DETERMINAN PEMANFAATAN ULANG SARANA
PELAYANAN KESEHATAN OLEH ANGGOTA POLRI
DAN KELUARGANYA DI RUMAH SAKIT
BHAYANGKARA TEBING TINGGI
TAHUN 2015
SKRIPSI
OLEH
HALIMAH TUSYAKDIAH SARAGIH
NIM : 111000061
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DETERMINAN PEMANFAATAN ULANG SARANA
PELAYANAN KESEHATAN OLEH ANGGOTA POLRI
DAN KELUARGANYA DI RUMAH SAKIT
SBHAYANGKARA TEBING TINGGI
TAHUN 2015
Skripsi ini diajukan sebagai
Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH
HALIMAH TUSYAKDIAH SARAGIH
NIM : 111000061
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “DETERMINAN PEMANFAATAN ULANG SARANA PELAYANAN KESEHATAN OLEH ANGGOTA POLRI DAN KELUARGANYA DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TEBING TINGGI TAHUN 2015” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuwan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Medan, Juli 2015
ABSTRAK
Rumah sakit merupakan penyedia jasa pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Pemerintah tidak hanya menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum, tetapi juga menyediakan pelayanan kesehatan bagi anggota TNI/Polri yang bertujuan untuk memudahkan anggotanya dalam mengakses pelayanan kesehatan, salah satunya Rumah Sakit Bhayangkara di Kota Tebing Tinggi yang telah disediakan pemerintah khusus untuk anggota TNI/Polri beserta keluarganya, namun kenyataannya kurang dimanfaatkan oleh anggota Polri yang dapat dilihat dari nilai Bed Occupancy Rate (BOR) rumah sakit pada pasien Polri hanya sebesar 27,6%. Hal tersebut terjadi diduga karena kurang berminatnya Polri dan anggota keluarganya untuk memanfaatkan Rumah Sakit Bhayangkara tersebut.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei dengan menggunakan pendekatan explanatory research yang bertujuan untuk mengetahui, menganalisis determinan yang memengaruhi pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh anggota Polri dan keluarganya. Populasi didalam penelitian ini adalah semua anggota Polri/keluarganya yang sudah pernah memanfaatkan Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi sebanyak 612 orang. Pemilihan sampel ini diambil dengan menggunakan metode acak sederhana menggunakan teknik simple random sampling sebanyak 82 orang. Data diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden, dengan berpedoman pada kuesioner penelitian yang telah dipersiapkan sebelumnya dan dianalisis menggunakan uji regresi logistik berganda dengan α=0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh anggota Polri dan keluarganya yaitu variabel sikap, persepsi dan perilaku petugas kesehan dan variabel perilaku petugas kesehatan memberikan pengaruh paling besar (0,012) terhadap pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi dengan nilai koefisien (B)= 1,372.
Disarankan kepada managemen Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi supaya memperbaiki diri dengan meningkatkan pelayanan yang ada serta memperhatikan dan mengubah perilaku petugas yang ada di rumah sakit, salah satunya dengan membiasakan budaya 5S (senyum, salam, sapa, sabar dan semangat) serta dapat juga membudayakan 5R (ringkas, rapi, resik, rawat dan rajin) agar dapat meningkatkan minat khususnya anggota Polri untuk memanfaatkan kembali sarana pelayanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit Bhayangkara tersebut.
ABSTRACT
The hospital is a health care services provider that is used to hold individual health care efforts, both promotive, preventive, curative and rehabilitative. The government does not only provide health services to the general public, but also provide health services for members of the TNI / Polri which aims to facilitate its members in accessing health services, such as the Police Hospital (Rumkitpol), but Rumkitpol Bhayangkara at Tebing Tinggi State which has supplied a special government for members of TNI / Polri and their families underutilized by members of the police who can be seen from the Bed Occupancy Rate (BOR) hospital for patients TNI / Polri only 27.6%. This occurs presumably because less as interested Police and family members to utilize the who have never used and who have never Police Hospitals utilize as many as 612 people Tebing Tinggi. Selection of these samples were taken by using simple random method using simple random sampling technique as many as 85 people. Data obtained through direct interviews with respondents, based on the study questionnaires that had been prepared and analyzed using multiple logistic regression test with α = 0.05 with 95% confidence level.
The results showed that the variables that have a significant influence on the variable utilization of health services by members of the police and the family of variable behavior health officers (0,012) and the variable behavior of health workers give the most influence on the utilization of health services by members of the police and their families in the Hospital Bhayangkara Tebing Tinggi with coefficient (B) = 1.372.
It is suggested to doctors and nurses Hospitals Bhayangkara Tebing Tinggi in order to improve themselves by improving existing services as well as the attention and changing the behavior of the officer who is in the hospital , one of them with cultural familiarize 5S ( smiles, greetings, greetings, patience and spirit ) and can also civilize 5R ( compact, neat, rehearsal, care and diligence ) in order to increase interest in particular members of the police to utilize existing health care facilities in the Police Hospitals.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Halimah Tusyakdiah Saragih
Tempat Lahir : Kuta Pinang
Tanggal Lahir : 30 September 1993
Suku Bangsa : Batak Simalungun / Indonesia
Agama : Islam
Nama Ayah : Miren Saragih (ALM)
Suku Bangsa Ayah : Batak Simalungun / Indonesia
Nama Ibu : Suyanti
Suku Bangsa Ibu : Jawa / Indonesia
Pendidikan Formal
1. SD / Tamat Tahun : SD Negeri 105441 Kuta Pinang / 2005
2. SMP / Tamat Tahun : SMP Negeri 1 Tebing Tinggi / 2008
3. SMA / Tamat Tahun : SMA Negeri 2 Tebing Tinggi / 2011
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad
SAW yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Determinan Pemanfaatan
Ulang Sarana Pelayanan Kesehatan oleh Anggota Polri dan Keluarganya di Rumah sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015”, guna memenuhi salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.
Dalam penyusunan skripsi ini mulai dari awal pembuatan hingga
terselesainya skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak dr.Heldy BZ, MPH, selaku ketua Departemen Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan di fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Penguji I yang telah banyak
memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Ibu dr.Rusmalawaty, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I sekaligus
sebagai Ketua Penguji yang sudah banyak meluangkan waktu, tulus, sabar
dan ikhlas dalam memberikan kritik, saran, dukungan, nasihat, bimbingan
4. Bapak dr.Fauzi, SKM, selaku Dosen Pembimbing II yang sudah banyak
meluangkan waktu, tulus, sabar dan ikhlas dalam memberikan kritik,
saran, dukungan, nasihat, bimbingan serta arahan dalam penyelesaian
skripsi ini.
5. Ibu Siti Khadijah Nasution, SKM, M.Kes, selaku dosen penguji II yang
telah banyak memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Bapak dr.Muhammad Makmur Sinaga selaku dosen Pembimbing
Akademik yang telah banyak memberikan masukan dan nasihat kepada
penulis selama kuliah di FKM USU.
