PEMANFAATAN LIMBAH ABU BATUBARA, KULIT KERANG
DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI
SEMEN DAN PASIR DALAM PEMBUATAN BATAKO
TESIS
Oleh
MISLAN
087026017/FIS
PROGRAM STUDI MAGISTER FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMANFAATAN LIMBAH ABU BATUBARA, KULIT
KERANG DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN
SUBSTITUSI SEMEN DAN PASIR DALAM
PEMBUATAN BATAKO
TESIS
Oleh
MISLAN
087026017/FIS
PROGRAM STUDI MAGISTER FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PEMANFAATAN LIMBAH ABU BATUBARA, KULIT
KERANG DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI
BAHAN SUBSTITUSISEMEN DAN PASIR
DALAM PEMBUATAN BATAKO
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Magíster Sains dalam Program Studi
Magíster Ilmu Físika pada Program Pascasarjana
Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara
Oleh
MISLAN
087026017/FIS
PROGRAM STUDI MAGISTER FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN TESIS
Judul Tesis : PEMANFAATAN LIMBAH ABU
BATUBARA, KULIT KERANG DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI SEMEN DAN PASIR DALAM PEMBUATAN BATAKO
Nama Mahasiswa : MISLAN
Nomor Induk Mahasiswa : 087026017
Program Studi : Magister Fisika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Menyetujui Komisi Pembimbing
Prof. Drs. Muhammad Syukur, M.S Dr. Anwar Dharma S, M.S Ketua Anggota
Ketua Program Studi, D e k a n,
PERNYATAAN ORISINALITAS
PEMANFAATAN LIMBAH ABU BATUBARA, KULIT KERANG
DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI
SEMEN DAN PASIR DALAM PEMBUATAN BATAKO
T E S I S
Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.
Medan, 7 Juni 2010
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini:
N a m a : MISLAN N I M : 087026017 Program Studi : Magister Fisika Jenis Karya Ilmiah : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul:
PEMANFAATAN LIMBAH ABU BATUBARA, KULIT KERANG DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI
SEMEN DAN PASIR DALAM PEMBUATAN BATAKO
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelolah dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izizn dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.
Medan, 7 Juni 2010
Telah diuji pada
Tanggal : 7 Juni 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Drs. Muhammad Syukur, M.S
Anggota : 1. Dr. Anwar Dharma S, M.S
2. Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc
3. Dr. Marhaposan Situmorang
RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama lengkap berikut gelar : Mislan, S.Pd
Tempat dan Tanggal Lahir : Tanjung Selamat, 29 Juni 1978
Orang Tua :
Ayah : Bibit
Ibu : Satya
Alamat Rumah : Jl. Al Pokat Gg.Pisang Kelurahan Pantai Johor,
Kecamatan Datuk Bandar, Kota Tanjungbalai
Sumatera Utara
Telepon/Faks/HP : +6281361623756
e-mail : mislan78@yahoo.co.id
Instansi Tempat Bekerja : SMA Negeri 3 Tanjungbalai Sumatera Utara.
Alamat Kantor : Jl. SMA Negeri 3 Kota Tanjungbalai, Kelurahan
Gading, Kecamatan Datuk Bandar, Kota
Tanjungbalai Sumatera Utara
Telepon : (0623) 595464
DATA PENDIDIKAN
SD : SD Negeri 112240 Tanjung Selamat Tamat : 1990
SMP : SMP Negeri Kampung Rakyat Tamat : 1993
SLTA : MAN Rantau Perapat Labuhan Batu Tamat : 1996
Strata – 1 : Pend. Fisika FMIPA UNIMED Tamat : 2001
Strata – 2 : PSMF PPs FMIPA USU Tamat : 2010
KATA PENGANTAR
Dengan kerendahan hati penulis haturkan Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pemanfaatan Limbah Abu Batubara, Kulit Kerang Dan Abu Sekam Padi Sebagai Bahan Substitusi Semen Dan Pasir Dalam Pembuatan Batako” ini yang merupakan tugas akhir pada Program Magister Sains Pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Progam Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.
Kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik Indonesia c.q. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dana sehingga kami dapat menyelesaikan pendidikan di Program Magister Sains.
Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTMH, (CTM), Sp.Ak atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Magister Sains.
Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. T. Chairu Nisa B, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa pada Program Studi Magister Sains.
Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc dan juga selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika dan Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Fisika Prof. Drs. Muhammad Syukur, M.S selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Anwar Dharma S, M.S selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak mencurahkan ilmu dan buah pikirannya dengan penuh kesabaran selama membimbing penulis dalam melaksanakan tugas akhir, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Kepada seluruh Staf Pengajar pada Program Magister Sains Universitas Sumatera Utara.
Kepada Ayahanda Bibit dan Ibunda Satya serta istri tersayang Irawati Parinduri, S.Pd dan anak-anakku terkasih Muhammad Rifa’i dan Muhammad Raihan, terima kasih atas segalah pengorbanan kalian baik berupa moril maupun materil, budi baik ini tidak dapat dibalas hanya diserahkan kepada Allah SWT.
Medan, 7 Juni 2010
PEMANFAATAN LIMBAH ABU BATUBARA, KULI KERANG
DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI
SEMEN DAN PASIR DALAM PEMBUATAN BATAKO
ABSTRAK
Batako dalam penelitian ini dibuat dari campuran semen, abu batubara, kulit kerang, pasir dan abu sekam padi dengan air 0,6 FAS. Komposisi sampel semen yang disubstitusi dengan abu batubara dan kulit kerang mulai dari 0 – 25 % sedangkan pasir disubstitusi dengan abu sekam padi mulai dari 0 – 50 %. Sampel uji berbentuk balok 12 cm x 3 cm x 3 cm dan berbentuk silinder dengan diameter 5 cm dan tinggi ± 4 cm. Limbah batubara berupa abu batubara (fly ash) dan kulit kerang dapat mensubstitusi semen mulai dari 0 – 20 % dengan perbandingan antara abu batubara dan kulit kerang 1 : 1 perbandingan volume. Abu sekam padi dapat mensubstitusi pasir sebagai agregat untuk menghasilkan batako yang lebih ringan. Dari sampel yang dibuat ternyata nilai densitas berada pada kisaran 1729,760 – 2042,649 kg/m3. Sedangkan untuk serapan air ternyata nilai berada pada kisaran 13,79 – 23,45 % dan keseluruhannya berada di bawah nilai maksimum standart SNI 03-0349-1989 yang diperbolehkan untuk batako pasangan dinding dan dapat digolongkan ke dalam tipe I. Sedangkan untuk kuat tekan berada pada kisaran 3,99 – 8,53 Mpa dan dapat digolongkan ke dalam tipe II berdasarkan SNI 03-0349-1989. Sedangkan untuk kuat patah berada pada kisaran 1,416 – 2,613 Mpa. Dan untuk kuat impak berada pada kisaran 6888,9 – 14666,7 J/m2.
THE UTILIZATION OF THE WASTE OF FLY ASH, CLAMSHEL, AND RICE HUSK ASH AS SUBSTITUTION OF CEMENT
AND SAND IN PRODUCING CONCRETE BRICKS
ABSTRACT
The concrete briks in this research are produced from mixture of cement, fly ash, shells, sand and rice husk ash with water 0.6 FAS. The composition of the cement samples substituted with fly ash and shells ranging from 0 – 25 %, while sand substituted with rice husk ash ranging from 0 – 50 %. Beam-shaped test sample 12 cm x 3 cm x 3 cm and a cylinder with diameter of 5 cm and height of ± 4 cm. Coal waste in the form of fly ash and shells may substitute cement ranging from 0 – 20 % with the ratio of fly ash and shell 1: 1 volume ratio. Rice husk ash may substitute sand as an aggregate to produce a lighter brick. From the samples made we can see that the density values is the range of 1729.760 to 2042.649 kg/m3. Whereas for the uptake of water was in the range of values from 13.79 to 23.45 % and the total was well below the maximum SNI 03-0349-1989 standard which allowed couples to brick wall and can be classified into type I. Whereas for compressive strength in the range of 3.99 to 8.53 MPa and can be classified into type II based on SNI 03-0349-1989. While for the strong break in the range of 1.416 to 2.613 MPa. And for a stronger impact is the range of 6888.9 to 14666.7 J/m2.
