlah leukosit (µl) pada mencit dalam kondisi luka yang diberi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Rimpang kunyit (Curcuma longa Linn.) ... 3
2 Struktur Kimia Kunyit (Curcuma longa Linn.) ... 5
3 Mencit (Mus musculs albinus) ... 13
4 Diagram alir metode ekstraksi rimpang kunyit ... 26
5 Grafik rataan jumlah eritrosit pada mencit setelah perlakuan ... 34
6 Grafik rataan nilai hematokrit pada mencit setelah perlakuan ... 36
7 Grafik rataan kadar hemoglobin pada mencit setelah perlakuan ... 38
GAMBARAN DARAH MENCIT (Mus musculus albinus) YANG
DIBERI SALEP EKSTRAK ETANOL DAN FRAKSI HEXAN
RIMPANG KUNYIT (Curcuma longa Linn.) PADA PROSES
PERSEMBUHAN LUKA
HERY KRISTIANA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
HERY KRISTIANA. Gambaran Darah Mencit (Mus Musculus albinus) yang Diberi Salep Ekstrak Etanol dan Fraksi Hexan Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) pada Proses Persembuhan Luka. Dibimbing oleh IETJE WIENTARSIH dan SUS DERTI WIDHYARI.
Penelitian ini bertujuan mengetahui aktivitas pemberian sediaan topikal dalam bentuk salep dari ektrak rimpang kunyit (Curcuma longa Linn.) terhadap persembuhan luka pada mencit putih (Mus musculus albinus) melalui pengamatan gambaran darah. Sebanyak 40 ekor mencit albino berumur 2 bulan digunakan dalam penelitian ini. Mencit dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kontrol positif dengan obat komersial yang mengandung neomycin sulfat 5%, kelompok kontrol negatif tanpa sediaan, perlakuan dengan ekstrak etanol rimpang kunyit, dan perlakuan dengan fraksi hexan rimpang kunyit. Kulit daerah punggung anterior tiap mencit dilukai dengan skalpel sepanjang ±1.5 cm. Aplikasi sediaan salep dilakukan setiap hari sebanyak dua kali sehari selama 21 hari pasca perlukaan. Pengamatan hematologi dilakukan pada hari ke- 2, 4, 7, 14, dan 21. Darah disampling setelah mencit terlebih dahulu dianasthesi dengan eter dosis berlebih secara perinhalasi. Parameter yang diamati pada pengamatan hematologi adalah butir darah merah (eritrosit), butir darah putih (leukosit), hematokrit (PCV), dan hemoglobin (Hb). Data diuji menggunakan Analisa Sidik Ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dan jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test).
GAMBARAN DARAH MENCIT (Mus musculus albinus) YANG
DIBERI SALEP EKSTRAK ETANOL DAN FRAKSI HEXAN
RIMPANG KUNYIT (Curcuma longa Linn.) PADA PROSES
PERSEMBUHAN LUKA
HERY KRISTIANA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan di
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Gambaran Darah Mencit (Mus musculus albinus) yang Diberi Salep Ekstrak Etanol dan Fraksi Hexan Rimpang Kunyit
(Curcuma longa Linn.) pada Proses Persembuhan Luka
Nama : Hery Kristiana
NRP : B04104028
Disetujui
Dr. Dra. Hj. Ietje Wientarsih, Apt. MSc
Pembimbing I
Dr. Drh. Sus Derthi Widhyari, MSi
Pembimbing II
Diketahui
Dr. Nastiti Kusumorini
Wakil Dekan FKH IPB
PRAKATA
Alhamdulillahirabbil'alamiin. Tiada kata terindah selain ucap syukur
kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana kedokteran hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor. Sholawat serta salam semoga terlimpah kapada Rasulallah SAW.
Dengan selesainya penulisan skripsi ini penulis mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada :
Ayah, Ibu, Kakakku Heny Kristanti, dan Adikku tersayang Sigit Bimo
Nugroho yang selalu memberikan do'a, semangat, dan kasihsayangnya kepada
penulis.
Dr. Dra. Hj. Ietje Wientarsih, Apt. MSc dan Dr. Drh. Sus Derthi Widhyari,
MSi sebagai dosen pembimbing atas didikan, arahan, bimbingan, perhatian,
waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis.
Dr. Drh. Hera Maheswari, MSi. Sebagai dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan semangat, motivasi dan nasehat selama penulis kuliah.
Dr. Drh. Wiwin Winarsih. Msi atas bantuan dan arahannya.
Beasiswa GAKA, Beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM), Beasiswa
Gennesis Plus dan Beasiswa Bank Ekspor Indonesia.
Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyeleseian
skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam tulisan ini, oleh karena itu
saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Penulis berharap semoga
karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, September 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Langsat Hulu (Riau) pada tanggal 8 Juni 1987. Penulis
merupakan putri kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Parjiyo dan Ibu Sutini.
Penulis menempuh pendidikan di SDN 019 Langsat Hulu (1992-1998), kemudian
melanjutkan studi di SLTPN 5 Benai (1998-2001) dan SMUN 2 Benai
(2001-2002) serta pindah ke SMUN 1 Teluk Kuantan (2002-2004). Setelah lulus dari
SMUN 1 Teluk Kuantan (2004) penulis diterima di Fakultas kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Penulis memilih dan diterima di Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas
Kedokteran Hewan.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi intra
dan ekstra kampus antara lain: Bendahara ROHIS angkatan 41 FKH periode
2004-2005, Sekretaris ROHIS angkatan 41 FKH periode 2006-2008, staf
Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia DKM An-Nahl FKH IPB
periode 2004-2005/2006-2007, staf Departemen Pengembangan Sumber Daya
Manusia DKM Al-Hurriyyah IPB periode 2004-2005, sekretaris Departemen
Jaringan Kebijakan Umum BEM FKH-IPB periode 2005-2006, staf keuangan
IMAKAHI (Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia) periode 2005-2006,
staf Departemen Kajian Strategis KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia) komisariat IPB periode 2005-2006, staf divisi Dana dan Usaha
Himpunan Profesi Ornithologi dan Unggas periode 2006-2007. Dalam bidang
akademik, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah PAI (Pendidikan Agama
DAFTAR ISI
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persembuhan Luka ... 16
Darah ... 17
Pemberian Ekstrak Terpilih Rimpang Kunyit ... 28
Pengambilan Darah ... 29
Analisa Data ... 31
HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan Fitokimia ... 32
Darah ... 33
Jumlah Eritrosit ... 33
Nilai Hematokrit ... 36
Kadar Hemoglobin ... 38
Jumlah Leukosit ... 40
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42
Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Data Biologis Mencit ... 14
2 Hasil penapisan fitokimia ... 32
3 Rataan jumlah eritrosit (juta/µl) pada mencit dalam kondisi luka
diberi ekstrak rimpang kunyit ... 34
4 Rataan nilai hematokrit (%) pada mencit dalam kondisi luka yang diberi
ekstrak rimpang kunyit ... 36
5 Rataan kadar hemoglobin (g/dl) pada mencit dalam kondisi luka yang
diberi ekstrak rimpang kunyit ... 38
6 Rataan jumlah leukosit (µl) pada mencit dalam kondisi luka yang diberi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Rimpang kunyit (Curcuma longa Linn.) ... 3
2 Struktur Kimia Kunyit (Curcuma longa Linn.) ... 5
3 Mencit (Mus musculs albinus) ... 13
4 Diagram alir metode ekstraksi rimpang kunyit ... 26
5 Grafik rataan jumlah eritrosit pada mencit setelah perlakuan ... 34
6 Grafik rataan nilai hematokrit pada mencit setelah perlakuan ... 36
7 Grafik rataan kadar hemoglobin pada mencit setelah perlakuan ... 38
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Analisa data jumlah eritrosit setelah perlukaan ... 51
2 Analisa data nilai hematorit setelah perlukaan ... 52
3 Analisa data kadar hemoglobin setelah perlukaan ... 53
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah air Indonesia dikaruniai Tuhan Yang Maha Esa berbagai jenis
sumberdaya alam hayati berupa aneka ragam tumbuhan yang dapat dimanfaatkan
dan dijaga kelestariaannya untuk kepentingan manusia. Salah satunya adalah
tanaman kunyit (Curcuma longa Linn.), yang sudah lama dikenal dan dibudidayakan. Tanaman kunyit merupakan tanaman yang memiliki berbagai
manfaat. Kunyit merupakan tanaman asli Asia Tenggara. Di Indonesia, kunyit
menyebar secara merata di seluruh daerah (Winarto 2003).
