FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA BAGIAN PROCESSING DAN FILLING PT. COSMAR INDONESIA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011
OLEH : Febria Suryani NIM : 107101000572
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
i Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, November 2011
ii Skripsi, November 2011
Febria Suryani, NIM : 107101000572
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS
KONTAK PADA PEKERJA BAGIAN PROCESSING DAN FILLING PT.COSMAR INDONESIA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011
(xvi+ 115 halaman, 11 tabel, 12 gambar, 6 lampiran) ABSTRAK
Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua Penyakit Akibat Kerja terbanyak yang bersifat nonalergi atau iritan. Salah satu penyebab dari dermatitis kontak yaitu bahan kimia yang digunakan dalam proses pembuatan kosmetik. Bahan kimia tersebut memiliki posibilitas untuk mengiritasi dan mensesitisasi kulit pekerja. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di perusahaan kosmetik PT.Cosmar Indonesia, didapatkan bahwa 60% dari 15 orang pekerja mengalami dermatitis kontak.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, yang dilakukan pada bulan juli-oktober 2011 di bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia. Tujuannya untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja PT.Cosmar Indonesia. Sampel penelitian merupakan seluruh total populasi pekerja di bagian processing dan filling sebanyak 50 orang pekerja. Variabel independen dalam penelitian ini meliputi lama kontak, masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD. Penentuan penyakit dermatitis kontak dan riwayat penyakit kulit didapatkan dari hasil diagnosa dokter, variabel personal hygiene dan penggunaan APD didapatkan dengan observasi langsung dan variabel lainnya didapatkan dengan menyebarkan kuesioner. Data yang diperoleh kemudian dilakukan uji statistik dengan rumus chi square dan t independent.
Hasil penelitian menunjukan bahwa 48% pekerja mengalami dermatitis kontak, dengan 33,3% dermatitis kontak alergi dan 66,7% dermatitis kontak iritan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak dalam penelitian ini yaitu lama kontak (Pvalue 0.020), masa kerja (Pvalue 0.012), usia (Pvalue 0,006) dan personal hygiene (Pvalue 0,028).
Untuk mereduksi resiko dermatitis kontak disarankan agar pekerja menggunakan APD dengan lengkap dan memperhatikan kebersihan diri selama bekerja, melakukan penyuluhan kepada pekerja untuk mengenal gejala dermatitis kontak serta pengawasan mengenai penggunaan APD dan personal hygiene.
iii
MAJOR OF OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH Paper, November2011
Febria Suryani, NIM : 107101000572
FACTORS ASSOCIATED WITH CONTACT DERMATITIS AT PROCESSING AND FILLING SECTIONS IN PT.COSMAR INDONESIA SOUTH TANGERANG YEAR 2011
xvi+ 115 pages, 11 tables, 12 pictures, 6 attachments
Contact dermatitis prevalence among occupational disease is 50%, which irritant contact dermatitis is more often occurs than the allergic. One of the dermatitis contact agent is chemical which are often used in cosmetic production process. These chemical has possibility to irritate and sensitize the workers. Based on preeliminary study at PT.Cosmar Indonesia as one of cosmetic industries in Indonesia, showed that 60% of 15 workers suffer contact dermatitis.
This research is a quantitative study used a cross sectional method, and held in Juli-October 2011 at processing and filling sections in PT.Cosmar Indonesia. The purpose of this study was to analyze factors associated with contact dermatitis in PT Cosmar Indonesia. Fifty workers was taken as total sampling at processing and filling sections. The independent variables are duration contact, years of employment, age, sex, skin diseases history, personal hygiene and used of PPE (Personal Protective Equipment). For contact dermatitis and skin diseases history obtained by diagnose doctor, for personal hygiene and used of PPE was collected by direct observation, and the other variables was collected by questionaire. Afterwards, tests, such as chi square and t independent, are used to analyze the data.
Results showed that 48% workers suffered contact dermatitis, which 33,3% alergic type and 66,7% irritant type. Factors associated with contact dermatitis are duration contact (Pvalue: 0.020), years of employment (Pvalue: 0.012), age (Pvalue 0.006) and personal hygiene (Pvalue: 0,028).
To reduce contact dermatitis risk, workers should use completed PPE during work, and awareness of their personal hygiene, early recognizing of contact dermatitis symptoms and improve supervised the used of PPE and personal hygiene.
iv
Skripsi Dengan Judul
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA BAGIAN PROCESSING DAN FILLING PT. COSMAR INDONESIA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 14 November 2011
Mengetahui,
Iting Shofwati, ST, MKKK M. Farid Hamzens, Msi
v
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 14 November 2011
Penguji I,
Iting Shofwati, ST, MKKK
Penguji II,
M. Farid Hamzens, Msi
Penguji III,
vi Data Pribadi
Nama : Febria Suryani
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 27 Februari 1990 Jenis Kelamin : Perempuan
Nomor Telepon : 08567156252
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. H. Sarmili RT.003 RW.02 No.17.A Pd.Aren Jurang Mangu Timur Tangerang, 15222
E-mail : febriasuryani@gmail.com
Riwayat Pendidikan
Tahun Riwayat Pendidikan
2007-Sekarang S1-Kesehatan & Keselamatan Kerja (K3)
Fakultas Kedokteran & Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Jakarta 2004-2007 SMA Negeri 47 Jakarta Selatan
2001-2004 SMP Negeri 177 Jakarta Selatan 1995-2001 SD Negeri Cipulir 04 Jakarta Selatan
Pengalaman Organisasi
Tahun Jabatan
2010-2011 Anggota BEMJ Kesehatan Masyarakat Divisi Dana dan Usaha UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Selatan
vii
و ا رو م ا
Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan limpahan rahmat dan nikmat-Nya yang tak terbatas bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW semoga kelak kita mendapat syafa’at nya.
Skripsi dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan Tahun 2011” ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini banyak kesulitan yang dihadapi, tapi dengan bantuan dari berbagai pihak, penulisan laporan skripsi ini dapat terselesaikan. Maka dari itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And. ; selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS ; selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK; selaku dosen pembimbing pertama, terima kasih ibu atas bimbingan, nasihat, ilmu, motivasi, saran-saran, dan doa yang sangat berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Farid Hamzens, Msi; selaku dosen pembimbing kedua, terima kasih bapak atas bimbingan, saran-saran, arahan, motivasi, dan doa yang selalu ada selama penyusunan skripsi.
viii penyusunan skripsi.
7. dr. Asmanudin, terima kasih atas saran, bimbingan, waktu serta bantuannya selama proses pengumpulan data, semoga kebaikan dokter dibalas Allah SWT, amin. 8. Ibu Leni Arsita Jadi, MM; selaku pihak personalia, yang telah memberikan izin,
sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian di PT. Cosmar Indonesia.
9. Ibu Krisna dan Pak Sapto; selaku supervisior bagian produksi PT.Cosmar Indonesia, terimakasih atas kebaikan dan kesediaan waktunya untuk mendampingi, membimbing dan membantu jalannya proses pengumpulan data di perusahaan. 10. Para pekerja PT.Cosmar Indonesia, khususnya bagian processing dan filling,
terimakasih atas kerjasamanya dalam proses pengumpulan data di perusahaan.
Selain itu dengan segala kerendahan hati penulis juga bermaksud mengucapkan Special Thanks To :
1. Keluargaku Tercinta; Alm. Ayah dan Mama, Kakak-kakaku (Teh Elin, Teh Yeni, A Asep) serta keponakan-keponakanku (Ryan, Athar, Amel, Noya) tersayang. Terimakasih banyak atas segala dukungan baik moril maupun materil, kasih sayang yang berlimpah serta doa yang tulus sehingga de’ bisa menyelesaikan kuliah dan menuju masa depan yang lebih cerah, amiin.. LUV U ALL!!
