• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Cadangan Karbon Above Ground Biomass (Agb) Di Kecamatan Lumbanjulu Kphl Model Toba Samosir Unit XIV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pendugaan Cadangan Karbon Above Ground Biomass (Agb) Di Kecamatan Lumbanjulu Kphl Model Toba Samosir Unit XIV"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

17

17

PENDUGAAN CADANGAN KARBON

ABOVE GROUND

BIOMASS (

AGB) DI KECAMATAN LUMBANJULU

KPHL MODEL TOBA SAMOSIR UNIT XIV

SKRIPSI

Desrina Natalia Manalu

111201123

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)
(3)

i

DAFTAR ISI

Hal

DAFTAR ISI

...

i

DAFTAR TABEL

...

ii

DAFTAR GAMBAR

...

iii

DAFTAR LAMPIRAN

...

iv

PENDAHULUAN

Latar Belakang ...

1

Tujuan ...

2

Manfaat Penelitian ...

2

TINJAUAN PUSTAKA

Penginderaan Jarak Jauh ...

3

Sistem Informasi Geografis...

5

Komponen Penyusun Cadangan Karbon di Tingkat Lahan

...

7

Citra Landsat 8 ...

12

Indeks Vegetasi ...

13

Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung ...

14

Penginderaan Jarak Jauh untuk Estimasi Karbon ...

16

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian ...

17

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...

19

Alat dan Data Penelitian...

19

Data Citra ...

20

Metode Penelitian ...

20

Pelaksanaan Penelitian ...

22

Pembuatan Plot pada Areal Sebaran ...

23

Pendugaan Cadangan Karbon ...

25

Tahapan Pendugaan Cadangan Karbon ...

27

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis Vegetasi ...

29

Biomassa Tegakan ...

33

Kandungan Karbon Tegakan...

36

Hubungan Indeks Vegetasi (NDVI) dengan Nilai Kandungan Karbon ...

38

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ...

45

(4)

ii

DAFTAR PUSTAKA

...

46

(5)

iii

DAFTAR TABEL

No

Halaman

1.

Nilai Indeks Vegetasi pada Berbagai Jenis Tutupan Lahan ... 14

2.

Rata-rata Cadangan Karbon di atas Permukaan Tanah pada Berbagai

Penggunaan Lahan ... 14

3.

Data Primer dan Sekunder ... 22

4.

Kisaran Tingkat Kerapatan NDVI ... 26

5.

Jenis Tegakan pada Plot Pengukuran di Desa Jangga Toruan ... 29

6.

Jenis Tegakan pada Plot Pengukuran di Desa Jangga Dolok... 30

7.

Hubungan Nilai Karbon dan Nilai NDVI di Setiap Lokasi Penelitian .. 40

(6)

iv

DAFTAR GAMBAR

No

Halaman

1.

Lokasi Penelitian ... 17

2.

Areal Pengambilan Plot Pada Kecamatan Lumbanjulu di KPHL

Model Toba Samosir XIV ... 18

3.

Plot Pengambilan Sampel ... 24

4.

Tahapan Pendugaan Cadangan Karbon ... 27

5.

Jenis Vegetasi di KPHL Model Unit XIV Kabupaten Toba Samosir .... 31

6.

Peta Sebaran Plot Pengambilan Sampel ... 32

7.

Biomassa Tegakan pada Dua Kelas Diameter ... 34

8.

Kandungan Karbon Tegakan pada Dua Kelas Diameter ... 36

9.

Peta Nilai Indeks Vegetasi Hutan ... 39

10.

Hubungan Nilai Karbon Dengan Nilai NDVI dengan Persamaan

Regresi Linear ... 43

11.

Peta Nilai Karbon Kecamatan Lumbanjulu KPHL Model Toba

Samosir Unit XIV ... 44

12.

Kawasan Hutan KPHL Model Toba Samosir Unit XIV ... 88

13.

Vegetasi di Lokasi Penelitian ... 88

14.

Pembuatan Plot ... 89

15.

Pengukuran Keliling Pohon ... 89

16.

Pengambilan Titik ... 89

17.

Pencatatan Data ... 89

(7)

v

DAFTAR LAMPIRAN

No

Halaman

1.

Hasil perhitungan biomassa total tegakan kelas diameter 5-30 cm di

Desa Jangga Toruan ... 49

2.

Hasil perhitungan biomassa total tegakan kelas diameter 30 cm ke

atas di Desa Jangga Toruan ... 60

3.

Hasil perhitungan biomassa total tegakan kelas diameter 5-30 cm di

Desa Jangga Dolok ... 73

4.

Hasil perhitungan biomassa total tegakan kelas diameter 30 cm ke

(8)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat penting dan bermanfaat

bagi hidup dan kehidupan baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat

langsung dari keberadaan hutan diantaranya adalah kayu, hasil hutan bukan kayu

dan satwa. Sedangkan manfaat tidak langsungnya adalah berupa jasa lingkungan,

baik sebagai pengatur tata air, fungsi estetika, maupun sebagi penyedia oksigen

dan penyerap karbon. Kerusakan hutan, perubahan iklim dan pemanasan global,

menyebabkan manfaat tidak langsung dari hutan berkurang, yaitu karena hutan

merupakan penyerap karbon terbesar dan memainkan peranan yang penting dalam

siklus karbon global dan dapat menyimpan karbon sekurang-kurangnya 10 kali

lebih besar dibandingkan dengan tipe vegetasi lain seperti padang rumput,

tanaman semusim dan tundra (Adiriono, 2009).

Peranan fungsi vegetasi sebagai penyerap karbon dan informasi mengenai

jumlah karbon yang tersimpan dalam hutan menjadi penting. Jumlah

absolute

karbon yang berada di permukaan dan di dalam tanah dalam satu satuan waktu

tertentu (CFS, 2000). Salah satu metoda yang umum digunakan untuk

mengestimasi stok karbon dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh

(inderaja), yang memanfaatkan karakteristik reflektansi dan spektral dari

obyek-obyek yang di muka bumi dengan menerapkan teknik

Normalized Differentiation

Vegetation Index

(NDVI) (Ustin, 1999).

Alasan mendasar pentingnya penelitian ini dilakukan di Kecamatan

(9)

2

2

Kecamatan Lumbanjulu merupakan kecamatan yang memiliki luasan wilayah

yang paling luas dibandingkan kecamatan lainnya di KPHL Model Toba Samosir

Unit XIV. Penelitian ini menggunakan teknologi pengindraan jauh yang ternyata

mampu memprediksi/ estimasi terhadap fenomena dari peranan fungsi vegetasi.

Sehingga pentingnya informasi tetang biomassa dan karbon dari hasil pendekatan

dengan citra, menjadi sangat relevan untuk dimanfaatkan sebagai dasar penelitian

tetang estimasi besaran biomassa dan karbon di kawasan hutan KPHL Model

Toba Samosir Unit XIV. Jumlah cadangan karbon tersimpan ini perlu diukur

sebagai upaya untuk mengetahui besarnya cadangan karbon pada saat tertentu.

Penelitian ini selain menginformasikan tentang potensi stok karbon, juga

memetakan sebaran karbon dengan metode NDVI.

Tujuan Penelitian

1.

Menghitung potensi stok karbon diatas permukaan di Kecamatan Lumbanjulu

KPHL Model Toba Samosir Unit XIV.

2.

Memetakan sebaran karbon dengan menggunakan metode NDVI.

Manfaat Penelitian

1.

Sebagai informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan khususnya bagi

peneliti yang terkait dengan biomassa karbon tersimpan di Kecamatan

Lumbanjulu KPHL Model Toba Samosir Unit XIV.

(10)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Penginderaan Jarak Jauh

Lillesand dan Kiefer (1997), mendefenisikan penginderaan jauh sebagai

“ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah atau gejala

dengan jalan menganalisis data yang diperoleh tanpa kontak langsung dengan

objek, daerah atau gejala yang dikaji”. Penginderaan jauh biasanya menghasilkan

beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan diinterpretasi guna

membuahkan data yang bermanfaat untuk aplikasi bidang pertanian, arkeologi,

kehutanan, geologi, perencanaan dan bidang-bidang lainnya (Purbowaseso, 1995).

Karakter utama dari suatu

image

(citra) dalam penginderaan jauh adalah

adanya rentang panjang gelombang (

wavelength band

) yang dimilikinya.

Beberapa radiasi yang bisa dideteksi dengan sistem penginderaan jarak jauh

seperti : radiasi cahaya matahari atau panjang gelombang dari

visible

dan

near

sampai

middle infrared

, panas atau dari distribusi spasial energi panas yang

dipantulkan permukaan bumi (

thermal

), serta refleksi gelombang mikro. Setiap

material pada permukaan bumi juga mempunyai reflektansi yang berbeda

terhadap cahaya matahari. Sehingga material-material tersebut akan mempunyai

resolusi yang berbeda pada setiap band panjang gelombang (Thoha, 2008).

