KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA UJI AKTIVITAS BIOLOGI EKSTRAK RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium
(Turner) C. Agardh DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)
SKRIPSI
OLEH:
VINDY CAROLINA NIM 081524044
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA UJI AKTIVITAS BIOLOGI EKSTRAK RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium
(Turner) C. Agardh DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
VINDY CAROLINA NIM 081524044
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA UJI AKTIVITAS BIOLOGI EKSTRAK RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium
(Turner) C. Agardh DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)
OLEH:
VINDY CAROLINA NIM 081524044
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Pada tanggal: Juli 2012
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. Dra. Masfria, M.S., Apt. NIP 195107231982032001 NIP 195707231986012001
Pembimbing II, Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. NIP 195107231982032001
Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. NIP 195304031983032001 NIP 195008221974121002
Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt. NIP 195109081985031002
Medan, Juli 2012
Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Dekan,
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Puji dan syukur kehadirat Allah, karena limpahan rahmat kasih dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ”Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Biologi Ekstrak Rumput Laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BST)”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, Zulfian Azwar dan Erlinawaty, yang tiada hentinya berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, juga kepada Adikku-adikku tersayang (Nanda Pratiwi dan Muhammad Farhan) yang selalu setia memberi doa, dorongan dan semangat.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., dan Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si, Apt. selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan nasihat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Ibu Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.sc., Apt., selaku penasehat akademis yang telah memperhatikan dan membimbing penulis selama masa perkuliahan. Ibu Dra. Masfria, M.S., Apt., Bapak Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt., serta Bapak Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh
karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga
skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.
Medan, Juli 2012
Penulis
NIM 08152404
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA UJI AKTIVITAS BIOLOGI EKSTRAK RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium
(Turner) C. Agardh DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)
Abstrak
Rumput laut sudah lama dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia, yaitu sejak zaman kekaisaran Shen Nung di Cina sekitar tahun 2700 sebelum Masehi. Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh merupakan salah satu jenis rumput laut yang banyak mengandung senyawa metabolit sekunder seperti florotanin, steroid dan sterol. Sargassum. sp merupakan sumber alginat yang digunakan sebagai bahan pembuatan cangkang kapsul, salep, emulsifier dan dapat juga digunakan sebagai bahan pembuat cat rambut dan krim, sedangkan oleh masyarakat setempat jenis ini lebih sering dikonsumsi sebagai sayuran. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas biologi ekstrak n-heksan, etilasetat, dan etanol rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh.
Tahapan kerja meliputi penyiapan bahan, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak, kromatografi lapis tipis (KLT) serta uji aktivitas biologi. Ekstrak Sargassum ilicifolium diperoleh secara perkolasi dengan menggunakan pelarut n-heksan, etilasetat dan etanol. Ekstrak Sargassum ilicifolium diuji terhadap Artemia salina Leach. Data diolah menggunakan analisis regresi linear untuk memperoleh harga Lethal Concentration 50 (LC50).
Hasil karakterisasi simplisia talus rumput laut Sargassum ilicifolium secara makroskopik berbentuk talus, berwarna coklat kehitaman, berbau khas,dan tidak berasa. Secara mikroskopik serbuk simplisia memperlihatkan adanya sel parenkim, sel parenkim berisi pigmen coklat, sel propagule bersel satu, sel propagule bersel dua dan sel propagule bersel tiga. Kadar air 7,26%, kadar sari larut dalam air 5,89%, kadar sari larut dalam etanol 1,72%, kadar abu total 13,56% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,88%. Hasil skrining fitokimia talus rumput laut Sargassum ilicifolium menunjukkan adanya senyawa glikosida, tanin dan triterpenoid/steroid, serta hasil dari kromatografi lapis tipis menunjukan adanya senyawa golongan triterpenoid/steroid. Hasil uji aktivitas biologi terhadap ekstrak n-heksan LC50 11,48 μg/ml, ekstrak etilasetat LC50 21,18 μg/ml, dan ekstrak etanol LC50 30,90 μg/ml.
CHARACTERIZATION OF SIMPLEX AND PHYTOCHEMICAL SCREENING BIOLOGICAL ACTIVITY TEST OF EXTRACT Sargassum
ilicifolium (Turner) C. Agardh METHOD WITH BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)
Abstract
Seaweed has long been known and utilized by humans, since the days of empire Shen Nung in China around the year 2700 BC. Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh is one type of seaweed that produce several types of secondary metabolite compounds, such as phlorotanin, steroid and sterols. Sargassum sp is a source of alginate is used as material for shell capsule, ointment, emulsifier and can also be used an material for hair dye and cream, while the local communities of this type is more often consumed as a vegetable. This research was conducted to test the biologis activity from n -hexane,ethylacetat and ethanol extract of seaweed Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh.
Stages of work included preparation of materials, characterization simplicia, phytochemical screening, the manufacture of test extract, thin layer chromatography (TLC), than test the biologis activity. The extract of the Sargassum ilicifolium was obtained by the means of percolation using n-hexane, ethylacetate, and ethanol as solvents. The extract of the Sargassum ilicifolium was tested against Artemia salina Leach. The data were processed using linier regression analysis to abtain the Lethal Concentration 50(LC50) value.
Result of characterization simplicia seaweed thallus Sargassum ilicifolium, macroscopic examination is shaped thallus, blackish brown color, distinctive smell, and tasteless. Microscopic examination the powder simplicia showed parenchymal cells, parenchymal cells contained brown pigment, single-celled propagule cells, cell-single-celled propagule two and three-single-celled propagule cells. 7.26% water content, 5.89% level of water soluble extract, 1.72% level of soluble extract in ethanol, 13.56% total ash content and ash content that does not dissolue in acid 0.88%. The result of phytochemical screening of seaweed thallus Sargassum ilicifolium indicate the presence of glicosida, tannin and triterpenoids/steroids, and the result of the thin layer chromatography (TLC) indicate the presence of triterpenoids/steroids. The result of the biological activity test for the n-hexane extract is LC50 11.48 µg/ml, for the ethylacetate extract is
LC50 21.18 µg/ml, and for the ethanol extract is LC50 30.90 µg/ml.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL ……….. ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ……… iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Hipotesis ... 4
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……… . 6
2.1.1 Habitat Tumbuhan Rumput Laut ……… .. 6
2.1.2 Morfologi Tumbuhan ……… 6
2.1.3 Sistematika Tunbuhan ………. 7
2.1.4 Nama lain Tumbuhan ……… 7
2.1.5 Kandungan Kimia Rumput Laut ………... 7
2.1.6 Manfaat Rumput Laut Sargassum ……… . 7
2.2 Ekstraksi ………. . 8
