• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Estimasi Pertumbuhan Cronobacter spp. Berdasarkan Praktik Penyiapan, Pemberian dan Penyimpanan Susu Bubuk Formula Bayi pada Tingkat Rumah Tangga di Jakarta Pusat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Estimasi Pertumbuhan Cronobacter spp. Berdasarkan Praktik Penyiapan, Pemberian dan Penyimpanan Susu Bubuk Formula Bayi pada Tingkat Rumah Tangga di Jakarta Pusat"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL ESTIMASI PERTUMBUHAN

Cronobacter

spp.

BERDASARKAN PRAKTIK PENYIAPAN, PEMBERIAN DAN

PENYIMPANAN SUSU BUBUK FORMULA BAYI PADA

TINGKAT RUMAH TANGGA DI JAKARTA PUSAT

NIZZA SABILA IMANINA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Model Estimasi Pertumbuhan Cronobacter spp. Berdasarkan Praktik Penyiapan, Pemberian dan Penyimpanan Susu Bubuk Formula Bayi pada Tingkat Rumah Tangga di Jakarta Pusat” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015

Nizza Sabila Imanina

(4)

ABSTRAK

NIZZA SABILA IMANINA. Model Estimasi Pertumbuhan Cronobacter spp. Berdasarkan Praktik Penyiapan, Pemberian dan Penyimpanan Susu Bubuk Formula Bayi pada Tingkat Rumah Tangga di Jakarta Pusat. Dibimbing oleh SRI LAKSMI SURYAATMADJA DAN NUGROHO INDROTRISTANTO.

Penelitian ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi mengenai cara penyiapan, pemberian dan penyimpanan susu bubuk formula bayi oleh ibu di rumah, serta mengetahui profil suhu dan waktu dari susu bubuk formula bayi sejak rekonstitusi, pemberian kepada bayi dan penyimpanan sisa susu yang telah direkonstitusi menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan survei. Data profil suhu dan waktu yang didapatkan dari hasil survei akan digunakan untuk memperkirakan pertumbuhan Cronobacter spp. menggunakan model kuantitatif kajian risiko Cronobacter spp. pada susu bubuk formula bayi oleh FAO/WHO

(FAO/WHO Quantitative Risk Assessment Model of Cronobacter spp. in

Powdered Infant Formula), sehingga dapat memberikan rekomendasi skenario

praktik penyiapan, pemberian dan penyimpanan susu bubuk formula bayi yang tidak berisiko terhadap infeksi Cronobacter spp. Dari hasil survei didapatkan 16 skenario praktik penyiapan, pemberian dan penyimpanan susu bubuk formula bayi yang mewakili praktik oleh 30 responden. Skenario dipilih berdasarkan tahapan yang dilakukan responden dalam menyiapkan dan menangani susu formula bayi serta suhu air yang digunakan untuk merekonstitusi susu bubuk formula bayi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skenario 16 merupakan skenario yang paling berisiko terhadap infeksi Cronobacter spp., baik pada asumsi tingkat kontaminasi awal sebesar 1 CFU/100g maupun 3 CFU/100g. Hal tersebut dikarenakan tingkat kontaminasi akhir pada skenario 16 yang melebihi perkiraan awal dosis infeksi Cronobacter spp., yaitu sebesar 3 CFU/100g. Pada skenario 16, dengan mengasumsikan tingkat kontaminasi awal sebesar 1 CFU/100g dan 3 CFU/100g, maka kontaminasi akhir yang diperoleh secara berturut-turut ialah 89.12 CFU/100g dan 269.15 CFU/100g. Fase lag pada skenario 16 ialah 23 menit. Pada skenario 16 mencakup tahap penyimpanan yang berisiko yaitu selama 4 jam. Skenario 7 sampai dengan 15 dapat menimbulkan risiko infeksi Cronobacter spp., apabila asumsi tingkat kontaminasi awal sebesar 3 CFU/100g. Skenario 1 sampai dengan 6 merupakan skenario yang aman terhadap infeksi Cronobacter spp., baik pada asumsi tingkat kontaminasi awal sebesar 1 CFU/100g maupun 3 CFU/100g. Pada penelitian ini, suhu air untuk merekonstitusi susu bubuk formula tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan Cronobacter spp., melainkan tahap penyimpanan sisa susu yang terlampau lama seperti pada skenario 15 dan 16 secara berturut-turut, yaitu selama 2 jam dan 4 jam.

(5)

ABSTRACT

NIZZA SABILA IMANINA. Growth Estimation Models of Cronobacter spp. Based on Practice of Preparation, Giving and Storage of Powdered Infant Formula at the Household Level in Jakarta Pusat. Supervised by SRI LAKSMI SURYAATMADJA AND NUGROHO INDROTRISTANTO.

This study was conducted to gather information on how to prepare, give and storage the powdered infant formula by mothers at home and to know about temperature and time profile since the reconstitution of PIF, give to the baby and storage of PIF that had been reconstituted using the descriptive method with survey approach. Temperature and time profile data obtained from this survey would be used to estimate the growth of Cronobacter spp. using the FAO/WHO Quantitative Risk Assessment Model of Cronobacter spp. in PIF, so it could provide recommendation of practice scenarios of preparation, giving and storage of PIF which did not pose a risk of Cronobacter spp. infection. From this survey, there were 16 scenarios of preparation, giving and storage of PIF which represented the practices by 30 respondents. Scenarios were selected based on the stages of respondents did in preparing and handling PIF and temperatures of water which were used to reconstitute PIF. The result of this study showed that 16th scenario was the most at risk scenario for Cronobacter spp. infection, both on the assumption of initial contamination level of 1 CFU/100g or 3 CFU/100g. That was because final contamination levels of Cronobacter spp. in 16th scenario exceeded the initial dose estimate of Cronobacter spp. infection that is equal to 3 CFU/100g. In 16th scenario, by assuming initial contamination levels to 1 CFU/100g and 3 CFU/100g, the final contamination levels that were obtained successively were 89.12 CFU/100g and 269.15 CFU/100g. Lag phase of 16th scenario was 23 minutes. In 16th scenario, there were milk storage stage at room temperature for 4 hours that could cause a risk of Cronobacter spp. growth. 7th until 16th scenario could cause a risk of Cronobacter spp. infection if the assumption of initial contamination level of Cronobacter spp. in PIF was 3 CFU/100g. 1st until 6th scenario were scenario that were secure against infection

of Cronobacter spp., both on the assumption of initial contamination level of 1

CFU / 100g or 3 CFU / 100g. In this study, water temperatures to reconstitute PIF were not significantly affect to the growth of Cronobacter spp., but the milk storage for too long as in the 15th and 16th scenario, respectively, ie for 2 hours and 4 hours.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

MODEL ESTIMASI PERTUMBUHAN

Cronobacter

spp.

BERDASARKAN PRAKTIK PENYIAPAN, PEMBERIAN DAN

PENYIMPANAN SUSU BUBUK FORMULA BAYI PADA

TINGKAT RUMAH TANGGA

DI JAKARTA PUSAT

NIZZA SABILA IMANINA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan karunianya sehingga penyusunan skripsi dengan judul “Model Estimasi Pertumbuhan Cronobacter spp. Berdasarkan Praktik Penyiapan, Pemberian dan Penyimpanan Susu Bubuk Formula Bayi pada Tingkat Rumah Tangga di Jakarta Pusat” dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2014 sampai september 2014.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Laksmi Suryaatmadja, MS selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Nugroho Indrotristanto, S.TP, M.Sc selaku pembimbing lapang yang

telah memberikan saran serta bimbingannya selama kegiatan magang.

3. Ibu Dr. Siti Nurjanah, S.TP, M.Si selaku dosen penguji pada sidang akhir sarjana atas kesediaannya menjadi dosen penguji dan evaluasi serta saran yang diberikan kepada penulis.

4. Ibu Prof. Dr. Winiati Pudji Rahayu karena telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan kegiatan magang di Badan POM RI.

5. Bapak Drs. Halim Nababan, MM selaku Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan POM RI yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan magang di Badan POM RI.

6. Mba Citra, Mba Pipit, Mba Irma, dan seluruh keluarga besar Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan POM RI atas bimbingannya selama pelaksanaan magang.

7. Anjani, Irma, Ghita, Rita, Nurul, Zacky, dan Adiguna selaku teman magang penulis yang telah memberikan bantuannya untuk penelitian ini.

8. Ayahanda Achmad Nadjamudin Junus dan Ibunda Yusra Mas, serta adik-adik tercinta, Hany Nabila Shabrina dan Muhammad Faishal Hilman, terima kasih atas doa, kasih sayang dan dukungannya.

9. Sahabat penulis yang telah memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi ini, mereka adalah Tessa, Furry dan Rahmi.

