• Tidak ada hasil yang ditemukan

Determinan Pemanfaatan Ulang Sarana Pelayanan Kesehatan oleh Anggota Polri dan Keluarganya di Rumah sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Determinan Pemanfaatan Ulang Sarana Pelayanan Kesehatan oleh Anggota Polri dan Keluarganya di Rumah sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

DETERMINAN PEMANFAATAN ULANG SARANA

PELAYANAN KESEHATAN OLEH ANGGOTA POLRI

DAN KELUARGANYA DI RUMAH SAKIT

BHAYANGKARA TEBING TINGGI

TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH

HALIMAH TUSYAKDIAH SARAGIH

NIM : 111000061

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

DETERMINAN PEMANFAATAN ULANG SARANA

PELAYANAN KESEHATAN OLEH ANGGOTA POLRI

DAN KELUARGANYA DI RUMAH SAKIT

SBHAYANGKARA TEBING TINGGI

TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

HALIMAH TUSYAKDIAH SARAGIH

NIM : 111000061

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “DETERMINAN PEMANFAATAN ULANG SARANA PELAYANAN KESEHATAN OLEH ANGGOTA POLRI DAN KELUARGANYA DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TEBING TINGGI TAHUN 2015” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuwan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Juli 2015

(5)

ABSTRAK

Rumah sakit merupakan penyedia jasa pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Pemerintah tidak hanya menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum, tetapi juga menyediakan pelayanan kesehatan bagi anggota TNI/Polri yang bertujuan untuk memudahkan anggotanya dalam mengakses pelayanan kesehatan, salah satunya Rumah Sakit Bhayangkara di Kota Tebing Tinggi yang telah disediakan pemerintah khusus untuk anggota TNI/Polri beserta keluarganya, namun kenyataannya kurang dimanfaatkan oleh anggota Polri yang dapat dilihat dari nilai Bed Occupancy Rate (BOR) rumah sakit pada pasien Polri hanya sebesar 27,6%. Hal tersebut terjadi diduga karena kurang berminatnya Polri dan anggota keluarganya untuk memanfaatkan Rumah Sakit Bhayangkara tersebut.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei dengan menggunakan pendekatan explanatory research yang bertujuan untuk mengetahui, menganalisis determinan yang memengaruhi pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh anggota Polri dan keluarganya. Populasi didalam penelitian ini adalah semua anggota Polri/keluarganya yang sudah pernah memanfaatkan Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi sebanyak 612 orang. Pemilihan sampel ini diambil dengan menggunakan metode acak sederhana menggunakan teknik simple random sampling sebanyak 82 orang. Data diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden, dengan berpedoman pada kuesioner penelitian yang telah dipersiapkan sebelumnya dan dianalisis menggunakan uji regresi logistik berganda dengan α=0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh anggota Polri dan keluarganya yaitu variabel sikap, persepsi dan perilaku petugas kesehan dan variabel perilaku petugas kesehatan memberikan pengaruh paling besar (0,012) terhadap pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi dengan nilai koefisien (B)= 1,372.

Disarankan kepada managemen Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi supaya memperbaiki diri dengan meningkatkan pelayanan yang ada serta memperhatikan dan mengubah perilaku petugas yang ada di rumah sakit, salah satunya dengan membiasakan budaya 5S (senyum, salam, sapa, sabar dan semangat) serta dapat juga membudayakan 5R (ringkas, rapi, resik, rawat dan rajin) agar dapat meningkatkan minat khususnya anggota Polri untuk memanfaatkan kembali sarana pelayanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit Bhayangkara tersebut.

(6)

ABSTRACT

The hospital is a health care services provider that is used to hold individual health care efforts, both promotive, preventive, curative and rehabilitative. The government does not only provide health services to the general public, but also provide health services for members of the TNI / Polri which aims to facilitate its members in accessing health services, such as the Police Hospital (Rumkitpol), but Rumkitpol Bhayangkara at Tebing Tinggi State which has supplied a special government for members of TNI / Polri and their families underutilized by members of the police who can be seen from the Bed Occupancy Rate (BOR) hospital for patients TNI / Polri only 27.6%. This occurs presumably because less as interested Police and family members to utilize the who have never used and who have never Police Hospitals utilize as many as 612 people Tebing Tinggi. Selection of these samples were taken by using simple random method using simple random sampling technique as many as 85 people. Data obtained through direct interviews with respondents, based on the study questionnaires that had been prepared and analyzed using multiple logistic regression test with α = 0.05 with 95% confidence level.

The results showed that the variables that have a significant influence on the variable utilization of health services by members of the police and the family of variable behavior health officers (0,012) and the variable behavior of health workers give the most influence on the utilization of health services by members of the police and their families in the Hospital Bhayangkara Tebing Tinggi with coefficient (B) = 1.372.

It is suggested to doctors and nurses Hospitals Bhayangkara Tebing Tinggi in order to improve themselves by improving existing services as well as the attention and changing the behavior of the officer who is in the hospital , one of them with cultural familiarize 5S ( smiles, greetings, greetings, patience and spirit ) and can also civilize 5R ( compact, neat, rehearsal, care and diligence ) in order to increase interest in particular members of the police to utilize existing health care facilities in the Police Hospitals.

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Halimah Tusyakdiah Saragih

Tempat Lahir : Kuta Pinang

Tanggal Lahir : 30 September 1993

Suku Bangsa : Batak Simalungun / Indonesia

Agama : Islam

Nama Ayah : Miren Saragih (ALM)

Suku Bangsa Ayah : Batak Simalungun / Indonesia

Nama Ibu : Suyanti

Suku Bangsa Ibu : Jawa / Indonesia

Pendidikan Formal

1. SD / Tamat Tahun : SD Negeri 105441 Kuta Pinang / 2005

2. SMP / Tamat Tahun : SMP Negeri 1 Tebing Tinggi / 2008

3. SMA / Tamat Tahun : SMA Negeri 2 Tebing Tinggi / 2011

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad

SAW yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Determinan Pemanfaatan

Ulang Sarana Pelayanan Kesehatan oleh Anggota Polri dan Keluarganya di Rumah sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015”, guna memenuhi salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Dalam penyusunan skripsi ini mulai dari awal pembuatan hingga

terselesainya skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan dan

bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak dr.Heldy BZ, MPH, selaku ketua Departemen Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan di fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Penguji I yang telah banyak

memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu dr.Rusmalawaty, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I sekaligus

sebagai Ketua Penguji yang sudah banyak meluangkan waktu, tulus, sabar

dan ikhlas dalam memberikan kritik, saran, dukungan, nasihat, bimbingan

(9)

4. Bapak dr.Fauzi, SKM, selaku Dosen Pembimbing II yang sudah banyak

meluangkan waktu, tulus, sabar dan ikhlas dalam memberikan kritik,

saran, dukungan, nasihat, bimbingan serta arahan dalam penyelesaian

skripsi ini.

5. Ibu Siti Khadijah Nasution, SKM, M.Kes, selaku dosen penguji II yang

telah banyak memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak dr.Muhammad Makmur Sinaga selaku dosen Pembimbing

Akademik yang telah banyak memberikan masukan dan nasihat kepada

penulis selama kuliah di FKM USU.