2.3 Kromatografi ………. .. 10
2.3.1 Kromatografi Lapis Tipis ………. . 11
2.4 Artemia salina ……… 13
2.5 Uji Aktivitas Biologi ……….. 15
2.5.1 Brine Shrimp Lethality Test ……… 16
2.5.2 Metode Potato Disk ………. 17
2.5.3 Uji terhadap Lemna minor L ……… 17
2.5.4 Uji terhadap cell line ……… 17
BAB III METODE PENELITIAN ... 18
3.1 Alat-alat ... 18
3.2 Bahan-bahan ... 18
3.3.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan ... 19
3.3.2 Identifikasi Tumbuhan ... 19
3.3.3 Pengolahan Simplisia ……….. 19
3.4 Lokasi Penelitian ………... 20
3.5 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 20
3.6 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ……….. 22
3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik ………. 22
3.6.2 Pemeriksaan Mikroskopik ……….. 22
3.6.3 Penetapan Kadar Air ………... 23
3.6.4 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air ……….. 24
3.6.5 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol ………. 24
3.6.6 Penetapan Kadar Abu Total ……… 25
3.6.7 Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam …….. 25
3.7 Skrining Fitokimia ………. 26
3.7.1 Pemeriksaan Alkaloida ……… 26
3.7.2 Pemeriksaan Flavanoida ………. 26
3.7.3 Pemeriksaan Saponin ……….. 27
3.7.4 Pemeriksaan Tanin ……….. 27
3.7.5 Pemeriksaan Glikosida ……… 27
3.8 Pembuatan Ekstrak ………. 28
3.9 Analisis Ekstrak n-Heksan, Etilasetat, dan Etanol Secara KLT …… 29
3.10 Uji Aktivitas Biologi ………. 30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 32
4.1 Identifikasi Tumbuhan ………. 32
4.2 Karakteristik Simplisia ……… ... . 32
4.3 Hasil Skrining Fitokimia ……… 33
4.4 Hasil Ekstraksi ……….. 34
4.5 Analisis Ekstrak n-Heksan, Etilasetat dan Etanol Secara KLT ……. 35
4.6 Hasil Uji Aktivitas Biologi ……… 36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 37
5.1 Kesimpulan ……….. 37
5.2 Saran ……….... 38
DAFTAR PUSTAKA ……… 39
DAFTAR TABEL
Tabel: Halaman
1. Hasil karakterisasi serbuk simplisia talus rumput laut Sargassum
ilicifolium (Turner) C. Agardh ……… 33
2. Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia ………. 34
3. Hasil Uji Aktivitas Biologi ……….. 36
4. Data persen kematian nauplii ekstrak n-heksan ……….. 57
5. Data persen kematian nauplii ekstrak etilasetat ……….. 57
6. Data persen kematian nauplii ekstrak etanol ……….. 58
7. Perhitungan harga LC50 ekstrak n-heksan menggunakan metode Analisa Regresi Linear ……… 59
8. Perhitungan harga LC50 ekstrak etilasetat menggunakan metode Analisa Regresi Linear ……… 61
DAFTAR GAMBAR
Gambar: Halaman
1. Makroskopik tumbuhan segar rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner)C. Agardh ………... 42
2. Makroskopik simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium
(Turner) C. Agardh ...……… 43
3. Serbuk simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh
..…….……… 44
4. Mikroskopik serbuk simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium
(Turner) C. Agardh ... 45
5. Bagan pengolahan dan ekstraksi simplisia ... 51
6. Kromatogram ekstrak n-heksan Sargassum ilicifolium (Turner)
C. Agardh ...………. 53
7. Kromatogram ekstrak etilasetat Sargassum ilicifolium (Turner)
C. Agardh ….………. 54
8. Kromatogram ekstrak etanol Sargassum ilicifolium (Turner) C.
Agardh ..……… 55
9. Bagan Uji Aktivitas Biologi .………..….. 56
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Hasil identifikasi rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner)
C. Agardh …... 41
2. Gambar talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh ………... 42
2. Gambar simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh ……….. 43
2. Gambar serbuk rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner)C. Agardh ……….. 44
3. Gamabr mikroskopik serbuk simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh ... 45
4. Perhitungan Kadar Karakteristik Simplisia ... 46
5. Bagan kerja ... 51
6. Kromatogram ekstrak n-heksan Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh ... 53
7. Kromatogram ekstrak etilasetat Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh ... 54
8. Kromatogram ekstrak etilasetat Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh ... 55
9. Bagan Uji Aktivitas Biologi ... 56
10. Data Persen Kematian Nauplii ………. 57
NIM 08152404
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA UJI AKTIVITAS BIOLOGI EKSTRAK RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium
(Turner) C. Agardh DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)
Abstrak
Rumput laut sudah lama dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia, yaitu sejak zaman kekaisaran Shen Nung di Cina sekitar tahun 2700 sebelum Masehi. Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh merupakan salah satu jenis rumput laut yang banyak mengandung senyawa metabolit sekunder seperti florotanin, steroid dan sterol. Sargassum. sp merupakan sumber alginat yang digunakan sebagai bahan pembuatan cangkang kapsul, salep, emulsifier dan dapat juga digunakan sebagai bahan pembuat cat rambut dan krim, sedangkan oleh masyarakat setempat jenis ini lebih sering dikonsumsi sebagai sayuran. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas biologi ekstrak n-heksan, etilasetat, dan etanol rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh.
Tahapan kerja meliputi penyiapan bahan, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak, kromatografi lapis tipis (KLT) serta uji aktivitas biologi. Ekstrak Sargassum ilicifolium diperoleh secara perkolasi dengan menggunakan pelarut n-heksan, etilasetat dan etanol. Ekstrak Sargassum ilicifolium diuji terhadap Artemia salina Leach. Data diolah menggunakan analisis regresi linear untuk memperoleh harga Lethal Concentration 50 (LC50).
Hasil karakterisasi simplisia talus rumput laut Sargassum ilicifolium secara makroskopik berbentuk talus, berwarna coklat kehitaman, berbau khas,dan tidak berasa. Secara mikroskopik serbuk simplisia memperlihatkan adanya sel parenkim, sel parenkim berisi pigmen coklat, sel propagule bersel satu, sel propagule bersel dua dan sel propagule bersel tiga. Kadar air 7,26%, kadar sari larut dalam air 5,89%, kadar sari larut dalam etanol 1,72%, kadar abu total 13,56% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,88%. Hasil skrining fitokimia talus rumput laut Sargassum ilicifolium menunjukkan adanya senyawa glikosida, tanin dan triterpenoid/steroid, serta hasil dari kromatografi lapis tipis menunjukan adanya senyawa golongan triterpenoid/steroid. Hasil uji aktivitas biologi terhadap ekstrak n-heksan LC50 11,48 μg/ml, ekstrak etilasetat LC50 21,18 μg/ml, dan ekstrak etanol LC50 30,90 μg/ml.
CHARACTERIZATION OF SIMPLEX AND PHYTOCHEMICAL SCREENING BIOLOGICAL ACTIVITY TEST OF EXTRACT Sargassum
ilicifolium (Turner) C. Agardh METHOD WITH BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)
Abstract
Seaweed has long been known and utilized by humans, since the days of empire Shen Nung in China around the year 2700 BC. Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh is one type of seaweed that produce several types of secondary metabolite compounds, such as phlorotanin, steroid and sterols. Sargassum sp is a source of alginate is used as material for shell capsule, ointment, emulsifier and can also be used an material for hair dye and cream, while the local communities of this type is more often consumed as a vegetable. This research was conducted to test the biologis activity from n -hexane,ethylacetat and ethanol extract of seaweed Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh.
Stages of work included preparation of materials, characterization simplicia, phytochemical screening, the manufacture of test extract, thin layer chromatography (TLC), than test the biologis activity. The extract of the Sargassum ilicifolium was obtained by the means of percolation using n-hexane, ethylacetate, and ethanol as solvents. The extract of the Sargassum ilicifolium was tested against Artemia salina Leach. The data were processed using linier regression analysis to abtain the Lethal Concentration 50(LC50) value.