2. Sahabat-sahabatku tersayang; Shani, Menk, Ayu, Anita, Wita, makasii kalian selalu menjadikan hari-hari ebby lebih indah dan penuh warna. That’s Unforgetable Moment” Friends Forever Guys ☺!!!. Especially to deas, makasii yah atas semua bantuan, saran dan bimbingan yang kamu berikan dari mulai awal skripsi sampai selesai, semoga kamu cepet jadi dokter, amiin ☺.
ix
4. Sahabat-sahabat Kesmas angkatan 2007 (OPUS) FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tetap semangat untuk masa depan yang lebih baik!!
5. Dan seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.
Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal dari Allah Subhanahu Wata’ala. Penulis dengan penuh kesadaran menyadari bahwa laporan ini masih cacat dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
و ا رو م ا و
Jakarta, November 2011
x
LEMBAR PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv
LEMBAR PENGESAHAN ... v
DATA RIWAYAT HIDUP ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR BAGAN ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Rumusan Masalah.... ... 5
1.3.Pertanyaan Penelitian ... 7
1.4.Tujuan Penelitian ... 8
1.4.1. Tujuan Umum ... 8
1.4.2. Tujuan Khusus... 8
1.5.Manfaat Penelitian ... 9
1.5.1. Bagi Perusahaan ... 9
1.5.2. Bagi Peneliti ... 9
1.5.3. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan ... 9
1.6.Ruang Lingkup ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi kulit Manusia ... 11
2.2. Dermatitis Kontak ... 13
2.2.1. Definisi Dermatitis Kontak ... 13
2.2.2. Jenis Dermatitis Kontak ... 14
2.2.3. Patogenesis Dermatitis Kontak ... 16
2.2.4. Gambaran Klinis Dermatitis Kontak ... 18
2.2.5. Diagnosis Klinis Dermatitis Kontak ... 22
2.3. Kosmetik ... 23
2.3.1. Bahan Kimia Dalam Kosmetik Penyebab Dermatitis Kontak ... 24
2.4. Pengendalian Resiko Paparan Bahan Kimia ... 31
2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Dermatitis Kontak ... 32
2.6. Faktor Langsung ... 33
xi
2.7.2. Masa Kerja ... 38
2.7.3. Usia ... 39
2.7.4. Jenis Kelamin ... 42
2.7.5. Ras ... 43
2.7.6. Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya ... 44
2.7.7. Personal Hygiene ... 45
2.7.8. Penggunaan Alat Pelindung Diri ... 47
2.8. Kerangka Teori... 51
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1.Kerangka Konsep ... 52
3.2.Definisi Operasional... 56
3.3.Hipotesis ... 58
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1.Desain Penelitian ... 59
4.2.Lokasi dan Waktu ... 59
4.3.Populasi dan Sample ... 59
4.4.Instrumen Penelitian... 60
4.5.Jenis Data ... 61
4.6.Pengumpulan Data ... 61
4.7.Pengolahan Data... 63
4.8.Analisis Data ... 64
BAB V HASIL 5.1. Gambaran Umum Perusahaan ... 65
5.1.1. Latar Belakang dan Sejarah PT.Cosmar Indonesia ... 65
5.1.2. Visi dan Misi PT.Cosmar Indonesia ... 66
5.1.3. Sumber Daya Manusia (SDM) ... 66
5.1.4. Bahan Kimia yang Digunakan PT.Cosmar Indonesia ... 67
5.1.5. Proses Kerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia ... 72
5.2. Analisis Univariat ... 79
5.2.1. Gambaran Kejadian Dermatitis Kontak ... 79
5.5.2. Gambaran Faktor Langsung ... 79
a. Lama Kontak ... 80
5.2.3. Gambaran Faktor Tidak Langsung ... 80
a. Masa Kerja ... 81
b. Usia Pekerja ... 81
c. Jenis Kelamin ... 82
d. Riwayat Penyakit Kulit ... 82
e. Personal Hygiene ... 82
xii
5.3.2. Hubungan antara Faktor Tidak Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak . 84
a. Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 85
b. Usia dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 85
c. Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 86
d. Riwayat Penyakit Kulit dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 86
e. Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 86
BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Keterbatasan Penelitian ... 88
6.2. Kejadian Dermatitis Kontak ... 89
6.3. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak ... 92
6.3.1. Hubungan antara Faktor Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 92
a. Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 92
6.3.2 Hubungan antara Faktor Tidak Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak .. 97
a. Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 97
b. Usia dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 99
c. Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 102
d. Riwayat Penyakit Kulit dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 104
e. Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 106
f. Penggunaan APD dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 108
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ... 113
xiii
No.Tabel Halaman
2.1. Iritan Primer ... 34
3.1. Definisi Operasional ... 56
5.1. Distribusi SDM PT.Cosmar Indonesia ... 67
5.2. List Bahan Kimia yang Digunakan PT.Cosmar Indonesia ... 67
5.3. Distribusi Kejadian Dermatitis Kontak ... 79
5.4. Distribusi Faktor Langsung (Lama Kontak) ... 80
5.5. Distribusi Faktor Tidak Langsung (Masa Kerja, Usia) ... 81
5.6. Distribusi Faktor Tidak Langsung (Jenis Kelamin, Riwayat Penyakit Kulit, Personal Hygiene, Penggunaan APD) ... 81
5.7. Distribusi Faktor Langsung (Lama Kontak) dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 83
5.8. Distribusi Faktor Tidak Langsung (Masa Kerja, Usia) dengan Kejadian Dermatitis Kontak... 84
xiv
No.Gambar Halaman
2.1. Anatomi Kulit Manusia ... 11
2.2. Dermatitis pada Tangan ... 20
2.3. Dermatitis pada Wajah ... 20
2.4. Dermatitis pada Lengan ... 21
2.5. Dermatitis pada Kaki ... 21
2.6. Dermatitis pada Badan ... 22
2.7. Dermatitis pada Leher... 22
2.8. Cara Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air ... 46
2.9. Alat Pelindung Pernapasan ... 48
2.10. Alat pelindung Tangan ... 48
2.11. Alat Pelindung Kaki ... 49
xv
No.Bagan Halaman
2.1. Kerangka Teori ... 51
3.1. Kerangka Konsep... 53
5.1. Alur Proses Pembuatan Kosmetik ... 72
5.2. Alur Proses Kerja Pembuatan Dry ... 74
5.3. Alur Proses Kerja Pembuatan Lipstik... 75
5.4. Alur Proses Kerja Pembuatan Liquid ... 76
5.5. Alur Proses Kerja Filling Dry ... 77
5.6. Alur Proses Kerja Filling Lipstik ... 78
xvi Lampiran 1 Surat Pengantar Izin Penelitian Lampiran 2 Surat Izin Penelitian
1 1.1 Latar Belakang
Penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses) merupakan suatu peradangan kulit yang diakibatkan oleh suatu pekerjaan seseorang. Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua Penyakit Akibat Kerja terbanyak yang bersifat nonalergi atau iritan (Kosasih, 2004). Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua jenis dermatitis kontak, yaitu dermatitis kontak iritan yang merupakan respon nonimunologi dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan oleh mekanisme imunologik spesifik. Keduanya dapat bersifat akut maupun kronis (Djuanda, 2007 ). Penyakit ini ditandai dengan peradangan kulit polimorfik yang mempunyai ciri – ciri yang luas, meliputi : rasa gatal, eritema (kemerahan), endema (bengkak), papul (tonjolan padat diameter kurang dari 55mm), vesikel (tonjolan berisi cairan diameter lebih dari 55mm), crust dan skuama (Freedberg, 2003).
Inggris menunjukan bahwa dari 1,29 kasus/1000 pekerja merupakan dermatitis akibat kerja. Apabila ditinjau dari jenis penyakit kulit akibat kerja, maka lebih dari 95 % merupakan dermatitis kontak (Djunaedi dan Lokananta, 2003).
Di Indonesia prevalensi dermatitis kontak sangat bervariasi. Menurut Perdoski (2009) Sekitar 90% penyakit kulit akibat kerja merupakan dermatitis kontak, baik iritan maupun alergik. Penyakit kulit akibat kerja yang merupakan dermatitis kontak sebesar 92,5%, sekitar 5,4% karena infeksi kulit dan 2,1% penyakit kulit karena sebab lain. Pada studi epidemiologi, Indonesia memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan 33,7% adalah dermatitis kontak alergi (Hudyono, 2002).
