• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengukuran Tingkat Kemapanan Implementasi Aplikasi E-Procurement Dengan Menggunakan Framework Cobit 4.1 Di Kementerian Pekerjaan Umum.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengukuran Tingkat Kemapanan Implementasi Aplikasi E-Procurement Dengan Menggunakan Framework Cobit 4.1 Di Kementerian Pekerjaan Umum."

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUKURAN TINGKAT KEMAPANAN IMPLEMENTASI

APLIKASI

E-PROCUREMENT

DENGAN MENGGUNAKAN

FRAMEWORK

COBIT 4.1 DI KEMENTERIAN PEKERJAAN

UMUM

PROBO KUSUMO

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KOMPUTER SEKOLAH PASCASARJANA

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengukuran Tingkat Kemapanan Implementasi Aplikasi E-Procurement dengan Menggunakan

Framework Cobit 4.1 di Kementrian Pekerjaan Umum adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

(4)

RINGKASAN

PROBO KUSUMO. Pengukuran Tingkat Kemapanan Implementasi Aplikasi E-Procurement dengan Menggunakan Framework Cobit 4.1 di Kementerian Pekerjaan Umum. Dibawah bimbingan oleh YANI NURHADRYANI dan WISNU ANANTA KUSUMA.

E-Procurement merupakan sistem aplikasi pengadaaan barang dan jasa secara online yang diterapkan pemerintah dan harus benar-benar dilaksanakan sesuai peraturan presiden No. 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah, dan peraturan presiden No. 70 tahun 2012 tentang perubahan kedua atas peraturan presiden No. 54 tahun 2010. Pada aspek kelembagaan Kementerian Pekerjaan Umum telah memulai pelaksanaan E-Procurement secara bertahap sejak tahun 2002 yang digunakan untuk melakukan pelelangan proyek infrastruktur, penyelenggaraan E-Procurement Kementerian PU berinisiatif untuk meningkatkan transparansi anggaran dan reformasi birokrasi dengan harapan mempercepat dan memperlancar proses pembangunan infrastruktur.

Dalam pelaksanaan E-Procurement di Kementerian PU terdapat berbagai kendala dan isu yang dihadapi yaitu dari segi regulasi, sumber daya manusia, resistensi, dan teknologi. Berdasarkan kondisi tersebut sangat penting untuk memastikan sejauh mana tingkat kemapanan aplikasi E-Procurement di Kementerian PU sesuai dengan rencana pengembangan teknologi informasi. Sejak diterapkannya pada tahun 2002 hingga saat ini belum pernah dilakukan evaluasi tata kelola TI dengan menggunakan international best practices, maupun penelitian terhadap tingkat kemapanan implementasi E-Procurement sehingga belum dapat diketahui tingkat kemapanannya.

Penelitian ini memiliki tiga tujuan diantaranya : (1) mengetahui tingkat kemapanan implementasi aplikasi E-Procurment di Kementerian Pekerjaan Umum; (2) mengidentifikasikan kendala yang mempengaruhi tingkat keberhasilan penerapan aplikasi E-Procurement; (3) menyusun rekomendasi dan strategi sebagai masukan untuk menciptakan tingkat kemapanan selanjutnya pada E-Procurement. Alat bantu yang digunakan untuk mengukur tingkat kemapanan menggunakan framework COBIT 4.1, dengan menentukan indikator yang mengacu pada Pepres No. 70 tahun 2012.

Pengukuran tingkat kemapanan penerapan E-Procurement di Kementerian PU menunjukkan nilai 3,01 (defined process). Sehubungan dengan belum adanya ketentuan batasan dalam menentukan tingkat kemapanan di Kementerian PU, diharapkan Kementerian PU dapat meningkatkan satu level diatasnya dengan membenahi dalam pengawasan, dan kepatutan secara konsisten terhadap prosedur yang berjalan sehingga menjadi lebih efektif.

(5)

SUMMARY

PROBO KUSUMO, Maturity Assesment Implementation of E-Procurement Using COBIT Framework 4.1 in the Ministry of Public Works. Supervised by YANI NURHADYANI and WISNU ANANTA KUSUMA.

E-Procurement is an application system in providing online goods and services which is applied by the government and must be completely implemented accordance with Presidential Decree NO. 54 in 2010 about goods government procurement and services, and the Presidential Decree No. 70 in 2012 about the second amendment Presidential Decree No. 54 in 2010. Since 2002, the Ministry of Public Works institution has already begun gradually implementing E-Procurement to conduct the auction of infrastructure projects and to improve budget transparency and bureaucratic reforms that are expected to accelerate the process of infrastructure.

The implementation of E-Procurement in the Ministry of Public Works consist of various constraints and issues such as regulation, human resources, resistance, and technology. Based on these conditions, it is very important to ascertain the extent to which the level of reliability of E-Procurement in the Ministry of Public Works in meet with the information technology development plan. Since 2002, the implementation IT governance E-Procurement has not evaluated using international best practice, nor a research of the level implementation E-Procurement maturity, so the reliability could not be known.

This study has three objectives : (1) Determining the maturity assessment of implementation of E-Procurement in Ministry of Public Works; (2) Identifying the constraints which affect the success rate of implementation of E-Procurement; (3) Developing recommendations and strategies as input to create the next level of maturity in the E-Procurement. To measure the level of maturity using framework COBIT 4.1, and to determine the indicators with refers to Presidential Decree No. 70 in 2012.

The evaluation result of maturity assement level of E-Procurement application in the Ministry of Public Works shows that the maturity level was generally at level 3.01 (defined process). This study recommended the Ministry of Public Works increasing the maturity level above to fix the supervision, and proper procedures consistently to run so that it becomes more effective

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Komputer

pada

Program Studi Ilmu Komputer

PENGUKURAN TINGKAT KEMAPANAN IMPLEMENTASI

APLIKASI

E-PROCUREMENT

DENGAN MENGGUNAKAN

FRAMEWORK

COBIT 4.1 DI KEMENTERIAN PEKERJAAN

UMUM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KOMPUTER SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015

(8)
(9)

Judul Tesis : Pengukuran Tingkat Kemapanan Implementasi Aplikasi E-Procurement dengan Menggunakan Framework Cobit 4.1 di Kementerian Pekerjaan Umum

Nama : Probo Kusumo

NIM : G651110624

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Yani Nurhadryani, SSi MT Ketua

DrEng Wisnu Ananta Kusuma, ST MT Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Komputer

DrEng Wisnu Ananta Kusuma, ST MT

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkah rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis sebagai syarat dalam menyelesaikan perkuliahan di Magister Komputer Program Studi Ilmu Komputer Institut Pertanian Bogor.

Dalam tesis ini, penulis melakukan penelitian mengenai pengukuran tingkat kemapanan implementasi E-Procurement dengan menggunakan framework COBIT 4.1 di Kementerian PU. Penelitian ini berdasarkan Framework COBIT 4.1 yang merupakan

framework best practice untuk mengukur tingkat kemapanan E-Procurement. Lokasi penelitian ini di kementerian PU dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 sampai dengan September 2014.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Yani Nurhadryani, S.Si, MT dan Dr. Eng. Wisnu Ananta Kusuma, ST, MT selaku pembimbing, Bapak Agus Pudjijono selaku kepala subbidang pengembangan aplikasi, bidang penyelenggaraan sistem jaringan dan aplikasi pusat pengolahan data di Kementerian PU, serta semua pihak yang telah mendukung dan membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan kuliah maupun penelitian yang akan dilaksanakan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya penelitian ini di kemudian hari.