Result of characterization simplicia seaweed thallus Sargassum ilicifolium, macroscopic examination is shaped thallus, blackish brown color, distinctive smell, and tasteless. Microscopic examination the powder simplicia showed parenchymal cells, parenchymal cells contained brown pigment, single-celled propagule cells, cell-single-celled propagule two and three-single-celled propagule cells. 7.26% water content, 5.89% level of water soluble extract, 1.72% level of soluble extract in ethanol, 13.56% total ash content and ash content that does not dissolue in acid 0.88%. The result of phytochemical screening of seaweed thallus Sargassum ilicifolium indicate the presence of glicosida, tannin and triterpenoids/steroids, and the result of the thin layer chromatography (TLC) indicate the presence of triterpenoids/steroids. The result of the biological activity test for the n-hexane extract is LC50 11.48 µg/ml, for the ethylacetate extract is
LC50 21.18 µg/ml, and for the ethanol extract is LC50 30.90 µg/ml.
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kurang lebih 70%
laut yang kaya akan berbagai jenis sumber hayati. Rumput laut merupakan salah
satu komoditi hasil laut yang penting. Budidaya rumput laut merupakan salah satu
jenis budi daya dibidang kelautan yang memiliki peluang untuk dikembangkan di
wilayah perairan Indonesia. Istilah rumput laut sudah lazim dikenal dalam dunia
perdagangan. Istilah ini merupakan terjemahan dari kata “seaweed”. Pemberian
nama terhadap alga laut bentik ini sebenarnya kurang tepat, karena bila ditinjau
secara botanis, tumbuhan ini tidak tergolong rumput (graminae), tetapi lebih tepat
bila kita menggunakan istilah “alga laut bentik”, atau ”alga bentik” (Aslan, 1998).
Rumput laut dikenal pertama kali oleh bangsa Cina kira-kira 2700 SM. di
masa itu, rumput laut digunakan untuk sayuran dan obat-obatan. Namun dari
waktu kewaktu pengetahuan tentang rumput laut semakin berkembang, bangsa
Romawi menggunakannya sebagai kosmetik dan pupuk tananaman. Pemanfaatan
rumput laut diindonesia tidak diketahui pada awal mulanya. Hanya pada waktu
bangsa Eropa datang kira-kira pada tahun 1929, mereka mencatat bahwa rumput
laut telah dimanfaatkan sebagai sayuran, namun penggunaannya terbatas pada
keluarga nelayan saja (Indriani, dan Sumiarsih , 1994).
Pada umumnya rumput laut atau alga dapat dikelompokkan menjadi empat
kelas, yaitu rumput laut hijau (Chlorophyceae), rumput laut hijau biru
(Rhodophyceae). Beberapa jenis rumput laut telah dikenal di pasaran internasional
maupun lokal, sebagai penghasil karagenan, agar-agar dan alginat (Sediadi, dan
Budiharjo, 2001).
Pada saat ini rumput laut telah banyak digunakan sebagai bahan
pembuatan obat-obatan dan suplemen makanan. Jenis rumput laut yang banyak
digunakan untuk pembuatan obat adalah rumput laut coklat khususnya Sargassum
sp dan Turbinaria sp. Pengolahan rumput laut jenis tersebut menghasilkan ekstrak
yang mengandung senyawa natrium alginat. Senyawa alginat inilah yang
dimanfaatkan dalam pembuatan obat antibakteri, anti tumor, penurunan darah
tinggi dan mengatasi gangguan kelenjar (Anonim, 2009).
Salah satu cara untuk mengetahui kandungan kimia aktif suatu tumbuhan
dapat dilakukan uji aktivitas. Salah satu uji aktivitas yang paling sederhana, yang
dapat dilakukan dengan mudah dan dapat diandalkan adalah uji aktivitas Metode
Brine Shrimp menggunakan larva (nauplii) udang laut Artemia salina Leach.
Kandungan kimia aktif dimaksudkan sebagai komponen aktif biologi terhadap
manusia maupun hewan dan tumbuhan. Kandungan kimia aktif biologi dapat
bersifat racun jika digunakan pada dosis yang tinggi, dengan demikian secara in
vivo kematian suatu hewan percobaan dapat dipakai sebagai alat pemantau
penapisan awal kandungan kimia aktif suatu bahan alam terhadap ekstrak. Namun
pengujian ini masih bersifat umum oleh karena itu perlu dilakukan uji lain yang
lebih terarah untuk mengetahui aktivitas spesifiknya (Meyer, at al., 1982).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, KLT dan melakukan uji aktivitas
biologi terhadap ekstrak talus rumput laut Sargassum ilicifolium dengan
menggunakan pelarut n-heksan, etilasetat dan etanol 96% dari talus rumput laut
Sargassum ilicifolium. Pemilihan pelarut bertujuan untuk mendapatkan distribusi
senyawa berdasarkan tingkat kepolaran pelarut yang digunakan sehingga dapat
diketahui ekstrak yang paling aktif.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas perumusan masalah pada penelitian ini,
yaitu:
a. Monografi dari talus rumput laut Sargassum ilicifolium belum terdapat
pada Materia Medika Indonesia jadi belum diketahui karakteristiknya.
b. Apakah kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada simplisia
Sargassum ilicifolium dapat diketahui?
c. Apakah senyawa kimia yang terdapat dari ekstrak n-heksan, etilasetat dan
ekstrak etanol 96% dari talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner)
C. Agardh dapat diidentifikasi secara kromatografi lapis tipis (KLT)?
d. Apakah Ekstrak n-heksan, etilasetat dan ekstrak etanol 96% dari talus
rumput laut Sargassum ilicifolium memiliki aktivitas terhadap Artemia
salina Leach?
1.3 Hipotesis
Hipotesis dari perumusan masalah diatas, yaitu:
a. Karakteristik simplisia dari talus rumput laut Sargassum ilicifolium dapat
ditentukan dengan menggunakan prosedur yang terdapat di Materia
Medika Indonesia.
b. Kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada simplisia Sargassum
c. Senyawa kimia yang terdapat pada ekstrak n-heksan, etilasetat dan etanol
96% dari talus rumput laut Sargassum ilicifolium dapat diidentifikasi
secara kromatografi lapis tipis (KLT).
d. Ekstrak n-heksan, etilasetat dan etanol 96% dari talus rumput laut
Sargassum ilicifolium memiliki aktivitas terhadap Artemia salina Leach.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik simplisia dari talus
rumput laut Sargassum ilicifolium yang dapat digunakan sebagai acuan
untuk standarisasi simplisia.
b. Untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada
simplisia Sargassum ilicifolium.
c. Untuk mengidentifikasi senyawa kimia yang terdapat pada Ekstrak n
-heksan, etilasetat dan etanol 96% dari talus rumput laut Sargassum
ilicifolium.
d. Untuk mengetahui aktivitas biologis dari ekstrak n-heksan, etilasetat dan
etanol 96% dari talus rumput laut Sargassum ilicifolium terhadap larva
Artemia salina Leach.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang aktivitas
biologi dari talus rumput laut Sargassum ilicifolium sehingga dapat digunakan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
2.1.1 Habitat tumbuhan rumput laut
Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut seperti halnya biota perairan
lainnya sangat dipengaruhi oleh toleransi fisiologi dari biota tersebut untuk
beradaptasi terhadap faktor-faktor lingkungan, seperti substrat, salinitas,
tempratur, intensitas cahaya, tekanan dan nutrisi. Secara umum, rumput laut
dijumpai tumbuh di daerah perairan yang dangkal dengan kondisi dasar perairan
berpasir, sedikit lumpur, atau campuran keduanya. Rumput laut memiliki sifat
benthic (melekat) dan disebut juga benthic algae, dengan cara melekatkan talus
pada substrat pasir, lumpur berpasir, karang, fragmen karang mati, kulit kerang,
batu atau kayu. Rumput laut jenis Sargassum mampu tumbuh pada substrat batu
karang di daerah berombak (Anggadiredja, 2006). Penyebaran spesies ini banyak
terdapat di perairan Indonesia seperti Sumatera, Jawa, Kepulauan Seribu,
Sulawesi, Lombok, dan Aru (Indriani dan Sumiarsih, 2001).
