• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Biologi Ekstrak Rumput Laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BST)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Biologi Ekstrak Rumput Laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BST)"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA UJI AKTIVITAS BIOLOGI EKSTRAK RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium

(Turner) C. Agardh DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)

SKRIPSI

OLEH:

VINDY CAROLINA NIM 081524044

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA UJI AKTIVITAS BIOLOGI EKSTRAK RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium

(Turner) C. Agardh DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

VINDY CAROLINA NIM 081524044

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA UJI AKTIVITAS BIOLOGI EKSTRAK RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium

(Turner) C. Agardh DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)

OLEH:

VINDY CAROLINA NIM 081524044

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada tanggal: Juli 2012

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. Dra. Masfria, M.S., Apt. NIP 195107231982032001 NIP 195707231986012001

Pembimbing II, Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. NIP 195107231982032001

Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. NIP 195304031983032001 NIP 195008221974121002

Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt. NIP 195109081985031002

Medan, Juli 2012

Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Puji dan syukur kehadirat Allah, karena limpahan rahmat kasih dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ”Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Biologi Ekstrak Rumput Laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BST)”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, Zulfian Azwar dan Erlinawaty, yang tiada hentinya berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, juga kepada Adikku-adikku tersayang (Nanda Pratiwi dan Muhammad Farhan) yang selalu setia memberi doa, dorongan dan semangat.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., dan Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si, Apt. selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan nasihat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Ibu Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.sc., Apt., selaku penasehat akademis yang telah memperhatikan dan membimbing penulis selama masa perkuliahan. Ibu Dra. Masfria, M.S., Apt., Bapak Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt., serta Bapak Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh

karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari

semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga

skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan, Juli 2012

Penulis

(5)

NIM 08152404

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA UJI AKTIVITAS BIOLOGI EKSTRAK RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium

(Turner) C. Agardh DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)

Abstrak

Rumput laut sudah lama dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia, yaitu sejak zaman kekaisaran Shen Nung di Cina sekitar tahun 2700 sebelum Masehi. Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh merupakan salah satu jenis rumput laut yang banyak mengandung senyawa metabolit sekunder seperti florotanin, steroid dan sterol. Sargassum. sp merupakan sumber alginat yang digunakan sebagai bahan pembuatan cangkang kapsul, salep, emulsifier dan dapat juga digunakan sebagai bahan pembuat cat rambut dan krim, sedangkan oleh masyarakat setempat jenis ini lebih sering dikonsumsi sebagai sayuran. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas biologi ekstrak n-heksan, etilasetat, dan etanol rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh.

Tahapan kerja meliputi penyiapan bahan, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak, kromatografi lapis tipis (KLT) serta uji aktivitas biologi. Ekstrak Sargassum ilicifolium diperoleh secara perkolasi dengan menggunakan pelarut n-heksan, etilasetat dan etanol. Ekstrak Sargassum ilicifolium diuji terhadap Artemia salina Leach. Data diolah menggunakan analisis regresi linear untuk memperoleh harga Lethal Concentration 50 (LC50).

Hasil karakterisasi simplisia talus rumput laut Sargassum ilicifolium secara makroskopik berbentuk talus, berwarna coklat kehitaman, berbau khas,dan tidak berasa. Secara mikroskopik serbuk simplisia memperlihatkan adanya sel parenkim, sel parenkim berisi pigmen coklat, sel propagule bersel satu, sel propagule bersel dua dan sel propagule bersel tiga. Kadar air 7,26%, kadar sari larut dalam air 5,89%, kadar sari larut dalam etanol 1,72%, kadar abu total 13,56% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,88%. Hasil skrining fitokimia talus rumput laut Sargassum ilicifolium menunjukkan adanya senyawa glikosida, tanin dan triterpenoid/steroid, serta hasil dari kromatografi lapis tipis menunjukan adanya senyawa golongan triterpenoid/steroid. Hasil uji aktivitas biologi terhadap ekstrak n-heksan LC50 11,48 μg/ml, ekstrak etilasetat LC50 21,18 μg/ml, dan ekstrak etanol LC50 30,90 μg/ml.

(6)

CHARACTERIZATION OF SIMPLEX AND PHYTOCHEMICAL SCREENING BIOLOGICAL ACTIVITY TEST OF EXTRACT Sargassum

ilicifolium (Turner) C. Agardh METHOD WITH BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)

Abstract

Seaweed has long been known and utilized by humans, since the days of empire Shen Nung in China around the year 2700 BC. Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh is one type of seaweed that produce several types of secondary metabolite compounds, such as phlorotanin, steroid and sterols. Sargassum sp is a source of alginate is used as material for shell capsule, ointment, emulsifier and can also be used an material for hair dye and cream, while the local communities of this type is more often consumed as a vegetable. This research was conducted to test the biologis activity from n -hexane,ethylacetat and ethanol extract of seaweed Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh.

Stages of work included preparation of materials, characterization simplicia, phytochemical screening, the manufacture of test extract, thin layer chromatography (TLC), than test the biologis activity. The extract of the Sargassum ilicifolium was obtained by the means of percolation using n-hexane, ethylacetate, and ethanol as solvents. The extract of the Sargassum ilicifolium was tested against Artemia salina Leach. The data were processed using linier regression analysis to abtain the Lethal Concentration 50(LC50) value.

Result of characterization simplicia seaweed thallus Sargassum ilicifolium, macroscopic examination is shaped thallus, blackish brown color, distinctive smell, and tasteless. Microscopic examination the powder simplicia showed parenchymal cells, parenchymal cells contained brown pigment, single-celled propagule cells, cell-single-celled propagule two and three-single-celled propagule cells. 7.26% water content, 5.89% level of water soluble extract, 1.72% level of soluble extract in ethanol, 13.56% total ash content and ash content that does not dissolue in acid 0.88%. The result of phytochemical screening of seaweed thallus Sargassum ilicifolium indicate the presence of glicosida, tannin and triterpenoids/steroids, and the result of the thin layer chromatography (TLC) indicate the presence of triterpenoids/steroids. The result of the biological activity test for the n-hexane extract is LC50 11.48 µg/ml, for the ethylacetate extract is

LC50 21.18 µg/ml, and for the ethanol extract is LC50 30.90 µg/ml.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ……… iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……… . 6

(8)

2.1.1 Habitat Tumbuhan Rumput Laut ……… .. 6

2.1.2 Morfologi Tumbuhan ……… 6

2.1.3 Sistematika Tunbuhan ………. 7

2.1.4 Nama lain Tumbuhan ……… 7

2.1.5 Kandungan Kimia Rumput Laut ………... 7

2.1.6 Manfaat Rumput Laut Sargassum ……… . 7

2.2 Ekstraksi ………. . 8

2.3 Kromatografi ………. .. 10

2.3.1 Kromatografi Lapis Tipis ………. . 11

2.4 Artemia salina ……… 13

2.5 Uji Aktivitas Biologi ……….. 15

2.5.1 Brine Shrimp Lethality Test ……… 16

2.5.2 Metode Potato Disk ………. 17

2.5.3 Uji terhadap Lemna minor L ……… 17

2.5.4 Uji terhadap cell line ……… 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Alat-alat ... 18

3.2 Bahan-bahan ... 18

(9)

