PENGUKURAN RISIKO OPERASIONAL DENGAN
MENGGUNAKAN MODEL LOSS DISTRIBUTION APPROACH
-AGGREGATION METHOD
SKRIPSI
YAN BENLI EXAUDI SINAGA
060823042
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : PENGUKURAN RISIKO OPERASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN MODEL LOSS DISTRIBUTION APPROACH -AGGREGATION METHOD
Kategori : SKRIPSI
Nama : YAN BENLI EXAUDI SINAGA
Nim : 060826042
Prog. Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA Departemen : MATEMATIKA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di
Medan, November 2008 Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Syahrial Lubis, S.Si, M.Si Prof. Dr. Herman mawengkang NIP. - NIP.130 422 447
Diketahui / Disetujui oleh
Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
PENGUKURAN RISIKO OPERASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN MODEL LOSS DISTRIBUTION APPROACH -AGGREGATION METHOD
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, November 2008
PENGHARGAAN
Puji dan Syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang dengan limpah kasih dan pimpinan-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
ABSTRACT
Analysis large the potency to suffer a loses operational front inside by the company and the large value the must as by a company after do the simulation the use near Aggregation Metode. As regards data in the use are data failure the computer system at a company. For analysis data the do it with combination between frequency distribution failure and severitas distribution failure and can the certain in the probability the cumulative distribution operational such as ;
−
≈
)
(
)
(
)
(
t
VarX
t
EX
x
t
F
xφ
DAFTAR ISI
Halaman
Penghargaan i
Abstract ii
Abstrak iii
Daftar Isi iv
Daftar Tabel vi
Daftar Gambar vii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Kontribusi Penelitian 4
1.5 Metode Penelitian 4
1.6 Sistematika Penulisan 5
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Risiko Operasional 7
2.1.1 Karakteristik Risiko Operasional 8 2.1.2 Kejadian Risiko Operasional 9 2.1.3 Expected Loss dan Unexpected Loss 11 2.1.4 Kategori Kejadian Risiko Operasional 12
2.1.4.1 Risiko Proses Internal 12
2.1.4.2 Risiko Manusia 13
2.1.4.3 Risiko Sistem 13
2.1.4.4 Risiko Eksternal 14
2.1.4.5 Risiko Hukum 15
2.2 Pengukuran Risiko Operasional 15
2.2.1 Basic Indicator Approach (BIA) 16
2.2.2 Standardized Approach (SA) 16
2.2.3 Advanced Measurement Approach (AMA) 18 2.2.3.1 Internal Measurement Approach (IMA) 19 2.2.3.2 Loss Distribution Approach (LDA) 20 2.2.3.3 Loss Distribution Approach-Actuarial Model 21 2.2.3.4 Loss Distribution Approach- Aggregation Model 21
2.3 Sifat-sifat Deskriptif Statistik 22
2.3.1 Distribusi Frekuensi Operasional 22
2.3.1.1 Distribusi Poisson 22
2.3.1.2 Distribusi Binomial 25
2.3.1.3 Distribusi Binomial Negatif 26
2.3.1.4 Distribusi Geometric 27
2.3.2 Distribusi Frekuensi Kerugian Severitas 30
2.3.2.1 Distribusi Normal 30
2.3.2.2 Distribusi Lognormal 31
2.3.2.3 Distribusi Beta 31
2.3.2.4 Distribusi Eksponensial 32
2.3.2.5 Distribusi Weibull 33
2.3.2.6 Distribusi Pareto 34
2.4 Model Value at Risk 34
2.4.1 Variabel Value at Risk 35
2.4.2 Model Perhitungan VaR 35
BAB 3 PEMBAHASAN
3.1 Pendekatan Perhitungan Operasional 37 3.2 Loss Distribution Approach- Aggregation Model 38
3.3. Contoh Kasus 41
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Kesimpulan 46
4.2 Saran 46
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Frekuensi Pemalsuan Kartu Kredit 24 Tabel 3.1 Jumlah Frekuensi Kegagalan Sistem 38 Tabel 3.2 Simulasi Pengukuran Risiko Operasional dengan
Metode Aggregation 44
Tabel 3.3 Hasil Pengukuran Simulasi Risiko Operasional dengan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Jenis Kejadian Operasional 10
PENGHARGAAN
Puji dan Syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang dengan limpah kasih dan pimpinan-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
ABSTRACT
Analysis large the potency to suffer a loses operational front inside by the company and the large value the must as by a company after do the simulation the use near Aggregation Metode. As regards data in the use are data failure the computer system at a company. For analysis data the do it with combination between frequency distribution failure and severitas distribution failure and can the certain in the probability the cumulative distribution operational such as ;
−
≈
)
(
)
(
)
(
t
VarX
t
EX
x
t
F
xφ
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bank adalah sebuah lembaga yang diberikan izin oleh otoritas perbankan untuk
menerima simpanan, memberikan kredit, dan menerima serta menerbitkan cek. Bank perlu di regulasi untuk melindungi nasabah dan perekonomian dari kegagalan
proses dan prosedur. Bank dipersyaratkan memiliki modal yang cukup untuk mengantisipasi risiko yang dihadapi atau dengan kata lain kecukupan modal. Sebuah bank dikatakan memiliki modal yang cukup jika bank tersebut memiliki sumber daya finansial yang memadai untuk mengantisipasi potensi kerugian.
Sesuai dengan rekomendasi Basel Committee on Banking Supervision, yang tertuang dalam dokumen New Basel Capital Accord 2001 (NBCA 2001), disebutkan bahwa perhitungan kecukupan modal bank mengalami penyempurnaan dengan mempertimbangkan lebih dalam perhitungan cadangan modal/ pembebanan (charge)
untuk meng-cover risiko kredit (credit risk), risiko pasar (market risk) dan
risiko operasional (operational risk) dengan minimum pencapaian sebesar 8% 1. Formula kecukupan pemenuhan modal minimum (Capital Adequacy Ratio - CAR)
menurut NBCA 2001 tersebut adalah :
% 8 Charge Risk l Operationa Charge
Risk Market Charge
Risk Credit
Modal ≥
+ +
Untuk dapat memenuhi persyaratan kecukupan pemenuhan modal minimum diatas, maka salah satu usaha yang dilakukan bank adalah dengan meminimumkan
cadangan modal untuk melindungi risiko-risiko diatas dengan menerapkan manajemen risiko.
Manajemen risiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank. Dengan menerapkan manajemen risiko dan memasukkannya dalam setiap pengambilan keputusan bisnis diharapkan perusahaan
dapat lebih siap, karena potensi risiko yang akan terjadi sudah diperhitungkan. Bank yang melakukan proses manajemen risiko juga diharapkan lebih dapat menciptakan nilai tambah, karena potensi kembali yang diperoleh sudah diperhitungkan lebih besar daripada potensi risiko kerugiannya.
Salah satu risiko yang wajib dikelola bank, adalah risiko operasional. Risiko operasional adalah risiko kerugian yang diakibatkan oleh kegagalan atau tidak
memadainya proses internal manusia dan sistem, atau sebagai akibat dari kejadian eksternal dan hukum yang berlaku. Persoalan umum yang dihadapi berkaitan dengan risiko operasional adalah identifikasi dan pengukuran modal cadangan untuk meng-cover risiko operasional. Kerangka Basel II menetapkan tiga metode perhitungan
modal untuk risiko operasional. Ketiga metode tersebut adalah Basic Indicator Approach (BIA), Standardized Approach (SA), dan Advanced Measurement
Approach (AMA).
