PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB HUKUM PT. PELINDO I TERHADAP KAPAL YANG BERSANDAR
(Studi PT. PELINDO I )
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar
Sarjana Hukum
OLEH:
Mario Rizky Sinaga NIM: 100200243
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB HUKUM PT. PELINDO I TERHADAP KAPAL YANG BERSANDAR
(Studi PT. PELINDO I )
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
OLEH:
Mario Rizky Sinaga NIM: 100200243
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
Disetujui Oleh
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
Dr.Hasim Purba,SH.M.Hum Nip: 1966030319851001
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Sinta Uli P,SH.M.Hum Aflah,SH.M.Hum NIP: 195506261986012001 NIP: 197005192002212002
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan rahmat dan anugerahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul: “PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB HUKUM PT. PELINDO I TERHADAP KAPAL YANG BERSANDAR (STUDI PT. PELINDO I)”.
Skripsi ini memuat tentang bagaimana peranan dan tanggung jawab yang dilakukan oleh PT. Pelindo I terhadap kapal yang bersandar di pelabuhan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara Medan
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Syafruddin, SH, DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
4. Bapak Dr. O.K. Saidin, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
5. Bapak Dr. Hasim Purba,SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan
7. Ibu Aflah, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II dalam penulisan skripsi ini yang penuh kesabaran membimbing penulis dalam studi maupun penulisan skripsi ini.
8. Seluruh Bapak/Ibu Dosen pengajar yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya baik dalam perkuliahan maupun diluar perkuliahan, serta kepada seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selalu mendukung dan member kemudahan dalam pengurusan penyelesaian skripsi dan administrasi.
9. Kepada kedua orang tua penulis Dhariaman Sinaga dan Maria Rosmawati br.Purba yang selalu mendidik, memberi nafkah, mendukung, memberi cinta, kasih sayang dan pengorbanannya dalam segala hal serta memberi dorongan dalam penulisan skripsi ini.
10.Kepada abang-abang saya tercinta Dharma Indra Fransiskus Sinaga, Amd dan Freddy Rodear Antonius Sinaga, SE yang sudah menyemangati dalam pembuatan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan, oleh karena itu penulis selalu siap menerima kritik untuk skripsi ini. Semoga kiranya skripsi ini dapat bermanfaat kepada siapa saja yang membaca dan mempelajarinya.
Terima Kasih
Medan, Agustus 2015
Mario Rizky Sinaga*) Sinta Uli P, SH.,M.Hum **)
Aflah, SH, M.Hum ***)
ABSTRAK
Pelabuhan merupakan tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi. Barang yang akan diangkut dengan kapal akan dibongkar dan ditinggalkan ke angkutan lain seperti angkutan darat sebaliknya barang yang diangkut dengan angkutan darat kepelabuhan seperti perbankan, perusahaan pelayaran, bea cukai, imigrasi, karantina, syahbandar dan pusat kegiatan lainnya.
Permasalahan yang di teliti adalah Bagaimana peranan PT. Pelindo I dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab terhadap kapal bersandar di pelabuhan, apa hambatan-hambatan yang terjadi dalam penyelenggaraan kapal sandar di pelabuhan Belawan, dan bagaimana tanggung jawab PT. Pelindo I dan penyelesaian hukum dalam permasalahan kapal yang bersandar.
Metode Penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah Yuridis Normatif. Dimana dalam penelitian yuridis normatif pengumpulan data-data serta studi kepustakaan maupun studi lapangan dan menggambarkan kondisi dengan melakukan riset langsung ke lapangan untuk memperoleh data-data yang berhubungan dengan penulisan skripsi tersebut .
Pelabuhan dalam aktivitasnya mempunyai peran penting dan strategis untuk pertumbuhan industri dan perdagangan serta merupakan segmen usaha yang dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan nasional. Sebagai pelayanan publik dalam bidang perhubungan laut PT. Pelindo I memiliki beberapa aturan-aturan hukum yang digunakan untuk mendukung dan memperlancar kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam pelabuhan serta memperhatikan perkembangan bisnis dan untuk meningkatkan kinerja operasional pelayanan jasa kepelabuhanan, dipandang perlu menyesuaikan Sistem dan Prosedur Pelayanan Jasa Kepelabuhanan. Pengaturan kegiatan lalu lintas kapal sandar dilingkungan PT.Pelindo I Belawan terdapat prosedural yang harus dilakukan untuk memenuhi persyaratan dalam melakukan kegiatan. Dalam peranannya sebagai pelayanan jasa persinggahan kapal yang bersandar sebaiknya PT. Pelindo I melakukan peran serta tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Dimana jika terjadi permasalahan dalam proses bersandarnya kapal dapat diselesaikan dengan proses hukum yang ada.
Kata Kunci : Tanggung Jawab dan Kapal Sandar
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... iii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penulisan ... 9
D. Manfaat Penulisan... 10
E. Metode Penulisan ... 10
F. Sistematika Penulisan ... 12
G. Keaslian Penulisan ... 14
BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG KAPAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 A. Pengertian dan Jenis-Jenis Kapal ... 15
B. Perlengkapan Kapal, Perizinan Pelayaran dan Kapal Sandar ... 18
C. Ketentuan-Ketentuan Dasar dan Asas-Asas Yang Berlaku Bagi Kapal ... 27
D. Prosedur Perolehan Laik Laut ... 40
BAB III REGULASI DAN ATURAN HUKUM MENGENAI KAPAL YANG BERSANDAR A. Pengaturan Mengenai Verifikasi Kapal yang Bersandar untuk Berlayar ... 45
B. Tata Cara dalam Proses Kapal Sandar ... 50
D. Perlindungan terhadap Objek (Barang) yang Diangkut pada Kapal yang Bersandar ... 68 BAB IV PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB HUKUM PT.
PELINDO I TERHADAP KAPAL YANG BERSANDAR
A. Peranan PT. Pelindo I Dalam Pelaksanaan Kapal Yang Bersandar di Pelabuhan Belawan... 82 B. Hambatan-hambatan yang Terjadi dalam Penyelenggaraan
Kapal Sandar di Pelabuhan Belawan ... 90 C. Tanggung Jawab PT. Pelindo I Penyelesaian Hukum
Kapal yang Bersandar ... 98 BAB V PENUTUP
Mario Rizky Sinaga*) Sinta Uli P, SH.,M.Hum **)
Aflah, SH, M.Hum ***)
ABSTRAK
Pelabuhan merupakan tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi. Barang yang akan diangkut dengan kapal akan dibongkar dan ditinggalkan ke angkutan lain seperti angkutan darat sebaliknya barang yang diangkut dengan angkutan darat kepelabuhan seperti perbankan, perusahaan pelayaran, bea cukai, imigrasi, karantina, syahbandar dan pusat kegiatan lainnya.
Permasalahan yang di teliti adalah Bagaimana peranan PT. Pelindo I dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab terhadap kapal bersandar di pelabuhan, apa hambatan-hambatan yang terjadi dalam penyelenggaraan kapal sandar di pelabuhan Belawan, dan bagaimana tanggung jawab PT. Pelindo I dan penyelesaian hukum dalam permasalahan kapal yang bersandar.
Metode Penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah Yuridis Normatif. Dimana dalam penelitian yuridis normatif pengumpulan data-data serta studi kepustakaan maupun studi lapangan dan menggambarkan kondisi dengan melakukan riset langsung ke lapangan untuk memperoleh data-data yang berhubungan dengan penulisan skripsi tersebut .
Pelabuhan dalam aktivitasnya mempunyai peran penting dan strategis untuk pertumbuhan industri dan perdagangan serta merupakan segmen usaha yang dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan nasional. Sebagai pelayanan publik dalam bidang perhubungan laut PT. Pelindo I memiliki beberapa aturan-aturan hukum yang digunakan untuk mendukung dan memperlancar kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam pelabuhan serta memperhatikan perkembangan bisnis dan untuk meningkatkan kinerja operasional pelayanan jasa kepelabuhanan, dipandang perlu menyesuaikan Sistem dan Prosedur Pelayanan Jasa Kepelabuhanan. Pengaturan kegiatan lalu lintas kapal sandar dilingkungan PT.Pelindo I Belawan terdapat prosedural yang harus dilakukan untuk memenuhi persyaratan dalam melakukan kegiatan. Dalam peranannya sebagai pelayanan jasa persinggahan kapal yang bersandar sebaiknya PT. Pelindo I melakukan peran serta tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Dimana jika terjadi permasalahan dalam proses bersandarnya kapal dapat diselesaikan dengan proses hukum yang ada.