3.3.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan ... 19

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan ... 19

3.3.3 Pengolahan Simplisia ……….. 19

3.4 Lokasi Penelitian ………... 20

3.5 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 20

3.6 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ……….. 22

3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik ………. 22

3.6.2 Pemeriksaan Mikroskopik ……….. 22

3.6.3 Penetapan Kadar Air ………... 23

3.6.4 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air ……….. 24

3.6.5 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol ………. 24

3.6.6 Penetapan Kadar Abu Total ……… 25

3.6.7 Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam …….. 25

3.7 Skrining Fitokimia ………. 26

3.7.1 Pemeriksaan Alkaloida ……… 26

3.7.2 Pemeriksaan Flavanoida ………. 26

3.7.3 Pemeriksaan Saponin ……….. 27

3.7.4 Pemeriksaan Tanin ……….. 27

3.7.5 Pemeriksaan Glikosida ……… 27

(10)

3.8 Pembuatan Ekstrak ………. 28

3.9 Analisis Ekstrak n-Heksan, Etilasetat, dan Etanol Secara KLT …… 29

3.10 Uji Aktivitas Biologi ………. 30

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 32

4.1 Identifikasi Tumbuhan ………. 32

4.2 Karakteristik Simplisia ……… ... . 32

4.3 Hasil Skrining Fitokimia ……… 33

4.4 Hasil Ekstraksi ……….. 34

4.5 Analisis Ekstrak n-Heksan, Etilasetat dan Etanol Secara KLT ……. 35

4.6 Hasil Uji Aktivitas Biologi ……… 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 37

5.1 Kesimpulan ……….. 37

5.2 Saran ……….... 38

DAFTAR PUSTAKA ……… 39

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel: Halaman

1. Hasil karakterisasi serbuk simplisia talus rumput laut Sargassum

ilicifolium (Turner) C. Agardh ……… 33

2. Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia ………. 34

3. Hasil Uji Aktivitas Biologi ……….. 36

4. Data persen kematian nauplii ekstrak n-heksan ……….. 57

5. Data persen kematian nauplii ekstrak etilasetat ……….. 57

6. Data persen kematian nauplii ekstrak etanol ……….. 58

7. Perhitungan harga LC50 ekstrak n-heksan menggunakan metode Analisa Regresi Linear ……… 59

8. Perhitungan harga LC50 ekstrak etilasetat menggunakan metode Analisa Regresi Linear ……… 61

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar: Halaman

1. Makroskopik tumbuhan segar rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner)C. Agardh ………... 42

2. Makroskopik simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium

(Turner) C. Agardh ...……… 43

3. Serbuk simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh

..…….……… 44

4. Mikroskopik serbuk simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium

(Turner) C. Agardh ... 45

5. Bagan pengolahan dan ekstraksi simplisia ... 51

6. Kromatogram ekstrak n-heksan Sargassum ilicifolium (Turner)

C. Agardh ...………. 53

7. Kromatogram ekstrak etilasetat Sargassum ilicifolium (Turner)

C. Agardh ….………. 54

8. Kromatogram ekstrak etanol Sargassum ilicifolium (Turner) C.

Agardh ..……… 55

9. Bagan Uji Aktivitas Biologi .………..….. 56

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil identifikasi rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner)

C. Agardh …... 41

2. Gambar talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh ………... 42

2. Gambar simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh ……….. 43

2. Gambar serbuk rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner)C. Agardh ……….. 44

3. Gamabr mikroskopik serbuk simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh ... 45

4. Perhitungan Kadar Karakteristik Simplisia ... 46

5. Bagan kerja ... 51

6. Kromatogram ekstrak n-heksan Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh ... 53

7. Kromatogram ekstrak etilasetat Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh ... 54

8. Kromatogram ekstrak etilasetat Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh ... 55

9. Bagan Uji Aktivitas Biologi ... 56

10. Data Persen Kematian Nauplii ………. 57

(14)

NIM 08152404

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA UJI AKTIVITAS BIOLOGI EKSTRAK RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium

(Turner) C. Agardh DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)

Abstrak

Rumput laut sudah lama dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia, yaitu sejak zaman kekaisaran Shen Nung di Cina sekitar tahun 2700 sebelum Masehi. Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh merupakan salah satu jenis rumput laut yang banyak mengandung senyawa metabolit sekunder seperti florotanin, steroid dan sterol. Sargassum. sp merupakan sumber alginat yang digunakan sebagai bahan pembuatan cangkang kapsul, salep, emulsifier dan dapat juga digunakan sebagai bahan pembuat cat rambut dan krim, sedangkan oleh masyarakat setempat jenis ini lebih sering dikonsumsi sebagai sayuran. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas biologi ekstrak n-heksan, etilasetat, dan etanol rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh.

Tahapan kerja meliputi penyiapan bahan, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak, kromatografi lapis tipis (KLT) serta uji aktivitas biologi. Ekstrak Sargassum ilicifolium diperoleh secara perkolasi dengan menggunakan pelarut n-heksan, etilasetat dan etanol. Ekstrak Sargassum ilicifolium diuji terhadap Artemia salina Leach. Data diolah menggunakan analisis regresi linear untuk memperoleh harga Lethal Concentration 50 (LC50).

Hasil karakterisasi simplisia talus rumput laut Sargassum ilicifolium secara makroskopik berbentuk talus, berwarna coklat kehitaman, berbau khas,dan tidak berasa. Secara mikroskopik serbuk simplisia memperlihatkan adanya sel parenkim, sel parenkim berisi pigmen coklat, sel propagule bersel satu, sel propagule bersel dua dan sel propagule bersel tiga. Kadar air 7,26%, kadar sari larut dalam air 5,89%, kadar sari larut dalam etanol 1,72%, kadar abu total 13,56% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,88%. Hasil skrining fitokimia talus rumput laut Sargassum ilicifolium menunjukkan adanya senyawa glikosida, tanin dan triterpenoid/steroid, serta hasil dari kromatografi lapis tipis menunjukan adanya senyawa golongan triterpenoid/steroid. Hasil uji aktivitas biologi terhadap ekstrak n-heksan LC50 11,48 μg/ml, ekstrak etilasetat LC50 21,18 μg/ml, dan ekstrak etanol LC50 30,90 μg/ml.

(15)

CHARACTERIZATION OF SIMPLEX AND PHYTOCHEMICAL SCREENING BIOLOGICAL ACTIVITY TEST OF EXTRACT Sargassum

ilicifolium (Turner) C. Agardh METHOD WITH BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)

Abstract

Seaweed has long been known and utilized by humans, since the days of empire Shen Nung in China around the year 2700 BC. Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh is one type of seaweed that produce several types of secondary metabolite compounds, such as phlorotanin, steroid and sterols. Sargassum sp is a source of alginate is used as material for shell capsule, ointment, emulsifier and can also be used an material for hair dye and cream, while the local communities of this type is more often consumed as a vegetable. This research was conducted to test the biologis activity from n -hexane,ethylacetat and ethanol extract of seaweed Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh.

Stages of work included preparation of materials, characterization simplicia, phytochemical screening, the manufacture of test extract, thin layer chromatography (TLC), than test the biologis activity. The extract of the Sargassum ilicifolium was obtained by the means of percolation using n-hexane, ethylacetate, and ethanol as solvents. The extract of the Sargassum ilicifolium was tested against Artemia salina Leach. The data were processed using linier regression analysis to abtain the Lethal Concentration 50(LC50) value.