7. Seluruh Dosen dan staff di FKM USU, terutama yang ada di Departemen
AKK yang telah memberikan bekal ilmu dan membantu penulis selama
penulis mengikuti pendidikan.
8. Bapak dr.Romi Sebastian selaku Direktur Rumah Sakit Bhayangkara
Tebing Tinggi yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
melakukan penelitian di wilayah kerja Rumah Sakit Bhayangkara Tebing
Tinggi.
9. Seluruh pegawai dan staff Rumah sakit Bhayangkara Tebing Tinggi,
khususnya dibagian Administrasi rumah sakit yang telah mengizinkan
penulis melakukan penelitian di wilayah kerja Rumah sakit Bhayangkara
Tebing Tinggi dan banyak memberikan bantuan serta kemudahan urusan
10.Seluruh responden (Polisi dan keluarganya) yang berada di Polres Tebing
Tinggi yang telah berpartisipasi dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan
pada penelitian ini.
11.Teristimewa untuk ketiga orang tua penulis yang tercinta, Ayahanda
Almarhum Miren Saragih, ayahanda Ratus Sarianto Saragih dan Ibunda
Suyanti yang senantiasa tidak henti-hentinya memberikan kasih sayang,
semangat, doa serta dukungan baik dalam bentuk moril maupun materil.
Terima kasih juga kepada ketiga saudara-saudara tersayang Suriadi
Saragih, S.Kom, Sarintan Saragih dan Laila Ramadhani Saragih atas doa
dan dukungannya.
12.Sahabat-sahabat penulis yaitu group KHANU, Khairina Fitri Arwanda
(Rina nose), Astry Elfira (Mbak Ira), Nadya Balqis (Nanad) dan Ummiyun
(Inyong) yang senantiasa ada disaat penulis membutuhkan bantuan,
semangat, saran dan dorongan dan terima kasih telah menjadi sahabat
terbaik disaat susah maupun senang.
13.Sahabat-sahabat yang ada dikampung, Puput dan Ismet yang senantiasa
mendukung serta memberikan semangat kepada penulis dan membantu
serta ikut bersusah payah menemani penulis kesana kemari.
14.Teman-teman seperjuangan di FKM USU khususnya stambuk 2011 dan
lebih terkhusus lagi peminatan AKK yang senantiasa saling memberikan
dukungan dan semangat kepada penulis.
15.Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan
kelemahan serta masih perlu disempurnakan. Hal ini tidak terlepas dari
keterbatasan, kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki
oleh penulis. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.
Medan, Juli 2015
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Pengesahan……… i
Abstrak……….. ii
1.4 Manfaat Penelitian……….….. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit……….. 11
2.1.1 Definisi Rumah Sakit……….. 11
2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit……… 12
2.1.3 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit……… 13
2.1.3.1 Jenis Rumah Sakit……… 13
2.1.3.2 Klasifikasi Rumah Sakit……… 14
2.1.4 Visi dan Misi Rumah Sakit……… 15
2.2 Pelayanan Rumah Sakit……….. 15
2.2.1 Rawat Inap………. 15
2.3 Beberapa Teori dan Konsep tentang Pemanfaatan………. 19
2.4 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan………. 23
2.5 Bentuk dan Jenis Pelayanan Kesehatan……….. 24
2.6 Beberapa Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan……… 25
2.6.1 Faktor Predisposisi………. 25
2.6.2 Faktor Pemungkin……….. 29
2.6.3 Faktor Penguat……….. 30
2.6.4 Faktor Kebutuhan……….. 31
2.7 Kerangka Konsep……….... 31
2.8 Hipotesa Penelitian……….. 32
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian……… 33
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………. 33
3.2.1 Lokasi Penelitian……… 33
3.2.2 Waktu Penelitian……… 33
3.3 Populasi dan Sampel………... 34
3.3.2 Sampel……… 34
3.4 Metode Pengumpulan Data………. 35
3.4.1 Data Primer………. 35
3.4.2 Data Sekunder………. 35
3.5 Defenisi Operasional……… 36
3.6 Aspek Pengukuran……… 41
3.6.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas……… 41
3.6.2 Aspek Pengukuran Variabel Terikat………... 42
3.7 Teknik Analisis Data……… 42
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian……….. 44
4.1.1 Sejarah Singkat………... 44
4.1.2 Letak Geografis………... 45
4.1.3 Demografis………... 46
4.1.4 Visi dan Misi………... 46
4.1.5 Sumber Daya Manusia (SDM) ……… 50
4.1.6 Sumber Dana……… 51
4.2 Analisis Univariat………... 51
4.2.1 Deskripsi Karakteristik Responden………. 51
4.2.2 Faktor Predisposisi……… 53
4.2.2.1 Deskripsi Pengetahuan……… 53
4.2.2.2 Deskripsi Sikap……… 55
4.2.2.3 Deskripsi Persepsi……… 57
4.2.3 Faktor Pemungkin……… 60
4.2.3.1 Deskripsi Akses Geografis……… 60
4.2.3.2 Deskripsi Fasilitas Kesehatan……….. 61
4.2.4 Faktor Penguat……… 64
4.2.4.1 Deskripsi Perilaku Petugas Kesehatan…… 64
4.2.5Pemanfaatan Kembali Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi……… 68
4.3 Analisis Bivariat………..….. 69
4.4 Analisis Multivariat………. 70
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Variabel yang Memengaruhi Pemanfaatan Sarana Pelayanan Kesehatan……….. 73
5.1.2 Variabel Perilaku Petugas Kesehatan……… 73
5.2 Variabel yang Tidak Memengaruhi Pemanfaatan Sarana Pelayanan Kesehatan……… 78
5.2.1 Variabel Pengetahuan……… 78
5.2.2 Variabel Sikap………... 81
5.2.3 Variabel Persepsi Pelayanan……… 83
5.2.4 Variabel Akses Geografis……… 85
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan……… 90
6.2 Saran……….. 91
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
1. KUESIONER PENELITIAN 2. MASTER DATA SPSS
3. HASIL PENGOLAHAN DATA STATISTIK 4. SURAT IZIN PENELITIAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jumlah Pasien dan Rawat Inap Anggota Polri dan Pasien Umum di Rumah sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun
2014………. 7
Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas………. 41
Tabel 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Terikat……… 41 Tabel 4.1 Distribusi Tempat Tidur Berdasarkan Tipe Ruangan di Rumah
Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 50
Tabel 4.2 Distribusi SDM Menurut Pendidikan Kesehatan di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 50
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi dari Karakteristik Responden……… 52 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Pengetahuan
Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 54
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 55
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Sikap Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi
Tahun 2015……… 56
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi
Tahun 2015……… 57
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Persepsi Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 58
Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi
Tahun 2015……… 60
Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Akses Geografis Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 61
Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Fasilitas Kesehatan Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 62
Tabel 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Fasilitas Kesehatan Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 63
Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Perilaku Petugas Kesehatan Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 66
Tabel 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Perilaku Petugas Kesehatan Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 68
Tabel 4.16 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Pemanfaatan Kembali Rumah sakit oleh Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 68 Tabel 4.17 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Pemanfaatan
Kembali Rumah Berdasarkan Pangkat Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi
Tahun 2015……… 68
Tabe1 4.18 Tabulasi Silang antara Variabel bebas dengan Variabel Terikat terhadap Pemanfaatan Sarana Pelayanan Kesehatan oleh
Anggota Polri/Keluarganya……… 69