Kata Kunci : Tanggung Jawab dan Kapal Sandar
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pelabuhan merupakan tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.
Pada dasarnya pelayanan yang diberikan oleh pelabuhan adalah pelayaran terhadap kapal dan pelayanan terhadap muatan (barang dan penumpang). Secara teoritis fungsi pelabuhan adalah tempat pertemuan (Interface) antar dua angkutan atau berbagai kepentingan yang saling terkait. Sebagai bagian dari mata rantai transportasi laut pelabuhan sangat berperan penting dalam hal kelancaran arus kapal, barang dan penumpang.
Pengelolaan pelabuhan menyebutkan bahwa penyelenggaraan pelabuhan umum dilakukan oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada Badan Usaha Milik Negara dalam hal ini adalah Pelindo yang didirikan oleh Negara, dimana kegiatan pengusahaan di pelabuhan meliputi :
1. Pelayanan Jasa Pelabuhan a. Kolam pelabuhan. b. Labuh.
c. Pemanduan dan Penundaan. d. Jasa dermaga.
e. Bongkar muat.
f. Penumpang dan kendaraan.
g. Jasa gudang dan tempat penimbunan barang. h. Jasa angkutan di perairan pelabuhan.
k. Penyediaan jaringan jalan dan jembatan, tempat tunggu, kendaraan, saluran pembungan air, instalasi listrik, instalasi air minum, depo bahan bakar, dan pemadam kebakaran.
l. Pelayanan jasa terminal peti kemas, curah cair, curah kering dan ro-ro.
m.Pelayana jas lainnya yang dapat menunjang pelayanan jasa pelabuhan.
2. Usaha Penunjang
Berdasarkan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, pelabuhan memiliki peranan sebagai berikut :
a. Simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hirarkinya. b. Pintu gerbang kegiatan perekonomian.
c. Tempat kegiatan alih moda transportasi.
d. Penunjangan kegiatan industri dan/atau perdagangan.
e. Tempat distribusi, produksi, dan konsolidasi muatan atau barang,dan f. Mewujudkan wawasan nusantara dan kedaulatan negara.
Untuk menunjang dan memaksimalkan fungsi dan peranannya dari sudut tinjauannya dan menurut kegiatannya. Dari segi tinjauannya, pelabuhan dibagi menjadi :
1. Segi penyelengara. a. Pelabuhan umum
pemerintah dan pelaksanaanna dapat dilimpahkan kepada Badan Usaha Milik Negara yang didirikan untuk maksud tersebut.
b. Pelabuhan khusus
Pelabuhan khusus diselenggarakan dan berperan untuk melayani kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu. Pelabuhan khusus dibagun oleh pemerintah atau oleh perusahaan swasta yang berfungsi untuk mengirimkan prasarana hasil produksi perusahaan tersebut.
2. Segi perusahaannya.
a. Pelabuhan yang diusahakan.
Pelabuhan ini diusahakan untuk memberi fasilitas-fasilitas yang diperlukan bagi kapal yang memasuki pelabuhan yang berperan untuk kegiatan bongkar muat barang, menaik turunkan penumpang dan kegiatan lainnya. Pemakaian pelabuhan ini dikenai biaya seperti jasa labuh, jasa tambat, jasa pemandu, dan sebagainya.
b. Pelabuhan yang tidak diusahakan.
Pelabuhan ini merupakan tempat singgah kapal tanpa bongkar muat barang, bea cukai dan sebagainya. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan kecil yang disubsidi oleh pemerintah dan dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jendral Perhubungan Laut.
3. Segi fungsi perdagangan nasional dan internasional. a. Pelabuhan laut
daerah yang dilabuhi kapal-kapal yang membawa barang untuk ekspor/impor secara langsung ke dan dari luar negeri.
b. Pelabuhan pantai.
Pelabuhan pantai adalah pelabuhan yang disediakan untuk perdagangan dalam negeri oleh karena itu tidak bebas disinggahi oleh kapal berbendera asing.
4. Segi penggunaannya. a. Pelabuhan ikan.
Pelabuhan ikan menyediakan fasilitas untuk kapal-kapal ikan melakukan kegiatan penangkapan ikan dan memberikan pelayanan yang diperlukan.
b. Pelabuhan minyak
Untuk keamanan, pelabuhan minyak harus diletakan agak jauh dari kepentingan umum dan digunakan untuk melayani kapal tanker yang berukuran besar.
c. Pelabuhan barang.
Di pelabuhan ini terjadi perpindahan moda transportasi dari laut kedarat ataupun sebaliknya. Barang dibongkar di dermaga untuk selanjutnya diangkut dengan truk ataupun kereta api ke tempat tujuan atau ke gudang penyimpanan atau tempat penumpukan terbuka sebelum dikirim1.
PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) lahir melalui berbagai perubahan bentuk usaha dan status hukum pengusahaan jasa kepelabuhan. Pada tahun
1
1945-1951 perusahaan berada di dalam wewenang Departemen Van Scheepvaart (suatu badan peninggalan pemerintah belanda) yang berfungsi untuk memberikan layanan jasa kepelabuhanan yang dilaksanakan oleh Haven Bedriff. Pada tahun 1952 sampai tahun 1959, pengelolaan pelabuhan
dilaksanakan oleh jawatan pelabuhan.
Sejak tahun 1960 pengelolaan pelabuhan umum di pelabuhan umum di Indonesia dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara dibawah pengendalian pemerintah. Bentuk Badan Usaha Milik Negara yaitu Perusahaan Negara Pelabuhan yang diberi kewenangan untuk mengelola pelabuhan umum sejak 1960 sampai dengan tahun1993 telah mengalami beberapa perubahan, disesuaikan dengan arah kebijaksanaan pemerintah dalam rangka menunjang pembangunan nasional dan mengimbangi pertumbuhan pemerintahan layanan jasa kepelabuhan yang dinamis.
Sejarah perusahaan sejak tahun 1960 sampai dengan sekarang adalah sebagai berikut:
Tahun 1960-1963 : Pengelolaan pelabuhan umum dilakukan oleh Perusahaan Negara (PN) Pelabuhan I-VIII Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1960
Tahun 1969-1983 : Pengelolaan sebagian besar pelabuhan umum dilakukan oleh Badan Pengusahaan Pelabubah (BPP) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1969, dimana PN telah dibubarkan dan lembaga pemerintah Port Authority menjadi BPP. Tahun 1983-1992 : Pengelolaan pelabuhan umum dibedakan antara pelabuhan umum yang diusahakan dan pelabuhan umum yang tidak diusahakan. Pelabuhan umum yang diusahakan dikelolah oleh Perusahaan Umum (Perum) pelabuhan, sedangkan pengelolaan pelabuhan umum yang tidak diusahakan dilakukan oleh unit pelaksanaan teknis di bawah Direktorat Jendral Perhubungan Laut sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1983.
Tahun 1992-sekarang : Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 tanggal 19 Oktober 1991 tentang pengalihan status Perusahaan Pelabuhan menjadi Perusahaan Perseroan (Persero), maka bentuk Perusahaan Umum pelabuhan diubah menjadi PT (Persero) Pelabuhan Indonesia2.
PT. Pelindo sebagai Badan Usaha Milik Negara mempunyai tugas dan melaksanakan usaha jassa kepelabuhan dalam rangka menunjang fungsi dari
2
pelabuhan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan pelabuhan umum PT. Pelindo bertanggung jawab atas keselamatan pelayaran, penyelenggaraan, pelabuhan, angkutan perairan dan lingkungan maritim meliputi:3
1. Penyediaan dan pengusahaan kolam pelabuhan yang luas, perairan yang dalam untuk lalu lintas pelayaran dan tempat berlabuh kapal yang aman
2. Pengusaha jasa-jasa yang berhubungan dengan pemanduan kapal (pilotage) dan pemberian jasa penundaan kapal laut ( pandu dan tunda) 3. Penyediaan dan pengusahaan dermaga untuk bertambah kapal bongkar
muat serta naik turunna penumpang dengan aman
4. Penyediaan dan pengusahaan gudang tempat penimbunan barang yang dibongar dari kapal atau yang akan dimuat ke kapal, termasuk penyediaan dan pengusahaan Container Yard, Depo Container, CFS 5. Penyediaan dan pengusahaan angkutan Bandar (tongkang) bagi
pelabuhan rede transport
6. Penyediaan dan pengusahaan alat bongkar muat
7. Penyediaan dan pengusahaan tanah untuk berbagai bangunan sehubungan dengan kepentingan kelancaran angkutan laut dan industri 8. Penyediaan jaringan dan jembatan, saluran air, aliran listrik, jalur
darurat dan lain-lain
9. Pelayanan jasa aneka usaha terminal
10. Usaha-usaha lainnya yang dapat menunjang pengusahaan jasa kepelabuhan yang ditetapkan
Pelayanan jasa kepelabuhan seperti tersebut digunakan prinsip “free for all” dan agar tercapai kelancaran flow of goods and flow of documents, maka pelayanan jasa pelabuhan dilaksanakan dengan sistem dan prosedur yag diatur oleh direksi PT.Pelindo.
B. Perumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telai diuraikan diatas, maka dapat terdapat beberapa pokok permasalahan yang harus di selesaikan yaitu:
1. Bagaimana peranan PT. Pelindo I dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab terhadap kapal bersandar di pelabuhan?
2. Apa hambatan-hambatan yang terjadi dalam penyelenggaraan kapal sandar di pelabuhan Belawan?
3. Bagaimana tanggung jawab PT. Pelindo I dan penyelesaian hukum dalam permasalahan kapal yang bersandar?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara. Selain itu berdasarkan permasalah yang telah diuraikan sebelumnya maka tujuan yang hendak di capai dalam penulisan skripsi ini adalah :
2. Untuk mengetahi hambatan-hambatan yang terjadi dalam penyelenggaraan kapal sandar di Pelabuhan Belawan
3. Untuk mengetahui tanggung jawab PT.Pelindo I dan penyelesaian hukum kapal yang bersandar.
D. Manfaat Penulisan
Dengan pnulisan skripsi ini, ingin memberikan adanya manfat di dalam skripsi ini. Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah :
1. Sebagai penunjang ilmu pengetahuan mengenai hukum yang terkhususnya tentang hukum pelayaran mengenai peranan dan tanggung jawab hukum PT. Pelindo I terhadap kapal yang bersandar. 2. Sebagai ilmu yag secara khusus dikuasai oleh penulis dalam hukum
pelayaran untuk memahami mengenai peranan dan tanggung jawab PT. Pelindo I dalam hal kapal sandar.
3. Sebagai penambah ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum bagi masyarakat luas dalam bidang peraturan-peraturan yang mengatur tentang peranan dan tanggung jawab hukum PT. Pelindo I terhadap kapal yang bersandar.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung di tempat permasalahan skripsi yang akan di tulis yaitu di PT. Pelindo I Cabang Belawan
2. Sumber Data
Dalam pengumpulan data, digunakan metode pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder
a. Pengumpulan data meggunakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan berbagai cara yang langsung diambil dari masyarakat
b. Pengumpulan data sekunder dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni: 1) Bahan Hukum Primer yaitu ketentuan peraturan
perundang-undangan seperti KUH Perdata, dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dan peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan
2) Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan yang membantu untuk mengumpulkan bahan hukum primer
3) Bahan hukum tersier yaitu bahan yang akan membantu menguumpulkan bahan hukm primer dan bahan hukum sekunder. 3. Teknik pengumpulan data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah:
b. Field research atau studi lapangan yaitu melakukan suatu penelitian langsung ke lokasi penelitian yaitu di kantor PT. Pelindo I Cabang Belawan Medan dengan komunikasi secara langsung dengan yang berwenang dalam PT. Pelindo I.
4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dipilih untuk menyelesaikan skripsi ini yakni PT. Pelindo I yang beralamat di jalan Sumatera Nomor 1 Medan Belawan. 5. Analisa Data
Analisa data yang digunakan yaitu analisa data kualitatif yang tidak berbentuk angka, yang artinya data di tulis dengan serangkaian kata -kata yang telah diatur dengan baik dan sistematis sehingga menunjukkan data yang berhubugan dengan skripsi ini.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini disusun secara sistematis yang terbagi dalam lima bab sesuai dengan permasalahan yang diuraikan secara tersendiri. Adapun bagian-bagian yang tersusun secara sistematis dibagi dalam beberapa bab dan setiap bab dibagiatas sub bab dengan pembagian sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN, bab ini merupakan gambaran umum yang
berisi tentang, Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penelitin, Sistematika Penulisan, Keaslian Penulisan
Perlengkapan Kapal, Perizinan Pelayaran dan Kapal Sandar, Ketentuan-Ketentuan Dasar dan Asas-Asas Hukum yang Berlaku Bagi Kapal, Prosedur Perolehan Sertifikat Laik Laut BAB III : REGULASI DAN ATURAN HUKUM MENGENAI KAPAL
YANG BERSANDAR, dalam bab ini berisi tentang Pengaturan Mengenai Verifikasi Kapal yang Bersandar untuk Berlayar, Tata Cara dalam Proses Kapal Sandar, Prosedur Tentang Pengalihan Muatan terhadap Kapal yang Bersandar, Perlindungan Terhadap Objek (barang) yang Diangkut Pada Kapal yang Bersandar.
BAB IV : PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HUKUM PT. PELINDO I TERHADAP KAPAL YANG BERSANDAR, dalam bab ini membahas tentang Peranan PT. Pelindo I dalam Pelaksanaan Kapal yang Bersandar di Pelabuhan Belawan, Aturan Hukum dalam Penyeleggaraan Kapal Sandar di Pelabuhan Belawan, Tanggung Jawab PT. Pelindo I dan Penyelesaian Hukum Kapal yang Bersandar.
G. KEASLIAN PENULISAN
BAB II
PENGATURAN HUKUM TENTANG KAPAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008
A. Pengertian dan Jenis-Jenis Kapal
1. Pengertian Kapal
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Pasal 1 butir 36 yang dimaksud dengan Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angina, tenaga mekanik, energy lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.4
Selanjutnya dalam penjelasan yang dimaksud dengan “kapal”
adalah :
a. Kapal yang digerakkan oleh angin adalah kapal layar.
b. Kapal yang digerakkan oleh tenaga mekanik adalah kapal yang mempunyai alat penggerak mesin , misalnya kapal motor, kapal uap, kapal dengan tenaga matahari, dan kapal nuklir.
c. Kapal yang ditunda atau ditarik adalah kapal yang bergerak dengan menggunakan alat peggerak kapal lain.
hidro foil, dan kapal-kapal cepat lainnya yang memenuhi kriteria tertentu.
e. Kendaraan dibawah permukaan air adalah jenis kapal yang mampu bergerak dibawah permukaan air.
f. Alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah adalah alat apung dan bangunan terapung yang tidak mempunyai alat penggerak sendiri, serta ditempatkan disuatu lokasi perairan tertentu dan tidak berpindah-pindah untuk waktu yang sama, misalnya hotel terapung, tongkah akomodasi (accommodation barger) untuk menunjang kegiatan lepas pantai dan tongkang penampung minyak (oil storage barge), serta unit pengeboran lepas pantai berpindah (mobile off shore drilling units/modu).5
2. Jenis-jenis Kapal
Jenis-jenis kapal berikut adalah
a. Kapal motor adalah kapal yang dilengkapi dengan motor sebagai penggerak utama. Kapal ini biasanya disebut Kapal Motor (KM). b. Kapal uap adalah kapal yang dilengkapi dengan mesin uap sebagai
alat penggerak utamanya. Kapal ini biasa di sebut dengan Kapal Api (KA).
c. Kapal nelayan adalah kapal yang dilengkapi dengan layar-layar sebagai penggerak utamanya.
d. Kapal nelayan laut adalah kapal yang hanya digunakan untuk menangkap ikan di laut, ikan paus, anjing laut, beruang laut atau
sumber-sumber hayati laut lainnya, kecuali kapal tersebut berukuran 100 meter kubik isi kotor atau lebih dan dilengkapi degan mesin penggerak (Pasal 1 ayat 2 Beslit Surat Laut dan Pas Kapal – 1934), maka kapal tersebut bukan kapal nelayan laut.
e. Kapal penangkap ikan adalah kapal yang digunakan untuk menangkap ikan, ikan paus, anjing laut, singa laut, atau sumber hayati lain di laut.
f. Kapal tongkang adalah kapal yang tidak mempunyai alat penggerak sendiri, sehingga harus ditarik atau ditunda oleh kapal lain.
g. Kapal tunda adalah kapal yang khusus digunakan untuk menunda atau menarik kapal lain (yaitu kapal tongkang).
