STRATEGI ADAPTASI PETANI MUSIMAN
DI DESA DENAI KUALA
( Studi Deskriptif tentang Petani Pesisir di Desa Denai Kuala, Kecamatan Pantai Labu)
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Studi
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
SKRIPSI
Oleh:
Riana Ningrum Andani Putri
050901041
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:
LEMBAR PERSETUJUAN
Nama : Riana Ningrum Andani Putri NIM : 050901041
Departemen : Sosiologi
Judul : STRATEGI ADAPTASI PETANI MUSIMAN DI DESA DENAI KUALA
( Studi Deskriptif tentang Petani Pesisir di Desa Denai Kuala Kecamatan Pantai Labu )
Dosen Pembimbing Ketua Departemen Sosiologi FISIP USU
Drs. Sismudjito, M.Si Dra
NIP: 195604042000111001 NIP: 196603181989032001 . Lina Sudarwati, M.Si
Dekan FISIP USU
ABSTRAKSI
Indonesia sebagai negara agraris sebagian besar masyarakatnya memiliki mata pencaharian sebagai petani, banyaknya produk nasional dari hasil pertanian membuktikan sektor pertanian memiliki peranan penting. Perkembangan sektor pertanian khususnya tanaman pangan, berkaitan erat dengan ketahanan pangan negara. Beras yang dihasilkan dari padi, tergolong ke dalam tanaman palawija dan merupakan makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Padi merupakan jenis tanaman musiman, dimana ketika pada musim tertentu saja dapat dilakukan penanaman padi. Kabupaten Deli Serdang sebagian besar merupakan daerah pertanian dan menjadi salah satu daerah penghasil padi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi adaptasi petani musiman di dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Penelitian ini dilakukan di Desa Denai Kuala, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang. Jenis penelitian yang dilakukan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Data-data yang dibutuhkan dikumpulkan melalui observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi.
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala
limpahan, rahmat dan karuniaNya,sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tercurah ke haribaan Rasulullah SAW, keluarganya, serta para sahabatnya yang telah berjuang membawa ummatnya ke
jalan yang benar. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang berjudul “Strategi
Adaptasi Petani Musiman” (Studi Deskriptif tentang Petani Pesisir di Desa Denai Kuala Kecamatan Pantai Labu).
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa dukungan dari semua pihak,
skripsi ini tidak akan selesai. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang membantu dengan sepenuh hati, baik
berupa ide, semangat, do’a, bantuan moril maupun materil sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penghargaan yang tinggi dan ucapan terimakasih kepada kedua orangtua tercinta Ayahanda Iman Santoso dan Ibunda Estiningsih yang
telah berjuang, merawat dan mendidik penulis dengan penuh cinta, kasih sayang dan kesabaran. Akhirnya inilah persembahan yang dapat ananda berikan sebagai
ucapan terima kasih, cinta kasih dan tanda bakti ananda.
Izinkan penulis menyampaikan penghargaan yang tulus dan ucapan terima kasih yang mendalam kepada pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan
skripsi ini.
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin Rangkuti, M.si, selaku Dekan Fakultas Ilmu
2. Ibu Dra. Hj. Lina Sudarwati, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi dan Bapak Drs.Ilham Saladin, M.Si, selaku sekretaris Departemen
Sosiologi, Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Badaruddin Rangkuti, M.si, selaku dosen penasehat akademik penulis di Departemen Sosiologi, Universitas Sumatera Utara.
4. Rasa hormat dan terima kasih yang tidak akan dapat penulis uncapkan dengan kata-kata kepada Bapak Drs. Sismudjito, M.Si, selaku dosen
pembimbing yang telah banyak mencurahkan waktu, tenaga, dan ide-ide dan pemikiran dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Segenap Dosen, staff, dan seluruh pegawai Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Kak Feni, Kak Beti yang telah cukup
banyak membantu administrasi penulis selama masa perkuliahan.
6. Bapak Mahmurad selaku Kepala Desa Denai Kuala yang telah memberikan izin kepada penulis dan banyak memberikan bantuan dalam
melakukan penelitian.
7. Bapak Ngadirin selaku Kepala Dusun III yang telah banyak memberikan
bantuan kepada penulis dalam melakukan penelitian.
8. Para informan yang telah banyak membantu memberikan informasi yang sangat dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini.
9. Kepada abang-abangku tercinta, Mas Ian, Mas Agung, Mas Andre. Kakak ipar tercinta Mbak Desi, Kak Ria dan Mbak Marni, terima kasih banyak
10.Untuk abangda Andri Ansari Tarigan, terima kasih selalu bersedia memberikan waktunya bagi adikmu ini, untuk semua nasehat dan
semangat. Terima kasih banyak atas segala bantuannya mas.
11.Untuk Uta, yang sudah memberi warna dalam kehidupan nana, terima kasih banyak ya untuk semua bantuannya, segala kritikan dan nasehat
yang selalu kamu berikan untuk nana.
12.Untuk adik-adik sepupuku, Bima, Aji, Alit, Ratri, Hanan, Tya, Arif, Lela,
Bayu, Febi, Ami, dan Adam yang selalu memberikan semangat untuk mbak dan selalu berkata “ayo mbak semangat, jangan ada kata menyerah mbak pasti mampu”. Dan juga selalu siap sedia memberikan bantuan
untuk mbak, terima kasih banyak ya.
13.Untuk sahabat-sahabat kurcaciku tersayang, yanti, ita, penggi, irdha, rani,
tiara, yang tidak pernah bosan untuk selalu mengingatkan, menghibur dan memberi semangat. Terima kasih banyak untuk segala dukungan, waktu dan bantuan yang sudah kalian berikan dan seluruh kebersamaan kita,
meski nana sering tidak punya waktu.
14.Untuk sahabatku yang lain, Habibah, terima kasih untuk semua bantuan,
dan kesediaannya untuk selalu menampung nana menginap dirumah kamu ketika nana sedang ada ujian di kampus. Semenjak SMP kita sudah bersahabat, dan seperti janji kita akan terus seperti ini selamanya.
15.Untuk teman-teman Sosiologi 05 dan untuk seluruh teman-teman seperjuangan, Nova, Sari, Katub, Cen-cen, Panca, Franklin, Wiwit, Riska,
persatu. Terima kasih banyak untuk semua bantuannya dan dukungannya, serta informasi yang diberikan.
16.Untuk M. Deni Pratama dan M. Yandi, terimakasih banyak ya sudah mau mengantar nana kesana kemari dan banyak membantu nana. Dalam masa-masa akhir ini menjadikan kita kompak, saling membantu dan memberi
semangat. Semangat terus untuk “Trio Lingua”.
17.Untuk seluruh senior 02, 03, 04, junior 06, Prabu “si dino”, herbin, james,
Gibran, Ais, junior 07, 08, 09, terima kasih banyak untuk dukungannya ya. 18.Semua pihak yang turut membantu dan tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat berbagai kekurangan dan keterbatasan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.
Medan, 7 Januari 2012 Penulis,
DAFTAR ISI
3.6. Keterbatasan Penelitian ... 24
BAB IV. DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN ... 26
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 26
4.1.1. Sejarah Dan Monografi Desa Denai Kuala ... 26
4.1.2. Sarana Dan Prasana Desa ... 27
4.1.3. Jumlah Dan Komposisi Penduduk ... 30
4.1.4. Sistem Mata Pencaharian ... 31
4.1.5. Tingkat Pendidikan ... 32
4.1.6. Penduduk Berdasarkan Agama ... 33
4.2. Profil Informan ... 34
4.3. Interpretasi Data ... 67
4.3.1. Bertani Sebagai Mata Pencaharian ... 67
4.3.2. Tanaman Padi ... 69
4.3.3. Motivasi Bekerja ... 73
4.3.4. Strategi Adaptasi ... 76
4.3.5. Penjualan Hasil Panen ... 87
4.3.6. Kehidupan Sehari-hari Petani Dan Peranan Keluarga ... 89
4.3.7. Kehidupan Ekonomi Rumah Tangga Petani ... 92
BAB V. PENUTUP ... 97 5.1. Kesimpulan ... 97 5.2. Saran ... 99
DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur
Tabel 4.2. Komposisi Penduduk Tiap Dusun Berdasarkan Jenis kelamin Tabel 4.3. Sistem Mata Pencaharian
ABSTRAKSI
Indonesia sebagai negara agraris sebagian besar masyarakatnya memiliki mata pencaharian sebagai petani, banyaknya produk nasional dari hasil pertanian membuktikan sektor pertanian memiliki peranan penting. Perkembangan sektor pertanian khususnya tanaman pangan, berkaitan erat dengan ketahanan pangan negara. Beras yang dihasilkan dari padi, tergolong ke dalam tanaman palawija dan merupakan makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Padi merupakan jenis tanaman musiman, dimana ketika pada musim tertentu saja dapat dilakukan penanaman padi. Kabupaten Deli Serdang sebagian besar merupakan daerah pertanian dan menjadi salah satu daerah penghasil padi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi adaptasi petani musiman di dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Penelitian ini dilakukan di Desa Denai Kuala, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang. Jenis penelitian yang dilakukan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Data-data yang dibutuhkan dikumpulkan melalui observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi.