10.Teman-teman ITP 47 serta semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Bogor, Maret 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 3

Cronobacter spp. 3

Susu Bubuk Formula Bayi 4

Skenario Penyiapan dan Penanganan Susu Bubuk Formula Bayi oleh

FAO/WHO 8

METODE 12

Waktu dan Tempat 12

Metode Penelitian 12

Teknik Pengumpulan Data 13

Tahapan Penelitian 13

HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Praktik Penyiapan Susu Bubuk Formula Bayi 19

Praktik Penyimpanan Sisa Susu Formula Bayi 21

Estimasi Pertumbuhan Cronobacter spp. dari 16 Skenario Terpilih 22

SIMPULAN DAN SARAN 37

Simpulan 37

Saran 38

DAFTAR PUSTAKA 39

(12)

DAFTAR TABEL

1 Batas maksimum cemaran mikroba untuk produk susu formula bayi dan

formula untuk keperluan medis khusus bagi bayi 6

2 Contoh kriteria yang digunakan untuk mendeskripsikan 8 skenario

penyiapan dan penanganan susu bubuk formula bayi 10 3 Nilai parameter yang digunakan untuk model kuantitatif kajian risiko

Cronobacter spp. pada susu bubuk formula bayi oleh FAO/WHO 16

4 Pemilihan skenario dari 30 responden 23

5 Kriteria yang digunakan untuk mendeskripsikan 16 skenario penyiapan,

pemberian dan penyimpanan susu bubuk formula bayi 25 6 Tingkat kontaminasi akhir Cronobacter spp. pada susu formula bayi 34

DAFTAR GAMBAR

1 Proses pengolahan susu formula dengan tipe pengolahan pencampuran

basah 5

2 Diagram 24 dasar skenario penyiapan susu bubuk formula bayi pada kajian

risiko oleh FAO/WHO 8

3 Suhu air yang digunakan untuk merekonstitusi susu bubuk formula bayi oleh

30 responden (oC) 19

4 Persentase suhu ruangan saat 30 responden melakukan penyiapan susu

bubuk formula 20

5 Persentase lama penyiapan atau rekonstitusi susu bubuk formula bayi

oleh 30 responden 20

6 Lama pendinginan susu formula sebelum diberikan kepada bayi oleh 8

responden 21

(13)

22 Perubahan jumlah Cronobacter spp. pada skenario 15 33 23 Perubahan jumlah Cronobacter spp. pada skenario 16 33

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil perhitungan estimasi pertumbuhan Cronobacter spp. menggunakan model kuantitatif kajian risiko Cronobacter spp. pada susu bubuk

formula bayi oleh FAO/WHO dengan bantuan perangkat lunak Ms. EXCEL

pada skenario 10 42

2 Contoh perhitungan estimasi pertumbuhan Cronobacter spp. menggunakan model kuantitatif kajian risiko Cronobacter spp. pada susu bubuk formula bayi oleh FAO/WHO pada skenario 10 (tahap pemberian pada waktu

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu akibat praktik keamanan pangan yang kurang baik, termasuk di rumah tangga, adalah terjadinya kontaminasi bahan pangan. Praktik keamanan pangan yang baik di rumah dapat menyelamatkan keluarga dari kontaminasi bahan pangan yang memicu keracunan dan berbagai penyakit lainnya. Keracunan pangan tidak hanya terjadi pada perseorangan, namun juga dapat terjadi dalam skala besar yang termasuk dalam kategori Kejadian Luar Biasa (KLB). World

Health Organization (WHO) mendefinisikan KLB keracunan pangan atau

foodborne disease outbreak sebagai kejadian di mana terdapat dua orang atau

lebih menderita sakit setelah mengonsumsi pangan yang secara epidemiologi terbukti sebagai sumber penularan. KLB seringkali terjadi sangat mendadak, mengena banyak orang, dan dapat menimbulkan kematian (Fajri 2013).

Jenis pangan penyebab KLB keracunan pangan pada tahun 2012 paling banyak terjadi pada pangan jajanan, pangan jasa boga dan masakan rumah tangga. Cemaran mikroba masih menjadi penyebab utama pangan yang tidak memenuhi syarat, dengan persentase sebesar 66% (BPOM 2012). Data Badan POM pada tahun 2011 menunjukkan terjadinya 128 KLB keracunan pangan di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 38 KLB atau 29,69% diakibatkan cemaran mikroba, sedangkan 19 KLB atau 14,84% akibat cemaran bahan kimia (BPOM 2011).

Salah satu bahaya mikrobiologi yang dapat mengontaminasi pangan adalah

Cronobacter spp. Cronobacter spp. telah dilaporkan terdapat pada susu bubuk

formula bayi (Estuningsih et al. 2006; FAO/WHO 2006; Chap et al. 2009).

Cronobacter spp. dikategorikan sebagai patogen oportunistik, yakni patogen yang

dapat menyebabkan penyakit pada kelompok rentan yang memiliki kekebalan rendah. Infeksi oleh Cronobacter spp. menjadi perhatian karena tingkat mortalitas yang tinggi (40 sampai 80%) pada bayi yang baru lahir (0 sampai 6 bulan), terutama neonatus (still birth hingga umur 28 hari), bayi immunocompromised, bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), bayi prematur, dan bayi yang lahir dari ibu yang mengidap Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Kane 2004).

Dalam 20 tahun terakhir terkumpul sejumlah data tentang infeksi pada kelompok bayi rentan karena Cronobacter spp. yang mencemari susu formula bayi. Infeksi tersebut dilaporkan dapat menyebabkan gejala penyakit neonatal

meningitis bacterimia (peradangan pada selaput pelindung saraf pusat yang

disebabkan oleh infeksi bakteri dalam darah), necrotizing enterocolitis (infeksi dan peradangan yang menyebabkan kerusakan usus atau bagian dari usus) dan

necrotizing meningoencephalitis (peradangan pada meninges dan otak) (Muytjens

et al. 1990).

Selama rentang tahun 1958 sampai 2002 di seluruh dunia, terdokumentasikan 25 peristiwa infeksi Cronobacter spp. yang melibatkan 60-an bayi (Iversen dan Forsythe 2003). Dari 25 peristiwa yang terjadi, 8 di antaranya dapat dikaitkan dengan konsumsi susu formula bayi. Jumlah peristiwa infeksi ini tergolong rendah jika dibandingkan dengan patogen lain seperti Salmonella. The

International Commission for Microbiological Specification for Foods (ICMS

(16)

2

parah untuk populasi terbatas. Pada tahun 2008, 2 bayi di Meksiko mengalami kerusakan otak dan hydrocephalus akibat terinfeksi bakteri ini (CDC 2009).

Meskipun belum ada laporan kasus infeksi oleh Cronobacter spp. di Indonesia, namun Estuningsih et al. (2006) dan Meutia (2008) melaporkan keberadaan bakteri ini di dalam makanan bayi dan susu formula. Gitapratiwi et al. (2012), melaporkan adanya Cronobacter spp. pada makanan bayi dan beberapa produk makanan kering seperti tepung maizena dan bubuk coklat. Selain itu Senzani (2011), menemukan adanya Cronobacter spp. pada sayuran segar yaitu kol yang berasal dari pasar lokal kota Bogor. Evaluasi sitotoksisitas dan perilaku

Cronobacter spp. selama pengeringan jagung juga telah diteliti oleh Nurjanah

(2014).

Selain belum adanya laporan mengenai kasus infeksi Cronobacter spp. di Indonesia, praktik konsumen dalam penyiapan, pemberian dan penyimpanan susu bubuk formula bayi juga belum banyak diketahui. Masyarakat Indonesia diduga masih ada yang melakukan praktik penyiapan susu bubuk formula bayi dengan air dingin dan air dengan suhu kamar, serta susu yang telah direkonstitusi disimpan pada suhu kamar selama beberapa jam. Praktik ini dilakukan karena keluarga tidak memiliki lemari es atau keluarga memiliki lemari es namun kurang pengetahuan tentang praktik penyiapan susu formula bayi yang baik (Estuningsih dan Abdullah 2008). Mengingat kontaminasi Cronobacter spp. erat kaitannya dengan praktik penyiapan serta penyimpanan susu bubuk formula bayi, maka perlu dilakukan survei terhadap praktik penyiapan, pemberian dan penyimpanan susu bubuk formula bayi di tingkat rumah tangga. Informasi yang diperoleh diharapkan akan berguna dalam menyusun program keamanan pangan untuk melindungi kesehatan masyarakat terhadap adanya risiko infeksi Cronobacter spp. pada susu bubuk formula bayi. Estimasi pertumbuhan Cronobacter spp. pada penelitian ini menggunakan model kuantitatif kajian risiko Cronobacter spp. pada susu bubuk formula bayi oleh FAO/WHO.

Tujuan Penelitian

(17)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan ilmiah dalam perumusan kebijakan penanganan masalah keamanan mikrobiologi terkait bakteri

Cronobacter spp., khususnya pada susu bubuk formula bayi, memberikan

landasan ilmiah dalam penyusunan program komunikasi risiko terkait produk susu bubuk formula bayi bagi konsumen di tingkat rumah tangga, dan sebagai bahan evaluasi untuk produsen terkait penerapan sistem keamanan pangan di sarana produksi.

TINJAUAN PUSTAKA

Cronobacter spp.

Enterobacter sakazakii (Cronobacter spp.) adalah bakteri gram negatif,

berbentuk batang, tidak membentuk spora, bersifat motil, dan termasuk ke dalam famili Enterobactericeae. Bakteri ini memiliki panjang 3 µm dan lebar 1 µm. Sebelum tahun 1980 Enterobacter sakazakii diklasifikasikan sebagai

Enterobacter cloacae berpigmen kuning. Namun, penelitian lebih lanjut

membuktikan bahwa berdasarkan hibridisasi DNA – DNA, reaksi biokimia, kerentanan terhadap antibiotik, serta kemampuannya untuk menghasilkan pigmen kuning menjadikan pengklasifikasian bakteri ini dikaji kembali dan pada akhirnya diklasifikasikan sebagai Enterobacter sakazakii (Nazarowec-White dan Farber 1997). Berdasarkan sifat biokimiawinya, saat ini terdapat 16 strain E. sakazakii

yang telah diketahui. Dengan bertambahnya pengetahuan tentang sifat-sifat

E.sakazakii, pada tahun 2007 Iversen et al. mengusulkan E. sakazakii untuk

menjadi genus baru yaitu Cronobacter spp.

