• Tidak ada hasil yang ditemukan

LKP : Studi Literature Untuk Meminimalkan Tower dan BTS yang Ada di Surabaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "LKP : Studi Literature Untuk Meminimalkan Tower dan BTS yang Ada di Surabaya."

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

KERJA PRAKTEK

Disusun Oleh :

MUH. RAHMAT DJOJOSUROTO ( 10.41020.0027 )

SEKOLAH TINGGI

MANAJEMEN INFORMATIKA & TEKNIK KOMPUTER

SURABAYA

2013

STIKOM

(2)

v

Kebutuhan untuk akses komunikasi yang begitu cepat, tidak lepas dari

peran pemerintah, khususnya Dinas Komunikasi dan Informasi kota Surabaya

(DINKOMINFO). Pada laporan ini membahas proses bagaimana cara untuk

meminimalkan tower dan BTS yang ada di kota Surabaya. Teknologi ini menggunakan pole atau micro tower dengan media fiber optik sebagai media koneksi jaringannya, yang terkoneksi ke suatu bangunan yang dinamakan BTS

Hotel. Saat ini (DINKOMINFO) sedang melakukan persiapan untuk penerapan

teknologi ini di kota Surabaya.

Dengan adanya menara telekomunikasi tersebut dapat meminimalkan

pertumbuhan tower dan BTS di kota Surabaya yang berimbas pada keindahan estetika kota Surabaya. Saat ini jumlah tower yang ada di kota Surabaya telah mencapai 364 tower dengan 8 operator. Tentunya keadaan seperti inilah yang dapat mengakibatkan semakin banyaknya menara telekomunikasi yang ada di

Surabaya dan semakin berkurangnya nilai estetika kota.

Diharapkan dengan adanya studi literature terhadap perencanaan penerapan teknologi microcell ini dapat mengurangi banyaknya menara yang ada sebelumnya dan dilakukan pada seluruh area kota Surabaya sehingga estetika kota

dapat menjadi lebih tertata dengan baik dan semakin berkurangnya daya listrik

yang di konsumsi oleh tower BTS.

Kata kunci: BTS, Microcell, Fiber Optik, Komunikasi, Dinkominfo

STIKOM

(3)

vii

Halaman

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... vii

BAB I.PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Malasah ... 2

1.3. Batasan Masalah ... 2

1.4. Tujuan ... 2

1.5. Kontribusi ... 2

1.6. Sistematika Penulisan ... 3

BAB II.GAMBARAN UMUM Dinkominfo Surabaya ... 5

2.1. Uraian Tentang Perusahaan ... 5

2.2. Sejarah Dinkominfo ... 8

2.3. Visi dan Misi ... 9

2.3.1. Visi ... 9

2.3.2. Misi ... 10

2.4. Struktur Organisasi ... 11

2.5. Tanggung Jawab dan Wewenang POSTEL ... 12

BAB III.LANDASAN TEORI ... 14

3.1. Telekomunikasi’ ... 14

STIKOM

(4)

vii

3.1.3. Analog Dan Digital ... 16

3.2. Pengertian BTS (Base Transceiver Station) ... 17

3.2.1. Jenis – Jenis tower BTS ... 17

3.2.2. Topologi BTS ... 21

3.3. Perlengkapan Dan Komponen Yang Terdapat Pada Tower... ... 22

3.3.1. Jenis Antena Sektoral ... 22

3.3.2. Jenis Antena Microwave (Parabola) ... 23

3.3.3. Jenis – Jenis Dari Penangkal Petir ... 24

3.3.4. Lampu BTS ... 26

3.3.5. Shelter ... 27

3.4 Microcell,Picocells Dan Repeater... 27

3.5 Macrocell... ... 29

BAB IV. PEMBAHASAN ... 30

4.1. Identifikasi Masalah ... 30

4.1.1 Peta Surabaya dengan Jumlah Menara ... 33

4.1.2 Kondisi Jalan Saat ini………. 33

4.2. Pembahasan ... 35

4.2.1 Penggunaan Microcell... 35

4.2.2 Metode Yang Akan Diterapkan……….. 36

4.2.3 Hasil Editan Foto……….. 45

STIKOM

(5)

vii

5.2. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 49

LAMPIRAN ... 50

STIKOM

(6)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kebutuhan akan komunikasi dewasa ini sangat penting baik untuk

berkomunikasi dengan kerabat dekat, keluarga dan teman. Dengan semakin

pesatnya industri telekomunikasi saat ini maka kebutuhan akan telekomunikasi

tidak hanya di kota-kota besar, mulai dari tingkat kabupaten sampai kecamatan.

Di kota Surabaya juga membutuhkan akses komunikasi untuk dapat saling

berhubungan meskipun berada di lokasi yang berbeda. Maka dari itu instansi

pemerintahan tepatnya Dinas Komunikasi Dan Informatika ( DINKOMINFO )

Surabaya memiliki tugas untuk menyediakan akses telekomunikasi di kota

Surabaya. Ketersediaan tersebut digunakan untuk berbagai macam kebutuhan.

Dengan fasilitas yang tersedia tentunya juga diperlukan proses

managemen di dalam akses komunikasinya. Dikota Surabaya tersedia kurang

lebih 350 menara Base Transceiver Station (BTS) yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan akses telekomunikasi yang mencakup seluruh area

Surabaya. Kapasitas menara yang tersedia tentunya akan diatur agar

penggunaannya menjadi lebih efisien, tetapi masalah timbul karena tidak

teraturnya menara yang dibangun menjadikan berkurangnya keindahan

pemandangan dan mengurangi estetika yang ada di kota Surabaya.

Terdapat solusi agar dapat menggurangi pertumbuhan menara, yaitu

dengan merancang teknologi microcell yang memiliki fungsi sebagai penganti menara pemancar. Teknologi ini sudah banyak digunakan di negara-negara maju,

teknologi microcell ini salah satunya didukung dengan menggunakan media

STIKOM

(7)

pengkabelan, yaitu dengan serat optik. Dengan serat optik sebagai media

penyaluran data dari satu pole microcell ke tempat yang di namakan BTS Hotel dengan kecepatan cahaya yang sangat cepat. Di samping itu biaya yang

dikeluarkan cukup terjangkau daripada membangun satu menara dengan kualitas

yang tidak kalah.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan suatu masalah

yaitu, “bagaimana microcell dapat diterapkan di kota Surabaya ?”

1.3Batasan Masalah

Agar permasalahan yang dikaji lebih terarah dan mendalam, maka

masalah yang akan dibahas adalah :

1. Studi mengenai teknologi microcell.

2. Peranan serat opik untuk menunjang teknologi microcell. 3. Desain Penerangan Jalan Umum (PJU) dengan microcell.

1.4Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai adalah memberikan sebuah kajian tentang

studi penerapan teknologi microcell yang akan di implementasikan pemerintah kota Surabaya.

1.5Kontribusi

Beberapa hal yang dapat diperoleh dari kegiatan kerja praktek di Dinas

Komunikasi dan Informatika Surabaya antara lain :

STIKOM

(8)

1) meningkatkan experience diri dalam bidang jaringan di lingkup kerja. Dalam hal ini jaringan telekomunikasi.