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara agraris, artinya masyarakat banyak yang
bermata pencaharian sebagai petani. Penggolongan pertanian terbagi atas dua macam, yakni pertanian tanaman perkebunan (keras) dan pertanian tanaman
pangan (palawija). Banyak produk nasional yang berasal dari pertanian, menjadi bukti bahwa sektor pertanian mempunyai peranan penting. Perkembangan sektor pertanian khususnya pertanian tanaman pangan, memiliki kaitan erat dengan
masalah ketahanan pangan negara. Beras yang tergolong ke dalam pertanian tanaman pangan (palawija), merupakan makanan pokok bagi masyarakat
Indonesia. Berdasarkan data BPS 2002, bidang pertanian menyediakan lapangan pekerjaan bagi 44,3% penduduk Indonesia dan menyumbang sekitar 17,3 % dari total pendapatan domestik bruto (id.wikipedia.org).
Umumnya petani di Indonesia merupakan petani subsistensi, yakni mereka yang mengolah sawah atau tanah mereka untuk pemenuhan kebutuhan
dasarnya sendiri. Keberadaan petani dan lahan bagai dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Jika baik dan bernilai positif di satu sisi maka berlaku pula untuk sisi yang lain, begitu juga sebaliknya. Sampai saat ini, di Indonesia, lahan dan petani
menjadi permasalahan yang tak kunjung selesai. Secara spasial, permasalahan lahan terjadi di semua tempat, baik di pedesaan pulau jawa maupun luar pulau
Kehidupan di Desa sangat bergantung pada kekuatan-kekuatan alam. Akan tetapi ironisnya, kekayaan alam di Desa saat ini sangat gencar dikonversi dalam
berbagai bentuk kegiatan ekonomi yang semakin mengikis peluang kerja. Masalah yang dihadapi petani di Desa adalah ketika lahan yang dimiliki oleh mereka semakin terbatas. Jumlah penduduk pedesaan yang terus bertambah serta
maraknya pembangunan, tidak diiringi dengan bertambahnya luas lahan telah menyebabkan semakin berkurangnya pendapatan yang dapat diraih petani kecil,
terkadang kekuatan-kekuatan ini mengancam hidup mereka, tidak dapat diperhitungkan dan tidak dapat dikuasai.
Bagi petani, terbatasnya lahan berarti berkurangnya lapangan kerja dan
berkurangnya sumber-sumber ekonomi untuk kelangsungan hidup mereka. Petani yang bekerja di sektor pertanian karena sesuai dengan latar belakang pendidikan
dan kemampuan yang dimilikinya. Keterbatasan sumber daya, khususnya lahan dan biaya, yang dimiliki petani, sehingga petani lebih memilih melaksanakan kegiatan usaha taninya dengan resiko yang paling rendah. Sikap seperti inilah
yang oleh Scott (1994) disebut sebagai moral ekonomi petani, khususnya petani kecil, yang hakiki, yaitu rasionalitas yang didasarkan kepada kemampuan
sumberdaya yang dimilikinya.
Petani diperkirakan hanya mempunyai modal yang sangat terbatas, dan lebih banyak mengandalkan tenaga kerja keluarga. Ketika lahan yang dimiliki
oleh petani tidak terlalu luas atau terbatas, maka hasil yang didapatkan dari mengolah lahan pertanian juga tidak mencukupi kebutuhan keluarga. Pada saat
akan dihadapkan pada dua pilihan yaitu menekan konsumsi dan meningkatkan produktifitas kerja untuk menambah pendapatan.
Lahan usaha tani semula dikembangkan untuk sekedar memenuhi kebutuhan pangan dan kemudian beralih menjadi lebih luas bukan hanya memenuhi kebutuhan akan pangan, tetapi juga kesehatan, pendidikan bagi anak
serta kebutuhan lainnya. Petani yang memiliki lahan yang luas serta cadangan modal yang kuat dapat mengadopsi modernisasi dan melakukan komersialisasi
pertanian, namun petani yang memiliki lahan sempit atau bahkan tidak memilikinya, justru mengalami kemerosotan hidup.
Masyarakat merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa bagian
yang memiliki hubungan. Akibat dari perubahan yang terjadi yakni penyempitan lahan yang menyebabkan posisi tawar petani menjadi semakin lemah, dan pada
akhirnya akan mempengaruhi struktur sosial. Keberlangsungan hidup petani sangat bergantung pada lahan, karena di situlah mereka selalu berjuang untuk mempertahankan hidup bersama keluarganya, maka jika terjadi perubahan pada
fungsi lahannya, hal ini juga akan turut mempengaruhi nilai-nilai keluarga mereka. Chambers dalam (Kurnadi 2007:42) menyebutkan, masyarakat Desa
termasuk masyarakat yang dinamis dan pekerja keras, karena jika tidak mereka tidak mungkin akan dapat bertahan dalam memenuhi kebutuhan agar mereka tetap dapat hidup ditengah perubahan serta pembangunan yang mempengaruhi mata
pencaharian utama mereka sebagai petani.
Bekerja merupakan salah satu simbol aktivitas seseorang. Bekerja sebagai
dan juga menjadi tuntutan kehidupan yang didorong oleh keinginan untuk memanfaatkan lahan sebagai ruang kerja, sehingga bukan hanya untuk tujuan dan
tuntutan kebutuhan jasmani seperti pangan, papan, prestise keluarga maupun individu anggota masyarakat. Oleh sebab itu, sumber-sumber ekonomi sangat penting bagi mereka sebagai lahan kerja, walaupun pada realitanya mereka juga
menggantungkan hidup dari hasil mereka bertani.
Pada masa globalisasi ini masyarakat berkembang semakin maju.
Masyarakat awalnya bekerja hanya untuk memenuhi tiga kebutuhan pokok yakni, pangan serta sandang dan papan. Semakin berkembangnya masyarakat akibat dari pembangunan, maka masyarakat bekerja bukan hanya untuk memenuhi tiga
kebutuhan pokok, tetapi juga kebutuhan yang lainnya yang cukup penting seperti kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Semakin banyaknya kebutuhan
masyarakat juga mempengaruhi kehidupan petani, sehingga bekerja bagi petani bukan hanya untuk memenuhi tiga kebutuhan pokok sandang serta pangan dan papan saja tetapi juga kebutuhan lainnya. Ketika pendapatan dari hasil pengolahan
lahan miliknya tidak mencukupi, maka petani akan melakukan berbagai usaha lain dalam memenuhi kebutuhan keluarganya.
Tekanan terhadap lahan juga berwujud penyempitan rata-rata penguasaan lahan oleh petani, baik sebagai implikasi pewarisan maupun berbagi pengusahaan dan kemiskinan (shared poverty), keadaan tersebut jelas semakin mempertajam
suasana tidak kondusif bagi keberlangsungan pertanian. Lahan merupakan salah satu sarana produksi bagi petani di Desa, tetapi karena semakin berkembangnya
hanya sebagai lahan pertanian saja, tetapi juga dipergunakan sebagai perumahan, pusat bisnis dan industri.
Pembangunan yang berjalan menguras sumber daya yang ada di Desa dan memberi dampak pada sektor pertanian, berkembangnya fungsi lahan ini membuat ketersediaan lahan sebagai sarana produksi bagi petani semakin
berkurang, seperti yang terjadi pada petani di Sumatera Utara. Daerahnya yang strategis memiliki kekayaan alam beragam dengan luas daratannya mencapai
71.680 km², sehingga pertanian dapat berkembang pesat dan banyak masyarakat yang mengandalkan kehidupan dari sektor ini, bahkan sektor pertanian juga menjadi salah satu komoditi andalan daerah ini (id.wikipedia.org).
Kabupaten Deli Serdang termasuk dalam bagian wilayah Sumatera Utara. Masyarakat Desa di Kabupaten Deli Serdang sebagian mengandalkan hidup
mereka pada sektor pertanian. Pertanian yang berkembang di daerah ini adalah padi, palawija, ubi kayu, sayur mayur seperti cabai, dan lainnya serta coklat, sawit, dan tebu dari sektor perkebunannya (id.wikipedia.org). Kabupaten Deli
Serdang memiliki 22 Kecamatan yang tersebar di dalam wilayahnya, salah satunya adalah Kecamatan Pantai Labu.
Kecamatan Pantai Labu mempunyai potensi dari sektor pertanian, perikanan, peternakan unggas serta pariwisata karena letak daerahnya yang berada pada garis pantai. Denai Kuala merupakan salah satu Desa yang berada di
Kecamatan Pantai Labu. Hal menarik dari Desa ini adalah keadaan masyarakat yang beragam etnik, agama, dan budaya yang dibawa oleh etnik tersebut, selain
masyarakatnya, sehingga sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Bermacam-macam jenis tanaman yang ditanam, tetapi
umumnya padi dan tanaman palawija yang mereka tanam, serta sebagian kecil yang menanam sayur mayur dan jenis tanaman keras seperti sawit atau coklat.