Sudah sejak lama diketahui bahwa nenek moyang kita banyak
menggunakan bahan obat tradisional baik berupa bahan asal hewan maupun
tumbuhan dalam mengatasi berbagai masalah kesehatan, karena bahan alami asal
hewan dan tumbuhan di Indonesia sangat melimpah (Soewita 1995). Diketahui
pula bahwa khasiat obat tradisional tidak kalah dibanding obat buatan pabrik.
Harga obat buatan pabrik sekarang ini semakin tidak terjangkau terutama setelah
negara kita mengalami krisis ekonomi, sedangkan kebutuhan terhadap pengobatan
merupakan sesuatu yang mutlak harus dipenuhi. Kondisi seperti ini semakin
mendorong masyarakat untuk mencari alternatif pengobatan, dan penggunaan
obat-obatan tradisional merupakan alternatif yang sering digunakan.
Kunyit termasuk tanaman yang memiliki banyak kegunaan. Diantaranya
adalah dapat dipakai sebagai bahan obat, bumbu masak, bahan pewarna dan
kosmetik. Bagian tanaman terpenting adalah “rimpangnya” (Thomas 1989).
Sekarang ini dunia kedokteran dan pengobatan sudah sangat maju, meskipun
demikian, obat tradisional atau jamu masih tetap digemari masyarakat, bahkan
semakin dibutuhkan. Di perusahaan jamu dan obat-obatan, kunyit termasuk bahan
baku utama ramuan obat (Winarto 2003).
Kunyit telah lama dikenal sebagai rimpang yang sangat berkhasiat dan
digunakan sebagai obat tradisional salah satunya sebagai obat luka. Oleh karena
itu dalam penelitian ini akan dikaji ekstrak rimpang kunyit dalam proses
persembuhan luka. Ketersediaan rimpang kunyit yang cukup berlimpah di
yang mudah digunakan dan murah tapi mempunyai khasiat yang baik akan sangat
diharapkan. Hasil dari penelitian ini diharapkan menghasilkan alternatif
pengobatan untuk persembuhan luka.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui zat-zat aktif dalam kunyit yang dapat ditarik oleh pelarut
etanol dan hexan, sehingga salep ekstrak rimpang kunyit dapat digunakan
sebagai obat persembuhan luka.
2. Mengetahui profil gambaran darah mencit yang diberi salep ekstrak etanol
dan fraksi hexan rimpang kunyit akibat adanya perlukaan.
3. Mengetahui secara umum khasiat pemberian sediaan salep ekstrak
rimpang kunyit dengan pelarut etanol dan hexan terhadap proses
persembuhan luka.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran
darah mencit (Mus musculus albinus) akibat pemberian salep ekstrak rimpang kunyit (Curcuma longa Linn.) sebagai obat persembuhan luka dengan menggunakan pelarut yang kepolarannya berbeda, sehingga dapat diketahui
TINJAUAN PUSTAKA
Rimpang Kunyit
Sejarah Rimpang Kunyit
Kunyit (Curcuma longa Linn.) adalah tanaman yang termasuk dalam famili Zingiberaceae dan merupakan tanaman asli Asia Tenggara. Di Indonesia,
kunyit menyebar secara merata di seluruh daerah. Karena itu, kunyit dikenal
dengan nama yang berbeda-beda di setiap daerah (Winarto 2003). Misalnya
kunyir, koneng atau koneng temen (Sunda), kunyit (Aceh), kuning (Gayo), unik
(Batak), kunyit (Melayu), cahang (Dayak), kunyit (Lampung), kunyit janar
(Banjar), kunir (Jawa), konye, temu koneng (Madura), kunyik (Sasak), huni
(Bima), alawahu (Gorontalo), kuni (Toraja), kunnyi (Makasar), Unyi (Bugis),
uninum (Ambon), dan kandeifu (Irian) (Rukmana 1995).
Tanaman ini tumbuh baik di tanah yang berpengairan baik, curah hujan
sekitar 2.000 – 4.000 mm setiap tahunnya, dan di area yang sedikit terlindung.
Kunyit merupakan tanaman berbatang semu, tinggi dapat mencapai 1 m. Bentuk
batangnya bulat, berwarna hijau keunguan. Rimpang kunyit (Gambar 1) bila tua
berwarna jingga dan tunas mudanya berwarna putih, membentuk rumpun yang
rapat, berakar serabut dan berwarna cokelat muda. Setiap tanaman mempunyai
daun 3 – 8 helai, panjang daun beserta pelepahnya sampai 70 cm, helaian daun
berbentuk lanset memanjang, berwarna hijau dan hanya bagian atas dekat
pelepahnya berwarna agak keunguan, panjang 28 – 85 cm, lebar 10 – 25 cm.
Bunga muncul dari ujung batang semu panjang 10 – 15 cm (Marta Tilaar
Innovation Center 2002).
Taksonomi Rimpang Kunyit
Berdasarkan penggolongan dan tata nama tumbuhan menurut Rukmana
(1995), tanaman kunyit termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Tanaman yang termasuk suku temu-temuan terdiri dari 45 genus dan lebih
kurang ada 500 spesies. Asal kata Zingiberaceae adalah zingiber yang berasal dari bahasa Sanskerta singaberi. Kata singaberi dalam bahasa Sanskerta itu berasal dari bahasa Arab zanzabil atau bahasa Yunani zingiberi. Curcuma berasal dari bahasa Arab kurkum yang berarti kuning (Winarto 2003).
Komposisi Kimia Rimpang Kunyit
Menurut BADAN POM RI (2004), rimpang kunyit mengandung
kurkumin, desmetoksikurkumin, bidesmetoksikurkumin, minyak atsiri dan
oleoresin. Rimpang kunyit mengandung minyak atsiri yang terdiri dari turmeron,
simen, dan artumeron (Marta Tilaar Innovation Center 2002). Menurut
Aprilistyawati (2008) kurkuminoid dan minyak atsiri mengandung senyawa kimia
yang mempunyai keaktifan fisiologi. Kurkuminoid merupakan tepung kuning dari
kunyit. Kandungan kurkuminoid dalam rimpang kunyit sebanyak 3-5%.
Kurkuminoid dapat digunakan sebagai zat warna dalam makanan, minuman, atau
kosmetik. Komponen kurkuminoid diketahui mempunyai berbagai aktivitas
biologik spektrum luas. Kurkuminoid pada rimpang kunyit terdiri dari tiga
komponen, yaitu kurkumin, desmetoksikurkumin, dan bisdesmetoksikurkumin.
Struktur molekul ketiga kurkuminoid dapat dilihat pada Gambar 2. Gugus
hidroksil fenolat yang terdapat dalam struktur kurkuminoid diduga mempunyai
oksidan, anti inflamasi, efek pencegah kanker serta menurunkan risiko serangan
jantung (Aprilistyawati 2008).