DAFTAR GAMBAR
ABSTRAK
Rumah sakit merupakan penyedia jasa pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Pemerintah tidak hanya menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum, tetapi juga menyediakan pelayanan kesehatan bagi anggota TNI/Polri yang bertujuan untuk memudahkan anggotanya dalam mengakses pelayanan kesehatan, salah satunya Rumah Sakit Bhayangkara di Kota Tebing Tinggi yang telah disediakan pemerintah khusus untuk anggota TNI/Polri beserta keluarganya, namun kenyataannya kurang dimanfaatkan oleh anggota Polri yang dapat dilihat dari nilai Bed Occupancy Rate (BOR) rumah sakit pada pasien Polri hanya sebesar 27,6%. Hal tersebut terjadi diduga karena kurang berminatnya Polri dan anggota keluarganya untuk memanfaatkan Rumah Sakit Bhayangkara tersebut.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei dengan menggunakan pendekatan explanatory research yang bertujuan untuk mengetahui, menganalisis determinan yang memengaruhi pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh anggota Polri dan keluarganya. Populasi didalam penelitian ini adalah semua anggota Polri/keluarganya yang sudah pernah memanfaatkan Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi sebanyak 612 orang. Pemilihan sampel ini diambil dengan menggunakan metode acak sederhana menggunakan teknik simple random sampling sebanyak 82 orang. Data diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden, dengan berpedoman pada kuesioner penelitian yang telah dipersiapkan sebelumnya dan dianalisis menggunakan uji regresi logistik berganda dengan α=0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh anggota Polri dan keluarganya yaitu variabel sikap, persepsi dan perilaku petugas kesehan dan variabel perilaku petugas kesehatan memberikan pengaruh paling besar (0,012) terhadap pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi dengan nilai koefisien (B)= 1,372.
Disarankan kepada managemen Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi supaya memperbaiki diri dengan meningkatkan pelayanan yang ada serta memperhatikan dan mengubah perilaku petugas yang ada di rumah sakit, salah satunya dengan membiasakan budaya 5S (senyum, salam, sapa, sabar dan semangat) serta dapat juga membudayakan 5R (ringkas, rapi, resik, rawat dan rajin) agar dapat meningkatkan minat khususnya anggota Polri untuk memanfaatkan kembali sarana pelayanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit Bhayangkara tersebut.
ABSTRACT
The hospital is a health care services provider that is used to hold individual health care efforts, both promotive, preventive, curative and rehabilitative. The government does not only provide health services to the general public, but also provide health services for members of the TNI / Polri which aims to facilitate its members in accessing health services, such as the Police Hospital (Rumkitpol), but Rumkitpol Bhayangkara at Tebing Tinggi State which has supplied a special government for members of TNI / Polri and their families underutilized by members of the police who can be seen from the Bed Occupancy Rate (BOR) hospital for patients TNI / Polri only 27.6%. This occurs presumably because less as interested Police and family members to utilize the who have never used and who have never Police Hospitals utilize as many as 612 people Tebing Tinggi. Selection of these samples were taken by using simple random method using simple random sampling technique as many as 85 people. Data obtained through direct interviews with respondents, based on the study questionnaires that had been prepared and analyzed using multiple logistic regression test with α = 0.05 with 95% confidence level.
The results showed that the variables that have a significant influence on the variable utilization of health services by members of the police and the family of variable behavior health officers (0,012) and the variable behavior of health workers give the most influence on the utilization of health services by members of the police and their families in the Hospital Bhayangkara Tebing Tinggi with coefficient (B) = 1.372.
It is suggested to doctors and nurses Hospitals Bhayangkara Tebing Tinggi in order to improve themselves by improving existing services as well as the attention and changing the behavior of the officer who is in the hospital , one of them with cultural familiarize 5S ( smiles, greetings, greetings, patience and spirit ) and can also civilize 5R ( compact, neat, rehearsal, care and diligence ) in order to increase interest in particular members of the police to utilize existing health care facilities in the Police Hospitals.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual
maupun sosial, yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomis. Dalam upaya peningkatan derajat kesehatan diupayakan
melalui upaya peningkatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan (kuratif), serta upaya pemulihan kesehatan (rehabilitatif).
Usaha-usaha tersebut dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan
pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan / atau masyarakat (Undang-Undang
No.36 tahun 2009).
Salah satu upaya yang perlu dilakukan dan dipandang mempunyai peranan
penting supaya dapat melakukan upaya kesehatan seperti yang dimaksudkan
diatas, ialah dengan menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi setiap orang.
Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang
diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.71 tahun 2013 pasal
1 tentang pelayanan kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
menyebutkan bahwa fasilitas kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan
(termasuk alat dan tempat) yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan / atau
masyarakat. Dalam profil kesehatan Indonesia (2013), menyebutkan bahwa
tempat-tempat penyelenggaraan kesehatan antara lain yaitu rumah sakit,
puskesmas, balai pengobatan atau klinik, praktek dokter, praktek tenaga
kesehatan, pengobatan tradisional, Polindes, Poskesdes, Posyandu, apotek, toko
obat dan Pos Unit Kesehatan Kerja (Pos UKK).
Kesehatan dalam kaitannya dengan peningkatan pemanfaatan pelayanan
kesehatan, maka pemerintah juga menyediakan pelayanan berupa rumah sakit.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 tentang
Rumah Sakit menyebutkan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan bagi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna (meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif) dan secara umum menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat.
Berdasarkan data yang dimuat dalam profil kesehatan Indonesia tahun
2013, diketahui jumlah rumah sakit publik sebanyak 1.512 unit yang terdiri atas:
swasta non-profit berjumlah 724 unit. Berbeda dengan rumah sakit publik, rumah
sakit privat yang dikelola oleh BUMN dan swasta (perorangan, perusahaan dan
swasta lainnya) pada tahun 2013 terdapat 666 unit rumah sakit yang terdiri dari
448 unit rumah sakit umum (RSU) dan 218 unit rumah sakit khusus (RSK).
Sarana kesehatan termasuk rumah sakit telah menjangkau hampir di
seluruh wilayah masyarakat, namun kenyataannya pemanfaatan pelayanan
kesehatan di Indonesia masih belum maksimal dimana masih banyaknya
masyarakat yang mengalami keluhan kesehatan lebih memilih untuk mengobati
diri sendiri. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2008) yang dikutip Kristian
(2011), mengungkapkan bahwa penduduk yang memiliki keluhan kesehatan
memilih untuk mengobati dirinya sendiri (Depkes RI, 2009).