Result of characterization simplicia seaweed thallus Sargassum ilicifolium, macroscopic examination is shaped thallus, blackish brown color, distinctive smell, and tasteless. Microscopic examination the powder simplicia showed parenchymal cells, parenchymal cells contained brown pigment, single-celled propagule cells, cell-single-celled propagule two and three-single-celled propagule cells. 7.26% water content, 5.89% level of water soluble extract, 1.72% level of soluble extract in ethanol, 13.56% total ash content and ash content that does not dissolue in acid 0.88%. The result of phytochemical screening of seaweed thallus Sargassum ilicifolium indicate the presence of glicosida, tannin and triterpenoids/steroids, and the result of the thin layer chromatography (TLC) indicate the presence of triterpenoids/steroids. The result of the biological activity test for the n-hexane extract is LC50 11.48 µg/ml, for the ethylacetate extract is

LC50 21.18 µg/ml, and for the ethanol extract is LC50 30.90 µg/ml.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kurang lebih 70%

laut yang kaya akan berbagai jenis sumber hayati. Rumput laut merupakan salah

satu komoditi hasil laut yang penting. Budidaya rumput laut merupakan salah satu

jenis budi daya dibidang kelautan yang memiliki peluang untuk dikembangkan di

wilayah perairan Indonesia. Istilah rumput laut sudah lazim dikenal dalam dunia

perdagangan. Istilah ini merupakan terjemahan dari kata “seaweed”. Pemberian

nama terhadap alga laut bentik ini sebenarnya kurang tepat, karena bila ditinjau

secara botanis, tumbuhan ini tidak tergolong rumput (graminae), tetapi lebih tepat

bila kita menggunakan istilah “alga laut bentik”, atau ”alga bentik” (Aslan, 1998).

Rumput laut dikenal pertama kali oleh bangsa Cina kira-kira 2700 SM. di

masa itu, rumput laut digunakan untuk sayuran dan obat-obatan. Namun dari

waktu kewaktu pengetahuan tentang rumput laut semakin berkembang, bangsa

Romawi menggunakannya sebagai kosmetik dan pupuk tananaman. Pemanfaatan

rumput laut diindonesia tidak diketahui pada awal mulanya. Hanya pada waktu

bangsa Eropa datang kira-kira pada tahun 1929, mereka mencatat bahwa rumput

laut telah dimanfaatkan sebagai sayuran, namun penggunaannya terbatas pada

keluarga nelayan saja (Indriani, dan Sumiarsih , 1994).

Pada umumnya rumput laut atau alga dapat dikelompokkan menjadi empat

kelas, yaitu rumput laut hijau (Chlorophyceae), rumput laut hijau biru

(17)

(Rhodophyceae). Beberapa jenis rumput laut telah dikenal di pasaran internasional

maupun lokal, sebagai penghasil karagenan, agar-agar dan alginat (Sediadi, dan

Budiharjo, 2001).

Pada saat ini rumput laut telah banyak digunakan sebagai bahan

pembuatan obat-obatan dan suplemen makanan. Jenis rumput laut yang banyak

digunakan untuk pembuatan obat adalah rumput laut coklat khususnya Sargassum

sp dan Turbinaria sp. Pengolahan rumput laut jenis tersebut menghasilkan ekstrak

yang mengandung senyawa natrium alginat. Senyawa alginat inilah yang

dimanfaatkan dalam pembuatan obat antibakteri, anti tumor, penurunan darah

tinggi dan mengatasi gangguan kelenjar (Anonim, 2009).

Salah satu cara untuk mengetahui kandungan kimia aktif suatu tumbuhan

dapat dilakukan uji aktivitas. Salah satu uji aktivitas yang paling sederhana, yang

dapat dilakukan dengan mudah dan dapat diandalkan adalah uji aktivitas Metode

Brine Shrimp menggunakan larva (nauplii) udang laut Artemia salina Leach.

Kandungan kimia aktif dimaksudkan sebagai komponen aktif biologi terhadap

manusia maupun hewan dan tumbuhan. Kandungan kimia aktif biologi dapat

bersifat racun jika digunakan pada dosis yang tinggi, dengan demikian secara in

vivo kematian suatu hewan percobaan dapat dipakai sebagai alat pemantau

penapisan awal kandungan kimia aktif suatu bahan alam terhadap ekstrak. Namun

pengujian ini masih bersifat umum oleh karena itu perlu dilakukan uji lain yang

lebih terarah untuk mengetahui aktivitas spesifiknya (Meyer, at al., 1982).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, KLT dan melakukan uji aktivitas

biologi terhadap ekstrak talus rumput laut Sargassum ilicifolium dengan

(18)

menggunakan pelarut n-heksan, etilasetat dan etanol 96% dari talus rumput laut

Sargassum ilicifolium. Pemilihan pelarut bertujuan untuk mendapatkan distribusi

senyawa berdasarkan tingkat kepolaran pelarut yang digunakan sehingga dapat

diketahui ekstrak yang paling aktif.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas perumusan masalah pada penelitian ini,

yaitu:

a. Monografi dari talus rumput laut Sargassum ilicifolium belum terdapat

pada Materia Medika Indonesia jadi belum diketahui karakteristiknya.

b. Apakah kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada simplisia

Sargassum ilicifolium dapat diketahui?

c. Apakah senyawa kimia yang terdapat dari ekstrak n-heksan, etilasetat dan

ekstrak etanol 96% dari talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner)

C. Agardh dapat diidentifikasi secara kromatografi lapis tipis (KLT)?

d. Apakah Ekstrak n-heksan, etilasetat dan ekstrak etanol 96% dari talus

rumput laut Sargassum ilicifolium memiliki aktivitas terhadap Artemia

salina Leach?

1.3 Hipotesis

Hipotesis dari perumusan masalah diatas, yaitu:

a. Karakteristik simplisia dari talus rumput laut Sargassum ilicifolium dapat

ditentukan dengan menggunakan prosedur yang terdapat di Materia

Medika Indonesia.

b. Kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada simplisia Sargassum

(19)

c. Senyawa kimia yang terdapat pada ekstrak n-heksan, etilasetat dan etanol

96% dari talus rumput laut Sargassum ilicifolium dapat diidentifikasi

secara kromatografi lapis tipis (KLT).

d. Ekstrak n-heksan, etilasetat dan etanol 96% dari talus rumput laut

Sargassum ilicifolium memiliki aktivitas terhadap Artemia salina Leach.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik simplisia dari talus

rumput laut Sargassum ilicifolium yang dapat digunakan sebagai acuan

untuk standarisasi simplisia.

b. Untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada

simplisia Sargassum ilicifolium.

c. Untuk mengidentifikasi senyawa kimia yang terdapat pada Ekstrak n

-heksan, etilasetat dan etanol 96% dari talus rumput laut Sargassum

ilicifolium.

d. Untuk mengetahui aktivitas biologis dari ekstrak n-heksan, etilasetat dan

etanol 96% dari talus rumput laut Sargassum ilicifolium terhadap larva

Artemia salina Leach.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang aktivitas

biologi dari talus rumput laut Sargassum ilicifolium sehingga dapat digunakan

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

2.1.1 Habitat tumbuhan rumput laut

Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut seperti halnya biota perairan

lainnya sangat dipengaruhi oleh toleransi fisiologi dari biota tersebut untuk

beradaptasi terhadap faktor-faktor lingkungan, seperti substrat, salinitas,

tempratur, intensitas cahaya, tekanan dan nutrisi. Secara umum, rumput laut

dijumpai tumbuh di daerah perairan yang dangkal dengan kondisi dasar perairan

berpasir, sedikit lumpur, atau campuran keduanya. Rumput laut memiliki sifat

benthic (melekat) dan disebut juga benthic algae, dengan cara melekatkan talus

pada substrat pasir, lumpur berpasir, karang, fragmen karang mati, kulit kerang,

batu atau kayu. Rumput laut jenis Sargassum mampu tumbuh pada substrat batu

karang di daerah berombak (Anggadiredja, 2006). Penyebaran spesies ini banyak

terdapat di perairan Indonesia seperti Sumatera, Jawa, Kepulauan Seribu,

Sulawesi, Lombok, dan Aru (Indriani dan Sumiarsih, 2001).