Gambar 2. Struktur Kimia Curcuma longa Linn. (http://www.indsaff.com/images/structure_pic1.gif.)
Menurut Aprilistyawati (2008) minyak atsiri, mempunyai rasa dan bau
khas. Minyak atsiri bersifat mudah menguap dan tidak larut dalam air. Kandungan
minyak atsiri pada rimpang kunyit yaitu 2-7%. Minyak atsiri bermanfaat untuk
memberi aroma harum dan rasa khas pada umbinya. Minyak atsiri ini
mengandung senyawa-senyawa kimia seskuiterpen alkohol, turmeron, dan
zingiberen. Kandungan kimia minyak atsiri kunyit terdiri atas ar-tumeron, a dan
ß-tumeron, tumerol, a-atlanton, ß-kariofilen, linalol, dan 1,8 sineol. Minyak atsiri ini
bersifat sebagai pemusnah bakteri dan mengandung sifat anti inflamasi atau anti
radang.
Manfaat dan Khasiat Rimpang Kunyit
Sekarang ini dunia kedokteran dan pengobatan sudah sangat maju,
meskipun demikian, obat tradisional atau jamu masih tetap digemari masyarakat,
bahkan semakin dibutuhkan. Di perusahaan jamu dan obat-obatan, rimpang kunyit
termasuk bahan baku utama ramuan obat (Winarto 2003). Rimpang kunyit dapat
dijadikan ramuan untuk pengobatan berbagai penyakit seperti demam, displesia
(perut kembung, nyeri, mual, dan tidak nafsu makan), hidung tersumbat akibat flu,
buntu, sakit kuning, menghilangkan bau badan, gatal akibat cacar air, radang gusi,
radang amandel, tekanan darah tinggi, luka di kaki, sesak nafas, mengembalikan
stamina, dan malaria (Winarto 2003). Selain itu menurut Thomas (1989) kunyit
juga berkhasiat untuk pengobatan penyakit diabetes mellitus, tifus, haid tidak
lancar, memperlancar ASI, memudahkan kelahiran bayi, menyapih bayi,
cangkrang (waterproken), morbili, tukak lambung, sembelit, susah buang air besar, sakit kepala, sariawan, mabuk kendaraan, sakit gigi berlubang, penambah
darah, membersihkan darah, bisul, borok atau koreng, bengkak karena disengat
serangga atau bulu ulat, kurap, gatal-gatal, menghilangkan jerawat dan noda-noda
hitam di wajah, serta menghaluskan kulit wajah.
Zat Aktif Rimpang Kunyit Alkaloid
Alkaloid merupakan metabolit sekunder yang bersifat basa (Anonim
2008b).Menurut Hidayat (2008) alkaloid merupakan senyawa basa nitrogen asal
tumbuhan yg bersifat fisiologi aktif. Alkaloid bagi tumbuhan berfungsi sebagai:
1) Senyawa racun yang melindungi tumbuhan dari serangga & herbivora.
2) Produk akhir reaksi detoksifikasi senyawa-senyawa yang berbahaya bagi
tumbuhan.
3) Regulator faktor pertumbuhan.
4) Senyawa cadangan untuk sumber nitrogen atau elemen lain yang
berguna bagi tumbuhan.
Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai
kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang
pengobatan (Harborne 1987). Alkaloid berfungsi sebagai anti demam (anti
piretikum), anti cacing (anthelmintikum), aneleptikum, anti parasit (anti
plasmodium), anti radang (inflamasi), anti batuk (antitusif), insektisida,
narkotikum, merangsang sistem saraf pusat (stimulansia), memacu keluarnya
keringat (diaphoretic), merangsang muntah (emetikum), dan merangsang
Flavonoid
Semua flavonoid menurut strukturnya merupakan turunan senyawa induk
flavon yang terdapat berupa tepung putih dan semuanya mempunyai sejumlah
sifat yang sama. Flavonoid merupakan senyawa yang larut dalam air. Flavonoid
mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi. Umumnya terdapat pada
tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid (Harborne
1987).
Flavonoid berfungsi menurunkan permeabilitas kapiler sehingga
perdarahan kapiler dapat dicegah serta kerapuhan dan kerusakan kapiler dapat
diperbaiki (Wardhana et al. 2001). Disamping itu flavonoid juga dapat digunakan sebagai anti alergi dan anti trombik, dimana sebagai anti trombik senyawa ini
bekerja dengan membentuk sumbat trombosit dan memperbaiki endotel vaskuler
sehingga dapat menutup robekan kecil pada pembuluh darah (Evans 1989).
Polifenol dan Tanin
Polifenol merupakan kelompok bahan kimia yang ditemukan pada
tanaman, yang memiliki karakteristik mengandung lebih dari satu kelompok fenol
per molekul. Secara umum subdevisi polifenol terdiri atas tanin dan
phenylpropanoid seperti lignin dan flavonoid (Holmann 2005).
Tanin pada tumbuhan sub divisi angiospermae terdapat khusus dalam
jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi dengan protein
membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air. Dalam industri, tanin
adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan
yang mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung-silang
protein. Salah satu fungsi utama tanin dalam tumbuhan ialah sebagai penolak
hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat (Harborne 1987).
Saponin
Saponin adalah deterjen alami yang ditemukan pada banyak tanaman yang
memiliki bahan surfaktan karena mengandung lemak dan air yang mudah terlarut.
Komponen struktur saponin terdiri dari gula-gula hexose dengan sejumlah atom
yang pahit, pembentuk busa yang stabil pada larutan cair (busa berbentuk sarang
lebah pada air) dan mampu membentuk molekul dengan kolesterol (Cheeke
1999). Selain itu, saponin juga mempunyai kemampuan membunuh kuman
(Anonim 2008c).
Kuinon
Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti
kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang
berkonyugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Warna pigmen kuinon di
alam beragam, mulai dari kuning pucat sampai ke hampir hitam, dan struktur yang
telah dikenal jumlahnya lebih dari 450. Untuk tujuan identifikasi kuinon dapat
dibagi menjadi empat kelompok: benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan
kuinon isoprenoid. Senyawa kuinon yang terdapat sebagai glikosida larut sedikit
dalam air, tetapi umumnya kuinon lebih mudah larut dalam lemak dan akan
terekstraksi dari ekstrak tumbuhan kasar bersama-sama dengan karotenoid dan
klorofil (Harborne 1987). Senyawa antrakuinon dan kuinon mempunyai
kemampuan sebagai anti biotik dan penghilang rasa sakit serta merangsang
pertumbuhan sel baru pada kulit (Anonim 2008c).
Extraksi
Sejak zaman dahulu jamu berasal dari tanaman obat. Biasanya sebelum
jamu digunakan untuk mengobati manusia dan hewan melalui proses ekstraksi
terlebih dahulu. Pada dasarnya ada prosedur yang berbeda untuk membuat sediaan
obat tumbuhan yaitu cara peras dan cara ekstraksi.
Ekstraksi adalah pemisahan kandungan aktif dari simplisia menggunakan
cairan penyaring yang cocok. Simplisia adalah bahan alami yang digunakan
sebagai obat yang belum mengalami perubahan, biasanya bahan yang dikeringkan
(Wientarsih dan Prasetyo 2006). Ekstraksi ada beberapa jenis:
1. Ekstrak : sediaan kering, kental/cair dari sampel nabati/hewan.
2. Tingtur : sediaan cair
Sedangkan hal-hal yang harus diperhatikan dalam ekstraksi yaitu jumlah
simplisia, penambahan air ekstrak, derajat kehalusan, cara pemanasan, cara
penyaringan, dan perhitungan dosis pemakaian.
