17
17
PENDUGAAN CADANGAN KARBON
ABOVE GROUND
BIOMASS (
AGB) DI KECAMATAN LUMBANJULU
KPHL MODEL TOBA SAMOSIR UNIT XIV
SKRIPSI
Desrina Natalia Manalu
111201123
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
i
DAFTAR ISI
Hal
DAFTAR ISI
...
i
DAFTAR TABEL
...
ii
DAFTAR GAMBAR
...
iii
DAFTAR LAMPIRAN
...
iv
PENDAHULUAN
Latar Belakang ...
1
Tujuan ...
2
Manfaat Penelitian ...
2
TINJAUAN PUSTAKA
Penginderaan Jarak Jauh ...
3
Sistem Informasi Geografis...
5
Komponen Penyusun Cadangan Karbon di Tingkat Lahan
...
7
Citra Landsat 8 ...
12
Indeks Vegetasi ...
13
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung ...
14
Penginderaan Jarak Jauh untuk Estimasi Karbon ...
16
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian ...
17
Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...
19
Alat dan Data Penelitian...
19
Data Citra ...
20
Metode Penelitian ...
20
Pelaksanaan Penelitian ...
22
Pembuatan Plot pada Areal Sebaran ...
23
Pendugaan Cadangan Karbon ...
25
Tahapan Pendugaan Cadangan Karbon ...
27
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis Vegetasi ...
29
Biomassa Tegakan ...
33
Kandungan Karbon Tegakan...
36
Hubungan Indeks Vegetasi (NDVI) dengan Nilai Kandungan Karbon ...
38
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ...
45
ii
DAFTAR PUSTAKA
...
46
iii
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1.
Nilai Indeks Vegetasi pada Berbagai Jenis Tutupan Lahan ... 14
2.
Rata-rata Cadangan Karbon di atas Permukaan Tanah pada Berbagai
Penggunaan Lahan ... 14
3.
Data Primer dan Sekunder ... 22
4.
Kisaran Tingkat Kerapatan NDVI ... 26
5.
Jenis Tegakan pada Plot Pengukuran di Desa Jangga Toruan ... 29
6.
Jenis Tegakan pada Plot Pengukuran di Desa Jangga Dolok... 30
7.
Hubungan Nilai Karbon dan Nilai NDVI di Setiap Lokasi Penelitian .. 40
iv
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
1.
Lokasi Penelitian ... 17
2.
Areal Pengambilan Plot Pada Kecamatan Lumbanjulu di KPHL
Model Toba Samosir XIV ... 18
3.
Plot Pengambilan Sampel ... 24
4.
Tahapan Pendugaan Cadangan Karbon ... 27
5.
Jenis Vegetasi di KPHL Model Unit XIV Kabupaten Toba Samosir .... 31
6.
Peta Sebaran Plot Pengambilan Sampel ... 32
7.
Biomassa Tegakan pada Dua Kelas Diameter ... 34
8.
Kandungan Karbon Tegakan pada Dua Kelas Diameter ... 36
9.
Peta Nilai Indeks Vegetasi Hutan ... 39
10.
Hubungan Nilai Karbon Dengan Nilai NDVI dengan Persamaan
Regresi Linear ... 43
11.
Peta Nilai Karbon Kecamatan Lumbanjulu KPHL Model Toba
Samosir Unit XIV ... 44
12.
Kawasan Hutan KPHL Model Toba Samosir Unit XIV ... 88
13.
Vegetasi di Lokasi Penelitian ... 88
14.
Pembuatan Plot ... 89
15.
Pengukuran Keliling Pohon ... 89
16.
Pengambilan Titik ... 89
17.
Pencatatan Data ... 89
v
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
1.
Hasil perhitungan biomassa total tegakan kelas diameter 5-30 cm di
Desa Jangga Toruan ... 49
2.
Hasil perhitungan biomassa total tegakan kelas diameter 30 cm ke
atas di Desa Jangga Toruan ... 60
3.
Hasil perhitungan biomassa total tegakan kelas diameter 5-30 cm di
Desa Jangga Dolok ... 73
4.
Hasil perhitungan biomassa total tegakan kelas diameter 30 cm ke
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat penting dan bermanfaat
bagi hidup dan kehidupan baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat
langsung dari keberadaan hutan diantaranya adalah kayu, hasil hutan bukan kayu
dan satwa. Sedangkan manfaat tidak langsungnya adalah berupa jasa lingkungan,
baik sebagai pengatur tata air, fungsi estetika, maupun sebagi penyedia oksigen
dan penyerap karbon. Kerusakan hutan, perubahan iklim dan pemanasan global,
menyebabkan manfaat tidak langsung dari hutan berkurang, yaitu karena hutan
merupakan penyerap karbon terbesar dan memainkan peranan yang penting dalam
siklus karbon global dan dapat menyimpan karbon sekurang-kurangnya 10 kali
lebih besar dibandingkan dengan tipe vegetasi lain seperti padang rumput,
tanaman semusim dan tundra (Adiriono, 2009).
Peranan fungsi vegetasi sebagai penyerap karbon dan informasi mengenai
jumlah karbon yang tersimpan dalam hutan menjadi penting. Jumlah
absolute
karbon yang berada di permukaan dan di dalam tanah dalam satu satuan waktu
tertentu (CFS, 2000). Salah satu metoda yang umum digunakan untuk
mengestimasi stok karbon dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh
(inderaja), yang memanfaatkan karakteristik reflektansi dan spektral dari
obyek-obyek yang di muka bumi dengan menerapkan teknik
Normalized Differentiation
Vegetation Index
(NDVI) (Ustin, 1999).
Alasan mendasar pentingnya penelitian ini dilakukan di Kecamatan
2
2
Kecamatan Lumbanjulu merupakan kecamatan yang memiliki luasan wilayah
yang paling luas dibandingkan kecamatan lainnya di KPHL Model Toba Samosir
Unit XIV. Penelitian ini menggunakan teknologi pengindraan jauh yang ternyata
mampu memprediksi/ estimasi terhadap fenomena dari peranan fungsi vegetasi.
Sehingga pentingnya informasi tetang biomassa dan karbon dari hasil pendekatan
dengan citra, menjadi sangat relevan untuk dimanfaatkan sebagai dasar penelitian
tetang estimasi besaran biomassa dan karbon di kawasan hutan KPHL Model
Toba Samosir Unit XIV. Jumlah cadangan karbon tersimpan ini perlu diukur
sebagai upaya untuk mengetahui besarnya cadangan karbon pada saat tertentu.
Penelitian ini selain menginformasikan tentang potensi stok karbon, juga
memetakan sebaran karbon dengan metode NDVI.
Tujuan Penelitian
1.
Menghitung potensi stok karbon diatas permukaan di Kecamatan Lumbanjulu
KPHL Model Toba Samosir Unit XIV.
2.
Memetakan sebaran karbon dengan menggunakan metode NDVI.
Manfaat Penelitian
1.
Sebagai informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan khususnya bagi
peneliti yang terkait dengan biomassa karbon tersimpan di Kecamatan
Lumbanjulu KPHL Model Toba Samosir Unit XIV.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Penginderaan Jarak Jauh
Lillesand dan Kiefer (1997), mendefenisikan penginderaan jauh sebagai
“ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah atau gejala
dengan jalan menganalisis data yang diperoleh tanpa kontak langsung dengan
objek, daerah atau gejala yang dikaji”. Penginderaan jauh biasanya menghasilkan
beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan diinterpretasi guna
membuahkan data yang bermanfaat untuk aplikasi bidang pertanian, arkeologi,
kehutanan, geologi, perencanaan dan bidang-bidang lainnya (Purbowaseso, 1995).
Karakter utama dari suatu
image
(citra) dalam penginderaan jauh adalah
adanya rentang panjang gelombang (
wavelength band
) yang dimilikinya.
Beberapa radiasi yang bisa dideteksi dengan sistem penginderaan jarak jauh
seperti : radiasi cahaya matahari atau panjang gelombang dari
visible
dan
near
sampai
middle infrared
, panas atau dari distribusi spasial energi panas yang
dipantulkan permukaan bumi (
thermal
), serta refleksi gelombang mikro. Setiap
material pada permukaan bumi juga mempunyai reflektansi yang berbeda
terhadap cahaya matahari. Sehingga material-material tersebut akan mempunyai
resolusi yang berbeda pada setiap band panjang gelombang (Thoha, 2008).
Berdasarkan resolusi yang digunakan, citra hasil penginderaan jarak jauh
bisa dibedakan atas (Jaya, 2002):
1. Resolusi spasial
Merupakan ukuran terkecil dari suatu bentuk (
feature
) permukaan bumi
yang bisa dibedakan dengan bentuk permukaan disekitarnya, atau sesuatu yang
4
4
mengidentifikasi (
recognize
) dan menganalisis suatu objek di bumi selain
mendeteksi (
detectable
) keberadaannya.