Pada sub bagian alergi imunologi Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta, insiden dermatitis kontak akibat kerja sebesar 50 kasus per tahun atau 11,9% dari seluruh dermatitis kontak. Di Jawa Tengah, Prevalensi dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) pada pekerja mebel sebesar 4,62% dengan proporsi DKI akibat kerja sebesar 23,53% (Perdoski, 2009). Diagnosis dermatitis kontak ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan klinis, dan tes kulit berupa patch test (Orton dan Wilkinson, 2004).
dermatitis kontak alergi biasanya disebabkan oleh paparan bahan-bahan kimia atau lainnya yang meninggalkan sensitifitas kulit (Erliana, 2008).
Bila dihubungkan dengan jenis pekerjaan, dermatitis kontak dapat terjadi pada hampir semua pekerjaan. Biasanya penyakit ini menyerang pada orang-orang yang sering berkontak dengan bahan-bahan yang bersifat toksik maupun alergik, misalnya ibu rumah tangga, petani dan pekerja yang berhubungan dengan bahan-bahan kimia dan lain-lain (Orton dan Wilkinson, 2004). Bahan-bahan yang bersifat toksik maupun alergik yang merupakan penyebab dari dermatitis kontak diantaranya senyawa kimia, tanaman, obat-obatan yang terkandung dalam krim kulit, zat kimia yang digunakan dalam pengolahan pakaian dan kosmetik (Putra, 2008). Pekerja pembuat kosmetik juga beresiko besar menderita penyakit dermatitis kontak, karena dalam proses pembuatannya berhubungan dengan bahan-bahan kimia.
Berdasarkan data penelitian di Indonesia pada tahun 1985 yang dilakukan di 14 Balai Hiperkes dilaporkan 90% penyakit kulit akibat kerja di Indonesia adalah dermatitis kontak akibat bahan kimia (Cahyono, 2004). Salah satu penyebab dematitis kontak adalah bahan kimia yang sering digunakan dalam industri, seperti salah satu perusahaan industri pembuatan kosmetik yang banyak mengunakan bahan-bahan kimia. Bahan-bahan tersebut dapat mengakibatkan kelainan kulit pada pekerja yang berkontak langsung dalam proses pembuatannya.
N-isopropyl-N-pheniyl para phenylenediamine, quarternium-15, iodopropynyl butylcarbamate dan methyldibromoglutaronitrile. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sotya Prasari dkk di Klinik Kulit dan Kelamin RS Dr Sardjito Yogyakarta tahun 2005 - 2006, tiga alergen kosmetik standart yang paling sering menimbulkan hasil patch test positif adalah fragrance mix (13,7 %), N-isopropyl-N-pheniyl para phenylenediamine 0,1 % (10,7 %) dan paraben mix 1 % (8,3 %). Alergen kosmetik yang paling sering menimbulkan hasil pact test positif adalah facial cream (18,2 %), sabun (12,9 %) dan sampo (11,6 %).
PT.Cosmar Indonesia adalah sebuah perusahaan kosmetik yang menerima pembuatan kosmetik berdasarkan pesanan (makloon). Perusahaan ini terletak di Taman Tekno Blok A1 No. 11-15 Bumi Serpong Damai Sektor XI Serpong, Banten Indonesia 15314. Produk yang dihasilkan dari perusahaan ini meliputi decorative cosmetics (lipsticks, lip gloss,lip liner, liquid makeup, blushes, concealers, eye shadow, mascaras, eye liner, powders), perawatan kulit (cleansing foam, body lotion, skin care regimens, blemish balm ,lotions and creams, gels, sunscreens, acne control and treatment), perawatan rambut (shampoo, conditioner, hair mask, hair reconstructor serum, hair spa straightening products, gels ,waxes) dan perawatan personal (shower gel, facial soap, feminine wash, fragrances).
terdapat ribuan macam bahan kimia yang digunakan dalam proses pembuatan kosmetik di PT.Cosmar Indonesia, diantara bahan-bahan kimia tersebut ada yang bersifat toksik maupun alergik, sehingga kemungkinan terjadinya dermatitis kontak pada pekerja sangat besar.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 15 orang pekerja PT. Cosmar Indonesia didapatkan 9 orang pekerja mengalami dermatitis kontak dan 6 orang pekerja tidak mengalami dermatitis kontak. Hasil tersebut subyektif dan telah diperkuat dengan pemeriksaan dokter. Kesembilan pekerja yang menderita dermatitis kontak kebanyakan mengeluh kelainan kulit setelah berkontak dengan zat kimia. Berdasarkan teori dari para ahli diperkirakan faktor pencetus terjadinya dermatitis kontak dapat berasal dari faktor langsung (bahan kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi) dan lama kontak) dan faktor tidak langsung (suhu, kelembaban, masa kerja, usia, jenis kelamin, ras, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD).
Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling di PT.Cosmar Indonesia. Sehingga diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dilakukan tindakan preventif seperti pelatihan atau penyuluhan pada pekerja untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja di PT.Cosmar Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
maupun alergik (Orton dan Wilkinson, 2004). Salah satu penyebab dari dermatitis kontak yaitu bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan kosmetik. Sebagian besar bahan yang terdapat di dalam kosmetik adalah bahan sintetik alami dengan kandungan zat yang bersifat toksik dan alergik sehingga dapat menimbulkan dermatitis kontak.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 15 orang pekerja di perusahaan kosmetik PT.Cosmar Indonesia didapatkan 9 orang pekerja mengalami dermatitis kontak dan 6 orang pekerja tidak mengalami dermatitis kontak. Hasil tersebut subyektif dan telah diperkuat dengan pemeriksaan dokter. Pada saat proses pembuatan kosmetik di PT.Cosmar Indonesia, pekerja pada bagian processing dan filling banyak berkontak dengan bahan kimia, sehingga kemungkinan terjadinya dermatitis kontak lebih besar dibandingkan dengan bagian lain. Pada bagian processing pekerja melakukan pengolahan bahan-bahan kimia untuk menghasilkan suatu produk yang dipesan, kemudian pada bagian filling bahan-bahan kimia yang telah diolah tersebut dimasukan ke dalam wadah yang telah ditentukan. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan pada bagian processing dan filling.
yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling di PT.Cosmar Indonesia.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran proses kerja pada bagian processing dan filling di PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
2. Bagaimana gambaran kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
3. Bagaimana gambaran faktor langsung (lama kontak) pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
4. Bagaimana gambaran faktor confounding (masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD) pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011. 5. Apakah ada hubungan antara faktor langsung (lama kontak) dengan kejadian
dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
2. Diketahuinya gambaran faktor langsung (lama kontak) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
3. Diketahuinya gambaran faktor confounding (masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
4. Diketahuinya hubungan antara faktor langsung (lama kontak) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Perusahaan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dan pemahaman bagi perusahaan mengenai bahaya serta faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis kontak pada pekerja. Sehingga perusahaan dapat melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap kesehatan kerja dan terhindar dari penyakit akibat kerja.
1.5.2 Bagi Peneliti
Sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh peneliti serta sebagai sarana dalam mengaplikasikan teori yang telah dipelajari semasa kuliah khususnya mengenai dermatitis kontak.
1.5.3 Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
1. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa dan dosen mengenai dermatitis kontak.
2. Terbentuknya kerjasama antara perusahaan dangan fakultas dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
1.6 Ruang Lingkup
kemungkinan terjadinya dermatitis di perusahaan kosmetik sangat besar, mengingat pekerja sering berkontak langsung dengan bahan-bahan kimia yang sebagian besar bersifat toksik dan alergik. Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 15 orang pekerja didapatkan 9 orang pekerja menderita dermatitis kontak (subjektif dan diperkuat dengan pemeriksaan dokter).
Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain studi cross sectional (potong lintang). Populasi penelitian berjumlah 50 orang pekerja di bagian processing dan filling, dengan jumlah sampel seluruh populasi. Data-data yang diperoleh berasal dari data primer dan sekunder. Data primer didapatkan dari hasil pemeriksaan klinis, kuesioner dan observasi, sedangkan data sekunder didapatkan dari penelusuran dokumen, catatan, dan laporan dari perusahaan. Data tersebut disajikan dalam tabel distribusi frekuensi, kemudian dilakukan uji statistik dengan rumus chisquare dan T-independen untuk melihat hubungan antara variabel.
11 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kulit
Kulit merupakan pembungkus elastis yang dapat melindungi tubuh dari
pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas
ukurannya, yaitu 1,5% dari berat tubuh dan luasnya 1,5-1,75 m2, rata-rata tebal kulit
1-2 mm. Paling tebal (16 mm) terdapat ditelapak tangan dan kaki, sedangkan paling
tipis (1,5 mm) terdapat di penis (Harahap, 2000).
Berikut akan dijelaskan pembagian kulit secara histopatologik (Djuanda,
2007) :
[image:28.595.113.545.256.688.2]Gambar 2.1
1. Epidermis (lapisan tanduk), terdiri dari 5 lapis :
a. Stratum korneum, merupakan lapisan paling luar yang terdiri dari kumpulan
sel-sel yang telah mati dan terus menerus diganti oleh sel yang baru.
Lapisan ini menebal di telapak tangan dan kaki sedangkan menipis di
kelopak mata.
b. Stratum lusidum, terdapat dibawah lapisan stratum korneum yang terdiri
dari protein dan lemak, berwarna transparan dan tampak jelas di telapak
kaki dan tangan.
c. Stratum granulosum, terdiri dari sel-sel yang memipih dengan sitoplasma
berwarna gelap karena keratohialin.adanya granula ini menunjukan bahwa
sel-sel mulai mati.
d. Stratum spinosum, terdiri dari sel-sel polygonal yang makin ke atas makin
pipih. Diantara stratum spinosum terdapat jembatan antar sel dan sel
Langerhans.
e. Stratum basal, terdiri dari satu lapis sel silindris dengan sumbu panjang
tegak lurus dan selalu membelah diri. Lapisan ini merupakan impermeable
membrane terhadap bahan kumia yang larut dalam air. Lapisan ini
mengandung sel-sel malanosit. Pada orang normal, perjalanan sel dari
stratum basal sampai ke stratum korneum lamanya 40–56 hari.
2. Dermis
Lapisan dermis terdapat dibawah epidermis, yang membuat kulit lebih tebal
dan elastis karena terdiri dari kumpulan jaringan fibrosa dan elastis. Lapisan ini
a. Stratum papilare yang menonjol masuk ke dalam lapisan bawah epidermis,
mangandung kapiler dan ujung-ujung syaraf sensori.
b. Stratum retilukare yang berhubungan dengan subkutis, mengandung
kelenjar keringat dan sebasea. Kelenjar sebasea seluruhnya bermuara di
folikel rambut.
3. Subkutis
Terdiri dari jaringan longgar dan mengandung banyak kelenjar keringat dan
sel-sel lemak.
2.2. Dermatitis Kontak
2.2.1 Definisi Dermatitis Kontak
Dermatitis yang terjadi pada pekerja adalah dermatitis kontak akibat kerja.
Dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit dimana pajanan di
tempat kerja merupakan faktor penyebab yang utama serta faktor kontributor. Selain
itu menurut American Medical Association, dermatitis seringkali cukup digambarkan
sebagai peradangan kulit, timbul sebagai turunan untuk eksim, kontak (infeksi dan
alergi) (HSE UK, 2004).
Menurut Djuanda dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh
bahan atau substansi yang menempel pada kulit (Djuanda, 2007). Menurut Firdaus
dermatitis kontak adalah respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang dapat
bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan eksternal yang
mengenai kulit (Firdaus, 2002).
Menurut Michael dermatitis kontak merupakan suatu respon inflamasi dari
kulit terhadap antigen atau iritan yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan rasa
2005). Menurut Hayakawa dermatitis kontak merupakan inflamasi non-alergi pada
kulit yang diakibatkan senyawa yang kontak dengan kulit tersebut (Hayakawa, 2000)
dan menurut Hudyono dermatitis kontak adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh
bahan yang mengenai kulit, baik melalui mekanisme imunologik (melalui reaksi
alergi), maupun non-imunologik (dermatitis kontak iritan) (Hudyono, 2002).
Salah satu penyebab dari dermatitis kontak akibat kerja yaitu bahan kimia
yang kontak dengan kulit saat melakukan pekerjaan. Bahan kimia (kontaktan) untuk
dapat menyebabkan dermatitis kontak akibat kerja, pertama harus mengenai kulit
kemudian melewati lapisan permukaan kulit dan kemudian menimbulkan reaksi yang
memudahkan lapisan bawahnya terkena. Lapisan permukaan kulit ini ketebalannya
menyerupai kertas tissue, mempunyai ketahanan luar biasa untuk dapat ditembus
sehingga disebut lapisan barrier. Lapisan barrier menahan air dan mengandung air
kurang dari 10 % untuk dapat berfungsi secara baik. Celah diantara lapisan barrier
ada kelenjar minyak dan akar rambut yang terbuka dan merupakan tempat yang
mudah ditembus (HSE UK, 2004).
2.2.2 Jenis Dermatitis Kontak
Terdapat dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan
dermatitis kontak alergik. Perbedaan prinsip antar keduanya adalah dermatitis kontak
iritan terjadi karena adanya penurunan kemampuan kulit dalam melakukan
regenerasi sehingga mudah teriritasi oleh bahan-bahan tertentu. Penurunan
kemampuan ini dipengaruhi oleh selaput tanduk dan kandungan air pada sel tanduk
tersebut. Sementara pada dermatitis kontak alergi, paparan bahan kimia
menimbulkan rangsangan tertentu pada imunitas tubuh. Rangsangan ini akan
seseorang yang mempunyai sifat hipersensitif (mudah terkena alergi). Kedua bentuk
dermatitis ini sulit dibedakan satu sama lain, sehingga memerlukan pemeriksaan
medis yang spesifik untuk membedakan keduanya.
1. Dermatitis Kontak Iritan
Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi inflamasi lokal pada kulit yang
bersifat non imunologik, ditandai dengan adanya eritema (kemeraham), edema
(bengkak) ringan dan pecah-pecah setelah terjadi pajanan bahan kontaktan dari
luar. Bahan kontaktan ini dapat berupa bahan fisika atau kimia yang dapat
menimbulkan reaksi secara langsung pada kulit (Firdaus, 2002). Dermatitis
kontak iritan merupakan respon non spesifik kulit terhadap kerusakan kimia
langsung yang melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar
berasal dari sel epidermis (Michael, 2005).
Penyebab munculnya Dermatitis kontak iritan adalah bahan yang bersifat
iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk
kayu, bahan abrasif, enzim, minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat
molekul rendah atau bahan kimia higroskopik. Kelainan kulit yang terjadi selain
ditentukan oleh molekul, daya larut dan konsentrasi bahan tersebut, dan lama
kontak. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan (Djuanda, 2007).
Faktor individu juga ikut berpengaruh pada dermatitis kontak iritan,
misalnya usia (anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi), ras
(kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi dermatitis
kontak iritan lebih banyak pada wanita), penyakit kulit yang sedang atau dialami
(ambang rangsang terhadap bahan iritan menutun) misalnya dermatitis atopik
2. Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis Kontak Alergi merupakan salah satu tipe penyakit kulit akibat
sensitivitas yang tinggi terhadap suatu zat kimia. Zat kimia dalam kadar rendah
yang biasanya tidak menyebabkan iritasi kulit, akan menimbulkan kerusakan
pada kulit akibat sensitivitas. Gejala dari dermatitis kontak alergi antara lain
ruam kulit, bengkak, gatal-gatal dan melepuh. Gejala tersebut biasanya akan
lenyap begitu kontak dengan zat kimia penyebab dihentikan, tetapi akan muncul
lagi ketika kulit kembali terpapar (Widyastuti, 2006)
Penyebab terjadinya Dermatitis Kontak Alergika diantaranya kosmetik (cat
kuku, penghapus cat kuku, deodoran, pelembab, losyen sehabis bercukur,
parfum, tabir surya, senyawa kimia (nikel), tanaman (racun ivy (tanaman
merambat), racun pohon, sejenis rumput liar, primros), obat-obat yang
terkandung dalam krim kulit dan zat kimia yang digunakan dalam pengolahan
pakaian.