Pada dasarnya metode ekstraksi ada beberapa macam diantaranya yaitu
maserasi (perendaman), perkolasi, digesti, infusi, dan dekoksi (Wientarsih dan
Prasetyo 2006). Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan
jamu yang dihaluskan sesuai dengan syarat Farmakope Indonesia (umumnya
terpotong-potong atau diserbuk-kasarkan) disatukan dengan bahan ekstraksi.
Deposisi tersebut disimpan terlindungi dari cahaya langsung (mencegah reaksi
yang dikatalisis cahaya ataupun perubahan warna) dan dikocok kembali. Waktu
maserasi adalah berbeda-beda, setiap Farmakope mencantumkan 4-10 hari dengan
dilakukan pengocokan secara berulang (kira-kira tiga kali sehari). Melalui usaha
ini dijamin suatu keseimbangan konsentrasi bahan ekstratif yang lebih cepat ke
dalam cairan. Keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan
bahan aktif. Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan ekstraksi, akan
semakin baik hasil yang diperoleh (Voight 1994).
Cara ekstraksi yang tepat secara alami tergantung pada tekstur dan
kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang
diisolasi (Harborne 1973). Pada umumnya, diharapkan supaya jaringan mati
sehingga dapat mencegah terjadinya oksidasi ataupun hidrolisis enzimatik.
Pencelupan bahan jaringan ke dalam etanol yang mendidih merupakan cara yang
cukup baik untuk mematikan jaringan.
Ekstrak kental rimpang kunyit adalah ekstrak yang dibuat dari rimpang
tumbuhan Curcuma longa, suku Zingiberaceae, mengandung minyak atsiri tidak kurang dari 3.2% dan kurkuminoid tidak kurang dari 33.9% (BADAN POM RI
2004). Rendemen tidak kurang dari 11%. Ekstrak kental rimpang kunyit
berbentuk kental, berwarna kuning, berbau khas dan rasanya agak pahit.
Pelarut
Pelarut adalah suatu cairan yang digunakan dalam proses pemecahan
ikatan suatu persenyawaan untuk selanjutnya membentuk suatu larutan. Energi
dilepaskan karena terbentuknya ikatan antara partikel yang dilarutkan dengan
partikel pelarut. Untuk memecahkan ikatan persenyawaan dibutuhkan energi yang
cukup besar. Oleh karena itu maka pada umumnya persenyawaan yang berikatan
ion hanya larut di dalam air atau pelarut sangat polar lainnya. Begitu juga
persenyawaan kovalen polar hanya larut didalam pelarut polar, dan persenyawaan
kovalen non-polar hanya larut didalam persenyawaan non-polar (Winarno et al.,
1973).
Etanol
Etanol merupakan senyawa yang mudah menguap, jernih (tidak berwarna).
Berbau khas dan meyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap
walaupun pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 78o serta mudah terbakar. Larut dalam air dan sumua pelarut organik. Bobot jenis etanol tidak lebih dari
0.7964 (DepKes RI 1995).
Etanol tidak menyebabkan pembengkakan membran sel dan memperbaiki
stabilitas bahan obat terlarut. Keuntungan lainnya adalah sifatnya, untuk
mengendapkan bahan putih telur dan menghambat kerja enzim. Umumnya
berlaku sebagai cairan pengekstraksi adalah campuran bahan pelarut yang
berlainan, terutama campuran etanol-air. Dengan etanol (70% volume) sangat
sering dapat dihasilkan suatu hasil bahan aktif yang optimal, dimana bahan
pengotor hanya dalam skala kecil turut dalam cairan pengekstraksi (Voight 1994).
Hexan
Hexan merupakan senyawa yang mengandung 98.0% - 100.5%
C13H6Cl6O2, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Berwarna putih agak
cokelat; tidak berbau dan agak berbau fenol. Tidak larut dalam air, namun mudah
larut dalam aseton, etanol, kloroform, eter, dan larutan encer alkali hidroksida
Salep
Salep merupakan sediaan setengah padat dan mudah dioleskan. Digunakan
sebagai obat luar pada membran mukosa/kulit. Bahan obat haus larut atau
terdispersi homogeny dalam dasar salep yang cocok (Wientarsih dan Prasetyo
2006).
Menurut Wientarsih dan Prasetyo (2006), fungsi salep ada tiga macam:
1. Sebagai pembawa (vehicle), substansi obat untuk pengobatan kulit. 2. Sebagai pelumas (emollient) pada kulit.
3. Sebagai pelindung (protective), untuk mencegah kontak permukaan kulit dengan rangsangan dari luar.
Agar salep yang dihasilkan berkualitas baik. Ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi. Syarat-syarat dasar salep menurut Wientarsih dan Prasetyo (2006)
adalah sebagai berikut:
- Harus stabil, baik secara fisika/kimia.
- Warna dan bau harus stabil selama penyimpanan/pemakaian.
- Harus dapat dicampur dengan semua obat.
- Harus halus dan licin sehingga mudah dioleskan pada kulit.
- Daya kerjanya sama baik untuk kulit kering/berlemak.
- Tidak mengiritasi kulit.
- Tidak mudah tengik.
- Harus mudah dipakai/dioleskan.
Voight (1994) menjelaskan bahwa salep yang mengandung cairan dalam
jumlah besar harus dilindungi terhadap pengenceran cairan jika wadah tidak
terjamin kerapatannya. Ini dilakukan dengan menutup dengan folia logam atau
plastik atau bahan lain yang cocok. Menurut Ansel (1989) salep biasanya dikemas
baik dalam botol atau dalam tube, botol dapat dibuat dari gelas tidak berwarna,
warna hijau, biru atau buram dan porselen putih. Botol plastik juga dapat
digunakan. Wadah dari gelas buram dan berwarna berguna untuk salep yang
mengandung obat yang peka terhadap cahaya. Kebanyakan salep harus disimpan
memerlukan penambahan pengawet kimia sebagai anti mikroba, pada formulasi
untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang mengkontaminasi.
Baik dalam ukuran besar maupun kecil, salep dibuat dengan dua metode
umum: (1) pencampuran dan (2) peleburan. Metode untuk pembuatan tertentu
terutama tergantung pada sifat-sifat bahannya. Dalam metode pencampuran,
komponen dari salep dicampur bersama-sama dengan segala cara sampai sediaan
yang rata tercapai. Pada skala kecil, ahli farmasi dapat mencampur
komponen-komponen dari salep lumpang dengan sebuah alu dengan menggunakan mortar
stamphis (gelas yang besar atau porselen) untuk menggerus bahan bersama-sama
(Ansel 1989).
Mencit
Mencit (Mus musculus albinus) merupakan salah satu hewan dalam kelompok rodentia yang mudah dipelihara, praktis juga dapat berkembang biak
dengan cepat sehingga dapat diperoleh keturunan dalam jumlah yang banyak
dalam waktu yang singkat serta anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan
baik (Malole dan Pramono 1998).
Klasifikasi mencit menurut Linnaeus (1758) adalah:
Kingdom : Animalia
Sub Spesies : Mus musculus albinus
Mencit luar atau mencit rumah adalah hewan semarga dengan mencit
dekat atau di dalam gedung dan rumah yang dihuni manusia. Berat badan
bervariasi, tetapi umumnya pada umur empat minggu berat badan mencapai 18-20
g. Mencit liar dewasa dapat mencapai 30-40 g pada umur enam bulan atau lebih.
Mencit laboratorium mempunyai berat badan kira-kira sama dengan mencit liar,
tetapi setelah diternakkan secara selektif selama delapan puluh tahun yang lalu,
sekarang ada berbagai warna bulu dan timbul banyak galur dengan berat badan
berbeda-beda (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Data biologis mencit
laboratorium dapat dilihat pada Tabel 1.