Pendekatan menggunakan Metode Advanced Measurement Approach (AMA) lebih menekankan pada analisis kerugian operasional, karena itu penerapan model ini
harus memiliki sistem database (data historis) kerugian operasional sekurang-kurangnya dua hingga lima tahun kebelakang, dimana model tersebut
mempunyai teknologi yang dapat menangkap, menyeleksi, dan melaporkan risiko operasional perusahaan tersebut. Secara teori terdapat insentif yang jelas bagi bank-bank untuk menggunakan metodologi perhitungan rasio permodalan yang lebih
canggih, diantaranya :
b. jumlah risiko yang diasumsikan dalam modal lebih mencerminkan profil risiko bank.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik melakukan studi dalam menentukan modal cadangan untuk meng-cover risiko operasional dengan menggunakan Metode AMA, yang dalam hal ini menggunakan Model Loss Distribution Approach – Aggregation Method. Oleh karena itu, untuk mendapatkan titik terang dari permasalahan tersebut, maka diadakan penelitian lebih lanjut, dengan judul : “Pengukuran Risiko Operasional dengan menggunakan Model Loss Distribution Approach -Aggregation Method”
1.2 Perumusan Masalah
Metode Advanced Measurement Approach (AMA) sampai saat ini merupakan metode tercanggih yang dapat digunakan oleh bank. Basel Committee tidak mensyaratkan model tertentu dalam AMA, karena itu bank diperkenankan untuk menggunakan sistem pengukuran risiko operasionalnya sendiri. Karena itu bagaimanakah bank mengukur pembebanan risiko operasional dengan metode AMA dengan menggunakan model Loss Distribution Approach-Aggregation Method. Selanjutnya model ini dipakai dalam menentukan OpVaR (Operational Value at Risk) dimana VaR merupakan pendekatan untuk mengukur jumlah kerugian yang akan terjadi pada suatu waktu tertentu sebagai akibat terjadinya suatu kejadian (event) dengan menggunakan tingkat probabilitas tertentu.
1.3Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
b. diharapkan dapat memberikan sumbangsih untuk bahan diskusi dan pengembangan selanjutnya.
1.4 Kontribusi Penelitian
Kontribusi yang diambil dalam pengukuran risiko operasional dengan menggunakan model Loss Distribution Approach-Aggregation Method diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak manajemen perusahaan (bank) dalam meminimumkan, mengalokasikan, dan mengestimasi modal risiko operasional, demi kelangsungan usaha perusahaan pada masa yang akan datang.
1.5 Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada tugas akhir ini bersifat literatur yaitu disusun berdasarkan rujukan pustaka dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Mengumpulkan dan mempelajari bahan-bahan berupa buku, jurnal ilmiah, dan makalah yang menimbulkan gagasan dan mendasari penelitian yang dilakukan.
b. Identifikasi risiko operasional bank.
Tujuan utama identifikasi risiko adalah untuk menghasilkan suatu daftar kejadian yang komprehensif yang memberikan pengaruh terhadap tercapainya tujuan bank.
Dengan pendekatan distribusi normal tersebut probabilita kumulatif distribusi aggregation kerugian operasional dapat dinyatakan sebagai :
− ≈
) (
) ( )
(
t VarX
t EX x t
Fx φ dimana φ =(x) menyatakan distribusi normal
d. Studi Kasus
Pada bagian ini dikemukakan contoh kasus penggunaan model Loss Distribution Approach-Aggregation Method, dan menentukan insentif yang
diterima bank sehubungan penggunaan model ini dibandingkan dengan model pengukuran pembebanan risiko operasional yang standar.
1.6 Sistematika Penulisan
Tugas akhir ini ditulis dalam beberapa bab yang dalam tiap bab berisikan sub – sub bab yang telah disusun guna memudahkan pembaca untuk mengerti dan memahami isi tulisan ini. Adapun sistematika penulisan tugas akhir ini adalah :
BAB I : PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
BAB III : PEMBAHASAN DAN STUDI KASUS
Bab ini berisikan tentang formulasi model matematis untuk mengukur
jumlah kerugian risiko operasional dengan menggunakan model Loss Distribution Approach-Aggregation Method dan pengambilan
data dan pengolahan data yang nantinya akan menghasilkan suatu kesimpulan.
BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab penutup yang menyatakan suatu kesimpulan dari seluruh pembahasan dan saran – saran penulis berdasarkan kesimpulan yang diperoleh.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Risiko Operasional
Manajemen risiko operasional merupakan serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko pasar yang timbul dari kegiatan usaha bank.
Bagi Perbankan, penerapan manajemen risiko dapat meningkatkan peran shareholder dalam memberikan gambaran kepada pengelola bank adanya
kemungkinan kerugian bank di masa datang, meningkatkan metode dan proses pengambilan keputusan yang sistematis yang didasarkan pada ketersediaan informasi yang digunakan untuk menilai suatu risiko.
Bagi otoritas pengawasan bank, penerapan manajemen risiko akan mempermudah penilaian terhadap kemungkinan kerugian yang dihadapi bank yang akan mempengaruhi permodalan bank dan sebagai salah satu dasar penilaian dalam menetapkan strategi dan fokus pengawasan Bank.
Adapun tahap evolusi Manajemen Risiko Operasional dibagi menjadi 4 bagian tahap, yakni :
1. Identifikasi dan pengumpulan data
2. Penyusunan metric dan tracking
Tahap ini perlu menyusun metric dan key risk indicator untuk tiap risiko operasional yang telah diidentifikasi dalam tahap sebelumnya, termasuk juga penyusunan sistem tracking data dan informasi frekuensi dan severitas suatu risiko tertentu.
3. Pengukuran
Tahap ini perusahaan perlu menyusun suatu metode untuk kuantifikasi risiko operasional dari semua unit kerja.
4. Manajemen
Tahap ini perusahaan perlu melakukan konsolidasi hasil dari tahap 3 untuk mendapatkan perhitungan alokasi modal untuk menutup risiko operasional dan analisis kinerja berbasis risiko dan redistribusi portofolio untuk menyesuaikan profil risiko perusahaan yang diinginkan.
2.1.1 Karakteristik Risiko Operasional
Risiko Operasional sangat terkait dengan banyaknya masalah yang timbul karena kelemahan proses didalam pengawasan bank, namun risiko operasional tidak hanya terdapat pada bank saja, tetapi pada setiap jenis usaha lainnya.
Berbagai bentuk risiko operasional, telah dikelola secara aktif dengan semakin meningkatnya teknologi, pengendalian dan sistem keamanan yang telah dilakukan oleh pihak bank. Pada pilar 1 Basel ll Capital Accord bank dipersyaratkan untuk mengkuantifikasi dan mengalokasikan kebutuhan modal sesuai ketentuan untuk mengantisipasi potensi kerugian risiko operasional.
high frequency/low impact (HFLI), dikelola untuk meningkatkan efisiensi kegiatan usaha.
Lembaga Pengawasan Perbankan telah mendorong bank untuk melihat proses operasional seluas mungkin dan mempertimbangkan kejadian yang memiliki frekuensi rendah tetapi memiliki dampak yang tinggi (low frequency/high impact), selain risiko kredit dan risiko pasar. Dalam Basel II mengenai manajemen risiko operasional, dimana suatu bank dipersyaratkan untuk mengkuantifikasi, mengukur dan mengalokasi modal untuk meng-cover risiko operasional sebagaimana halnya terjadi pada risiko kredit dan risiko pasar.