7. Seluruh Dosen dan staff di FKM USU, terutama yang ada di Departemen

AKK yang telah memberikan bekal ilmu dan membantu penulis selama

penulis mengikuti pendidikan.

8. Bapak dr.Romi Sebastian selaku Direktur Rumah Sakit Bhayangkara

Tebing Tinggi yang telah memberikan izin kepada penulis untuk

melakukan penelitian di wilayah kerja Rumah Sakit Bhayangkara Tebing

Tinggi.

9. Seluruh pegawai dan staff Rumah sakit Bhayangkara Tebing Tinggi,

khususnya dibagian Administrasi rumah sakit yang telah mengizinkan

penulis melakukan penelitian di wilayah kerja Rumah sakit Bhayangkara

Tebing Tinggi dan banyak memberikan bantuan serta kemudahan urusan

(10)

10.Seluruh responden (Polisi dan keluarganya) yang berada di Polres Tebing

Tinggi yang telah berpartisipasi dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan

pada penelitian ini.

11.Teristimewa untuk ketiga orang tua penulis yang tercinta, Ayahanda

Almarhum Miren Saragih, ayahanda Ratus Sarianto Saragih dan Ibunda

Suyanti yang senantiasa tidak henti-hentinya memberikan kasih sayang,

semangat, doa serta dukungan baik dalam bentuk moril maupun materil.

Terima kasih juga kepada ketiga saudara-saudara tersayang Suriadi

Saragih, S.Kom, Sarintan Saragih dan Laila Ramadhani Saragih atas doa

dan dukungannya.

12.Sahabat-sahabat penulis yaitu group KHANU, Khairina Fitri Arwanda

(Rina nose), Astry Elfira (Mbak Ira), Nadya Balqis (Nanad) dan Ummiyun

(Inyong) yang senantiasa ada disaat penulis membutuhkan bantuan,

semangat, saran dan dorongan dan terima kasih telah menjadi sahabat

terbaik disaat susah maupun senang.

13.Sahabat-sahabat yang ada dikampung, Puput dan Ismet yang senantiasa

mendukung serta memberikan semangat kepada penulis dan membantu

serta ikut bersusah payah menemani penulis kesana kemari.

14.Teman-teman seperjuangan di FKM USU khususnya stambuk 2011 dan

lebih terkhusus lagi peminatan AKK yang senantiasa saling memberikan

dukungan dan semangat kepada penulis.

15.Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis

(11)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan

kelemahan serta masih perlu disempurnakan. Hal ini tidak terlepas dari

keterbatasan, kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki

oleh penulis. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, Juli 2015

Penulis,

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan……… i

Abstrak……….. ii

1.4 Manfaat Penelitian……….….. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit……….. 11

2.1.1 Definisi Rumah Sakit……….. 11

2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit……… 12

2.1.3 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit……… 13

2.1.3.1 Jenis Rumah Sakit……… 13

2.1.3.2 Klasifikasi Rumah Sakit……… 14

2.1.4 Visi dan Misi Rumah Sakit……… 15

2.2 Pelayanan Rumah Sakit……….. 15

2.2.1 Rawat Inap………. 15

2.3 Beberapa Teori dan Konsep tentang Pemanfaatan………. 19

2.4 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan………. 23

2.5 Bentuk dan Jenis Pelayanan Kesehatan……….. 24

2.6 Beberapa Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan……… 25

2.6.1 Faktor Predisposisi………. 25

2.6.2 Faktor Pemungkin……….. 29

2.6.3 Faktor Penguat……….. 30

2.6.4 Faktor Kebutuhan……….. 31

2.7 Kerangka Konsep……….... 31

2.8 Hipotesa Penelitian……….. 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian……… 33

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………. 33

3.2.1 Lokasi Penelitian……… 33

3.2.2 Waktu Penelitian……… 33

3.3 Populasi dan Sampel………... 34

(13)

3.3.2 Sampel……… 34

3.4 Metode Pengumpulan Data………. 35

3.4.1 Data Primer………. 35

3.4.2 Data Sekunder………. 35

3.5 Defenisi Operasional……… 36

3.6 Aspek Pengukuran……… 41

3.6.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas……… 41

3.6.2 Aspek Pengukuran Variabel Terikat………... 42

3.7 Teknik Analisis Data……… 42

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian……….. 44

4.1.1 Sejarah Singkat………... 44

4.1.2 Letak Geografis………... 45

4.1.3 Demografis………... 46

4.1.4 Visi dan Misi………... 46

4.1.5 Sumber Daya Manusia (SDM) ……… 50

4.1.6 Sumber Dana……… 51

4.2 Analisis Univariat………... 51

4.2.1 Deskripsi Karakteristik Responden………. 51

4.2.2 Faktor Predisposisi……… 53

4.2.2.1 Deskripsi Pengetahuan……… 53

4.2.2.2 Deskripsi Sikap……… 55

4.2.2.3 Deskripsi Persepsi……… 57

4.2.3 Faktor Pemungkin……… 60

4.2.3.1 Deskripsi Akses Geografis……… 60

4.2.3.2 Deskripsi Fasilitas Kesehatan……….. 61

4.2.4 Faktor Penguat……… 64

4.2.4.1 Deskripsi Perilaku Petugas Kesehatan…… 64

4.2.5Pemanfaatan Kembali Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi……… 68

4.3 Analisis Bivariat………..….. 69

4.4 Analisis Multivariat………. 70

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Variabel yang Memengaruhi Pemanfaatan Sarana Pelayanan Kesehatan……….. 73

5.1.2 Variabel Perilaku Petugas Kesehatan……… 73

5.2 Variabel yang Tidak Memengaruhi Pemanfaatan Sarana Pelayanan Kesehatan……… 78

5.2.1 Variabel Pengetahuan……… 78

5.2.2 Variabel Sikap………... 81

5.2.3 Variabel Persepsi Pelayanan……… 83

5.2.4 Variabel Akses Geografis……… 85

(14)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan……… 90

6.2 Saran……….. 91

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

1. KUESIONER PENELITIAN 2. MASTER DATA SPSS

3. HASIL PENGOLAHAN DATA STATISTIK 4. SURAT IZIN PENELITIAN

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jumlah Pasien dan Rawat Inap Anggota Polri dan Pasien Umum di Rumah sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun

2014………. 7

Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas………. 41

Tabel 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Terikat……… 41 Tabel 4.1 Distribusi Tempat Tidur Berdasarkan Tipe Ruangan di Rumah

Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 50

Tabel 4.2 Distribusi SDM Menurut Pendidikan Kesehatan di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 50

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi dari Karakteristik Responden……… 52 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Pengetahuan

Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 54

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 55

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Sikap Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi

Tahun 2015……… 56

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi

Tahun 2015……… 57

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Persepsi Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 58

Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi

Tahun 2015……… 60

(16)

Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Akses Geografis Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 61

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Fasilitas Kesehatan Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 62

Tabel 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Fasilitas Kesehatan Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 63

Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Perilaku Petugas Kesehatan Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 66

Tabel 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Perilaku Petugas Kesehatan Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 68

Tabel 4.16 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Pemanfaatan Kembali Rumah sakit oleh Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 68 Tabel 4.17 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Pemanfaatan

Kembali Rumah Berdasarkan Pangkat Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi

Tahun 2015……… 68

Tabe1 4.18 Tabulasi Silang antara Variabel bebas dengan Variabel Terikat terhadap Pemanfaatan Sarana Pelayanan Kesehatan oleh

Anggota Polri/Keluarganya……… 69

(17)

DAFTAR GAMBAR

(18)

ABSTRAK

Rumah sakit merupakan penyedia jasa pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Pemerintah tidak hanya menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum, tetapi juga menyediakan pelayanan kesehatan bagi anggota TNI/Polri yang bertujuan untuk memudahkan anggotanya dalam mengakses pelayanan kesehatan, salah satunya Rumah Sakit Bhayangkara di Kota Tebing Tinggi yang telah disediakan pemerintah khusus untuk anggota TNI/Polri beserta keluarganya, namun kenyataannya kurang dimanfaatkan oleh anggota Polri yang dapat dilihat dari nilai Bed Occupancy Rate (BOR) rumah sakit pada pasien Polri hanya sebesar 27,6%. Hal tersebut terjadi diduga karena kurang berminatnya Polri dan anggota keluarganya untuk memanfaatkan Rumah Sakit Bhayangkara tersebut.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei dengan menggunakan pendekatan explanatory research yang bertujuan untuk mengetahui, menganalisis determinan yang memengaruhi pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh anggota Polri dan keluarganya. Populasi didalam penelitian ini adalah semua anggota Polri/keluarganya yang sudah pernah memanfaatkan Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi sebanyak 612 orang. Pemilihan sampel ini diambil dengan menggunakan metode acak sederhana menggunakan teknik simple random sampling sebanyak 82 orang. Data diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden, dengan berpedoman pada kuesioner penelitian yang telah dipersiapkan sebelumnya dan dianalisis menggunakan uji regresi logistik berganda dengan α=0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh anggota Polri dan keluarganya yaitu variabel sikap, persepsi dan perilaku petugas kesehan dan variabel perilaku petugas kesehatan memberikan pengaruh paling besar (0,012) terhadap pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi dengan nilai koefisien (B)= 1,372.

Disarankan kepada managemen Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi supaya memperbaiki diri dengan meningkatkan pelayanan yang ada serta memperhatikan dan mengubah perilaku petugas yang ada di rumah sakit, salah satunya dengan membiasakan budaya 5S (senyum, salam, sapa, sabar dan semangat) serta dapat juga membudayakan 5R (ringkas, rapi, resik, rawat dan rajin) agar dapat meningkatkan minat khususnya anggota Polri untuk memanfaatkan kembali sarana pelayanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit Bhayangkara tersebut.

(19)

ABSTRACT

The hospital is a health care services provider that is used to hold individual health care efforts, both promotive, preventive, curative and rehabilitative. The government does not only provide health services to the general public, but also provide health services for members of the TNI / Polri which aims to facilitate its members in accessing health services, such as the Police Hospital (Rumkitpol), but Rumkitpol Bhayangkara at Tebing Tinggi State which has supplied a special government for members of TNI / Polri and their families underutilized by members of the police who can be seen from the Bed Occupancy Rate (BOR) hospital for patients TNI / Polri only 27.6%. This occurs presumably because less as interested Police and family members to utilize the who have never used and who have never Police Hospitals utilize as many as 612 people Tebing Tinggi. Selection of these samples were taken by using simple random method using simple random sampling technique as many as 85 people. Data obtained through direct interviews with respondents, based on the study questionnaires that had been prepared and analyzed using multiple logistic regression test with α = 0.05 with 95% confidence level.

The results showed that the variables that have a significant influence on the variable utilization of health services by members of the police and the family of variable behavior health officers (0,012) and the variable behavior of health workers give the most influence on the utilization of health services by members of the police and their families in the Hospital Bhayangkara Tebing Tinggi with coefficient (B) = 1.372.

It is suggested to doctors and nurses Hospitals Bhayangkara Tebing Tinggi in order to improve themselves by improving existing services as well as the attention and changing the behavior of the officer who is in the hospital , one of them with cultural familiarize 5S ( smiles, greetings, greetings, patience and spirit ) and can also civilize 5R ( compact, neat, rehearsal, care and diligence ) in order to increase interest in particular members of the police to utilize existing health care facilities in the Police Hospitals.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

maupun sosial, yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara

sosial dan ekonomis. Dalam upaya peningkatan derajat kesehatan diupayakan

melalui upaya peningkatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),

penyembuhan (kuratif), serta upaya pemulihan kesehatan (rehabilitatif).

Usaha-usaha tersebut dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk

memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk

pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan

pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan / atau masyarakat (Undang-Undang

No.36 tahun 2009).

Salah satu upaya yang perlu dilakukan dan dipandang mempunyai peranan

penting supaya dapat melakukan upaya kesehatan seperti yang dimaksudkan

diatas, ialah dengan menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi setiap orang.

Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang

diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi

untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan

penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan

(21)

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.71 tahun 2013 pasal

1 tentang pelayanan kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

menyebutkan bahwa fasilitas kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan

(termasuk alat dan tempat) yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya

pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun

rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan / atau

masyarakat. Dalam profil kesehatan Indonesia (2013), menyebutkan bahwa

tempat-tempat penyelenggaraan kesehatan antara lain yaitu rumah sakit,

puskesmas, balai pengobatan atau klinik, praktek dokter, praktek tenaga

kesehatan, pengobatan tradisional, Polindes, Poskesdes, Posyandu, apotek, toko

obat dan Pos Unit Kesehatan Kerja (Pos UKK).

Kesehatan dalam kaitannya dengan peningkatan pemanfaatan pelayanan

kesehatan, maka pemerintah juga menyediakan pelayanan berupa rumah sakit.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 tentang

Rumah Sakit menyebutkan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan

kesehatan bagi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna (meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif) dan secara umum menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,

dan gawat darurat.

Berdasarkan data yang dimuat dalam profil kesehatan Indonesia tahun

2013, diketahui jumlah rumah sakit publik sebanyak 1.512 unit yang terdiri atas:

(22)

swasta non-profit berjumlah 724 unit. Berbeda dengan rumah sakit publik, rumah

sakit privat yang dikelola oleh BUMN dan swasta (perorangan, perusahaan dan

swasta lainnya) pada tahun 2013 terdapat 666 unit rumah sakit yang terdiri dari

448 unit rumah sakit umum (RSU) dan 218 unit rumah sakit khusus (RSK).

Sarana kesehatan termasuk rumah sakit telah menjangkau hampir di

seluruh wilayah masyarakat, namun kenyataannya pemanfaatan pelayanan

kesehatan di Indonesia masih belum maksimal dimana masih banyaknya

masyarakat yang mengalami keluhan kesehatan lebih memilih untuk mengobati

diri sendiri. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2008) yang dikutip Kristian

(2011), mengungkapkan bahwa penduduk yang memiliki keluhan kesehatan

memilih untuk mengobati dirinya sendiri (Depkes RI, 2009).