2.1.2 Morfologi tumbuhan

Talus berbentuk silindris, akar (holdfast) membentuk cakram kecil,

“batang” pendek dengan percabangan utama tumbuh rimbun dibagian ujungnya.

“Daun” kecil, lonjong, ujungnya rata dan runcing, tepi daun bergerigi dan urat

daun tidak begitu jelas, gelembung udara atau vesikel bulat telur, duduk pada

(21)

2.1.3 Sistematika tumbuhan

Talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh

diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Phaeophyta

Kelas : Phaeophyceae

Bangsa : Fucales

Suku : Sargassaceae

Marga : Sargassum

Spesies : Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh

2.1.4 Nama lain tumbuhan

Nama lain dari tumbuhan ini Oseng (kepulauan seribu).

2.1.5 Kandungan Kimia Rumput Laut

Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan karbohidrat,

protein, dan abu yang sebagian besar merupakan senyawa garam natrium dan

kalium. Selain itu, rumput laut juga mengandung vitamin-vitamin, seperti vitamin

A, B1, B2, B6, B12, dan C, serta mineral, seperti kalium, kalsium, fosfor, dan

natrium (Anggadiredja, 2006).

2.1.6 Manfaat Rumput Laut Sargassum

Rumput laut telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan

makanan dan obat. Sebagai bahan makanan, rumput laut dikonsumsi dalam

bentuk lalapan (dimakan mentah), dibuat acar dengan bumbu cuka, dimasak

sebagai sayur atau ditumis (Anggadiredja, 2006).

Sargassum diketahui sebagai sumber penghasil alginat yang digunakan

(22)

kosmetik, kandungan koloid alginatnya digunakan sebagai bahan pembuat sabun,

shampo dan cat rambut.

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Ditjen

POM, 2000).

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan (Ditjen POM, 1995).

Menurut Ditjen POM (2000), beberapa metode ekstraksi yang sering

digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu:

A. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman

menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar.

Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi

kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut setelah

dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut

remaserasi. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat

aktif yang mudah larut dalam cairan penyari dan tidak mengandung zat yang

mudah mengembang dalam cairan penyari.

(23)

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu

baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada

temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap

perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak)

terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

B. Cara panas

1. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada

temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan

proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga bahan dapat terekstraksi

sempurna.

2. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan secara terus-menerus

pada temperatur lebih tinggi daripada temperatur ruangan, yaitu secara umum

dilakukan pada temperatur 40-50°C.

3. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang

selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga menjadi

ekstraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

4. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90°C selama 15 menit. Infundasi adalah proses penyarian yang

(24)

bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil

dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh karena itu sari yang diperoleh

dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam.

5. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90°C selama 30 menit.

2.3 Kromatografi

Kromatografi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan

migrasi dari komponen-komponen senyawa diantara dua fase yaitu fase diam,

dapat berupa zat cair atau zat padat, dan fase gerak, dapat berupa gas atau zat cair

(Depkes, 1995; Stahl, 1985). Jika fase tetap berupa zat padat maka cara tersebut

dikenal sebagai kromatografi serapan, jika zat cair dikenal sebagai kromatografi

partisi.

Karena fase bergerak dapat berupa zat cair dan gas maka ada empat

macam sistem kromatografi (Sastrohamidjojo, 1985):

1. Fase bergerak zat cair – fase tetap padat (kromatografi serapan):

- Kromatografi lapis tipis

- Kromatografi penukar ion

2. Fase bergerak gas – fase tetap padat (kromatografi serapan):

- Kromatografi gas padat

3. Fase bergerak zat cair – fase tatap zat cair (kromatografi partisi):

- Kromatografi cair kinerja tinggi

4. Fase bergerak gas – fase tetap zat cair (kromatografi partisi):

- Kromatografi gas cair

(25)

2.3.1. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan yang memerlukan

investasi yang kecil untuk perlengkapan, menggunakan waktu yang singkat serta

pemakaian pelarut dan cuplikan dalam jumlah sedikit. KLT termasuk

kromatografi adsorpsi, dimana sebagai fase diam berupa zat padat yang disebut

adsorben (penyerap) dan fase gerak adalah zat cair yang disebut larutan

pengembang (Gritter dkk., 1991; Stahl, 1985).

Pendeteksian bercak hasil pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa

cara, yaitu dengan pengamatan langsung atau dibawah sinar ultraviolet jika

senyawanya berwarna dan pengamatan dengan cahaya biasa atau cahaya

ultraviolet setelah disemprot dengan pereaksi yang membuat bercak tersebut

tampak. Beberapa senyawa organik bersinar atau berfluorosensi jika disinari

dengan sinar UV gelombang pendek (254 nm) atau gelombang panjang (366 nm)

(Depkes, 1995; Gritter dkk., 1991).

a. Fase diam (Lapisan Penyerap)

Pada kromatografi lapis tipis, fase diam berupa lapisan tipis yang terdiri

atas bahan padat yang dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya

terbuat dari kaca, tetapi dapat pula terbuat dari plat polimer atau logam. Lapisan

melekat pada permukaan dnegan bantuan bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat

atau amilum (pati). Penyerap yang umum dipakai untuk kromatografi lapis tipis

adalah silika gel, alumina, kieselgur, dan selulosa (Gritter dkk, 1991).

Dua sifat yang penting dari fase diam adalah ukuran partikel dan

homogenitasnya, karena adhesi terhadap penyokong sangat tergantung pada kedua

sifat tersebut. Ukuran partikel yang biasa digunakan adalah 1-25 mikron. Partikel

(26)

salah satu cara untuk memperbaiki hasil pemisahan adalah dengan menggunakan

fase diam yang butirannya lebih halus. Butiran yang halus memberikan aliran

pelarut yang lebih lambat dan resolusi yang lebih baik (Sastrohamidjojo, 1985).

b. Fase gerak (Pelarut Pengembang)

Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa

pelarut. Bila diperlukan, sistem pelarut multi komponen harus berupa suatu

campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen

(Stahl, 1985).

c. Harga Rf

Untuk menggambarkan jarak pengembangan senyawa pada kromatogram

dipakai istilah harga Rf (Stahl, 1985).

Jarak titik pusat bercak dari titik awal Rf =

Jarak garis depan pelarut dari titik awal

Harga Rf beragam mulai dari 0 sampai 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga

Rf (Sastrohamidjojo, 1985):

a. Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan

b. Sifat penyerap

c. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap

d. Pelarut dan derajat kemurniannya

e. Derajat kejenuhan uap pengembang dalam bejana

f. Teknik percobaan

g. Jumlah cuplikan yang digunakan

h. Temperatur

(27)

2.4 Artemia salina

Artemia salina merupakan zooplankton yang diklasifikasikan ke dalam

filum Arthropoda dan kelas Crustaceae. Secara lengkap sistematika Artemia

salina dapat dijelaskan sebagai berikut:

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustaceae

Subkelas : Branchiophoda

Ordo : Anostraca

Famili : Artemiidae

Genus : Artemia

Spesies : Artemia salina Leach

Artemia salina adalah spesies yang sangat tua yang tidak mengalami

perubahan sejak 100 juta tahun lalu. Artemia salina ini sangat populer di Amerika

Serikat, Inggris dan negara-negara lain yang biasanya dijadikan hewan peliharaan

untuk anak-anak dan didistribusikan dalam bentuk siste yang kering (Anonima, 2011).