2. Resolusi spektral
Merupakan dimensi dan jumlah daerah panjang gelombang yang sensitif
terhadap sensor.
3. Resolusi radiometrik
Merupakan ukuran sensitifitas sensor untuk membedakan aliran radiasi
(
radiation flux
) yang dipantulkan atau diemisikan suatu objek oleh permukaan
bumi.
4. Resolusi Temporal
Merupakan frekuensi suatu sistem sensor merekam suatu areal yang sama
(
revisit
). Seperti Landsat TM yang mempunyai ulangan setiap 16 hari, SPOT 26
hari dan lain sebagainya.
Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan citra
satelit seperti Landsat TM mampu mendeteksi pola penggunaan lahan di muka
bumi. Informasi yang diperoleh dari citra satelit tersebut dapat digabungkan
dengan data-data lain yang mendukung ke dalam suatu sistem informasi geografis
(SIG). hambatan dalam pemantauan penutupan lahan dapat dikurangi dengan
adanya teknologi penginderaan jauh (
remote sensing
) (Sulistiyono, 2008).
Menurut Lillesand dan Kiefer (1992)
dalam
Wijaya (2004) penginderaan
jauh meliputi dua proses utama yaitu pengumpulan data dan analisa data. Elemen
5
pembentukan data dalam bentuk piktoral dan/atau bentuk numerik. Singkatnya,
kita menggunakan sensor untuk merekam berbagai variasi pancaran dan pantulan
energi elektromagnetik oleh kenampakan di muka bumi. Proses analisis data
meliputi pengujian data dengan menggunakan alat interpretasi dan alat
pengamatan untuk menganalisis data piktoral, dan
computer
untuk menganalisis
data sensor numerik dengan dibantu oleh data rujukan tentang sumberdaya yang
dipelajari.
Relasi antara nilai NDVI dan cadangan karbon, secara khusus dapat
dikatakan berbentuk kurva lengkung (
curvilinear
). Dengan memperhatikan hal
tersebut, diperlukan proses transformasi logaritmik terhadap nilai cadangan
karbon, sehingga didapatkan kesesuaian dengan asumsi analisa regresi standar
untuk keragaman mutlak (
uniform variability
). Walaupun kerapatan karbon terus
meningkat seiring dengan pertumbuhan biomassa kayu dan riap tegakan, nilai
NDVI menunjukkan saturasi pada nilai 70 dimana index area daun (
leaf area
index
) mencapai optimum. Secara keseluruhan, hanya 54% variasi nilai logaritmik
kerapatan karbon yang dapat diwakili oleh nilai NDVI. Perlunya relasi yang
dibangun secara bertahap, sebagaimana diindikasikan oleh data, dilakukan dengan
memisahkan nilai NDVI yang >60. Pemisahan ini memperbaiki keseragaman
terhadap keragaman data, walaupun disisi lain, mengurangi kemungkinan
terwakilinya seluruh tingkat keragaman (Widayati, 2004).
Sistem Informasi Geografis
6
6
analisis dan manipulasi data. Dengan keempat kemampuan tersebut maka Sistem
Informasi Geografis dapat digunakan untuk mengidentifikasi daerah yang rawan
terhadap bencana (Prahasta, 2005).
Sistem Informasi Georafis atau
Georaphic Information Sistem
(GIS)
merupakan suatu sistem informasi yang berbasis komputer, dirancang untuk
bekerja dengan menggunakan data yang memiliki informasi spasial (bereferensi
keruangan). Sistem ini merekam, mengecek, mengintegrasikan, memanipulasi,
menganalisa, dan menampilkan data yang secara spasial mereferensikan kepada
kondisi bumi. Teknologi SIG mengintegrasikan operasi-operasi umum
database
,
seperti
query
dan analisa statistik, dengan kemampuan visualisasi dan analisa
yang unik yang dimiliki oleh pemetaan. Kemampuan inilah yang membedakan
SIG dengan sistem informasi lainnya yang membuatnya menjadi berguna berbagai
kalangan untuk menjelaskan kejadian, merencanakan strategi, dan memprediksi
apa yang terjadi (Sukojo dan Diah, 2003).
Teknologi GPS (
Global Positioning System
) menyampaikan informasi
penting yang dibutuhkan dan merupakan salah satu bentuk data spasial dalam
pengolahan data SIG. Data atau informasi yang dihasilkan dari GPS biasanya
berbentuk data vektor. Puntodewo
et al
. (2003) diacu dalam Budiyanto (2005)
menyebutkan bahwa teknologi GPS memberikan terobosan yang sangat penting
dalam menyediakan data untuk SIG karena keakuratan data yang diberikan oleh data
GPS sangat tinggi.
GIS mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data
padasuatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan
akhirnyamemetakan hasilnya. Data yang akan diolah pada SIG merupakan data
7
memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi
SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti; lokasi, kondisi,
trend
,
poladan pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem
informasi lainnya (GIS Konsorsium Aceh Nias, 2007).
Komponen Penyusun Cadangan Karbon di Tingkat Lahan
Menurut Hairiah, 2011 menyatakan bahwa pada ekosistem daratan,
cadangan karbon disimpan dalam 3 komponen pokok, yaitu:
1.
Bagian hidup (biomasa): masa dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu
batang, ranting dan tajuk pohon (berikut akar atau estimasinya), tumbuhan
bawah atau gulma dan tanaman semusim.
2.
Bagian mati (nekromasa): masa dari bagian pohon yang telah mati baik yang
masih tegak di lahan (batang atau tunggul pohon), kayu tumbang/tergeletak di
permukaan tanah, tonggak atau ranting dan daun-daun gugur (seresah) yang
belum terlapuk.
3.
Tanah (bahan organik tanah): sisa makhluk hidup (tanaman, hewan dan
manusia) yang telah mengalami pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya
dan telah menjadi bagian dari tanah. Ukuran partikel biasanya lebih kecil dari 2
mm.
Berdasarkan keberadaannya di alam, ketiga komponen karbon tersebut
dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu:
a. Karbon di atas permukaan tanah, meliputi:
•
Biomasa pohon
Proporsi terbesar cadangan karbon di daratan umumnya
terdapat pada komponen pepohonan. Untuk mengurangi tindakan perusakan
8
8
persamaan allometrik yang didasarkan pada pengukuran diameter batang (dan
tinggi pohon, jika ada).
•
Biomasa tumbuhan bawah.
Tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang
berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma.
Estimasi biomasa tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian
tanaman (melibatkan perusakan).
•
Nekromasa
Batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang dan
tergeletak di permukaan tanah, yang merupakan komponen penting dari C dan
harus diukur pula agar diperoleh estimasi cadangan karbon yang akurat.
•
Seresah.
Seresah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan
ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah.
b. Karbon di dalam tanah, meliputi:
•
Biomasa akar.
Akar mentransfer karbon dalam jumlah besar langsung ke
dalam tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama. Pada tanah
hutan biomasa akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter > 2 mm),
sedangkan pada tanah pertanian lebih didominasi oleh akar-akar halus yang
lebih pendek daur hidupnya. Biomasa akar dapat pula diestimasi berdasarkan
diameter akar (akar utama), sama dengan cara untuk mengestimasi biomasa
pohon yang didasarkan pada diameter batang.
•
Bahan organik tanah
.Sisa tanaman, hewan dan manusia yang ada di
permukaan dan di dalam tanah, sebagian atau seluruhnya dirombak oleh
organisme tanah sehingga melapuk dan menyatu dengan tanah, dinamakan
9
Karbon atau zat arang adalah salah satu unsur yang terdapat dalam bentuk
padat maupun cairan di dalam perut bumi, di dalam batang pohon, atau dalam
bentuk gas di udara (atmosfer). Hairiah dan Rahayu (2007) menjelaskan bahwa
karbon yang terdapat di atas permukaan tanah terdiri atas biomassa pohon,
biomassa tumbuhan bawah (semak belukar, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan
atau gulma), nekromassa (batang pohon mati) dan serasah (bagian tanaman yang
telah gugur dan ranting yang terletak di permukaan tanah). Sedangkan karbon di
dalam tanah meliputi biomassa akar serta bahan organik tanah (sisa tanaman,
hewan dan manusia yang telah menyatu dengan tanah akibat pelapukan). Lebih
lanjut Hairiah dan Rahayu (2007) menjelaskan bahwa hutan alami yang
keanekaragaman spesiesnya tinggi dengan serasah melimpah merupakan gudang
penyimpanan karbon yang baik.
