SKRIPSI
KEBIJAKAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN APOTEK
OLEH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANTUL
Diajukan Oleh :
Nama
: PRIMA PALAPHAN BAGASKARA
NIM
: 20120610025
Fakultas
: Hukum
Jurusan
: Ilmu Hukum
Bagian
: HTN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
FAKULTAS HUKUM
HALAMAN PERSETUJUAN
SKRIPSI
KEBIJAKAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN APOTEK
OLEH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANTUL
Diajukan Oleh :
Nama
:
Prima Palaphan Bagaskara
NIM
:
20120610025
Telah disetujui oleh dosen pembimbing pada tanggal:
7 Mei 2016
Penelaah I
Penelaah II
Nanik Prasetyoningsih S.H.,M.H.
Iwan Satriawan,S.H.,MCL.
iii
HALAMAN PENGESAHAN
SKRIPSI
KEBIJAKAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN APOTEK
OLEH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANTUL
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan
Dewan Penguji Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada tanggal :
19 Agustus 2016
Ketua
Nasrullah, S.H.,S.Ag.,MCL.
NIK. 19700817200004153045
Penelaah I
Penelaah II
Nanik Prasetyoningsih S.H.,M.H.
Iwan Satriawan,S.H.,MCL.
NIP. 19740415200004153043
NIP.19700706199904153039
MENGESAHKAN
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Dr. Trisno Raharjo,S.H.,M.Hum.
HALAMAN PERNYATAAN
Bismillahirrahmanirrahim
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama: Prima Palaphan Bagaskara
NIM : 20120610025
Judul
Skripsi:
KEBIJAKAN
PENGAWASAN
PENYELENGGARAAN
APOTEK OLEH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANTUL.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa penulisan skripsi ini berdasarkan hasil
penelitian, pemikiran, dan pemaparan dari diri saya sendiri. Jika terdapat karya
orang lain, saya mencantumkan sumber yang jelas. Selain itu, tidak ada bagian
dari skripsi ini yang telah saya gunakan sebelumnya untuk memperoleh gelar atau
sertifikat akademik. Apabila di kemudian hari ternyata terdapat penyimpangan
dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan
peraturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, tanpa ada paksaan
dari pihak manapun.
Yogyakarta, 2016
Yang menyatakan
v
ABSTRAK
KEBIJAKAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN APOTEK OLEH
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANTUL
Oleh :
Prima Palaphan Bagaskara
20120610025
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan pengawasan
penyelenggaraan apotek oleh Pemerintah Dearah Kabupaten Bantul yang
tugasnya diemban oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. Penelitian ini
merupakan penelitian normatif dan empiris yang menggunakan metode
pendekatan undang-undang dan bagaimana undang-undang tersebut di
implementasikan di lapangan dengan menelaah undang-undang dan regulasi
dengan isu yang ditangani. Sedangkan teknik yang digunakan dalam
pengumpulan data wawancara dengan menggunakan kuisioner yang dilakukan
dari dua sisi yaitu Dinas Kesehatan dan Apotek. Hasil dari penelitian meliputi
pengawasan yang dilakukan Dinas Kesehatan ada 3 jenis yaitu: Pengawasan
pembinaan, pengawasan periodik dan terjadwal dan pengawasan dengan tinjauan
langsung berdasarkan laporan. Hasil penelitian menunjukan bahwa, pengawasan
yang di lakukan oleh Dinas Kesehatan dalam pengawasan penyelenggaraan
apotek sudah dilakukan dengan baik karena sudah berhasil menekan angka
pelanggaran yang dilakukan oleh apotek di Kabupaten bantul dalam kurun waktu
2 (dua) tahun terakhir. Dengan demikian dinas kesehatan Kabupaten Bantul telah
berhasil menerapkan regulasi peraturan di bidang kesehatan dalam pengawasan
penyelenggaraan apotek di Kabupaten Bantul.
HALAMAN MOTTO
“Hai segala manusia, sungguh telah datang kepadamu pengajaran dari
Tuhanmu dan menyembuhkan apa yang dalam dada (hati), lagi petunjuk
dan rahmat bagi orang-
orang yang beriman”
(Q.S.Yunus ayat 57)
Usamah bin Syarik berkata, ada seorang arab badawi berkata kepada Nabi
Shallallahu „
alaihi wa sallam:
“ Wahai Rosululloh, apakah kita berobat?, Nabi bersabda, “berobatlah,
karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit, kecuali pasti
menurunkan obatnya, kecuali satu penyakit (yang tidak ada obatnya),”
mereka bertanya,” apa itu”
Nabi bersabda,” penyakit tua.”
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan sebagi wujud rasa hormat dan terima kasih
yang tak terhingga kepada :
Ayahanda Agus Tri Widiyantara dan Ibunda Rini Astuti
Adikku Adhitama Pangestu Azhari
KATA PENGANTAR
Assalamu’ alaikum Wr. Wb
Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan Rahmat Hidayat beserta ‘InayahNya bagi penulis sehingga
dapat menyelesaikan skripsi/tugas akhir dengan judul
“KEBIJAKAN
PENGAWASAN PENYELENGGARAAN APOTEK OLEH PEMERINTAH
DAERAH KABUPATEN BANTUL”
, yang merupakan syarat untuk
menyelesaikan studi jenjang program Strata Satu (S1) pada Jurusan Ilmu Hukum
Fakultas Muhammadiyah Yogyakarta serta sebagai persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H).
Tidak lupa penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada berbagai pihak yang telah membantu dan membimbing dengan kesabaran
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini, terutama pada :
1.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah memberikan kepada hamba nikmat
kehidupan, kesehatan, kemampuan, akal fikiran serta selalu melindungi
hamba dari segala mara bahaya sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini
dengan lancar.
2.
Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kita dari semua kegelapan
hingga zaman yang penuh peradaban yang bermartabat sehingga kita dapat
menerima pendidikan yang baik dan berakhlak Islami.
3.
Ayahanda Agus Tri Widiyantara dan Ibunda Rini Astuti serta adikku
Adhitama Pangestu, terima kasih atas segala kasih sayang selama ini untuk
memberi semangat, dorongan, motivasi dan nasehat yang telah kalian
limpahkan kepadaku yang tak akan pernah bisa kubalas sampai akhir hayat
menjemput nanti.
4.
Dr. Trisno Raharjo, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
5.
Dr. Leli Joko Suryono, S.H., M.Hum., selaku Kepala Program Studi Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
6.
Nanik Prasetyoningsih, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I.
7.
Iwan Satriawan, S.H., MCL., selaku Dosen Pembimbing II.
8.
Nitakrit Rumantiningsih, S.Farm., selaku Kepala Seksi Penyelenggaraan
Regulasi Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul.
ix
motivasi dari jauh disana sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
ini.
DAFTAR ISI
.
