ANALYSIS OF THE FACTORS THAT INFLUENCE TAX EVASION ETHICS (An Empirical Study of Individual Taxpayer in Sleman Regency)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pada Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh:
MIA RIZKI DAMAYANTI 20120420119
FAKULTAS EKONOMI
v
“Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat
suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan
bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun
” (Ir. Soekarno)
“Aja Adigang, adigung, adiguna” (Falsafah Jawa)
vi
Akhirnya perjalanan dan perjuangan yang berliku ini telah dapat saya
lewati. Satu titik awal menuju masa depan yang lebih panjang lagi baru
akan dimulai.
Tidak ada kata lain yang dapat terucap hanya rasa syukur kepada-Nya
atas segala nikmat dan karunia-Nya.
Semoga karya sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi banyak
orang.
Kupersembahkan karya sederhana ini untuk:
Bapak, Ibu, Kedua Kakakku, keluarga besarku, serta
teman-teman Akuntansi 2012, khususnya mbak Tata, Nova, Rice,
Devi, mbak Oppi,Ela, Marine, Dwina,Destia, Fika, Fadhilah,
Igar, dan Aying.Terima kasih selama 4 tahun ini sudah
sama-sama terus.
Tidak lupa juga untuk Sahabat-sahabatku Bunga, Listina,
Nova, Upik, dan Inggar.
vii
terhadap etika penggelapan pajak yang dilihat melalui variabel keadilan, sistem
perpajakan, diskriminasi, ketepatan pengalokasian, dan etika uang. Objek
penelitian ini adalahwajib pajak orang pribadi yang memiliki usaha kecil menengah
yang berada di wilayah Kabupaten Sleman. Jumlah sampel dalam penelitian ini
adalah 84 responden yang dipilih dengan menggunakan metode consecutiverandom sampling. Alat analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda dalam program SPSS.
Hasil penelitian ini menunjukkankeadilan tidak berpengaruh terhadap etika
penggelapan pajak, sistem perpajakan dan ketepatan pengalokasian berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak, sedangkan diskriminasi dan etika uang
berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak.
viii
ethicsthat is investigated by justice, tax system, discrimination, the accuracy of tax, and money ethicss. The object of this research are the individual taxpayer that has small and medium enterprises in Sleman Regency. This research has target of respondents up to 84 respondents, selected by applying consecutiverandom sampling method. The data is analyzed by using multiple linear regression in SPSS. The results of this research show that justice is not influence against tax evasionethics, tax system and the accuracy of tax has a positive infuence against tax evasionethics, meanwhile discrimination and money ethicss has a negative influence against tax evasion ethics.
ix
berkah, rahmat serta hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program
Studi Akuntansi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Penulis sadar betul bahwa skripsi ini tidak akan tersusun dengan mudah tanpa
adanya bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampa ika n
ucapan terimakasih kepada:
1. Bapak, Ibu, kedua Kakakku, dan Adik-adikku yang selalu memberika n
doa dan semangat, serta nasihat dalam penyelesaian penulisan skripsi
ini.
2. Dr. Nano Prawoto, SE. Msi., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Bapak Rizal Yaya, SE., M.Sc., Ph.D., Ak., CA. selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan
nasihat, serta tidak pernah lupa memberikan semangat bagi anak
bimbingannya.
4. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi yang telah memberikan ilmu serta
pengalaman yang baru yang bermanfaat bagi penulis.
5. Staff TU, pengajaran, maupun Prodi yang telah banyak membantu dan
bersabar demi kelancaran/kebutuhan penulis selama perkulia ha n
x
selaku responden.
8. Sahabat-sahabatku SMP, SMA yang selalu memberikan semangat dan
dukungannya, serta sahabat seperjuangan Akuntansi UMY 2012yang
mau membantu penulis dan mau penulis repotiselama menjalani
lika-liku penulisan skripsi ini.
9. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan
satu-persatu.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis, dan
bagi kita semua dalam rangka menambah wawasan khususnya bidang
xi
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
INTISARI ... vii
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Batasan Masalah Penelitian ... 6
C. Rumusan Masalah Penelitian ... 6
D. Tujuan Penelitian ... 7
E. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A. Landasan Teori ... 9
1. Wajib Pajak ... 9
2. Etika ... 9
xii
6. Ketepatan Pengalokasian ... 14
7. Etika Uang (Money Ethics) ... 15
B. Penurunan Hipotesis ... 15
C. Model Penelitian ... 22
BAB III METODE PENELITIAN ... 23
A. Objek Penelitian ... 23
B. Jenis Data ... 23
C. Teknik Pengambilan Sampel ... 23
D. Teknik Pengumpulan Data ... 24
E. Definisi Operasional Variabel ... 24
F. Uji Kualitas Instrumen dan Data ... 27
G. Uji Hipotesis dan Analisis Data ... 28
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 32
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 32
B. Uji Kualitas Instrumrn dan Data ... 34
C. Hasil Penelitian (Uji Hipotesis) ... 38
D. Pembahasan (Interpretasi) ... 48
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN SARAN PENELITIAN ... 53
A. Simpulan ... 53
B. Implikasi ... 54
xiv
4.2. Persentase Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 33
4.3. Persentase Data Responden Berdasarkan Umur ... 33
4.4. Ringkasan Hasil Uji Validitas ... 35
4.5. Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas ... 37
4.6. Statistik Deskriptif ... 38
4.7. Uji Normalitas ... 40
4.8. Ringkasan Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 41
4.9. Ringkasan Hasil Uji Multikolinearitas ... 42
4.10. Hasil Regresi Linear Berganda H1 sampai H5 ... 44
4.11. Ringkasan Hasil Hipotesis Penelitian ... 45
4.12. Uji Koefisien Determinasi H1 sampai H5 ... 46
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
Kebijakan ekonomi sangat menentukan perekonomian suatu negara
terutama bagi negara berkembang. Suatu negara membutuhkan penerimaan
dana yang digunakan untuk membiayai seluruh pembangunan dan
pengeluaran untuk kegiatan yang digunakan untuk kemajuan infrastruktur dan
perkembangan suatu negara.
Salah satu sumber penerimaan terbesar negara adalah dari sektor pajak.
Pajak merupakan iuran wajib yang harus dibayarkan oleh wajib pajak yaitu
orang pribadi maupun badan kepada negara yang sifatnya memaksa dan
pelaksanannya diatur di dalam undang-undang. Kewajiban pajak tidak
memberikan imbal balik secara langsung, namun dana pajak digunakan oleh
pemerintah untuk kebutuhan negara sehingga manfaatnya bisa dirasakan di
masa mendatang (Soemitro dalam Suminarsasi, 2012).
Karena pelaksanaannya sangat krusial dan menjadi penerimaan terbesar
bagi negara, maka pelaksanaan, pemungutan, dan penyetorannya diatur di
dalam undang-undang agar tidak terjadi kecurangan dalam pelaksanaannya.
Selain itu juga penting adanya transparansi pelaporan ketepatan
pengalokasian pajak. Hal ini bertujuan untuk menjunjung keadilan dan
menghindari adanya diskriminasi bagi wajib pajak, karena pajak bersumber
dari warga negara secara keseluruhan. Sehingga dibutuhkan adanya kesamaan
dana pajak digunakan secara tepat atau tidak. Begitu pula yang diterapkan di
Indonesia.
Menurut Dirjen Pajak, Realisasi penerimaan pajak pada tahun 2015,
hingga akhir triwulan 1 mencapai Rp 198.226 triliun atau mencapai 15,32%
dari target penerimaan pajak yang ditetapkan sesuai APBN-P 2015 sebesar
Rp 1.294.258. Realisasi penerimaan pajak mengalami pertumbuhan yang
cukup signifikan di sektor tertentu namun juga mengalami penurunan di
sektor lainnya jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2014.