Cronobacter spp. telah diisolasi dari berbagai sumber seperti lingkungan

(tanah dan air) dan makanan. Selain susu formula, makanan yang telah dilaporkan mengandung bakteri ini antara lain keju, roti, tahu, teh asam, daging yang dikeringkan, daging cacah, dan sosis. Cronobacter spp. juga ditemukan pada khamir roti karena bakteri ini merupakan bagian dari flora permukaan biji sorghum dan biji padi. Namun, selain susu formula, pangan yang disebutkan di atas tidak pernah dilaporkan menyebabkan infeksi Cronobacter spp. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pangan tersebut tidak dikonsumsi oleh kelompok bayi yang rentan (Iversen dan Forsythe 2003).

Cronobacter spp. memiliki kemampuan bertahan hidup dalam kondisi

(18)

4

Cronobacter spp. dapat tumbuh pada kisaran suhu 2.5oC hingga 49oC

(Kandhai et al. 2006) dan tumbuh optimal pada kisaran suhu antara 30oC hingga 40oC (Iversen dan Forsythe 2003). Waktu generasi Cronobacter spp. pada susu bubuk formula bayi adalah 13.7 jam pada suhu 6oC, 1.7 jam pada suhu 21oC dan 19-21 menit pada suhu 37oC (Iversen dan Forsythe 2004).

Penelitian Ardelino (2011) terhadap isolat lokal Cronobacter spp. asal susu formula di Indonesia menunjukkan nilai D untuk isolat YR c3a pada suhu 54oC, 56oC , 58oC dan 60oC secara berturut-turut ialah 9.13±1.23 menit, 3.83±0.33 menit, 1.38±0.03 menit, dan 0.89±0.02 menit. Nilai D70 Cronobacter spp. yang

menggunakan menstruum susu formula dengan kadar lemak tinggi (3,8 g dalam 100 ml) mencapai 1.3 detik (Nazarowec-White dan Farber 1997). Hingga kini belum ada penentuan dosis infeksi Cronobacter spp., namun sebesar 3 CFU/100 g atau -0.48 log CFU/100g dapat digunakan sebagai perkiraan awal dosis infeksi (Iversen dan Forsythe 2003). Infeksi Cronobacter spp. pada usus mencit neonatus terjadi pada dosis 104 CFU/ml, sedangkan dosis infeksi pada sistem saraf pusat yaitu 106 CFU/ml (Rotinsulu 2008).

Susu Bubuk Formula Bayi

Susu bubuk formula bayi merupakan pengganti air susu ibu (ASI) yang diproduksi secara khusus sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi sejak awal kelahiran sampai pada saat bayi mendapatkan makanan pendamping (CAC 2008). Proses pembuatan susu formula dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu pencampuran kering (dry mixing), pencampuran basah (wet mixing) atau kombinasi keduanya.

Proses pencampuran kering adalah proses pengolahan di mana seluruh bahan yang berbentuk kering (bahan baku dan bahan tambahan) dicampurkan dengan pencampur kering untuk mendapatkan produk akhir dengan tingkat homogenitas yang diinginkan. Kelebihan dari pencampuran kering adalah tidak adanya air yang terlibat dalam proses pengolahan sehingga lini proses dapat dijaga tetap kering dalam jangka waktu lama (Saputra 2012). Metode pencampuran kering memilki kekurangan dari segi kualitas dan keamanannya karena semua bahan baku yang digunakan tidak memiliki ukuran partikel yang sama sehingga akan sangat sulit untuk menghasilkan pencampuran yang homogen (Heredia et al. 2009). Hal ini akan mempengaruhi kualitas nutrisi susu yang dihasilkan.

Proses produksi susu formula dengan tipe pencampuran basah (Gambar 1) dilakukan dengan mencampurkan seluruh bahan dalam kondisi basah (pencampuran bahan baku dengan wujud cair, proses pasteurisasi, penambahan

ingredient yang sensitif terhadap pelakuan termal serta spray drying) (Saputra

2012). Secara teoritis proses panas yang dilakukan dalam proses pembuatan susu dapat membunuh semua sel vegetatif bakteri yang ada sebelum proses spray

drying, namun kontaminasi setelah perlakuan panas (post heat treatment

contamination) seperti kontaminasi dari lingkungan pabrik juga harus

(19)

Gambar 1 Proses pengolahan susu formula dengan tipe pengolahan pencampuran basah (CAC 2004)

Bahan baku basah (susu segar) Bahan baku kering

(premix vitamin atau BTP)

Penerimaan di pabrik Penyimpanan di gudang Penimbangan bahan baku dan BTP

Pencampuran Homogenisasi Pateurisasi

Evaporasi

Penampungan sementara Pemindahan ke jalur pengeringan

Pengeringan dengan pengeringan semprot Pendinginan

Aglomerasi Pengayakan

Pengisian ke dalam pengemas Penghembusan dengan gas inert

Penutupan kemasan Pemberian label atau kode

(20)

6

Kontaminasi oleh Cronobacter spp. pada susu bubuk formula bayi dapat melalui rute intrinsik yakni setelah pemanasan dan dari lingkungan produksi sebelum pengemasan, serta melalui rute ekstrinsik pada saat proses rekonstitusi (Fanning dan Forsythe 2008). Cronobacter spp. yang secara intrinsik mengontaminasi susu bubuk formula bayi, dapat bertahan hidup pada susu bubuk formula bayi tersebut dalam jangka waktu tertentu. Edelson-Mammel et al. (2005) melaporkan bahwa kadar kontaminasi berkurang hingga 3 log unit dalam penyimpanan jangka waktu 1,5 tahun. Kemampuan Cronobacter spp. untuk bertahan hidup pada susu bubuk formula bayi selama lebih dari dua tahun juga telah dilaporkan (Caubilla-Barron dan Forsythe 2007). Akibatnya, kontaminasi dapat bertahan hingga saat konsumsi, bahkan konsentrasi bakteri dapat meningkat pada saat merekonstitusi susu bubuk formula bayi.

Kontaminasi Cronobacter spp. pada susu formula bayi mendapat perhatian yang besar karena susu formula bayi adalah makanan tambahan yang penting bagi bayi, serta bayi masih sangat sensitif terhadap infeksi oleh mikroba patogen.

Codex Alimentarius Commission (CAC) sejak Juli 2008, menetapkan pembatasan

Cronobacter spp. pada formula bayi yaitu negatif dalam 10 gram. Ketentuan ini

diadopsi pada tanggal 28 Oktober 2009 dalam bentuk peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan. Secara lengkap, batas maksimum cemaran mikroba untuk produk susu formula bayi dan formula untuk keperluan medis khusus bagi bayi dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1 Batas maksimum cemaran mikroba untuk produk susu formula bayi dan formula untuk keperluan medis khusus bagi bayi (BPOM 2009a)

Konsentrasi Cronobacter spp. pada titik konsumsi merupakan hasil dari kontaminasi awal serta efek penyiapan dan penyimpanan susu bubuk formula bayi yang telah direkonstitusi. Pertumbuhan Cronobacter spp. dapat terjadi pada saat rekonstitusi susu bubuk formula bayi sebelum diberikan kepada bayi. Kecepatan pertumbuhan dipengaruhi oleh profil suhu dan waktu penyiapan atau rekonstitusi susu bubuk formula bayi (FAO/WHO 2006).

BPOM (2009b) menganjurkan agar merekonstitusi susu bubuk formula bayi dengan suhu 70oC untuk menurunkan kontaminasi oleh Cronobacter spp. dan sisa susu formula bayi yang telah direkonstitusi harus disimpan dalam suhu refrigerasi dalam jangka waktu tidak lebih dari 2 jam. Anjuran oleh Badan POM tersebut diadopsi dari FAO/WHO. Meutia (2008) menyatakan suhu rekonstitusi 70oC mampu mereduksi Cronobacter spp. sebesar 2.74 hingga 6.72 log CFU/ml pada 16 isolat yang diujikan. Peneliti lain di Korea melaporkan bahwa rekonstitusi susu formula bayi dengan air bersuhu 50oC akan menyebabkan bakteri berkurang menjadi 1/100-nya, sementara dengan suhu 65-70oC terjadi penurunan

No. Jenis mikroba Batas cemaran

1 ALT (30oC, 72 jam) 1 x 104 koloni/ml

2 Enterobacteriaceae negatif/10g

3 Cronobacter spp. negatif/10g

4 Salmonella sp. negatif/25g

5 Staphylococcus aureus 1 x 101 koloni/ml

(21)

Cronobacter spp. menjadi 1/10.000 sampai 1/1.000.000-nya (Kim SH dan Park JH 2007).