Banyak faktor yang memengaruhi rendahnya pemanfaatan pelayanan

kesehatan, secara individu hal itu tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki

oleh masing-masing individu tersebut. Menurut Lawrence Green (1980) dalam

Notoatmodjo (2010), beliau mengidentifikasikan bahwa ada tiga faktor yang

memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan yakni, a) faktor predisposisi

(predisposing factor), seperti: umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan,

pekerjaan, kepercayaan, pengetahuan, sikap dan nilai-nilai. b) faktor pendukung

(enabling factor), seperti: jarak, tersedianya fasilitas, serta lamanya waktu yang

dibutuhkan untuk mencapai fasilitas tersebut. c) faktor penguat / pendorong

(reinforcing factor), seperti sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas

(23)

Menurut Andersen dalam Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa faktor

kebutuhan akan pelayanan juga memengaruhi seseorang dalam memanfaatkan

pelayanan kesehatan. Seseorang akan membutuhkan pelayanan kesehatan karena

telah mengalami suatu penyakit, dan akan menggunakan pengalamannya tentang

rumah sakit yang pernah digunakan sebelumnya untuk menentukan mau kembali

berobat ke rumah sakit tersebut atau lebih memilih rumah sakit lain.

Sulitnya akses untuk menuju ke pelayanan kesehatan yang akan dicapai

secara fisik juga dapat menjadi salah satu faktor rendahnya permintaan terhadap

pelayanan kesehatan. Jarak termasuk salah satu faktor yang mempunyai pengaruh

yang sangat besar dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan, semakin jauh rumah

dari pusat pelayanan kesehatan maka kemungkinan semakin kecil pula jumlah

kunjungan ke pusat pelayanan kesehatan (Azwar, 1996).

Pemerintah tidak hanya menyediakan pelayanan kesehatan bagi

masyarakat umum, tetapi juga menyediakan pelayanan kesehatan bagi anggota

TNI / Polri yang bertujuan untuk memudahkan anggotanya dalam mengakses

pelayanan kesehatan, seperti Rumah Sakit Polri (Rumkitpol). Rumkitpol

merupakan rumah sakit yang bertugas menyelenggarakan pelayanan kesehatan

bagi personel Polri dan anggota keluarganya. Rumkitpol menyelenggarakan

dukungan kedokteran kepolisian dan pelayanan kesehatan baik dengan

menggunakan sumberdaya yang tersedia maupun dengan melakukan kerjasama

dengan pihak lain demi tugas operasional dan pembinaan Polri. Rumah sakit TNI

(24)

laut, 19 milik angkatan udara dan 13 milik anggota Polri (Bidang kedokteran dan

kesehatan (Biddokkes), 2014).

Selama ini TNI / Polri hanya bisa berobat di RS milik TNI dan Polri,

sedangkan dengan jumlah RS TNI / Polri yang terbatas dan lokasi yang tidak

merata membuat pelayanan kesehatan kepada TNI / Polri dan keluarganya

menjadi kurang maksimal. Selama ini tanggung jawab pengelola Jaminan

Pelayanan Kesehatan (JPK) dikelola oleh masing-masing TNI / Polri, namun

kemudian ada pengalihan tanggung jawab pengelola Jaminan Pelayanan

Kesehatan (JPK) yang sekarang berubah ke Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Setelah era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), seluruh prajurit TNI /

Polri dan juga masyarakat umum dapat memanfaatkan seluruh fasilita s kesehatan

dan rumah sakit dengan syarat rumah sakit tersebut menerima pasien peserta

program JKN. Meski mengalami transformasi, pelayanan kesehatan untuk TNI /

Polri tidak akan berkurang. Mereka tetap mendapatkan layanan pengobatan untuk

semua jenis penyakit termasuk 5 jenis penyakit dengan biaya mahal yakni kanker,

jantung, stroke, gagal ginjal, dan diabetes. Namun demikian, dengan

bergabungnya TNI / Polri ke program JKN, maka terhadap mereka juga

diberlakukan pelayanan dengan sistem berjenjang (rujukan) mulai dari Poliklinik

tempat mereka bekerja atau dokter keluarga hingga rumah sakit.

Wasisto (1992) dalam Hervinas (2012), mengungkapkan bahwa dengan

bertambahnya jumlah rumah sakit menyebabkan timbulnya persaingan antar

rumah sakit dalam memperebutkan konsumen yang akan memanfaatkan

(25)

untuk melakukan upaya peningkatan citra rumah sakit. Peningkatan citra rumah

sakit harus sejalan dengan asumsi masyarakat dan harus sesuai dengan tujuan

pembangunan kesehatan yakni untuk mewujudkan masyarakat yang sehat secara

jasmani dan rohani.

Rumah sakit harus mampu meningkatkan kualitas pelayanan profesi

(quality of care) dan kualitas pelayanan manajemen (quality of service) serta harus

memberikan pelayanan yang bermutu, oleh karena itu rumah sakit sebagai unit

pelayanan kesehatan dituntut untuk meningkatkan kinerjanya dengan cara

melayani masyarakat sebaik mungkin agar menjadi tempat rujukan yang baik bagi

masyarakat karena mutu pelayanan yang baik akan memberikan kepuasan kepada

pelanggan dan pelanggan akan memanfaatkan ulang serta mau merekomendasikan

pelayanan kesehatan tersebut kepada orang lain (Muninjaya, 2009).

Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi merupakan salah satu rumah

sakit milik kepolisian Republik Indonesia yang berfungsi melayani kesehatan

masyarakat baik TNI / Polri dan anggota keluarganya, peserta BPJS maupun

pasien umum. Dalam perkembangannya, Rumah Sakit Bhayangkara Tebing

Tinggi digunakan sebagai institusi pelayanan publik dibidang kesehatan.

Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi juga menerima segala bentuk

pelayanan kesehatan, melalui upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif

serta memiliki fasilitas seperti, poli umum, poli gigi, poli bedah, poli kebidanan

dan kandungan, poli THT, poli anak, poli penyakit dalam (internis), poli syaraf,

(26)

DIV, serta memiliki tempat tidur (TT) sebanyak 51 tempat tidur yang terdiri dari:

VIP (10 TT), Kelas I (5 TT), Kelas II (4 TT) dan Kelas III (32 TT) (Profil RS

Bhayangkara Tebing Tinggi, 2014).

Pemanfaatan pelayanan rawat inap oleh anggota Polri dan keluarganya

masih kurang dimanfaatkan, dengan tingkat hunian tempat tidur (Bed Occupancy

Rate) <60% yaitu pada tahun 2014 BOR 33,3% dan pada januari-maret 2015

BOR 27,6 % dengan jumlah anggota Polri sebanyak 621 personel Polri dan

ditambah anggota keluarganya menjadi sebanyak 1.836 orang, kemudian pada

bulan januari-maret 2015 sebanyak 41 orang yang memanfaatkan pelayanan rawat

inap. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1.1 Jumlah Pasien Rawat Inap Anggota Polri / Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi pada Bulan Januari-Maret Tahun 2015

Rawat Inap No. Bulan Anggota Polri

∑ Hari Perawatan Pasien Polri / Keluarganya

Sumber: Profil Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi tahun 2014

Fenomena berdasarkan survey awal yang peneliti lakukan, saat peneliti

sedang berada di rumah sakit lain, peneliti melihat ada beberapa anggota Polri

yang membawa anaknya untuk berobat ke rumah sakit lain daripada ke Rumah

Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi karena menurut mereka sarana pelayanan

kesehatan di Rumah Sakit Bhayangkara dirasa masih belum maksimal /

memuaskan bagi anggota Polri dan keluarganya, ada beberapa fasilitas yang tidak

(27)

mengungkapkan bahwa petugas kesehatan seperti dokter dan perawat tidak

menangani pasien dengan serius / sungguh-sungguh, dokter memeriksa pasien ala

kadarnya saja bahkan terkadang dokter tidak mau memeriksa, hanya ditanya-tanya

saja tentang keluhan pasien kemudian langsung diberi obat, dan yang dirasa

pasien obat tersebut tidak sesuai karena pasien merasa kondisinya bukannya

semakin membaik malah merasa semakin sakit dan penyakitnya tidak kunjung

sembuh.