Artemia salina hidup secara planktonik di perairan laut yang kadar

garamnya (salinitas) berkisar antara 15–300 per mil dan suhu yang berkisar antara

25°C–30°C serta nilai pH antara 7,3–8,4. Keistimewaan Artemia sebagai plankton

adalah memiliki toleransi (kemampuan beradaptasi dan mempertahankan diri)

pada kisaran kadar garam yang sangat luas. Pada kadar garam yang sangat tinggi

dimana tidak ada satu pun organisme lain mampu bertahan hidup (Mudjiman,

1989).

Pada kondisi alamiah, Artemia salina hidup di danau–danau dan perairan

(28)

(brine shrimp). Secara fisik, Artemia salina tidak mempunyai pertahanan tubuh,

oleh karena itu kemampuan hidup di danau dengan salinitas tinggi merupakan

sistem pertahanan alamiah Artemia salina terhadap musuh-musuh pemangsanya.

Artemia dapat tumbuh baik pada temperatur 25-30 oC.

Telur Artemia salina ada dua jenis yaitu telur berkulit tipis, dimana jenis

telur ini akan segera menetas, dan telur yang berkulit tebal (siste), dimana jenis

telur ini bisa tetap bertahan dalam keadaan kering. Siste ini bisa disimpan selama

beberapa tahun dan akan menetas ketika mereka ditempatkan dalam air. Telur

yang tebal akan diproduksi ketika tubuh Artemia salina kekurangan air dan

konsentrasi garam air laut meningkat (Anonima, 2011).

Apabila telur Artemia salina (udang laut) yang kering direndam dalam air

laut, akan menetas dalam waktu 24-36 jam. Dari dalam cangkang keluar larva

yang disebut dengan istilah nauplii. Dalam perkembangan selanjutnya, nauplii

akan mengalami 15 kali perubahan bentuk (metamorfosis). Setiap kali mengalami

perubahan bentuk merupakan satu tingkatan. Tahapan perkembangan pertama

disebut instar I, bentuk lonjong dengan panjang sekitar 0,4 mm dan beratnya 15

mikrogram. Warnanya kemerah-merahan karena masih banyak mengandung

cadangan makanan. Oleh karena itu masih belum memerlukan makanan.

Setelah 24 jam menetas, nauplii akan berubah menjadi instar II. Pada

tingkat ini nauplii mulai mempunyai mulut, saluran pencernaan dan dubur. Oleh

karena itu mereka mulai mencari makanan dan bersamaan dengan itu cadangan

makanannya pun mulai habis. Artemia salina mempunyai cara makan dengan

jalan menyaring makanannya atau filter feeder. Selama perubahan bentuk terjadi,

nauplii akan mengalami perubahan mata majemuk, antena dan kaki. Setelah

(29)

menjadi nauplii Artemia salina dewasa. Proses ini berlangsung antara 1-3 minggu.

Artemia salina dewasa mempunyai panjang sekitar 1 cm dan beratnya 10 mg.

Artemia salina dewasa dapat hidup sampai 6 bulan dan bertelur 4-5 kali. Setiap

kali bertelur dapat menghasilkan 50-300 butir telur (Mudjiman, 1989).

2.5 Uji Aktivitas Biologi

Dewasa ini penelitian terhadap senyawa aktif dari bahan alam sangat

digalakkan. Tetapi banyak bahan-bahan obat alami yang telah diisolasi,

dikarakterisasi dan dipublikasikan tanpa dilanjutkan dengan uji aktivitas biologi.

Aktivitas biologi tumbuhan tersebut tidak diketahui hingga bertahun-tahun. Hal

ini disebabkan karena pencarian untuk senyawa yang memiliki aktivitas

farmakologi sering menggunakan uji aktivitas dengan biaya yang mahal.

Hambatan biaya ini mempengaruhi kegiatan farmakologis. Oleh karena itu

dibutuhkan suatu uji aktivitas yang secara umum sederhana, mudah dan murah

namun dapat dipercaya dan dapat mendeteksi adanya senyawa yang mempunyai

aktivitas biologi secara luas yang terdapat pada ekstrak, fraksi dan isolat.

Beberapa uji pendahuluan untuk pencarian obat kanker yang memenuhi

syarat-syarat di atas antara lain: Metode Potato Disk, Brine Shrimp Lethality Test (BST)

dan Uji terhadap Lemna minor L (McLaughlin and Lingling, 1998).

2.5.1 Brine Shrimp Lethality Test

Senyawa bioaktif hampir selalu toksik pada dosis tinggi. Oleh karena itu

kematian hewan percobaan pada pengujian suatu ekstrak dapat digunakan sebagai

skrining awal terhadap ekstrak tumbuhan yang mempunyai bioaktivitas dan juga

untuk mengetahui komponen zat aktifnya.

Salah satu organisme yang dapat digunakan untuk pengujian tersebut

(30)

berbagai pengujian yaitu untuk menganalisa residu pestisida, mikotoksin, polutan

pada air sungai, anastetik, toksin dinoflagelata senyawa yang berupa morfin,

toksisitas pada dispersan minyak. Dalam fraksinasi yang diarahkan dengan

bioassay, metode brine shrimp telah digunakan untuk memonitor fraksi aktif

mikotoksin dan antibiotik pada ekstrak jamur (Meyer et al, 1982).

Artemia salina Leach adalah sejenis udang air asin. Telurnya merupakan

makanan ikan tropis dan telur tersebut dapat dijumpai di toko-toko yang menjual

ikan hias tropis dengan nama brine shrimp eggs. Telur ini dapat bertahan selama

bertahun-tahun dalam keadaan kering. Setelah ditempatkan dalam larutan air laut,

telur-telur akan menetas dalam menetas dalam waktu 48 jam dan menghasilkan

sejumlah nauplii. Nauplii Artemia salina Leach ini dapat dipakai sebagai hewan

percobaan untuk mendeteksi senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas biologi

(McLaughlin and Lingling, 1998).

2.5.2 Metode Potato Disk (menghambat tumor crown gall)

Crown gall adalah penyakit tumor pada tumbuhan yang ditimbulkan oleh

strain yang spesifik dari bakteri gram negatif Agrobacterium tumefaciens.

Terdapat kesamaan antara mekanisme terjadinya tumor pada tumbuhan dan pada

hewan, senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan tumor pada tumbuhan

juga dapat berfungsi sebagai antitumor pada hewan. Uji ini merupakan uji

pendahuluan yang sederhana untuk menemukan senyawa antikanker dari bahan

alami. Penghambatan pertumbuhan crown gall tumor pada potato disk oleh

ekstrak alami, menunjukkan bahwa ekstrak bahan alami tersebut memiliki

(31)

2.5.3 Uji Terhadap Lemna minor L.

Lemna minor L. adalah tumbuhan monokotil yang hidup di daerah

perairan. Pada kondisi normal, kondisi ini secara langsung menghasilkan anak

daun. Jika ekstrak bahan alami dapat menghambat pertumbuhan dari anak daun

tumbuhan Lemna minor L., maka ekstrak bahan alami tersebut dianggap juga

dapat berkhasiat sebagai antitumor (McLaughlin and Lingling, 1998).

2.5.4 Uji Terhadap cell line

Bahan alami yang telah dinyatakan aktif pada uji pendahuluan, selanjutnya

dilakukan uji pada tahap berikutnya yaitu uji cell line. Uji ini menggunakan

sel-sel kanker secara in vitro, zat-zat antikanker diuji langsung terhadap sel kanker.

Contoh-contoh cell line yang banyak digunakan dalam pengujian zat-zat

antikanker antara lain L-1210 (leukemia pada tikus), S-256 (sarcoma pada

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah metode eksperimental meliputi

pengumpulan dan pengolahan tumbuhan, pemeriksaan karakteristik, skrining

fitokimia, pembuatan ekstrak, kromatografi lapis tipis (KLT) dan uji aktivitas

biologi ekstrak talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh

menggunakan larva Artemia salina Leach.