Berdasarkan peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.1.52.3920, tentang Pengawasan Formula Bayi untuk Keperluan Medis Khusus, panduan untuk menyiapkan dan menyajikan formula bayi ialah sebagai berikut (BPOM 2009b):

A. Cara membersihkan dan sterilisasi peralatan

1. Mencuci tangan dengan sabun sebelum membersihkan dan mensterilkan peralatan minum bayi;

2. Mencuci semua peralatan (botol, dot, sikat botol, dan sikat dot) dengan air bersih yang mengalir;

3. Membilas botol dan dot dengan air yang mengalir; 4. Sterilisasi dengan cara direbus:

- Botol harus terendam seluruhnya sehingga tidak ada udara di dalam botol; - Panci ditutup dan dibiarkan sampai mendidih selama 5 sampai 10 menit; - Panci biarkan tertutup, biarkan botol dan dot di dalamnya sampai segera

akan digunakan;

5. Mencuci tangan dengan sabun sebelum mengambil botol dan dot; 6. Bila botol tidak langsung digunakan setelah direbus:

- Botol harus disimpan di tempat yang bersih dan tertutup; dan - Dot dan penutupnya terpasang dengan baik.

B. Cara menyiapkan dan menyajikan susu formula bayi 1. Membersihkan tempat penyiapan susu formula bayi;

2. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, kemudian keringkan; 3. Rebus air minum sampai mendidih selama 10 menit dalam panci tertutup; 4. Setelah mendidih, biarkan air tersebut di dalam panci tertutup selama 10

sampai 15 menit agar suhunya turun menjadi tidak kurang dari 70oC;

5. Tuangkan air tersebut (suhunya tidak kurang dari 70oC) sebanyak yang dapat dihabiskan oleh bayi (jangan berlebihan) ke dalam botol susu yang telah disterilkan;

6. Tambahkan bubuk susu formula bayi sesuai takaran yang dianjurkan pada label;

7. Tutup kembali botol susu dan kocok sampai susu formula bayi larut dengan baik;

8. Dinginkan segera dengan merendam bagian bawah botol susu di dalam air bersih dingin, sampai suhunya sesuai untuk diminum (dicoba dengan meneteskan susu formula bayi pada pergelangan tangan, akan terasa agak hangat, tidak panas); dan

(22)

8

Skenario Penyiapan dan Penanganan Susu Bubuk Formula Bayi oleh FAO/WHO

Berdasarkan informasi yang didapatkan dari survei di tingkat rumah tangga, rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya di berbagai negara, FAO/WHO mengategorisasikan 24 dasar skenario praktik konsumen dalam menyiapkan dan menyimpan susu bubuk formula bayi sebelum diberikan. Skenario tersebut terdiri dari 4 tahap, yaitu pencampuran susu bubuk formula bayi dengan air pada suhu tertentu, pemberian susu formula bayi dengan segera atau pendinginan dengan atau tanpa menggunakan lemari pendingin, pemanasan kembali atau pemberian tanpa pemanasan kembali, dan pemberian secara cepat atau lambat. Secara prinsip, 24 skenario merupakan 8 skenario yang digunakan di bawah 3 suhu lingkungan, yaitu suhu ruang sejuk, suhu ruang hangat, dan suhu ruang sangat hangat. Diagram 24 dasar skenario penyiapan susu bubuk formula bayi pada kajian risiko oleh FAO/WHO dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2 Diagram 24 dasar skenario penyiapan susu bubuk formula bayi pada kajian risiko oleh FAO/WHO (FAO/WHO 2006)

(23)

Durasi, suhu lingkungan, laju pemanasan atau pendinginan telah ditentukan pada setiap tahap untuk seluruh skenario. Untuk menggambarkan risiko dari skenario terkait, berikut ialah asumsi yang dibuat untuk model (FAO/WHO 2006):

 Suhu lingkungan ialah 20oC untuk ruang yang sejuk, 30oC untuk ruang yang hangat, 35oC untuk ruang yang sangat hangat.

 Suhu lemari pendingin ialah 4oC dan diterapkan selama 4 jam.

 Rekonstitusi atau penyiapan susu bubuk formula bayi selesai dalam waktu 15 menit.

 Pendinginan susu formula bayi pada suhu ruang ialah selama 1 jam.

 Pemanasan kembali dilakukan untuk mencapai suhu 37oC dalam 15 menit.

 Pemberian secara cepat berlangsung selama 20 menit, sedangkan pemberian secara lambat berlangsung selama 2 jam.

 Laju pendinginan sebesar 0.0002 digunakan untuk tahap penyiapan, pendinginan, pemberian, penyimpanan sisa susu, dan pemberian ulang, sedangkan laju pemanasan sebesar 0.01 digunakan untuk tahap pemanasan kembali.

 Suhu air yang digunakan untuk merekonstitusi susu bubuk formula bayi ialah 30oC, 40oC dan 50oC.

(24)

10

Tabel 2 Contoh kriteria yang digunakan untuk mendeskripsikan 8 skenario penyiapan dan penanganan susu bubuk formula bayi (FAO/WHO 2006)

Deskripsi Suhu dan waktu

Rekonstitusi/ penyiapan

Pendinginan Pemanasan

kembali

Pemberian

Skenario 1. Susu bubuk formula bayi

Skenario 2. Susu bubuk formula bayi

Skenario 3. Susu bubuk formula bayi secara cepat pada suhu ruang.

(25)

Deskripsi Suhu dan waktu

Skenario 5. Susu bubuk formula bayi cepat pada suhu ruang.

Suhu ruang

Skenario 6. Susu bubuk formula bayi lambat pada suhu ruang.

Suhu ruang

Skenario 7. Susu bubuk formula bayi

direkonstitusi pada suhu ruang, dilanjutkan dengan pendinginan pada suhu ruang, tanpa pemanasan kembali, dan pemberian secara cepat pada suhu ruang.

Suhu ruang

Skenario 8. Susu bubuk formula bayi

direkonstitusi pada suhu ruang, dilanjutkan dengan pendinginan pada suhu ruang, tanpa pemanasan kembali dan pemberian secara lambat pada suhu ruang.

(26)

12

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan POM RI dan rumah responden di daerah Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Penelitian ini dilakukan selama 7 bulan, yaitu dari Maret 2014 sampai September 2014, sebagai salah satu kegiatan magang.

Metode Penelitian

Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan POM RI melakukan survei terhadap praktik penyiapan, pemberian dan penyimpanan susu bubuk formula bayi di tingkat rumah tangga dan fasilitas pelayanan kesehatan. Data yang digunakan pada skripsi ini merupakan hasil dari uji coba kuesioner survei praktik penyiapan, pemberian dan penyimpanan susu bubuk formula bayi di tingkat rumah tangga. Metode yang digunakan oleh Badan POM pada penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan survei. Metode deskriptif adalah suatu metode untuk meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir 2003).

(27)

Teknik Pengumpulan Data

Data merupakan faktor terpenting dalam suatu penelitian. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan studi lapangan. Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer dengan cara:

a) Kuesioner, yaitu angket diajukan untuk memperoleh gambaran mengenai objek penelitian dan untuk mengumpulkan data yang diketahui oleh responden. b) Observasi dilakukan dengan cara melakukan pengamatan atas fasilitas fisik dan

meninjau seluruh kegiatan objek penelitian.

c) Wawancara, yaitu peneliti melakukan wawancara langsung dengan para pelaku terkait dengan objek penelitian (Anonim 2013).

Tahapan Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dalam beberapa tahap. Adapun tahapannya adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan rancangan survei: penetapan responden dan lokasi survei (a) Penetapan responden survei

Responden survei adalah ibu yang memilki bayi berumur 0 sampai 6 bulan dan bayi tersebut mengonsumsi susu bubuk formula bayi. Menurut

Arikunto (2006), banyaknya responden yang disarankan untuk melakukan uji coba kuesioner ialah minimal 30 responden. Dengan jumlah minimal 30 responden ini, distribusi skor (nilai) akan lebih mendekati kurva normal. Berdasarkan acuan tersebut, maka uji coba kuesioner survei dilakukan terhadap 30 responden.

(b) Penentuan lokasi survei

Survei untuk uji coba kuesioner dilaksanakan di rumah responden daerah Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Pemilihan responden dilakukan melalui pendekatan dengan Puskesmas dan Posyandu di daerah Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

2. Penyusunan kuesioner survei

Kuesioner survei ini terdiri atas 8 halaman yang dibagi menjadi 10 blok, yakni (1) data umum responden, (2) data bayi, (3) identitas produk, (4) praktik penyimpanan susu bubuk formula bayi di rumah, (5) persiapan pelarutan susu bubuk formula bayi di rumah, (6) praktik pelarutan (rekonstitusi) susu bubuk formula bayi di rumah, (7) praktik pendinginan susu formula bayi yang direkonstitusi di rumah, (8) praktik pemberian susu formula bayi yang telah direkonstitusi di rumah, (9) penyimpanan sisa susu formula bayi yang telah direkonstitusi di rumah, (10) praktik penyiapan, rekonstitusi dan pemberian susu formula bayi di luar rumah.

3. Pelaksanaan uji coba kuesioner survei

(28)

14

Tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan uji coba kuesioner survei ialah sebagai berikut:

(a) Pembekalan enumerator

Pembekalan enumerator bertujuan agar enumerator memahami tahapan dalam pelaksanaan survei dan memahami isi kuesioner sehingga enumerator dapat memberi arahan kepada responden apabila responden tidak mengerti maksud dari pertanyaan pada kuesioner tersebut.