Kepala personalia Polres T.Tinggi juga menambahkan bahwa sekarang

seluruh anggota Polri dan keluarganya sudah masuk menjadi peserta BPJS yang

bisa mengakses seluruh rumah sakit yang diinginkan, oleh karena itu anggota

Polri tidak lagi diharuskan ke rumah sakit Bhayangkara, mereka bisa memilih

rumah sakit yang mereka inginkan bahkan tidak jarang dari mereka yang langsung

minta rujukan ke rumah sakit yang ada diluar kota seperti rumah sakit yang ada di

kota Medan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan anggota Polri yang lain, ia

mengungkapkan bahwa pelayanan yang diberikan oleh perawat dan dokter

dibeda-bedakan. Dokter dan perawat lebih mengutamakan pasien umum daripada

pasien Polri dan anggota keluarganya, menurutnya karena pasien umum

membayar premi mandiri. Hal ini sesuai dengan penelitian Kristian (2011),

menyatakan bahwa perilaku petugas kesehatan merupakan faktor yang

(28)

Adapun hasil wawancara dengan anggota Polri yang lain, ia dan keluarga

tidak memanfaatkan rumah sakit Bhayangkara karena jarak rumah mereka dengan

rumah sakit cukup jauh sehingga mereka lebih memilih rumah sakit atau fasilitas

kesehatan yang lebih dekat dengan rumah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Kristian (2011), tentang poliklinik USU yang menyatakan

bahwa jarak merupakan faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan

kesehatan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu keluarga pasien anggota

Polri, menyatakan bahwa polisi tersebut baru mau diajak untuk berobat ke rumah

sakit apabila pasien sudah merasa sakitnya parah dan tidak bisa ditahan lagi, tapi

apabila keluhan kesehatan yang dialami masih tergolong ringan, sehingga merasa

tidak perlu memanfaatkan pelayanan kesehatan dan lebih memilih untuk

mengobati diri sendiri dengan membeli obat bebas atau minum obat herbal

(tradisional). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rambe (2014), yang

menyatakan bahwa sikap dan persepsi pasien mempunyai pengaruh terhadap

pemanfaatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Padangsidempuan.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin melakukan penelitian

tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh anggota Polri di Rumah Sakit

Bhayangkara Tebing Tinggi, untuk melihat penyebab atau faktor yang

(29)

1.2 Rumusan Masalah

Determinan apa saja yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan rawat

inap oleh anggota Polri dan keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing

Tinggi

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui determinan yang memengaruhi pemanfaatan sarana

pelayanan kesehatan oleh anggota Polri dan keluarganya di Rumah Sakit

Bhayangkara Tebing Tinggi.

1.4 Manfaat Penelitian

Setelah penelitian ini dilaksanakan, diharapkan dapat memberikan manfaat

baik secara praktis maupun secara teoritis:

1. Sebagai bahan masukan serta menambah judul bacaan dan ilmu

pengetahuan bagi pembaca serta memberikan gambaran faktor-faktor yang

memengaruhi mengapa anggota Polri kurang memanfaatkan RS

Bhayangkara Tebing Tinggi.

2. Sebagai masukan bagi Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi dalam

rangka pengembangan pelayanan kesehatan bagi anggota Polri dan

keluarganya serta bagi masyarakat umum.

3. Sebagai bahan masukan atau referensi bagi peneliti selanjutnya untuk

(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

2.1.1 Definisi Rumah Sakit

Menurut WHO (World Health Organization) tahun 1957, rumah sakit

adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi

menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit

(kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit

juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.

Menurut Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

menyebutkan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit

umum, dalam Undang-Undang tersebut didefinisikan sebagai rumah sakit yang

memberikan pelayanan kesehatan untuk semua bidang dan jenis penyakit,

sedangkan rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan

utama pada satu bidang atau jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,

(31)

2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

Pasal 4 dan 5, dinyatakan bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yaitu pelayanan kesehatan yang

meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif serta melaksanakan upaya

pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan

mengutamakan penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan

terpadu dengan peningkatan dan pencegahan serta pelaksanaan upaya rujukan.

Menurut Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, fungsi

rumah sakit adalah :

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit;

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;

c. Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka

peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

(32)

2.1.3 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit 2.1.3.1 Jenis Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.44 Tahun 2009 tentang

rumah sakit, rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan

pengelolaanya yaitu:

1. Berdasarkan jenis pelayanan

a. Rumah sakit umum (RSU), merupakan rumah sakit yang melayani hampir

seluruh penyakit umum, dan biasanya memiliki institusi perawatan darurat

yang siaga 24 jam (ruang gawat darurat) untuk mengatasi bahaya dalam

waktu secepatnya dan memberikan pertolongan pertama.

b. Rumah sakit khusus (RSK), merupakan rumah sakit yang memberikan

pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu

berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau

kekhususan lainnya.

2. Berdasarkan Pengelolaannya (kepemilikan)

Berdasarkan kepemilikannya, Undang-Undang No.44 tahun 2009 tentang

rumah sakit membedakan rumah sakit di Indonesia ke dalam 2 jenis, yaitu:

a. Rumah sakit publik

Rumah sakit publik merupakan rumah sakit yang dikelola oleh

Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Badan Hukum yang bersifat nirlaba.

Rumah sakit publik meliputi: RS Pusat, RS Provinsi, RS Kabupaten / kota,

(33)

b. Rumah sakit privat (swasta)

Rumah sakit privat merupakan rumah sakit profit yang berbentuk

perseroan terbatas atau persero. Rumah sakit privat meliputi: RS milik

yayasan, milik perusahaan, milik penanam modal dan milik badan hukum.

2.1.3.2Klasifikasi Rumah Sakit Umum 1. Rumah Sakit Umum (RSU) Pemerintah

Rumah sakit umum pemerintah diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan

kemampuan pelayanan rumah sakit, meliputi:

a) Rumah sakit kelas A tersedianya pelayanan spesialistik yang luas,

termasuk subspesialistik.

b) Rumah sakit kelas B mempunyai pelayanan minimal sebelas spesialistik

dan subspesialistik terdaftar.

c) Rumah sakit kelas C mempunyai minimal empat spesialistik dasar (bedah,

penyakit dalam, kebidanan dan anak).

d) Rumah sakit kelas D hanya mempunyai fasilitas dan pelayanan medis

dasar.

2. Rumah sakit khusus pemerintah

Rumah sakit khusus pemerintah ditentukan berdasarkan tingkat fasilitas dan

bidang kekhususan meliputi: rumah sakit TB Paru, rumah sakit mata, rumah

(34)

2.1.4 Visi dan Misi Rumah Sakit

Visi adalah suatu pandangan jauh ke depan mengenai cita dan citra yang

ingin diwujudkan suatu institusi rumah sakit pada masa yang akan datang,

sehingga dapat menjawab pertanyaan rumah sakit / institusi ingin menjadi apa.

