SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Sebagai Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh
Iin Nurhayati
NIM 106054002039
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
PEMBERDAYAAN ANAK ASUH DI YAYASAN MASJID JAMI BINTARO JAYA”.
Telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Kamis, tanggal 17 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam.
Jakarta, 17 Juni 2010
Sidang munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota Sekertaris Merangkap Anggota
Drs. Study Rizal Lk, M.Ag Wati Nilamsari, M.Si
NIP. 19640428 199303 1 002 NIP. 19710520 199963 2 002
Anggota
Penguji I Penguji II
Dr. Asep Usman Ismail, M. Ag Wati Nilamsari, M. Si
NIP. 19600720 199103 1 001 NIP. 19710520 199963 2 002
Pembimbing
BINTARO JAYA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Sebagai Syarat
untuk Meraih Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh :
Iin Nurhayati NIM. 106054002039
Di bawah bimbingan
Dra. Mahmudah Fitriyah ZA., M.Pd NIP. 19640212 199703 2 001
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
i
Kemiskinan dan kemerosotan moral maupun spiritual merupakan indikasi keputusasaan dan tidakberdayaan anak-anak termasuk anak asuh ini harus disikapi dengan baik, sebab setiap masalah yang menyentuh kehidupan anak dalam jumlah besar akan berdampak tidak menguntungkan bagi kehidupan bangsa dan negara secara keseluruhan di masa datang.
Masalah kesejahteraan anak asuh yang cenderung menunjukan perkembangan ke arah yang semakin luas dan kompleks, memerlukan berkelanjutan upaya penanganan masalah anak asuh telah banyak dilakukan, baik lembaga pemerintah dan lembaga non pemerintah. Daerah Bintaro, Yayasan Masjid Jami Bintaro Jaya mendirikan sebuah lembaga sosial yang khususnya menangulangi masalah anak asuh atau dhua’fa yang bernama Panti Asuhan Baiturrahman yang memberikan pelayanan sosial terhadap anak asuh. Yang meliputi pembinaan fisik, mental, kemandirian maupun pelatihan keterampilan. Strategi pemberdayaan anak asuh melalui kemandirian agar dapat merubah dan mengembangkan kemampuan dan keahlian mereka, pada pentingnya suatu karya yang berguna dan bermanfaat serta dapat membuat anak-anak asuh bisa berlatih hidup mandiri dalam berperilaku, berbahasa serta mempunyai jiwa yang kreatif..
Penelitian ini bertujuan memahami strategi pemberdayaan anak asuh disekitar Panti Asuhan Baiturrahman yang dilakukan Yayasan Masjid Jami Bintaro Jaya. Penelitian ini difokuskan melalui program kemandirian. Penelitian dilakukan denngan menggunakan pendekatan kualitatif (pemahaman, pandangan, dan tanggapan). Data tersebut diperoleh melalui metode wawancara dan observasi secara langsung terhadap kegiatan kemandirian anak asuh di Panti Asuhan Baiturrahman Yayasan Masjid Jami Bintaro Jaya ini.
ii
karunia dan nikmat Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan naskah skripsi
yang berjudul “Strategi Pemberdayaan Anak Asuh Di Panti Asuhan Baiturrahman Yayasan Masjid Jami Bintaro Jaya” ini dapat terselesaikan. Dengan selesainya naskah skripsi ini ucapkan terima kasih yang tak terhingga
penulisan samapikan kepada:
1. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dra. Mahmudah Fitriyah, M.Pd selaku pembimbing dan Ketua Jurusan
Pengembangan masyarakat Islam yang dengan sabar memberikan
petunjuk, arahan serta bimbingan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
3. Ibu Wati Nilamsari, M.Si selaku penasehat akademik dan Sekertaris
Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam yang senantiasa memberikan
wejang-wejangannya kepada penulis ketika kuliah sampai selesainya
skripsi ini.
4. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan
ilmunya.
5. Ayah ( Armat ) dan Ibu ( Cicih S ) yang telah memberikan do’a, cinta, dan
kasih saying, serta dorongan selama menjalankan pendidikan dasar hingga
kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Juga kepada kakaku Lili
Waliyudin dan adikku Intan Permatasari.
6. Kepala Panti dan pengurus Panti Asuhan serta para anak asuh, terima
kasih atas bantuan dan informasi dan data-data yang diperlukan penulis
iii
meluangkan waktunya hingga selesainya skripsi ini.
9. Semua sahabat-sahabat PMI, Khususnya angkatan 2006 yang telah
bersama penulis selama emapt tahun dalam duka gembira.
10.Teman-teman kost yang telah memberikan keramiaan dikala sepi,
kegembiraan dikala sedih, dan semangat dikala putus asa (Ochi, Eni, Uun,
Lia, Rika, Listi, Maya).
11.Untuk Yanis Sarohmah yang selalu bersama dalam membuat skripsi.
12.Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu yang telah
membantu skripsi ini.
Semoga Allah SWT, senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya
kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut di atas.
Skripsi ini tentu saja jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis dengan senang
hati menerima kritik dan saran demi perbaaikan. Akhirnya semoga skripsi ini
dapat digunakan dengan sebaik-baiknya serta memiliki banyak manfaat bagi
semua. Semoga amal bapak dan ibu dan saudara-saudaraku sekalian mendapatkan
imbalan dan pahala yang berlimpah dari Allah SWT.
Jakarta, Juni 2010
iv
DAFTAR ISI
... iv
BAB I PENDAHULUAN
A.L
atar Belakang Masalah ... 1B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
D. Metodelogi Penelitian ... 7
E. Tinjauan Pustaka ... 12
F. Sistematika Penulisan ... 13
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Strategi ... 15B. Pengertian Pemberdayaan ... 24
C. Pengertian Anak Asuh ... 46
D. Pengertian Kemandirian ... 48
BAB III GAMBARAN UMUM PANTI ASUHAN
BAITURRAHMAN
A. Latar Belakang Berdirinya Panti ... 57B. Visi dan Misi ... 66
C. Tujuan ... 67
v
A. Temuan ... 74
B. Analisis ... 86
C. Hasil Program ... 94
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 97
B. Saran ... 98
DAFTAR PUSTAKA
... 100A. Latar Belakang Masalah
Islam memberikan tempat dan perhatian yang tinggi kepada anak-anak,
prinsipnya anak-anak di dalam Islam adalah amanah sekaligus karunia Tuhan
Yang Maha Esa yang diberikan Allah kepada setiap manusia. Amanah
tersebut harus kita pelihara dengan baik, karena di dalam diri anak terdapat
harkat, martabat, dan hak untuk hidup dengan layak. Anak juga sebagai
potensi dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, agama, dan
keluarga. Memiliki posisi yang sangat strategis dalam menjamin
kelangsungan eksistensi kehidupan manusia di masa depan. Artinya, kondisi
anak pada saat ini sangat menetukan masa depan bangsa di masa yang akan
datang, kebutuhan anak-anak baik kebutuhan fisik, sosial maupun mental
rohaniyah, harus terpenuhi agar tumbuh menjadi generasi yang berkualitas.1
Anak-anak dari kaum miskin atau dhu’afa yang ada di Indonesia
merupakan bagian dari komponen masyarakat yang mempunyai hak dan
kewajiban yang sama dengan anggota masyarakat yang lain untuk
memperoleh pendidikan yang layak. Kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sejatinya dapat diberikan kepada
mereka, baik melalui pemerintah atau pun melalui kelompok masyarakat
1 Jurnal Informasi Kajian Permasalahan Sosial dan Usaha Kesejahteraan Sosial (Jakarta:
Pusat Pelatihan Kesejahteraan Sosial Badan pelatihan dan Pengembangan Sosial Departement Sosial Republik Indonesia 2005) h.42
yang memiliki kepedulian yang tinggi kepada kelompok sosial yang kurang
beruntung tersebut di atas.2
”Anak berhak untuk tumbuh kembang secara wajar serta memperoleh
perawatan, pelayanan, asuhan, dan perlindungan yang bertujuan untuk
mewujudkan kesejahteraannya. Anak juga berhak atas peluang dan dukungan
untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi diri dan kemampuannya.