Berdasarkan resolusi yang digunakan, citra hasil penginderaan jarak jauh

bisa dibedakan atas (Jaya, 2002):

1. Resolusi spasial

Merupakan ukuran terkecil dari suatu bentuk (

feature

) permukaan bumi

yang bisa dibedakan dengan bentuk permukaan disekitarnya, atau sesuatu yang

(11)

4

4

mengidentifikasi (

recognize

) dan menganalisis suatu objek di bumi selain

mendeteksi (

detectable

) keberadaannya.

2. Resolusi spektral

Merupakan dimensi dan jumlah daerah panjang gelombang yang sensitif

terhadap sensor.

3. Resolusi radiometrik

Merupakan ukuran sensitifitas sensor untuk membedakan aliran radiasi

(

radiation flux

) yang dipantulkan atau diemisikan suatu objek oleh permukaan

bumi.

4. Resolusi Temporal

Merupakan frekuensi suatu sistem sensor merekam suatu areal yang sama

(

revisit

). Seperti Landsat TM yang mempunyai ulangan setiap 16 hari, SPOT 26

hari dan lain sebagainya.

Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan citra

satelit seperti Landsat TM mampu mendeteksi pola penggunaan lahan di muka

bumi. Informasi yang diperoleh dari citra satelit tersebut dapat digabungkan

dengan data-data lain yang mendukung ke dalam suatu sistem informasi geografis

(SIG). hambatan dalam pemantauan penutupan lahan dapat dikurangi dengan

adanya teknologi penginderaan jauh (

remote sensing

) (Sulistiyono, 2008).

Menurut Lillesand dan Kiefer (1992)

dalam

Wijaya (2004) penginderaan

jauh meliputi dua proses utama yaitu pengumpulan data dan analisa data. Elemen

(12)

5

pembentukan data dalam bentuk piktoral dan/atau bentuk numerik. Singkatnya,

kita menggunakan sensor untuk merekam berbagai variasi pancaran dan pantulan

energi elektromagnetik oleh kenampakan di muka bumi. Proses analisis data

meliputi pengujian data dengan menggunakan alat interpretasi dan alat

pengamatan untuk menganalisis data piktoral, dan

computer

untuk menganalisis

data sensor numerik dengan dibantu oleh data rujukan tentang sumberdaya yang

dipelajari.

Relasi antara nilai NDVI dan cadangan karbon, secara khusus dapat

dikatakan berbentuk kurva lengkung (

curvilinear

). Dengan memperhatikan hal

tersebut, diperlukan proses transformasi logaritmik terhadap nilai cadangan

karbon, sehingga didapatkan kesesuaian dengan asumsi analisa regresi standar

untuk keragaman mutlak (

uniform variability

). Walaupun kerapatan karbon terus

meningkat seiring dengan pertumbuhan biomassa kayu dan riap tegakan, nilai

NDVI menunjukkan saturasi pada nilai 70 dimana index area daun (

leaf area

index

) mencapai optimum. Secara keseluruhan, hanya 54% variasi nilai logaritmik

kerapatan karbon yang dapat diwakili oleh nilai NDVI. Perlunya relasi yang

dibangun secara bertahap, sebagaimana diindikasikan oleh data, dilakukan dengan

memisahkan nilai NDVI yang >60. Pemisahan ini memperbaiki keseragaman

terhadap keragaman data, walaupun disisi lain, mengurangi kemungkinan

terwakilinya seluruh tingkat keragaman (Widayati, 2004).

Sistem Informasi Geografis

(13)

6

6

analisis dan manipulasi data. Dengan keempat kemampuan tersebut maka Sistem

Informasi Geografis dapat digunakan untuk mengidentifikasi daerah yang rawan

terhadap bencana (Prahasta, 2005).

Sistem Informasi Georafis atau

Georaphic Information Sistem

(GIS)

merupakan suatu sistem informasi yang berbasis komputer, dirancang untuk

bekerja dengan menggunakan data yang memiliki informasi spasial (bereferensi

keruangan). Sistem ini merekam, mengecek, mengintegrasikan, memanipulasi,

menganalisa, dan menampilkan data yang secara spasial mereferensikan kepada

kondisi bumi. Teknologi SIG mengintegrasikan operasi-operasi umum

database

,

seperti

query

dan analisa statistik, dengan kemampuan visualisasi dan analisa

yang unik yang dimiliki oleh pemetaan. Kemampuan inilah yang membedakan

SIG dengan sistem informasi lainnya yang membuatnya menjadi berguna berbagai

kalangan untuk menjelaskan kejadian, merencanakan strategi, dan memprediksi

apa yang terjadi (Sukojo dan Diah, 2003).

Teknologi GPS (

Global Positioning System

) menyampaikan informasi

penting yang dibutuhkan dan merupakan salah satu bentuk data spasial dalam

pengolahan data SIG. Data atau informasi yang dihasilkan dari GPS biasanya

berbentuk data vektor. Puntodewo

et al

. (2003) diacu dalam Budiyanto (2005)

menyebutkan bahwa teknologi GPS memberikan terobosan yang sangat penting

dalam menyediakan data untuk SIG karena keakuratan data yang diberikan oleh data

GPS sangat tinggi.

GIS mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data

padasuatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan

akhirnyamemetakan hasilnya. Data yang akan diolah pada SIG merupakan data

(14)

7

memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi

SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti; lokasi, kondisi,

trend

,

poladan pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem

informasi lainnya (GIS Konsorsium Aceh Nias, 2007).

Komponen Penyusun Cadangan Karbon di Tingkat Lahan

Menurut Hairiah, 2011 menyatakan bahwa pada ekosistem daratan,

cadangan karbon disimpan dalam 3 komponen pokok, yaitu:

1.

Bagian hidup (biomasa): masa dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu

batang, ranting dan tajuk pohon (berikut akar atau estimasinya), tumbuhan

bawah atau gulma dan tanaman semusim.

2.

Bagian mati (nekromasa): masa dari bagian pohon yang telah mati baik yang

masih tegak di lahan (batang atau tunggul pohon), kayu tumbang/tergeletak di

permukaan tanah, tonggak atau ranting dan daun-daun gugur (seresah) yang

belum terlapuk.

3.

Tanah (bahan organik tanah): sisa makhluk hidup (tanaman, hewan dan

manusia) yang telah mengalami pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya

dan telah menjadi bagian dari tanah. Ukuran partikel biasanya lebih kecil dari 2

mm.

Berdasarkan keberadaannya di alam, ketiga komponen karbon tersebut

dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu:

a. Karbon di atas permukaan tanah, meliputi:

Biomasa pohon

Proporsi terbesar cadangan karbon di daratan umumnya

terdapat pada komponen pepohonan. Untuk mengurangi tindakan perusakan

(15)

8

8

persamaan allometrik yang didasarkan pada pengukuran diameter batang (dan

tinggi pohon, jika ada).

Biomasa tumbuhan bawah.

Tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang

berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma.

Estimasi biomasa tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian

tanaman (melibatkan perusakan).

Nekromasa

Batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang dan

tergeletak di permukaan tanah, yang merupakan komponen penting dari C dan

harus diukur pula agar diperoleh estimasi cadangan karbon yang akurat.

Seresah.

Seresah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan

ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah.

b. Karbon di dalam tanah, meliputi:

Biomasa akar.

Akar mentransfer karbon dalam jumlah besar langsung ke

dalam tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama. Pada tanah

hutan biomasa akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter > 2 mm),

sedangkan pada tanah pertanian lebih didominasi oleh akar-akar halus yang

lebih pendek daur hidupnya. Biomasa akar dapat pula diestimasi berdasarkan

diameter akar (akar utama), sama dengan cara untuk mengestimasi biomasa

pohon yang didasarkan pada diameter batang.

Bahan organik tanah

.Sisa tanaman, hewan dan manusia yang ada di

permukaan dan di dalam tanah, sebagian atau seluruhnya dirombak oleh

organisme tanah sehingga melapuk dan menyatu dengan tanah, dinamakan

(16)

9

Karbon atau zat arang adalah salah satu unsur yang terdapat dalam bentuk

padat maupun cairan di dalam perut bumi, di dalam batang pohon, atau dalam

bentuk gas di udara (atmosfer). Hairiah dan Rahayu (2007) menjelaskan bahwa

karbon yang terdapat di atas permukaan tanah terdiri atas biomassa pohon,

biomassa tumbuhan bawah (semak belukar, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan

atau gulma), nekromassa (batang pohon mati) dan serasah (bagian tanaman yang

telah gugur dan ranting yang terletak di permukaan tanah). Sedangkan karbon di

dalam tanah meliputi biomassa akar serta bahan organik tanah (sisa tanaman,

hewan dan manusia yang telah menyatu dengan tanah akibat pelapukan). Lebih

lanjut Hairiah dan Rahayu (2007) menjelaskan bahwa hutan alami yang

keanekaragaman spesiesnya tinggi dengan serasah melimpah merupakan gudang

penyimpanan karbon yang baik.