(b) Pengambilan data

Survei dilakukan untuk mengumpulkan informasi mengenai cara penyiapan, pemberian dan penyimpanan susu bubuk formula bayi oleh ibu di rumah tangga, serta mengumpulkan informasi mengenai profil suhu dan waktu dari susu formula bayi sejak rekonstitusi, pemberian kepada bayi dan penyimpanan sisa susu yang telah direkonstitusi.

Pada saat pengambilan data, responden dapat mengisi kuesioner secara mandiri atau kuesioner dapat diisi oleh petugas survei dengan melakukan wawancara kepada responden. Selanjutnya petugas survei melakukan observasi/pengamatan dengan meminta responden untuk melakukan praktik penyiapan susu bubuk formula bayi dan petugas survei juga melakukan pengukuran terhadap profil suhu dan waktu dari praktik tersebut dengan menggunakan termometer dan stopwatch. Jika keadaan tidak memungkinkan untuk dilakukan observasi, petugas survei akan melakukan simulasi praktik penyiapan, pemberian dan penyimpanan susu bubuk formula bayi tersebut berdasarkan jawaban responden pada lembar kuesioner. Suhu lingkungan tempat responden melakukan praktik penyiapan, pemberian dan penyimpanan susu bubuk formula bayi didapatkan dari web: www.accuweather.com. Hal tersebut dilakukan apabila responden melakukan praktik penyiapan, pemberian dan penyimpanan susu bubuk formula bayi pada suhu ruang (tanpa pendingin). Namun apabila praktik dilakukan pada ruangan yang memiliki pendingin, suhu lingkungan didapatkan berdasarkan suhu yang diatur pada pendingin tersebut.

4. Pengolahan data

(a) Entri data kuesioner praktik penyiapan, pemberian dan penyimpanan susu bubuk Formula bayi.

(29)

(c) Memperkirakan pertumbuhan Cronobacter spp. berdasarkan profil waktu dan suhu menggunakan model kuantitatif kajian risiko Cronobacter spp. pada susu bubuk formula bayi oleh FAO/WHO.

1) Penyusunan profil suhu dan waktu dari skenario terpilih

Dengan asumsi bahwa penyiapan, pendinginan, pemberian, penyimpanan sisa susu, pemanasan kembali, dan pemberian ulang merupakan tahapan yang berurutan, profil suhu dan waktu akan dikalkulasikan ke dalam 16 skenario terpilih dalam penelitian ini. Profil suhu dan waktu susu formula bayi mempengaruhi pertumbuhan dan penurunan Cronobacter spp. Pertumbuhan Cronobacter spp. dimulai pada fase lag dan terjadi ketika susu formula bayi berada pada rentang suhu 2.5oC hingga 49oC, sedangkan sel mati pada saat suhu lebih tinggi dari 49oC. Akumulasi pertumbuhan dan penurunan mengakibatkan perubahan logaritma dari Cronobacter spp. pada titik konsumsi (Paoli dan Hartnett 2006).

Prediksi profil suhu dan waktu susu formula bayi pada setiap tahap menggunakan perhitungan matematika yang ditetapkan oleh Paoli dan Harnett (2006).

( )

: suhu susu formula bayi pada setiap tahap : suhu ruangan pada setiap tahapan

: suhu awal pada akhir interval waktu sebelumnya

β : laju pendinginan

(30)

16

2) Pemodelan pertumbuhan dan penurunan Cronobacter spp.

Tiga langkah yang dilakukan untuk memprediksi perubahan log dari

Cronobacter spp. pada susu formula bayi ialah memperkirakan fase lag,

menghitung tingkat pertumbuhan dan penurunan Cronobacter spp., serta memprediksi perubahan log berdasarkan tingkat pertumbuhan dan penurunan Cronobacter spp.

Tabel 3 Nilai parameter yang digunakan untuk model kuantitatif kajian risiko Cronobacter spp. pada susu bubuk formula bayi oleh FAO/WHO(Paoli dan Hartnett 2006)

Parameter Deskripsi Nilai Referensi

Suhu optimum pertumbuhan 37oC Iversen, Lane dan

Parameter model lag 4.309 FAO/WHO call for

data

Parameter model lag -1.141 FAO/WHO call for

data

(31)

3) Penentuan fase lag

Fase lag merupakan waktu yang dibutuhkan oleh mikroba untuk penyesuaian dengan lingkungannya (Rahayu dan Nurwitri 2012). Prediksi fase lag untuk Cronobacter spp. pada susu formula bayi mengikuti persamaan di bawah ini:

λ : fase lag dalam jam

dan : parameter model lag (Paoli dan Harnett 2006)

Persentase fase lag yang telah dilalui dihitung melalui persamaan di bawah ini. Pertumbuhan Cronobacter spp. dimulai setelah persentase fase lag mencapai 100% (Paoli dan Harnett 2006).

4) Penentuan laju pertumbuhan spesifik (k)

Laju pertumbuhan spesifik (k) didefinisikan menggunakan Square

Model Root for the Full Bio Kinetic Temperature Range (Mc Meekin et al.

1993).

T : suhu susu formula bayi

dan : suhu minimum dan maksimum di mana laju pertumbuhan mencapai nol

dan : parameter model pertumbuhan 5) Penentuan pertumbuhan dan penurunan

T : suhu susu formula bayi

: nilai D untuk Cronobacter spp.

: suhu yang digunakan untuk menentukan nilai D

(32)

18

6) Penentuan asumsi tingkat kontaminasi awal Cronobacter spp. pada susu bubuk formula bayi

Penelitian ini dilakukan untuk memprediksi pertumbuhan

Cronobacter spp. yang secara intrinsik mengontaminasi susu bubuk

formula bayi. Kontaminasi ataupun kontaminasi ulang yang terjadi selama penyiapan dan penanganan, misalnya dari peralatan dapur tidak tercakup dalam penelitian ini.

Dua asumsi tingkat kontaminasi awal yang digunakan pada prediksi ini ialah 1 CFU/100g dan 3 CFU/100g. Asumsi tingkat kontaminasi awal sebesar 1 CFU/100g atau 0 log CFU/100g digunakan pada prediksi ini untuk merepresentasikan kemungkinan tingkat kontaminasi Cronobacter

spp. yang rendah pada susu bubuk formula bayi (FAO/WHO 2006), sedangkan asumsi tingkat kontaminasi awal sebesar 3 CFU/100g atau 0.48 log CFU/100g digunakan untuk merepresentasikan tingkat kontaminasi yang dapat menyebabkan infeksi Cronobacter spp. (Iversen dan Forsythe 2003).

7) Perubahan logaritma dari tingkat kontaminasi (C) ∑

Profil suhu dan kurva pertumbuhan dihitung menggunakan Ms. EXCEL. Pertama, tahap penyiapan untuk semua skenario dibagi menjadi rentang waktu tertentu, yaitu 0.02 jam. Suhu pada setiap rentang waktu dihitung menggunakan perhitungan Paoli dan Hartnett pada lembar Ms. EXCEL. Berdasarkan profil suhu yang dihasilkan, besarnya pertumbuhan

Cronobacter spp. pada susu bubuk formula bayi yang telah direkonstitusi

dapat diprediksi dan diplot ke dalam kurva. 5. Analisa hasil kajian

Analisa dilakukan terhadap informasi penting yang diperoleh dari hasil survei mengenai cara penyiapan dan penyimpanan susu formula bayi, diantaranya ialah suhu air yang digunakan responden untuk merekonstitusi susu bubuk formula bayi, suhu ruangan saat responden melakukan penyiapan susu bubuk formula bayi, lama penyiapan atau rekonstitusi susu bubuk formula bayi, lama pendinginan susu formula sebelum diberikan kepada bayi, dan lama penyimpanan sisa susu formula bayi. Selain itu, dari hasil survei akan dipilih beberapa skenario praktik penyiapan, pemberian dan penyimpanan susu bubuk formula bayi yang mewakili praktik oleh 30 responden. Selanjutnya, skenario tersebut akan digunakan untuk melakukan estimasi terhadap pertumbuhan

Cronobacter spp. pada susu formula bayi . Hasil estimasi tersebut akan

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Beberapa informasi penting mengenai praktik penyiapan dan penyimpanan susu bubuk formula bayi yang diperoleh dari survei ini ialah, suhu air yang digunakan untuk merekonstitusi susu bubuk formula bayi, suhu ruangan, lama penyiapan atau rekonstitusi, lama pendinginan, dan lama penyimpanan sisa susu formula bayi. Selain itu, dari hasil survei didapatkan 16 skenario praktik penyiapan, pemberian dan penyimpanan susu bubuk formula bayi yang mewakili praktik oleh 30 responden (BPOM 2014). Enam belas skenario tersebut akan digunakan untuk melakukan estimasi terhadap pertumbuhan Cronobacter spp. pada susu formula bayi.