h. Kapal penumpang adalah kapal yang dapat mengagkut lebih dari 12 orang.
i. Kapal barang adalah kapal yang bukan kapal penumpang, digunakan terutama untuk mengangkut barang.
j. Kapal tangki adalah kapal barang yang khusus dibangun untuk mangangkut muatan cair secara curah, yang mempunyai sifat mudah menyala.
k. Kapal nuklir adalah kapal yang dilengkapi dengan instalasi reaktor nuklir.
m. Kapal perang adalah kapal yang hanya digunakan untuk perang, termasuk kapal-kapal yang digunakan untuk mengangkut tentara atau perlengkapan perang.
n. Kapal layar dengan tenaga bantu adalah kapal layar yang dilengkapi dengan motor bantu yang dalam keadaan tertentu saja digunakan sebagai pengganti layar, dan bukan kapal yang ditunda atau tongkang.
o. Kapal keruk adalah kapal yang berdasarkan bangunanya dan tata susunannya hanya diperuntukkan bagi pelaksana atau digunakan untuk pekerjaan bangunan air.6
B. Perlengkapan Kapal, Perizinan Pelayaran dan Kapal Sandar
1. Perlengkapan Kapal
Agar kapal mendapatkan izin pelayaran maka kapal harus memliki perlengkapan kapal yang bertujuan untuk mendorong operasional kapal dalam melakukan pelayaran. Perlengkapan kapal yang dimaksud adalah perlengkapan yang disebutkan di dalam Undang-Undang Nomor 17Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 1, yaitu :
a. Awak Kapal adalah orang yang berkerja atau diperkerjakan di atas kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil.
b. Nahkoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pimpinan tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan
6
tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Anak Buah Kapal adalah Awak Kapal selain Nahkoda.
d. Kenavigasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, Telekomunikasi Pelayaran, hidrografi dan meteorologi, alur dan perlintasan, pengerukan dan reklamasi, pemanduan, penanganan kerangka kapal, salvage dan pekerjaan bawah air untuk kepentingan keselamatan pelyaran kapal.
1) Navigasi adalah proses mengarahkan gerak kapal dari satu titik ke titik yang lain dengan aman dan lancer serta untuk menghindari bahaya dan/atau rintangan pelayaran.
2) Sarana Bantu Navigasi Pelayaran adalah peralatan atau sistem yang berada di luar kapal yang didesain dan dioperasikan untuk meningkatkan keselamatan dan efisiensi bernavigasi kapal dan/atau lalu lintass kapal.
3) Telekomunikaasi Pelayaran adalah telekomunikasi khusus untuk keperluan dinas pelayaran yang merupakan sistem pemancaran, pengiriman atau penerimaan tiap jenis tanda, gambar, suara dan informasi dalam bentuk apapun melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya dalam dinas bergerak pelayaran yang merupakan bagian dari keselamatan pelayaran.
4) Salavage adalah pekerjaan untuk memberikan pertolongan
kecelakaan kapal atau dalam keadaan bahaya di perairan termasuk mengangkat kerangka kapal atau rintangan bawah air atau benda lainnya.
5) Pekerjaan Bawah Air adalah pekerjaan yang berhubungan dengan instalasi, konstruksi, atau kapal yang dilakukan di bawah air dan/atau pekerjaan di bawah air yang bersifat khusus, yaitu penggunaan peralatan bawah air yang dioperasikan permukaan air.
6) Alur Pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari.
2. Perizinan Pelayaran dan Kapal Sandar
Kegiatan Angkutan Laut Pelayaran Rakyat termasuk didalamnya dapat melakukan kegiatan bongkar muat dan kegiatan ekspidisi muatan kapal laut untuk keperluannya sendiri, yang dapat dilakukan secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, hal ini diatur dalam Pasal 46 Peraturan Pemerintah Tahun 2010.
a. Prosedur Pelayanan Kapal Masuk
wajib dan kapal kepil serta regu kepil kemudian Pandu Pemegang Surat Perintah Pandu memiliki dan mengoreksi dokumen bentuk 2A-1 yang sudah di tanda tangani oleh nahkoda kapal setelah pemanduan berakhir dan membubuhkan tanda tangannya setelah proses tersebut telah selesai dilakukan dan telah di tanda tangani oleh nahkoda kapal maka pandu pemegang surat perintah pandu meninggalkan kapal, kembali ke stasiun dan menyerahkan bukti pemakaian jasa pandu, tunda dan kepil (bentuk 2A-1) kepada Supervisor Administrasi Operasi Pemanduan melalui petugas umum. Nahkoda kapal tunda menerima perintah dinas yang disampaikan melalui operator menara kontrol pandu kemudian mencatat dalam jurnal kapal tunda. Nahkoda kapal menerima perintah dinas yang disampaikan oleh operator kontrol, kemudian mencatat didalam jurnal kapal tunda kemudian berangkat menuju lokasi kapal yang akan ditunda.
b. Prosedur Pelayanan Kapal Keluar
harian gerakan kapal untuk diteruskan ke dinas Pelayanan Pelanggan.
c. Prosedur Pelayanan Kapal Pindah
2A-1 yang sudah ditandatangani oleh Nahkoda kapal setelah pemanduan berakhir dan membubuhkan tandatangannya. Pandu Pemegang Surat Perintah Pandu meninggalkan kapal, kembali ke stasiun pandu dengan diharuskan menyerahkan bukti pemakaian jasa pandu, tunda dan kepil (Bentuk 2A-1) kepada Supervisi Administrasi Operasi Pemanduan melalui petugas umum, diluar itu Nahkoda Kapal Tunda Menerima perintah dinas yang disampaikan melalui operator menara kontrol kemudian mencatat di dalam jurnal kapal tunda dan akhirnya Nahkoda Kapal Tunda Berangkat menuju lokasi kapal yang akan di tunda.
d. Prosedur Pelayanan Kapal Perubahan/Perpanjangan
Petugas loket PPSA menerima PPKB beserta dokumen pendukung dari pengguna jasa yang berupa Surat permohonan perpanjangan waktu tambat dan Uper perpanjangan, kemudian Supervisor Perencanaan PPSA bersama Supervisor Pelayanan Operasi mengevaluasi permintaan perpanjangan waktu tambat kapal berdasarkan realisasi pelaksanaan kegiatan bongkar muat kapal dan apabila alasan perpanjangan tidak dapat diterima maka permohonan perpanjangan waktu tambat (PPKB) dan dokumen pendukung dikembalikan kepada pengguna jasa dan kapal dikeluarkan dari tambatan tetapi apabila alasan perpanjangan dapat diterima maka perpanjangan waktu tambat dapat disetujui.
adanya perubahan kedalaman Alur Pelayaran di perairan Pandu, serta penempatan Sero penangkap ikan atau penghalang alur lainnya, perubahan posisi, cahaya dan atau periode rambu/pelampung suar, kemungkinan adanya pembuangan sampah dan atau minyak dari kapal yang dapat mengakibatkan pengotoran dan pencemaran di lingkungan Alur Pelayaran, menemukan adanya jangkar, rantai dan tali kapal di alur pelayaran yang dapat membahayakan kapal lainnya serta Asisten Menejer Pemanduan meneruskan laporan pandu tersebut kepada Syahbandar selaku penanggung jawab keselamatan cq Instansi-instansi terkait di pelabuhan yang berwenang untuk itu.