Kegiatan di sektor kehutanan yang secara potensial dapat menekan

terjadinya perubahan iklim dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu konservasi,

peningkatan pengambilan karbon dan subtitusi penggunaan bahan bakar fosil

dengan biomass. Kegiatan konservasi meliputi perlindungan hutan dari deforestasi

dan degradasi akibat aktivitas manusia. Peningkatan pengambilan karbon (

rosot

)

dilakukan melalui kegiatan perluasan luas hutan dengan penanaman pohon di

lahan kritis, gundul atau semak belukar dalam kawasan hutan (

reforestasi

) dan

bukan hutan (

afforestasi

) serta pengelolaan hutan dengan menggunakan sistem

pengelolaan yang berkelanjutan. Penggantian bahan bakar fosil dengan energi

(17)

10

10

C dari atmosfer melalui proses fotosintesis dan menyimpannya dalam biomassa.

Pada perkembangan tegakan, kematian disebabkan oleh persaingan atau bencana

alam menghasilkan perpindahan beberapa cadangan C pada pohon ke bahan

organik yang mati atau ke atmosfer. Pemanenan hutan, melepaskan C dalam

jumlah yang besar, namun tidak seluruhnya. Sebagian dari biomassa yang dipanen

tersebut digunakan untuk menghasilkan energi (menggantikan bahan bakar fosil),

sementara yang lainnya digunakan untuk berbagai produk kayu dengan waktu

penggunaan tertentu (Ter-Mikaelian,

et al

., 2008).

Canadell (2002) mengatakan bahwa untuk memperoleh penyerapan karbon

yang maksimum, maka perlu ditekankan pada kegiatan peningkatan biomassa

diatas permukaan tanah, bukan pada biomassa yang ada dalam tanah, karena

biomassa yang terdapat didalam tanah relatif kecil dan masa keberadaannya

singkat, tetapi hal ini tidak berlaku pada tanah gambut (van Noodwijk

et al.,

1997;

Paustian

et al.,

1997).

Secara umum, metode pendugaan cadangan karbon ada dua kategori,

yakni metode

destruktif

dan metode

non destruktif.

Metode

destruktif

dapat

dilakukan dengan (1) menebang semua pohon, (2) menebang beberapa pohon

yang mewakili kelas tegakan dan (3) menebang satu pohon dan membuat model

hubungan biomassa dengan parameter pohon yang mudah diukur, seperti diameter

atau tinggi. Metode konvensional dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.

Sedangkan metode

non destruktif

tidak merusak pohon. Pendekatannya dilakukan

(18)

11

Secara garis besar, tahapan pendugaan cadangan karbon yang dilakukan

adalah sebagai berikut:

1.

Pengolahan awal data satelit; mencakup koreksi atmosfer, koreksi radiometrik,

dan koreksi geometri.

2.

Klasifikasi data satelit berdasarkan tutupan lahannya; memilih sistem

klasifikasi tutupan lahan yang sesuai dengan kondisi studi area. Kelas tutupan

lahan yang umum digunakan adalah hutan primer, hutan sekunder,

perkebunan/semak/ belukar, dan lahan terbuka.

3.

Perhitungan indeks vegetasi dari citra untuk menganalisa kondisi vegetasi,

misalnya NDVI (

Normalized Difference Vegetation Index) dan EVI (Enhanced

Vegetation Index

).

4.

Survei vegetasi untuk mengetahui jumlah biomasa di lapangan berdasarkan

kelas hasil klasifikasi tutupan lahan. Inventarisasi biasanya dilakukan pada

plot-plot pengukuran lapangan untuk mendapatkan jumlah biomassa diatas dan

dibawah permukaan tanah. Umumnya pendugaan biomassa di lapangan

dilakukan dengan menggunakan persamaan allometrik. Biomassa yang diukur

umumnya berupa biomassa pohon tegakan (diatas permukaan tanah) yang

dihitung berdasarkan penjumlahan biomassa batang, cabang, dan daun.

5.

Analisa data survei vegetasi untuk mendapatkan rata-rata biomasa berbagai

jenis tutupan lahan.

6.

Penghitungan karbon untuk seluruh jenis tutupan lahan (berdasarkan hasil

(19)

12

12

Hasil pengideraan jauh dengan resolusi sedang mungkin sangat

bermanfaat untuk membagi area proyek menjadi kelas-kelas vegetasi yang relatif

homogen. Hasil pembagian kelas ini menjadi panduan untuk proses survei dan

pengambilan data lapangan. Untuk mendapatkan estimasi biomassa dengan

tingkat keakuratan yang baik memerlukan hasil pengideraan jauh dengan resolusi

yang tinggi, tetapi hal ini akan menjadi metode alternatif dengan biaya yang besar

(Roswiniarti, 2008).

Citra Landsat 8

Seperti dipublikasikan oleh USGS, satelit landsat 8 terbang dengan

ketinggian 705 km dari permukaan bumi dan memiliki area

scan

seluas 170 km x

183 km (mirip dengan landsat versi sebelumnya). NASA sendiri menargetkan

satelit landsat versi terbarunya ini mengemban misi selama 5 tahun beroperasi

(sensor OLI dirancang 5 tahun dan sensor TIRS 3 tahun). Tidak menutup

kemungkinan umur produktif landsat 8 dapat lebih panjang dari umur yang

dicanangkan sebagaimana terjadi pada landsat 5 (TM) yang awalnya ditargetkan

hanya beroperasi 3 tahun namun ternyata sampai tahun 2012 masih bisa berfungsi.

Satelit landsat 8 memiliki sensor

Onboard Operational Land Imager (OLI)

dan

Thermal Infrared Sensor (TIRS)

dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah.

Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (band 1-9) berada pada OLI dan 2 lainnya

(band 10 dan 11) pada TIRS. Sebagian besar kanal memiliki spesifikasi mirip

dengan landsat 7. Dibandingkan versi-versi sebelumnya, landsat 8 memiliki

beberapa keunggulan khususnya terkait spesifikasi

band-band

yang dimiliki

(20)

13

yaitu

Red

,

Green

dan

Blue

(RGB). Dengan makin banyaknya

band

sebagai

penyusun RGB komposit, maka warna-warna obyek menjadi lebih bervariasi.

Indeks Vegetasi (IV)

Perhitungan tingkat kehijauan dengan metode TCT hanya bisa diaplikasikan

dengan data Landsat saja. Metode lain untuk menentukan tingkat kehijauan adalah

Indeks Vegetasi. Indeks vegetasi merupakan perhitungan secara kuantitatif yang

digunakan untuk menghitung biomassa atau kondisi vegetasi.

Umumnya dibuat dengan menggunakan kombinasi dari beberapa band

spektral. Indeks vegetasi yang paling sederhana adalah rasio antara pantulan

near

infrared

(NIR) dan sinar merah. Terdapat banyak metode untuk menghitung

indeks vegetasi. Indeks vegetasi yang umum dan banyak digunakan adalah

Normalized Difference Vegetation Index

(NDVI) (Ray, 1995). Indeks ini

sederhana dan mempunyai nilai

rang

e yang dinamis dan sensitif yang paling

bagus terhadap perubahan tutupan vegetasi, dengan persamaan sebagai berikut:

Menurut Shifoyati dan Kuncoro (2007) cara perhitungan NDVI

(

Normalized Difference Vegetation Index

) adalah sebagai berikut:

NDVI = (NIR – R) / (NIR + R)

Keterangan:

NDVI =

Normalized Difference Vegetation Index

NIR

=

Near Infra Red

R

= Red

Perhitungan perbandingan sifat respon objek terhadap pantulan sinar

merah dan NIR dapat menghasilkan nilai dengan karakteristik khas yang dapat

(21)

14

14

tinggi. Hal ini disebabkan oleh hubungan terbalik antara intensitas sinar yang

dipantulkan vegetasi pada spektral sinar merah dan NIR.

Menurut CCRS (2007), nilai indeks vegetasi terdiri dari lima jenis tutupan

lahan yang dapat dilihat pada Tabel 1 sedangkan pada

Tabel 2

m

enunjukkan nilai

cadangan karbon pada beberapa jenis penggunaan lahan.

Tabel 1. Nilai indeks vegetasi pada berbagai jenis tutupan lahan

Jenis tutupan lahan

Nilai Indeks Vegetasi

Non vegetasi

-1

─ 0

Sawah dan rumput

0

─ 0,164063

Kebun teh, semak, dan rumput

>0,164063

─ 0,328125

Semak, kebun, dan sawah

>0,328125

─ 0,492188

Pohon dan semak

>0,492188

─ 0,99218

Tabel 2. Rata-rata cadangan karbon di atas permukaan tanah pada berbagai penggunaan

lahan

Jenis penggunaan lahan Cadangan karbon Persentase(%)

Hutan primer 230.1 100

Hutan bekas tebangan 0-10 tahun 206.8 90

Hutan bekas tebangan 11-30 tahun 212.9 92

Hutan bekas tebangan 31-50 tahun 184.2 80

Jakaw 0-10 tahun 19.4 8

Jakaw >10 tahun 58.0 25

Agroforestri 0-10 tahun 37.7 16

Agroforestri 11-30 72.6 31

Padi 4.8 2

Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)

Kegiatan pengelolaan hutan yang bertujuan memproduksi hasil hutan

umumnya melibatkan kegiatan-kegiatan seperti inventarisasi hutan, tata hutan

dengan membentuk blok dan petak, pelaksanaan silvikultur, seperti penanaman,

penjarangan, pemotongan. Didalam sebuah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH),

manajemen sumberdaya hutan tidak terbatas pada kegiatan-kegiatan tersebut,

karena di dalam KPH dimungkinkan adanya perusahaan mandiri dan kelompok

(22)

15

panjang tersebut akan diselaraskan dengan tujuan Pemerintah, Pemerintah

Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam rencana jangka panjang ini akan dipastikan

arah jangka panjang para pemegang izin, dan pengelolaan hutan lainnya dalam

KPH tersebut, serta kebijakan dan strategi penanganan masalah yang dihadapi

dalam mewujudkan rencana jangka panjang tersebut. Dalam prakteknya,

pengelola KPH perlu mempertimbangkan kebutuhan bersama semua pihak di

dalam KPH, seperti aksesibilitas dan infrastruktur, tenaga kerja, penyelesaian

konflik, pendampingan, dll. Itulah sebabnya berbagai instansi pemerintah,

pemegang izin (jika ada), masyarakat yang berada di dalam dan di sekitar hutan,

lembaga swadaya masyarakat dan akademisi perlu dilibatkan dalam penyusunan

rencana jangka panjang dan rencana kerja tahunan. Partisipasi mereka diharapkan

meningkatkan peluang terjadinya sinergi kegiatan semua pihak dalam KPH

tersebut.