Pertumbuhan penerimaan pajak ini harus diimbangi dengan maksimalnya hak
yang diterima oleh wajib pajak dan seluruh masyarakat.
Wajib pajak perlu mengetahui bahwa kewajiban pajak yang telah
dilakukannya benar-benar memberikan dampak positif bagi negara, dengan
dana yang dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan negara. Baik
berupa perbaikan infrastruktur maupun perkembangan daerah-daerah
terpencil bukan hanya di kota besar saja. Karena, ketika pengalokasian pajak
tidak disalurkan dengan tepat, maka hal tersebut dapat memicu timbulnya
berbagai masalah perpajakan, diantaranya yaitu penggelapan pajak (tax evasion).
Penggelapan pajak (tax evasion) merupakan upaya yang digunakan untuk menghindari kewajiban pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak dan
merupakan perbuatan yang tidak sesuai aturan dan melanggar undang-undang
sebenarnya untuk mengurangi pajak yang dibayarkannya (Siahaan, 2010
dalam Ardyaksa, 2014).
Pelanggaran-pelanggaran pajak ini dilakukan oleh wajib pajak karena
pajak dianggap biaya oleh wajib pajak, sehingga wajib pajak melakukan
beberapa cara untuk menurunkan pajak yang dibayarkannya. Penurunan biaya
pajak oleh wajib pajak yang tidak sesuai dengan aturan undang-undang dan
merugikan negara termasuk ke dalam tindakan penggelapan pajak. Hal ini
semakin kuat dilakukan wajib pajak apabila kewajiban pajak yang dilakukan
tidak seimbang dengan pengalokasian dana pajak untuk kepentingan negara
oleh pemerintah.
Pajak yang dianggap sebagai biaya menjadikan wajib pajak melakukan
tindakan pengurangan biaya pajak dengan berbagai cara. Terdapat beberapa
pihak yang berusaha melakukan tindakan menyimpang aturan perpajakan
yang mengarah kepada penggelapan pajak.Tercatat beberapa contoh kasus
penggelapan pajak, antara lain kasus penggelapan pajak oleh PT Asian Agri
Group, salah satu perusahaan penghasil minyak sawit mentah terbesar di
Asia.
Selain itu, pada tahun 2013, Penyidik di Kanwil Dirjen Pajak Riau dan
Kepulauan Riau, menjemput paksa tersangka kasus pengelapan pajak di
Pekanbaru Riau. Tindak pidana perpajakan yang dilakukan oleh tersangka,
Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang perdagangan alat-alat elektronik,
adalah sangkaan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tetapi isinya
keadaan yang sebenarnya untuk Tahun Pajak 2005 s.d. 2008. Atas
perbuatannya tersebut, diperkirakan negara mengalami kerugian sebesar Rp 5
miliar.
Kemudian pada tahun 2015, Kanwil Dirjen Pajak Jawa Barat melakukan
penangkapan terhadap DS, Direktur CV. TC di Bandung, yang bergerak di
bidang usaha perdagagan pupuk non subsidi, yang diduga melanggar
ketentuan pasal 39 ayat (1) huruf c UU KUP, yaitu tidak melaporkan SPT
Masa PPN dan pasal 39 ayat (1) huruf l UU KUP, yaitu tidak menyetorkan
PPN yang telah dia pungut dari pembeli pupuk. Atas perbuatannya tersebut
Negara dirugikan sebesar 5 miliar (www.pajak.go.id).
Atas dasar beberapa kasus penggelapan pajak yang terjadi di Indonesia
tersebut, peneliti bermaksud melakukan penelitian mengenai faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak. Menurut Suminarsasi
(2012), terdapat beberapa faktor yang memengaruhi etika penggelapan pajak.
Penelitian tersebut menggunakan faktor antara lain, keadilan, sistem
perpajakan, dan diskriminasi sebagai faktor yang memengaruhi etika
penggelapan pajak.
Hasil penelitian Suminarsasi (2012) menunjukkan bahwa, sistem
perpajakan berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak,
diskriminasi berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak.
Sedangkan keadilan, tidak terbukti berpengaruh pada etika penggelapan
pajak. Namun, pada penelitian Handyani M (2014) keadilan dan sistem
tidak adilnya perlakuan terhadap wajib pajak dan semakin buruknya sistem
perpajakan yang ada, maka penggelapan pajak dianggap sebagai perbuatan
yang etis untuk dilakukan, sehingga semakin tinggi pula kemungkinan adanya
penggelapan pajak. Sedangkan diskriminasi berpengaruh negatif terhadap
penggelapan pajak.
Faktor lain yang diprediksi dapat mempengaruhi penggelapan pajak
adalah ketepatan pengalokasian (Ardyaksa, 2014), serta etika uang (money ethic) (Lau et al., 2013; Basri, 2014). Hasil penelitian Ardyaksa (2014) menunjukkan bahwa ketepatan pengalokasian berpengaruh negatif terhadap
penggelapan pajak.
Menurut Lau et al. (2013), etika uang berhubungan positif dengan etika penggelapan pajak. Semakin tinggi etika uang maka penggelapan pajak
dianggap perbuatan yang etis untuk dilakukan, sehingga kemungkinan
terjadinya penggelapan pajak pajak menjadi tinggi. Penelitian ini diperkuat
dengan hasil penelitian Basri (2014) yang menyatakan bahwa etika uang
berpengaruh secara positif terhadap etika penggelapan pajak. Semakin tinggi
etika uang menunjukkan tingkat cinta uang yang tinggi maka etika seseorang
semakin rendah dan menyebabkan adanya tindakan penggelapan pajak.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Suminarsasi (2012), yaitu pengaruh keadilan, sistem
perpajakan, dan diskriminasi terhadap etika penggelapan pajak. Namun,
peneliti bermaksud menambahkan faktor lain yang diperkirakan dapat
mempengaruhi etika penggelapan pajak.
Penelitian ini menambahkan variabel independen lain yaitu ketepatan
pengalokasian yang dilakukan oleh Ardyaksa (2014), dan variabel etika uang
(Basri, 2014). Responden yang digunakan adalah wajib pajak orang pribadi
yang memiliki usaha kecil menengah yang berada di wilayah Kabupaten
Sleman.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi etika penggelapan pajak dengan
judul penelitian, “FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH
TERHADAP ETIKA PENGGELAPAN PAJAK (TAX EVASION)”.
B. Batasan Masalah Penelitian
1. Penelitian ini hanya menganalisis melalui variabel keadilan, sistem
perpajakan, diskriminasi, ketepatan pengalokasian, dan etika uang.
2. Sampel penelitian tidak dalam jumlah yang besar dan masih kurang dari
100 responden saja.
3. Lingkup penelitian hanya pada satu wilayah saja yaitu Kabupaten Sleman.
C. Rumusan Masalah
1. Apakah keadilan berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak?
2. Apakah sistem perpajakan berpengaruh positif terhadap etika penggelapan
3. Apakah diskriminasi berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan
pajak?
4. Apakah ketepatan pengalokasian berpengaruh negatif terhadap
penggelapan pajak?
5. Apakah etika uang berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak?
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk menguji pengaruh keadilan terhadap etika penggelapan pajak.
2. Untuk menguji pengaruh sistem perpajakan terhadap etika penggelapan
pajak.
3. Untuk menguji pengaruh diskriminasi terhadap etika penggelapan pajak.
4. Untuk menguji pengaruh ketepatan pengalokasian terhadap etika
penggelapan pajak.
5. Untuk menguji pengaruh etika uang terhadap etika penggelapan pajak.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi
pembuat kebijakan perpajakan agar dapat lebih memperhatikan
faktor-faktor yang dapat menyebabkan wajib pajak melakukan tindakan
penggelapan pajak. Terutama dari sisi kebijakan dan regulasi yang
penggelapan pajak yang dampaknya dapat mengurangi pendapatan
negara dari sektor pajak.
Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
bagi wajib pajak agar dapat lebih berhati-hati dalam melakukan
manajemen pajak agar tidak digolongkan dalam penggelapan pajak
serta masukan bagi wajib pajak agar melaksanakan kewajiban
pajaknya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
2. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru
atau wawasan tambahan bagi para akademisi untuk dapat memahami
beberapa faktor yang memengaruhi etika penggelapan pajak.
Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah masukan dan
pelengkap bagi penelitian terdahulu serta menjadi literature review
9 1. Wajib Pajak
Menurut Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan, wajib
pajak terbagi menjadi dua, yaitu wajib pajak orang pribadi dan badan
yang meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak,
yang memiliki hak dan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Selain itu, wajib pajak merupakan objek pajak dengan syarat-syarat
objektif berdasarkan undang-undang yaitu dalam rangka UU PPh 1984
menerima atau mendapatkan penghasilan kena pajak, yaitu penghasilan
yang melebihi batasan penghasilan tidak kena pajak bagi wajib pajak
dalam negeri (Soemitro dalam Suminarsasi, 2012).
Dengan kata lain, seseorang mempunyai kewajiban membayar
pajak ketika mempunyai pajak terutang yang terjadi akibat dari
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Wajib pajak wajib
melaksanakan kewajiban membayar pajak sesuai dengan kewajiban atau
pajak terutangnya.
2. Etika
Etika dapat didefinisikan sebagai seperangkat prinsip moral yang
karena berperan menentukan apa yang harus dilakukan dan atau tidak
boleh dilakukan oleh seseorang maupun kelompok (Velasquez dalam
Suminarsasi, 2012).
Dengan kata lain, etika merupakan suatu hal yang dilakukan secara
benar dan baik, serta tidak melakukan tindakan yang buruk. Hal ini erat
kaitannya dengan agama Islam, bahwa etika merupakan cerminan akhlak
seorang muslim dalam melaksanakan kegiatan dunia dan akhiratnya
(Rivai, 2012).
3. Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Mardiasmo (2009) mengidentifikasikan penggelapan pajak
merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh wajib pajak untuk
mengurangi beban pajak yang dibayarkan dengan cara yang melanggar
undang-undang. Wajib pajak meringankan biaya pajak yang harus
dibayarkannya dengan cara yang tidak etis dengan mengabaikan
ketentuan perpajakan yang berlaku, memalsukan dokumen, atau mengisi
data dengan tidak lengkap dan tidak benar.
Penggelapan pajak sangat merugikan negara karena dapat
mengurangi penerimaan negara yang cukup besar. Siahaan (2010)
menyatakan bahwa penggelapan pajak membawa dampak dalam
berbagai bidang kehidupan masyarakat, antara lain bidang keuangan,
Dalam pelaksanaan pemungutan pajak, pemerintah menerapkan
undang-undang dan aturan yang ketat, sehingga pelaksanaan pajak harus
dilakukan dengan tepat dan benar. Hal ini dilakukan untuk memperkecil
adanya kesempatan wajib pajak dalam melakukan tindakan penggelapan
pajak. Wajib pajak sendiri telah memiliki kesempatan dalam mengurangi
beban pajak tanpa melanggar aturan, salah satunya dengan cara
penghindaran pajak (tax avoidance).
4. Keadilan Pajak
Rawls (dalam Ardyaksa, 2014) menyatakan bahwa pemungutan
pajak harus bersifat final, adil, dan merata. Pajak dianggap sebagai beban
oleh wajib pajak, sehingga mereka memerlukan suatu kepastian dan
perlakuan yang sama pada tiap wajib pajak atas biaya pajak yang telah
mereka keluarkan. Pajak harus dikenakan kepada wajib pajak secara
merata dan tepat sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.
Keadilan dalam pajak juga digambarkan dengan wajib pajak
mendapatkan hak dan perlakuan yang sama dalam melaksanakan
kewajiban pajaknya. Wajib pajak harus mendapatkan perlakuan yang
sama dalam hal pelayanan, pemungutan, maupun penyetorannya. Karena
keadilan yang diberikan kepada wajib pajak dapat menumbuhkan
kesadaran wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban pajaknya dan tidak
Dengan kata lain, keadilan perpajakan ini bertujuan untuk
membentuk dan menciptakan pribadi wajib pajak yang patuh terhadap
undang-undang pelaksanaan kewajiban perpajakan. Mardiasmo (2009)
menyatakan bahwa sesuai dengan tujuan pencapaian keadilan,
undang-undang dan pelaksanaan pemungutan pajak harus adil.
5. Sistem Perpajakan
Secara umum sistem perpajakan di sini adalah hal-hal yang
berkaitan dengan bagaimana mekanisme pembayaran pajak diterapkan.
Semakin mudahnya sistem dan sarana pembayaran pajak yang diberikan
oleh pelayanan pajak, maka akan semakin meningkatkan kesadaran wajib
pajak untuk melakukan kewajiban pajaknya.
McGee (dalam Suminarsasi, 2012) mengaitkan sistem perpajakan
dengan tarif pajak dan kemungkinan korupsi dalam sistem apapun. Selain
dengan tarif pajak, sistem perpajakan juga dapat dikaitkan dengan alur
penerimaan dana pajak hingga pengalokasian pajak oleh pemerintah.
Dengan sistem yang tepat, pembayaran pajak dapat dilakukan dengan
cara yang mudah dan tidak terlalu rumit.
Pengisian formulir pajak yang membingungkan dan sulit akan
menyebabkan wajib pajak enggan untuk melakukan pengisian secara
tepat dan benar. Hal ini dapat mengakibatkan informasi wajib pajak yang
diberikan tidak sesuai dengan informasi yang sebenar-benarnya dan
pengalokasian pajak juga harus dilakukan secara tepat sasaran dan secara
transparan untuk menghindari dana pajak yang dikorupsi oleh
pihak-pihak terkait.
6. Diskriminasi
Berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia Pasal 1 ayat (3), diskriminasi merupakan adanya batasan,
pelecehan, perlakuan tidak adil, atau pengucilan yang dilakukan kepada
seseorang dengan berdasarkan adanya perbedaan agama, ras, suku, etnik,
golongan, status global, kelompok, bahasa, jenis kelamin, keyakinan
politik, dan lain-lain yang bersifat negatif.. Diskriminasi terhadap
perlakuan kepada wajib pajak dapat menyebabkan tingginya tindakan
penggelapan pajak karena ketidakadilan yang diterima oleh wajib pajak.
Suminarsasi (2012) menyatakan bahwa beberapa bentuk
diskriminasi perpajakan antara lain kebijakan fiskal luar negeri terkait
dengan kepemilikan NPWP yang saat ini kebijakan tersebut telah
dihapuskan, serta kebijakan diperbolehkannya zakat sebagai pengurang
beban pajak yang dibayarkan dan adanya zona bebas pajak, karena
kebijakan tersebut hanya menguntungkan kelompok masyarakat tertentu
saja. Sehingga dapat menyebabkan timbulnya kecemburuan oleh
kelompok masyarakat lain yang tidak menerima keuntungan dari
Hal tersebutlah yang melatarbelakangi wajib pajak melakukan
peggelapan pajak. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian
Handyani M (2014) yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh
antara diskriminasi dengan penggelapan pajak.
7. Ketepatan Pengalokasian
Ayu (2009) ketepatan pengalokasian menunjukkan indikator
seberapa tepat dana pajak yang termasuk di dalam APBN dialokasikan
dalam pembangunan negara. Tidak dapat dipungkiri bahwa pajak
merupakan sumber penerimaan terbesar bagi negara. Alokasi
pengeluaran pemerintah tercermin dalam APBN dan APBD di dalam
pelaporan belanja negara/daerah.