Banyak faktor yang memengaruhi rendahnya pemanfaatan pelayanan
kesehatan, secara individu hal itu tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki
oleh masing-masing individu tersebut. Menurut Lawrence Green (1980) dalam
Notoatmodjo (2010), beliau mengidentifikasikan bahwa ada tiga faktor yang
memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan yakni, a) faktor predisposisi
(predisposing factor), seperti: umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, kepercayaan, pengetahuan, sikap dan nilai-nilai. b) faktor pendukung
(enabling factor), seperti: jarak, tersedianya fasilitas, serta lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai fasilitas tersebut. c) faktor penguat / pendorong
(reinforcing factor), seperti sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas
Menurut Andersen dalam Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa faktor
kebutuhan akan pelayanan juga memengaruhi seseorang dalam memanfaatkan
pelayanan kesehatan. Seseorang akan membutuhkan pelayanan kesehatan karena
telah mengalami suatu penyakit, dan akan menggunakan pengalamannya tentang
rumah sakit yang pernah digunakan sebelumnya untuk menentukan mau kembali
berobat ke rumah sakit tersebut atau lebih memilih rumah sakit lain.
Sulitnya akses untuk menuju ke pelayanan kesehatan yang akan dicapai
secara fisik juga dapat menjadi salah satu faktor rendahnya permintaan terhadap
pelayanan kesehatan. Jarak termasuk salah satu faktor yang mempunyai pengaruh
yang sangat besar dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan, semakin jauh rumah
dari pusat pelayanan kesehatan maka kemungkinan semakin kecil pula jumlah
kunjungan ke pusat pelayanan kesehatan (Azwar, 1996).
Pemerintah tidak hanya menyediakan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat umum, tetapi juga menyediakan pelayanan kesehatan bagi anggota
TNI / Polri yang bertujuan untuk memudahkan anggotanya dalam mengakses
pelayanan kesehatan, seperti Rumah Sakit Polri (Rumkitpol). Rumkitpol
merupakan rumah sakit yang bertugas menyelenggarakan pelayanan kesehatan
bagi personel Polri dan anggota keluarganya. Rumkitpol menyelenggarakan
dukungan kedokteran kepolisian dan pelayanan kesehatan baik dengan
menggunakan sumberdaya yang tersedia maupun dengan melakukan kerjasama
dengan pihak lain demi tugas operasional dan pembinaan Polri. Rumah sakit TNI
laut, 19 milik angkatan udara dan 13 milik anggota Polri (Bidang kedokteran dan
kesehatan (Biddokkes), 2014).
Selama ini TNI / Polri hanya bisa berobat di RS milik TNI dan Polri,
sedangkan dengan jumlah RS TNI / Polri yang terbatas dan lokasi yang tidak
merata membuat pelayanan kesehatan kepada TNI / Polri dan keluarganya
menjadi kurang maksimal. Selama ini tanggung jawab pengelola Jaminan
Pelayanan Kesehatan (JPK) dikelola oleh masing-masing TNI / Polri, namun
kemudian ada pengalihan tanggung jawab pengelola Jaminan Pelayanan
Kesehatan (JPK) yang sekarang berubah ke Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Setelah era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), seluruh prajurit TNI /
Polri dan juga masyarakat umum dapat memanfaatkan seluruh fasilita s kesehatan
dan rumah sakit dengan syarat rumah sakit tersebut menerima pasien peserta
program JKN. Meski mengalami transformasi, pelayanan kesehatan untuk TNI /
Polri tidak akan berkurang. Mereka tetap mendapatkan layanan pengobatan untuk
semua jenis penyakit termasuk 5 jenis penyakit dengan biaya mahal yakni kanker,
jantung, stroke, gagal ginjal, dan diabetes. Namun demikian, dengan
bergabungnya TNI / Polri ke program JKN, maka terhadap mereka juga
diberlakukan pelayanan dengan sistem berjenjang (rujukan) mulai dari Poliklinik
tempat mereka bekerja atau dokter keluarga hingga rumah sakit.
Wasisto (1992) dalam Hervinas (2012), mengungkapkan bahwa dengan
bertambahnya jumlah rumah sakit menyebabkan timbulnya persaingan antar
rumah sakit dalam memperebutkan konsumen yang akan memanfaatkan
untuk melakukan upaya peningkatan citra rumah sakit. Peningkatan citra rumah
sakit harus sejalan dengan asumsi masyarakat dan harus sesuai dengan tujuan
pembangunan kesehatan yakni untuk mewujudkan masyarakat yang sehat secara
jasmani dan rohani.
Rumah sakit harus mampu meningkatkan kualitas pelayanan profesi
(quality of care) dan kualitas pelayanan manajemen (quality of service) serta harus
memberikan pelayanan yang bermutu, oleh karena itu rumah sakit sebagai unit
pelayanan kesehatan dituntut untuk meningkatkan kinerjanya dengan cara
melayani masyarakat sebaik mungkin agar menjadi tempat rujukan yang baik bagi
masyarakat karena mutu pelayanan yang baik akan memberikan kepuasan kepada
pelanggan dan pelanggan akan memanfaatkan ulang serta mau merekomendasikan
pelayanan kesehatan tersebut kepada orang lain (Muninjaya, 2009).
Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi merupakan salah satu rumah
sakit milik kepolisian Republik Indonesia yang berfungsi melayani kesehatan
masyarakat baik TNI / Polri dan anggota keluarganya, peserta BPJS maupun
pasien umum. Dalam perkembangannya, Rumah Sakit Bhayangkara Tebing
Tinggi digunakan sebagai institusi pelayanan publik dibidang kesehatan.
Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi juga menerima segala bentuk
pelayanan kesehatan, melalui upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif
serta memiliki fasilitas seperti, poli umum, poli gigi, poli bedah, poli kebidanan
dan kandungan, poli THT, poli anak, poli penyakit dalam (internis), poli syaraf,
DIV, serta memiliki tempat tidur (TT) sebanyak 51 tempat tidur yang terdiri dari:
VIP (10 TT), Kelas I (5 TT), Kelas II (4 TT) dan Kelas III (32 TT) (Profil RS
Bhayangkara Tebing Tinggi, 2014).