1.2. Perumusan masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka masalah dalam penelitian ini dapat diformulasikan “Bagaimana strategi adaptasi petani pemilik lahan terbatas
dalam memenuhi kebutuhan keluarganya?”
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian tersebut adalah:
1. Mengetahui bagaimana realita kehidupan petani di di Desa Denai Kuala Kecamatan Pantai Labu kabupaten Deli Serdang.
2. Memberikan gambaran tentang bagaimana para petani harus bertahan dan melakukan bermacam-macam strategi agar dapat beradaptasi untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
kehidupan keluarganya. Dan dapat menjadi kontribusi yang positif secara akademis bagi kajian sosiologis.
1.4.2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi dan masukan bagi masyarakat, khususnya pemerintah dalam pengambilan keputusan guna
peningkatan kepedulian dan tingkat kesejahteraan kehidupan petani, khususnya petani yang memiliki lahan terbatas di Desa Denai Kuala
Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang.
I.5. Defenisi Konsep
Dalam sebuah penelitian ilmiah, definisi konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian. Konsep adalah definisi, suatu
abstraksi mengenai gejala atau realita atau suatu pengertian yang nantinya akan menjelaskan suatu gejala (Moleong, 1997:67). Disamping agar tidak menimbulkan kesalah pahaman konsep yang dipakai dalam penelitian ini, maka dibuat
batasan-batasan makna dan arti konsep yang dipakai yaitu:
1. Strategi adalah rencana atau cara yang dilakukan untuk mencapai sesuatu maksud dan tujuan yang telah direncanakan. Strategi yang dimaksudkan adalah strategi adaptasi yakni cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan
agar dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang terjadi. 2. Petani musiman adalah individu yang memiliki mata pencaharian sebagai
tertentu saja. Petani musiman yang dimaksudkan adalah petani padi yang hanya dapat melakukan aktifitasnya bercocok tanam padi, pada masa-masa
tertentu saja berkaitan dengan musim atau cuaca yang berlangsung. 3. Masyarakat Desa adalah masyarakat yang umumnya tinggal di daerah
terpencil dan biasanya masyarakat Desa memiliki ciri-ciri umum hidup
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Strategi Adaptasi
Strategi adaptasi dimaksud oleh Edi Suharto dalam Edi (2009:29), sebagai
Coping strategies. Secara umum strategi bertahan hidup (coping strategies) dapat
didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam menerapkan seperangkat cara
untuk mengatasi berbagi permasalahan yang melingkupi kehidupannya. Strategi
penanganan masalah ini pada dasarnya merupakan kemampuan segenap anggota
keluarga dalam mengelola segenap aset yang dimilikinya.
Berdasarkan konsepsi ini, Mosser dalam Edi (2009:30) membuat kerangka
analisis yang disebut “The Aset Vulnerability Framework”. Kerangka ini meliputi
berbagai pengelolaan aset yang dapat digunakan untuk melakukan penyesuaian atau
pengembangan strategi dalam mempertahankan kelangsungan hidup:
1. Aset tenaga kerja
Misalnya meningkatkan keterlibatan wanita dan anak dalam bekerja untuk
membantu ekonomi rumah tangga
2. Aset modal manusia
Misalnya memanfaatkan status kesehatan yang dapat menentukan kapasitas
seseorang atau bekerja atau ketrampilan dan pendidikan yang menentukan
umpan balik atau hasil kerja terhadap tenaga yang dikeluarkannya.
3. Aset produktif
Misalnya menggunakan rumah, sawah, ternak, tanaman untuk keperluan lainnya.
Misalnya memanfaatkan jaringan dan dukungan dari sistem keluarga besar,
kelompok etnis, migarasi tenaga kerja dan mekanisme “uang kiriman”
5. Aset modal sosial
Misalnya memanfaatkan lembaga-lembaga sosial loka, arisan dan pemberi kredit
dalam proses dan sistem perekonomian keluarga.
Selanjutnya Edi Suharno dalam Edi (2009:31) menyatakan strategi bertahan hidup
(coping strategies) dalam mengatasi goncangan dan tekanan ekonomi dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Cara-cara tersebut dapat dikelompokkan menjadi
tiga kategori yaitu:
1. Strategi aktif, yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi keluarga untuk (
misalnya melakukan aktivitasnya sendiri, memperpanjang jam kerja,
memanfaatkan sumber atau tanaman liar di lingkungan sekitarnya dan
sebagainya)
2. Strategi pasif, yaitu mengurangi pengeluaran keluarga ( misalnya, biaya untuk
sandang, pangan, pendidikan, dan sebagainya).
3. Strategi jaringan, misalnya menjalin relasi, baik formal maupun informal dengan
lingkungan sosialnya, dan lingkungan kelembagaan ( misalnya: meminjam uang
dengan tetangga, mengutang di warung, memanfaatkan program kemiskinan,
meminjam uang ke rentenir atau bank, dan sebagainya).
Petani dan lahan merupakan dua sisi yang saling berhubungan dan tidak dapat
dipisahkan. Lahan merupakan sarana yang dimiliki petani untuk beraktifitas dalam
mempertahankan keberlangsungan kehidupan keluarganya, dengan terbatasnya
lahan yang petani miliki maka mereka harus menyesuaikan diri dengan kondisi
tersebut. Bagi petani, alam dan manusia memiliki keterkaitan hubungan yang erat,
masyarakat yang pekerja keras dan dinamis. Nilai kerja merupakan perilaku manusia
yang dapat terjadi sebagai bagian dari sistem norma masyarakat. Maka dengan
mudah mereka dapat beradaptasi dengan keadaan. Hal itu terjadi karena individu
bebas memilih alternatif tertentu secara rasional untuk mencapai tujuan.
Dalam kehidupannya, manusia hidup dengan alam secara timbal balik, yakni bagaimana manusia beradapatasi dengan alam agar dapat bertahan demi
keberlangsungan hidupnya dengan mengalihkan energi dari alam pada dirinya. Adaptasi merupakan sifat sosial dari setiap manusia yang akan muncul akibat
adanya kebutuhan tujuan, dan hasrat para individu.
Adaptasi menurut Soerjono Soekanto dalam Rabanta (2009:18), mengemukakan tentang adaptasi dalam beberapa batasan adaptasi sosial:
1. Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan
2. Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan
3. Proses perubahan-perubahan menyesuaikan dengan situasi yang berubah
4. Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan
5. Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan
sistem
6. Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi ilmiah
Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa adaptasi merupakan proses penyesuaian individu, kelompok terhadap norma-norma, perubahan agar dapat
disesuaikan dengan kondisi yang diciptakan. Lebih lanjut tentang proses penyesuaian tersebut Aminuddin dalam Rabanta (2009:18) menyebutkan bahwa
1. Mengatasi halangan-halangan dari lingkungan
2. Menyalurkan ketegangan sosial
3. Mempertahankan kelangsungan keluarga/unit sosial
4. Bertahan hidup
2.2. Motivasi Petani
Didalam hidup setiap orang memiliki tujuan-tujuan yang ingin
dicapai. Tentunya untuk mencapai tujuan tersebut seseorang harus memiliki motivasi. Masing-masing individu memiliki motivasi yang berbeda-beda sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai oleh. Motivasi dapat diartikan
sebagai kekuatan penggerak atau dorongan terhadap seseorang untuk melakukan suatu kegiatan baik dari dalam diri (intrinsik) maupun dari luar
diri (ekstrinsik). Motivasi diperlukan bagi seseorang sebagai kekuatan dan dorongan untuk mencapai suatu tujuan, kesuksesan, dan keberhasilan. Seberapa besar kuat motivasi yang dimiliki seseorang akan sangat
menentukan kualitas perilaku dan sikap yang ditunjukkan dalam kegiatan sehari-hari, contohnya pada saat ia bekerja.
Menurut Winkle dalam Venny (2010:6), “motivasi adalah sebagai
daya penggerak dalam pribadi seseorang untuk melakukan aktifitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan”. Mclelland dalam Venny ( 2010:6), “motivasi
Menurut Winardi dalam Sri (2010:13), motivasi adalah suatu kekuatan potensial yang ada di dalam diri seorang manusia, yang dapat
dikembangkannya sendiri atau dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar yang pada intinya berkisar sekitar imbalan moneter dan imbalan non moneter, yang dapat mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau secara negatif,
hal mana tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan. Gray dan Frederic dalam Sri (2010:13), motivasi adalah hasil
proses-proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu, yang menimbulkan sikap antusias dan persistensi untuk mengikuti arah tindakan-tindakan tertentu. Reksohadiprojo dan Handoko dalam Sri
(2010:14), mendefinisikan motivasi sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan
tertentu untuk mencapai tujuan. Denny dalam Sri(2010:14), menyatakan bahwa dasar bagi segala motivasi adalah harapan sebagai penyebab bagi sesuatu untuk dihasilkan dan bahan bakar bagi suatu tindakan.
Dalam pengertiannya yang lebih luas, dapat dijelaskan bahwa motivasi mengacu pada sebab-sebab munculnya sebuah perilaku, seperti
faktor-faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Dari sini lalu muncul perluasan makna tentang motivasi, dimana motivasi lalu diartikan sebagai kehendak untuk mencapai status,
kekuasaan, dan pengakuan yang lebih tinggi.