2.1.2 Morfologi tumbuhan
Talus berbentuk silindris, akar (holdfast) membentuk cakram kecil,
“batang” pendek dengan percabangan utama tumbuh rimbun dibagian ujungnya.
“Daun” kecil, lonjong, ujungnya rata dan runcing, tepi daun bergerigi dan urat
daun tidak begitu jelas, gelembung udara atau vesikel bulat telur, duduk pada
2.1.3 Sistematika tumbuhan
Talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Phaeophyta
Kelas : Phaeophyceae
Bangsa : Fucales
Suku : Sargassaceae
Marga : Sargassum
Spesies : Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh
2.1.4 Nama lain tumbuhan
Nama lain dari tumbuhan ini Oseng (kepulauan seribu).
2.1.5 Kandungan Kimia Rumput Laut
Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan karbohidrat,
protein, dan abu yang sebagian besar merupakan senyawa garam natrium dan
kalium. Selain itu, rumput laut juga mengandung vitamin-vitamin, seperti vitamin
A, B1, B2, B6, B12, dan C, serta mineral, seperti kalium, kalsium, fosfor, dan
natrium (Anggadiredja, 2006).
2.1.6 Manfaat Rumput Laut Sargassum
Rumput laut telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan
makanan dan obat. Sebagai bahan makanan, rumput laut dikonsumsi dalam
bentuk lalapan (dimakan mentah), dibuat acar dengan bumbu cuka, dimasak
sebagai sayur atau ditumis (Anggadiredja, 2006).
Sargassum diketahui sebagai sumber penghasil alginat yang digunakan
kosmetik, kandungan koloid alginatnya digunakan sebagai bahan pembuat sabun,
shampo dan cat rambut.
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Ditjen
POM, 2000).
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Ditjen POM, 1995).
Menurut Ditjen POM (2000), beberapa metode ekstraksi yang sering
digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu:
A. Cara dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman
menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar.
Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi
kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut
remaserasi. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat
aktif yang mudah larut dalam cairan penyari dan tidak mengandung zat yang
mudah mengembang dalam cairan penyari.
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu
baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada
temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap
perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak)
terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
B. Cara panas
1. Refluks
Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang
relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan
proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga bahan dapat terekstraksi
sempurna.
2. Digesti
Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan secara terus-menerus
pada temperatur lebih tinggi daripada temperatur ruangan, yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50°C.
3. Sokletasi
Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang
selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga menjadi
ekstraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
4. Infundasi
Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90°C selama 15 menit. Infundasi adalah proses penyarian yang
bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil
dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh karena itu sari yang diperoleh
dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam.
5. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90°C selama 30 menit.
2.3 Kromatografi
Kromatografi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan
migrasi dari komponen-komponen senyawa diantara dua fase yaitu fase diam,
dapat berupa zat cair atau zat padat, dan fase gerak, dapat berupa gas atau zat cair
(Depkes, 1995; Stahl, 1985). Jika fase tetap berupa zat padat maka cara tersebut
dikenal sebagai kromatografi serapan, jika zat cair dikenal sebagai kromatografi
partisi.
Karena fase bergerak dapat berupa zat cair dan gas maka ada empat
macam sistem kromatografi (Sastrohamidjojo, 1985):
1. Fase bergerak zat cair – fase tetap padat (kromatografi serapan):
- Kromatografi lapis tipis
- Kromatografi penukar ion
2. Fase bergerak gas – fase tetap padat (kromatografi serapan):
- Kromatografi gas padat
3. Fase bergerak zat cair – fase tatap zat cair (kromatografi partisi):
- Kromatografi cair kinerja tinggi
4. Fase bergerak gas – fase tetap zat cair (kromatografi partisi):
- Kromatografi gas cair
2.3.1. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan yang memerlukan
investasi yang kecil untuk perlengkapan, menggunakan waktu yang singkat serta
pemakaian pelarut dan cuplikan dalam jumlah sedikit. KLT termasuk
kromatografi adsorpsi, dimana sebagai fase diam berupa zat padat yang disebut
adsorben (penyerap) dan fase gerak adalah zat cair yang disebut larutan
pengembang (Gritter dkk., 1991; Stahl, 1985).
Pendeteksian bercak hasil pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa
cara, yaitu dengan pengamatan langsung atau dibawah sinar ultraviolet jika
senyawanya berwarna dan pengamatan dengan cahaya biasa atau cahaya
ultraviolet setelah disemprot dengan pereaksi yang membuat bercak tersebut
tampak. Beberapa senyawa organik bersinar atau berfluorosensi jika disinari
dengan sinar UV gelombang pendek (254 nm) atau gelombang panjang (366 nm)
(Depkes, 1995; Gritter dkk., 1991).
a. Fase diam (Lapisan Penyerap)
Pada kromatografi lapis tipis, fase diam berupa lapisan tipis yang terdiri
atas bahan padat yang dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya
terbuat dari kaca, tetapi dapat pula terbuat dari plat polimer atau logam. Lapisan
melekat pada permukaan dnegan bantuan bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat
atau amilum (pati). Penyerap yang umum dipakai untuk kromatografi lapis tipis
adalah silika gel, alumina, kieselgur, dan selulosa (Gritter dkk, 1991).
Dua sifat yang penting dari fase diam adalah ukuran partikel dan
homogenitasnya, karena adhesi terhadap penyokong sangat tergantung pada kedua
sifat tersebut. Ukuran partikel yang biasa digunakan adalah 1-25 mikron. Partikel
salah satu cara untuk memperbaiki hasil pemisahan adalah dengan menggunakan
fase diam yang butirannya lebih halus. Butiran yang halus memberikan aliran
pelarut yang lebih lambat dan resolusi yang lebih baik (Sastrohamidjojo, 1985).
b. Fase gerak (Pelarut Pengembang)
Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa
pelarut. Bila diperlukan, sistem pelarut multi komponen harus berupa suatu
campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen
(Stahl, 1985).
c. Harga Rf
Untuk menggambarkan jarak pengembangan senyawa pada kromatogram
dipakai istilah harga Rf (Stahl, 1985).
Jarak titik pusat bercak dari titik awal Rf =
Jarak garis depan pelarut dari titik awal
Harga Rf beragam mulai dari 0 sampai 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga
Rf (Sastrohamidjojo, 1985):
a. Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan
b. Sifat penyerap
c. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap
d. Pelarut dan derajat kemurniannya
e. Derajat kejenuhan uap pengembang dalam bejana
f. Teknik percobaan
g. Jumlah cuplikan yang digunakan
h. Temperatur
2.4 Artemia salina
Artemia salina merupakan zooplankton yang diklasifikasikan ke dalam
filum Arthropoda dan kelas Crustaceae. Secara lengkap sistematika Artemia
salina dapat dijelaskan sebagai berikut:
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustaceae
Subkelas : Branchiophoda
Ordo : Anostraca
Famili : Artemiidae
Genus : Artemia
Spesies : Artemia salina Leach
Artemia salina adalah spesies yang sangat tua yang tidak mengalami
perubahan sejak 100 juta tahun lalu. Artemia salina ini sangat populer di Amerika
Serikat, Inggris dan negara-negara lain yang biasanya dijadikan hewan peliharaan
untuk anak-anak dan didistribusikan dalam bentuk siste yang kering (Anonima, 2011).