Unit-unit Pengelolaan Hutan terdiri dari Kesatuan Pengelolaan Hutan

Konservasi (KPHK), Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), dan

Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) tergantung pada fungsi hutan

dominan yang terdapat dalam kawasan. Pada setiap Kesatuan Pengelolaan Hutan

dibentuk institusi pengelola. Menteri Kehutanan menetapkan organisasi KPHK,

sedangkan untuk KPHP dan KPHL ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri

Dalam Negeri No. 61 Tahun 2010. Untuk KPHP dan KPHL yang penetapan

wilayahnya lintas Kabupaten ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi

(23)

16

16

Penginderaan Jauh untuk Estimasi Stok Karbon

Cadangan karbon dalam hutan dapat juga dievaluasi dengan menggunakan

penginderaan jauh yakni satelit atau potret udara. Namun, tidak ada instrument

penginderaan jauh yang dapat mengukur cadangan karbon secara langsung, sehingga

dibutuhkan data lapangan sebagi tambahan. Metodologi penginderaan jauh

memperlihatkan keberhasilannya dalam menduga cadangan karbon di hutan boreal

dan hutan musim dan pada tegakan muda dengan kerapatan karbon yang rendah

(Gibbs,

et al

., 2007).

Adanya perubahan tutupan lahan di suatu wilayah dapat mengindikasikan

dinamika cadangan karbon di wilayah tersebut. Misalnya, aktivitas konversi hutan

menjadi bentuk penggunaan lahan lainnya menyebabkan terjadinya penurunan jumlah

cadangan karbon. Kuantifikasi perubahan lahan yang terjadi dalam satu rentang

waktu, dapat dilakukan dengan menganalisa citra satelit (misalnya Landsat) dari

waktu pengambilan yang berbeda yang didukung oleh peta tutupan lahan, topografi,

tanah dan sebagainya (Hairiah, 2011).

Saat ini terdapat tiga pendekatan untuk menduga atau memonitor biomassa,

yaitu modeling, pengukuran lapangan, dan penginderaan jauh. Diantara tiga

pendekatan, pengukuran langsung di lapangan dipertimbangkan lebih dapat dipercaya

dan lebih teliti dibandingkan dengan dua pendekatan lainnya. Meskipun demikian,

pendekatan ini mahal dan resolusi spasial data dalam studi di lapangan terbatas.

Dengan memadukan data spasial dan atribut kedalam SIG, maka integrasinya

(Penginderaan Jauh dan SIG) akan menawarkan suatu metoda untuk menduga

biomassa pada skala wilayah yang sangat besar, dimana ketersediaan data kehutanan

(24)

17

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Lumbanjulu KPHL Model Toba

Samosir Unit XIV, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Pengambilan data

di lapangan dilaksanakan bulan Mei 2015. Pengolahan data dilaksanakan di

Laboratorium Manajemen Hutan Terpadu, Departemen Kehutanan, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

(25)

18

(26)

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Berdasarkan data yang diperoleh dari

website

KPH, KPHL Model Toba

Samosir Unit XIV, terletak pada 98

o

54’25’’- 99

o

40’33’’ Bujur Timur dan antara

Lokasi penelitian 2

o

39’04’’ – 2

o

0’14’’ Lintang Utara. Luas Kawasan hutan di

Provinsi Sumatera Utara sesuai SK Menhut No.44/Menhut-II/2005 tanggal 16

Februari 2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi

Sumatera Utara adalah seluas 3.742.120 ha. Kawasan hutan tersebut meliputi:

1. Hutan Konservasi seluas 477.070 ha

2. Hutan Lindung seluas 1.297.330 ha

3. Hutan Produksi Terbatas seluas 879.270 ha

4. Hutan Produksi Tetap seluas 1.035.690 ha

5. Hutan Produksi yang dapat dikonversi seluas 52.760 ha

Penetapan KPHL Model Toba Samosir Unit XIV yang terletak di

Kabupaten Toba Samosir sesuai SK Menhut No.867/Menhut-II/2013 tanggal 5

Desember 2013 seluas 87.247 Ha, yang terdiri dari hutan lindung (HL) seluas

75.762 Ha, hutan produksi terbatas (HPT) seluas 6.294 Ha, dan hutan produksi

(HP) seluas 5.191 Ha. Pada tanggal 24 Juni 2014 Menteri Kehutanan RI

mengeluarkan SK Menhut No.579/Menhut-II/2014 mengenai kawasan hutan di

Sumatera Utara. Dengan demikian maka luas KPHL Model Toba Samosir Unit

XIV mengikuti SK terbaru dengan perubahan luas sebesar 56.621 Ha. Kawasan

hutan tersebut meliputi :

1. Hutan Lindung seluas 43.412 ha

2. Hutan Produksi seluas 11.243 ha

(27)

20

4. Hutan Suaka Alam seluas ± 9 ha

Kecamatan Lumban Julu tidak semua masuk ke dalam kawasan KPHL

Model Toba Samosir Unit XIV. Luas Kecamatan Lumban Julu sebesar 9175 Ha

yaitu 16,2% dari total luas KPHL Model Toba Samosir Unit XIV dan untuk luas

kawasan berhutan sebesar 3761 Ha. Penelitian ini dilakukan di 2 desa dari 31 total

desa yang terdapat di Kecamatan Lumban Julu yaitu desa Jangga Toruan dan

Jangga Dolok.

KPHL Model Toba Samosir Unit XIV berada diantara lima kabupaten.

Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu dan Kabupaten

Asahan, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara, sebelah

selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan, dan sebelah utara

berbatasan dengan Kabupaten Simalungun.

Alat dan Data Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat keras

(

Hardware

) berupa PC (

Personal Computer

), perangkat lunak (

Software

), yaitu

ArcGIS 10, dan ENVI 4.7, pita ukur (meteran), tali plastik, kompas,

camera

digital

, alat tulis,

clinometer

,

phiband

,

Global Position System

(GPS) untuk

pengambilan posisi koordinat lokasi.

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu area KPHL Model Toba

Samosir Unit XIV, citra landsat

path/row

128/58 yang diunduh dari situs

earthexplorer.usgs.gov, dan peta administrasi Kabupaten Toba Samosir serta peta

(28)

Data Citra

Citra satelit diunduh dari situs earthexplorer.usgs.gov dan keterangan

tentang citra yang digunakan adalah sebagai berikut:.

ID Citra : LC81280582014042LGN00

Koordinat : 2.89264,99.81764

Tanggal Akuisisi “ 11 Februari 2014

Path/Row : 128/58

Produk : Landsat 8 OLI/TIRS

% Penutupan Awan : < 10%

Metode Penelitian

1.

Penghitungan Biomassa

Metode yang digunakan untuk penarikan contoh ialah pengambilan contoh

berlapis secara sistematik (s

tratified systematic sampling).

Perancangan sampling

ini dilakukan penarikan contoh pertama secara acak pada setiap jalurnya dan

untuk contoh selanjutnya ditentukan secara sistematik. Metode ini dipilih karena

satuan-satuan penarikan contoh lebih mudah ditempatkan di lapangan lebih

mewakili, karena contoh-contoh tersebut tersebar merata pada seluruh populasi,

sehingga lebih memberikan perwakilan daripada contoh-contoh yang diambil

secara acak.

Untuk mengetahui biomassa dari lokasi penelitian dilakukan pengukuran

pada diameter dan tinggi pohon serta dicatat jenis dan jumlah yang terdapat di

Kecamatan Lumbanjulu KPHL Model Toba Samosir Unit XIV maka

digunakanlah metode sensus.

(29)

22

cadangan karbon atau karbon tersimpan hanya dilakukan pada bagian atas tanah

(

above ground biomass

) saja yaitu pohon.

2.

Penghitungan Karbon

Penghitungan karbon menggunakan metode skala lanskap atau

Normalized

Difference Vegetation Index

(NDVI). NDVI merupakan metode pendugaan

cadangan karbon dengan menggunakan bantuan citra Landsat 8. Melalui citra

akan diketahui nilai NDVI di setiap lokasi penelitian dan akan dihubungkan

dengan nilai biomassa hasil pengukuran di lapangan sehingga diperoleh peta

sebaran cadangan karbon di lokasi penelitian.