Namun tidak semua keluarga dapat memenuhi seluruh hak dan kebutuhan
anak, disebabkan oleh krisis ekonomi, kemiskinan dan menurunnya
kegairahan masyarakat terhadap ilmu pengetahuan, maupun semakin
keringnya spiritualitas adalah merupakan indikasi keputusan dan
ketidakberdayaan anak-anak akibat tidak terpenuhinya kebutuhan pokok
kehidupan anak”.3
Krisis ekonomi telah mempengaruhi kehidupan dan daya beli
keluarga-keluarga, yang akhirnya juga berdampak kepada pendidikan anak-anak.
Sebagian besar anak-anak Indonesia telah kehilangan kesempatannya sebagai
anak-anak bahkan kesulitan ekonomi keluarga dapat mengancam masa depan
mereka bila mereka tidak memperoleh pendidikan yang semestrinya, padahal
pendidikan sangatlah penting bagi mereka terutama untuk memperbaiki
kondisi perekonomian keluarga. Sekalipun pemerintah merencanagkan
2 Owin Jamasy, Keadilan Pemberdayaan dan Penanggulangi Kemiskinan, (Jakarta:
Belantika, 1998), h. 28
3 Triyanti, Maria April Anny, Pemberdayaan Anak Jalanan, DKI Jakarta (UI Indonesia
program wajib belajar Sembilan tahun dan telah mengurangi beban biaya
pendidikan dan disebagian besar pemerintah daerah telah menggratiskan
uang sekolah mereka. Dalam undang-undang juga tertulis bahwa pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cukup kreatif, mandiri dan menjadi warga
Negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.4
Walaupun pemerintah dan sejumlah pemerintah daerah telah mengurangi
beban biaya pendidikan peserta didik, realitasnya tidak sedikit di antara
anak-anak dari keluarga yang kurang mamapu justru terabaikan dan belum bisa
terjamah oleh kebijakan tersebut, untuk itu kita saksikan masih banyak
anak-anak yang belum mendapatkan, mengikuti atau melanjutkan pendidikan.
Selain pendidikan secara formal, anak-anak yang berusia dibawah 16 tahun
yang semsetinya masih harus diperhatikan memperoleh asuhan dari orang
tuanya, karena berbagai alasan terjebak kedalam kondisi keterlantaran.
Banyak orang tua mengalami pemutusan hubungan kerja. Sementara
harga-harga barang pun meningkat tinggi. Agar dapat mempertahankan
kehidupan ekonomi keluarga sebagian orang tua membolehkan anak-anak
mereka masuk ke panti asuhan. Karena ketiadaan biaya.5
4Undang-undang No 2, Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003Baba II pasal 2
5
Panti Asuhan “Baiturrahman” Yayasan Masjid Jami Bintaro Jaya
menangkap realitas sosial yang terjadi di dalam masyarakat tersebut sebagai
sebuah peluang untuk membantu masyarakat dengan memberikan perhatian
yang lebih komprehensip bagi pendidikan sebagian anak yang belum
memiliki kesempatan memperoleh pendidikan sebagaimana mestinya, yaitu
membantu memberikan pembinaan dan kesempatan menempuh pendidikan
bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu atau dhu’afa. Atas dasar kondisi
dan pemikiran tersebut di atas, maka maka Yayasan Masjid Jami’ Bintaro
Jaya mendirikan lembaga sosial yang memiliki perhatian untuk menjawab
masalah tesebut di atas, yaitu dengan mendirikan Panti Asuhan yang diberi
nama Panti Asuhan “Baiturrahman” Yayasan Masjid Jami’ Bintaro Jaya
dengan berpola pendidikan yang terlah direncanakan sesuai dengan visi misi
yang telah dibuat.
Pernyataan tersebut menarik untuk dikaji dan dianalisi sekaligus yang
mendasari penulis untuk melakukan penelitian secara rasional dan objektif.
Panti Asuhan Baiturrahman ini adalah disini mereka mencoba membantu
anak anak yang kurang mampu khususnya kepada masyarakat yang ada
disekitar Panti Asuhan. Berdasarkan permasalahan sebagaimana disebutkan
diatas, untuk itu, penulis mengambil judul. “STRATEGI PANTI
ANAK ASUH DI YAYASAN MASJID JAMI BINTARO
JAYA”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah tersebut, agar dapat penelitian
ini terarah serta tidak melebar maka dari itu peneliti membatasi penelitian
ini pada strategi Panti Asuhan Baiturrahman pada aras mikro dan mezzo
dengan berbasis pemberdayaan anak asuh yang dilakukan oleh di Yayasan
Masjid Jami Bintaro Jaya.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan
permasalahan penelitian ini pada:
1. Bagaimana Strategi Panti Asuhan Baiturrahman pada aras mikro,
mezzo dengan berbasis pemberdayaan anak asuh yang dilakukan di
Masjid Jami Bintaro Jaya?.
2. Bagaimana hasil yang telah dicapai Panti Asuhan Baiturrahman
dalam pemberdayaan anak asuh di Yayasan Masjid Jami Bintaro
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Setelah memperhatikan judul serta latar belakang masalah, maka
penelitian ini bertujuan untuk:
a. Untuk mengetahui Strategi Panti Asuhan Baiturrahman
Pemberdayaan Anak Asuh di Panti Asuhan Batirrahman Masjid Jami
Bintaro Jaya.
b. Untuk mengetahui bagaimana hasil yang telah dicapai Panti Asuhan
Baiturrahman dalam pemberdayaan anak asuh di Yayasan Masjid
Jami Bintaro Jaya.
2. Manfaat Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan tersebut, maka manfaat
penelitiannya adalah:
a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi informasi bagi
pengasuh panti asuhan cara pemberdayaan anak asuh dalam
meningkatkan kemandirian anak dan mencapai tujuan yang
maksimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan lembaga.
b. Dapat memberikan sumbangan dalam ilmu pendidikan khususnya
c. Penelitian ini menjadi bekal bagi penulis untuk mengetahui
cara-cara meneliti nantinya.
D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif yaitu untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian.6 Pendekatan yang digunakan karena beberapa
pertimbangan yaitu bersifat luwes atau fleksibel, tidak terlalu rinci, tidak
lazim mengidentifikasi suatu konsep, serta memberi kemungkinan bagi
perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar,
menarik, dan unik bermakna di lapangan.7
Pertimbangan penulis menggunakan pendekatan kualitatif, karena
penulis bermaksud meneliti secara mendalam, menyajikan data secara
akurat, dan menggambarkan kondisi sebenarnya secara jelas.
Selain itu, Melalui pendekatan kualitatif ini penulis berharap dapat
menggambarkan dan menganalisis srtategi Panti Asuhan Baiturrahman
dalam pemberdayaan anak asuh di Yayasan Masjid Jami Bintaro Jaya.
6Lexyi J. Moleong, Metedologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004), h. 6
7 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Grafindo
2. Waktu dan Tempat
Waktu Penelitian ini dilakukan mulai dari tanggal 08 Februari 2010
sampai dengan tanggal 21 Mei 2010 di Panti Asuhan Baiturrahman.