3.1 Alat-alat Yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas

laboratorium, pipet tetes, kertas saring, aluminium foil, kaca penutup, kaca objek,

vial, bejana penetasan telur Artemia salina Leach, lampu 18 watt (Hannochs),

cawan berdasar rata, botol bersumbat, krusen tang, seperangkat alat destilasi,

seperangkat alat penetapan kadar air, cawan porselen, eksikator, mikroskop

(Olympus), oven listrik (Stork), seperangkat alat kromatografi lapis tipis,

elektromantel (EM 2000), neraca analitik (Vibra AJ), dan penangas air (Yenaco).

3.2 Bahan-bahan Yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah talus rumput laut

Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh, telur Artemia salina Leach (ISO),

garam buatan, ragi, air suling.

Bahan-bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain berkualitas pro

analisis yaitu n-heksan (destilasi), etilasetat (destilasi), etanol 96% (destilasi),

asam asetat anhidrida, asam sulfat pekat, kloroform, toluen, timbal (II) asetat, amil

alkohol, metanol, natrium hidroksida, asam klorida pekat, serbuk magnesium,

(33)

pekat, besi (III) klorida, iodium, raksa (II) klorida, kalium iodida, bismut (III)

nitrat, dan asam nitrat pekat.

3.3Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan 3.3.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan

Pengumpulan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif, yaitu tanpa

membandingkan dengan daerah lain. Umur tumbuhan yang diambil tidak

diperhitungkan. Tumbuhan yang digunakan adalah talus rumput laut Sargassum

ilicifolium (Turner) C. Agardh yang diambil dari perairan pantai Poncan,

Kotamadya Sibolga, Propinsi Sumatera Utara dan dikumpulkan pada bulan Juli

2010.

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI,

Jakarta, Indonesia. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1,

halaman 41.

3.3.3 Pengolahan Simplisia

Talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh dibersihkan

dari kotoran dan sisa-sisa karang yang melekat lalu dicuci dengan air mengalir

sampai bersih, ditiriskan dan disebar diatas kertas koran sehingga airnya terserap,

lalu ditimbang berat basahnya 14 kg. Tumbuhan dikeringkan dengan cara

diangin-anginkan diudara terbuka. Selanjutnya dikeringkan dilemari pengering pada suhu

40-50ºC sampai tumbuhan kering. Talus dianggap kering bila sudah rapuh

(diremas menjadi hancur), kemudian disortasi kering dan diperoleh berat 1,2 kg,

lalu diblender sampai menjadi serbuk. Selanjutnya serbuk simplisia disimpan

(34)

3.4 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Obat Tradisional Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.

3.5 Pembuatan Larutan Pereaksi

3.5.1 Larutan Pereaksi Asam Klorida 2 N

Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling hingga

100 ml (Ditjen POM, 1978).

3.5.2 Larutan Pereaksi Natrum Hidroksida 2 N

Sebanyak 8,002 g natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling bebas

karbondioksida hingga 100 ml (Ditjen POM, 1978).

3.5.3 Larutan Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air

suling, ditambahkan iodium sebanyak 2 g dan dicukupkan dengan air suling

hingga 100 ml (Ditjen POM, 1978).

3.5.4 Larutan Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml.

Pada wadah lain dilarutkan 5 g kalium iodida dalam 10 ml air suling. Kemudian

keduanya dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100

ml (Ditjen POM, 1978).

3.5.5 Larutan Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 8 g bismut (III) nitrat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam 20

ml asam nitrat pekat. Pada wadah lain dilarutkan 27,2 g kalium iodida dalam 50

ml air suling. Kemudian kedua larutan dicampurkan sama banyak dan didiamkan

sampai memisah sempurna. Larutan yang jernih diambil dan diencerkan dengan

(35)

3.5.6 Larutan Pereaksi Besi (III) Klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml

(Ditjen POM, 1989).

3.5.7 Larutan Pereaksi Liebermann- Burchard

Sebanyak 20 bagian asam asetat anhidrida dicampurkan dengan 1 bagian

asam sulfat pekat. Larutan penyemprotnya dibuat dengan 20 bagian asam asetat

anhidrida dengan 1 bagian asam sulfat pekat dan 50 bagian kloroform. Larutan

penyemprot ini harus dibuat baru (Harborne, 1987).

3.5.8 Larutan Pereaksi Molisch

Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh

volume 100 ml (Ditjen POM, 1978).

3.5.9 Larutan Air-Kloroform

Sebanyak 2,5 ml kloroform dikocok dengan 900 ml air suling, encerkan

dengan air suling hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1995).

3.5.10 Larutan Kloralhidrat

Sebanyak 50 gram kloralhidrat ditimbang dan dilarutkan dalam 20 ml air

suling (Ditjen POM, 1979).

3.5.11 Larutan Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 N

Sebanyak 15,17 gram timbal (II) asetat dilarutkan dalam air suling bebas

karbondioksida secukupnya hingga 100 ml (Ditjen POM, 1989).

3.5.12 Pereaksi Asam Nitrat 0,5 N

Sebanyak 3,4 ml asam nitrat pekat diencerkan dengan air suling hingga

(36)

3.5.13 Pereaksi Asam Sulfat 50% dalam Metanol

Sebanyak 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan hati-hati kepada 5 ml

metanol (Stahl, 1985).

3.6 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karateristik simplisia meliputi pemeriksan makroskopik dan

mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air,

penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, dan

penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam (Ditjen POM, 1989; SNI, 1992;

WHO, 1992 ).

3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk, warna,

bau dan rasa talus rumput laut. Gambar simplisia Sargassum ilicifolium (Turner)

C Agardh dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 42-44.

3.6.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia talus

rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C Agardh. Serbuk simplisia

ditaburkan diatas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan

tutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop. Gambar

mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 45.

3.6.3 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen)

(WHO,1992).

Cara kerja:

(37)

Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu

alas bulat, didestilasi selama 2 jam. Kemudian toluen didinginkan selama 30

menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan 0,05 ml.

b. Penetapan kadar air simplisia

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan

ke dalam labu yang berisi toluen tersebut, lalu dipanaskan hati-hati selama 15

menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetesan

perdetik, sampai sebagian air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan

hingga 4 tetes perdetik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin

dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung

penerima dibiarkan dingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah

sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air

dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa.

Perhitungan kadar air dapat dihitung dengan rumus:

% kadarair = 100%

(g) sampel Berat

(ml) air Volume ×

Perhitungan penetapan kadar air dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 46.

3.6.4 Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Air

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan di udara

dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml air-kloroform dalam labu bersumbat

sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18

jam lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan

penguap berdasar rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam air dihitung dengan persen terhadap bahan

(38)

Perhitungan kadar sari yang larut dalam air dapat dihitung dengan rumus:

Perhitungan kadar sari yang larut dalam air dapat dilihat pada Lampiran 4,

halaman 47.

3.6.5 Penetapan Kadar Sari Yang larut Dalam Etanol

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan di udara

dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat

sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18

jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol 96%,

sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap berdasar rata

yang telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105OC sampai bobot tetap.

Kadar sari larut dalam etanol dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah

dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1995).

Perhitungan kadar sari yang larut dalam etanol dapat dihitung dengan rumus:

% Kadar sari larut dalam etanol =

20

Perhitungan kadar sari larut dalam etanol dilihat pada Lampiran 4, halaman 48.