JUDUL……….
.
HALAMAN PERSETUJUAN……….ii
HALAMAN PENGESAHAN………iii
HALAMAN
PERNYATAAN………iv
ABSTRAK………….………..
v
HALAMAN
MOTTO……….
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
………
vii
KATA PE
NGANTAR………..
viii
DAFTAR
ISI………
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Bel
akang Masalah……….1
B. Perumusa
n Masalah………7
C. Tujuan Penelitian………...7
D. Manfaat Penelitian………...7
xi
1. Standar Pelayanan Kefarmasian Apotek………..9
2. Pengertian……….9
B.
Pengawasan………...16
1. Pengawasan Menurut Hukum Tata Negara (HTN)………15
2. Pengawasan Berdasarkan Penyelenggaraan Apotek…………..18
3. Pengawasan Berdasarkan
Kamus Besar Bahasa Indonesia……19
4. Hubungan Pengawasan Dalam Penyelenggaraan
Apotek Berdasarkan Hukum Tata Negara (HTN)……….19
C.
Dinas Kesehatan………20
1. Kedudukan……….20
2. Fungsi……….20
3. Tujuan……….20
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Pe
nelitian……….
22
B. Metode Pendekatan………..23
C. Lokasi Pe
nelitian………...23
E. Teknik Peng
olahan Data………26
F. Analisi
s Data………..
27
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A.
Pengawasan Dalam Penyelenggaraan Apotek di Lingkungan
Pemerintah Daerah Kabupaten
Ba
ntul………....
...28
1.
Pengaturan Pengawasan Penyelenggaraan Apotek di
Kabupaten Bantul
…….………..28
2.
Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan
Apotek di Kabupaten Bantul……….……….28
3.
Analisis Terhadap Pelaksanaan Pengawasan Penyelenggaraan
Apotek di Kabupaten Bantul………..………28
B.
Sanksi Dalam Pelanggaran Pengawasan Penyelenggaraan
Apotek di Lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten
Bantul………..46
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………..69
B.
Saran………70
ABSTRAK
KEBIJAKAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN APOTEK OLEH
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANTUL
Oleh :
Prima Palaphan Bagaskara
20120610025
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan pengawasan
penyelenggaraan apotek oleh Pemerintah Dearah Kabupaten Bantul yang
tugasnya diemban oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. Penelitian ini
merupakan penelitian normatif dan empiris yang menggunakan metode
pendekatan undang-undang dan bagaimana undang-undang tersebut di
implementasikan di lapangan dengan menelaah undang-undang dan regulasi
dengan isu yang ditangani. Sedangkan teknik yang digunakan dalam
pengumpulan data wawancara dengan menggunakan kuisioner yang dilakukan
dari dua sisi yaitu Dinas Kesehatan dan Apotek. Hasil dari penelitian meliputi
pengawasan yang dilakukan Dinas Kesehatan ada 3 jenis yaitu: Pengawasan
pembinaan, pengawasan periodik dan terjadwal dan pengawasan dengan tinjauan
langsung berdasarkan laporan. Hasil penelitian menunjukan bahwa, pengawasan
yang di lakukan oleh Dinas Kesehatan dalam pengawasan penyelenggaraan
apotek sudah dilakukan dengan baik karena sudah berhasil menekan angka
pelanggaran yang dilakukan oleh apotek di Kabupaten bantul dalam kurun waktu
2 (dua) tahun terakhir. Dengan demikian dinas kesehatan Kabupaten Bantul telah
berhasil menerapkan regulasi peraturan di bidang kesehatan dalam pengawasan
penyelenggaraan apotek di Kabupaten Bantul.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul perkembangan
apotek saat ini terus menunjukkan peningkatan yang signifikan. Apotek menjadi
sebuah kebutuhan penting bagi masyarakat, saat ini apotek menjadi penyuplai
obat
–
obatan bagi masyarakat baik di perkotaan maupun pedesaan. Data dari
Dinas Kesehatan tahun 2015 menunjukkan jumlah apotek saat ini ada 115 di
Kabupaten Bantul yang tersebar di semua kecamatan di daerah tersebut.
1Semakin pesatnya pertumbuhan apotek tentu akan menimbulkan dampak,
baik itu dampak positif atau dampak negatif. Salah satu dampak positif tentu saja
memudahkan masyarakat untuk mencari obat di saat sedang mengalami
gangguan kesehatan. Tetapi dengan semakin berkembangnya jumlah apotek,
juga membawa dampak negatif berupa persaingan dari berbagai apotek tersebut.
Persaingan pada dasarnya adalah hal wajar apabila dilakukan dengan baik, akan
tetapi akan berubah menjadi buruk jika adanya sebuah persaingan yang tidak
sehat.
Di Kabupaten Bantul sempat terjadi sebuah kasus mengenai sebuah
apotek yang menjual obat psikotropika tanpa dengan resep dari dokter. Hal
tersebut jelas melanggar peraturan yang di dalamnya mengatur mengenai tata
1
cara pelayanan terhadap pasien (masyarakat). Hal tersebut kemudian diketahui
dan dilaporkan kepada pihak yang berwenang dalam penindakan terhadap
apotek. Kepala Seksi Penyelenggaraan Regulasi Kesehatan Dinas Kesehatan
(Dinkes) Bantul pada saat itu mengatakan penutupan berawal dari laporan pihak
distributor farmasi yang mencurigai pembelian obat-obatan psikotropika dalam
jumlah banyak oleh apotek tersebut.
2Begitu mudahnya terjadi pelanggaran dalam kasus tersebut, membuat
peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai kebijakan pengawasan
tersebut dengan membatasi ruang lingkupnya, yaitu mengenai penyelenggaraan
apotek di Kabupaten Bantul. Penelitian ini dituangkan dalam bentuk skripsi
dengan
judul
KEBIJAKAN
PENGAWASAN
PENYELENGGARAAN
APOTEK OLEH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANTUL (Studi di
Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul).
Kebijakan sendiri mempunyai artian aturan tertulis yang merupakan
keputusan formal organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur perilaku
dengan tujuan untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat. Namun di
dalam hukum, kebijakan lebih bersifat adaptif dan intepratatif. Meskipun
kebijakan juga mengatur apa saja yang diperbolehkan dan apa saja yang tidak
diperbolehkan, kebijakan diharapkan dapat bersifat umum tetapi tanpa
2
3
menghilangkan ciri lokal yang spesifik yaitu harus disesuaikan dengan kondisi
yang ada.
3Masih banyak kesalahan pemahaman maupun kesalahan konsepsi tentang
kebijakan. Beberapa orang menyebut Policy dalam sebutan “kebijaksanaan”,
yang maknanya sangat berbeda dengan kebijakan. Istilah Kebijaksanaan adalah
kearifan yang dimiliki oleh seseorang, sedangkan kebijakan adalah aturan
tertulis hasil keputusan formal organisasi. Contoh dari suatu kebijakan, yaitu:
1.