Secara umum pajak seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan
umum yang dapat dilihat dari semakin banyaknya fasilitas umum yang
tersedia. Menurut Ayu (2009) ketepatan pengalokasian pengeluaran
diukur menggunakan indikator sebagai berikut: prinsip manfaat dari
penggunaan uang yang bersumber dari pajak, dan pendistribusian dana
yang bersumber dari pajak. Indikator tersebut dapat mengukur sejauh
mana ketepatan pengalokasian dana pajak diberikan untuk kontribusi
8. Etika Uang (Money Ethic)
Tang (dalam Basri, 2014) memperkenalkan konsep cinta uang yang
mengukur perasaan subjektif seseorang tentang uang. etika uang yang
tinggi disebut juga dengan cinta uang, yaitu seseorang yang
menempatkan kepentingan yang besar pada uang dan menganggap uang
adalah segala-galanya dalam kehidupan.
Etika uang merupakan persepsi dan pandangan seseorang terhadap
uang. Seseorang yang memiliki etika uang yang tinggi atau disebut juga
dengan cinta uang maka mereka akan meletakkan kepentingan yang lebih
tinggi terhadap uang (Basri, 2014). Orang tersebut cenderung untuk
memandang segala sesuatunya dengan uang.
Dengan kata lain, seseorang yang memiliki etika uang yang tinggi
akan kurang etis dan sensitif daripada orang dengan etika uang yang
rendah. Kecintaannya terhadap uang akan menyebabkan seseorang
melakukan tindakan penggelapan pajak karena tidak ingin melakukan
kewajibannya membayar pajak. Karena pajak dianggap beban dan
tindakan penggelapan pajak dianggap menjadi tindakan etis yang boleh
dilakukannya.
B. Penurunan Hipotesis
a. Keadilan dan Penggelapan Pajak
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara
keadilan dalam sistem maupun pelayanan perpajakan, maka penggelapan
pajak dianggap perilakuyang tidak etis, sehingga semakin rendah
kemungkinan adanya tindakan penggelapan pajak yang dilakukan oleh
wajib pajak dan sebaliknya.
Menurut Elmiza dkk. (2013), Rahman (2013), dan Handyani M
(2014) keadilan berpengaruh positif terhadap penggelapan pajak. Karena
wajib pajak merasa mereka melakukan kewajiban yang sama, maka harus
diberikan hak yang sama. Semakin tidak adilnya perlakuan terhadap
wajib pajak dan semakin buruknya sistem perpajakan yang ada, maka
perilaku penggelapan pajak dianggap etis dilakukan, sehingga semakin
tinggi pula kemungkinan adanya penggelapan pajak.
Penelitian tersebut juga konsisten dengan hasil penelitian Marlina
(2014) yang menunjukkan bahwa keadilan berpengaruh dan signifikan
terhadap penggelapan pajak. Artinya adalah, keadilan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap penggelapan pajak. Semakin tingginya tingkat
keadilan yang ada, maka tingkat kepatuhan dan etika akan semakin tinggi
dan kecenderungan untuk melakukan penggelapan pajak akan semakin
rendah.
Sedangkan menurut Suminarsasi (2012) dan Ardyaksa (2014)
keadilan tidak berpengaruh terhadap penggelapan pajak. Hal ini sesuai
dengan pengertian pajak yang dikemukakan oleh Soemitro (dalam
Suminarsasi, 2012) bahwa pajak merupakan iuran wajib bagi seluruh
kontribusi manfaat pajak yang dirasakan belum sesuai, akan tetapi
membayar pajak tetap menjadi kewajiban yang harus dibayarkan oleh
warga negara. Sehingga dalam kondisi apapun, wajib pajak harus tetap
melaksanakan kewajiban pajaknya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
H1: Keadilan berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak.
b. Sistem Perpajakan dan Penggelapan Pajak
Penelitian Suminarsasi (2012) menunjukkan bahwa sistem
perpajakan berpengaruh secara positif terhadap persepsi wajib pajak
mengenai etika penggelapan pajak. Semakin baik sistem perpajakan,
maka perilaku penggelapan pajak dipandang sebagai perilaku yang tidak
etis.
Hasil tersebut sama dengan penelitian Rahman (2013), Janitra
(2013) dan Handyani M (2014) yang menyimpulkan bahwa kemudahan
sistem perpajakan berpengaruh positif terhadap persepsi wajib pajak atas
etika penggelapan pajak. Hal ini berarti para wajib pajak menganggap
bahwa semakin baik sistem perpajakannya maka perilaku penggelapan
pajak dianggap sebagai perilaku yang tidak etis dan penggelapan pajak
menjadi lebih rendah.
Hasil ini juga konsisten dengan penelitian dari Elmiza dkk. (2013)
terhadap etika penggelapan pajak. Artinya adalah semakin tinggi
pengetahuan wajib pajak terhadap sistem perpajakan, maka akan semakin
rendah pula etika penggelapan pajaknya tetapi jika semakin rendah
pengetahuan wajib pajak terhadap sistem perpajakan maka akan semakin
tinggi etika penggelapan pajaknya. Dengan kata lain, sistem perpajakan
berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak. Artinya, semakin
baik sistem perpajakan, maka perilaku penggelapan pajak dianggap tidak
etis untuk dilakukan, sehingga kemungkinan terjadinya tindakan
penggelapan pajak menjadi semakin rendah dan sebaliknya.
Berdasarkan penelitian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
H2: Sistem perpajakan berpengaruh positif terhadap etika penggelapan
pajak.
c. Diskriminasi dan Penggelapan Pajak
Menurut Handyani M (2014) dan Marlina (2014), diskriminasi
tidak berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak. Hasil penelitian ini
bertolak belakang dengan penelitian Suminarsasi (2012), Janitra (2013),
dan Elmiza dkk. (2013).
Suminarsasi (2012) mengemukakan bahwa adanya kebijakan untuk
zakat sebagai pengurang kewajiban perpajakan hanya akan
mengakibatkan kecemburuan pada kelompok masyarakat yang tidak
menerima keuntungan dari kebijakan tersebut.
Adanya kecemburuan yang diterima masyarakat, berdampak pada
tindakan penggelapan pajak menjadi perilaku yang dianggap etis untuk
dilakukan, yang nantinya dapat memicu terjadimya tindakan penggelapan
pajak.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
H3: Diskriminasi berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak.
d. Ketepatan Pengalokasian dan Penggelapan Pajak
Hasil penelitian Ardyaksa (2014) menunjukkan bahwa persepsi
terhadap ketepatan pengalokasian berpengaruh negatif terhadap
penggelapan pajak. Hasil ini didukung dengan hasil penelitian Ayu (2009), Permatasari (2013), dan Marlina (2014) yang menunjukkan
bahwa ketepatan pengalokasian berpengaruh negatif terhadap tindakan
penggelapan pajak.
Hal tersebut dikarenakan pajak merupakan penerimaan terbesar
suatu negara, maka alokasi pengeluaran pemerintah tercermin dalam
APBN dan APBD di dalam pos belanja. Oleh sebab itu, secara umum
pajak sebaiknya dimanfaatkan untuk pembangunan dan kepentingan
umum yang dapat dilihat dari semakin banyaknya fasilitas umum yang
Menurut Ayu (2009) ketika pengeluaran pemerintah dianggap tidak
baik maka kecenderungan melakukan penggelapan pajak semakin tinggi.
Wajib pajak akan taat membayar pajak tepat waktu jika dalam
pengamatan dan pengalamannya hasil dari pajak itu telah berkontribusi
nyata pada pembangunan umum. Maka, ketika pengeluaran pemerintah
dianggap tidak baik maka kecenderungan melakukan penggelapan pajak
semakin tinggi.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa, hubungan
ketepatan pengalokasian terhadap etika penggelapan pajak adalah positif.