Artemia salina hidup secara planktonik di perairan laut yang kadar
garamnya (salinitas) berkisar antara 15–300 per mil dan suhu yang berkisar antara
25°C–30°C serta nilai pH antara 7,3–8,4. Keistimewaan Artemia sebagai plankton
adalah memiliki toleransi (kemampuan beradaptasi dan mempertahankan diri)
pada kisaran kadar garam yang sangat luas. Pada kadar garam yang sangat tinggi
dimana tidak ada satu pun organisme lain mampu bertahan hidup (Mudjiman,
1989).
Pada kondisi alamiah, Artemia salina hidup di danau–danau dan perairan
(brine shrimp). Secara fisik, Artemia salina tidak mempunyai pertahanan tubuh,
oleh karena itu kemampuan hidup di danau dengan salinitas tinggi merupakan
sistem pertahanan alamiah Artemia salina terhadap musuh-musuh pemangsanya.
Artemia dapat tumbuh baik pada temperatur 25-30 oC.
Telur Artemia salina ada dua jenis yaitu telur berkulit tipis, dimana jenis
telur ini akan segera menetas, dan telur yang berkulit tebal (siste), dimana jenis
telur ini bisa tetap bertahan dalam keadaan kering. Siste ini bisa disimpan selama
beberapa tahun dan akan menetas ketika mereka ditempatkan dalam air. Telur
yang tebal akan diproduksi ketika tubuh Artemia salina kekurangan air dan
konsentrasi garam air laut meningkat (Anonima, 2011).
Apabila telur Artemia salina (udang laut) yang kering direndam dalam air
laut, akan menetas dalam waktu 24-36 jam. Dari dalam cangkang keluar larva
yang disebut dengan istilah nauplii. Dalam perkembangan selanjutnya, nauplii
akan mengalami 15 kali perubahan bentuk (metamorfosis). Setiap kali mengalami
perubahan bentuk merupakan satu tingkatan. Tahapan perkembangan pertama
disebut instar I, bentuk lonjong dengan panjang sekitar 0,4 mm dan beratnya 15
mikrogram. Warnanya kemerah-merahan karena masih banyak mengandung
cadangan makanan. Oleh karena itu masih belum memerlukan makanan.
Setelah 24 jam menetas, nauplii akan berubah menjadi instar II. Pada
tingkat ini nauplii mulai mempunyai mulut, saluran pencernaan dan dubur. Oleh
karena itu mereka mulai mencari makanan dan bersamaan dengan itu cadangan
makanannya pun mulai habis. Artemia salina mempunyai cara makan dengan
jalan menyaring makanannya atau filter feeder. Selama perubahan bentuk terjadi,
nauplii akan mengalami perubahan mata majemuk, antena dan kaki. Setelah
menjadi nauplii Artemia salina dewasa. Proses ini berlangsung antara 1-3 minggu.
Artemia salina dewasa mempunyai panjang sekitar 1 cm dan beratnya 10 mg.
Artemia salina dewasa dapat hidup sampai 6 bulan dan bertelur 4-5 kali. Setiap
kali bertelur dapat menghasilkan 50-300 butir telur (Mudjiman, 1989).
2.5 Uji Aktivitas Biologi
Dewasa ini penelitian terhadap senyawa aktif dari bahan alam sangat
digalakkan. Tetapi banyak bahan-bahan obat alami yang telah diisolasi,
dikarakterisasi dan dipublikasikan tanpa dilanjutkan dengan uji aktivitas biologi.
Aktivitas biologi tumbuhan tersebut tidak diketahui hingga bertahun-tahun. Hal
ini disebabkan karena pencarian untuk senyawa yang memiliki aktivitas
farmakologi sering menggunakan uji aktivitas dengan biaya yang mahal.
Hambatan biaya ini mempengaruhi kegiatan farmakologis. Oleh karena itu
dibutuhkan suatu uji aktivitas yang secara umum sederhana, mudah dan murah
namun dapat dipercaya dan dapat mendeteksi adanya senyawa yang mempunyai
aktivitas biologi secara luas yang terdapat pada ekstrak, fraksi dan isolat.
Beberapa uji pendahuluan untuk pencarian obat kanker yang memenuhi
syarat-syarat di atas antara lain: Metode Potato Disk, Brine Shrimp Lethality Test (BST)
dan Uji terhadap Lemna minor L (McLaughlin and Lingling, 1998).
2.5.1 Brine Shrimp Lethality Test
Senyawa bioaktif hampir selalu toksik pada dosis tinggi. Oleh karena itu
kematian hewan percobaan pada pengujian suatu ekstrak dapat digunakan sebagai
skrining awal terhadap ekstrak tumbuhan yang mempunyai bioaktivitas dan juga
untuk mengetahui komponen zat aktifnya.
Salah satu organisme yang dapat digunakan untuk pengujian tersebut
berbagai pengujian yaitu untuk menganalisa residu pestisida, mikotoksin, polutan
pada air sungai, anastetik, toksin dinoflagelata senyawa yang berupa morfin,
toksisitas pada dispersan minyak. Dalam fraksinasi yang diarahkan dengan
bioassay, metode brine shrimp telah digunakan untuk memonitor fraksi aktif
mikotoksin dan antibiotik pada ekstrak jamur (Meyer et al, 1982).
Artemia salina Leach adalah sejenis udang air asin. Telurnya merupakan
makanan ikan tropis dan telur tersebut dapat dijumpai di toko-toko yang menjual
ikan hias tropis dengan nama brine shrimp eggs. Telur ini dapat bertahan selama
bertahun-tahun dalam keadaan kering. Setelah ditempatkan dalam larutan air laut,
telur-telur akan menetas dalam menetas dalam waktu 48 jam dan menghasilkan
sejumlah nauplii. Nauplii Artemia salina Leach ini dapat dipakai sebagai hewan
percobaan untuk mendeteksi senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas biologi
(McLaughlin and Lingling, 1998).
2.5.2 Metode Potato Disk (menghambat tumor crown gall)
Crown gall adalah penyakit tumor pada tumbuhan yang ditimbulkan oleh
strain yang spesifik dari bakteri gram negatif Agrobacterium tumefaciens.
Terdapat kesamaan antara mekanisme terjadinya tumor pada tumbuhan dan pada
hewan, senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan tumor pada tumbuhan
juga dapat berfungsi sebagai antitumor pada hewan. Uji ini merupakan uji
pendahuluan yang sederhana untuk menemukan senyawa antikanker dari bahan
alami. Penghambatan pertumbuhan crown gall tumor pada potato disk oleh
ekstrak alami, menunjukkan bahwa ekstrak bahan alami tersebut memiliki
2.5.3 Uji Terhadap Lemna minor L.
Lemna minor L. adalah tumbuhan monokotil yang hidup di daerah
perairan. Pada kondisi normal, kondisi ini secara langsung menghasilkan anak
daun. Jika ekstrak bahan alami dapat menghambat pertumbuhan dari anak daun
tumbuhan Lemna minor L., maka ekstrak bahan alami tersebut dianggap juga
dapat berkhasiat sebagai antitumor (McLaughlin and Lingling, 1998).