Undang- Undang
2.
Peraturan Pemerintah
3.
Keputusan Presiden
4.
Keputusan Menteri
5.
Peraturan Daerah
6.
Peraturan Bupati
7.
Keputusan Bupati
Setiap kebijakan yang dicontohkan tersebut bersifat mengikat dan wajib
dilaksanakan oleh obyek kebijakan dan dari contoh tersebut dapat diketahui
bahwa ruang lingkup kebijakan dapat bersifat makro, meso, dan mikro.
Di era modern ini tentulah suatu kebijakan dibuat untuk tujuan-tujuan
yang baik guna mencegah terjadinya suatu kesalahan di dalam menjalankan
kewajiban dan hak bagi setiap organisasi baik pemerintah maupun swasta,
maka diperlukannya sebuah pengawasan. Pengawasan itu sendiri mempunyai
3
peranan yang sangat penting di dalam organisasi, karena tidak bisa terlepas dari
masalah ketidaktertiban, penilaian, dan tujuan dari organisasi tersebut.
Beberapa diantara pengertian mengenai pengawasan yaitu:
1.
Menurut Harold Koontz dan Cyril
O’Donnel meny
atakan bahwa pengawasan
adalah
“penilaian dan koreksi atas pelaksanaan kerja yang dilakukan oleh
bawahan dengan maksud untuk mendapatkan keyakinan atau menjamin
bahwa tujuan-tujuan dan rencana-rencana digunakan untuk mencapai
tujuan”
.
42.
Menurut Hadayaningrat (1988), pengawasan adalah suatu proses dimana
pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang
dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan atau
kebijakan yang telah ditentukan, serta Hadayaningrat menuliskan bahwa
pengawasan harus berpedoman terhadap:
a.
rencana (
planning
) yang telah diputuskan,
b.
perintah terhadap pelaksanaan pekerjaan (
performance
),
c.
tujuan dan atau,
d.
kebijakan yang telah ditentukan sebelumnya.
53.
Menurut Soekarno (1986) “arti sesung
guhnya dari pengawasan ialah tugas
untuk mencocokan sampai dimanakah program atau rencana yang telah
digariskan itu dilaksanakan sebagaimana mestinya dan apakah telah mencapai
4
Raharjo Adisasmita, 2011, Pengelolaan Pendapatan dan Anggaran Daerah, Yogyakarta, Graha Ilmu.
5
5
hasil yang dikehendaki”. Ditambahkan pula bahwa pengawasan adalah suatu
proses yang menentukan tentang apa yang harus dikerjakan, agar apa yang
diselenggarakan sejalan dengan rencana.
64.
Pendapat yang terakhir dari Winardi (1983) yang mengemukakan pengertian
pengawasan yang dikutip dari pendapat George R Terry dalam buku
Principles of Management
edisi ketujuh sebagai berikut
: “pengawasan berarti
mendeterminasi apa yang telak dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi
prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakan-tindakan korektif
sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan apa yang direncakan dan lebih
lanjutnya dijelaskan bahwa pengawasan dapat dianggap sebagai aktifitas
untuk menemukan, mengoreksi penyimpangan-penyimpangan penting dalam
hasil yang dicapai dari aktivitas-aktivitas yang direncanakan.
7Dari pengertian-pengertian yang telah dikemukakan dapat diberikan
kesimpulan umum bahwa pengawasan hubungannya sangat erat dengan suatu
perencanaan, sehingga dapat dikatakan bahwa pengawasan dan perencanaan
adalah kedua sisi mata uang. Jelaslah bahwa rencana tanpa pengawasan akan
menimbulkan
penyimpangan-penyimpangan
dengan
tanpa
alat
untuk
mencegahnya.
Semua penjabaran mengenai kebijakan dan pengawasan tersebut dapat
kemudian dibuat suatu kesimpulan mengenai arti penting dari apa itu kebijakan
pengawasan. Kebijakan Pengawasan yaitu mengevaluasi, mencocokkan, dan
6
Viktor, M. Situmorang, dan Jusuf Juhir, 1994, Aspek Hukum Pengawasan Melekat, Yogyakarta, Rineka Cipta, hlm. 20
7
menilai apakah suatu kegiatan telah sesuai dengan apa yang direncanakan dalam
kebijakan yang sudah diterapkan.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin membahas lebih detailnya dalam
kebijakan pengawasan dalam penyelenggaraan apotek sesuai dengan yang ada di
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan. Sesuai dengan Bab IV mengenai tanggung jawab pemerintah pada
P
asal 14 ayat (1) yang berbunyi “Pemerintah bertanggung jawab merencanakan,
mengatur, menyelenggarakan, membina dan mengawasi upaya kesehatan yang
merata dan terjangkau oleh masyarakat.
Dalam pembahasannya oleh Pemerintah Kabupaten Bantul mengenai
kebijakan pengawasan penyelenggaraan apotek, kemudian dituangkan dalam
sebuah Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 9 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan dan Perizinan di Bidang Kesehatan. Di dalam
Peraturan Daerah ini disebutkan
dalam Pasal 3 “Setiap orang dan/atau badan
yang akan menyelenggarakan pelayanan kesehatan atau kegiatan yang terkait
dengan kesehatan diwajibkan memiliki izin, surat tanda daftar, sertifikasi
dan/atau rekomendasi”. A
potek merupakan salah satu fasilitas pelayanan
7
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam pendahuluan, maka
disusunlah perumusan masalah, yaitu:
1.
Bagaimana pengawasan dalam penyelenggaraan apotek di lingkungan
Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul?
2.
Apa sanksi terhadap pelanggaran dalam pengawasan penyelenggaraan apotek
di lingkungan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bantul?
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah:
1.
Untuk mengetahui pengawasan dalam penyelenggaraan apotek oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul.
2.
Untuk mengkaji penerapan sanksi terhadap pelanggaran dalam kebijakan
pengawasan penyelenggaraan apotek oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Bantul.
D.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:
1.
Manfaat Teoritis
Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran
2.
Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca
dan bagi mereka yang berminat di bidang hukum, serta dijadikan bahan
masukan mengenai kebijakan pengawasan penyelengaraan apotek oleh
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
yang menjelaskan mengenai apotek di antaranya:
1. Standar Pelayanan Kefarmasian Apotek
a.
Sebagai pedoman praktik apoteker dalam menjalankan tugasnya.
b.
Untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional.
c.
Melindungi profesi dalam menjalankan praktik kefarmasian.
2. Pengertian
Menurut Kamus B
esar Bahasa Indonesia, “Apotek” adalah toko tempat
meramu dan menjual obat berdasarkan resep dokter serta memperdagangkan
barang medis.