Bogor, September 2015

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

1 PENDAHULUAN 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Definisi Manajemen Pengadaan 3

Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik (E-Procurement) 4

Regulasi dan Kebijakan UU E-Procurement di Indonesia 4

Kementerian Pekerjaan Umum 5

E-Procurement Kementerian Pekerjaan Umum 7

Tata Kelola TI dengan Framework COBIT 4.1 8

Tingkat Kemapanan (Maturity Model) 10

Penelitian Sebelumnya 11

3 METODOLOGI PENELITIAN 12

Lokasi dan Waktu 12

Bahan dan Alat 13

Metode 13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 17

Analisis Strategi Pengembangan E-Procurement 17

Kendali Proses 17

Analisis Tingkat Kemapanan 27

Hasil Pengukuran Tingkat Kemapanan 39

5 SIMPULAN DAN SARAN 41

DAFTAR PUSTAKA 42

LAMPIRAN 44

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 3 1 Level maturity model 13

Tabel 3 2 Pembobotan kuesioner 15

Tabel 3 3 Kriteria penilaian 16

Tabel 4.1 Penentuan indikator 18

Tabel 4.2 Alur penentu kendali proses 18

Tabel 4.3 Business Goals COBIT 4.1 19

Tabel 4.4 Hasil pemetaan indikator dengan Business Goals COBIT 4.1 20

Tabel 4.5 IT goals COBIT 4.1 22

Tabel 4.6 BG terhadap IT Goals COBIT 4.1 23

Tabel 4.7 Pemetaan BG terhadap ITG COBIT 4.1 24

Tabel 4.8 Kendali proses COBIT 4.1 25

Tabel 4.9 Tiga puluh tiga kendali proses COBIT 4.1 27

Tabel 4.10 PO1 menetapkan rencana strategis TI 28

Tabel 4.11 PO2 menetapkan arsitektur sistem informasi 28

Tabel 4.12 PO3 menetapkan arah teknologi 29

Tabel 4.13 PO4 menetapkan proses TI, organisasi dan hubungannya 29

Tabel 4.14 PO5 mengelola investasi TI 29

Tabel 4.15 PO6 mengkomunikasikan tujuan dana rah manajemen 30

Tabel 4.16 PO7 Mengelola suberdaya manusia 30

Tabel 4.17 PO8 Mengatur kualitas 30

Tabel 4.18 PO9 Menilai dan mengelola risiko 31

Tabel 4.19 PO10 Mengatur proyek 31

Tabel 4.20 AI1 Identifikasi solusi solusi otomatis 31

Tabel 4.21 AI3 mendapatkan dan memlihara infrastruktur 32

Tabel 4.22 AI4 Menjalankan operasi dan menggunakannya 32

Tabel 4.23 AI5 Pengadaan suberdaya TI 32

Tabel 4.24 AI6 Mengelola perubahan 33

Tabel 4.25 AI7 Instalasi dan akreditasi solusi serta perubahan 33

Tabel 4.26 DSI Menetapkan dan mengatur tingkat layanan 33

Tabel 4.27 DS2 Mengatur layanan dengan pihak ketiga 34

Tabel 4.28 DS3 mengatur kinerja dan kapsitas 34

Tabel 4.29 DS4 Memastikan ketersediaan layanan 34

Tabel 4.30 DS5 Memastikan keamanan sistem 35

Tabel 4.31 DS6 Mengidentifikasi dan mengalokasikan biaya 35

Tabel 4.32 DS7 Mendidik dan melatih pengguna 35

Tabel 4.33 DS8 Mengelola bantuan layanan dan insiden 36

Tabel 4.34 DS9 Mengelola konfigurasi 36

Tabel 4.35 DS10 Mengelola masalah 36

Tabel 4.36 DS11 Mengelola data 37

Tabel 4.37 DS 12 Mengelola fasilitas 37

Tabel 4.38 DS 13 Mengelola operasi 37

Tabel 4.39 ME1 Monitor dan evaluasi kinerja TI 38

Tabel 4.40 ME2 Monitor dan evaluasi pengendalian internal 38

Tabel 4.41 ME3 Memastikan kepatuhan terhadap persyaratan eksternal 38

Tabel 4.42 ME4 Menyediakan tatakelola TI 39

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Organisasi PU 7

Gambar 2.2 Framework COBIT 4.1 9

Gambar 2.3 Tingkat Maturitas Kerangka Kerja Cobit 4.1 11

Gambar 3.1 Alur Penelitian 14

Gambar 4.1 Hasil Tingkat Kemapanan 40

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Upload Pengumuman Lelang 44

Lampiran 2 Proses Lelang Dimulai 45

Lampiran 3 Penetapan Pemenang Lelang Dan Kegiatan Sanggahan 46

Lampiran 4 Model Kuesioner 47

(15)

1

1 PENDAHULUAN

Pengadaan barang dan jasa secara elektronik atau via internet ( E-Procurement) merupakan salah satu mekanisme untuk mewujudkan nilai-nilai

good governance. Secara umum E-Procurement adalah proses pembelian barang dan jasa yang diperlukan bagi kebutuhan operasional organisasi secara elektronik.

E-Procurement dalam pengertian umum diterapkan pada sistem basis data yang terintegrasi dan berbasis internet dengan jaringan sistem komunikasi dalam sebagian atau seluruh proses pembelian (Purwanto, 2008).

Indonesia mengadopsi E-Procurement sesuai dengan amanat Keppres No. 80 tahun 2003 Tentang Pengadaan Barang/Jasa. Pemerintah mendefinisikan pengadaan barang/jasa pemerintah sebagai kegiatan pengadaan barang/jasa yang dibiayai dengan APBN/APBD.

Terdapat sisi negatif yang bisa ditimbulkan dalam pengadaan barang dan jasa yang sering terjadi tanpa E-Procurement. Hal tersebut diantaranya adalah: tender arisan dan adanya kickback pada proses tender; suap untuk memenangkan tender; proses tender tidak transparan; supplier bermain mematok harga tertinggi

(mark up); memenangkan perusahaan saudara, kerabat atau orang-orang partai tertentu; pencantuman spesifikasi teknik hanya dapat dipasok oleh satu pelaku usaha tertentu; adanya almamater sentris; pengusaha yang tidak memiliki administrasi lengkap dapat ikut tender bahkan menang; tender tidak diumumkan; tidak membuka akses bagi peserta dari daerah (Sucahyo et al. 2009).

E-Procurement merupakan sistem aplikasi pengadaaan barang dan jasa secara online yang diterapkan pemerintah dan harus benar-benar dilaksanakan sesuai peraturan presiden No. 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah dan peraturan presiden No. 70 tahun 2012 tentang perubahan kedua atas peraturan presiden No. 54 tahun 2010. Pada aspek kelembagaan, Kementerian Pekerjaan Umum telah memulai pelaksanaan E-Procurement secara bertahap sejak tahun 2002 yang digunakan untuk melakukan pelelangan proyek infrastruktur. Penyelenggaraan E-Procurement kementerian PU berinisiatif untuk meningkatkan transparansi anggaran dan reformasi birokrasi dengan harapan mempercepat dan mempelancar proses pembangunan infrastruktur. Dukungan Komitmen Pemerintah dalam memperbaiki dan menyempurnakan proses pengadaan semakin tinggi sejak Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 Tentang Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah.

Terbitnya Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dapat dipergunakan untuk memberikan kepastian hukum dalam penerapan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pengadaan di instansi pemerintah. Dalam UU No. 11 Tahun 2008 tersebut dinyatakan bahwa informasi dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetakannya (print out) diakui sebagai alat bukti yang sah, serta tanda tangan elektronik (Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi) memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional.

(16)

2 panitia, 2) Semi E-Procurement kegiatan pengadaan barang dan jasa yang sebagian prosesnya dilakukan melalui internet secara interaktif antara pengguna jasa dan penyedia jasa dan sebagian dilakukan secara manual, 3) Semi E-Procurement Plus / FULL E-Procurement kegiatan pengadaan barang dan jasa dilakukan secara interaktif antara pengguna jasa dan penyedia jasa melalui internet termasuk pemasukan penawaran dari penyediaan jasa. (Peraturan Presiden No. 54, 2010).

E-Procurement Kementerian Pekerjaan Umum pada tahun 2011 telah menggunakan FULL E-Procurement dan SEMIE-Procument yang memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut;1. Berbasis web, 2. Sistem terpusat, 3. Sistem transparansi dan teritegrasi, 4. Seluruh informasi lelang di umumkan di

website, 5. Menggunakan hardware dan software, 6. Registrasi dilakukan secara

online tidak dipungut biaya, mempunyai search engine untuk mempermudah informasi, 7. Memiliki search engine untuk memudahkan pencarian informasi, 8. Peraturan dan petunjuk teknis tersedia secara online, 9. Akses ke sistem tidak di pungut biaya, 10. Sistem memiliki keamanan dan privasi untuk menjaga informasi didalamnya (Sumadilaga dan Pudjiono, 2011).

Sejak tahun 2002 hingga saat ini dalam pelaksanaan E-Procurement di Kementerian PU belum pernah dilakukan evaluasi terhadap regulasi, sumber daya manusia, resistensi, dan teknologi dengan menggunakan international best practices. Oleh sebab itu pada penelitian ini dilakukan pengukuran tingkat kemapanan. Salah satu model acuan yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kemapanan adalah model kemapanan (maturity model) COBIT 4.1 dari

Information Technology Governance Institute (ITGI).

COBIT 4.1 adalah best practies (framework) bagi pengelolaan teknologi informasi (IT management), COBIT merupakan teknik yang dapat membantu dalam identifikasi TI control issues. COBIT itu sendiri memliki peranan dalam dalam mendefinisikan proses-proses TI governence yang bersifat teknis maupun operasional (Surbakti, 2012). Pengguna TI dapat memperoleh keyakinan atas kehandalan teknologi aplikasi yang dipergunakan. Sedangkan untuk para pengambil keputusan atau stakeholder dapat mengambil manfaat sebagai pertimbangan dalam keputusan investasi di bidang TI serta infrastrukturnya, menyusun rencana strategis TI, menentukan arsitektur informasi dan keputusan pengadaan TI, dan penilaian risiko itu sendiri dalam hal ini yang berkenaan dengan layanan Kementerian Pekerjaan Umum.