2.1.2 Kejadian Risiko Operasional
Peristiwa risiko operasional dikelompokkan kedalam dua faktor yaitu :
1) Frekuensi (frequency), yaitu seberapa sering suatu peristiwa operasional terjadi.
2) Dampak (impact), yaitu jumlah kerugian yang timbul dari peristiwa tersebut.
Ada empat jenis kejadian operasional (events), yaitu:
Impact
Frequency
Gambar 2.1 Jenis Kejadian Operasional
Secara umum manajemen risiko operasional memfokuskan kepada dua jenis kejadian, yaitu :
1) Low frequency/High impact 2) High frequency/Low impact
Bank mengabaikan suatu kejadian yang memiliki Low frequency/Low impact karena membutuhkan biaya yang lebih besar dalam mengelola dan memantau dibandingkan dengan tingkat kerugian yang diperoleh bila hal ini terjadi.
High frequency /High impact events tidak relevan karena bila kejadian ini
terjadi, bank secara cepat akan menderita kerugian yang besar dan harus menghentikan usahanya. Kerugian ini juga tidak berkelanjutan dan pengawasan bank akan mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan praktek-praktek bisnis yang buruk.
Beberapa produk keuangan, khususnya dalam retail banking, akan
memasukkan High frequency/Low impact kedalam struktur harga produk. Low Frequency/High Impact events sangat sulit untuk dipahami dan sulit diprediksi
sehingga mempengaruhi operasional bank, selain itu jenis kejadian itu berpotensi untuk menghancurkan bank.
LFHI
LFLI
HFLI
2.1.3 Expected Loss dan Unexpected Loss
Pada perhitungan kebutuhan modal risiko operasional, bank diwajibkan menghitung kebutuhan modal risiko operasional berdasarkan Expected Loss dan Unexpected Loss, dimana Expected Loss adalah kerugian yang terjadi dalam
operasional bank secara normal.
Karenanya bank berasumsi bahwa kerugian ini merupakan bagian dari operasional bank, bank juga memasukkan expected losses dalam struktur harga produk. Bila suatu bank dapat membuktikan kepada lembaga pengawas bahwa bank telah menghitung expected losses, maka expected losses itu tidak perlu dihitung lagi dalam perhitungan modal regulasi, dalam kondisi ini modal regulasi risiko bank sama dengan unexpected losses.
Bank menggunakan metode statistik dalam memprediksikan expected losses dimasa yang akan datang dengan menggunakan data dan pengalaman dimasa yang lalu. Metode sederhana untuk menghitung expected loss adalah dengan menggunakan nilai rata-rata (mean) dari kerugian aktual dalam suatu periode tertentu. Unexpected loss adalah kerugian yang berasal dari suatu even yang tidak dharapkan terjadi atau
suatu peristiwa ekstrim dan memiliki probabilitas terjadinya sangat rendah. Unexpected losses secara tipikal berasal dari event yang memiliki low frequency/high impact.
Bank berusaha untuk memprediksi unexpected losses dengan menggunakan statistik sama seperti dalam expected losses. Unexpected losses dihitung dengan menggunakan data dan pengalaman internal bank. Untuk menghitung unexpected losses bank dapat menggunakan :
a. Data internal yang tersedia b. Data eksternal dari bank lain
2.1.4 Kategori Kejadian Risiko Operasional
Cara yang paling mudah untuk memahami risiko operasional dibank adalah dengan mengkategorikan risiko operasional sebagai risiko, oleh karena itu, pemahaman mengenai kejadian operasional yang menyebabkan kerugian dilakukan dengan mengelompokkan risiko operasional kedalam sejumlah kategori kejadian risiko dan didasarkan pada penyebab utama kejadian risiko.
Risiko Operasional selanjutnya dapat dibagi dalam beberapa sub-kategori, seperti risiko yang melekat pada :
1) Risiko proses internal 2) Risiko manusia 3) Risiko sistem
4) Risiko kejadian dari luar ( external events)
5) Risiko hukum dan ketentuan regulator yang berlaku ( legal risk)
2.1.4.1Risiko Proses Internal
Risiko proses internal didefenisikan sebagai risiko yang terkait dengan kegagalan proses atau prosedur yang terdapat pada suatu bank.
Kejadian risiko operasional internal meliputi :
a. Dokumentasi yang tidak memenuhi atau tidak lengkap b. Pengendalian yang lemah
c. Kelalaian pemasaran
d. Kesalahan penjualan produk e. Pencucian uang
f. Laporan yang tidak benar atau tidak lengkap (terkait dengan aspek pemenuhan kebutuhan) dan
2.1.4.2Risiko Manusia
Risiko manusia didefinisikan sebagai risiko yang terkait dengan karyawan bank. bank menyatakan bahwa asetnya yang paling berharga adalah pada karyawannya, namun demikian karyawanlah yang sering menjadi penyebab kejadian risiko operasional. Kejadian risiko manusia dapat terjadi pada fungsi manajemen risiko, dimana kualifikasi dan keahlian karyawan pada fungsi tersebut merupakan hal yang paling diutamakan.
Bagian-bagian yang umumnya terkait dengan risiko manusia adalah :
a. Permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja (health and safety issues) b. Perputaran karyawan yang tinggi
c. Penipuan internal d. Sengketa pekerja
e. Praktik manajemen yang buruk
f. Pelatihan karyawan yang tidak memadai g. Terlalu tergantung pada karyawan tertentu h. Aktivitas yang dilakukan
2.1.4.3Risiko Sistem
Risiko sistem adalah risiko yang terkait dengan penggunaan teknologi dan sistem. Saat ini semua bank sangat bergantung pada sistem dan teknologi yang mendukung kegiatan bank, penggunaan teknologi seperti ini banyak menimbulkan risiko operasional.
Kejadian risiko sistim disebabkan oleh :
a. Data yang tidak lengkap ( data corruption) b. Kesalahan input data (data entry errors)
e. Ketergantungan pada teknologi black box keyakinan bahwa model matematis yang terdapat pada sistem internal pasti benar.
f. Gangguan pelayanan (service interuption) baik gangguan sebagian atau seluruhnya.
g. Masalah yang terkait dengan keamanan sistem misalnya virus dan hacking. h. Kecocokan sistem (system suitability) dan
i. Penggunaan teknologi yang belum di uji coba ( use of new untried technology)
Secara teoritis, kegagalan menyeluruh pada teknologi yang digunakan bank adalah kejadian yang mungkin menyebabkan kejatuhan bank tersebut, saat ini ketergantungan pada teknologi sudah tinggi sehingga tidak bekerjanya komputer dapat menyebabkan bank tidak beroperasi dalam periode waktu tertentu.
2.1.4.4Risiko Eksternal
Risiko eksternal adalah risiko yang terkait dengan kejadian yang berada diluar
kendali bank secara langsung. Kejadian risiko eksternal umumnya adalah kejadian low frequency/high impact dan sebagai konsekuensinya menyebabkan kerugian yang
tidak dapat diperkirakan, misalnya : perampokan dan serangan teroris dalam skala besar.
Beberapa kejadian eksternal memiliki dampak yang cukup besar sehingga dapat mempengaruhi kemampuan bank dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Kejadian risiko eksternal dapat disebabkan :
a. Kejadian pada bank lain yang memiliki dampak pada bank lain. b. Pencurian dan penipuan dari luar
c. Kebakaran d. Bencana alam
e. Kegagalan perjanjian outsourching f. Penerapan ketentuan lain
h. Terorisme
i. Tidak beroperasinya sistem transportasi yang menyebabkan karyawan tidak dapat hadir ditempat kerjanya dan
j. Kegagalan utility service, seperti listrik padam
Secara historis, bank sebenarnya telah secara aktif memberikan perhatian pada risiko eksternal dalam rangka melindungi usaha dari kerugian.