Menurut Moekijat dalam Sri (2010:13), ada dua pengaruh yang paling
lainnya dalam proses motivasi adalah bagaimana individu-individu melihat lingkungan dimana mereka berada. Pengaruh lingkungan berupa interaksi
atau hubungan individu dan lingkungannya. Maslow dalam Sri (2010:13), mengungkapkan bahwa motivasi manusia tidak akan terlepas dari lingkungan sekitarnya baik dari situasi dan dengan orang lain. Setiap teori motivasi
dengan sendirinya harus memperhitungkan fakta ini, dengan menyertakan peranan penentuan kebudayaan dalam lingkungannya.
Menurut Mclelland dalam Sondang (1995:167), ada tiga hal yang melatar belakangi motivasi seseorang:
1. The Need for Achievement (n-ach) : Kebutuhan akan Prestasi /
Pencapaian.Kebutuhan akan prestasi adalah kebutuhan seseorang untuk memiliki pencapaian signifikan, menguasai berbagai keahlian, atau
memiliki standar yang tinggi. Orang yang memiliki n-ach tinggi biasanya selalu ingin menghadapi tantangan baru dan mencari tingkat kebutuhan yang tinggi. Sebab-sebab seseorang memiliki n-ach yang tinggi di
antaranya adalah pujian dan imbalan akan kesuksesan yang dicapai, perasaan positif yang timbul dari prestasi, dan keinginan untuk
menghadapi tantangan untuk mendapatkan pengakuan dari masyarakat. 2. The Need for Authority and Power (n-pow): Kebutuhan akan
Kekuasaan.Kebutuhan ini didasari oleh keinginan seseorang untuk
mengatur atau memimpin orang lain.
3. The Need for Affiliation (n-affil): Kebutuhan akan Afiliasi /
dengan orang lain. Orang merasa ingin disukai dan diterima oleh sesamanya. McClelland mengatakan bahwa kebutuhan yang kuat akan
afiliasi akan mencampuri objektifitas seseorang. Sebab, jika ia merasa ingin disukai, maka ia akan melakukan apapun agar orang lain suka akan keputusannya.
Menurut McClelland (1987), Sebuah tindakan dapat dikatakan memiliki motivasi tinggi, jika perilaku itu menunjukkan ciri-ciri sebagai
berikut :
1. Individu menunjukkan tanggapan yang menggejolak dengan bentuk-bentuk tanggapan- tanggapan yang bervariasi
2. Kekuatan dan efisiensi perilaku mempunyai hubungan yang bervariasi dengan kekuatan determinan
3. Motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu
4. Pengaruh positif menyebabkan suatu perilaku tertentu cenderung untuk diulang-ulang
5. Kekuatan perilaku akan melemah, bila akibat dari perbuatan itu bersifat tidak mengenakkan
kebutuhan beraneka ragam yang pada hakekatnya sama. Kebutuhan manusia diklasifikasikan pada lima tingkatannya atau hierarki (hierarchy of needs) yaitu:
1. Kebutuhan fisik (physiological needs), adalah kebutuhan biologis yang
langsung berhubungan dengan kelangsungan hidup, seperti kebutuhan akan rasa lapar, rasa haus, hasrat biologis, perumahan, dan sebagainya. 2. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs), adalah kebutuhan
keselamatan, perlindungan dari bahaya, ancaman dan perampasan atau pemecatan dari pekerjaan.
3. Kebutuhan sosial (social needs), adalah kebutuhan akan rasa cinta, kepuasan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, kepuasan, dan perasaan memiliki serta diterima dalam suatu masyarakat dan diterima
dalam suatu kelompok, rasa kekeluargaan, persahabatan, dan kasih sayang. 4. Kebutuhan penghargaan (appreciation needs), adalah kebutuhan akan
status atau kedudukan, kehormatan diri, reputasi, dan prestasi.
5. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization), adalah kebutuhan pemenuhan diri, pengembangan diri semaksimal mungkin, kreatifitas, dan
melakukan apa yang paling cocok serta menyelesaikan pekerjaan sendiri.
Sesuai dengan apa yang dikemukakan diatas oleh Maslow (1994)
dengan teori hirarki kebutuhannya, tujuan utama bagi seorang petani adalah bagaimana dia dapat memenuhi kebutuhannya. Mardikanto (1996),
yang dimiliki oleh individu-individu ataupun melalui kemampuan kepala keluarga untuk mengusahakannya, misalnya dengan kekuasaan ataupun
kewenangan yang dimiliki. Status sosial ekonomi masyarakat dapat dilihat dari status sosial keluarga yang diukur melalui tingkat pendidikan kepala keluarga, perbaikan lapangan pekerjaan dan tingkat penghasilan keluarga.
Menurut Rogers (1985), parameter dalam pengukuran status sosial ekonomi adalah kasta, umur, pendidikan, status perkawinan, aspirasi
pendidikan, partipasi sosial, hubungan organisasi pembangunan, pemilikan lahan, pemilikan sarana pertanian serta penghasilan sebelumnya. Melly G. Ten dalam Koentjoroningrat (1989), status sosial ekonomi seseorang itu
diukur lewat pekerjaan, pendidikan dan pendapatan. Konsep kedudukan status sosial ekonomi seperti dalam pengetahuan masyarakat sudah lumrah
mencakup tingkat pendidikan, faktor pekerjaan, dan penghasilan.
2.3 Fungsi Lahan dan Struktur Sosial
Masyarakat Desa yang memiliki mata pencarian sebagai petani tentunya mengandalkan tanah sebagai mata pencarian utama mereka.
Mengolah lahan pertanian dan hasilnya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Namun, akibat pembangunan yang berlangsung serta pertambahan jumlah penduduk dapat saja menjadikan lahan yang
dimiliki oleh mereka semakin berkurang.
Petani di pedesaan rata-rata memiliki lahan yang sempit, pemilikan
Lahan yang sempit memiliki pengaruh negatif bagi keseluruhan ekonomi pertanian, terutama tidak tersedianya pekerjaan bagi seluruh anggota keluarga
di lahan yang sedemikian kecil (Devies, 1995 : 110-112).
Padahal fungsi lahan bagi masyarakat Desa tidak hanya sebagai mata pencarian tetapi juga memiliki fungsi lain seperti dikemukakan oleh
Tjondronegoro dan Wiradi (1984) mengatakan bahwa fungsi sosial dari tanah tidak hanya sebagai tempat tinggal untuk memenuhi kebutuhan papan dan
sumber pendapatan sebagai sandaran hidup petani, tetapi juga memiliki fungsi-fungsi sosial yang memungkinkan mereka melakukan interaksi dan berkembang. Namun, sejak awal tahun 1980-an, akibat pembangunan dan
ekonomi uang yang memasuki pedesaan, timbullah berbagai persoalan penting berkaitan dengan lahan itu. Karena sebagian tanah pertanian mereka mulai
terusik dan mengalami perubahan, baik kepemilikan, luas maupun fungsinya, kehidupan sosial pun terpengaruh. Misalnya, masalah perubahan nilai-nilai kehidupan keluarga dan nilai-nilai kerja.
Dalam konteks perubahan demikian Scoot (1993) menunjukkan bahwa masalah-masalah itu berakibat juga kepada nilai-nilai hubungan patron klien
yang ditandai dengan meningkatnya buruh tani yang tidak berpatron. Menurut Vago (1989), fenomena sosial tersebut lahir karena adanya “pembangunan yang terencana”. Sedangkan hasil temuan Geertz (1977) di Mojokuto, Jawa Timur
dan Tabanan Bali, menyebutkan bahwa perubahan perilaku masyarakat yang cukup signifikan dengan fungsi ekonominya, di mana struktur sosial yang ada,
produksi di sektor pertanian bagi masyarakat sangat berpengaruh pada pola dan nilai-nilai kehidupan.
Latar belakang sosial budaya masyarakat yang melembaga dan berakar dalam kehidupannya sebagai petani,menjadi faktor deterministik yang menentukan hubungannya terhadap fungsi lahan. Tjondronegoro dan Wiradi
(1984) menyebutkan bahwa lahan bagi petani tidak terbatas sebagai sumber ekonomi dan tempat tinggal, tetapi juga terdapat fungsi-fungsi sosial yang
memungkinkan mereka melakukan interaksi dan berkembang. Selanjutnya, penyempitan lahan dan masuknya ekonomi uang ke pedesaan akan membawa pengaruh kepada pergeseran struktur sosial yang dapat disejajarkan dengan
proses individualisasi. Dalam perspektif fungsional struktural, fungsi itu dapat dikategorikan sebagai sumber inspirasi dan kehidupan untuk mengembangkan
nilai-nilai, sehingga mengubah fungsi lahan berarti mengubah sumber-sumber kehidupan dalam mengembangkan nilai-nilai tersebut (Parsons, 1986).