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah Panti Asuhan Baiturrahman yang
terletak di Yayasan Masjid Jami Bintaro Jaya. Sedangkan objeknya
strategi Panti Asuhan Baiturrahman dalam pemberdayaan anak asuh di
Yayasan Masjid Jami Bintaro Jaya
4. Teknik Pengambilan Data
a. Wawancara
Yang dimaksud wawancara adalah metode pengumpulan data
dengan jalan Tanya jawab antara dua orang atau lebih secara
langsung. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang
berdasarkan dari laporan verbal, pada wawancara ini terdapat dialog
yang dilakukan oleh penulis dengan yang diwawancara. Untuk
mendapatkan data yang objektif penulis mengadakan wawancara
kepada Ketua Panti Asuhan Baiturrahman Yayasan Masjid Jami
Bintaro Jaya yaitu bertanya gambaran umum Panti Asuhan
Baiturrahman Yayasan Masjid Jami Bintaro Jaya. Dan Anak Asuh
b. Observasi
Observasi yaitu untuk memperoleh dan mengumpulkan data
dengan melakukan pengamatan dan pencatatan langsung di lapangan
secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang muncul dan
mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena yang
diselidiki8. Observasi ini dilakukan untuk mendapatkan data yang
berkaitan dengan penelitian dalam pencatatan apa yang bisa dilihat
oleh mata, didengar oleh telinga, diraba oleh tangan dan kemudian
peneliti tuangkan dalam skripsi ini. Observasi ini dilakukan ketika
penulis berada di lokasi untuk melakukan observasi kurang lebih tiga
bulan ketika melakukan paraktikum kuliah pada bulan Oktober tahun
2009. Kemudian observasi dilanjutkan sebanyak satu kali selama
dalam penulisan skripsi, karena sebelumya penulis sering ke lokasi
bertemu dengan kepala panti dan anak-anak asuh.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah data pendukung yang memperkuat data
primer yang di dapat dari sumber data yang berupa dokumentasi dan
lapangan. Peneliti mengumpulkan, membaca dan mempelajari
berbagai bentuk data tertulis yang berupa laporan pertanggung
jawaban pengurus yang ada di lapangan serta data-data lain dijadikan
8 E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi, (Jakarta:
bahan analisa untuk hasil dalam penelitian ini. Teknik ini digunakan
untuk memperoleh data yang telah didokumentasikan dalam buku dan
majalah.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses penyusunan data agar bisa ditafsirkan,
dan memberikan makna pada analisis. Penafsiran hasil analisis data harus
melebihi atau mentransenden deskripsi. Model analisis yang dipakai dalam
penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif. Hal ini didasarkan atas
pertimbangan bahwa sasaran penelitian ini adalah kegiatan analisis data
meliputi kegiatan reduksi data, reduksi yaitu menganalisa sesuatu secara
keseluruhan kepada bagian-bagiannya atau menjelaskan tahap akhir dari
proses perkembangan sebelumnya yang lebih sederhana.9
Informasi dan keterangan yang ditemukan dalam penelitian ini
adalah menggunakan filed research (penelitian lapangan) dengan
menggunakan deskriptif (menggunakan data kualitatif).10 yaitu suatu
teknik analisis data dimana penulis terlebih dahulu memaparkan semua
data yang diperoleh dari hasil temuan secara sistematis, lalu diklarifikasi
untuk kemudian di analisis sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan
penelitian untuk selanjutnya disajikan dalam bentuk Bab III dan Bab IV.
9 Pius A Partanto M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994). H. 658
10 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:
Selanjutnya penyusunan skripsi ini dilakukan dengan mengacu pada
buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi yang diterbitkan
oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
6. Teknik Keabsahan Data
Kredibilitas (derajat kepercayaan) dengan menggunakan teknik
triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain, hal itu dapat dicapai dengan jalan:
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara,
misalnya untuk mengetahui pelaksanaan pemberdayaan anak asuh
yang dilakukan Panti Asuhan Baiturrahman Masjid Jami Bintaro Jaya
memalui program kemandirian.
b. Membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang lain, misalnya dalam hal ini peneliti
membandingkan jawaban yang diberikan oleh Panti Asuhan
Baiturrahman Masjid Jami Bintaro Jaya dengan jawaban yang
diberikan oleh kepala Panti Asuhan Baiturrahman yaitu bapak Jufri
Halim, M.Si.
c. Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang
berkaitan dengan masalah yang diajukan peneliti memanfaatkan
E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka ini bermuara pada penulisan sebelumnya, yaitu
beberapa skripsi yang pembahasannya memiliki kesamaan tema dengan judul
yang penulis bahas, judul skripsi yang penulis maksudkan antara lain sebagai
berikut:
1. Judul skripsi, “Strategi Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Kelompok
Swadaya Masyarakat (Kasus Implementasi di Lembaga Pengelola Zakat,
Infak, dan Sadakah (LP-ZIS) Ash-Shinaiyyah PT. Bukaka Teknik Utama
Tbk)”. Penulis Sunardi, Fakultas Dakwah dan Komuikasi, Jurusan
Pengembangan Masyarakat Isalam, tahun 2008. Hasil penelitian tersebut
lebih menitikberatkan pada lembaga pengelola Zakat, Infak, dan Sadakah
(LP-ZIS). Di mana pemberdayaan LPZiS adalah karyawan perusahaan
dengan mencoba mempraktekan kedermawanan mereka kepada
masyarakat yang dekat dengan perusahaan sekitar. Adapun kedekatan
penelitian tersebut dengan penulis skrpsi ini yaitu tentang Strategi
Pemberdayaan Masayarakt dan dapat mengembangkan kemampuan yang
mereka miliki bagi masyarakat sekitar.
2. Judul skripsi, “Pelaksanaan Program Pemberdayaan Anak Jalanan
Melalui Keterampilan di Panti Sosial Asuhan Anak Putera Utama V
Duren Sawit Jakarta Timur”, Penulis Roudhotunnajah, Fakultas Dakwah
Yang membedakan penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan
penelitian tersebut adalah objek dan subjek penelitiannya.
3. Judul skripsi, “Strategi Pemberdayaan Masyarakat Melalui Dakwah KH.
Zaiduddin Amir di Baduy Luar Kecamatan Leuwidamar Lebak Bnaten”.
Penulis Cucun Sumiati, fakultas Dakwah dan Komunikasi, Jurusan
Pengembangan Masyarakat Isalam, tahun 2007. Hasil penelitian Cucun
Sumiati adalah pada perubahan masyarakat Baduy luar, di mana
masyarakat Baduy dengan diberi pengarahan melalui dawkah.
F. Sistematika Penulisan
Untuk ketertiban pembahasan serta untuk mempermudah analisis
materi dalam penulisan skripsi, maka penulis menjelaskan dalam sistematika
penulisan. Penelitian dalam skripsi ini dibagi menjadi lima bab, setiap bab
dirinci dalam beberapa sub bab sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi
penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teori, yang meliputi Pengertian Strategi, dimensi strategi, faktor-faktor yang mempengaruhi startegi, Tahapan
Staregi, pengertian pemberdayaan, program dan proses
asuh, batasan anak asuh, pengertian kemandirian, ciri-ciri
kemandirian, faktok-faktor yang mempengaruhi kemandirian.
BAB III Gambaran Umum tentang Panti Asuhan Baiturrahman yang meliputi; sejarah berdirinya, visi dan misi, struktur organisasi,
sarana dan prasarana.
BAB IV Temuan dan Analisis meliputi pelaksanaan strategi pemberdayaan anak asuh pada aras mikro dan aras mezzo dengan berbasis bidang
pendidikan, bidang kerohanian, bidang fisik, dan bidang sosial.
Pada bab ini juga dijabarkan mengenai pelaksanaan anak asuh
dalam meningkatkan kemandirian, yakni meliputi tahapan
perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap pelestarian program.
BAB V Penutup, meliputi kesimpulan atau dari pemikiran yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya serta saran penulis yang
A. Pengertian Strategi
Menurut Sondang Siagian, Strategi adalah cara terbaik untuk
mempergunakan dana, daya tenaga yang tersedia sesuai dengan tuntunan
perubahan lingkungan.1 Menurut Chandler, strategi adalah penuntun dasar
goals jangka panjang.2 Kemudian menurut Onong Uchjana, strategi pada
hakekatnya adalah perencanaan dan manajemen untuk mencapai tujuan.3
Sedangkan strategi menurut Steinner dan Minner adalah penempatan misi,
penetapan sasaran organisasi, dengan meningat kekuatan eksternal dan
internal dalam perumusan kebijakan tertentu untuk mencapai sasaran dan
memastikan implementasinya secara tepat, sehingga tujuan dan sasaran utama
organisasi akan tercapai.4
Sementara Lawrence R. Jauch dan William F. Glueck menyatakan bahwa
strategi adalah rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang
mengaitkan keunggulan strategiperusahaan dengan tantangan lingkungan dan
1
Sondang Siagian, Analisys serta Perumusan Kebijaksanaan dan Strategi Organisasi, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1986), h. 17
2
Supriyono, Manajemen Strategi dan Kebijaksanaan Bisnis, (Yogyakarta: BPFC, 1985), h. 9
3
Onong Uchjana Efendy, Ilmu Komunikasi Teory dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. 1999), h. 32
4
George Steinner dan John Minner, Manajemen Startejik, (Jakarta: Erlangga, 2002), h. 20
yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama perusahaan dapat
dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan.5
Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustapadidjaja, strategi adalah keseluruhan
langkah (kebijaksanaan-kebijaksanaan) dengan perhitungan yang pasti guna
mencapai suatu tujuan atau untuk mengatasi suatu persoalan.6 Kemudian
menurut Ali Murtopo, strategi pada hakikatnya menjadi hal-hal yang
berkenaan dengan cara dan usaha masyarakat atau suatu bangsa untuk
mencapai tujuannya.7
Strategi adalah cara terbaik untuk mencapai beberapa sasaran. Untuk
menentukan mana yang terbaik tersebut akan tergantung dari Kriteria yang
digunakan.