2.1.4.5Risiko Hukum
Risiko hukum adalah risiko yang timbul dari adanya ketidakpastian karena dilakukannya suatu tindakan hukum atau ketidakpastian dalam penerapan atau interpretasi suatu perjanjian, peraturan atau ketentuan. Risiko hukum berbeda antara suatu negara dengan negara lain dan semakin meningkat sebagai akibat dari :
a. Penerapan ketentuan know-your-customer (KYC) yang terutama disebabkan oleh tindakan terorisme, dan
b. Penerapan ketentuan perlindungan data yang terutama disebabkan oleh reaksi terhadap semakin meningkatnya penggunaan informasi nasabah untuk tujuan pemasaran produk.
2.2 Pengukuran Risiko Operasional
Menurut, Stulz, René. (2003)1 memaparkan bahwa untuk pengukuran risiko operasional yang dihadapi oleh satu bank, BIS (Bank for International Settlement) berdasarkan BASEL CAPITAL ACCORD 2001, memberikan beberapa pilihan metode yang dapat digunakan oleh satu bank, yaitu :
a. Basic Indicator Approach (BIA). b. Standardized Approach (SA)
c. Advanced Measurement Approach (AMA)
1
2.2.1 Basic Indicator Approach (BIA)
Basic Indicator Approach merupakan pendekatan yang paling sederhana dan dapat digunakan oleh semua bank untuk menghitung kebutuhan modal risiko operasional berdasarkan Basel Committee on Banking Supervision, yang tertuang dalam dokumen New Basel Capital Accord 2001 (NBCA 2001)
Basic Indicator Approach menggunakan total gross income suatu bank sebagai indikator besaran eksposur, dalam hal ini gross income mewakili skala kegiatan usaha dan digunakan untuk menunjukkan risiko operasional yang melekat pada bank. Persentase yang digunakan dalam formula Basic Indicator Approach ditetapkan sebesar 15%, dengan penetapan persentase tersebut jumlah modal risiko operasional yang dipersyaratkan pada tahun tertentu
Formula untuk menghitung modal risiko operasional bank dapat dirumuskan sebagai berikut ;
n
GI
K
I i
BIA
/
3
1 *
=
∑
=
α
Dimana : KBIA = besarnya potensi risiko operasional
α = parameter alpha yang besarnya ditentukan sebesar 15%
GIi = indikator eksposur risiko operasional (gross income) rata-rata selama 3 tahun.
n3 = jumlah n-data (n3 = 3)
2.2.2 Standardized Approach (SA)
Standardized Approach merupakan metode yang akan mengatasi kurangnya
b. Menggunakan pendapatan kotor (gross income) dari tiap jenis bisnis digunakan sebagai indikator risiko operasional atas masing-masing jenis bisnis.
Dengan membagi bank menjadi bisnis yang berbeda-beda dan memberikan persentase yang berbeda kepada tiap jenis bisnis, Standardized Approach menghubungkan areal bisnis bank dan risikonya dengan pembebanan modal risiko operasional, pada Standardized Approach jumlah modal agregat diambil rata-ratanya untuk menghasilkan jumlah modal regulasi risiko operasional yang dibutuhkan.
Modal regulasi agregat untuk tahun tunggal dihitung dengan menambahkan hasil pendapatan kotor (gross income), dikalikan dengan faktor beta untuk setiap jenis bisnis, dengan mengabaikan apakah pendapatan kotor (gross income) untuk tiap jenis bisnis bernilai negatif dan jumlah keseluruhan untuk tahun tertentu adalah negatif maka angka tersebut akan diganti dengan nol (nol) untuk perhitungan rata-rata.
Berdasarkan Komite Basel (Basel Capital Accord I) perhitungan nilai rata-rata Standardized Approach (SA) selalu dihitung selama tiga tahun terakhir, dan dapat dirumuskan sebagai berikut ;
(
)
3
0
,
*
1
=
∑
−n
i
i i SA
GI
Max
K
β
Dimana ;
SA
K = pembebanan modal risiko operasional menurut metode SA
i
GI = nilai laba kotor untuk masing-masing lini bisnis dalam suatu tahun
untuk jangka tiga tahun
i
2.2.3 Advanced Measurement Approach (AMA)
Metode Advanced Measurement Approach (AMA) adalah metode yang digunakan untuk mengukur besarnya pembebanan modal risiko operasional, dibandingkan dengan model yang standart, pendekatan model AMA lebih menekankan pada analisis kerugian operasional, dan bank yang ingin menerapkan model AMA dalam pengukuran risiko operasional harus mempunyai database kerugian operasional sekurang-kurangnya dua hingga lima tahun kebelakang, bank yang ingin menggunakan metode ini harus memiliki teknologi yang tinggi sehingga dengan bantuan teknologi tersebut dapat dibuat model yang menangkap, menyeleksi, dan melaporkan informasi risiko operasional eksternal untuk tujuan validasi model.
Menurut standar kuantitatif Komite Basel, kategori risiko operasional dapat dikelompokkan dalam tujuh tipe sebagai berikut :
a. Penyelewengan Internal (internal fraud) b. Penyelewengan Eksternal (eksternal fraud)
c. Praktik kepegawaian dan keselamatan kerja (employment practices and workplace safety)
d. Klien, produk, dan praktik bisnis (client, products, and business practices) e. Kerusakan terhadap asset fisik perusahaan (physical asset damages)
f. Terganggunya bisnis dan kegagalan sistem (business disruption and system failure)
g. Manajemen proses, pelaksanaan, dan penyerahan produk dan jasa (execution, delivery, and process management)
Pendekatan menggunakan Metode Advanced Measurement Approach (AMA ini ada beberapa pendekatan yang sering digunakan yaitu sebagai berikut ;
a. Internal Measurement Approach (IMA) b. Loss Distribution Approach (LDA) c. Scoreboard Approach
2.2.3.1Internal Measurement Approach (IMA)
Model Internal Measurement Approach merupakan model yang paling sederhana digunakan dalam mengukur pembebanan resiko operasional dalam kelompok pendekatan Advanced Measurement Approach (AMA) yang paling sederhana, dan dapat dirumuskan sebagai berikut ;
K
ij= γ
ij.EL
ijK
ij= γ
ij.(EI
ij.PE
ij.
.LGE
ij)
Dimana ;
ELij = expected loss dalam bisnis usaha ke I karena factor operasional EIij = exposure indicator berdasarkan ij
PEij = probabilitas kejadian(event) dari kejadian risiko operasional j LGEij = Rata-rata kerugian dari suatu kejadian risiko operasional
γ
ij = Multiplier untuk masing-masing bisnis usaha i dan tipe kejadian risiko operasional jKomite Basel (Basel Capital Accord I) menyarankan besarnya
γ
ij untuk tiapbisnis usaha dan tipe kejadian risiko operasional ditentukan bank atau melalui konsorsium, metode ini mempunyai fleksibelitas dalam penentuan besarnya
γ
ij sesuaipengukuran risiko operasional yang expected loss dan unexpected loss yang cukup rumit, dan oleh karena itu bank lebih sering menggunakan pendekatan Loss Distribution Approach (LDA) atau Scoreboard Approach.
2.2.3.2 Loss Distribution Approach (LDA)
Pendekatan Loss Distribution Approach (LDA) didasarkan pada informasi data kerugian operasional internal, dimana data kerugian operasional dikelompokkan dalam distribusi frekuensi kejadian atau events dan distribusi severitas kerugian operasional.