2) terwujudnya pengerjaan desain penerapan teknologi microcell

1.6Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan kerja praktek digunakan untuk

menjelaskan penulisan laporan per bab. Sistematika penulisan kerja praktek dapat

dijelaskan pada alinea di bawah ini.

BAB I : PENDAHULUAN

Menjelaskan tentang latar belakang masalah, inti dari permasalahan yang

disebutkan pada perumusan masalah, pembatasan masalah yang menjelaskan

tentang batasan-batasan dari sistem yang dibuat agar tidak menyimpang dari

ketentuan yang ditetapkan. Tujuan dari kerja praktek adalah jaringan

telekomunikasi, kemudian dilanjutkan dengan membuat sistematika penulisan

laporan kerja praktek.

BAB II : GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Menjelaskan tentang gambaran umum DINKOMINFO Surabaya. Gambaran

umum ini digunakan untuk menjelaskan kepada pembaca tentang sejarah dan

struktur organisasi Dinas Komunikasi dan Informatika Surabaya.

BAB III : LANDASAN TEORI

Berisikan tentang landasan teori menjelaskan tentang teori-teori penunjang

ini berisi tentang penjabaran yang akan di jadikan sebagai acuan analisa dan

pemecahan permasalahan yang dibahas, sehingga memudahkan penulis dalam

menyelesaikan masalah.

STIKOM

(9)

BAB IV : PEMBAHASAN

Bagian ini memuat uraian tentang pembahasan laporan selama kerja praktek

mengenai analisa sistem yang akan dibuat dan bagaimana merancangnya sehingga

menjadi sebuah sistem.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi kesimpulan serta saran sehubungan dengan adanya kemungkinan

pengembangan sistem pada masa yang akan datang.

STIKOM

(10)

5 BAB II

GAMBARAN UMUM DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA SURABAYA

2.1 Uraian Tentang Perusahaan

Dinas Komunikasi dan Informatika adalah Dinas yang mempunyai tugas

melaksanakan kewenangan daerah di bidang pengelolaan Teknologi Informasi

dan Komunikasi serta melaksanakan tugas pembantuan yang diberikan oleh

pemerintah dan pemerintah provinsi dimana dalam setiap kegiatannya selalu

berhubungan dengan pembangunan dan pengembangan sistem informasi,

pengembangan dan pemeliharaan jaringan komputer antar bidang, pengelolaan

produksi informasi dan publikasi, pengelolaan dan pengembangan komunikasi

publik, yang mana pada setiap kegiatan-kegiatan tersebut terbagi menjadi 3

bidang serta 1 sekretariat dan dikepalai oleh Kepala Bidang dari setiap bidangnya.

Sebagai lembaga pemerintahan yang mempunyai tanggungjawab besar

dan bergerak di dalam lingkungan pemerintah kota Surabaya, maka

DINKOMINFO mempunyai tugas pokok dan fungsi yang besar dalam

membangun Teknologi Informasi dan Komunikasi ( TIK ) di kota Surabaya.

Dinas Komunikasi dan Informatika kota Surabaya saat ini berkedudukan dan

menempati kantor dengan alamat Jl. Jimerto No. 25 – 27 lantai V Kantor Pemkot

Surabaya, telephone Telp. (031) 5312144 Pesawat 384; 527; 278; 175; 164; 232;

275;292 dan Fax. ( 031 ) 5450154.

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Dinas Komunikasi dan

Informatika Kota Surabaya didukung oleh 52 (Lima Puluh Dua) PNS. Untuk

STIKOM

(11)

mencapai efisiensi dan efektifitas kinerja, dilakukan pembagian tugas bagi pejabat

eselon, sesuai dengan peraturan Walikota Surabaya No. 42 Tahun 2011.

Berikut data jumlah pegawai Dinas Komunikasi dan Informatika Kota

Surabaya berdasarkan eselonisasi dan Tingkat Pendidikan sebagaimana grafik

berikut:

Gambar 2.1 Grafik PNS Dinkominfo Berdasarkan Eselon (dinkominfo.surabaya.go.id)

Gambar 2.2 Grafik PNS Dinkominfo Berdasarkan Tingkat Pendidikan (dinkominfo.surabaya.go.id)

STIKOM

(12)

Sedangkan bila ditinjau dari aspek sarana dan prasarana untuk

mendukung kinerja pengelolaan dan pelayanan kegiatan komunikasi dan

informatika, bahwa sebagaimana kondisi yang ada, fasilitas yang dimiliki Dinas

Komunikasi dan Informatika Kota Surabaya pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Tabel Fasilitas/Sarana. (dinkominfo.surabaya.go.id)

STIKOM

(13)

2.2 Sejarah Dinkominfo

Pada awalnya Badan Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi

(BAPETIKOM) berdiri pada bulan November 2005. Karena ada Peraturan baru

dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang

Organisasi Perangkat Daerah, maka di laksanakan langkah– langkah penyelarasan

dan penataan kembali organisasi perangkat daerah yang ada sebagai upaya

penguatan peraturan, akuntanbilitas kinerja kelembagaan Perangkat Daerah.

Bahwa untuk mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat melalui

langkah-langkah sebagai mana dimaksud diatas, telah di bentuk Organisasi

Perangkat Daerah sesuai karakteristik, kebutuhan dan potensi, kemampuan

keuangan Daerah serta ketersediaan sumber daya aparatur Peraturan Daerah

nomor 8 tahun 2008 pada tanggal 15 Desember 2008.

Dalam Peraturan Daerah tersebut, Badan Pengelolaan Teknologi

Informasi dan Komunikasi ditetapkan dan berubah menjadi Dinas Komunikasi

dan Informatika. Secara umum DINKOMINFO membawahi 51 PNS yang terbagi

dalam 4 bidang yaitu :

1. Sekretariat

2. Bidang Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi ( SKDI )

3. Bidang Aplikasi dan Telematika ( APTEL )

4. Bidang Pos dan Telekomunikasi ( POSTEL )

Sedangkan DINKOMINFO sendiri adalah Dinas yang mempunyai tugas

melaksanakan kewenangan daerah di bidang pengelolaan Teknologi Informasi

dan Komunikasi serta melaksanakan tugas pembantuan yang diberikan oleh

Pemerintah dan atau Pemerintah Provinsi dimana dalam setiap kegiatannya selalu

STIKOM

(14)

berhubungan dengan Pembangunan dan Pengembangan Sistem Informasi,

Pengembangan dan Pemeliharaan Jaringan Komputer Antar Bidang, Pengelolaan

Produksi Informasi dan Publikasi, Pengelolaan dan Pengembangan Komunikasi

Publik, yang mana pada setiap kegiatan-kegiatan tersebut terbagi menjadi 3

bidang yang dibawahi oleh kepala bidang dari setiap bidangnya. Sebagai Lembaga

pemerintahan yang mempunyai tanggung jawab besar dan bergerak di dalam

lingkungan Pemerintah Kota Surabaya maka tidak menutup kemungkinan

DINKOMINFO mempunyai tugas pokok dan fungsi yang besar dalam

membangun Teknologi Informasi dan Komunikasi ( TIK ) di Kota Surabaya.