3.

Pemetaan Sebaran Karbon

Dalam memetakan sebaran karbon digunakan metode

overlay

dengan

menumpangtindihkan peta administrasi KPHL Model Toba Samosir Unit XIV

dengan data berupa titik koordinat sebaran karbon.

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini meliputi kegiatan pengumpulan data dan

informasi serta kegiatan analisis data. Tahapan kegiatannya adalah sebagai

berikut:

1.

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini ada dua, yaitu data primer dan

data sekunder. Data primer diperoleh dari pengecekan langsung di lapangan

(

ground check

) di KPHL Model Toba Samosir Unit XIV. Data ini diperoleh

(30)

Tabel 3. Data primer dan sekunder

Nama data

Jenis data

Sumber

Tahun

Peta Administrasi KPHL Model Unit XIV

Citra Landsat 8

Sekunder

Sekunder

BPKH

USGS

2014

2013

Titik Sampel (

Ground Check

)

Primer

GPS

2015

Tinggi dan Diameter Tegakan

Primer

Lokasi

Penelitian

2015

2.

Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan agar diperoleh

hasil berupa nilai cadangan karbon di Kecamatan Lumbanjulu KPHL Model Toba

Samosir Unit XIV dan peta sebaran cadangan karbon di KPHL Model Toba

Samosir Unit XIV. Analisis data dilakukan dengan menghitung biomassa pohon

dengan menggunakan rumus allometrik. Setelah diketahui biomassanya, maka

akan dapat diketahui kandungan karbon dengan menggunakan rumus

Brown

et al.

(1996).

Peta sebaran cadangan karbon dapat diperoleh melalui tahapan

perhitungan nilai NDVI pada citra, kemudian dibuat persamaan regresi linear

untuk mengetahui korelasi antara nilai cadangan karbon yang telah dihitung

sebelumnya dengan nilai NDVI pada citra. Setelah itu dilakukan analisis korelasi

berdasarkan regresi yang terbentuk, dan akan diperoleh peta sebaran cadangan

karbon berdasarkan nilai NDVI.

Pembuatan Plot pada Areal Sebaran

Rancangan sampling yang digunakan ialah pengambilan contoh berlapis

secara sistematik (s

tratified systematic sampling

). Pengambilan

sample

penelitian

(31)

24

Toruan 324 Ha. Banyaknya jalur adalah 2 jalur dengan intensitas sampling yang

dipakai pada penelitian ini ialah 1%.

Menurut Hairiah,

et al

. (2011), prosedur untuk melakukan pembuatan plot

adalah sebagai berikut:

a.

Dibuat plot dengan ukuran 100m x 20 m

jika dalam lahan yang diamati

terdapat pohon besar (diameter batang lebih dari 30 cm atau lingkar batang

lebih dari 95 cm).

b.

Dibuat sub plot utama dengan ukuran 40m x 5m untuk pengukuran cadangan

[image:31.595.124.512.383.680.2]

karbon di hutan alami. Pohon yang diukur adalah pohon dengan diameter 5 cm

hingga 30 cm atau lingkar batang 15cm – 95cm. Bentuk dari plot yang

digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Plot Pengambilan Sampel

(32)

a.

Dicatat nama lokal dan/atau nama latin (jika dapat diketahui) dari tanaman

yang akan diukur.

b.

Diukur diameter (DBH) atau lingkar batang dan tinggi pohon yang ada di

dalam plot dan sub plot utama.

c.

Dihitung biomassa pohon menggunakan persamaan allometrik terpilih berikut

ini:

Y = 0,0509 x ρ x DBH

2

x T

Keterangan:

Y

= biomassa total (kg)

DBH

= diameter setinggi dada

ρ

= berat jenis kayu (gr/cm

3

)

T

= tinggi (m)

Untuk penghitungan biomassa di hutan alam menggunakan rataan berat

jenis kayu sebesar 0,68 gr/cm

3

(Rahayu

et al

., 2006). Penggunaan persamaan

tersebut didasarkan pada wilayah iklim lokasi penelitian yang memiliki curah

hujan rata-rata agak tinggi (curah hujan 20,7 – 27,7 mm/hari).

d.

Biomassa per hektar dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

=

���

� �=1

× 10.000

Keterangan :

W

=Total biomassa (ton/Ha)

Wpi

= Biomassa pohon (ton)

A

= Luas plot (m

2

)

n

= Jumlah pohon

Pendugaan Cadangan Karbon

1.

Kandungan karbon dalam vegetasi hutan dapat diduga dari biomassa hutan,

dengan persamaan:

Y = W * 0,5

Keterangan :

Y

= Kandungan karbon diatas permukaan tanah (ton/ha)

W = Total biomassa per hektar (ton/ha)

(Brown

et al

., 1996).

(33)

26

3.

Data dari GPS tersebut diolah ke dalam

software

ArcGIS 10 untuk diketahui

penyebarannya dan didukung dengan citra landsat yang bertujuan untuk

melihat tutupan lahan pada hutan alam.

4.

Citra landsat yang sudah di

cropping

di ENVI 4.7, akan diolah ke dalam

software

ArcGIS 10 untuk dilakukan pengklasifikasian terhadap citra tersebut

(Metode NDVI). Proses analisis NDVI dilakukan pada citra satelit landsat 8

dengan

path

/

row

: 128/58 yang dimana akan melingkupi vegetasi hutan di

Kecamatan Lumbanjulu. Berikut merupakan formula untuk mengetahui NDVI

NDVI = (NIR-R) / (NIR+R), maka

NDVI = (Band 5-Band 4) / (Band 5+Band 4)

Keterangan:

[image:33.595.128.513.480.533.2]

NIR=

Near InfraRed

/Infra Merah Dekat

R=

Red

/Merah

Tabel 4. Kisaran Tingkat Kerapatan NDVI (Sumber Departemen Kehutanan, 2003)

Kelas Kisaran NDVI Tingkat Kerapatan

1 -1 – 0,32 Jarang

2 0,32 -0,42 Sedang

3 > 0,42 -1 Tinggi

5. Ditentukan hubungan/korelasi antara nilai karbon dengan nilai NDVI dengan

membuat suatu persamaan regresi linear sederhana yaitu y = a + bx, yang dapat

diperoleh dari rumus Walpole (1992):

b =

n

xy

(

x)(

y)

n

x

2

(

)

2

a = y

bx

(34)

Setelah itu, analisis korelasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan uji

korelasi Pearson berikut:

=

�∑��

(

∑�

)(

∑�

)

{

�∑�

2

(

∑�

)

2

}{

�∑�

2

(

∑�

)

2

}

Keterangan:

r = koefisien korelasi

n = jumlah plot sampel

x = nilai NDVI

y = nilai karbon

5.

Diperoleh peta penyebaran cadangan karbon pada KPHL Model Toba Samosir

Unit XIV.

(35)

28

Tahapan Pendugaan Cadangan Karbon

Pendugaan cadangan karbon pada KPHL Model Toba Samosir Unit XIV

dilakukan berdasarkan sembilan tahapan. Tahap demi tahap dilaksanakan agar

[image:35.595.224.428.256.734.2]

diperoleh hasil berupa nilai kandungan karbon dan peta sebaran cadangan karbon

di lokasi penelitian. Tahapan pendugaan cadangan karbon dapat dilihat pada

Gambar 4.

Gambar 4. Tahapan Pendugaan Cadangan Karbon

Peta Tutupan Lahan

Pengecekan di Lapangan (Ground check)

Pengambilan Sample Skala Plot dengan Ukuran 100x20 m Jika Terdapat Pohon Besar dan

40x5m untuk Sub Plot Utama

Metode Allometrik untuk Menghitung Biomassa Pohon

Perhitungan Karbon di Kecamatan Lumbanjulu KPHL Model Unit XIV

Toba Samosir

Perhitungan Indeks Vegetasi Citra dengan NDVI

Korelasi antara Nilai Karbon dengan Nilai NDVI

(36)

29

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis Vegetasi

Dari kegiatan pengambilan data diameter dan tinggi tegakan, terdapat

[image:36.595.120.521.282.599.2]

beberapa jenis tegakan di dalam setiap plot pengukuran. Jenis-jenis tegakan yang

dijadikan sampel di setiap lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Letak plot

pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 6.