Keywords: Concrete bricks, cement, fly ash, shells, sand, rice husk ash.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT... iii
DAFTAR ISI... iv
DAFTAR TABEL... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.4. Manfaat Penelitian ... 4
1.5. Ruang Lingkup... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1. Limbah ... 5
2.1.1. Pengertian Limbah ... 5
2.1.2. Debu Batubara (Fly Ash)... 5
2.1.3. Abu Sekam Padi (Rice Husk Ash)... 8
2.1.4. Kuli Kerang... 11
2.2. Batako ... 13
2.2.1. Syarat Fisis ... 14
2.2.2. Syarat Ukuran Standard dan Toleransi ... 16
2.2.3. Semen... 17
2.2.4. Agregat... 18
2.2.5. Air ... 19
2.3. Karakteristik Beton ... 19
2.3.1. Sifat Fisis... 20
2.3.11. Densitas (Density) ... 20
2.3.1.2. Daya Serap Air (Water Absorption)... 20
2.3.2. Sifat Mekanik ... 21
2.3.2.1 Kuat Tekan (Compressive Strength) .... 21
2.3.2.2. Kekuatan Patah (Bending Strength) ... 21
2.3.2.3. Kuat Impak (Impact Strength) ... 22
BAB III METODE PENELITIAN... 23
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 23
3.2. Alat dan Bahan... 23
3.3. Variabel dan Parameter ... 24
3.4. Preparasi Sampel Batako... 24
3.5. Pengujian Karakteristik Batako... 29
3.6. Bagan Penelitian... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 33
4.1. Densitas (Density) ... 33
4.3. Kuat Tekan (Compressive Strength) ... 38
4.4. Kuat Patah (Bending Strength) ... 40
4.5.. Kuat Impak (Impact Strength) ... 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 45
5.1. Kesimpulan ... 45
5.2. Saran... 45
DAFTAR TABEL
Nomor
Tabel J u d u l Halaman
2.1. Sifat-sifat fisis fly ash... 6
2.2. Sifat-sifat Kimia fly ash... 7
2.3. Komposisi Kimia Sekam Padi (% berat) ... 9
2.4. Komposisi Kimiawi Abu Sekam Padi ... 10
2.5. Komposisi Kimia Serbuk Kulit Kerang ... 12
2.6. Persyaratan Fisis Batako ... 14
2.7. Persyaratan Fisis Batako ... 15
2.8. Ukuran Standard dan Toleransi... 16
3.1. Komposisi Sampel A ... 25
3.2. Komposisi Sampel B... 25
3.3. Komposisi Sampel C... 26
3.4. Komposisi Sampel D ... 27
3.5. Komposisi Sampel E ... 27
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Gambar J u d u l Halaman
2.1. Limbah Debu Batubara ... 8
2.2. Abu Sekam Padi... 10
2.3. Kulit Kerang Buluh di Pekarangan Rumah... 12
2.4. (a) Batako Berlubang (Hallow) dan (b) Batako Padat (Solid) ... 13
2.5. Contoh Benda Uji Bending Strength ... 21
2.6. Contoh Benda Uji Impak ... 22
3.1. Diagram Alir Pembuatan Sampel Uji ... 32
4.1 Grafik hubungan antara densitas dengan penambahan persentase abu sekam padi pada pasir dengan substitusi semen 0 – 25 %. ... 34
4.2 Grafik hubungan antara densitas dengan penambahan persentase abu batubara (fly ash) ditambah dengan kulit kerang dengan substitusi pasir dari 0 – 50 %. ... 35
4.3 Grafik hubungan antara serapan air dengan penambahan persentase abu sekam padi pada pasir dengan substitusi semen 0 – 25 % ... 36
4.4 Grafik hubungan antara serapan air dengan penambahan persentase abu batubara (fly ash) ditambah dengan kulit kerang dengan substitusi pasir dari 0 – 50 %.. ... 37
4.5 Grafik hubungan antara kuat tekan dengan penambahan persentase abu sekam padi pada pasir dengan substitusi semen 0 – 25 %. ... 39
4.6 Grafik hubungan antara kuat tekan dengan penambahan persentase abu batubara (fly ash) ditambah dengan kulit kerang dengan substitusi pasir dari 0 – 50 % ... 40
4.7 Grafik hubungan antara kuat patah dengan penambahan persentase abu sekam padi pada pasir dengan substitusi semen 0 – 25 %. ... 41
4.8 Grafik hubungan antara kuat patah dengan penambahan persentase abu batubara (fly ash) ditambah dengan kulit kerang dengan substitusi pasir dari 0 – 50 % ... 42
4.9 Grafik hubungan antara kuat impak dengan penambahan persentase abu sekam padi pada pasir dengan substitusi semen 0 – 25 % ... 43
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Lampiran J u d u l Halaman
A Data Pengukuran Densitas ... L-1 B Data Pengukuran Serapan Air... L-3 C Data Pengujian Kuat Tekan ... L-5 D Data Pengujian Kuat Patah ... L-7 E Data Pengukujian Kuat Impak ... L-9 F Gambar-gambar Proses Pembuatan Sampel ... L-11 G Alat-alat yang digunakan pada Penelitian... L-16
PEMANFAATAN LIMBAH ABU BATUBARA, KULI KERANG
DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI
SEMEN DAN PASIR DALAM PEMBUATAN BATAKO
ABSTRAK
Batako dalam penelitian ini dibuat dari campuran semen, abu batubara, kulit kerang, pasir dan abu sekam padi dengan air 0,6 FAS. Komposisi sampel semen yang disubstitusi dengan abu batubara dan kulit kerang mulai dari 0 – 25 % sedangkan pasir disubstitusi dengan abu sekam padi mulai dari 0 – 50 %. Sampel uji berbentuk balok 12 cm x 3 cm x 3 cm dan berbentuk silinder dengan diameter 5 cm dan tinggi ± 4 cm. Limbah batubara berupa abu batubara (fly ash) dan kulit kerang dapat mensubstitusi semen mulai dari 0 – 20 % dengan perbandingan antara abu batubara dan kulit kerang 1 : 1 perbandingan volume. Abu sekam padi dapat mensubstitusi pasir sebagai agregat untuk menghasilkan batako yang lebih ringan. Dari sampel yang dibuat ternyata nilai densitas berada pada kisaran 1729,760 – 2042,649 kg/m3. Sedangkan untuk serapan air ternyata nilai berada pada kisaran 13,79 – 23,45 % dan keseluruhannya berada di bawah nilai maksimum standart SNI 03-0349-1989 yang diperbolehkan untuk batako pasangan dinding dan dapat digolongkan ke dalam tipe I. Sedangkan untuk kuat tekan berada pada kisaran 3,99 – 8,53 Mpa dan dapat digolongkan ke dalam tipe II berdasarkan SNI 03-0349-1989. Sedangkan untuk kuat patah berada pada kisaran 1,416 – 2,613 Mpa. Dan untuk kuat impak berada pada kisaran 6888,9 – 14666,7 J/m2.
THE UTILIZATION OF THE WASTE OF FLY ASH, CLAMSHEL, AND RICE HUSK ASH AS SUBSTITUTION OF CEMENT
AND SAND IN PRODUCING CONCRETE BRICKS
ABSTRACT
The concrete briks in this research are produced from mixture of cement, fly ash, shells, sand and rice husk ash with water 0.6 FAS. The composition of the cement samples substituted with fly ash and shells ranging from 0 – 25 %, while sand substituted with rice husk ash ranging from 0 – 50 %. Beam-shaped test sample 12 cm x 3 cm x 3 cm and a cylinder with diameter of 5 cm and height of ± 4 cm. Coal waste in the form of fly ash and shells may substitute cement ranging from 0 – 20 % with the ratio of fly ash and shell 1: 1 volume ratio. Rice husk ash may substitute sand as an aggregate to produce a lighter brick. From the samples made we can see that the density values is the range of 1729.760 to 2042.649 kg/m3. Whereas for the uptake of water was in the range of values from 13.79 to 23.45 % and the total was well below the maximum SNI 03-0349-1989 standard which allowed couples to brick wall and can be classified into type I. Whereas for compressive strength in the range of 3.99 to 8.53 MPa and can be classified into type II based on SNI 03-0349-1989. While for the strong break in the range of 1.416 to 2.613 MPa. And for a stronger impact is the range of 6888.9 to 14666.7 J/m2.
Keywords: Concrete bricks, cement, fly ash, shells, sand, rice husk ash.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Akhir-akhir ini beton sangat umum dan telah dibuktikan oleh waktu
sebagai bahan dinding yang tahan gempa. Salah satu jenis beton adalah batako.
Batako mempunyai sifat-sifat panas dan ketebalan total yang lebih baik dari pada
beton padat. Batako dapat disusun 5 kali lebih cepat dan cukup kuat untuk semua
penggunaan yang biasanya menggunakan batu bata (Eliatun, 2008). Dinding yang
dibuat dari batako mempunyai keunggulan dalam hal meredam panas dan suara.
Semakin banyak produksi beton semakin ramah lingkungan dari pada produksi
bata tanah liat karena tidak harus dibakar.(Claudia Müller dkk., 2006).