Perumusan Masalah

(17)

3

Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui tingkat kemapanan implementasi aplikasi E-Procurment di Kementerian Pekerjaan Umum.

2. Mengidentifikasikan kendala yang mempengaruhi tingkat keberhasilan penerapan aplikasi E-Procurement.

3. Menyusun rekomendasi dan strategi sebagai masukan untuk menciptakan tingkat kemapanan selanjutnya pada E-Procurement.

Manfaat Penelitian

Pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Dapat menjadi bahan evaluasi bagi Kementerian PU dalam meningkatkan

kualitas layanan untuk memaksimalkan E-Procurement berdasarkan tingkat kemapanan selanjutnya.

2. Dapat dijadikan sebagai bahan rekomendasi bagi Kementerian PU untuk menentukan kebijakan E-Procurement selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian dibatasi dengan cakupannya adalah pengukuran tingkat kemapanan tata kelola E-Procurement hanya dilakukan pada tahap Full E-Procurement di kementerian PU.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini dibahas mengenai teori-teori dan hasil penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai landasan dalam melakukan penelitian. Selain teori juga berisi uraian mengenai berbagai literatur rujukan jurnal penelitian yang terkait dengan penilaian kematangan/ maturity assessment model dan E-Procurement.

Definisi Manajemen Pengadaan

Pengadaan adalah upaya mendapatkan barang dan jasa yang dibutuhkan dilakukan berdasarkan pemikiran yang logis, sistematis, mengikuti norma dan etika yang berlaku sesuai dengan proses pengadaan barang dan jasa yang baku.

Berbagai definisi tentang manajemen pengadaan yang dicetuskan oleh pakar maupun institusi sangat bervariasi seiring dengan perkembangan peranan, fungsi dan ruang lingkup kegiatan pengadaan layanan barang dan jasa. Berdasarkan pendekatan profesi keilmuan dengan latar belakang akademisi (Burt,

(18)

4

purchasing it and the process of ensuring that what is required is received on time

in the quantity and quality specified”. Para pembuat kebijakan yang tergabung dalam dewan suplly chain management sedunia, mendefinisikan manajemen pengadaan berdasarkan pendekatan organisasi dan regulasi (Council for supply Chain management, 2006) “Procurement Management is part of Supply Chain

management that process of obtaining goods and service, from preparation and processing of requisition through to receipt and approval of the invoice for

payment”. Berdasarkan perkembangan bisnis dan teknologi dengan landasan pengetahuan akademik, serta pengaturan kebijakan (Willem Siahaya, 2008) mendefinisikan manajemen pengadaan adalah bagian dari Supply Chain Management yang secara sistematik, dan strategis memproses pengadaan barang dan jasa mulai dari sumber barang sampai dengan tempat tujuan berdasarkan tepat mutu, jumlah, harga, waktu, sumber, dan tempat untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.

Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik (E-Procurement)

Bank Dunia mendefinisikan E-Procurement secara luas dalam hal ini mengakomodasi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi khususnya internet oleh pemerintah dalam melakukan pengadaan panitia tender menghubungkan dengan pemasok untuk pembelian barang, pekerjaan, dan jasa konsultasi yang dibutuhkan oleh sektor publik (World Bank, 2003). E-Procurement merupakan proses pengadaan barang dan jasa pemerintah yang dilakukan secara elektronik terutama berbasis web atau internet. Instrumen ini memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi meliputi pelelangan umum secara elektronik yang diselenggarakan oleh LPSE (Udoyono, 2012). Dilain sisi E-Procurement

merupakan intergrasi dan manajemen elektronik terhadap semua aktivitas pengadaan termasuk permintaan pembeli, pemberian hak, pemesanan, pengiriman dan pembayaran antara pembeli dan pemasok (Chaffey, 2004). Dari pandangan beberapa peneliti, E-Procurement merupakan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dengan menggunakan jaringan elektronik (jaringan internet atau intranet) atau

electronic data interchange (EDI).

Prinsip-prinsip dasar pengadaan barang dan jasa dapat dicapai melalui penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang baku serta didukung oleh teknologi informasi dan komunikasi secara tepat dalam penerapannya. Implementasi teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pengadaan barang dan jasa, selanjutnya disebut E-Procurement terbukti mampu meningkatkan kinerja, efisiensi, dan efektvitas pengadaan barang dan jasa di berbagai negara.

Regulasi dan Kebijakan UU E-Procurement di Indonesia

(19)

5 serta akuntabilitas dalam pembelanjaan uang negara, yang mendorong terwujudnya good governance.

Untuk terwujudnya E-Procurement sesuai dengan yang diharapkan, tidak terlepas dari kondisi nyata unsur-unsur yang mendukungnya. Unsur-unsur dimaksud meliputi regulasi dan kelembagaan yaitu kebijakan dan perangkat hukum yang mengatur serta lembaga yang mewadahinya, proses bisnis atau alur proses dari pelaksanaan E-Procurement yang sedang berjalan, program aplikasi yang digunakan, infrastruktur berupa perangkat keras dan perangkat jaringan, serta organisasi & manajemen layanan. Hal tersebut telah diisyaratkan dengan berbagai kebijakan, yaitu:

 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

 Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Perpres 54/2010.

Kebijakan tersebut didukung pula oleh keputusan Menteri Pekerjaan Umum dengan :

 Keputusan Menteri PU Nomor 306/KPTS/M/2004, Tentang Pembentukan Tim Layanan Pengadaan Secara Elektronik Kementerian Pekerjaan Umum.

 Peraturan Menteri PU Nomor 207/PRT/M/2005, Tentang Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Pemerintah Secara Elektronik.

 Surat Edaran Menteri PU No.7/SE/M/2012 Tentang Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang dan jasa Pemerintah Secara Elektronik ( E-Procurement).

 Surat Edaran Menteri PU No.16/SE/M/2013 tentang Perubahan Surat Edaran Menteri PU No.7/SE/M/2012 Tentang Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang dan jasa Pemerintah Secara Elektronik (E-Procurement).

Kementerian Pekerjaan Umum

Kementerian Pekerjaan Umum (dahulu Departemen Pekerjaan Umum, biasa disebut Departemen PU), sempat bernama "Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah" (1999-2000) dan "Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah" (2000-2004), adalah kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan pekerjaan umum.

Visi

Tersedianya Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Permukiman yang Andal untuk Mendukung Indonesia Sejahtera 2025.

Misi

(20)

6 2. Menyelenggarakan pengelolaan SDA secara efektif dan optimal untuk meningkatkan kelestarian fungsi dan keberlanjutan pemanfaatan SDA serta mengurangi risiko daya rusak air.

3. Meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas wilayah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan penyediaan jaringan jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan. 4. Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman yang layak huni dan

produktif melalui pembinaan dan fasilitasi pengembangan infrastruktur permukiman yang terpadu, andal dan berkelanjutan.

5. Menyelenggarakan industri konstruksi yang kompetitif dengan menjamin adanya keterpaduan pengelolaan sektor konstruksi, proses penyelenggaraan konstruksi yang baik dan menjadikan pelaku sektor konstruksi tumbuh dan berkembang.

6. Menyelenggarakan Penelitian dan Pengembangan serta Penerapan: IPTEK, norma, standar, pedoman, manual dan/atau kriteria pendukung infrastruktur PU dan permukiman.

7. Menyelenggarakan dukungan manajemen fungsional dan sumber daya yang akuntabel dan kompeten, terintegrasi serta inovatif dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance.

8. Meminimalkan penyimpangan dan praktik-praktik KKN di lingkungan Kementerian PU dengan meningkatkan kualitas pemeriksaan dan pengawasan profesional.

Tugas

Sesuai dengan Peraturan Menteri PU Nomor 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pekerjaan Umum mempunyai tugas : menyelenggarakan urusan di bidang pekerjaan umum dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

Fungsi

1. Perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pekerjaan umum

2. Pengelolaan barang milik/ kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum.

3. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum.

4. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Pekerjaan Umum di daerah.