Pemanfaatan pelayanan rawat inap oleh anggota Polri dan keluarganya
masih kurang dimanfaatkan, dengan tingkat hunian tempat tidur (Bed Occupancy
Rate) <60% yaitu pada tahun 2014 BOR 33,3% dan pada januari-maret 2015
BOR 27,6 % dengan jumlah anggota Polri sebanyak 621 personel Polri dan
ditambah anggota keluarganya menjadi sebanyak 1.836 orang, kemudian pada
bulan januari-maret 2015 sebanyak 41 orang yang memanfaatkan pelayanan rawat
inap. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1.1 Jumlah Pasien Rawat Inap Anggota Polri / Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi pada Bulan Januari-Maret Tahun 2015
Rawat Inap No. Bulan Anggota Polri
∑ Hari Perawatan Pasien Polri / Keluarganya
Sumber: Profil Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi tahun 2014
Fenomena berdasarkan survey awal yang peneliti lakukan, saat peneliti
sedang berada di rumah sakit lain, peneliti melihat ada beberapa anggota Polri
yang membawa anaknya untuk berobat ke rumah sakit lain daripada ke Rumah
Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi karena menurut mereka sarana pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit Bhayangkara dirasa masih belum maksimal /
memuaskan bagi anggota Polri dan keluarganya, ada beberapa fasilitas yang tidak
mengungkapkan bahwa petugas kesehatan seperti dokter dan perawat tidak
menangani pasien dengan serius / sungguh-sungguh, dokter memeriksa pasien ala
kadarnya saja bahkan terkadang dokter tidak mau memeriksa, hanya ditanya-tanya
saja tentang keluhan pasien kemudian langsung diberi obat, dan yang dirasa
pasien obat tersebut tidak sesuai karena pasien merasa kondisinya bukannya
semakin membaik malah merasa semakin sakit dan penyakitnya tidak kunjung
sembuh.
Kepala personalia Polres T.Tinggi juga menambahkan bahwa sekarang
seluruh anggota Polri dan keluarganya sudah masuk menjadi peserta BPJS yang
bisa mengakses seluruh rumah sakit yang diinginkan, oleh karena itu anggota
Polri tidak lagi diharuskan ke rumah sakit Bhayangkara, mereka bisa memilih
rumah sakit yang mereka inginkan bahkan tidak jarang dari mereka yang langsung
minta rujukan ke rumah sakit yang ada diluar kota seperti rumah sakit yang ada di
kota Medan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan anggota Polri yang lain, ia
mengungkapkan bahwa pelayanan yang diberikan oleh perawat dan dokter
dibeda-bedakan. Dokter dan perawat lebih mengutamakan pasien umum daripada
pasien Polri dan anggota keluarganya, menurutnya karena pasien umum
membayar premi mandiri. Hal ini sesuai dengan penelitian Kristian (2011),
menyatakan bahwa perilaku petugas kesehatan merupakan faktor yang
Adapun hasil wawancara dengan anggota Polri yang lain, ia dan keluarga
tidak memanfaatkan rumah sakit Bhayangkara karena jarak rumah mereka dengan
rumah sakit cukup jauh sehingga mereka lebih memilih rumah sakit atau fasilitas
kesehatan yang lebih dekat dengan rumah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Kristian (2011), tentang poliklinik USU yang menyatakan
bahwa jarak merupakan faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan
kesehatan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu keluarga pasien anggota
Polri, menyatakan bahwa polisi tersebut baru mau diajak untuk berobat ke rumah
sakit apabila pasien sudah merasa sakitnya parah dan tidak bisa ditahan lagi, tapi
apabila keluhan kesehatan yang dialami masih tergolong ringan, sehingga merasa
tidak perlu memanfaatkan pelayanan kesehatan dan lebih memilih untuk
mengobati diri sendiri dengan membeli obat bebas atau minum obat herbal
(tradisional). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rambe (2014), yang
menyatakan bahwa sikap dan persepsi pasien mempunyai pengaruh terhadap
pemanfaatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Padangsidempuan.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin melakukan penelitian
tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh anggota Polri di Rumah Sakit
Bhayangkara Tebing Tinggi, untuk melihat penyebab atau faktor yang
1.2 Rumusan Masalah
Determinan apa saja yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan rawat
inap oleh anggota Polri dan keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing
Tinggi
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui determinan yang memengaruhi pemanfaatan sarana
pelayanan kesehatan oleh anggota Polri dan keluarganya di Rumah Sakit
Bhayangkara Tebing Tinggi.
1.4 Manfaat Penelitian
Setelah penelitian ini dilaksanakan, diharapkan dapat memberikan manfaat
baik secara praktis maupun secara teoritis:
1. Sebagai bahan masukan serta menambah judul bacaan dan ilmu
pengetahuan bagi pembaca serta memberikan gambaran faktor-faktor yang
memengaruhi mengapa anggota Polri kurang memanfaatkan RS
Bhayangkara Tebing Tinggi.
2. Sebagai masukan bagi Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi dalam
rangka pengembangan pelayanan kesehatan bagi anggota Polri dan
keluarganya serta bagi masyarakat umum.
3. Sebagai bahan masukan atau referensi bagi peneliti selanjutnya untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumah Sakit
2.1.1 Definisi Rumah Sakit
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 1957, rumah sakit
adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi
menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit
(kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit
juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.
Menurut Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
menyebutkan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit
umum, dalam Undang-Undang tersebut didefinisikan sebagai rumah sakit yang
memberikan pelayanan kesehatan untuk semua bidang dan jenis penyakit,
sedangkan rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
utama pada satu bidang atau jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,
2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-Undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Pasal 4 dan 5, dinyatakan bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yaitu pelayanan kesehatan yang
meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif serta melaksanakan upaya
pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan
mengutamakan penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan
terpadu dengan peningkatan dan pencegahan serta pelaksanaan upaya rujukan.
Menurut Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, fungsi
rumah sakit adalah :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit;
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
c. Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
2.1.3 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit 2.1.3.1 Jenis Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.44 Tahun 2009 tentang
rumah sakit, rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan
pengelolaanya yaitu:
1. Berdasarkan jenis pelayanan
a. Rumah sakit umum (RSU), merupakan rumah sakit yang melayani hampir
seluruh penyakit umum, dan biasanya memiliki institusi perawatan darurat
yang siaga 24 jam (ruang gawat darurat) untuk mengatasi bahaya dalam
waktu secepatnya dan memberikan pertolongan pertama.
b. Rumah sakit khusus (RSK), merupakan rumah sakit yang memberikan
pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu
berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau
kekhususan lainnya.
2. Berdasarkan Pengelolaannya (kepemilikan)
Berdasarkan kepemilikannya, Undang-Undang No.44 tahun 2009 tentang
rumah sakit membedakan rumah sakit di Indonesia ke dalam 2 jenis, yaitu:
a. Rumah sakit publik
Rumah sakit publik merupakan rumah sakit yang dikelola oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Badan Hukum yang bersifat nirlaba.
Rumah sakit publik meliputi: RS Pusat, RS Provinsi, RS Kabupaten / kota,
b. Rumah sakit privat (swasta)
Rumah sakit privat merupakan rumah sakit profit yang berbentuk
perseroan terbatas atau persero. Rumah sakit privat meliputi: RS milik
yayasan, milik perusahaan, milik penanam modal dan milik badan hukum.
2.1.3.2Klasifikasi Rumah Sakit Umum 1. Rumah Sakit Umum (RSU) Pemerintah
Rumah sakit umum pemerintah diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan
kemampuan pelayanan rumah sakit, meliputi:
a) Rumah sakit kelas A tersedianya pelayanan spesialistik yang luas,
termasuk subspesialistik.
b) Rumah sakit kelas B mempunyai pelayanan minimal sebelas spesialistik
dan subspesialistik terdaftar.
c) Rumah sakit kelas C mempunyai minimal empat spesialistik dasar (bedah,
penyakit dalam, kebidanan dan anak).
d) Rumah sakit kelas D hanya mempunyai fasilitas dan pelayanan medis
dasar.