Menurut prosesnya, perubahan itu umumnya signifikan dalam hal
demografi, sikap dan nilai, sistem stratifikasi, dan sistem keluarga. Pada tingkat stratifikasi sosial, perubahan mendasar dalam masyarakat biasanya terus
bergerak ke arah modern, seperti pada masyarakat tradisional yang mempunyai pola kerja homogen, sehingga proses pergeseran kerjanya menimbulkan pembagian kerja yang sangat nyata di mana spesialisasi kerjanya terus
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis deskriptif, yang bertujuan mencari gambaran tentang realita kehidupan petani. Jenis penelitian ini
berdasarkan pada metode pengumpulan data pengamatan dan wawancara, maksudnya adalah penelitian ini menggambarkan atau menerangkan kenyataan
yang ada tentang kehidupan petani di pesisir dan bagaimana strategi mereka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan luas lahan milik mereka yang terbatas.
3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih adalah Desa Denai Kuala Kecamatan Pantai Labu,
kabupaten Deli Serdang. Alasan pemilihan lokasi karena:
1. Letak lokasi Desa Denai yang berada di pesisir pantai timur Sumatera Utara. 2. Penduduk yang ada di Desa Denai Kuala, sebagian memiliki mata pencaharian
sebagai petani.
3.2 Unit Analisis dan Informan
Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah petani pemilik lahan terbatas. Pada penelitian ini memfokuskan pada petani yang memiliki lahan terbatas
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Data penelitian digolongkan menjadi dua yaitu:
a. Data Primer
Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian dilakukan dengan penelitian lapangan yaitu:
■ Observasi
Observasi yaitu pengamatan langsung tehadap berbagai gejala yang
tampak pada saat penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti langsung ke lapangan untuk mengamati kehidupan para petani.
■ Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam merupakan proses tanya jawab secara langsung yang ditujukan kepada informan dengan menggunakan pedoman
wawancara (interview guide) atau wawancara mendalam dilakukan secara mendalam kepada masyarakat Desa yang memiliki mata pencarian sebagai petani.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek
penelitian ataupun dari instansi pemerintahan yang terkait. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen, mengambil informasi dari buku-buku dan internet dan
3.4 Interpretasi Data
Informasi yang didapat akan dikategorisasikan berdasarkan
pembagian-pembagian yang telah ditetapkan dalam defenisi konsep sehingga hasil pengkategorian tersebut menjadi data. Bogdan dan Biklen menjelaskan bahwa analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan bekerja dengan
data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa
yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang diceritakan pada orang lain (Moleong, 2005:248).Data-data yang diperoleh dari lapangan akan diatur, diurutkan, dikelompokkan ke dalam kategori, pola
atau uraian tertentu.
Disini peneliti akan mengelompokkan data-data yang diperoleh dari
hasil wawancara, observasi dan sebagainya yang selanjutnya akan dipelajari dan ditelaah secara seksama. Diinterpretasikan/analisis sesuai dengan teori yang digunakan dalam penelitian agar diperoleh hasil atau kesimpulan yang
baik.
3.5 Jadwal Kegiatan
No Kegiatan Bulan ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Pra Observasi √
2 ACC Judul √
4 Seminar Proposal Penelitian √
5 Revisi Proposal Penelitian √
6 Penelitian ke Lapangan √
7 Pengumpulan Data dan Analisis Data √
8 Bimbingan √ √ √ √
9 Penulisan Laporan Akhir √ √
10 Sidang Meja Hijau √
3.6.Keterbatasan Penelitian
1. Keterbatasan waktu dalam melaksanakan wawancara sering terjadi. Kesibukan informan dalam melakukan aktifitas mereka sebagai petani,
harus membuat peneliti dapat mengatur waktu dalam melakukan wawancara. . Informan tidak bersedia apabila wawancara dilakukan saat bekerja. Informan hanya dapat diwawancarai ketika mereka telah pulang
dari ladang, pada sore hari atau di malam hari. Terbatasnya waktu yang disediakan informan membuat peneliti harus dapat memaksimalkan waktu,
agar wawancara dapat berjalan efisien.
2. Kendala teknis juga dialami selama penelitian, seperti: informan merasa
pertanian dan aktifitas mereka sebagai petani, serta menghubungkanya dengan kehidupan sehari-hari mereka yang terkait dengan skripsi ini.
BAB IV
DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1 Sejarah dan Monografi Desa Denai Kuala
Asal mula nama Denai Kuala dari nama seorang panglima kerajaan Melayu yang lahir di Desa tersebut dengan nama Panglima Denai. Kuala
berarti rawa atau kolam atau genangan air yang besar. Pada masa kerajaan Melayu berkuasa memang terdapat sebuah kuala yang besar di Desa tempat kelahiran sang panglima. Dari dua kata tersebut, nama Desa ini disebut Desa
Denai Kuala.
Denai Kuala merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Pantai Labu
Kabupaten Deli Serdang. Desa Denai Kuala memiliki empat Dusun, hal menarik dari Desa ini adalah keadaan masyarakat yang beragam etnik, agama, dan budaya yang dibawa oleh etnik tersebut. Bahkan setiap etnik memiliki wilayah tertentu yang membentuk dusun tersendiri. Dusun yang ditempati etnik
tertentu secara langsung, baik disadari atau tidak menggambarkan sistem budaya masing-masing etnik.
Dari kontur bumi, permukaan tanah Denai Kuala termasuk datar dengan
tingkat ketinggian antara 0 – 5 meter diatas permukaan laut. Udara yang panas dan cukup kering pada Desa ini dikarenakan letaknya yang berada di pesisir
padi, palawija, sayur mayur dan ada pula sebagian kecil yang menanam kelapa sawit. Adapun pekerjaan lain di luar pertanian adalah buruh dan nelayan serta
pedagang. Adapun letak geografis Desa Denai Kuala, yaitu: a. Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Ular (Sergai) b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Binjai Bakung
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Denai Sarang Burung d. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka
4.1.2 Sarana dan Prasarana Desa
Desa Denai Kuala memiliki letak tidak terlalu jauh dengan Kecamatan
Pantai Labu, yakni hanya sekitar 3 km, sedangkan dengan Ibukota Kabupaten Deli Serdang sekitar 12 km, sehingga masyarakat cukup mudah untuk
berinteraksi dengan dunia luar. Ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana umum di Desa masih memiliki banyak kekurangan, meskipun jarak Desa yang tidak terlalu jauh dari Kota Kecamatan dan Ibukota Kabupaten. Dari
pengamatan pada lapangan, sarana dan prasarana Desa antara lain: 1. Jalan
Kondisi jalan di Desa ini tidak terlalu baik. Jalan yang dimiliki oleh Desa ini secara keseluruhan belum diaspal, yakni masih merupakan bebatuan dan sebagian masih ada yang berupa tanah. Sehingga ketika
hujan mengguyur jalan menjadi becek dan licin serta sulit dilalui. 2. Listrik
media informasi yang dimiliki oleh mereka, yang berupa televisi maupun radio.
3. Air Bersih
Masyarakat Desa Denai Kuala hampir keseluruhan memiliki sumur
sendiri di kediaman mereka, akan tetapi karena letak Desa mereka yang sangat dekat dengan pantai, sehingga air yang didalam sumur mereka
kurang baik kualitasnya karena agak berbau dan berwarna kekuningan. Namun Desa Denai Kuala mendapatkan bantuan dari PNPM berupa pembuatan sumur bor untuk ketersediaaan air bersih yang layak minum
untuk penduduk. Masyarakat Desa sekarang memanfaatkan sumur bor untuk kebutuhan akan air bersih, dengan membayar uang retribusi
perbulan pada penanggung jawab pengelola sumur bor tersebut.
4. Transportasi
Desa Denai Kuala tidak memiliki sarana transportasi umum. Angkutan umum yang tersedia hanya sampai Kota Kecamatan , yang menuju ke
Ibukota Kabupaten hingga ke Terminal Amplas. Transportasi yang tersedia hanya RBT atau ojek dari pekan atau Kota Kecamatan tersebut menuju kedalam Desa. Sedangkan transportasi umum yang tersedia dari
dalam Desa, menuju ke pekan dan Kota Kecamatan tidak tersedia. Sehingga apabila penduduk Desa ingin menuju ke pekan atau Kota
5. Tempat Ibadah
Tempat ibadah yang terdapat di Desa ini berupa 2 buah Masjid yang
terletak di dusun I dan dusun III, serta sebuah Gereja yang terdapat di dusun IV.
6. Kesehatan
Untuk jumlah penduduk yang cukup banyak, fasilitas kesehatan yang
tersedia masih sangat terbatas. Di Desa tersedia sebuah puskesmas yang memiliki seorang bidan dan seorang mantri, dan hanya dibuka hingga siang hari.
7. Aula
Aula yang tersedia merupakan balai Desa yang terletak di sebelah kantor kepala Desa. Balai Desa biasanya digunakan oleh warga untuk pertemuan yang berkaitan dengan kepentingan Desa, serta dipergunakan
oleh perangakat Desa untuk mengadakan rapat serta jamuan apabila Desa mereka mendapat kunjungan dari Kecamatan.