1Pengertian apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1332/MenKes/SK/X/2002, Apotek adalah suatu
tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian penyaluran
perbekalan farmasi kepada masyarakat.
Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud diantaranya pengadaan obat,
penyimpanan obat, pembuatan sediaan obat, peracikan, penyaluran dan
penyerahan perbekalan farmasi serta memberikan informasi kepada masyarakat
1
mengenai pembekalan kefarmasian yang terdiri dari obat, bahan obat, obat
tradisional, alat kesehatan dan kosmetik. Tidak hanya menjalankan pekerjaan
kefarmasian, tetapi tugas pokok dan fungsi apotek juga harus dijalankan
dengan sebaik
–
baiknya sesuai dengan standard prosedur yang telah ditetapkan.
Pengelolaan yang biasa dilakukan di apotek antara lain:
a.
Pengadaan
Apotek menggunakan sistem pemesanan salesman yang datang
langsung ke apotek atau melalui pesawat telepon untuk memenuhi
pengadaan barang. Masalah yang sering dihadapi di apotek dalam
pengadaan yaitu keterlambatan dalam pengadaan obat yang disebabkan oleh
kekosongan pabrik, dalam mengatasi masalah ini dilakukan dengan cara
memesan obat dari jauh
–
jauh hari dan tidak menunggu stok obat tersebut
kosong.
2Pemesanan dari jauh-jauh hari ditujukan agar apotek mempunyai
cadangan stok apabila persediaan obat-obatan yang dimaksud menipis dan
permintaan akan obat tersebut terus ada setiap hari, sehingga pasien atau
masyarakat tidak perlu khawatir akan ketersediaan obat.
b.
Penyimpanan
Untuk menyimpan sediaan obat dan alat kesehatan di apotek di susun
berdasarkan abjad, bentuk sediaan dan stabilitas atau kesesuaian suhu pada
penyimpanan obat dan yang dimaksudkan dalam hal tersebut yaitu:
2
Hartini, Yustina Sri dan Sulasmono, 2010, Apotek Beserta Naskah Peraturan
Perundang-Undangan Terkait Apotek Termasuk Naskah dan Ulasan Permenkes tentang Apotek Rakyat Edisi
11
1)
Golongan obat
Penyimpanan obat berdasarkan golongan obat, seperti obat bebas, bebas
terbatas obat keras dan obat narkotik. Tidak mengalami masalah yang
berarti dan sesuai dengan standar yang ditetapkan.
2)
Abjad
Penyimpanan obat yang letaknya berdasarkan abjad agar dalam
pencarian dan pngelolaan obat tidak terganggu.
3)
Bentuk sediaan
Penyimpanan obat berdasarkan bentuk sediaannya, seperti sirup bebas,
sirup ASKES, salep, injeksi, cairan dan lain-lain.
4)
Suhu
Penyimpanan obat berdasarkan suhu penyimpanan agar obat tidak
rusak, seperti insulin disimpan dalam lemari es supaya tidak merusak
bentuk dan khasiatnya.
c.
Penyaluran
Penyaluran obat di apotek dilakukan dengan 2 (dua) macam cara,
diantaranya:
1)
Resep
2)
Non resep
Pembelian obat yang dilakukan tidak menggunakan resep atau
penjualan obat bebas. Masalah yang sering dihadapi adalah penyaluran
obat psikotropika yang disalurkan bebas tanpa menggunakan resep
dokter maupun petunjuk dokter, penyaluran itu tidak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
d.
Pelaporan
Pelaporan di apotek antara lain:
1)
Laporan harian merupakan laporan yang berisikan tentang barang yang
terjual, pengeluaran dan pemasukan obat yang masuk. Laporan harian
yang dilakukan sesuai jumlah obat yang masuk dan keluar setiap
harinya.
2)
Laporan bulanan biasanya berisi tentang laporan obat golongan
Narkotika dan Psikotropika yang masuk dan keluar dalam kurun waktu
satu bulan.
Laporan Narkotika dan Psikotropika dilakukan oleh seorang
asisten apoteker yang diserahkan kepada Dinas Kesehatan dan laporan
13
Dalam penulisan obat-obatan yang didalamnya mengandung
Narkotika dan Psikotropika harus memenuhi beberapa syarat-syarat,
diantaranya:
1)
Ditulis oleh dokter serta diberi garis merah di bawah obat,
2)
resep berlaku hanya satu kali/ tidak boleh di salin,
3)
ada alamat dokter,
4)
ada alamat pasien.
3e.
Pengelolaan Sumber Daya
1)
Sumber Daya Manusia
Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola
oleh seorang apoteker profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker
senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan
pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu
berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pemimpin
dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara
efektif, selalu belajar sepanjang karier dan membantu memberi
pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.
2)
Sarana dan Prasarana
Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh
masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas
tertulis kata apotek. Apotek harus dengan mudah di akses anggota
masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat
terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini
berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta
mengurangi resiko kesalahan penyerahan.
Apotek harus memiliki:
a)
Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
b)
Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk
penempatan brosur/materi informasi.
c)
Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yangt dilengkapi
dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan
medikasi pasien.
d)
Ruang racikan.
e)
Tempat pencucian alat.
f.
Tata Cara Pemberian Izin Apotik
Ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek diatur dalam
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang
perubahan
atas
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
922/MenKes/Per/X/1993. Izin apotek diberikan oleh Menteri yang
kemudian wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Kepala Dinas
15
B.
Pengawasan
1.
Pengawasan berdasarkan Hukum Tata Negara (HTN)
Pengawasan adalah istilah yang cukup umum di dengar terutama
menyangkut hukum Tata Negara. Seperti kita ketahui, salah satu tugas
DPR atau DPRD adalah melakukan fungsi pengawasan. Kita juga
mengenal istilah pengawasan terhadap keuangan negara. Di dalam
leglislatif dan yudikatif, pengawasan menempati posisi penting untuk
menentukan keberhasilan suatu manajemen organisasi. Melalui
pengawasan, akan diketahui kenyataan sebenarnya mengenai objek yang
diawasi, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak.
Pengawasan merupakan sarana untuk menghubungkan target
dengan realisasi setiap program atau kegiatan proyek yang harus
dilaksanakan oleh pemerintah. Fungsi pengawasan dapat dilakukan setiap
saat, baik selama proses manajemen dan administrasi berlangsung,
maupun setelah berakhir untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan
suatu organisasi atau unit kerja.
Istilah pengawasan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris
controlling
yang merupakan salah satu fungsi manajemen. Makna istilah
pengawasan agaknya tidak terlalu sulit untuk dipahami, bahkan hampir
semua orang sudah tahu apa yang dimaksud dengan pengawasan, tetapi
untuk memberi batasan mengenai pengertian pengawasan tidaklah
Beberapa pengertian pengawasan menurut para ahli:
4a.