2.5.4 Uji Terhadap cell line
Bahan alami yang telah dinyatakan aktif pada uji pendahuluan, selanjutnya
dilakukan uji pada tahap berikutnya yaitu uji cell line. Uji ini menggunakan
sel-sel kanker secara in vitro, zat-zat antikanker diuji langsung terhadap sel kanker.
Contoh-contoh cell line yang banyak digunakan dalam pengujian zat-zat
antikanker antara lain L-1210 (leukemia pada tikus), S-256 (sarcoma pada
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah metode eksperimental meliputi
pengumpulan dan pengolahan tumbuhan, pemeriksaan karakteristik, skrining
fitokimia, pembuatan ekstrak, kromatografi lapis tipis (KLT) dan uji aktivitas
biologi ekstrak talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh
menggunakan larva Artemia salina Leach.
3.1 Alat-alat Yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas
laboratorium, pipet tetes, kertas saring, aluminium foil, kaca penutup, kaca objek,
vial, bejana penetasan telur Artemia salina Leach, lampu 18 watt (Hannochs),
cawan berdasar rata, botol bersumbat, krusen tang, seperangkat alat destilasi,
seperangkat alat penetapan kadar air, cawan porselen, eksikator, mikroskop
(Olympus), oven listrik (Stork), seperangkat alat kromatografi lapis tipis,
elektromantel (EM 2000), neraca analitik (Vibra AJ), dan penangas air (Yenaco).
3.2 Bahan-bahan Yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah talus rumput laut
Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh, telur Artemia salina Leach (ISO),
garam buatan, ragi, air suling.
Bahan-bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain berkualitas pro
analisis yaitu n-heksan (destilasi), etilasetat (destilasi), etanol 96% (destilasi),
asam asetat anhidrida, asam sulfat pekat, kloroform, toluen, timbal (II) asetat, amil
alkohol, metanol, natrium hidroksida, asam klorida pekat, serbuk magnesium,
pekat, besi (III) klorida, iodium, raksa (II) klorida, kalium iodida, bismut (III)
nitrat, dan asam nitrat pekat.
3.3Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan 3.3.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan
Pengumpulan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif, yaitu tanpa
membandingkan dengan daerah lain. Umur tumbuhan yang diambil tidak
diperhitungkan. Tumbuhan yang digunakan adalah talus rumput laut Sargassum
ilicifolium (Turner) C. Agardh yang diambil dari perairan pantai Poncan,
Kotamadya Sibolga, Propinsi Sumatera Utara dan dikumpulkan pada bulan Juli
2010.
3.3.2 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI,
Jakarta, Indonesia. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1,
halaman 41.
3.3.3 Pengolahan Simplisia
Talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh dibersihkan
dari kotoran dan sisa-sisa karang yang melekat lalu dicuci dengan air mengalir
sampai bersih, ditiriskan dan disebar diatas kertas koran sehingga airnya terserap,
lalu ditimbang berat basahnya 14 kg. Tumbuhan dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan diudara terbuka. Selanjutnya dikeringkan dilemari pengering pada suhu
40-50ºC sampai tumbuhan kering. Talus dianggap kering bila sudah rapuh
(diremas menjadi hancur), kemudian disortasi kering dan diperoleh berat 1,2 kg,
lalu diblender sampai menjadi serbuk. Selanjutnya serbuk simplisia disimpan
3.4 Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Obat Tradisional Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.
3.5 Pembuatan Larutan Pereaksi
3.5.1 Larutan Pereaksi Asam Klorida 2 N
Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling hingga
100 ml (Ditjen POM, 1978).
3.5.2 Larutan Pereaksi Natrum Hidroksida 2 N
Sebanyak 8,002 g natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling bebas
karbondioksida hingga 100 ml (Ditjen POM, 1978).
3.5.3 Larutan Pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air
suling, ditambahkan iodium sebanyak 2 g dan dicukupkan dengan air suling
hingga 100 ml (Ditjen POM, 1978).
3.5.4 Larutan Pereaksi Mayer
Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml.
Pada wadah lain dilarutkan 5 g kalium iodida dalam 10 ml air suling. Kemudian
keduanya dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100
ml (Ditjen POM, 1978).
3.5.5 Larutan Pereaksi Dragendorff
Sebanyak 8 g bismut (III) nitrat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam 20
ml asam nitrat pekat. Pada wadah lain dilarutkan 27,2 g kalium iodida dalam 50
ml air suling. Kemudian kedua larutan dicampurkan sama banyak dan didiamkan
sampai memisah sempurna. Larutan yang jernih diambil dan diencerkan dengan
3.5.6 Larutan Pereaksi Besi (III) Klorida 1%
Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml
(Ditjen POM, 1989).
3.5.7 Larutan Pereaksi Liebermann- Burchard
Sebanyak 20 bagian asam asetat anhidrida dicampurkan dengan 1 bagian
asam sulfat pekat. Larutan penyemprotnya dibuat dengan 20 bagian asam asetat
anhidrida dengan 1 bagian asam sulfat pekat dan 50 bagian kloroform. Larutan
penyemprot ini harus dibuat baru (Harborne, 1987).
3.5.8 Larutan Pereaksi Molisch
Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh
volume 100 ml (Ditjen POM, 1978).
3.5.9 Larutan Air-Kloroform
Sebanyak 2,5 ml kloroform dikocok dengan 900 ml air suling, encerkan
dengan air suling hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1995).
3.5.10 Larutan Kloralhidrat
Sebanyak 50 gram kloralhidrat ditimbang dan dilarutkan dalam 20 ml air
suling (Ditjen POM, 1979).
3.5.11 Larutan Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 N
Sebanyak 15,17 gram timbal (II) asetat dilarutkan dalam air suling bebas
karbondioksida secukupnya hingga 100 ml (Ditjen POM, 1989).
3.5.12 Pereaksi Asam Nitrat 0,5 N
Sebanyak 3,4 ml asam nitrat pekat diencerkan dengan air suling hingga
3.5.13 Pereaksi Asam Sulfat 50% dalam Metanol
Sebanyak 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan hati-hati kepada 5 ml
metanol (Stahl, 1985).
3.6 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia
Pemeriksaan karateristik simplisia meliputi pemeriksan makroskopik dan
mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air,
penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, dan
penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam (Ditjen POM, 1989; SNI, 1992;
WHO, 1992 ).
3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk, warna,
bau dan rasa talus rumput laut. Gambar simplisia Sargassum ilicifolium (Turner)
C Agardh dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 42-44.
3.6.2 Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia talus
rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C Agardh. Serbuk simplisia
ditaburkan diatas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan
tutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop. Gambar
mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 45.
3.6.3 Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen)
(WHO,1992).
Cara kerja:
Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu
alas bulat, didestilasi selama 2 jam. Kemudian toluen didinginkan selama 30
menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan 0,05 ml.
b. Penetapan kadar air simplisia
Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan
ke dalam labu yang berisi toluen tersebut, lalu dipanaskan hati-hati selama 15
menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetesan
perdetik, sampai sebagian air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan
hingga 4 tetes perdetik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin
dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung
penerima dibiarkan dingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah
sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air
dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa.
Perhitungan kadar air dapat dihitung dengan rumus:
% kadarair = 100%
(g) sampel Berat
(ml) air Volume ×
Perhitungan penetapan kadar air dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 46.