8. Sekolah
Fasilitas pendidikan seperti Sekolah, sudah tersedia namun hanya
sebatas hingga pendidikan menengah saja. Fasilitas pendidikan yang tersedia yakni, Sekolah Dasar Inpres, sebuah Madrasah Tsanawiyah
4.1.3 Jumlah dan Komposisi Penduduk
Berdasarkan data Desa Denai Kuala tahun 2010, jumlah penduduk Desa
Denai Kuala adalah 2.167 jiwa dengan jumlah rumah tangga sekitar 506 Kepala keluarga. Terdiri dari penduduk laki-laki berjumlah 1.131 jiwa atau 52,20 % dan perempuan adalah 1.036 jiwa atau 47,80 %.
Berikut ini adalah tabel jumlah dan komposisi penduduk Desa Denai Kuala berdasarkan kelompok umur serta tabel jumlah penduduk per
dusunnya.
Tabel 4.1.
Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur
No Kelompok Umur
Laki-Laki Perempuan Jumlah ( Jiwa)
Sumber: Data Kantor Kepala Desa
Tabel 4.2.
Komposisi Penduduk Tiap Dusun Berdasarkan Jenis Kelamin
No Nama Dusun KK Laki-Laki Perempuan Jumlah
Sumber: Data Kantor Kepala Desa
57,59 %). Kelompok umur yang berada pada usia produktif berada pada urutan kedua, yakni kelompok umur 15-50 tahun (728 jiwa atau 33,60%).
Sisanya atau minoritasnya merupakan kelompok usia 50-80 tahun ( 191 jiwa atau 8,81%). Pekerjaan dibidang pertanian yang terbesar menyerap kelompok usia produktif dan sebagian kelompok usia minoritas. Sedangkan jumlah
penduduk tiap dusun yang paling padat berada pada dusun I dan dusun III yang dihuni oleh mayoritas suku melayu dan suku jawa.
4.1.3 Sistem Mata Pencaharian
Mata pencaharian adalah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh penduduk,
dengan melakukan pekerjaan tersebut maka mereka akan medapatkan penghasilan untuk mempertahankan kehidupannya. Beragam pekerjaan
dilakukan oleh penduduk Desa Kuala Denai, tetapi sebagian besarnya merupakan petani. Berikut daftar mata pencaharian masyarakat Desa Denai Kuala.
Tabel 4.3.
Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan
No Mata Pencaharian Jumlah Persentase
1. Pegawai Negeri 6 0,28 %
2. TNI 1 0,05 %
3. POLRI 1 0,05 %
4. Petani 1309 60,40 %
5 Nelayan 180 8,30 %
6. Buruh 600 27,69 %
7. Pedagang 70 3,23 %
Total 2167 100 %
Data didalam tabel diatas memperlihatkan secara umum masyarakat bekerja di sektor pertanian. Sebanyak 1.309 jiwa atau 60,40 % dari
keseluruhan jumlah penduduk memiliki mata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian menjadi mata pencaharian utama bagi masyarakat, salah satu sebabnya adalah tingkat pendidikan masyarakat Desa yang masih rendah.
Sebagian masyarakat juga menggantungkan mata pencahariannya sebagai buruh yakni sebesar 600 jiwa atau 27,69%, dan mata pencaharian sebagai
nelayan memiki persentase yg sedikit yakni sebesar 8,30 % atau 180 jiwa.
4.1.4 Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan unsur penting dalam aspek kehidupan seseorang, karena dengan pendidikan yang dimiliki dapat meningkatkan
derajat kehidupan seseorang. Berdasarkan data yang didapatkan, tingkat pendidikan di Desa Denai Kuala masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan banyak penduduk yang kurang memperhatikan pentingnya pendidikan. Tabel
berikut ini dapat menjelaskan tingkat pendidikan penduduk Desa: Tabel 4.4.
Komposisi penduduk berdasarkan pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1. Sarjana 15 0,69 %
2. SLTA 120 5,54 %
3. SLTP 240 11,08 %
4. SD 601 27,73 %
5. Belum Tamat SD 549 25,33 %
6. Belum Tamat Sekolah 642 29,63 %
Total 2167 100 %
Apabila dilihat dari data tabel diatas, maka tingkat pendidikan di Desa Denai Kuala masih tergolong rendah. Penduduk yang memiliki pendidikan tinggi
hingga tingkat sarjana hanya sebanyak 0,69 % atau 15 jiwa, merupakan jumlah yang sangat minim sekali. Sedangkan penduduk dengan tingkat SMA sebanyak 5,54% atau 120 orang, dan tingkat SMP sebanyak 11,08% atau 240 jiwa. Sisanya
yang menjadi mayoritas adalah penduduk dengang gabungan pendidikan SD,belum tamat SD dan tidak bersekolah dengan total persentasenya yakni 82,69
% atau 1.792 jiwa.
4.1.5. Penduduk Berdasarkan Agama
Kehidupan beragama sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat, karena hal ini cukup mendominasi dan menjadi tolak ukur kerukunan bagi masyarakat.
Setiap manusia pasti memiliki keyakinan berbeda sesuai dengan agama yang dianutnya. Tabel berikut ini dapat menjelaskan tingkat pluralitas keagamaan di Desa.
Tabel 4.5.
Komposisi penduduk berdasarkan agama
No Agama Jumlah Persentase (%)
1. Islam 1.723 79,51 %
2. Kristen 229 10,57 %
3. Budha 215 9,92 %
Total 2167 100 %
Sumber: Data Kantor Kepala Desa
Apabila dilihat dari tabel diatas, maka hampir seluruh penduduk di Desa Denai Kuala ini memeluk agama Islam yakni hampir mencapai 80%. Kehidupan
masyarakat di Desa ini cukup memiliki rasa toleransi. Warga Desa yang menganut agama Islam mendiami dusun I, dusun III dan sebagian kecil pada dusun II.
Warga Desa yang menganut agama Kristen sebanyak 10, 57 % dan keseluruhannya mendiami dusun IV. Sedangkan sisanya merupakan etnis Tionghoa yang menganut agama Budha dan keseluruhannya tinggal di dusun II.
4.2Profil Informan
1. Bapak Kastari
Bapak Kastari (47 Tahun) adalah sesosok petani padi yang cukup ulet, ia
menanam padi di lahan miliknya yang tidak terlalu luas. Tidak hanya bergantung pada hasil panen padi dari lahan miliknya saja, tetapi ia juga memanfaatkan waktu luangnya dengan melakukan berbagai kegiatan lain, yg dapat menjadi penghasilan
tambahan baginya kelak. Bapak Kastari bukan warga asli Desa Denai Kuala, ia lahir di Desa Sialang Bangun Purba. Pada tahun 1964 ketika ia masih bayi, kedua
orangtuanya membawanya pindah dari Bangun Purba ke Desa Denai Kuala Lama. Bapak Kastari menjadi penduduk Desa Denai Kuala pada tahun 1982, ketika ia menikahi seorang gadis asli Desa Denai Kuala lalu kemudian mereka tinggal di
dusun III, Desa Denai Kuala.
Bapak Kastari dan istri yang bersuku jawa dikaruniai 4 orang anak, 3 orang
perempuan dan 1 orang laki-laki. 2 orang anaknya yang perempuan sudah menikah dan memiliki anak, hal ini dikarenakan umumnya warga Desa Denai Kuala menikah pada usia muda. Anaknya yang laki-laki belum menikah dan saat
bekerja sebagai buruh pabrik tetapi sekarang sudah berhenti dan hanya membantu orangtuanya di ladang. Sementara putri bapak Kastari yang bungsu saat ini masih
Sekolah di bangku SMA. Ketiga orang anak Bapak Kastari telah menamatkan pendidikannya hingga bangku SMEA dan STM. Hal ini cukup baik, karena tidak banyak anak dari tetangganya yang mau menamatkan pendidikannya hingga
jenjang SMA. Bapak Kastari menginginkan anak-anaknya memiliki kehidupan yang lebih baik darinya, tetapi karena hanya tamatan STM anaknya hanya bekerja
sebagai buruh pabrik dan sekarang juga telah berhenti. Sementara dua orang anak perempuannya telah menikah dan sibuk mengurus keluarganya. Hanya anak perempuannya yang bungsu menjadi harapan terakhir baginya untuk dapat lebih
maju.
Bapak Kastari semenjak kecil telah diajarkan oleh orang tuanya bercocok
tanam. Bapak Kastari tidak memiliki pendidikan yang tinggi, ia hanya tamatan Sekolah dasar (SD). Ia sangat bergantung pada keahliannya ketika di ladang, yang sudah menjadi mata pencaharian utamanya. Ia memiliki lahan seluas 7 rante,
yang sebagian merupakan warisan dari kedua orangtuanya dan sisanya adalah ladang yang dibelinya sedikit demi sedikit setelah ia menikah dengan istrinya, dari
tabungannya yang dikumpulkan mereka. Bapak Kastari sejak muda tidak pernah melakukan pekerjaan utama lain selain sebagai petani. Sebenarnya ia ingin sekali merubah nasibnya tetapi karena pendidikan yang dimilikinya, ia tidak memiliki
kesempatan untuk bekerja yang lain selain sebagai petani. Dahulu ketika masih muda untuk mencari tambahan uang belanja dan biaya Sekolah anaknya, Pak
karena usianya sudah tidak muda lagi, sekarang ia hanya memilih menjadi petani sebagai pekerjaan utamanya.