C. Ketentuan-Ketentuan Dasar dan Asas-Asas Hukum yang Berlaku bagi Kapal
Pelayaran di laut banyak mengandung resiko dan menyangkut hubungan internasional. Untuk mewujdkan ketertiban lalu lintas pelayaran internasional, maka setiap kapal yang berlayar di laut harus memperhatikan beberapa hal, seperti:
1. Memiliki indentitasnyang jelas (aspek status hukum) 2. Memenuhi syarat untuk dilayarkan (aspek keselamatan)
3. Dijalankan oleh orang yang memiliki kompetensi untuk melayarkan kapal (aspek pengawakan)
negara bendera yang didasarkan kepada sistem atau aliran pendaftaran kapal yang dianut didunia maritim yaitu:
1. The National School
Aliran ini menaganut peraturan registrasi yang keras (rigid), contohnya Portugal. Kapal yang dapat di negara ini adalah :
a. Kapal yang dibuat di negara pendaftar, b. Dimiliki oleh warga dari negara tersebut,
c. Nahkoda dan Anak Buah Kapal harus warga negara dari negara pendaftar. Aliran ini dapat disebut sistem pendaftaran tertutup yang kaku (rigrid closed registry)
2. The School of The Relaxed Law
Aliran ini dianut oleh Panama, Liberia, Honduras, Costarica dan sebagainya yang sering dihubungkan dengan “Fllag of Convenience”
karena mereka mengizinkan registrasi atas kapal-kapal yang dimiliki oleh pihak asing tanpa syarat apapun dan seringkali atas dasar perlakuan yang sama seperti kepada kapal-kapal dari warga negaranya sendiri (Open Registry). Aliran ini mengaburkan prinsip “Genuine Link” yang di atur dalam Konvensi Hukum Laut tahun 1982
3. The Balanced School
Penganut aliran ini mensyaratkan pendaftaran kapal keapda kepemilikan oleh warga negaranya atau badan hukum negara dan berkedudukan di wilayah negara pendaftar serta seluruh atau sebagian pengurus dan kepemilikan sahamnya oleh warga negara pendaftar.Aliran ini disebut sistem pendaftaran tertutup (Closed registry) yang luwes.7
Indonesia telah memiliki Undang-Undang dari berbagai peraturan pelaksanaannya di bidang administratif, teknis dan sosial, yang terbaru adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran. Dalam Pasal 117 ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran mengatur bahwa setiap kapal sesuai dengan daerah pelayarannya harus memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal yang salah satu unsurnya adalah status hukum kapal.
Menurut Pasal 154 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran status hukum kapal dapat ditetukan setelah melalui beberapa proses, yaitu :
1. Pengukuran Kapal
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran juga telah di atur tentang pengukuran dan pendaftaran serta kebangsaan kapal. Sebaelum suatu kapak di daftarkan, maka terlebih dahulu dilakukan pengukuran kapal, Pasal 155 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran juga menyebutkan :
a. Setiap kapal sebelum dioperasikan wajib dilakukan pengukuran oleh pejabat pemerintah yang diberi wewenang oleh Menteri.
7
b. Pengukuran kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan menurut 3 (tiga) metode, yakni :
1) Pengukuran dalam negri untuk kapal berukuran panjang kurang dari 24 (dua puluh empat) meter.
2) Pengukuran internasional untuk kapal yang berukuran panjang 24 (dua puluh empat) meter atau lebih.
3) Pengukuran khusus untuk kapal ang akan melalui terusan tertentu 4) Berdasarkan pengukuran sebagai mana dimaksud pada ayat (1)
Diterbitkan Surat Ukur untuk kapal dengan ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage).
c. Surat Ukur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan oleh Menteri dan dapat dilimpahkan kepada pejabat yang ditunjuk.
2. Pendaftaran Kapal dan Penetapan Kebangsaan Kapal
Dasar hukum dalam hal pendaftaran kapal adalah sebagai berikut : a. Pasal 314 KUHD
b. Peraturan Pendaftaran Kapal Stbl. 1933 No.48
c. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran
d. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 Tentang Perlengkapan e. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM.26 Tahun 2006 Tentang
Penyederhanaan Sistem dan Prosedur Pengadaan Kapal dan Penggunaan/Penggantian Bendera Kapal
Pendaftaran kapal pada dasarnya adalah pendaftaran hak milik atas kapal. Hak milik merupakan bagian hukum benda dalam kerangka hukum perdata. Karena itu dasar hukum utama dari pendaftaran kapal adalah Pasal 314 KUHD yang merupakan “lex spesialis” dari KUH
Perdata dan Stbl 1933 Nomor 48 sebagai peraturan pelaksanaannya. Karena pendaftaran kapal merupakan bagian dari status hukum kapal dalam rangka ke laik lautan kapak, maka Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan juga mengatur tentang pendaftaran kapal, tetapi hanya terbatas kepada persyaratan dan tata cara pendaftaran kapal atau aspek hukum publiknya saja.
Berdasarkan ruang lingkup pedaftarannya dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan maka pendaftaran kapal dapat di bagi lagi menjadi 3 (tiga) bagian yakni :
a. Pendaftaran hak milik. b. Pembebanan hipotek
c. Pencatatan hak kebendaan lainnya atas kapal, pembebanan hipotek dan hak kebendan lainnya atas sebuah kapal baru dapat dilakukan bila hak milik atas kapal yang dimaksud telah di daftarkan.
Pendaftaran kapal sangatlah penting dalam hal pelayaran laut yang memiliki tujuan sebagai berikut :
a. Menentukan status hukum dari kapal yang didaftarkan.
c. Kapal yang telah didaftarkan mempunyai status benda tidak tetap terdaftar dan diperlukan sebagi hak kebendaan didalam jual beli dan pengalihan haknya.
d. Kapal yang didaftarkan dapat dibebani hak hipotek.8
Secara umum dapat dikatakan bahwa pendaftaran kapal dimaksudkan agar kapal yang bersangkutan selalu dapat didefinisikan sepanjang umur operasinya, karena itu setiap perubahan atas nama, pemilikan, ukuran dan spesifikasinya, tanda-tanda lain dari kapal harus secara jujur dilaporkan kepada pejabat pendaftaran kapal ditempat kapal didaftarkan. Pendaftaran kapal berdampak kepada dua aspek yaitu pendaftaran publik dan pendaftaran perdata.
Pendaftaran publik meliputi :
a. Kapal tersebut berada dibawah yurisdiksi negara bendera kapal (Flog State) dalam hal mengatur administratif, yaitu perihal keselamatan,
kelaik lautan, awak kapal dan hukum pidana atau demikian kejahatan yang dilakukan di atas kapal.
b. Negara bendera kapal berkewajiban untuk melaksanakan kewajiban internasional atas kapal yang membawa benderanya.
c. Kapal yang bersangkutan memperoleh keuntungan perlindungan dari negara bendera kapal yang diberikan ada warga negaranya.
d. Registrasi atau pendaftaran dianggap sebagai bukti pemilikan (Evidence of Title), walaupun diberbagai negara bukti ini tidak mutlak.
8
Kesemuanya menandakan adanya Effective Control dari negara bendera kapal atas kapal tersebut.
Sedangkan pendaftaran perdata adalah :
a. Penetapan status hukum keperdataan kapal laut, yang selanjutnya berpengaruh pada penetapan aturan-aturan hukum keperdataan yang menguasai kapal laut tersebut. Dengan kata lain, kapal laut yang menurut sifatnya merupakan benda bergerak, dengan pembukuannya dalam buku pendaftaran akan memperoleh kedudukan sebagai benda tidak bergerak.
b. Pendaftaran keperdataan menyangkut pendaftaran (recondation) dari seluruh hak-hak kepedataan (baik pemilikan maupun jaminan/security interest yang melekat pada kapal yang bersangkutan.9
Dari ketentuan Pasal 154 dapat kita simpulkan bahwa pengibaran bendera kebangsaan juga menunjukan status hukum kapal. Karena dari bendera tersebut dapat ditelusuri kebangsaan kapal, hukum yang berlaku diatas kapal dan pemilik kapal.
3. Penetapan Kebangsaan Kapal
Kebangsaan suatu kapal menandakan bahwa kapal itu berasal dari mana dan hubungan hukum dengan negara asalnya. Jika suatu kapal mempunyai kebangsaan, itu berarti negaranya dapat membela kapal tersebut di forum internasional dan jika sebuah kapal tidak mempunyai kebangsaan, itu berarti bahwa kapal dari negara manapun dapat menahannya. Oleh karena itu, maka di lautan terbuka setiap kapal harus
9
dapat menunjukkan kebangsaannya. Kebangsaan itu tidak cukup di perlihatkan dengan bendera karena bendera dengan mudah dapat di ganti, untuk keperluan tersebut maka nahkoda harus membawa surat kebangsaan.10
Berdasarkan hukum internasional kebangsaan kapal mengandung hak-hak dan kewajian-kewajiban suatu negara terhadap kapalnya.Kebangsaan suatu kapal menunjuk suatu negara yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab atas kapal tersebut dan menentukan hukum nasional uang berlaku atas kapal tersebut. Prinsip dasar kebangsaan dan pendaftaran kapal dijumpai dalam Konvensi Laut Jenewa 1958 dan 1960, dan dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) di Mantego Bay pada tanggal 10 Desember 1982
Dengan dilaksanakannya konvensi mengenai syarat-syarat pendaftaran kapal (United Nations Convention on Conditions for Registration of Ship) tahun 1986, yang merupakan suatu peraturan hukum
internasional yang menentukan bahwa setiap negara dapat secara bebas menetapkan syarat-syarat yang mengaatur pemberian kebangsaan. Hal ini tercantum dari dua kalimat pertama pada Pasal 5 High Sea 1958 (mengenai laut lepas yang menyatakan) :
“Setiap negara menetapkan syarat-syarat bagi pemberian kebangsaan pada kapal, bagi pendaftaran kapal dalam wilayahnya dan bagi pemberian hak untuk mengibarkan benderanya. Kapal mempunyai kebangsaan dari negara yang benderanya berhak untuk dikibarkan”.