(21)

7

Gambar 2. 1 Struktur Organisasi PU

(Sumber : Pusat Data dan Teknologi Informasi (Kementerian Pekerjaan Umum), 2015)

E-Procurement Kementerian Pekerjaan Umum

(22)

8 Pengembangan E-Procurement di Kementerian PU merupakan salah satu pelaksanaan kegiatan yang dituangkan dalam PP No. 70 tahun 2012. Tujuan pengembangan E-Procurement dibagi menjadi 5 kategori;

1) Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas 2) Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha 3) Meningkatkan proses efisiensi pengadaan 4) Mendukung proses monitoring dan audit

5) Memenuhi kebutuhan akses informasi yang transparan

Proses pelelangan menggunakan E-Procurement di Kementerian Pekerjaan Umum adalah seperti gambar di atas. Ada beberapa yang harus diperhatikan, hal-hal sebagai berikut:

1. Jika dokumen lelang yang akan diunggah terlalu besar, maka pengguna harus memecah dokumen menjadi beberapa bagian dan mengunggahnya secara terpisah.

2. Jika ada tambahan tentang dokumen lelang, maka bisa dimasukkan pada fasilitas unggah addendum.

3. Proses lelang dapat dilakukan dengan tahap kualifikasi dua kali tergantung dari panitia lelang atau pengguna akan menggunakan proses kualifikasi dua kali atau sekali saja.

Gambaran umum tentang bagaimana pengguna melakukan proses pelelangan menggunakan E-Procurement di Kementerian Pekerjaan Umum yang menggunakan sistem full E-Procurement digambarkan dalam bentuk flowchart

(Lampiran 1-3).

Tata Kelola TI dengan Framework COBIT 4.1

Tata kelola teknologi informasi (IT Governance) adalah suatu cabang dari tata kelola organisasi yang terfokus pada sistem teknologi informasi serta manajemen kinerja dan risikonya. Menurut (Peterson, 2003), tata kelola TI lebih luas cakupannya dari pada manajemen TI (IT Management). Manajemen TI fokus pada penyediaan layanan dan produk TI yang efektif untuk internal organisasi dan pengelolaan operasi TI saat ini. Sedangkan, tata kelola TI fokus pada menampilkan dan mentransformasikan TI untuk memenuhi kebutuhan bisnis (internal focus) saat ini dan masa depan serta untuk memenuhi kebutuhan customer (eksternal focus). Dengan demikian, tata kelola TI bertujuan untuk memaksimalkan potensi sumber daya yang dimiliki, menghindari tumpang tindih alokasi waktu, biaya dan sumber daya manusia, serta mengurangi risiko dalam pengembangan TI. Kerangka kerja yang dipergunakan dalam tata kelola TI adalah COBIT (Control Objectives for Information & Related Technology).

(23)

9 and Evaluation(ME). Secara keseluruhan mencakup 34 high level processes yang meliputi 210 control objectives (ISACA-ITGI, 2000).

Sebagai sebuah kerangka kerja, COBIT 4.1 memiliki struktur yang mengikat kebutuhan bisnis organisasi dengan kebutuhan manajemen informasi dalam satu kesejajaran (aligment), dan pengelolaan serta pengawasan (monitoring), dan pengendalian (control). Secara keseluruhan konsep framework COBIT digambarkan sebagai sebuah kubus tiga dimensi yang terdiri dari: (1) kebutuhan bisnis, (2) sumber daya teknologi informasi dan (3) proses teknologi informasi (IT Governance Institute, 2007). Framework COBIT 4.1 dapat dilihat secara keseluruhan pada Gambar 2.2 berikut.

Gambar 2.2 Framework COBIT 4.1

(Sumber: ITGI, 2007)

COBIT memasukkan model kemapanan yang digunakan untuk menyajikan profil dari proses TI untuk kondisi saat ini (current states) dan masa datang

(24)

10 Pengukuran tersebut diterapkan pada 34 proses COBIT. Namun demikian, belum tentu semua organisasi memiliki atau mencakup keseluruhan proses-proses tersebut. Sehingga penilaian yang dilakukan hanya akan mencakup proses-proses yang didefinisikan pada organisasi tersebut.

Tingkat Kemapanan (Maturity Model)

Model tingkat kemapanan (maturity model) digunakan sebagai alat untuk melakukan benchmarking dan self-assessment oleh manajemen teknologi informasi secara lebih efisien. Model kemapanan untuk pengelolaan dan control

pada proses teknologi informasi didasarkan pada metode evaluasi perusahaan atau organisasi, sehingga dapat mengevaluasi sendiri, mulai dari level 0 (non-existent)

hingga level 5 (optimised).

Pengukuran tingkat kemapanan dengan model kemapanan yang disediakan COBIT 4.1 pada penelitian ini berbasis pada cara pengukuran yang digunakan oleh Andrea Pederiva (Pederiva, 2003). Detail pertanyaan yang dikembangkan dalam pengukuran tingkat kemapanan tersebut berlandaskan pada model kemapanan COBIT 4.1 yang terdiri dari 34 proses.

Tingkat kemapanan (maturity level) tata kelola TI menurut COBIT 4.1 diukur dari tingkat kemapanan proses-proses (aktivitas pengelolaan) TI yang menerapkan mekanisme control yang terdapat dalam 34 proses di bawah domain PO, AI, DS, ME. COBIT 4.1 mengukur tingkat kemapanan dengan meminjam konsep kategori enam maturity level CMM (Capability Maturity Model) dari SEI (Software Engineering Institute), yaitu non-eksistent (0), adhoc (1), repeatable

(2), defined (3), managed (4), dan optimized (5), (ITGI 2007) dengan deskripsi sebagai berikut ;

1 Non-eksistent (0 = Management processes are not applied at all) Kekurangan yang menyeluruh terhadap proses apapun yang dapat dikenali. Perusahaan bahkan tidak mengetahui bahwa terdapat permasalahan yang harus diatasi. 2 Adhoc (1 = Processes are ad hoc and disorganized), Terdapat bukti bahwa

perusahaan mengetahui adanya permasalahan yang harus diatasi. Bagaimanapun juga tidak terdapat proses standar, namun menggunakan pendekatan ad hoc yang cenderung diperlakukan secara individu atau per kasus. Secara umum pendekatan kepada pengelolaan proses tidak terorganisasi.

3 Repeatable (2 = Processes/allow a regular pattern), proses dikembangkan ke dalam tahapan dimana prosedur serupa diikuti oleh pihak-pihak yang berbeda untuk pekerjaan yang sama. Tidak terdapat pelatihan formal atau pengkomunikasian prosedur standar dan tanggung jawab diserahkan kepada individu masing-masing. Terdapat tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap pengetahuan individu sehingga kemungkinan terjadi error sangat besar.

(25)

11 5 Managed (4 = Processes are monitored and measured), manajemen mengawasi dan mengukur kepatutan terhadap prosedur dan mengambil tindakan jika proses tidak dapat dikerjakan secara efektif. Proses berada dibawah peningkatan yang konstan dan penyediaan praktek yang baik. Otomatisasi dan perangkat digunakan dalam batasan tertentu

6 Optimized (5 = Best practices are followed and automated), proses telah dipilih ke dalam tingkat praktek yang baik, berdasarkan hasil dari perbaikan berkelanjutan dan permodelan kedewasaan dengan perusahaan lain. Teknologi informasi digunakan sebagai cara terintegrasi untuk mengotomatisasi alur kerja, penyediaan alat untuk peningkatan kualitas dan efektifitas serta membuat perusahaan cepat beradaptasi.

Gambar 2. 3 Tingkat maturitas kerangka kerja COBIT 4.1

(Sumber: ITGI, 2007)

Penelitian Sebelumnya

(26)

12 dalam membuat suatu standar kerangka kerja control TI dalam rangka untuk mencapai keselarasan dari praktik-praktik terbaik untuk kebutuhan bisnis dengan menggunakan standar COBIT, ITIL, ISO/IEC 27002. Pada tahun 2011, Yulianti, DT; Patria, MC melakukan penelitian tentang penggunaaan framework COBIT sebagai solusi pemecah masalah dan berita terbaru di bidang teknologi informasi pada suatu perusahaan (PT), khususnya terkait dengan sumber daya manusia. Pada tahun 2011, Mamaghani, ND; Samizadeh, R; Saghafi, F melakukan penelitian tentang keuntungan dan kerugian Proyek TI dengan mengkombinasikan IT-BSC dan COBIT.