Bapak kastari memiliki ladang sendiri seluas 7 rante, dan ia juga menyewa ladang seluas 3 rante yang ditanaminya sayur mayur.
Pada sebagian lahan yang dimilikinya Bapak Kastari menanam padi, jenis
padi yang ia tanam adalah serang. Sebagian lainnya yakni ± 2 rante, sudah sejak 2 tahun ini ditanaminya sawit karena letak ladangnya tersebut terlalu tinggi
sehingga sulit mendapatkan air jika ditanam sayuran atau padi, apalagi sekitar ladang tersebut sudah ditanami sawit hal itu membuat padi tidak akan hidup jika ditanam diladang tersebut. Dalam menanam padi di ladangnya ia dibantu oleh
anak laki-lakinya, sementara istrinya sudah tidak dapat lagi membantunya di ladang. Tetapi ketika ia dan anaknya sudah keletihan atau sedang ada kegiatan
yang tidak dapat ditinggalkan, biasanya ia menyuruh orang lain untuk menanam dengan upah sebesar Rp 25.000 per rantai, sementara untuk mengolah tanahnya ia selalu menggunakan jetor yang disewanya dengan upanya Rp 30.000 per
rantenya. Untuk perawatan selanjutnya seperti pemupukan dan mencabuti rumput, dikerjakannya berdua dengan anak laki-lakinya. Bapak Kastari menghabiskan
waktunya untuk bekerja di ladang selama 7 jam per harinya, ia berangkat pada pukul 07.00 s/d 12.00 kemudian ia pulang kembali kerumahnya untuk istirahat dan makan siang, ia berangkat kembali ke ladangnya pada pukul 15.00 s/d 17.00.
Sementara hari minggu dihabiskannya untuk beristirahat dirumah dan berkumpul dengan keluarganya.
kali dalam setahun, membuat ia dan istrinya terkadang sulit untuk mengatur pengeluaran rumah tangga. Sementara dari sawit yang ditanamnya juga belum
menghasilkan, sebab tanaman tersebut baru berusia 2 tahun.Untungnya saja di Desanya terdapat lahan tambak milik perusahaan swasta yang sudah tidak dipergunakan lagi. Sehingga banyak warga yang menyewa lahan bekas tambak
tersebut dengan harga sewa yang lebih murah daripada mereka harus menyewa lahan sawah biasa. Hanya saja tidak semua warga dapat menyewa bekas lahan
tambak tersebut karena keterbatasan luas lahan tambak, dan mereka pun hanya membayar sepihak kepada penjaga tambak, sehingga mereka pun harus siap ketika perusahaan pemilik lahan bekas tambak itu akan mengambilnya. Bapak
Kastari juga ikut menyewa lahan bekas tambak tersebut, ia menyewa seluas 3 hektar.
“Habis mau dibilang apalagi, kalau penghasilan dari panen padi di ladang sendiri saja nggak cukup untuk menutupi kebutuhan dapur dan Sekolah anak, belum lagi sering ada kebutuhan mendadak seperti harus memberi sumbangan untuk hajatan, untuk berobat dan macam-macam lagi”.(WawancaraFebruari2011).
Bapak Kastari menyewa ladang dengan ongkos sewa sebesar Rp 15.000 per rantainya, biaya sewanya cukup murah karena ladang yang di sewa adalah ladang
bekas tambak milik perusahaan yang sudah tidak digunakan lagi. Bapak Kastari menanam cabai pada ladang yang disewanya tersebut. Sebelumnya Bapak Kastari sering menanam timun pada ladang sewaannya, ini yang kedua kalinya ia
mencoba menanam cabai. Menurut Bapak Kastari menanam cabai cukup menguntungkan karena harga jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan timun
sebenarnya seimbang dengan modal yang dikeluarkan oleh bapak Kastari untuk menanam cabai. Modal untuk menanam cabai sebenarnya cukup tinggi, selain
harus mengeluarkan modal untuk membeli bibit, tanaman cabai juga membutuhkan perawatan yang lebih seperti harus beberapa kali diberi pupuk dan disemprot dengan anti hama.
“Untuk nanam cabai, modalnya dari awal nanam sampai dengan panen untuk 3 rantenya bisa sampai 2 juta rupiah malah lebih, itu belum memperhitungkan tenaga kami yang keluar”.
(Wawancara Februari 2011)
Menurutnya menanam cabai relatif sulit dan harus mengeluarkan modal besar, belum lagi resikonya yang cukup tinggi apabila gagal panen. Dalam
menanam cabai ia mendapatkan bibit dengan membeli cabai dari hasil panen petani lain yang kemudian dijemur dan didedernya sendiri, hal ini dilakukan
sebagai upaya penghematan. Untuk pemupukan ia menggunakan pupuk kandang yang dicampur dengan pupuk kimia seperti NPK dan pupuk warna dengan perbandingan 5:1. Tanaman ini juga memerlukan penyemprotan pestisida hingga
beberapa kali, karena itu ia menggolongkannya sebagai tanaman yang cukup sulit dalam perawatannya. Panen cabai menurutnya tidak dilakukan secara sekaligus,
tergantung dari masaknya buah cabai yang ditanamnya, sehingga uang yang didapatkannya juga tidak sekaligus. Tetapi menurutnya jika ditotal dari panen cabai yang sebelumnya, dari 3 rante ladang yang ditanaminya ia bisa
mendapatkan 1 kuintal buah cabai, dahulu harga cabai per kilonya masih Rp10.000 – Rp 15.000,-
merupakan masa yang cukup sulit, untuk kebutuhan sehari-hari ia harus kasbon ke kedai karena uang yang didapatkan dari penjualan hasil panen tidak dapat
mencukupi kebutuhannya. Apalagi menanam padi hanya bisa dilakukan setahun dua kali, tentu tidak akan cukup apabila ditambah dengan hasil panen yang tidak sesuai dengan target mereka. Terkadang mereka juga sering kehabisan modal
untuk menanam padi pada masa tanam yang selanjutnya, sehingga ia harus meminjam uang ke pemilik kilang padi sebagai modalnya yang akan dibayarnya
pada masa panen berikutnya. Untung saja ia juga menyewa lahan tambak yang digunakannya untuk menanam sayuran, sehingga hasil panennya bisa digunakannya untuk menambah kebutuhan sehari-hari serta ia juga masih dapat
sedikit menyisihkannya sebagai simpanan. Ia juga mengeluhkan seringkali kesulitan mencari pupuk, kalaupun ada harganya pun cukup mahal. Bantuan dari
dinas pertanian sebenarnya juga ada yang diberikan kepada kelompok tani untuk disalurkan bagi anggotanya, dan itu memang biasanya berupa pupuk subsidi tetapi menurutnya bantuan pupuk subsidi tersebut tidak selalu ada, dan jumlahnya juga
terbatas biasanya hanya 3 goni.
Pak Kastari menanam sayuran di lahan bekas tambak sewaannya itu untuk
menambah penghasilannya, karena masa tanam cabai ataupun sayuran yang tidak terlalu lama sudah dapat dipanen hasilnya. Penghasilan utamanya sebagai petani padi tidaklah besar, apalagi masa tanam padi hanya dua kali setahunnya, jika
hanya mengandalkan penjualan hasil panen padi tentunya tidak akan mencukupi kebutuhan keluarganya, belum lagi untuk modal tanam yang selanjutnya serta
per bulannya. Jika tahun ajaran baru menurutnya pengeluaran akan lebih banyak, karena bertepatan dengan masa tanam padi yang kedua sehingga mereka
mengeluarkan modal untuk menanam padi kembali, belum lagi biaya Sekolah anak bungsunya yang besar karena selain harus membayar uang Sekolah ia juga diharuskan untuk membeli buku-buku pelajaran. Menurut ibu Kastari sekarang
sudah lebih ringan tanggung jawab mereka daripada sebelumnya, karena hanya tinggal anak bungsunya saja yang bersekolah. Tetapi ia dan suami memiliki
cita-cita bisa menyekolahkan anak bungsunya ini hingga kuliah, karena mereka ingin memperbaiki kehidupannya, minimal salah satu anak mereka ada yang bisa menjadi sarjana dan kelak memiliki pekerjaan yang lebih baik dari mereka. Maka
itu sekarang ini mereka berusaha untuk lebih berhemat pengeluaran, demi keinginan mereka untuk menyekolahkan anak bungsu mereka hingga sarjana.
Mereka juga berharap pada tanaman sawit yang sudah dua tahun ditanam mereka, semoga beberapa tahun kedepan sudah dapat menghasilkan.