Kegiatan di sektor kehutanan yang secara potensial dapat menekan
terjadinya perubahan iklim dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu konservasi,
peningkatan pengambilan karbon dan subtitusi penggunaan bahan bakar fosil
dengan biomass. Kegiatan konservasi meliputi perlindungan hutan dari deforestasi
dan degradasi akibat aktivitas manusia. Peningkatan pengambilan karbon (
rosot
)
dilakukan melalui kegiatan perluasan luas hutan dengan penanaman pohon di
lahan kritis, gundul atau semak belukar dalam kawasan hutan (
reforestasi
) dan
bukan hutan (
afforestasi
) serta pengelolaan hutan dengan menggunakan sistem
pengelolaan yang berkelanjutan. Penggantian bahan bakar fosil dengan energi
10
10
C dari atmosfer melalui proses fotosintesis dan menyimpannya dalam biomassa.
Pada perkembangan tegakan, kematian disebabkan oleh persaingan atau bencana
alam menghasilkan perpindahan beberapa cadangan C pada pohon ke bahan
organik yang mati atau ke atmosfer. Pemanenan hutan, melepaskan C dalam
jumlah yang besar, namun tidak seluruhnya. Sebagian dari biomassa yang dipanen
tersebut digunakan untuk menghasilkan energi (menggantikan bahan bakar fosil),
sementara yang lainnya digunakan untuk berbagai produk kayu dengan waktu
penggunaan tertentu (Ter-Mikaelian,
et al
., 2008).
Canadell (2002) mengatakan bahwa untuk memperoleh penyerapan karbon
yang maksimum, maka perlu ditekankan pada kegiatan peningkatan biomassa
diatas permukaan tanah, bukan pada biomassa yang ada dalam tanah, karena
biomassa yang terdapat didalam tanah relatif kecil dan masa keberadaannya
singkat, tetapi hal ini tidak berlaku pada tanah gambut (van Noodwijk
et al.,
1997;
Paustian
et al.,
1997).
Secara umum, metode pendugaan cadangan karbon ada dua kategori,
yakni metode
destruktif
dan metode
non destruktif.
Metode
destruktif
dapat
dilakukan dengan (1) menebang semua pohon, (2) menebang beberapa pohon
yang mewakili kelas tegakan dan (3) menebang satu pohon dan membuat model
hubungan biomassa dengan parameter pohon yang mudah diukur, seperti diameter
atau tinggi. Metode konvensional dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.
Sedangkan metode
non destruktif
tidak merusak pohon. Pendekatannya dilakukan
11
Secara garis besar, tahapan pendugaan cadangan karbon yang dilakukan
adalah sebagai berikut:
1.
Pengolahan awal data satelit; mencakup koreksi atmosfer, koreksi radiometrik,
dan koreksi geometri.
2.
Klasifikasi data satelit berdasarkan tutupan lahannya; memilih sistem
klasifikasi tutupan lahan yang sesuai dengan kondisi studi area. Kelas tutupan
lahan yang umum digunakan adalah hutan primer, hutan sekunder,
perkebunan/semak/ belukar, dan lahan terbuka.
3.
Perhitungan indeks vegetasi dari citra untuk menganalisa kondisi vegetasi,
misalnya NDVI (
Normalized Difference Vegetation Index) dan EVI (Enhanced
Vegetation Index
).
4.
Survei vegetasi untuk mengetahui jumlah biomasa di lapangan berdasarkan
kelas hasil klasifikasi tutupan lahan. Inventarisasi biasanya dilakukan pada
plot-plot pengukuran lapangan untuk mendapatkan jumlah biomassa diatas dan
dibawah permukaan tanah. Umumnya pendugaan biomassa di lapangan
dilakukan dengan menggunakan persamaan allometrik. Biomassa yang diukur
umumnya berupa biomassa pohon tegakan (diatas permukaan tanah) yang
dihitung berdasarkan penjumlahan biomassa batang, cabang, dan daun.
5.
Analisa data survei vegetasi untuk mendapatkan rata-rata biomasa berbagai
jenis tutupan lahan.
6.
Penghitungan karbon untuk seluruh jenis tutupan lahan (berdasarkan hasil
12
12
Hasil pengideraan jauh dengan resolusi sedang mungkin sangat
bermanfaat untuk membagi area proyek menjadi kelas-kelas vegetasi yang relatif
homogen. Hasil pembagian kelas ini menjadi panduan untuk proses survei dan
pengambilan data lapangan. Untuk mendapatkan estimasi biomassa dengan
tingkat keakuratan yang baik memerlukan hasil pengideraan jauh dengan resolusi
yang tinggi, tetapi hal ini akan menjadi metode alternatif dengan biaya yang besar
(Roswiniarti, 2008).
Citra Landsat 8
Seperti dipublikasikan oleh USGS, satelit landsat 8 terbang dengan
ketinggian 705 km dari permukaan bumi dan memiliki area
scan
seluas 170 km x
183 km (mirip dengan landsat versi sebelumnya). NASA sendiri menargetkan
satelit landsat versi terbarunya ini mengemban misi selama 5 tahun beroperasi
(sensor OLI dirancang 5 tahun dan sensor TIRS 3 tahun). Tidak menutup
kemungkinan umur produktif landsat 8 dapat lebih panjang dari umur yang
dicanangkan sebagaimana terjadi pada landsat 5 (TM) yang awalnya ditargetkan
hanya beroperasi 3 tahun namun ternyata sampai tahun 2012 masih bisa berfungsi.
Satelit landsat 8 memiliki sensor
Onboard Operational Land Imager (OLI)
dan
Thermal Infrared Sensor (TIRS)
dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah.
Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (band 1-9) berada pada OLI dan 2 lainnya
(band 10 dan 11) pada TIRS. Sebagian besar kanal memiliki spesifikasi mirip
dengan landsat 7. Dibandingkan versi-versi sebelumnya, landsat 8 memiliki
beberapa keunggulan khususnya terkait spesifikasi
band-band
yang dimiliki
13
yaitu
Red
,
Green
dan
Blue
(RGB). Dengan makin banyaknya
band
sebagai
penyusun RGB komposit, maka warna-warna obyek menjadi lebih bervariasi.
Indeks Vegetasi (IV)
Perhitungan tingkat kehijauan dengan metode TCT hanya bisa diaplikasikan
dengan data Landsat saja. Metode lain untuk menentukan tingkat kehijauan adalah
Indeks Vegetasi. Indeks vegetasi merupakan perhitungan secara kuantitatif yang
digunakan untuk menghitung biomassa atau kondisi vegetasi.
Umumnya dibuat dengan menggunakan kombinasi dari beberapa band
spektral. Indeks vegetasi yang paling sederhana adalah rasio antara pantulan
near
infrared
(NIR) dan sinar merah. Terdapat banyak metode untuk menghitung
indeks vegetasi. Indeks vegetasi yang umum dan banyak digunakan adalah
Normalized Difference Vegetation Index
(NDVI) (Ray, 1995). Indeks ini
sederhana dan mempunyai nilai
rang
e yang dinamis dan sensitif yang paling
bagus terhadap perubahan tutupan vegetasi, dengan persamaan sebagai berikut:
Menurut Shifoyati dan Kuncoro (2007) cara perhitungan NDVI
(
Normalized Difference Vegetation Index
) adalah sebagai berikut:
NDVI = (NIR – R) / (NIR + R)
Keterangan:
NDVI =
Normalized Difference Vegetation Index
NIR
=
Near Infra Red
R
= Red
Perhitungan perbandingan sifat respon objek terhadap pantulan sinar
merah dan NIR dapat menghasilkan nilai dengan karakteristik khas yang dapat
14
14
tinggi. Hal ini disebabkan oleh hubungan terbalik antara intensitas sinar yang
dipantulkan vegetasi pada spektral sinar merah dan NIR.
Menurut CCRS (2007), nilai indeks vegetasi terdiri dari lima jenis tutupan
lahan yang dapat dilihat pada Tabel 1 sedangkan pada
Tabel 2
menunjukkan nilai
cadangan karbon pada beberapa jenis penggunaan lahan.