3.6.4 Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Air
Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan di udara
dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml air-kloroform dalam labu bersumbat
sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18
jam lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan
penguap berdasar rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam air dihitung dengan persen terhadap bahan
Perhitungan kadar sari yang larut dalam air dapat dihitung dengan rumus:
Perhitungan kadar sari yang larut dalam air dapat dilihat pada Lampiran 4,
halaman 47.
3.6.5 Penetapan Kadar Sari Yang larut Dalam Etanol
Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan di udara
dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat
sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18
jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol 96%,
sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap berdasar rata
yang telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105OC sampai bobot tetap.
Kadar sari larut dalam etanol dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1995).
Perhitungan kadar sari yang larut dalam etanol dapat dihitung dengan rumus:
% Kadar sari larut dalam etanol =
20
Perhitungan kadar sari larut dalam etanol dilihat pada Lampiran 4, halaman 48.
3.6.6 Penetapan Kadar Abu Total
Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama
dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah dipijar dan ditara, kemudian
diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan
pada suhu 500–600°C selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai
diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan
Perhitungan kadar abu total dapat dihitung dengan rumus:
% Kadar abu total =
simplisia berat
abu berat
x 100%
Perhitungan kadar abu total dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 49.
3.6.7 Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan
dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam
asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dipijarkan sampai bobot tetap,
kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam
dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1995).
Perhitungan kadar abu yang tidak larut asam dapat dihitung dengan rumus:
% Kadar abu tidak larut dalam asam =
simplisia berat
abu berat
x 100%
Perhitungan kadar abu yang tidak larut dalam asam dapat dilihat pada Lampiran 4,
halaman 50.
3.7 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia serbuk simplisia meliputi pemeriksaan senyawa
golongan alkaloid, flavonoida, glikosida, glikosida antrakinon, saponin, tanin, dan
steroid/triterpenoida (Ditjen POM, 1989; Farnsworth, 1966).
3.7.1 Pemeriksaan Alkaloida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian ditambah 1 ml asam
klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit.
a. Filtat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Mayer,
akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning bila
terdapat alkaloida.
b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi
Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam bila
terdapat alkaloida.
c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendorf akan
terbentuk warna merah atau jingga bila terdapat alkaloida.
3.7.2 Pemeriksaan Flavonoida
Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambah 100 ml air panas, dididihkan
selama 5 menit dan saring dalam keadaan panas. Ke dalam 5 ml filtrat
ditambahkan serbuk Magnesium, 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol,
dikocok kuat dan dibiarkan memisah.Bila terdapat flavonoida ditunjukkan dengan
timbulnya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.
3.7.3 Pemeriksaan Saponin
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia, dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
ditambahkan 10 ml air panas, dinginkan kemudian dikocok selama 10 detik. Jika
terbentuk busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan
tidak hilang dengan penambahan asam klorida 2 N bila adanya saponin.
3.7.4 Pemeriksaan Tanin
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia, disari dengan 10 ml air suling lalu
disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil
sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika
3.7.5 Pemeriksaan Glikosida
Sebanyak 3 g serbuk simplisia disari dengan 30 ml campuran etanol 95%
dengan air (7:3) dan 10 ml asam sulfat 2 N, direfluks selama 1 jam, didinginkan
dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air dan 25 ml timbal asetat 0,4
M, dikocok, diamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran
isopropanol dan kloroform (2:3), dilakukan sebanyak 3 kali. Kumpulan sari air
diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50oC. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa dimasukkan dalam tabung reaksi selanjutnya, diuapkan di
atas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish.
Tambahkan hati- hati 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya
cincin ungu pada batas kedua cairan bila adanya gula.
3.7.6 Pemeriksaan Steroida/Triterpenoida
Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2
jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya
ditambahkan 2 tetes Liebermann-Burchard. Apabila terbentuk warna ungu atau
merah berubah menjadi ungu atau biru hijau bila adanya steroida/triterpenoida.
3.8 Pembuatan Ekstrak
Pembuatan ekstrak dilakukan secara perkolasi menggunakan pelarut
n-heksan, etilasetat dan etanol 96%.
Cara kerja:
Sebanyak 400 gram talus rumput laut Sargassum illicifolium (Turner) C.
Agardh yang telah diserbukkan dimasukkan ke dalam bejana tertutup, lalu
direndam dengan cairan penyari selama 3 jam. Kemudian massa dimasukkan ke
dalam perkolator, lalu pelarut n-heksan dituang secukupnya sampai terdapat
plastik dan aluminium foil dan dibiarkan selama 24 jam. Setelah 24 jam keran
perkolator dibuka dan cairan perkolat dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 tetes
per detik dan ditampung dalam botol berwarna bening. Perkolasi dihentikan
setelah tetesan terakhir perkolat tidak berwarna lagi atau apabila sebanyak 500 mg
cairan perkolat diuapkan di atas penangas air tidak meninggalkan sisa. Perkolat
dipekatkan dengan bantuan alat penguap rotary evaporator pada temperatur tidak
lebih dari 400C, lalu ampas dikeluarkan dari alat perkolator dan dikeringkan dengan cara di angin- anginkan selama 1 jam. Perkolasi dengan penyari etil asetat
dan etanol 96% dilakukan dengan cara yang sama. Bagan pembuatan ekstrak
dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 51.
3.9 Analisis Ekstrak n-Heksan, Etilasetat dan Etanol Secara KLT
Terhadap komponen kimia ekstrak n–heksan dilakukan analisis secara
Kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan fase diam silika gel F254 dan fase
gerak campuran n-heksan-etilasetat dengan perbandingan (90:10), (80:20),
(70:30), (60:40), dan (50:50). Sebagai penampak bercak digunakan pereaksi asam
sulfat 50% dalam metanol.
Terhadap komponen kimia ekstrak etilasetat dilakukan analisis secara
KLT menggunakan fase diam silika gel F254 dan fase gerak campuran etilasetat-n
-heksan dengan perbandingan (90:10), (80:20), (70:30), (60:40), dan (50:50).
Sebagai penampak bercak digunakan pereaksi asam sulfat 50% dalam metanol.
Terhadap komponen kimia ekstrak etanol digunakan fase gerak campuran
kloroform - metanol dengan perbandingan (90:10), (80:20), (70:30), (60:40), dan
(50:50). Sebagai penampak bercak digunakan pereaksi asam sulfat 50% dalam
metanol.
Ekstrak ditotolkan pada plat lapis tipis, kemudian dimasukkan ke dalam
chamber yang telah jenuh dengan uap fase gerak. Setelah pengembangan selesai
plat dikeluarkan dan dikeringkan, plat disemprot dengan penampak bercak asam
sulfat 50% dalam metanol dan dipanaskan di oven pada suhu 105°C selama 15
menit lalu diamati perubahan warna yang terjadi. Hasil analisis ekstrak n-heksan
secara KLT dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 53, hasil analisi ekstrak
etilasetat secara KLT dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 54 dan analisis
ekstrak etanol secara KLT dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 55.