2.3Visi danMisi

Adapun visi dan misi dari Dinas Komunikasi dan Informatika Surabaya

ini adalah sebagai berikut :

2.3.1 Visi

Visi Dinas Komunikasi dan Informatika Surabaya adalah :

“TERCIPTANYA SISTEM INFORMASI PEMERINTAH KOTA YANG

TERPADU MELALUI TEKNOLOGI INFORMASI & KOMUNIKASI”.

Pernyataan visi diatas mempunyai penjelasan bahwa terwujudnya Kota Surabaya

sebagai pusat perdagangan dan jasa dalam merespon semua peluang dan tuntutan

global, didukung oleh penyelenggaraan komunikasi dan informatika yang efektif

dan efisien.

STIKOM

(15)

2.3.2 Misi

Misi Dinas Komunikasi dan Informatika Surabaya adalah :

1. Meningkatkan kapasitas pelayanan informasi dan pemberdayaan potensi

masyarakat dalam rangka mewujudkan masyarakat berbudaya informasi.

2. Meningkatkan kerjasama kemitraan & pemberdayaan lembaga komunikasi &

informatika pemerintah & masyarakat.

3. Meningkatkan daya jangkau infrastruktur komunikasi & informatika untuk

memperluas aksesbilitas masyarakat terhadap informasi dalam rangka

mengurangi kesenjangan informasi.

4. Meningkatkan sumber daya manusia di bidang komunikasi & informatika

menuju profesionalisme

STIKOM

(16)

2.4 Struktur Organisasi

Adapun struktur organisasi dari Dinas Komunikasi dan Informatika

Surabaya tersebut adalah sebagai berikut :

Gambar 2.3 Struktur Organisasi. (dinkominfo.surabaya.go.id)

STIKOM

(17)

2.5Tanggung Jawab dan Wewenang Bidang Pos dan Telekomunikasi

Bidang Pos dan Telekomunikasi mempunyai tugas melaksanakan

sebagian tugas Dinas Komunikasi dan Informatika di bidang pos dan

telekomunikasi.Rincian tugas Bidang Pos dan Telekomunikasi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 123, sebagai berikut :

1. Pemrosesan teknis perizinan/rekomendasi sesuai Bidangnya;

2. Penertiban jasa titipan untuk kantor agen;

3. Pengawasan/pengendalian terhadap penyelenggaraan telekomunikasi yang

cakupan areanya kota, pelaksanaan pembangunan telekomunikasi dan

penyelenggaraan warung telekomunikasi, warung seluler atau sejenisnya;

4. Penanggungjawab panggilan darurat telekomunikasi;

5. Pengendalian dan penertiban terhadap pelanggaran standarisasi pos dan

telekomunikasi;

6. Pelaksanaan fasilitasi pelaksanaan koordinasi penyelenggaraan pos dan

telekomunikasi serta penggunaan frekuensi radio di daerah perbatasan dengan

negara tetangga;

2.5.1 Seksi Pos dan Standarisasi mempunyai fungsi :

1. Menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang

pos dan standarisasi;

2. Menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang

pos dan standarisasi;

3. Menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain

di bidang pos dan standarisasi;

STIKOM

(18)

4. Menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian di bidang pos dan

standarisasi;

5. Menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas;

6. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Pos dan

Telekomunikasi sesuai dengan tugas dan fungsinya.

2.5.2 Seksi Spektrum Frekuensi, Telekomunikasi dan Standarisasi Postel mempunyai fungsi :

1. Menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang

spektrum frekuensi telekomunikasi dan standarisasi postel;

2. Menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang

spektrum frekuensi telekomunikasi dan standarisasi postel;

3. Menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain

di bidang spektrum frekuensi telekomunikasi dan standarisasi postel;

4. Menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian di bidang spektrum

frekuensi telekomunikasi dan standarisasi postel;

5. Menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas;

6. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Pos dan

Telekomunikasi sesuai dengan tugas dan fungsinya.

STIKOM

(19)

14 BAB III LANDASAN TEORI

3.1 Telekomunikasi

3.1.1 Pengertian Telekomunikasi

Telekomunikasi adalah teknik pengiriman atau penyampaian informasi,

dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam kaitannya dengan 'telekomunikasi' bentuk

komunikasi jarak jauh dapat dibedakan atas tiga macam : (Theodore, 1996).

1. Komunikasi satu arah (simplex). Dalam komunikasi satu arah 11(simplex) pengirim dan penerima informasi tidak dapat menjalin komunikasi yang

berkesinambungan melalui media yang sama. Contoh :Pager, televisi, dan radio.

2. Komunikasi dua arah (duplex). Dalam komunikasi dua arah (duplex) pengirim dan penerima informasi dapat menjalin komunikasi yang berkesinambungan

melalui media yang sama. Contoh : Telepon dan VOIP.

3. Komunikasi semi dua arah (half duplex). Dalam komunikasi semi dua arah (half huplex) pengirim dan penerima informasi berkomunikasi secara bergantian namun tetap berkesinambungan. Contoh :Handy Talkie, FAX, dan

Chat Room.

Perangkat telekomunikasi bertugas menghubungkan pemakainya dengan

pemakai lain. Kedua pemakai ini bisa berdekatan tetapi bisa berjauhan. Kalau

menilik arti harfiah dari telekomunikasi (tele = jauh, komunikasi = hubungan

dengan pertukaran informasi) memang teknik telekomunikasi dikembangkan

STIKOM

(20)

manusia untuk menebus perbedaan jarak yang jauhnya bisa tak terbatas menjadi

perbedaan waktu yang sekecil mungkin.

Perbedaan jarak yang jauh dapat ditempuh dengan waktu yang sekecil

mungkin dengan cara merubah semua bentuk informasi yang ingin disampaikan

oleh manusia kepada yang lainnya menjadi bentuk gelombang elektromagnetik.

Gelombang elektromagnetik dapat bergerak dengan kecepatan yang sangat tinggi,

yakni diruang hampa adalah seratus ribu km per detik.

Jaringan telekomunikasi adalah segenap perangkat telekomunikasi yang

dapat menghubungkan pemakaiannya (umumnya manusia) dengan pemakai lain,

sehingga kedua pemakai tersebut dapat saling bertukar informasi (dengan cara

bicara, menulis, menggambar atau mengetik ) pada saat itu juga.

3.1.2 Komponen Dasar Telekomunikasi

Untuk bisa melakukan telekomunikasi, ada beberapa komponen untuk

mendukungnya yaitu : (Iradath, 2010).

1. Informasi, merupakan data yang dikirim/diterima seperti suara, gambar, file,

tulisan.

2. Pengirim, mengubah informasi menjadi sinyal listrik yang siap dikirim.

3. Penerima, menerima sinyal elektromagnetik kemudian digubah menjadi sinyal

listrik, sinyal diubah kedalam informasi asli sesuai dari pengirim, selanjutnya

diproses hingga bisa dipahami oleh manusia sesuai dengan yang dikirimkan.

4. Media, menghubungkan pengirim dan penerima dalam berkomunikasi serta

dalam bertukar informasi agar dapat berjalan dengan baik dan akurat.

STIKOM

(21)

5. Protokol, adalah jalur fisik dimana pesan berjalan dari pengirim ke penerima.

Beberapa contoh media transmisi termasuk kabel twisted-pair, kabel koaksial,

kabel serat optik, dan gelombang radio.