Mencit laboratorium (Gambar 3) dapat dikandangkan dalam kotak sebesar
kotak sepatu. Kotak dapat dibuat dari berbagai macam bahan, misalnya plastik,
aluminium, atau baja tahan karat (stainless steel). Prinsip dasar yang perlu dicamkan kalau memilih kotak mecit ialah bahwa kotak harus mudah dibersihkan
dan disterilkan. Kotak mencit harus tahan lama, tahan gigit dan mencit tidak dapat
lepas. Apa pun sistem kandang yang dipakai, paling penting untuk diperhatikan
adalah persyaratan fisiologis dan tingkah laku mencit. Persyaratan ini meliputi
menjaga lingkungan tetap kering dan bersih, suhu yang memadai, dan memberi
ruang cukup untuk bergerak dengan bebas dalam berbagai posisi. Seluruh sistem
perkandangan harus dirancang sehingga mudah dirawat dan diperbaiki demi
kesehatan hewan. Kandang yang baik harus tersedia alas tidur (bedding) dengan kualitas bagus dan bersih. Biasanya di daerah tropis dapat dipakai serbuk gergaji
atau sekam padi sebagai alas tidur. Alas tidur harus diganti sesering mungkin,
sekurang-kurangnya satu kali tiap minggu (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).
Mencit laboratorium biasanya diberi makanan berbentuk pelet tanpa batas
(ad libitum). Setiap hari, seekor mencit dewasa makan 3 g sampai 5 g makanan. Kalau mencit sedang bunting atau menyusui, nafsu makannya bertambah. Mencit
laboratorium tidak boleh dalam keadaan tanpa air minum. Air minum dapat
diberikan dengan botol-botol gelas atau plastik dan mencit dapat minum air dari
botol tersebut malalui pipa gelas atau pipa logam. Banyak faktor-faktor
lingkungan terutama kualitas makanan berpengaruh pada kondisi mencit secara
keseluruhan. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi kemampuan mencit
mencapai potensi genetik untuk tumbuh, berbiak, umur, atau reaksi terhadap
pengobatan dan lain-lain (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).
Tabel 1 Data Biologis Mencit
Tekanan darah 113 sistol, 81 diastol
Eritrosit 9.3 x 106/ul
Persembuhan luka Definisi
Persembuhan luka adalah proses dalam tubuh yang sedapat mungkin
memperbaiki bagian luka menjadi bentuk yang paling mendekati kondisi normal
tubuh sebelumnya (Vegad 1995). Persembuhan luka dibagi menjadi dua macam
berdasarkan keadaan luka yang terjadi, yaitu persembuhan berdasar penyatuan
primer (primary union) dan persembuhan berdasar penyatuan sekunder (secundary union). Suatu persembuhan luka dapat digolongkan menjadi penyatuan luka primer apabila luka tertutup, mengakibatkan hilangnya sejumlah
kecil jaringan, luka berupa suatu garis insisi dengan skalpel yang steril, tidak
disertai infeksi sekunder oleh bakteri, dan celah luka segera ditutupi darah beku.
Persembuhan berdasar penyatuan luka sekunder ditandai dengan luka yang
terbuka dan mengalami kerusakan atau hilangnya jaringan dalam jumlah besar.
Selain itu, luka terinfeksi oleh bakteri, banyak pembuluh darah yang terkoyak,
serta dapat ditemui jaringan yang mengalami nekrosis dan peradangan di daerah
luka.
Proses Persembuhan Luka
Proses persembuhan luka terdiri dari tiga fase yaitu fase inflamasi
(peradangan), fase proliferasi (fibroplasia), serta fase maturasi (pematangan dan
penutupan kembali) (Vegad 1995). Peradangan merupakan suatu reaksi dari
jaringan hidup yang dialiri darah terhadap perlukaan lokal (Vegad 1995). Menurut
Rukmono (1979) yang menyebabkan luka/cedera pada jaringan, yang kemudian
diikuti oleh radang, ialah kuman, benda (pisau, peluru, dan sebagainya) suhu
(panas atau dingin), berbagai jenis sinar (sinar X, sinar ultra-violet), listrik, zat-zat
kimia, dan lain-lain). Peradangan dapat akut, yakni umurnya pendek, atau kronik,
yakni umurnya yang panjang, tergantung kepada sifat cedera dan keduanya
mempunyai pola khas pada peradangan kronik biasanya terdapat fase akut awal
dan terkadang terjadi berulang-ulang (Spector 1993). Peradangan ditandai dengan
adanya panca radang yaitu rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (nyeri), tumor
Pada radang, cairan pada jaringan mengandung banyak larutan protein
sehingga tekanan osmotik tinggi dan hal ini menyebabkan plasma tidak dapat mengalir kembali ke dalam pembuluh darah sehingga volume darah berkurang.
Pembuluh darah menjadi kekurangan plasma dan butir-butir darah terhenti
mengalir, yaitu terjadi stasis. Jaringan mengandung banyak cairan sehingga membengkak (tumor). Setelah aliran dalam pembuluh darah lambat, maka
leukosit-leukosit melekat pada sel-sel endotel pembuluh (marginasi). Makin lama makin banyak sel leukosit yang melekat. Sehingga mendadak sel-sel endotel pada
radang tampak menggelembung. Dengan pergerakan amoeboid (pergerakan
seperti amoeba) leukosit menyusup antara sel endotel dan kemudian keluar
(emigrasi) (Rukmono 1979).
Terjadinya luka juga menginduksi pelepasan beberapa substansi kimia
yang bertindak sebagai mediator dalam perubahan-perubahan yang terjadi pada
sistem vascular di daerah luka tersebut (Vegad 1995). Mediator inflamasi yang
mempengaruhi persembuhan luka yaitu histamin, enzim-enzim lisosom, faktor
pengaktifasi platelet (Platelet Activating Factor-PAF), dan Sitokin.
Pada beberapa jenis radang proliferasi sel mencolok sekali. Pada radang
akut proliferasi sel tidak seberapa. Kelenjar getah bening yang menerima cairan
limfe dari daerah jaringan yang meradang menahun sering menunjukkan
proliferasi sel makrofag sehingga limfonodulinya tampak membesar dan jelas.
Kemampuan proliferasi epitel kulit atau sel mukosa mudah sekali sehingga bila sebagian epitel ini rusak, maka akan diganti oleh sel epitel baru. Bila terjadi luka
yang steril maka proliferasi tidak akan mulai dan luka tidak akan menyembuh
akan tetapi bila luka ini kemasukan sedikit kuman atau bila tersentuh oleh kapas,
maka proliferasi dan proses penyembuhan akan mulai (Rukmono 1979).
Sebenarnya proses radang dan pemulihan jaringan sukar saling dibedakan,
keduanya berlangsung bersama-sama, radang merupakan iritans/stimulans yang
menyebabkan proses pemulihan dimulai (Rukmono 1979).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persembuhan Luka
Persembuhan luka dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jaringan yang
benda asing (Spektor 1993). Menurut Vegad (1995), beberapa faktor tersebut
seperti nutrisi memegang peranan penting pada proses persembuhan luka,
misalnya protein, dimana tingkat asupan protein yang rendah akan menyebabkan
adanya defisiensi pada asam amino metionin dan sistin, yang menyebabkan
sintesis kolagen terhambat. Rukmono (1979), menambahkan bahwa dasar proses
persembuhan jaringan sama pada semua jenis luka, yaitu terjadi organisasi yang
menghasilkan jaringan ikat, proses ini dapat mengalami modifikasi yaitu
bergantung kepada jumlah nekrosis, infeksi dan keadaan kesehatan pada
umumnya, misalnya keadaan gizi. Kekurangan vitamin C akan menghambat
pembentukan serabut kolagen sehingga pemulihan jaringan ikat terhambat.
