• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi panti asuhan baiturrahman dalam pemberdayaan anak asuh di yasasn masjid jami Bintaro jaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi panti asuhan baiturrahman dalam pemberdayaan anak asuh di yasasn masjid jami Bintaro jaya"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Sebagai Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh

Iin Nurhayati

NIM 106054002039

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

PEMBERDAYAAN ANAK ASUH DI YAYASAN MASJID JAMI BINTARO JAYA”.

Telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Kamis, tanggal 17 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam.

Jakarta, 17 Juni 2010

Sidang munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekertaris Merangkap Anggota

Drs. Study Rizal Lk, M.Ag Wati Nilamsari, M.Si

NIP. 19640428 199303 1 002 NIP. 19710520 199963 2 002

Anggota

Penguji I Penguji II

Dr. Asep Usman Ismail, M. Ag Wati Nilamsari, M. Si

NIP. 19600720 199103 1 001 NIP. 19710520 199963 2 002

Pembimbing

(3)

BINTARO JAYA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Sebagai Syarat

untuk Meraih Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh :

Iin Nurhayati NIM. 106054002039

Di bawah bimbingan

Dra. Mahmudah Fitriyah ZA., M.Pd NIP. 19640212 199703 2 001

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(4)

i

Kemiskinan dan kemerosotan moral maupun spiritual merupakan indikasi keputusasaan dan tidakberdayaan anak-anak termasuk anak asuh ini harus disikapi dengan baik, sebab setiap masalah yang menyentuh kehidupan anak dalam jumlah besar akan berdampak tidak menguntungkan bagi kehidupan bangsa dan negara secara keseluruhan di masa datang.

Masalah kesejahteraan anak asuh yang cenderung menunjukan perkembangan ke arah yang semakin luas dan kompleks, memerlukan berkelanjutan upaya penanganan masalah anak asuh telah banyak dilakukan, baik lembaga pemerintah dan lembaga non pemerintah. Daerah Bintaro, Yayasan Masjid Jami Bintaro Jaya mendirikan sebuah lembaga sosial yang khususnya menangulangi masalah anak asuh atau dhua’fa yang bernama Panti Asuhan Baiturrahman yang memberikan pelayanan sosial terhadap anak asuh. Yang meliputi pembinaan fisik, mental, kemandirian maupun pelatihan keterampilan. Strategi pemberdayaan anak asuh melalui kemandirian agar dapat merubah dan mengembangkan kemampuan dan keahlian mereka, pada pentingnya suatu karya yang berguna dan bermanfaat serta dapat membuat anak-anak asuh bisa berlatih hidup mandiri dalam berperilaku, berbahasa serta mempunyai jiwa yang kreatif..

Penelitian ini bertujuan memahami strategi pemberdayaan anak asuh disekitar Panti Asuhan Baiturrahman yang dilakukan Yayasan Masjid Jami Bintaro Jaya. Penelitian ini difokuskan melalui program kemandirian. Penelitian dilakukan denngan menggunakan pendekatan kualitatif (pemahaman, pandangan, dan tanggapan). Data tersebut diperoleh melalui metode wawancara dan observasi secara langsung terhadap kegiatan kemandirian anak asuh di Panti Asuhan Baiturrahman Yayasan Masjid Jami Bintaro Jaya ini.

(5)

ii

karunia dan nikmat Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan naskah skripsi

yang berjudul “Strategi Pemberdayaan Anak Asuh Di Panti Asuhan Baiturrahman Yayasan Masjid Jami Bintaro Jaya” ini dapat terselesaikan. Dengan selesainya naskah skripsi ini ucapkan terima kasih yang tak terhingga

penulisan samapikan kepada:

1. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan

Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dra. Mahmudah Fitriyah, M.Pd selaku pembimbing dan Ketua Jurusan

Pengembangan masyarakat Islam yang dengan sabar memberikan

petunjuk, arahan serta bimbingan, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

3. Ibu Wati Nilamsari, M.Si selaku penasehat akademik dan Sekertaris

Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam yang senantiasa memberikan

wejang-wejangannya kepada penulis ketika kuliah sampai selesainya

skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan

ilmunya.

5. Ayah ( Armat ) dan Ibu ( Cicih S ) yang telah memberikan do’a, cinta, dan

kasih saying, serta dorongan selama menjalankan pendidikan dasar hingga

kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Juga kepada kakaku Lili

Waliyudin dan adikku Intan Permatasari.

6. Kepala Panti dan pengurus Panti Asuhan serta para anak asuh, terima

kasih atas bantuan dan informasi dan data-data yang diperlukan penulis

(6)

iii

meluangkan waktunya hingga selesainya skripsi ini.

9. Semua sahabat-sahabat PMI, Khususnya angkatan 2006 yang telah

bersama penulis selama emapt tahun dalam duka gembira.

10.Teman-teman kost yang telah memberikan keramiaan dikala sepi,

kegembiraan dikala sedih, dan semangat dikala putus asa (Ochi, Eni, Uun,

Lia, Rika, Listi, Maya).

11.Untuk Yanis Sarohmah yang selalu bersama dalam membuat skripsi.

12.Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu yang telah

membantu skripsi ini.

Semoga Allah SWT, senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya

kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut di atas.

Skripsi ini tentu saja jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis dengan senang

hati menerima kritik dan saran demi perbaaikan. Akhirnya semoga skripsi ini

dapat digunakan dengan sebaik-baiknya serta memiliki banyak manfaat bagi

semua. Semoga amal bapak dan ibu dan saudara-saudaraku sekalian mendapatkan

imbalan dan pahala yang berlimpah dari Allah SWT.

Jakarta, Juni 2010

(7)

iv

DAFTAR ISI

... iv

BAB I PENDAHULUAN

A.

L

atar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Metodelogi Penelitian ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 12

F. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian Strategi ... 15

B. Pengertian Pemberdayaan ... 24

C. Pengertian Anak Asuh ... 46

D. Pengertian Kemandirian ... 48

BAB III GAMBARAN UMUM PANTI ASUHAN

BAITURRAHMAN

A. Latar Belakang Berdirinya Panti ... 57

B. Visi dan Misi ... 66

C. Tujuan ... 67

(8)

v

A. Temuan ... 74

B. Analisis ... 86

C. Hasil Program ... 94

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 97

B. Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA

... 100

(9)

A. Latar Belakang Masalah

Islam memberikan tempat dan perhatian yang tinggi kepada anak-anak,

prinsipnya anak-anak di dalam Islam adalah amanah sekaligus karunia Tuhan

Yang Maha Esa yang diberikan Allah kepada setiap manusia. Amanah

tersebut harus kita pelihara dengan baik, karena di dalam diri anak terdapat

harkat, martabat, dan hak untuk hidup dengan layak. Anak juga sebagai

potensi dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, agama, dan

keluarga. Memiliki posisi yang sangat strategis dalam menjamin

kelangsungan eksistensi kehidupan manusia di masa depan. Artinya, kondisi

anak pada saat ini sangat menetukan masa depan bangsa di masa yang akan

datang, kebutuhan anak-anak baik kebutuhan fisik, sosial maupun mental

rohaniyah, harus terpenuhi agar tumbuh menjadi generasi yang berkualitas.1

Anak-anak dari kaum miskin atau dhu’afa yang ada di Indonesia

merupakan bagian dari komponen masyarakat yang mempunyai hak dan

kewajiban yang sama dengan anggota masyarakat yang lain untuk

memperoleh pendidikan yang layak. Kesempatan untuk melanjutkan

pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sejatinya dapat diberikan kepada

mereka, baik melalui pemerintah atau pun melalui kelompok masyarakat

1 Jurnal Informasi Kajian Permasalahan Sosial dan Usaha Kesejahteraan Sosial (Jakarta:

Pusat Pelatihan Kesejahteraan Sosial Badan pelatihan dan Pengembangan Sosial Departement Sosial Republik Indonesia 2005) h.42

(10)

yang memiliki kepedulian yang tinggi kepada kelompok sosial yang kurang

beruntung tersebut di atas.2

”Anak berhak untuk tumbuh kembang secara wajar serta memperoleh

perawatan, pelayanan, asuhan, dan perlindungan yang bertujuan untuk

mewujudkan kesejahteraannya. Anak juga berhak atas peluang dan dukungan

untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi diri dan kemampuannya.

Namun tidak semua keluarga dapat memenuhi seluruh hak dan kebutuhan

anak, disebabkan oleh krisis ekonomi, kemiskinan dan menurunnya

kegairahan masyarakat terhadap ilmu pengetahuan, maupun semakin

keringnya spiritualitas adalah merupakan indikasi keputusan dan

ketidakberdayaan anak-anak akibat tidak terpenuhinya kebutuhan pokok

kehidupan anak”.3

Krisis ekonomi telah mempengaruhi kehidupan dan daya beli

keluarga-keluarga, yang akhirnya juga berdampak kepada pendidikan anak-anak.