2. Rumah sakit khusus pemerintah
Rumah sakit khusus pemerintah ditentukan berdasarkan tingkat fasilitas dan
bidang kekhususan meliputi: rumah sakit TB Paru, rumah sakit mata, rumah
2.1.4 Visi dan Misi Rumah Sakit
Visi adalah suatu pandangan jauh ke depan mengenai cita dan citra yang
ingin diwujudkan suatu institusi rumah sakit pada masa yang akan datang,
sehingga dapat menjawab pertanyaan rumah sakit / institusi ingin menjadi apa.
Memberikan dan mengatur hubungan baik antara rumah sakit, stakeholder dan
pengguna rumah sakit untuk menyatakan tujuan dari kerja rumah sakit.
Misi merupakan sesuatu yang harus diemban oleh suatu rumah sakit /
institusi sesuai dengan visinya. Tujuannya ialah memiliki hasil spesifik ke depan
yang ingin dicapai suatu rumah sakit / institusi terkait dengan misi utamanya.
Rumah sakit didirikan mempunyai suatu tujuan tertentu, ketetapan misi rumah
sakit penting oleh karena merupakan gambaran tujuan rumah sakit.
2.2 Pelayanan Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan meIiputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat.
2.2.1 Rawat Inap
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.71 tahun
2013 pasal 1 tentang pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan
kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik (primer) yang meliputi rawat
jalan dan rawat inap. Rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang
bersifat non spesialistik dan dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama
medis lainnya, dimana peserta dan / atau anggota keluarganya dirawat inap paling
singkat 1 (satu) hari.
Menurut Azwar (1996), menyatakan bahwa sejak pasien dirawat di rumah
sakit hingga diperbolehkan pulang, maka pasien rawat inap akan mendapatkan
pelayanan seperti:
1. Pelayanan penerimaan atau administrasi
Pelayanan penerimaan pasien merupakan bagian yang paling utama dari
pelayanan rumah sakit, karena bagian ini merupakan bagian awal dari seluruh
bentuk pelayanan kesehatan. Pada bagian ini pula kesan pertama dirasakan
oleh pasien akan mutu pelayanan sebuah rumah sakit. Salah satu tujuan
penerimaan pasien adalah menciptakan suasana yang lancar dan
menyenangkan bagi pasien. Kesan pertama ini sering menetap dalam diri
pasien dan memengaruhi sikap pasien terhadap lembaga, staf, dokter, perawat
atau pelayanan yang mereka terima (Aditama, 2003).
2. Pelayanan dokter
Dokter merupakan unsur yang paling berpengaruh dalam menentukan kualitas
pelayanan rumah sakit. Dokter dapat dianggap sebagai jantung dari sebuah
rumah sakit. Fungsi utamanya ialah memberikan pelayanan medik kepada
pasien dengan sebaik-baiknya dengan menggunakan tata cara dan teknik
berdasarkan ilmu pengetahuan kedokteran dank ode etik yang berlaku serta
3. Pelayanan perawat
Pelayanan keperawatan merupakan bagian penting dalam pelayanan kesehatan
yang bersifat komprehensif meliputi biopsikososio kultural dan spiritual yang
ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, baik dalam
keadaan sehat maupun sakit dengan pendekatan proses keperawatan.
Pelayanan keperawatan yang berkualitas didukung oleh pengembangan teori
dan model konseptual keperawatan. Perlu diyakini bahwa penerapan suatu
teori keperawatan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan akan berdampak
pada peningkatan kualitas asuhan keperawatan (Depkes RI, 2009).
4. Pelayanan makanan / gizi
Makanan adalah bagian selain obat yang mengandung zat-zat gizi atau
unsur-unsur ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat-zat gizi oleh tubuh yang
berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh.
5. Pelayanan penunjang medik dan non medik
Rumah sakit umum harus menjalankan beberapa fungsi untuk dapat
melakukan tugasnya, salah satu diantaranya adalah menyelenggarakan fungsi
pelayanan penunjang medik dan non medik (Aditama, 2003).
Pelayanan penunjang medik diagnostik meliputi:
1. Laboratorium
2. Radiologi
3. Electro Cardio Graph (ECG)
4. Ultrasonography (USG)
Pelayanan penunjang medik terapeutik meliputi:
1. Farmasi
2. Rehabilitasi medik: terapi fisik, terapi respirasi, terapi wicara dan
terapi okupasi.
3. Pelayanan social
4. Radioterapi
5. Psikologi klinik (Aditama, 2003).
6. Kebersihan lingkungan
Lingkungan fisik merupakan tempat dimana pasien berada selama menjalani
perawatan di rumah sakit. Bangunan rumah sakit harus direncanakan sesuai
dengan persyaratan ruang bangunan yang bertujuan menciptakan ruangan
yang nyaman, bersih dan sehat sehingga tidak memberikan dampak negatif
pada proses penyembuhan pasien, pada pengunjung dan juga pada tenaga
kerja rumah sakit. Kondisi ruangan dipengaruhi oleh kualitas udara, sanitasi
bangunan, dan penggunaan ruangan, lantai harus kedap air, tidak licin dan
mudah dibersihkan (Aditama, 2003).
2.3 Beberapa Teori dan Konsep tentang Pemanfaatan
Banyak ahli ilmu perilaku yang mencoba menyampaikan konsep untuk
menggambarkan orang-orang yang berkaitan dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan. Salah satunya Mc.Kinlay yang telah mempelajari berbagai literatur
mengenai pemanfaatan pelayanan kesehatan, mengidentifikasikan enam
pendekatan utama yaitu dari sudut ekonomi, ekologi, sosio-demografi, psikologi
Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku, maka
konsep umum yang sering digunakan dalam berbagai kepentingan program dan
beberapa penelitian yang dilakukan adalah teori yang dikemukakan oleh
Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010), ia menyatakan bahwa
kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pok ok, yakni
faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non-behavior
causes). Selanjutnya perilaku seseorang itu ditentukan oleh tiga faktor, yaitu:
a. Faktor predisposisi (Predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
b. Faktor pendukung (Enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana kesehatan.
Misalnya, rumah sakit, obat-obatan, alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya.
c. Faktor penguat / pendorong (Reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap
dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok
yang dilihat oleh masyarakat.
Andersen juga menambahkan salah satu faktor dalam pemanfaatan
pelayanan kesehatan yaitu faktor kebutuhan (need). Faktor kebutuhan akan
pelayanan kesehatan adalah seseorang akan melakukan atau mencari upaya
pelayanan kesehatan tersebut apabila seseorang tersebut sudah merasa
membutuhkan. Keadaan status kesehatan seseorang dapat menimbulkan suatu
kebutuhan yang dirasakan dan akan membuat seseorang mengambil keputusan
Anderson dan Newman (1973) dalam Notoatmodjo (2010), menyebutkan
bahwa terdapat beberapa model penggunaan pelayanan kesehatan yang meliputi:
model demografi (kependudukan), model-model struktur sosial (social structure
models), model-model sosial psikologis (psychological models), model sumber
keluarga (family resource models), model sistem kesehatan (health system
models), model-model organisasi (organization models), model sumber daya
masyarakat (community resource models).