2.2.3 Patogenesis Dermatitis Kontak
Mekanisme terjadinya dermatitis kontak pada kulit akan dibahas dibawah ini
(Djuanda, 2007) :
1. Dermatitis Kontak Iritan
Pada dermatitis kontak iritan, kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel
melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi
keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit.
Kebanyakan bahan iritan merusak membran lemak (lipid membrane) keratinosit,
tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria
peradangan klasik di tempat terjadinya kontak berupa eritema, endema, panas,
nyeri bila iritan kuat. Bila iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah
berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena
delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya,
sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan.
2. Dermatitis Kontak Alergi
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi
mengikuti respon imun yang diperantai oleh sel atau reaksi imunologik tipe IV.
Reaksi ini timbul melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi.
Fase sensitisasi terhadap sistem kekebalan tubuh berlangsung selama 2-3
minggu. Pada fase ini, hapten (zat kimia atau antigen yang belum di proses)
masuk ke dalam epidermis melalui stratum korneum dan ditangkap oleh sel
langerhans yang kemudian akan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom
atau sitosol serta di konjugasikan pada molekul HLA-DR menjadi antigen
lengkap. Sel langerhans melewati membran basal bermigrasi ke kelenjar getah
bening setempat melalui kelenjar limfe. Di dalam kelenjar tersebut sel
langerhans mempresentasikan kompleks HLA-DR-antigen kepada sel T spesifik
untuk di proses (di kenali). Setelah di proses, turunan sel ini yaitu sel-T memori
akan meninggalkan kelenjar getah bening dan beredar ke seluruh tubuh. Pada
saat tersebut individu menjadi tersensitisasi.
Jika individu sudah tersensitisasi, maka saat kontak dengan zat yang sama
dapat menyebabkan reaksi alergi walaupun kontak bahan kimia dengan dosis
sangat rendah, proses ini disebut fase elisitasi. Fase elisitasi umumnya
2.2.4 Gambaran Klinis Dermatitis Kontak
Penderita umumnya mengeluh gatal, kelainan bergantung pada keparahan
dermatitis. Dermatitis kontak alergi umumnya mempunyai gambaran klinis
dermatitis, yaitu terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas.
Dermatitis kontak iritan umumnya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat
monomorf dan berbatas lebih tegas dibandingkan dermatitis kontak alergi.
1. Fase Akut
Pada dermatitis kontak iritan akut, satu kali kontak yang pendek dengan
suatu bahan kimiawi kadang-kadang sudah cukup untuk mencetuskan reaksi
iritan. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh zat alkali atau asam ataupun oleh
detergen. Jika lemah maka reaksinya akan menghilang secara spontan dalam
waktu singkat. Luka bakar kimia merupakan reaksi iritan yang terutama terjadi
ketika bekerja dengan zat-zat kimia yang bersifat iritan dalam konsentrasi yang
cukup tinggi.
Pada dermatitis kontak alergi akut, kelainan kulit umumnya muncul 24-48
jam setelah melalui proses sensitisasi. Derajat kelainan kulit yang timbul
bervariasi ada yang ringan ada pula yang berat. Pada yang ringan mungkin
hanya berupa eritema (kemerahan) dan edema (bengkak), sedangkan pada yang
berat selain eritema (kemeraham) dan edema (bengkak) yang lebih hebat disertai
pula vesikel atau bula (tonjolan berisi cairan) yang bila pecah akan terjadi erosi
dan eksudasi (cairan). Lesi cederung menyebar dan batasnya kurang jelas.
2. Fase Kronis
Pada dermatitis kontak iritan kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan
lemah yang berulang-ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama
berbagai macam faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat
menyebabkan dermatitis kontak iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain
baru mampu untuk menyebabkan menyebabkan dermatitis kontak iritan.
Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu-minggu atau bulan, bahkan
bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan
faktor paling penting.
Pada dermatitis kontak alergi kronik merupakan kelanjutan dari fase akut
yang akan hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung
simetris, batasnya kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi, papula, skuama,
terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema
ringan. Walaupan bahan yang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini
sulit sembuh spontan oleh karena umumnya terjadi kontak dengan bahan lain
yang tidak dikenal (Djuanda, 2007).
Selain berdasarkan fase respon peradangannya, gambaran klinis dermatitis
kontak dapat juga dilihat menurut prediksi regionalnya. Hal ini akan memudahkan
untuk mencari bahan penyebabnya (Trihapsoro, 2003).
1. Dermatitis pada tangan
Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering terdapat
pada bagian tangan. Demikian pula dermatitis kontak akibat kerja paling banyak
yang paling ser
berkontak langsun
2. Dermatitis pada w
Dermatitis kont
topikal, alergen y
sekitarnya mungkun
Dermatitis di kel
mata dan obat ma
3. Dermatitis pada l
Lengan juga
dermatitis karena
debu semen, dan
di ketiak juga
sering digunakan untuk melakukan kegiatan,
sung dengan bahan kimia.
Gambar 2.2 Dermatitis pada tangan
da wajah
kontak pada wajah dapat disebabkan baha
n yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata)
ungkun disebabkan oleh lipstik, pasta gigi dan g
kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku,
mata.
Gambar 2.3 Dermatitis pada wajah
da lengan
uga merupakan tempat yang cukup sering
na barang–barang seperti jam tangan (mengandun
dan tanaman tertentu secara langsung mengenai
a bisa terkena karena penggunaan deodora
tan, sehingga sering
bahan kosmetik, obat
ta). Bila di bibir atau
n getah buah-buahan.
kuku, cat rambut, perona
ng dijumpai terkena
andung bahan nikel),
nai lengan. Selain itu
walaupun lengan
kimia, tetapi tida
melakukan pekerj
4. Dermatitis pada ka
Dermatitis pa
Dermatitis pada
saku, kaos kaki
semen,sandal dan
kaki akibat tumpa
5. Dermatitis pada ba
Terjadi karena
dan pewangi paka
gan bukan bagian tubuh yang sering berkont
tidak menutup kemungkinan untuk terciprat
erjaan.
Gambar 2.4 Dermatitis pada lengan
da kaki
pada kaki biasanya terjadi pada paha da
da bagian ini disebabkan oleh pakaian, dompe
ki nilon, obat topikal (anestesi lokal, neomi
an sepatu. Pada pekerja kemungkinan terjadin
pahan ataupun cipratan bahan kimia saat melakuk
Gambar 2.5 Dermatitis pada kaki
da badan
rena tekstil, zat warna, kancing logam, deterge
akaian.
kontak dengan bahan
bahan kimia saat
dan tungkai bawah.
pet, kunci (nikel) di
omisin, etilendiamin),
dinya dermatitis pada
lakukan pekerjaan.
6. Dermatitis pada l
Sering diseba
pewarna pakaian.
2.2.5 Diagnosis Klini
Diagnosis dap
teliti, dan bentuk geja
diagnosa yang dilakuka
metode tersebut yaitu
pemeriksaan penunjan
Pada anamesi
pekerjaan, hobi, riwa
dokter maupun dilakuk
Gambar 2.6 Dermatitis pada badan
da leher
ebabkan kalung dari nikel, parfum, alergen di ud
an.