Artinya adalah, semakin baik tingkat ketepatan pengalokasian pajak,
maka perilaku penggelapan pajak dianggap perilaku yang tidak etis untuk
dilakukan, sehingga kemungkinan terjadinya penggelapan pajak menjadi
semakin rendah, dan sebaliknya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
H4: Ketepatan pengalokasian berpengaruh positif terhadap etika
penggelapan pajak.
e. Etika Uang dan Penggelapan Pajak
Penelitian Basri (2014) menyimpulkan bahwa etika uang
berpengaruh terhadap kecurangan pajak. Penelitian ini mendukung
Etika uang yang tinggi atau sikap cinta uang cenderung menyebabkan
seseorang memiliki perilaku etika yang rendah dan berpandangan bahwa
kecurangan pajak adalah etis dan cenderung untuk melakukan tindakan
penggelapan pajak (Lau et al., 2013).
Semakin tinggi kecintaan seseorang terhadap uang, maka
kewajiban dalam membayar pajak akan dirasakan cukup berat untuk
dilakukan, sehingga orang tersebut akan melakukan upaya agar
kewajiban pajaknya menjadi rendah dengan melakukan berbagai hal,
yang dapat mengarah kepada perilaku penggelapan pajak. Karena orang
dengan etika uang yang tinggi, menganggap bahwa penggelapan pajak
adalah hal yang etis untuk dilakukan.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa, hubungan etika
uang terhadap etika penggelapan pajak adalah negatif. Artinya adalah,
semakin tinggi etika uang, maka perilaku penggelapan pajak dianggap
perilaku yang etis untuk dilakukan, sehingga kemungkinan terjadinya
penggelapan pajak menjadi tinggi dan sebaliknya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
C. Model Penelitian
GAMBAR 2.1. Model Penelitian Ketepatan
Pengalokasian
Etika Uang Sistem Perpajakan
Penggelapan Pajak
23
Objek dalam penilitian ini adalah wajib pajak orang pribadi yang
memiliki usaha kecil menengah yang berada di wilayah Kabupaten Sleman.
B. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu dengan cara
menyebarkan kuesioner kepada responden wajib pajak orang pribadi yang
memiliki usaha kecil menengah yang berada di wilayah Kabupaten Sleman
secara acak, yaitu dengan mendatangi satu per satu wajib pajak yang
memiliki usaha kecil menengah secara acak sejumlah sampel yang
dibutuhkan penulis.
C. Teknik Pengambilan Sampel
Pemilihan sampel dalam penelitian dengan menggunakan metode
consecutive random sampling, yaitu dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden wajib pajak orang pribadi yang memiliki usaha kecil
menengah yang berada di wilayah Kabupaten Sleman secara acak tanpa
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan teknik observasi dan survey terhadap hasil tabulasi data
pada kuesioner yang telah diisi oleh responden yang dipilih secara acak.
E. Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Dependen
a. Penggelapan Pajak
Pengukuran kecurangan pajak menggunakan instrumen yang
dikembangkan oleh McGee (2006) dalam Basri (2014). Secara umum
terdapat 3 pandangan dasar mengenai etika kecurangan pajak. Pertama
pandangan bahwa kecurangan pajak tidak etis, kedua, kecurangan pajak
kadang-kadang etis dan ketiga, kecurangan pajak etis.
Variabel penggelapan pajak diukur dengan lima item pertanyaan
pada kuesioner yang disebarkan. Kuesioner dalam penelitian ini diukur
menggunakan skala likert dengan lima pilihan jawaban, yaitu, Sangat
Tidak Setuju (STS) diberi nilai 1, Tidak Setuju (TS) diberi nilai 2, Setuju
(S) diberi nilai 4, Netral (N) diberi nilai 3, dan Sangat Setuju (SS) diberi
nilai 5. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang digunakan pada
penelitian Suminarsasi (2012) dan dikembangkan oleh Nickerson et al.,
2. Variabel Independen a. Keadilan
Variabel keadilan diukur dengan enam item pertanyaan pada
kuesioner yang disebarkan. Kuesioner dalam penelitian ini diukur
menggunakan skala likert dengan lima pilihan jawaban, yaitu, Sangat
Tidak Setuju (STS) diberi nilai 1, Tidak Setuju (TS) diberi nilai 2,
Setuju (S) diberi nilai 4, Netral (N) diberi nilai 3, dan Sangat Setuju
(SS) diberi nilai 5. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang
digunakan pada penelitian Suminarsasi (2012) dan dikembangkan
oleh Nickerson et al., (2009 dalam Suminarsasi, 2012).
b. Sistem Perpajakan
Variabel sistem perpajakan diukur dengan delapan item
pertanyaan pada kuesioner yang disebarkan. Kuesioner dalam
penelitian ini diukur menggunakan skala likert dengan lima pilihan
jawaban, yaitu, Sangat Tidak Setuju (STS) diberi nilai 1, Tidak Setuju
(TS) diberi nilai 2, Setuju (S) diberi nilai 4, Netral (N) diberi nilai 3,
dan Sangat Setuju (SS) diberi nilai 5. Kuesioner yang digunakan
adalah kuesioner yang digunakan pada penelitian Suminarsasi (2012)
c. Diskriminasi
Variabel diskriminasi diukur dengan dua item pertanyaan pada
kuesioner yang disebarkan. Kuesioner dalam penelitian ini diukur
menggunakan skala likert dengan lima pilihan jawaban, yaitu, Sangat
Tidak Setuju (STS) diberi nilai 1, Tidak Setuju (TS) diberi nilai 2,
Setuju (S) diberi nilai 4, Netral (N) diberi nilai 3, dan Sangat Setuju
(SS) diberi nilai 5. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang
digunakan pada penelitian Suminarsasi (2012) dan dikembangkan
oleh Nickerson et al., (2009 dalam Suminarsasi, 2012) dengan sedikit pengembangan menyesuaikan dengan perubahan kebijakan yang ada
saat ini.
d. Ketepatan Pengalokasian
Menurut Ayu (2009) dalam Ardyaksa (2014) ketepatan
pengalokasian pengeluaran diukur menggunakan indikator sebagai
berikut: prinsip manfaat dari penggunaan uang yang bersumber dari
pajak, pendistribusian dana yang bersumber dari pajak. Indikator
tersebut direpresentasikan melalui dua item pertanyaan pada kuesioner
yang disebarkan. Kuesioner dalam penelitian ini diukur menggunakan
skala likert dengan lima pilihan jawaban, yaitu, Sangat Tidak Setuju
(STS) diberi nilai 1, Tidak Setuju (TS) diberi nilai 2, Setuju (S) diberi
e. Etika Uang
Etika uang pada penelitian ini diukur dengan Money Ethic Scale (MES) yang dikembangkan oleh Tang (1992 dalam Basri, 2014) yang digunakan untuk mengukur cinta uang. Skala ini mengukur
makna etis bagaimana seseorang menilai uang, diukur dengan sebelas
item pernyataan dan lima pilihan jawaban, yaitu Sangat Tidak Setuju
(STS) diberi nilai 1, Tidak Setuju (TS) diberi nilai 2, Netral (N) diberi
nilai 3, Setuju (TS) diberi nilai 4, dan Sangat Setuju (STS) diberi nilai
5. Skor yang tinggi menunjukkan kepentingan uang dalam kehidupan.
Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang digunakan pada
penelitian Basri (2014).
F. Uji Kualitas Instrumen dan Data 1. Uji Validitas
Uji validitas yangdigunakan untuk menguji instrumen penelitian
ini, yaitu kuesioner. Uji validitas digunakan untuk menunjukkan alat ukur
variabel yang digunakan sudah tepat atau belum dan mampu menjelaskan
variabel tersebut atau tidak (Sugiyono, 2004: 137). Suatu variabel
dikatakan valid apabila seluruh item pembentuk variabel memiliki
korelasi (r) dengan skor total lebih besar dari 0,25 (Nazaruddin dan
2. Uji Reliabilitas
Uji statistik Cronbach’s Alpha digunakan untuk mengukur
reliabilitas suatu variabel. Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui
sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan
dan tetap konsisten jika dilakukan dua kali pengukuran atau lebih pada
kelompok yang sama dengan alat ukur yang sama. Variabel penelitian
dapat dikatakan reliabel apabila Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,60,
dan apabila nilai Cronbach’s Alpha semakin mendekati 1
mengidentifikasikan bahwa semakin tinggi pula konsistensi internal
reliabilitasnya (Hair et al., 2010 dalam Suminarsasi, 2012).