Praktik Penyiapan Susu Bubuk Formula Bayi

Praktik penyiapan susu bubuk formula bayi meliputi tahap penyiapan (rekonstitusi) dan pendinginan susu formula bayi yang telah direkonstitusi. Hasil survei terhadap 30 responden menunjukkan bahwa suhu air tertinggi yang digunakan responden untuk merekonstitusi susu bubuk formula bayi ialah 66oC, sedangkan suhu air terendah yang digunakan responden untuk merekonstitusi susu bubuk formula bayi ialah 28oC. Suhu 38oC ialah suhu air yang paling banyak digunakan responden untuk merekonstitusi susu bubuk formula bayi, yaitu sebanyak 5 dari 30 responden. Berdasarkan hasil survei ini, terlihat bahwa suhu air yang digunakan responden tidak memenuhi suhu air minimum yang direkomendasikan oleh FAO/WHO untuk merekonstitusi susu bubuk formula bayi yaitu sebesar 70oC (FAO/WHO 2006). Meutia (2008) menyatakan suhu rekonstitusi 70oC mampu mereduksi Cronobacter spp. sebesar 2.74 hingga 6.72 log CFU/ml pada 16 isolat yang diujikan. Cronobacter spp. dapat tumbuh pada kisaran suhu 2.5oC hingga 49oC (Kandhai et al. 2006) dan tumbuh optimal pada kisaran suhu antara 30oC hingga 40oC (Iversen dan Forsythe 2003). Lima belas responden pada survei ini merekonstitusi susu bubuk formula bayi dengan suhu air optimum pertumbuhan Cronobacter spp.

Gambar 3 Suhu air yang digunakan untuk merekonstitusi susu bubuk formula

(34)

20

Suhu ruangan tertinggi saat responden melakukan penyiapan susu bubuk formula bayi ialah 34oC, sedangkan suhu ruangan terendah saat responden melakukan penyiapan susu bubuk formula bayi ialah 26oC. Sebanyak 43% dari 30 responden melakukan penyiapan susu bubuk formula bayi pada suhu ruangan sebesar 32oC. Fase lag akan lebih pendek apabila susu bubuk formula bayi direkonstitusi pada suhu lingkungan yang tinggi (Prasetyawati 2013). Pada kondisi ini, susu bubuk formula bayi yang telah direkonstitusi sebaiknya segera dikonsumsi dan tidak disimpan terlalu lama pada suhu ruang untuk mencegah terjadinya pertumbuhan Cronobacter spp.

Gambar 4 Persentase suhu ruangan saat 30 responden melakukan penyiapan susu bubuk formula bayi (BPOM 2014)

Waktu terlama yang dibutuhkan responden untuk menyiapkan (merekonstitusi) susu bubuk formula bayi ialah 5 menit, sedangkan waktu tercepat yang dibutuhkan responden untuk menyiapkan susu bubuk formula bayi ialah 1 menit. Sebanyak 63% dari 30 responden melakukan penyiapan susu bubuk formula bayi selama 1 menit. Dalam praktik penyiapan ini, waktu penyiapan susu bubuk formula bayi tidak akan melewati fase lag dari Cronobacter spp. Fase lag susu bubuk formula bayi yang direkonstitusi dengan air bersuhu 30oC, 40oC dan 50oC pada suhu ruangan sebesar 30oC serta lama penyiapan 15 menit secara berturut-turut ialah 1.98 jam, 1.42 jam dan 0.92 jam. Fase lag akan lebih pendek apabila suhu rekonstitusi dan suhu lingkungan lebih tinggi (Prasetyawati 2013).

Gambar 5 Persentase lama penyiapan atau rekonstitusi susu bubuk formula bayi oleh 30 responden (BPOM 2014)

3% 26oC

7% 29oC

34% 31oC

43% 32oC

13% 34oC

63% 1 menit 27%

2 menit 7%

(35)

Dari 30 responden, 8 di antaranya melakukan praktik pendinginan sebelum susu formula diberikan kepada bayi. Berdasarkan hasil survei, waktu terlama yang dibutuhkan responden untuk mendinginkan susu formula sebelum diberikan kepada bayi ialah 10 menit, sedangkan waktu tercepat yang dibutuhkan responden untuk mendinginkan susu formula sebelum diberikan kepada bayi ialah 2 menit. Sebanyak 50% dari 8 responden membutuhkan waktu selama 5 menit untuk mendinginkan susu formula sebelum diberikan kepada bayi. Sama halnya dengan lama penyiapan, lama pendinginan susu formula bayi oleh responden pada penelitian ini dapat dikatakan aman karena masih berkisar antara 2 menit sampai 10 menit. Waktu tersebut masih berada di bawah waktu yang dibutuhkan

Cronobacter spp. untuk beradaptasi. BPOM (2009b) menganjurkan cara

pendinginan dengan merendam bagian bawah botol susu di dalam air bersih dingin, sampai suhunya sesuai untuk diminum. Cara tersebut dapat meminimalisir waktu yang dibutuhkan untuk mendinginkan susu formula bayi.

Gambar 6 Lama pendinginan susu formula sebelum diberikan kepada bayi oleh 8 responden (BPOM 2014)

Praktik Penyimpanan Sisa Susu Formula Bayi

(36)

22

Gambar 7 Lama penyimpanan sisa susu formula bayi oleh 11 responden (BPOM 2014)

Estimasi Pertumbuhan Cronobacter spp. dari 16 Skenario Terpilih

FAO/WHO (2006) mengategorisasikan 24 dasar skenario praktik konsumen dalam menyiapkan dan menyimpan susu bubuk formula bayi sebelum diberikan berdasarkan informasi yang didapatkan dari survei di tingkat rumah tangga, rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya di berbagai negara. Pada penelitian ini juga disusun beberapa skenario praktik penyiapan, pemberian dan penyimpanan susu bubuk formula bayi, berdasarkan hasil survei di tingkat rumah tangga, daerah Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Skenario yang disusun pada penelitian ini sangat berbeda dengan skenario FAO/WHO dari segi tahapan yang dilakukan dalam menyiapkan dan menangani susu bubuk formula bayi , serta besarnya suhu dan waktu yang digunakan.

Dari hasil survei didapatkan sebanyak 16 skenario praktik penyiapan, pemberian dan penyimpanan susu bubuk formula bayi yang mewakili praktik oleh 30 responden. Skenario dipilih berdasarkan tahapan yang dilakukan responden dalam menyiapkan dan menangani susu formula bayi serta suhu air yang digunakan untuk merekonstitusi susu bubuk formula bayi. Tabel 4 menunjukkan pemilihan skenario dari 30 responden. Setiap responden dikelompokkan ke dalam berbagai tahapan serupa yang dilakukan, kemudian pada setiap kelompok tahapan dipilih responden yang merekonstitusi susu bubuk formula bayi dengan suhu air tertinggi, sedang dan terendah. Responden yang menggunakan suhu air yang sama atau mendekati dipilih salah satu saja. Tanda berwarna kuning pada tabel 4 menunjukkan skenario yang dipilih untuk penelitian ini.

3 responden 15 menit

1 responden 20 menit 4 responden

30 menit 1 responden

60 menit 1 responden

120 menit

(37)
(38)

24

Kriteria yang digunakan untuk mendeskripsikan 16 skenario penyiapan, pemberian dan penyimpanan susu bubuk formula bayi dapat dilihat pada tabel 5. Praktik penyiapan susu bubuk formula bayi meliputi tahap penyiapan (rekonstitusi) dan pendinginan, sedangkan praktik penyimpanan susu formula bayi meliputi tahap penyimpanan sisa susu, pemanasan kembali dan pemberian ulang. Estimasi pertumbuhan Cronobacter spp. menggunakan model kuantitatif kajian risiko Cronobacter spp. pada susu bubuk formula bayi oleh FAO/WHO, yang rumusnya dapat dilihat pada bagian metode dalam skripsi ini.

(39)

Tabel 5 Kriteria yang digunakan untuk mendeskripsikan 16 skenario penyiapan, pemberian dan penyimpanan susu bubuk formula bayi (BPOM 2014)

Deskripsi

Suhu dan Waktu

Penyiapan Pendinginan Pemberian Penyimpanan

sisa susu Pemanasan kembali

(40)

26

Deskripsi

Suhu dan Waktu

Penyiapan Pendinginan Pemberian Penyimpanan

sisa susu Pemanasan kembali Pemberian ulang

(41)

Deskripsi

Suhu dan Waktu

Penyiapan Pendinginan Pemberian Penyimpanan

sisa susu Pemanasan kembali Pemberian ulang

(42)

28

Perubahan logaritma dari Cronobacter spp. pada titik konsumsi adalah penjumlahan antara pertumbuhan dan penurunan logaritma sebagai dampak dari profil suhu selama penyiapan, pemberian dan penyimpanan susu formula. Asumsi tingkat kontaminasi awal Cronobacter spp. yang digunakan pada prediksi ini adalah 1 CFU/100g atau 0 log CFU/100g dan 3 CFU/100g atau 0.48 log CFU/100g. Contoh hasil perhitungan estimasi pertumbuhan Cronobacter spp. menggunakan model kuantitatif kajian risiko Cronobacter spp. pada susu bubuk formula bayi oleh FAO/WHOdengan bantuan perangkat lunak Ms. EXCEL pada skenario 10 serta cara perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2.

Selanjutnya, hasil perhitungan estimasi pertumbuhan Cronobacter spp. diplot ke dalam kurva yang menunjukkan hubungan antara profil suhu susu formula bayi dengan perubahan jumlah Cronobacter spp. Kurva dari 16 skenario terpilih dapat dilihat pada gambar 8 sampai 23 di bawah ini.