Tabel 1. Nilai indeks vegetasi pada berbagai jenis tutupan lahan
Jenis tutupan lahan
Nilai Indeks Vegetasi
Non vegetasi
-1
─ 0
Sawah dan rumput
0
─ 0,164063
Kebun teh, semak, dan rumput
>0,164063
─ 0,328125
Semak, kebun, dan sawah
>0,328125
─ 0,492188
Pohon dan semak
>0,492188
─ 0,99218
Tabel 2. Rata-rata cadangan karbon di atas permukaan tanah pada berbagai penggunaan
lahan
Jenis penggunaan lahan Cadangan karbon Persentase(%)
Hutan primer 230.1 100
Hutan bekas tebangan 0-10 tahun 206.8 90
Hutan bekas tebangan 11-30 tahun 212.9 92
Hutan bekas tebangan 31-50 tahun 184.2 80
Jakaw 0-10 tahun 19.4 8
Jakaw >10 tahun 58.0 25
Agroforestri 0-10 tahun 37.7 16
Agroforestri 11-30 72.6 31
Padi 4.8 2
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)
Kegiatan pengelolaan hutan yang bertujuan memproduksi hasil hutan
umumnya melibatkan kegiatan-kegiatan seperti inventarisasi hutan, tata hutan
dengan membentuk blok dan petak, pelaksanaan silvikultur, seperti penanaman,
penjarangan, pemotongan. Didalam sebuah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH),
manajemen sumberdaya hutan tidak terbatas pada kegiatan-kegiatan tersebut,
karena di dalam KPH dimungkinkan adanya perusahaan mandiri dan kelompok
15
panjang tersebut akan diselaraskan dengan tujuan Pemerintah, Pemerintah
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam rencana jangka panjang ini akan dipastikan
arah jangka panjang para pemegang izin, dan pengelolaan hutan lainnya dalam
KPH tersebut, serta kebijakan dan strategi penanganan masalah yang dihadapi
dalam mewujudkan rencana jangka panjang tersebut. Dalam prakteknya,
pengelola KPH perlu mempertimbangkan kebutuhan bersama semua pihak di
dalam KPH, seperti aksesibilitas dan infrastruktur, tenaga kerja, penyelesaian
konflik, pendampingan, dll. Itulah sebabnya berbagai instansi pemerintah,
pemegang izin (jika ada), masyarakat yang berada di dalam dan di sekitar hutan,
lembaga swadaya masyarakat dan akademisi perlu dilibatkan dalam penyusunan
rencana jangka panjang dan rencana kerja tahunan. Partisipasi mereka diharapkan
meningkatkan peluang terjadinya sinergi kegiatan semua pihak dalam KPH
tersebut.
Unit-unit Pengelolaan Hutan terdiri dari Kesatuan Pengelolaan Hutan
Konservasi (KPHK), Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), dan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) tergantung pada fungsi hutan
dominan yang terdapat dalam kawasan. Pada setiap Kesatuan Pengelolaan Hutan
dibentuk institusi pengelola. Menteri Kehutanan menetapkan organisasi KPHK,
sedangkan untuk KPHP dan KPHL ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri No. 61 Tahun 2010. Untuk KPHP dan KPHL yang penetapan
wilayahnya lintas Kabupaten ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi
16
16
Penginderaan Jauh untuk Estimasi Stok Karbon
Cadangan karbon dalam hutan dapat juga dievaluasi dengan menggunakan
penginderaan jauh yakni satelit atau potret udara. Namun, tidak ada instrument
penginderaan jauh yang dapat mengukur cadangan karbon secara langsung, sehingga
dibutuhkan data lapangan sebagi tambahan. Metodologi penginderaan jauh
memperlihatkan keberhasilannya dalam menduga cadangan karbon di hutan boreal
dan hutan musim dan pada tegakan muda dengan kerapatan karbon yang rendah
(Gibbs,
et al
., 2007).
Adanya perubahan tutupan lahan di suatu wilayah dapat mengindikasikan
dinamika cadangan karbon di wilayah tersebut. Misalnya, aktivitas konversi hutan
menjadi bentuk penggunaan lahan lainnya menyebabkan terjadinya penurunan jumlah
cadangan karbon. Kuantifikasi perubahan lahan yang terjadi dalam satu rentang
waktu, dapat dilakukan dengan menganalisa citra satelit (misalnya Landsat) dari
waktu pengambilan yang berbeda yang didukung oleh peta tutupan lahan, topografi,
tanah dan sebagainya (Hairiah, 2011).
Saat ini terdapat tiga pendekatan untuk menduga atau memonitor biomassa,
yaitu modeling, pengukuran lapangan, dan penginderaan jauh. Diantara tiga
pendekatan, pengukuran langsung di lapangan dipertimbangkan lebih dapat dipercaya
dan lebih teliti dibandingkan dengan dua pendekatan lainnya. Meskipun demikian,
pendekatan ini mahal dan resolusi spasial data dalam studi di lapangan terbatas.
Dengan memadukan data spasial dan atribut kedalam SIG, maka integrasinya
(Penginderaan Jauh dan SIG) akan menawarkan suatu metoda untuk menduga
biomassa pada skala wilayah yang sangat besar, dimana ketersediaan data kehutanan
17
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Lumbanjulu KPHL Model Toba
Samosir Unit XIV, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Pengambilan data
di lapangan dilaksanakan bulan Mei 2015. Pengolahan data dilaksanakan di
Laboratorium Manajemen Hutan Terpadu, Departemen Kehutanan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
18
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Berdasarkan data yang diperoleh dari
website
KPH, KPHL Model Toba
Samosir Unit XIV, terletak pada 98
o54’25’’- 99
o40’33’’ Bujur Timur dan antara
Lokasi penelitian 2
o39’04’’ – 2
o0’14’’ Lintang Utara. Luas Kawasan hutan di
Provinsi Sumatera Utara sesuai SK Menhut No.44/Menhut-II/2005 tanggal 16
Februari 2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi
Sumatera Utara adalah seluas 3.742.120 ha. Kawasan hutan tersebut meliputi:
1. Hutan Konservasi seluas 477.070 ha
2. Hutan Lindung seluas 1.297.330 ha
3. Hutan Produksi Terbatas seluas 879.270 ha
4. Hutan Produksi Tetap seluas 1.035.690 ha
5. Hutan Produksi yang dapat dikonversi seluas 52.760 ha
Penetapan KPHL Model Toba Samosir Unit XIV yang terletak di
Kabupaten Toba Samosir sesuai SK Menhut No.867/Menhut-II/2013 tanggal 5
Desember 2013 seluas 87.247 Ha, yang terdiri dari hutan lindung (HL) seluas
75.762 Ha, hutan produksi terbatas (HPT) seluas 6.294 Ha, dan hutan produksi
(HP) seluas 5.191 Ha. Pada tanggal 24 Juni 2014 Menteri Kehutanan RI
mengeluarkan SK Menhut No.579/Menhut-II/2014 mengenai kawasan hutan di
Sumatera Utara. Dengan demikian maka luas KPHL Model Toba Samosir Unit
XIV mengikuti SK terbaru dengan perubahan luas sebesar 56.621 Ha. Kawasan
hutan tersebut meliputi :
1. Hutan Lindung seluas 43.412 ha
2. Hutan Produksi seluas 11.243 ha
20
4. Hutan Suaka Alam seluas ± 9 ha
Kecamatan Lumban Julu tidak semua masuk ke dalam kawasan KPHL
Model Toba Samosir Unit XIV. Luas Kecamatan Lumban Julu sebesar 9175 Ha
yaitu 16,2% dari total luas KPHL Model Toba Samosir Unit XIV dan untuk luas
kawasan berhutan sebesar 3761 Ha. Penelitian ini dilakukan di 2 desa dari 31 total
desa yang terdapat di Kecamatan Lumban Julu yaitu desa Jangga Toruan dan
Jangga Dolok.
KPHL Model Toba Samosir Unit XIV berada diantara lima kabupaten.
Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu dan Kabupaten
Asahan, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara, sebelah
selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan, dan sebelah utara
berbatasan dengan Kabupaten Simalungun.
Alat dan Data Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat keras
(
Hardware
) berupa PC (
Personal Computer
), perangkat lunak (
Software
), yaitu
ArcGIS 10, dan ENVI 4.7, pita ukur (meteran), tali plastik, kompas,
camera
digital
, alat tulis,
clinometer
,
phiband
,
Global Position System
(GPS) untuk
pengambilan posisi koordinat lokasi.
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu area KPHL Model Toba
Samosir Unit XIV, citra landsat
path/row
128/58 yang diunduh dari situs
earthexplorer.usgs.gov, dan peta administrasi Kabupaten Toba Samosir serta peta
Data Citra
Citra satelit diunduh dari situs earthexplorer.usgs.gov dan keterangan
tentang citra yang digunakan adalah sebagai berikut:.
ID Citra : LC81280582014042LGN00
Koordinat : 2.89264,99.81764
Tanggal Akuisisi “ 11 Februari 2014
Path/Row : 128/58
Produk : Landsat 8 OLI/TIRS
% Penutupan Awan : < 10%
Metode Penelitian
1.
Penghitungan Biomassa
Metode yang digunakan untuk penarikan contoh ialah pengambilan contoh
berlapis secara sistematik (s
tratified systematic sampling).
Perancangan sampling
ini dilakukan penarikan contoh pertama secara acak pada setiap jalurnya dan
untuk contoh selanjutnya ditentukan secara sistematik. Metode ini dipilih karena
satuan-satuan penarikan contoh lebih mudah ditempatkan di lapangan lebih
mewakili, karena contoh-contoh tersebut tersebar merata pada seluruh populasi,
sehingga lebih memberikan perwakilan daripada contoh-contoh yang diambil
secara acak.