3.1.3 Analog dan Digital

Dalam mengubah informasi menjadi sinyal listrik yang siap dikirim, ada

dua cara pengiriman yang dipakai yaitu : (Joko, 2009).

1. Sinyal analog, mengubah bentuk informasi ke sinyal analog dimana sinyal

berbentuk gelombang listrik yang kontinu (terus menerus) kemudian dikirim

oleh media transmisi.

2. Sinyal digital, dimana setelah informasi diubah menjadi sinyal analog

kemudian diubah lagi menjadi sinyal yang terputus-putus (discrete). Sinyal yang terputus-putus dikodekan dalam sinyal digital yaitu sinyal "0" dan "1".

Dalam pengiriman sinyal melalui media transmisi, sinyal analog mudah

terkena gangguan terutama gangguan induksi dan cuaca, sehingga di sisi penerima

sinyal tersebut terdegradasi. Sementara untuk sinyal digital tahan terhadap

gangguan induksi dan cuaca, selama gangguan tidak melebih batasan yang

diterima, sinyal masih diterima dalam kualitas yang sama dengan pengiriman.

3.2 Pengertian BTS (Base Transceiver Station)

BTS adalah Base Transceiver Station. Terminologi ini termasuk baru dan mulai populer di era modern seluler saat ini. BTS berfungsi menjembatani

perangkat komunikasi pengguna dengan jaringan menuju jaringan lain. Satu

cakupan pancaran BTS dapat disebut Cell. Komunikasi seluler adalah komunikasi modern yang mendukung mobilitas yang tinggi. Dari beberapa BTS kemudian

STIKOM

(22)

dikontrol oleh satu Base Station Controller (BSC) yang terhubungkan dengan koneksi microwave ataupun serat optik.

BTS memancarkan gelombang elektromagnetik dengan frekuensi rendah

berkisar antara 900 s/d 1800 Mhz., yang dipancarkan oleh antena sektoral yang

nantinya akan ditangkap oleh antena HP pada masing-masing pelanggan HP.

(William, 2007).

3.2.1 Jenis - Jenis Tower BTS

Tower BTS (Base Transceiver System) sebagai sarana komunikasi dan informatika, berbeda dengan tower (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) SUTET Listrik PLN dalam hal konstruksi, maupun resiko yang ditanggung

penduduk di bawahnya. Tower BTS komunikasi dan informatika memiliki derajat keamanan tinggi terhadap manusia dan mahluk hidup di bawahnya, karena

memiliki radiasi yang sangat kecil sehingga sangat aman bagi masyarakat di

bawah maupun disekitarnya.

Tipe Tower jenis ini pada umumnya ada 3 macam yaitu : (Dynastya & Haryo 2013).

1) Tower 4 kaki 2) Tower 3 kaki 3) Tower 1 kaki

STIKOM

(23)

Gambar 3.1. Tower 4 kaki. ( http://www.tower-bersama.com)

Sangat jarang dijumpai roboh, karena memiliki kekuatan tiang pancang

serta sudah dipertimbangkan konstruksinya. Tower ini mampu menampung banyak antena dan radio. Tipe tower ini banyak dipakai oleh perusahaan-perusahaan bisnis komunikasi dan informatika yang bonafid. (Indosat, Telkom, Xl, dll).

Gambar 3.2. Tower 3 kaki. (http://www.tower-bersama.com) Dibagi 2 macam yaitu : (Dynastya & Haryo 2013).

1. Tower tiga kaki diameter besi pipa 9 cm keatas, atau yang lebih dikenal dengan nama triangle, tower ini juga mampu menampung banyak antena dan radio.

STIKOM

(24)

2. Tower tiga kaki diameter 2 cm ke atas. Beberapa kejadian robohnya tower

jenis ini karena memakai besi dengan diameter di bawah 2 cm. Ketinggian

maksimal tower jenis ini yang direkomendasi adalah 60 meter. Ketinggian rata-rata adalah 40 meter.

Tower jenis ini disusun atas beberapa stage (potongan). 1 stage ada yang 4 meter namun ada yang 5 meter. Makin pendek stage maka makin kokoh, namun

biaya pembuatannya makin tinggi, karena setiap stage membutuhkan tali pancang/spanner. Jarak patok spanner dengan tower minimal 8 meter. Makin panjang makin baik, karena ikatannya makin kokoh, sehingga tali penguat

tersebut tidak makin meruncing di tower bagian atas.

Gambar 3.3. Tower satu kaki. (http://www.tower-bersama.com) Dibagi 2 macam :

1. Tower yang terbuat dari pipa atau plat baja tanpa spanner, diameter antara 40 cm s/d 50 cm, tinggi mencapai 42 meter, yang dikenal dengan nama monopole.

2. Tower lebih cenderung untuk dipakai secara personal. Tinggi tower pipa ini sangat disarankan tidak melebihi 20 meter (lebih dari itu akan melengkung).

Teknis penguatannya dengan spanner. Kekuatan pipa sangat bertumpu pada

spanner.

STIKOM

(25)

Sekalipun masih mampu menerima sinyal koneksi, namun tower jenis ini tidak direkomedasi untuk penerima sinyal informatika (internet dan intranet) yang

stabil, karena jenis ini mudah bergoyang dan akan mengganggu sistem koneksi

datanya, sehingga komputer akan mencari data secara terus menerus (searching).

Tower ini bisa dibangun pada area yang dekat dengan pusat transmisi/ NOC = Network Operation Systems (maksimal 2 km), dan tidak memiliki angin kencang, serta benar-benar diproyeksikan dalam rangka emergency biaya.

Dari berbagai fakta yang muncul di berbagai daerah, keberadaan tower

memiliki resistensi/daya tolak dari masyarakat, yang disebabkan isu kesehatan

(radiasi, anemia dll), isu keselamatan hingga isu pemerataan sosial. Hal ini

semestinya perlu disosialisasikan ke masyarakat bahwa kekhawatiran pertama

(ancaman kesehatan) tidaklah terbukti. Radiasinya jauh diambang batas toleransi

yang ditetapkan World Health Organization (WHO).

Tower BTS 40 meter memiliki radiasi 1 watt/m2 (untuk pesawat dengan frekuensi 800 MHz) s/d 2 watt/m2 (untuk pesawat 1800 MHz). Sedangkan standar

yang dikeluarkan WHO maximal radiasi yang bisa ditolerir adalah 4,5 (800 MHz)

s/d 9 watt/m2 (1800 MHz). Sedangkan radiasi dari radio informatika/internet (2,4

GHz) hanya sekitar 3 watt/m2 saja. Masih sangat jauh dari ambang batas WHO 9

watt/m2. Radiasi ini makin lemah apabila tower makin tinggi. Rata-rata tower

seluler yang dibangun di Indonesia memiliki ketinggian 70 meter. Dengan

demikian radiasinya jauh lebih kecil lagi. Adapun mengenai isu mengancam

keselamatan (misal robohnya tower), dapat diatasi dengan penerapan standar material, dan konstruksinya yang benar, serta pewajiban perawatan tiap tahunnya.

STIKOM

(26)

3.2.2 Topology BTS

Gambar 3.4 Alur komunikasi selular secara sederhana. (William, 2007).