Untuk melakukan uji reliabilitas data, maka digunakan pengujian
Cronbach’s Alpha, adapun kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut
(Nazaruddin dan Basuki, 2015):
a. Jika alpha > 0,90 maka dapat dikatakan reliabilitas sempurna
b. Jika alpha antara 0,70 – 0,90 maka reliabilitas tinggi
c. Jika alpha antara 0,50 – 0,70 maka reliabilitas moderate
d. Jika alpha < 0,50 maka dapat dikatakan reliabilitas rendah
G. Uji Hipotesis dan Analisis Data 1. Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif dapat digunakan untuk menunjukkan gambaran
umum responden dalam suatu penelitian yang ditunjukkan dalam nilai
responden (N), nilai rata-rata, standar deviasi, varian, maupun nilai
tengah (Ghozali, 2011).
2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas
Uji Normalitas merupakan salah satu uji asumsi klasik yang
wajib digunakan sebelum melakukan regresi. Dalam penelitian ini,
uji normalitas dilakukan dengan uji normalitas non-parametrik kolmogorov-smirnov. Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov
digunakan untuk menguji apakah variabel dependen atau variabel
independen dalam penelitian memiliki data yang terdistribusi secara
normal. Jika nilai sig > 0,05 maka data terdistribusi secara normal
dan jika nilai sig < 0,05 maka data tidak terdistribusi secara normal.
b. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah adanya ketidaksamaan varian dari
residual untuk semua pengamatan pada model regresi (Nazaruddin
dan Basuki, 2015). Apabila nilai sig > 0,05 maka data terbebas dari
heteroskedastisidas, sedangkan jika nilai sig < 0,05 maka data
terkena heteroskedastisitas dan tidak bisa dilakukan analisis lebih
c. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas atau Kolinearitas Ganda ( Multicollinearuty) adalah adanya hubungan linear antara peubah bebas X dalam Model
Regresi Ganda (Nazaruddin dan Basuki, 2015). Pengujian
multikolinearitas dapat dilihat melalui nilai Variance Inflation Factors (VIF) pada output yang dihasilkan oleh SPSS. Kriteria pengujiannya adalah apabila nilai VIF < 10 maka tidak terdapat
multikolinearitas diantara variabel independen dan apabila nilai VIF
> 10 maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen tersebut
terkena multikolinearitas (Nazaruddin dan Basuki, 2015).
3. Uji Hipotesis
Pengujian ini dilakukan untuk menunjukkan seberapa besar
pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel
dependen, secara parsial maupun bersama-sama atau simultan, dengan
asumsi variabel lainnya konstan (Ghozali, 2011). Pengujian hipotesis
pada penelitian ini dilakukan dengan analisis regresi berganda, yaitu
pengujian hipotesis dengan satu variabel dependen dan lebih dari satu
variabel independen. Hipotesis terdukung apabila nilai sig lebih kecil dari
nilai alpha yang digunakan, dalam penelitian ini nilai alpha yang
digunakan adalah sebesar 5%. Adapun model regresi yang digunakan
adalah sebagai berikut:
Keterangan:
PP : Penggelapan Pajak
KE : Keadilan
SP : Sistem Perpajakan
DIS : Diskriminasi
KP : Ketepatan Pengalokasian
32
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner
yang disebarkan kepada sampel penelitian yang telah ditentukan sebelumnya,
yaitu wajib pajak orang pribadi yang memiliki usaha kecil menengah yang
berada di wilayah Kabupaten Sleman. Jumlah kuesioner yang disebar adalah
sebanyak 150 kuesioner, akan tetapi yang dapat digunakan dan memenuhi
syarat untuk dimasukkan dalam pengolahan data adalah sebanyak 84.
Selanjutnya, analisis statistik deskriptif dengan tabel frekuensi
dilakukan untuk memberikan informasi mengenai data demografi responden
dibagi menjadi beberapa karakteristik berbeda, yaitu jenis kelamin dan umur
responden. Karakteristik tersebut disajikan secara berurutan dalam tabel 4.1
sampai tabel 4.3.
TABEL 4.1.
Kelengkapan Data Umum Responden
RESPONDEN
Jenis kelamin Umur
Jumlah Lengkap 84 84
Jumlah Tidak Lengkap 66 66
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa semua kuesioner yang
dimasukkan ke dalam tahap pengolahan data, tidak ditemukan adanya data
kuesioner yang tidak lengkap dari responden yang telah ditentukan. Dengan
kata lain, semua kuesioner masuk ke dalam kategori lengkap dan bisa
dilanjutkan ke tahap analisis berikutnya.
TABEL 4.2
Persentase Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Pria 53 63%
Wanita 31 37%
Total 84 100%
Sumber: Hasil Analisis Data Diolah 2016
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki
partisipasi terbanyak dalam pengisian kuesioner adalah 53 responden pria
(63%) dan 31 responden wanita (37%) menunjukkan terdapat perbedaan
jumlah responden menurut jenis kelamin, namun masih dikatakan ideal untuk
meningkatkan kemampuan generalisasi hasil penelitian.
TABEL 4.3
Persentase Data Responden Berdasarkan Umur
Umur Frekuensi Persentase
20-24 16 19%
Umur Frekuensi Persentase
>35 29 35%
Total 84 100%
Sumber: Hasil Analisis Data Diolah 2016
Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden yang berumur
20-24 tahun sebanyak 16 responden (19%); 25-35 tahun sebanyak 39
responden (46%); sedangkan yang memiliki umur >35 tahun sebanyak 29
responden (35%).
B. Uji Kualitas Instrumen dan Data
1. Uji Validitas
Validitas adalah tingkat keandalan dan kesahihan alat ukur yang
digunakan (Nazaruddin dan Basuki, 2015). Uji validitas digunakan untuk
mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner. Kuesioner dapat dikatakan
valid jika pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner mampu
menjelaskan sesuatu yang diukur oleh kuesioner tersebut. Dalam
mengetahui tingkat kevalidan instrumen, maka peneliti menggunakan
program spss 15. Untuk melihat validitas dari masing-masing item
kuesioner digunakan corrected item-total correlation. Seluruh item pembentuk variabel yang memiliki korelasi (r) > 0,25 maka item dari
TABEL 4.4
Ringkasan Hasil Uji Validitas
Variabel Item Pertanyaan Korelasi Keterangan
Variabel Item Pertanyaan Korelasi Keterangan
Sumber: Hasil Analisis Data Diolah Tahun 2016
Tabel 4.4. menyajikan ringkasan hasil uji validitas untuk semua
variabel dalam penelitian. Berdasarkan penyajian dari tabel diatas, seluruh
total skor untuk variabel keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi,
menunjukkan nilai > 0,25 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh item
pertanyaan dalam variabel penelitian ini adalah valid.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrumen yang
dalam hal ini kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak
oleh responden yang sama akan menghasilkan data yang konsisten
(Nazaruddin dan Basuki, 2015). Dengan kata lain, hasil penelitian
dikatakan reliabel apabila terdapat kesamaan data atau konsistensi dalam
waktu yang berbeda.