Untuk mengetahui biomassa dari lokasi penelitian dilakukan pengukuran
pada diameter dan tinggi pohon serta dicatat jenis dan jumlah yang terdapat di
Kecamatan Lumbanjulu KPHL Model Toba Samosir Unit XIV maka
digunakanlah metode sensus.
22
cadangan karbon atau karbon tersimpan hanya dilakukan pada bagian atas tanah
(
above ground biomass
) saja yaitu pohon.
2.
Penghitungan Karbon
Penghitungan karbon menggunakan metode skala lanskap atau
Normalized
Difference Vegetation Index
(NDVI). NDVI merupakan metode pendugaan
cadangan karbon dengan menggunakan bantuan citra Landsat 8. Melalui citra
akan diketahui nilai NDVI di setiap lokasi penelitian dan akan dihubungkan
dengan nilai biomassa hasil pengukuran di lapangan sehingga diperoleh peta
sebaran cadangan karbon di lokasi penelitian.
3.
Pemetaan Sebaran Karbon
Dalam memetakan sebaran karbon digunakan metode
overlay
dengan
menumpangtindihkan peta administrasi KPHL Model Toba Samosir Unit XIV
dengan data berupa titik koordinat sebaran karbon.
Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini meliputi kegiatan pengumpulan data dan
informasi serta kegiatan analisis data. Tahapan kegiatannya adalah sebagai
berikut:
1.
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini ada dua, yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari pengecekan langsung di lapangan
(
ground check
) di KPHL Model Toba Samosir Unit XIV. Data ini diperoleh
Tabel 3. Data primer dan sekunder
Nama data
Jenis data
Sumber
Tahun
Peta Administrasi KPHL Model Unit XIV
Citra Landsat 8
Sekunder
Sekunder
BPKH
USGS
2014
2013
Titik Sampel (
Ground Check
)
Primer
GPS
2015
Tinggi dan Diameter Tegakan
Primer
Lokasi
Penelitian
2015
2.
Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan agar diperoleh
hasil berupa nilai cadangan karbon di Kecamatan Lumbanjulu KPHL Model Toba
Samosir Unit XIV dan peta sebaran cadangan karbon di KPHL Model Toba
Samosir Unit XIV. Analisis data dilakukan dengan menghitung biomassa pohon
dengan menggunakan rumus allometrik. Setelah diketahui biomassanya, maka
akan dapat diketahui kandungan karbon dengan menggunakan rumus
Brown
et al.
(1996).
Peta sebaran cadangan karbon dapat diperoleh melalui tahapan
perhitungan nilai NDVI pada citra, kemudian dibuat persamaan regresi linear
untuk mengetahui korelasi antara nilai cadangan karbon yang telah dihitung
sebelumnya dengan nilai NDVI pada citra. Setelah itu dilakukan analisis korelasi
berdasarkan regresi yang terbentuk, dan akan diperoleh peta sebaran cadangan
karbon berdasarkan nilai NDVI.
Pembuatan Plot pada Areal Sebaran
Rancangan sampling yang digunakan ialah pengambilan contoh berlapis
secara sistematik (s
tratified systematic sampling
). Pengambilan
sample
penelitian
24
Toruan 324 Ha. Banyaknya jalur adalah 2 jalur dengan intensitas sampling yang
dipakai pada penelitian ini ialah 1%.
Menurut Hairiah,
et al
. (2011), prosedur untuk melakukan pembuatan plot
adalah sebagai berikut:
a.
Dibuat plot dengan ukuran 100m x 20 m
jika dalam lahan yang diamati
terdapat pohon besar (diameter batang lebih dari 30 cm atau lingkar batang
lebih dari 95 cm).
b.
Dibuat sub plot utama dengan ukuran 40m x 5m untuk pengukuran cadangan
[image:31.595.124.512.383.680.2]karbon di hutan alami. Pohon yang diukur adalah pohon dengan diameter 5 cm
hingga 30 cm atau lingkar batang 15cm – 95cm. Bentuk dari plot yang
digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Plot Pengambilan Sampel
a.
Dicatat nama lokal dan/atau nama latin (jika dapat diketahui) dari tanaman
yang akan diukur.
b.
Diukur diameter (DBH) atau lingkar batang dan tinggi pohon yang ada di
dalam plot dan sub plot utama.
c.
Dihitung biomassa pohon menggunakan persamaan allometrik terpilih berikut
ini:
Y = 0,0509 x ρ x DBH
2x T
Keterangan:
Y
= biomassa total (kg)
DBH
= diameter setinggi dada
ρ
= berat jenis kayu (gr/cm
3)
T
= tinggi (m)
Untuk penghitungan biomassa di hutan alam menggunakan rataan berat
jenis kayu sebesar 0,68 gr/cm
3(Rahayu
et al
., 2006). Penggunaan persamaan
tersebut didasarkan pada wilayah iklim lokasi penelitian yang memiliki curah
hujan rata-rata agak tinggi (curah hujan 20,7 – 27,7 mm/hari).
d.
Biomassa per hektar dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
�
=
∑
���
� �=1
�
× 10.000
Keterangan :
W
=Total biomassa (ton/Ha)
Wpi
= Biomassa pohon (ton)
A
= Luas plot (m
2)
n
= Jumlah pohon
Pendugaan Cadangan Karbon
1.
Kandungan karbon dalam vegetasi hutan dapat diduga dari biomassa hutan,
dengan persamaan:
Y = W * 0,5
Keterangan :
Y
= Kandungan karbon diatas permukaan tanah (ton/ha)
W = Total biomassa per hektar (ton/ha)
(Brown
et al
., 1996).
26
3.
Data dari GPS tersebut diolah ke dalam
software
ArcGIS 10 untuk diketahui
penyebarannya dan didukung dengan citra landsat yang bertujuan untuk
melihat tutupan lahan pada hutan alam.
4.
Citra landsat yang sudah di
cropping
di ENVI 4.7, akan diolah ke dalam
software
ArcGIS 10 untuk dilakukan pengklasifikasian terhadap citra tersebut
(Metode NDVI). Proses analisis NDVI dilakukan pada citra satelit landsat 8
dengan
path
/
row
: 128/58 yang dimana akan melingkupi vegetasi hutan di
Kecamatan Lumbanjulu. Berikut merupakan formula untuk mengetahui NDVI
NDVI = (NIR-R) / (NIR+R), maka
NDVI = (Band 5-Band 4) / (Band 5+Band 4)
Keterangan:
[image:33.595.128.513.480.533.2]NIR=
Near InfraRed
/Infra Merah Dekat
R=
Red
/Merah
Tabel 4. Kisaran Tingkat Kerapatan NDVI (Sumber Departemen Kehutanan, 2003)
Kelas Kisaran NDVI Tingkat Kerapatan
1 -1 – 0,32 Jarang
2 0,32 -0,42 Sedang
3 > 0,42 -1 Tinggi
5. Ditentukan hubungan/korelasi antara nilai karbon dengan nilai NDVI dengan
membuat suatu persamaan regresi linear sederhana yaitu y = a + bx, yang dapat
diperoleh dari rumus Walpole (1992):
b =
n
∑
xy
−
(
∑
x)(
∑
y)
n
∑
x
2−
(
∑
)
2a = y
�
−
bx
�
Setelah itu, analisis korelasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan uji
korelasi Pearson berikut:
�
=
�∑��
−
(
∑�
)(
∑�
)
�
{
�∑�
2−
(
∑�
)
2}{
�∑�
2−
(
∑�
)
2}
Keterangan:
r = koefisien korelasi
n = jumlah plot sampel
x = nilai NDVI
y = nilai karbon
5.
Diperoleh peta penyebaran cadangan karbon pada KPHL Model Toba Samosir
Unit XIV.
28
Tahapan Pendugaan Cadangan Karbon
Pendugaan cadangan karbon pada KPHL Model Toba Samosir Unit XIV
dilakukan berdasarkan sembilan tahapan. Tahap demi tahap dilaksanakan agar
[image:35.595.224.428.256.734.2]diperoleh hasil berupa nilai kandungan karbon dan peta sebaran cadangan karbon
di lokasi penelitian. Tahapan pendugaan cadangan karbon dapat dilihat pada
Gambar 4.
Gambar 4. Tahapan Pendugaan Cadangan Karbon
Peta Tutupan LahanPengecekan di Lapangan (Ground check)
Pengambilan Sample Skala Plot dengan Ukuran 100x20 m Jika Terdapat Pohon Besar dan
40x5m untuk Sub Plot Utama
Metode Allometrik untuk Menghitung Biomassa Pohon
Perhitungan Karbon di Kecamatan Lumbanjulu KPHL Model Unit XIV
Toba Samosir
Perhitungan Indeks Vegetasi Citra dengan NDVI
Korelasi antara Nilai Karbon dengan Nilai NDVI
29
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis Vegetasi
Dari kegiatan pengambilan data diameter dan tinggi tegakan, terdapat
[image:36.595.120.521.282.599.2]beberapa jenis tegakan di dalam setiap plot pengukuran. Jenis-jenis tegakan yang
dijadikan sampel di setiap lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Letak plot
pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 6.