BTS & handphone sama-sama disebut transceiver karena sifatnya yang sama-sama bisa mengirim informasi & menerima informasi. Pada saat BTS

mengirim informasi kepada handphone, saat itu pula handphone juga bisa mengirim informasi kepada BTS secara bersama-sama selayaknya saat kita

mengobrol via telepon kita bisa berbicara bersamaan. Dalam topologinya BTS

berfungsi untuk menyediakan jaringan (interface) berupa sinyal radio gelembang elektromagnetik untuk penggunanya dalam hal ini adalah handphone, modem, fax dll. Frekuensinya mengikuti alokasi yang telah diberikan pemerintah kepada

operator masing-masing, ada yang di band 450Mhz, 800Mhz, 900Mhz, 1800 Mhz

maupun frekuensi diatas itu. Komunikasi dari arah BTS ke pengguna disebut

downlink, sedangkan jalur frekuensi yang digunakan mengirim informasi dari pengguna ke BTS disebut uplink

STIKOM

(27)

3.3 Perlengkapan Dan Komponen Yang Terdapat Pada Tower

Pada sebuh tower BTS terdapat komponen-komponen dan perlengkapan lainya yang harus ada pada tower telekomunikasi agar dapat bekerja dengan maksimal. Yaitu, terdapat beberapa antena sektoral, antena microwave, penangkal petir, lampu, shelter dan komponen yang ada didalamnya. Berikut beberapa penjelasannya. (Dynastya & Haryo 2013).

3.3.1 Jenis Antena Sectoral

Antena Sectoral hampir mirip dengan antena omnidirectional. Yang juga digunakan untuk Access Point to serve a Point-to-Multi-Point (P2MP) links.

Beberapa antena sectoral dibuat tegak lurus , dan ada juga yang horizontal. Antena sectoral mempunyai gain jauh lebih tinggi dibanding omnidirectional

antena di sekitar 10-19 dBi. Yang bekerja pada jarak atau area 6-8 km. Sudut

pancaran antena ini adalah 45-180 derajat dan tingkat ketinggian pemasangannya

harus diperhatikan agar tidak terdapat kerugian dalam penangkapan sinyal.

Pola pancaran yang horizontal kebanyakan memancar ke arah mana

antena ini di arahkan sesuai dengan jangkauan dari derajat pancarannya,

sedangkan pada bagian belakang antena tidak memiliki sinyal pancaran.

Antena sectoral ini jika di pasang lebih tinggi akan menguntungkan penerimaan yang baik pada suatu sector atau wilayah pancaran yang telah di tentukan. (Joko, 2009).

STIKOM

(28)

Gambar 3.5. Jenis dari antena sectoral. (http://www.tower-bersama.com)

3.3.2. Jenis Antena Microwave (Parabola)

Antena ini disebut juga dengan antena parabola. Antena parabola ini

memiliki radiasi gelombang elektromagnetik yang menyempit sehingga bisa

menjangkau jarak yang jauh. Sehingga antena parabola ini dipakai untuk

menghubungkan antar tower seolah-olah kabel yang tak terlihat.

Antena ini ada berbagai macam ukurannya, dari yang paling kecil 0.2m, 0.3m,

0.6m, 0.9m, 1.2m, 1.8m, 2.7m, 3.0m, sampai yang terbesar berdiameter 3.7m

bahkan 4.5m. Makin besar antena makin sempit radiasinya, sehingga makin jauh

jangkauannya. Istilah telco adalah makin tinggi Gain nya (Penguatannya). Tapi kalau antena besar perlu diperhatikan ruang di tower apakah mencukupi dan juga kekuatan tower. Dalam dunia telekomunikasi, antena yang bundar ini atau antena parabola ini dipakai oleh perangkat yang dinamai perangkat transmisi microwave

(gelombang mikro). (Joko, 2009).

STIKOM

(29)

Gambar 3.6. Jenis dari antena microwave (Parabola). (http://www.tower-bersama.com)

3.3.3. Jenis - Jenis Dari Penangkal Petir 1. FranklinRod

Alat ini berupa kerucut tembaga dengan daerah perlindungan berupa kerucut

imajiner dengan sudut puncak 112O. Agar daerah perlindungan besar, Franklin rod dipasang pada pipa besi (dengan tinggi 1-3 meter). Makin jauh dari Franklin rod makin lemah perlindungan di dalam daerah perlindungan tersebut. Franklin rod dapat dilihat berupa tiang-tiang di bubungan atap bangunan. 2. FaradayCage

Untuk mengatasi kelemahan Franklin Rod karena adanya daerah yang tidak terlindungi dan daerah perlindungan melemah bila jarak makin jauh dari Franklin Rod-nya maka dibuat system Faraday Cage. Faraday Cage mempunyai sistem dan sifat seperti Franklin Rod, tapi pemasangannya di seluruh permukaan atap dengan tinggi tiang yang lebih rendah.

STIKOM

(30)

3. IonizationCorona

Sistem ini bersifat menarik petir untuk menyambar ke kepalanya dengan cara

memancarkan ion-ion ke udara. Kerapatan ion makin besar bila jarak ke

kepalanya semakin dekat. Pemancaran ion dapat menggunakan generator listrik

atau batere cadangan (generated ionization) atau secara alamiah (natural ionization). Area perlindungan sistem ini berupa bola dengan radius mencapai sekitar 120 meter dan radius ini akan mengecil sejalan dengan bertambahnya

umur.

4. Radioaktif

Meskipun merupakan sistem penarik petir terbaik, namun sudah dilarang

penggunaannya karena radiasi yang dipancarkannya dapat mengganggu kesehatan

manusia. Selain itu sistem ini akan berkurang radius pengamanannya bersama

waktu sesuai dengan sifat radioaktif.

Petir yang ditarik kemudian disalurkan ke dalam tanah. Macam-macam

konduktor yang dapat digunakan untuk mengalirkan energi petir ke tanah serta

karakteristik utamanya adalah steel frame (rawan terhadap putus/gagal sambungan yang menyebabkan loncatan petir dan adanya arus induksi di sekeliling arus

petir), bare copper (ada arus induksi di sekeliling arus petir), dan coaxial cable

(arus induksi disekap di dalam cable). Sedangkan untuk grounding terminal, dapat berupa batang tembaga, lempeng tembaga atau kerucut tembaga, semakin luas

permukaan terminal dan semakin rendah tahanan tanah, maka semakin baik

sistem pentanahannya. (Iradath, 2010).

STIKOM

(31)

Gambar 3.7. Penangkal petir. (http://www.tower-bersama.com)

3.3.4. Lampu BTS

Lampu yang terdapat pada BTS adalah peralatan yang dapat mengubah

energi listrik menjadi energi cahaya. Lampu pada BTS juga dapat digunakan

[image:31.595.41.550.76.697.2]

sebagai penanda sinyal di sekitar lingkungan BTS.