Memberikan dan mengatur hubungan baik antara rumah sakit, stakeholder dan

pengguna rumah sakit untuk menyatakan tujuan dari kerja rumah sakit.

Misi merupakan sesuatu yang harus diemban oleh suatu rumah sakit /

institusi sesuai dengan visinya. Tujuannya ialah memiliki hasil spesifik ke depan

yang ingin dicapai suatu rumah sakit / institusi terkait dengan misi utamanya.

Rumah sakit didirikan mempunyai suatu tujuan tertentu, ketetapan misi rumah

sakit penting oleh karena merupakan gambaran tujuan rumah sakit.

2.2 Pelayanan Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan meIiputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

darurat.

2.2.1 Rawat Inap

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.71 tahun

2013 pasal 1 tentang pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan

kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik (primer) yang meliputi rawat

jalan dan rawat inap. Rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang

bersifat non spesialistik dan dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama

(35)

medis lainnya, dimana peserta dan / atau anggota keluarganya dirawat inap paling

singkat 1 (satu) hari.

Menurut Azwar (1996), menyatakan bahwa sejak pasien dirawat di rumah

sakit hingga diperbolehkan pulang, maka pasien rawat inap akan mendapatkan

pelayanan seperti:

1. Pelayanan penerimaan atau administrasi

Pelayanan penerimaan pasien merupakan bagian yang paling utama dari

pelayanan rumah sakit, karena bagian ini merupakan bagian awal dari seluruh

bentuk pelayanan kesehatan. Pada bagian ini pula kesan pertama dirasakan

oleh pasien akan mutu pelayanan sebuah rumah sakit. Salah satu tujuan

penerimaan pasien adalah menciptakan suasana yang lancar dan

menyenangkan bagi pasien. Kesan pertama ini sering menetap dalam diri

pasien dan memengaruhi sikap pasien terhadap lembaga, staf, dokter, perawat

atau pelayanan yang mereka terima (Aditama, 2003).

2. Pelayanan dokter

Dokter merupakan unsur yang paling berpengaruh dalam menentukan kualitas

pelayanan rumah sakit. Dokter dapat dianggap sebagai jantung dari sebuah

rumah sakit. Fungsi utamanya ialah memberikan pelayanan medik kepada

pasien dengan sebaik-baiknya dengan menggunakan tata cara dan teknik

berdasarkan ilmu pengetahuan kedokteran dank ode etik yang berlaku serta

(36)

3. Pelayanan perawat

Pelayanan keperawatan merupakan bagian penting dalam pelayanan kesehatan

yang bersifat komprehensif meliputi biopsikososio kultural dan spiritual yang

ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, baik dalam

keadaan sehat maupun sakit dengan pendekatan proses keperawatan.

Pelayanan keperawatan yang berkualitas didukung oleh pengembangan teori

dan model konseptual keperawatan. Perlu diyakini bahwa penerapan suatu

teori keperawatan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan akan berdampak

pada peningkatan kualitas asuhan keperawatan (Depkes RI, 2009).

4. Pelayanan makanan / gizi

Makanan adalah bagian selain obat yang mengandung zat-zat gizi atau

unsur-unsur ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat-zat gizi oleh tubuh yang

berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh.

5. Pelayanan penunjang medik dan non medik

Rumah sakit umum harus menjalankan beberapa fungsi untuk dapat

melakukan tugasnya, salah satu diantaranya adalah menyelenggarakan fungsi

pelayanan penunjang medik dan non medik (Aditama, 2003).

Pelayanan penunjang medik diagnostik meliputi:

1. Laboratorium

2. Radiologi

3. Electro Cardio Graph (ECG)

4. Ultrasonography (USG)

(37)

Pelayanan penunjang medik terapeutik meliputi:

1. Farmasi

2. Rehabilitasi medik: terapi fisik, terapi respirasi, terapi wicara dan

terapi okupasi.

3. Pelayanan social

4. Radioterapi

5. Psikologi klinik (Aditama, 2003).

6. Kebersihan lingkungan

Lingkungan fisik merupakan tempat dimana pasien berada selama menjalani

perawatan di rumah sakit. Bangunan rumah sakit harus direncanakan sesuai

dengan persyaratan ruang bangunan yang bertujuan menciptakan ruangan

yang nyaman, bersih dan sehat sehingga tidak memberikan dampak negatif

pada proses penyembuhan pasien, pada pengunjung dan juga pada tenaga

kerja rumah sakit. Kondisi ruangan dipengaruhi oleh kualitas udara, sanitasi

bangunan, dan penggunaan ruangan, lantai harus kedap air, tidak licin dan

mudah dibersihkan (Aditama, 2003).

2.3 Beberapa Teori dan Konsep tentang Pemanfaatan

Banyak ahli ilmu perilaku yang mencoba menyampaikan konsep untuk

menggambarkan orang-orang yang berkaitan dengan pemanfaatan pelayanan

kesehatan. Salah satunya Mc.Kinlay yang telah mempelajari berbagai literatur

mengenai pemanfaatan pelayanan kesehatan, mengidentifikasikan enam

pendekatan utama yaitu dari sudut ekonomi, ekologi, sosio-demografi, psikologi

(38)

Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku, maka

konsep umum yang sering digunakan dalam berbagai kepentingan program dan

beberapa penelitian yang dilakukan adalah teori yang dikemukakan oleh

Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010), ia menyatakan bahwa

kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pok ok, yakni

faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non-behavior

causes). Selanjutnya perilaku seseorang itu ditentukan oleh tiga faktor, yaitu:

a. Faktor predisposisi (Predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan,

sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

b. Faktor pendukung (Enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik,

tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana kesehatan.

Misalnya, rumah sakit, obat-obatan, alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya.

c. Faktor penguat / pendorong (Reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap

dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok

yang dilihat oleh masyarakat.

Andersen juga menambahkan salah satu faktor dalam pemanfaatan

pelayanan kesehatan yaitu faktor kebutuhan (need). Faktor kebutuhan akan

pelayanan kesehatan adalah seseorang akan melakukan atau mencari upaya

pelayanan kesehatan tersebut apabila seseorang tersebut sudah merasa

membutuhkan. Keadaan status kesehatan seseorang dapat menimbulkan suatu

kebutuhan yang dirasakan dan akan membuat seseorang mengambil keputusan

(39)

Anderson dan Newman (1973) dalam Notoatmodjo (2010), menyebutkan

bahwa terdapat beberapa model penggunaan pelayanan kesehatan yang meliputi:

model demografi (kependudukan), model-model struktur sosial (social structure

models), model-model sosial psikologis (psychological models), model sumber

keluarga (family resource models), model sistem kesehatan (health system

models), model-model organisasi (organization models), model sumber daya

masyarakat (community resource models).

1. Model Demografi (Kependudukan)

Model demografi menyebutkan bahwa penggunaan pelayanan kesehatan

sedikit banyak akan berhubungan dengan variabel umur, seks, status

perkawinan, dan besarnya keluarga. Selain itu, karakteristik demografi juga

berhubungan dengan karakteristik sosial (perbedaan sosial dari jenis kelamin

mempengaruhi berbagai tipe dan ciri-ciri sosial).