Sebagian besar anak-anak Indonesia telah kehilangan kesempatannya sebagai

anak-anak bahkan kesulitan ekonomi keluarga dapat mengancam masa depan

mereka bila mereka tidak memperoleh pendidikan yang semestrinya, padahal

pendidikan sangatlah penting bagi mereka terutama untuk memperbaiki

kondisi perekonomian keluarga. Sekalipun pemerintah merencanagkan

2 Owin Jamasy, Keadilan Pemberdayaan dan Penanggulangi Kemiskinan, (Jakarta:

Belantika, 1998), h. 28

3 Triyanti, Maria April Anny, Pemberdayaan Anak Jalanan, DKI Jakarta (UI Indonesia

(11)

program wajib belajar Sembilan tahun dan telah mengurangi beban biaya

pendidikan dan disebagian besar pemerintah daerah telah menggratiskan

uang sekolah mereka. Dalam undang-undang juga tertulis bahwa pendidikan

nasional bertujuan untuk berkembangkan potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cukup kreatif, mandiri dan menjadi warga

Negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.4

Walaupun pemerintah dan sejumlah pemerintah daerah telah mengurangi

beban biaya pendidikan peserta didik, realitasnya tidak sedikit di antara

anak-anak dari keluarga yang kurang mamapu justru terabaikan dan belum bisa

terjamah oleh kebijakan tersebut, untuk itu kita saksikan masih banyak

anak-anak yang belum mendapatkan, mengikuti atau melanjutkan pendidikan.

Selain pendidikan secara formal, anak-anak yang berusia dibawah 16 tahun

yang semsetinya masih harus diperhatikan memperoleh asuhan dari orang

tuanya, karena berbagai alasan terjebak kedalam kondisi keterlantaran.

Banyak orang tua mengalami pemutusan hubungan kerja. Sementara

harga-harga barang pun meningkat tinggi. Agar dapat mempertahankan

kehidupan ekonomi keluarga sebagian orang tua membolehkan anak-anak

mereka masuk ke panti asuhan. Karena ketiadaan biaya.5

4Undang-undang No 2, Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003Baba II pasal 2

5

(12)

Panti Asuhan “Baiturrahman” Yayasan Masjid Jami Bintaro Jaya

menangkap realitas sosial yang terjadi di dalam masyarakat tersebut sebagai

sebuah peluang untuk membantu masyarakat dengan memberikan perhatian

yang lebih komprehensip bagi pendidikan sebagian anak yang belum

memiliki kesempatan memperoleh pendidikan sebagaimana mestinya, yaitu

membantu memberikan pembinaan dan kesempatan menempuh pendidikan

bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu atau dhu’afa. Atas dasar kondisi

dan pemikiran tersebut di atas, maka maka Yayasan Masjid Jami’ Bintaro

Jaya mendirikan lembaga sosial yang memiliki perhatian untuk menjawab

masalah tesebut di atas, yaitu dengan mendirikan Panti Asuhan yang diberi

nama Panti Asuhan “Baiturrahman” Yayasan Masjid Jami’ Bintaro Jaya

dengan berpola pendidikan yang terlah direncanakan sesuai dengan visi misi

yang telah dibuat.

Pernyataan tersebut menarik untuk dikaji dan dianalisi sekaligus yang

mendasari penulis untuk melakukan penelitian secara rasional dan objektif.

Panti Asuhan Baiturrahman ini adalah disini mereka mencoba membantu

anak anak yang kurang mampu khususnya kepada masyarakat yang ada

disekitar Panti Asuhan. Berdasarkan permasalahan sebagaimana disebutkan

diatas, untuk itu, penulis mengambil judul. “STRATEGI PANTI

(13)

ANAK ASUH DI YAYASAN MASJID JAMI BINTARO

JAYA”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Bertolak dari latar belakang masalah tersebut, agar dapat penelitian

ini terarah serta tidak melebar maka dari itu peneliti membatasi penelitian

ini pada strategi Panti Asuhan Baiturrahman pada aras mikro dan mezzo

dengan berbasis pemberdayaan anak asuh yang dilakukan oleh di Yayasan

Masjid Jami Bintaro Jaya.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan

permasalahan penelitian ini pada:

1. Bagaimana Strategi Panti Asuhan Baiturrahman pada aras mikro,

mezzo dengan berbasis pemberdayaan anak asuh yang dilakukan di

Masjid Jami Bintaro Jaya?.

2. Bagaimana hasil yang telah dicapai Panti Asuhan Baiturrahman

dalam pemberdayaan anak asuh di Yayasan Masjid Jami Bintaro

(14)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Setelah memperhatikan judul serta latar belakang masalah, maka

penelitian ini bertujuan untuk:

a. Untuk mengetahui Strategi Panti Asuhan Baiturrahman

Pemberdayaan Anak Asuh di Panti Asuhan Batirrahman Masjid Jami

Bintaro Jaya.

b. Untuk mengetahui bagaimana hasil yang telah dicapai Panti Asuhan

Baiturrahman dalam pemberdayaan anak asuh di Yayasan Masjid

Jami Bintaro Jaya.

2. Manfaat Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan tersebut, maka manfaat

penelitiannya adalah:

a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi informasi bagi

pengasuh panti asuhan cara pemberdayaan anak asuh dalam

meningkatkan kemandirian anak dan mencapai tujuan yang

maksimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan lembaga.

b. Dapat memberikan sumbangan dalam ilmu pendidikan khususnya

(15)

c. Penelitian ini menjadi bekal bagi penulis untuk mengetahui

cara-cara meneliti nantinya.

D. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif yaitu untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh

subjek penelitian.6 Pendekatan yang digunakan karena beberapa

pertimbangan yaitu bersifat luwes atau fleksibel, tidak terlalu rinci, tidak

lazim mengidentifikasi suatu konsep, serta memberi kemungkinan bagi

perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar,

menarik, dan unik bermakna di lapangan.7

Pertimbangan penulis menggunakan pendekatan kualitatif, karena

penulis bermaksud meneliti secara mendalam, menyajikan data secara

akurat, dan menggambarkan kondisi sebenarnya secara jelas.

Selain itu, Melalui pendekatan kualitatif ini penulis berharap dapat

menggambarkan dan menganalisis srtategi Panti Asuhan Baiturrahman

dalam pemberdayaan anak asuh di Yayasan Masjid Jami Bintaro Jaya.

6Lexyi J. Moleong, Metedologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2004), h. 6

7 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Grafindo

(16)

2. Waktu dan Tempat

Waktu Penelitian ini dilakukan mulai dari tanggal 08 Februari 2010

sampai dengan tanggal 21 Mei 2010 di Panti Asuhan Baiturrahman.

3. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah Panti Asuhan Baiturrahman yang

terletak di Yayasan Masjid Jami Bintaro Jaya. Sedangkan objeknya

strategi Panti Asuhan Baiturrahman dalam pemberdayaan anak asuh di

Yayasan Masjid Jami Bintaro Jaya

4. Teknik Pengambilan Data

a. Wawancara

Yang dimaksud wawancara adalah metode pengumpulan data

dengan jalan Tanya jawab antara dua orang atau lebih secara

langsung. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang

berdasarkan dari laporan verbal, pada wawancara ini terdapat dialog

yang dilakukan oleh penulis dengan yang diwawancara. Untuk

mendapatkan data yang objektif penulis mengadakan wawancara

kepada Ketua Panti Asuhan Baiturrahman Yayasan Masjid Jami

Bintaro Jaya yaitu bertanya gambaran umum Panti Asuhan

Baiturrahman Yayasan Masjid Jami Bintaro Jaya. Dan Anak Asuh

(17)

b. Observasi

Observasi yaitu untuk memperoleh dan mengumpulkan data

dengan melakukan pengamatan dan pencatatan langsung di lapangan

secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang muncul dan

mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena yang

diselidiki8. Observasi ini dilakukan untuk mendapatkan data yang

berkaitan dengan penelitian dalam pencatatan apa yang bisa dilihat

oleh mata, didengar oleh telinga, diraba oleh tangan dan kemudian

peneliti tuangkan dalam skripsi ini. Observasi ini dilakukan ketika

penulis berada di lokasi untuk melakukan observasi kurang lebih tiga

bulan ketika melakukan paraktikum kuliah pada bulan Oktober tahun

2009. Kemudian observasi dilanjutkan sebanyak satu kali selama

dalam penulisan skripsi, karena sebelumya penulis sering ke lokasi

bertemu dengan kepala panti dan anak-anak asuh.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah data pendukung yang memperkuat data

primer yang di dapat dari sumber data yang berupa dokumentasi dan

lapangan. Peneliti mengumpulkan, membaca dan mempelajari

berbagai bentuk data tertulis yang berupa laporan pertanggung

jawaban pengurus yang ada di lapangan serta data-data lain dijadikan

8 E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi, (Jakarta:

(18)

bahan analisa untuk hasil dalam penelitian ini. Teknik ini digunakan

untuk memperoleh data yang telah didokumentasikan dalam buku dan

majalah.

5. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses penyusunan data agar bisa ditafsirkan,

dan memberikan makna pada analisis. Penafsiran hasil analisis data harus

melebihi atau mentransenden deskripsi. Model analisis yang dipakai dalam

penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif. Hal ini didasarkan atas

pertimbangan bahwa sasaran penelitian ini adalah kegiatan analisis data

meliputi kegiatan reduksi data, reduksi yaitu menganalisa sesuatu secara

keseluruhan kepada bagian-bagiannya atau menjelaskan tahap akhir dari

proses perkembangan sebelumnya yang lebih sederhana.9

Informasi dan keterangan yang ditemukan dalam penelitian ini

adalah menggunakan filed research (penelitian lapangan) dengan

menggunakan deskriptif (menggunakan data kualitatif).10 yaitu suatu

teknik analisis data dimana penulis terlebih dahulu memaparkan semua

data yang diperoleh dari hasil temuan secara sistematis, lalu diklarifikasi

untuk kemudian di analisis sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan

penelitian untuk selanjutnya disajikan dalam bentuk Bab III dan Bab IV.

9 Pius A Partanto M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994). H. 658

10 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:

(19)

Selanjutnya penyusunan skripsi ini dilakukan dengan mengacu pada

buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi yang diterbitkan

oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

6. Teknik Keabsahan Data

Kredibilitas (derajat kepercayaan) dengan menggunakan teknik

triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain, hal itu dapat dicapai dengan jalan:

a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara,

misalnya untuk mengetahui pelaksanaan pemberdayaan anak asuh

yang dilakukan Panti Asuhan Baiturrahman Masjid Jami Bintaro Jaya

memalui program kemandirian.

b. Membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan berbagai

pendapat dan pandangan orang lain, misalnya dalam hal ini peneliti

membandingkan jawaban yang diberikan oleh Panti Asuhan

Baiturrahman Masjid Jami Bintaro Jaya dengan jawaban yang

diberikan oleh kepala Panti Asuhan Baiturrahman yaitu bapak Jufri

Halim, M.Si.

c. Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang

berkaitan dengan masalah yang diajukan peneliti memanfaatkan

(20)

E. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka ini bermuara pada penulisan sebelumnya, yaitu

beberapa skripsi yang pembahasannya memiliki kesamaan tema dengan judul

yang penulis bahas, judul skripsi yang penulis maksudkan antara lain sebagai

berikut:

1. Judul skripsi, “Strategi Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Kelompok

Swadaya Masyarakat (Kasus Implementasi di Lembaga Pengelola Zakat,

Infak, dan Sadakah (LP-ZIS) Ash-Shinaiyyah PT. Bukaka Teknik Utama

Tbk)”. Penulis Sunardi, Fakultas Dakwah dan Komuikasi, Jurusan

Pengembangan Masyarakat Isalam, tahun 2008. Hasil penelitian tersebut

lebih menitikberatkan pada lembaga pengelola Zakat, Infak, dan Sadakah

(LP-ZIS). Di mana pemberdayaan LPZiS adalah karyawan perusahaan

dengan mencoba mempraktekan kedermawanan mereka kepada

masyarakat yang dekat dengan perusahaan sekitar. Adapun kedekatan

penelitian tersebut dengan penulis skrpsi ini yaitu tentang Strategi

Pemberdayaan Masayarakt dan dapat mengembangkan kemampuan yang

mereka miliki bagi masyarakat sekitar.

2. Judul skripsi, “Pelaksanaan Program Pemberdayaan Anak Jalanan

Melalui Keterampilan di Panti Sosial Asuhan Anak Putera Utama V

Duren Sawit Jakarta Timur”, Penulis Roudhotunnajah, Fakultas Dakwah

(21)

Yang membedakan penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan

penelitian tersebut adalah objek dan subjek penelitiannya.

3. Judul skripsi, “Strategi Pemberdayaan Masyarakat Melalui Dakwah KH.

Zaiduddin Amir di Baduy Luar Kecamatan Leuwidamar Lebak Bnaten”.

Penulis Cucun Sumiati, fakultas Dakwah dan Komunikasi, Jurusan

Pengembangan Masyarakat Isalam, tahun 2007. Hasil penelitian Cucun

Sumiati adalah pada perubahan masyarakat Baduy luar, di mana

masyarakat Baduy dengan diberi pengarahan melalui dawkah.

F. Sistematika Penulisan

Untuk ketertiban pembahasan serta untuk mempermudah analisis

materi dalam penulisan skripsi, maka penulis menjelaskan dalam sistematika

penulisan. Penelitian dalam skripsi ini dibagi menjadi lima bab, setiap bab

dirinci dalam beberapa sub bab sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi

penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II Landasan Teori, yang meliputi Pengertian Strategi, dimensi strategi, faktor-faktor yang mempengaruhi startegi, Tahapan

Staregi, pengertian pemberdayaan, program dan proses

(22)

asuh, batasan anak asuh, pengertian kemandirian, ciri-ciri

kemandirian, faktok-faktor yang mempengaruhi kemandirian.

BAB III Gambaran Umum tentang Panti Asuhan Baiturrahman yang meliputi; sejarah berdirinya, visi dan misi, struktur organisasi,

sarana dan prasarana.

BAB IV Temuan dan Analisis meliputi pelaksanaan strategi pemberdayaan anak asuh pada aras mikro dan aras mezzo dengan berbasis bidang

pendidikan, bidang kerohanian, bidang fisik, dan bidang sosial.

Pada bab ini juga dijabarkan mengenai pelaksanaan anak asuh

dalam meningkatkan kemandirian, yakni meliputi tahapan

perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap pelestarian program.

BAB V Penutup, meliputi kesimpulan atau dari pemikiran yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya serta saran penulis yang

(23)

A. Pengertian Strategi

Menurut Sondang Siagian, Strategi adalah cara terbaik untuk

mempergunakan dana, daya tenaga yang tersedia sesuai dengan tuntunan

perubahan lingkungan.1 Menurut Chandler, strategi adalah penuntun dasar

goals jangka panjang.2 Kemudian menurut Onong Uchjana, strategi pada

hakekatnya adalah perencanaan dan manajemen untuk mencapai tujuan.3

Sedangkan strategi menurut Steinner dan Minner adalah penempatan misi,

penetapan sasaran organisasi, dengan meningat kekuatan eksternal dan

internal dalam perumusan kebijakan tertentu untuk mencapai sasaran dan

memastikan implementasinya secara tepat, sehingga tujuan dan sasaran utama

organisasi akan tercapai.4

Sementara Lawrence R. Jauch dan William F. Glueck menyatakan bahwa

strategi adalah rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang

mengaitkan keunggulan strategiperusahaan dengan tantangan lingkungan dan

1

Sondang Siagian, Analisys serta Perumusan Kebijaksanaan dan Strategi Organisasi, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1986), h. 17

2

Supriyono, Manajemen Strategi dan Kebijaksanaan Bisnis, (Yogyakarta: BPFC, 1985), h. 9

3

Onong Uchjana Efendy, Ilmu Komunikasi Teory dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. 1999), h. 32

4

George Steinner dan John Minner, Manajemen Startejik, (Jakarta: Erlangga, 2002), h. 20

(24)

yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama perusahaan dapat

dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan.5

Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustapadidjaja, strategi adalah keseluruhan

langkah (kebijaksanaan-kebijaksanaan) dengan perhitungan yang pasti guna

mencapai suatu tujuan atau untuk mengatasi suatu persoalan.6 Kemudian

menurut Ali Murtopo, strategi pada hakikatnya menjadi hal-hal yang

berkenaan dengan cara dan usaha masyarakat atau suatu bangsa untuk

mencapai tujuannya.7

Strategi adalah cara terbaik untuk mencapai beberapa sasaran. Untuk

menentukan mana yang terbaik tersebut akan tergantung dari Kriteria yang

digunakan.