Gambar 3.8. Lampu BTS. (http://www.tower-bersama.com)

STIKOM

(32)

3.3.5. Shelter

Shelter BTS adalah suatu tempat yang disitu terdapat perangkat-perangkat telekomunikasi. Untuk letaknya, biasanya juga tidak akan jauh dari suatu tower

atau menara karena adanya ketergantungan sebuah fungsi diantara keduanya,

yakni shelter BTS dan tower. Tower atau menara, berfungsi sebagai tempat antena, ODU radio dll. Sedangkan shelter BTS berfungsi sebagai media penyimpanan perangkat yang akan terhubung kesebuah central atau pusat perangkat.

Gambar 3.9. Shelter pada BTS. (http://www.tower-bersama.com)

3.4. Microcell Picocells Dan Repeater

Sering dilakukan untuk memperluas cakupan sel dengan menggunakan

menara base station yang lebih tinggi, tapi kadang-kadang ada wilayah tertentu yang sulit dijangkau, atau ada komunitas tertentu yang menarik banyak

permintaan telepon pada ruang kecil. Masalah-masalah itu dapat diatasi dengan

menggunakan microcell, picocell, dan repeater. Microcell adalah sel yang lebih kecil dari radius 500 m. Base station terhubung ke sistem telepon wireless seperti halnya sel lain. Karena cakupan area yang kecil, mikro dapat menggunakan

STIKOM

(33)

peralatan radio yang lebih kecil dan sederhana. Microcell dijual ke penyedia layanan dalam bentuk paket, sebuah peralatan, kadang-kadang dengan microwave link built-in untuk koneksi. Seperti namanya, repeater menerima sinyal dari sektor dari sebuah base station dan mentransmisikan kembali sinyal yang diterima ke daerah yang sulit dijangkau seperti terowongan. Repeater memang membutuhkan sumber daya eksternal, dan repeater memiliki dua set yaitu penerima dan antena pengirim. Namun, repeater tidak memiliki link langsung ke Public Switched Telephone Network (PSTN), seperti base station, microcell, dan picocells lakukan.

Repeater mengandalkan interfacenya dengan base station untuk membawa sinyal kembali ke PSTN. Repeater dapat menjadi sumber utama dari gangguan multipath

karena salinan pengiriman dari sinyal yang dilayani. Dalam sistem reuse

konvensional (tetapi tidak dalam CDMA), repeater dapat menggeser frekuensi sehingga berkomunikasi dengan sebuah base station pada satu set frekuensi tetapi berkomunikasi dengan terminal pengguna pada satu set yang frekuensi yang

berbeda. Dalam sistem CDMA, dimana repeater berkomunikasi dengan base station dan untuk komunikasi dengan terminal pengguna pada frekuensi yang sama, sambungan ke base station harus terisolasi dengan baik dari antena

repeater. (Dynastya., & Haryo S. 2013).

STIKOM

(34)

Gambar 3.10. Microcell. (http://www.tower-bersama.com)

3.5. Macrocell

Macrocell adalah teknologi pada saat ini yang sedang di terapkan dengan sel pada jaringan telepon selular yang dapat menyediakan coverage radio

yang dapat dilayani oleh daya base stationselular yang tinggi (tower). Umumnya,

macrocells menyediakan coverage yang lebih besar daripada microcell. Antena untuk macrocell dipasang pada tiang didarat atau rooftop dan struktur lain yang sudah ada, pada ketinggian yang memberikan pandangan yang jelas di atas

bangunan sekitarnya. Biasanya macrocell memiliki output daya puluhan watt. (Joko, 2009).

STIKOM

(35)

30

PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Masalah

Semakin banyaknya pertumbuhan menara telekomunikasi oleh para

provider telekomunikasi tersebut menjadikan ancaman bagi keindahan tatanan suatu kota sehingga jika dilihat dari atas gedung banyak sekali terlihat berdirinya

menara bahkan yang diatas gedung dan yang di atas tanah. Untuk mengatasi hal

ini pemerintah mempunyai suatu rencana rancangan yang akan diterapkan di Kota

Surabaya untuk mengurangi pertumbuhan menara tersebut dengan layanan yang

memuaskan.

Dalam tahap pembahasan ini yang dilakukan adalah menunjukan hasil

kerja dari studi yang dilakukan di DINKOMINFO Surabaya. Dalam kasus ini

hasil yang didapat adalah melakukan pemotretan untuk wilayah-wilayah tertentu

yang akan menjadi perencanaan penerapan teknologi microcell.

Pemotretan dilakukan disepanjang jalan Ahmad Yani, diponegoro, basuki

rahmad, praban, panglima sudirman, dan H.R Muhammad.

STIKOM

(36)

Berikut ini adalah gambaran dari flowchart yang dikerjakan di DINKOMINFO Surabaya :

Gambar 4.1 Flowchart yang dikerjakan

Pada gambar 4.1 menjelaskan tentang proses dari seluruh pembahasan

pekerjaan yang terdapat pada bab IV. Dimana pada bab IV ini membahas

mengenai seluruh proses pengerjaan yang dilakukan di DINKOMINFO Surabaya.

Berikut penjelasannya :

STIKOM

(37)

1. Identifikasi masalah disini membahas tentang masalah yang terjadi, sehingga

dari permasalahan tersebut di dapatkan suatu solusi untuk diselesaikan. Pada

studi literature ini masalah yang timbul adalah jumlah menara telekomunikasi

yang semakin lama semakin meningkat. Untuk lebih jelasnnya di bahas pada

sub bab 4.1

2. Penggunaan microcell membahas bagaimana menerapkan teknologi microcell

yang akan di terapkan di Surabaya. Untuk lebih jelasnnya di bahas pada sub

bab 4.2.1

3. Metode yang akan diterapkan membahas tentang bentuk dari antena microcell

dan keinginan dari provider untuk ketinggian dari antena microcell. Untuk lebih jelasnnya di bahas pada sub bab 4.2.2

4. Hasil adalah total dari pengeditan foto dari yang telah dikerjakan di

DINKOMINFO Surabaya. Untuk lebih jelasnnya di bahas pada sub bab 4.2.3

STIKOM

(38)

4.1.1 Peta Surabaya Dengan Jumlah Menara.

Gambar 4.2 Peta Surabaya dengan jumlah menara. (www.dinkominfo.surabaya.go.id)

Gambar 4.1 menggambarkan peta Surabaya yang terdiri dari 31 kecamatan

dan 163 kelurahan dengan luas kota 374,8 km² dan lebih dari 460 BTS eksisting

di Kota Surabaya. Dengan banyaknya menara yang berdiri di daerah protokol

mengganggu pemandangan apabila dilihat dari atas gedung. Dengan ini

pemerintah mempunyai trobosan untuk memanfaatkan teknologi microcell yang yang sudah diterapkan oleh kota Jakarta dan bandung.

4.1.2 Kondisi Jalan saat ini.

Ada 10 lokasi yang menjadi titik yang rencananya akan menjadi tempat

penempatan antena microcell yang dijadikan satu dengan PJU, dan juga beberapa kondisi bentuk dan lokasi menara saat ini yang ada di kota Surabaya. Saya

tunjukkan sebagian, berikut kondisi jalannya.

STIKOM

[image:38.612.74.565.101.662.2]
(39)

Gambar 4.3 Lokasi jalan basuki rachmad depan bumi Surabaya.