Penggunaan bata dan batako sebagai bahan bangunan pembuat dinding sudah
populer dan menjadi pilihan utama masyarakat di Indonesia sampai dengan saat
ini, namun dari bahan-bahan bangunan ini mempunyai kelemahan tersendiri yaitu
berat permeter kubiknya yang cukup besar sehingga berpengaruh terhadap
besarnya beban mati yang bekerja pada struktur bangunan. Beban mati pada
struktur bangunan dapat diminimalkan dengan pengurangan berat sendiri yaitu
dengan menggunakan bahan-bahan yang ringan. Berbagai macam cara ditempuh
untuk mengantisipasi, yaitu penggunaan bahan-bahan alternatif berupa
penggunaan bahan limbah dari jenis bahan organik dan anorganik. Salah satu jenis
bahan limbah yang bersifat anorganik tersebut adalah abu sekam padi yang
merupakan limbah yang terdapat pada lingkungan penggilingan padi yang saat ini
belum optimal dalam pemanfaatannya.
Berbagai bahan bangunan alternatif dibuat dengan tujuan untuk memberikan
soal dinding lagi misalnya. Membuat dinding dari bata merah mulai dirasa lama.
Ini antara lain karena ukuran bata kecil-kecil (6cm x 10cm x 20cm), sehingga
ketika harus merangkainya menjadi sebuah dinding (katakanlah 3m x 3m)
dibutuhkan waktu lebih satu hari. Untuk satu meter persegi dinding, paling tidak
seorang tukang harus menyusun 40 – 50 bata dan merangkainya satu per satu
dengan adonan semen. Waktu pembuatan bisa dipercepat bila menggunakan
bahan alternatif seperti batako atau beton ringan aerasi. Jika menggunakan batako
atau beton ringan aerasi berukuran 10 cm x 20 cm x 40 cm, membangun dinding
bisa lebih cepat. Untuk membuat satu meter persegi dinding, paling tidak si
tukang cukup merangkai 10 – 15 batako atau beton aerasi ringan. (Rasantika M.
Seta: 2010)
Limbah pabrik sering menjadi sumber pencemaran yang dapat mengganggu
aktivitas dan kesehatan masyarakat di lingkungan sekitar pabrik. Pada Pembangkit
Listrik Tenaga Uap (PLTU) Labuhan Angin yang menggunakan bahan bakar
batubra sebagai sumber energi ketel uapnya dimana pembakaran batubara akan
menghasilkan limbah berupa abu. Dari sejumlah abu yang dihasilkan dalam
proses pembakaran batubara, maka sebanyak 55% - 85 % berupa abu terbang (fly
Ash) dan sisanya berupa abu dasar (Bottom Ash). Pada masa yang akan datang,
produksi abu terbang batubara (fly ash) ini tentu akan memberikan masalah bagi
lingkungan sekitar tempat pembuangan dan juga akan menimbulkan persoalan
baru yaitu berupa kesulitan mencari tempat lahan penampungan pembuangan
limbahnya. Produksi debu terbang batubara (fly ash) di dunia pada tahun 2000
diperkirakan berjumlah 349 milyar ton (S. Wang dkk,2006). Oleh karena itu
penelitian ini berupaya memanfaatkan limbah tersebut agar tidak menimbulkan
masalah lingkungan di kemudian hari dan memberikan tambahan nilai ekonomis
bagi limbah tersebut.
Abu batubara diperoleh dari sisa pembakaran batubara pada Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (PLTU) Labuhan Angin di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera
belum ada upaya untuk memanfaatkan limbah tersebut ke dalam bentuk lain.
Sedangkan abu sekam padi sangat mudah diperoleh dari sisa pembakaran di
tempat-tempat penggilingan padi yang selama ini hanya dibakar di alam lepas dan
hanya diambil sebagian kecil untuk dijadikan alat pembersih bagi ibu-ibu rumah
tangga. Kulit kerang sendiri diperoleh dari limbah rumah tangga, dimana
penduduk setempat yang memiliki mata pencaharian sebagai nelayan dan penjual
isi kerang sedangkan kulit kerangnya hanya dibuang disekitar pekarangan rumah
tangga yang lebih rendah di jalan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai.
Dalam penelitian ini debu sisa pembakaran batubara, kulit kerang dan abu sekam
padi, sebagai bahan baku utama untuk menambah kekuatan dan memperingan
batako, sehingga diharapkan dapat tercipta batako yang kualitasnya tidak terlalu
jauh dari kualitas standart dan lebih ringan dengan biaya operasional yang murah.
1.2. Rumusan Masalah
Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah limbah PLTU berupa abu batubara dan limbah industri rumah
tangga berupa kulit kerang dapat digunakan sebagai bahan substitusi semen
dalam campuran pembuatan batako?
2. Apakah abu sekam padi dapat digunakan sebagai bahan substitusi pasir
untuk memperingan batako?
3. Apakah abu batubara dan kulit kerang yang disubstitusikan kedalam semen
dan abu sekam padi yang disubstitusikan kedalam pasir dapat merubah
karakteristik batako?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Membuat batako dari limbah abu batubara dan kulit kerang sebagai
2. Melakukan Uji Karakteristik batako setelah semen disubstitusi dengan abu
batubara ditambah kulit kerang dan juga pasir yang disubstitusi dengan abu
sekam padi.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat:
1. Memberi informasi tentang abu batubara, kulit kerang dan abu sekam padi
sebagai alternetif bahan substitusi/pengganti semen dan pasir dalam
pembuatan batako.
2. Menghasilkan batako ringan yang kualitasnya tidak dibawah kualitas batako
yang sudah beredar di pasaran.
1.5. Ruang Lingkup
Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Produk bahan bangunan yang dibuat dalam penelitian ini dibatasi hanya
pada pembuatan batako.
2. Abu batubara yang dipakai diambil dari PLTU Labuhan Angin di Kabupaten
Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
3. Kulit kerang yang dipakai diambil dari limbah industri rumah tangga di
Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai Sumatera Utara.
4. Abu sekam padi yang dipakai diambil dari kilang padi daerah Lubuk Pakam
Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara.
5. Pasir yang dipakai adalah pasir sungai Tanjungbalai.
6. Semen yang dipakai adalah semen portland type I.
7. Air yang dipakai adalah air PDAM.
8. Maksimum abu batubara ditambah kulit kerang 25 % dengan perbandingan
antara keduanya 1 : 1 sebagai subtitusi semen, sedangkan abu sekam padi
hanya 50 % sebagai subtitusi pasir pada komposisi campuran bahan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah
2.1.1. Pengertian Limbah
Limbah industri adalah semua jenis bahan sisa atau bahan buangan yang
berasal dari hasil suatu proses industri. Limbah padat dari suatu industri adalah
merupakan semua bahan sisa atau bahan buangan yang tak berguna dan
berbentuk padat. Limbah padat dapat berupa kaleng bekas, daun bekas
pembungkus, kertas dan sebagainya. Limbah cair adalah semua jenis bahan sisa
yang dibuang dalam bentuk larutan atau berupa zat cair. Limbah cair dapat berupa
air bekas pencucian pemurnian emas yang mengandung unsur-unsur merkuri busa
deterjen dan lain-lain. Limbah organic adalah semua jenis bahan sisa atau bahan
buangan yang merupakan bentuk-bentuk organik, dalam arti bahan buangan
tersebut akan dapat terurai habis dalam lingkungan dengan adanya
organisme-organisme pengurai atau (decomposer) sebagai contoh bekas daun pembungkus,
kertas dan lain-lain. Limbah an organik semua jenis bahan sisa atau buangan yang
tidak dapat terurai dan habis dalam lingkungan contoh sampah plastik limbah
industri dapat menjadi limbah yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidup
(Heryando Polar, 1995).
2.1.2. Debu Batubara (Fly Ash)
Debu batubara adalah bahan yang berbutir halus yang bersifat pozzolanic
yang merupakan bahan alami yang diperoleh dari sisa pembakaran batubara dan
pabrik pembangkit panas. Abu terbang mempunyai sifat-sifat yaitu :
a. Sifat fisis
Abu terbang merupakan material yang di hasilkan dari proses pembakaran
ditentukan oleh komposisi dan sifat-sifat mineral-mineral pengotor dalam
batubara serta proses pembakarannya. Dalamproses pembakaran batubara ini titik
leleh abu batu bara lebih tinggi dari temperatur pembakarannya. Dan kondisi ini
menghasilkan abu yang memiliki tekstur butiran yang sangat halus. Abu terbang
batubara terdiri dari butiran halus yang umumnya berbentuk bola padat atau
berongga. Ukuran partikel abu terbang hasil pembakaran batubara bituminous
lebih kecil dari 0,075mm. Kerapatan abu terbang berkisar antara 2100 sampai
3000 kg/m3 dan luas area spesifiknya (diukur berdasarkan metode permeabilitas
udara Blaine) antara 170 sampai 1000 m2/kg.
Fly ash memiliki sifat – sifat fisik antara lain :
Tabel 2.1. Sifat-sifat fisis fly ash
Uraian Kelas C
Kehalusan
Jumlah yang diperoleh dengan ayakan basah 34
45 μm (No.325), % maks.
Indek Kekuatan :
Dengan semen Portland, pada waktu 7 hari, % min 75
Dengan semen Portland, pada waktu 28 hari, % min 75
Kebutuhan Air, % maksimum 105
Soundness:
Pemuaian dalam autoclave, % maks. 0,8
Keseragaman :
Densitas, variasi maks., rata-rata, % 5
Jumlah yang diperoleh 45 μm (No.325), 5
variasi % maks.