Beberapa penelitian sebelumnya yang membahas mengenai pengukuran tata kelola teknologi informasi yaitu e-GP Roadmap dari (World Bank, 2004) tersebut dipergunakan sebagai best practice dalam mengukur tingkat kemajuan

(maturity level) implementasi E-Procurement. Wella pada tahun 2013 melakukan penelitian tingkat kematangan implementasi teknologi informasi hanya melihat pada domain monitoring dan evaluate dengan tujuan mengevaluasi TI yang dapat dijadikan sebagai rekomendasi audit. Selama ini telah dilakukan penelitian yang terkait dengan tata kelola TI, (Gove Ryan et al, 2013) pencapaian yang berbasis dengan kerangka kerja pengukuran tingkat kematangan dengan memberikan langkah-langkah dalam mengevaluasi, bagaimana organisasi melakukannya, mengukur pencapaiannya, dan mengevaluasi pencapaian keluaran dengan matrik yang berlawanan (ADB e-GP, 2004) merupakan standar framework tata kelola E-Procurement dalam mengukur tingkat kemapanan yang dapat diaplikasikan oleh negara-negara berkembang. Pada tahun 2013, Kerr, DS.; Murthy, US menyajikan tentang hasil survey internasional dari berbagai professional TI yang mengeksplor hubugan antara proses COBIT TI dan pelaporan keuangan. Pada tahun 2014, Tambotoh, JJC; Latuperissa, R melakukan penelitian tentang pembuatan sebuah aplikasi untuk mengukur maturity level TI governance di tingkat lembaga pemerintah yang dikembangkan berdasarkan kerangka cobit 4.1 dan desain yang digunakan berdasarkan bahasa pemodelan bersatu. Pada tahun 2014, Ratih, GADS; Bayupati, IPA; Sukarsa, IM melakukan penelitian tentang pengukuran terhadap performance dari manajemen TI di sebuah perusahaan keuangan (BANK X) dengan menggunakan framework COBIT 4.1 melalui pemetaan sehingga goal dari perusahaan keuangan sesuai dengan tujuan cobit.

3 METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

(27)

13

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer yang diperoleh berasal dari metode kuesioner tentang penerapan teknologi informasi yang diperoleh dari beberapa responden (vendor dan staf pusat data Kementerian PU). Data sekunder yang digunakan sebagai pelengkap analisis berupa dokumen perencanaan, laporan-laporan, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri tentang E-Procurement dan lain-lain yang merupakan produk kerja PU. Pengukuran dilakukan terhadap fakta-fakta kematangan pengendalian proses-proses yang terjadi di dalam organisasi dengan menggunakan kuesioner yang dirancang melalui COBIT 4.1 Management Guidlines.

Tools analisis yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan prosedur standar COBIT 4.1 (Control Objective for Information and Related Technology)

yang dikeluarkan oleh ISACA (Information Systems Audit and Control Association). Pengolahan data menggunakan Ms. Excel.

Metode Kerangka Pemikiran

Penelitian ini bersifat evaluatif dengan pendekatan melihat efektifitas dan efisiensi tata kelolaTI yang dilaksanakan di Kementerian Pekerjaan Umum.

Deskripsi tingkat kemapanan dapat digambarkan sebagai suatu set of atomic statement dimana masing-masing deskripsi level of maturity berisi pernyataan-pernyataan yang dapat bernilai sesuai atau tidak sesuai, dan sebagian sesuai atau sebagian tidak sesuai. Deskripsi dari tingkat kemapanan terdiri atas 6 level (0 sampai 5) yang menggambarkan tingkat kehandalan aktivitas-aktivitas pengendalian sistem informasi yang dirangkum oleh ISACA dari konsensus berbagai pendapat ahli dan praktek-praktek terbaik di bidang teknologi informasi yang bersifat generik dan telah dijadikan sebagai standar internasional. Level maturity model berdasarkan IT Governance Institute tahun 2007 adalah seperti terdapat pada Tabel 3.1.

Tabel 3. 1 Level Maturity Model

Level Kategori Deskripsi

0 Non-Existent Proses pengelolaan tidak diterapkan 1 Initial/Ad Hoc Proses pengelolaan dilakukan secara tidak

berkala dan tidak terorganisir 2 Repeatable but intuitive Proses dilakukan secara berulang 3 Defined Proses telah terdokumentasi dan

dikomunikasikan, pengawasan dan pelaporan tidak dilakukan secara berkala

4 Managed Proses terawasi dan terukur

5 Optimised Best practices telah diterapkan dalam proses pengelolaan

(28)

14 Untuk mendukung analisis data yang dihasilkan dari kuesioner COBIT 4.1

Management Guidelines (Lampiran 4), sebagai langkah awal akan dilakukan analisis pendukung, yaitu analisis profil, analisis selanjutnya dilakukan pada strategi pengembangan E-Procurement yang didasarkan pada Perpres No 70 tahun 2012 yang merupakan acuan PU dalam menerapkan E-Procurement. Dari hasil analisis tersebut, menghasilkan indikator yang selanjutnya dilakukan pemetaan pada COBIT business goals. Hasil pemetaan ini kemudian dilanjutkan dengan penentuan IT goals.

Dari hasil analisis strategi bisnis organisasi, selanjutnya menentukan kendali proses COBIT yang sesuai dengan strategi bisnis organisasi, dengan melakukan pemetaan pada COBIT business goals. Hasil dari pemetaan ini kemudian dilanjutkan dengan penentuan IT goals melalui hubungan antara

business goals dengan IT goals yang terdapat pada COBIT. Kendali proses COBIT, yang sesuai dengan strategi bisnis organisasi, akan didapatkan melalui hubungannya dengan IT goals yang terdapat pada COBIT. Proses selanjutnya adalah mendapatkan tingkat kemapanan penyelarasan strategi SI/TI terhadap strategi bisnis organisasi, sesuai dengan kendali proses COBIT yang terpilih dari strategi bisnis yang telah ditentukan sebelumnya. Sebagai hasil akhir dari proses tersebut yaitu menentukan strategi-strategi untuk meningkatkan tingkat kemapanan penerapan aplikasi teknologi E-Procurement berdasarkan tingkat kemapanan yang terdapat pada COBIT 4.1.

Adapun alur penelitian yang akan digunakan, sebagaimana terlihat pada Gambar 3.1.

(29)

15

Pengumpulan Data

Untuk melakukan analisis pengukuran kemapanan implementasi aplikasi

E-Procurement dengan menggunakan Framework Cobit 4.1 di Kementerian Pekerjaan Umum dilakukan pengumpulan data dengan beberapa metode, yaitu;

a. Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara mengadakan interview dengan melakukan tanya jawab secara langsung dan tidak langsung dengan kepala pusat data dan beberapa responden yang terkait yang terlibat langsung dalam perencanaan dan operasional pada sistem aplikasi E-Procurement di Kementerian Pekerjaan Umum.

b. Kuesioner

Kuesioner digunakan sebagai alat untuk disebarkan kepada sejumlah responden yaitu pengguna E-Procurement Kementerian Pekerjaan Umum (penyedia jasa) dan staff pusat data masing-masing terdiri dari 3 responden yang memahami, dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang diperlukan dalam upaya pemecahan masalah yang berisi daftar pertanyaan. Responden penyedia jasa berasal dari CV Norisma Mandir, CV Handayani Prima dan PT. Quadra Solution, sedangkan responden staf berasal dari bagian standarisasi, aplikasi serta pengembangan dan analisis data. Bentuk pertanyaan kuesioner dibuat sesuai standar domain cobit 4.1.

Pengukuran Tingkat Kemapanan

Pengukuran tingkat kemapanan (maturity level) dilakukan dengan mempertimbangkan nilai indek kemapanan (maturity index) pada 6 atribut kematangan COBIT 4.1 yang meliputi:

a. Awareness and Communication (AC) b. Policies, Standards and Procedures (PSP) c. Tools and Automation (TA)

d. Skill and Expertise (SE)

e. Responsibilities and Accountabilities (RA) f. Goal Setting and Measurement (GSM)

Dari kuesioner yang ada maka dilakukan pembobotan berdasarkan nilai-nilai berikut (Tabel 3.2):

Tabel 3.2 Pembobotan kuesioner

Jawaban Nilai

Tidak Setuju 0

Kurang Setuju 0.33

Agak Setuju 0,66

Setuju 1

(Sumber: Cobit Maturity Scoring, Andrea Pederiva, 2003)

(30)

16 Tabel 3.3 Kriteria penilaian

Indeks kemapanan Level Kemapanan

0 - 0,50 0 - Non-Existent

0,51 - 1,50 1 - Initial / ad Hoc

1,51 - 2,50 2 - Repeatable But Intuitive

2,51 - 3,50 3 - Defined process

3,51 - 4,50 4 - Manage and Measurable

4,51 - 5,50 5 – Optimized

(Sumber: COBIT 4.1. ITGI, 2007)

Analisa Tingkat Kemapanan

Analisa tingkat kemapanan dilakukan berdasarkan hasil kuesioner yang bersandar pada metode penilaian (scoring) dari skala non-existent sampai dengan optimised (dari 0 sampai 5). Yaitu 0- Non Existent, 1-Initial, 2- Repetable,

3-Defined, 4- Managed dan 5- Optimized sehingga dari sini dapat dinilai proses-proses IT yang dimiliki oleh PU sudah sejau hmana nilai level kemapanannya.