Kortison menghambat terjadinya jaringan ikat. Kekurangan protein dalam diet
sangat menghambat proses pemulihan jaringan.
Darah
Darah merupakan media cair yang terdiri dari komponen selular yaitu
sel-sel darah dan komponen cairan yang kaya akan protein yaitu plasma darah
(Schalm et al., 1975). Darah bagi tubuh sangat penting peranannya terutama sebagai alat pertahanan tubuh dan alat transportasi nutrisi, hormon dan sisa-sisa
hasil metabolisme (Sturkie 1976). Darah dianggap sebagai jaringan ikat khusus
yang terdiri dari sel-sel bebas dan cairan interseluler atau plasma (Copenhaver et al., 1978). Warna merah pada darah segar disebabkan oleh adanya hemoglobin dalam eritrosit (Dellmann dan Brown 1989).
Unsur seluler dari darah terdiri dari sel darah putih (leukosit), sel darah
merah (eritrosit), dan platelet (trombosit) yang tersuspensi di dalam plasma
(Ganong 1995). Darah memiliki banyak fungsi, diantaranya sebagai: 1) penyerap
dan pembawa nutrisi dari saluran pencernaan menuju ke jaringan, 2) pembawa
oksigen (O2) dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida (CO2) dari jaringan ke
paru-paru, 3) pembawa produk buangan metabolisme, 4) pembawa hormon yang
dihasilkan oleh kelenjar endokrin, dan 5) pengatur kandungan cairan tubuh
(Sturkie dan Grimingger 1976). Selain itu darah juga berperan penting dalam
pengaturan suhu, menjaga sistem buffer tubuh, serta mengandung faktor penting
Jika tubuh hewan mengalami perubahan fisiologis maka gambaran darah
juga akan mengalami perubahan. Perubahan fisiologis ini dapat disebabkan secara
internal dan eksternal. Secara internal seperti pertambahan umur, status gizi,
latihan, kesehatan, stress, siklus estrus dan suhu tubuh, sedangkan secara eksternal
akibat infeksi kuman, fraktura dan perubahan suhu lingkungan (Guyton 1997).
Eritrosit
Eritrosit mamalia dewasa tidak berinti, berbentuk cawan bikonkaf serta
tidak memiliki aparatus golgi, sentriol dan sebagian besar mitokondria karena
lenyap selama proses pematangan yang berlangsung sebelum memasuki aliran
darah (Dellmann dan Brown 1989). Eritrosit normal berdiameter kira-kira 7.8 μm dan dengan ketebalan 1 sampai 2.5 μm. Volume rata-rata sel darah merah adalah
90 sampai 95 μm3 (Guyton 1997). Menurut Ganong (1995), sel darah merah dibentuk di sumsum tulang. Pada mamalia, sel ini kehilangan intinya sebelum
memasuki peredaran darah.
Fungsi utama eritrosit adalah mengangkut hemoglobin, dan seterusnya
mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan. Sel darah merah juga banyak
mengandung karbonik anhidrase, yang berfungsi untuk mengkatalisis reaksi antara karbon dioksida (CO2) dan air, sehingga akan meningkatkan kecepatan
reaksi bolak-balik beberapa ribu kali lipat (Guyton 1997). Tekanan oksigen yang
tinggi, temperatur yang lebih rendah dan pH yang lebih tinggi dalam kapiler
paru-paru menyebabkan pembentukan oxyhemoglobin. Sebaliknya pada kondisi tekanan oksigen yang rendah, temperatur yang tinggi dan pH yang lebih rendah di
jaringan menyebabkan pelepasan oksigen dari oxyhemoglobin (Ganong 1995). Jumlah eritrosit dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, hormon, keadaan
hipoksia dan berbagai faktor lainnya (Sturkie dan Grimingger 1976). Swenson
(1984), menambahkan faktor status nutrisi, volume darah, spesies dan ketinggian
juga mempengaruhi jumlah eritrosit. Faktor-faktor ini tidak hanya mempengaruhi
jumlah eritrosit tetapi juga kadar hemoglobin, nilai hematokrit dan konsentrasi
kandungan darah lainnya. Menurut Ganong (1995), eritrosit juga mengalami lisis
haemoglobin akan meningkat, dan pembentukan serta pelepasan sel darah merah
dari sumsum tulang (eritropoesis) meningkat.
Hematokrit
Hematokrit atau Packed Corpuscular Volume (PCV) adalah suatu ukuran yang mewakili eritrosit di dalam 100 ml darah, sehingga dilaporkan dalam bentuk
persentase (Schalm et al., 1975). Sedangkan menurut Guyton (1997), hematokrit adalah fraksi darah yang terdiri dari sel-sel darah merah, yang ditentukan melalui
sentrifugasi darah dalam “tabung hematokrit” sampai sel-sel ini menjadi benar-benar mampat pada bagian bawah tabung. Pada hewan normal PCV sebanding
dengan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin. Eritrosit berpengaruh terhadap
viskositas darah yaitu semakin besar persentase sel darah merah semakin banyak
timbul gesekan antar lapisan darah sehingga viskositas darah meningkat yang
berakibat pada derajat aliran darah yang malalui pembuluh darah kecil.
Dalam pengukuran nilai hematokrit, darah dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu eritrosit di bagian dasar, leukosit dan trombosit yang merupakan lapisan
berwarna putih sampai abu-abu (buffy coat) serta plasma darah pada bagian paling atas (Schalm et al., 1975).
Pada saat perdarahan jumlah eritrosit yang hilang berbanding lurus dengan
plasma darah sehingga nilai hematokrit tidak berubah. Namun anemia
menyebabkan nilai hematokkrit turun (Duncan dan Prase 1977).
Nilai hematokrit sangat bervariasi pada setiap individu. Angka ini
bergantung pada apakah individu tersebut menderita anemia atau tidak, derajat
aktivitas tubuh dan ketinggian tempat dimana individu tersebut berada (Guyton
1997).
Hemoglobin
Pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah merah hewan
vertebrata adalah hemoglobin, suatu protein yang mempunyai berat molekul
64.450 (Ganong 1995). Fungsi hemoglobin adalah sebagai pengangkut oksigen
dimana tiap gram hemoglobin akan mengangkut sekitar 1.34 ml oksigen
dalam sel darah merah mampu mengkonsentrasikan hemoglobin dalam cairan sel
sampai sekitar 34 g/dl sel. Bila pembentukan hemoglobin dalam sumsum tulang
berkurang, maka persentase hemoglobin dalam sel dapat turun sampai di bawah
nilai ini, dan volume sel darah merah juga menurun karena hemoglobin untuk
mengisi sel berkurang. Hemoglobin yang dilepaskan dari sel sewaktu sel darah
merah pecah, akan segera difagosit oleh sel-sel makrofag di hampir seluruh tubuh,
terutama di hati (sel-sel Kupffer), limpa, dan sumsum tulang.
Pembentukan hemoglobin dimulai dalam eritroblas dalam stadium
retikulosit kemudian diteruskan sampai sel eritrosit matang. Jika sel darah merah
meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke aliran darah maka akan tetap
melanjutkan pembentukan sedikit hemoglobin selama beberapa hari atau
sesudahnya (Schalm et al.,1975).
Kadar hemoglobin dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan musim
(Jones dan Johansen 1972). Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi
eritropoesis dan jumlah sel darah merah juga mempengaruhi kadar hemoglobin
misalnya keadaan hipoksia dan anemia (Sturkie 1976).