Tabel 5. Jenis Tegakan pada Plot Pengukuran di Desa Jangga Toruan

Lokasi Nama Lokal Nama Latin Jumlah Persentase (%)

Desa Jangga Toruan Medang Landit Persea rimosa 47 6,35

Rambutan Hutan Cryptocarya nitens 23 3,11

Meranti Shorea gibbosa 36 4,86

Rengas Melanochylla sp. 38 5,14

Kapur Dryobalanops aromatica 6 0,81

Durian Durio zibethinus 12 1,62

Kempas Koompassia malaccensis 46 6,22

Sialagundi Roudholia teysmanii 54 7,30

Temberas Shorea blumutensis 41 5,54

Kayu Arang Diospiros spp. 33 4,46

Terap Artocarpus elasticus 28 3,78

Kesi Hibiscus macrophyllus 12 1,62

Simartolu Schima wallichi 20 2,70

Api-api Adinandra gumosa 15 2,03

Hapas-hapas Exbucklandia populnea 19 2,57

Sipang-sipang Scaphium macropodium 27 3,65

Motung Dyera costulata 24 3,24

Sitarak Macaranga lowii 23 3,11

Medang Litsea bracystachys 57 7,70

Randuk Kambing Alstonia macrophylla 28 3,78

Dori-dori Tariietia sp. 25 3,38

Handis Garcinia diorca 23 3,11

Simare eme-eme Schefflera aromatica 24 3,24

Antahasi Weinmannia blumei 45 6,08

Ingul Toona surensis 34 4,59

(37)

30

[image:37.595.117.523.98.436.2]

30

Tabel 6. Jenis Tegakan pada Plot Pengukuran di Desa Jangga Dolok

Lokasi Nama Lokal Nama Latin Jumlah Persentase (%)

Desa Jangga Dolok Pinus Pinus merkusii 5 1,14

Medang Landit Persea rimosa 22 5,01

Rambutan Hutan Cryptocarya nitens 10 2,28

Meranti Shorea gibbosa 10 2,28

Rengas Melanochylla sp. 20 4,56

Eucalyptus Eucalyptus sp. 2 0,46

Kapur Dryobalanops aromatica 6 1,37

Durian Durio zibethinus 3 0,68

Kempas Koompassia malaccensis 31 7,06

Sialagundi Roudholia teysmanii 32 7,29

Temberas Shorea blumutensis 20 4,56

Kayu Arang Diospiros spp. 16 3,64

Terap Artocarpus elasticus 21 4,78

Kesi Hibiscus macrophyllus 11 2,51

Simartolu Schima wallichi 12 2,73

Api-api Adinandra gumosa 9 2,05

Hapas-hapas Exbucklandia populnea 12 2,73

Sipang-sipang Scaphium macropodium 13 2,96

Motung Dyera costulata 24 5,47

Sitarak Macaranga lowii 17 3,87

Medang Litsea bracystachys 32 7,29

Randuk Kambing Alstonia macrophylla 16 3,64

Dori-dori Tariietia 16 3,64

Handis Garcinia diorca 40 9,11

Simare eme-eme Schefflera aromatica 21 4,78

Antahasi Weinmannia blumei 4 0,91

Ingul Toona surensis 14 3,19

(38)
[image:38.595.114.513.81.429.2]

Gambar 5. Jenis Vegetasi di KPHL Model Toba Samosir Unit XIV

Jenis vegetasi yang paling banyak di KPHL Model Toba Samosir Unit

XIV ialah Medang (

Litsea bracystachys

) sebanyak 8%. Sedangkan yang paling

rendah persentase nya ialah Eucalyptus (

Eucalyptus sp.

) sebesar 0,17%. Medang

ditemukan di Desa Jangga Toruan dan di Desa Jangga Dolok sebanyak 89 pohon,

sementara untuk Eucalyptus ditemukan sebanyak 2 pohon di Desa Jangga Dolok.

(39)

32

[image:39.842.130.741.86.483.2]
(40)

Biomassa Tegakan

Untuk mengetahui nilai kandungan karbon dapat dilihat melalui biomassa

pohon. Biomassa tegakan Kecamatan Lumbanjulu KPHL Model Toba Samosir

Unit XIV, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara dihitung dengan

menggunakan persamaan allometrik yang telah dikembangkan oleh

peneliti-peneliti sebelumnya yaitu persamaan Y = 0,0509 x ρ x DBH

2

x T. Dalam

persamaan allometrik ini komponen atau dimensi organ pertumbuhan pohon yang

diperlukan adalah diameter dan tinggi, dan sebagai penunjang dari keakuratan

dalam perhitungan biomassa diperlukan pula informasi mengenai berat jenis kayu.

Untuk menghitung biomassa dalam penelitian ini digunakan berat jenis kayu

rata-rata 0,68 gr/cm

3

. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Rahayu

et al

. (2006)

dalam penelitian Samsoedin

et al

. (2009) bahwa untuk penghitungan biomassa di

hutan alam menggunakan rataan berat jenis kayu sebesar 0,68 gr/cm

3

.

Dalam penelitian ini tegakan yang dihitung potensi biomassanya dibagi

menjadi 2 kelas diameter, yaitu kelas diameter 5 - 30 cm dan kelas diameter

30 cm ke atas. Hasil perhitungan biomassa tegakan dalam penelitian ini dapat

(41)
[image:41.595.115.535.83.396.2]

34

Gambar 7. Biomassa Tegakan pada Dua Kelas Diameter

Gambar 7 menunjukkan bahwa biomassa yang terkandung pada tegakan di

Desa Jangga Toruan adalah sebesar 456,59 ton/ha. Besaran tersebut terdiri dari

biomassa tegakan dengan kelas diameter 5 - 30 cm sebesar 175,51 ton/ha, dan

biomassa tegakan dengan kelas diameter 30 cm ke atas sebesar 281,07 ton/ha.

Untuk Desa Jangga Dolok, nilai biomassa yang terkandung pada tegakan adalah

sebesar 451,67 ton/ha. Di mana untuk tegakan dengan kelas diameter 5 - 30 cm

terdapat 166,13 ton/ha, dan untuk tegakan dengan kelas diameter 30 cm ke atas

terdapat 285,55 ton/ha.

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa nilai biomassa tegakan kelas

diameter 30 cm ke atas lebih besar dibandingkan nilai biomassa tegakan kelas

diameter 5 - 30 cm di setiap lokasi penelitian. Perbedaan nilai biomassa ini

175,51 166,13

281,07 285,55

456,59 451,67

0,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00 300,00 350,00 400,00 450,00 500,00

Desa Jangga Toruan Desa Jangga Dolok

Ø 5 - 30 cm Ø > 30 cm Total

(42)

dipengaruhi oleh diameter dan tinggi tegakan. Semakin besar diameter maka nilai

biomassa akan semakin meningkat.

Hairiah dan Rahayu (2007) mengatakan, tumbuhan atau pohon berumur

panjang yang tumbuh di hutan maupun kebun campuran (agroforestri) merupakan

tempat penimbunan atau penyimpanan biomassa yang jauh lebih besar dari pada

tanaman semusim. Oleh karena itu, hutan alami dengan keragaman jenis

pepohonan berumur panjang dan serasah yang banyak merupakan gudang

penyimpanan biomassa tertinggi (baik diatas maupun di dalam tanah).

Persamaan allometrik yang digunakan dalam penelitian ini adalah

persamaan yang dibuat oleh Chave

et al

. tahun 2005. Persamaan ini digunakan

dalam penelitian Potensi Biomassa Karbon Hutan Alam dan Hutan Bekas

Tebangan Setelah 30 Tahun di Hutan Penelitian Malinau Kalimantan Timur

(Samsoedin

et al

., 2009) yang dibandingkan dengan persamaan Brown tahun

1997. Persamaan Brown (1997) hanya menggunakan satu parameter yaitu DBH

saja, sedangkan persamaan Chave

et al

. (2005) sudah melibatkan parameter berat

jenis kayu, DBH, dan tinggi tanaman sehingga akurasi persamaan

(43)

36

Kandungan Karbon Tegakan

Untuk menghitung kandungan karbon tersimpan, dilakukan dengan

memperkirakan bahwa biomassa tegakan mengandung 50% karbon. Maka

persamaan yang digunakan untuk menghitung kandungan karbon dalam penelitian

ini adalah persamaan Brown

et al

. (1996) yaitu Y = W * 0.5.

Hasil perhitungan kandungan karbon tegakan dalam penelitian ini dapat

[image:43.595.114.528.275.568.2]

disajikan dalam Gambar 8.

Gambar 8. Kandungan Karbon Tegakan pada Dua Kelas Diameter

Gambar 8 menunjukkan bahwa untuk setiap hektar luas kawasan Desa

Jangga Toruan terdapat karbon tersimpan pada tegakan sebesar 228,29 ton/ha.

Untuk tegakan dengan kelas diameter 5 - 30 cm terdapat 87,76 ton/ha, dan untuk

tegakan dengan kelas diameter 30 cm ke atas terdapat 140,54 ton/ha. Untuk Desa

Jangga Dolok, kandungan karbon pada tegakan adalah sebesar 225,84 ton/ha yang

87,76 83,06

140,54 142,77

228,29 225,84

0,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00

Desa Jangga Toruan Desa Jangga Dolok

Ø 5 - 30 cm Ø > 30 cm Total

(44)

terdiri dari kandungan karbon pada tegakan dengan kelas diameter 5 - 30 cm

sebesar 83,06 ton/ha, dan kandungan karbon pada tegakan dengan kelas diameter

30 cm ke atas sebesar 142,77 ton/ha.

Dari penelitan ini diperoleh nilai kandungan karbon pada Desa Jangga

Toruan dan Jangga Dolok di KPHL Model Toba Samosir Unit XIV berkisar

antara 225,84 ton/ha sampai 228,29 ton/ha. Nilai kandungan karbon ini tergolong

baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Rahayu

et al.