Data distribusi frekuensi kejadian operasional merupakan distribusi yang bersifat discrete dan proses stochastic data umumnya mengikuti distribusi Poisson, mixed Poisson atau proses Cox, sedangkan data distribusi severitas kerugian
operasional merupakan distribusi yang bersifat kontinu. Distribusi severitas kerugian operasional kerugian umumnya mengikuti karateristik distribusi eksponensial, distribusi Weilbull atau distribusi Pareto.
Pada Loss Distribution Approach (LDA) ini total kerugian operasional merupakan jumlah atau sum (S) dari variable random (N) atas kerugian operasional individu (X1, X2…. XN) sehingga jumlah kerugian operasional dapat dinyatakan sebagai
S = X1, X2…. XN N = 0, 1, 2,..
Model loss distribution approach ini mengasumsikan bahwa variable random kerugian operasional Xi bersifat independent, identically, distributed (iid), dengan asumsi distribusi frekuensi kerugian operasiona N (frekuensi) adalah independent terhadap nilai kerugian atau distribusi severitasnya (Xi).
2.2.3.3 Loss Distribution Approach-Actuarial Model
Dalam pendekatan Actuarial Model, data kerugian operasional dapat didistribusikan dalam distribusi frekuensi dan distribusi severitas, dengan kedua jenis distribusi frekuensi dan severitas tersebut, distribusi total kerugian operasional tinggal menggabungkannya menjadi satu distribusi total kerugian. Distribusi total kerugian ini kemudian digunakan untuk memproyeksikan potensi kerugian risiko operasional.
2.2.3.4 Loss Distribution Approach - Aggregation Model
Dalam pendekatan aggregation model, sama halnya dengan pendekatan acturial modal, data kerugian operasional disusun dalam distribusi frekuensi dan distribusi severitasnya. Data aggregation kerugian operasional pada waktu t diberikan
dengan variable random X(t) yang nilainya adalah
∑
=
= N
i i U t
X
1
)
( yang dimana setiap U
mengwakili individu kerugian operasional.
Dengan demikian probabilitas kumulatif dari distribusi kerugian aggregation dapat dinyatakan sebagai berikut ;
≤
=
∑
=
x U x
F
N
i i x
1
Pr )
(
Dengan kata lain, probabilitas kumulatif dari distribusi aggregation merupakan jumlah dari probabilitas masing-masing individu kerugian operasionalnya.
Jika distribusi kerugian operasional sangat besar maka hukum central limit theorem dapat diterapkan sehingga distribusi aggregation kerugian operasional
− ≈
) (
) ( )
(
t VarX
t EX x t
Fx φ dimana φ =(x) menyatakan distribusi normal
2.3 Sifat-sifat Deskriptif Statistik
Pengukuran potensi kerugian risiko operasional dan untuk melakukan pemodelan pada suatu bank perlu terlebih dahulu mengetahui karakteristik dari distribusi kerugian operasional, adapun distribusi kerugian risiko operasional dapat dikelompokkan distribusi operasional dan distribusi severitas data kerugian.
2.3.1 Distribusi Frekuensi Operasional
Distribusi frekuensi menunjukkan jumlah atau frekuensi terjadinya suatu jenis kerugian operasional dalam suatu periode tertentu, tanpa melihat nilai atau rupiah kerugian. Distribusi frekuensi kerugian operasional merupakan distribusi discrete, yaitu distribusi atas data yang nilai data harus bilangan integer atau tidak pecahan. Frekuensi kejadian atau kejadian bersifat integer karena jumlah bilangan merupakan bilangan bulat positif.
Distribusi frekuensi kerugian operasional dapat dikelompokkan dalam distribusi Poisson, geometric, binomial, dan hypergeometric, selain itu distribusi kerugian operasional dapat juga berupa gabungan kombinasi dari beberapa tipe distribusi frekuensi seperti Poisson-geometric.
2.3.1.1Distribusi Poisson
dengan frekuensi terjadinya kerugian operasional, dimana distribusi ini mencerminkan probabilitas jumlah atau frekuensi kejadian.
Rata-rata jumlah atau frekuensi terjadinya kesalahan bayar kasir atau rata-rata
frekuensi terjadinya kecelakaan kerja dapat dinyatakan sebagai λ (lambda) dalam
suatu periode waktu tertentu, dengan demikian secara umum frekuensi terjadinya kerugian operasional atas suatu kejadian tertentu dapat ditentukan dengan menggunakan distribusi Poisson.
Distribusi Poisson dari suatu kejadian kerugian tertentu dapat ditentukan probabilitasnya dengan rumus :
x!
λ
e f(x)
x λ
−
= , dengan e = 2.718281
Sedangkan fungsi kumulatif dari distribusi poisson dapat dirumuskan sebagai berikut :
( )
∑
= −= X
0 i
i λt
i!
λt
e F(x)
Parameter λ dapat diestimasi dengan :
∑
∑
∞
= ∞
= =
0 k
k 0 k
k
n kn
λ
Distribusi Poisson memiliki mean dan variance sebagai berikut ;
Mean, μ = λ
Untuk contoh perhitungan λ dipergunakan contoh frekuensi kerugian kartu kredit sebagai berikut ;
[image:35.595.205.442.367.668.2]Suatu bank mempunyai data yang banyaknya jumlah pemalsuan kartu kredit dalam bulan maret 2006 dari tabel diketahui bahwa jumlah frekuensi yang ada dikolom menunjukkan terjadinya pemalsuan kartu kredit dimulai dari minimal 0 pemalsuan sehingga 10 kali pemalsuan kartu kredit setiap bulan. Jumlah dalam kolom 2 menunjukkan banyaknya pemalsuan yang diobservasi sebanyak 103 kartu kredit dan dari jumlah tersebut yang jumlah pemalsuannya 0 kejadian adalah 20 kartu. data kolom 3 menunjukkan hasil kali kolom 1 dan kolom 2. hasil rata-rata tertimbang pada kolom 3 merupakan nilai lambda λ = 2.45, Perhitungan parameter λ dapat diberikan pada tabel berikut ;
Tabel 2.1 Frekuensi Pemalsuan Kartu Kredit
# Potensi Kejadian/bulan
Jumlah
Pemalsuan in 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 20 15 35 9 6 5 4 6 2 1 0 0 15 70 27 24 25 24 42 16 9 0 Jumlah observasi Lambda (λ)
103 252
Dimana ;
∑
∑
∞
= ∞
=
=
0 0
k k k
k
n kn
λ
103 252
=
λ
λ = 2.45
2.3.1.2Distribusi Binomial
Distribusi binomial merupakan salah satu distribusi discrete yang berguna untuk memodelkan masalah probabilitas dari frekuensi atau jumlah sukses atas suatu aktivitas yang bersifat independent, distribusi binomial dinyatakan dengan dua parameter, yaitu m yang menunjukkan kerugian operasional tertentu yang bersifat independen dan identik, dan q yang menunjukkan probabilitanya, dan dinyatakan dalam rumus berikut :
(
)
n x xp 1 p x n
P(x) − −
= , dimana k = 0,1,..
Parameter Distribusi Binomial adalah n dan p yang merupakan bilangan bulat positif dan 0 > p > 1
Distribusi binomial mempunyai nilai mean dan variance sebagai berikut :
2.3.1.3Distribusi Binomial Negatif
Distribusi Binomial negatif merupakan salah satu distribusi frekuensi yang banyak terjadi dalam distribusi kerugian operasional. Distribusi binomial negatif mempunyai dua parameter, yaitu β dan r yang masing-masing menunjukkan probabilitas sukses dan jumlah sukses terjadinya kejadian yang diinginkan.