Tujuan pada umumnya didefinisikan sebagai sesuatu yang ingin dicapai
dalam jangka panjang: seperti bertahan hidup, keamanan dan memaksimalkan
profit. Sasaran lebih nyata yaitu pencapaian hal-hal yang penting untuk
mencapai tujuan. Mencapai sasaran akan lebih mendekatkan pada tujuan.
Sasaran pada umumnya lebih spesifik dan harus dapat diukur dan biasanya
mencakup kerangka target dan waktu.
Strategi menyebutkan satu persatu hubungan penyebab dan hasil antara
apa yang dilakukan pelaku dan bagaimana dunia luar menanggapinya.
5
Lawrence R. Jauch dan William F. Glueck, Manajemen Strategi dan Kebijakan
Perusahaan, Edisi ke -3 (Jakarta: erlangga, 1988), h. 12
6
Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustapadidjaja, Teori dan Strategi Pembangunan
Nasional, (Jakarta: Haji MasAgung, cet. Ke -6, 1988), h. 13
7
Strategi disebut efektif jika hasil yang dicapai seperti yang diinginkan.
Karena kebanyakan situasi yang memerlukan analisis stratejik dan statis
melainkan interaktif dan dinamis, maka hubungan antara penyebab dan
hasilnya tidak tepat atau pasti.
1. Dimensi Strategi
Berdasarkan pengertiannya diatas dapat dijelaskan bahwa strategi
memiliki beberapa dimensi yang perlu diperhitungkan dan diketahui untuk
mengurangi dampak elemen ketidakpastian dalam merumuskan dan
mengimplementasikan staregi tersebut antara lain :
a. Dimensi Keterlibatan Manajemen Puncak
Keterlibatan manajemen puncak merupakan keharusan, karena
hanya pada tingkat manajemen puncak akan tampak segala bentuk
implikasi berbagai tantangan dan tuntutan lingkungan internal dan
eksternal, pada tingkat manajemen puncaklah terdapat cara pandang
yang holistik dan menyeluruh.8 Selain itu hanya manajemen puncaklah
yang memiliki wewenang untuk mengalokasikan dana, prasarana, dan
sumber lainnya dalam mengimplementasikan kebijakan yang telah
diputuskan. Dimensi Waktu dan Organisasi Masa Depan
b. Dimensi Lingkungan Internal dan Eksternal
8
Dimensi lingkungan internal dan eksternal adalah suatu kondisi
yang sedang dihadapi yang berupa kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman yang harus diketahui secara tepat untuk merumuskan
rencana strategi yang berjangka panjang.9 Dalam kondisi tersebut,
manajemen puncak perlu melakukan analisis yang objektif agar dapat
menentukan kemampuan organisasi berdasarkan berbagai sumber
yang dimiliki.
Dengan demikian, manajemen puncak memahami terhadap
kondisi lingkungan internal dan eksternal bagi organisasi dan mampu
melakukan berbagai pendekatan juga teknik untuk merumuskan
strategi organisasi yang dipimpinnya.
c. Dimensi Konsekuensi Isu Strategi
Dalam mengimplementasikan strategi harus didasarkan pada
penempatan organisasi sebagai suatu sistem. Setiap keputusan startegi
yang dilakukan harus dapat menjangkau semua komponen atau unsur
organisasi, baik arti sumber daya maupun arti satuan-satuan kerja
tersebut dikenal, seperti departeman, divisi, biro, seksi, dan
sebagainya.10
9
Ibid, h. 157
10
2. Faktor-Faktor yang Memperngaruhi Strategi
Adapun beberapa faktor yang menjadi pendukung dalam
merumuskan strategi, agar suatu organisasi tetap eksis, tangguh
menghadapi perubahan, dan mampu meningkatkan efektivitas dan
produktifitas. Faktor-faktor tersebut antara lain : tipe dan struktur
organisasi, gaya manajerial, kompleksitas lingkungan eksternal,
kompleksitas proses produksi, dan hakikat berbgai masalah yang dihadapi.
a. Tipe dan Struktur Organisasi
Struktur organisasi dapat didefinisikan sebagai “lukisan interaksi,
aktivitas-aktivitas peranan, hubungan-hubunngan, dan hirarki tujuan
suatu organisasi”.11
Tipe dan struktur organisasi yang dipilih untuk digunakan harus
berhubungan dengan kepribadian organisasi tersebut, sebab setiap
organisasi pasti memiliki kepribadian yang khas. Dengan demikian,
dalam struktur organisasi harus terdapat beberapa unsur, antara lain
spesialisasi kerja, standarisasi, koordinasi, sentralisasi atau
desentralisasi dalam pengambilan keputusan kerja dan ukuran kerja.12
b. Gaya Manajerial (kepemimpinan)
11
Abdul Syani, Manajemen Organisasi, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), h. 133
12
M. Ismail Yusanto dan M. Karebet Widjajakusuma, Pengantar manajemen
Dalam teori kepemimpinan dikenal berbagai teologi
kepemimpinan, antara lain dalah tipe otokratik, paternalistik, laisez
faire, demokratik, dan kharismatik.13 Namun demikian, tidak ada satu
tipe yang sesuai dan dapat digunakan secara konsisten pada semua jenis
dan kondisi organisasi.
c. Kompleksitas Lingkungan Eksternal
Lingkungan eksternal organisasi selalu bergerak dinamis.
Gerakan dinamis tersebut berpengaruh pada cara mengelola organisasi
dan termasuk dalam merumuskan dan menetapkan strategi.14 Karena
tidak ada organisasi yang dapat membebaskan diri dari dampak
lingkungan eksternal, maka dinamika tersebut harus dikenali,
dianalisis, diperhitungkan demi mencapai tujuan dan sasaran
organisasi.
d. Hakekat masalaah yang dihadapi
Strategi merupakan keputusan dasar yang diambil oleh
manajemen puncak melalui berbagai analisis dan perhitungan terhadap
lingkungan internal dan eksternal organisasi. Karena itu, keputusan
13
Sondang P. Siagian, Manajemen Startejik, h. 32
14
M. Ismail Yusanto dan M. Karebet Widjajakusuma, Pengantar manajemen
yang dambil oleh manajemen puncak akan menetukan kesinambungan
organisasi saat sekarang dan masa depan.15
3. Tahapan Strategi
Penerapan strategi suatu organisasi merupakan suatu proses yang
dinamis, agar terjadinya keberlangsungan dalam organisasi. Tahapan
tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut :
a. Analisis Lingkungan
Analisis lingkungan merupakan proses awal menetapkan
strategi yang bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai yang
mempengaruhi kinerja lingkungan dan organisasi.
Secara garis besar analisis suatu organisasi mencakup dua
komponen pokok yaitu analisis lingkungan internal dan analisis
lingkungan eksternal. Adapun proses ini dikenal dengan analisis
SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Theats).
Tujuan utama dilakukannya analisis lingkungan internal dan eksternal
suaatu organisasi adalah untuk mengidentifikasi peluang (opportunity) yang
harus segera mendapatkan perhatian serius dan pada saat yang sama
organisasi menentukan beberapa kendala ancaman (threats) yang perlu
diantisipasi.16 Hasil analisis SWOT akan menggambarkan kualitas dan
15
Amrullah dan Sri Budi Cantika, manajemenStartejik, (Yogyakarta: Graha Mada, 2002), h. 127
16
kuantifikasi posisi organisasi yang kemudian memberikan rekomendasi
berupa pilihan strategi generic serta kebutuhan atau modifikasi sumber daya
organisasi.17
a) Penetapan Misi dan Tujuan
Setiap organisasi macamnya pasti memiliki misi dan tujuan dari
organisasi itu. Misi dan tujuan ini menetukan arah mana yang akan dituju
oleh organisasi. Misi menurut pengertiannya, adalah suatu maksud dan
kegiatan utama yang membuat organisasi memiliki jati diri yang khas dan
sekaligus membedakannya dari organisasi lain yang bergerak dalam
bidang usaha yang sejenis.18 Tujuan adalah landasan utama untuk
menggariskan kebijakan yang ditempuh dan arah tindakan untuk mencapai
tujuan perusahaan.19
b) Perumusan Strategi
Perumusan strategi dalam hal ini adalah proses merancang dan
menyeleksi berbagai strategi yang pada hakikatnya menuntun pada
pencapaian misi dan tujuan organisasi. Strategi yang ditetapkan tidak
dapat lahir begitu saja. Diperlukan suatu proses dalam memilih berbgai
strategi yang ada.