(2006) bahwa besarnya

kandungan karbon di hutan Indonesia umumnya berkisar dari 161 ton/ha sampai

dengan 300 ton/ha.

Nilai karbon tersimpan menyatakan banyaknya karbon yang dapat diserap

oleh tumbuhan dan disimpan dalam bentuk biomassa. Jumlah emisi karbon yang

semakin meningkat pada saat ini harus diimbangi dengan jumlah serapannya oleh

tumbuhan guna menghindari pemanasan global. Dengan demikian dapat

diramalkan banyaknya tumbuhan yang harus ditanam pada suatu lahan untuk

mengimbangi jumlah gas emisi karbon yang terbebas di udara.

Pada setiap ekosistem jumlah karbon yang terkandung di dalamnya

berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan keanekaragaman dan kompleksitas

komponen yang menyusun ekosistem tersebut. Pohon-pohon berdiameter besar

dan berumur panjang yang tumbuh di hutan merupakan penyimpan CO

2

yang jauh

lebih besar dibandingkan dengan tanaman semusim. Oleh karena itu, hutan alami

dengan keanekaragaman jenis pohon yang berumur panjang merupakan tempat

penyimpanan CO

2

terbesar. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan

pertanian atau perkebunan, maka jumlah CO

2

yang tersimpan akan merosot.

(45)

38

jumlah CO

2

di udara. Hal ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan

penyerapan CO

2

oleh tanaman dan menekan pelepasan (emisi) CO

2

ke udara.

Hubungan Indeks Vegetasi (NDVI) dengan Nilai Kandungan Karbon

Nilai NDVI memiliki hubungan terhadap keberadaan vegetasi di permukaan

bumi dan dapat digunakan untuk menunjukkan kondisi vegetasi. Nilai NDVI

berkisar antara -1 hingga +1. Nilai NDVI yang rendah (negatif) menunjukkan

tingkat vegetasi yang rendah seperti awan, air, tanah kosong, bangunan, dan unsur

non-vegetasi lainnya. Sedangkan nilai NDVI yang tinggi (positif) menunjukkan

tingkat vegetasi hijau yang tinggi. Jadi, nilai indeks vegetasi yang lebih besar

menunjukkan semakin tingginya tingkat kesuburan penutupan vegetasi. Kisaran

nilai NDVI yang dihasilkan dalam peta nilai indeks vegetasi adalah -1 hingga 1.

(46)
[image:46.842.129.739.100.485.2]

39

Gambar 9. Peta Nilai Indeks Vegetasi Hutan

(47)

40

Hubungan antara nilai kandungan karbon dengan nilai NDVI dapat dilihat

[image:47.595.110.494.151.571.2]

pada Tabel 6.

Tabel 7. Hubungan Nilai Karbon dan Nilai NDVI di Setiap Lokasi Penelitian

No Lokasi Plot

Nilai Kandungan Karbon (Y)

Nilai NDVI (X)

1 Desa Jangga Toruan I 229,29 0,59

II 225,2 0,62

III 236,1 0,65

IV 224,98 0,67

V 220,28 0,64

VI 222,55 0,59

VII 220,66 0,57

VIII 233,25 0,74

IX 239,54* 0,77

X 234,71 0,74

XI 239,39 0,71

XII 221,67 0,65

XIII 216,65* 0,63

XIV 223,01 0,66

XV 231,39 0,67

XVI 235,01 0,72

2 Desa Jangga Dolok I 217,88 0,63

II 223,86 0,59

III 231,88 0,73

IV 220,65 0,65

V 221,32 0,57

VI 225,49 0,65

VII 225,84 0,68

VIII 226,84 0,63

IX 230,23 0,75

X 233,3 0,74

Keterangan:

(48)
[image:48.595.112.514.124.562.2]

Analisis regresi nilai karbon dan nilai NDVI dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Analisis Regresi Nilai Karbon dan Nilai NDVI

No. X (Nilai NDVI) Y (Nilai Karbon) X.Y X² Y²

1 0,59 229,29 135,28 0,35 52573,90

2 0,62 225,2 139,62 0,38 50715,04

3 0,65 236,1 153,47 0,42 55743,21

4 0,67 224,98 150,74 0,45 50616,00

5 0,64 220,28 140,98 0,41 48523,28

6 0,59 222,55 131,30 0,35 49528,50

7 0,57 220,66 125,78 0,32 48690,84

8 0,74 233,25 172,61 0,55 54405,56

9 0,77 239,54 184,45 0,59 57379,41

10 0,74 234,71 173,69 0,55 55088,78

11 0,71 239,39 169,97 0,50 57307,57

12 0,65 221,67 144,09 0,42 49137,59

13 0,63 226,65 142,79 0,40 51370,22

14 0,66 223,01 147,19 0,44 49733,46

15 0,67 231,39 155,03 0,45 53541,33

16 0,72 235,01 169,21 0,52 55229,70

17 0,63 217,88 137,26 0,40 47471,69

18 0,59 223,86 132,08 0,35 50113,30

19 0,73 231,88 169,27 0,53 53768,33

20 0,65 220,65 143,42 0,42 48686,42

21 0,57 221,32 126,15 0,32 48982,54

22 0,65 225,49 146,57 0,42 50845,74

23 0,68 225,84 153,57 0,46 51003,71

24 0,63 226,84 142,91 0,40 51456,39

25 0,75 230,23 172,67 0,56 53005,85

26 0,74 233,3 172,642 0,55 54428,89

Jumlah (Σ) 17,24 5920,97 3932,72 11,52 1349347,27

Rata-rata 0,66 227,73

Dari Tabel 6 dan 7 di atas dapat dibuat suatu persamaan regresi linear

sederhana untuk melihat hubungan antara nilai karbon dengan nilai NDVI yaitu

y = a + bx, yang dapat diperoleh dari rumus:

b =

n

xy

(

x)(

y)

n

x

2

(

)

2
(49)

42

Keterangan: x = nilai NDVI

y = nilai karbon

Dari rumus di atas diperoleh nilai a sebesar 176,8 dan nilai b sebesar 76,81

sehingga persamaan yang dihasilkan yaitu y = 176,8 + 76,81x. Persamaan regresi

ini menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi bernilai positif. Hal ini berarti nilai

karbon dan nilai NDVI berbanding lurus atau semakin meningkat nilai karbon

maka semakin meningkat pula nilai NDVI dan demikian sebaliknya.

Analisis korelasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan uji

korelasi Pearson berikut:

=

�∑��

(

∑�

)(

∑�

)

{

�∑�

2

(

∑�

)

2

}{

�∑�

2

(

∑�

)

2

}

Keterangan:

r

= koefisien korelasi

n

= jumlah plot sampel

x

= nilai NDVI

y

= nilai karbon

Hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan uji korelasi Pearson di

(50)
[image:50.595.114.529.86.375.2]

Gambar 10. Hubungan Nilai Karbon Dengan Nilai NDVI

dengan Persamaan Regresi Linear

Nilai R² merupakan nilai yang menunjukan tingkat korelasi antara variabel

yang dihubungkan, dalam hal ini nilai karbon dan nilai NDVI. Dengan demikian,

semakin besar nilai R² menunjukan bahwa korelasi antara nilai karbon dengan

nilai NDVI semakin baik. Young (1982) dalam Rakhmawati (2012) menyatakan

bahwa jika nilai koefisien R²

≥ 0,4 menunjukkan hubungan yang kuat.

Dengan diperoleh nilai R

2

sebesar 53%, hal ini berarti besarnya nilai

karbon di lapangan 53% dapat ditentukan oleh nilai NDVI melalui persamaan

regresi y = 176,8 + 76,81x. Sisanya 47% ditentukan oleh faktor lain.

Nilai karbon yang diperoleh melalui persamaan regresi tersebut dapat

(51)

44

[image:51.842.121.746.88.484.2]

44

Gambar 11. Peta Nilai Karbon Kecamatan Lumbanjulu KPHL Model Toba Samosir Unit XIV

(52)

45

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1.

Besarnya kandungan karbon di atas permukaan tanah di Desa Jangga Toruan

dan Desa Jangga Dolok Kecamatan Lumbanjulu KPHL Model Toba Samosir

Unit XIV tergolong baik yaitu masing-masing sebesar 228,29 ton/ha dan

225,84 ton/ha.

2.

Pemetaan sebaran cadangan karbon melalui analisis citra Landsat dapat

dilakukan menggunakan model persamaan regresi y = 176,8 + 76,81x. NDVI

yang menunjukkan korelasi yang kuat antara nilai kandungan karbon di

lapangan dengan nilai NDVI.

Saran

Pihak pengelola maupun seluruh masyarakat perlu menjaga kelestarian

KPHL Model Toba Samosir Unit XIV agar terjaga keseimbangan ekosistem hutan

yang sangat berperan penting dalam penurunan emisi karbon. Selain itu, perlu

dilakukan penelitian lanjutan menggunakan citra satelit selain citra Landsat yang

memiliki tingkat ketelitian yang berbeda agar diperoleh hasil yang lebih akurat,

(53)

46

46

DAFTAR PUSTAKA

Adiriono, T. 2009. Pengukuran Kandungan Karbon (Carbon Stock) dengan

Metode Karbonasi pada Hutan Tanaman Jenis Acacia crassicarpa. Tesis.