Pada Gambar 4.3 berlokasi di pusat Kota Surabaya dengan bentuk trotoar

jalan yang telah dibangun sehingga terlihat bagus dan luas bagi pejalan kaki. Pada

trotoar ini lah nantinya akan ditempatkan PJU dengan antena microcell nya.

Gambar 4.4 Lokasi jalan diponegoro.

Pada gambar 4.4 ini berlokasi di jalan diponegoro dijalan ini bentuk

karakteristik jalanya ada dua sisi yang di pisah dengan pohon-pohon. Pada jalan

ini bentuk trotoarnya terlihat tidak terawat sehingga tidak ada jalur bagi pejalan

STIKOM

(40)

kaki sehingga kesulitan untuk menerapkan tiang PJUnya, tetapi saat ini sedang

ada pembangunan untuk melebarkan trotoar di daerah jalan diponegoro ini.

Selanjutnya akan dijelaskan pada pembahasan 4.2

4.2 Pembahasan

4.2.1 Penggunaan Microcell

Untuk menerapkan teknologi mikrocell yang akan di terapkan di Surabaya, tentu harus ada prosesur dan cara menerapkan teknologi tersebut. Pemerintah

Kota Surabaya bersama DINKOMINFO bagian POSTEL menimbang-nimbang

penuh dengan apa yang akan di terapkan di Surabaya.

Pemerintah Kota pada akhirnya memilih dan berkonsentrasi penuh

menerapakan seperti diluar negeri yaitu Korea Selatan yang sudah terapkan dan di

indonesia sendiri yaitu Jakarta Dan Bandung. Penerapnya melalui beberapa urutan

antara lain :

1) standar tinggi antena,

2) bentuk antena microcell,

3) koneksi dengan menggunakan serat optic, dan

4) perencanaan penggantian kabel fiber optic.

STIKOM

(41)

4.2.2 Metode Yang Akan Diterapkan

1) Antena microcell ini akan digunakan oleh perusahaan provider, mereka menginginkan tinggi antenanya setinggi kurang lebih 18 – 20 meter, dengan

tinggi tersebut coverage yang dipancarkan tidak sejauh macrocell yaitu sekitar 500 meter. Maka dari itu akan banyak dipasang antena tersebut dalam satu

lokasi. Berikut gambarnya.

Gambar 4.5 Desain tinggi PJU Microcell.

Pada gambar 4.5 adalah desain pekerjaan selama KP dengan pertimbangan

bimbingan dari penyelia di POSTEL, yaitu tinggi PJU dengan antena microcell

18 meter. Paling atas sebagai antenanya, tinggi penerangan jalannya sendiri 9

meter, standar PJU di kota Surabaya.

STIKOM

(42)

2) Bentuk antena dari microcell ini sendiri kami desain berbentuk melingkar seakan-akan antena ada pada semua sisi dari tiangnya, hal ini dilakukan agar

antena yang sifatnya sectoral mencakup seluruh area. Berikut gambarnya.

[image:42.612.54.547.150.700.2]

Gambar 4.6 Bentuk tiang.

Gambar 4.7 Pancarannya

STIKOM

(43)

Penjelasan dari gambar 4.6 bentuk antenanya seharusnya seperti antena

sectoral yang ada pada menara yang sebelumnya, tetapi pada desain digambarkan melingkar dikarenakan agar selah-olah antena melingkar pada tiang. Warna yang

ada pada tiang ini dimaksutkan dari jenis-jenis provider, misalnya provider

telkomsel ditandakan dengan warna merah, indosat dengan warna kuning. Pada

satu tiang dugunakan oleh 4 provider sedangkan ada 9 provider di kota Surabaya. Pada gambar 4.7 itu maksudnya coverage yang di dapatkan, melingkar sehingga mencakup semua sudut, sifat antena sectoral adalah mengirimkan sinyal sebanding lurus dengan arah antennya.

3) Penggalian untuk tempat kabel serat optik. Ada dua metode yaitu dengan

kendaraan yang dikendalikan dengan remot kontrol untuk menggali tanah agar

bentuk galian lurus simetris. Yang kedua dengan manual yaitu mesin pengalian

yang didorong lurus sehingga terbentuk lurus simetris

Serat optik dimanfaatkan sebagai koneksi data dari pusat BTS ke antena

microcell, kenapa menggunakan serat optik karena dengan serat kaca data dapat dikirimkan dengan sangat cepat dengan kecepatan kurang lebih mencapai 200.000

Mbps (200 Gbps).

4 ) Perencanaan Penggantian Kabel Fiber Optic

Untuk menanangani permasalahan seperti gambar 4.6 (gambar bawah)

pemerintah Kota Surabaya mempunyai beberapa wacana mengenai penggantian

fiber optic yang dianggap mempunyai dampak seperti gambar 4.6 pemerintah Kota Surabaya mempunyai perencanaan penggunaan teknologi dari Korea Selatan

yaitu microduct sebagai pengganti kabel fiber optic

STIKOM

(44)

Microducts adalah saluran kecil untuk instalasi serat optik. Microduct

memiliki ukuran mulai dari biasanya 3 sampai 16 mm dan dipasang sebagai

tempat dalam saluran yang lebih besar.

Gambar 4.8 Foto kiri. jl.Mulyorejo.Foto kanan jl.Ngagel jaya

Gambar 4.8 foto kiri menggambarkan kondisi jalan di jl.Mulyorejo

Surabaya, yaitu kondisi ketika kabel fiber optic belum di tanam. Proses penggalian ini sangatlah merusak pemandangan dan estetika kota Surabaya.

Gambar 4.7 foto kanan menggambarkan kondisi di jl.Ngagel Jaya , ini adalah

proses penggalian ulang kabel fiber optic untuk penambahan serat kabel fiber optic. Ini juga di anggap merusak pemandangan dan estetika kota Surabaya.

STIKOM

(45)

Gambar 4.9 Microduct (www.e-knet.com)

Microduct sudah banyak di gunakan di negara-negara berkembang seperti Amerika Serikat, Arab Saudi, Jepang, dan Korea Selatan. (Perwakilan dari e-knet

pada saat rapat terbuka bersama Mahasiswa Stikom yang sedang Kerja Praktek di

Dinkominfo ).

Microduct yang akan digunakan di Indonesia adalah microduct yang dikubur /ditanam dan serat kabel fiber optik ditambahkan dengan metode blowing

(peniupan). Jadi penambahan tiap operator serat optik cukup ditambahkan dengan

metode tiup. Hal ini memudahkan karena tanpa harus membongkar badan jalan

lagi yang telah di tanam microduct.

Bahan microduct ini dikelilingi oleh pita/isolasi metallic atau non metallic

yang berfungsi sebagai penghalang kelembaban dan dilindungi oleh lapisan luar

yang fleksibel terbuat dari bahan (High density polyethylene) HDPE, Polietilena

berdensitas tinggi. Lapisan luar ini biasanya dibuat berwarna orange, berbahan

polietelina kasar, guna memberikan perlindungan yang baik dari lingkungan sekitar. Berkat karakteristiknya ini, potensi kerusakan dapat dicegah (seperti

pecah, deformasi bentuk, dll).