3.10 Uji Aktivitas Biologi
Metode ini dilakukan terhadap ekstrak n-heksan, ekstrak etilasetat, ekstrak
etanol menggunakan larva Artemia salina Leach, yaitu sebagai berikut:
Disiapkan air laut buatan dengan melarutkan 38 gram garam laut dengan air dua
kali penyulingan dicukupkan hingga 1L, kemudian disaring. Bejana penetasan
disekat menjadi dua bagian, yaitu bagian yang besar dan bagian yang kecil, lalu
diberi lubang pada sekatnya. Setelah air laut buatan dimasukkan ke dalam bejana,
telur Artemia salina Leach ditaburkan ke dalam bagian yang kecil kemudian
bagian atasnya ditutup dengan aluminium foil sedangkan bagian yang besar
dibiarkan terbuka menghadap lampu. Setelah 48 jam, telur akan menetas menjadi
larva dan siap digunakan untuk hewan uji. Disiapkan larutan uji yang terdiri dari
ekstrak n-heksan, ekstrak etilasetat, ekstrak etanol dengan konsentrasi : 1000, 100
dan 10 , disiapkan 3 vial untuk masing-masing konsentrasi larutan uji
sehingga semuanya menjadi 9 vial dan 1 vial untuk kontrol. Larutan induk I
dibuat dengan menimbang 50 mg ekstrak lalu dilarutkan dengan pelarut yang
induk I dipipet 0,5 ml lalu diencerkan sampai 5 ml sehingga diperoleh larutan
induk II dengan konsentrasi 1000 . Dari larutan induk II dipipet 0,5 ml lalu
diencerkan sehingga diperoleh konsentrasi 100 . Dari konsentrasi 100
dipipet 0,5 ml lalu diencerkan sampai 5 ml sehingga diperoleh konsentrasi
10 . Dimasukkan masing-masing larutan uji ke dalam vial, lalu pelarutnya
dibiarkan menguap seluruhnya. Dimasukkan kira-kira 3 ml air laut buatan ke
dalam masing-masing vial. Dimasukkan 10 ekor larva Artemia salina Leach, lalu
ditambahkan air laut buatan sampai 5 ml. Ditambahkan 1 tetes suspensi ragi
sebagai makanannya (3 mg dalam 5 ml air laut buatan), kemudian semua vial
diletakkan di bawah cahaya lampu. Setelah 24 jam dihitung jumlah larva yang
mati (Mclaughlin, et al., 1998). Data dianalisis dengan Analisa regresi linear
untuk menentukan LC50. Bagan uji Brine Shrimp Lethality Test dapat dilihat pada
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan yang digunakan dilakukan Pusat Penelitian
Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jakarta, Indonesia,
hasilnya adalah talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh, suku
Sargassaceae.
4.2 Karakteristik Simplisia
Hasil pemeriksaan makroskopik rumput laut Sargassum ilicifolium
(Turner) C. Agardh adalah bentuk talus yang terdiri dari “batang”, “daun” dan
holdfast, berwarna coklat kehitaman, bau khas dan tidak berasa. Pemeriksaan
mikroskopik serbuk simplisia talus rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C.
Agardh diperoleh adanya sel parenkim, sel parenkim berisi pigmen coklat, sel
propagule bersel satu, sel propagule bersel dua dan sel propagule bersel tiga.
Gambar makroskopik dan mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 2-3, halaman
42-45.
Hasil karakteristik serbuk simplisia talus sumput laut Sargassum
Tabel 1. Hasil karakteristik serbuk simplisia talus sumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh.
No Parameter Hasil
1 Kadar air 7,26%
2 Kadar sari larut dalam air 5,89 %
3 Kadar sari larut dalam etanol 1,72 %
4 Kadar abu total 13,56 %
5 Kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,88 %
Penetapan kadar air dilakukan untuk mengetahui kandungan simplisia dan
ternyata hasilnya memenuhi syarat yaitu 7,26% lebih kecil dari 10%. Penetapan
kadar sari larut air untuk mengetahui kadar senyawa yang bersifat polar,
sedangkan kadar sari larut dalam etanol dilakukan untuk mengetahui senyawa
yang terlarut dalam etanol, baik polar maupun non polar. Penetapan kadar abu
total dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa anorganik dalam simplisia,
misalnya logam K, Ca, Na, Pb, Hg, sedangkan penetapan kadar abu tidak larut
dalam asam dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa yang tidak larut dalam
asam, misalnya silikat. Perhitungan hasil karakteristik simplisia dapat dilihat pada
Lampiran 4, halaman 46-50.
4.3 Hasil Skrining Fitokimia
Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia talus rumput laut Sargassum
ilicifolium (Turner) C. Agardh menunjukkan adanya senyawa glikosida, tanin dan
Tabel 2. Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia
No Senyawa Hasil Skrining Serbuk Simplisia
1 Alkaloida -
2 Glikosida +
3 Saponin -
4 Flavonoida -
5 Tanin +
6 Triterpenoid/steroid +
7 Minyak Atsiri -
Keterangan: (+) mengandung senyawa yang diperiksa, (-) = tidak mengandung senyawa yang diperiksa
Skrining fitokimia golongan senyawa glikosida ditunjukkan dengan
penambahan pereaksi Molish dan asam sulfat pekat terbentuk cincin ungu.
Penambahan pereaksi FeCl3 1% memberikan warna biru kehitaman atau hijau
kehitaman yang menunjukkan adanya senyawa tanin. Penambahan pereaksi
Liebermann-Burchard memberikan warna ungu menunjukkan adanya
triterpenoid/steroid. Hasil skrining fitokimia simplisia talus rumput laut
Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh memperlihatkan adanya senyawa
glikosida, tanin dan triterpenoid/steroid.
4.4 Hasil Ekstraksi
Ekstraksi dilakukan dengan cara perkolasi secara bertingkat mula- mula
menggunakan pelarut n-heksan, selanjutnya disari dengan pelarut etilasetat dan
dilanjutkan dengan pelarut etanol 96%. Hasil perkolasi 400 g serbuk simplisia
rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh diperoleh ekstrak n-heksan
sebanyak 0,4273 g, ekstrak etilasetat sebanyak 3,287 g dan ekstrak etanol
4.5 Analisis Ekstrak n-Heksan, Etilasetat dan Etanol Secara KLT
Hasil analisis ekstrak n-heksan menggunakan fase diam silika gel GF254, fase
gerak n-heksan-etilasetat dengan berbagai perbandingan, sebagai pereaksi
penyemprot adalah pereaksi asam sulfat 50% dalam methanol. Hasil KLT
menunjukan bahwa fase gerak yang paling baik adalah n-heksan-etilasetat (80:20)
karena menghasilkan pemisahan noda yang paling baik dan diperoleh 8 noda yaitu
2 noda berwarna hijau, 3 noda berwarna ungu muda, 2 noda berwarna merah
jambu dan 1 noda berwarna biru.
Hasil analisis ekstrak etilasetat menggunakan fase diam silika gel GF254, fase
gerak etilasetat-n-heksan dengan berbagai perbandingan, sebagai pereaksi
penyemprot adalah pereaksi asam sulfat 50% dalam metanol. Hasil KLT
menunjukan bahwa fase gerak yang paling baik adalah etilasetat-n-heksan (70:30)
karena menghasilkan pemisahan noda yang paling baik dan diperoleh 5 noda
yaitu 1 noda berwarna ungu, 3 noda berwarna hijau biru, dan 1 noda berwarna
hijau.
Hasil analisis ekstrak etanol menggunakan fase diam silika gel GF254, fase
gerak kloroform-metanol dengan berbagai perbandingan, sebagai pereaksi
penyemprot adalah pereaksi asam sulfat 50% dalam metanol. Hasil KLT
menunjukan bahwa fase gerak yang paling baik adalah kloroform-metanol (80:20)
karena menghasilkan pemisahan noda yang paling baik dan diperoleh 5 noda