“Lumayan dek, bisa buat tambahan biaya kuliah anak gadis kami yang bungsu
ini. Sebenarnya ini pun baru mencoba, ladang sekitarnya juga sudah mulai
menanam sawit jadi kami pun ikut nanam, karena kalau dipaksakan menanam
padi gak akan bisa hidup. Walaupun gak banyak yang ditanam tetapi setahun
atau dua tahun lagi sudah bisa menghasilkan meskipun masih buah pasir, karena
juga gak boleh sembarangan nanam sawit disini.” (Wawancara Februari 2011)
Bapak Kastari betah tinggal di Desa ini karena menurutnya kekeluargaannya
rumah sebagian warga juga ikut membantunya minimal mereka membantu membangun pondasi dasarnya, untuk yang selanjutnya dikerjakan oleh tukang
bangunan yang sudah ahli. Warga di Desa ini juga masih mengenal rewangan, rewangan adalah gotong royong yang dilakukan oleh tetangga atau kerabat yang akan mengadakan hajatan. Selain itu di Desa ini untuk warganya yang muslim
juga ada wirid yasin setiap minggunya, sehingga mereka dapat mengenal antar warga satu sama lain meskipun dari dusun yang berbeda. Khusus untuk di dusun 3
ketika juga masih ada upacara adat yang hingga kini masih dilestarikan, yakni pada tanggal 1 suro mereka mengadakan acara penanaman kepala kambing yang disertai dengan pembacaan do’a pada Tuhan agar tanaman mereka subur dan
panen mereka ditahun tersebut berhasil. Upacara tersebut biasanya selalu dilakukan oleh warga dusun 3, dan dipimpin oleh sesepuh Desa yang sekaligus
sebagai kepala dusunnya.
2. Mardi
Bang mardi merupakan warga asli Denai Kuala, karena sejak lahir ia tinggal dan
besar di Desa ini. Bang Mardi menikah tahun 1996 dan beristrikan warga asli Desa Denai
Kuala. Ia dikarunia dua orang anak, yang pertama adalah laki-laki berusia 14 tahun dan
masih duduk dikelas dua SMP, dan anak bungsunya perempuan masih berusia 6 tahun.
Bang mardi sejak kecil sudah diajak ke ladang oleh orang tuanya untuk membantu
sekaligus belajar bertani. Bertani merupakan kemampuan yang dikuasainya, sehingga
menjadi mata pencaharian utamanya. Bang Mardi tidak pernah memiliki pekerjaan lain
tinggi dan bertani merupakan keahlian yang dimilikinya untuk mencari nafkah. Karena
hanya bertani kemampuannya maka Bang Mardi berusaha maksimal untuk melakukan
pekerjaannya,ia menginginkan anaknya memiliki pendidikan yang lebih tinggi daripada
ia yang hanya tamat SMP dan istrinya yang tamatan SMA.
Bang Mardi mengolah tanah yang diberikan oleh orangtuanya, sebesar 10 rante.
Awalnya ia sendiri yang mengolah tanah tersebut, sebenarnya dari tanah yang
dikelolanya tersebut cukup menghasilkan karena saat itu ia baru memiliki seorang anak
saja yang masih kecil. Tetapi semenjak lahir putri bungsunya 6 tahun lalu, ia pun
menyadari jika hanya mengandalkan hasil dari tanah miliknya tersebut pastinya kelak
tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan memenuhi cita-citanya
untuk menyekolahkan anaknya hingga jenjang yang tinggi, apalagi saat itu saja anaknya
yang pertama sudah Sekolah SD yang makin lama kebutuhannya makin meningkat.
Sehingga sudah beberapa tahun belakangan ini ia menggadaikan tanah miliknya pada
saudaranya, dengan ongkos gadainya sebesar Rp 4.000.000,-. Perjanjian penggadaian
tanah itu berlaku hingga Bang Mardi menebusnya kembali, dengan membayar kembali
uang gadai yang sudah dibayarkan oleh saudaranya tersebut.
Menggadaikan tanah sebenarnya bukanlah jalan keluar yang diinginkan oleh
Bang Mardi, tetapi ia menggunakan uang hasil gadai tanah miliknya untuk menyewa
lahan tambak milik perusahaan swasta yang saat ini sudah tidak dipergunakan lagi
dengan ongkos sewa sebesar Rp 15.000 per rantenya, ia menyewa lahan seluas 30 rante.
Uang sisa hasil menggadaikan tanah miliknya digunakan olehnya untuk modal menanam
padi dan sayuran pada lahan sewaannya tersebut. Ketika itu ia ditawari lahan tersebut
untuk digarapnya, karena ongkos sewanya yang murah banyak warga diDesa tersebut
ingin menyewanya, sehingga ia pun menyetujui untuk menyewa lahan tersebut sebelum
“ Waktu itu saya ditawari untuk menyewa lahan tambak punya perusahaan
yang sudah tidak dipakai, sehingga daripada lahan menganggur disewakan sama warga
yang mau mengolahnya. Ongkos sewanya murah dibandingkan harus nyewa ladang
sawah yang lain, jadi begitu ditawari langsung saya ambil sebelum diambil oleh orang
lain karena lahannya juga terbatas. Tapi kami penyewanya ini pun harus siap, kalau
nanti perusahaan ambil kembali ladang itu” .
(Wawancara Februari 2011)
Dari 30 rante luas lahan yang diolah Bang Mardi, sebanyak 18 rante ditanaminya
padi dan sisanya ditanaminya dengan timun dan cabai. Ia tidak menanami seluruh
ladang sewaannya dengan padi, karena ia menyadari padi memiliki jangka masa tanam
hingga panen yang relatif lebih lama dibanding sayuran dan dalam setahun hanya dua
kali masa tanam saja dengan waktu yang sudah ditentukan. Sementara sayuran jangka
waktu mulai dari penanaman hingga panen tidaklah terlalu lama, dan biasanya dalam
sekali tanam saja sayuran bisa hingga dua kali panen. Bagi Bang Mardi bertani
merupakan hobi dan juga pilihan hidupnya, terkadang jika ia tidak berangkat ke ladang
sehari saja sudah membuatnya tidak betah. Ia menanam padi setahun dua kali, dan itu
pun sudah ada musim-musimnya tertentu. Pada akhir tahun sekitar bulan November
dan Desember biasanya adalah musim tanam yang pertama, dan pada bulan Februari
atau Maret padi yang ditanam sudah dapat dipanen. Musim tanam kedua masuk pada
bulan Mei dan Juni, sehingga padi sudah dapat ditanam pada bulan Agustus atau
September. Seperti itulah kebiasaan petani padi di Desa Denai Kuala, mereka sangat
mematuhi waktu-waktu tersebut karena masa tanam yang dilakukan oleh mereka
diperhitungkan berdasarkan musim.
Untuk mengolah tanah di ladang padinya, ia menggunakan jetor yang disewanya
dari tetangga yang memilikinya. Untuk ongkos sewa jetor per rantenya, Bang Mardi
Setelah tanah di ladangnya diolah, atau istilah lainnya dibajak dengan menggunakan
jetor maka pekerjaan selanjutnya adalah menanami ladangnya atau sawahnya dengan
padi. Untuk pekerjaan menanami bibit padi ke ladangnya ini, ia dibantu oleh istri dan
anak laki-lakinya. Hal ini dilakukannya agar lebih mengirit pengeluarannya, daripada ia
harus mengeluarkan biaya ekstra jika harus mengupah orang lain untuk menanami
ladangnya dan juga waktu yang lebih efisien dalam mengerjakannya. Untuk pekerjaan
yang lainnya seperti memberikan pupuk dan menyirami tanaman dengan pestisida
dilakukannya bersama dengan anaknya. Jika semua pekerjaan tersebut telah selesai,
maka sudah tidak banyak lagi yang dapat dilakukan di ladang padinya atau di sawahnya
tersebut. Pekerjaan selanjutnya hanya merumputi ladangnya atau membersihkan
rumput dan gulma yang mengganggu tanaman padinya, dan itu hanya dilakukan sekali
atau dua kali saja. Setelah itu Bang Mardi hanya mengawasi tanaman padinya saja agar
tidak diganggu oleh burung ataupun tikus, terlebih menjelang masa panen tiba.
Setelah selesai menanam padi tidak banyak lagi pekerjaan yang dapat dilakukan
di ladangnya tersebut, tugasnya hanya sesekali mengawasi padi yang sudah ditanamnya
higga 4 bulan kemudian padi tersebut siap untuk dipanen. Tidak terlalu banyaknya
pekerjaan yang dilakukannya ketika ia telah selesai menanam padinya, membuatnya
mencari kegiatan yang lain. Hal itulah yang menjadi salah satu faktornya ia menanam
sayuran di sebagian ladangnya yang lain, dan hal ini juga yang menjadi latar belakang
sebagian petani lain melakukan hal yang sama. Bagi Bang Mardi bertani itu bukan hanya
sekedar bekerja untuk mencari nafkah bagi keluarga saja, tetapi sebagai bentuk hobi
dan kegiatan dirinya. Memang jika dilihat dari latar belakang keadaan keluarganya, ia
tidak perlu terlalu ngoyo dalam bekerja di ladang. Tetapi bertani baginya adalah bentuk
aktualisasi dirinya, walaupun tidak dapat dipungkiri hasil yang didapatkannya dari