KERJA PRAKTEK
Disusun Oleh :
MUH. RAHMAT DJOJOSUROTO ( 10.41020.0027 )
SEKOLAH TINGGI
MANAJEMEN INFORMATIKA & TEKNIK KOMPUTER
SURABAYA
2013
STIKOM
v
Kebutuhan untuk akses komunikasi yang begitu cepat, tidak lepas dari
peran pemerintah, khususnya Dinas Komunikasi dan Informasi kota Surabaya
(DINKOMINFO). Pada laporan ini membahas proses bagaimana cara untuk
meminimalkan tower dan BTS yang ada di kota Surabaya. Teknologi ini menggunakan pole atau micro tower dengan media fiber optik sebagai media koneksi jaringannya, yang terkoneksi ke suatu bangunan yang dinamakan BTS
Hotel. Saat ini (DINKOMINFO) sedang melakukan persiapan untuk penerapan
teknologi ini di kota Surabaya.
Dengan adanya menara telekomunikasi tersebut dapat meminimalkan
pertumbuhan tower dan BTS di kota Surabaya yang berimbas pada keindahan estetika kota Surabaya. Saat ini jumlah tower yang ada di kota Surabaya telah mencapai 364 tower dengan 8 operator. Tentunya keadaan seperti inilah yang dapat mengakibatkan semakin banyaknya menara telekomunikasi yang ada di
Surabaya dan semakin berkurangnya nilai estetika kota.
Diharapkan dengan adanya studi literature terhadap perencanaan penerapan teknologi microcell ini dapat mengurangi banyaknya menara yang ada sebelumnya dan dilakukan pada seluruh area kota Surabaya sehingga estetika kota
dapat menjadi lebih tertata dengan baik dan semakin berkurangnya daya listrik
yang di konsumsi oleh tower BTS.
Kata kunci: BTS, Microcell, Fiber Optik, Komunikasi, Dinkominfo
STIKOM
vii
Halaman
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... vii
BAB I.PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Malasah ... 2
1.3. Batasan Masalah ... 2
1.4. Tujuan ... 2
1.5. Kontribusi ... 2
1.6. Sistematika Penulisan ... 3
BAB II.GAMBARAN UMUM Dinkominfo Surabaya ... 5
2.1. Uraian Tentang Perusahaan ... 5
2.2. Sejarah Dinkominfo ... 8
2.3. Visi dan Misi ... 9
2.3.1. Visi ... 9
2.3.2. Misi ... 10
2.4. Struktur Organisasi ... 11
2.5. Tanggung Jawab dan Wewenang POSTEL ... 12
BAB III.LANDASAN TEORI ... 14
3.1. Telekomunikasi’ ... 14
STIKOM
vii
3.1.3. Analog Dan Digital ... 16
3.2. Pengertian BTS (Base Transceiver Station) ... 17
3.2.1. Jenis – Jenis tower BTS ... 17
3.2.2. Topologi BTS ... 21
3.3. Perlengkapan Dan Komponen Yang Terdapat Pada Tower... ... 22
3.3.1. Jenis Antena Sektoral ... 22
3.3.2. Jenis Antena Microwave (Parabola) ... 23
3.3.3. Jenis – Jenis Dari Penangkal Petir ... 24
3.3.4. Lampu BTS ... 26
3.3.5. Shelter ... 27
3.4 Microcell,Picocells Dan Repeater... 27
3.5 Macrocell... ... 29
BAB IV. PEMBAHASAN ... 30
4.1. Identifikasi Masalah ... 30
4.1.1 Peta Surabaya dengan Jumlah Menara ... 33
4.1.2 Kondisi Jalan Saat ini………. 33
4.2. Pembahasan ... 35
4.2.1 Penggunaan Microcell... 35
4.2.2 Metode Yang Akan Diterapkan……….. 36
4.2.3 Hasil Editan Foto……….. 45
STIKOM
vii
5.2. Saran ... 49
DAFTAR PUSTAKA ... 49
LAMPIRAN ... 50
STIKOM
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kebutuhan akan komunikasi dewasa ini sangat penting baik untuk
berkomunikasi dengan kerabat dekat, keluarga dan teman. Dengan semakin
pesatnya industri telekomunikasi saat ini maka kebutuhan akan telekomunikasi
tidak hanya di kota-kota besar, mulai dari tingkat kabupaten sampai kecamatan.
Di kota Surabaya juga membutuhkan akses komunikasi untuk dapat saling
berhubungan meskipun berada di lokasi yang berbeda. Maka dari itu instansi
pemerintahan tepatnya Dinas Komunikasi Dan Informatika ( DINKOMINFO )
Surabaya memiliki tugas untuk menyediakan akses telekomunikasi di kota
Surabaya. Ketersediaan tersebut digunakan untuk berbagai macam kebutuhan.
Dengan fasilitas yang tersedia tentunya juga diperlukan proses
managemen di dalam akses komunikasinya. Dikota Surabaya tersedia kurang
lebih 350 menara Base Transceiver Station (BTS) yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan akses telekomunikasi yang mencakup seluruh area
Surabaya. Kapasitas menara yang tersedia tentunya akan diatur agar
penggunaannya menjadi lebih efisien, tetapi masalah timbul karena tidak
teraturnya menara yang dibangun menjadikan berkurangnya keindahan
pemandangan dan mengurangi estetika yang ada di kota Surabaya.
Terdapat solusi agar dapat menggurangi pertumbuhan menara, yaitu
dengan merancang teknologi microcell yang memiliki fungsi sebagai penganti menara pemancar. Teknologi ini sudah banyak digunakan di negara-negara maju,
teknologi microcell ini salah satunya didukung dengan menggunakan media
STIKOM
pengkabelan, yaitu dengan serat optik. Dengan serat optik sebagai media
penyaluran data dari satu pole microcell ke tempat yang di namakan BTS Hotel dengan kecepatan cahaya yang sangat cepat. Di samping itu biaya yang
dikeluarkan cukup terjangkau daripada membangun satu menara dengan kualitas
yang tidak kalah.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan suatu masalah
yaitu, “bagaimana microcell dapat diterapkan di kota Surabaya ?”
1.3Batasan Masalah
Agar permasalahan yang dikaji lebih terarah dan mendalam, maka
masalah yang akan dibahas adalah :
1. Studi mengenai teknologi microcell.
2. Peranan serat opik untuk menunjang teknologi microcell. 3. Desain Penerangan Jalan Umum (PJU) dengan microcell.
1.4Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai adalah memberikan sebuah kajian tentang
studi penerapan teknologi microcell yang akan di implementasikan pemerintah kota Surabaya.
1.5Kontribusi
Beberapa hal yang dapat diperoleh dari kegiatan kerja praktek di Dinas
Komunikasi dan Informatika Surabaya antara lain :
STIKOM
1) meningkatkan experience diri dalam bidang jaringan di lingkup kerja. Dalam hal ini jaringan telekomunikasi.
2) terwujudnya pengerjaan desain penerapan teknologi microcell
1.6Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan kerja praktek digunakan untuk
menjelaskan penulisan laporan per bab. Sistematika penulisan kerja praktek dapat
dijelaskan pada alinea di bawah ini.