Sumber : Fadly Rulistianto, (2007)
b. Sifat kimia
Sifat-sifat kimia fly ash dipengaruhi oleh banyaknya batubara yang
dibakar, teknik pembakaran dan cara penyimpanannya. Komponen utama dari abu
adalah Silika (SiO2), Alumina (Al2O3) dan Besi Oksida (Fe2O3) sisanya adalah
Karbon, Kalsium Magnesium dan Belerang. Rumus empiris Debu Terbang
Batubara menurt Marinda Puri (2008) adalah:
Si 1.0 Al 0.45 Na 0.047 Fe 0.039 Mg 0.020 K 0.013 Ti 0.011
Adapun sifat – sifat kimia dari fly ash antara lain :
Tabel. 2.2. Sifat-sifat kimia fly ash
P A R A M E T E R S R E S U L T S M E T H O D S
- Silicon Dioxide (SiO2) % 41,87 Gravimetric
- Aluminium Trioxide (Al2O3) % 7,56 A A S
- Iron Trioxide (Fe2O3) % 10,33 A A S
- Calcium Oxide (CaO) % 6,09 A A S
- Magnesium Oxide (MgO) % 2,08 A A S
- Sulfate (SO4) % 3,02 Gravimetric
Sumber : Sucofindo, Padang (2009)
Sifat-sifat abu terbang batubara yang menguntungkan pada campuran
beton/batako (Cain.J.C.1994) adalah:
1. Memperbaiki sifat pengerjaan (workability).
2. Meningkatkan ketahanan beton (durability)
3. Meningkatkan kerapatan beton.
4. Menurunkan panas hidrasi. Reaksi dari abu batu bara dengan kapur jauh
lebih lambat dari proses hidrasi, sehingga akan menghasilkan perubahan
panas yang lambat sehingga mengurangi derajat panas hidrasi.
5. Menurunkan kerusakan akibat sulfat
6. Mengurangi penyusutan
7. Menurunkan bleeding dan segregasi
Berikut adalah gambar debu batubara yang berlokasi di PLTU (Pembangkit
Listrik Tenaga Uap) Labuhan Angin di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera
Utara.
Gambar 2.1. Limbah Abu Batubara
Dari segi komposisi kimia, abu batubara (fly ash) banyak mengandung silika yang
amorf (> 40 %) dan dapat memberikan sumbangan keaktifan (mempunyai sifat
pozzolan untuk dibuat bata/block dengan campuran kapur padam), sehingga
dengan mudah mengadakan kontak dan bereaksi dengan kapur yang ditambahkan
membentuk senyawa kalsium silikat, yang bertanggung jawab pada proses
pengerasan campuran atau massa (Suhanda dan Hartono, 2009)
2.1.3. Abu Sekam Padi (rice husk ash)
Dari penggilingan padi dapat dihasilkan 65 % beras, 20 % sekam, dan
sisanya hilang (Ismunadji, 1988). Pemanfaatan sekam padi secara komersial
masih relatif kecil. Hal ini karena sifat yang dimilikinya antara lain kasar, nilai
gizi rendah, kepadatan yang juga rendah, serta kandungan abu yang cukup tinggi
(Houston, 1972). Sekam mengandung senyawa organik berupa lignin dan chetin,
sedangkan senyawa anorganik yang terkandung di dalam sekam dapat dilihat pada
Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Komposisi Kimia Sekam Padi (% berat)
No Komponen Persentase Berat
1 H20 2,40-11,35
2 Crude Protein 1,70 - 7,26
3 Crude Fat 0,38 - 2,98
4 Ekstrak Nitrogen Bebas 24,70 - 38,79
5 Crude Fiber 31,37-49,92
6 Abu 13,16 - 29,04
7 Hemiselullosa 16,94-21,95
8 Sellulosa 34,34-43,80
9 Lignin 21,40 - 46,97
Sumber: Ismunadji, 1988
Dalam kajian ini, bahan yang digunakan sebagai pengganti pasir adalah abu
sekam padi. Abu sekam padi adalah sisa pembakan sekam padi yang dapat secara
mudah dan dalam jumlah yang banyak dengan kata lain merupakan limbah dari
tempat penggilingan padi. Setelah mengalami proses pembakaran,
senyawa-senyawa seperti sellulosa, hemisellulosa, dan asam organik akan diubah menjadi
C02 dan H20. Abu halus yang dihasilkan dari proses pembakaran sekam padi
berwarna keputih-putihan sebanyak 13,16% - 29,04%. Hasil pembakaran tersebut
mengandung silika sebagai komponen utamanya, dimana kandungan silika ini
mikroskop abu sekam padi berbentuk struktur sel (Cellular Structure), dengan
banyak pori yang tertutup.
Gambar 2.2. Abu Sekam Padi
Dan berikut adalah komposisi kimiawi abu sekam padi
Tabel: 2.4. Komposisi kimiawi abu sekam padi
Senyawa Kimia Kadar (%)
SiO2 91,16
K2O dan Na2O 4,75
CaO 0,65
MgO 0,99
Fe2O3 0,21
SO3 0,10
Dan sisa pembakaran ini kebanyakannya hanya tertumpuk secara terbuka di luar
kawasan kilang. Keadaan ini akan mengancam alam sekitar dan dapat
menyebabkan pencemaran udara. Padahal abu sekam padi sangat berpotensi
sebagai sumber bahan baku alternatif yang murah bagi masyarakat.
2.1.4. Kulit Kerang
Kerang merupakan nama sekumpulan moluska dwicangkerang daripada
family cardiidae yang merupakan salah satu komoditi perikanan yang telah lama
dibudidayakan sebagai salah satu usaha sampingan masyarakat pesisir. Teknik
budidayanya mudah dikerjakan , tidak memerlukan modal besar dan dapat
dipanen setelah berumur 6 – 7 bulan. Hasil panen kerang per hektar per tahun
dapat mencapai 200 – 300 ton kerang utuh atau sekitar 60 – 100 ton daging kerang
(Porsepwandi, 1998).
Ada dua jenis kerang yang sangat dikenal yaitu kerang dagu dan kerang bulu.
Perbedaan nyata dari kedua jenis ini adalah dari lapisan kulitnya. Pada jenis
kerang bulu lapisan terluar kulitnya masih terdapat rambut, bentuk kulitnya licin.
Sedangkan pada kerang dagu kulitnya berjalur-jalur. Banyaknya jalur ini sesuai
dengan lama kerang tersebut hidup. Kulit kerang berbentuk seperti hati, bersimetri
dan mempunyai tetulang di luar. Kekerasan kulit kerang tidak bergantung dari
usia kerang tersebut, artinya kerang yang masih muda maupun yang sudah tua
mempunyai kekerasan yang sama (Syahrul Humaidi, 1997).
Dari hasil pola difraksi sinar – X diketahui bahwa kulit kerang pada suhu di
bawah 500 0C tersusun atas Kalsium Karbonat (CaCO3) pada phase aragonite
dengan struktur kristal orthorombik. Sedang pada suhu di atas 5000C berubah
menjadi phase calcite dengan struktur Kristal hexagonal (Syahrul Humaidi, 1997).
Berikut adalah gambar kulit kerang buluh yang berasal dari Kota Tanjungbalai
Gambar 2.3. Kulit Kerang Buluh di Pekarangan Rumah
Tabel: 2.5. Komposisi Kimia Serbuk Kulit Kerang
No Komponen Kadar (% berat)
1 CaO 66,70
2 SiO2 7,88
3 Fe2O3 0,03
4 MgO 22,28
5 Al2O3 1,25
Sumber: Siti Maryam, 2006
Serbuk kulit kerang merupakan serbuk yang dihasilkan dari pembakaran kulit
kerang yang dihaluskan, serbuk ini dapat digunakan sebagai bahan campuran atau
tambahan pada pembuatan beton. Penambahan serbuk kulit kerang yang homogen
mengandung senyawa kimia yang bersifat pozzolan, yaitu mengandung zat kapur
(CaO), alumina dan senyawa silika sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai
bahan baku beton alternatif (Shinta Marito Siregar,2009). Serbuk kulit kerang
mempunyai komposisi kimia seperti pada tabel 2.5 di atas (Siti Maryam, 2006).
2.2. Batako
Pengertian batako adalah salah satu bahan bangunan yang berupa
batu-batuan yang pengerasannya tidak dibakar dengan bahan pembentuk yang berupa
campuran pasir, semen, air dan dalam pembuatannya dapat ditambahkan bahan
tambahan lainnya (aditif). Kemudian dicetak melalui proses pemadatan menjadi
bentuk baok-balok dengan ukuran tertentu dan dimana proses pengerasannya
tanpa melalui pembakaran yang digunakan sebagai bahan untuk pasangan
dinding. Batako merupakan komponen non struktural yang disusun dari semen,
pasir dan air. Menurut persyaratan umum bahan bangunan di Indonesia (1982)
Pasal 6, ”Batako adalah bata yang dibuat dengan mencetak dan memelihara dalam
kondisi lembab”.