1. Model Demografi (Kependudukan)
Model demografi menyebutkan bahwa penggunaan pelayanan kesehatan
sedikit banyak akan berhubungan dengan variabel umur, seks, status
perkawinan, dan besarnya keluarga. Selain itu, karakteristik demografi juga
berhubungan dengan karakteristik sosial (perbedaan sosial dari jenis kelamin
mempengaruhi berbagai tipe dan ciri-ciri sosial).
2. Model Struktur Sosial (Social Structure Models)
Model struktur sosial menggunakan beberapa variabel seperti pendidikan,
pekerjaan, dan kebangsaan yang mencerminkan keadaan sosial dari individu
atau keluarga di dalam masyarakat. Model ini didasarkan pada asumsi bahwa
orang-orang dengan latar belakang sosial yang berbeda akan menggunakan
pelayanan kesehatan dengan cara yang tertentu pula terhadap kesehatan
mereka.
3. Model Sosial Psikologi (Psychological Models)
Model sosial psikologis menggunakan variabel ukuran dari sikap dan
kategori yaitu, kerentanan terhadap penyakit, pengertian keseluruhan dari
penyakit, keuntungan yang diharapkan dari pengambilan tindakan, dalam
menghadapi penyakit dan kesiapan tindakan individu.
4. Model Sumber Keluarga (Family Resource Models)
Model sumber keluarga berupa pendapatan keluarga, cakupan asuransi
keluarga atau sebagai anggota suatu asuransi kesehatan dan pihak yang
membiayai pelayanan kesehatan keluarga dan sebagainya. Model ini lebih
menekankan pada kesanggupan untuk memperoleh pelayanan kesehatan.
5. Model Sumber Daya Masyarakat (Community Resource Models)
Model sumber daya masyarakat menggunakan variabel penyediaan pelayanan
kesehatan dan sumber-sumber didalam masyarakat, dan ketercapaian dari
pelayanan kesehatan yang tersedia. Model ini menitikberatkan pada suplai
ekonomis yang berfokus pada ketersediaan sumber-sumber kesehatan pada
masyarakat setempat
6. Model-Model Organisasi (Organization Models)
Model organisasi menggunakan variabel pencerminan perbedaan
bentuk-bentuk sistem pelayanan kesehatan. Variabel-variabel tersebut meliputi:
a. Gaya (style) praktik pengobatan (sendiri, rekaan, atau grup)
b. Sifat (nature) dari pelayanan tersebut (membayar langsung atau tidak)
c. Letak dari pelayanan (tempat pribadi, rumah sakit, atau klinik)
d. Petugas kesehatan yang pertama kali kontak dengan pasien (dokter,
7. Model Sistem Kesehatan (Health System Models)
Model sistem kesehatan menyatukan keenam model sebelumnya kedalam
model yang lebih sempurna. Dalam model ini, demografi, ciri-ciri struktur
sosial, sikap, dan keyakinan individu atau keluarga, sumber-sumber di dalam
masyarakat dan organisasi pelayanan kesehatan yang ada, digunakan secara
bersama dengan faktor-faktor yang berhubungan seperti kebijaksanaan dan
struktur ekonomi pada masyarakat yang mempunyai cakupan lebih luas
(negara). Apabila akan dilakukan penelitian perilaku sehubungan dengan
penggunaan/pencarian fasilitas-fasilitas kesehatan, semua variabel dari
berbagai model tersebut dihubungkan dengan perilaku mereka terhadap
fasilitas, dan juga dilihat variabel mana yang paling dominan pengaruhnya.
2.4 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri
atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan
kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan / atau masyarakat (Depkes RI,
2009).
Menurut Blum 1974, untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, banyak hal yang perlu dilakukan. Salah satu diantaranya yang
dipandang mempunyai peranan yang cukup penting ialah menyelenggarakan
pelayanan kesehatan. Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan ialah
setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga,
kelompok dan ataupun masyarakat (Azwar, 1996).
Menurut Azwar (1996), untuk dapat disebut sebagai suatu pelayanan
kesehatan yang baik harus memiliki banyak persyaratan pokok, yaitu:
1. Tersedia dan berkesinambungan (available and continue)
Pelayanan kesehatan harus tersedia di masyarakat serta bersifat
berkesinambungan. Artinya, semua jenis pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan serta keberadaannya dalam
masyarakat ada pada saat dibutuhkan.
2. Dapat diterimadan wajar (acceptable and appropriate)
Pelayanan kesehatan harus dapat diterima oleh masyarakat serta bersifat
wajar. Artinya, pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan
keyakinan dan kepercayaan masyarakat.
3. Mudah dicapai (accessible)
Mudah dicapai maksudnya adalah ditinjau dari sudut lokasi. Jadi, pelayanan
kesehatan yang baik itu pendistribusiannya tidak hanya terkonsentrasi hanya
pada satu tempat saja.
4. Mudah dijangkau (affordable)
Mudah dijangkau yang dimaksud ialah terutama dari sudut biaya. Dengan kata
lain bahwa pelayanan kesehatan yang baik itu apabila biaya pelayanan sesuai
5. Bermutu (quality)
Pengertian bermutu menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan, dimana pada satu pihak dapat memuaskan
para pengguna jasa pelayanan dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya
sesuai dengan kode etik serta standart yang telah ditetapkan.
2.5 Bentuk dan Jenis Pelayanan Kesehatan
Banyak macam bentuk dan jenis pelayanan kesehatan, menurut pendapat
Hodgetts dan casio, jenis pelayanan kesehatan secara umum dapat dibedakan atas
dua, yaitu:
1. Pelayanan kedokteran, yang termasuk kedalam kelompok pelayanan
kedokteran (medical services) ditandai dengan cara pengorganisasiannya
dapat bersifat sendiri atau secara bersama-sama dalam satu organisasi.
Tujuan utamanya adalah untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan
kesehatan, dengan sasaran terutama untuk perseorangan atau keluarga
secara keseluruhan.