TABEL 4.5
Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Cronbach’s Alpha Keterangan
Keadilan 0,937 Reliabilitas Sempurna
Sistem Perpajakan 0,806 Reliabilitas Tinggi
Diskriminasi 0,862 Reliabilitas Tinggi
Ketepatan Pengalokasian 0,964 Reliabilitas Sempurna
Etika Uang 0,743 Reliabilitas Tinggi
Etika Penggelapan Pajak 0,849 Reliabilitas Tinggi
Sumber: Hasil Analisis Data Diolah Tahun 2016
Tabel 4.5 menyajikan ringkasan hasil uji reliabilitas untuk semua
variabel dalam penelitian. Berdasarkan penyajian dari tabel diatas, variabel
Sedangkan variabel sistem perpajakan, diskriminasi, etika uang dan etika
penggelapan pajak memiliki reliabilitas tinggi.
C. Hasil Penelitian (Uji Hipotesis)
1. Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui jumlah
responden, nilai maksimum dan nilai minimum, nilai rata-rata (mean),
serta standar deviasi dari data yang diolah.
TABEL 4.6
Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
TOTAL_KE 84 18 30 28.12 3.202
TOTAL_SP 84 24 40 33.04 3.434
TOTAL_DIS 84 4 6 4.65 .885
TOTAL_KP 84 4 6 4.43 .811
TOTAL_EU 84 38 50 43.89 3.401 TOTAL_EPP 84 15 20 18.35 1.753
Valid N (listwise) 84
Sumber: Hasil Analisis Data Diolah Tahun 2016
Tabel 4.6 merupakan hasil uji statistik deskriptif yang menunjukkan
bahwa seluruh variabel memiliki jumlah sampel (N) sebanyak 84 sampel.
Variabel Keadilan (KE) memiliki nilai minimum sebesar 18, nilai
maksimum sebesar 30 dengan rata-rata 28,12 dan standar deviasi sebesar
24, nilai maksimum sebesar 40 dengan rata-rata 33,04 dan standar deviasi
sebesar 3,434. Variabel Diskriminasi (DIS) memiliki nilai minimum
sebesar 4, nilai maksimum sebesar 6, dengan rata-rata 4,65 dan standar
deviasi sebesar 0,885. Variabel Ketepatan Pengalokasian (KP) memiliki
nilai minimum sebesar 4, nilai maksimum sebesar 6 dengan rata-rata 4,43
dan standar deviasi sebesar 0,811. Variabel Etika Uang memiliki nilai
minimum sebesar 38, nilai maksimum sebesar 50 dengan rata-rata 43,89
dan standar deviasi sebesar 3,401. Variabel Etika Penggelapan Pajak
(EPP) memiliki nilai minimum sebesar 15 nilai maksimum sebesar 20
dengan rata-rata 18,35 dan standar deviasi sebesar 1,753.
2. Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik yang akan diuji dalam model persamaan
penelitian ini meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji
heteroskedastisitas.
a. Uji Normalitas
Uji Normalitas merupakan salah satu uji asumsi klasik yang wajib
digunakan sebelum melakukan regresi. Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk menguji apakah variabel dependen atau variabel independen dalam penelitian memiliki data yang terdistribusi
TABEL 4.7
Uji Normalitas
Sumber: Hasil Analisis Data Diolah Tahun 2016
Syarat uji normalitas adalah, apabila nilai sig > 0,05 maka data
terdistribusi secara normal dan apabila nilai sig < 0,05 maka data tidak
terdistribusi secara normal. Berdasarkan tabel 4.7 mengenai uji
normalitas, dapat dilihat bahwa nilai sig pada penelitian ini 0,692 atau
69,2% artinya 0,692 > 0,05 pada uji normalitas non-parametrik
Kolmogorov-Smirnov. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi secara normal.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji
Gleiser untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan dari
syarat-syarat asumsi klasik pada model regresi dimana dalam model
regresi harus dipenuhi dengan tidak adanya heteroskedastisitas yang
dapat dilihat dari nilai signifikansi. Apabila nilai sig > 0,05 maka data
terbebas dari heteroskedastisidas, sedangkan jika nilai sig < 0,05 maka
data terkena heteroskedastisitas dan tidak bisa dilakukan analisis lebih
lanjut.
TABEL 4.8
Ringkasan Hasil Uji Heteroskedastisitas
Variabel Nilai Sig Keterangan
Keadilan 0,266 Bebas Heteroskedastisitas
Sistem Perpajakan 0,361 Bebas Heteroskedastisitas
Diskriminasi 0,817 Bebas Heteroskedastisitas
Ketepatan Pengalokasian 0,903 Bebas Heteroskedastisitas
Etika Uang 0,108 Bebas Heteroskedastisitas
Sumber: Hasil Analisis Data Diolah Tahun 2016
Pada tabel 4.8. menerangkan ringkasan hasil uji
heteroskedastisitas untuk pengujian hipotesis 1 sampai 5
menggunakan model regresi berganda. Berdasarkan Tabel 4.8. seluruh
variabel memiliki nilai sig > 0,05 atau terbebas dari
heteroskedastisitas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian
c. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas merupakan salah satu bagian dari uji asumsi
klasik yang wajib dilakukan sebelum menguji hipotesis setelah uji
normalitas dan uji heteroskedastisitas. Model regresi dapat dikatakan
baik apabila tidak terjadi korelasi antara satu variabel bebas dengan
variabel bebas lainnya.
Pengujian multikolinearitas dapat dilihat melalui nilai Variance Inflation Factors (VIF) pada output yang dihasilkan oleh SPSS. Kriteria pengujiannya adalah apabila nilai VIF < 10 maka tidak
terdapat multikolinearitas diantara variabel independen dan apabila
nilai VIF > 10 maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen
tersebut terkena multikolinearitas (Nazaruddin dan Basuki, 2015).
Tabel 4.9. menyajikan ringkasan hasil uji multikolinearitas untuk
seluruh variabel bebas.
TABEL 4.9.
Ringkasan Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel Nilai Tolerance Nilai VIF Keterangan
Keadilan 0,657 1,521
Non
Multikolinearitas
Sistem Perpajakan 0,621 1,609
Non
Multikolinearitas
Diskriminasi 0,553 1,807
Non
Variabel Nilai Tolerance Nilai VIF Keterangan Ketepatan
Pengalokasian
0,469 2,131
Non
Multikolinearitas
Etika Uang 0,762 1,313
Non
Multikolinearitas
Sumber: Hasil Analisis Data Diolah Tahun 2016
Pada Tabel 4.9. menunjukkan bahwa seluruh variabel dalam
penelitian ini memiliki nilai tolerance untuk seluruh variabel > 0,01 dan atau nilai Variance Inflation Factors (VIF) < 10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel independen
dalam penelitian ini tidak mengandung multikolinearitas dan dapat
dilakukan analisis lebih lanjut.
3. Uji Hipotesis
a. Regresi Linear Berganda
Penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif umumnya
memiliki variabel independen lebih dari 2. Dalam penelitian ini,
regresi linear berganda digunakan untuk menguji hipotesis 1 sampai
TABEL 4.10.
Hasil Regresi Linear Berganda H1 sampai H5
Sumber: Hasil Analisis Data Diolah Tahun 2016
Berdasarkan Tabel 4.10. yang menunjukkan hasil regresi linear
berganda untuk menguji hipotesis 1 sampai dengan hipotesis 5, maka
dapat dibuat persamaan sebagai berikut:
EPP = 29,725 + 0,048 KE + 0,075 SP - 1,116 DIS - 0,962 KP – 0,131 EU + e
Variabel keadilan memiliki nilai sig sebesar 0,102; sistem
perpajakan memiliki nilai sig sebesar 0,009; diskriminasi memiliki
nilai sig sebesar 0,000; ketepatan pengalokasian memiliki nilai sig
sebesar 0,000; dan etika uang memiliki nilai sig sebesar 0,000. Setelah
dilakukan uji regresi berganda pada kelima variabel independen,
menunjukkan variabel keadilan memiliki nilai sig lebih dari 0,05.