3.6.6 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama

dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah dipijar dan ditara, kemudian

diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan

pada suhu 500–600°C selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai

diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan

(39)

Perhitungan kadar abu total dapat dihitung dengan rumus:

% Kadar abu total =

simplisia berat

abu berat

x 100%

Perhitungan kadar abu total dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 49.

3.6.7 Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan

dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam

asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dipijarkan sampai bobot tetap,

kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam

dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1995).

Perhitungan kadar abu yang tidak larut asam dapat dihitung dengan rumus:

% Kadar abu tidak larut dalam asam =

simplisia berat

abu berat

x 100%

Perhitungan kadar abu yang tidak larut dalam asam dapat dilihat pada Lampiran 4,

halaman 50.

3.7 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia serbuk simplisia meliputi pemeriksaan senyawa

golongan alkaloid, flavonoida, glikosida, glikosida antrakinon, saponin, tanin, dan

steroid/triterpenoida (Ditjen POM, 1989; Farnsworth, 1966).

3.7.1 Pemeriksaan Alkaloida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian ditambah 1 ml asam

klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit.

(40)

a. Filtat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Mayer,

akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning bila

terdapat alkaloida.

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi

Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam bila

terdapat alkaloida.

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendorf akan

terbentuk warna merah atau jingga bila terdapat alkaloida.

3.7.2 Pemeriksaan Flavonoida

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambah 100 ml air panas, dididihkan

selama 5 menit dan saring dalam keadaan panas. Ke dalam 5 ml filtrat

ditambahkan serbuk Magnesium, 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol,

dikocok kuat dan dibiarkan memisah.Bila terdapat flavonoida ditunjukkan dengan

timbulnya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.

3.7.3 Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia, dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

ditambahkan 10 ml air panas, dinginkan kemudian dikocok selama 10 detik. Jika

terbentuk busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan

tidak hilang dengan penambahan asam klorida 2 N bila adanya saponin.

3.7.4 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia, disari dengan 10 ml air suling lalu

disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil

sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika

(41)

3.7.5 Pemeriksaan Glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia disari dengan 30 ml campuran etanol 95%

dengan air (7:3) dan 10 ml asam sulfat 2 N, direfluks selama 1 jam, didinginkan

dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air dan 25 ml timbal asetat 0,4

M, dikocok, diamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran

isopropanol dan kloroform (2:3), dilakukan sebanyak 3 kali. Kumpulan sari air

diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50oC. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa dimasukkan dalam tabung reaksi selanjutnya, diuapkan di

atas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish.

Tambahkan hati- hati 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya

cincin ungu pada batas kedua cairan bila adanya gula.

3.7.6 Pemeriksaan Steroida/Triterpenoida

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2

jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya

ditambahkan 2 tetes Liebermann-Burchard. Apabila terbentuk warna ungu atau

merah berubah menjadi ungu atau biru hijau bila adanya steroida/triterpenoida.

3.8 Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak dilakukan secara perkolasi menggunakan pelarut

n-heksan, etilasetat dan etanol 96%.

Cara kerja:

Sebanyak 400 gram talus rumput laut Sargassum illicifolium (Turner) C.

Agardh yang telah diserbukkan dimasukkan ke dalam bejana tertutup, lalu

direndam dengan cairan penyari selama 3 jam. Kemudian massa dimasukkan ke

dalam perkolator, lalu pelarut n-heksan dituang secukupnya sampai terdapat

(42)

plastik dan aluminium foil dan dibiarkan selama 24 jam. Setelah 24 jam keran

perkolator dibuka dan cairan perkolat dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 tetes

per detik dan ditampung dalam botol berwarna bening. Perkolasi dihentikan

setelah tetesan terakhir perkolat tidak berwarna lagi atau apabila sebanyak 500 mg

cairan perkolat diuapkan di atas penangas air tidak meninggalkan sisa. Perkolat

dipekatkan dengan bantuan alat penguap rotary evaporator pada temperatur tidak

lebih dari 400C, lalu ampas dikeluarkan dari alat perkolator dan dikeringkan dengan cara di angin- anginkan selama 1 jam. Perkolasi dengan penyari etil asetat

dan etanol 96% dilakukan dengan cara yang sama. Bagan pembuatan ekstrak

dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 51.

3.9 Analisis Ekstrak n-Heksan, Etilasetat dan Etanol Secara KLT

Terhadap komponen kimia ekstrak n–heksan dilakukan analisis secara

Kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan fase diam silika gel F254 dan fase

gerak campuran n-heksan-etilasetat dengan perbandingan (90:10), (80:20),

(70:30), (60:40), dan (50:50). Sebagai penampak bercak digunakan pereaksi asam

sulfat 50% dalam metanol.

Terhadap komponen kimia ekstrak etilasetat dilakukan analisis secara

KLT menggunakan fase diam silika gel F254 dan fase gerak campuran etilasetat-n

-heksan dengan perbandingan (90:10), (80:20), (70:30), (60:40), dan (50:50).

Sebagai penampak bercak digunakan pereaksi asam sulfat 50% dalam metanol.

Terhadap komponen kimia ekstrak etanol digunakan fase gerak campuran

kloroform - metanol dengan perbandingan (90:10), (80:20), (70:30), (60:40), dan

(50:50). Sebagai penampak bercak digunakan pereaksi asam sulfat 50% dalam

metanol.

(43)

Ekstrak ditotolkan pada plat lapis tipis, kemudian dimasukkan ke dalam

chamber yang telah jenuh dengan uap fase gerak. Setelah pengembangan selesai

plat dikeluarkan dan dikeringkan, plat disemprot dengan penampak bercak asam

sulfat 50% dalam metanol dan dipanaskan di oven pada suhu 105°C selama 15

menit lalu diamati perubahan warna yang terjadi. Hasil analisis ekstrak n-heksan

secara KLT dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 53, hasil analisi ekstrak

etilasetat secara KLT dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 54 dan analisis

ekstrak etanol secara KLT dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 55.

3.10 Uji Aktivitas Biologi

Metode ini dilakukan terhadap ekstrak n-heksan, ekstrak etilasetat, ekstrak

etanol menggunakan larva Artemia salina Leach, yaitu sebagai berikut:

Disiapkan air laut buatan dengan melarutkan 38 gram garam laut dengan air dua

kali penyulingan dicukupkan hingga 1L, kemudian disaring. Bejana penetasan

disekat menjadi dua bagian, yaitu bagian yang besar dan bagian yang kecil, lalu

diberi lubang pada sekatnya. Setelah air laut buatan dimasukkan ke dalam bejana,

telur Artemia salina Leach ditaburkan ke dalam bagian yang kecil kemudian

bagian atasnya ditutup dengan aluminium foil sedangkan bagian yang besar

dibiarkan terbuka menghadap lampu. Setelah 48 jam, telur akan menetas menjadi

larva dan siap digunakan untuk hewan uji. Disiapkan larutan uji yang terdiri dari

ekstrak n-heksan, ekstrak etilasetat, ekstrak etanol dengan konsentrasi : 1000, 100

dan 10 , disiapkan 3 vial untuk masing-masing konsentrasi larutan uji

sehingga semuanya menjadi 9 vial dan 1 vial untuk kontrol. Larutan induk I

dibuat dengan menimbang 50 mg ekstrak lalu dilarutkan dengan pelarut yang

(44)

induk I dipipet 0,5 ml lalu diencerkan sampai 5 ml sehingga diperoleh larutan

induk II dengan konsentrasi 1000 . Dari larutan induk II dipipet 0,5 ml lalu

diencerkan sehingga diperoleh konsentrasi 100 . Dari konsentrasi 100

dipipet 0,5 ml lalu diencerkan sampai 5 ml sehingga diperoleh konsentrasi

10 . Dimasukkan masing-masing larutan uji ke dalam vial, lalu pelarutnya

dibiarkan menguap seluruhnya. Dimasukkan kira-kira 3 ml air laut buatan ke

dalam masing-masing vial. Dimasukkan 10 ekor larva Artemia salina Leach, lalu

ditambahkan air laut buatan sampai 5 ml. Ditambahkan 1 tetes suspensi ragi

sebagai makanannya (3 mg dalam 5 ml air laut buatan), kemudian semua vial

diletakkan di bawah cahaya lampu. Setelah 24 jam dihitung jumlah larva yang

mati (Mclaughlin, et al., 1998). Data dianalisis dengan Analisa regresi linear

untuk menentukan LC50. Bagan uji Brine Shrimp Lethality Test dapat dilihat pada

(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan yang digunakan dilakukan Pusat Penelitian

Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jakarta, Indonesia,

hasilnya adalah talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh, suku

Sargassaceae.