10
Selanjutnya Pasal 91 ayat 1 UNCLOS mengulang ketentuan ini dengan menambahkan :
“There must exist a genuine link between the state and the ships”
Terjemahannya:
“Antara negara dan kapal harus ada suatu hubungan yang sungguh-sungguh”
Menurut Pasal 3 ayat (1) beslit raja dahulu tertanggal 27 November 1933 tentang surat-surat laut dan pas-pas kapal tahun 1934 (selanjutnya ditunjuk dengan singkatan Beslit). Stb. 1934-78.M.b.dengan tanggal 1 Desember 1935 ada empat jenis tanda kebangsaan bagi kapal laut yaitu : 1. Surat laut, yang dapat diberikan kepada kapal laut yang berukuran
bruto lebih dari 500m3 dan bukanlah kapal nelayan laut atau kapal pesiar; Pasal 3 ayat 1 Ordinasi tentang Surat Laut dan Pas Kapal tahun 1935 (untuk selanjutnya ditunjuk dengan singkatan ordinasi).
2. Pas kapal yang dapat diberikan kepada kapal laut, yang tidak memperoleh surat laut, dan dibagi dalam dua (2) jenis yaitu :
a. Pas tahunan, bagi kapal laut berukuran bruto 20m3 atau lebih, akan tetapi kurang dari 500m3 dan kapal laut yang bukan kapal nelayan laut atau kapal pesiar.
b. Pas kecil bagi kapal-kapal laut berukuran bruto kurang dari 20m3, lagi pula bagi kapal nelayan laut dan kapal-kapal pesiar, Pasal 4 ayat 1 sub a, b ordonasi.
untuk waktu yang tidak tertentu akan tetapi setiap tahun harus di tanda tangani oleh pihak yang berwenang, yakni syahbandar atau seorang pejabat yang di tunjuk. Pentingnya mempunyai surat tanda kebangsaan ialah tanpa surat itu sebuah kapal tidak dapat masuk/keluar sebuah pelabuhan.
c. Surat Laut sementara,ini diperlukan untuk pambelian kapal laut atas pembayaran kapal laut, hal itu dapat terjadi di wilayah Republik Indonesia atau diluarnya . bila diadalam negeri, surat tersebut harus dimiliki dari dan c.q diberikan oleh syahbandar yang berwenang dan persetujuan Menteri Perhubungan Laut. Di luar negeri harus diminta kepada dan c.q diberikan oleh konsul RI dengan persetujuan Menteri Perhubungan Laut.
d. Surat izin untuk satu perjalanan atau lebih di dalam wilah RI pejabat-pejabat yang berwenang untuk memberikan suurat di dalam atau di luar negeri sama dengan yang ditetapkan untuk surat laut sementara.11
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran mengenai pemberian surat tanda kebangsaan kapal Indonesia diatur dalam beberapa Pasal antara lain :
Pasal 163 yang menyatakan :
1. Kapal yang didaftarkan di Indonesia dan berlayar di laut dberikan Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia oleh Menteri.
2. Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk :
a. Surat Laut untuk kapal berukuran GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage) atau lebih.
b. Pas Besar untuk kapal berukuran GT 7 (tujuh Gross Tonnage) sampai dengan ukuran kurang dari GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage) atau,
c. Pas kecil untuk kapal berukuran kurang dari GT 7(tujuh Gross Tonnage)
3. Kapal yang hanya berlayar di perairan sungai dan danau diberikan pas sungai dan danau. Sejauh mana kewajiban kapal Indonesia untuk mengibarkan bendera Indonesia dan bagaimana halnya dengan kapal yang bukan kapal Indonesia.
Ketentuan Pasal 165 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, disebutkan:
1. Kapal berkebangsaan Indonesia wajib mengibarkan bendera Indonesia sebagai tanda kebangsaan kapal.
2. Kapal yang bukan berkebangsaan Indonesia dilarang mengibarjan bendera Indonesia sebagi tanda kebangsaannya.
Untuk penegakan hukum (Law Enforced) di wilayah perairan Indonesia, maka dalam Pasal 166 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran disebutkan:
2. Kapal yang bukan berkebangsaan Indonesia dilarang mengibarkan bendera Indonesia sebagai tanda kebangsaannya.
Selanjutnya dalam Pasal 167 Undang-Undang Nomot 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran disebutkan :
“Kapal berkebangsaan Indonesia dilarang mengibarkan bendera negara
lain sebagai tanda kebangsaan.”
Dalam pelenyelenggaraan pelayararan terdapat Asas-asas yang dilakukan berdasarkan :
a. Asas manfaat
Yang dimaksud ”asas manfaat” adalah pelayaran harus dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan bagi warga negara, serta upaya peningkatan pertahanan dan keamanan negara. b. Asas usaha bersama dan kekeluargaan
Yang dimaksud ”asas usaha bersama dan kekeluargaan” adalah
penyelenggaraan usaha di bidang pelayaran dilaksanakan untuk mencapai tujuan nasional yang dalam kegiatannya dapatdilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan c. Asas persaingan sehat
Yang dimaksud dengan ”asas persaingan sehat” adalahpenyelenggaraan
d. Asas adil dan merata tanpa diskriminasi
Yang dimaksud dengan ”asas adil dan merata tanpa diskriminasi”
adalah penyelenggaraan pelayaran harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat tanpa membedakan suku, agama, dan keturunan serta tingkat ekonomi.
e. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan
Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan” adalah pelayaran harus diselenggarakan sedemikianrupa
sehingga terdapat keseimbangan, keserasian, dankeselarasan antara sarana dan prasarana, antara kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan international.
f. Asas kepentingan umum
Yang dimaksud dengan “asas kepentingan umum” adalah
penyelenggaraan pelayaran harus mengutamakan kepentingan masyarakat luas.
g. Asas keterpaduan
Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah pelayaran harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi baik intra-maupun antarmoda transportasi.
h. Asas tegaknya hukum
kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga negara Indonesia untuk selalu sadar dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan pelayaran.
i. Asas kemandirian
Yang dimaksud dengan “asas kemandirian” adalah pelayaran harus bersendikan kepada kepribadian bangsa, berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, mengutamakan kepentingan nasional dalam pelayaran dan memperhatikan pangsa muatan yang wajar dalam angkutan diperairan dari dan ke luar negeri. j. Asas berwawasan lingkungan hidup
Yang dimaksud dengan “asas berwawasan lingkungan hidup”adalah
penyelenggaraan pelayaran harus dilakukan berwawasan lingkungan. k. Asas kedaulatan Negara.
Yang dimaksud dengan “asas kedaulatan negara” adalah
penyelenggaraan pelayaran harus dapat menjaga keutuhan wilayah Negara Republik Indonesia.
l. Asas kebangsaan.
Yang dimaksud dengan “asas kebangsaan” adalah penyelenggaraan pelayaran harus dapat mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
D. Prosedur Perolehan Sertifikat Laik Laut
kenyataan kapal tersebut tidak laik laut dan suatu terjadi kerugian atas kapal tersebut, maka Perusahaan Asuransi tidak bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi tersebut. Laik Laut (Sea - worthy) diartikan bahwa kapal laik untuk melakukan perjalanan atau pelayaran di laut, sedangkan Laik Muatan (Cargo - worthy) bahwa kapal tersebut laik menerima muatan dimana peralatan kapal telah sesuai dengan sifat-sifat barang yang dimuatkan tersebut. Jadi sebelum dan pada waktu memulainya perjalanan kapal, maka nahkoda harus membuat dengan sewajarnya :
1. Membuat kapal laik laut. (sea worthy)
2. Mengawaki kapal, melengkapi perlengkapan kapal dan kebutuhan kapal.(Properly Manned)
3. Membuat fasilitas-fasilitas ruangan kapal agar sesuai dengan muatan (laik muatan), baik pada saat pemuatan, penyimpanan, pembongkaran barang tersebut.