Gambar 2.7 Dermatitis pada leher
inis Dermatitis Kontak
dapat ditentukan berdasarkan wawancara yang
ejala klinis yang terjadi. Secara garis besar te
kukan dalam mengidentifikasi jenis dermatiti
aitu dengan melakukan anamnesis, pemeriksaa
nunjang (Firdaus, 2002).
esis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, pe
iwayat kontaktan dan pengobatan yang pern
dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pe
n di udara, dan zat
ng jelas, cermat dan
terdapat tiga metode
titis kontak.
Metode-ksaan klinis dan juga
perjalanan penyakit,
pernah diberikan oleh
pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata dan jam tangan serta kondisi lain
yaitu riwayat medis umum dan mungkin riwayat psikologik.
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, endema dan papula disusul
dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang
membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan
dapat meluas ke daerah sekitarnya.
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan uji tempel biasa dan uji tempel
dengan pra-perlakuan (pre-treatment). Uji tempel biasa digunakan untuk alergen
dengan BM rendah yang dapat menembus stratum korneum yang utuh, sedangkan uji
tempel pra-perlakuan digunakan untuk alergen dengan BM yang besar seperti protein
dan gluprotein yang dapat menembus stratum korneum kulit jika barier kulit tidak
utuh lagi.
2.3 Kosmetik
Kosmetik adalah bahan yang diaplikasikan secara topikal dengan tujuan untuk
memperbaiki penampilan. Komponen kosmetik secara umum mengandung bahan aktif,
pewangi, pengawet, stabilizer, lipid, air, alkohol dan bahan pelarut lain serta zat warna.
Kandungan bahan-bahan ini di samping memberi efek seperti yang diinginkan, juga tidak
terlepas dari efek samping yang mungkin terjadi akibat bahan kima yang terkandung
seperti, dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergi, kontak urtikaria, fotosensitivitas
dan lain sebagainya. Pengawet merupakan penyebab terbanyak dermatitis kontak alergi
karena kosmetik setelah pewangi.
Pengawet adalah bahan kimia biosidal yang ditambahkan dalam kosmetik, obat
topikal, makanan dan produk industri lainnya supaya terjaga dari kemungkinan
pada percepatan proses pembusukan. Pengawet yang ideal di samping efektif mencegah
kontaminasi berbagai mikroorganisme, juga stabil, cocok dengan bahan lain dalam suatu
produk, non-toksik dan tidak menimbulkan iritasi maupun sensitisasi.
Kosmetik berdasarkan tempat aplikasi dibagi menjadi 4 golongan, yaitu kosmetik
rambut, wajah, mata, dan kuku, sedangkan menurut fungsinya dikenal kosmetik
perawatan dan kosmetik rias (dekoratif). Di dalam kosmetik rambut dan kuku paling
banyak menggunakan pengawet formaldehid sedangkan pengawet tersering untuk krim
wajah dan mata adalah paraben (Putra, 2008).
2.3.1 Bahan Kimia Dalam Kosmetik Penyebab Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak karena bahan kimia yang terkandung dalam kosmetik dapat
ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilengkapi dengan uji
tempel. Menurut North American Contact Dermatitis (NACD), fragrance dan preservatif
(pengawet kosmetik) merupakan bahan kosmetik yang paling banyak menyebabkan
dermatitis kontak (Mehta and Reddy, 2003). Food and Drug Administration (FDA) pada
tahun 2001, melaporkan sebelas pengawet terbanyak yang dipakai dalam kosmetik, yaitu:
metilparaben, propilparaben, butilparaben, imidazolidinyl urea, DMDM hydantoin
(dimethyloldimethyl hydantoin), etilparaben, diazolidinylurea,
5-chloro-2methyl-4-isothiazolin-3-one (methyl chloroisothiazolinone), quarternium-15, iodopropynyl
butylcarbamate, methyl dibromoglutaronitrile (Putra, 2008). Berikut ini akan diuraikan
beberapa pengawet kosmetik yang sering menimbulkan reaksi sensitisasi dan iritasi pada
kulit, yaitu :
1. Paraben
Paraben atau ester alkyl parahydroxy benzoic acid adalah pengawet yang tidak
terdiri dari metil-, etil-, propil- dan butilparaben. Aktivitas paraben sebagai bahan
pengawet ditingkatkan oleh propilen glikol. Pada tahun 1930, paraben ini
diperkenalkan sebagai pengawet kosmetik, makanan dan obat topikal.
Golongan yang tersering dipakai adalah metil dan etilparaben. Paraben efektif
terhadap jamur dan bakteri Gram positif tetapi kurang efektif terhadap Gram negatif
termasuk Pseudomonas aeruginosa, sehingga sering dikombinasi dengan pengawet
lain seperti isothiazolines atau phenoxyethanol yang bersifat formaldehyde releaser.
Konsentrasi yang dipakai pada kosmetik 0,1-0,8%. Walaupun paraben termasuk
pangawet yang cukup ideal tetapi pada tahun 1940 telah dilaporkan dermatitis kontak
alergi yang disebabkan karena paraben.
Penelitian sensitisasi paraben pada populasi umum yang dilakukan di Eropa dan
Amerika Utara pada periode tahun 1985-2000 dilaporkan berkisar 0,5-1%. Sensitisasi
dapat terjadi setelah pemakaian obat topikal, termasuk steroid topikal yang memakai
bahan pengawet paraben. Sensitisasi paraben pada sediaan kosmetik jarang terjadi
walaupun jumlah pemakai kosmetik lebih luas dari pemakai sediaan topikal. Hal ini
disebabkan karena adanya fenomena paraben paradox. Fenomena ini terjadi karena
paraben mampu mensensitisasi kulit yang abnormal (trauma, eksim) tetapi tidak
mensensitisasi kulit normal.
2. Formaldehid dan Pengawet Pelepas Formaldehid
Formaldehid aqua (formalin, formol, morbicid, veracur) terdiri dari gas
formaldehid 37-40% yang berbau menyengat dan ditambahkan 10-15% metanol.
Secara alami formaldehid dapat dihasilkan dari hasil pembakaran kayu, tembakau,
dipergunakan secara luas dalam berbagai industri, pembuatan kain, kertas, lem,
kosmetik, pengawet kosmetik, obat-obatan, makanan, lateks dan lain sebagainya.
Formaldehid dalam kosmetik telah dilaporkan sebagai iritan, sensitizer dan
karsinogen sehingga penggunaannya telah banyak dikurangi, bahkan di Swedia dan
Jepang formaldehid telah dilarang sebagai pengawet kosmetik. Di Amerika
formaldehid 0,2% dalam kosmetik masih diperbolehkan dan di Eropa penggunaan
formaldehid lebih dari 0,05% harus dicantumkan dalam label. Pada uji tempel
konsentrasi yang digunakan adalah 1% dalam aqua.
Penelitian sensitisasi terhadap formaldehid yang dilakukan oleh North America
Contact Dermatitis Group (NACDG) tahun 1998-2000, dilaporkan sebesar 9,2%.
Penelitian sensitisasi terhadap formaldehid yang dilakukan pada periode sebelumnya
dijumpai peningkatan persentase sensitisasi. Pada tahun 1970-1976 sebesar 3,4%,
pada tahun 1985-1990 sebesar 5,3% dan pada tahun 1992-1994 sebesar 6,8 %.
Produk kosmetik yang mengandung formaldehid masih mungkin ditemukan
dalam sampo, produk perawatan rambut dan pengeras kuku. Formaldehid saat ini
telah digantikan oleh pengawet yang melepas formaldehid dalam air (formaldehyde
releaser) seperti quarternium-15, diazodidinyl urea, imidazoldinyl urea, DMDM
hydantoin, dan bronopol. Reaksi silang antara formaldehid dan pengawet pelepas
formaldehid dapat terjadi, tetapi bila hasil uji tempel terhadap salah satu dari pelepas
formaldehid menunjukkan hasil positif tidak perlu menghindari semua pengawet
penghasil formaldehid.