Tabel 5. Jenis Tegakan pada Plot Pengukuran di Desa Jangga Toruan
Lokasi Nama Lokal Nama Latin Jumlah Persentase (%)
Desa Jangga Toruan Medang Landit Persea rimosa 47 6,35
Rambutan Hutan Cryptocarya nitens 23 3,11
Meranti Shorea gibbosa 36 4,86
Rengas Melanochylla sp. 38 5,14
Kapur Dryobalanops aromatica 6 0,81
Durian Durio zibethinus 12 1,62
Kempas Koompassia malaccensis 46 6,22
Sialagundi Roudholia teysmanii 54 7,30
Temberas Shorea blumutensis 41 5,54
Kayu Arang Diospiros spp. 33 4,46
Terap Artocarpus elasticus 28 3,78
Kesi Hibiscus macrophyllus 12 1,62
Simartolu Schima wallichi 20 2,70
Api-api Adinandra gumosa 15 2,03
Hapas-hapas Exbucklandia populnea 19 2,57
Sipang-sipang Scaphium macropodium 27 3,65
Motung Dyera costulata 24 3,24
Sitarak Macaranga lowii 23 3,11
Medang Litsea bracystachys 57 7,70
Randuk Kambing Alstonia macrophylla 28 3,78
Dori-dori Tariietia sp. 25 3,38
Handis Garcinia diorca 23 3,11
Simare eme-eme Schefflera aromatica 24 3,24
Antahasi Weinmannia blumei 45 6,08
Ingul Toona surensis 34 4,59
30
[image:37.595.117.523.98.436.2]30
Tabel 6. Jenis Tegakan pada Plot Pengukuran di Desa Jangga Dolok
Lokasi Nama Lokal Nama Latin Jumlah Persentase (%)
Desa Jangga Dolok Pinus Pinus merkusii 5 1,14
Medang Landit Persea rimosa 22 5,01
Rambutan Hutan Cryptocarya nitens 10 2,28
Meranti Shorea gibbosa 10 2,28
Rengas Melanochylla sp. 20 4,56
Eucalyptus Eucalyptus sp. 2 0,46
Kapur Dryobalanops aromatica 6 1,37
Durian Durio zibethinus 3 0,68
Kempas Koompassia malaccensis 31 7,06
Sialagundi Roudholia teysmanii 32 7,29
Temberas Shorea blumutensis 20 4,56
Kayu Arang Diospiros spp. 16 3,64
Terap Artocarpus elasticus 21 4,78
Kesi Hibiscus macrophyllus 11 2,51
Simartolu Schima wallichi 12 2,73
Api-api Adinandra gumosa 9 2,05
Hapas-hapas Exbucklandia populnea 12 2,73
Sipang-sipang Scaphium macropodium 13 2,96
Motung Dyera costulata 24 5,47
Sitarak Macaranga lowii 17 3,87
Medang Litsea bracystachys 32 7,29
Randuk Kambing Alstonia macrophylla 16 3,64
Dori-dori Tariietia 16 3,64
Handis Garcinia diorca 40 9,11
Simare eme-eme Schefflera aromatica 21 4,78
Antahasi Weinmannia blumei 4 0,91
Ingul Toona surensis 14 3,19
Gambar 5. Jenis Vegetasi di KPHL Model Toba Samosir Unit XIV
Jenis vegetasi yang paling banyak di KPHL Model Toba Samosir Unit
XIV ialah Medang (
Litsea bracystachys
) sebanyak 8%. Sedangkan yang paling
rendah persentase nya ialah Eucalyptus (
Eucalyptus sp.
) sebesar 0,17%. Medang
ditemukan di Desa Jangga Toruan dan di Desa Jangga Dolok sebanyak 89 pohon,
sementara untuk Eucalyptus ditemukan sebanyak 2 pohon di Desa Jangga Dolok.
32
[image:39.842.130.741.86.483.2]Biomassa Tegakan
Untuk mengetahui nilai kandungan karbon dapat dilihat melalui biomassa
pohon. Biomassa tegakan Kecamatan Lumbanjulu KPHL Model Toba Samosir
Unit XIV, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara dihitung dengan
menggunakan persamaan allometrik yang telah dikembangkan oleh
peneliti-peneliti sebelumnya yaitu persamaan Y = 0,0509 x ρ x DBH
2x T. Dalam
persamaan allometrik ini komponen atau dimensi organ pertumbuhan pohon yang
diperlukan adalah diameter dan tinggi, dan sebagai penunjang dari keakuratan
dalam perhitungan biomassa diperlukan pula informasi mengenai berat jenis kayu.
Untuk menghitung biomassa dalam penelitian ini digunakan berat jenis kayu
rata-rata 0,68 gr/cm
3. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Rahayu
et al
. (2006)
dalam penelitian Samsoedin
et al
. (2009) bahwa untuk penghitungan biomassa di
hutan alam menggunakan rataan berat jenis kayu sebesar 0,68 gr/cm
3.
Dalam penelitian ini tegakan yang dihitung potensi biomassanya dibagi
menjadi 2 kelas diameter, yaitu kelas diameter 5 - 30 cm dan kelas diameter
30 cm ke atas. Hasil perhitungan biomassa tegakan dalam penelitian ini dapat
34
Gambar 7. Biomassa Tegakan pada Dua Kelas Diameter
Gambar 7 menunjukkan bahwa biomassa yang terkandung pada tegakan di
Desa Jangga Toruan adalah sebesar 456,59 ton/ha. Besaran tersebut terdiri dari
biomassa tegakan dengan kelas diameter 5 - 30 cm sebesar 175,51 ton/ha, dan
biomassa tegakan dengan kelas diameter 30 cm ke atas sebesar 281,07 ton/ha.
Untuk Desa Jangga Dolok, nilai biomassa yang terkandung pada tegakan adalah
sebesar 451,67 ton/ha. Di mana untuk tegakan dengan kelas diameter 5 - 30 cm
terdapat 166,13 ton/ha, dan untuk tegakan dengan kelas diameter 30 cm ke atas
terdapat 285,55 ton/ha.
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa nilai biomassa tegakan kelas
diameter 30 cm ke atas lebih besar dibandingkan nilai biomassa tegakan kelas
diameter 5 - 30 cm di setiap lokasi penelitian. Perbedaan nilai biomassa ini
175,51 166,13
281,07 285,55
456,59 451,67
0,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00 300,00 350,00 400,00 450,00 500,00
Desa Jangga Toruan Desa Jangga Dolok
Ø 5 - 30 cm Ø > 30 cm Total
dipengaruhi oleh diameter dan tinggi tegakan. Semakin besar diameter maka nilai
biomassa akan semakin meningkat.
Hairiah dan Rahayu (2007) mengatakan, tumbuhan atau pohon berumur
panjang yang tumbuh di hutan maupun kebun campuran (agroforestri) merupakan
tempat penimbunan atau penyimpanan biomassa yang jauh lebih besar dari pada
tanaman semusim. Oleh karena itu, hutan alami dengan keragaman jenis
pepohonan berumur panjang dan serasah yang banyak merupakan gudang
penyimpanan biomassa tertinggi (baik diatas maupun di dalam tanah).
Persamaan allometrik yang digunakan dalam penelitian ini adalah
persamaan yang dibuat oleh Chave
et al
. tahun 2005. Persamaan ini digunakan
dalam penelitian Potensi Biomassa Karbon Hutan Alam dan Hutan Bekas
Tebangan Setelah 30 Tahun di Hutan Penelitian Malinau Kalimantan Timur
(Samsoedin
et al
., 2009) yang dibandingkan dengan persamaan Brown tahun
1997. Persamaan Brown (1997) hanya menggunakan satu parameter yaitu DBH
saja, sedangkan persamaan Chave
et al
. (2005) sudah melibatkan parameter berat
jenis kayu, DBH, dan tinggi tanaman sehingga akurasi persamaan
36
Kandungan Karbon Tegakan
Untuk menghitung kandungan karbon tersimpan, dilakukan dengan
memperkirakan bahwa biomassa tegakan mengandung 50% karbon. Maka
persamaan yang digunakan untuk menghitung kandungan karbon dalam penelitian
ini adalah persamaan Brown
et al
. (1996) yaitu Y = W * 0.5.
Hasil perhitungan kandungan karbon tegakan dalam penelitian ini dapat
[image:43.595.114.528.275.568.2]disajikan dalam Gambar 8.