Tujuan pada umumnya didefinisikan sebagai sesuatu yang ingin dicapai

dalam jangka panjang: seperti bertahan hidup, keamanan dan memaksimalkan

profit. Sasaran lebih nyata yaitu pencapaian hal-hal yang penting untuk

mencapai tujuan. Mencapai sasaran akan lebih mendekatkan pada tujuan.

Sasaran pada umumnya lebih spesifik dan harus dapat diukur dan biasanya

mencakup kerangka target dan waktu.

Strategi menyebutkan satu persatu hubungan penyebab dan hasil antara

apa yang dilakukan pelaku dan bagaimana dunia luar menanggapinya.

5

Lawrence R. Jauch dan William F. Glueck, Manajemen Strategi dan Kebijakan

Perusahaan, Edisi ke -3 (Jakarta: erlangga, 1988), h. 12

6

Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustapadidjaja, Teori dan Strategi Pembangunan

Nasional, (Jakarta: Haji MasAgung, cet. Ke -6, 1988), h. 13

7

(25)

Strategi disebut efektif jika hasil yang dicapai seperti yang diinginkan.

Karena kebanyakan situasi yang memerlukan analisis stratejik dan statis

melainkan interaktif dan dinamis, maka hubungan antara penyebab dan

hasilnya tidak tepat atau pasti.

1. Dimensi Strategi

Berdasarkan pengertiannya diatas dapat dijelaskan bahwa strategi

memiliki beberapa dimensi yang perlu diperhitungkan dan diketahui untuk

mengurangi dampak elemen ketidakpastian dalam merumuskan dan

mengimplementasikan staregi tersebut antara lain :

a. Dimensi Keterlibatan Manajemen Puncak

Keterlibatan manajemen puncak merupakan keharusan, karena

hanya pada tingkat manajemen puncak akan tampak segala bentuk

implikasi berbagai tantangan dan tuntutan lingkungan internal dan

eksternal, pada tingkat manajemen puncaklah terdapat cara pandang

yang holistik dan menyeluruh.8 Selain itu hanya manajemen puncaklah

yang memiliki wewenang untuk mengalokasikan dana, prasarana, dan

sumber lainnya dalam mengimplementasikan kebijakan yang telah

diputuskan. Dimensi Waktu dan Organisasi Masa Depan

b. Dimensi Lingkungan Internal dan Eksternal

8

(26)

Dimensi lingkungan internal dan eksternal adalah suatu kondisi

yang sedang dihadapi yang berupa kekuatan, kelemahan, peluang, dan

ancaman yang harus diketahui secara tepat untuk merumuskan

rencana strategi yang berjangka panjang.9 Dalam kondisi tersebut,

manajemen puncak perlu melakukan analisis yang objektif agar dapat

menentukan kemampuan organisasi berdasarkan berbagai sumber

yang dimiliki.

Dengan demikian, manajemen puncak memahami terhadap

kondisi lingkungan internal dan eksternal bagi organisasi dan mampu

melakukan berbagai pendekatan juga teknik untuk merumuskan

strategi organisasi yang dipimpinnya.

c. Dimensi Konsekuensi Isu Strategi

Dalam mengimplementasikan strategi harus didasarkan pada

penempatan organisasi sebagai suatu sistem. Setiap keputusan startegi

yang dilakukan harus dapat menjangkau semua komponen atau unsur

organisasi, baik arti sumber daya maupun arti satuan-satuan kerja

tersebut dikenal, seperti departeman, divisi, biro, seksi, dan

sebagainya.10

9

Ibid, h. 157

10

(27)

2. Faktor-Faktor yang Memperngaruhi Strategi

Adapun beberapa faktor yang menjadi pendukung dalam

merumuskan strategi, agar suatu organisasi tetap eksis, tangguh

menghadapi perubahan, dan mampu meningkatkan efektivitas dan

produktifitas. Faktor-faktor tersebut antara lain : tipe dan struktur

organisasi, gaya manajerial, kompleksitas lingkungan eksternal,

kompleksitas proses produksi, dan hakikat berbgai masalah yang dihadapi.

a. Tipe dan Struktur Organisasi

Struktur organisasi dapat didefinisikan sebagai “lukisan interaksi,

aktivitas-aktivitas peranan, hubungan-hubunngan, dan hirarki tujuan

suatu organisasi”.11

Tipe dan struktur organisasi yang dipilih untuk digunakan harus

berhubungan dengan kepribadian organisasi tersebut, sebab setiap

organisasi pasti memiliki kepribadian yang khas. Dengan demikian,

dalam struktur organisasi harus terdapat beberapa unsur, antara lain

spesialisasi kerja, standarisasi, koordinasi, sentralisasi atau

desentralisasi dalam pengambilan keputusan kerja dan ukuran kerja.12

b. Gaya Manajerial (kepemimpinan)

11

Abdul Syani, Manajemen Organisasi, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), h. 133

12

M. Ismail Yusanto dan M. Karebet Widjajakusuma, Pengantar manajemen

(28)

Dalam teori kepemimpinan dikenal berbagai teologi

kepemimpinan, antara lain dalah tipe otokratik, paternalistik, laisez

faire, demokratik, dan kharismatik.13 Namun demikian, tidak ada satu

tipe yang sesuai dan dapat digunakan secara konsisten pada semua jenis

dan kondisi organisasi.

c. Kompleksitas Lingkungan Eksternal

Lingkungan eksternal organisasi selalu bergerak dinamis.

Gerakan dinamis tersebut berpengaruh pada cara mengelola organisasi

dan termasuk dalam merumuskan dan menetapkan strategi.14 Karena

tidak ada organisasi yang dapat membebaskan diri dari dampak

lingkungan eksternal, maka dinamika tersebut harus dikenali,

dianalisis, diperhitungkan demi mencapai tujuan dan sasaran

organisasi.

d. Hakekat masalaah yang dihadapi

Strategi merupakan keputusan dasar yang diambil oleh

manajemen puncak melalui berbagai analisis dan perhitungan terhadap

lingkungan internal dan eksternal organisasi. Karena itu, keputusan

13

Sondang P. Siagian, Manajemen Startejik, h. 32

14

M. Ismail Yusanto dan M. Karebet Widjajakusuma, Pengantar manajemen

(29)

yang dambil oleh manajemen puncak akan menetukan kesinambungan

organisasi saat sekarang dan masa depan.15

3. Tahapan Strategi

Penerapan strategi suatu organisasi merupakan suatu proses yang

dinamis, agar terjadinya keberlangsungan dalam organisasi. Tahapan

tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut :

a. Analisis Lingkungan

Analisis lingkungan merupakan proses awal menetapkan

strategi yang bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai yang

mempengaruhi kinerja lingkungan dan organisasi.

Secara garis besar analisis suatu organisasi mencakup dua

komponen pokok yaitu analisis lingkungan internal dan analisis

lingkungan eksternal. Adapun proses ini dikenal dengan analisis

SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Theats).

Tujuan utama dilakukannya analisis lingkungan internal dan eksternal

suaatu organisasi adalah untuk mengidentifikasi peluang (opportunity) yang

harus segera mendapatkan perhatian serius dan pada saat yang sama

organisasi menentukan beberapa kendala ancaman (threats) yang perlu

diantisipasi.16 Hasil analisis SWOT akan menggambarkan kualitas dan

15

Amrullah dan Sri Budi Cantika, manajemenStartejik, (Yogyakarta: Graha Mada, 2002), h. 127

16

(30)

kuantifikasi posisi organisasi yang kemudian memberikan rekomendasi

berupa pilihan strategi generic serta kebutuhan atau modifikasi sumber daya

organisasi.17

a) Penetapan Misi dan Tujuan

Setiap organisasi macamnya pasti memiliki misi dan tujuan dari

organisasi itu. Misi dan tujuan ini menetukan arah mana yang akan dituju

oleh organisasi. Misi menurut pengertiannya, adalah suatu maksud dan

kegiatan utama yang membuat organisasi memiliki jati diri yang khas dan

sekaligus membedakannya dari organisasi lain yang bergerak dalam

bidang usaha yang sejenis.18 Tujuan adalah landasan utama untuk

menggariskan kebijakan yang ditempuh dan arah tindakan untuk mencapai

tujuan perusahaan.19

b) Perumusan Strategi

Perumusan strategi dalam hal ini adalah proses merancang dan

menyeleksi berbagai strategi yang pada hakikatnya menuntun pada

pencapaian misi dan tujuan organisasi. Strategi yang ditetapkan tidak

dapat lahir begitu saja. Diperlukan suatu proses dalam memilih berbgai

strategi yang ada.