Apabila ketiga syarat tersebut diatas telah dipenuhi, maka kepada kapal tersebut diberikan Sertifikat Laik Laut (Certificate of Sea Worthiness) yakni surat izin berlayar dari suatu pelabuhan yang dikeluarkan oleh Syahbandar yang menerangkan bahwa kapal telah laik-laut untuk berlayar karena telah memenuhi persyaratan teknis.
Syahbandar. Sertifikat tersebut harus diperbaharui dahulu di Kedutaan Negara Bendera Kapal tersebut, baru dibuatkan sertifikat laik-laut. Jenis-jenis seritifikat kapal yang dinilai menentukan bahwa kapal laik-laut, adalah:
a. Ship Registered Certificate. b. Load Line Certificate.
c. Ship’s Equipment Certificate. d. Ship’s Construction Certificate. e. Hull & Machinery Certificate. f. Radio & Telegraphy Certificate.
Kemudian untuk mengetahui apakah dipelabuhan sebelumnya kapal juga dalam kondisi laik-laut, maka perlu diperhatikan :
a. Last port clearance. b. The ratification certificate. c. Bill of Health.
2. Mengawaki, Melengkapi kebutuhan Kapal (Properly manned & Suply the ship).
Properly manned adalah bahwa kapal yang bersangkutan telah diawaki
sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk ukuran kapal tersebut.Apabila syahbandar meneliti bahwa Mualim I seharusnya mempunyai ijazah MPB I, ternyata yang berada diatas kapal berijazah MPB II, maka kapal tersebut tidak akan mendapat Certificate of Sea Worthiness. Maka perusahaan tersebut harus mengganti Mualim I
a. Bendera Indonesia: Pelaut yang memiliki ijazah MPB I tidak ada, maka harus mendapat dispensasi Perwira dari Direktorat Keselamatan Pelayaran R.I. Setelah mendapat dispensasi tersebut baru crew tersebut dianggap memenuhi syarat.
b. Bendera Asing harus ada surat resmi dari Nahkoda Kapal Asing tersebut yang menerangkan bahwa Nahkoda bertanggung jawab penuh atas penempatan Mualim I tersebut diatas kapalnya.
c. Equipped (perlengkapan kapal), adalah mencakup alat-alat yang bukan bagian dari kapal akan tetapi secara menetap harus ada diatas kapal. Syahbandar dapat menahan kapal sampai dilaksanakan pemenuhan bahan bakar dan kepada kapal tidak diberikan ijin berlayar karena kapal tidak memenuhi syarat perlengkapan kapal.
d. Supply the Ship berarti wajib mengatur perbekalan kapal tersebut yang meliputi bahan makanan dan obat-obatan secukupnya termasuk air tawar, sehingga bahan-bahan makanan yang telah ada diatas kapal sesuai dengan persyaratan menu untuk crew yang sesuai dengan menu yang berlaku dinegara bendera kapal.
sedangkan diluar negri disesuaikan dengan klassifikasi 10 jenis barang dagangan yang telah ditetapkan oleh International Convention for the Safety of Life at Sea(SOLAS) 1974.12
12
BAB III
REGULASI DAN ATURAN HUKUM MENGENAI KAPAL YANG BERSANDAR
A. Pengaturan Mengenai Verifikasi Kapal yang Bersandar untuk Berlayar
Pelabuhan merupakan tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal, dimana dari pengertian pelabuhan tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi dari pelabuhan itu sendiri yaitu sebagai tempat kegiatan bersandarnya kapal, baik itu sebagai sarana transportasi penumpang maupun bongkar muat barang.
Sistem dan Prosedur (SISPRO) pelayanan kapal dan barang di pelabuhan baik untuk kedatangan dan keberangkatan kapal dilayani dalam waktu 24 jam. Untuk keperluan tersebut diperlukan informasi mengenai Schedule kapal, cable master dan cargo manifest yang ditujukan kepada
kantor cabang pelabuhan. Setelah itu beberapa insansi lain yang harus duhubungi antara lain Administrator pelabuhan, Bea dan Cukai serta Kantor Cabang Pelabuhan.
IM-9/AL-005/Phb-96 tanggal 22 Juli 19IM-9/AL-005/Phb-96 untuk pelayanan pengguna jasa ditangani oleh satu unit pelayanan yang disebut Pusat Pelayanan Satu Atap (PPSA).
PPSA adalah unit pelayanan fasilitas pelabuhan dari PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan yang melaksanakan tugas perencanaan pelayanan kapal dan barang. Rencana prosedur yang dilalui oleh pengguna jasa dalam rangka untuk memperoleh pelayanan kapal dan barang dimana pengguna jasa membawa permintaan pelayanan kapal dan bongkar/muat barang (PPKB) dan perhitungan uper (uang jaminan yang harus dibayar) ke PPSA. Kemudian Dinas Pusat Pelayanan Jasa dan Usaha (PPAJU) atau petugas yang ditunjuk meneliti perhitungan uper yang dibuat oleh pengguna jasa.
Jika tidak benar perhitungan upernya dikembalikan kepada pengguna jasa untuk di perbaiki, jika benar diteruskan ke kasir atau melalui transfer bank, PPKB dan Bukti Uper dibawa oleh pengguna jasa ke loket PPSA untuk proses selanjutnya petugas loket PPSA menerima PPKB untuk kapal masuk, pindah, keluar atau untuk penambahan beserta dokumen pendukung dari pengguna jasa.
Adapun dokumen-dokumen pendukung tersebut adalah :
a. Untuk kapal niaga asing/nasional dengan GRT lebih dari 20 ton dokumen pendukung PPKB antara lain :
a. Master cable b. Manifest c. Peacking List
e. SPKBM (Surat Pernyataan Kerja Bongkar Muat) f. Operating Planing
g. IB 1 khusus kapal tanker yang menggunakan pipa terpadu.
h. Bukti pembayaran uper (kecuali bagi perusahaan yang dibebaskan dari kewajiban membayar uper)
i. Surat ukur kapal yang baru pertama kali sandar di pelabuhan Belawan atau bila ada perubahan.
j. Keputusan penetapan penyandaran kapal (KPPK)
b. Untuk kapal niaga kayu dengan Grt lebih kecil dari 300 ton dokumen pendukung PPKB antara lain :
a. Operating planning
b. Surat ukur (untuk kunjungan perdana/bila ada perubahan)
c. Bukti pembayaran uper (kecuali bagi perusahaan yang dibebaskan dari kewajiban membayar uper)
d. Keputusan penetapan penyandaran kapal (KPPK)
c. Untuk kapal penumpang dan ferry, dokumen pendukung antara lain : a. Surat ukur (untuk kunjungan perdana/bila ada perubahan)
b. Keputusan penetapan penyandaran kapal (KPPK)
c. Bukti pembayaran uper (kecuali bagi perusahaan yang dibebaskan dari kewajiban membayar uper)
d. Untuk kapal perang, dokumen pendukung yaitu Keputusan penetapan penyandaran kapal (KPPK)
a. Master cable
b. Surat ukur (untuk kunjungan perdana/bila ada perubahan) c. D/O Pertamina
d. Keputusan penetapan penyandaran kapal (KPPK)
e. Bukti pembayaran uper (kecuali bagi perusahaan yang dibebaskan dari kewajiban membayar uper)
f. Untuk kapal yang sandar di dermaga khusus, dokumen pendukung yang diperlukan antara lain :
a. Operating planning
b. Surat ukur (untuk kunjungan perdana/bila ada perubahan) c. Keputusan penetapan penyandaran kapal (KPPK)
Setelah Petugas PPSA menerima dokumen-dokumen tersebut hal yang selanjutnya dilakukan adalah meneliti PPKB dan dokumen pendukungnya, jika dokumen pendukung tidak lengkap, nilai uper tidak cukup atau memiliki tunggakan hutang, PPKB dikembalikan kepada pengguna jasa. Jika dokumen pendukung lengkap dan tidak ada tunggakan hutang, PPKB diteruskan ke staf PPSA untuk dibuat perncanaan. Staf PSSA dan petugas yang ditunjuk/membuat pra perencanaan penetapan alokasi tempat, waktu tambat, pelayanan padu, tunda, dan pelayanan permintaan air dengan mempertimbangkan skala prioritas, dan sarana mutu sebagai berikut:
1. Urutan kedatangan kapal
2. Kesiapan dokumen (kapal/barang)
5. Kesiapan PBM dan EMKL
6. Kapal penumpang/ferry/kapal yang menurut kriteria bahan pokok barang strategis/kapal perang didahulukan pelayanannya.
Kemudian Asisten Manager Dinas PPSA (ketua PPSA) memimpin rapat perencanaan pelayanan kapal yang di hadiri oleh Asisten Manager Pusat Perencanaan Pelayanan Satu Atap, Staf perencanaan PPSA, Supervisi operasi, Supervisi pelayanan air, Supervisi operasi pemanduan dan Pengguna jasa (perusahaan pelayaran, PMB, EMKL). Setelah itu untuk pengguna jasa yang kapalnya akan di plot dan yang sedang sandar harus hadir dalm rapat PPSA apabila pengguna jasa yang kapalnya dibatalkan dari plootingg. Namun jika apabila pengguna jasa yang kapalnya sedang sandar tidak hadir akan terjadi perubahan terhadap kapal tersebut maka pengguna jasa tidak dapat mengajukan protes. Selanjutnya untuk pelayanan perpindahan kapal dilaksanakan sebagai berikut :
a. Perpindahan kapal dari dermaga ke dermaga lainnya atau dari dermaga keluar kolam atas perintah ADPEL atau PPSA dibebaskan dari biaya pandu dan tunda.