Gambar 8. Kandungan Karbon Tegakan pada Dua Kelas Diameter
Gambar 8 menunjukkan bahwa untuk setiap hektar luas kawasan Desa
Jangga Toruan terdapat karbon tersimpan pada tegakan sebesar 228,29 ton/ha.
Untuk tegakan dengan kelas diameter 5 - 30 cm terdapat 87,76 ton/ha, dan untuk
tegakan dengan kelas diameter 30 cm ke atas terdapat 140,54 ton/ha. Untuk Desa
Jangga Dolok, kandungan karbon pada tegakan adalah sebesar 225,84 ton/ha yang
87,76 83,06
140,54 142,77
228,29 225,84
0,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00
Desa Jangga Toruan Desa Jangga Dolok
Ø 5 - 30 cm Ø > 30 cm Total
terdiri dari kandungan karbon pada tegakan dengan kelas diameter 5 - 30 cm
sebesar 83,06 ton/ha, dan kandungan karbon pada tegakan dengan kelas diameter
30 cm ke atas sebesar 142,77 ton/ha.
Dari penelitan ini diperoleh nilai kandungan karbon pada Desa Jangga
Toruan dan Jangga Dolok di KPHL Model Toba Samosir Unit XIV berkisar
antara 225,84 ton/ha sampai 228,29 ton/ha. Nilai kandungan karbon ini tergolong
baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Rahayu
et al.
(2006) bahwa besarnya
kandungan karbon di hutan Indonesia umumnya berkisar dari 161 ton/ha sampai
dengan 300 ton/ha.
Nilai karbon tersimpan menyatakan banyaknya karbon yang dapat diserap
oleh tumbuhan dan disimpan dalam bentuk biomassa. Jumlah emisi karbon yang
semakin meningkat pada saat ini harus diimbangi dengan jumlah serapannya oleh
tumbuhan guna menghindari pemanasan global. Dengan demikian dapat
diramalkan banyaknya tumbuhan yang harus ditanam pada suatu lahan untuk
mengimbangi jumlah gas emisi karbon yang terbebas di udara.
Pada setiap ekosistem jumlah karbon yang terkandung di dalamnya
berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan keanekaragaman dan kompleksitas
komponen yang menyusun ekosistem tersebut. Pohon-pohon berdiameter besar
dan berumur panjang yang tumbuh di hutan merupakan penyimpan CO
2yang jauh
lebih besar dibandingkan dengan tanaman semusim. Oleh karena itu, hutan alami
dengan keanekaragaman jenis pohon yang berumur panjang merupakan tempat
penyimpanan CO
2terbesar. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan
pertanian atau perkebunan, maka jumlah CO
2yang tersimpan akan merosot.
38
jumlah CO
2di udara. Hal ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan
penyerapan CO
2oleh tanaman dan menekan pelepasan (emisi) CO
2ke udara.
Hubungan Indeks Vegetasi (NDVI) dengan Nilai Kandungan Karbon
Nilai NDVI memiliki hubungan terhadap keberadaan vegetasi di permukaan
bumi dan dapat digunakan untuk menunjukkan kondisi vegetasi. Nilai NDVI
berkisar antara -1 hingga +1. Nilai NDVI yang rendah (negatif) menunjukkan
tingkat vegetasi yang rendah seperti awan, air, tanah kosong, bangunan, dan unsur
non-vegetasi lainnya. Sedangkan nilai NDVI yang tinggi (positif) menunjukkan
tingkat vegetasi hijau yang tinggi. Jadi, nilai indeks vegetasi yang lebih besar
menunjukkan semakin tingginya tingkat kesuburan penutupan vegetasi. Kisaran
nilai NDVI yang dihasilkan dalam peta nilai indeks vegetasi adalah -1 hingga 1.
39
Gambar 9. Peta Nilai Indeks Vegetasi Hutan
40
Hubungan antara nilai kandungan karbon dengan nilai NDVI dapat dilihat
[image:47.595.110.494.151.571.2]pada Tabel 6.
Tabel 7. Hubungan Nilai Karbon dan Nilai NDVI di Setiap Lokasi Penelitian
No Lokasi Plot
Nilai Kandungan Karbon (Y)
Nilai NDVI (X)
1 Desa Jangga Toruan I 229,29 0,59
II 225,2 0,62
III 236,1 0,65
IV 224,98 0,67
V 220,28 0,64
VI 222,55 0,59
VII 220,66 0,57
VIII 233,25 0,74
IX 239,54* 0,77
X 234,71 0,74
XI 239,39 0,71
XII 221,67 0,65
XIII 216,65* 0,63
XIV 223,01 0,66
XV 231,39 0,67
XVI 235,01 0,72
2 Desa Jangga Dolok I 217,88 0,63
II 223,86 0,59
III 231,88 0,73
IV 220,65 0,65
V 221,32 0,57
VI 225,49 0,65
VII 225,84 0,68
VIII 226,84 0,63
IX 230,23 0,75
X 233,3 0,74
Keterangan:
Analisis regresi nilai karbon dan nilai NDVI dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Analisis Regresi Nilai Karbon dan Nilai NDVI
No. X (Nilai NDVI) Y (Nilai Karbon) X.Y X² Y²
1 0,59 229,29 135,28 0,35 52573,90
2 0,62 225,2 139,62 0,38 50715,04
3 0,65 236,1 153,47 0,42 55743,21
4 0,67 224,98 150,74 0,45 50616,00
5 0,64 220,28 140,98 0,41 48523,28
6 0,59 222,55 131,30 0,35 49528,50
7 0,57 220,66 125,78 0,32 48690,84
8 0,74 233,25 172,61 0,55 54405,56
9 0,77 239,54 184,45 0,59 57379,41
10 0,74 234,71 173,69 0,55 55088,78
11 0,71 239,39 169,97 0,50 57307,57
12 0,65 221,67 144,09 0,42 49137,59
13 0,63 226,65 142,79 0,40 51370,22
14 0,66 223,01 147,19 0,44 49733,46
15 0,67 231,39 155,03 0,45 53541,33
16 0,72 235,01 169,21 0,52 55229,70
17 0,63 217,88 137,26 0,40 47471,69
18 0,59 223,86 132,08 0,35 50113,30
19 0,73 231,88 169,27 0,53 53768,33
20 0,65 220,65 143,42 0,42 48686,42
21 0,57 221,32 126,15 0,32 48982,54
22 0,65 225,49 146,57 0,42 50845,74
23 0,68 225,84 153,57 0,46 51003,71
24 0,63 226,84 142,91 0,40 51456,39
25 0,75 230,23 172,67 0,56 53005,85
26 0,74 233,3 172,642 0,55 54428,89
Jumlah (Σ) 17,24 5920,97 3932,72 11,52 1349347,27
Rata-rata 0,66 227,73
Dari Tabel 6 dan 7 di atas dapat dibuat suatu persamaan regresi linear
sederhana untuk melihat hubungan antara nilai karbon dengan nilai NDVI yaitu
y = a + bx, yang dapat diperoleh dari rumus:
b =
n
∑
xy
−
(
∑
x)(
∑
y)
n
∑
x
2−
(
∑
)
242
Keterangan: x = nilai NDVI
y = nilai karbon
Dari rumus di atas diperoleh nilai a sebesar 176,8 dan nilai b sebesar 76,81
sehingga persamaan yang dihasilkan yaitu y = 176,8 + 76,81x. Persamaan regresi
ini menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi bernilai positif. Hal ini berarti nilai
karbon dan nilai NDVI berbanding lurus atau semakin meningkat nilai karbon
maka semakin meningkat pula nilai NDVI dan demikian sebaliknya.
Analisis korelasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan uji
korelasi Pearson berikut:
�
=
�∑��
−
(
∑�
)(
∑�
)
�
{
�∑�
2−
(
∑�
)
2}{
�∑�
2−
(
∑�
)
2}
Keterangan:
r
= koefisien korelasi
n
= jumlah plot sampel
x
= nilai NDVI
y
= nilai karbon
Hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan uji korelasi Pearson di
Gambar 10. Hubungan Nilai Karbon Dengan Nilai NDVI
dengan Persamaan Regresi Linear
Nilai R² merupakan nilai yang menunjukan tingkat korelasi antara variabel
yang dihubungkan, dalam hal ini nilai karbon dan nilai NDVI. Dengan demikian,
semakin besar nilai R² menunjukan bahwa korelasi antara nilai karbon dengan
nilai NDVI semakin baik. Young (1982) dalam Rakhmawati (2012) menyatakan
bahwa jika nilai koefisien R²
≥ 0,4 menunjukkan hubungan yang kuat.
Dengan diperoleh nilai R
2sebesar 53%, hal ini berarti besarnya nilai
karbon di lapangan 53% dapat ditentukan oleh nilai NDVI melalui persamaan
regresi y = 176,8 + 76,81x. Sisanya 47% ditentukan oleh faktor lain.