Batako terdiri dari dua jenis, yaitu batako jenis berlubang (hallow) dan batako
yang padat (solid). Dari hasil pengetasan terlihat bahwa batako yang jenis solid
lebih padat dan mempunyai kekuatan yang lebih baik. Batako berlubang
mempunyai luas penampang lubang dan isi lubang masing-masing tidak melebihi
5 % dari seluruh luas permukaannya.
(a) (b)
Kekuatan dari batako dipengarui oleh komposisi penyusunan yaitu jenis semen
dan pasir yang dipakai, dan perbandingan jumlah semen terhadap agregat dan air.
Batako yang baik yang masing-masing permukaannya rata dan saling tegak lurus
serta mempunyai kuat tekan yang tinggi. Berdasarkan PUBI (1982), disebutkan
tentang syarat dan mutu batako serta klasifikasinya sebagai bahan bangunan.
Dalam penggunaan batako harus memenuhi syarat fisik maupun syarat ukuran
standard dan toleransi sebagai berikut.
2.2.1. Syarat Fisis
Secara fisis batako harus memenuhi syarat sebagaimana dijelaskan dalam
[image:32.595.118.513.358.604.2]Tabel 2.6. berikut ini.
Tabel 2.6. Persyaratan Fisis Batako
Kekuatan Tekan Bruto Minimum*)
(Kgf/cm²) Batako
Mutu
Rata-rata dari benda uji
Masing-masing benda uji
Penyerapan Maksimum
(% Berat)
A1 20 17 -
A2 35 30 -
B1 50 45 35
B2 70 65 25
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1982: 27.
*) Kuat tekan brutto adalah baban keseluruhan pada waktu benda uji pecah dibagi
dengan luas ukuran nominal batako, termasuk luas lubang serta cekung tepi.
Syarat untuk pandangan luar dan kesikuan rusuk, meliputi: (1) bidang
permukaannya harus tidak cacat, (2) bentuk permukaan lain yang didesain
tidak mudah dirapikan dengan kekuatan jari tangan. Sesuai dengan pemakaiannya
batako diklasifikasikan dalam beberapa kelompok sebagai berikut: (1) Batako
dengan mutu A1, adalah batako yang digunakan hanya untuk konstruksi yang
tidak memikul beban, dinding penyekat serta konstruksi lainnya yang selalu
terlindung dari cuaca luar; (2) Batako dengan mutu A2, adalah batako yang
digunakan hanya untuk hal-hal seperti tersebut dalam jenis A1, hanya permukaan
dinding/ konstruksi dari batako tersebut boleh tidak diplester; (3) Batako dengan
mutu B1, adalah batako yang digunakan untuk konstruksi yang memikul beban,
tetapi penggunaannya hanya untuk konstruksi yang terlindung dari cuaca luar
(untuk konstruksi di bawah atap); dan (4) Batako dengan mutu B2, adalah batako
untuk konstruksi yang memikul beban dan dapat digunakan pula untuk konstruksi
yang tidak terlindung.
Berdasarkan SNI 03-0349-1989 bahwa syarat fisis batako terlihat pada table 2.7 di
[image:33.595.115.508.400.726.2]bawah ini:
Tabel 2.7. Persyaratan Fisis Batako
Tingkat Mutu Bata Beton Pejal
Tingkat Mutu Bata Beton
Berlobang
Syarat Fisis Satuan
I II III IV I II III IV
1. Kuat tekan bruto rata
- rata minimum.
2. Kuat tekan bruto
masing-masing
benda uji.
3. Penyerapan air rata-
rata maksimum kg/cm2 kg/cm2 % 100 90 25 70 65 35 40 35 - 25 21 - 70 65 25 50 45 35 35 30 - 20 17 -
2.2.2. Syarat Ukuran Standard dan Toleransi
Ukuran batako sebagaimana yang disyarakatkan dalam Standard Industri
Indonesia yaitu sebagai berikut:
[image:34.595.120.506.222.435.2]
Tabel 2.8. Ukuran Standard dan Toleransi
Ukuran Nominal *)
( mm )
Tebal Kelopak (Dinding Rongga) Minimum
(mm) Jenis
Panjang Lebar Tebal Luar Dalam
Tipis 400 ± 3 200 ± 3 100 ± 2 20 15
Sedang 400 ± 3 200 ± 3 150 ± 2 20 15
Tebal 400 ± 3 200 ± 3 200 ± 2 25 20
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1982: 28.
*) Ukuran nominal sama dengan ukuran batako sesungguhnya ditambah 10 mm,
tebal siar/adukan.
Persyaratan batako menurut PUBI (1982) Pasal 6 antara lain adalah ”Permukaan
batako harus mulus, berumur minimal satu bulan, pada waktu pemasangan harus
sudah kering, berukuran panjang ± 400 mm, lebar ± 200 mm, dan tebal 100 – 200
mm, kadar air 25 – 35 % dari berat, dengan kuat tekan antara 2 – 7 N/mm2”
(Wijarnako W., 2008). Batako juga merupakan bentukan dari montar ataupun
beton, umumnya montar merupakan campuran dari semen, pasir dan air yang
dapat merekatkan dalam campuran beton. Sedangkan untuk pandangan luar dan
kesikuan rusuk meliputi: (1) bidang permukaannya halus dan tidak cacat, (2)
bentuk permukaan lain yang didesain diperbolehkan, (3) rusuk-rusuknya siku satu
sama lain, dan (4) sudut rusuknya tidak mudah dirapikan dengan kekuatan jari
2.2.3. Semen
Semen yang beredar di pasaran harus memenuhi standar tertentu untuk
menjamin konsistensi mutu dan kualifikasi produk. SNI merupakan standar yang
wajib dijadikan acuan untuk semen yang dipasarkan di seluruh wilayah Indonesia.
Jenis semen yang beredar di pasaran meliputi semen Portland Putih, semen
Portland mengacu pada SNI 15-2049-2004, semen Portland Komposit mengacu
pada SNI 15-7064-2004 dan semen Portland Pozolan mengacu pada SNI
15-0302-2004.
Standar Nasional Indonesia membagi semen Portland menjadi 5 jenis, yaitu :
1. Jenis I, yaitu semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak
memerlukan persyaratan-persyaratan khusus.
2. Jenis II, yaitu semen Portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan
terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.
3. Jenis III, semen porland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan
tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.
4. Jenis IV, semen porland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor
hidrasi rendah.
5. Jenis V. Semen porland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan
tinggi terhadap sulfat.
Menurut Shinroku Saito, 1985. Bahwa Semen dapat dibedakan menjadi 2
kelompok, yaitu :
1. Semen non-hidrolik , tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air akan
tetapi dapat mengikat dan mengeras di udara. Contoh : kapur tohor, aspal,
gypsum.
2. Semen hidrolik, mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di
dalam air. Contoh : semen Portland, semen Terak, semen alam.
Semen yang digunakan untuk campuran beton ini adalah semen Portland yang
berhidrasi bila terdapat air (semen tidak mengeras karena pengeringan tetapi oleh
reaksi hidrasi kimia yang melepaskan panas).
Reaksi hidrasi kimia :
Aluminium Kalsium : Ca3Al2O6 + 6H2O → Ca3Al2(OH)12
Silikat Kalsium : Ca2SiO4 + x H2O → Ca2SiO4 . x H2O
(Ferdinan L.S and Andrew.P, 1985).
Dalam penelitian ini digunakan semen jenis 1, yang dikenal dengan nama PCC
(Portland Cements Composite) termasuk dalam kategori semen hidrolik.
2.2.4. Agregat
Agregat adalah bahan pengisi yang berfungsi sebagai penguat. Hampir tiga
perempat volume beton ditempati oleh agregat, sehingga karakteristik agregat
akan menentukan kualitas beton. Biasanya, Agregat berkisar 60 % sampai 80 %
total volume beton (Thornton,P.A., 1985). Agregat merupakan bahan yang
bersifat kaku dan memiliki stabilitas volume dan durabilitas yang baik daripada
semen. Ditinjau dari aspek ekonomis, agregat dalam satuan berat yang sama jauh
lebih murah dari pada semen. Agregat merupakan bahan yang bersifat kaku dan
memiliki stabilitas volume dan durabilitas yang baik daripada semen.
Untuk menghasilkan beton yang baik, agregat halus maupun agregat kasar harus
memiliki gradasi atau komposisi ukuran yang proporsional. Selain itu, tekstur
permukaan agragat yang kasar akan menghasilkan kuat lekat yang lebih baik bila
berinteraksi dengan pasta semen. Permukaan agregat harus bersih dan bebas dari
lumpur dan tanah liat, serta tidak mengandung bahan yang bersifat organik
maupun non organik yang dapat menyebabkan terjadinya pelapukan beton. Selain
itu pasir juga berpengaruh terhadap sifat tahan susut dan keretakan pada produk
bahan bangunan campuran semen (Van Vlack, LH., 1984).