Menurut Rahman Lubis, pengawasan adalah proses kegiatan untuk
mengetahui hasil pelaksanaan, kesalahan, kegagalan, untuk
memperbaiki kemudian mencegah sehingga pelaksanaannya tidak
berbeda dengan rencana yang telah ditetapkan.
5b.
Sondang Siagian juga menjelaskan bahwa pengawasan adalah proses
pengamatan keseluruhan kegiatan organisasi untuk menjamin agar
semua pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana
sebelumnya yang direncakan.
6c.
George R. Terry juga menyimpulkan pendapat yang mengatakan
bahwasannya pengawasan adalah proses penentuan apa yang harus
dicapai yaitu standar, apa yang dilakukan yaitu menilai pelaksanaan
dan bila perlu melakukan perbaikan
–
perbaikan sehingga pelaksanaan
sesuai rencana, yaitu selaras dengan standar.
7Berdasarkan beberapa pengertian pengawasan menurut ahli
tersebut, dapat dikatakan bahwa pengawasan pada dasarnya dilaksanakan
selama proses pelaksanaan kegiatan tersebut sampai berakhirnya suatu
kegiatan yang berguna untuk menjamin bahwa penyelenggaraan seluruh
proses administrasi dan manajemen dapat tercapai efisien, efektif,
ekonomis, dan produktif. Dengan demikian pengawasan bukan hanya
4
Raharjo Adisasmita, 2011, Pengelolaan Pendapatan dan Anggaran Daerah, Yogyakarta, Graha Ilmu.
5
H. Ibrahim Lubis, 1985, Pengendalian dan Pengawasan Proyek dalam Manajemen, Jakarta, Ghalia Indonesia.
6
Sondang P. Siagian, 2004, Filsafat Administrasi, Yogyakarta, Bumi Aksara, hlm 135.
7
17
untuk mencari kesalahan
–
kesalahan tetapi berusaha untuk menghindari
penyimpangan-penyimpangan dari suatu rencana.
82.
Pengawasan Berdasarkan Penyelenggaraan Apotek
Pengawasan berdasarkan penyelenggaraan apotek mempunyai arti
peranan dari pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap
apotek sesuai dengan tata cara menurut peraturan perundang
–
undangan yang telah dibuat oleh pemerintah. Dalam hal ini pemerintah
menyerahkan wewenang terhadap penyelenggaraan apotek kepada
dinas terkait yaitu Dinas Kesehatan. Untuk menjalankan semua
regulasi
dari
peraturan-peraturan
yang
berhubungan
dengan
penyelenggaraan apotek di Kabupaten Bantul.
Pengawasan yang dilakukan oleh dinas terkait terhadap
penyelenggaraan apotek, yaitu:
1)
Perijinan terhadap penyelenggaraan apotek.
2)
Administrasi dalam proses pelayanan yang dilakukan apotek.
3)
Pelaporan SIPNAP (Sistem Pelaporan
Narkotika dan Psikotropika).
4)
Tata cara dalam pengelolaan obat yang dilakukan oleh apotek.
5)
Pelayanan yang diberikan oleh apotek kepada pembeli (pasien).
93.
Pengawasan Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia
8
Riski Leonardi Pasoa, Pengertian Pengawasan Menurut Para Ahli, Diakses 14 April 2016 http://everythingaboutvanrush88.blogspot.co.id/2015/08/pengertian-pengawasan -menurut-para-ahli.html?
9
Pengawasan yaitu penilikan dan penjagaan, penilikan dan
pengarahan kebijakan jalannya perusahaan; melekat pengawasan yang
langsung dilakukan oleh pejabat terhadap bawahannya di setiap
organisasi atas setiap tugas yang menjadi tanggung jawab bawahannya
itu; preventif pengawasan terhadap peraturan daerah dan keputusan
kepala daerah mengenai pokok tertentu yang akan berlaku sesudah ada
pengarahan oleh pejabat berwenang; represif penangguhan atau
pembatalan peraturan daerah atau keputusan kepala daerah oleh
pejabat berwenang; umum pengawasan yang dilakukan pemerintah
pusat terhadap segala kegiatan usaha pemerintah daerah.
104.
Hubungan Pengawasan dalam Penyelenggaraan Apotek Berdasarkan
Hukum Tata Negara
Dengan berdasarkan pengertian
–
pengertian yang telah
dikemukakan,
maka
tersusunlah
arti
penting
pengawasan
penyelenggaraan apotek yaitu proses pelaksaan kegiatan pelaksanaan
penyelenggaraan apotek dari saat mulainya pelaksanaan sampai
berakhirnya kegiatan yang berguna untuk menjamin adanya perijinan,
administrasi, tata cara, pelayanan yang baik dalam penyelenggaraan
apotek agar tercapai efisien, efektif, ekonomis, dan produktif yang
dilakukan tidak hanya untuk mencari kesalahan
–
kesalahan, tetapi
10
19
untuk mencegah terjadinya penyimpangan
–
penyimpangan dalam
pelaksanaan penyelenggaraan apotek.
C.
Dinas Kesehatan
1.
Kedudukan
a.
Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang kepala dinas yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati
Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.
b.
Kepala Dinas Kesehatan diangkat dan diberhentikan oleh Bupati
dengan peraturan dan perundang
–
undangan yang berlaku.
2.
Fungsi
Dinas Kesehatan mempunyai fungsi pelaksana rumah tangga di
bidang kesehatan, palaksana tugas perbantuan, dan tugas lain
–
lain yang
diberikan oleh Kepala Dinas.
3.
Tujuan
Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut Dinas
Kesehatan Kabupaten Bantul mempunyai tugas pokok sebagai berikut :
a.
Menyusunan rencana dan program kebijaksanaan teknis di bidang
kesehatan.
b.
Melaksanakan pembinaan umum di bidang kesehatan berdasarkan
c.
Melaksanakan kebijakan teknis di bidang upaya pelayanan kesehatan
dasar dan upaya pelayanan kesehatan rujukan dan farmasi
berdasarkan kebijaksanaan yang di tetapkan Bupati.
d.
Melaksanakan pembinaan operasional sesuai kebijakan yang di
tetapkan oleh Bupati.
e.
Memberikan perijinan di bidang kesehatan sesuai kebijaksanaan
yang di tetapkan oleh Bupati berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
f.
Melaksanakan pengawasan dan pengendalian teknis di bidang
kesehatan sesuai peraturan perundang
–
undangan yang berlaku.
g.
Melaksanakan pengendalian dan pembinaan UPTD dalam lingkup
tugasnya.
h.
Malaksanakan pengelolaan rumah tangga dan tata usaha dinas.
i.
Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai bidang
tugasnya.