17

M. Ismail Yusanto dan M. Karebet Widjajakusuma, Pengantar manajemen

Syariat, (Jakarta: Khairul Bayaan, 2002), h. 83

18

Sondang P. Siagian, Manajemen Startejik, h. 42

19

(31)

Menurut David Aeker, sebagaimana dikutif oleh Kusnadi terdapat

beberapa criteria yang harus diperhatikan dalam merumuskan atau

memilih suatu strategi, yaitu:

1. Strategi harus tanggap lingkungan ekstenal.

2. Strategi melibatkan keunggulan kompetitif.

3. Strategi harus sejalan dengan strategi lainnya yang terdapat di dsalam

organisasi.

4. Strategi menyediakan keluwesan yang tepat terhadap bisnis dan

organisasi.

5. Strategi secara organisasional dipandang layak ( wajar ).20

Setelah memilih strategi yang ditetapkan, maka langkah berikutnya

adalah melaksanakan strategi yang telah ditetapkan tersebut. Dalam tahap

pelaksanaan strategi yang telah dipilih sangat membutuhkan komitmen dan

kerja sama dari seluruh unit, tingkat, dan anggota organisasi.

Ada beberapa yang penting dalam mengimplementasikan strategi dalam

suatu organisasi, adalah sebagai berikut :

1. Sajikan citra yang baru.

2. Kurangi konflik dan tangani secara terbuka.

20

(32)

3. Bentuk persekutuan dengan berbagai pihak.

4. Mulai “secara kecil-kecilan”.21

B. Pengertian Pemberdayaan

Menurut Person, pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang

menjadi cukup kuat berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan, atas dan

memepngaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang

mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang

memperoleh keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup lain yang

menjadi perhatiannya.22

Menurut Kartasasmita dikutip oleh Setiawan mendefinisikan bahwa

pemberdayaan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia

atau masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk

melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan.23

Menurut Edi Soeharto mendefinisikan pemberdayaan adalah sebagai

tindakan sosial dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri

dalam membuat perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan

21

Sondang P. Siagian, Teory Pengembangan Organisasi, (Jakarta: Bumi Alsara,2002), h. 92-93

22

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi

Komunitas (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003), h. 56

23

Setiawan, hari hariyanto, “Pengembangan Program Anak Jalanan melalui

(33)

masalah sosial atau memenuhi kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan

dan sumberdaya yang dimiliki.24

Pemberdayaan berarti desentralisasi kekuasaan sehingga governance

yang sebenarnya dimiliki oleh setiap warga dalam kadar yang sama. Dapat

pula diartikan bahwa semua anggota masyarakat, ikut serta secara penuh

dalam membuat dan melaksanakan putusan-putusan yang diambil.25

Pemberdayaan masyarakat (Community development) adalah suatu

proses yang merupakan usaha masyarakat sendiri yang diintegrasikan dengan

otoritas pemerintah guna memperbaiki kondisi sosial ekonomi dan kultur

komunikasi, mengintegrasikan komunitas ke dalam kehidupan nasional dan

mendorong kontribusi komunitas yang lebih optimal bagi kemajuan

nasional.26

Pemberdayaan bisa diartikan juga sebagai perubahan kepada arah yang

lebih baik, dari tidak berdaya menjadi berdaya. Pemberdayaan terkait dengan

upaya meningkatkan taraf kehidupan ke tingkat yang lebih baik.

Pemberdayaan adalah meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri untuk

menggunakan daya yang dmiliki. Tentunya dalam menentukan kea rah yang

24

Edi Soeharto, Pendampingan Sosial dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin:

Konsep dan Strategi, dalam makalahnya yang disiapkan dan bacaan pelatih dalam meningkatkan

kemampuan capacity building para pendamping sosial keluarga miskin pada proyek uji coba model pemandu di Lampung, jateng, dan NTB

25

Carunia Mulya Firdausy ed, Dimensi Manusia dalam Pembangunan Berkelanjutan, (Jakarta; LIPI, 1998), h. 12

26

(34)

lebih baik lagi.27 Menurut T. Handoko, pemberdayaan adalah suatu usaha

jangka panjang untuk memperbaiki proses pemecahan masalah dan

melakukan pembaharuan.28

Sekilas jika definisi tersebut diperhatikan memang terdapat perbedaan,

tetapi mengandung arti yang sama, oleh karena itu penulis mencoba

menyimpulkan mengenai batasan definisi pemberdayaan berdasarkan

informasi di atas sebagai berikut:

a. Pemberdayaan adalah mengembangkan dari keadaan tidak berdaya

menjadi berdaya.

b. Pemberdayaan dilakukan memlalaui proses yang cukup panjang dan

dilakukan secara kontinyu untuk menuju kea rah yang lebih baik.

c. Pemberdayaan bisa diartikan sebagaiperubahan yang lebih meningkat.

d. Pemberdayaan bisa diartikan sebagai pembangunan.

Jadi pemberdayaan adalah upaya mendorong (encourage), memberikan

motivasi dan membangkitkan kesadaran (awareness) akan potensi yang

dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya.

1. Pemberdayaan Anak

Pemberdayaan anak adalah upaya untuk mengembangkan diri dari

keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi berdaya, guna mencapai

27

Diana, Perencanaan Sosial Negara Berkembang, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 19991). h, 15

28

(35)

kehidupan yang lebih baik. Pemberdayaan terkait dengan upaya

meningkatkan taraf kehidupan yang lebih baik. Jadi pemberdayaan anak

adalah berusaha untuk meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri

anak asuh untuk menggunakan daya yang dimilikinya agar mendapat

kehidupan yang lebih baik.

Pemberdayaan anak asuh adalah kegiatan dalam bentuk sosial,

budaya, ekonomi, politik, dan kemapanan masyarakat untuk meningkatkan

kekuatan, peranan dan keswadayaan masyarakat miskin dalam suatu

kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan dan keamanannya.29

Pemberdayaan anak asuh merupakan langkah yang sangat penting

bagi upaya pengurangan penduduk miskin, upaya pemberdayaan anak

asuh merupakan kepedulian dalam kemitraan dan kesetaraan dari pihak

yang sudah maju kepada pihak yang belum berkembang. Dalam

pengertian itu pemberdayaan ini merupakan suatu proses ketergantungan

menuju kemandirian.

Pemberdayaan anak asuh sendiri merupakan upaya untuk

memandirikan anak asuh lewat perwujudan potensi kemampuan yang

mereka miliki. Konsep pemberdayaan ini sebagai suatu pemikiran, tidak

dapat terlepas dari paradigm pembangunan yang berpusat pada rakyat.

Paradigm pembangunan yang demikian memberikan kedaulatan kepada

29 Jules Siboro, Pemberdayaan Ekonomi Rakyat melalui Program IDT dan Pengaruhnya

(36)

rakyat untuk menentukan pilihan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan

mereka masing-masing.

2. Ruang Lingkup Pemberdayaan Anak

a. Kognitif

Para ahli psikologi sepakat bahwa otak manusia adalah sumber

kekuatan yang luar biasa dan dahsyat, yang tidak dimiliki oleh makhluk

lainnya. Mereka mengklasifikasi otak menjadi dua klasifikasi, yaitu otak

kiri dan otak kanan. Otak kiri berfungsi untuk menghafal dan mengingat,

logika atau berhitung, menganalisis, memutuskan dan bahasa. Sedangkan

otak kanan berfungsi untuk melakukan aktivitas imajinasi atau intuisi,

kreasi atau aktifitas, inovasi, dan seni. Secara umum, manusia yang

dilahirkan normal di dunia initelah diberikan Allah

kemampuan-kemampuan dasar tersebut. Tugas otak tersebut akhirnya adalah

melakukan kegiatan berfikir, yaitu berfikir untuk menghasilkan karya

nyata melalui bahasa, logika, intuisi, kreatifitasnya. Jadi, otak manusia

adalah sumber kekuatan manusia untuk menghasilkan karya melalui

proses berfikir, bahkan menurut David J Schwartz, berfikir positif dapat

mendatangkan mukjizat.

Menurut Agus Sujanto berfikir adalah gejala-gejala jiwa yang dapat

menetapkan hubunngan-hubungan antara ketahuan-ketahuan kita.30

(37)

Menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Kognitif adalah

kegiatan memperoleh ilmu pengetahuan atau usaha mengenali sesuatu

melalui pengalaman sendiri.31

Dalam berfikir, kita menggunakan alat, alat itu adalah akal. Berfikir

adalah suatu proses diakletis. Artinya, selama kita berfikir, pikiran kita

mengadakan Tanya jawab dengan pikiran kita, untuk dapat meletakkan

hubungan-hubungan antara ketahuan kita itu dengan tepat. Pertanyaan

itulah yang member arah pikiran kita.