2. Pelayanan kesehatan masyarakat, yang termasuk kedalam kelompok
pelayanan kesehatan masyarakat (public health services) ditandai dengan
cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam satu
organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah penyakit, dengan sasaran utama kelompok dan
2.6 Beberapa Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan 2.6.1 Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)
Menurut Notoatmodjo (2010), faktor pemudah (predisposing factor)
adalah faktor yang dapat mempermudah terjadinya perilaku atau tindakan pada
diri seseorang atau masyarakat. Faktor ini memberikan efek kepada mereka
sebelum perilaku terjadi, dengan meningkatkan atau menurunkan motivasi
seseorang untuk menggunakan pelayanan kesehatan, faktor-faktor ini mencakup:
1. Pendidikan
Menurut Widyastuti, dkk (2010) pendidikan merupakan proses
pemberdayaan peserta didik sebagai subjek dan objek dalam membangun
kehidupan yang lebih baik. Pendidikan juga merupakan proses sadar dan
sistematis di sekolah, keluarga dan masyarakat untuk menyampaikan suatu
maksud dari suatu konsep yang sudah ditetapkan. Tujuan pendidikan diharapkan
agar individu mempunyai kemampuan secara mandiri untuk meningkatkan taraf
hidup lahir batin dan meningkatkan peranannya secara pribadi.
2. Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “What”. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan, penciuman, rasa, dan raba. Pengatahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt
Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan (knowledge) yang tercakup
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat
pengatahuan yang paling rendah.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur
e. Sintesis
Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru,
dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek.
3. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan
reaksi terbuka atau tindakan terbuka. Menurut Sarwono (1997) dalam Maulana
(2009), menyatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan seseorang untuk
merespons (secara positif dan negatif) baik manusia, situasi atau objek tertentu.
Sikap mengandung suatu penilaian emosional atau afektif (senang, benci dan
sedih), kognitif (pengetahuan tentang suatu objek), dan konatif (kecenderungan
bertindak).
Menurut Azwar (1996) dalam Maulana (2009), sikap memiliki 3
komponen yaitu:
a. Komponen kognitif (cognitive), yang berisi kepercayaan yang berhubungan
dengan persepsi individu terhadap objek sikap dengan apa yang dilihat dan
b. Komponen afekfif (komponen emosional), komponen ini menunjukkan
emosional subjektif individu terhadap objek sikap baik bersifat positif
(rasa senang) maupun bersifat negative (rasa tidak senang).
c. Komponen konatif (komponen perilaku), kecenderungan bertindak
terhadap objek yang dihadapinya.
4. Persepsi
Alex Sobur (2010), menyatakan bahwa persepsi dalam arti sempit ialah
penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti
luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang
atau mengartikan sesuatu. Persepsi dalam pelayanan di rumah sakit ialah
penglihatan pasien terhadap pelayanan yang diperoleh selama berada dirumah
sakit. Ada dua bentuk persepsi yaitu yang bersifat positif dan negatif.
1) Persepsi Positif
Persepsi positif yaitu persepsi atau pandangan terhadap suatu objek dan
menuju pada suatu keadaan dimana subjek yang mempersepsikan
cenderung menerima objek yang ditangkap karena sesuai dengan
pribadinya.
2)Persepsi Negatif
Persepsi negatif yaitu persepsi atau pandangan terhadap suatu objek dan
menunjuk pada keadaan dimana subjek yang mempersepsi cenderung
2.6.2 Faktor Pemungkin (Enabling Factor)
Faktor pemungkin adalah faktor yang memungkinkan atau
memfasilitasi perilaku atau tindakan pelayanan kesehatan. Faktor pemungkin
merupakan sarana dan prasarana, hal ini mencakup personal skill dan
sumberdaya kelompok maupun masyarakat yang meliputi tersedianya fasilitas
pelayanan kesehatan, biaya, pendapatan, jarak.
1. Akses Geografi
Akses geografi adalah mudah atau tidaknya jangkauan pemanfaatan rumah
sakit dan petugasnya yang akan ditempuh oleh responden ke pelayanan
kesehatan yang meliputi lokasi, sistem transportasi, kondisi jalan, waktu
tempuh dan jarak.
2. Tersedianya fasilitas kesehatan (SDM)
Tersedianya fasilitas kesehatan salah satunya Sumberdaya Manusia (SDM)
seperti jumlah tenaga kesehatan yang tersedia dan jumlah sarana kesehatan
yang ada seperti kelengkapan peralatan yang ada di rumah sakit tersebut.
2.6.3 Faktor Penguat (Reinforcing Factor)
Faktor penguat adalah faktor yang mendorong atau memperkuat
terjadinya perilaku kesehatan, hal ini menjelaskan bahwa salah satu yang
menjadi faktor untuk menentukan pelayanan kesehatan diminati atau tidak
oleh masyarakat dapat dilihat melalui perilaku petugas kesehatannya yang bisa
1. Perilaku petugas kesehatan
Perilaku petugas kesehatan adalah reaksi atau tindakan petugas rumah
sakit kepada pasien atau penunjang RSU berupa sikap sopan, ramah,
penuh perhatian / sungguh-sungguh termasuk ketepatan kehadiran di RSU.
Perilaku petugas kesehatan merupakan bagian penting dalam
meningkatkan pelayanan kesehatan. Keberhasilan sistem pelayanan
kesehatan tergantung dari berbagai komponen yang masuk dalam
pelayanan kesehatan, diantaranya perawat, dokter, atau tim kesehatan lain
yang satu dengan yang lain saling menunjang satu sama lain. Sistem ini
akan memberikan kualitas pelayanan kesehatan yang efektif dengan
melihat nilai-nilai yang ada dimasyarakat.
2.6.4 Faktor Kebutuhan
Menurut Andersen yang dikutip oleh Zulikhfan (2004), faktor
kebutuhan merupakan faktor yang paling penting diantara kedua faktor diatas
sebelumnya, karena faktor predisposisi dan faktor kemampuan untuk
menggunakan pelayanan kesehatan atau mencari pengobatan akan bisa
menjadi suatu kebutuhan apabila terjadi keseriusan penyakit yang dirasakan
seseorang, maka disaat seperti itu mereka membutuhkan pelayanan kesehatan.
Jadi faktor kebutuhan ini menjadi stimulasi langsung untuk memanfaatkan
pelayanan kesehatan.
Komponen kebutuhan ini adalah hal-hal yang dirasakan atau
bekerja dan hal-hal yang dinilai seperti: tingkat berat tidaknya suatu penyakit
dan gejala menurut diagnosis klinis dokter (Notoatmodjo, 2010).
2.7Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan teoritis, determinan yang berhubungan dengan
pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh anggota Polri di Rumah Sakit
Bhayangkara T.Tinggi, digambarkan dalam kerangka konsep sebagai berikut:
Variabel Bebas (Independent) Variabel Terikat (Dependent)
Sumber: Teori Lawrence Green (Notoatmodjo, 2010)
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Faktor pendorong
(Reinforcing Factor)
- Perilaku petugas kesehatan
Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)
- Pengetahuan
- Sikap
- Persepsi
Faktor Pemungkin (Enabling Factor)
- Akses geografi (jarak)
- Tersedianya fasilitas
2.8 Hipotesa Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep diatas, maka hipotesis penelitian ini ialah
adanya pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap dan persepsi), faktor
pemungkin (akses geografi, tersedianya fasilitas kesehatan), dan faktor penguat
(perilaku petugas kesehatan) terhadap pemanfaatan kembali sarana pelayanan