BAB I : PENDAHULUAN
Menjelaskan tentang latar belakang masalah, inti dari permasalahan yang
disebutkan pada perumusan masalah, pembatasan masalah yang menjelaskan
tentang batasan-batasan dari sistem yang dibuat agar tidak menyimpang dari
ketentuan yang ditetapkan. Tujuan dari kerja praktek adalah jaringan
telekomunikasi, kemudian dilanjutkan dengan membuat sistematika penulisan
laporan kerja praktek.
BAB II : GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Menjelaskan tentang gambaran umum DINKOMINFO Surabaya. Gambaran
umum ini digunakan untuk menjelaskan kepada pembaca tentang sejarah dan
struktur organisasi Dinas Komunikasi dan Informatika Surabaya.
BAB III : LANDASAN TEORI
Berisikan tentang landasan teori menjelaskan tentang teori-teori penunjang
ini berisi tentang penjabaran yang akan di jadikan sebagai acuan analisa dan
pemecahan permasalahan yang dibahas, sehingga memudahkan penulis dalam
menyelesaikan masalah.
STIKOM
BAB IV : PEMBAHASAN
Bagian ini memuat uraian tentang pembahasan laporan selama kerja praktek
mengenai analisa sistem yang akan dibuat dan bagaimana merancangnya sehingga
menjadi sebuah sistem.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi kesimpulan serta saran sehubungan dengan adanya kemungkinan
pengembangan sistem pada masa yang akan datang.
STIKOM
5 BAB II
GAMBARAN UMUM DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA SURABAYA
2.1 Uraian Tentang Perusahaan
Dinas Komunikasi dan Informatika adalah Dinas yang mempunyai tugas
melaksanakan kewenangan daerah di bidang pengelolaan Teknologi Informasi
dan Komunikasi serta melaksanakan tugas pembantuan yang diberikan oleh
pemerintah dan pemerintah provinsi dimana dalam setiap kegiatannya selalu
berhubungan dengan pembangunan dan pengembangan sistem informasi,
pengembangan dan pemeliharaan jaringan komputer antar bidang, pengelolaan
produksi informasi dan publikasi, pengelolaan dan pengembangan komunikasi
publik, yang mana pada setiap kegiatan-kegiatan tersebut terbagi menjadi 3
bidang serta 1 sekretariat dan dikepalai oleh Kepala Bidang dari setiap bidangnya.
Sebagai lembaga pemerintahan yang mempunyai tanggungjawab besar
dan bergerak di dalam lingkungan pemerintah kota Surabaya, maka
DINKOMINFO mempunyai tugas pokok dan fungsi yang besar dalam
membangun Teknologi Informasi dan Komunikasi ( TIK ) di kota Surabaya.
Dinas Komunikasi dan Informatika kota Surabaya saat ini berkedudukan dan
menempati kantor dengan alamat Jl. Jimerto No. 25 – 27 lantai V Kantor Pemkot
Surabaya, telephone Telp. (031) 5312144 Pesawat 384; 527; 278; 175; 164; 232;
275;292 dan Fax. ( 031 ) 5450154.
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Dinas Komunikasi dan
Informatika Kota Surabaya didukung oleh 52 (Lima Puluh Dua) PNS. Untuk
STIKOM
mencapai efisiensi dan efektifitas kinerja, dilakukan pembagian tugas bagi pejabat
eselon, sesuai dengan peraturan Walikota Surabaya No. 42 Tahun 2011.
Berikut data jumlah pegawai Dinas Komunikasi dan Informatika Kota
Surabaya berdasarkan eselonisasi dan Tingkat Pendidikan sebagaimana grafik
berikut:
Gambar 2.1 Grafik PNS Dinkominfo Berdasarkan Eselon (dinkominfo.surabaya.go.id)
Gambar 2.2 Grafik PNS Dinkominfo Berdasarkan Tingkat Pendidikan (dinkominfo.surabaya.go.id)
STIKOM
Sedangkan bila ditinjau dari aspek sarana dan prasarana untuk
mendukung kinerja pengelolaan dan pelayanan kegiatan komunikasi dan
informatika, bahwa sebagaimana kondisi yang ada, fasilitas yang dimiliki Dinas
Komunikasi dan Informatika Kota Surabaya pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Tabel Fasilitas/Sarana. (dinkominfo.surabaya.go.id)
STIKOM
2.2 Sejarah Dinkominfo
Pada awalnya Badan Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi
(BAPETIKOM) berdiri pada bulan November 2005. Karena ada Peraturan baru
dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah, maka di laksanakan langkah– langkah penyelarasan
dan penataan kembali organisasi perangkat daerah yang ada sebagai upaya
penguatan peraturan, akuntanbilitas kinerja kelembagaan Perangkat Daerah.
Bahwa untuk mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat melalui
langkah-langkah sebagai mana dimaksud diatas, telah di bentuk Organisasi
Perangkat Daerah sesuai karakteristik, kebutuhan dan potensi, kemampuan
keuangan Daerah serta ketersediaan sumber daya aparatur Peraturan Daerah
nomor 8 tahun 2008 pada tanggal 15 Desember 2008.
Dalam Peraturan Daerah tersebut, Badan Pengelolaan Teknologi
Informasi dan Komunikasi ditetapkan dan berubah menjadi Dinas Komunikasi
dan Informatika. Secara umum DINKOMINFO membawahi 51 PNS yang terbagi
dalam 4 bidang yaitu :
1. Sekretariat
2. Bidang Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi ( SKDI )
3. Bidang Aplikasi dan Telematika ( APTEL )
4. Bidang Pos dan Telekomunikasi ( POSTEL )
Sedangkan DINKOMINFO sendiri adalah Dinas yang mempunyai tugas
melaksanakan kewenangan daerah di bidang pengelolaan Teknologi Informasi
dan Komunikasi serta melaksanakan tugas pembantuan yang diberikan oleh
Pemerintah dan atau Pemerintah Provinsi dimana dalam setiap kegiatannya selalu
STIKOM
berhubungan dengan Pembangunan dan Pengembangan Sistem Informasi,
Pengembangan dan Pemeliharaan Jaringan Komputer Antar Bidang, Pengelolaan
Produksi Informasi dan Publikasi, Pengelolaan dan Pengembangan Komunikasi
Publik, yang mana pada setiap kegiatan-kegiatan tersebut terbagi menjadi 3
bidang yang dibawahi oleh kepala bidang dari setiap bidangnya. Sebagai Lembaga
pemerintahan yang mempunyai tanggung jawab besar dan bergerak di dalam
lingkungan Pemerintah Kota Surabaya maka tidak menutup kemungkinan
DINKOMINFO mempunyai tugas pokok dan fungsi yang besar dalam
membangun Teknologi Informasi dan Komunikasi ( TIK ) di Kota Surabaya.