3. Quarternium
Pengawet ini didapatkan dalam sampo, kondisioner, kosmetik mata, losyen,
200, dan sering dalam label disebut sebagai N-(3chlorally)-hexanium chloride dan
chlorallyl methanamine chloride. Sifat kelarutan yang baik dalam air, tidak berbau,
tidak berwarna dan aktivitas antimikrobialnya tidak tergantung dari pH membuat
pengawet ini dipakai secara luas. Quarternium efektif terhadap jamur, bakteri
termasuk Pseudomonas aeruginosa. Frekuensi sensitisasi pada populasi umum
didapatkan 1-9%. Quarternium-15 dalam konsentrasi 0,1% dapat melepas
formaldehid 100 ppm (parts per million). Konsentrasi dalam kosmetik 0,02-0,3%.
Kosmetik yang banyak menggunakan quarternium adalah kosmetik yang berbasis air
(water-based) seperti dalam sampo, conditioner, make-up mata, body lotion, dan
sabun cair. Konsentrasi quarternium-15 dalam uji tempel standar adalah 2% dalam
petrolatum
4. Imidazolidinyl Urea
Bahan ini diperkenalkan sebagai pengawet pada tahun 1970. Nama dagang
imidazolidinyl urea adalah Germall 115 dan efektif terhadap bakteri. Germaben
adalah kombinasi Germall 115 dengan paraben yang menjadi efektif terhadap bakteri
dan jamur. Konsentrasi imidazolidinyl urea dalam kosmetik 0,03-0,2%, sedangkan
konsentrasi uji tempel standar untuk imidazol urea adalah 2% dalam aqua. Pengawet
ini bisa menimbulkan sensitisasi untuk penderita yang sensitif terhadap formaldehid.
5. Diazolidilnyl Urea
Diperkenalkan pada tahun 1982 dengan nama dagang Germal II. Diazolidinyl
urea sangat larut dalam air dan efektif terhadap bakteri Gram positif dan negatif.
Konsentrasi dalam kosmetik 0,1-0,5% dan banyak digunakan pada sedíaan sabun
cair, make-up wajah, make-up mata, produk perawatan kulit, dan perawatan rambut.
6. Bronopol
Pengawet dengan nama 2-bromo-2-nitropropane-diol (BNPD) atau Myacide BT
diperkenalkan sebagai pengawet kosmetik terutama sabun pada tahun 1970. Bahan
ini mempunyai aktivitas antimikroorganisme yang luas dan larut dalam air.
Konsentrasi aman dalam produk kosmetik 0,01-1%. Bila konsentrasinya melebihi 1%
dapat menimbulkan iritasi. Apabila produk yang diawetkan dengan bronopol
disimpan lebih lama, akan melepaskan formaldehid lebih banyak sehingga
penggunaannya dewasa ini makin dikurangi. Bronopol dapat juga berinteraksi dengan
amine atau amides menghasilkan nitrosamines atau nitrosamides yang dicurigai
sebagai bahan karsinogen. Konsentrasi bronopol untuk uji tempel standar adalah
0,5% dalam petrolatum.
7. Dimethyloldimethyl Hydantoin (DMDM Hydantoin)
Dipasarkan dengan nama dagang Glydant dan mempunyai spektrum antimikroba
yang luas dan sangat larut dalam air sehingga dipakai sebagai pengawet sampo.
DMDM hydantoin melepaskan formaldehid 0,5-2% dan konsentrasi aman DMDM
hydantoin dalam kosmetik 0,1-1%. Konsentrasi bahan ini dalam uji tempel standar
sebesar 1% dalam aqua.
8. Methylchloroisothiazolinone/Methylisothiazolinone (MCI/MI)
Pengawet ini dikenal dengan nama Kathon CG (CG=Cosmetic Grade), pertama
kali dipakai di Eropa pada tahun 1970 dan di Amerika tahun 1980. Bahan pengawet
ini merupakan campuran dari MCI dan MI dengan perbandingan 3:1. Formulasi
lainnya dipasarkan dengan nama Kathon 886 MW, Kathon WT, Kathon LX, dan
dan lain sebagainya. Sedangkan Kathon 893 dan Proxel dipakai dalam pewarna,
cairan fotografi, emulsi, plastik, dan penyegar udara.
MCI/MI bersifat sensitizer poten, tetapi dalam konsentrasi di atas 200 ppm
bersifat iritan. Penelitian prevalensi sensitisasi pada periode tahun 1985-2000 yang
dilakukan di Inggris sebesar 0,4%, di Itali 11,5% dan di Amerika antara 1,8-3%.
Untuk kepentingan uji tempel dipakai konsentrasi 100 ppm kandungan aktif dalam
air. Reaksi silang dapat terjadi dengan golongan isothiazolinone lainnya. Konsentrasi
MCI/MI yang masih diperbolehkan untuk produk kosmetik di Eropa 15 ppm,
sedangkan di Amerika 7,5 ppm dalam produk leave-on dan 15 ppm dalam produk
rinse-off.
Kosmetik dengan kandungan MCI/MI yang paling banyak menyebabkan
dermatitis kontak alergi adalah yang dipakai sebagai produk leave-on misalnya krim
moisturizer, lotion, dan gel rambut. Penderita dengan hasil tes positif alergi terhadap
MCI/MI terkadang masih toleran terhadap produk yang rinseoff, misalnya pada
kondisioner, sampo, dan bubble bath. Sumber dermatitis kontak alergi lain dari bahan
ini adalah kertas toilet, sampo karpet, dan pelembut pakaian.
9. Methyldibromoglutaronitrile/Phenoxyethanol
Bahan ini diperkenalkan di Eropa pada tahun 1985 dan di Amerika Utara pada
tahun 1990. Di pasaran dikenal dengan nama Euxyl K 400. Euxyl K 400 terdiri dari
2-phenoxyethanol dan methyldibromoglutaronitrile (MDBGN) dengan perbandingan
4:1. Bahan ini juga dikenal dengan nama 1,2-dibromo-2,4-dicyabobutane (Tektamer
38). Konsentrasi yang dibolehkan dalam kosmetik antara 0,0075% sampai 0,06%.
Euxyl K 400 dipakai sebagai pengganti MCI/MI karena penelitian pada binatang
kosmetik terlaris. Tetapi pada penelitian observasi yang dilakukan di Eropa tahun
2000 dijumpai prevalensi sensitisasi sebesar 3,5% sedangkan di Amerika pada
periode tahun 1994-1996 sebesar 1,5%, pada periode tahun 1996-1998 sebesar 2,7%
dan pada periode tahun 1998-2000 sebesar 3,5%.
Konsentrasi Euxyl K 400 untuk uji tempel sebesar 2,5% dalam petrolatum.
Konsentrasi Euxyl K 400 2,5% mengandung MDBGN 0,5%. Lesi dermatitis kontak
alergi yang ditimbulkan umumnya eksematous dan sebagian besar disebabkan oleh
produk kosmetik yang leave-on seperti lotions, moist toilet paper, gel rambut, gel
mata, hair mousse, conditioner rambut, krim tabir surya dan sebagainya. Bagian yang
menimbulkan alergi adalah MDBGN sedangkan phenoxyethanol jarang sebagai
sensitizer.
10. Iodopropylnyl Buthylcarbamate (IPBC)
Iodopropylnyl buthylcarbamate (IPBC) sangat efektif sebagai antifungi,
antibakteri dan antiparasit. Pada tahun 1990 bahan ini dipakai sebagai pengawet
kosmetik dengan konsentrasi maksimal 0,1%. Pengawet ini didapatkan pada
make-up, krim, losion pelembab, sampo, produk bayi, pembersih kontak lens dan kertas
toilet.
Selain pengawet kosmetik diatas, terdapat bahan-bahan kimia lain dalam kosmetik
yang dapat menyebabkan reaksi sensitisasi maupun iritasi pada kulit, diantaranya :
1. Berdasarkan Indonesian science forum, paraben yang terdapat di kosmetik, deodoran
dan beberapa produk perawatan kulit dapat memberikan efek kemerahan dan reaksi
alergi pada kulit. Propylene glycol yang terdapat pada produk kecantikan, kosmetik
dan pembersih wajah dapat memberikan efek kemerahan pada kulit dan dermatitis
memberikan efek iritasi kulit dan merusak lapisan asam kulit sehingga bakteri dapat
tumbuh dengan subur.