COBIT 4.1 mengelompokkan semua aktivitas bisnis yang terjadi dalam organisasi menjadi 34 proses yang terbagi ke dalam empat buah domain proses,meliputi :

1 Plan and Organise / PO (10 proses), meliputi strategi dan taktik yang berkaitan dengan identifikasi pemanfaatan IT yang dapat memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan bisnis.

2 Acquire and Implement / AI (7 proses), merupakan domain proses yang merealisasikan strategi IT, serta solusi-solusi TI yang diperlukan untuk diterapkan pada proses bisnis organisasi. Pada domain ini pula dilakukan pengelolaan perubahan terhadap sistem eksisting untuk menjamin proses yang berkesinambungan.

3 Deliver and Support / DS (13 proses), yaitu domain proses yang berhubungan dengan pelayanan yang diberikan, mulai dari operasi tradisional terhadap keamanan dan aspek kesinambungan hingga pelatihan.

4 Monitor and Evaluate / ME (4 proses), merupakan domain yang memberikan pandangan bagi pihak manejemen berkaitan dengan kualitas dan kepatuhan dari proses yang berlangsung dengan kendali-kendali yang diisyaratkan.

Rekomendasi

(31)

17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini dibahas mengenai analisis organisasi, strategi pengembangan, dan pembahasan hasil kuesioner.

Analisis Strategi Pengembangan E-Procurement

E-Procurement Kementerian PU merupakan tanggung jawab Pusat Data yang merupakan bagian dari sekertariat jenderal yang menangani E-Procurement

di Kementerian PU yang berperan sebagai pengembang dan juga pemelihara sistem aplikasi tersebut. Tugas pokok Pusat Data adalah melaksanakan pembinaan, pengembangan, pengelolaan dan penyediaan data infrastruktur bidang Pekerjaan Umum serta penyelenggaraan sistem informasi mendukung manajemen Kementerian.

Dalam melaksanakan tugasnya, Pusat Data menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :

1. Penyusunan program pengolahan data

2. Pembinaan dan pengembangan pengolahan data 3. Penyelenggaraan sistem informasi

4. Pengelolaan dan penyediaan data spasial atau peta 5. Pengelolaan dan penyediaan data literal atau numerik 6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga pusat

Implementasi teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pengadaan barang dan jasa berupa E-Procurement mempunyai tujuan:

1. Meningkatkan transparasi dan akuntabilitas 2. Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha 3. Meningkatkan proses efisiensi pengadaan 4. Mendukung proses monitoring dan audit

5. Memenuhi kebutuhana akses informasi yang transparan

Kendali Proses

(32)

18 Adapun indikator berdasarkan masing-masing strategi bisnis organisasi disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Penentuan indikator 1 (Perpres No. 70 Tahun 2012)

Kendali proses COBIT 4.1 merupakan proses-proses yang harus dilakukan untuk dapat mengukur tingkat kemapanan implementasi E-Procurement. Untuk dapat menentukan kendali proses mana saja yang digunakan, maka diperlukan beberapa tahap seperti Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Alur penentuan kendali proses

Proses Penelitian Jumlah

Indikator 10

Business Goals (17 Item) 7

IT Goals (28 Item) 21

Kendali Proses (34 Item) 33

Kuesioner berdasarkan 33 kendali proses

Penyusunan indikator merupakan titik awal pengukuran tingkat kemapanan penerapan E-Procurement yang menghasilkan 10 indikator, kemudian dipetakan dengan Business Goals yaitu strategi bisnis organisasi (7 Business Goals), lalu Business Goals yang didapat dipetakan kembali ke IT Goals, dan menghasilkan 21 IT Goals, kemudian hasil dari IT Goals dipetakan ke kendali proses yang akhirnya menghasilkan 33 kendali proses berdasarkan Cobit 4.1. hasil dari kendali proses dijadikan sebagai bahan kuesioner.

Tabel 4.3 menunjukan Business Goals COBIT 4.1 berdasarkan IT Governance Institute tahun 2007, yang dipetakan dengan indikator E-Procurement PU.

Strategi 1 Meningkatkan transparasi dan akuntabilitas

Indikator 1 Mewujudkan prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa secara lebih nyata

Strategi 2 Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha

Indikator 2 Penawaran yang masuk lebih banyak

Indikator 3 Membuka kesempatan pelaku usaha mengikuti lelang Indikator 4 Menciptakan peluang dan persaingan usaha yang sehat Strategi 3 Meningkatkan proses efisiensi pengadaan

Indikator 5 Mempermudah proses administrasi pengadaan

Indikator 6 Mengurangi biaya operasional untuk mengikuti lelang Indikator 7 Mengurangi benturan dan hambatan fisik

Strategi 4 Mendukung proses monitoring dan audit

Indikator 8 Mempermudah panitia pengadaan dalam mempertanggung-jawabkan proses pengadaan Strategi 5 Memenuhi kebutuhan akses informasi yang transparan

Indikator 9 Lebih aman (termasuk jaminan keamanan data dan informasi)

(33)

19 Tabel 4.3 Business Goals COBIT 4.1

Perspektif Keuangan

1 Memberikan pengembalian investasi TI melalui investasi bisnis aktif

2 Mengelola TI terkait dengan risiko bisnis

3 Meningkatkan tatakelola dan transparansi organisasi

Perspektif Pelanggan

4 Meningkatkan orientasi kepada pelanggan dan pelayanan

5 Menawarkan produk dan layanan yang kompetitif

6 Membangun kesinambungan dan ketersediaan layanan

7 Membuat terobosan dalam menanggapi perubahan kebutuhan bisnis

8 Mencapai optimasi biaya pelayanan

9

Memperoleh informasi yang handal dan berguna untuk mengambil keputusan strategis

Perspektif Internal

10 Meningkatkan dan mempertahankan fungsi proses bisnis

11 Biaya proses lebih rendah

12

Menjalankan kepatuhan (compliance) pada regulasi, kontrak yang berjalan, atau aturan eksternal yang digunakan.

Mematuhi hukum eksternal, regulasi, dan kontrak

13 Mematuhi kebijakan internal 14 Mengelola perubahan bisnis

15 Meningkatkan dan mempertahankan produktifitas operasional dan staff

Perspektif pembelajaran dan peningkatan

16 Mengelola inovasi produk dan bisnis

17 Mendapatkan dan mempertahankan orang-orang terampil dan bermotivasi

(34)

20 Tabel 4.4 Hasil pemetaan indikator dengan Business Goals COBIT 4.1

NO INDIKATOR BUSINESS

GOALS

1 Mewujudkan prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa secara lebih nyata

3

2 Penawaran yang masuk lebih banyak 2

3 Membuka kesempatan pelaku usaha mengikuti lelang 4

4 Menciptakan peluang dan persaingan usaha yang sehat 7

5 Mempermudah proses administrasi 15

6 Mengurangi biaya operasional dalam proses lelang 11

7 Mengurangi benturan dan hambatan fisik 4

8 Mempermudah panitia pengadaan dalam

mempertanggung-jawabkan proses pengadaan 12

9 Lebih aman (termasuk jaminan keamanan data dan

informasi) 2

10 Memberi kesempatan masyarakat luas untuk mengetahui

proses pengadaan 3

Pemetaan indikator terhadap Business Goal COBIT 4.1 pada Tabel 4.3 sebagai berikut:

1. Pemetaan Indikator 1 terhadap Busines Goal 3

Prinsip-prinsip dasar pengadaan barang dan jasa dapat dicapai melalui penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang baku serta didukung oleh teknologi informasi secara tepat dalam penerapannya. Implementasi teknologi informasi dalam proses pengadaan barang dan jasa yang selanjutnya disebut E-Procurement terbukti mampu meningkatkan kinerja, efisiensi, dan efektvitas pengadaan barang dan jasa di lingkungan PU. Hal tersebut tercantum pada Kepres No. 70 tahun 2012 yang telah dijelaskan efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil, tidak diskriminasi, serta akuntabel yang dapat tercapainya good governance pada kementerian PU, hal ini sejalan dengan business goals nomor 3 mengenai peningkatan tatakelola dan transparansi organisasi.

2. Pemetaan Indikator 2 terhadap Business Goal 2

Sejak diterapkannnya pelaksanaan E-Procurement di kementerian PU telah terjadi peningkatan jumlah paket dan nilai paket ditahun 2011 dengan jumlah paket 9,349 dan nilai paket sebesar lebih dari 38 triliun dengan jumlah penyedia jasa baik dari konstruksi, konsultasi, non konstruksi sebanyak 57,552 yang terdaftar disistem E-Procurement dan pengguna E-Procurement PU mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (e-Indonesia Intiative (dalam Sumadilaga dan Pudjiono, 2011). Sejalan dengan Business goals nomor 2 mengenai pengelolaan TI terkait dengan risiko bisnis.