Gambar 8 Perubahan jumlah Cronobacter spp. pada skenario 1

Gambar 9 Perubahan jumlah Cronobacter spp. pada skenario 2

(43)

Gambar 10 Perubahan jumlah Cronobacter spp. pada skenario 3

Gambar 11 Perubahan jumlah Cronobacter spp. pada skenario 4

Gambar 12 Perubahan jumlah Cronobacter spp. pada skenario 5

(44)

30

Gambar 13 Perubahan jumlah Cronobacter spp. pada skenario 6

Gambar 14 Perubahan jumlah Cronobacter spp. pada skenario 7

Gambar 15 Perubahan jumlah Cronobacter spp. pada skenario 8

(45)

Gambar 16 Perubahan jumlah Cronobacter spp. pada skenario 9

Gambar 17 Perubahan jumlah Cronobacter spp. pada skenario 10

Gambar 18 Perubahan jumlah Cronobacter spp. pada skenario 11

(46)

32

Gambar 19 Perubahan jumlah Cronobacter spp. pada skenario 12

Gambar 20 Perubahan jumlah Cronobacter spp. pada skenario 13

Gambar 21 Perubahan jumlah Cronobacter spp. pada skenario 14

(47)

Gambar 22 Perubahan jumlah Cronobacter spp. pada skenario 15

Gambar 23 Perubahan jumlah Cronobacter spp. pada skenario 16

(48)

34

Nilai tingkat kontaminasi akhir Cronobacter spp. pada susu formula bayi dari 16 skenario dapat dilihat pada tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6 Tingkat kontaminasi akhir Cronobacter spp. pada susu formula bayi Skenario Tingkat kontaminasi akhir

(asumsi tingkat kontaminasi awal sebesar 1 CFU/100g)

Tingkat kontaminasi akhir (asumsi tingkat kontaminasi

awal sebesar 3 CFU/100g)

1 0.16 0.48

Tabel 6 memperlihatkan bahwa tingkat kontaminasi akhir Cronobacter spp. tertinggi dihasilkan oleh skenario 16. Pada skenario 16, dengan mengasumsikan tingkat kontaminasi awal sebesar 1 CFU/100g dan 3 CFU/100g, maka kontaminasi akhir yang diperoleh secara berturut-turut ialah 89.12 CFU/100g dan 269.15 CFU/100g. Susu bubuk formula bayi pada skenario 16 direkonstitusi dengan air bersuhu 66oC dan waktu yang dibutuhkan dari tahap penyiapan hingga pemberian ulang ialah 4 jam 29 menit. Ketika susu bubuk formula bayi direkonstitusi dengan air bersuhu 66oC, terjadi penurunan jumlah Cronobacter

spp. sampai pada menit ke 55. Penurunan jumlah Cronobacter spp. menjadi 0.12 CFU/100g (apabila tingkat kontaminasi awal diasumsikan sebesar 1 CFU/100g) atau 0.36 CFU/100g (apabila tingkat kontaminasi awal diasumsikan sebesar 3 CFU/100g). Fase lag Cronobacter spp. pada skenario 16 ialah 23 menit. Meskipun fase lag telah mencapai 100%, Cronobacter spp. belum mengalami pertumbuhan pada menit ke 23. Hal tersebut dikarenakan suhu susu formula bayi masih berada di atas suhu maksimum pertumbuhan Cronobacter spp., yakni melebihi 49oC. Fase lag pada skenario 16 lebih cepat dibandingkan dengan fase

lag Cronobacter spp. ketika susu bubuk formula bayi direkonstitusi dengan air

(49)

merupakan nilai rata-rata populasi pada periode waktu terbatas, yang menggambarkan asumsi rata-rata pertumbuhan populasi (Prescott et al. 1999). Selanjutnya, nilai laju pertumbuhan spesifik digunakan untuk menentukan pertumbuhan Cronobacter spp. Rata-rata pertumbuhan Cronobacter spp. setiap 0.02 jam pada skenario 16 ialah 0.02 log CFU/100g. Pada skenario 16, hal yang paling berpengaruh terhadap tingginya pertumbuhan Cronobacter spp.ialah tahap penyimpanan selama 4 jam pada suhu ruang. Perubahan jumlah Cronobacter spp. dalam satuan log CFU/100g pada skenario 16 dapat dilihat pada gambar 23.

Tingkat kontaminasi akhir Cronobacter spp. tertinggi kedua dihasilkan oleh skenario 15. Pada skenario 15, dengan mengasumsikan tingkat kontaminasi awal sebesar 1 CFU/100g dan 3 CFU/100g, maka kontaminasi akhir yang diperoleh secara berturut-turut ialah 2 CFU/100g dan 6.02 CFU/100g. Susu bubuk formula bayi pada skenario 15 direkonstitusi dengan air bersuhu 38oC dan waktu yang dibutuhkan dari tahap penyiapan hingga pemberian ulang ialah 2 jam 5 menit. Pada skenario ini tidak terdapat penurunan jumlah Cronobacter spp., dikarenakan suhu susu formula bayi berada pada kisaran suhu pertumbuhan Cronobacter spp. Fase lag Cronobacter spp. pada skenario ini ialah 1 jam, 46 menit dan mulai terjadi pertumbuhan Cronobacter spp. pada waktu tersebut. Fase lag pada skenario 15 lebih lambat dibandingkan dengan fase lag Cronobacter spp. ketika susu bubuk formula bayi direkonstitusi dengan air bersuhu 40oC pada suhu ruangan sebesar 30oC, yakni 1 jam, 25 menit, 12 detik (Prasetyawati 2013).Rata-rata laju pertumbuhan spesifik pada skenario 15 ialah 2.06 setiap 0.02 jam, lalu didapatkan pertumbuhan Cronobacter spp. dengan rata-rata sebesar 0.02 log CFU/100g setiap 0.02 jam. Sama halnya dengan skenario 16, hal yang paling berpengaruh terhadap tingginya pertumbuhan Cronobacter spp. pada skenario 15 ialah tahap penyimpanan selama 2 jam pada suhu ruang. Perubahan jumlah

Cronobacter spp. dalam satuan log CFU/100g pada skenario 15 dapat dilihat pada

gambar 22.

Tingkat kontaminasi akhir Cronobacter spp. terendah dihasilkan oleh skenario 1. Pada skenario 1, dengan mengasumsikan tingkat kontaminasi awal sebesar 1 CFU/100g dan 3 CFU/100g, maka kontaminasi akhir yang diperoleh maksimum pertumbuhan Cronobacter spp. sampai pada tahap pemberian ulang. Hal ini dikarenakan pada tahap penyimpanan sisa susu, botol susu direndam dalam wadah berisi air panas bersuhu 63oC. Perubahan jumlah Cronobacter spp. dalam satuan log CFU/100g pada skenario 1 dapat dilihat pada gambar 8.

(50)

36

Setiap skenario memiliki fase lag yang berbeda-beda. Fase lag terpendek adalah 0.38 jam (23 menit), dicapai oleh skenario 16, ketika susu bubuk formula bayi direkonstitusi dengan air bersuhu 66oC pada suhu ruangan sebesar 32oC dan waktu yang diperlukan dari tahap penyiapan sampai tahap pemberian ulang ialah 4 jam, 29 menit. Fase lag terlama adalah 1 jam 46 menit, ditunjukkan oleh skenario 15, ketika susu bubuk formula bayi direkonstitusi dengan air bersuhu 38oC pada suhu ruangan sebesar 32oC dan waktu yang diperlukan dari tahap penyiapan hingga pemberian ulang ialah 2 jam 5 menit. Fase lag pada skenario 3 adalah 0.86 jam (52 menit), ketika susu bubuk formula bayi direkonstitusi dengan air bersuhu 35oC pada suhu ruangan sebesar 32oC dan waktu yang diperlukan dari tahap penyiapan sampai tahap pemberian ulang ialah 52 menit. Pada skenario 3 tidak terjadi pertumbuhan Cronobacter spp., meskipun fase lag telah mencapai 100%. Hal ini dikarenakan pada skenario 3 terdapat tahap pemanasan kembali dengan cara merendam botol susu dengan air panas bersuhu 69oC, sehingga suhu susu formula bayi berada di atas suhu maksimum pertumbuhan Cronobacter spp. Sama halnya dengan skenario 3, pada skenario 1 juga tidak terdapat pertumbuhan

Cronobacter spp., meskipun fase lag telah mencapai 100%. Fase lag skenario 1

sebesar 25 menit, ketika susu bubuk formula bayi direkonstitusi dengan air bersuhu 52oC pada suhu ruangan sebesar 31oC dan waktu yang diperlukan dari tahap penyiapan sampai tahap pemberian ulang ialah 38 menit. Hal tersebut dikarenakan pada skenario 1 suhu air yang digunakan untuk rekonstitusi berada di atas suhu maksimum pertumbuhan Cronobacter spp. dan pada tahap penyimpanan botol susu direndam dalam wadah berisi air panas bersuhu 66oC. Skenario 6 memiliki fase lag sebesar 44 menit, ketika susu bubuk formula bayi direkonstitusi dengan air bersuhu 53oC pada suhu ruangan sebesar 32oC dan waktu yang diperlukan dari tahap penyiapan sampai tahap pemberian ulang ialah 58 menit. Pada skenario 6 terdapat pertumbuhan Cronobacter spp. pada tahap penyimpanan, namun pada tahap awal telah terjadi penurunan Cronobacter spp. akibat suhu rekonstitusi berada di atas suhu maksimum pertumbuhan Cronobacter spp. Hal tersebut menjadikan tingkat kontaminasi akhir Cronobacter spp. pada skenario 6 berada di bawah tingkat kontaminasi awalnya.