Distribusi binomial negatif memberikan nilai probabilitas terjadinya suatu kejadian, yaitu jumlah kegagalan sebelum terjadinya kejadian sukses yang ke-n. Karakteristik distribusi binomial negatif ini dapat digambar sebagai suatu kejadian yang hanya berkaitan dengan karakteristik sukses ke-2, sukses-3, dan seterusnya dan bukan sukses pertama. dan dapat dirumuskan dalam distribusi binomial negatif sebagai berikut ;
Pk =
k r x x k + + + − β β β 1 1 1 1
k = 0,1,....,n;r >0, β>0
Sedangkan fungsi kumulatifnya adalah
F(x) = k
( )
ix i i i k β β − + −
∑
= 11
0
Parameter β dan r diestimasi dengan menggunakan persamaan moment sebagai berikut ;
r β =
n kn
n
k k
∑
=0
dan
r β (1 + β ) = n n k n k k
∑
=0 2Distribusi binomial negatif mempunyai mean dan variance sebagai berikut:
Mean, μ =
q rβ
Variance, σ2= 2 q rβ
Sebagai contoh kerugian risiko operasional yang terdistribusikan secara binomial negatif adalah mesin ATM yang beroperasi disuatu mal. Probabilitas bahwa mesin ATM mengeluarkan jumlah uang secara salah dalam setiap kali penarikan adalah 0,0001. Seorang nasabah bank mengambil uang melalui ATM dan mendapatkan kenyataan jumlah uang yang dikeluarkan oleh mesin adalah salah atau berbeda jumlahnya dengan jumlah yang diinginkan, jika terdapat nasabah lain yang ingin mengambil melalui ATM tersebut, berapa probabilitas seorang nasabah akan mengambil secara benar dalam 5 pengambilan sebelum terjadi kesalahan pembayaran yang kedua.
2.3.1.4Distribusi Geometric
Distribusi geometric digunakan untuk mengetahui beberapa banyak kegagalan akan terjadi sebelum terjadinya kejadian sukses dari suatu seri aktivitas yang bersifat independen. Karakteristik dari distribusi geometric adalah suatu kejadian yang gagal dan sukses pertama. Distribusi geometric tidak berkaitan dengan kepentingan sukses pertama, sukses kedua dan seterusnya.
Distribusi geometric mempunyai probabilitas fungsi ;
(
)
11+ +
= k
k k
P
Parameter β dapat diestimasi dengan β =
∑
∞ =1 1 k k kn nDistribusi geometric mempunyai mean dan variance sebagai berikut:
Mean, μ =
p
β
Variance, σ2= 2 p
β
Sebagai contoh kerugian operasional yang dapat didistribusikan dalam distribusi geometric aktivitas pengiriman transfer dana melalui telepon, jika probabilitas sukses suatu bank yang mengirim transfer melalui telepon dalam suatu kali transaksi adalah 0.90 dan x merupakan aktivitas telepon yang tidak tersambung sebelum akhirnya sambungan telepon dapat terjadi maka distribusi beberapa kali kegagalan telepon tersambung dapat didistribusikan sebagai distribusi geometric. Variabel x dapat juga dinilai sebagai waktu menunggu yang mencerminkan jumlah frekuensi kegagalan sebelum akhirnya kejadian sukses terjadi.
2.3.1.5Distribusi Hypergeometric
Distribusi Hypergeometric menunjukkan suatu proses yang dilakukan secara acak tanpa perubahan jumlah sampel dari suatu populasi dan menentukan berapa jumlah atau frekuensi kejadian yang terdapat dalam sampel yang memiliki karakteristik tertentu.
Probabilitas fungsi dari distribusi hypergeometric dapat diberikan sebagai berikut ;
p(x) = − − n N x n D N x D
sedangkan probabilitas kumulatifnya sebagai berikut ; P(X) = − −
∑
− n N x n D N x D x 0 iDimana N menyatakan jumlah kelompok individu bagian yang diteliti dan D adalah jumlah atau frekuensi yang memiliki karakteristik tertentu yang diinginkan.
Distribusi Hypergeometric mempunyai mean dan variance sebagai berikut:
Mean, μ = N nD
Variance, σ2=
− − − 1 N n N N D 1 N nD Sebagai contoh
Suatu kotak memuat 100 item yang 5 diantarana tidak sesuai persyaratan, Jika 10 item dipilih secara random tanpa melalukan pengembalian, maka probabilitasnya akan mendapatkan paling banyak 1 item yang tidak sesuai dalam sampel tersebut.
Maka P{x ≤ 1} = P{ x = 0} + P{x = 1}
= + 10 100 9 95 1 5 10 100 10 95 0 5
= 0.923
2.3.2 Distribusi Frekuensi Kerugian Severitas
Distribusi severitas kerugian operasional sangat perlu diketahui agar dalam pemodelan kerugian risiko operasional dapat mempergunakan parameter data yang tepat, pada penentuan jenis distribusi severitas kerugian, pendekatan yang dilakukan adalah memilih kelompok umum dari distribusi probabilitas dan kemudian menetapkan nilai parameter yang paling cocok dengan data severitas kerugian yang diobservasi.
Distribusi severitas kerugian operasional dapat dikelompokkan dalam distribusi normal, distribusi beta, distribusi eksponensial, distribusi lognormal, distribusi Pareto, dan distribusi Cauchy.
2.3.2.1Distribusi Normal
Distribusi normal kerugian banyak terjadi pada risiko pasar dan risiko kredit,
Distribusi normal atas suatu kerugian memiliki karakteristik parameter mean (μ) dan standart deviasi (σ).
Probabilitas fungsi densitas distribusi normal dinyatakan dengan
f(x) = −∞< <∞
− −
x untuk
e
2π
σ
1
2
σ μ
x 2 1
Jika μ = 0 dan σ2
2.3.2.2Distribusi Lognormal
Distribusi normal sangat bermanfaat untuk menganalisis kerugian risiko pasar karena karakteristik kerugian pasar dapat terdistribusi secara normal, namun distribusi kerugian operasional tidak cocok dengan distribusi normal yang bersifat simetris. Distribusi lognormal mempunyai bentuk yang tidak simetris dan merupakan salah satu bentuk distribusi severitas yang cocok untuk kerugian operasional.