STIKOM

(46)

DINKOMINFO POSTEL ingin menerapkan microduct karena beberapa alasan yaitu :

1. Cabang dapat dibuat sederhana, setiap tempat setiap saat.

2. Biaya awal yang rendah.

3. Jaringan dapat tumbuh pada permintaan.

4. Mudah untuk menginstal rute microduct di saluran diduduki. 5. Mudah untuk mengganti kabel lama melalui jaringan.

6. Kemungkinan untuk bermigrasi dari kabel tembaga seimbang untuk serat

optik kabel.

4.2.3 Metode Yang Akan di Terapkan 1. Penggalian untuk tempat kabel.

Gambar 4.10 Alat yang digunakan untuk menggali tanah. (www.e-knet.com)

Gambar 4.10 menjelaskan itu adalah alat yang digunakan untuk menggali

tanah agar bentuk galian lurus simetris.

STIKOM

(47)

Gambar 4.11 Hasil penggalian menggunakan alat (Difoto dari jarak jauh). (www.a2bfiber.com)

.Gambar 4.12 Penggalian menggunakan alat (Difoto dari jarak dekat). (www.a2bfiber.com)

Pada Gambar 4.11 dan 4.12 adalah hasil dari penggalian menggunakan alat

seperti gambar 4.10 gambar di atas di ambil di situs internet karena sulit di

dapatkanya foto hasil penggalian di kota percobaan di Indonesia yaitu Bandung.

STIKOM

(48)

Hasil galian yang simetris ini sangat mendukung di terapkannya fiber microduct.

2. Pemasangan Kabel

Gambar 4.13 Contoh bagaimana cocoknya ukuran hasil galian dari sebuah mesin (Diambil dari jarak dekat)(www.e-knet.com)

Gambar 4.14 Contoh bagaimana cocoknya ukuran hasil galian dari sebuah mesin

(Diambil dari jarak jauh) (www.e-knet.com)

Pada gambar 4.11 adalah contoh bagaimana cocoknya ukuran hasil galian

dari sebuah mesin. Pada gambar 4.12 menunjukkan petugas sedang memasang

kabel duct yang panjang untuk dimasukkan ke dalam galian yang telah di buat. Foto pada gambar 4.11 dan 4.12 saya ambil di situs resmi penyedia jasa microduct

STIKOM

(49)

yaitu www.e-knet.com karena tidak tersedianya foto di tempat percontohan

penerapan microduct di Bandung.

Gambar 4.15 Tempat sambungan untuk kabel duct (www.metrofibrewerx.com) Pada Gambar 4.15 disini menjelaskan bahwa disitu adalah tempat

sambungan untuk kabel duct. Handhole tersebut digunakan petugas untuk pengecekan jika ada sambungan yang lepas maupun bocor

3. Pemasangan Serat Fiber menggunakan metode blowing

Gambar 4.16 Persiapan simulasi pemasangan serat fiber. (Diambil dari jauh). (www.diskominfo.jabarprov.go.id)

STIKOM

(50)

Gambar 4.17 Persiapan simulasi pemasangan serat fiber. (Diambil dari jarak dekat). (www.diskominfo.jabarprov.go.id)

Gambar 4.16 dan 4.17 adalah persiapan simulasi pemasangan serat fiber

dengan metode blowing. Terlihat kabel di bentangkan memanjang.

4.2.3 Hasil Editan Foto

Setelah semua konsep-konsep penerapan microcell di pelajari, selanjutnya yaitu pemilihan tempat dimana microcell akan ditempatkan di jalan-jalan Kota Surabaya. DINKOMINFO Kota Surabaya berkeinginan menerapkan di pusat kota

terlebih dahulu. Untuk merealisasikan di pusat kota, berarti penerapan penggalian

dan pemasangan kabel di lakukan di jalan protokol kota Surabaya.

Berikut adalah beberapa jalan protokol di Surabaya yang sudah di foto dan

di desain beserta microcell nya oleh kami selaku Mahasiswa yang melakukan kerja praktek di DINKOMINFO Kota Surabaya.

STIKOM

(51)

Gambar 4.18 Hasil desain, lokasi Jalan A.Yani.

Penjelasan pada gambar 4.18 tiang PJU microcell berada pada tengah-tengah pembatas jalan.

Gambar 4.19 Hasil desain, lokasi Jalan Raya Darmo.

Penjelasan pada gambar 4.19 tiang PJU microcell berada pada trotoar, sebelah kanan dan kiri jalan.

STIKOM

(52)

Gambar 4.20 Hasil desain, lokasi Jalan Mayjen Sungkono.

Penjelasan pada gambar 4.20 tiang PJU microcell berada pada trotoar, sebelah kanan dan kiri jalan.

Gambar 4.21 Hasil desain, lokasi jalan wonokromo.

Penjelasan pada gambar 4.21 tiang PJU microcell berada pada trotoar, sebelah kanan dan kiri jalan.

STIKOM

(53)

48 5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang di dapat selama kerja praktek pada DINKOMINFO

Surabaya adalah:

1. Dengan menggunakan teknologi microcell akan sangat bermanfaat karena angka pertumbuhan BTS yang merusak nilai estetika kota Surabaya akan

sangat berkurang.

2. Teknologi microcell ini dapat dikembangkan lagi yaitu memberikan jangkauan layanannya semakin luas.

3. Jika Pemerintah kota Surabaya bersama DINKOMINFO berhasil menerapkan

konsep microcell. Akan sangat mempunyai banyak keuntungan, baik disisi masyarakat Surabaya, pemerintah kota dan Provider selular.

5.2 Saran

Diharapkan implementasi Microcell, tidak hanya di terapakan di protokol-protokol kota Surabaya. Namun bisa merambah ke semua sisi kota Surabaya.

STIKOM

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Dinkominfo, http://dinkominfo.surabaya.go.id/index.php diakses pada Tanggal 1

Agustus 2013.

Dynastya., & Haryo S. (2013). Model Lokasi Menara BTS ditinjau dari

Faktor-faktor penentu lokasi Menara BTS di Surabaya, dari jurnal. Surabaya.

Institute Sepuluh November (ITS).

Fiber optic, http://id.wikipedia.org/wiki/Serat_optik diakses pada tanggal 22

September 2013.

Iradath.ST. MBA. (2010). SISTEM KOMUNIKASI II. Jakarta. Erlangga

Joko, S. (2009). BTS Hotel for Journal Publication. Bandung. School of

Electrical Engginering and Informatics ITB.

Telekomunikasi, http://id.wikipedia.org/wiki/Telekomunikasi diakses pada

tanggal 15 September 2013.

Theodore, S. R. (1996). Wireless Comunications Principle & Practice. Upper

Saddle River, New Jersey. Prentice Hall PTR.

William, S. (2007). Komunikasi & Jaringan Nirkabel. Ciracas, Jakarta.

Gambar

Gambar 3.8.  Lampu BTS. (http://www.tower-bersama.com)
Gambar 4.2 kondisi bentuk dan lokasi menara saat ini yang ada di kota Surabaya. Saya tunjukkan sebagian, berikut kondisi jalannya
Gambar 4.7 Pancarannya

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis pengaruh Media Massa, Media Sosial, dan

Dengan menerapkan pola komunikasi otoriter, maka anak akan merasa tidak nyaman dan tidak bahagia karena kehidupannya terlalu dikekang, kasar kaku dan keras sehingga berdampak