Leukosit
Sel darah putih (leukosit) merupakan unit yang aktif dari sistem
pertahanan tubuh (Guyton 1997). Leukosit ini sebagian dibentuk di sumsum
tulang (granulosit dan monosit serta sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma).
Terdapat 3 jenis leukosit, yaitu polimorfonuklir, monosit dam limfosit
Rukmono (1979). Menurut Ganong (1995) sebagian besar dari sel
polimorfonuklear mengandung granula netrofilik (netrofil), sedangkan sebagian
kecil mengandung granula yang dapat diwarnai dengan zat warna asam
(eosinofil), dan sebagian lagi mengandung granula basofilik (basofil). Jumlah
leukosit yang beredar ialah antara 4.000 – 12. 000/µl (Rukmono 1979). Persentase
normal dari sel darah putih kira-kira 62.0% netrofil polimorfonuklir, 2.3%
eosinofil polimorfonuklear, 0.4% basofil polimorfonuklear, 5.3% monosit, dan
Granulosit (Lekosit polimorfonuklear, PMN)
Semua sel granulosit memiliki granula sitoplasmik yang mengandung
substansi biologik aktif, yang berperan dalam reaksi peradangan dan alergi
(Ganong 1995).
Masa hidup granulosit sesudah dilepaskan dari sumsum tulang normalnya
4 sampai 8 jam dalam sirkulasi darah, dan 4 sampai 5 hari berikutnya dalam
jaringan. Pada keadaan infeksi jaringan yang berat, masa hidup keseluruhan
seringkali berkurang sampai hanya beberapa jam, karena granulosit dengan cepat
akan menuju daerah infeksi, juga akan melakukan fungsinya, serta akan masuk
dalam proses di mana sel-sel itu sendiri dimusnahkan (Guyton 1997).
Neutrofil (mikrofag)
Neutrofil dewasa memiliki nukleus yang bersegmen. Sedangkan neutrofil
muda disebut juga Band cell memiliki nukleus yang menggulung atau seperti batang tanpa segmentasi (Swenson 1984). Sel neutrofil berukuran 12-15 mikron.
Inti bergelambir 2-5. Sitoplasama bergranul eosinofilik dan basofilik. Setelah 6-10
jam di dalam darah, memasuki jaringan dan tahan 1-2 hari. Waktu paruh rata-rata
sel neutrofil di dalam sirkulasi adalah 6 jam. Untuk dapat mempertahankan kadar
normal di dalam peredaran darah diperlukan pembentukan lebih dari 100 miliar
sel neutrofil per hari (Ganong 1995).
Neutrofil merupakan sel lukosit dengan mobilitas tinggi sehingga menjadi
sel pertama yang sampai ke jaringan penghasil substansi kimia yang bersifat
kemotaksis (Martini et al., 1992). Substansi kimia tersebut mampu merangsang neutrofil keluar dari pembuluh darah melalui proses diapedesis atau gerakan amuboid (Swenson 1984). Neutrofil yang berhasil migrasi ke jaringan tidak akan
kembali ke dalam sirkulasi darah (Jubb et al., 1993).
Sel neutrofil merupakan sel pertahanan pertama terhadap kontaminasi
mikroba pada peradangan. Neutrofil bertugas membunuh dan memfagosit
partikel-partikel asing yang terdapat pada luka dengan cara fagositosis (Vegad
1995). Setelah menfagosit partikel asing (termasuk sisa nekrosa sel inang),
kedua. Menurut Guyton (1997) sebuah sel neutrofil dapat memfagositosis 5
sampai 20 bakteri sebelum sel netrofil itu sendiri menjadi inaktif dan mati.
Lekositosis ialah keadaan bila jumlah leukosit meningkat, yaitu melebihi 10.000/µl. Dalam prakteknya lekositosis berarti meningkatnya jumlah leukosit
neutrofil, sehingga melebihi 60% jumlah seluruh leukosit. Lekositosis merupakan
suatu reaksi terhadap adanya cidera. Lekositosis ini disebabkan produksi sumsum
tulang meningkat, sehingga jumlahnya dalam darah cukup untuk
menyelenggarakan emigrasi pada waktu ada jaringan cidera atau radang
(Rukmono 1979).
Eosinofil
Eosinofil memiliki nukleus bergelambir dua, dikelilingi butir-butir asidofil
yang cukup besar berukuran 0.5-1.0 μm. Diameter eosinofil 10-15 μm dan jangka
waktu hidup dalam sirkulasi darah selama 3-5 hari (Dellmann dan Brown 1989).
Eosinofil memiliki waktu paruh yang singkat di dalam sirkulasi. Eosinofil
melepaskan protein, sitokin dan kemokin yang mengakibatkan reaksi peradangan
tetapi mampu membunuh organisme yang menyusup ke dalam tubuh. Jumlah
eosinofil yang beredar dalam sirkulasi akan meningkat pada penyakit alergi,
seperti asma serta berbagai penyakit saluran pernapasan dan saluran
gastrointestinal lainnya (Ganong 1995).
Eosinofil berperan sebagai sel fagosit tapi bukan terhadap bakteri atau
runtuhan-runtuhan sel, melainkan terhadap komponen asing yang telah bereaksi
dengan antibodi (Martini et al., 1992). Eosinofil ditarik ke lokasi terjadinya reaksi antigen-antibodi kemudian memakan kompleks antigen-antibodi tersebut
(Swenson 1984). Eosinofil mampu membunuh bakteri tapi kurang efisien
dibandingkan dengan neutrofil (Jubb et al., 1993). Mobilisasi eosinofil ke dalam jaringan terjadi karena adanya substansi yang bersifat kemotaktik terhadap
eosinofil seperti kompleks antigen-antibodi, histamin, interleukin, fibrinogen dan
fibrin. Sel eosinofil yang sudah bermigrasi ke jaringan tidak dapat masuk kembali
Basofil
Basofil berdiameter 10-12 μm dengan inti bergelambir dua atau tidak
teratur. Butirnya 0.5-1.5 μm berwarna biru tua sampai ungu sering menutupi inti
yang berwarna agak cerah. Butir-butir tersebut mengandung heparin, histamin,
asam hialuron, kondroitin sulfat, serotonin dan beberapa faktor kemotaktik
(Delmann dan Brown 1989).
Basofil di dalam sirkulasi darah mirip dengan sel mast besar yang terletak tepat di sisi luar kebanyakan kapiler dalam tubuh (Ganong 1995). Basofil juga
akan masuk ke jaringan dan melepaskan berbagai protein serta sitokin. Basofil
mengandung histamin dan heparin. Sel-sel ini melepaskan histamin dan mediator
radang lain apabila diaktifkan oleh faktor penglepas-histamin yang disekresi oleh
limfosit T, dan penting pada reaksi hipersensitifitas yang berkisar dari urtikaria
ringan dan rinitis, sampai syok anafilaktik berat (Ganong 1995). Basofil memiliki
fungsi utama dalam membangun reaksi hipersensitif dan sekresi mediator yang
bersifat vasoaktif (Delmann dan Brown 1989).
Agranulosit Limfosit
Sel limfosit memiliki dua bentuk, yaitu limfosit besar yang merupakan
bentuk belum dewasa, berdiameter 12-15 μm, memiliki lebih banyak sitoplasma,
nukleus lebih besar dan sedikit pucat dibandingkan limfosit kecil. Sementara
limfosit kecil merupakan bentuk dewasa berdiameter 6-9 μm, nukleus besar dan
kuat mengambil zat warna, dikitari sedikit sitoplasma berwarna biru pucat.
Lazimnya inti memiliki sedikit lekuk pada satu sisi (Dellmann dan Brown 1989).