c. Perpindahan kapal dari dermaga ke dermaga lainnya disebabkan oleh penurunan draught kapal (lightening) atas perinta PPSA dikenakan biaya tunda sebesar 50% dari tarif dan dibebaskan dari biaya pandu. Kemudian Asisten Manager Pusat Perencanaan Pelayanan Satu Atap (PPSA) menetapkan rencana pelayanan kapal dan menandatangani Permintaan Pelayanan Kapal dan Barang (PPKB), Keputusan Penetapan Penyandaran Kapal (KPPK) dan surat Pernyataan Kerja Bongkar Muat (SPKBM) dan diserahkan jasa dan instalasi terkait untuk proses pelayanan kapal masuk, pembatalan, pindah, perpanjangan keluar dan permintaan pelayanan air kapal.13
B. Tata Cara dalam Proses Kapal Sandar
Setibanya kapal di dermaga pelabuhan ada prosedur sandar dan lepas sandar kapal di pelabuhan yang harus di ikuti dan di terapkan, semua itu harus mengikuti peraturan peraturan yang sudah ada dalam undang-undang pelayaran. Dimana ada teknik dan cara bagaimana sandar dan lepas sandar, bila arus dari depan dan ombak dari arah laut dan banyak lagi aturan sandar yang sudah biasa dilakukan harus menurut dan mengikuti prosedur sandar dan lepas sandar kapal di pelabuhan. Adapun beberapa persiapan berikut ini14.
1. Semua instruksi diberikan dari anjungan navigasi.
2. Namun demikian perwira jaga harus melaporkan setiap situasi berbahaya yang pada operasi penambatan.
13
Op.cit 196 14
http://dockfender.blogspot.com/2014/05/penyandaran-kapal-di-dermaga-3. 2Tromol/winch harus dihidupkan paling sedikit satu jam sebelum penambatan.
4. Pada waktu menerima atau melepaskan kapal tunda, isyarat yang jelas harus dimengerti dan diakui antara anjungan dan stasiun penambatan. 5. Seluruh operasi penambatan harus dilakukan sesuai dengan prosedur
yang merupakan tanggung jawab perwira.
6. Sebelum tiba, Mualim I harus memastikan seluruh stopper, tali penghantar, dan tali lainnya siap digunakan. Pelindung harus pada tempatnya dan lengkap untuk tiap tali tambat.
7. Kirim hanya jumlah tali tambat yang dapat ditangani pada suatu waktu. Jangan mengirim seluruh tali tambat pada waktu bersamaan pada waktu kapal sedang mendekati dermaga atau menyesuaikan posisinya.
8. Untuk mengatur posisi kapal, gunakan hanya satu tali spring dan tali tambat yang ada di haluan yang terletak di buritan kapal.
9. Jangan mencampur beberapa jenis tali tambat tali, misalnya bila tali tambat haluan dari nilon, maka semua tali tambat haluan harus dari tali nilon dengan diameter yang sama.
Setelah proses kapal sandar telah dilakukan maka tahap selanjutnya yang dilakukan adalah pemindahan antar kapal (Ship to Ship Transfer). Prosedur yang harus diikuti dalam melakukan pemindahan antar kapal adalah :
2. Pastikan posisi, kecepatan dan arah pendekatan kesiapan perlengkapan dan kondisi kapal serta keadaan laut termasuk arus pasang surut, arus tinggi ombak dan alun.
3. Perbaharui kondisi laut dan cuaca secara berkala dan beritahu kapal lain yang akan melakukan pemindahan antar kapal.
4. Daprah dan tali penghantar harus siap.
5. Komunikasi antar kapal, di kapal sendiri dan awak deck harus jelas. 6. Jika memungkinkan, jangan melakukan pemindahan antar kapal pada
waktu malam hari.
7. Dalam melakukan pemindahan antar kapal Perusahaan harus terus diberitahu.
8. Jangan mendekati kapal dengan menggunakan pasang/arus atau angin, melainkan harus selalu dari bawah angin dan melawan arus. Jika tidak terdapat ruang yang cukup untuk olah gerak, minta kapal lain tersebut untuk berlabuh jangkar.
9. Isi Checklist Pemindahan antar kapal sebelum operasi dimulai.
Dalam prosedural ataupun tata cara bersandarnya kapal dibutuhkan peralatan-peralatan yang mendukung terjadinya poses bersandarnya kapal tersebut adapun peralatan yang dibutuhkan untuk bersandarnya kapal antara lain :15
1. Tali Mooring.
Menurut kamus bahasa Indonesia, tros yaitu tali pengikat kapal di haluan dan buritan kapal-kapal sandar atau tambal di bui atau dadung
15
Diakses dari,
stopper pada saat itu hanya untuk menahan tros, yang kencang untuk
sementara saja. Umumnya kapal-kapal besar bersandar dengan mendapat bantuan kapal tunda. Kalau tidak ada kapal tunda gerakan harus dibuat sedemikian rupa sampai dekat dengan dermaga. Umumnya gerakannya dilakukan antara lain, yaitu :
a. Pada posisi pertama
Kapal mendekati dermaga dengan membentuk sudut dan kecepatan kecil, setelah pada jarak yang cukup tros depan dikirim ke darat dengan pertolongan tali buangan.
b. Pada posisi kedua
Mesin mundur setengah, kemudi diatur hingga buritan akan kekiri dan tros belakang dilempar kedarat dengan pertolongan tali buangan.
c. Pada posisi ketiga
2. Jangkar
Pengaturan Jangkar di gunakan untuk berlabuh jangkar dan juga membantu pada saat kapal sandar dan lepas sandar. Pada kapal modern pada umumnya dilengkapi dengan dua jangkar yang berada di haluan. Susunannya anchor arrangement adalah sebagai berikut:
a. Anchor windlass, untuk heave up dan slack away chain cable.
b. Anchor cable (chain cable) menghubungkan jangkar dan
windlassserta cable clane.
c. Bow Stopper, menahan anchor dan chain cable
d. Hawsepipe, tempat /jalur keluarnya anchor dan chain cable
e. Anchor, menancapkan pada dasar laut
f. Chain locker, tempat menyimpan chain cable
g. Cable clane, tempat mengikat ujung chain cable didalam chain
locker
C. Prosedur Tentang Pengalihan Muatan terhadap Kapal yang Bersandar
Pengiriman barang dalam negeri/ antar pulau digunakan kapal-kapal untuk pelayaran nusantara. Pengiriman barang keluar dan masuk digunakan kapal-kapal untuk pelayaran samudera dekat maupun jauh yang biasanya dilayani oleh pelayaran perusahaan pelayaran niaga yang tergabung dalam Shipping Conference baik non Indonesia yang mendapat izin atau Shipping
company Indonesia Lijn perusahan-perusahaan nasional (Negara)16
Dengan ditandatanganinya Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) PM 60 Tahun 2014 oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan,
16
dipastikan bongkar muat di pelabuhan akan dipertegas penyelenggaraan dan pengusahaannya. Setiap kegiatan bongkar muat harus dilakukan oleh badan usaha yang khusus bergerak dalam kegiatan bongkar muat. Hal itu itu terlihat pada pasal 2 ayat 1 yang menyebutkan, kegiatan usaha bongkar muat barang merupakan kegiatan usaha yang bergerak dalam bidang bongkar muat barang dari dan ke kapal di pelabuhan, yang meliputi kegiatan stevedoring, cargodoring, d