4.2 Karakteristik Simplisia

Hasil pemeriksaan makroskopik rumput laut Sargassum ilicifolium

(Turner) C. Agardh adalah bentuk talus yang terdiri dari “batang”, “daun” dan

holdfast, berwarna coklat kehitaman, bau khas dan tidak berasa. Pemeriksaan

mikroskopik serbuk simplisia talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C.

Agardh diperoleh adanya sel parenkim, sel parenkim berisi pigmen coklat, sel

propagule bersel satu, sel propagule bersel dua dan sel propagule bersel tiga.

Gambar makroskopik dan mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 2-3, halaman

42-45.

Hasil karakteristik serbuk simplisia talus sumput laut Sargassum

(46)

Tabel 1. Hasil karakteristik serbuk simplisia talus sumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh.

No Parameter Hasil

1 Kadar air 7,26%

2 Kadar sari larut dalam air 5,89 %

3 Kadar sari larut dalam etanol 1,72 %

4 Kadar abu total 13,56 %

5 Kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,88 %

Penetapan kadar air dilakukan untuk mengetahui kandungan simplisia dan

ternyata hasilnya memenuhi syarat yaitu 7,26% lebih kecil dari 10%. Penetapan

kadar sari larut air untuk mengetahui kadar senyawa yang bersifat polar,

sedangkan kadar sari larut dalam etanol dilakukan untuk mengetahui senyawa

yang terlarut dalam etanol, baik polar maupun non polar. Penetapan kadar abu

total dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa anorganik dalam simplisia,

misalnya logam K, Ca, Na, Pb, Hg, sedangkan penetapan kadar abu tidak larut

dalam asam dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa yang tidak larut dalam

asam, misalnya silikat. Perhitungan hasil karakteristik simplisia dapat dilihat pada

Lampiran 4, halaman 46-50.

4.3 Hasil Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia talus rumput laut Sargassum

ilicifolium (Turner) C. Agardh menunjukkan adanya senyawa glikosida, tanin dan

(47)

Tabel 2. Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia

No Senyawa Hasil Skrining Serbuk Simplisia

1 Alkaloida -

2 Glikosida +

3 Saponin -

4 Flavonoida -

5 Tanin +

6 Triterpenoid/steroid +

7 Minyak Atsiri -

Keterangan: (+) mengandung senyawa yang diperiksa, (-) = tidak mengandung senyawa yang diperiksa

Skrining fitokimia golongan senyawa glikosida ditunjukkan dengan

penambahan pereaksi Molish dan asam sulfat pekat terbentuk cincin ungu.

Penambahan pereaksi FeCl3 1% memberikan warna biru kehitaman atau hijau

kehitaman yang menunjukkan adanya senyawa tanin. Penambahan pereaksi

Liebermann-Burchard memberikan warna ungu menunjukkan adanya

triterpenoid/steroid. Hasil skrining fitokimia simplisia talus rumput laut

Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh memperlihatkan adanya senyawa

glikosida, tanin dan triterpenoid/steroid.

4.4 Hasil Ekstraksi

Ekstraksi dilakukan dengan cara perkolasi secara bertingkat mula- mula

menggunakan pelarut n-heksan, selanjutnya disari dengan pelarut etilasetat dan

dilanjutkan dengan pelarut etanol 96%. Hasil perkolasi 400 g serbuk simplisia

rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh diperoleh ekstrak n-heksan

sebanyak 0,4273 g, ekstrak etilasetat sebanyak 3,287 g dan ekstrak etanol

(48)

4.5 Analisis Ekstrak n-Heksan, Etilasetat dan Etanol Secara KLT

Hasil analisis ekstrak n-heksan menggunakan fase diam silika gel GF254, fase

gerak n-heksan-etilasetat dengan berbagai perbandingan, sebagai pereaksi

penyemprot adalah pereaksi asam sulfat 50% dalam methanol. Hasil KLT

menunjukan bahwa fase gerak yang paling baik adalah n-heksan-etilasetat (80:20)

karena menghasilkan pemisahan noda yang paling baik dan diperoleh 8 noda yaitu

2 noda berwarna hijau, 3 noda berwarna ungu muda, 2 noda berwarna merah

jambu dan 1 noda berwarna biru.

Hasil analisis ekstrak etilasetat menggunakan fase diam silika gel GF254, fase

gerak etilasetat-n-heksan dengan berbagai perbandingan, sebagai pereaksi

penyemprot adalah pereaksi asam sulfat 50% dalam metanol. Hasil KLT

menunjukan bahwa fase gerak yang paling baik adalah etilasetat-n-heksan (70:30)

karena menghasilkan pemisahan noda yang paling baik dan diperoleh 5 noda

yaitu 1 noda berwarna ungu, 3 noda berwarna hijau biru, dan 1 noda berwarna

hijau.

Hasil analisis ekstrak etanol menggunakan fase diam silika gel GF254, fase

gerak kloroform-metanol dengan berbagai perbandingan, sebagai pereaksi

penyemprot adalah pereaksi asam sulfat 50% dalam metanol. Hasil KLT

menunjukan bahwa fase gerak yang paling baik adalah kloroform-metanol (80:20)

karena menghasilkan pemisahan noda yang paling baik dan diperoleh 5 noda

Gambar

Tabel:
Gambar  talus  rumput  laut  Sargassum ilicifolium (Turner) C.
Tabel 1.  Hasil karakteristik serbuk simplisia talus sumput laut Sargassum      ilicifolium (Turner) C
Tabel 2. Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia
+7

Referensi

Dokumen terkait

A new professional set of skills and expertise will be created to integrate the GIS competences of analyst staff (at universities) using a webGIS tool as well

(1) Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Sekretaris Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dan Sekretaris Dewan Pengurus

Pembeli futures setuju untuk membeli sesuatu (suatu komoditi atau aset tertentu) dari penjualA. futures , dalam jumlah tertentu, dengan harga tertentu, dan pada batas waktu

Kaltim Tahun Anggaran 2012, menyatakan bahwa pada tanggal 28 Agustus 2012 pukul 11.59 Wita tahapan pemasukan/upload dokumen penawaran ditutup sesuai waktu pada aplikasi SPSE

Pada hari ini, Kami tanggal dua puluh lima bulan Oktober tahun duaribu dua belas, kami yang bertanda tangan dibawah ini panitia/kelompok kerja, telah melaksanakan penjelasan

Menimbang : bahwa untuk mencapai daya guna pelaksanaan penyaluran Alokasi Dana Desa, perlu menetapkan Peraturan Bupati Bantul tentang Perubahan Peraturan Bupati

[r]

Sistem Single Sign On yang telah diimplementasikan pada penelitian ini telah dapat menangani proses otentikasi dengan jumlah user yang mengakses sebanyak satu user