2.3Visi danMisi
Adapun visi dan misi dari Dinas Komunikasi dan Informatika Surabaya
ini adalah sebagai berikut :
2.3.1 Visi
Visi Dinas Komunikasi dan Informatika Surabaya adalah :
“TERCIPTANYA SISTEM INFORMASI PEMERINTAH KOTA YANG
TERPADU MELALUI TEKNOLOGI INFORMASI & KOMUNIKASI”.
Pernyataan visi diatas mempunyai penjelasan bahwa terwujudnya Kota Surabaya
sebagai pusat perdagangan dan jasa dalam merespon semua peluang dan tuntutan
global, didukung oleh penyelenggaraan komunikasi dan informatika yang efektif
dan efisien.
STIKOM
2.3.2 Misi
Misi Dinas Komunikasi dan Informatika Surabaya adalah :
1. Meningkatkan kapasitas pelayanan informasi dan pemberdayaan potensi
masyarakat dalam rangka mewujudkan masyarakat berbudaya informasi.
2. Meningkatkan kerjasama kemitraan & pemberdayaan lembaga komunikasi &
informatika pemerintah & masyarakat.
3. Meningkatkan daya jangkau infrastruktur komunikasi & informatika untuk
memperluas aksesbilitas masyarakat terhadap informasi dalam rangka
mengurangi kesenjangan informasi.
4. Meningkatkan sumber daya manusia di bidang komunikasi & informatika
menuju profesionalisme
STIKOM
2.4 Struktur Organisasi
Adapun struktur organisasi dari Dinas Komunikasi dan Informatika
Surabaya tersebut adalah sebagai berikut :
Gambar 2.3 Struktur Organisasi. (dinkominfo.surabaya.go.id)
STIKOM
2.5Tanggung Jawab dan Wewenang Bidang Pos dan Telekomunikasi
Bidang Pos dan Telekomunikasi mempunyai tugas melaksanakan
sebagian tugas Dinas Komunikasi dan Informatika di bidang pos dan
telekomunikasi.Rincian tugas Bidang Pos dan Telekomunikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 123, sebagai berikut :
1. Pemrosesan teknis perizinan/rekomendasi sesuai Bidangnya;
2. Penertiban jasa titipan untuk kantor agen;
3. Pengawasan/pengendalian terhadap penyelenggaraan telekomunikasi yang
cakupan areanya kota, pelaksanaan pembangunan telekomunikasi dan
penyelenggaraan warung telekomunikasi, warung seluler atau sejenisnya;
4. Penanggungjawab panggilan darurat telekomunikasi;
5. Pengendalian dan penertiban terhadap pelanggaran standarisasi pos dan
telekomunikasi;
6. Pelaksanaan fasilitasi pelaksanaan koordinasi penyelenggaraan pos dan
telekomunikasi serta penggunaan frekuensi radio di daerah perbatasan dengan
negara tetangga;
2.5.1 Seksi Pos dan Standarisasi mempunyai fungsi :
1. Menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang
pos dan standarisasi;
2. Menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang
pos dan standarisasi;
3. Menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain
di bidang pos dan standarisasi;
STIKOM
4. Menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian di bidang pos dan
standarisasi;
5. Menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas;
6. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Pos dan
Telekomunikasi sesuai dengan tugas dan fungsinya.
2.5.2 Seksi Spektrum Frekuensi, Telekomunikasi dan Standarisasi Postel mempunyai fungsi :
1. Menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang
spektrum frekuensi telekomunikasi dan standarisasi postel;
2. Menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang
spektrum frekuensi telekomunikasi dan standarisasi postel;
3. Menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain
di bidang spektrum frekuensi telekomunikasi dan standarisasi postel;
4. Menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian di bidang spektrum
frekuensi telekomunikasi dan standarisasi postel;
5. Menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas;
6. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Pos dan
Telekomunikasi sesuai dengan tugas dan fungsinya.
STIKOM
14 BAB III LANDASAN TEORI
3.1 Telekomunikasi
3.1.1 Pengertian Telekomunikasi
Telekomunikasi adalah teknik pengiriman atau penyampaian informasi,
dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam kaitannya dengan 'telekomunikasi' bentuk
komunikasi jarak jauh dapat dibedakan atas tiga macam : (Theodore, 1996).
1. Komunikasi satu arah (simplex). Dalam komunikasi satu arah 11(simplex) pengirim dan penerima informasi tidak dapat menjalin komunikasi yang
berkesinambungan melalui media yang sama. Contoh :Pager, televisi, dan radio.
2. Komunikasi dua arah (duplex). Dalam komunikasi dua arah (duplex) pengirim dan penerima informasi dapat menjalin komunikasi yang berkesinambungan
melalui media yang sama. Contoh : Telepon dan VOIP.
3. Komunikasi semi dua arah (half duplex). Dalam komunikasi semi dua arah (half huplex) pengirim dan penerima informasi berkomunikasi secara bergantian namun tetap berkesinambungan. Contoh :Handy Talkie, FAX, dan
Chat Room.
Perangkat telekomunikasi bertugas menghubungkan pemakainya dengan
pemakai lain. Kedua pemakai ini bisa berdekatan tetapi bisa berjauhan. Kalau
menilik arti harfiah dari telekomunikasi (tele = jauh, komunikasi = hubungan
dengan pertukaran informasi) memang teknik telekomunikasi dikembangkan
STIKOM
manusia untuk menebus perbedaan jarak yang jauhnya bisa tak terbatas menjadi
perbedaan waktu yang sekecil mungkin.
Perbedaan jarak yang jauh dapat ditempuh dengan waktu yang sekecil
mungkin dengan cara merubah semua bentuk informasi yang ingin disampaikan
oleh manusia kepada yang lainnya menjadi bentuk gelombang elektromagnetik.
Gelombang elektromagnetik dapat bergerak dengan kecepatan yang sangat tinggi,
yakni diruang hampa adalah seratus ribu km per detik.
Jaringan telekomunikasi adalah segenap perangkat telekomunikasi yang
dapat menghubungkan pemakaiannya (umumnya manusia) dengan pemakai lain,
sehingga kedua pemakai tersebut dapat saling bertukar informasi (dengan cara
bicara, menulis, menggambar atau mengetik ) pada saat itu juga.
3.1.2 Komponen Dasar Telekomunikasi
Untuk bisa melakukan telekomunikasi, ada beberapa komponen untuk
mendukungnya yaitu : (Iradath, 2010).
1. Informasi, merupakan data yang dikirim/diterima seperti suara, gambar, file,
tulisan.
2. Pengirim, mengubah informasi menjadi sinyal listrik yang siap dikirim.
3. Penerima, menerima sinyal elektromagnetik kemudian digubah menjadi sinyal
listrik, sinyal diubah kedalam informasi asli sesuai dari pengirim, selanjutnya
diproses hingga bisa dipahami oleh manusia sesuai dengan yang dikirimkan.
4. Media, menghubungkan pengirim dan penerima dalam berkomunikasi serta
dalam bertukar informasi agar dapat berjalan dengan baik dan akurat.