Limfosit merupakan unsur kunci pada proses kekebalan tubuh (sistem
imun). Limfosit merupakan sel yang memiliki inti bulat besar dan sitoplasma
sedikit Limfosit dibentuk di sumsum tulang pasca kelahiran, tetapi sebagian besar
dibentuk dalam kelenjar limfe, timus dan limpa dari sel prekursor yang berasal
dari sumsum tulang, setelah mengalami pemrosesan di dalam timus atau bursa
ekivalen menjadi prekursor sel T atau sel B. Pada umumnya limfosit memasuki
sistem peredaran darah melalui pembuluh limfe lebih dari satu kali (resirkulasi)
Limfosit memiliki masa hidup berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau
bahkan bertahun-tahun, tetapi hal ini bergantung pada kebutuhan tubuh akan
sel-sel tersebut (Guyton 1997).
Monosit
Monosit adalah leukosit terbesar berdiameter 15-20 μm. Sitoplasma lebih
banyak daripada sitoplasma sel limfosit. Nukleus seperti ginjal atau mirip tapal
kuda. Monosit darah tidak pernah mencapai dewasa penuh sampai bermigrasi ke
dalam jaringan menjadi makrofag tetap pada sinusoid hati, sumsum tulang, alveoli
paru-paru dan jaringan limfoid (Dellmann dan Brown 1989). Monosit
mengandung banyak sitoplasma tidak bergranula dan mempunyai inti berbentuk
menyerupai ginjal (Ganong 1995).
Monosit berfungsi mengawasi daerah infeksi dan memfagositosis bakteri,
benda asing dan sel-sel mati (Ganong 1995). Menurut Guyton (1997), monosit
juga berfungsi melindungi tubuh terhadap organisme penyerang terutama dengan
cara fagositosis. Monosit memiliki masa edar yang singkat, yaitu 10 sampai 20
jam, berada dalam darah sebelum mengembara melalui membran kapiler ke dalam
jaringan. Begitu masuk ke dalam jaringan, sel-sel ini membengkak dengan ukuran
yang sangat besar untuk membentuk makrofag jaringan, dan dalam bentuk ini,
sel-sel tersebut dapat hidup berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun kecuali bila
mereka dimusnahkan karena melakukan fungsi fagositik. Makrofag/monosit
sering memakan partikel yang sama atau lebih besar darinya. Saat benda asing
terlalu besar untuk dicerna, beberapa makrofag bergabung menjadi satu yang
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dimulai dari bulan Juli hingga Desember 2007. Penelitian
dilaksanakan di Laboratorium Farmasi dan Laboratorium Patologi Klinik dan
Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Bahandan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain simplisia rimpang
kunyit (Curcuma longa Linn.), etanol 96%, hexan, amonia, kloroform, Meyer, pelarut Rx Wagner, metanol, logam Magnesium, NaOH 10%, FeCL3 1%, NaOH
15%, pakan (pelet apung), eter, cairan pengencer (Hayem), cairan pengencer
(Turk), larutan HCl 0.01 N dan aquadest steril.
Peralatan yang digunakan antara lain timbangan, sendok tanduk,
erlenmeyer, plastik penutup cawan, maserator, batang pengaduk, kertas saring,
cawan penguap, oven, evaporator, vacum, corong pisah, mortar, tube tidak
berwarna, spatula, tabung reaksi, penangas air, spoit, kandang tikus, skalpel,
gunting, pinset, venul jek, tabung kapiler, sentrifuse, mikrohematokrit reader, alat penyumbat tabung kapiler (crestoseal), hemoglobinometer Sahli (hemeometer), pipet tetes (Mohr), gelas objek, cover glass, mikroskop, dan hand counter.
Hewan percobaan
Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah 46 ekor
Mencit putih (Mus musculus albinus) jantan dengan berat 20-40 gram, berumur 2 bulan.
Metode Penelitian Ekstraksi
Ekstrak diperoleh dengan cara maserasi sesuai dengan farkmakope
Indonesia (1995) dengan menggunakan etanol 96% dan hexan. Satu bagian
simplisia rimpang kunyit dimasukkan ke dalam maserator, ditambah 10 bagian
kemudian ditutup rapat agar tidak terjadi penguapan dan kontaminasi dari luar,
kemudian didiamkan sampai 24 jam. Maserat dipisahkan dan diproses ulang 3 kali
(triplo) dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua filtrat dikumpulkan
dan diuapkan (evaporasi) dengan evaporator hingga diperoleh ekstrak semi padat.
Hasilnya kemudian dioven dengan temperatur 40oC hingga diperoleh ekstrak kental. Rendemen yang diperoleh ditimbang dan dicatat.
Rendemen = Berat ekstrak kental x 100% Berat simplisia
Ekstrak kental dilarutkan dengan etanol 96% hingga terbentuk larutan
ekstrak. Kemudian ditambahkan larutan hexan (non polar) dengan perbandingan
1:1 dan dimasukkan ke dalam corong pisah. Dikocok dengan kecepatan sedang
dan berhati-hati agar tidak terjadi emulsi (busa), sehingga terbentuk dua lapis
pelarut. Lapisan di bawah adalah hexan, sedangkan etanol di lapisan atas.
Kemudian ditampung secara terpisah. Fraksinasi ini diulangi hingga 3 kali (triplo)
agar optimal. Fraksi hexan yang diperoleh dikumpulkan dan diuapkan (evaporasi)
dengan avaporator hingga diperoleh ekstrak semi padat. Hasilnya kemudian di
oven dengan temperatur 40oC. Rendemen yang diperoleh ditimbang dan dicatat. Setelah diperoleh ekstrak etanol dan fraksi hexan selanjutnya dilakukan
penapisan fitokimia terhadap alkaloid, flavonoid, polifenol, tannin, saponin, dan
kuinon. Secara garis besar skema/bagan alur cara ekstraksi rimpang kunyit terlihat
pada Gambar 4.
Bahan bioaktif terpilih Bahan bioaktif terpilih
Uji in vitro pada mencit
Penapisan Fitokimia
Dilakukan penapisan fitokimia dari hasil ekstraksi untuk mengetahui
kandungan bahan aktif dengan manggunakan metode Harbone (1987) sebagai
berikut :
Uji Alkaloid
Serbuk simplisia dibasakan dengan 3 tetes amonia, kemudian ditambahkan
kloroform. Filtrat ditambahkan 10 tetes H2SO4 2M. Hasil positif apabila
ditambahkan Meyer menjadi endapan putih dan coklat dengan penambahan
pelarut Rx Wagner.
Uji Flavonoid
Serbuk simplisia dipanaskan dengan campuran metanol dan logam
Magnesium. Adanya flavonoid akan menyebabkan filtrat berwarna merah setelah
penambahan 5 tetes NaOH 10%.
Uji Saponin
Serbuk simplisia dipanaskan dengan air dalam tabung reaksi. Kemudian
dikocok kuat-kuat selama lebih kurang 30 detik. Pembentukan busa 10 menit
kemudian menunjukkan bahwa dalam sampel terdapat saponin.
Uji Tanin
Serbuk simplisia ditambahkan dengan air, kemudian dididihkan. Kepada
filtrat ditambahkan larutan 5 tetes FeCL3 1%. Sehingga terbentuk warna biru tua
atau hitam kehijauan. Hal ini menunjukkan bahwa sampel tersebut positif
mengandung tanin.
Uji Kuinon
Serbuk simplisia ditambahkan air kemudian dididihkan. Kepada filtrat
diberi NaOH 15%. Adanya senyawa kuinon ditandai dengan terjadinya warna
kuning hingga merah.
Uji Fenol
Serbuk simplisia ditambahkan larutan pereaksi FeCl3 1% sebanyak 5 tetes.