Fase lag akan lebih pendek apabila suhu rekonstitusi dan suhu lingkungan lebih tinggi (Prasetyawati 2013). Fase lag Cronobacter spp. pada 11 skenario tidak mencapai 100%. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pertumbuhan

Cronobacter spp. yang terjadi pada susu formula bayi dari tahap penyiapan

hingga pemberian kepada bayi selesai. Hanya skenario 1, 3, 6, 15 dan 16 yang mencapai fase lag 100%.

Apabila tingkat kontaminasi awal Cronobacter spp. pada susu bubuk formula bayi diasumsikan sebesar 1 CFU/100g, hanya skenario 16 yang menunjukkan tingkat kontaminasi akhir Cronobacter spp. yang melebihi perkiraan awal dosis infeksi menurut Iversen dan Forsythe (2003) yaitu sebesar 3 CFU/100g. Apabila tingkat kontaminasi awal Cronobacter spp. pada susu bubuk formula bayi diasumsikan sebesar 3 CFU/100g, skenario 7 sampai 16 dapat menimbulkan risiko infeksi Cronobacter spp.

(51)

harus dilakukan untuk meningkatkan pemahaman konsumen terhadap risiko peningkatan pertumbuhan bakteri dari praktik penyiapan dan penanganan susu formula bayi yang tidak benar, serta untuk meningkatkan kesadaran konsumen bahwa susu bubuk formula bayi bukan merupakan produk yang steril. Selain itu perlu ditekankan bahwa penyimpanan sisa susu yang terlampau lama sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan Cronobacter spp.

Komunikasi risiko dapat diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan terlebih dahulu, selanjutnya tenaga kesehatan tersebut memberikan edukasi kepada para ibu. Perlu diketahui bahwa responden ibu yang digunakan pada survei ini, 70% di antaranya memiliki pendidikan terakhir SMA/sederajat, sehingga kemungkinan responden kurang memiliki pengetahuan mengenai bahaya-bahaya yang dapat ditumbulkan oleh bakteri. Produsen susu bubuk formula bayi juga harus melakukan pengendalian proses produksi dengan penerapan standar higienitas yang tinggi dan penerapan sistem Hazard Analytical

Critical Control Point (HACCP) yang ketat sehingga kontaminasi Cronobacter

spp. pada produk dapat negatif.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suhu air yang digunakan responden tidak memenuhi suhu yang direkomendasikan oleh FAO/WHO untuk merekonstitusi susu bubuk formula bayi yaitu sebesar 70oC. Sebanyak 15 dari 30 responden pada survei ini merekonstitusi susu bubuk formula bayi dengan suhu air optimum pertumbuhan Cronobacter spp., yaitu antara 30oC hingga 40oC. Selain itu, hanya 1 dari 11 responden yang melakukan penyimpanan sisa susu formula bayi pada suhu refrigerasi dan lama penyimpanan yang tidak melebihi 120 menit sesuai rekomendasi oleh FAO/WHO.

Hal yang paling memengaruhi tinggi rendahnya tingkat kontaminasi akhir

Cronobacter spp. pada penelitian ini ialah besarnya tingkat kontaminasi awal

Cronobacter spp., lamanya tahap penyimpanan dan suhu rekonstitusi susu bubuk

formula bayi. Semakin tinggi tingkat kontaminasi awal, maka tingkat kontaminasi akhir juga semakin tinggi. Semakin lama tahap penyimpanan susu formula bayi, semakin tinggi tingkat kontaminasi akhir. Tingkat kontaminasi akhir akan semakin tinggi apabila suhu yang digunakan untuk merekonstitusi susu bubuk formula bayi merupakan suhu pertumbuhan Cronobacter spp., yakni 2.5oC hingga 49oC (Kandhai et al. 2006). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skenario 16 merupakan skenario yang paling berisiko terhadap infeksi Cronobacter spp., baik pada asumsi tingkat kontaminasi awal sebesar 1 CFU/100g maupun 3 CFU/100g. Pada skenario 16, dengan mengasumsikan tingkat kontaminasi awal sebesar 1 CFU/100g dan 3 CFU/100g, maka kontaminasi akhir yang diperoleh secara berturut-turut ialah 89.12 CFU/100g dan 269.15 CFU/100g. Pada skenario 16 mencakup tahap penyimpanan yang berisiko yaitu selama 4 jam.

Skenario 7 sampai dengan 15 dapat menimbulkan risiko infeksi

Cronobacter spp., apabila asumsi tingkat kontaminasi awal sebesar 3 CFU/100g.

(52)

38

dapat menurunkan tingkat kontaminasi awalnya. Selain itu, pada skenario 15 terdapat tahap penyimpanan selama 2 jam yang mengakibatkan terjadinya pertumbuhan Cronobacter spp., sehingga tingkat kontaminasi akhir Cronobacter

spp. pada skenario 15 cukup tinggi yaitu 6.02 CFU/100g.

Tingkat kontaminasi akhir terendah dari Cronobacter spp. dihasilkan oleh skenario 1. Pada skenario 1, dengan mengasumsikan tingkat kontaminasi awal sebesar 1 CFU/100g dan 3 CFU/100g, maka kontaminasi akhir yang diperoleh secara berturut-turut ialah 0.16 CFU/100g dan 0.48 CFU/100g. Skenario 1 sampai dengan 6 merupakan skenario yang aman terhadap infeksi Cronobacter spp., baik pada asumsi tingkat kontaminasi awal sebesar 1 CFU/100g maupun 3 CFU/100g. Nilai tingkat kontaminasi akhir dari skenario tersebut lebih rendah dibandingkan perkiraan awal dosis infeksi menurut Iversen dan Forsythe (2003), yaitu sebesar 3 CFU/100g. Hal tersebut dikarenakan suhu yang digunakan untuk merekonstitusi susu bubuk formula bayi pada skenario 1 sampai dengan 6 (kecuali skenario 3) berada di atas suhu maksimum pertumbuhan Cronobacter spp., sehingga terjadi penurunan Cronobacter spp. Meskipun suhu rekonstitusi pada skenario 3 merupakan suhu pertumbuhan Cronobacter spp., namun terdapat tahap pemanasan kembali dengan suhu 69oC sehingga terjadi penurunan Cronobacter

spp. Pada penelitian ini, suhu air untuk merekonstitusi susu bubuk formula bayi tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan Cronobacter spp., melainkan tahap penyimpanan sisa susu yang terlampau lama seperti pada skenario 15 dan 16 secara berturut-turut, yaitu selama 2 jam dan 4 jam.

Saran

Komunikasi risiko yang efektif terkait keamanan susu bubuk formula bayi sangatlah penting untuk dilakukan. Komunikasi tersebut harus dilakukan untuk meningkatkan pemahaman konsumen terhadap risiko peningkatan pertumbuhan

Cronobacter spp. dari praktik penanganan dan penyimpanan susu formula bayi

yang tidak benar, serta untuk meningkatkan kesadaran konsumen bahwa susu bubuk formula bayi bukan merupakan produk yang steril. Selain itu perlu ditekankan bahwa penyimpanan sisa susu yang terlampau lama sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan Cronobacter spp. Komunikasi risiko dapat diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan terlebih dahulu, selanjutnya tenaga kesehatan tersebut memberikan edukasi kepada para ibu. Produsen susu bubuk formula bayi juga harus melakukan pengendalian proses produksi dengan penerapan standar higienitas yang tinggi dan sistem Hazard Analytical Critical

Control Point (HACCP) yang ketat sehingga kontaminasi Cronobacter spp. pada

Gambar

Gambar 1   Proses pengolahan susu formula dengan tipe pengolahan pencampuran
Gambar 2 Diagram 24 dasar skenario penyiapan susu bubuk formula bayi pada kajian risiko oleh FAO/WHO (FAO/WHO 2006)
Tabel 2 Contoh kriteria yang digunakan untuk mendeskripsikan 8 skenario penyiapan dan penanganan susu bubuk formula bayi (FAO/WHO 2006)
Tabel 3 Nilai parameter yang digunakan untuk model kuantitatif kajian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, persamaan yang didapatkan dari optimasi menggunakan RSM dapat digunakan untuk menghitung rendemen teoritis sintesis senyawa tersebut.. xiv

Sehingga, perancangan pasar wisata dengan pendekatan historicism di Kota Malang ini diharapkan dapat menjadi identitas Kota Malang, dan lebih mengenalkan wisatawan akan unsur

Masyarakat Leuwikidang RT 003/RW 002 Kelurahan Cibunigeulis Kec.Bungursari Kota Tasikmalaya menyadari bahwa dana yang dibutuhkan dalam proposal ini tidak sedikit

Teknik pengujian kualitas bakteriologi daging ayam dan sapi yang dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Balai Besar Veteriner Yogyakarta adalah dengan melakukan

Implikasi Yuridis terhadap istri dari perkawinan kedua/ketiga/keempat Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pria yang tidak dicatatkan ditinjau dari Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974

1) Pemberian skor pada jawaban uraian sebaiknya dilakukan per nomor soal yang sama untuk semua jawaban peserta didik agar konsistensi penskor terjaga dan skor

Berdasarkan analisis metafora bentuk animate pada metafora dalam mantra masyarakat Melayu Galing Sambas, didapatkan saran penelitian selanjutnya sebagai berikut: 1)

4 Donasi Melakukan donasi 5 Riwayat Donasi Melihat riwayat donasi yang telah dilakukan 6 Konfirmasi Donasi Melakukan konfirmasi bahwa donasinya telah dijemput