STIKOM
5. Protokol, adalah jalur fisik dimana pesan berjalan dari pengirim ke penerima.
Beberapa contoh media transmisi termasuk kabel twisted-pair, kabel koaksial,
kabel serat optik, dan gelombang radio.
3.1.3 Analog dan Digital
Dalam mengubah informasi menjadi sinyal listrik yang siap dikirim, ada
dua cara pengiriman yang dipakai yaitu : (Joko, 2009).
1. Sinyal analog, mengubah bentuk informasi ke sinyal analog dimana sinyal
berbentuk gelombang listrik yang kontinu (terus menerus) kemudian dikirim
oleh media transmisi.
2. Sinyal digital, dimana setelah informasi diubah menjadi sinyal analog
kemudian diubah lagi menjadi sinyal yang terputus-putus (discrete). Sinyal yang terputus-putus dikodekan dalam sinyal digital yaitu sinyal "0" dan "1".
Dalam pengiriman sinyal melalui media transmisi, sinyal analog mudah
terkena gangguan terutama gangguan induksi dan cuaca, sehingga di sisi penerima
sinyal tersebut terdegradasi. Sementara untuk sinyal digital tahan terhadap
gangguan induksi dan cuaca, selama gangguan tidak melebih batasan yang
diterima, sinyal masih diterima dalam kualitas yang sama dengan pengiriman.
3.2 Pengertian BTS (Base Transceiver Station)
BTS adalah Base Transceiver Station. Terminologi ini termasuk baru dan mulai populer di era modern seluler saat ini. BTS berfungsi menjembatani
perangkat komunikasi pengguna dengan jaringan menuju jaringan lain. Satu
cakupan pancaran BTS dapat disebut Cell. Komunikasi seluler adalah komunikasi modern yang mendukung mobilitas yang tinggi. Dari beberapa BTS kemudian
STIKOM
dikontrol oleh satu Base Station Controller (BSC) yang terhubungkan dengan koneksi microwave ataupun serat optik.
BTS memancarkan gelombang elektromagnetik dengan frekuensi rendah
berkisar antara 900 s/d 1800 Mhz., yang dipancarkan oleh antena sektoral yang
nantinya akan ditangkap oleh antena HP pada masing-masing pelanggan HP.
(William, 2007).
3.2.1 Jenis - Jenis Tower BTS
Tower BTS (Base Transceiver System) sebagai sarana komunikasi dan informatika, berbeda dengan tower (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) SUTET Listrik PLN dalam hal konstruksi, maupun resiko yang ditanggung
penduduk di bawahnya. Tower BTS komunikasi dan informatika memiliki derajat keamanan tinggi terhadap manusia dan mahluk hidup di bawahnya, karena
memiliki radiasi yang sangat kecil sehingga sangat aman bagi masyarakat di
bawah maupun disekitarnya.
Tipe Tower jenis ini pada umumnya ada 3 macam yaitu : (Dynastya & Haryo 2013).
1) Tower 4 kaki 2) Tower 3 kaki 3) Tower 1 kaki
STIKOM
Gambar 3.1. Tower 4 kaki. ( http://www.tower-bersama.com)
Sangat jarang dijumpai roboh, karena memiliki kekuatan tiang pancang
serta sudah dipertimbangkan konstruksinya. Tower ini mampu menampung banyak antena dan radio. Tipe tower ini banyak dipakai oleh perusahaan-perusahaan bisnis komunikasi dan informatika yang bonafid. (Indosat, Telkom, Xl, dll).
Gambar 3.2. Tower 3 kaki. (http://www.tower-bersama.com) Dibagi 2 macam yaitu : (Dynastya & Haryo 2013).
1. Tower tiga kaki diameter besi pipa 9 cm keatas, atau yang lebih dikenal dengan nama triangle, tower ini juga mampu menampung banyak antena dan radio.
STIKOM
2. Tower tiga kaki diameter 2 cm ke atas. Beberapa kejadian robohnya tower
jenis ini karena memakai besi dengan diameter di bawah 2 cm. Ketinggian
maksimal tower jenis ini yang direkomendasi adalah 60 meter. Ketinggian rata-rata adalah 40 meter.
Tower jenis ini disusun atas beberapa stage (potongan). 1 stage ada yang 4 meter namun ada yang 5 meter. Makin pendek stage maka makin kokoh, namun
biaya pembuatannya makin tinggi, karena setiap stage membutuhkan tali pancang/spanner. Jarak patok spanner dengan tower minimal 8 meter. Makin panjang makin baik, karena ikatannya makin kokoh, sehingga tali penguat
tersebut tidak makin meruncing di tower bagian atas.
Gambar 3.3. Tower satu kaki. (http://www.tower-bersama.com) Dibagi 2 macam :
1. Tower yang terbuat dari pipa atau plat baja tanpa spanner, diameter antara 40 cm s/d 50 cm, tinggi mencapai 42 meter, yang dikenal dengan nama monopole.
2. Tower lebih cenderung untuk dipakai secara personal. Tinggi tower pipa ini sangat disarankan tidak melebihi 20 meter (lebih dari itu akan melengkung).
Teknis penguatannya dengan spanner. Kekuatan pipa sangat bertumpu pada
spanner.
STIKOM
Sekalipun masih mampu menerima sinyal koneksi, namun tower jenis ini tidak direkomedasi untuk penerima sinyal informatika (internet dan intranet) yang
stabil, karena jenis ini mudah bergoyang dan akan mengganggu sistem koneksi
datanya, sehingga komputer akan mencari data secara terus menerus (searching).
Tower ini bisa dibangun pada area yang dekat dengan pusat transmisi/ NOC = Network Operation Systems (maksimal 2 km), dan tidak memiliki angin kencang, serta benar-benar diproyeksikan dalam rangka emergency biaya.
Dari berbagai fakta yang muncul di berbagai daerah, keberadaan tower
memiliki resistensi/daya tolak dari masyarakat, yang disebabkan isu kesehatan
(radiasi, anemia dll), isu keselamatan hingga isu pemerataan sosial. Hal ini
semestinya perlu disosialisasikan ke masyarakat bahwa kekhawatiran pertama
(ancaman kesehatan) tidaklah terbukti. Radiasinya jauh diambang batas toleransi
yang ditetapkan World Health Organization (WHO).
Tower BTS 40 meter memiliki radiasi 1 watt/m2 (untuk pesawat dengan frekuensi 800 MHz) s/d 2 watt/m2 (untuk pesawat 1800 MHz). Sedangkan standar
yang dikeluarkan WHO maximal radiasi yang bisa ditolerir adalah 4,5 (800 MHz)
s/d 9 watt/m2 (1800 MHz). Sedangkan radiasi dari radio informatika/internet (2,4
GHz) hanya sekitar 3 watt/m2 saja. Masih sangat jauh dari ambang batas WHO 9
watt/m2. Radiasi ini makin lemah apabila tower makin tinggi. Rata-rata tower
seluler yang dibangun di Indonesia memiliki ketinggian 70 meter. Dengan
demikian radiasinya jauh lebih kecil lagi. Adapun mengenai isu mengancam
keselamatan (misal robohnya tower), dapat diatasi dengan penerapan standar material, dan konstruksinya yang benar, serta pewajiban perawatan tiap tahunnya.