Proses-proses yang dilalui dalam berfikir adalah sebagai berikut:

1) Pembentukan pengertian, artinya dari suatu masalah, pikiran kita

membuang ciri-ciri tambahan, sehingga tinggal ciri-ciri yang tipis

(yang tidak boleh tidak ada) pada masalah itu.

2) Pembentukan pendapat, artinya pikiran kita menggabungkan atau

menceraikan beberapa pengertian yang menjadi tanda khas dari

masalah itu.

3) Pembentukan keputusan, artinya pikiran kita menggabungkan

pendapat tersebut.

4) Pembentukan kesimpulan, artinya pikiran kita menarik keputusan dari

keputusan-keputusan yang lain.32

31 Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta:

(38)

Proses kognitif melibatkan perubahan-perubahan dalam kemampuan

dan pola berfikir, kemahiran berbahasa, dan cara individu memperoleh

pengetahuan dari lingkungannya. Aktivitas-aktivitas seperti mengamati

dan mengklasifikasikan benda-benda, menyatu beberapa kata menjadi satu

kalimat, menghafal sajak atau doa, memecahkan soal-soal matematika

pengalaman, merefleksikan peran merupakan proses kognitif dalam

perkembangan anak.

Perkembangan kognitif perlu dibedakan dengan perubahan dalam

arti belajar. Perekmbangan kognitif mengacu kepada perubahan-perubahan

penting dalam pola kemampuan berfikir serta kemahiran berbahasa, seperti

belajar cenderung lebih terbatas pada perubahan-perubahan sebagai hasil

darinpengalaman atau peristiwa yang relatif spesifik. Selain itu,

perubahan-perubahan yang dipelajari seringkali dipelajari dalam waktu

yang singkat, tetapi perkembanngan kognitif terjadi dalam kurun waktu

yang relatif lama. Perkembanngan kognitif anak dan pengalaman belajar

ini sangat erat kaitannya dan saling berpengaruh satu sama lain.

perkembangan kognitif anak akan menfasilitasi atau membatasi

kemampuan belajar anak, sebaiknya pengalaman belajar anak akan sangat

menfasilitasi perkembangan kognitifnya.

Menurut Piaget perkembangan kognitif pada anak terdiri dari atas

empat tahap yaitu:

(39)

a) Tahap Sensori-Motorik (0-2 tahun). Yang berperan adalah skema

motorik. Jadi anak harus berbuat atau melakukan sesuatu dahulu untuk

mengetahui sesuatu. Kalau kepalanya sudah terbentur dinding barulah

ia tahu bahwa dinding itu keras.

b) Tahap Pra-Operasional (2-7 tahun). Anak sudah mengembangkan

skema simbolik (lisan dan kemudian tulisan). Anak cukup diberi tahu

secara lisan bahwa dinding itu keras, dengan sendirinya dia tidak akan

membenturkan kepalanya ke dinding.

c) Tahap Operasinal Kongkrit (7-11 tahun). Dalam usia sekolah dasar ini

anak sudah mampu memecahkan masalah-masalah yang kongkrit (dua

jeruk ditambah tiga jeruk menjadi lima jeruk). Selanjutnya, dia mampu

berprilaku di dalam kognisinya (menghitung, menambah, membagi,

mengalikan, mengenal nama-nama kota di peta buta dan sebagainya)

sehingga dia tidak perlu sungguh-sungguh berbuat sesuatu untuk

memecahkan suatu masalah. Misalnya, untuk menemukan kantor

kepala desa, dia tidak usah berjalan menyelusuri seluruh desa, tetapi

cukup membaca peta dan mengikuti peta tersebut samapi ke kantor

kepala desa.

d) Tahap Operasional Formal (11 tahun ke atas). Pada tahap ini orang

sudah mampu memecahkan masalah-masalah hipotesis dan dapat

berfikir deduktif (menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tidak atau

(40)

apakah yang harus dilakukan pemerintah?” atau “jika seorang anak

tiga kali tidak naik kelas apakah yang harus dilakukan orang tuanya?”

Menurut Piaget, tahapan perkembangan kognitif itu adalah invariant

yaitu seragam atau sama saja bagi setiap orang dan tidak ada tahapan yang

dapat diloncati sebelum masuk ke tahap yang berikutnya, karena setiap

tahap adalah persiapan bagi tahap berikutnya.33

b. Emosi

Kata “emosi” berasal dari bahasa latin “emovere” yang artinya

“bergerak keluar”. Maksud emosi adalah untuk menggerakan individu

untuk menuju rasa aman dan pemenuhan kebutuhannya serta menghindari

sesuatu yang merugikan dan menghambat pemenuhan kebutuhan.34

Menurut buku karangan Netty Hartati dkk, emosi dapat didefinisikan

sebagai stirred up or aroused state of the human organization (emosi

merupakan suatu keadaan yang bergejolak dalam diri manusia).35

Emosi merupakan luapan perusahaan yang berkembang dan surut

dalam waktu yang cepat.36

33 Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Sosial Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial,

(Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 78-79

34 Mohamad Surya, Psikologi Konseling, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2003), h. 82

35 Netty Hartati, dkk, Islam dan Psikologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 89

36 Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta:

(41)

Menurut Arnold, emosi adalah rasa dan atau perasaan yang membuat

kecendrungan yang mengarah terhadap sesuatu yang secara intuitif dinilai

sebagai hal yang baik atau bermanfaat atau menjauhi dari sesuatu yang

secara intuitif dinilai buruk atau berbahaya. Tindakan itu diikuti oleh

pola-pola perubahan fisiologis sejalan dengan mendekati atau menghindari

objek.37

Menurut Ary Ginanjar, kecerdasan emosi adalah kemampuan

merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya kepekaan

emosi secara sumber energy, informasi, koneksi dan pengaruh manusia.

“Emosi adalah bahan bakar yang tidak tergantikan oleh apa pun bagi otak

agar mampu melakukan penalaran yang tinggi. Emosi menyulut

kreatifitas, kolaborasi, inisiatif dan transformasi, sedangkan penalaran

logis berfungsi mengatasi dorongan-doronngan yang keliru dan

menyelaraskannya dengan proses dan teknologi dengan sentuhan

manusiawi. Emosi juga salah satu kekuatan penggerak. Bukti-bukti

menunjukan bahwa nilai-nilai dan watak dasar seseorang dalam hidup

initidak berakal pada IQ, tetapi pada kemampuan emosional,” Integritas,

komitmen, konsistensi, ketulusan dan totalitas itulah yang dijadikan tolak

ukur kecerdasan emosi (EQ). kecerdasan emosi sebenarnya akhlak di

dalam Islam yang pernah diajarkan Rasullah 1.400 tahun lalu, jauh

sebelum konsep EQ diperkenalkan saat ini sebagai sesuatu yang dinamika

ESQ (Kecerdasan Emosi dan Spiritual).

(42)

Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak rencana

seketika untuk mengatasi masalah yang ditanamkan secara

berangsur-angsur yang terkait dengan pengalaman dari waktu ke waktu.

Dapat dirangkum bahwa kecerdasanemosi dapat diartikan

kemampuan untuk mengenal, mengelola, dan mengekspresikan dengan

tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain,

serta membina hubungan dengan orang lain. Jelas bila seorang individu

mempunyai kecerdasan emosi tinggi, dapat hidup lebih bahagia daan

sukses karena percaya diri serta mampu menguasai emosi atau mempunyai

kesehatan mental yang baik.

Apabila emosi kuat, seringkat terjadi juga perubahan-perubahan pada

tubuh kita, antara lain:

a. Reaksi elektris pada kulit : meningkat bila terpesona.

b. Peredaran darah : bertambah cepat bila marah.

c. Denyut jantung : bertambah cepat bila terkejut.

d. Pernafasan : bernafas panjang bila kencang.

e. Pupil mata : membesar bila sakit atau marah.

f. Liur : mongering bila takut dan tegang.

g. Bulu roma : berdiri bila takut.

(43)

i. Otot : ketegangan dan ketakutan menyebabkan otot menegang dan

bergetar.

j. Komposisi darah : komposisi darah akan picut berubah dalam

keadaan emosional karena kelenjar-kelenjar lebih aktif.38

c. Spiritual

Spiritual adalah spirit atau murni.39 Penguasaan ilmu pengetahuan

dan teknologi tanpa didasari pemahaman dan keyakinan bahwa sumber

IPTEK adalah dari Allah SWT, justru akan membuat manusia lebih

banyak melakukan ‘trial and error’. Pengembangan segi-segi kehidupan

sebagai rahasia untuk meraih sukses manusia, perlu disempurnakan oleh

faktor SQ (Spiritual Quotient), demi untuk kematangan kerohaniaan.