Perbedaan antara agregat halus dan kasar adalah ayakan 5 mm atau 3/16”. Agregat
agregat yang lebih besar dari ukuran 5 mm. Agregat dapat diambil dari batuan
alam ukuran kecil atau batuan alam besar yang dipecah. Agregat yang digunakan
pada penelitian ini yaitu: Agregat halus : Pasir dari daerah Kota Tanjungbalai
yang lolos ayakan 5 mm (Standard ASTM E 11-70) yang telah dicuci untuk
menghilangkan zat kimia dan lumpur.
2.2.5. Air
Air sebagai bahan pencampur semen berperan sebagai bahan perekat.
Peranan air sebagai bahan perekat terjadi melalui reaksi hidrasi, yaitu semen dan
air akan membentuk pasta semen dan mengikat fragmen-fragmen agregat.
Kekuatan beton sangat dipengaruhi oleh perbandingan jumlah air terhadap semen,
factor air semen (FAS) atau (w/c – ratio). Secara teori, reaksi hidrasi yang
sempurna akan terjadi bila w/c = 0,6, artinya secara ideal semen akan habis
bereaksi dengan air pada perbandingan tersebut (Syarif Hidayat,2009). Nilai FAS
untuk campuran beton secara umum antara 0,25 – 0,65 (Tri Mulyono, 2005).
Kontaminan yang terkandung dalam air dalam jumlah yang melebihi batas dapat
menyebabkan reaksi hidrasi antara semen dan air tidak sempurna. Kadar
kontaminan ion Sulfat melebihi batas, dapat mengakibatkan deteriosasi beton
(kerusakan beton), sedangkan ion klorida akan mengakibatkan korosi pada beton
bertulang pada beton dalam kurun waktu tertentu. Air yang dapat diminum
memenuhi persyaratan teknis untuk digunakan sebagai air pencampur.
2.3. Karakteristik Beton
Karakteristik beton yang umum ada di pasaran adalah memiliki densitas
rata-rata 2000 – 2500 kg/m3, kuat tekan bervariasi antara 3 – 50 MPa (Ergul
Yassar et al, 2003). Pada penelitian ini, batako dibuat dari campuran : semen,
pasir, debu batu bara, dan sekam padi. Bahan baku tersebut kemudian dicampur,
dicetak, dan dikeringkan secara alami (suhu kamar) dengan waktu pengeringan
2.3.1. Sifat Fisis
2.3.1.1. Densitas (Density)
Densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin
tinggi densitas (massa jenis) suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap
volumenya. Densitas rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi total
volumenya. Sebuah benda yang memiliki densitas lebih tinggi akan memiliki
volume yang lebih rendah dari pada benda bermassa sama yang memiliki
densitas lebih rendah. Air memiliki densitas yang dipandang sebagai referensi
nilai pada kondisi standar suhu 4 0C tekanan 1 atmosfer secara internasional
massa jenis air 1 gr/cm3.
Untuk menghitung besarnya densitas dipergunakan persamaan matematis sebagai
berikut (Gurning. J, 1994).
V m
=
ρ ...(2 – 1)
dimana: ρ = densitas benda (gr/cm3)
m = massa benda (gr)
V = volume benda (cm3)
2.3.1.2. Daya Serap Air (Water Absorption)
Besar kecilnya penyerapan air oleh beton sangat dipengaruhi oleh pori
atau rongga yang terdapat pada beton. Semakin banyak pori-pori yang terkandung
dalam beton maka akan semakin besar pula penyerapan sehingga ketahanannya
akan berkurang. Rongga (pori) yang terdapat pada beton terjadi karena kurang
tepatnya lualitas dan komposisi material penyusunnya. Pengaruh rasio yang
terlalu besar dapat menyebabkan rongga, karena terdapat air yang tidak bereaksi
dan kemudian menguap dan meninggalkan rongga (K.J.Bishop, R.E.Smallman,
1991).
Daya serap air dirumuskan sebagai berikut :
= − ×100% k
k j
m m m air
dimana:
mj = massa sampel jenuh (kg)
mk = massa sampel kering (kg)
2.3.2. Sifat Mekanik
2.3.2.1. Kuat Tekan (Compressive Strength)
Kuat tekan (compressive strength) beton merupakan perbandingan
besarnya beban maksimum yang dapat ditahan bahan dengan luas penampang
bahan yang mengalami gaya tersebut. Secara matematis besarnya kuat tekan suatu
bahan (Tata Surdia, 1984):
.
A F
P= max ...(2 – 3)
dimana: P = Kuat tekan (N/m2) F = Gaya maksimum (N)
A = Luas permukaan (m2)
Satuan dalam Sistem Internasional (SI) dari tekanan adalah Pascal yang sering
disingkat Pa, 1 Pa = 1 Newton/meter2.
2.3.2.2.Kekuatan Patah (Bending Strength)
Kekuatan patah sering disebut Modulus of Rapture (MOR) yang
menyatakan ukuran ketahanan bahan terhadap tekanan mekanis dan tekanan panas
(thermal stress). Pengukuran kekuatan patah sampel digunakan dengan metode
titik tumpu (triple point bending), nilai kekuatan patah dapat ditentukan dengan
standar ASTM C.733-79. Persamaan kekuatan patah (Bending Strength) suatu
bahan dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
P
h
b
L
Kuat patah
2
. 2
. 3
h b
L P
= ...(2 – 4)
dimana:
P = Gaya tekan (kgf) L = Jarak dua penumpu/span (cm)
b & h = dimensi sampel (lebar dan tinggi) (cm)
2.3.2.3.Kuat Impak (Impact Strength)
Material mungkin mempunyai kekuatan tarik tinggi tetapi tidak tahan
terhadap beban kejut. Untuk menentukannya diperlukan uji ketahanan impak.
Ketahanan impak biasanya diukur dengan uji impak liot atau charpy terhadap
benda uji bertakik atau tanpa takik. Pada pengujian ini beban diayunkan dari
ketinggian tertentu dan mengenai benda uji, kemudian diukur energy disipasi pada
patahan. Pengujian ini bermanfaat untuk memperlihatkan penurunan keuletan dan
kekuatan impak material. Ketangguhan patahan (KC) suatu paduan dianggap lebih
tepat dan lebih penting, karena berbagai paduan mengandung retak halus yang
mulai merambat apabila menerima beban kritis tertentu. KC mendefinisikan
kombinasi kritis antara tegangan dan panjang retak (K.J.Bishop, R.E.Smallman,
1991). Pada Penelitian ini penentuan nilai impak dilakukan perhitungan nilai
Chappy, yaitu :
0 S AK
KC = ...(2 – 5)
Gambar. 2.6. Contoh Benda Uji Impak
dengan:
KC = nilai impak Chappy (kg f/cm2)
AK = harga impak takik (kg f)
S0 = luas semula di bawah takik dari batang benda uji (cm2)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di:
Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan Sumatera Utara.
3.1.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada sejak bulan Januari 2010 sampai dengan
bulan April 2010.
3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat
Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Neraca Analitik
2. Mesin penepung kapasitas 300 kg/jam (crusibal)
3. Mesin Pengayak (tes sive shaker)
4. Cetakan sample uji (mould steel)
5. Gelas ukur
6. Alat uji kekuatan impak (iberttest)
7. Alat uji tekanan (universal testing mechine)
8. Alat uji patah (universal testing mechine)
9. Wadah pencampur bahan
10. Oven untuk mengeringkan bahan dan memanaskan kulit kerang
11. Jangka sorong
3.2.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Semen Portland Type I
2. Pasir
3. Abu batubara
4. Abu sekam padi
5. Air
6. Kulit kerang
3.3. Variabel dan Parameter
Variabel dalam penelitian ini, yaitu :
a. Variasi penambahan bahan substitusi semen berupa debu terbang batubara
(fly ash) dan kulit kerang.
b. Variasi penambahan bahan substitusi pasir berupa abu sekam padi yang
yang dijadikan agregat halus.
Parameter pengujian yang dilakukan, meliputi: densitas, serapan air, kuat tekan,
kuat patah, kuat impak.