STIKOM
3.2.2 Topology BTS
Gambar 3.4 Alur komunikasi selular secara sederhana. (William, 2007).
BTS & handphone sama-sama disebut transceiver karena sifatnya yang sama-sama bisa mengirim informasi & menerima informasi. Pada saat BTS
mengirim informasi kepada handphone, saat itu pula handphone juga bisa mengirim informasi kepada BTS secara bersama-sama selayaknya saat kita
mengobrol via telepon kita bisa berbicara bersamaan. Dalam topologinya BTS
berfungsi untuk menyediakan jaringan (interface) berupa sinyal radio gelembang elektromagnetik untuk penggunanya dalam hal ini adalah handphone, modem, fax dll. Frekuensinya mengikuti alokasi yang telah diberikan pemerintah kepada
operator masing-masing, ada yang di band 450Mhz, 800Mhz, 900Mhz, 1800 Mhz
maupun frekuensi diatas itu. Komunikasi dari arah BTS ke pengguna disebut
downlink, sedangkan jalur frekuensi yang digunakan mengirim informasi dari pengguna ke BTS disebut uplink
STIKOM
3.3 Perlengkapan Dan Komponen Yang Terdapat Pada Tower
Pada sebuh tower BTS terdapat komponen-komponen dan perlengkapan lainya yang harus ada pada tower telekomunikasi agar dapat bekerja dengan maksimal. Yaitu, terdapat beberapa antena sektoral, antena microwave, penangkal petir, lampu, shelter dan komponen yang ada didalamnya. Berikut beberapa penjelasannya. (Dynastya & Haryo 2013).
3.3.1 Jenis Antena Sectoral
Antena Sectoral hampir mirip dengan antena omnidirectional. Yang juga digunakan untuk Access Point to serve a Point-to-Multi-Point (P2MP) links.
Beberapa antena sectoral dibuat tegak lurus , dan ada juga yang horizontal. Antena sectoral mempunyai gain jauh lebih tinggi dibanding omnidirectional
antena di sekitar 10-19 dBi. Yang bekerja pada jarak atau area 6-8 km. Sudut
pancaran antena ini adalah 45-180 derajat dan tingkat ketinggian pemasangannya
harus diperhatikan agar tidak terdapat kerugian dalam penangkapan sinyal.
Pola pancaran yang horizontal kebanyakan memancar ke arah mana
antena ini di arahkan sesuai dengan jangkauan dari derajat pancarannya,
sedangkan pada bagian belakang antena tidak memiliki sinyal pancaran.
Antena sectoral ini jika di pasang lebih tinggi akan menguntungkan penerimaan yang baik pada suatu sector atau wilayah pancaran yang telah di tentukan. (Joko, 2009).
STIKOM
Gambar 3.5. Jenis dari antena sectoral. (http://www.tower-bersama.com)
3.3.2. Jenis Antena Microwave (Parabola)
Antena ini disebut juga dengan antena parabola. Antena parabola ini
memiliki radiasi gelombang elektromagnetik yang menyempit sehingga bisa
menjangkau jarak yang jauh. Sehingga antena parabola ini dipakai untuk
menghubungkan antar tower seolah-olah kabel yang tak terlihat.
Antena ini ada berbagai macam ukurannya, dari yang paling kecil 0.2m, 0.3m,
0.6m, 0.9m, 1.2m, 1.8m, 2.7m, 3.0m, sampai yang terbesar berdiameter 3.7m
bahkan 4.5m. Makin besar antena makin sempit radiasinya, sehingga makin jauh
jangkauannya. Istilah telco adalah makin tinggi Gain nya (Penguatannya). Tapi kalau antena besar perlu diperhatikan ruang di tower apakah mencukupi dan juga kekuatan tower. Dalam dunia telekomunikasi, antena yang bundar ini atau antena parabola ini dipakai oleh perangkat yang dinamai perangkat transmisi microwave
(gelombang mikro). (Joko, 2009).
STIKOM
Gambar 3.6. Jenis dari antena microwave (Parabola). (http://www.tower-bersama.com)
3.3.3. Jenis - Jenis Dari Penangkal Petir 1. FranklinRod
Alat ini berupa kerucut tembaga dengan daerah perlindungan berupa kerucut
imajiner dengan sudut puncak 112O. Agar daerah perlindungan besar, Franklin rod dipasang pada pipa besi (dengan tinggi 1-3 meter). Makin jauh dari Franklin rod makin lemah perlindungan di dalam daerah perlindungan tersebut. Franklin rod dapat dilihat berupa tiang-tiang di bubungan atap bangunan. 2. FaradayCage
Untuk mengatasi kelemahan Franklin Rod karena adanya daerah yang tidak terlindungi dan daerah perlindungan melemah bila jarak makin jauh dari Franklin Rod-nya maka dibuat system Faraday Cage. Faraday Cage mempunyai sistem dan sifat seperti Franklin Rod, tapi pemasangannya di seluruh permukaan atap dengan tinggi tiang yang lebih rendah.
STIKOM
3. IonizationCorona
Sistem ini bersifat menarik petir untuk menyambar ke kepalanya dengan cara
memancarkan ion-ion ke udara. Kerapatan ion makin besar bila jarak ke
kepalanya semakin dekat. Pemancaran ion dapat menggunakan generator listrik
atau batere cadangan (generated ionization) atau secara alamiah (natural ionization). Area perlindungan sistem ini berupa bola dengan radius mencapai sekitar 120 meter dan radius ini akan mengecil sejalan dengan bertambahnya
umur.
4. Radioaktif
Meskipun merupakan sistem penarik petir terbaik, namun sudah dilarang
penggunaannya karena radiasi yang dipancarkannya dapat mengganggu kesehatan
manusia. Selain itu sistem ini akan berkurang radius pengamanannya bersama
waktu sesuai dengan sifat radioaktif.
Petir yang ditarik kemudian disalurkan ke dalam tanah. Macam-macam
konduktor yang dapat digunakan untuk mengalirkan energi petir ke tanah serta
karakteristik utamanya adalah steel frame (rawan terhadap putus/gagal sambungan yang menyebabkan loncatan petir dan adanya arus induksi di sekeliling arus
petir), bare copper (ada arus induksi di sekeliling arus petir), dan coaxial cable
(arus induksi disekap di dalam cable). Sedangkan untuk grounding terminal, dapat berupa batang tembaga, lempeng tembaga atau kerucut tembaga, semakin luas
permukaan terminal dan semakin rendah tahanan tanah, maka semakin baik
sistem pentanahannya. (Iradath, 2010).
STIKOM
Gambar 3.7. Penangkal petir. (http://www.tower-bersama.com)
3.3.4. Lampu BTS
Lampu yang terdapat pada BTS adalah peralatan yang dapat mengubah
energi listrik menjadi energi cahaya. Lampu pada BTS juga dapat digunakan
[image:31.595.41.550.76.697.2]sebagai penanda sinyal di sekitar lingkungan BTS.