Kunci dan kamus dari konsep ESQ menurut Ary Ginanjar adalah

Asmaul Husna atau 99 nama dan sifat Allah SWT. “Maanusia diberi

wewenang untuk menggunakan haknya dari Allah SWT untuk mengurangi

keluasan samudera hakikat dari ilmunnya. Maka dengan meresapi ke-99

asma Allah tersebut, seorang manusia akan mampu menguatkan dirinya

kembali (reinforcement) sebagai titik tolak pembangunan dan pengesahan

kecerdasan emosinya. Denngan Asmaul Husna manusia berikhtiar untuk

38 Abdul Rahman Shaleh, Mubib abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar dalam

Perspektif Islam, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 171

39 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power, (Jakarta:

(44)

menunjukan kebaikan dari kebenaran, kebenaran dari kebenaran dan

keindahan dari kebenaran milik-Nya.”

Di dalam islam hal-hal yang berhubungan dengan kecakapan emosi

dan spiritual seperti konsistensi (istiqamah), kerendahan hati (tawadhu),

berusaha dan berbersih diri (tawakkull tawakal), totalitas (kaffah),

keseimbangan (tawazun), integritas dan penyempurnaan (ikhsan) dan

ketulusan (sinceret), semua itu dinamakan Akhlakul Karimah.

Kecerdasan spiritual bersumber dari suara-suara hati, sedangkan

suara-suara hati ternyata sama persis dengan nama dan sifat-sifat Ilahiyah

yang telah terekam di dalam jiwa setiap manusia, seperti dorongan ingin

muji, dorongan ingin belajar, dorongan inngin bijaksana dan dorongan

lainnya.

Untuk meningkatkan kecerdasan spiritual (SQ) dapat ditempuh

dengan jalan menghayati serta mengamalkan agama, yaitu Rukun Iman

(Iman kepada Allah, Iman kepada Malaikat-malaikat Allah, Iman kepada

Kitab-kitab Allah, Iman kepada Rasul Allah, Iman kepada Hari Kiamat

dan Iman kepada Qada dan Qadar) dan Rukun Islam (Membaca Dua

Kalimat Syahadat, Sholat Lima Waktu, Puasa di Bulan Ramadhan,

Membayar Zakat, Pergi Haji jika mampu).40

d. Keterampilan

40Dadang Hawari, Al-Qur’an. Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta:

(45)

Keterampilan atau life skills adalah berbagai keterampilan atau

kemampuan untuk dapat beradaptasi dan berprilaku positif yang

memungkinkan seseorang mampu menghadapi berbagai tuntutan dan

tantangan dalam hidupnya sehari-hari secara efektif.41

Keterampilan atau life skills dapat dikelompokan dalam empat jenis

yaitu:

1) Keterampilan personal (personal skills) yang mencakup keterampilan

mengenal diri sendri, keterampilan berfikir rasional dan percaya diri.

2) Keterampilan sosial (social skills) seperti keterampilan melakukan

kerjasama, bertenggang rasa dan tanggung jawab sosial.

3) Keterampilan akademik (academic skills) seperti keterampilan dalam

melakukan penelitian, percobaan-percobaan denngan pendekatan

ilmiah.

4) Keteramilan vokasional (vocational skills) adalah keterampilan yang

berkaitan denngan suatu bidang kejuruan atau keterampilan tertentu

seperti di bidang pembengkelan, jahit-menjahit, peternakan, pertanian,

produksi barang tertentu.42

41

Pedoman Penyelenggaraan Program Kecakapan hidup (Life Skills) Pendidikan Luar Sekolah, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Nasional, 2003, h. 5

42 Pedoman Penyelenggaraan Program kecakapan Hidup (life skills) pendidikan Luar

(46)

Keempat kecakapan tersebut dilandasi oleh kecakapan spiritual

yakni keimanan, ketaqwaan, moral, etika dan budi pekerti yang baik

sebagai salah satu pengalamandari sila pertama pancasila. Denngan

demikian, pendidikan keterampilan atau life skills diarahkan pada

pembentukan manusia yng berakhlak mulia, cerdas, terampil, sehat dan

mandiri.

3. Progaram dan Proses pemberdayaan

Pemberdayaan sebagai suatu program, dimana pemebrdayaan dilihat

dari tahapan-tahapan kegiatan guna mencapai suatu tujuan, yang

biasanya sudah ditentukan jangka waktunya. Bila program selesai maka

danggap pemberdayaan sudah selesai dilakukan. Hal ini banyak terjadi

pada pembangunan berdasarkan proyek yang banyak dikembangkan oleh

lembaga-lembaga pemerintah, dmana proyek yang satu dengan yang

lainnya kadangkala tidak berhubungan, bahkan tidak saling mengetahui

apa yang sedang dikerjakan oleh bagian yang lain meskipun itu dalam

satu lembaga yang sama. Sedangkan pada beberapa organisasi non

pemerintrah kegiatannya tidak jarang juga terputus karena telah

berakhirnya dukungan dana dari pihak donor.

Proses pemberdayaan yang dikemukakan oleh Prijono, dan dkutip

oleh Rajuminropa, mengandung dua kecenderungan yaitu :

a. Kecenderungan primer, proses pemberdayaan yang menekankan

(47)

kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih

berdaya. Proses ini dilengkapi denngan upaya membangun assaet

material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui

organisasi.

b. Kecenderungan sekunder, proses pemberdayaan yang menekankan

kepada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu

agar mempunyai kemampuan atau berdaya untuk menentukan pilihan

hidupnya melalui proses dialog.

Selanjutnya menurut Rubin (1992) “central to empowerment is

illingnessto challenge formal authority and to ascape dependency on

those in power”. Yang dikutip oleh Rajuminropa bahwa pendapat Rubin

diartikan bahwa pemberdayaan sebagai proses ataupun sebagai tujuan

pada dasarnya akan memunculkan keberanian pada individu atau

kelompok. Kondisi semula yang cenderung hanya menerima keadaan,

selanjutnya akan lebih berani bertindak untuk merubah keadaan. Bentuk

keberanian itu juga dapat merupakan kekuatan formal guna menghapus

ketergantunannya.43

Hogon seperti dikutip oleh Adi menggambarkan proses

pemberdayaan yang kesinambungan sebagai suatu siklus yang terdiri dari

lima tahap utama yaitu:

43

(48)

1. Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan dan tidak

memberdayakan (recall dopowering/empowering experience).

2. Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan

pentidakberdayaan (discuss reasons for depowerment/empowerment)

3. Mengidentifikasi suatu masalah ataupun proyek (identify one

problem or project)

4. Mengidentifikasikan basis daya yang bermakna (identify usefull

power bases) dan

5. Mengembangkan rencana-rencana aksi dan mengimplementasikan

(develop and implement action plans).

Dari pernyataan di atas tergambar mengapa Hogan menyakini bahwa

proses pemberdayaan yang terjadi pada tingkat individu tidak, berhenti

pada suatu titik tertentu. Tetapi lebih merupakan sebagai upaya

berkesinambungan untuk meningkatkan daya yang ada. Meskipun Hogon

memfokuskan tulisannya pada pemberdayaan individu, tetapi model

pemberdayaan yang bersifat on-going process tersebut bukan berarti

tidak dapat diterapkan pada level komunikasi.44

Proses pemberdayaan yang merupakan on-going process bukan

berarti meniadakan masalah, akan tetapi pemberdayaan tersebut

mempersiapkan struktur dan system dalam komunitas agar dapat

44

Adi Isbandi Rukminto, Pemikiran-pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan

(49)

bersikap proaktif dan responsive terhadap kebutuhan komunitas dan

permasalahan yang ada dan dapat muncul dalam kumunitas tersebut.

4. Strategi Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan (empowerment) pada hakikatnya merupakan sebuah

konsep yang fokusnya adalah kekuasaan pemberdayaan secra subtansial

menurut Bagong Suyanto, merupakan proses memutus (break down) dari

hubungan antara subjek dan objek. Proses ini mementingkan pengakuan

subjek akan kemampuan akan daya yang dimiliki objek. Secara garis

besar, proses ini melihat pentingnya mengalirkan daya dari subjek ke

objek.45 Hasil akhir dari pemberdayaan adalah beralihnya fungsi individu

yang semula objek menjadi subjek baru, sehingga lahir relasi sosial yang

ada nantinya hanya akan dicirikan dengan relasi antara subjek dengan

subjek yang lain.