3.4. Preparasi Sampel Batako
Bahan baku yang digunakan pada pembuatan batako terdiri dari pasir, kulit
kerang, debu batubara, abu sekam padi dan semen. Untuk menentukan komposisi
bahan baku mengacu pada proporsi beton konvensional, seperti untuk campuran
agregat di dalam beton, yaitu sekitar 70 – 80 % volume total atau perbandingan
matriks terhadap agregat (M/A) = 1 : 4 (Tri Mulyono, 2005). Jadi untuk
memudahkan dalam proses pencampuran maka semua komposisi bahan baku
ditentukan dalam prosentase volume. Pada penelitian ini, matriks yang digunakan
adalah campuran semen, debu terbang batubara (fly ash), dan kulit kerang,
sedangkan agregat terdiri dari pasir dan abu sekam padi. Perbandingan komposisi
antara debu terbang batubara (fly ash) dengan kulit kerang adalah 1 : 1
Komposisi bahan baku pembuatan sampel A terdiri dari semen tetap 100 % dari
sedangkan pasir di disubstitusi dengan abu sekam padi dengan variasi substitusi 0
[image:43.595.115.508.489.742.2]% - 50 % dari volume agregat, dan komposisi dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1. Komposisi sampel A
Perekat Agregat
1 : 4 Kode
Sampel Semen
(% volume) Abu Batubara (% volume) Abu Kulit Kerang (% volume) Pasir (% volume) Abu Sekam Padi (% volume)
A1 20 0 0 80 0
A2 20 0 0 72 8
A3 20 0 0 64 16
A4 20 0 0 56 24
A5 20 0 0 48 32
A6 20 0 0 40 40
Tabel 3.2. Komposisi sampel B
Perekat Agregat
1 : 4 Kode
Sampel Semen
(% volume) Abu Batubara (% volume) Abu Kulit Kerang (% volume) Pasir (% volume) Abu Sekam Padi (% volume)
B1 19 0,5 0,5 80 0
B2 19 0,5 0,5 72 8
B3 19 0,5 0,5 64 16
B4 19 0,5 0,5 56 24
B5 19 0,5 0,5 48 32
Komposisi bahan baku pembuatan sampel B terdiri dari semen tetap 95 % dari
volume matriks dengan substitusi abu batubara dan kulit kerang tetap sebesar 5 %
sedangkan pasir di disubstitusi dengan abu sekam padi dengan variasi substitusi 0
% - 50 % dari volume agregat, dan komposisi dapat dilihat pada tabel 3.2 di atas.
Komposisi bahan baku pembuatan sampel C terdiri dari semen tetap 90 % dari
volume matriks dengan substitusi abu batubara dan kulit kerang tetap sebesar 10
% sedangkan pasir di disubstitusi dengan abu sekam padi dengan variasi substitusi
0 % - 50 % dari volume agregat, dan komposisi dapat dilihat pada tabel 3.3
berikut:
Tabel 3.3. Komposisi sampel C
Perekat Agregat
1 : 4 Kode
Sampel Semen
(% volume)
Abu Batubara
(% volume)
Abu Kulit Kerang
(% volume)
Pasir
(% volume)
Abu Sekam
Padi
(% volume)
C1 18 1 1 80 0
C2 18 1 1 72 8
C3 18 1 1 64 16
C4 18 1 1 56 24
C5 18 1 1 48 32
C6 18 1 1 40 40
Komposisi bahan baku pembuatan sampel D terdiri dari semen tetap 85 % dari
volume matriks dengan substitusi abu batubara dan kulit kerang tetap sebesar 15
% sedangkan pasir di disubstitusi dengan abu sekam padi dengan variasi substitusi
0 % - 50 % dari volume agregat, dan komposisi dapat dilihat pada tabel 3.4
Tabel 3.4. Komposisi sampel D
Perekat Agregat
1 : 4 Kode
Sampel Semen
(% volume) Abu Batubara (% volume) Abu Kulit Kerang (% volume) Pasir (% volume) Abu Sekam Padi (% volume)
D1 17 1,5 1,5 80 0
D2 17 1,5 1,5 72 8
D3 17 1,5 1,5 64 16
D4 17 1,5 1,5 56 24
D5 17 1,5 1,5 48 32
D6 17 1,5 1,5 40 40
Tabel 3.5. Komposisi sampel E
Perekat Agregat
1 : 4 Kode
Sampel Semen
(% volume) Abu Batubara (% volume) Abu Kulit Kerang (% volume) Pasir (% volume) Abu Sekam Padi (% volume)
E1 16 2 2 80 0
E2 16 2 2 72 8
E3 16 2 2 64 16
E4 16 2 2 56 24
E5 16 2 2 48 32
E6 16 2 2 40 40
Komposisi bahan baku pembuatan sampel E terdiri dari semen tetap 80 % dari
volume matriks dengan substitusi abu batubara dan kulit kerang tetap sebesar 20
[image:45.595.117.509.426.679.2]0 % - 50 % dari volume agregat, dan komposisi dapat dilihat pada tabel 3.5 di
atas.
Komposisi bahan baku pembuatan sampel F terdiri dari semen tetap 75 % dari
volume matriks dengan substitusi abu batubara dan kulit kerang tetap sebesar 25
% sedangkan pasir di disubstitusi dengan abu sekam padi dengan variasi substitusi
0 % - 50 % dari volume agregat, dan komposisi dapat dilihat pada tabel 3.6
[image:46.595.117.509.278.530.2]berikut:
Tabel 3.6. Komposisi sampel F
Perekat Agregat
1 : 4 Kode
Sampel Semen
(% volume)
Abu Batubara
(% volume)
Abu Kulit Kerang
(% volume)
Pasir
(% volume)
Abu Sekam
Padi
(% volume)
F1 15 2,5 2,5 80 0
F2 15 2,5 2,5 72 8
F3 15 2,5 2,5 64 16
F4 15 2,5 2,5 56 24
F5 15 2,5 2,5 48 32
F6 15 2,5 2,5 40 40
Untuk pembuatan batako, masing-masing bahan baku ditakar sesuai dengan
komposisi yang telah ditentukan. Setelah ditakar bahan baku tersebut dicampur
dalam suatu wadah dan diaduk hingga merata dengan menggunakan sendok
semen atau mixer. Selanjutnya adonan atau pasta yang dihasilkan dituangkan
dalam cetakan yang berbetuk balok dengan ukuran 12 x 3 x 3 cm. Bentuk sampel
uji lainnya adalah berupa silinder dengan ukaran diameter 5 cm dan tinggi 4 - 5
cm. Setelah adonan dicetak dan dikeringkan untuk proses pengerasan yaitu selama
28 hari. Setelah benda uji mengalami proses pengerasan, kemudian dilakukan
3.5. Pengujian Karakteristik Batako
Pengujian karakteristik batako dalam penelitian ini meliputi: densitas,
penyerapan air, kuat tekan, kuat patah dan kuat impak.
3.5.1. Densitas
Pengukuran densitas dari masing-masing komposisi sampel batako yang
telah dibuat, diamati dengan menggunakan prinsip massa jenis benda. Sampel uji
yang berbentuk silinder yang telah mengalami pengerasan selama 28 hari
kemudian di ukur diameternya (d), tinggi sampel silinder (h) dan ditimbang
massanya (m). Dengan mengetahui besaran-besaran tersebut di atas, maka nilai
densitas batako dapat ditentukan sesuai dengan persamaan (2 – 1).
3.5.2. Penyerapan Air
Pengukuran penyerapan air dari masing-masing komposisi sampel batako
yang telah dibuat mengacu pada SNI 03-0349-1989. Sampel uji yang berbentuk
silinder yang telah mengalami pengerasan selama 28 hari kemudian direndam
dalam air bersih yang bersuhu ruangan, selama 24 (dua puluh empat) jam.
Kemudian benda uji diangkat dari rendaman, dan air sisanya dibiarkan meniris
kurang lebih 1 (satu) menit, lalu permukaan bidang benda uji diseka dengan kain
lembab, agar air yang berkelebihan yang masih melekat dibidang permukaan
benda uji terserap kain lembab itu. Benda uji kemudian ditimbang (Wb), setelah
itu benda uji dikeringkan di dalam dapur pengering pada suhu 105 ± 5 0C dengan
ditahan selama 1 jam. Kemudian benda uji ditimbang (Wk). Dengan mengetahui
besaran-besaran tersebut di atas, maka nilai penyerapan air batako dapat
ditentukan sesuai dengan persamaan (2 – 2).
3.5.3. Kuat Tekan
Untuk mengetahui besarnya nilai kuat tekan dari batako, maka perlu
dilakukan pengujian yang mengacu pada SNI 03-0349-1989. Alat yang digunakan
untuk menguji kuat tekan adalah Universal Testing Mechine (UTM). Model
Adapun prosedur pengujian kuat tekan sebagai berikut: Sampel berbentuk silinder
diukur diameternya (d) kemudian dapat diketahui luas permukaan silinder.
Kemudian diatur tegangan supply sebesar 40 volt, untuk menggerakkan motor
penggerak kearah atas maupun ke bawah. Lalu sampel ditempatkan tepat tepat
berada di tengah pada posisi pemberian gaya kemudian tombol switch diarahkan
ke posisi ON, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan
4 mm/menit. Dan apabila sampel telah rusak, arahkan tombol switch ke posisi
OFF maka motor penggerak akan berhenti. Kemudian dicatat besarnya beban
gaya (kgf) yang ditunjukkan pada panel display. Dengan mengetahui
besaran-besaran tersebut di atas, maka nilai kuat tekan batako dapat ditentukan sesuai
dengan persamaan (2 – 3).