Gambar 3.8. Lampu BTS. (http://www.tower-bersama.com)
STIKOM
3.3.5. Shelter
Shelter BTS adalah suatu tempat yang disitu terdapat perangkat-perangkat telekomunikasi. Untuk letaknya, biasanya juga tidak akan jauh dari suatu tower
atau menara karena adanya ketergantungan sebuah fungsi diantara keduanya,
yakni shelter BTS dan tower. Tower atau menara, berfungsi sebagai tempat antena, ODU radio dll. Sedangkan shelter BTS berfungsi sebagai media penyimpanan perangkat yang akan terhubung kesebuah central atau pusat perangkat.
Gambar 3.9. Shelter pada BTS. (http://www.tower-bersama.com)
3.4. Microcell Picocells Dan Repeater
Sering dilakukan untuk memperluas cakupan sel dengan menggunakan
menara base station yang lebih tinggi, tapi kadang-kadang ada wilayah tertentu yang sulit dijangkau, atau ada komunitas tertentu yang menarik banyak
permintaan telepon pada ruang kecil. Masalah-masalah itu dapat diatasi dengan
menggunakan microcell, picocell, dan repeater. Microcell adalah sel yang lebih kecil dari radius 500 m. Base station terhubung ke sistem telepon wireless seperti halnya sel lain. Karena cakupan area yang kecil, mikro dapat menggunakan
STIKOM
peralatan radio yang lebih kecil dan sederhana. Microcell dijual ke penyedia layanan dalam bentuk paket, sebuah peralatan, kadang-kadang dengan microwave link built-in untuk koneksi. Seperti namanya, repeater menerima sinyal dari sektor dari sebuah base station dan mentransmisikan kembali sinyal yang diterima ke daerah yang sulit dijangkau seperti terowongan. Repeater memang membutuhkan sumber daya eksternal, dan repeater memiliki dua set yaitu penerima dan antena pengirim. Namun, repeater tidak memiliki link langsung ke Public Switched Telephone Network (PSTN), seperti base station, microcell, dan picocells lakukan.
Repeater mengandalkan interfacenya dengan base station untuk membawa sinyal kembali ke PSTN. Repeater dapat menjadi sumber utama dari gangguan multipath
karena salinan pengiriman dari sinyal yang dilayani. Dalam sistem reuse
konvensional (tetapi tidak dalam CDMA), repeater dapat menggeser frekuensi sehingga berkomunikasi dengan sebuah base station pada satu set frekuensi tetapi berkomunikasi dengan terminal pengguna pada satu set yang frekuensi yang
berbeda. Dalam sistem CDMA, dimana repeater berkomunikasi dengan base station dan untuk komunikasi dengan terminal pengguna pada frekuensi yang sama, sambungan ke base station harus terisolasi dengan baik dari antena
repeater. (Dynastya., & Haryo S. 2013).
STIKOM
Gambar 3.10. Microcell. (http://www.tower-bersama.com)
3.5. Macrocell
Macrocell adalah teknologi pada saat ini yang sedang di terapkan dengan sel pada jaringan telepon selular yang dapat menyediakan coverage radio
yang dapat dilayani oleh daya base stationselular yang tinggi (tower). Umumnya,
macrocells menyediakan coverage yang lebih besar daripada microcell. Antena untuk macrocell dipasang pada tiang didarat atau rooftop dan struktur lain yang sudah ada, pada ketinggian yang memberikan pandangan yang jelas di atas
bangunan sekitarnya. Biasanya macrocell memiliki output daya puluhan watt. (Joko, 2009).
STIKOM
30
PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Masalah
Semakin banyaknya pertumbuhan menara telekomunikasi oleh para
provider telekomunikasi tersebut menjadikan ancaman bagi keindahan tatanan suatu kota sehingga jika dilihat dari atas gedung banyak sekali terlihat berdirinya
menara bahkan yang diatas gedung dan yang di atas tanah. Untuk mengatasi hal
ini pemerintah mempunyai suatu rencana rancangan yang akan diterapkan di Kota
Surabaya untuk mengurangi pertumbuhan menara tersebut dengan layanan yang
memuaskan.
Dalam tahap pembahasan ini yang dilakukan adalah menunjukan hasil
kerja dari studi yang dilakukan di DINKOMINFO Surabaya. Dalam kasus ini
hasil yang didapat adalah melakukan pemotretan untuk wilayah-wilayah tertentu
yang akan menjadi perencanaan penerapan teknologi microcell.
Pemotretan dilakukan disepanjang jalan Ahmad Yani, diponegoro, basuki
rahmad, praban, panglima sudirman, dan H.R Muhammad.
STIKOM
Berikut ini adalah gambaran dari flowchart yang dikerjakan di DINKOMINFO Surabaya :
Gambar 4.1 Flowchart yang dikerjakan
Pada gambar 4.1 menjelaskan tentang proses dari seluruh pembahasan
pekerjaan yang terdapat pada bab IV. Dimana pada bab IV ini membahas
mengenai seluruh proses pengerjaan yang dilakukan di DINKOMINFO Surabaya.
Berikut penjelasannya :
STIKOM
1. Identifikasi masalah disini membahas tentang masalah yang terjadi, sehingga
dari permasalahan tersebut di dapatkan suatu solusi untuk diselesaikan. Pada
studi literature ini masalah yang timbul adalah jumlah menara telekomunikasi
yang semakin lama semakin meningkat. Untuk lebih jelasnnya di bahas pada
sub bab 4.1
2. Penggunaan microcell membahas bagaimana menerapkan teknologi microcell
yang akan di terapkan di Surabaya. Untuk lebih jelasnnya di bahas pada sub
bab 4.2.1
3. Metode yang akan diterapkan membahas tentang bentuk dari antena microcell
dan keinginan dari provider untuk ketinggian dari antena microcell. Untuk lebih jelasnnya di bahas pada sub bab 4.2.2
4. Hasil adalah total dari pengeditan foto dari yang telah dikerjakan di
DINKOMINFO Surabaya. Untuk lebih jelasnnya di bahas pada sub bab 4.2.3
STIKOM
4.1.1 Peta Surabaya Dengan Jumlah Menara.
Gambar 4.2 Peta Surabaya dengan jumlah menara. (www.dinkominfo.surabaya.go.id)
Gambar 4.1 menggambarkan peta Surabaya yang terdiri dari 31 kecamatan
dan 163 kelurahan dengan luas kota 374,8 km² dan lebih dari 460 BTS eksisting
di Kota Surabaya. Dengan banyaknya menara yang berdiri di daerah protokol
mengganggu pemandangan apabila dilihat dari atas gedung. Dengan ini
pemerintah mempunyai trobosan untuk memanfaatkan teknologi microcell yang yang sudah diterapkan oleh kota Jakarta dan bandung.
4.1.2 Kondisi Jalan saat ini.
Ada 10 lokasi yang menjadi titik yang rencananya akan menjadi tempat
penempatan antena microcell yang dijadikan satu dengan PJU, dan juga beberapa kondisi bentuk dan lokasi menara saat ini yang ada di kota Surabaya. Saya
tunjukkan sebagian, berikut kondisi jalannya.