2. Model Struktur Sosial (Social Structure Models)

Model struktur sosial menggunakan beberapa variabel seperti pendidikan,

pekerjaan, dan kebangsaan yang mencerminkan keadaan sosial dari individu

atau keluarga di dalam masyarakat. Model ini didasarkan pada asumsi bahwa

orang-orang dengan latar belakang sosial yang berbeda akan menggunakan

pelayanan kesehatan dengan cara yang tertentu pula terhadap kesehatan

mereka.

3. Model Sosial Psikologi (Psychological Models)

Model sosial psikologis menggunakan variabel ukuran dari sikap dan

(40)

kategori yaitu, kerentanan terhadap penyakit, pengertian keseluruhan dari

penyakit, keuntungan yang diharapkan dari pengambilan tindakan, dalam

menghadapi penyakit dan kesiapan tindakan individu.

4. Model Sumber Keluarga (Family Resource Models)

Model sumber keluarga berupa pendapatan keluarga, cakupan asuransi

keluarga atau sebagai anggota suatu asuransi kesehatan dan pihak yang

membiayai pelayanan kesehatan keluarga dan sebagainya. Model ini lebih

menekankan pada kesanggupan untuk memperoleh pelayanan kesehatan.

5. Model Sumber Daya Masyarakat (Community Resource Models)

Model sumber daya masyarakat menggunakan variabel penyediaan pelayanan

kesehatan dan sumber-sumber didalam masyarakat, dan ketercapaian dari

pelayanan kesehatan yang tersedia. Model ini menitikberatkan pada suplai

ekonomis yang berfokus pada ketersediaan sumber-sumber kesehatan pada

masyarakat setempat

6. Model-Model Organisasi (Organization Models)

Model organisasi menggunakan variabel pencerminan perbedaan

bentuk-bentuk sistem pelayanan kesehatan. Variabel-variabel tersebut meliputi:

a. Gaya (style) praktik pengobatan (sendiri, rekaan, atau grup)

b. Sifat (nature) dari pelayanan tersebut (membayar langsung atau tidak)

c. Letak dari pelayanan (tempat pribadi, rumah sakit, atau klinik)

d. Petugas kesehatan yang pertama kali kontak dengan pasien (dokter,

(41)

7. Model Sistem Kesehatan (Health System Models)

Model sistem kesehatan menyatukan keenam model sebelumnya kedalam

model yang lebih sempurna. Dalam model ini, demografi, ciri-ciri struktur

sosial, sikap, dan keyakinan individu atau keluarga, sumber-sumber di dalam

masyarakat dan organisasi pelayanan kesehatan yang ada, digunakan secara

bersama dengan faktor-faktor yang berhubungan seperti kebijaksanaan dan

struktur ekonomi pada masyarakat yang mempunyai cakupan lebih luas

(negara). Apabila akan dilakukan penelitian perilaku sehubungan dengan

penggunaan/pencarian fasilitas-fasilitas kesehatan, semua variabel dari

berbagai model tersebut dihubungkan dengan perilaku mereka terhadap

fasilitas, dan juga dilihat variabel mana yang paling dominan pengaruhnya.

2.4 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri

atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan

derajat kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan

kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan / atau masyarakat (Depkes RI,

2009).

Menurut Blum 1974, untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat, banyak hal yang perlu dilakukan. Salah satu diantaranya yang

dipandang mempunyai peranan yang cukup penting ialah menyelenggarakan

pelayanan kesehatan. Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan ialah

setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam

(42)

menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga,

kelompok dan ataupun masyarakat (Azwar, 1996).

Menurut Azwar (1996), untuk dapat disebut sebagai suatu pelayanan

kesehatan yang baik harus memiliki banyak persyaratan pokok, yaitu:

1. Tersedia dan berkesinambungan (available and continue)

Pelayanan kesehatan harus tersedia di masyarakat serta bersifat

berkesinambungan. Artinya, semua jenis pelayanan kesehatan yang

dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan serta keberadaannya dalam

masyarakat ada pada saat dibutuhkan.

2. Dapat diterimadan wajar (acceptable and appropriate)

Pelayanan kesehatan harus dapat diterima oleh masyarakat serta bersifat

wajar. Artinya, pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan

keyakinan dan kepercayaan masyarakat.

3. Mudah dicapai (accessible)

Mudah dicapai maksudnya adalah ditinjau dari sudut lokasi. Jadi, pelayanan

kesehatan yang baik itu pendistribusiannya tidak hanya terkonsentrasi hanya

pada satu tempat saja.

4. Mudah dijangkau (affordable)

Mudah dijangkau yang dimaksud ialah terutama dari sudut biaya. Dengan kata

lain bahwa pelayanan kesehatan yang baik itu apabila biaya pelayanan sesuai

(43)

5. Bermutu (quality)

Pengertian bermutu menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan

kesehatan yang diselenggarakan, dimana pada satu pihak dapat memuaskan

para pengguna jasa pelayanan dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya

sesuai dengan kode etik serta standart yang telah ditetapkan.

2.5 Bentuk dan Jenis Pelayanan Kesehatan

Banyak macam bentuk dan jenis pelayanan kesehatan, menurut pendapat

Hodgetts dan casio, jenis pelayanan kesehatan secara umum dapat dibedakan atas

dua, yaitu:

1. Pelayanan kedokteran, yang termasuk kedalam kelompok pelayanan

kedokteran (medical services) ditandai dengan cara pengorganisasiannya

dapat bersifat sendiri atau secara bersama-sama dalam satu organisasi.

Tujuan utamanya adalah untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan

kesehatan, dengan sasaran terutama untuk perseorangan atau keluarga

secara keseluruhan.

2. Pelayanan kesehatan masyarakat, yang termasuk kedalam kelompok

pelayanan kesehatan masyarakat (public health services) ditandai dengan

cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam satu

organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan serta mencegah penyakit, dengan sasaran utama kelompok dan

(44)

2.6 Beberapa Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan 2.6.1 Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

Menurut Notoatmodjo (2010), faktor pemudah (predisposing factor)

adalah faktor yang dapat mempermudah terjadinya perilaku atau tindakan pada

diri seseorang atau masyarakat. Faktor ini memberikan efek kepada mereka

sebelum perilaku terjadi, dengan meningkatkan atau menurunkan motivasi

seseorang untuk menggunakan pelayanan kesehatan, faktor-faktor ini mencakup:

1. Pendidikan

Menurut Widyastuti, dkk (2010) pendidikan merupakan proses

pemberdayaan peserta didik sebagai subjek dan objek dalam membangun

kehidupan yang lebih baik. Pendidikan juga merupakan proses sadar dan

sistematis di sekolah, keluarga dan masyarakat untuk menyampaikan suatu

maksud dari suatu konsep yang sudah ditetapkan. Tujuan pendidikan diharapkan

agar individu mempunyai kemampuan secara mandiri untuk meningkatkan taraf

hidup lahir batin dan meningkatkan peranannya secara pribadi.

2. Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “What”. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini

terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan, penciuman, rasa, dan raba. Pengatahuan atau kognitif merupakan

domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt

(45)

Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan (knowledge) yang tercakup

dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat

pengatahuan yang paling rendah.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur

(46)

e. Sintesis

Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru,

dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi

Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau objek.

3. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu

stimulus atau objek. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan

reaksi terbuka atau tindakan terbuka. Menurut Sarwono (1997) dalam Maulana

(2009), menyatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan seseorang untuk

merespons (secara positif dan negatif) baik manusia, situasi atau objek tertentu.

Sikap mengandung suatu penilaian emosional atau afektif (senang, benci dan

sedih), kognitif (pengetahuan tentang suatu objek), dan konatif (kecenderungan

bertindak).

Menurut Azwar (1996) dalam Maulana (2009), sikap memiliki 3

komponen yaitu:

a. Komponen kognitif (cognitive), yang berisi kepercayaan yang berhubungan

dengan persepsi individu terhadap objek sikap dengan apa yang dilihat dan

(47)

b. Komponen afekfif (komponen emosional), komponen ini menunjukkan

emosional subjektif individu terhadap objek sikap baik bersifat positif

(rasa senang) maupun bersifat negative (rasa tidak senang).

c. Komponen konatif (komponen perilaku), kecenderungan bertindak

terhadap objek yang dihadapinya.

4. Persepsi

Alex Sobur (2010), menyatakan bahwa persepsi dalam arti sempit ialah

penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti

luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang

atau mengartikan sesuatu. Persepsi dalam pelayanan di rumah sakit ialah

penglihatan pasien terhadap pelayanan yang diperoleh selama berada dirumah

sakit. Ada dua bentuk persepsi yaitu yang bersifat positif dan negatif.

1) Persepsi Positif

Persepsi positif yaitu persepsi atau pandangan terhadap suatu objek dan

menuju pada suatu keadaan dimana subjek yang mempersepsikan

cenderung menerima objek yang ditangkap karena sesuai dengan

pribadinya.

2)Persepsi Negatif

Persepsi negatif yaitu persepsi atau pandangan terhadap suatu objek dan

menunjuk pada keadaan dimana subjek yang mempersepsi cenderung

(48)

2.6.2 Faktor Pemungkin (Enabling Factor)

Faktor pemungkin adalah faktor yang memungkinkan atau

memfasilitasi perilaku atau tindakan pelayanan kesehatan. Faktor pemungkin

merupakan sarana dan prasarana, hal ini mencakup personal skill dan

sumberdaya kelompok maupun masyarakat yang meliputi tersedianya fasilitas

pelayanan kesehatan, biaya, pendapatan, jarak.

1. Akses Geografi

Akses geografi adalah mudah atau tidaknya jangkauan pemanfaatan rumah

sakit dan petugasnya yang akan ditempuh oleh responden ke pelayanan

kesehatan yang meliputi lokasi, sistem transportasi, kondisi jalan, waktu

tempuh dan jarak.

2. Tersedianya fasilitas kesehatan (SDM)

Tersedianya fasilitas kesehatan salah satunya Sumberdaya Manusia (SDM)

seperti jumlah tenaga kesehatan yang tersedia dan jumlah sarana kesehatan

yang ada seperti kelengkapan peralatan yang ada di rumah sakit tersebut.

2.6.3 Faktor Penguat (Reinforcing Factor)

Faktor penguat adalah faktor yang mendorong atau memperkuat

terjadinya perilaku kesehatan, hal ini menjelaskan bahwa salah satu yang

menjadi faktor untuk menentukan pelayanan kesehatan diminati atau tidak

oleh masyarakat dapat dilihat melalui perilaku petugas kesehatannya yang bisa

(49)

1. Perilaku petugas kesehatan

Perilaku petugas kesehatan adalah reaksi atau tindakan petugas rumah

sakit kepada pasien atau penunjang RSU berupa sikap sopan, ramah,

penuh perhatian / sungguh-sungguh termasuk ketepatan kehadiran di RSU.

Perilaku petugas kesehatan merupakan bagian penting dalam

meningkatkan pelayanan kesehatan. Keberhasilan sistem pelayanan

kesehatan tergantung dari berbagai komponen yang masuk dalam

pelayanan kesehatan, diantaranya perawat, dokter, atau tim kesehatan lain

yang satu dengan yang lain saling menunjang satu sama lain. Sistem ini

akan memberikan kualitas pelayanan kesehatan yang efektif dengan

melihat nilai-nilai yang ada dimasyarakat.

2.6.4 Faktor Kebutuhan

Menurut Andersen yang dikutip oleh Zulikhfan (2004), faktor

kebutuhan merupakan faktor yang paling penting diantara kedua faktor diatas

sebelumnya, karena faktor predisposisi dan faktor kemampuan untuk

menggunakan pelayanan kesehatan atau mencari pengobatan akan bisa

menjadi suatu kebutuhan apabila terjadi keseriusan penyakit yang dirasakan

seseorang, maka disaat seperti itu mereka membutuhkan pelayanan kesehatan.

Jadi faktor kebutuhan ini menjadi stimulasi langsung untuk memanfaatkan

pelayanan kesehatan.

Komponen kebutuhan ini adalah hal-hal yang dirasakan atau

(50)

bekerja dan hal-hal yang dinilai seperti: tingkat berat tidaknya suatu penyakit

dan gejala menurut diagnosis klinis dokter (Notoatmodjo, 2010).

2.7Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan teoritis, determinan yang berhubungan dengan

pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh anggota Polri di Rumah Sakit

Bhayangkara T.Tinggi, digambarkan dalam kerangka konsep sebagai berikut:

Variabel Bebas (Independent) Variabel Terikat (Dependent)

Sumber: Teori Lawrence Green (Notoatmodjo, 2010)

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Faktor pendorong

(Reinforcing Factor)

- Perilaku petugas kesehatan

Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

- Pengetahuan

- Sikap

- Persepsi

Faktor Pemungkin (Enabling Factor)

- Akses geografi (jarak)

- Tersedianya fasilitas

(51)

2.8 Hipotesa Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep diatas, maka hipotesis penelitian ini ialah

adanya pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap dan persepsi), faktor

pemungkin (akses geografi, tersedianya fasilitas kesehatan), dan faktor penguat

(perilaku petugas kesehatan) terhadap pemanfaatan kembali sarana pelayanan

Gambar

Tabel 1.1 Jumlah Pasien Rawat Inap Anggota Polri / Keluarganya di Rumah
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas
Tabel 4.1 Distribusi Tempat Tidur Berdasarkan Tipe Ruangan di Rumah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisi secara parsial dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel kemapuan pegawai (X 1 ) terhadap kualitas

Hasil uji hipotesis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara kualitas pelayanan (variabel X) dengan kepuasan anggota (variabel Y)

Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sarana dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan (p = 0,025), ada hubungan yang signifikan antara sikap

Hasil perhitungan dan korelasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara PsyCap dengan kepuasan kerja pada anggota Polri yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh mutu pelayanan kesehatan gigi dan mulut terhadap kepuasan pasien di poliklinik gigi Rumah Sakit Bhayangkara

Hasil analisis multivariat menunjukkan variabel-variabel perilaku pasien yang secara signifikan berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan di instalasi rawat

Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sarana dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan (p = 0,025), ada hubungan yang signifikan antara sikap

Hasil pengujian statistik yang dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa stres kerja terbukti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja anggota Polri di Polda Sumatera