17
M. Ismail Yusanto dan M. Karebet Widjajakusuma, Pengantar manajemen
Syariat, (Jakarta: Khairul Bayaan, 2002), h. 83
18
Sondang P. Siagian, Manajemen Startejik, h. 42
19
Menurut David Aeker, sebagaimana dikutif oleh Kusnadi terdapat
beberapa criteria yang harus diperhatikan dalam merumuskan atau
memilih suatu strategi, yaitu:
1. Strategi harus tanggap lingkungan ekstenal.
2. Strategi melibatkan keunggulan kompetitif.
3. Strategi harus sejalan dengan strategi lainnya yang terdapat di dsalam
organisasi.
4. Strategi menyediakan keluwesan yang tepat terhadap bisnis dan
organisasi.
5. Strategi secara organisasional dipandang layak ( wajar ).20
Setelah memilih strategi yang ditetapkan, maka langkah berikutnya
adalah melaksanakan strategi yang telah ditetapkan tersebut. Dalam tahap
pelaksanaan strategi yang telah dipilih sangat membutuhkan komitmen dan
kerja sama dari seluruh unit, tingkat, dan anggota organisasi.
Ada beberapa yang penting dalam mengimplementasikan strategi dalam
suatu organisasi, adalah sebagai berikut :
1. Sajikan citra yang baru.
2. Kurangi konflik dan tangani secara terbuka.
20
3. Bentuk persekutuan dengan berbagai pihak.
4. Mulai “secara kecil-kecilan”.21
B. Pengertian Pemberdayaan
Menurut Person, pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang
menjadi cukup kuat berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan, atas dan
memepngaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang
mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang
memperoleh keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup lain yang
menjadi perhatiannya.22
Menurut Kartasasmita dikutip oleh Setiawan mendefinisikan bahwa
pemberdayaan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia
atau masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk
melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan.23
Menurut Edi Soeharto mendefinisikan pemberdayaan adalah sebagai
tindakan sosial dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri
dalam membuat perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan
21
Sondang P. Siagian, Teory Pengembangan Organisasi, (Jakarta: Bumi Alsara,2002), h. 92-93
22
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003), h. 56
23
Setiawan, hari hariyanto, “Pengembangan Program Anak Jalanan melalui
masalah sosial atau memenuhi kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan
dan sumberdaya yang dimiliki.24
Pemberdayaan berarti desentralisasi kekuasaan sehingga governance
yang sebenarnya dimiliki oleh setiap warga dalam kadar yang sama. Dapat
pula diartikan bahwa semua anggota masyarakat, ikut serta secara penuh
dalam membuat dan melaksanakan putusan-putusan yang diambil.25
Pemberdayaan masyarakat (Community development) adalah suatu
proses yang merupakan usaha masyarakat sendiri yang diintegrasikan dengan
otoritas pemerintah guna memperbaiki kondisi sosial ekonomi dan kultur
komunikasi, mengintegrasikan komunitas ke dalam kehidupan nasional dan
mendorong kontribusi komunitas yang lebih optimal bagi kemajuan
nasional.26
Pemberdayaan bisa diartikan juga sebagai perubahan kepada arah yang
lebih baik, dari tidak berdaya menjadi berdaya. Pemberdayaan terkait dengan
upaya meningkatkan taraf kehidupan ke tingkat yang lebih baik.
Pemberdayaan adalah meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri untuk
menggunakan daya yang dmiliki. Tentunya dalam menentukan kea rah yang
24
Edi Soeharto, Pendampingan Sosial dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin:
Konsep dan Strategi, dalam makalahnya yang disiapkan dan bacaan pelatih dalam meningkatkan
kemampuan capacity building para pendamping sosial keluarga miskin pada proyek uji coba model pemandu di Lampung, jateng, dan NTB
25
Carunia Mulya Firdausy ed, Dimensi Manusia dalam Pembangunan Berkelanjutan, (Jakarta; LIPI, 1998), h. 12
26
lebih baik lagi.27 Menurut T. Handoko, pemberdayaan adalah suatu usaha
jangka panjang untuk memperbaiki proses pemecahan masalah dan
melakukan pembaharuan.28
Sekilas jika definisi tersebut diperhatikan memang terdapat perbedaan,
tetapi mengandung arti yang sama, oleh karena itu penulis mencoba
menyimpulkan mengenai batasan definisi pemberdayaan berdasarkan
informasi di atas sebagai berikut:
a. Pemberdayaan adalah mengembangkan dari keadaan tidak berdaya
menjadi berdaya.
b. Pemberdayaan dilakukan memlalaui proses yang cukup panjang dan
dilakukan secara kontinyu untuk menuju kea rah yang lebih baik.
c. Pemberdayaan bisa diartikan sebagaiperubahan yang lebih meningkat.
d. Pemberdayaan bisa diartikan sebagai pembangunan.
Jadi pemberdayaan adalah upaya mendorong (encourage), memberikan
motivasi dan membangkitkan kesadaran (awareness) akan potensi yang
dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya.
1. Pemberdayaan Anak
Pemberdayaan anak adalah upaya untuk mengembangkan diri dari
keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi berdaya, guna mencapai
27
Diana, Perencanaan Sosial Negara Berkembang, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 19991). h, 15
28
kehidupan yang lebih baik. Pemberdayaan terkait dengan upaya
meningkatkan taraf kehidupan yang lebih baik. Jadi pemberdayaan anak
adalah berusaha untuk meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri
anak asuh untuk menggunakan daya yang dimilikinya agar mendapat
kehidupan yang lebih baik.
Pemberdayaan anak asuh adalah kegiatan dalam bentuk sosial,
budaya, ekonomi, politik, dan kemapanan masyarakat untuk meningkatkan
kekuatan, peranan dan keswadayaan masyarakat miskin dalam suatu
kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan dan keamanannya.29
Pemberdayaan anak asuh merupakan langkah yang sangat penting
bagi upaya pengurangan penduduk miskin, upaya pemberdayaan anak
asuh merupakan kepedulian dalam kemitraan dan kesetaraan dari pihak
yang sudah maju kepada pihak yang belum berkembang. Dalam
pengertian itu pemberdayaan ini merupakan suatu proses ketergantungan
menuju kemandirian.
Pemberdayaan anak asuh sendiri merupakan upaya untuk
memandirikan anak asuh lewat perwujudan potensi kemampuan yang
mereka miliki. Konsep pemberdayaan ini sebagai suatu pemikiran, tidak
dapat terlepas dari paradigm pembangunan yang berpusat pada rakyat.
Paradigm pembangunan yang demikian memberikan kedaulatan kepada
29 Jules Siboro, Pemberdayaan Ekonomi Rakyat melalui Program IDT dan Pengaruhnya
rakyat untuk menentukan pilihan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan
mereka masing-masing.
2. Ruang Lingkup Pemberdayaan Anak
a. Kognitif
Para ahli psikologi sepakat bahwa otak manusia adalah sumber
kekuatan yang luar biasa dan dahsyat, yang tidak dimiliki oleh makhluk
lainnya. Mereka mengklasifikasi otak menjadi dua klasifikasi, yaitu otak
kiri dan otak kanan. Otak kiri berfungsi untuk menghafal dan mengingat,
logika atau berhitung, menganalisis, memutuskan dan bahasa. Sedangkan
otak kanan berfungsi untuk melakukan aktivitas imajinasi atau intuisi,
kreasi atau aktifitas, inovasi, dan seni. Secara umum, manusia yang
dilahirkan normal di dunia initelah diberikan Allah
kemampuan-kemampuan dasar tersebut. Tugas otak tersebut akhirnya adalah
melakukan kegiatan berfikir, yaitu berfikir untuk menghasilkan karya
nyata melalui bahasa, logika, intuisi, kreatifitasnya. Jadi, otak manusia
adalah sumber kekuatan manusia untuk menghasilkan karya melalui
proses berfikir, bahkan menurut David J Schwartz, berfikir positif dapat
mendatangkan mukjizat.