Menurut Edi Suharto menyatakan bahwa dalam pemberdayaan

memiliki tiga aras pemberdayaan, yaitu aras Mikro, Mezzo dan Makro.46

a) Pemberdayaan Aras Mikro

Pemberdayaan sistem ini disebut juga sebagai strategi system

kecil yang memiliki cakupan keluarga dengan titik tekannya

45

Editor, Moh. Ali Aziz dkk, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat: Paradigma Aksi

Metodologi (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), h. 169

46 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis

(50)

individu, salah satunya melalui bimbingan, konseling, manajemen

stress dan intervensi krisis.

Strategi mikro ini dilakukan sebagai kekecewaan tak kunjung

berfungsinya institusi publik di Negeri ini dalam memperjuangkan

aspirasi masyarakat. Itulah sebabnya, masyarakat lebih sering

bergerak sendiri-sendiri, atau jika harus bersama-sama.

b) Pemberdayaan Aras Mezzo

Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok

sebagai media intervensinya. Pendidikan dan pelatihan, dinamika

kelompok biasanya digunakan sebagai strategi dalam

meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan, dan sikap

agar masyarakat memiliki kemampuan memecahkan permasalahan

yang dihadapinya.

c) Pemberdayaan Aras Makro

Pendekatan ini disebut juga sebagai strategi sistem besar

dengan intervensi perumusan kebijakan, perencanaan sosial,

kampanye, Aksi sosial, lobby, pengorganisasian masyarakat.

Dari ketiga strategi di atas jika dilihat secara seksama sagmen

pemberdayaan itu terletak pada mezzo dan makro walau tidak

menutup kemungkinan merambah pada ranah mikro. Oleh

(51)

pembangunan sosial mempunyai implikasi agar setiap kegiatan

yang diciptakan bermutu pada proses yang sifatnya partisifatif.

5. Tahapan- tahapan Pemberdayaan

Adapun upaya untuk pemberdayaan terdiri dari tiga tahapan yaitu:

a. Menciptakan suasana iklim yang memungkinkan potensi

masyarakat itu berkembang. Titik tolaknya adalah pengenalan

bahwa setiap manusia dan masyarakat memiliki potensi (daya)

yang dapat dikembangkan.

b. Memperkuat potensi atau daya yang memiliki oleh masyarakat,

dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif dan

nyata, serta pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan

membuat masyarakat menjadi semakin berdayandalam

memanfaatkan peluang.

c. Memberdayakan juga mengandung arti menaggulanggi.47

Untuk lebih memperjelas rincian dari masing-masing tahap tersebut

akan diuraikan secara singkat tahap-tahap pemberdayaan yang

dimaksud yaitu:

1) Tahap Persiapan

47

(52)

Pada tahap persiapan ini didalamnya sekurang-kurangnya

ada dua tahapan yang harus dikerjakan, yaitu (a) penyiapan

petugas; dan (b) penyiapan lapangan; penyiapan petugas,

dalaam hal ini tenaga pemberdaya masyarakat yang biasa juga

dilakukan oleh community worker, dan penyiapan lapangan

merupakan persyratan suksesnya suatu program pemberdayaan

masyarakat yang pada dasranya diusahakan dilakukan secara

non-direktif.

2) Tahap Pengkajian

Proses pengkajian yang dilakukan disini dapat dilakukan

secara individual melalui tokoh-tokoh masyarakat, tetapi dapat

juga melalui kelompok-kelompok masyarakat. Pada tahapan

ini petugas sebagai agen berusaha mengidentifikasikan

masalah (kebutuhan yang dirasakan) dan juga sumber daya

yang dimilki klien.

3) Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan

Pada tahap ini, petugas sebagai agen perubah secara

partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berfikir tentang

masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara

mengatasinya. Permasalahan yang ada masyarakaat diharpkan

dapat memikirkan beberapa alternative program dan kegiataan

(53)

4) Tahap Performulasian Rencana Aksi

Pada performulasian rencana aksi ini, diharapkan petugas

dan masyarakat dapat membayangkan dan menuliskan tujuan

jangka pendek apa yang akan mereka capai dan bagaimana

cara mencapai tujuan tersebut.

5) Tahap Pelaksanaan Program atau Kegiatan

Tahapan pelaksanaan ini merupakan salah satu tahap yang

paling penting dalam program pemberdayaan masyarakat,

karena sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik akan

dapat melenceng dalam pelaksanaan di lapangan bila tidak ada

kerjasama antara petugas dan warga masyarakat, maupun

kerjasama antar warga.pertenatngan antara kelompok warga

juga dapat menghambat pelaksanaan suatu program ataupun

kegiatan.

6) Tahap Evaluasi

Evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan

petugas terhadap program pemberdayaan masyarakat yang

sedang berjalan sebaiknya dilakukan dengan melibatkan

warga. Dengan keterlibatan warga pada tahapan ini diharapkan

akan terbentuk suatu system dalam komunitas untuk

(54)

jangka panjang diharapkan akan dapat membentuk system

dalam masyarakat yang mandiri dengan memanfaatkan sumber

daya yang ada.

7) Tahap Teminasi

Tahap ini merupakan tahap pemutusan hubungan secara

formal dengan komunitas sasaran.48

C. Pengertian Anak Asuh

Anak asuh adalah anak yang diberi biaya pendidikan (oleh seseorang),

tetapi tetap tinggal pada oarng tuanya.49

Menurut Ardianus Khatib yang dikutif oleh Chuzaimah T. Yanggo dan

Hafiz Ansharya berpendapat bahwa anak asuh adalah anak yang digolongkan

dari keluarga yang tidak mampu, antara lain sebagai berikut:

a. Anak yatim atau piatu atau anak yatim piatu yang tidak memiliki

kemampuan ekonomi untuk bekal sekolah dan belajar.

b. Anak dari keluarga fakir miskin

c. Anak dari keluarga yang tidak memiliki tempat tinggal tertentu (tuna

wisma).

48

Adi Isbandi Rukminto, Pemikiran-pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan

Sosial, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2002), h. 182-195

49

(55)

d. Anak dari keluarga yang tidak memiliki ayah dan ibu dan keluarga dan

belum ada orang lain yang membantu biaya untuk bersekolah atau

belajar.50

Orang tua asuh tidak saja mengusahakan anak asuh untuk dapat

menyelesaikan pendidikan dasarnya saja, tetapi juga sebagai wujud gotong

royong menurut asas kekeluargaan dalam tatanan kehidupan berpancasila

secara konkrit juga ikut menyukseskan program wajib belajar sebagai upaya

mencerdaskan kehidupan bangsa yang didasari oleh jiwa kemanusiaan yang

tinggi, rasa keikhlasan serta rasa kasih sayang.

Batasan Anak Asuh

Batasan usia dalam pelaksanan penelitian ini adalah 13-17 tahun, karena

pada usia ini anak belum mencapai taraf kematangan yang matang, maka ia

masih mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang sesuai dengan taraf

pertumbuhan dan perkembangan yang dapat hidu bahagia didunia dan

akhirat.

Pada akhir kanak-kanak ini ditandai oleh kondisi yang sangat

mempengaruhi sosial anak. Pada tahun terakhirnya dari masa kanak-kanak

terjadi perubahan fisik yang menonjol hal ini dapat mengakibatkan perubahan

dalam sikap, nilai dan perilaku dengan menjelang berakhirnya periode ini

akan anak-anak mempersiapkan diri secara fisik dan psikologis untuk

50

Ehuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Ashari, Problemati ke hokum Islam Kotemporer

Gambar

Tabel 1 JADWAL KEGIATAN HARIAN ANAK ASUH
Table 2 Profil Anak Asuh
Data Pendidikan Anak AsuhTable 1
Table 2 Jadwal Tugas Harian

Referensi

Dokumen terkait

C Pasar Sepeda Jokteng

Setelah mendapatkan penjelasan secukupnya tentang manfaat penelitian ini dan efek sampingnya, maka saya menyatakan SETUJU untuk ikut serta dalam penelitian dari Ester Pasaribu

Sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, Dewan Komisaris adalah organ perusahaan yang mewakili Pemegang Saham untuk melakukan fungsi pengawasan atas pelaksanaan kebijakan

Demikian halnya dengan sunat perem- puan di desa Bodia, bahwa sunat perem- puan adalah praktek budaya turun temurun dari nenek moyang mereka, budaya yang melekat tersebut

Cadangan kerugian penurunan nilai dari aset nonkeuangan -/- - 17... POS-POS 31

Khusus untuk Kecamatan, kedudukan dan kewenangannya ditegaskan pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan yakni selain tugas menyelenggarakan

Bagi Kepala Puskesmas Andalas, Anak Air dan Air Tawar agar dapat mengusulkan penambahan tenaga kesehatan yang mengikuti pelatihan KtA, menambah alokasi dana BOK

Deputi MENLH Bidang Penaatan