Nilai karbon yang diperoleh melalui persamaan regresi tersebut dapat
44
[image:51.842.121.746.88.484.2]44
Gambar 11. Peta Nilai Karbon Kecamatan Lumbanjulu KPHL Model Toba Samosir Unit XIV
45
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Besarnya kandungan karbon di atas permukaan tanah di Desa Jangga Toruan
dan Desa Jangga Dolok Kecamatan Lumbanjulu KPHL Model Toba Samosir
Unit XIV tergolong baik yaitu masing-masing sebesar 228,29 ton/ha dan
225,84 ton/ha.
2.
Pemetaan sebaran cadangan karbon melalui analisis citra Landsat dapat
dilakukan menggunakan model persamaan regresi y = 176,8 + 76,81x. NDVI
yang menunjukkan korelasi yang kuat antara nilai kandungan karbon di
lapangan dengan nilai NDVI.
Saran
Pihak pengelola maupun seluruh masyarakat perlu menjaga kelestarian
KPHL Model Toba Samosir Unit XIV agar terjaga keseimbangan ekosistem hutan
yang sangat berperan penting dalam penurunan emisi karbon. Selain itu, perlu
dilakukan penelitian lanjutan menggunakan citra satelit selain citra Landsat yang
memiliki tingkat ketelitian yang berbeda agar diperoleh hasil yang lebih akurat,
46
46
DAFTAR PUSTAKA
Adiriono, T. 2009. Pengukuran Kandungan Karbon (Carbon Stock) dengan
Metode Karbonasi pada Hutan Tanaman Jenis Acacia crassicarpa. Tesis.
Program Pascasarjana, Program Studi Ilmu Kehutanan, Fakultas
Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Boer, R. 2001. Opsi Mitigasi Perubahan Iklim di Sektor Kehutanan dan Aspek
Metodologi
Proyek Karbon Kehutanan. Lokakarya Tindak Lanjut
Konvensi Perubahan Iklim dan Kyoto Protokol di Sektor Kehutanan.
Jakarta, 18 September 2001.
Brown, S., J. Sathaye., M. Canel and P. Kauppi. 1996.
Mitigation of Carbon
Emission to the Atmosphere by Forest Management
.
Commonwealth
Forestry Review
75 : 80-91.
CFS (
Canadian Forest Service
), 2000.
Carbon budget acunting at forest
management level: An overview of issues and methods, Natural Resources
Canada
, 13p.
Dharmawan, I Wayan Susi. 2014. Pengertian Fungsi dan Teknik Pembangunan
Plot Sampel Permanen (PSP). Disampaikan pada acara Lokakarya
Sinergitas Program dan Kebijakan Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam
Mitigasi Perubahan Iklim serta Pembangunan dan Pengelolaan PSP
Kupang, 16 Oktober 2014. Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi.
GIS Konsorsium Aceh Nias. 2007. Modul Pelatihan ArcGIS Tingkat Dasar.
Pemerintah Kota Banda Aceh.
Hairiah, K. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon Dari Tingkat Lahan Ke Bentang
Lahan.
Word Agroforestry Centre
ICRAF SEA
Regional Office
; Malang.
Hairiah, K dan Rahayu S. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai macam
Penggunaan
Lahan. Bogor.
World Agroforestry Centre
–ICRAF, SEA
Regional Office, University of Brawijaya, Indonesia. 77p.
Heriyanto, N.M., Harris Herman Siringoringo, Kiyoshi Miyakuni and Kiyono
Yoshiyuki, 2005.
Allometric equations and other parameters for
estimating the amount of biomass in Pinus merkusii forests
.
Proceeding of
the 2
ndWorkshop on demonstration Study on Carbon Fixing Forest
Management in Indonesia
. Ngaloken Gintings and Han Roliadi (editors).
Forestry Research & Development Agency
(FORDA) &
Japan
Jaya. I.N.S. 2002. Penginderaan Jauh Satelit untuk Kehutanan. Laboratorium
Inventarsisasi Hutan, Jurusan Manjemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.
Kale, M.P., Singh & Roy. 2002.
Biomass and Productivity Estimation Using
Aerospace Data and Geographic Information System
.
Tropical Ecology
43
(1): 123-136
Kementrian Kehutanan, 2011. Ringkasan Pembangunan Kesatuan Pengelolaan
Hutan. Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Penggunaan
Kawasan Hutan, Ditjen Planologi Kehutanan, Kementrian Kehutanan.
Jakarta.
Lillesand dan Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Gadjah
Mada
University Press. Yogjakarta.
Prahasta, E. 2005. Sistem Informasi Geografis. Edisi Revisi, Cetakan kedua.
C.V.Informatika. Bandung.
Puntodewo A, Dewi S, Tarigan J. 2003. Sistem Informasi Geografis UntukPengelolaan
Sumberdaya Alam.
Center for International Foretry Research.
Bogor.
Purbowaseso, B. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Penerbit Universitas Indonesia.
Jakarta.
Rahayu, S., B. Lusiana, dan M. Van Noordwijk. 2006. Pendugaan Cadangan
Karbon di Atas Permukaan Tanah pada Berbagai Sistem Penggunaan
Lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. Laporan Tim Proyek
Pengelolaan Sumberdaya Alam untuk Penyimpanan Karbon (FORMACS).
World Agroforestry Centre
(ICRAF).
Samsoedin, I., I Wayan Susi Dharmawan, dan Chairil Anwar Siregar. 2009.
Potensi Biomassa Karbon Hutan Alam dan Hutan Bekas Tebangan Setelah 30
Tahun di Hutan Penelitian Malinau Kalimantan Timur. Jurnal
Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam Vol. VI No. 1:47-56.
Shofiyati, R., dan Kuncoro. 2007. Inderaja untuk Mengkaji Kekeringan di Lahan
Pertanian (Remote Sensing for Drought Assessment on Agricultural
Land).
Informatika Pertanian 16 (1): 923-936
Sulistiyono, S. 2008. Aplikasi Teknologi Penginderaan Jarak Jauh Mendeteksi
Pola
Penggunaan Lahan di DAS Cikaso kabupaten Sukabumi, Jawa
Barat
[5
Oktober
2014].
48
Rakhmawati, M. 2012. Pemanfaatan Citra Landsat untuk Estimasi Biomassa Atas
Permukaan dari Berbagai Penutupan Lahan dengan Pendekatan Indeks
Vegetasi. IPB. Bogor.
Roswiniarti, O., Solichin, dan Suwarsono. 2008. Potensi Pemanfaatan Data SPOT untuk
Estimasi Cadangan dan Emisi Karbon di Hutan Rawa Gambut
Merang, Sumatera
Selatan. PIT MAPIN XVII, Bandung.
Ter-Mikaelian, M.T., Stephen J. C. dan Jiaxin, C. 2008.
Fact and Fantasy about
Forest Carbon
.
The Forestry Chronicle 84 (2)
Edisi Maret-April.
Thoha, A.S. 2008. Karakteristik Citra Landsat. Universitas Sumatera Utara.
Medan.
Ustin, S.L., M.O. Smith, S. Jacquemoud, M. Verstraete and Y. Govaerts, 1999.
Geobotany:
Vegetation Mapping for Earth Sciences
. Dalam Andrews
N.R.,
editors.
Remote Sensing for the Earth Sciences: Manual of Remote Sensing
. Ed
3rd. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Van Noordwijk M., Woomer P, Cerri C, Bernoux M
and
Nugroho K. 1997.
Soil
carbon in the humid tropical forest zone
. Geoderma 79:187-225.
Widayati, Atiek, Andree Ekadinata dan Ronny Syam. 2004. Alih Guna Lahan di
Kabupaten Nunukan: Pendugaan Cadangan Karbon Berdasarkan Tipe Tutupan
Lahan dan Kerapatan Vegetasi Pada Skala Lanskap.
Lampiran 1. Hasil perhitungan biomassa total tegakan kelas diameter 5-30 cm
di Desa Jangga Toruan
Nama Lokasi
: Plot 1 Desa Jangga Toruan, Kecamatan Lumbanjulu
Tanggal
: 11 Mei 2015
Lokasi
: N 2
⁰
35'6,27"
E 99
⁰
3'31,345"
Ukuran Plot
: 5m x 40m
No Nama PohonKeliling (cm) Diameter (cm) Tinggi (m) Berat Jenis
(g/cm3) Biomass
1 Temberas (Shorea blumutensis) 71 22,61 12 0,68 212,36
2 Temberas (Shorea blumutensis) 67 21,34 11 0,68 173,34
3 Sialagundi (Roudholia teysmanii) 86 27,39 14 0,68 363,49
4 Sialagundi (Roudholia teysmanii) 82 26,11 13 0,68 306,86
5 Hapas-hapas (Exb