Menurut Agus Sujanto berfikir adalah gejala-gejala jiwa yang dapat
menetapkan hubunngan-hubungan antara ketahuan-ketahuan kita.30
Menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Kognitif adalah
kegiatan memperoleh ilmu pengetahuan atau usaha mengenali sesuatu
melalui pengalaman sendiri.31
Dalam berfikir, kita menggunakan alat, alat itu adalah akal. Berfikir
adalah suatu proses diakletis. Artinya, selama kita berfikir, pikiran kita
mengadakan Tanya jawab dengan pikiran kita, untuk dapat meletakkan
hubungan-hubungan antara ketahuan kita itu dengan tepat. Pertanyaan
itulah yang member arah pikiran kita.
Proses-proses yang dilalui dalam berfikir adalah sebagai berikut:
1) Pembentukan pengertian, artinya dari suatu masalah, pikiran kita
membuang ciri-ciri tambahan, sehingga tinggal ciri-ciri yang tipis
(yang tidak boleh tidak ada) pada masalah itu.
2) Pembentukan pendapat, artinya pikiran kita menggabungkan atau
menceraikan beberapa pengertian yang menjadi tanda khas dari
masalah itu.
3) Pembentukan keputusan, artinya pikiran kita menggabungkan
pendapat tersebut.
4) Pembentukan kesimpulan, artinya pikiran kita menarik keputusan dari
keputusan-keputusan yang lain.32
31 Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta:
Proses kognitif melibatkan perubahan-perubahan dalam kemampuan
dan pola berfikir, kemahiran berbahasa, dan cara individu memperoleh
pengetahuan dari lingkungannya. Aktivitas-aktivitas seperti mengamati
dan mengklasifikasikan benda-benda, menyatu beberapa kata menjadi satu
kalimat, menghafal sajak atau doa, memecahkan soal-soal matematika
pengalaman, merefleksikan peran merupakan proses kognitif dalam
perkembangan anak.
Perkembangan kognitif perlu dibedakan dengan perubahan dalam
arti belajar. Perekmbangan kognitif mengacu kepada perubahan-perubahan
penting dalam pola kemampuan berfikir serta kemahiran berbahasa, seperti
belajar cenderung lebih terbatas pada perubahan-perubahan sebagai hasil
darinpengalaman atau peristiwa yang relatif spesifik. Selain itu,
perubahan-perubahan yang dipelajari seringkali dipelajari dalam waktu
yang singkat, tetapi perkembanngan kognitif terjadi dalam kurun waktu
yang relatif lama. Perkembanngan kognitif anak dan pengalaman belajar
ini sangat erat kaitannya dan saling berpengaruh satu sama lain.
perkembangan kognitif anak akan menfasilitasi atau membatasi
kemampuan belajar anak, sebaiknya pengalaman belajar anak akan sangat
menfasilitasi perkembangan kognitifnya.
Menurut Piaget perkembangan kognitif pada anak terdiri dari atas
empat tahap yaitu:
a) Tahap Sensori-Motorik (0-2 tahun). Yang berperan adalah skema
motorik. Jadi anak harus berbuat atau melakukan sesuatu dahulu untuk
mengetahui sesuatu. Kalau kepalanya sudah terbentur dinding barulah
ia tahu bahwa dinding itu keras.
b) Tahap Pra-Operasional (2-7 tahun). Anak sudah mengembangkan
skema simbolik (lisan dan kemudian tulisan). Anak cukup diberi tahu
secara lisan bahwa dinding itu keras, dengan sendirinya dia tidak akan
membenturkan kepalanya ke dinding.
c) Tahap Operasinal Kongkrit (7-11 tahun). Dalam usia sekolah dasar ini
anak sudah mampu memecahkan masalah-masalah yang kongkrit (dua
jeruk ditambah tiga jeruk menjadi lima jeruk). Selanjutnya, dia mampu
berprilaku di dalam kognisinya (menghitung, menambah, membagi,
mengalikan, mengenal nama-nama kota di peta buta dan sebagainya)
sehingga dia tidak perlu sungguh-sungguh berbuat sesuatu untuk
memecahkan suatu masalah. Misalnya, untuk menemukan kantor
kepala desa, dia tidak usah berjalan menyelusuri seluruh desa, tetapi
cukup membaca peta dan mengikuti peta tersebut samapi ke kantor
kepala desa.
d) Tahap Operasional Formal (11 tahun ke atas). Pada tahap ini orang
sudah mampu memecahkan masalah-masalah hipotesis dan dapat
berfikir deduktif (menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tidak atau
apakah yang harus dilakukan pemerintah?” atau “jika seorang anak
tiga kali tidak naik kelas apakah yang harus dilakukan orang tuanya?”
Menurut Piaget, tahapan perkembangan kognitif itu adalah invariant
yaitu seragam atau sama saja bagi setiap orang dan tidak ada tahapan yang
dapat diloncati sebelum masuk ke tahap yang berikutnya, karena setiap
tahap adalah persiapan bagi tahap berikutnya.33
b. Emosi
Kata “emosi” berasal dari bahasa latin “emovere” yang artinya
“bergerak keluar”. Maksud emosi adalah untuk menggerakan individu
untuk menuju rasa aman dan pemenuhan kebutuhannya serta menghindari
sesuatu yang merugikan dan menghambat pemenuhan kebutuhan.34
Menurut buku karangan Netty Hartati dkk, emosi dapat didefinisikan
sebagai stirred up or aroused state of the human organization (emosi
merupakan suatu keadaan yang bergejolak dalam diri manusia).35
Emosi merupakan luapan perusahaan yang berkembang dan surut
dalam waktu yang cepat.36
33 Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Sosial Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 78-79
34 Mohamad Surya, Psikologi Konseling, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2003), h. 82
35 Netty Hartati, dkk, Islam dan Psikologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 89
36 Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta:
Menurut Arnold, emosi adalah rasa dan atau perasaan yang membuat
kecendrungan yang mengarah terhadap sesuatu yang secara intuitif dinilai
sebagai hal yang baik atau bermanfaat atau menjauhi dari sesuatu yang
secara intuitif dinilai buruk atau berbahaya. Tindakan itu diikuti oleh
pola-pola perubahan fisiologis sejalan dengan mendekati atau menghindari
objek.37
Menurut Ary Ginanjar, kecerdasan emosi adalah kemampuan
merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya kepekaan
emosi secara sumber energy, informasi, koneksi dan pengaruh manusia.
“Emosi adalah bahan bakar yang tidak tergantikan oleh apa pun bagi otak
agar mampu melakukan penalaran yang tinggi. Emosi menyulut
kreatifitas, kolaborasi, inisiatif dan transformasi, sedangkan penalaran
logis berfungsi mengatasi dorongan-doronngan yang keliru dan
menyelaraskannya dengan proses dan teknologi dengan sentuhan
manusiawi. Emosi juga salah satu kekuatan penggerak. Bukti-bukti
menunjukan bahwa nilai-nilai dan watak dasar seseorang dalam hidup
initidak berakal pada IQ, tetapi pada kemampuan emosional,” Integritas,
komitmen, konsistensi, ketulusan dan totalitas itulah yang dijadikan tolak
ukur kecerdasan emosi (EQ). kecerdasan emosi sebenarnya akhlak di
dalam Islam yang pernah diajarkan Rasullah 1.400 tahun lalu, jauh
sebelum konsep EQ diperkenalkan saat ini sebagai sesuatu yang dinamika
ESQ (Kecerdasan Emosi dan Spiritual).
Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak rencana
seketika untuk mengatasi masalah yang ditanamkan secara
berangsur-angsur yang terkait dengan pengalaman dari waktu ke waktu.
Dapat dirangkum bahwa kecerdasanemosi dapat diartikan
kemampuan untuk mengenal, mengelola, dan mengekspresikan dengan
tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain,
serta membina hubungan dengan orang lain. Jelas bila seorang individu
mempunyai kecerdasan emosi tinggi, dapat hidup lebih bahagia daan
sukses karena percaya diri serta mampu menguasai emosi atau mempunyai
kesehatan mental yang baik.