11
11
21
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan cara utama untuk memperoleh data yang
lengkap dan dapat di pertanggung jawabkan secara ilmiah sehingga tujuan dari
penelitian dapat tercapai. Metode penelitian juga merupakan cara atau langkah
sebagai pedoman untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam tentang
suatu gejala atau merupakan cara untuk memahami obyek yang menjadi sasaran
dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.
1A.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu normatif
–
empiris (
applied law research
), menggunakan studi kasus hukum normatif
–
empiris berupa produk perilaku hukum. Penelitian normatif
–
empiris bermula dari
ketentuan hukum positif tertulis yang diberlakukan pada peristiwa hukum
in
concreto
dalam masyarakat, sehingga dalam penelitiannya selalu terdapat
gabungan dua tahap kajian, yaitu:
21.
Tahap pertama adalah kajian mengenai hukum normatif yang berlaku.
2.
Tahap kedua adalah penerapan pada peristiwa
in concreto
guna mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Penerapan tersebut dapat diwujudkan melalui
perbuatan nyata dan dokumen hukum. Hasil penerapan akan menciptakan
1
Soerjono Soekanto, 2010, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI press,,hlm 4 2
pemahaman realisasi pelaksanaan ketentuan
–
ketentuan hukum normatif yang
dikaji telah dijalankan secara patut atau tidak.
Karena penggunaan kedua tahapan tersebut, maka penelitian hukum
normatif
–
empiris membutuhkan data primer dan data sekunder.
B.
Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan undang
–
undang dan bagaimana undang
–
undang tersebut di
implementasikan di lapangan (
applied law method
), dilakukan dengan
menelaah undang
–
undang dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum
yang ditangani. Dalam hal ini peneliti akan menelaah secara mendalam
mengenai peraturan
–
peraturan perundangan yang bersangkutan dengan
penyelenggaraan apotek.
3C.
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. Penelitian
dilakukan di Kabupaten Bantul karena dalam beberapa tahun kebelakang, di
media cetak atau media elektronik terdapat berita mengenai pelanggaran
penyelenggaran apotek yang terjadi di daerah Pundong yang menyebabkan
apotek tersebut ditutup sementara. Peneliti ingin melihat lebih jauh peran dari
Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul menyikapi kejadian tersebut, yang dalam
prosesnya memberikan tanggung jawab kepada Dinas Kesehatan sebagai pihak
yang menerapkan regulasi peraturan mengenai penyelenggaraan apotek.
3
23
D.
Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang akurat dan obyektif, maka dalam penelitian
ini dilakukan dengan cara pengumpulan data. Data
–
data tersebut dapat
diperoleh dari:
1.
Studi Kepustakaan
Data yang diperoleh dengan cara mempelajari buku
–
buku, literature,
peraturan perundang
–
undangan yang berhubungan dengan apotek. Data
yang diperoleh dari studi pustaka terdiri dari:
a.
Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri atas peraturan
perundang-undangan yang diurutkan berdasarkan hierarki. Dalam
penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan yaitu:
1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2)
Undang
–
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
3)
Undang
–
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
4)
Undang
–
Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika;
5)
Pemerintah Nomor 26 Tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotek;
6)
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
7)
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi Izin Praktik dan Izin
Kerja Tenaga Kefarmasian;
8)
Keputusan Menteri
Kesehatan Republik
Indonesia Nomor
1332/MenKes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 992/MenKes/Per/XX/1993
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek
9)
Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 9 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan dan Perizinan di Bidang Kesehatan;
10)
Peraturan Bupati Bantul Nomor 77 Tahun 2014 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan dan Perizinan di Bidang Kesehatan.
b.
Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder
diambil dari literature, dokumen, yurisprudensi, skripsi, jurnal-jurnal
hukum, dan hasil penelitian yang berkaitan dengan objek penelitian.
c.
Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan
petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder, seperti Kamus Besar Ilmiah Populer dan Kamus
25
2.
Penelitian Lapangan
Data yang di kumpulkan dalam penelitian lapangan adalah data
primer. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari objek
yang diteliti.
4Data yang dikumpulkan dari penelitian lapangan berupa
wawancara dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan terhadap
responden dari dua sisi, yaitu dari Dinas Kesehatan dan Apotek.
Responden dari Dinas Kesehatan yaitu Nitakrit Rumantiningsih,
S.Farm (Kepala Seksi Penyelengaraan Regulasi Kesehatan Dinas Kesehatan
Kabupaten Bantul), serta Siti Fatonah (Staf Seksi Penyelengaraan Regulasi
Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul) yang berkaitan dengan
Apotek. Sedangkan dari apotek akan mewawancarai responden dari
pengelola apotek Embun di Kabupaten Bantul.
E.
Teknik Pengolahan Data
Dalam penelitian empiris kualitatif pengolahan data yang dilakukan
dengan memeriksa kembali informasi yang diperoleh dari informan dan
narasumber, serta dengan memperhatikan keterkaitan informasi.
Selanjutnya peneliti melakukan editing dengan maksud agar data dan
informasi menjadi lengkap.
54
HB Sutopo, Metode Penelitian Kualitatif , Surakarta, UNS Press, 2002, hlm.34
5
F.
Analisis Data
Untuk menganalisis data diperlukan Metode Analisis Kualitatif
yaitu uraian terhadap hasil penelitian dari data yang terkumpul dengan
tidak menggunakan angka
–
angka, tetapi analisisnya menggunakan kalimat
–
kalimat yang dapat dimengerti.
6Metode dalam penelitian dengan analisis
kualitatif akan menekankan lebih pada aspek pemahaman terhadap suatu
permasalahan yang akan membuat peneliti lebih mengerti akan
permasalahan dan dapat mengindikasikan atas permasalahan yang dapat
timbul ke depannya, serta mampu memberi masukan agar dapat
memberikan solusi dari permasalahan yang dapat timbul tersebut.
6
27
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A.
Pengawasan dalam Penyelenggaraan Apotek di Lingkungan Pemerintah
Daerah Kabupaten Bantul.
1.
Pengaturan Pengawasan Penyelenggaraan Apotek di Kabupaten Bantul
Berdasarkan pada Peraturan Bupati Bantul Nomor 77 Tahun 2014
tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan dan Perizinan di Bidang Kesehatan pada Pasal 28
menjelaskan:
a.
Dinas Kesehatan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan pelayanan kesehatan.
b.
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana diatur dalam ayat (1)
dilaksanakan melalui tenaga pengawas, pemberian bimbingan,
supervisi, konsultasi dan kegiatan pemberdayaan lain.
Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul adalah pihak yang berkompeten
langsung dalam proses pengawasan penyelenggaraan apotek terutama di
lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul, karena Dinas Kesehatan adalah
pihak yang bertugas dalam menjalankan kebijakan regulasi dari peraturan
–
peraturan pemerintah terhadap penyelenggaraan apotek.