STIKOM
[image:38.612.74.565.101.662.2]Gambar 4.3 Lokasi jalan basuki rachmad depan bumi Surabaya.
Pada Gambar 4.3 berlokasi di pusat Kota Surabaya dengan bentuk trotoar
jalan yang telah dibangun sehingga terlihat bagus dan luas bagi pejalan kaki. Pada
trotoar ini lah nantinya akan ditempatkan PJU dengan antena microcell nya.
Gambar 4.4 Lokasi jalan diponegoro.
Pada gambar 4.4 ini berlokasi di jalan diponegoro dijalan ini bentuk
karakteristik jalanya ada dua sisi yang di pisah dengan pohon-pohon. Pada jalan
ini bentuk trotoarnya terlihat tidak terawat sehingga tidak ada jalur bagi pejalan
STIKOM
kaki sehingga kesulitan untuk menerapkan tiang PJUnya, tetapi saat ini sedang
ada pembangunan untuk melebarkan trotoar di daerah jalan diponegoro ini.
Selanjutnya akan dijelaskan pada pembahasan 4.2
4.2 Pembahasan
4.2.1 Penggunaan Microcell
Untuk menerapkan teknologi mikrocell yang akan di terapkan di Surabaya, tentu harus ada prosesur dan cara menerapkan teknologi tersebut. Pemerintah
Kota Surabaya bersama DINKOMINFO bagian POSTEL menimbang-nimbang
penuh dengan apa yang akan di terapkan di Surabaya.
Pemerintah Kota pada akhirnya memilih dan berkonsentrasi penuh
menerapakan seperti diluar negeri yaitu Korea Selatan yang sudah terapkan dan di
indonesia sendiri yaitu Jakarta Dan Bandung. Penerapnya melalui beberapa urutan
antara lain :
1) standar tinggi antena,
2) bentuk antena microcell,
3) koneksi dengan menggunakan serat optic, dan
4) perencanaan penggantian kabel fiber optic.
STIKOM
4.2.2 Metode Yang Akan Diterapkan
1) Antena microcell ini akan digunakan oleh perusahaan provider, mereka menginginkan tinggi antenanya setinggi kurang lebih 18 – 20 meter, dengan
tinggi tersebut coverage yang dipancarkan tidak sejauh macrocell yaitu sekitar 500 meter. Maka dari itu akan banyak dipasang antena tersebut dalam satu
lokasi. Berikut gambarnya.
Gambar 4.5 Desain tinggi PJU Microcell.
Pada gambar 4.5 adalah desain pekerjaan selama KP dengan pertimbangan
bimbingan dari penyelia di POSTEL, yaitu tinggi PJU dengan antena microcell
18 meter. Paling atas sebagai antenanya, tinggi penerangan jalannya sendiri 9
meter, standar PJU di kota Surabaya.
STIKOM
2) Bentuk antena dari microcell ini sendiri kami desain berbentuk melingkar seakan-akan antena ada pada semua sisi dari tiangnya, hal ini dilakukan agar
antena yang sifatnya sectoral mencakup seluruh area. Berikut gambarnya.
[image:42.612.54.547.150.700.2]Gambar 4.6 Bentuk tiang.
Gambar 4.7 Pancarannya
STIKOM
Penjelasan dari gambar 4.6 bentuk antenanya seharusnya seperti antena
sectoral yang ada pada menara yang sebelumnya, tetapi pada desain digambarkan melingkar dikarenakan agar selah-olah antena melingkar pada tiang. Warna yang
ada pada tiang ini dimaksutkan dari jenis-jenis provider, misalnya provider
telkomsel ditandakan dengan warna merah, indosat dengan warna kuning. Pada
satu tiang dugunakan oleh 4 provider sedangkan ada 9 provider di kota Surabaya. Pada gambar 4.7 itu maksudnya coverage yang di dapatkan, melingkar sehingga mencakup semua sudut, sifat antena sectoral adalah mengirimkan sinyal sebanding lurus dengan arah antennya.
3) Penggalian untuk tempat kabel serat optik. Ada dua metode yaitu dengan
kendaraan yang dikendalikan dengan remot kontrol untuk menggali tanah agar
bentuk galian lurus simetris. Yang kedua dengan manual yaitu mesin pengalian
yang didorong lurus sehingga terbentuk lurus simetris
Serat optik dimanfaatkan sebagai koneksi data dari pusat BTS ke antena
microcell, kenapa menggunakan serat optik karena dengan serat kaca data dapat dikirimkan dengan sangat cepat dengan kecepatan kurang lebih mencapai 200.000
Mbps (200 Gbps).
4 ) Perencanaan Penggantian Kabel Fiber Optic
Untuk menanangani permasalahan seperti gambar 4.6 (gambar bawah)
pemerintah Kota Surabaya mempunyai beberapa wacana mengenai penggantian
fiber optic yang dianggap mempunyai dampak seperti gambar 4.6 pemerintah Kota Surabaya mempunyai perencanaan penggunaan teknologi dari Korea Selatan
yaitu microduct sebagai pengganti kabel fiber optic
STIKOM
Microducts adalah saluran kecil untuk instalasi serat optik. Microduct
memiliki ukuran mulai dari biasanya 3 sampai 16 mm dan dipasang sebagai
tempat dalam saluran yang lebih besar.
Gambar 4.8 Foto kiri. jl.Mulyorejo.Foto kanan jl.Ngagel jaya
Gambar 4.8 foto kiri menggambarkan kondisi jalan di jl.Mulyorejo
Surabaya, yaitu kondisi ketika kabel fiber optic belum di tanam. Proses penggalian ini sangatlah merusak pemandangan dan estetika kota Surabaya.
Gambar 4.7 foto kanan menggambarkan kondisi di jl.Ngagel Jaya , ini adalah
proses penggalian ulang kabel fiber optic untuk penambahan serat kabel fiber optic. Ini juga di anggap merusak pemandangan dan estetika kota Surabaya.
STIKOM
Gambar 4.9 Microduct (www.e-knet.com)
Microduct sudah banyak di gunakan di negara-negara berkembang seperti Amerika Serikat, Arab Saudi, Jepang, dan Korea Selatan. (Perwakilan dari e-knet
pada saat rapat terbuka bersama Mahasiswa Stikom yang sedang Kerja Praktek di
Dinkominfo ).
Microduct yang akan digunakan di Indonesia adalah microduct yang dikubur /ditanam dan serat kabel fiber optik ditambahkan dengan metode blowing
(peniupan). Jadi penambahan tiap operator serat optik cukup ditambahkan dengan
metode tiup. Hal ini memudahkan karena tanpa harus membongkar badan jalan
lagi yang telah di tanam microduct.
Bahan microduct ini dikelilingi oleh pita/isolasi metallic atau non metallic
yang berfungsi sebagai penghalang kelembaban dan dilindungi oleh lapisan luar
yang fleksibel terbuat dari bahan (High density polyethylene) HDPE, Polietilena
berdensitas tinggi. Lapisan luar ini biasanya dibuat berwarna orange, berbahan
polietelina kasar, guna memberikan perlindungan yang baik dari lingkungan sekitar. Berkat karakteristiknya ini, potensi kerusakan dapat dicegah (seperti
pecah, deformasi bentuk, dll).