Apabila emosi kuat, seringkat terjadi juga perubahan-perubahan pada
tubuh kita, antara lain:
a. Reaksi elektris pada kulit : meningkat bila terpesona.
b. Peredaran darah : bertambah cepat bila marah.
c. Denyut jantung : bertambah cepat bila terkejut.
d. Pernafasan : bernafas panjang bila kencang.
e. Pupil mata : membesar bila sakit atau marah.
f. Liur : mongering bila takut dan tegang.
g. Bulu roma : berdiri bila takut.
i. Otot : ketegangan dan ketakutan menyebabkan otot menegang dan
bergetar.
j. Komposisi darah : komposisi darah akan picut berubah dalam
keadaan emosional karena kelenjar-kelenjar lebih aktif.38
c. Spiritual
Spiritual adalah spirit atau murni.39 Penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi tanpa didasari pemahaman dan keyakinan bahwa sumber
IPTEK adalah dari Allah SWT, justru akan membuat manusia lebih
banyak melakukan ‘trial and error’. Pengembangan segi-segi kehidupan
sebagai rahasia untuk meraih sukses manusia, perlu disempurnakan oleh
faktor SQ (Spiritual Quotient), demi untuk kematangan kerohaniaan.
Kunci dan kamus dari konsep ESQ menurut Ary Ginanjar adalah
Asmaul Husna atau 99 nama dan sifat Allah SWT. “Maanusia diberi
wewenang untuk menggunakan haknya dari Allah SWT untuk mengurangi
keluasan samudera hakikat dari ilmunnya. Maka dengan meresapi ke-99
asma Allah tersebut, seorang manusia akan mampu menguatkan dirinya
kembali (reinforcement) sebagai titik tolak pembangunan dan pengesahan
kecerdasan emosinya. Denngan Asmaul Husna manusia berikhtiar untuk
38 Abdul Rahman Shaleh, Mubib abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar dalam
Perspektif Islam, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 171
39 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power, (Jakarta:
menunjukan kebaikan dari kebenaran, kebenaran dari kebenaran dan
keindahan dari kebenaran milik-Nya.”
Di dalam islam hal-hal yang berhubungan dengan kecakapan emosi
dan spiritual seperti konsistensi (istiqamah), kerendahan hati (tawadhu),
berusaha dan berbersih diri (tawakkull tawakal), totalitas (kaffah),
keseimbangan (tawazun), integritas dan penyempurnaan (ikhsan) dan
ketulusan (sinceret), semua itu dinamakan Akhlakul Karimah.
Kecerdasan spiritual bersumber dari suara-suara hati, sedangkan
suara-suara hati ternyata sama persis dengan nama dan sifat-sifat Ilahiyah
yang telah terekam di dalam jiwa setiap manusia, seperti dorongan ingin
muji, dorongan ingin belajar, dorongan inngin bijaksana dan dorongan
lainnya.
Untuk meningkatkan kecerdasan spiritual (SQ) dapat ditempuh
dengan jalan menghayati serta mengamalkan agama, yaitu Rukun Iman
(Iman kepada Allah, Iman kepada Malaikat-malaikat Allah, Iman kepada
Kitab-kitab Allah, Iman kepada Rasul Allah, Iman kepada Hari Kiamat
dan Iman kepada Qada dan Qadar) dan Rukun Islam (Membaca Dua
Kalimat Syahadat, Sholat Lima Waktu, Puasa di Bulan Ramadhan,
Membayar Zakat, Pergi Haji jika mampu).40
d. Keterampilan
40Dadang Hawari, Al-Qur’an. Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta:
Keterampilan atau life skills adalah berbagai keterampilan atau
kemampuan untuk dapat beradaptasi dan berprilaku positif yang
memungkinkan seseorang mampu menghadapi berbagai tuntutan dan
tantangan dalam hidupnya sehari-hari secara efektif.41
Keterampilan atau life skills dapat dikelompokan dalam empat jenis
yaitu:
1) Keterampilan personal (personal skills) yang mencakup keterampilan
mengenal diri sendri, keterampilan berfikir rasional dan percaya diri.
2) Keterampilan sosial (social skills) seperti keterampilan melakukan
kerjasama, bertenggang rasa dan tanggung jawab sosial.
3) Keterampilan akademik (academic skills) seperti keterampilan dalam
melakukan penelitian, percobaan-percobaan denngan pendekatan
ilmiah.
4) Keteramilan vokasional (vocational skills) adalah keterampilan yang
berkaitan denngan suatu bidang kejuruan atau keterampilan tertentu
seperti di bidang pembengkelan, jahit-menjahit, peternakan, pertanian,
produksi barang tertentu.42
41
Pedoman Penyelenggaraan Program Kecakapan hidup (Life Skills) Pendidikan Luar Sekolah, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Nasional, 2003, h. 5
42 Pedoman Penyelenggaraan Program kecakapan Hidup (life skills) pendidikan Luar
Keempat kecakapan tersebut dilandasi oleh kecakapan spiritual
yakni keimanan, ketaqwaan, moral, etika dan budi pekerti yang baik
sebagai salah satu pengalamandari sila pertama pancasila. Denngan
demikian, pendidikan keterampilan atau life skills diarahkan pada
pembentukan manusia yng berakhlak mulia, cerdas, terampil, sehat dan
mandiri.
3. Progaram dan Proses pemberdayaan
Pemberdayaan sebagai suatu program, dimana pemebrdayaan dilihat
dari tahapan-tahapan kegiatan guna mencapai suatu tujuan, yang
biasanya sudah ditentukan jangka waktunya. Bila program selesai maka
danggap pemberdayaan sudah selesai dilakukan. Hal ini banyak terjadi
pada pembangunan berdasarkan proyek yang banyak dikembangkan oleh
lembaga-lembaga pemerintah, dmana proyek yang satu dengan yang
lainnya kadangkala tidak berhubungan, bahkan tidak saling mengetahui
apa yang sedang dikerjakan oleh bagian yang lain meskipun itu dalam
satu lembaga yang sama. Sedangkan pada beberapa organisasi non
pemerintrah kegiatannya tidak jarang juga terputus karena telah
berakhirnya dukungan dana dari pihak donor.
Proses pemberdayaan yang dikemukakan oleh Prijono, dan dkutip
oleh Rajuminropa, mengandung dua kecenderungan yaitu :
a. Kecenderungan primer, proses pemberdayaan yang menekankan
kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih
berdaya. Proses ini dilengkapi denngan upaya membangun assaet
material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui
organisasi.
b. Kecenderungan sekunder, proses pemberdayaan yang menekankan
kepada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu
agar mempunyai kemampuan atau berdaya untuk menentukan pilihan
hidupnya melalui proses dialog.
Selanjutnya menurut Rubin (1992) “central to empowerment is
illingnessto challenge formal authority and to ascape dependency on
those in power”. Yang dikutip oleh Rajuminropa bahwa pendapat Rubin
diartikan bahwa pemberdayaan sebagai proses ataupun sebagai tujuan
pada dasarnya akan memunculkan keberanian pada individu atau
kelompok. Kondisi semula yang cenderung hanya menerima keadaan,
selanjutnya akan lebih berani bertindak untuk merubah keadaan. Bentuk
keberanian itu juga dapat merupakan kekuatan formal guna menghapus
ketergantunannya.43
Hogon seperti dikutip oleh Adi menggambarkan proses
pemberdayaan yang kesinambungan sebagai suatu siklus yang terdiri dari
lima tahap utama yaitu:
43
1. Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan dan tidak
memberdayakan (recall dopowering/empowering experience).
2. Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan
pentidakberdayaan (discuss reasons for depowerment/empowerment)
3. Mengidentifikasi suatu masalah ataupun proyek (identify one
problem or project)
4. Mengidentifikasikan basis daya yang bermakna (identify usefull
power bases) dan
5. Mengembangkan rencana-rencana aksi dan mengimplementasikan
(develop and implement action plans).
Dari pernyataan di atas tergambar mengapa Hogan menyakini bahwa
proses pemberdayaan yang terjadi pada tingkat individu tidak, berhenti
pada suatu titik tertentu. Tetapi lebih merupakan sebagai upaya
berkesinambungan untuk meningkatkan daya yang ada. Meskipun Hogon
memfokuskan tulisannya pada pemberdayaan individu, tetapi model
pemberdayaan yang bersifat on-going process tersebut bukan berarti
tidak dapat diterapkan pada level komunikasi.44
Proses pemberdayaan yang merupakan on-going process bukan
berarti meniadakan masalah, akan tetapi pemberdayaan tersebut
mempersiapkan struktur dan system dalam komunitas agar dapat
44
Adi Isbandi Rukminto, Pemikiran-pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan
bersikap proaktif dan responsive terhadap kebutuhan komunitas dan
permasalahan yang ada dan dapat muncul dalam kumunitas tersebut.