Program Pascasarjana, Program Studi Ilmu Kehutanan, Fakultas

Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Boer, R. 2001. Opsi Mitigasi Perubahan Iklim di Sektor Kehutanan dan Aspek

Metodologi

Proyek Karbon Kehutanan. Lokakarya Tindak Lanjut

Konvensi Perubahan Iklim dan Kyoto Protokol di Sektor Kehutanan.

Jakarta, 18 September 2001.

Brown, S., J. Sathaye., M. Canel and P. Kauppi. 1996.

Mitigation of Carbon

Emission to the Atmosphere by Forest Management

.

Commonwealth

Forestry Review

75 : 80-91.

CFS (

Canadian Forest Service

), 2000.

Carbon budget acunting at forest

management level: An overview of issues and methods, Natural Resources

Canada

, 13p.

Dharmawan, I Wayan Susi. 2014. Pengertian Fungsi dan Teknik Pembangunan

Plot Sampel Permanen (PSP). Disampaikan pada acara Lokakarya

Sinergitas Program dan Kebijakan Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam

Mitigasi Perubahan Iklim serta Pembangunan dan Pengelolaan PSP

Kupang, 16 Oktober 2014. Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi.

GIS Konsorsium Aceh Nias. 2007. Modul Pelatihan ArcGIS Tingkat Dasar.

Pemerintah Kota Banda Aceh.

Hairiah, K. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon Dari Tingkat Lahan Ke Bentang

Lahan.

Word Agroforestry Centre

ICRAF SEA

Regional Office

; Malang.

Hairiah, K dan Rahayu S. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai macam

Penggunaan

Lahan. Bogor.

World Agroforestry Centre

–ICRAF, SEA

Regional Office, University of Brawijaya, Indonesia. 77p.

Heriyanto, N.M., Harris Herman Siringoringo, Kiyoshi Miyakuni and Kiyono

Yoshiyuki, 2005.

Allometric equations and other parameters for

estimating the amount of biomass in Pinus merkusii forests

.

Proceeding of

the 2

nd

Workshop on demonstration Study on Carbon Fixing Forest

Management in Indonesia

. Ngaloken Gintings and Han Roliadi (editors).

Forestry Research & Development Agency

(FORDA) &

Japan

(54)

Jaya. I.N.S. 2002. Penginderaan Jauh Satelit untuk Kehutanan. Laboratorium

Inventarsisasi Hutan, Jurusan Manjemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Kale, M.P., Singh & Roy. 2002.

Biomass and Productivity Estimation Using

Aerospace Data and Geographic Information System

.

Tropical Ecology

43

(1): 123-136

Kementrian Kehutanan, 2011. Ringkasan Pembangunan Kesatuan Pengelolaan

Hutan. Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Penggunaan

Kawasan Hutan, Ditjen Planologi Kehutanan, Kementrian Kehutanan.

Jakarta.

Lillesand dan Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Gadjah

Mada

University Press. Yogjakarta.

Prahasta, E. 2005. Sistem Informasi Geografis. Edisi Revisi, Cetakan kedua.

C.V.Informatika. Bandung.

Puntodewo A, Dewi S, Tarigan J. 2003. Sistem Informasi Geografis UntukPengelolaan

Sumberdaya Alam.

Center for International Foretry Research.

Bogor.

Purbowaseso, B. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Penerbit Universitas Indonesia.

Jakarta.

Rahayu, S., B. Lusiana, dan M. Van Noordwijk. 2006. Pendugaan Cadangan

Karbon di Atas Permukaan Tanah pada Berbagai Sistem Penggunaan

Lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. Laporan Tim Proyek

Pengelolaan Sumberdaya Alam untuk Penyimpanan Karbon (FORMACS).

World Agroforestry Centre

(ICRAF).

Samsoedin, I., I Wayan Susi Dharmawan, dan Chairil Anwar Siregar. 2009.

Potensi Biomassa Karbon Hutan Alam dan Hutan Bekas Tebangan Setelah 30

Tahun di Hutan Penelitian Malinau Kalimantan Timur. Jurnal

Penelitian Hutan dan

Konservasi Alam Vol. VI No. 1:47-56.

Shofiyati, R., dan Kuncoro. 2007. Inderaja untuk Mengkaji Kekeringan di Lahan

Pertanian (Remote Sensing for Drought Assessment on Agricultural

Land).

Informatika Pertanian 16 (1): 923-936

Sulistiyono, S. 2008. Aplikasi Teknologi Penginderaan Jarak Jauh Mendeteksi

Pola

Penggunaan Lahan di DAS Cikaso kabupaten Sukabumi, Jawa

Barat

[5

Oktober

2014].

(55)

48

Rakhmawati, M. 2012. Pemanfaatan Citra Landsat untuk Estimasi Biomassa Atas

Permukaan dari Berbagai Penutupan Lahan dengan Pendekatan Indeks

Vegetasi. IPB. Bogor.

Roswiniarti, O., Solichin, dan Suwarsono. 2008. Potensi Pemanfaatan Data SPOT untuk

Estimasi Cadangan dan Emisi Karbon di Hutan Rawa Gambut

Merang, Sumatera

Selatan. PIT MAPIN XVII, Bandung.

Ter-Mikaelian, M.T., Stephen J. C. dan Jiaxin, C. 2008.

Fact and Fantasy about

Forest Carbon

.

The Forestry Chronicle 84 (2)

Edisi Maret-April.

Thoha, A.S. 2008. Karakteristik Citra Landsat. Universitas Sumatera Utara.

Medan.

Ustin, S.L., M.O. Smith, S. Jacquemoud, M. Verstraete and Y. Govaerts, 1999.

Geobotany:

Vegetation Mapping for Earth Sciences

. Dalam Andrews

N.R.,

editors.

Remote Sensing for the Earth Sciences: Manual of Remote Sensing

. Ed

3rd. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Van Noordwijk M., Woomer P, Cerri C, Bernoux M

and

Nugroho K. 1997.

Soil

carbon in the humid tropical forest zone

. Geoderma 79:187-225.

Widayati, Atiek, Andree Ekadinata dan Ronny Syam. 2004. Alih Guna Lahan di

Kabupaten Nunukan: Pendugaan Cadangan Karbon Berdasarkan Tipe Tutupan

Lahan dan Kerapatan Vegetasi Pada Skala Lanskap.

(56)

Lampiran 1. Hasil perhitungan biomassa total tegakan kelas diameter 5-30 cm

di Desa Jangga Toruan

Nama Lokasi

: Plot 1 Desa Jangga Toruan, Kecamatan Lumbanjulu

Tanggal

: 11 Mei 2015

Lokasi

: N 2

35'6,27"

E 99

3'31,345"

Ukuran Plot

: 5m x 40m

No Nama Pohon

Keliling (cm) Diameter (cm) Tinggi (m) Berat Jenis

(g/cm3) Biomass

1 Temberas (Shorea blumutensis) 71 22,61 12 0,68 212,36

2 Temberas (Shorea blumutensis) 67 21,34 11 0,68 173,34

3 Sialagundi (Roudholia teysmanii) 86 27,39 14 0,68 363,49

4 Sialagundi (Roudholia teysmanii) 82 26,11 13 0,68 306,86

5 Hapas-hapas (Exb

Gambar

Tabel 2. Rata-rata cadangan karbon di atas permukaan  tanah pada berbagai penggunaan
Gambar 1. Lokasi Penelitian
Gambar 2. Peta Areal Pengambilan Plot Pada Kecamatan Lumbanjulu Di KPHL Model Toba Samosir Unit XIV
Gambar 3. Plot Pengambilan Sampel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa paket software telah banyak di gunakan dalam aktifitas bisnis dalam skala komputer pribadi, antara lain paket program terpadu seperti Microsoft Access; Word, Excel,

[r]

Dengan diterapkannya teknologi tersebut diharapkan dapat membantu perusahaan agar lebih mudah dan cepat dalam hal proses pembuatan laporan penjualan tiket pengunjung, sehingga

Bila persyaratan sudah lengkap, Kepala Bidang Pemanfaatan Hutan membuat konsep Surat Keputusan Kepala Dinas tentang Pengangkatan P2LHP yang memuat nama, NIP,pangkat, jabatan,

Kepala Bidang PH meneliti persyaratan dan membuat Nota Dinas ke Bidang Planologi untuk koreksi Buku dan Peta URKTUPHHK- HA. Kepala Bidang Planolgi memberikan arahan perbaikan

Ini adalah lanjutan dari pembicaraan di atas, bahwa kandungan CO2 dari plasma, yang merupakan satu ukuran dari kedua asam karbonat dan bikarbonat, akan lebih

Ya Bapa, Allah Pencipta segala sesuatu, yang meletakkan dasar martabat kerja yang luhur dan membebaskan bagi umat manusia, semoga Engkau berkenan memberikan kekuatan kepada

Poesprodjo (Djurharni, 2012) menyatakan bahwa pemahaman bukan kegiatan berpikir semata, melainkan pemindahan letak dari dalam berdiri di situasi atau dunia orang lain.. Sedangkan