3. Pemetaan Indikator 3 terhadap Business Goal 4

(35)

21 oleh seluruh kalangan penyedia jasa di berbagai daerah serta dapat berkompetisi secara sehat. Peningkatan pelayanan publik ditujukan untuk memenuhi kepentingan masyarakat luas di seluruh wilayah Indonesia yang dapat diandalkan dan terpercaya serta mudah dijangkau.

4. Pemetaan Indikator 4 terhadap Business Goal 7

Pembangunan E-Procurement merupakan terobosan Kementrian PU dalam menanggapi perubahan kebutuhan bisnis. Proses pengadaan barang secara elektronik telah memberikan kesempatan yang sama kepada vendor atau penyedia jasa untuk bersaing. Kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa Kementerian PU telah menciptakan peluang dan persaingan usaha yang sehat bagi vendor atau penyedia jasa.

5. Pemetaan Indikator 5 terhadap Business Goal 15

Pengelolaan sumber daya manusia guna mendukung terlaksananya seluruh program kegiatan secara efektif dan efisien, termasuk melaksanakan pelatihan dan pembinaan SDM sehingga dapat mewujudkan kelanggengan sistem E-Procurement

yang dapat mempermudah proses administrasi hal ini sejalan dengan pencapaian peningkatkan dan mempertahankan produktifitas operasional dan staff.

6. Pemetaan Indikator 7 terhadap Business Goal 11

Inisiatif E-Procurement telah merubah proses pengadaan kementerian PU. Proses yang telah diotomatiskan dapat memperbaiki keefisiensian internal dalam departemen; memperpendek waktu siklus lelang, menghapus subjektivitas dalam evaluasi dari lelang dengan sistem yang didasarkan pada evaluasi penawaran otomatis, dan telah mengurangi korupsi.

7. Pemetaan Indikator 7 terhadap Business Goal 4

E-Procurement dapat menghindari benturan dan hambatan fisik yang dilakukan oknum panitia lelang sebagaimana halnya: diskriminasi dan penundaan jadwal lelang kepada penyedia barang dan jasa, intimidasi secara fisik kepada para peserta lelang, merusak file lelang. Penerapan E-pocurement sebagai sistem transaksi pengadaan dan jasa dapat mengurangi kecurangan atau human error dan menghasilkan ketransparansian pada pengadaan atau procurement Kementerian PU.

8. Pemetaan Indikator 8 terhadap Business Goal 12

Adanya fungsi layanan pengadaan secara elektronik E-Procurement yang dimanfaatkan oleh panitia pengadaan dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa Kementerian PU yang mempunyai kepastian hukum dalam pertanggung-jawaban pengadaan yang tertera pada Kemen No. 306 tahun 2013 tentang pengelolaan layanan secara elektronik di lingkungan Kementerian PU. Kondisi tersebut sejalan dengan kepatuhan (compliance) pada regulasi, kontrak yang berjalan, atau aturan eksternal yang digunakan, serta mematuhi hukum eksternal, regulasi, dan kontrak.

9. Pemetaan Indikator 9 terhadap Business Goal 2

(36)

22 menurunnya tingkat kepercayaan dan kegagalan penyelengaraan E-Procurement. Potensi masalah tersebut harus diminimalisasi melalui penerapan sistem manajemen keamanan informasi. Keamanan informasi terbagi menjadi 3 aspek;

confidentiality (kerahasiaan), integrity (integritas), availability (ketersediaan). 10.Pemetaan Indikator 10 terhadap Business Goal 3

Transparansi memiliki ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang dan jasa, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang dan jasa, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia barang dan jasa yang berminat serta bagi masyarakat luas pada umumnya sehingga sejalan dengan mengenai peningkatan tatakelola dan transparansi organisasi.

Dari pemetaan indikator terhadap Business Goals COBIT 4.1 pada Tabel 4.4 diperoleh tujuh Business Goals COBIT 4.1 yang berhubungan dengan implementasi E-Procurement. Kemudian setelah diperoleh hasil dari pemetaan indikator dengan Business Goals COBIT 4.1, lalu dilakukan pemetaan Business Goals dengan IT Goals (Tabel 4.5).

Tabel 4.5 IT Goals COBIT 4.1

IT Goals

1 Menanggapi kebutuhan bisnis sejalan dengan strategi bisnis 2 Menanggapi kebutuhan pemerintahan sejalan dengan arah papan 3 Menjamin kepuasan pengguna akhir dengan penawaran layanan dan

tingkat layanan

4 Mengoptimalkan penggunaan informasi 5 Membuat kelincahan TI

6 Mendefinisikan bagaimana bisnis kebutuhan fungsional dan kontrol otomatis diterjemahkan dalam efektif dan efisien

7 Mendapatkan dan memelihara sistem aplikasi yang terintegrasi dan standar

8 Mendapatkan dan memelihara infrastruktur TI yang terintegrasi dan standar

9 Memperoleh dan mempertahankan kemampuan IT yang merespon strategi TI

10 Menjamin kepuasan bersama pihak ketiga hubungan 11 Memastikan integrasi aplikasi ke dalam proses bisnis

12 Memastikan transparansi dan pemahaman saya biaya, manfaat, strategi, kebijakan dan tingkat layanan

13 Memastikan penggunaan yang tepat dan kinerja solusi aplikasi dan teknologi

14 Account untuk dan melindungi semua aset TI

15 Mengoptimalkan infrastruktur TI, sumber daya dan kemampuan 16 Mengurangi cacat solusi dan jasa pengiriman dan pengerjaan ulang 17 Melindungi pencapaian tujuan TI

18 Membangun kejelasan dampak bisnis risiko untuk tujuan TI dan sumber daya

(37)

23

IT Goals

20 Memastikan bahwa transaksi bisnis otomatis dan pertukaran informasi dapat dipercaya

21 Memastikan bahwa layanan TI dan infrastruktur benar dapat melawan dan pulih dari kegagalan karena kesalahan, serangan yang disengaja atau bencana

22 Memastikan dampak bisnis minimum dalam hal terjadi gangguan layanan TI atau mengubah

23 Memastikan bahwa layanan TI yang tersedia seperti yang diperlukan 24 TI meningkatkan efisiensi biaya dan kontribusi terhadap profitabilitas

bisnis

25 Memberikan proyek tepat waktu dan anggaran, memenuhi standar kualitas

26 Menjaga integritas infrastruktur informasi dan pengolahan 27 Memastikan kepatuhan dengan hukum TI, peraturan dan kontrak 28 Memastikan bahwa TI hemat biaya menunjukkan kualitas layanan,

perbaikan terus-menerus dan kesiapan untuk mengubah masa depan

Tabel 4.5 menjelaskan IT Goals yang telah menjadi standar baku COBIT 4.1, sedangkan Tabel 4.6 merupakan pemetaan Business Goals terhadap IT Goals

COBIT 4.1 .

Tabel 4.6 Business goals terhadap IT goals COBIT 4.1

BUSINESS GOALS IT GOALS

Perspektif

2 Mengelola TI terkait

dengan risiko bisnis 2 14 17 18 19 20 21 22

8 Mencapai optimasi

(38)

24 Tabel 4.7 Hasil Pemetaan Business Goasl terhadap IT Goals COBIT 4.1

BUSINESS GOALS IT GOALS

BG 2 Mengelola TI terkait dengan risiko

bisnis 2 14 17 18 19 20 21 22

BG 3 Meningkatkan tatakelola dan

transparansi organisasi 2 18

BG 4 Meningkatkan orientasi kepada

pelanggan dan pelayanan 3 23

BG 7 Membuat terobosan dalam

menanggapi perubahan kebutuhan

11 Biaya proses lebih

rendah 7 8 13 15 24

13 Mematuhi kebijakan

internal 2 13

14 Mengelola perubahan

bisnis 1 5 6 11 28

15

Meningkatkan dan mempertahankan produktifitas

operasional dan staf

7 8 11 13

16 Mengelola inovasi

(39)

25

BUSINESS GOALS IT GOALS

BG 12

Menjalankan kepatuhan (compliance) pada regulasi, kontrak yang berjalan, atau aturan eksternal yang digunakan.

Mematuhi hukum eksternal, regulasi, dan kontrak

2 19 20 21 22 26 27

BG 15 Meningkatkan dan

mempertahankan produktifitas operasional dan staff

7 8 11 13

Dari hasil pemetaan pada Tabel 4.7 diperoleh 21 IT Goals COBIT 4.1 yang akan digunakan pada Tabel 4.8 yang menununjukkan 21 IT Goals COBIT yang akan dipetakan dengan kendali proses COBIT 4.1.