4. Strategi Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan (empowerment) pada hakikatnya merupakan sebuah
konsep yang fokusnya adalah kekuasaan pemberdayaan secra subtansial
menurut Bagong Suyanto, merupakan proses memutus (break down) dari
hubungan antara subjek dan objek. Proses ini mementingkan pengakuan
subjek akan kemampuan akan daya yang dimiliki objek. Secara garis
besar, proses ini melihat pentingnya mengalirkan daya dari subjek ke
objek.45 Hasil akhir dari pemberdayaan adalah beralihnya fungsi individu
yang semula objek menjadi subjek baru, sehingga lahir relasi sosial yang
ada nantinya hanya akan dicirikan dengan relasi antara subjek dengan
subjek yang lain.
Menurut Edi Suharto menyatakan bahwa dalam pemberdayaan
memiliki tiga aras pemberdayaan, yaitu aras Mikro, Mezzo dan Makro.46
a) Pemberdayaan Aras Mikro
Pemberdayaan sistem ini disebut juga sebagai strategi system
kecil yang memiliki cakupan keluarga dengan titik tekannya
45
Editor, Moh. Ali Aziz dkk, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat: Paradigma Aksi
Metodologi (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), h. 169
46 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis
individu, salah satunya melalui bimbingan, konseling, manajemen
stress dan intervensi krisis.
Strategi mikro ini dilakukan sebagai kekecewaan tak kunjung
berfungsinya institusi publik di Negeri ini dalam memperjuangkan
aspirasi masyarakat. Itulah sebabnya, masyarakat lebih sering
bergerak sendiri-sendiri, atau jika harus bersama-sama.
b) Pemberdayaan Aras Mezzo
Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok
sebagai media intervensinya. Pendidikan dan pelatihan, dinamika
kelompok biasanya digunakan sebagai strategi dalam
meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan, dan sikap
agar masyarakat memiliki kemampuan memecahkan permasalahan
yang dihadapinya.
c) Pemberdayaan Aras Makro
Pendekatan ini disebut juga sebagai strategi sistem besar
dengan intervensi perumusan kebijakan, perencanaan sosial,
kampanye, Aksi sosial, lobby, pengorganisasian masyarakat.
Dari ketiga strategi di atas jika dilihat secara seksama sagmen
pemberdayaan itu terletak pada mezzo dan makro walau tidak
menutup kemungkinan merambah pada ranah mikro. Oleh
pembangunan sosial mempunyai implikasi agar setiap kegiatan
yang diciptakan bermutu pada proses yang sifatnya partisifatif.
5. Tahapan- tahapan Pemberdayaan
Adapun upaya untuk pemberdayaan terdiri dari tiga tahapan yaitu:
a. Menciptakan suasana iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat itu berkembang. Titik tolaknya adalah pengenalan
bahwa setiap manusia dan masyarakat memiliki potensi (daya)
yang dapat dikembangkan.
b. Memperkuat potensi atau daya yang memiliki oleh masyarakat,
dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif dan
nyata, serta pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan
membuat masyarakat menjadi semakin berdayandalam
memanfaatkan peluang.
c. Memberdayakan juga mengandung arti menaggulanggi.47
Untuk lebih memperjelas rincian dari masing-masing tahap tersebut
akan diuraikan secara singkat tahap-tahap pemberdayaan yang
dimaksud yaitu:
1) Tahap Persiapan
47
Pada tahap persiapan ini didalamnya sekurang-kurangnya
ada dua tahapan yang harus dikerjakan, yaitu (a) penyiapan
petugas; dan (b) penyiapan lapangan; penyiapan petugas,
dalaam hal ini tenaga pemberdaya masyarakat yang biasa juga
dilakukan oleh community worker, dan penyiapan lapangan
merupakan persyratan suksesnya suatu program pemberdayaan
masyarakat yang pada dasranya diusahakan dilakukan secara
non-direktif.
2) Tahap Pengkajian
Proses pengkajian yang dilakukan disini dapat dilakukan
secara individual melalui tokoh-tokoh masyarakat, tetapi dapat
juga melalui kelompok-kelompok masyarakat. Pada tahapan
ini petugas sebagai agen berusaha mengidentifikasikan
masalah (kebutuhan yang dirasakan) dan juga sumber daya
yang dimilki klien.
3) Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan
Pada tahap ini, petugas sebagai agen perubah secara
partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berfikir tentang
masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara
mengatasinya. Permasalahan yang ada masyarakaat diharpkan
dapat memikirkan beberapa alternative program dan kegiataan
4) Tahap Performulasian Rencana Aksi
Pada performulasian rencana aksi ini, diharapkan petugas
dan masyarakat dapat membayangkan dan menuliskan tujuan
jangka pendek apa yang akan mereka capai dan bagaimana
cara mencapai tujuan tersebut.
5) Tahap Pelaksanaan Program atau Kegiatan
Tahapan pelaksanaan ini merupakan salah satu tahap yang
paling penting dalam program pemberdayaan masyarakat,
karena sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik akan
dapat melenceng dalam pelaksanaan di lapangan bila tidak ada
kerjasama antara petugas dan warga masyarakat, maupun
kerjasama antar warga.pertenatngan antara kelompok warga
juga dapat menghambat pelaksanaan suatu program ataupun
kegiatan.
6) Tahap Evaluasi
Evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan
petugas terhadap program pemberdayaan masyarakat yang
sedang berjalan sebaiknya dilakukan dengan melibatkan
warga. Dengan keterlibatan warga pada tahapan ini diharapkan
akan terbentuk suatu system dalam komunitas untuk
jangka panjang diharapkan akan dapat membentuk system
dalam masyarakat yang mandiri dengan memanfaatkan sumber
daya yang ada.
7) Tahap Teminasi
Tahap ini merupakan tahap pemutusan hubungan secara
formal dengan komunitas sasaran.48
C. Pengertian Anak Asuh
Anak asuh adalah anak yang diberi biaya pendidikan (oleh seseorang),
tetapi tetap tinggal pada oarng tuanya.49
Menurut Ardianus Khatib yang dikutif oleh Chuzaimah T. Yanggo dan
Hafiz Ansharya berpendapat bahwa anak asuh adalah anak yang digolongkan
dari keluarga yang tidak mampu, antara lain sebagai berikut:
a. Anak yatim atau piatu atau anak yatim piatu yang tidak memiliki
kemampuan ekonomi untuk bekal sekolah dan belajar.
b. Anak dari keluarga fakir miskin
c. Anak dari keluarga yang tidak memiliki tempat tinggal tertentu (tuna
wisma).
48
Adi Isbandi Rukminto, Pemikiran-pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan
Sosial, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2002), h. 182-195
49
d. Anak dari keluarga yang tidak memiliki ayah dan ibu dan keluarga dan
belum ada orang lain yang membantu biaya untuk bersekolah atau
belajar.50
Orang tua asuh tidak saja mengusahakan anak asuh untuk dapat
menyelesaikan pendidikan dasarnya saja, tetapi juga sebagai wujud gotong
royong menurut asas kekeluargaan dalam tatanan kehidupan berpancasila
secara konkrit juga ikut menyukseskan program wajib belajar sebagai upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa yang didasari oleh jiwa kemanusiaan yang
tinggi, rasa keikhlasan serta rasa kasih sayang.
Batasan Anak Asuh
Batasan usia dalam pelaksanan penelitian ini adalah 13-17 tahun, karena
pada usia ini anak belum mencapai taraf kematangan yang matang, maka ia
masih mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang sesuai dengan taraf
pertumbuhan dan perkembangan yang dapat hidu bahagia didunia dan
akhirat.
Pada akhir kanak-kanak ini ditandai oleh kondisi yang sangat
mempengaruhi sosial anak. Pada tahun terakhirnya dari masa kanak-kanak
terjadi perubahan fisik yang menonjol hal ini dapat mengakibatkan perubahan
dalam sikap, nilai dan perilaku dengan menjelang berakhirnya periode ini
akan anak-anak mempersiapkan diri secara fisik dan psikologis untuk
50
Ehuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Ashari, Problemati ke hokum Islam Kotemporer