Suatu data kerugian operasional dikatakan terdistribusikan secara lognormal, jika logaritma natural dari data kerugian tersebut terdistribusi secara normal. Probabilitas fungsi densitas dari variabel x, dapat dirumuskan dengan ;
(
)
(
)
− −
=
2σ
σ
x log exp
2π xσ
1 f(x)
2
Distribusi lognormal mempunyai nilai mean dan variance yaitu ;
Mean, μ = 2 σ μ 2 e +
Variance, σ2 = e2μ+σ2
( )
eσ2 −12.3.2.3Distribusi Beta
Distribusi Beta mempunyai dua parameter, yaitu α dan β, fungsi Gamma
digunakan dalam probabilitas fungsi densitas distribusi Beta sebagai berikut ;
( )
( ) ( ) ( )
μ 1 μ untuk α 0dan β 0β Γ α Γ
β α Γ
f(x)= + α−1 − β−1 > >
Distribusi Beta mempunyai nilai mean dan variance yaitu ;
Mean, μ =
β α
α
+
Variance, σ2=
(
α β) (
α β 1)
αβ2
+ + +
2.3.2.4Distribusi Eksponensial
Distribusi eksponensial menjelaskan probabilita waktu menunggu diantara kejadian dalam distribusi poisson, sebagai contoh adalah jika rata-rata jumlah
pemalsuan kartu kredit adalah dua perbulan atau λ = 2, maka waktu terjadinya
pemalsuan kartu kredit dijelaskan dengan distribusi eksponensial. Dimana Distribusi Eksponensial dapat dirumuskan sebagai berikut ;
θ
untuk x
λe
f(x)= −λx ≥
Distribusi eksponensial mempunyai nilai mean dan variance yaitu ;
Mean, μ=
λ
1
Variance, σ2= 12
Distribusi Eksponensial Kumulatif dapat dirumuskan sebagai berikut ;
( )
a P{x aF = ≤
= aλe dt
0 λt
∫
−= 1−e−λa ; a ≥ 0
2.3.2.5Distribusi Weibull
Distribusi Weibull dapat didefensikan sebagai berikut ;
− − −
= − eks xδ γ
δ γ x δ β f(x) 1 β
x ≥ γ
Dengan γ (- ~ < γ <~ ) adala parameter lokasi, δ > 0 adalah parameter skala, dan β>0 adalah parameter bentuk.
Distribusi Weibull mempunyai dua parameter, yaitu μ dan σ2
dan dinyatakan
sebagai berikut ;
+ +
= γ δΓ 1 β1
μ + − + = 2 2 2 β 1 1 Γ β 2 1 Γ δ σ
Sedangkan fungsi kumulatif distribusi Weibull adalah ;
2.3.2.6Distribusi Pareto
Distribusi Pareto dapat digunakan untuk menjelaskan kerugian operasional tertentu, misalnya untuk klaim asuransi. Distribusi Pareto mempunyai beberapa model yang berbeda, salah satunya adalah rumus fungsi densitas yang mempunyai parameter α dan β sebagai berikut ;
(
θ)
α 1x
αθ
f(x) +
+ =
Sedangkan rumus kumulatif dari distribusi Pareto dapat dirumuskan sebagai berikut ;
n
θ
x
θ
1
F(x)
+ − =
Nilai mean dan variance dari distribusi Pareto dapat dirumuskan yaitu ;
Mean μ = 1
−
ααβ
Variance σ2=
2 2
1
2
− −
− ααβ
ααβ
2.4 Model Value at Risk
2.4.1 Variabel Value at Risk
Variabel-variabel utama dalam perhitungan VaR adalah jumlah data historis yang digunakan untuk menghitung volatilitas dan jumlah hari untuk proyeksi harga pasar diwaktu mendatang, dan Basel mensyaratkan data historis yang digunakan adalah minimal satu tahun, walaupun mungkin bank menggunakan periode yang lebih lama dan perlu diingat bahwa bank harus konsisten terhadap periode histories yang ditentukan untuk menjaga stabilitas perhitungan VaR.
2.4.2 Model Perhitungan VaR
Perhitungan VaR untuk trading book dalam jumlah besar merupakan perhitungan yang kompleks harus dapat mencakup interaksi berbagai faktor risiko dalam mensimulasikan perubahan harga pasar. Model VaR menghitung risiko dengan membuat distribusi kerugian yang mungkin terjadi selama periode waktu tertentu untuk masing-masing posisi risiko yang dimiliki (hold).
Distribusi tersebut dapat dilakukan dengan proses dua langkah, yaitu langkah pertama, distribusi harga pasar diwaktu mendatang dihitung berdasarkan data historis, adapun faktor utama dalam perhitungan distribusi tersebut adalah volatilitas historis. Hal ini dapat dilakukan untuk menghitung seberapa besar deviasi perubahan harga pasar terhadap nilai mean dan pada umumnya hasilnya dapat dinyatakan sebagai annual percentage. Sebagai contoh, jika volatilitas 20% per tahun diterapkan pada
harga saham 100 berarti bahwa harga saham akan berfluktuasi antara 80 dan 120 dalam periode 12 bulan kedepan, dan Volatilitas historis dapat digunakan sebagai input dalam model untuk mensimulasikan pergerakan harga pasar di waktu mendatang.
digunakan oleh bank berdasarkan Basel adalah mensyaratkan sebesar 99%, dengan menggunakan asumsi bahwa distribusi kerugian adalah distribusi operasional.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.3 Pendekatan Perhitungan Operasional
Basel II Accord memperbolehkan bank untuk menggunakan salah satu dari tiga pendekatan untuk menghitung modal risiko operasional. Suatu bank memiliki kemampuan untuk berpindah dari suatu pendekatan yang sederhana ke pendekatan yang lebih kompleks dengan menggunakan pendekatan statistik. Pendekatan-pendekatan tersebut adalah The Basic Indicator Approach, The Standardized Approach, dan The Advanced Measurment Approach.
Berdasarkan pendekatan Basic Indicator Approach (BIA), modal risiko operasional yang dibutuhkan dihitung berdasarkan persentase dari pendapatan kotor (gross income). The Standardized Approach membagi bisnis menjadi 8 jenis. Persyaratan modal untuk setiap jenis bisnis dihitung dengan persentase pendapatan kotor (gross income) dari setiap jenis bisnis tersebut. Hasilnya ditambahkan untuk memperoleh modal risiko operasional. Dibawah lingkungan tertentu, bank dapat menggunakan Alternative Standardized Approach (ASA), dengan metode Advanced Measurement Approach ini yang salah satunya dengan menggunakan model Loss Distribution Approach-Aggregation Method yang menggunakan OpVaR (Operational
Value at Risk) untuk menghitung regulatory capital. Pendekatan ini dianggap
operasional.
Dengan kedua jenis distribusi frekuensi dan severitas tersebut, distribusi total kerugian operasional tinggal menggabungkannya menjadi satu distribusi total kerugian. Distribusi total kerugian ini kemudian digunakan untuk memproyeksikan potensi kerugian risiko operasional. Gambar dibawah menunjukkan kombinasi antara distribusi frekuensi kerugian operasional dan distribusi severitas kerugian operasionalnya.
PENGGABUNGAN DISTRIBUSI FREKUENSI DAN DISTRIBUSI SEVERITY KERUGIAN OPERASIONAL
Frequency Distribustion Severity Distribution
[image:49.595.110.533.331.689.2]No. Of Loss Events Per Year Loss Given Event
Gambar 3.1 Kombinasi Distribusi Frekuensi dan Severitas 99,9th percentile Annual Loss Distribution
3.4 Loss Distribution Approach- Aggregation Model
Dalam pendekatan aggregation model, sama halnya dengan pendekatan acturial modal, data kerugian operasional disusun dalam distribusi frekuensi dan distribusi severitasnya. Loss Distribution Approach-Aggregation Method ini menggunakan dasar analisis statistik atas kejadian kerugian atau loss experience (baik data internal atau eksternal).
Data aggregation kerugian operasional pada waktu t diberikan dengan variable random X(t) yang nilainya adalah
∑
= = N 1 i i U
X(t) yang dimana setiap U mewakili individu kerugian operasional.
Dengan demikian probabilitas kumulatif dari distribusi kerugian aggregation dapat dinyatakan sebagai berikut ;
=
∑
≤ = x U Pr (x) F N 1 i i xDengan kata lain, probabilitas kumulatif dari distribusi aggregation merupakan jumlah dari probabilitas masing-masing individu kerugian operasionalnya.