3.5.4. Kuat Patah
Untuk mengetahui besarnya nilai kuat patah dari batako, maka perlu
dilakukan pengujian. Alat yang digunakan untuk menguji kuat patah adalah
Universal Testing Mechine (UTM). Model sampel uji kuat patah berbentuk balok.
Adapun prosedur pengujian kuat tekan sebagai berikut: Sampel berbentuk balok
diukur tinggi (h) dan tebal (b) kemudian dapat diketahui luas bidang balok.
Kemudian sampel diletakkan diatas kedua penumpuh dengan jarak (L). Kemudian
diatur tegangan supply sebesar 40 volt, untuk menggerakkan motor penggerak
kearah atas maupun ke bawah.Lalu sampel ditempatkan tepat berada di tengah
pada posisi pemberian gaya kemudian tombol switch diarahkan ke posisi ON,
maka pembebanan secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan 4 mm/menit.
Dan apabila sampel telah patah, arahkan tombol switch ke posisi OFF maka motor
penggerak akan berhenti. Kemudian dicatat besarnya beban gaya (kgf) yang
ditunjukkan pada panel display. Dengan mengetahui besaran-besaran tersebut di
atas, maka nilai kuat patah batako dapat ditentukan sesuai dengan persamaan (2 -
3.5.5. Uji Kuat Impak
Uji kuat impak dilakukan dengan alat mesin uji impak chappy iberttest.
Sampel balok yang telah disiapkan diletakkan pada dua penumpu, sehingga
bagian yang ditakik terletak ditengah-tengah. Palu ayunan dilepaskan dari
kedudukan semula yang sudah ditentukan dan mengenai benda uji sehingga
diperoleh kerja pukul, dan membaca skala penunjuk dalam satuan joule. Maka
3.6. Bagan Penelitian
Gambar 3.1. Diagram alir pembuatan sampel uji Semen Portland
Type I Penimbangan Pasir
Pencampuran/Pengadukan Mortar (Campuran Semen, Debu Batubara, Kulit
Kerang, Pasir, Sekam Padi, Air) Air Mineral
(FAS = 0,6)
Pencetakan Sampel Uji
Pengeringan 28 hari
Pengujian (Densitas, Serapan Air, Kuat Tekan, Kuat Patah, Kuat Impak
Penggilingan
Lolos ayakan 63 µm Kulit Kerang Debu Terbang
Batubara Abu Sekam Padi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bata beton atau sering juga disebut batako, dibuat dari bahan dasar semen,
pasir dan air. Pada penelitian ini dimana semen disubstitusi dengan abu batubara
dan kulit kerang mulai dari 0 - 25 %, sedangkan pasir disubstitusi dengan sekam
padi mulai dari 0 – 50 %. Perlakuan sampel uji dari batako yang telah dicetak
hanya dilakukan dengan proses pengeringan secara alami pada suhu kamar (room
temperature) selama 28 hari, tetapi untuk massa kering pada pengukuran serapan
air sampel uji dikeringkan di dalam dapur pengeringan (oven) pada suhu 105 ± 5
0
Cdengan ditahan selama 1 jam. Untuk mengetahui karakteristik beton tersebut
maka perlu dilakukan pengukuran atau pengujian besaran-besaran fisis dan
mekanis, antara lain: densitas, serapan air, kuat tekan, kuat patah dan impak.
Hasil-hasil pengujian yang meliputi pengujian fisis dan mekanis batako,
masing-masing akan dibahas secara rinci sebagai beriku:
4.1. Densitas (Density)
Hasil pengukuran densitas dari sampel uji batako pada beberapa variasi
komposisi semen yang disubstitusi dengan abu batubara dan kulit kerang mulai
dari 0 – 25 % dari volume perekat dan pasir yang disubstitusi dengan abu sekam
padi mulai dari 0 – 50 % dari volume agregat dapat dilihat pada gambar 4.1 dan
gambar 4.2. Dari gambar 4.1 terlihat bahwa nilai densitas terhadap perubahan abu
sekam padi berkisar antara 1729,760 – 2042,649 kg/m3 dan cenderung menurun.
Penurunan ini terjadi disebabkan oleh densitas dari abu sekam padi lebih kecil
dari pada pasir yang disubstitusinya, sehingga pada grafik dapat terlihat
penurunan nilai densitas dari setiap komposisi. Komposisi pada gambar 4.2
perbandingan antara densitas dengan perubahan abu batubara (fly ash) ditambah
komposisi abu sekam padi 0 %, maka datanya diambil dari A1, B1, C1, D1, E1
dan F1 begitu seterusnya untuk komposisi abu sekam padi yang lainnya.
1700 1800 1900 2000 2100
0 10 20 30 40 50
Abu Sekam Padi (%)
D
en
si
tas
(
k
g/
m
³)
Fly Ash + Kulit Kerang 0 % Fly Ash + Kulit Kerang 5 % Fly Ash + Kulit Kerang 10 %
[image:52.595.117.507.157.408.2]Fly Ash + Kulit Kerang 15 % Fly Ash + Kulit Kerang 20 % Fly Ash + Kulit Kerang 25 %
Gambar 4.1 : Grafik hubungan antara densitas dengan penambahan persentase abu sekam padi pada pasir dengan substitusi semen dari 0 – 25 %.
Pada gambar 4.2 terlihat bahwa nilai densitas terhadap perubahan abu batubara
ditambah dengan kulit kerang berkisar antara 1729,760 – 2042,649 kg/m3 dan
cenderung menurun. Penurunan ini terjadi disebabkan oleh densitas dari abu
batubara yang mensubstitusi semen nilai lebih kecil dari semen itu sendiri,
sehingga pada grafik dapat terlihat penurunan nilai densitas dari setiap komposisi.
Berdasarkan densitasnya beton dapat diklasifikasikan, antara lain: beton ringan
dengan densitas <1,75 gr/cm3, medium dengan densitas 1,75 – 2,016 gr/cm3, dan
beton normal dengan densitas > 2,016 gr/cm3 (Carolyn Schierhorn, 2008).
Sedangkan untuk beton konvensional, nilai densitasnya berkisar 2,4 gr/cm3 (Van
Vlack, 2004). Secara umum batas berat satuan beton yang dapat dianggap sebagai
beton ringan adalah kurang dari 1800 kg/m3 (Imam Satyarno, 2006). Menurut
ketebalan 5 mm, 10 mm, dan 15 mm tanpa kawat ayam yang dihasilkan
berturut-turut 929,01 kg/m3, 1149,62 kg/m3, dan 1307,62 kg/m3. Sedangkan menggunakan
kawat ayam yang dihasilkan berturut-turut 1072,32 kg/m3, 1260,55 kg/m3,
1417,54 kg/m3. Sedangkan menurut Ahmad W., dan kawan-kawan (2008) berat
beton styrofoam pada umur 28 hari adalah sebesar 683.30 kg/m3. Menurut
Dobrowolski (1998) beton dengan berat jenis ≤ 1900 kg/m3 digolongkan dalam
beton ringan sedangkan menurut Neville and Brooks (1987) beton dengan berat
jenis ≤ 1800 kg/m3 digolongkan sebagai beton ringan (Besty Nursuci Rochanita,
2007). Penelitian sebelumnya berat isi dari beton keras dengan agregat kasar
ringan dari lempung bekah berkisar antara 1750 – 1850 kg/m3, sehingga beton
tersebut dapat dikatakan beton ringan (Hanock Tanudjaja, 1997). Penelitian beton
yang menggunakan fly ash dan styrofoam dihasilkan beton dengan densitas
maksimum 0,87 t/m3 (870 kg/m3) (Yuliawan Suciarsa, 2006).
1700 1750 1800 1850 1900 1950 2000 2050
0 5 10 15 20 25
Fly Ash + Kulit Kerang (%)
D en si tas ( k g/ m
³) Abu Sekam Padi 0%
Abu Sekam Padi 10 %
Abu Sekam Padi 20 %
Abu Sekam Padi 30 %
Abu Sekam Padi 40 %
[image:53.595.114.510.387.657.2]Abu Sekam Padi 50 %
Gambar 4.2 : Grafik hubungan antara densitas dengan penambahan persentase abu batubara (fly ash) ditambah dengan kulit kerang dengan substitusi pasir dari 0 – 50 %.
Dari pembahasan diatas pada sampel dapat disimpulkan bahwa semakin banyak
abu batubara, kulit kerang dan abu sekam padi yang ditambahkan pada sampel
batako mengakibatkan densitas batako cenderung semakin kecil. Hasil
atau setara dengan 1,729 – 2,042 gr/cm3 dapat dilihat pada lampiran A. Sehingga
batako tersebut dapat diklasifikasikan kedalam batako medium menurut Carolyn
Schierhorn (2008) dan masih dapat digunakan sebagai batako pasangan dinding.
4.2. Serapan Air (Water Absorption)
Hasil pengukuran serapan air dari sampel uji batako pada beberapa variasi
komposisi semen y