Artinya adalah hipotesis satu (H1) ditolak. Sedangkan nilai sig untuk
variabel sistem perpajakan, diskriminasi, ketepatan pengalokasian,
Coefficientsa
29.725 1.577 18.844 .000
dan etika uang kurang dari 0,05. Artinya adalah hipotesis dua (H2)
sampai dengan hipotesis 5 (H5) diterima (lihat tabel 4.11.). Penjelasan
lebih lanjut dan terperinci akan dibahas pada pembahasan hipotesis di
bagian selanjutnya.
Tabel 4.11
Ringkasan Hasil Hipotesis Penelitian
Kode Hipotesis Hasil
H1
Keadilan berpengaruh positif terhadap etika
penggelapan pajak
Ditolak
H2
Sistem perpajakan berpengaruh positif terhadap
etika penggelapan pajak
Diterima
H3
Diskriminasi berpengaruh negatif terhadap etika
penggelapan pajak
Diterima
H4
Ketepatan pengalokasian berpengaruh positif
terhadap etika penggelapan pajak
Diterima
H5
Etika uang berpengaruh negatif terhadap etika
penggelapan pajak
Diterima
Sumber: Hasil Analisis Data Diolah Tahun 2016
b. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R Square)
Dalam pengujian hipotesis menggunakan metode regresi linear
adalah untuk melihat sejauh mana kemampuan variabel independen
yang diteliti dapat menjelaskan variabel dependen. Hal ini dapat
dilihat dari nilai Adjusted R Square pada tabel berikut.
TABEL 4.12.
Uji Koefisien Determinasi H1 sampai H5
Sumber: Hasil Analisis Data Diolah Tahun 2016
Berdasarkan Tabel 4.12. yang menyajikan hasil dari uji koefisien
determinasi untuk pengujian hipotesis 1 sampai dengan hipotesis 5,
nilai Adjusted R Square adalah sebesar 0,847 atau 84,7%. Artinya, kemampuan variabel independen yaitu Keadilan (KE), Sistem
Perpajakan (SP), Diskriminasi (DIS), Ketepatan Pengalokasian (KP),
dan Etika Uang (EU) dalam menjelaskan variasi perubahan variabel
dependen Etika Penggelapan Pajak (EPP) adalah sebesar 84,7%.
Sedangkan sisanya 15,3% (100%-84,7%) dipengaruhi oleh variabel
lain yang tidak dianalisis dalam penelitian ini.
Predictors: (Constant), T OT AL_EU, TOTAL_S P, TOTA L_DIS , TOTAL_ TOTA L_KP
a.
c. Uji F
Uji F dilakukan untuk menguji secara keseluruhan pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat (dependen). Kriteria
pengujiannya adalah jika Fhitung > Ftabel atau sig <α (0,05), maka hal ini
berarti variabel bebas mampu menjelaskan variabel terikat secara
bersama-sama.
TABEL 4.13.
Uji F (ANOVA) H1 sampai H5
Sumber: Hasil Analisis Data Diolah Tahun 2016
Berdasarkan hasil uji Anova pada Tabel 4.13. menunjukkan
bahwa nilai F n sebesar 92,758 dengan nilai sig adalah sebesar
0,000 hal ini menunjukkan bahwa 0,000 < α (0,05). Artinya adalah,
variabel independen yaitu Keadilan (KE), Sistem Perpajakan (SP),
Diskriminasi (DIS), Ketepatan Pengalokasian (KP), dan Etika Uang
(EU) mempunyai pengaruh signifikan secara simultan (bersama-sama)
terhadap variabel dependen Etika Penggelapan Pajak (EPP).
ANOV Ab
218.278 5 43.656 92.758 .000a
36.710 78 .471
Squares df M ean Square F Sig.
Predictors: (Constant), TOTA L_EU, T OT AL_SP , TOTAL_DIS, TOTA L_KE, T OT KP
a.
D. Pembahasan (Interpretasi)
1. Keadilan dan Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa keadilan
tidak berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak. Hal ini menunjukkan
bahwa hipotesis dalam penelitian ini ditolak.
Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh
Suminarsasi (2012) dan Ardyaksa (2014) yaitu keadilan tidak berpengaruh
terhadap etika penggelapan pajak. Hal ini sesuai dengan pengertian pajak
yang dikemukakan oleh Soemitro (dalam Suminarsasi, 2012) bahwa pajak
merupakan iuran wajib bagi seluruh warga negara tanpa adanya imbalan
langsung. Sehingga, meskipun kontribusi manfaat pajak yang dirasakan
belum sesuai, akan tetapi membayar pajak tetap menjadi kewajiban yang
harus dibayarkan oleh warga negara. Sehingga dalam kondisi apapun,
wajib pajak harus tetap melaksanakan kewajiban pajaknya.
Hasil ini berbeda dengan penelitian Rahman (2013) Elmiza dkk.
(2013), Marlina (2014), dan Handyani M (2014) yang menyatakan bahwa
keadilan berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak. Karena
wajib pajak merasa mereka melakukan kewajiban yang sama, maka harus
diberikan hak yang sama. Semakin tidak adilnya perlakuan terhadap wajib
pajak dan semakin buruknya sistem perpajakan yang ada, maka
penggelapan pajak dianggap perilaku yang etis untuk dilakukan, sehingga
2. Sistem Perpajakan dan Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa sistem
perpajakan berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak. Hal ini
menunjukkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima. Artinya
adalah, semakin baik sistem perpajakan, maka perilaku penggelapan pajak
dipandang sebagai perilaku yang tidak etis untuk dilakukan, maka
kemungkinan terjadinya penggelapan pajak menjadi rendah.
Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Suminarsasi (2012), Rahman (2103), Janitra (2013), Handyani M
(2014) Elmiza dkk. (2013) dan Marlina (2014) yang menyatakan bahwa
kemudahan sistem perpajakan berpengaruh positif terhadap persepsi wajib
pajak atas etika penggelapan pajak. Hal ini berarti para wajib pajak
menganggap bahwa semakin baik sistem perpajakannya maka perilaku
penggelapan pajak dianggap sebagai perilaku yang tidak etis dan
penggelapan pajak menjadi lebih rendah. Begitu pula sebaliknya, semakin
buruk sistem perpajakan maka penggelapan pajak dianggap sebagai
perilaku yang etis dilakukan, sehingga kemungkinan terjadinya
penggelapan pajak menjadi semakin tinggi.
3. Diskriminasi dan Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa diskriminasi
berpengaruh negatif terhadap penggelapan pajak. Hal ini menunjukkan
tinggi diskriminasi perpajakan yang diterima masyarakat, maka perilaku
penggelapan pajak dipandang etis untuk dilakukan, sehingga kemungkinan
terjadinya penggelapan pajak menjadi semakin tinggi.
Hasil ini konsisten dengan penelitian Suminarsasi (2012), Janitra
(2013), dan Elmiza dkk. (2013) yang mengemukakan bahwa adanya
kebijakan untuk zakat sebagai pengurang kewajiban perpajakan hanya
akan menguntungkan sebagian kelompok masyarakat saja. Hal tersebut
akan mengakibatkan kecemburuan pada kelompok masyarakat yang tidak
menerima keuntungan dari kebijakan tersebut, yang dapat memicu
terjadimya tindakan penggelapan pajak (Suminarsasi, 2012).
4. Ketepatan Pengalokasian dan Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Hasil pengujian hipotesis keempat menunjukkan bahwa ketepatan
pengalokasian berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak. Hal
ini menunjukkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima. Artinya
adalah semakin baik tingkat ketepatan pengalokasian pajak, maka perilaku
penggelapan pajak dianggap tidak etis untuk dilakukan, sehingga
kemungkinan terjadinya penggelapan pajak menjadi semakin rendah.
Hasil ini konsisten dengan penelitian Ayu (2009), Permatasari
(2013), Ardyaksa (2014), dan Marlina (2014) yang menunjukkan bahwa
ketepatan pengalokasian berpengaruh negatif terhadap tindakan
penggelapan pajak. Artinya adalah, semakin rendah tingkat ketepatan