Jika distribusi kerugian operasional sangat besar maka hukum central limit theorem dapat diterapkan sehingga distribusi aggregation kerugian operasional
mendekati distribusi normal, dengan pendekatan distribusi normal tersebut probabilitas kumulatif distribusi aggregation kerugian operasional dapat dinyatakan
sebagai berikut :
− ≈ VarX(t) EX(t) x φ (t)
Fx dimana φ=(x) menyatakan distribusi
normal
severitasnya adalah log-normal. Simulasi perhitungan potensi kerugian operasional dengan pendekatan aggregation model ini dapat juga dilakukan dengan spreadsheet Excel. Untuk menghasilkan probabilitas frekuensi distribusi Poisson dapat dilakukan
dengan pemodelan pada Excel dengan formula ; Tools/Data Analysis/Random Number Generation dan dengan menggunakan parameter Poisson = 1, 2. Kemudian
nilai probabilita severitas dihasilkan dari hasil uniform random number yang sesuai dengan frekuensi yang dihasilkan dari proses perhitungan jumlah frekuensi distribusi Poisson yang dihasilkan.
Loss Distribution Approach-Aggregation Method ini menggunakan dasar analisis statistik atas kejadian kerugian atau loss experience (baik data internal atau eksternal). Langkah-langkah yang diambil oleh bank dalam perhitungannya adalah
1) Melakukan Pemetaan (mapping) data historis internal dan eksternal untuk tiap-tiap lini bisnis dan jenis risiko
2) Menkonversi data menjadi data loss severity (LSD) dan distribusi frekuensi (FD) untuk tiap-tiap lini bisnis dan jenis risiko
3) Dilakukan perhitungan yang menghasilkan distribusi kerugian masing-masing lini bisnis dan jenis risiko dan men-distribusikan dengan menggunakan simulasi Distribusi Poisson.
Dengan proses simulasi sebesar 10.000 kali akan dihasilkan nilai total kerugian operasional yang merupakan jumlah dari potensi kerugian operasional setiap simulasi yang dilakukan. Total potensi kerugian operasional ini kemudian diurutkan dari nilai terbesar ke nilai terkecil. Karena jumlah simulasi potensi kerugian
3.3.Contoh Kasus
[image:52.595.162.466.330.524.2]Data yang digunakan bersumber dari data kegagalan sistem komputer yang diberikan oleh sebuah bank (Bank X) yang dikumpulkan perusahaan mempunyai jumlah frekuensi terjadinya kegagalan sistem sebagaimana terdapat pada tabel berikut :
Tabel 3.1 Jumlah Frekuensi Kegagalan Sistem
K Bulan K x bulan
0 1 2 3 4 5 1 4 3 2 1 2 13 0 4 6 5 4 10 30
Lambda 2.31
Sumber : Buku Manajemen Risiko Operasional, karangan Dr. Muslich M.B.A
Berdasarkan data dari 3.1 diatas kita dapat menghitung besarnya rata-rata jumlah kegagalan sistem per bulan, dengan menggunakan pendekatan distribusi Poisson yaitu
Dimana ;
∑
∑
∞ = ∞ = = 0 0 k k k k n kn λ 13 30 =λ , λ = 2.31
x! λ e f(x) x λ − = 5! 2.31 2.718281 f(5) 5 2.31 − =
= 0.96948
Sementara pada distribusi severitas diperoleh dengan distribusi log-normal, maka ;
(
)
(
)
− − = 2σ σ x log exp 2π xσ 1 f(x) 2( )
(
)
− − = 2(3) 3 1 log exp ) 2(3.14 1.3 1 f(1) 2f(1) = 26.077.225 maka total kerugiannya adalah
x! λ e F(x) x λ − =
+
(
(
)
)
− − 2σ σ x log exp 2π xσ 1 2F(x) = 0.96948 + 26.077.225
F(x) = 27.046.670
Simulasi akan dilakukan sampai iterasi ke 10.000 kali dan mengikuti langkah-langkah dibawah ini ;
Dari tabel 3.1 diatas simulasi pengukuran risiko operasional dilakukan sebanyak 10.000 kali dengan tahapan sebagai berikut;
1. Dilakukan testing karakteristik distribusi frekuensi kerugian risiko operasional dan diperoleh kesimpulan bahwa data frekuensi adalah Poisson dengan
2. Dilakukan testing karakteristik distribusi severitas kerugian risiko operasional dan diperoleh kesimpulan bahwa distribusi severitas kerugian adalah eksponensial dengan besarnya mean severitas kerugian sebesar 10 atau Rp.10.000.000 dan standart deviasinya sebesar 3 atau Rp.3.000.000
3. Dengan dua parameter data mean frekuensi distribusi Poisson dan mean severitas distribusi eksponensial, dilakukan simulasi dengan menggunakan parameter Poisson λ = 2.31, kemudian nilai severitas diperoleh dari hasil uniform random numbers yang sesuai dengan frekuensi yang dihasilkan dari
proses perhitungan jumlah frekuensi distribusi Poisson, sedangkan nilai severitas dihasilkan dari log-normal
4. Dengan proses semulasi sebesar 10.000 kali maka akan dihasilkan nilai total kerugian operasional yang merupakan jumlah dari potensi kerugian simulasi yang dilakukan. Total potensi kerugian operasional ini kemudian diurutkan dari nilai tersebar kenilai terkecil. Karena jumlah simulasi kerugian operasional adalah 10.000.
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan identifikasi terhadap risiko operasional pada bank X maka: 1. Adapun formulasi yang digunakan pada simulasi pengukuran besarnya risiko
operasional pada bank X adalah dengan menggunakan distribusi kumulatif
− ≈
VarX(t) EX(t) x
φ
(t)
Fx dengan melakukan simulasi sebanyak 10,000 kali.
2. Dengan distribusi probabilitas kumulatif dan mengurutkan hasil dari data yang terbesar ke data terkecil maka diperoleh potensi kerugian risiko operasionalnya adalah sebesar Rp56,407.842.
3. Ini artinya bahwa alokasi modal yang harus disediakan oleh bank X untuk menutupi kerugian risiko operasional pada bank X adalah Rp56,407.842
4.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan adalah:
1. Bank X memerhatikan dan lebih memperhitungkan hal lain yang dapat menjadi faktor penyebab kerugian risiko operasional
3. Diperlukan kebijaksanaan yang pro-aktif dari pihak yang berpengaruh dalam pengambilan kebijakan dan penempatan dana dalam menanggulangi kerugian risiko operasional.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arifin, Johar, Statistik Bisnis Terapan pada Excel, 2006
2. Bessis, Joël. Risk Management in Banking, John Wiley & Sons, Canada, 1998 3. Best, Philip W. Implementing Value at Risk, John Wiley & Sons, Inc.,Canada,
1998.
4. Deanto, Aplikasi Fungsi dan Formula Excel pada Analisa Data Statistik, 2008 5. Montgomery, C, Douglas, Pengantar Pengendalian Statistik, Gadja Mada
University Press, 1990
6. Global Association of Risk Professionals dan Badan Sertifikasi Manajemen Risiko, Indonesia Certificate in Banking Risk and Regulation – Workbook Level 1, Level 2 dan Level 3, GARP, London, 2006
7. International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards :A Revised Framework – June 2004, Basel Committee on Banking Supervision 8. King, Jack L. Operational Risk : Measurement and Modeling, Wiley,
Chichester, United Kingdom, 2001
9. Muslich, Muhammad. Manajemen Risiko Operasional – Teori & Praktek, Sinar grafika Offset, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2007
10. Stulz, René. Risk Management and Derivatives 1/e, Thomson, South-Western, USA, 2003