STIKOM
DINKOMINFO POSTEL ingin menerapkan microduct karena beberapa alasan yaitu :
1. Cabang dapat dibuat sederhana, setiap tempat setiap saat.
2. Biaya awal yang rendah.
3. Jaringan dapat tumbuh pada permintaan.
4. Mudah untuk menginstal rute microduct di saluran diduduki. 5. Mudah untuk mengganti kabel lama melalui jaringan.
6. Kemungkinan untuk bermigrasi dari kabel tembaga seimbang untuk serat
optik kabel.
4.2.3 Metode Yang Akan di Terapkan 1. Penggalian untuk tempat kabel.
Gambar 4.10 Alat yang digunakan untuk menggali tanah. (www.e-knet.com)
Gambar 4.10 menjelaskan itu adalah alat yang digunakan untuk menggali
tanah agar bentuk galian lurus simetris.
STIKOM
Gambar 4.11 Hasil penggalian menggunakan alat (Difoto dari jarak jauh). (www.a2bfiber.com)
.Gambar 4.12 Penggalian menggunakan alat (Difoto dari jarak dekat). (www.a2bfiber.com)
Pada Gambar 4.11 dan 4.12 adalah hasil dari penggalian menggunakan alat
seperti gambar 4.10 gambar di atas di ambil di situs internet karena sulit di
dapatkanya foto hasil penggalian di kota percobaan di Indonesia yaitu Bandung.
STIKOM
Hasil galian yang simetris ini sangat mendukung di terapkannya fiber microduct.
2. Pemasangan Kabel
Gambar 4.13 Contoh bagaimana cocoknya ukuran hasil galian dari sebuah mesin (Diambil dari jarak dekat)(www.e-knet.com)
Gambar 4.14 Contoh bagaimana cocoknya ukuran hasil galian dari sebuah mesin
(Diambil dari jarak jauh) (www.e-knet.com)
Pada gambar 4.11 adalah contoh bagaimana cocoknya ukuran hasil galian
dari sebuah mesin. Pada gambar 4.12 menunjukkan petugas sedang memasang
kabel duct yang panjang untuk dimasukkan ke dalam galian yang telah di buat. Foto pada gambar 4.11 dan 4.12 saya ambil di situs resmi penyedia jasa microduct
STIKOM
yaitu www.e-knet.com karena tidak tersedianya foto di tempat percontohan
penerapan microduct di Bandung.
Gambar 4.15 Tempat sambungan untuk kabel duct (www.metrofibrewerx.com) Pada Gambar 4.15 disini menjelaskan bahwa disitu adalah tempat
sambungan untuk kabel duct. Handhole tersebut digunakan petugas untuk pengecekan jika ada sambungan yang lepas maupun bocor
3. Pemasangan Serat Fiber menggunakan metode blowing
Gambar 4.16 Persiapan simulasi pemasangan serat fiber. (Diambil dari jauh). (www.diskominfo.jabarprov.go.id)
STIKOM
Gambar 4.17 Persiapan simulasi pemasangan serat fiber. (Diambil dari jarak dekat). (www.diskominfo.jabarprov.go.id)
Gambar 4.16 dan 4.17 adalah persiapan simulasi pemasangan serat fiber
dengan metode blowing. Terlihat kabel di bentangkan memanjang.
4.2.3 Hasil Editan Foto
Setelah semua konsep-konsep penerapan microcell di pelajari, selanjutnya yaitu pemilihan tempat dimana microcell akan ditempatkan di jalan-jalan Kota Surabaya. DINKOMINFO Kota Surabaya berkeinginan menerapkan di pusat kota
terlebih dahulu. Untuk merealisasikan di pusat kota, berarti penerapan penggalian
dan pemasangan kabel di lakukan di jalan protokol kota Surabaya.
Berikut adalah beberapa jalan protokol di Surabaya yang sudah di foto dan
di desain beserta microcell nya oleh kami selaku Mahasiswa yang melakukan kerja praktek di DINKOMINFO Kota Surabaya.
STIKOM
Gambar 4.18 Hasil desain, lokasi Jalan A.Yani.
Penjelasan pada gambar 4.18 tiang PJU microcell berada pada tengah-tengah pembatas jalan.
Gambar 4.19 Hasil desain, lokasi Jalan Raya Darmo.
Penjelasan pada gambar 4.19 tiang PJU microcell berada pada trotoar, sebelah kanan dan kiri jalan.
STIKOM
Gambar 4.20 Hasil desain, lokasi Jalan Mayjen Sungkono.
Penjelasan pada gambar 4.20 tiang PJU microcell berada pada trotoar, sebelah kanan dan kiri jalan.
Gambar 4.21 Hasil desain, lokasi jalan wonokromo.
Penjelasan pada gambar 4.21 tiang PJU microcell berada pada trotoar, sebelah kanan dan kiri jalan.
STIKOM
48 5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang di dapat selama kerja praktek pada DINKOMINFO
Surabaya adalah:
1. Dengan menggunakan teknologi microcell akan sangat bermanfaat karena angka pertumbuhan BTS yang merusak nilai estetika kota Surabaya akan
sangat berkurang.
2. Teknologi microcell ini dapat dikembangkan lagi yaitu memberikan jangkauan layanannya semakin luas.
3. Jika Pemerintah kota Surabaya bersama DINKOMINFO berhasil menerapkan
konsep microcell. Akan sangat mempunyai banyak keuntungan, baik disisi masyarakat Surabaya, pemerintah kota dan Provider selular.
5.2 Saran
Diharapkan implementasi Microcell, tidak hanya di terapakan di protokol-protokol kota Surabaya. Namun bisa merambah ke semua sisi kota Surabaya.
STIKOM
DAFTAR PUSTAKA
Dinkominfo, http://dinkominfo.surabaya.go.id/index.php diakses pada Tanggal 1
Agustus 2013.
Dynastya., & Haryo S. (2013). Model Lokasi Menara BTS ditinjau dari
Faktor-faktor penentu lokasi Menara BTS di Surabaya, dari jurnal. Surabaya.
Institute Sepuluh November (ITS).
Fiber optic, http://id.wikipedia.org/wiki/Serat_optik diakses pada tanggal 22
September 2013.
Iradath.ST. MBA. (2010). SISTEM KOMUNIKASI II. Jakarta. Erlangga
Joko, S. (2009). BTS Hotel for Journal Publication. Bandung. School of
Electrical Engginering and Informatics ITB.
Telekomunikasi, http://id.wikipedia.org/wiki/Telekomunikasi diakses pada
tanggal 15 September 2013.
Theodore, S. R. (1996). Wireless Comunications Principle & Practice. Upper
Saddle River, New Jersey. Prentice Hall PTR.
William, S. (2007). Komunikasi & Jaringan Nirkabel. Ciracas, Jakarta.