Tabel 4.8 Kendali proses COBIT 4.1

IT GOALS PROCESS

1 Menanggapi kebutuhan bisnis sejalan dengan strategi bisnis

PO1,PO2,PO4,PO10,AI1,AI6,AI7,DS1,DS3,ME1

2 Respon terhadap persyaratan tatakelola sesuai dengan petunjuk

PO1, PO4, PO10, ME1, ME4

3 Menjamin kepuasan

pengguna melalui penawaran layanan dan tingkat layanan

PO8, AI4, DS1, DS2, DS7, DS8, DS10, DS13

5 Membuat kelincahan TI PO2,PO4,PO7,AI3

7 Mendapatkan dan

memelihara sistem aplikasi yang terintegrasi dan terstandardisasi

PO3, AI1, AI5

8 Mendapatkan dan

memelihara infrasruktur TI yang terintegrasi dan terstandar

AI3, AI5

11 Memastikan integrasi aplikasi untuk proses bisnis

PO2, AI4, AI7

13 Memastikan bahwa penggunaan dan kinerja solusi aplikasi dan teknologi adalah tepat

PO6, AI4, AI7, DS7, DS8

14 Account untuk dan melindungi semua aset TI

PO9,DS5,DS9,DS12,ME2

15 Mengoptimalkan

infrastruktur TI, sumber daya dan kemampuan

PO3,AI3,DS3,DS7,DS9

17 Melindungi pencapaian tujuan TI

(40)

26

IT GOALS PROCESS

18 Membangun kejelasan dampak bisnis risiko untuk tujuan TI dan sumber daya

PO9

19 Memastikan bahwa informasi penting dan rahasia tidak dimiliki oleh mereka yang tidak seharusnya memiliki akses kesana

PO6, DS5,DS11, DS12

20 Memastikan bahwa transaksi bisnis otomatis dan

pertukaran informasi dapat dipercaya

PO6, AI7, DS5

21 Memastikan bahwa layanan dan infrastruktur TI benar-benar dapat bertahan dan pulih akibat dari kegagalan karena kesalahan, serangan yang disengaja, atau bencana

PO6, AI7, DS4, DS5, DS12, DS13, ME2

22 Memastikan dampak bisnis minimum apabila terjadi gangguan atau perubahan layanan TI

PO6, AI6, DS4, DS12

23 Memastikan bahwa layanan TI tersedia ketika diperlukan

DS3, DS4, DS8, DS13

24 TI meningkatkan efisiensi biaya dan kontribusi terhadap profitabilitas bisnis

PO5,DS6

25 Memberikan proyek tepat waktu dan anggaran, memenuhi standar kualitas

PO8,PO10

26 Menjaga integritas

infrastruktur informasi dan pengolahan

AI6, DS5

27 Memastikan bahwa TI memenuhi ketentuan hukum, peraturan dan kontak

DS11, ME2, ME3, ME4

Uraian proses dapat dilihat pada Tabel 4.9

(41)

27 Tabel 4.9 Tiga puluh tiga kendali proses COBIT 4.1

NO PROCESS

1 PO1 Menetapkan rencana strategis IT

2 PO2 Menetapkan arsitektur sistem informasi

3 PO3 Menetapkan arah teknologi

4 PO4 Menetapkan proses TI, organisasi dan hubungannya

5 PO5 Mengelola investasi TI

6 PO6 Mengkomunikasikan tujuan dan arah manajemen

7 PO7 Mengelola sumberdaya manusia

8 PO8 Mengatur kualitas

9 PO9 Menilai dan mengelola risiko

10 PO10 Mengatur proyek

11 AI1 Identifikasi solusi-solusi otomatis

12 AI3 Mendapatkan dan memelihara infrastruktur teknologi

13 AI4 Menjalankan operasi dan menggunakannya

14 AI5 Pengadaan sumberdaya TI

15 AI6 Mengelola perubahan

16 AI7 Instalasi dan akreditasi solusi serta perubahan

17 DS1 Menetapkan dan mengetur tingkat layanan

18 DS2 Mengatur layanan dengan pihak ketiga

19 DS3 Mengatur kinerja dan kapasitas

20 DS4 Memastikan ketersediaan layanan

21 DS5 Memastikan keamanan sistem

22 DS6 Mengidentifikasi dan mengalokasikan biaya

23 DS7 Mendidik dan melatih pengguna

24 DS8 Mengelola bantuan layanan dan insiden

25 DS9 Mengelola konfigurasi

26 DS10 Mengelola masalah

27 DS11 Mengelola data

28 DS12 Mengelola fasilitas

29 DS13 Mengelola operasi

30 ME1 Monitor dan evaluasi kinerja TI

31 ME2 Monitor dan evaluasi pengendalian internal

32 ME3 Memastikan kepatuhan terhadap persyaratan eksternal

33 ME4 Menyediakan tatakelola TI

Analisis Tingkat Kemapanan

(42)

28

PO1 - Menetapkan Rencana Strategi TI

Kendali proses PO1 membahas mengenai penetapan rencana strategis dalam pembahasan ini adalah penetapan rencana strategis mengenai implementasi. Tabel 4.10 memperoleh nilai 2,99 (defined process) organisasi menyadari kebutuhan akan perencanaan strategis TI dan pemahaman kebutuhan terhadap TI plan dalam perecanaan pengembangan aplikasi dan infrastruktur sudah terdokumentasi pada Blue Print TI yang mengidentifikasikan Roadmap TI jangka panjang dan jangka pendek.

Tabel 4.10 PO1 menetapkan rencana strategi TI

MATURITY

Nilai Tingkat

Staf 3,03 Defined Process

Vendor 2,95 Defined Process

Total 2,99 Defined Process

PO2 - Menetapkan Arsitektur Sistem Informasi

Kendali proses PO2 membahas mengenai penetapan arsitektur sistem informasi. Dalam pembahasan ini penetapan asrsitektur sistem informasi yang mendukung implementasi E-Procurement.

Tabel 4.11 menunjukan nilai hasil pengukuran tingkat kemapanan pada kendali proses PO2 2,90 (defined process) hal ini menunjukan bahwa organisasi memahami pentingnya sebuah arsitektur sistem informasi dalam menanggapi permasalahaan utama yang melatarbelakangi pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik adalah tingginya angka korupsi dan kebocoran keuangan negara pada proses pengadaan barang dan jasa dan sudah adanya tim yang bertanggung jawab penyusunan dokumentasi sistem pengadaan di Kementerian PU sesuai dengan prosedur yang telah distandarkan. Kebijakan telah dibuat berdasarkan Kepres dan Kemen tentang E-Procurement dan kepatuhan telah dilakukan secara konsisten. Proses pendefinisian arsitektur sistem informasi dilakukan secara proaktif dan terfokus kepada keperluan jangka panjang.

Tabel 4.11 PO2 Menetapkan arsitektur sistem informasi

MATURITY

Nilai Tingkat

Staf 2,86 Defined Process

Vendor 2,95 Defined Process

Total 2,90 Defined Process

PO3 - Menetapkan Arah Teknologi

Kendali proses PO3 membahas mengenai penetapan arah teknologi. Dalam hal ini penetapan arah teknologi ditujukan pada pengembangan teknologi

E-Procurement.

Gambar

Gambar 2. 1  Struktur Organisasi PU
Gambar 2.2  Framework COBIT 4.1
Gambar 2. 3  Tingkat maturitas kerangka kerja COBIT 4.1
Gambar 3.1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dapat memberikan informasi bahwa ekstrak kasar enzim kitinase yang diisolasi dari bakteri Pseudomonas pseudomallei dan Klebseilla ozaenae dapat menghambat jamur

Teknik rehabilitasi ekosistem terumbu karang menggunakan konsep “gardening of coral reef” ini akan menjadi studi yang menarik di Pulau Sempu dimana kondisi terumbu

Pada rasio Ce/Ci sarna dengan 0.09 sistem kolom adsorpsi bentonit Tonsil mampu menangani lim bah cair melanoidin sampai pada volume 200 mililiter, setelah

Jika percobaan ini tidak sesuai dengan hukum Mendel, maka telah terjadi penyimpangan pada hukum

Pengolahan air limbah secara biologi anaerob bertujuan untuk merombak bahan organic dalam air limbah menjadi bahan yang lebih sederhana yang tidak

Besarnya sumberdaya yang terdapat pada kawasan karst menjadi daya tarik bagi aktivitas penambangan liar (tanpa memiliki izin). Peraturan tentang penataan ruang masih menyisakan

Secara teoritis posisi Lithotomi merupakan posisi yang paling cocok untuk melahirkan kepala janin pada kala II persalinan dimana conjugata vera pintu masuk

Hal ini terkait dengan cara penularan virus Hepatitis B dan Hepatitis C dapat melalui kulit disebabkan parenteral (tusukan yang jelas) atau tusukan yang tidak jelas, selaput