Kesehatan. Semua Kegiatan mengenai apotek dijalankan oleh seksi tersebut
dan dalam prosesnya selalu meminta persetejuan Kepala Dinas Kesehatan
sebelum menjalankan tugasnya masing-masing. Setiap pengawasan yang
dilakukan di monitor oleh kepala dinas baik langsung maupun tidak langsung
agar tidak terjadi kesalahan pada saat menjalankan pengawasan kepada setiap
apotek yang ada di Kabupaten Bantul.
Tanggung jawab yang dimiliki seorang kepala dinas tentulah besar,
disamping perlu memiliki kebijaksanaan, juga perlu memiliki jiwa
kepemimpinan yang besar untuk mengolah semua kegiatan terutama di bidang
kesehatan yang tentu merupakan hal yang wajib bagi setiap masyarakat untuk
mendapat hak dalam hal kesehatan. Tentu hal itu membuat pekerjaan rumah
yang banyak bagi dinas kesehatan agar kesehatan masyarakat tetap terjaga
dengan baik dan pemerintah tetap dapat mengakomodir kebutuhan setiap
warganya dengan menyiapkan sarana- sarana penunjang kesehatan yang salah
satunya adalah apotek.
Peranan luar biasa yang diberikan terhadap apotek tentulah
mempunyai tanggung jawab yang besar juga dari pengelola apotek, untuk
selalu memberikan pelayanan terbaik dan memberikan bantuan akan
obat-obatan dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Peluang yang bagus tersebut
seringkali disalahgunakan oleh oknum-oknum apotek untuk meraup
kentungan semata tanpa memikirkan aspek-aspek penunjang kesehatan yang
menjadi dasar patokan penyelenggaraan apotek, sehingga perlu adanya sebuah
29
angka pelanggaran terhadap penyelenggaraan kegiatan apotek di Kabupaten
Bantul.
2. Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Penyelenggaraan Apotek di Kabupaten
Bantul
Dinas Kesehatan sebagai instansi pemerintah yang melaksanakan
penerapan regulasi dalam pengawasan penyelenggaraan apotek di Kabupaten
Bantul mempunyai kebijakan mengenai bagaimana pengawasan yang
dilakukannya berdasarkan apa yang ada di dalam Peraturan Daerah yang
mengatur mengenai penyelenggaraan apotek. Kebijakan pengawasan
penyenggaraan apotek yang dimiliki oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul
ada 3 (tiga), yaitu:
a.
Pengawasan Pembinaan
Pengawasan pembinaan yaitu proses pengawasan yang dijalankan
rutin setiap setahun sekali dengan mengundang berbagai pihak yang
berhubungan dengan kebijakan dalam penyelenggaraan apotek. Pihak
–
pihak tersebut antara lain yaitu Dinas Kesehatan, Dinas Perijinan, Satpol
PP, Organisasi Profesi IAI ( Ikatan Apoteker Indonesia), BBPOM ( Balai
Besar Pengawas Obat dan Makanan), dan dari semua Pengelola Apotek
yang tersebar di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul.
membahas mengenai isu
–
isu terbaru dalam bidang penyediaan obat
–
obatan yang ada di pasaran yang diedarkan oleh apotek
–
apotek yang ada,
guna memberitahukan dan menjelaskan mengenai adanya obat
–
obatan
yang mungkin sudah tidak ada ijin edar ataupun obat
–
obatan yang telah
teruji berbahaya untuk di edarkan luas di masyarakat.
Hal
–
hal yang dibahas dalam pengawasan pembinaan terdapat
beberapa materi yang di dalamnya berisi mengenai unsur
–
unsur dari
penyelenggaraan apotek yaitu berupa kewajiban yang harus dipenuhi
pengelola dalam menyelenggarakan kegiatan apotek.
Dalam materi yang dimasukkan dalam pengawasan pembinaan
tersebut Dinas Kesehatan secara khusus meminta kepada seluruh
pengelola apotek tersebut untuk selalu memberikan laporan secara rutin
kepada pihak terkait guna kelancaran kegiatan apotek. Beberapa materi
yang terkait dalam pengawasan pembinaan itu meliputi laporan
penggunaan serta peredaran narkotika dan psikotropika yang dilakukan
apotek, selain itu juga berisi materi laporan yang harus diberikan berupa
keabsahan para tenaga farmasi yang bekerja di tempat tersebut, apakah
sudah memenuhi standar dengan memiliki surat ijin atau belum.
Laporan Narkotika dan Psikotropika dalam pengawasan meliputi
standar dalam penyelenggaraan apotek dalam proses peredaran narkotika
dan psikotropika apakah sudah memenuhi unsur yang ditentukan dalam
SIPNAP (Sistem Informasi Pelaporan Narkotika Psikotropika). Di
31
Undang
–
Undang sehingga apabila terjadi sebuah pelanggaran dalam
peredarannya di apotek bukan saja mendapatkan sebuah sanksi
administrasi dari instansi terkait penyelenggaraan apotek namun juga
dapat dipidanakan karena telah melanggar peraturan yang berlaku.
Saat peredaran obat-obatan yang mengandung narkotika dan
psikotropika lewat apotek dapat di minimalisir, masyarakat juga yang
merasakan dampaknya. Selain anak bangsa dapat terbebas dari penyalah
gunaan obat-obatan terlarang, juga dapat meningkatkan kepercayaan
masyarakat akan peran pentingnya apotek yang sesungguhnya yang tetap
menjalankan kegiatan benar-benar untuk kegiatan yang berhubungan
mengenai kesehatan secara professional dengan mengedarkan obat-obatan
sesuai fungsinya yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Kemudian laporan yang mengenai keabsahan dari tenaga farmasi
yang ada di apotek meliputi sudah terpenuhi atau belum para penanggung
jawab dari kegiatan apotek, diantaranya:
1)
Apoteker Penanggung Jawab yang bertugas sebagai pengelola utama
apotek serta orang yang memiliki tanggung jawab penuh dalam
berdirinya apotek dari menyiapkan perlengkapan, tenaga farmasi,
obat
–
obatan dan menyiapkan perijinan kegiatan apotek.
2)
Apoteker yang bertugas memberikan resep obat dan memberi
bantuan kepada pasien guna memilih jenis obat yang dibutuhkan
agar sesuai dengan kebutuhan pasien dalam masa penyembuhan dari
oleh apotek untuk mengemban tugas yang diberikan apoteker
pengelola dalam menjalankan kegiatan di apotek.
3)
Apoteker Pengganti atau apoteker pendamping yaitu seorang
apoteker yang menjadi apoteker cadangan dalam melaksanakan tugas
apoteker utama atau juga ikut membantu dalam melayani pasien
yang membutuhkan pertolongan. Seorang apoteker pendamping atau
pengganti tersebut juga diharuskan memiliki surat ijin sebagai
apoteker yang resmi, karena pekerjaan yang dilakukan juga
berhubungan langsung dalam memberikan obat-obatan yang sesuai
dengan yang diperlukan pasien.