2. Berdasarkan penelitian Prasari Sotya di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr Sardjito
Yogyakarta Tahun 2005-2006, tiga alergen standar yang paling sering memberikan
hasil pact test positif adalah fragrance mix, N-isopropyl-N-phenyl para
phenylenediamine dan paraben mix.
2.4 Pengendalian Resiko Paparan Bahan Kimia
Program perduli kesehatan kulit sebagai upaya pengendalian resiko paparan bahan
kimia. Paparan bahan kimia dapat terjadi akut maupun kronik, efek akut pada kesehatan
terjadi karena kontak dengan kulit berupa luka bakar, kemerahan, ekskoriasi sampai
rusaknya jaringan lunak. Bila penyakit dermatitis kontak pada pekerja terjadi, umumnya
tidak ada pengobatan yang spesifik untuk menyembuhkannya. Penyakit akan berulang
karena pekerja berkontak dengan zat yang menimbulkan dermatitis semakin lama semakin
sering, sehingga penyakit tersebut semakit berat. Terjadinya dermatitis kontak alergi
memerlukan waktu yang lama sesuai proses sensitisasi bahan alergen (SHARP, 1999).
Usaha pencegahan merupakan tindakan yang paling efektif dalam
menganggulangi penyakit dermatitis kontak. Pihak managemen harus mengidentifikasi
potensial bahaya, termasuk masalah bahan kimia yang digunakan dan pengaruhnya
terhadap pekerja untuk mengurangi pekerja untuk mengurangi resiko yang mungkin
timbul dikemudian hari (SHARP, 1999).
Usaha pencegahan dilaksanankan dengan cara pengendalian teknis, administratif
maupun perubahan perilaku pekerja melalui program perduli kulit (skin care program),
1. Membuat lingkungan mempunyai suhu, kelembaban yang sesuai melalui penerapan
ventilasi udara yang memenuhi standar.
2. Memperbaiki teknik proses analisis sesuai prosedur yang lebih efisien dan efektif,
misalnya substitusi bahan kimia.
3. Menerapkan alat exhaust atau inhaust udara di beberapa titik lokasi kerja.
4. Memonitor secara berkala suhu, kelembaban dan sirkulasi udara di dalam lingkungan
kerja.
5. Memakai alat pelindung diri berupa sarung tangan, pakaian laboratoruim yang
tertutup atau berlengan panjang, sepatu boots dan masker.
6. Rekrutmen pekerja secara selektif untuk mengetahui riwayat atopi pekerja atau
keluarga pekerja.
7. Penyuluhan kesehatan bagi pekerja sehingga mampu menjaga kebersihan pribadi dan
melakukan upaya pencegahan pribadi.
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Dermatitis Kontak
Menurut Djuanda (2007) faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
dermatitis diantaranya molekul, daya larut dan konsentrasi bahan dan faktor lain
yaitu lama kontak. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan. Faktor
individu juga ikut berpengaruh pada Dermatitis Kontak, misalnyausia (anak dibawah
8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan daripada
kulit putih), jenis kelamin (insidensi Dermatitis Kontak Iritan lebih banyak pada
wanita), penyakit kulit yang sedang atau dialami (ambang rangsang terhadap bahan
iritan menurun) misalnya Dermatitis Atopik.
Menurut Gilles L, Evan R, Farmer dan Atoniette F (1990) faktor-faktor yang
terdapat penyakit kulit lain, personal hygiene dan tindakan mengunakan APD.
Menurut Rietschel (1985), faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis,
terdiri dari Direct Influence dan Indirect Influenece. Faktor Direct Influence, yaitu
berupa toxic agent. Sedangkan yang termasuk Indirect Influenece adalah usia dan
gender, kebiasaan (hobby), kebersihan dan riwayat penyakit.
Menurut Cohen E David (1999), faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
dermatitis adalah Direct Causes, yaitu berupa bahan kimia dan Indirect Causes yang
meliputi penyakit yang telah ada sebelumnya, usia, lingkungan, dan personal
hygiene. Menurut Freedberg, dkk (2003) kelainan kulit akibat dermatitis ditentukan
oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, serta suhu bahan iritan tersebut, selain
itu juga dipengaruhi oleh faktor lain yaitu lama kontak, kekerapan (terus-menerus
atau berselang), suhu dan kelembaban lingkungan.
Berdasarkan beberapa sumber yang menjelaskan tentang faktor penyebab
dermatitis diatas, maka dapat disimpulkan faktor-faktor yang dominan menyebabkan
terjadinya dermatitis, yaitu faktor langsung (bahan kimia (ukuran molekul, daya
larut, konsentrasi) dan lama kontak) dan faktor tidak langsung (suhu, kelembaban,
masa kerja, usia, jenis kelamin, ras, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal
hygiene dan penggunaan APD).
2.6 Faktor Langsung
2.6.1 Bahan Kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi)
Bahan kimia merupakan penyebab utama dari penyakit kulit dan gangguan
pekerjaan. Kontak dengan bahan kimia merupakan penyebab terbesar dermatitis
kontak akibat kerja (Cohen, 1999). Bahan kimia untuk dapat menyebabkan kelainan
kontak yang cukup lama dan konsentrasi yang memadai, bahan kimia dapat
menyebabkan kelainan kulit berupa dermatitis kontak iritan atau dermatitis kontak
alergi.
Seorang pekerja dapat terkena bahan kimia berbahaya melalui kontak
langsung dengan permukaan yang terkontaminasi, pengendapan aerosol, dan
perendaman, atau percikan. Besarnya bahaya tergantung oleh besaran kontak bahan
kimia yang terjadi, sehingga mengakibatkan tingginya resiko yang menentukan
besarnya pengaruh pada kesehatan manusia. Hal inilah yang disebut
exposure-respons relationship. Paparan ditentukan oleh banyak faktor termasuk lama kontak
(durasi), frekuensi kontak, konsentrasi bahan dan lain-lain (Agius R, 2006). Agen
kimia dibagi menjadi dua jenis, yaitu primer dan sensitizers iritasi.
1. Iritan Primer
Kebanyakan dermatitis kerja disebabkan oleh kontak dengan iritan primer.
Iritan primer ini mengubah kimia kulit dan menghancurkan perlindungan kulit
sehingga kulit menjadi rusak, dan dermatitis kontak iritan primer dapat terjadi.
Iritasi primer menyebabkan reaksi kulit langsung pada kulit saat pemaparan
[image:51.595.119.525.570.745.2]pertama.
Tabel 2.1 Iritan Primer
Agen Produk Efek
Paraben kosmetik, deodoran,
dan beberapa produk perawatan kulit
kemerahan dan reaksi alergi pada kulit
Propylene Glycol produk kecantikan,
kosmetik dan
pembersih wajah
kemerahan pada kulit dan
dermatitis kontak
Isopropyl Alcohol produk perawatan
kulit
iritasi kulit dan merusak lapisan asam kulit sehingga bakteri dapat tumbuh dengan subur. Disamping
itu, alkohol juga dapat
2. Sensitizers
Sensitizers tidak dapat menyebabkan reaksi kulit langsung, tetapi
pemaparan berulang bisa menyebabkan reaksi alergi. Bahan kimia yang
menyebabkan sensitisasi kulit jauh lebih sedikit dari pada yang menyebabkan
iritasi primer. Contohnya logan dan garam-garamnya (kromium,kobalt dan
lain), bahan-bahan kimia karet, obat-obatan dan antibiotik, kosmetik dan
lain-lain.
Bahaya bahan kimia adalah korosif (iritan) dan racun. Bahan kimia dapat
menyebabkan langsung jaringan kulit iritasi sampai cedera atau korosi pada
permukaan logam, namun yang sering terjadi adalah cedera korosi yang merusak
jaringan lunak baik kulit maupun mata. Iritasi kulit me