4)
Tenaga Kefarmasian yaitu seorang pembantu dalam kegiatan farmasi
yang berfungsi untuk membantu tugas dari apoteker dalam melayani
pertolongan permintaan obat pasien di apotek, karena terkadang
dalam kegiatan apotek, pasien yang membutuhkan obat terlalu
banyak. Seorang tenaga kefarmasian yang bukan apoteker tidak di
perbolehkan untuk ikut membuat racikan sebuah obat, karena tenaga
kefarmasian tidak memiliki basic kemampuan layaknya yang
dimiliki seorang apoteker.
Selain dari keabsahan tenaga farmasi yang dibutuhkan oleh apotek,
33
Kesehatan sebagai instansi terkait yang bertanggung jawab dalam
pengawasan penyelenggaraan apotek.
Surat Ijin Apoteker tersebut dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan
terkait yang ada di daerah dengan terlebih dahulu seorang apoteker
mendapat rekomendasi dari Organisasi Profesi IAI (Ikatan Apoteker
Indonesia) barulah persyaratan diserahkan kepada Dinas Kesehatan untuk
ditanggapi dan diberi tembusan kepada pihak yang mengajukan sehingga
dengan itu dapat digunakan sebagai persyaratan penyelenggaraan apotek.
b.
Pengawasan Periodik dan Terjadwal
Pengawasan periodik dan terjadwal yang dilakukan yaitu berupa
pengawasan langsung di lokasi apotek yang terjadwal, yang dilakukan
oleh Dinas Kesehatan dan bekerja sama dengan instansi
–
instansi lain
antara lain dari Dinas Perijinan, Satpol PP, Organisasi IAI, dan BBPOM.
Pengawasan ini sendiri dilakukan sebanyak 10 kali dalam setahun, dan
masa efektif pengawasan tersebut selama 10 bulan, dikarenakan pada
akhir tahun akan ada pembukuan terhadap hasil laporan dari pengawasan
yang dilakukan periodik dan terjadwal tersebut. Dalam jangka satu tahun
tersebut rata
–
rata dapat melakukan pengawasan terhadap 20 apotek yang
ada di Kabupaten Bantul.
Dalam setiap pengawasan langsung yang dilakukan terdapat berita
acara hasil pengawasan yang ditulis oleh semua instansi
–
instansi terkait
guna dikumpulkan dan dijadikan dalam satu bandel berita acara untuk
Dari hasil berita acara itu kemudian dimasukkan kedalam arsip
pembukuan untuk rekomendasi penyelenggaraan apotek di tahun
selanjutnya dan bagi pengelola apotek
–
apotek yang bermasalah akan
mendapat pembinaan dari Dinas Kesehatan selama 3 bulan agar dapat
mengatasi permasalahan yang ada di apoteknya masing
–
masing.
c.
Pengawasan Tinjauan Langsung Berdasarkan Laporan
Pengawasan tinjauan langsung berdasarkan laporan yaitu saat
terdapat laporan permasalahan dari instansi BBPOM atas pelanggaran
yang dilakukan sebuah apotek. Karena BBPOM mempunyai hak dan
kewajiban melakukan pengawasan terhadap semua hal yang bersangkutan
dengan peredaran dan pengedaran obat
–
obatan di masyarakat.
Atas rekomendasi dari BBPOM yang dituangkan dalam berita
acara, Dinas Kesehatan dapat langsung menanggapi hal tersebut dengan
cara peninjauan langsung dan dapat pula melakukan penindakan langsung
di lokasi terhadap apotek pelanggar. Terlebih dahulu dinas kesehatan
mengundang semua pihak yang terkait dengan regulasi penyelenggaraan
apotek antara lain Dinas Perijinan, Satpol PP, Organisasi IAI, dan
BBPOM untuk datang langsung ke apotek bersangkutan guna melakukan
peninjauan langsung.
Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul dalam kebijakan pengawasan
penyelenggaraan apotek menggunakan regulasi yang diatur di dalam peraturan
35
1)
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1332/MenKes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 992/MenKes/Per/XX/1993
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
2)
Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 9 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan dan Perizinan di Bidang Kesehatan.
3)
Peraturan Bupati Bantul Nomor 77 Tahun 2014 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan dan Perizinan di Bidang Kesehatan.
Instansi
–
instansi yang terkait dalam pengawasan penyelenggaraan apotek
mempunyai tugasnya masing-masing, yaitu:
1)
Dinas Kesehatan
Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul adalah instansi utama yang
memberikan pengawasan dalam penyelenggaraan apotek di kabupaten
Bantul. Sebagai pengawas utama tentu bukan perkara mudah untuk
mengawasi apotek yang tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten
Bantul, maka terkadang juga membutuhkan bantuan dari instansi
terkait yang lain untuk ikut mengawasi. Dikarenakan Dinas Kesehatan
mempunyai tugas sebagai pihak yang bertanggung jawab langsung
kepada Bupati dalam laporan hasil pengawasan yang dilakukannya
terhadap apotek
–
apotek yang tersebar di lingkup Kabupaten Bantul,
maka Dinas Kesehatan selalu berpesan agar senantiasa apotek yang
pusat maupun pemerintah daerah. Dikarenakan Dinas Kesehatan
adalah pihak yang bertugas menyebarkan dan menerapkan kebijakan
dari regulasi yang ada tersebut, maka setiap ada penindakan terhadap
apotek adalah tugas pokok bagi dinas kesehatan untuk mengikut
sertakan instansi lainnya agar tidak terjadi kesalah pahaman yang dapat
berujung hal
–
hal yang tidak diinginkan.
2)
Dinas Perijinan
Mempunyai peran terhadap pengawasan penyelenggaraan apotek,
karena di dalam pengambilan keputusan terhadap boleh berdirinya
sebuah apotek dan juga tata cara dalam pelayanan dari apotek terhadap
masyarakat diatur dalam peraturan daerah yang di dalamnya terdapat
poin
–
poin yang bawasannya dinas perijinan adalah pihak yang dapat
mengeluarkan ijin operasi dari sebuah apotek.
Tanpa mendapat ijin dari Dinas Perijinan maka sebuah apotek
belum boleh melakukan operasional kerjanya, walaupun sudah
mendapat
rekomendasi
dari
Dinas
Kesehatan
tapi
apabila
persyaratannya menurut Dinas Perijinan belum lengkap maka tetap
tidak boleh beroperasi. Serta dalam pembahasannya dinas perijinan
dan dinas kesehatan harus selalu menjalin komunikasi agar tidak
terjadi kesalah pahaman dalam memberikan proses perijinan terhadap
penyelenggaraan apotek. Maka dari itu Dinas Perijinan merupakan
unsur penting dalam pengawasan penyelenggaraan apotek di
37